PEMBERIAN RANGE OF MOTION (ROM) AKTIF - ASITIF : SPHERICAL GRIP TERHADAP PENINGKATAN KEKUATAN OTOT EKSTREMITAS ATAS PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn. W DENGAN STROKE DI RUANG ANYELIR RSUD Dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO KABUPATEN WONOGIRI
DISUSUN OLEH :
DESY IDA LIYANAWATI P.12 015
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
PEMBERIAN RANGE OF MOTION (ROM) AKTIF - ASITIF : SPHERICAL GRIP TERHADAP PENINGKATAN KEKUATAN OTOT EKSTREMITAS ATAS PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn. W DENGAN STROKE DI RUANG ANYELIR RSUD Dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO KABUPATEN WONOGIRI Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH :
DESY IDA LIYANAWATI NIM.P.12 015
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “PemberianRange of Motion (ROM) Aktif-Asitif : Spherical Grip terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Ekstremitas Atas Pada Asuhan Keperawatan Tn. Wdengan Stroke di Ruang Anyelir RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri.” Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat: 1.
Ibu Atiek Murharyati, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Ketua Program studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2.
Ibu Meri Oktariani, S. Kep., Ns., M.Kep, selaku Sekretaris Program studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3.
Bapak Joko Kismanto, S. Kep., Ns. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya Karya Tulis Ilmiah ini.
4.
Ibu Happy Indri H., S. Kep., Ns., M.Kep, selaku dosen penguji I yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya Karya Tulis Ilmiah ini.
5.
Ibu Alfyana Nadya, S. Kep., Ns., M.Kep, selaku dosen penguji II yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya Karya Tulis Ilmiah ini.
6.
Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya, serta ilmu yang bermanfaat.
7.
Kedua orang tua saya, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan.
8.
Kakak dan saudara-saudaraku yang telah memberikan semangat dan dukungan untuk menyelesaikan tugas akhir Karya Tulis Ilmiah.
9.
Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual. Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin
Surakarta,Mei 2015
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................
i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME .....................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................
iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................
v
DAFTAR ISI ....................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
x
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang .......................................................................
1
B. Tujuan Penulisan ...................................................................
5
C. Manfaat Penulisan .................................................................
5
TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori ........................................................................
BAB III
BAB IV
7
1.
Stroke ............................................................................
7
2.
Terapi Range of Motion (ROM) ...................................
28
3.
Spherical Grip ...............................................................
35
B. Kerangka Teori ......................................................................
39
C. Kerangka Konsep ..................................................................
40
METODE PENELITIAN A. Subyek Aplikasi Riset ............................................................
41
B. Tempat dan Waktu .................................................................
41
C. Media dan Alat yang digunakan ...........................................
41
D. Prosedur Tindakan .................................................................
41
E. Alat Ukur................................................................................
42
LAPORAN KASUS A. Identitas Pasien.......................................................................
43
B. Pengkajian ..............................................................................
43
BAB V
BAB VI
C. Perumusan Masalah ..............................................................
51
D. Perencanaan Keperawatan ....................................................
52
E. Implementasi ..........................................................................
54
F. Evaluasi ..................................................................................
58
PEMBAHASAN A. Pengkajian .............................................................................
61
B. Perumusan Masalah Keperawatan ........................................
65
C. Perencanaan Keperawatan ....................................................
68
D. Implementasi Keperawatan ...................................................
73
E. Evaluasi .................................................................................
78
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ...........................................................................
80
B. Saran ......................................................................................
82
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Range Of Motion .......................................................................
34
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Spherical Grip ...........................................................................
38
Gambar 2.2
Jenis Power Grip.......................................................................
38
Gambar 2.3
Spherical Grip Bola ..................................................................
38
Gambar 2.4
Kerangka Teori .........................................................................
39
Gambar 2.5
Kerangka Konsep .....................................................................
40
Gambar 4.1
Genogram .................................................................................
44
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Usulan Judul
Lampiran 2
Lembar Konsultasi
Lampiran 3
Surat Pernyataan
Lampiran 4
Jurnal
Lampiran 5
Asuhan Keperawatan
Lampiran 6
Log Book
Lampiran 7
Pendelagasian
Lampiran 8
Lembar Observasi
Lampiran 9
SOP ROM Spherical Grip
Lampiran 10 Daftar Riwayat Hidup
BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG Stroke atau gangguan vaskuler otak atau dikenal dengan cerebro vaskuler disease (CVD) adalah suatu kondisi susunan sistem saraf pusat yang patologis akibat adanya gangguan peredaran darah (Satyanegara, 2010). Menurut Junaidi (2011), Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional
otak
akut
fokal
maupun global
akibat
terhambatnya
peredaran darah ke otak. Gangguan peredaran darah otak berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah di otak. Otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi
terganggu.
Kekurangan
pasokan
oksigen
ke
otak akan
memunculkan kematian sel saraf (neuron). Gangguan fungsi otak ini akan memunculkan gejala stroke. Stroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering di negara maju, setelah penyakit jantung dan kanker. Setiap tahun, hampir 700.000 orang Amerika mengalami stroke dan stroke mengakibatkan hampir 150.000 kematian. 11% orang Amerika berusia 55-56 mengalami infark serebal silent prevalensinya meningkat sampai 40% pada usia 80 tahun dan 43% pada usia 85 tahun (Adrian,2013). Angka kematian karena stroke sampai saat ini masih tinggi. Menurut estimasi World Health Organisation (WHO), pada tahun 2008 1
2
ada
6,2
juta kematian karena stroke (WHO, 2012) dan merupakan
penyebab kematian no 3 di dunia setelah jantung koroner dan kanker (WHO, 2007). Data yang lebih rincioleh American Heart Association/ American Stroke Association (AHA/ASA) dalam Heart Disease and Stroke Statistics-2012 Update, menyebutkan bahwa setiap 4 menit seseorang meninggal karena stroke dan stroke berkontribusi dalam setiap 18 kematian di Amerika Serikat pada tahun 2008 (Roger, et al. 2011). Di Amerika Serikat, stroke merupakan penyebab kematian nomor 4 setelah penyakit jantung, kanker dan penyakit kronik saluran pernafasan bawah (Miniño, et al,2011), sedangkan di Inggris merupakan satu diantara tiga penyebab kematian tertinggi (National Audit Office, 2010), sementara di Australia stroke merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit jantung koroner dengan 8.300 kematian pada tahun 2009 (Refshauge, 2012; National Stroke Foundation, 2012). Data yang dirilis oleh Yayasan Stroke Indonesia menyatakan bahwa kasus stroke di Indonesia menunjukkan kecenderungan terus meningkat dari tahun ke tahun. Setelah tahun 2000 kasus stroke yang terdeteksi terus melonjak. Pada tahun 2004, beberapa penelitian di sejumlah rumah sakit menemukan pasien rawat inap yang disebabkan stroke berjumlah 23.636 orang. Sedangkan yang rawat jalan atau yang tidak dibawa ke dokter/rumah sakit tidak diketahui jumlahnya. Namun Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 berhasil mendata kasus stroke di wilayah perkotaan di 33 provinsi dan 440 kabupaten. Riskesdas tahun 2007 ini berhasil
3
mengumpulkan sebanyak 258.366 sampel rumah tangga perkotaan dan 987.205 sampel anggota rumah tangga untuk pengukuran berbagai variabel kesehatan masyarakat. Hasilnya, stroke merupakan pembunuh utama di antara penyakit -penyakit noninfeksi di kalangan penduduk perkotaan. Angka kejadian stroke di Indonesia meningkat dengan tajam. Bahkan, saat ini Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia, karena berbagai sebab selain pemyakit degeneratif, terbanyak karena stres ini sangat memprihatinkan mengingat Insan Pasca Stroke (IPS) biasanya merasa rendah diri dan emosinya tidak terkontrol dan selalu ingin diperhatikan (Hernowo, 2007). Kasus tertinggi Stroke adalah di Kota Semarang yaitu sebesar 3.986 kasus (17,91%) dibanding dengan jumlah keseluruhan kasus stroke di kabupaten/kota lain di Jawa Tengah. Dibandingkan jumlah kasus keseluruhan PTM lain di Kota Semarang terdapat proporsi sebesar 3,18%. Angka Kejadian Stroke di RSUD dr.Mangun Sumarso Wonogiri adalah sebanyak 1777 orang selama 2014 baik yang rawat jalan atau rawat inap. Serangan stroke dapat menimbulkan cacat fisik yang permanen. Cacat fisik dapat mengakibatkan seseorang kurang produktif. Oleh karena itu pasien stroke memerlukan rehabilitasi untuk meminimalkan cacat fisik agar dapat menjalani aktivitasnya secara normal. Rehablitasi harus dimulai sedini mungkin secara cepat dan tepat sehingga dapat membantu pemulihan fisik yang lebih cepat dan optimal. Serta menghindari kelemahan otot yang
4
dapat terjadi apabila tidak dilakukan latihan rentang gerak setelah pasien terkena stroke (Irfan, 2010). Salah satu rehabilitasi yang dapat diberikan pada pasien stroke adalah latihan rentang gerak atau Range of Motion (ROM). ROM AktifAsitif dilakukan dengan cara klien menggunakan lengan atau tungkai yang berlawanan dan lebih kuat untuk menggerakan setiap sendi pada ekstremiitas yang tidak mampu gerakan aktif (Berman, 2009). Pasien dengan stroke akan mengalami gangguan-gangguan yang bersifat fungsional. Gangguan sensoris dan motorik post stroke mengakibatkan gangguan keseimbangan
termasuk
kelemahan
otot,
penurunan fleksibilitas jaringan lunak, serta gangguan kontrol motorik dan sensorik. Fungsi yang hilang akibat gangguan kontrol motorik pada pasien stroke mengakibatkan hilangnya koordinasi, hilangnya kemampuan keseimbangan tubuh dan postur (kemampuan untuk mempertahankan posisi tertentu) (Irfan 2010). Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, penulis tertarik untuk mengaplikasikan tindakan terapi pemberian Range of Motion (ROM) aktif–asitif : spherical grip terhadap peningkatan kekuatan otot ekstremitas atas pada pasien stroke,untuk mengurangi resiko kecacatan dan kelemahan otot ekstremitas akibat dari serangan stroke.
5
B.
Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Mengaplikasikan tindakan terapi pemberian
Range Of Motion
(ROM) aktif–asitif : spherical grip terhadap peningkatan kekuatan otot ekstremitas atas pada Tn.W dengan stroke. 2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Tn.W dengan stroke. b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn.W dengan stroke c. Penulis mampu menyusun intervensi pada Tn.W dengan stroke. d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Tn.W stroke e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Tn.W dengan stroke. f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian Range of Motion (ROM) aktif–asitif : spherical grip terhadap peningkatan kekuatan otot ekstremitas atas pada Tn.W dengan stroke.
C.
Manfaat Penulisan 1. Bagi Pelayanan Keperawatan Di Rumah Sakit Aplikasi ini diharapkan dapat memberikan referensi baru bagi pelayanan asuhan keperawatan di rumah sakit untuk mengelola pasien dengan stroke.
6
2. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan Dapat menjadi rujukan bagi perawat untuk melakukan pemberian Range of Motion (ROM) aktif –asitif : spherical grip terhadap peningkatan kekuatan otot ekstremitas atas pada pasien stroke. 3. Bagi pasien Hasil dari pemberian terapi ini sangat berguna untuk pasien karena dapat meningkatkan kekuatan otot ekstremitas atas pada pasien sroke dengan hemiparesis tanpa adanya resiko efek samping yang membahayakan pasien dan mudah dilakukan. 4.
Bagi Institusi pendidikan Memberikan tambahan ilmu pengetahuan baru yang dapat lebih di kembangkan lagi untuk menangani masalah stroke.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
Tinjauan teori 1. Stroke a. Definisi Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak (Corwin, 2009). Sedangkan menurut Muttaqin (2008) Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Stroke atau gangguan vaskuler otak atau dikenal dengan cerebro vaskuler disease (CVD) adalah suatu kondisi susunan sistem saraf pusat yang patologis akibat adanya gangguan peredaran darah (Satyanegara, 2010). Srtoke atau cedera serebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh terhentinya suplai darah ke bagian otak (Wijaya dan Putri, 2013).
b. Klasifikasi Stroke Menurut Muttaqin (2008) stroke dibagi menjadi 2 yaitu : 1) Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu:
7
8
a) Stroke Hemoragik Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat
istirahat.
Kesadaran
pasien
umumnya
menurun.
Perdarahan otak dibagi dua, yaitu: (1) Perdarahan intraserebral Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum. (2) Perdarahan subaraknoid Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak.Pecahnya arteri dan keluarnya keruang subaraknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan
9
vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, dll). b) Stroke Non Hemoragik Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik. 2) Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya yaitu : a) TIA (Trans Iskemik Attack) adalah gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam. b)
Stroke involusi adalah stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c)
Stroke komplit adalah dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
10
c.
Etiologi Menurut Muttaqin (2008) penyebab stroke yaitu : 1) Trhombosis Cerebal Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk pada 48 jam setelah trombosis. Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak : a) Aterosklerosis Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti
koronaria,
basilar,
aorta
dan
arteri
iliaka
(Ruhyanudin, 2007). Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut : (1) Lumen
arteri
menyempit
dan
mengakibatkan
(2) Oklusi mendadak pembuluh darah
karena terjadi
berkurangnya aliran darah.
trombosis.
11
(3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus). (4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan. b) Hyperkoagulasi pada pilysitemia Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral. c) Arteritis (radang pada arteri) d) Emboli Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat
sistem
arteri
serebral.
Emboli
tersebut
berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli : (1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD). (2) Infark Myokard (3) Fibrilasi : Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil. (4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan
12
terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium. 2) Haemorhagi Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak. 3) Hipoksia umum Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah Hipertensi yang parah, Cardiac Pulmonary Arrest, Cardiac output turun akibat aritmia. 4) Hipoksia Setempat Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah Spasme arteri serebral yang disertai perdarahan subarachnoid, Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migraine. d.
Patofisiologi Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter 100-400 mcmeter mengalami perubahan patologik pada
13
dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus arterio talamus (talamo perforate arteries) dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-basilaris mengalami perubahan-perubahan degenaratif yang sama. Kenaikan darah yang “abrupt” atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari (Muttaqin 2008). Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besarakan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik. Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikutioleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum (Muttaqin 2008). Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus,
14
talamus dan pons. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peninggian tekanan intrakranial dan menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak (Muttaqin 2008). Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuronneuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal (Muttaqin 2008). e.
