DEPDIKNAS: MENATA AKSI MENUJU OPINI WTP1 Oleh: Sapto Amal Damandari2
PENDAHULUAN Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selaku pemeriksa keuangan negara telah melakukan berbagai jenis pemeriksaan di entitas Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Dalam suatu departemen, BPK dapat memilih objek-objek pemeriksaan yang memang dianggap perlu diuji tingkat akuntabilitas dan transparansinya. Satu objek yang pasti harus diperiksa BPK adalah Laporan Keuangan Depdiknas yang dilakukan sebagai implikasi menjalankan amanat ketentuan pasal 30 UU 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
OPINI BPK ATAS PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DEPDIKNAS Sejak ditetapkannya UU 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara, semua elemen pemerintahan yang diamanatkan UU harus menyusun Laporan Keuangan, termasuk Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Untuk pemeriksaan Laporan Keuangan (LK) departemen, BPK memberi opini sejak pemeriksaan atas LK Tahun Anggaran (TA) 2006. Sebelum pemeriksaan atas LK TA 2006, BPK belum memberikan opini atas LK Depdiknas. Opini atas LK Depdiknas dalam dua TA terakhir menunjukkan bahwa LK Depdiknas masih berada pada level yang perlu diperbaiki. LK Depdiknas dalam dua TA terakhir diberi opini ”Disclaimer” oleh BPK.
1
2
Disampaikan pada acara Rembuk Nasional Pendidikan, 23-25 Februari 2009, di Pusdiklat Pegawai Depdiknas, Sawangan, Depok. Anggota VI BPK RI yang membidangi pembinaan terhadap Pemeriksaan Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Kesehatan, BPOM, dan Kementerian Daerah Tertinggal, serta Pemerintahan Daerah di wilayah Timur Indonesia.
1
Trend Opini BPK-RI atas Laporan Keuangan Depdiknas
Unqualified Qualified Disclaimer Adverse * **
⋅ ⋅ ⋅ ⋅
⋅ ⋅ ⋅ ⋅
⋅ ⋅ ⋅ ⋅
⋅ ⋅ ⋅ ⋅
⋅ ⋅ ⋅ ⋅
LK TA2004*
LK TA2005*
LK TA2006
LK TA2007
LK TA2008**
Pemeriksaan BPK-RI TA2004 & 2005 belum memberikan opini Pemeriksaan BPK-RI atas LK Depdiknas TA2008 belum dilaksanakan
Opini Disclaimer merupakan pernyataan pendapat profesional pemeriksa atas tidak dapat dilaksanakannya Stándar pemeriksaan pada pemeriksaan laporan keuangan depdiknas. Kondisi yang terjadi dalam dua TA terakhir ini menunjukkan bahwa akun-akun yang tidak dapat diyakini menyebar di semua jenis laporan keuangan yang disusun Depdiknas; yaitu Laporan Realisasi Anggaran (LRA); Neraca; dan Catatan atas Laporan Keuangan. Akun pendapatan pada LK depdiknas masih menyisakan permasalahan berupa tidak tersajikan penerimaan di LRA, tidak disetornya penerimaan dan penggunaan langsung, serta lemahnya sistem penerimaan dan pelaporan seperti tidak adanya rekonsiliasi. Hal ini tentu saja memberi kontribusi pada lemahnya pengelolaan kas dan pelaporan akun piutang. Disamping itu, pengelolaan belanja yang belum optimal memberi kontribusi pada penyajian akun persediaan dan aset tetap. Namun harus diakui akun aset tetap adalah akun neraca yang harus tersaji secara akumulatif. Permasalahan terbesar terkait akun aset tetap adalah peng-identifikasi-an dan penilaian dari aset tetap itu sendiri terutama aset yang diperoleh pada masa-masa lalu.