Tanda dan Gejala Stroke Menurut Wijaya dan Putri (2013), Pada stroke non hemoragik gejala utamanya adalah timbulnya defisit neorologis sacara mendadak atau subakut didahului gejala prodromal terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tak menurun kecuali bila embolus cukup besar. Gejala yang muncul pada perdarahan intraserebral adalah gejala prodomal yang tidak jelas kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Sifat nyeri kepala hebat sekali, mual muntah seringkali teradi sejak permulaan serangan.
15
Kesadaran biasanya menurun cepatmasuk koma (65% terjadi kurang dari setengah jam, 23 % antara setengah sampai dua jam dan 12% terjadi setelah 2 jam, sampai 19 hari). Pada perdarahan subaraknoid didapatkan gejala prodomal berupa nyeri kepala hebat dan akut. Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi. Ada gejala atau tanda rangsangan meninggal. Edema papil dapat terjadi bila ada perdarahan subhialoid karena pecahnya aneurisma pada arteri karotis interna. Gejala neurologis yang timbul tergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya , gejala yang muncul dapat berupa kelumpuhan wajah dan anggota badan satu atau lebih anggota badan, gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan, prubahan mendadak status mental, afasia (bicara tidak lancer), ataksia anggota badan, vertigo, mual muntah atau nyeri kepala. Gejala khusus pada pasien stroke adalah kehilangan motorik misalnya
hemiplegia,
hemiparesis, menurunnya
tonus
otot
abnormal. Kehilangan komunikasi misalnya disartria yaitu kesulitan bicara disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara, disfasia atau afasia kehilangan bicara yang terutama ekpresif/ represif. Gangguan persepsi yaitu berupa homonimus hemianopsia yaitu kehilangan setengah lapang pandang dimana sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang paralisis, amforfosintesis yaitu keadaan dimana cenderung berpaling
16
dari sisi tubuh yang sakit dan mengabaikan sisi / ruang yang sakit tersebut,
gangguan
visual
spasia
yaitu
gangguan
dalam
mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial, kehilangan sensori antara lain tidak mampu merasakan posisi dan gerakan
bagian
tubuh
(kehilangan
propriosetik)
sulit
mengintepretasikan stimulasi visual , taktil dan auditorius. f.
Komplikasi Menurut Pudiastuti (2013) komplikasi stroke diantaranya : 1) Akibat berbaring lama a) Bekuan Darah Mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan penimbunan
cairan,
pembengkakan
selain
itu
juga
menyebabkan embolisme paru yaitu sebuah bekuan yang terbentuk dalam satu arteri yang mengalirkan darah ke paru. b) Dekubitus Bagian yang biasa mengalami memar adalah pinggul , pantat, sendi kaki dan tumit bila memar ini tidak dapat dirawat dapat menjadi infeksi. c) Pneumonia Pasien stroke tidak dapat batuk dan menelan dengan sempurna, hal ini menyebabkan cairan berkumpul di paruparu dan selanjutnya menimbulkan pneumonia.
d) Atrofi dan kekauan sendi
17
Hal ini disebabkan karena kurang gerak dan mobilisasi. 2) Komplikasi lain dari stroke a) Distrimia b) Peningkatan tekanan intra kranial c) Kontraktur d) Gagal nafas e) Kematian. 3) Akibat dari Stroke antara lain a) 80-90% bermasalh dalam berpikir dan meningkat. b) 80% penurunan parsial/ total gerakan lengan dan tungkai. c) 70% menderita depresi. d) 30% mengalami kesulitan bicara, menelan, membedakan kanan dan kiri. g.
Pemeriksaan Penunjang Menurut Pudiastuti (2013) pemeriksaan yang dapat dilakukan pada penderita stroke adalah 1) Ultrasongrafi Doppler mengidentifikasikan penyakit artiovena (masalh system arteri karotis (arteri darah atau muncul plak)). 2) Aniografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan darah atau obstruksi arteri adalah titik obstruksi atau rupture. 3) CT Scan memperlihatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.
18
4) Fungsi
Lumbal
menunjukkan
adanya
tekanan
normal,
hemoragik, Malforasi Arterial Arterivena (MAV). 5) Sinar X tengkorak menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari masa yang meluas. 6) EEG mengidentifikasikan masalh didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik. h.
Penatalaksanaan Penatalaksanan stroke menurut Wijaya dan Putri (2013) adalah 1) Penatalaksanan umum a) Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat , posisi lateral dekubitus bila disertai muntah. Boleh di mulai mobilisasi bertahap bila hemodinamik stabil. b) Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat bila perlu berikan oksigen 1-2 liter/menit bila ada hasil AGD. c) Kosongkan kandung kemih dengan kateter bila penuh. d) Kontrol tekanan darah dipertahankan normal. e) Suhu tubuh harus dipertahankan. f) Nutrisi perorfal hanya boleh di berikan setelah tes fungsi menelan baik bila terdapat gangguan menlan atau pasien yang kesadaran menurun dianjurkan pasang NGT. g) Mobilisasi dan rehabilitasi dini jika tidak ada kontraindikasi. 2) Penatalaksanaan Medis a) Trombolitik (streptokinase)
19
b) Anti platelet / anti trombolitik (asetosol,mticlopidin, cilostazol, dipiridamol). c) Antikoagilan (heparin) d) Hemorrhagea (pentoxyfilin) e) Antagonis serotonin (Noftidrofuryl) f) Antagonis calcium (nomodipin, piracetam) 3) Penatalaksanaan Khusus / Komplikasi a) Atasi Kejang b) Atasi TIK yang meninggi manitol, gliserol, furosemid, intubasi, stroid dll). c) Atasi dekompresi (kraniotomi) d) Untuk penatalaksanaan factor resiko (1) Atasi hipertensi (2) Atasi hiperglikemia (3) Atasi hiperurisemia i.
Asuhan keperawatan Berikut merupakan asuhan keperawatan pada pasien stroke menurut Wijaya dan Putri (2013) adalah : 1) Pengkajian a) Identitas klien Umur, jenis kelamin, ras, suku bangsa dll. b) Riwayat kesehatan dahulu
20
Riwayat hipertensi , riwayat penyakit kardiovaskuler, riwayat tinggi kolesterol, obesitas, riwayat DM, riwayat aterosklerosis, merokok, riwayat pemakaian kontrasepsi yang disertai hipertensi dan meningkatnya kadar estrogen, riwayat konsumsi alcohol. c) Riwayat kesehatan sekarang Kehilangan komunikasi, gangguan persepsi, kehilangan motorik, merasa kesulitan untuk melakukan aktifitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplagia) , merasa mudah lelah, susah beristirahat (nyeri,kejang otot). d) Riwayat kesehatan keluarga Apakah ada riwayat penyakit degenerative dalam keluarga. 2) Pemeriksaan data dasar a) Aktivitas / istirahat Merasa kesulitan untuk melakukan aktifitas karena kelemahan,kehilangan atau paralisis , merasa mudah lelah , susah beristirahat nyeri kejang otot , gangguan tonus otot , gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran. b) Sirkulasi Adanya penyakit jantung ,hipotensi arterial berhubungan dengan embolisme, frekuensi nadi dapat berubah ubah karena ketidakefektifan jantung. c) Integritas ego
21
Perasaantidak berdaya ,putus asa , emosi labil , kesulitan untuk mengekspresikan diri. d) Eliminasi Perubahan pola berkemih seperti inkotennsia urine, distensi abdomen , bising usus(-). e) Makanan / cairan Nafsu makan hilang mual muntah selama fase akut / peningkatan TIK, kehilangan sensasi (rasa kecap pada lidah ,pipi dan tengkorak), disfagia,kesulitan menelan. f) Neurosensori Adanya sinkope/ pusing, sakit kepala berat, kelemahan , kesemutan
kebas
lumpuh,penglihatan
pada
sisi
menurun,
yang
terkena
hilangnya
seperti
rangsangan
sensoris kontra lateral pada wajah, gangguan rasa pengecapan dan penciuman, status mental / tingkat kesadaran menurun, penurunan memori, paralisis,reflek tendon menurun,afasia,kehilangan kemampuan mengenali gangguan persepsi, kehilangan kemampuan menggunakan motorik. g) Nyeri Sakit kepala dengan intensitas berbeda,gelisah.
22
h) Pernafasan Merokok, batuk, hambatan jalan nafas,pernafasan sulit , suara nafas tambahan. i) Interaksi sosial Masalah bicara tidak mampu berkomunikasi. 3) Pemeriksaan neurologis a) Status mental Tingkat kesadaran (kuntitatif,kualitatif) , pemeriksaan kemampuan penilaian
bicara, daya
obstruksi,penilaian
orientasi
(tempat,waktu,orang)
pertimbangan, kosakata,daya
,
penilaian
daya
ingat,berhitung
dan
mengenal benda. b) Nervus kranialis Olfaktorius
(penciuman),
optikus
(penglihatan),
okulomotoris (gerak mata, kontraksi pupil), troklear (gerak mata), trigeminus (sensasi pada wajah kulit kepala, gigi, mengunyah), abducen (gerak mata), fasialis ( pengecap), vestibulokoklearisis (pendengaran dan keseimbangan), aksesoris spinal (fonasi, gerakan kepala, leher dan bahu) , hipoglasus ( gerak lidah). c) Fungsi motorik Masa otot, kekuatan dan tonus otot , fleksi dan ekstensi lengan, abduksi lengan dan adduksi lengan, fleksi dan
23
ekstensi pergelangan tangan, adduksi dan abduksi jari, abduksi dan adduksi piggul, fleksi dan ekstensi lutut, dorsofleksi dan fleksi plantar pergelangan kaki, dorsofleksi dan fleksi plantar ib u jari kaki. d) Fungsi sensori Sentuhan ringan,sensasi nyeri, sensasi posisi, sensasi getaran,lokalisasi taktil. e) Fungsi serebelum Tes jari hidung, tes tumit lutut, gerakan berganti, tes romberg, gaya berjalan. f) Reflex Biseps, triseps, brachioradialis, patella, achilles. 4) Diagnosa keperawatan Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien stroke menurut Rendy dan Margareth (2012) adalah a) Resiko
ketidakefektifan
perfusi
jaringan
serebral
berhubungan dengan aliran darah arteri terhambat. b) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neoromuskular. c) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan otot. 5) Intervensi keperawatan Intervensi keperawatan pada pasien stroke menurut Rendy dan Margareth (2012) adalah
24
a) Resiko
ketidakefektifan
perfusi
jaringan
serebral
berhubungan dengan aliran darah arteri terhambat. Kriteria hasil : Tekanan darahdalam batas-batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala , pusing, tidak terjadi penurunan kesadaran. Intervensi : (1) Monitor tekanan darah setiaap 4 jam sekali Rasional : untuk mengevaluasi perkembangan penyakit dan keberhasilan terapi. (2) Pertahankan tirah baring pada posisi semi fowler sampai tekanan darah dioertahankan pada tingkat yang dapat diterima. Rasional
:
tirah
baring
membantu
menurunkan
kebutuhan oksigen, posisi duduk meningkatkan aliran darah arteri brdasarkan gaya grafitasi, kontraksi arteriol pada hipertensi menyebabkan peningkatkan darah pada arteri. (3) Pantau data laboratorium missal GDA dan creatinin. Rasional : indicator perfusi atau fungsi organ. (4) Anjurkan tidak menggunakan rokok atau niotin. Rasional : meningkatkan vasokontriksi.
25
(5) Kolaborasi pemberian obat-obatan anti hipertensi misalnya
golongan
inhibator
simpa
(propanazol,
atenolol) dan golongan vasodilator (hidralazin). Rasioanal
:
golongan
inhibator
secara
umum
menurunkan tekanan darah melalui efek kombinasi penurunan tahanan perifer, menurunkan curah jantung, menghambat syaraf simpatis dan menekan pelepasan rennin.
Golongan
vasodilator
berfungsi
untuk
merilekskan otot polos vaskuler. b) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neoromuskular. Krteria hasil : Tidak ada kontraktur, klien berpartisipasi dalam program latihan, klien mencapai keseimbangan saat duduk, kekuatan otot meningkat. Intervensi :
26
(1) Berikan posisi yang benar. Rasional : pemberian posisi yang benar penting untuk mencegah kontraktur, meredaka tekanan, membantu kesejajaran tubuh yang baik, mencegah neuropati kompresif khususnya terhadap saraf ulnar dan pireneal. (2) Berikan posisi tidur yang tepat. Rasional : mempertahankan posisi tegak ditempat tidur dalam periode yang lama akan memperberat deformitas fleksi panggul dan pembentukan dekubitus disakrum. (3) Berikan papan kaki. Rasional : digunakan sesuai interval selama periode flaksid setelah stroke untuk mempertahankan kaki pada sudut yang benar terhadap tungkai katiak pasien pada posisi terlentang, hal ini mencegah footdrop dan korda tumit
menjadi
pendek
akibat
kontraktur
otot
gastroknemius. (4) Cegah adduksi bahu. Rasional : membantu mencegah edema dan fibrosis yang akan mencegah rentang gerak normal bila pasien telah dapat melakukan Kontrol lengan. (5) Atur posisi tangan dan jari , jari-jari diposisikan sedikit fleksi tangan ditempatkan agak supinasi.
27
Rasional : posisi tangan dan jari yang fungsional dapat mencegah edema tangan. (6) Ubah posisi pasien setiap 2 jam sekali. Rasional : mencegah pembentukan dekubitus. (7) Kolaborasi dengan fisioterapi pemberian latihan ROM. Rasional
:
mempertahankan
mobilitas
sendi,
mengembalikan control motorik, mencegah terjadinya kontraktur pada ekstremitas yang menglami paralysis mencegah bertambah buruknya system neurovaskuler dan meningkatkan sirkulasi. (8) Siapkan pasien untuk ambulasi. Rasional : mempertahankan keseimbangan saat duduk dan saat berdiri. c) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan otot. Kriteria hasil : Pasien dapat merawat diri berpakaian, mandi, makan, toileting. Intervensi : (1) Kaji kemampuan klien untuk perawatan diri. (2) Pantau kebutuhan klien untuk alat bantu dalam mandi, berpakaian, makan, minum, toileting. (3) Berikan bantuan hingga klien sepenuhnya dapat mandiri.
28
(4) Dukung klien untuk menunjukkan aktivitas normal sesuai kemampuan. (5) Libatkan
keluarga
dalam
pemenuhan
kebutuhan
perawatan diri klien. 2. Terapi Range of Motion (ROM) a. Definisi Range of motion ( ROM ) adalah gerakan dalam keadaan normal dapat dilakukan oleh sendi yang bersangkutan (Suratun, dkk, 2008). Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan
atau
memperbaiki
tingkat
kesempurnaan
kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk
meningkatkan
massa
otot
dan
tonus
otot
(Potter & Perry, 2005). b. Manfaat Range of Motion (ROM) Menurut Potter & Perry (2005) manfaat dari ROM adalah 1) Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan pergerakan. 2) Mengkaji tulang, sendi, dan otot. 3) Mencegah terjadinya kekakuan sendi. 4) Memperlancar sirkulasi darah. 5) Memperbaiki tonus otot. 6) Meningkatkan mobilisasi sendi. 7) Memperbaiki toleransi otot untuk latihan.
29
c. Klasifikasi Range of Motion (ROM) Menurut Carpenito (2009) latihan ROM dibedakan menjadi 4 jenis yaitu : 1) ROM Aktif ROM Aktif adalah kontraksi otot secara aktif melawan gaya gravitasi seperti mengangkat tungkai dalam posisi lurus. 2) ROM Pasif ROM Pasif yaitu gerakan otot klien yang dilakukan oleh orang lain dengan bantuan oleh klien. 3) ROM Aktif-Asitif ROM Aktif-Asitif yaitu kontraksi otot secara aktif dengan bantuan gaya dari luar seperti terapis, alat mekanis atau ekstremitas yang sedang tidak dilatih. 4) ROM Aktif Resestif ROM Aktif Resestif adalah kontraksi otot secara aktif melawan tahanan yang diberikan, misalnya beban. d. Indikasi Range of Motion ROM Menurut Potter & Perry (2005) indikasi ROM adalah 1) Indikasi ROM Aktif a) Pada saat pasien dapat melakukan kontraksi otot secara aktif dan menggerakkan ruas sendinya baik dengan bantuan atau tidak.
30
b) Pada saat pasien memiliki kelemahan otot dan tidak dapat menggerakkan persendian sepenuhnya, digunakan AAROM (Active-Assistive ROM, adalah jenis ROM Aktif yang mana bantuan diberikan melalui gaya dari luar apakah secara manual atau mekanik, karena otot penggerak primer memerlukan bantuan untuk menyelesaikan gerakan). c) ROM Aktif dapat digunakan untuk program latihan aerobik. d) ROM Aktif digunakan untuk memelihara mobilisasi ruas diatas dan dibawah daerah yang tidak dapat bergerak. 2) Indikasi ROM Pasif a) Pada daerah dimana terdapat inflamasi jaringan akut yang apabila dilakukan pergerakan aktif akan menghambat proses penyembuhan. b) Ketika pasien tidak dapat atau tidak diperbolehkan untuk bergerak aktif pada ruas atau seluruh tubuh, misalnya keadaan koma, kelumpuhan atau bed rest total. e. Kontraindikasi ROM Kontraindikasi dan hal-hal yang harus diwaspadai pada latihan ROM menurut Carpenito (2009) yaitu: 1) Latihan ROM tidak boleh diberikan apabila gerakan dapat mengganggu proses penyembuhan cedera. a) Gerakan yang terkontrol dengan seksama dalam batas-batas gerakan yang bebas nyeri selama fase awal penyembuhan
31
akan memperlihatkan manfaat terhadap penyembuhan dan pemulihan. b) Terdapatnya tanda-tanda terlalu banyak atau terdapat gerakan yang salah, termasuk meningkatnya rasa nyeri dan peradangan. 2) ROM tidak boleh dilakukan bila respon pasien atau kondisinya membahayakan (life threatening). a) PROM dilakukan secara hati-hati pada sendi-sendi besar, sedangkan AROM pada sendi ankle dan kaki untuk meminimalisasi venous stasis dan pembentukan trombus. b) Pada keadaan setelah infark miokard, operasi arteri koronaria, dan lain-lain, AROM pada ekstremitas atas masih dapat diberikan dalam pengawasan yang ketat. f. Macam-macam gerakan ROM berdasarkan bagian tubuh Menurut Potter & Perry (2005), ROM terdiri dari gerakan pada persendian sebagai berikut :
32
Bagian Tubuh 1. Leher
Gerakan Fleksi Ekstensi Hiperektensi Fleksi lateral
Rotasi
2. Bahu
Fleksi
Ekstensi Hiperektensi Abduksi
Adduksi
Rotasi dalam
Rotasi luar
Sirkumduksi 3. Siku
Fleksi
Ektensi
Penjelasan Menggerakan dagu menempel ke dada, Mengembalikan kepala ke posisi tegak, Menekuk kepala ke belakang sejauh mungkin, Memiringkan kepala sejauh mungkin sejauh mungkin kearah setiap bahu, Memutar kepala sejauh mungkin dalam gerakan sirkuler, Menaikan lengan dari posisi di samping tubuh ke depan ke posisi di atas kepala, Mengembalikan lengan ke posisi di samping tubuh, Mengerkan lengan kebelakang tubuh, siku tetap lurus, Menaikan lengan ke posisi samping di atas kepala dengan telapak tangan jauh dari kepala, Menurunkan lengan ke samping dan menyilang tubuh sejauh mungkin, Dengan siku pleksi, memutar bahu dengan menggerakan lengan sampai ibu jari menghadap ke dalam dan ke belakang, Dengan siku fleksi, menggerakan lengan sampai ibu jari ke atas dan samping kepala, Menggerakan lengan dengan lingkaran penuh, Menggerakkan siku sehingga lengan bahu bergerak ke depan sendi bahu dan tangan sejajar bahu, Meluruskan siku dengan menurunkan tangan,
Rentang rentang 45° rentang 45° rentang 40-45° rentang 40-45° rentang 180° rentang 180° rentang 180° rentang 45-60° rentang 180°
rentang 320° rentang 90°
rentang 90°
rentang 360° rentang 150°
rentang 150°
33
4. Lengan bawah
Supinasi
Pronasi
5. Pergelangan tangan
Fleksi
Ekstensi
Hiperekstensi
Abduksi Adduksi 6. Jari-jari tangan Fleksi Ekstensi
Meluruskan jari-jari tangan,
Hiperekstensi
Menggerakan jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin, Mereggangkan jari-jari tangan yang satu dengan yang lain, Merapatkan kembali jari-jari tangan, Mengerakan ibu jari menyilang permukaan telapak tangan, menggerakan ibu jari lurus menjauh dari tangan, Menjauhkan ibu jari ke samping, Mengerakan ibu jari ke depan tangan, Menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari tangan pada tangan yang sama. Mengerakan tungkai ke depan dan atas, Menggerakan kembali ke samping tungkai yang lain,
Abduksi Adduksi 7. Ibu jari
Fleksi Ekstensi Abduksi Adduksi Oposisi
8. Pinggul
Memutar lengan bawah dan tangan sehingga telapak tangan menghadap ke atas, Memutar lengan bawah sehingga telapak tangan menghadap ke bawah, Menggerakan telapak tangan ke sisi bagian dalam lengan bawah, Mengerakan jari-jari tangan sehingga jari-jari, tangan, lengan bawah berada dalam arah yang sama, Membawa permukaan tangan dorsal ke belakang sejauh mungkin, Menekuk pergelangan tangan miring ke ibu jari, Menekuk pergelangan tangan miring ke arah lima jari, Membuat genggaman,
Fleksi Ekstensi
rentang 70-90° rentang 70-90° rentang 80-90° rentang 80-90°
rentang 89-90° rentang 30° rentang 30-50° rentang 90° rentang 90° rentang 30-60° rentang 30° rentang 30° rentang 90° rentang 90° rentang 30° rentang 30° rentang 90-120° rentang 90-120°
34
Hiperekstensi
Mengerakan tungkai ke rentang belakang tubuh, 30-50° Abduksi Menggerakan tungkai ke rentang samping menjauhi tubuh, 30-50° Adduksi Mengerakan tungkai kembali rentang ke posisi media dan melebihi 30-50° jika mungkin, Rotasi dalam Memutar kaki dan tungkai ke rentang arah tungkai lain, 90° Rotasi luar Memutar kaki dan tungkai rentang menjauhi tungkai lain, 90° Sirkumduksi Menggerakan tungkai melingkar 9. Lutut Fleksi Mengerakan tumit ke arah rentang belakang paha, 120-130° Ekstensi Mengembalikan tungkai rentang kelantai, 120-130° 10. Mata kaki Dorsifleksi Menggerakan kaki sehingga rentang jari-jari kaki menekuk ke atas, 20-30° Plantarfleksi Menggerakan kaki sehingga rentang jari-jari kaki menekuk ke 45-50° bawah, 11. Kaki Inversi Memutar telapak kaki ke rentang samping dalam, 10° Eversi Memutar telapak kaki ke rentang samping luar, 10° 12. Jari-jari kaki Fleksi Menekukkan jari-jari kaki ke rentang bawah, 30-60° Ekstensi Meluruskan jari-jari kaki, rentang 30-60° Abduksi Menggerakan jari-jari kaki satu rentang dengan yang lain, 15° Adduksi Merapatkan kembali bersama- rentang sama, 15° Gambar 2.1 Tabel Range of Motion (ROM)
g. Kekuatan otot Kekuatan otot adalah kemampuan otot untuk berkontraksi dan menghasilkan gaya. Ada banyak hal yang bisa mempengaruhi kekuatan otot, seperti operasi, cedera, atau penyakit tertentu. Malas berolahraga juga dapat menurunkan kekuatan otot yang dapat
35
membuat Anda rentan mengalami cedera saat beraktifitas (carpenito, 2009). Nilai derajat kekuatan otot 1) Derajat 0 : Kontraksi otot tidak terdeksi dengan palpasi. 2) Derajat 1 : Tidak ada gerakan sendi, tetapi kontraksi otot dapat dipalpasi. 3) Derajat 2 : Dapat menggerakan otot atau bagian yang lemah sesuai perintah. 4) Derajat 3: Mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh dan melawan gravitasi tanpa tahanan. 5) Derajat 4 : Mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh, melawan gravitasi dan melawan tahanan sedang. 6) Derajat 5 : Mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh, melawan gavitasi dan melawan tahanan maksimal. 3. Spherical grip a. Definisi Fungsi tangan (prehinsion) begitu penting dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan merupakan bagian yang paling aktif maka lesi pada bagian otak yang mengakibatkan kelemahan akan sangat menghambat dan mengganggu kemampuan dan aktivitas seharihari seseorang. Tangan juga merupakan organ panca indera dengan daya guna yang sangat khusus. Prehension dapat didefinisikan sebagai semua fungsi yang dilakukan ketika menggerakan
36
sebuah objek yang digenggam oleh tangan . Beberapa bentuk dari fungsional tangan antara lain power grip yang merupakan bagian dari fungsional tangan yang dominan terdiri dari cylindrical grip, spherical grip,hook grip lateral prehinsion grip (Irfan, 2010). Spherical grip adalah latihan untuk menstimulasi gerak pada tangan dapat berupa latihan fungsi menggenggam. Latihan ini dilakukan melalui 3 tahap yaitu membuka tangan, menutup jari-jari untuk menggenggam objek dan mengatur kekuatan menggenggam. Latihan ini adalah latihan fungsional tangan dengan cara menggenggam sebuah benda berbentuk bulat seperti bola pada telapak tangan (Irfan, 2010). Kadang sulit membedakan antara Cylindrical grip dan Spherical grip. Perbedaan utama antara keduanya biasanya tergantung dari ukuran objeknya. Untuk ukuran yang lebih besar menggunakan spherical grip karena jarak antara jari-jari juga semakin luas. Dan otot yang berpengaruh dalam hal ini yaitu abduktor dan adduktor jari – jari, selain fleksor jari-jari. Berdasarkan ulusan diatas untuk membantu pemulihan lengan bagian atas atau ekstremitas atas maka di perlukan teknik untuk merangsang tangan seperti latihan spherical grip (wahyudin , 2008). b. Teknik Pemberian Spherical Grip 1) Prosedur pemberian teknik spherical grip menurut irfan (2010) adalah :
37
a) Berikan benda berbenuk bulat (bola tenis). b) Lakukan
koreksi
pada
jari-jari
agar
menggenggam
sempurna. c) Posisikan wrist joint 45 derajat. d) Berikan intruksi untuk menggenggam (menggeggam kuat) selama 5 detik kemudian rileks. e) Lakukan pengulangan sebanyak 7 kali. c. Manfaat pemberian Pada latihan spherical grip diharapkan agar terjadi peningkatan mobilitas pada daerah pergelangan tangan (wrist joint) serta stabilitas pada daerah punggung tangan (metacarpophalangeal joint) dan jari-jari (phalangs). Banyak dijumpai pada insan stroke dimana ketidakmampuan fungsi tangan (prehension) diakibatkan oleh adanya instabilitas dari pergelangan tangan serta hiperekstensi dari sendi metacarpophalangeal. Hal ini terjadi akibat kesalahan penanganan dan atau penguluran yang berlebihan pada jari-jari yang dilakukan oleh insan stroke sendiri. Perlu diketahui bahwa, fungsional jari-jari dimungkinkan jika terdapat stabilitas yang baik pada pergelangan tangan serta mobilitas yang baik pada jari-jari. Optimalisasi fungsi tangan hanya dapat dilakukan jika tangan berbentuk lumbrikal ( Lesmana, 2013). Dengan adanya perbaikan dari tonus postural melalui stimulasi atau rangsangan propriceptif berupa tekanan pada persendian,
38
akan merangsang otot-otot di sekitar sendi untuk berkontraksi memperahankan posisi. Dari sisi aktif efferent dari muscle spindle dan gologitendon akan meningkat sehingga informasi akan sampai pada saraf pusat dan munculah proses fasilitasi dan inhibisi, serta reduksi dari kemampuan otot dan sendi dalam melakukan gerakkan yang disadari (Victoria, 2014).
Gambar 2.1 Spherical grip
Gambar 2.2 Jenis Power grip
Gambar 2.3 Spherical Grip Bola
39
B. Kerangka Teori Penyebab stroke : a. Trhombosis Cerebal b. Haemorhagi c. Hipoksia umum d. Hipoksia setempat
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak. Macam-macam stroke : a. Stroke hemoragik b. Stroke non hemoragik
Ganguan sensorik dan motorik
Pemberian teknik ROM aktif-asitif spherical grip
Kelemahan otot dan penurunan kekuatan otot
Peningkatan kekuatan otot Gambar 2.4 Kerangka Teori
40
C. Kerangka Konsep ROM aktif-asitif spherical grip Kekuatan otot menurun pada pasien stroke akibat lesi di otak
Peningkatan kekuatan otot ekstremitas atas pasien stroke Gambar 2.5 Kerangka Konsep
BAB III METODE PENYUSUNAN APLIKASI RISET
A. Subyek Aplikasi Riset Subyek dari aplikasi riset ini adalah pasien Tn.W dengan stroke yang mengalami hemiparesis.
B. Tempat dan Waktu Aplikasi riset ini dilakukan di ruang anyelir RSUD dr.Soediran Magun Sumarso Kabupaten Wonogiri pada tanggal 10-13 Maret 2015.