UPAYA PERBAIKAN PERTANGGUNGJAWABAN Hasil pemeriksaan BPK tersebut harus dipandang sebagai simpton bahwa telah terjadi kondisi yang tidak ideal dalam pengelolaan keuangan negara khususnya di Depdiknas. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa dirasakan ataupun tidak, semua kondisi yang terungkap oleh pemeriksa tersebut adalah fakta yang dialami secara langsung oleh depdiknas itu sendiri. Sangat diyakini bahwa sebagai pihak yang mengalami langsung 2
kejadian, depdiknas mengetahui semua fakta yang terjadi. Tetapi mungkin karena pelaksanaan tersebut telah identik dengan kebiasaan maka otomatis mungkin depdiknas merasa tidak ada masalah dengan apa yang telah biasa dilakukan. Dengan pandangan ini, wajar kiranya upaya perbaikan atas LK Depdiknas mengalami dilema. Hal ini disebabkan karena sulitnya mengidentifikasi permasalahan dalam penyusunan LK Depdiknas. Secara sederhana, suatu perbaiki/perubahan harus dirancang dengan melakukan (1) identifikasi secara tepat kondisi yang ada saat ini; dan (2) identifikasi regulasi yang menjadi harapan/tujuan yang ingin dicapai. Jika terdapat “gap” diantara kondisi dan regulasi, setidaknya dapat diformulasi strategi untuk mengarahkan kembali semua gerak langkah yang akan dilakukan ke depan. Pola pikir ini adalah pola pikir yang umum digunakan oleh para pemeriksa. Pemeriksa akan memotret kondisi yang terjadi dan akan membandingkannya dengan regulasi sebagai kriteria. Jika terjadi gap di antara kondisi dan kriteria, pemeriksa harus dapat mengidentifikasi akibat dan sebab agar dapat memberikan rekomendasi sebagai bentuk strategi pencapaian tujuan/harapan. Potret pemeriksa ini akan dimintakan tanggapan dari pihak terperiksa agar pemeriksa mendapat keyakinan atas kondisi dan regulasi yang ada. ALUR PIKIR PENATAAN PENGELOLAAN KEUANG AN MENUJU OPINI WTP
KONDISI •
•
•
HASIL PEMERIKSAAN BPK HASIL PENGAWASAN INSPEKTORAT FAKTA YANG DIALAMI
REGULASI • • • •
VISI MISI RENSTRA APBN PERATURAN PERUNDANG -UNDANGAN
STRATEGI •
Penyusunan rencana aksi
I M P L E M E N T A S I 8
3
Terhadap upaya perbaikan LK Depdinas, saat ini, BPK telah menerima Rencana Aksi yang telah disusun oleh Depdiknas.
REN CA N A A K S I DEPDIKNAS
4
Kami percaya bahwa Rencana Aksi yang telah disusun Depdiknas dengan pola pikir yang tertuang dalam pernyataan rencana aksi tersebut merupakan hasil kajian dari kondisi dan regulasi. Hal ini tentu saja menjadikan rencana aksi tersebut sebagai langkah konkret yang dimaksudkan untuk mengarah pada tercapainya pengelolaan keuangan depdiknas yang akuntable dan transparan. BPK mengidentifikasi bahwa untuk mencapai Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) sebagai opini terbaik yang ada atas LK, maka harus terpenuhi semua kriteria sebagaimana definisi Opini yang dimaksud penjelasan pasal 16 UU 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, yaitu:
4
BPK menyadari bahwa pencapaian tersebut tidaklah mudah, apalagi untuk departemen sebesar Depdiknas ini. BPK mensinyalir bahwa titik-titik kritis pencapaian tata kelola keuangan yang baik dan berujung pada opini WTP dapat dikelompokkan ke dalam tiga aspek yaitu aspek input, aspek proses, dan aspek output. Aspek input meliputi personil pengelola keuangan, organisasi keuangan, dan sistem pengelolaan keuangan. Aspek proses meliputi komitmen pimpinan, proses akuntansi, prosedur dan data base keuangan, pengawasan pengelolaan keuangan, dan tindak lanjut hasil pemeriksaan. Aspek output meliputi kelengkapan laporan keuangan, ketepatan waktu pelaporan keuangan, pemerolehan opini atas laporan keuangan, implementasi upaya perbaikan laporan keuangan, dan penghargaan pengelolaan keuangan.