C. Media dan Alat yang digunakan Dalam aplikasi riset ini media dan alat yang digunakan adalah : 1. Bola yang digunakan saat pasien menggenggam pada teknik spherical grip. 2. Lembar observasi derajat kekuatan otot
D. Prosedur Tindakan 1. Mencuci tangan. 2. Mengukur derajat kekuatan sebelum tindakan ROM aktif-asitif spherical grip 3. Memberikan pasien bola (bola tenis).
41
42
4. Melakukan koreksi pada jari-jari agar menggenggam sempurna. 5. Memposisikan wrist joint 45 derajat. 6. Memberikan intruksi untuk menggenggam (menggeggam kuat) selama 5 detik kemudian rileks. 7. Lakukan pengulangan sebanyak 7 kali. 8. Mengukur kekuatan derajat otot pasien. 9. Mencuci tangan.
E. Alat Ukur 1. Lembar observasi derajat kekuatan otot terlampir. Nilai derajat kekuatan otot : a. Derajat 0 : Kontraksi otot tidak terdeksi dengan palpasi. b. Derajat 1 :
Tidak ada gerakan sendi, tetapi kontraksi otot dapat
dipalpasi. c. Derajat 2 : Dapat menggerakan otot atau bagian yang lemah sesuai perintah. d. Derajat 3: Mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh dan melawan gravitasi tanpa tahanan. e. Derajat 4 : Mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh, melawan gravitasi dan melawan tahanan sedang. f. Derajat 5 : Mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh, melawan gavitasi dan melawan tahanan maksimal.
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien Pasien adalah seorang laki-laki berusia 75 tahun yang berinisial Tn.W, beragama islam, pendidikan terakhir SD, pekerjaan saat ini sebagai petani, dengan diagnosa medis stroke non hemoragik, beralamat di Jambungan Sumberojo Wuryantoro,pasien masuk rumah sakit tanggal 10 Maret 2015. Selama di rumah sakit yang bertanggung jawab atas Tn. W adalah Ny.P berusia 43 tahun, pendidikan terakhir SMP, pekerjaan ibu rumah tangga, alamat Jambungan Sumberojo Wuryantoro , hubungan dengan pasien adalah anak kandung.
B. Pengkajian Pengkajian dilakukan pada tanggal 10 Maret 2015 jam 09:00 dengan metode alloanamnesa, autoanamnesa, dan data laboratorium. Keluhan utama yang dirasakan pasien adalah tangan dan kaki kirinya terasa berat untuk digerakkan kepala pusing dan vertigo, dengan riwayat penyakit sekarang klien mengatakan bahwa sebelumnya Tn. W terjatuh di halaman rumah sehabis memberi makan ayam nya sejak kemarin hingga hari ini tangan dan kaki kirinya terasa berat untuk digerakkan, kemudian oleh keluarga dibawa ke IGD RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri di IGD pasien mendapatkan terapi infus ringer laktat 20 tpm, infus manitol 125cc/6 jam, piracetam 3gr/6
43
44
jam, citicolin
1gr/12 jam, furosemid 40mg/12 jam, antalgin 2ml/8 jam,
ranitidine /12 jam kemudian klien dipindahkan ke bangsal anyelir di bangsal anyelir pasien masih mengeluhkan tangan dan kaki kirinya masih terasa berat untuk di gerakkan. Riwayat penyakit dahulu pasien sebelumnya pernah mempunyai riwayat penyakit asma sejak 3 tahun yang lalu dan pernah dirawat di rumah sakit sebanyak 2 kali karena asama pasien juga pernah menjalani operasi kecil berupa jahitan di hidung karena kecelakan 2 tahun lalu, pasien tidak mempunyai alergi obat atau makanan dulunya pasien adalah seorang perokok berat. Riwayat kesehatan keluarga, anggota keluarga pasien tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit hipertensi, asma DM,dan penyakit menular lainnya. GENOGRAM
Tn.W
Gambar 4.1 Genogram
45
Keterangan:
: meninggal : laki-laki : perempuan : pasien : garis keturunan
Riwayat kesehatan lingkungan, pasien tinggal dilingkungan yang bersih jauh dari polusi udara dan kebisingan air dirumahnya bersih dan ada pembuangan sampahnya.. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan, pasien mengatakan bila ada keluarganya yang sakit diperiksakan ke dokter atau puskesmas terdekat. Pola nutrisi dan metabolisme, sebelum sakit pasien mengatakan makan 3 kali sehari dengan jenis nasi, sayur, lauk. Setiap kali makan 1 porsi habis dan tidak ada keluhan. Pasien minum 7-8 gelas perhari dengan jenis air putih dan teh. Selama sakit pasien makan 3 kali sehari dengan diit dari RS yaitu bubur rendah garam, sayur, lauk. Setiap kali makan 1 porsi habis. Pasien minum 4 gelas air putih perhari. Pola eliminasi, sebelum sakit pasien mengatakan BAB 1 kali perhari dengan konsistensi lunak berbentuk, bewarna kuning, berbau khas dan tidak ada keluhan. Pasien dalam sehari BAK 6-7 kali, sekali BAK mengeluarkan urine sekitar 150 cc, jadi 1 hari sekitar 1050 cc. Selama sakit pasien mengatakan BAB 1 kali dengan konsistensi lunak berbentuk, bewarna kuning, berbau khas dan tidak ada keluhan. Pasien dalam sehari BAK 3-4 kali sekali BAK urine sekita 150 cc jadi 1 hari sekitar 600 cc.
46
Pola aktivitas dan latihan, sebelum sakit pasien mengatakan makan atau minum secara mandiri, toileting, berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah, ambulasi atau ROM juga mandiri. Selama sakit pasien mengatakan makan atau minum, berpakaian, berpindah dibantu keluarga maupun perawat, mobilitas di tempat tidur dan ambulasi atau ROM dibantu keluarga dan perawat, toileting dibantu keluarga dan perawat juga alat yaitu pispot. Pola istirahat tidur, sebelum sakit pasien mengatakan jarang tidur siang, tidur malam jam 21.00 dan bangun jam 4.30 dan lama tidur pasien sekitar 8,5 jam perhari. Selama sakit pasien mengatakan tidur siang selama kurang lebih 2 jam dan tidur malam sekitar 8 jam terkadang pasien sulit tidur karena nyeri di kepala. Pola kognitif-perceptual, sebelum sakit pasien dapat melihat tanpa gangguan, berbicara lancar, tidak ada gangguan komunikasi, ,mampu membedakan bau, tidak terjadi gangguan pendengaran. Selama sakit pasien dapat melihat dengan jelas, mampu berkomunikasi walaupun sedikit tidak jelas/pelo, tidak terjadi gangguan pedengaran dan dapat membedakan bau. Pola persepsi konsep diri, pasien adalah seorang laki laki yang merupakan seorang suami dan seorang ayah pasien adalah panutan bagi keluarganya, pasien adalah seorang petani bertanggung jawab terhadap keluarga, pasien dihargai oleh anggota keluarganya dan tetangga sekitarnya pasien mengatakan bahwa mengatakanmensyukuri apa yang ada pada dirinya sekarang dan ingin lebih berguna untuk keluarga dan lingkungan sekitarnya, dan selama sakit pasien tidak bisa bekerja seperti biasanya, pasien selalu mendapat dukungan
47
keluarga, pasien mengatkan ingin segera sembuh dan ingin cepat pulang dan melanjutkan aktivitasnya kembali seperti biasanya dan pasien juga merasa kurang nyaman dengan kondisi tubuhya saat ini dan merasa kurang percaya diri dengan kondisinya saat ini karena dapt menggangu aktivitasnya seharihari. Pola hubungan peran, sebelum sakit dan selama sakit pasien memiliki hubungan yang harmonis tidak ada masalah dengan keluarganya dan hubungan dengan lingkungan sekitarnya juga baik dan selama sakit pasien juga sering di jenguk keluarga dan tetangganya. Pola seksual reproduksi, pasien sudah menikah dan pasien juga tidak mempunyai gangguan atau kelainan pada daerah genetalianya. Pola mekanisme koping,sebelum dan selama sakit pasien jika ada masalh dengannya selalu bercerita dengan keluarganya dan mencari solusi jalan keluarnya dan selama dirawat di rumah sakit pasien mengatasi masalh atau penyakitnya saat ini dengan mengikuti aturan perintah dari dokter dan juga perawat. Pola nilai dan keyakinan, pasien beragama islam saat sakit ini pasien merasa terganggu pada saat beribadah karena kelemahan anggota badannya dan pasien yakin akan segera sembuh dengan sholat dan berdoa. Hasil pemeriksaan fisik keadaan atau penampilan umum sedang, kesadaran apatis GCS 12 E4 V4 M4. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital sebagai berikut, tekanan darah 170/100 mmHg, frekuensi nadi 88x/ menit, irama teratur teraba kuat, frekuensi pernafasan 20x/ menit irama teratur, suhu
48
37˚C. Bentuk kepala mesochepal, kulit kepala bersih, rambut jarang pendek dan beruban. Hasil pemeriksaan muka dari mata palpebra tidak edema, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, diameter pupil kanan dan kiri sama kurang lebih 2mm, reflek terhadap cahaya positif, tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Hidung tidak menggunakan nafas cupng hidung, sekret tidak ada , tidak ada polip, bentuk simetris. Mulut bersih, tidak ada stomatitis,mukosa bibir lembab. Gigi bersih, tidak ada caries gigi. Telinga kanan dan kiri simetris, tidak ada benjolan, tidak ada serumen, luban telingga bersih. Leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid. Pemeriksaan 12 syaraf kranial pada Tn. W yaitu nervus 1 olfaktorius, pasien mampu merespon bau dengan perubahan ekspresi tetapi tidak mampu menyebutkannya. Nervus II optikus fungsi penglihatan baik, bola mata bisa mengikuti gerakan cahaya. Nervus III okulamotorius reaksi pupil tidak ada gangguan reflek terhadap cahaya positif. Nervus IV troklearis, pasien dapat melihat ke bawah. Nervus V trigeminus, pasien dapat mengunyah dengan baik. Nervus VI abdusen, pasien mampu membuka dan menutup mata. Nervus VII fasialis merespon rasa tetapi dan bisa menyebutkan. Nervus VIII vestibulokoklearis keseimbangan berdiri pasien terganggu karena hemiparase sinistra pada bagian kaki kiri dan tidak ada gangguan pendengaran. Nervus IX glasofaringeus ada reflek muntah. Nervus vagus ada reflek menelan tetapi lemah. Nervus XI asesorius pasien dapat mengangkat bahu kanan dan tidak dapat mengangkat bahu kiri ( hemiparase sinistra). Nervus XII hipoglosus pasen dapat mengeluarkan lidah.
49
Pemeriksaan dada, untuk paru-paru: inspeksi didapatkan hasil ekspansi dada kanan kiri sama, palpasi vocal vremitus kanan dan kiri sama, perkusi sonor seluruh lapang paru, auskultasi tidak ada suara tambahan. Jantung: inspeksi didapatkan hasil ictus cordis tidak tampak, palpasi ictus cordis tidak teraba, perkusi jantung pekak, auskultasi bunyi jantung I-II murni. Pemeriksaan abdomen didapatkan hasil inspeksi bentuk datar dan tidak ada jejas, auskultasi bising usus 20x/menit, perkusi kuadran I pekak, II, III, IV timpani, palpasi tidak ada nyeri tekan. Pemeriksaan genetalia bersih, tidak terpasang DC. Rektum tidak ada hemoroid dan luka. Pada pemeriksaan ektremitas atas, kekuatan otot tangan kanan 5 kekuatan otot kiri 2 tangan kiri terasa berat untuk digerakkan, ROM kanan aktif dan kiri pasif, capilary refile kurang dari 2 detik, tidak ada deformitas tulang, akral teraba hanga, tidak ada odema. Pada pemeriksaan ektremitas bawah, kekuatan otot kaki kanan 5, kaki kiri 3 terasa berat untuk digerakkan, ROM kanan aktif kiri aktif-asitif, capilary refile kurang dari 2 detik, tidak ada deformitas tulang, akral teraba hangat,tidak ada odema. Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 09 Maret 2015 didapatkan hasil WBC 7,3 k/ul normal (4,1-10,9P), LYM 2,2 %/L normal ( 0,6-4,1), MID 0,5% normal (0,0-1,8), GRAN 4,6 %/G normal (2,0-7,8), RBC 4,47 M/ul normal (4,20-6,30), HGB 13,5 g/dl normal(12,0-18,0), HCT 40,9 % nomal (37,0-51,0), MCV 91,6 Fl normal (80,0-97,0), MCH 30,2 pg normal (26,0-32,0), MCHC 33,0 g/Dl normal (31,0-36,0), RDW 14,8 % normal (11,5-14,5), PLT 202 k/ul
50
normal (140-440), MPV 79 fL normal (0,0-99,8), kolesterol total 128 mg/dl normal (50-200), trigliserida 63 mg/dl (50-200), asam urat 7,7 mg/dl normal (2,4-7,0), GDS 82 mg/dl normal ( 76-120), SGOT 29 u/L normal (0-25), SGPT 11 u/L normal (0-29), ureum 54 mg/dl normal (10-50), kreatinin 1,23 mg/dl normal (0,5-1,3). Hasil CT-Scan kepala tanggal 10 maret 2015 didapatkan hasil Gyri dan sulci baik, differiensiasi grey dan white matter tegas, tampak lesi hipodens di capsula interna kiri, tampak mid line shift ke kanan, sistema ventrikel dan cysterna baik, kedua orbita simetris air cell mastoid kanan kiri baik, tulang-tulang infark, tampak lesi hipodens (HU >40) di sinus maxillaries kiri, tak tampak cephal haematoma di dapat kesan lacunar infark cerebri kapsula interna kiri, muscole (DD massa) sinus maxillaries kiri. Terapi yang di dapat selama di bangsal anyelir antara lain ringer laktat 20 tpm golongan larutan elektrolit nutrisi untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit pada dehidrasi. Manitol 125 cc/6jam golongan diuretik untuk dieresis dan penurunan tekanan intracranial. Ceftriaxone 1 g/12 jam golongan antibakteri untuk infeksi gram positif dan negatif pada saluran nafas, saluran kemih, infeksi gonoreal, septisemia, infeksi tulang dan jaringan, infeksi kulit. Citicolin 200mg/12 jam golongan vasodilator otak untuk memperbaiki sirkulasai darah otak. Antalgin 2ml/12 jam golongan analgesik antipiretik untuk penghilang rasa sakit. Captopril 25 mg/12 jam golongan antihipertensi untuk hipertensi berat sampai sedang. Betahistin 6 mg/12 jam golongan antineoplastik untuk vertigo dan dizzines yang berhubungan dengan gangguan keseimbangan yang terjadi pada gangguan sirkulasi darah atau penyakit
51
meniere, sindrom meniere, dan vertigo. Amlodiplin 10mg/24 jam golongan antihipertensi untuk obat hipertensi untuk menurunkan tekanan darah.
C. Perumusan Masalah Setelah dilakukan analisa terhadap data pengkajian diperoleh data subjektif antara lain pasien mengatakan terkadang kepalanya pusing dan mengalami vertigo. Data objektif yang diperoleh pasien tampak kesakitan dan gelisah, keadaan umum pasien sedang nilai GCS 12 E4 V4 M4 kesadaran apatis, tekanan darah 170/100 mmHg, nadi 88 kali per menit, pernafasan 20 kali per menit, pasien megalami pelo/ tidak terlalu jelas dalam berkomunikasi, pasien mengalami gangguan di nervus VIII vestibulokoklearis keseimbangan berdiri pasien terganggu karena hemiparase sinistra pada bagian kaki kiri dan gangguan pada nervus XI asesorius pasien tidak dapat mengangkat bahu kiri ( hemiparase sinistra), hasil CT-Scan terdapat lesi hipodens pada capsula interna kiri, lacunar infark cerebri kapsula interna kiri muscole (DD massa) sinus maxillaries
kiri.
Berdasarkan
analisa
data
menunjukkan
bahwa
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral merupakan prioritas utama, sehingga dapat ditegakkan diagnosa keperawatan yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah. Setelah dilakukan analisa terhadap data pengkajian diperoleh data subyektif antara lain pasien mengatakan tangan dan kaki kirinya terasa lemah dan berat untuk digerakkan. Data obyektif yang diperoleh adalah kekuatan otot ekstremitas atas pasien kanan 5 kiri 2 kekuatan otot ekstremitas bawah pasien
52
kanan 5 kiri 3, paien mengalami hemiparase sinistra, pasien susah merubah posisi secara mandiri, aktivitas dan latihan dibantu oleh orang lain berup makan/minum, bepakaian, mobilitas tempat tidur, berpindah, ambulasi/ROM, toileting dibantu orang lain dan alat, pasien mengalami gangguan di nervus VIII vestibulokoklearis keseimbangan berdiri pasien terganggu karena hemiparase sinistra pada bagian kaki kiri dan gangguan pada nervus XI asesorius pasien tidak dapat mengangkat bahu kiri ( hemiparase sinistra), hasil CT-Scan meunjukkan lacunar infark cerebri kapsula interna kiri muscole (DD massa) sinus maxillaries kiri merupakan prioritas kedua, sehingga dapat ditegakkan diagnosa keperawatan yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular.
D. Perencanaan Keperawatan Perencanaan dari masalah keperawatan pada tanggal 10 Maret 2015 penulis menyusun suatu intervensi sebagai tindak lanjut pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. W dengan diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x6 jam diharapkan tidak terjadi gangguan fungsi serebral dengan kriteria hasil kesadaran membaik, TD dalam batas normal 120/80 mmHg, nadi dalam batas normal 60-100 kali per menit,tidak terjadi peningkatan tekanan intrakranial antara lain pusing kepala berat maupun vertigo, fungsi motorik membaik. Intervensi yang dilakukan yaitu kaji dan monitor tekanan darah setiap 4 jam dengan rasionalisasi untuk
53
mengevaluasi penyakit dan keberhasilan terapi, kaji keadaan umum dan tingkat kesadaran dengan rasionalisasi mengetahui ada tidaknya perubahan kesadaran pasien, pertahankan tirah baring pada posisi semi fowler sampai tekanan darah kembali normal hindari fleksi dan rotasi leher dengan rasionalisasi tirah baring membantu menurunkan kebutuhan oksigen dan posisi duduk meningkstksn sliran darah arteri, anjurkan pasien untuk bed rest dengan rasionalisasi mencegah peningkatan TIK, kolaborasi dengan dokter pemberian obat captopril,
amlodipin, betahistin ,antalgin, citicolin, manitol dengan
rasionalisasi untuk menurunkan tekanan darah ,mencegah vertigo, menurunkan TIK, memerbaiki sirkulasi darah otak. Perencanaan dari masalah keperawatan pada tanggal 10 Maret 2015 penulis menyusun suatu intervensi sebagai tindak lanjut pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn W dengan diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular dengan tujuan setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama
3x24
jam
pasien
dapat
mempertahankan posisi optimal dari fungsi motorik dengan criteria hasil kekuatan tonus otot meningkat ektremitas atas kiripasien dari 2 menjadi 3 ekstremitas bawah kiri dari 3 menjadi 4, pasien mampu merubah posisi secara mandiri, aktivitas dan latihan mampu mandiri, pasien berpartisipasi dalm program latihan, pasien mampu menggunakan kembali sisi tubuhnya yang mengalami hemiparse kembali normal, tidak adanya kontraktur. Intervensi yang dilakukan yaitu observasi kemampan secara fungsional dan kaji kekuatan otot pasien dengan rasionalisasi megetahui sejauh apa kerusakan otot pasien
54
dan mengetahui sejauh apa kekuatan otot pasien, anjurkan keluarga untuk merubah posisi setiap 2 jam dengan rasionalisasi untuk mengurangi tekanan dan mencegah dekubitus, berikan teknik ROM aktif-asitif spherical grip dengan rasionalisasi untuk meningkatkan kekuatan otot pasien, kolaborasi dengan fisioterapis pemberian latihan ROM aktif dan pasif dengan rasionalisasi mempertahanlan mobilitas sendi mengembalikan kontrol motorik.
E. Implementasi Tindakan
keperawatan
dilaksanakan
untuk
mengatasi
masalah
keperawatan berdasarkan rencana tindakan tersebut maka dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 10 Maret 2015 sebagai tindak lanjut pelaksanaan asuhan keperawatan Tn W dilakukan implementasi jam 08.15 mengkaji kekuatan otot pasien, pasien mengatakan tangan dan kakinya terasa berat untuk digerakan, kekuatan otot ekstremitas atas kanan 5 kiri 2 ekstremitas bawah kanan 5 kiri 3. Jam 08.20 mengkaji dan memonitor tekanan darah dan mengkaji keadaan umum dan tingkat kesadaran pasien , pasien mengatakan kepalanya pusing, TD : 170/90 mmHg keadaaun umum sedang kesadaran composmentis nilai GCS12 E4V4M4. Jam 08.30 memberikan posisi semi fowler dan mempertahankan tirah baring, pasien mengatakan nyaman dengan posisinya, pasien rileks. Jam 08:40 menganjurkan keluarga untuk merubah posisi pasien setiap dua jam sekali, keluarga pasien mengatakan bersedia merubah posisi pasien, keluarga mengerti. Jam 09:00 memberikan latihan ROM aktif-asitif spherical grip, pasien mengatakan bersedia diberikan latihan tangan dan kaki
55
kirinya masih terasa berat untuk digerakkan, kekuatan otot ekstremitas atas kanan pasien 5 kiri 2, kekuatan otot ekstremitas bawah kanan pasien 5 kiri 3. Jam 09:30 berkolaborasi dengan dokter pemberian obat citicolin 200mg, antalgin 2ml, captopril 25mg, amlodipin 10mg, betahistin 5ml dan manitol 125cc, pasien mengatakan bersedia diberikan obat, obat masuk psien tidak memiliki alergi terhadap obat. Jam 10:00 menganjurkan pasien untuk beristirahat, pasien mengatakan mau beristirahat. Jam 10:30 memonitor tekanan darah pasien, pasien mengatakan kepalanya pusing, tekanan darah 160/100 mmHg. Jam 13:00 memberikan latihan ROM aktif-asitif spherical grip, pasien mengatakan mau diberikan latihan tangan dan kaki kirinya masih terasa lemas dan sulit digerakkan, kekuatan ekstremitas atas kanan 5 kiri 2, kekuatan ektremitas bawah kanan 5 kiri 3. Jam 13:30 menganjurkan pasien dan keluarga untuk berlatih secara mandiri, pasien dan keluarga bersedia dan mengerti. Implementasi hari kedua tanggal 11 Maret 2015, jam 07:30 mengkaji kemampuan dan kekuatan otot pasien, pasien mengatakan tangan dan kaki kirinya sudah mulai bisa digerakkan tetapi masih belum sempurna, kekuatan otot ektremitas atas kanan 5 kiri 2, kekuatan otot ekstremitas bawah kanan 5 kiri 4. Jam 08:00 mengkaji keadaan umun, kesadaran, tekanan darah pasien, pasien mengatakan pusing berkurang, lemas, keaadaan umum sedang GCS E4V4M5 TD : 160/90 mmHg. Jam 09:00 berkolaborasi dengan fisioterapis latihan ROM pasif, pasien mengatakan tangan dan kaki kirinya sudah bisa digerakkan, kekuatan otot ekstremitas atas kanan 5 kiri 2, kekuatan otot
56
ekstremitas bawah kanan 5 kiri 4, ekstremitas membaik menunjukkan peningkatan. Jam 09:30 memberikan latihan ROM aktif-asitif sperical grip, pasien mengatakan tangan dan kaki kirinya sudah mulai membaik, kekuatan otot ektremitas atas kanan 5 kiri 2, kekuatan otot ektremitas bawah kanan 5 kiri 4. Jam 10:00 berkolaborasi dengan dokter pemberian obat citicolin 200mg, antalgin 2ml, captopril 25mg, amlodipin 10mg, betahistin 5mg, dan manitol 125cc, pasien mengatakan bersedia diberikan obat, obat masuk pasien tidak memiliki alergi terhadap obat. Jam 10:30 menganjurkan pasien untuk bedrest pada posisi semi-fowler, pasien mengatakan bersedia istirahat, pasien rileks. Jam 11:00 menganjurkan keluarga untuk merubah posisi setiap posisi pasien, keluarga mengatakan bersedia dan merubah posisi pasien. Jam 11:30 mengkaji keadaan umum, kesadaran, dan tekanan darah, pasien mengatakan pusing dikepalanya sudah berkurang, keaadan umum baik, GCS 13 E4V4M5 , TD : 160/90 mmhg. Jam 13:00 memberikan latihan ROM aktif-asitif spherical grip, pasien mau diberi latihan, pasien mengatakan tangan dan kaki kirinya sudah mulai membaik, kekuatan otot ektremitas atas kanan 5 kiri 2, kekuatan otot ektremitas bawah kanan 5 kiri 4, pasien menunjukkan perbaikan. Implementasi hari ketiga tanggal 12 maret 2015 , jam 08:00 mengkaji keadaan umun, kesadaran, tekanan darah pasien , pasien mengatakan pusing kepalanya sudah hilang , TD : 140/90 mmHg keadaan umum pasien baik kesadaran composmentis GCS 14 E4 V5 M5. Jam 08:30 mengkaji kekuatan otot pasien, pasien mengatakan kaki kirinya sudah mulai bisa digerakkan tetapi masih belum sempurna, kekuatan otot ektremitas atas kanan 5 kiri 3, kekuatan
57
otot ekstremitas bawah kanan 5 kiri 4. Jam 09:00 berkolaborasi dengan dokter pemberian obat citicolin 200mg, antalgin 2ml, captopril 25mg, amlodipin 10mg, betahistin 5mg, dan manitol 125cc, pasien mengatakan bersedia diberikan obat, obat masuk pasien tidak memiliki alergi terhadap obat. Jam 09:30 berkolaborasi dengan fisioterapis latihan ROM pasif, pasien mengatakan tangan dan kaki kirinya sudah bisa digerakkan, kekuatan otot ektremitas atas kanan 5 kiri 3, kekuatan otot ektremitas bawah kanan 5 kiri 4, ekstremitas membaik menunjukkan peningkatan. Jam 10:00 memberikan latihan ROM aktif asitif spherical grip pasien mau diberi latihan mengatakan tangan dan kaki kirinya sudah bisa digerakkan, kekuatan otot ekstremitas atas kanan 5 kiri 3, kekuatan otot ektremitas bawah kanan 5 kiri 4. Jam 12:00 Mengukur tekanan darah pasien , pasien mengatakan keadaan nya sudah membaik TD : 130/80 mmHg. Jam 12:15 Memberikan posisi semifowler dan menganjurkan pasien beristirahat pasien mengtakan bersedia paien beristirahat. Jam 13:30 Memberikan latihan ROM spherical grip pasien mau diberi latihan mengatakan tangan dan kaki kirinya sudah bisa digerakkan, kekuatan otot ekstremitas atas kanan 5 kiri 3, kekuatan otot ekstremitas bawah kanan 5 kiri 4, kekuatan otot membaik.