Dengan mengidentifikasi kondisi dan regulasi/harapan dari masing-masing titik kritis tersebut, dapat dirumuskan suatu strategi pencapaiannya. Strategi pencapaian tersebut haruslah dituangkan sebagai suatu pernyataan yang akan menjadi panduan langkah upaya perbaikan tersebut. Inilah rencana aksi yang dimaksudkan BPK.
5
Definisi Rencana Aksi Rencana Aksi merupakan Pernyataan tentang harmonisasi rangkaian langkah-langkah konkret menuju perbaikan tata kelola keuangan yang meliputi identifikasi: 1. 2. 3. 4. 5.
Langkah yang harus dilakukan Pihak Pelaksana Waktu Pelaksanaan Input yang diperlukan Output yang dihasilkan
7
Rencana aksi yang meliputi semua aspek baik aspek input, proses, maupun output diyakini menjadi bagian dari proses pencapaian opini WTP atas LK. Implementasi rencana aksi merupakan bagian dari proses pengelolaan keuangan yang berujung pada tersajinya laporan keuangan. Laporan keuangan tersebut akan diberikan opini oleh BPK, yang selanjutnya akan digunakan sebagai dasar dalam proses pengelolaan keuangan periode selanjutnya. Lingkaran proses ini tidak akan berhenti dan terus berputar.
SINKRONISASI OPINI DAN RENCANA AKSI Pengelolaan Keuangan
Diperiksa BPK dengan memberikan OPINI
Berdasarkan LHP disusun dan dibahas RENCANA AKSI ttg Perbaikan Tata Kelola sehingga mendapat Opini WTP
Laporan Keuangan
Rencana Perbaikan Pengelolaan Keuangan
6
Yang patut disadari adalah suatu pelaporan keuangan yang baik tidak hanya berujung pada tercapainya opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Namun suatu Laporan
6
Keuangan yang baik akan dapat menjadi sumber informasi yang sangat strategis dalam pengambilan keputusan oleh para pengguna laporan keuangan. Oleh karenanya, BPK menyadari bahwa keberhasilan pencapaian pelaporan keuangan yang baik harus didasarkan pada input yang baik, proses yang baik, dan output yang baik. Ketiga aspek tersebut haruslah terpadu dan berkesinambungan sebagai pondasi sistem pelaporan keuangan yang baik. Pondasi ini dapat ditanamkan dengan kokoh apabila ada hubungan kerja yang harmonis dan profesional diantara pemerintah dan semua pihak.
ORGANISASI PENGELOLAAN KEUANGAN DEPDIKNAS Untuk dapat mewujudkan perbaikan tata kelola keuangan tersebut harus dilakukan secara bertahap. Di semua tahapan tersebut diperlukan komitmen, waktu, dan dukungan semua pihak serta langkah-langkah yang tepat. Langkah konkret yang dituangkan dalam rencana aksi tersebut tidaklah harus mengubah karakter Depdiknas sebagai satker pemerintahan pusat. Depdiknas merupakan salah satu departemen yang berada dalam kerangka pengelolaan keuangan negara. Menurut ketentuan pasal 6 UU 17 Tahun 2003, depdiknas terkategori sebagai pengguna anggaran
POSISI DEPDIKNAS DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA (Pasal 6 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara)
(1) Presiden Selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan Negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan PRESIDEN
(2)
DIKUASAKAN (b)
DIKUASAKAN (a)
MENTERI/PIMPINAN LEMBAGA (PENGGUNA ANGGARAN/BARANG)
MENTERI KEUANGAN (PENGELOLA FISKAL DAN WAKIL PEMERINTAH DALAM KEPEMILIKAN KEKAYAAN NEGARA YANG DIPISAHKAN)
Chief Operational Officer (COO)
Chief Financial Officer (CFO) DISERAHKAN (c)
GUBERNUR/BUPATI/WALIKOTA SELAKU KEPALA PEMERINTAHAN DAERAH UNTUK MENGELOLA KEUANGAN DAERAH DAN MEWAKILI PEMERINTAH DAERAH DALAM KEPEMILIKAN KEKAYAAN DAERAH YANG DIPISAHKAN.
17
7
Sebagai suatu entitas pengguna anggaran, depdiknas bukanlah suatu organisasi yang secara penuh mengelola anggaran mengingat depdiknas tidak dapat menerbitkan SP2D (Surat Perintah Pencairan Dana) dan menyusun kebijakan pengelolaan keuangan sebagaimana tugas Bendahara Umum Negara (BUN). Hal ini tentu saja berdampak tidak ada Laporan Aliran Kas yang disusun oleh pengguna anggaran seperti depdiknas. Sebagai satu pengguna anggaran, depdiknas memiliki perangkat yang dituangkan dalam struktur organisasi depdiknas.
Sebagai satu entitas, maka apapun, berapapun, kapanpun, dan dimanapun transaksi keuangan yang dilakukan oleh unit mana pun dalam tubuh depdiknas, semua pengelolaan tersebut harus tersaji dalam Laporan keuangan depdiknas. Meskipun depdiknas memiliki sebaran organisasi yang luas, LK Depdiknas harus dapat mencakup semua transaksi depdiknas tersebut. Besarnya sebaran organisasi depdiknas bukan tidak mungkin berdampak pada terhambatnya proses penyajian laporan keuangan. Depdiknas memiliki sebaran unit organisasinya sebagai berikut:
8
Jenis Satker
2004
2005
2006
2007
2008
Satker Pusat
NA
NA
43
55
55
Satker Daerah
NA
NA
174
158
174
Satker Dekonsentrasi
NA
NA
132
133
133
Satker Tugas pembantuan
NA
NA
410
50
37
Total
NA
NA
759
396
399
Dari matrix di atas dapat dilihat bahwa rentang kendali depdiknas sangat lebar, bahkan dari unit kendali tersebut lebih dari 40% bukanlah satker murni depdiknas melainkan satker pemerintah daerah yang diperlakukan sebagai satker depdiknas selama ada dana dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (TP) di satker tersebut. Permasalahan pertanggungjawaban dana dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (TP) sering diungkapkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK terutama terkait dengan masalah aset yang dihasilkan dari dua jenis pendanaan tersebut. Menurut ketentuan yang diatur dalam pasal 91 dan pasal 98 UU Nomor. 33 Tahun 2004, dinyatakan bahwa semua aset yang diperoleh dari dana dekonsentrasi dan TP menjadi milik kementerian/lembaga yang memberi pelimpahan dan/ atau yang memberikan penugasan. Dalam ketentuan tersebut juga dinyatakan bahwa Barang Milik Negara (BMN) tersebut dapat dihibahkan kepada daerah. Persoalannya adalah pemerintah daerah secara fisik menguasai aset tetapi tidak memasukkannya sebagai aset daerah karena hibah belum diberikan oleh pusat. Persoalan ini akan terus muncul kalau tidak ada pemecahan yang mendasar dari pemerintah. Hal lain yang perlu diperhitungkan adalah variasi bentuk dan perlakuan unit kerja yang beragam. Ada organisasi berbentuk Badan Hukum Milik Negar (BHMN), Badan Hukum Pendidikan (BHP), dan Badan Layanan Umum (BLU). Bentuk organisasi ini harus didefinisikan secara jelas, agar pelaporan keuangan tidak terganggu.
9
PENGELOLAAN KEUANGAN DEPDIKNAS Selain faktor organisasi, depdiknas perlu memperhatikan kecenderungan kondisi pengelolaan keuangan depdiknas selama ini. Kondisi pengelolaan keuangan yang perlu diperhatikan antara lain: 1. Depdinas merupakan departemen yang mengelola anggaran negara yang cukup besar. Hal ini harus menjadi pemicu depdiknas untuk memberikan alokasi terbesar anggarannya bagi peningkatan kualitas pendidikan sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa yang diamanatkan kepada depdiknas. 2. Untuk mencapai pengeluaran yang tepat, daya serap anggaran depdiknas harus dapat diatur agar tidak cenderung menumpuk di akhir TA. Pengeluaran yang menumpuk di akhir TA akan sangat memungkinkan terjadinya lompatan pengeluaran lewat TA. Berdasarkan Laporan keuangan yang tersaji dalam dua tahun terakhir menunjukkan angka yang sangat menakjubkan dari posisi akun ”Kontruksi dalam Pengerjaan” yang hanya Rp7,84 Milyar di akhir TA 2006 menjadi Rp103,71 M di akhir Tahun 2007. mudah-mudahan di akhir TA 2008, kondisi ini dapat diminimalisasi.