58
F. Evaluasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 10 Maret 2015 jam 14:00 dengan diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan serebral dilakukan evaluasi keperawatan didapat data subyektif yaitu pasien mengatakan kepalanya terasa pusing, data obyektif TD : 160/100 mmHg, GCS 13 E4 V4 M5, kesadaran membaik, keadaan umum pasien sedang, maka dapat disimpulkan masalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral belum teratasi sehingga intervensi dilanjutkan yaitu kaji dan monitor tekanan darah setiap 4 jam, kaji keadaan umum dan tingkat kesadaran dengan rasionalisasi mengetahui ada tidaknya perubahan kesadaran pasien, pertahankan tirah baring pada posisi semi fowler, anjurkan pasien untuk bed rest, kolaborasi dengan dokter pemberian obat. Setelah dilakukan tindakan pada tanggal 10 Maret 2015, jam 14:10 dilakukan evaluasi keperawatan dengan diagnosa hambatan mobilitas fisik didapat data subyektif pasien mengatakan tangan dan kaki kirinya terasa berat untuk digerakkan, data obyektif pasien terlihat lemah, kekuatan otot ektremitas atas kanan 5 kiri 2 kekuatan otot ektremitas bawah kanan 5 kiri 3, pasien belum mampu melakukan aktivitaas secara mandiri, maka dapat disimpulkan masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi sehingga intervensi dilanjutkanyaitu kaji kekuatan otot pasien kolaborasi dengan fisioterapis pemberian latihan ROM akti dan pasif, berikan latihan ROM aktif-asitif spherical grip. Evaluasi hari kedua dilakukan pada tanggal 11 Maret 2015 jam 14.10, dengan diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan serebral dilakukan evaluasi
59
keperawatan didapat data subyektif yaitu pasien mengatakan pusing dikepalanya berkurang, data obyektif TD : 160/90 mmHg, GCS13 E4 V4 M5, kesadaran membaik, keadaan umum pasien sedang, maka dapat disimpulkan masalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral teratasi sebagian sehingga intervensi dilanjutkan yaitu kaji dan monitor tekanan darah setiap 4 jam, kaji keadaan umum dan tingkat kesadaran dengan rasionalisasi mengetahui ada tidaknya perubahan kesadaran pasien, pertahankan tirah baring pada posisi semi fowler, anjurkan pasien untuk bed rest, kolaborasi dengan dokter pemberian obat. Evaluasi hari kedua dilakukan pada tanggal 11 Maret 2015, jam 14:20 dilakukan evaluasi keperawatan dengan diagnosa hambatan mobilitas fisik didapat data subyektif pasien mengatakan tangan dan kaki kirinya sudah mulai bisa digerakkan lebih baik tetapi belum sempurna, data obyektif pasien terlihatlebih baik, kekuatan otot ektremitas atas kanan 5 kiri 2 kekuatan otot ektremitas bawah kanan 5 kiri 4, pasien mampu berpindah dan bergerak dengan lebih baik, pasien mampu berlatih teknik spherical grip secara mandiri maka dapat disimpulkan masalah hambatan mobilitas fisik teratasi sebagian sehingga intervensi dilanjutkan yaitu kaji kekuatan otot pasien kolaborasi dengan fisioterapis pemberian latihan ROM aktif dan pasif, berikan latihan ROM aktifasitif spherical grip. Evaluasi hari ketiga dilakukan pada tanggal 12 Maret 2015 jam 14:00, dengan diagnosa resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral dilakukan evaluasi keperawatan didapat data subyektif yaitu pasien mengatakan pusing
60
di kepalanya sudah hilang, data obyektif TD : 130/90 mmHg, GCS14 E4 V5 M5, kesadaran membaik , keadaan umum pasien baik, maka dapat disimpulkan masalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral teratasi sebagian sehingga intervensi dilanjutkan yaitu kaji dan monitor tekanan darah setiap 4 jam, kaji keadaan umum dan tingkat kesadaran dengan rasionalisasi mengetahui ada tidaknya perubahan kesadaran pasien, pertahankan tirah baring pada posisi semi fowler, anjurkan pasien untuk bed rest, kolaborasi dengan dokter pemberian obat. Evaluasi hari ketiga dilakukan pada tanggal 12 Maret 2015, jam 14:20 dilakukan evaluasi keperawatan dengan diagnosa hambatan mobilitas fisik didapat data subyektif pasien mengatakan tangan dan kaki kirinya sudah bisa digerakkan lebih baik dan tidak terasa terlalu berat, data obyektif pasien terlihat lebih baik, pasien mampu duduk dan berpindah secara mandiri, ektremitas atas dan bawah mampu digerakkan dengan baik dan menunjukkan peningkatan, pasien mampu berlatih mandiri teknik ROM spherical grip, kekuatan otot ektremitas atas kanan 5 kiri 3 kekuatan otot ektremitas bawah kanan 5 kiri 4, pasien mampu berlatih teknik spherical grip secara mandiri maka dapat disimpulkan masalah hambatan mobilitas fisik teratasi sehingga intervensi dihentikan.
BAB V PEMBAHASAN
Bab V dalam karya tulis ini akan dijelaskan mengenai pembahasan yang akan menguraikan hasil analisa dan perbandingan , serta kesenjangan antara teori dan aplikasi yang terdapat di lapangan. Pembahasan ini berisi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi. A. Pengkajian Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan perawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Dermawan, 2012). Hasil pengkajian pada Tn.W yang dilakukan tanggal 10 maret 2015 melalaui metode alloanamnesa dan autoanamnesa dokter mendiagnosa Tn. W srtoke. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin,2008). Adapun hasil pengkajian pada riwayat penyakit sekarang Tn. W mengalami hemiparasis sinistra sehingga tangan dan kaki kirinya susah untuk digerakkan. Keluhan tersebut sejalan dengan teori dari Iskandar (2004) yang menyebutkan yang dimana salah satu tanda dan gejala stroke yaitu adanya serangan defisit neurologis/kelumpuhan fokal (hemiparasis) , baal atau mati rasa sebelah badan berkurang. Pasien stroke mengalami hemiparasis yang berupa
61
62
gangguan fungsi otak sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan oleh gangguan suplai darah ke otak pada pasien stroke berkurang. Pada pengkajian pola aktivitas dan latihan Tn. W dalam melakukan aktivitas dan latihan seperti makan, minum, berpakaian, berpindah , mobilitas tempat tidur dan ambulasi atau ROM dibantu oleh keluarga dan perawat. Keadaan tersebut sesuai dengan teori yang ada bahwa pada pasien stroke terjadi hemiparasis dan menurunnya kekuatan otot pasien pula yang menyebabkan gerakan pasien lambat, penderita stroke mengalami kesulitan berjalan karena gangguan pada kekuatan otot, keseimbangan dan koordinasi gerak, sehingga kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Irdawati, 2008). Pada pengkajian pola kognitif dan perceptual Tn. W mengalami gangguan dalam berkomunikasi yaitu bicara pasien tidak jelas atau pelo. Keadaan tersebut sesui dengan teori dari Rosiana (2009) yaitu Disratria atau pelo sering ditemui atau dialami penderita stroke karena kelemahan spastisitas dan gangguan koordinasi pada organ bicara atau artikulasi pada saraf kranial. Pada pemeriksaan fisik Tn. W didapatkan hasil pengkajian yaitu kedaan umum pasien sedang, kesadaran apatis dengan nilai GCS 12 E4 V4 M4. Pada pasien stroke kebanyakan dari mereka mengalami penurunan kesadaran. Kesadaran apatis adalah keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan kehidupan sekitar, sikap acuh tak acuh (Nurarif, 2013). Glasgow Coma Scale adalah skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan. Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata,
63
bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat score dengan rentang angka 1-6 tergantung responnya. Glasgow Coma Scale meliputi : Pengukuran eye / mata: spontan membuka mata
4, membuka mata dengan
perintah(suara) 3, membuka mata dengan rangsang nyeri 2, tidak membuka mata dengan rangsang apapun 1. Pengukuran verbal :berorientasi baik 5, bingung (bisa membentuk kalimat tapi arti keseluruhan kacau) 4, bisa membentuk kata tapi tidak bisa membentuk kalimat 3, bisa mengeluarkan suara yang tidak memiliki arti 2, tidak bersuara 1. Pengukuran motorik : menurut perintah 6, dapat melokalisir rangsang nyeri 5 menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak (withdrawal) 4 , menjauhi rangsang nyeri 3, ekstensi spontan 2 , tak ada gerakan 1. Nilai GCS tertinggi 15 yaitu E4V5M6 dan terendah 3 E1V1M1. Nilai GCS jika di hubungkan dengan nilai kesadaran kualitatif adalah nilai GCS 14-15 compoosmentis, nilai 12-13 apatis, nilai 1112 somnolent, nilai 8-10 stupor dan skor <5 adalah koma (,Sylviningrum, 2014). Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala. Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem aktivitas reticular mengalami injuri (Putra,2010). Pada pemeriksaan pengukuran tekanan darah pada Tn. W didapatkn hasil TD: 170/100 mmHg. Menurut Meifi (2009), Faktor resiko terpenting
64
stroke adalah hipertensi , tinginya lemak darah, dan merokok . Tekanan darah pasien adalah 170/100 mmHg dan merupakan hipertensi grade 2 (sistolik 160179 dan diastolik 100- 109). Menurut Nugroho (2011) Hipertensi merupakan kondisi abnormal dari hemodinamik, dimana menurut WHO tekanan diastolik ≥140 mmHg dan tekanan diastolik ᦫ 90 mmHg untuk usia ᦪ 60 tahun dan tekanan sistolik ᦫ 95 mmHg untuk usia ᦫ 60 tahun. Tekanan darah meningkat sebagai kompensasi kurangnya pasokan darah di tempat terjadinya stroke dan biasanya tekanan darah turun dalam waktu 48 jam. Pada pemeriksaan 12 syaraf kranial Tn. W didapatkan hasil gangguan pada Nervus VIII vestibulokoklearis keseimbangan berdiri pasien terganggu karena hemiparase sinistra pada bagian kaki kiri dan gangguan pada Nervus XI asesorius pasien tidak dapat mengangkat bahu kiri ( hemiparase sinistra). Pada pasien stroke mengalami hemiparase yang berupa gangguan fungsi otak sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan oleh gangguan suplai darah ke otak pada pasien stroke berkurang ( Iskandar,2004). Pada pemeriksaan ekstremitas Tn. W didapatkan hasil kekuatan otot kanan atas pasien 5 kiri 2 dan kekuatan otot bawah kanan 5 kiri 3, pasien mengatakan kaki dan tangan kirinya terasa berat untuk digerakkan dan pasien mengalami penurunan kekuatan sebelah kiri. Keluhan tersebut sejalan dengan teori yang dimana salah satu tanda dan gejala stroke yaitu adanya serangan defisit neurologis/kelumpuhan fokal (hemiparasis) , baal atau mati rasa sebelah badan berkurang. Pasien stroke mengalami hemiparase yang berupa gangguan
65
fungsi otak sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan oleh gangguan suplai darah ke otak pada pasien stroke berkurang ( Iskandar, 2004). Pada pemeriksaan Ct Scan Tn. W didapatkan hasil lacunar infark cerebri kapsula interna kiri, muscole (DD massa) sinus maxillaries kiri. Pemeriksaan penunjang pada pasien stroke sangat penting untuk mengetahui jenis serangan stroke, apakah stroke iskemik atau hemoragik karena terapi pada kedua jenis stroke berbeda, sehingga untuk membedakan dapat dilakukan pemeriksaan CT scan. Hasil CT scan memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti, dan hasil pemeriksaan biasannya di dapatkan hiperdens fokal, kadang- kadang masuk ke ventrikel atau menyebar ke permukaan otak (Pudiastuti, 2013). B. Perumusan Masalah Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tantang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual dan potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamanya, perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah status kesehatan klien (Dermawan, 2012). Perumusan diagnosa keperawatan pada kasus ini di dasarkan pada keluhan utama dan beberapa karakteristik yang muncul pada pasien Dari pengkajian pada Tn. W didapatkan data subyektif pasien mengeluhkan kepalanya pusing data obyektif hasil CT Scan lacunar infark cerebri kapsula
66
interna kiri, muscole (DD massa) sinus maxillaries kiri, kesadaran apatis nilai GCS 12 (E4V4M4) terjadi penurunan kesadaran , bicara pasien pelo atau tidak terlalu jelas, nadi 88 x permenit, tekanan darah 170/ 100 mmHg, respirasi 20 kali permenit, suhu 37º C, pasien mengalami hemiparse sinistra. Sehingga penulis mengambil diagnose ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral adalah penurunan sirkulasi jaringan otak yang dapat menganggu kesehatan (Nurarif, 2013). Batasan karakteristik ketidakefektifan perfusi jaringan serebral yaitu perubahan status mental, perubahan perilaku, perubahan respon motorik, perubahan reaksi pupil, kesulitan menelan, kelemahan ekstremitas atau kelumpuhan, ketidak normalan dalam berbicara (Herdman, 2012). Penentuan etiologi dari diagnose ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah berdasarkan pengkajian yang didapat yaitu hasil CT-Scan lacunar infark cerebri kapsula interna kiri, muscole (DD massa) sinus maxillaries kiri, kesadaran apatis GCS 12 E4 V4 M4, tekanan darah 170/100 mmHg, komunikasi pelo. Perumusan diagnosa kedua yaitu didapat hasil pengkajian adalah Tn W mengalami kelemahan anggota gerak dengan kaki dan tangan sebelah kirinya berat untuk digerakan ditandai dengan kekuatan otot ektremitas atas kanan 5 kiri 2 ektremitas bawah kanan 5 kiri 3, aktivitas dan latihan dibantu oleh keluarga, kelainan pada pada Nervus VIII vestibulokoklearis keseimbangan berdiri pasien terganggu karena hemiparase sinistra pada bagian kaki kiri dan gangguan pada Nervus XI asesorius pasien tidak dapat mengangkat bahu kiri
67
( hemiparase sinistra). Keluhan tersebut sejalan dengan teori yang dimana salah satu tanda dan gejala stroke yaitu adanya serangan defisit neurologis atau kelumpuhan fokal (hemiparesis) baal atau mati rasa sebelah badan berkurang . pasien stroke mengalami hemiparase yang berupa gangguan fungsi otak sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan oleh gangguan suplai darah ke otak pada pasien stroke berkurang ( Iskandar,2004). Karakteristik tersebut sesuai dengan batasan karakteristik untuk masalah hambatan mobilitas fisik yaitu keterbatasan kemampuan untuk melakukan ketrampilan motorik kasar, kesulitan membolak-balik posisi (Herdman,2012). Sehingga dapat ditegakkan diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular. Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah (Nurarif, 2013). Batasan karakteristik hambatan mobilitas fisik adalah penurunan waktu reaksi, kesulitan membolak-balik posisi, keterbatasan untuk melakukan ketrampilan motorik halus, keterbatasan untuk melakukan ketrampilan motorik kasar, keterbatasan rentang pergerakkan (Herdman,2012). Penentuan etiologi dari diagnose
hambatan
mobilitas
fisik
berhubungan
dengan
gangguan
neuromuscular didapatkan dari hasil pengkajian yaitu adanya kelainan pada pada Nervus VIII vestibulokoklearis keseimbangan berdiri pasien terganggu karena hemiparase sinistra pada bagian kaki kiri dan gangguan pada Nervus XI asesorius pasien tidak dapat mengangkat bahu kiri ( hemiparase sinistra).
68
Pada pembahasan ini penulis mengambil dua diagnosa yaitu resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral dan hambatan mobilitas fisik. Dua diagnosa tersebut sesuia dengan teori yang ada yaitu Menurut Rendy dan Margareth (2012) diagnosa utama yang terjadi pada pasien stroke adalah resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, hambatan mobilitas fisik dan defisit perawatan diri. Pada kasus ini penulis tidak mengambil diagnosa defisit perawatan diri dikarenakan pasien tidak menglami defisit perawatan diri walupun aktifitas dan latihannya dibantu oleh keluarga. Karena saat pengkajian keadaan pasien bersih rapi dan tidak menunjukkan adanya tanda-tanda yang terdapat pada batasan karateristik diagnosa defisit perawatan diri.