Nilai Saldo Aset Tetap Depdiknas Jenis Aset
2004
2005
2006
2007
2008 Per 30 Juni
Tanah
1.115,49 M
4.115,97 M
5.398,07 M
8.124,79 M
8.116,95 M
Bangunan
2.558,43 M
3.836,95 M
9.754,07 M
10.563,60 M
9.925,25 M
Mesin & Peralatan
2.531,66 M
4.329,84 M
6.099,33 M
7.024,41 M
6.616,02 M
102,22 M
192,45 M
1.807,89 M
1.650,47 M
1.797,24 M
42,94 M
76,99 M
178,06 M
231,86 M
293,17 M
0
0
7,84 M
103,71 M
189,72 M
6.350,74 M
12.552,20 M
23.245,27 M
27.698,84 M
26.938,35 M
Aset Tetap Lainnya Jalan, Irigasi dan Jaringan KDP Total
15
Kenaikan signifikan akun ”Kontruksi dalam Pengerjaan” dapat saja menunjukkan penurunan kinerja atas pengelolaan keuangan jika aktivitas tersebut bukanlah kegiatan yang ”multi years”. Selain itu, yang perlu dicermati adalah fluktuasi nilai aset tetap yang cenderung tidak normal.
10
DUKUNGAN DEPDIKNAS DALAM PROSES PEMERIKSAAN BPK Organisasi dan prosedur pengelolaan keuangan depdiknas akan selalu menjadi perhatian pemeriksa (auditor) dalam pelaksanaan pemeriksaan. Pelaksanaan pemeriksaan BPK dilakukan melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, dan tindak lanjut. Dalam setiap tahapan tersebut, pemeriksa melakukan langkah-langkah dengan menerapkan teknik pemeriksaan. Atas tindakan yang diambil pemeriksa dalam melaksanakan teknik pemeriksaannya, pihak terperiksa (auditee) melakukan respon sebagaimana tergambar dalam gambar berikut:
PR OS EDUR UM UM TAHAPAN PEMERIKSAAN Yang dilakukan PEMERIKSA (AUDITOR)
PERAN PIHAK TERPERIKSA (AUDITEE) Dalam TAHAPAN PEMERIKSAAN
dalam
PEM ER IKS AAN
TAHAPAN PEMERIKSAAN PERENCANAAN
PELAKSANAAN
• Penyediaan Data dan Informasi
PELAPORAN
• Tanggapan dan Rencana Perbaikan • Penyusunan Rencana Aksi
TINDAK LANJUT
Laporan Pelaksanaan Tindak lanjut
Tindak lanjut
27
Pemeriksa, dalam bekerja akan berpatokan pada standar, dengan suatu sistem pemeriksaan yang dapat menjamin dilakukannya standar, dan dengan menggunakan kriteria pemeriksaan yang andal. Pelaksanaannya harus dilandasi oleh semangat profesionalisme, independensi, dan integritas. Hasil kerja pemeriksaan tersebut dituangkan dalam suatu laporan hasil pemeriksaan yang menurut ketentuan UU harus dimintakan tanggapan dari pihak terperiksa, yang sekaligus juga memberikan rencana perbaikan. Selanjutnya, nilai manfaat dari suatu pemeriksaan adalah perubahan ke arah lebih baik setelah menjalankan rekomendasi dalam pemeriksaan. Oleh karenanya, hasil pemeriksaan akan bermanfaat jika ditindaklanjuti.
11
PENUTUP
Akhirnya, sangat diyakini bahwa rencana aksi yang dibangun dengan berdasarkan pemahaman atas kondisi dan regulasi tidak akan berarti jika tidak diikuti oleh komitmen untuk melaksanakannya. Kami sangat meyakini bahwa depdiknas memiliki komitmen tersebut.
***000***
12