C. Perencanaan Keperawatan Perencanaan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari semua tindakan keperawatan. Merupakan tahap ketiga dari proses keperawatan dimana perawat menetapkan tujuan dan hasil yang diharapkan bagi pasien ditentukan dan merencanakan intervensi keperawatan. Selama perencanaan dibuat prioritas dengan kolaborasi klien dan keluarga, konsultasi tim kesehatan lain, telaah literatur, modifikasi asuhan keperawatan dan catat informasi yang relevan, tentang kebutuhan perawatan kesehatan klien dan penata laksanaan klinik (Dermawan, 2012).
69
Intervensi pada masalah keperawatan dengan diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah, yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x6 jam diharapkan tidak terjadi gangguan perfusi jaringan serebral dengan kriteria hasil tingkat kesadaran membaik dan tidak terjadi penurunan kesadaran, fungsi motorik membaik, tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial berupa pusing kepala berat maupun vertigo, TTV dalam batas normal (TD : sistol 120140, diastole 80-90 mmHg dan Nadi 60-100 kali per menit). Penulis menulis intervensi sesuai dengan kriteria NIC (Nursing Intervension Clacification) berdasarkan diagnosa keperawatan yang pertama penulis menyusun perencanaan antara lain kaji dan monitor tekanan darah setiap 4 jam dengan rasionalisasi untuk mengevaluasi penyakit dan keberhasilan terapi. Mengukur tekanan darah perlu dilakukan pada pasien stroke karena hipertensi mendorong timbulnya stroke lewat di perberatnya atherosklerosis pada arkus aorta maupun arteri servikoserebral. Hipertensi lama
akan
menimbulkan lipohialinosis
dan
nekrosis
firinoid
yang
memperlemah di nding pembuluh darah yang kemudian menyebabkan ruptur intima dan menimbulkan aneurisma, selanjutnya dapat menyebabkan ruptur intima
dan menimbulkan aneurisma. Hipertensi
menyebabkan
gangguan kemampuan autoregulasi pembuluh darah otak sehingga pada tekanan darah yang sama aliran darah ke otak pada penderita hipertensi sudah berkurang dibandingkan penderita normotensi. Makin lama hipertensi tidak diobati makin tinggi angka kejadian untuk stroke (Sitorus, 2006).
70
Intervensi yang kedua adalah kaji keadaan umum dan tingkat kesadaran dengan rasionalisasi mengetahui ada tidaknya perubahan kesadaran pasien. Kesadaran pasien perlu sering untuk dipantau karena pada pasien stroke rawan terjadi penurunan kesadarn. Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala. Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem aktivitas reticular mengalami injuri (Putra,2010). Intervensi yang ketiga yaitu pertahankan tirah baring pada posisi semi fowler sampai tekanan darah kembali normal hindari fleksi dan rotasi leher dengan tujuan tirah baring membantu menurunkan kebutuhan oksigen dan posisi duduk meningkatkan aliran darah arteri (Rendy dan Margareth, 2012). Intervensi yang keempat yaitu anjurkan pasien untuk bed rest dengan rasionalisasi mencegah peningkatan TIK. Karena otak terletak di dalam tengkorak, peningkatan TIK akan mengganggu aliran darah ke otak dan mengakibatkan
iskemik serebral, pencegahan dan kontrol
terhadap
peningkatan TIK serta mempertahankan tekanan perfusi serebral (Cerebral Perfusion Pressure/CPP) ( Kayana, 2013). Intervensi yang kelima yaitu kolaborasi dengan dokter pemberian obat citicolin 200mg, antalgin 2ml, captopril 25mg, amlodipin 10mg, betahistin 5mg, dan manitol 125cc dengan tujuan untuk menurunkan TD ,mencegah vertigo, menurunkan TIK, memerbaiki sirkulasi darah otak (ISO, 2012).
71
Intervensi pada masalah keperawatan dengan diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat mempertahankan posisi optimal dari fungsi motorik dengan kriteria hasil kekuatan tonus otot meningkat ektremitas atas kiripasien dari 2 menjadi 3 ekstremitas bawah kiri dari 3 menjadi 4, pasien mampu merubah posisi secara mandiri, aktivitas dan latihan mampu mandiri, pasien berpartisipasi dalm program latihan, pasien mampu menggunakan kembali sisi tubuhnya yang mengalami hemiparse kembali normal, tidak adanya kontraktur. Intervensi yang dilakukan yaitu observasi kemampuan secara fungsional dan kaji kekuatan otot pasien dengan rasionalisasi megetahui sejauh apa kerusakan otot pasien dan mengetahui sejauh apa kekuatan otot pasien. Kelemahan otot menyebabkan ketidakseimbangan dan saat berjalan karena gangguan kekuatan otot, keseimbangan dan koordinasi gerak (Irdawati, 2008). Intervensi yang kedua yaitu anjurkan keluarga untuk merubah posisi setiap 2 jam dengan rasionalisasi untuk mengurangi tekanan dan mencegah dekubitus. Mencegah dekubitus merupakan tindakan patient safety sehingga pasien harus di mobilisasi dengan cara merubah posisi pasien setiap 2jam (Surbargus, 2011). Intervensi yang ketiga adalah berikan teknik ROM Aktif-Asitif spherical grip dengan rasionalisasi untuk meningkatkan kekuatan otot pasien dan kolaborasi dengan fisioterapis pemberian latihan ROM aktif dan pasif dengan tujuan mempertahanlan mobilitas sendi mengembalikan kontrol
72
motorik. Range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan pergerakkan sendi secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot. Melakukan mobilisasi persendian dengan latihan ROM dapat mencegah berbagai komplikasi seperti nyeri karena tekanan kontraktur, tromboplebitis, dekubitus sehingga mobilisasi dini penting dilakukan secara rutin dan kontinyu. Memberikan latihan ROM secara dini dapat meningkatkan kekuatan otot karena dapat
menstimulasi motor unit sehingga
semakin
banyak motor unit yang terlibat maka akan terjadi peningkatan kekuatan otot, kerugian pasien hemiparese bila tidak segera ditangani maka akan terjadi kecacatan yang permanen (Potter & Perry, 2009). Ada cara lain untuk terapi pada pasien stroke dengan cara meletakkan tangan pada posisi menggeggam berfungsi dengan jari-jari sedikit fleksi dan ibu jari dalam posisi adduksi. Gunakan pegangan dalam bentuk roll. Benda berbentuk roll dapat menyebabkan pergelangan spastik (peningkatan tonus otot menyebabkan adanya suatu tahanan) ( Baticcaca, 2008). Latihan genggaman pada tangan dapat dilakukan dengan cara teknik spherical grip karena paling mudah dan praktis digunakan yaitu dengan memberikan benda berbentuk bulat (bola tennis), lakukan koreksi pada jari-jari agar menggenggam sempurna, posisikan wrist join 45 derajat, berikan intruksi untuk menggenggam selama 5 detik kemudian rileks, lakukan pengulangan sebanyak 7 kali ( Irfan, 2010).
73
D. Implementasi Keperawatan Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Dermawan, 2012). Pada Tn W penulis melakukan 3 hari pengelolaan terhadap pasien. Implementasi yang dilakukan selama 3 hari untuk menyelesaikan 2 diagnosa yang diangkat yaitu mengkaji kekuatan otot pasien, mengkaji dan memonitor tekanan darah dan mengkaji keadaan umum dan tingkat kesadaran pasien, memberikan posisi semi fowler dan mempertahankan tirah baring, menganjurkan keluarga untuk merubah posisi pasien setiap dua jam sekali, memberikan latihan ROM aktif-asitif spherical grip, berkolaborasi dengan dokter pemberian obat citicolin 200mg, antalgin 2ml, captopril 25mg, amlodipin 10mg, betahistin 5ml dan manitol 125cc, menganjurkan pasien untuk beristirahat,memonitor tekanan darah pasien. Pada diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular penulis menekankan pada pemberian teknik ROM aktif-asitif spherical grip untuk meningkatkan kekuatan otot atas Tn. W yang mengalami hemiparase. Dari pemberian terapi ROM spherical grip selama 3 hari dan diberikan 2 kali sehari didapatkan hasil sebagai berikut, hari pertama pemberian ROM spherical grip dilakukan sebanyak 2 kali sehari pagi dan siang hari kekuatan otot kiri atas sebelum dilakukan pemberian ROM spherical grip adalah 2 setelah diberikan ROM spherical grip kekuatan otot kiri atas Tn. W
74
adalah 2. Pada hari kedua juga diberikan 2 kali sehari sebelum dilakukan ROM spherical grip kekuatan otot kiri atas Tn. W adalah 2 dan setelah dilakukan ROM spherical grip kekuatan otot kiri atas Tn. W adalah 2 . Pada hari ketiga pemberian ROM spherical grip diberikan 2 kali sehari kekuatan otot kiri atas Tn. W adalah 2 dan setelah dilakukan tindakan pemberian ROM spherical grip kekuatan otot kiri atas Tn. W menjadi 3. ROM spherical grip diberikan selama 3- 5 menit, terdapat kesulitan saat melakukan tindakan karena ROM spherical grip ini menekankan pada kekuatan genggaman tangan sedangkan pasien menglami kekakuan pada jarijari tangannya sehingga kekuatan genggaman tangan pasien kurang kuat. Kemudahannya pasien kooperatif saat dilakukan tindakan sehingga saat pemberian ROM spherical grip penulis dapat memberikan ROM sesui prosedur dan memungkinkan didapatkan hasil yang efektif untuk meningkatkan kekuatan otot atas Tn. W. Serangan stroke dapat menimbulkan cacat fisik yang permanen. Cacat fisik dapat mengakibatkan seseorang kurang produktif. Oleh karena itu pasien stroke memerlukan rehabilitasi untuk meminimalkan cacat fisik agar dapat menjalani aktivitasnya secara normal. Rehablitasi harus dimulai sedini mungkin secara cepat dan tepat sehingga dapat membantu pemulihan fisik yang lebih cepat dan optimal. Serta menghindari kelemahan otot yang dapat terjadi apabila tidak dilakukan latihan rentang gerak setelah pasien terkena stroke (Irfan, 2010).
75
Hemiparase dan menurunnya kekuatan otot itulah yang menyebabkan gerakan pasien lambat, penderita stroke mengalami kesulitan berjalan karena gangguan
kekuatan otot , keseimbangan dan koordinasi gerak sehingga
kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari hari. Latihan rentang gerak mempercepat penyembuhan pasien stroke karena akan mempengaruhi sensasi gerak di otak (Irdawati,2008). Salah satu rehabilitasi yang dapat diberikan pada pasien stroke adalah latihan rentang gerak atau Range of Motion (ROM). ROM Aktif-Asitif dilakukan dengan cara klien menggunakan lengan atau tungkai yang berlawanan dan lebih kuat untuk menggerakan setiap sendi pada ekstremiitas yang tidak mampu gerakan aktif (Berman, 2009). ROM adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempuraan dan kemampuan pergerakkan sendi secara normal dan lengkap untuk meningkatkan masa otot dan tonus otot. Dari sudut terapi, aktivitas ROM diberikan untuk mempertahankan mobilitas persendian dan jaringan lunak untuk meminimalkan kehilangan kelentukan jaringan dan pembentukan kontraktur . Gerakan yang didapatkan pada latihan ROM dapat dilihat sebagai tulang yang digerakkan oleh otot atau pun gaya ekternal lain dalam ruang geraknya melalui persendian. Bila terjadi gerakan, maka seluruh struktur yang terdapat pada persendian tersebut akan terpengaruh, yaitu: otot, permukaan sendi, kapsul sendi, fasia, pembuluh darah dan saraf ( Potter & perry, 2009).
76
Salah satu tindakan ROM yang dapat dilakukan adalah pemberian ROM aktif asitif spherical grip. Spherical grip adalah latihan untuk menstimulasi gerak pada tangan dapat berupa latihan fungsi menggenggam. Latihan ini dilakukan melalui 3 tahap yaitu membuka tangan, menutup jari-jari untuk menggenggam objek dan mengatur kekuatan menggenggam. Latihan ini adalah latihan fungsional tangan dengan cara menggenggam sebuah benda berbentuk bulat seperti bola pada telapak tangan . Teknik spherical grip karena paling mudah dan praktis digunakan yaitu dengan memberikan benda berbentuk bulat (bola tennis), lakukan koreksi pada jari-jari agar menggenggam sempurna, posisikan wrist join 45 derajat, berikan intruksi untuk menggenggam selama 5 detik kemudian rileks, lakukan pengulangan sebanyak 7 kali ( Irfan, 2010). Menurut Lesmana (2013) , pada latihan spherical grip diharapkan agar terjadi peningkatan mobilitas pada daerah pergelangan tangan (wrist joint) serta stabilitas pada daerah punggung tangan (metacarpophalangeal joint) dan jari-jari
(phalangs).
Banyak
dijumpai
pada
insan
stroke
dimana
ketidakmampuan fungsi tangan (prehension) diakibatkan oleh adanya instabilitas dari pergelangan tangan serta
hiperekstensi
dari sendi
metacarpophalangeal. Dengan adanya perbaikan dari tonus postural melalui stimulasi atau rangsangan propriceptif berupa tekanan pada persendian, akan merangsang otot-otot di sekitar sendi untuk berkontraksi memperahankan posisi. Dari sisi aktif efferent dari muscle spindle dan gologitendon akan meningkat sehingga informasi akan sampai pada saraf pusat dan munculah
77
proses fasilitasi dan inhibisi, serta reduksi dari kemampuan otot dan sendi dalam melakukan gerakkan yang disadari (Victoria, 2014). Melakukan mobilisasi persendian dengan latihan ROM dapat mencegah berbagai komplikasi seperti nyeri karena tekanan kontraktur, tromboplebitis, dekubitus sehingga mobilisasi dini penting dilakukan secara rutin dan kontinyu. Memberikan latihan ROM secara dini dapat meningkatkan kekuatan otot karena dapat
menstimulasi motor unit sehingga
semakin
banyak motor unit yang terlibat maka akan terjadi peningkatan kekuatan otot, kerugian pasien hemiparese bila tidak segera ditangani maka akan terjadi kecacatan yang permanen (Potter & Perry, 2009). Implementasi rehabilitasi medis menurut Rosiana (2009) sangat penting untuk mengembalikan pasien pada kemandirian mengurs diri dan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari tanpa menjadi beban keluarganya. ROM sangat penting karena apabila otot diam pada sisi tertentu dalam waktu lama kelenturannya akan hilang, otot akan kaku pada posisi tersebut sulit dan memerlukan tenaga lebih besar untuk kontraksi memendek dan memanjang begitu pula pada sendi yang akn kering dan kaku. Implementasi lain yang dilakukan oleh penulis lakukan pada Tn. W adalah mengkaji kesadaran pasien , mengukur tekanan darah pasien. Kesadaran pasien menunjukkan peningkatan yang baik dan tidak terjadi penurunan kesadaran, tekanan darah pasien juga menunjukkan penurunan dari hari pertama tekanan darah pasien 160/100 mmHg , hari kedua 160/90 mmHg, hari ketiga 130/90 mmHg. Mengukur tekanan darah dan mengobservasi kesadaran
78
perlu dilakukan pada pasien stroke karena kesadaran dan tekanan darah mempengaruhi keberhasilan dari pemberian ROM spherical grip dan menunjukkan adanya perbaikan pada kondisi pasien stroke.
E. Evaluasi Evaluasi keperawatan adalah membandingkan efek atau hasil suatu tindakan keperawatan dengan norma atau kriteria tujuan yang sudah dibuat (Dermawan, 2012). Hasil evaluasi dari diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah yang sudah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari sudah menunjukkan perbaikan sesuai dengan criteria hasil yang sudah ditentukan dalam intervensi keperawatan diantarnaya membaiknya kesadaran dan keadaan umum pasien dari apatis ke composmentis, TD pasien menurun menjadi 130/80 mmHg, nyeri kepala pasien sudah hilang dan kekuatan otot pasien menunjukkan peningkatan sehingga masalah keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral sudah teratasi sebagian dan intervensi dilanjutkan untuk kembali mengoptimalkan pemulihan jaringan serebral. Hasil evaluasi dari diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular yang sudah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari didapatkan hasil aktivitas dan latihan pasien sudah tidak tergantung orang lain dan mampu mandiri, kekuatan otot pasien mengalmi peningkatan , ekstremitas atas kanan 5 dan kiri 3 , ekstremitas bawah kanan 5
79
kiri 4 sehingga masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular teratasi intervensi dipertahankan. Dari pemberian latihan ROM aktif asitif spherical grip selama 3 hari pada asuhan keperawatan pada Tn. W didapatkan hasil pengingkatan kekuatan otot ekstremitas atas kiri pasien dari 2 menjadi 3 dan dapat disimpulkan bahwa pemberian latihan ROM sheperical grip
ini efektif untuk meningkatan
kekuatan otot ekstremitas atas pada pasien stroke yang mengalami hemiparase walaupun peningkatan kekuatan ototnya tidak terlalu signifikan. Hasil evaluasi ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sukmaningrum (2012) bahwa 20 responden dari penderita stroke yang dirawat inap di RSUD Tugurejo Semarang menunjukkan hasil terdapat peningkatan kekuatan otot eksremitas atas pada hari ke-2 sore nilai p=0,014, selanjutnya pada hari berikutnya hari ke-3 p=0,046, selanjutnya pada hari beriktnya hari ke-4 pagi p=0,046 dan selanjutnya hari ke-6 pagi p=0,046.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Setelah
penulis
melakukan
pengkajian,
penentuan
diagnosa,
perencanaan, implementasi dan evaluasi tentang pemberian Range of Motion (ROM) aktif asitif spherical grip untuk meningkatkan kekuatan otot ekstremitas atas pada asuhan keperawatan Tn. W dengan stroke di ruang anyelir RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri maka dapat ditarik kesimpulan: 1.
Pengkajian Pengkajian yang dapat di ambil dari kasus Tn. W adalah pasien mengalami hemiparase sinistra, kekuatan otot ekstremitas atas pasien kanan 5 kiri 2 kekuatan otot ekstremitas bawah pasien kanan 5 kiri 3, aktivitas dan latihan dibantu keluarga, kepala terasa pusing , kesadaran apatis GCS E4 V4 M4 , TD 170/100 mmHg, nadi 88x/menit, bicara pasien tidak terlalu jelas atau pelo, didapat hasil CT-Scan menunjukkan lacunar infark cerebri kapsula interna kiri muscole (DD massa) sinus maxillaries kiri. Nervus VIII vestibulokoklearis keseimbangan berdiri pasien terganggu karena hemiparase sinistra pada bagian kaki kiri, Nervus XI asesorius pasien tidak dapat mengangkat bahu kiri ( hemiparase sinistra).
80
81
2.
Diagnosa Keperawatan Dari hasil pengkajian yang ada pada Tn. W dapat ditegakkan diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah dan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular.
3.
Perencanaan Intervensi keperawatan yang dapat diambil untuk menyelesaikan masalah
keperawatan
ketidakefektifan
perfusi
jaringan
serebral
berhubungan dengan interupsi aliran darah adalah kaji dan monitor tekanan darah setiap 4 jam, kaji keadaan umum dan tingkat kesadaran, pertahankan tirah baring pada posisi semi fowler sampai tekanan darah kembali normal hindari fleksi dan rotasi leher, anjurkan pasien untuk bed rest , kolaborasi dengan dokter pemberian obat captopril, amlodipin, betahistin ,antalgin, citicolin, manitol. Intervensi keperawatan yang dapat diambil untuk menyelesaikan masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular adalah observasi kemampuan secara fungsional dan kaji kekuatan otot, anjurkan keluarga untuk merubah posisi setiap 2 jam, berikan teknik ROM aktif-asitif spherical grip, kolaborasi dengan fisioterapis pemberian latihan ROM aktif dan pasif. 4.
Implementasi Implementasi keperawatan
yang dapat dilakukan pada Tn.W
dengan stroke adalah sesuai dengan intervensi yang sudah dibuat dan lebih
82
mengoptimalkan pemberian latihan ROM aktif-asitif spherical girp untuk meningkatkan kekuatan otot pasien. 5.
Evaluasi Evalusi keperawatan yang dapat di hasilkan oleh Tn. W dengan stroke adalah maslah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral dapat teratasi sebagian dan masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik dapat teratasi sesuai criteria hasil.
6.
Pemberian latihan ROM aktif-asitif spherical girp untuk meningkatkan kekuatan otot ekstremitas atas
pasien dapt menunjukkan hasil yang
signifikan karena dalam waktu 3 hari pemberian latihan kekuatan otot ekstremitas pasien meningkat dari 2 menjadi 3.
B. SARAN Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan hipertensi penulis akan memberikan usulan dan masukan yang positif khususnya dibidang kesehatan antara lain: 1.
Bagi institusi pendidikan Agar dapat memotivasi mahasiswa untuk lebih membangun ilmu pengetahuan melalui aplikasi jurnal yang lebih inovatif dan dapat melakukan asuhan keperawatan yang lebih komperhensif.
83
2.
Bagi Tenaga Kesehatan Khususnya Perawat Hendaknya para perawat memiliki tanggung jawab dan ketrampilan yang baik dan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan yang lain dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya pada pasien stroke, sehingga perawat dan tim kesehatan lain mampu membantu dalam mengatasi kelemahan otot dan meningkatkan kembali kekuatan otot pada pasien stroke.
3.
Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit) Rumah
sakit
dapat
memberikan
pelayanan
kesehatan
dan
mempertahankan hubungan kerjasama baik antara tim kesehatan maupun dengan pasien, sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang optimal pada umumnya dan khususnya bagi pasien yang mengalami stroke dengan hemiparase.
DAFTAR PUSTAKA
Adrian, Goldszmidt J, 2013. Stroke Esensial Edisi Kedua. Jakarta : PT. Indeks Batticaca, Fransisca, 2012 , Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan , Jakarta : Salemba Medika. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Dep Kes, R.I Desember.2008, Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007. Berman, Audrey, Snyder, Shirlee, Koizer, Barbara & Erb, Glenora. 2009. Buku Ajar praktik keperawatan klinis koizer & erb. Alih bahasa : Eny Meila. Jakarta : EGC. Carpenito, 2009. Diagnosis Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis. EGC : Jakarta. Corwin, EJ . 2009. Buku Saku Patofisiologis , 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC. Dermawan, Deden.2012. Proses Keperawatan Penerapan Konsep&Kerangka Kerja. Gosyen Publishing : Yogyakarta. Dinkes Jawa Tengah. 2005. Profil Kesehatan Jawa Tengah 2005. Semarang. Henderson, Leila. 2002. Stroke Panduan Perwatan. Jakarta : EGC. Herdman, TH.2012. NANDA International Diagnosis Keperawata Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. EGC : Jakarta. Hernowo, Windu . 2007. Angka Kejadian Stroke Meningkat https://hpstroke.wordpress.com. Diakses 18 Februari 2015.
Tajam.
Irdawati, 2008. Perbedaan Pengaruh Latihan Gerak terhadap Kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragik hemiparase kanan dibandingkan dengan hemiparase kiri vol.43 nomor 2. Jawa tengah : mEdia Medika Indonesia. Irfan, Muhammad. 2010. Fisioterapi Bagi Insan Stroke. Yogyakarta : Graha Ilmu. Iskandar , J . 2004. Panduan Praktis Pencegahan dan Pengobatan Stroke. PT. Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia : Jakarta. ISO Indonesia.2012. Informasi Spesialis Obat. ISFI : Jakarta. Juniadi,Iskandar . 2006. Stroke A-Z Pengenalan , pencegahan, Pengobatan Rehabilitasi stroke, serta Tanya jawab seputar stroke. Jakarta : PT Buana Ilmu Populer.
Kayana Ida Bagus Adi dkk. 2013. Teknik Pemantauan Tekanan Intrakranial. Bagian/SMF Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana : Denpasar. Lesmana, Syahmirza Indra, 2009. Perbedaan Pengaruh Metode Latihan Beban Terhadap Kekuatan Dan Daya Tahan Otot Biceps Brachialis Ditinjau Dari Perbedaan Gender (Studi Komparasi Pemberian Latihan Beban Metode Delorme dan Metode Oxford Pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan dan Fisioterapi. Diakses tanggal 15 mei 2015. Marilynn E, Doengoes, 2002. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: EGC. Meifi, Dharmady Agus, 2009. Stroke dan Depresi Pasca Stroke Vol.8 nomor 1. Manajemen Kedokteran Daminus : Jakarta. Miniño, A.M., Murphy, S.L. & Xu, J., 2011. National Vital Statistics Reports, Deaths : Final Data for 2008.,59(10). Muttaqin,Arif. 2008. Buku Ajar Keperawatan dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika. National Audit Office, 2010. Progress in Improving Stroke Care; A Good Practice Guide. www.nao.org.uk/publivations/0506/Progress in Improving Stroke Care.aspx. Diakses 18 Februari 2015. National Stroke Foundation, 2012. National Stroke Audit: Rehabilitation Services Report 2012. Melbourne, Australia; National Stroke Foundation. Available at: http://strokefoundation.com.au/prevent-stroke/. Diakses 18 Februari 2015. Nugroho, Taufan.2011. Asuhan Keperawatan Maternitas,Anak,Bedah,penyakit Dalam. Nuha Medika : Yogyakarta. Nurarif.2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC. Mediaction : Jakarta. Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik. Volume 1. Edisi 4. Jakarta: EGC. Potter & Perry. 2009. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta: EGC Putra,
Dwi Yoedhas. 2010. Tingkat Kesadarn. http://yoedhasfliyingdutchman.blogspot.com/2010/04/tingkatkesadaran.html//. Diakses tanggal 13 Mei 2015.
Refshauge, A, 2012. Australia’'s Health 2012, The thirteenth biennial health report of the Australian Institute of Health and Welfare. Diakses tanggal 20 februari 2015. Rendy, clevo dan Margareth.2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit Dalam. Medical Book : Yogyakarta. Roger, V.L., Go, A.S., Lloyd-jones, D.M., Adams, R.J., Berry, J.D., Brown, T.M.,Carnethon, M.R., Dai, S., Simone, G.D., Ford, E.S., Fox, C.S., Fullerton, H.J., Gillespie, C., Greenlund, K.J., Hailpern, S.M., Heit, J.A., Ho, P.M., Howard. 2011. Heart Disease and Stroke Statistics — 2011 Update, A Report From the American Heart Association. Rosiana, W Pradanasi.2009. Rehabilitasi Stroke pada Pelayanan Kesehatan Primer. Kedokteran Indonesia : Jakarta. Ruhyanudin, Faqih. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Malang: Umm Press. Satyanegara et.al. 2010. Ilmu Bedah Syaraf Satyanegara Edisi IV. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama . Sitorus, Rico J dkk, 2006. Faktor-Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Kejadi an Stroke Pada Usia Muda Kurang Dari 40 Tahun. Semarang. Diakses tanggal 13 Mei 2015. Smeltzer, S,C & BARE, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisu 8 col 1. Alih bahasa Agung Waluyo dkk. Jakarta : EGC. Sukamaningrum.F.,Kristiyawati.S.P.,Solechan.A. 2011. Efektifitas Rnge of Motion (ROM) Aktif-Asitif : Spherical grip Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Ekstremitas Atas Pada Pasien Stroke. Stikes Telogorejo Semarang. Suratun , Heriyati, Santa Manurung , Een Raenah. 2008. Klien Gangguan Sistem Musculusekeletal. Jakarta : EGC. Surbagus, Amin. 2011. Manajemen pelayanan dalam keperawatan. http://www.scribd.com/doc/85351094/patient-safety. Diakses tanggal 13 Mei 2015. Victoria, Arlies Z, dkk. 2014. Pengaruh Latihan Lateral Prehension Grip Terhadap Peningkatan Luas Gerak Sendi (LGS) Jari Tangan Pada Pasien Stroke Di Rsud Dr. H Soewondo Kendal. Stikes Telogorejo Semarang. WHO, 2005. Avoiding Heart Attacks and Strokes; Don’t be a victim-Protect Yourself. Diakses 20 Februari 2014.
WHO, 2007. Prevention of Cardiovascular Disease ; Guidelines for assessment and management of cardivascular risk. Diakses 20 Februari 2014 WHO,
2012. Cardovascular diseases, Available www.who.int/mediacentre/factsheets/fs317/en/print.html. Diakses Februari 2014.
at: 20
Wijaya, Andra Saferi dan Putra , Yessie Mariza. 2013. Keperawatan Medical Bedah 2 Keperawatan Dewasa. Medical Book : Yogyakarta.