PKBL PT PUPUK KALIMANTAN TIMUR Studi Pelaksanaan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan pada Daerah Ring 1 (Kelurahan Loktuan dan Kelurahan Guntung) dalam Usaha Menciptakan Kemandirian Masyarakat Oleh: Heny Oktaviana (Departemen Sosiologi, Universitas Airlangga)
Abstract CRS (Corporate Social Responsibility) is a concept which a company successfully integrates variety of aspects including social, environment, and stakeholder in carrying out business activities. The CSR programs held by companies are mostly spontaneous and voluntary, such as providing free daily needs for families, free circumcision, etc. However those charity programs were criticized because of the lacking of long-term benefits in the society. Therefore today companies are demanded to be able executing CSR programs more seriously by creating programs that empower the society and at the same time sustainable so the goal to achieve independent society can be accomplished. The principle is then adopted in PKBL (Program Kemitraan dan Bina Lingkungan) which is a CSR program made for companies classified as BUMN (Badan Usaha Milik Negara). The population of this research is focused to the people receiving Collaboration Program (Program Kemitraan) from PKBL PT Pupuk Kalimantan Timur. This research used quantitative descriptive method and structured interviews with forms to collect data. The process of data editing used frequency table so the data can be analyzed based on theoretical - as reference. The result of this research was found that Collaboration Program held by PKBL PT Pupuk Kalimantan Timur in the form of lending financial capital for business make the people dependent with the charity given by the company. The dependency happened due to the change of the business to a better condition, the procedure which was considered easy, the
low rate of interest, the high amount of charity, etc. In conclusion, the society has made this program as a highly anticipated and as a source of solution to gain financial capital for their business. Keywords: CSR, PKBL, collaboration program, society dependency
Abstrak CSR atau Corporate Social Responsibility adalah suatu konsep
bagaimana
perusahaan bisa mengintegrasikan aspek sosial, lingkungan, dan stakeholder (pemangku kepentingan) di dalam melakukan aktivitas usaha. Kegiatan CSR yang dilakukan perusahaan kebanyakan adalah bantuan yang bersifat spontan dan sukarela seperti bantuan sembako gratis, sunatan masal, dsb. Namun kegiatan – kegiatan charity tersebut menuai kritik karena dirasa kurang memiliki manfaat jangka panjang. Oleh karena itu perusahaan kini dituntut untuk lebih serius melaksanakan program CSR dengan membuat program yang sifatnya memberdayakan masyarakat dan berkelanjutan sehingga mampu mewujudkan masyarakat yang mandiri. Prinsip tersebut yang kemudian coba digunakan di dalam PKBL (Program Kemitraan dan Bina Lingkungan) yaitu program CSR yang diperuntukkan bagi perusahaan yang berstatus BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Populasi penelitian ini difokuskan kepada masyarakat penerima Program Kemitraan dari PKBL PT Pupuk Kalimantan Timur. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif deskriptif dan teknik pengumpulan data dengan cara wawancara terstruktur dengan menggunakan kuesioner yang kemudian pada tahap pengolahan data menggunakan tabel frekuensi supaya kemudian data bisa dianalisis berdasarkan kerangka teori yang menjadi acuan. Hasil penelitian ini ditemukan bahwa Program Kemitraan yang dilaksanakan PKBL PT Pupuk Kalimantan Timur melalui program pinjaman modal usaha membuat masyarakat
menjadi tergantung dengan bantuan tersebut. Ketergantungan tersebut muncul karena ada perubahan kondisi usaha ke arah yang lebih baik, mudahnya prosedur pengajuan pinjaman, rendahnya bunga pinjaman yang ditetapkan, jumlah pinjaman yang tergolong besar, dan lain – lain. Oleh karena itu masyarakat menjadikan program pinjaman modal usaha dari PKBL sebagai tempat bertumpu dalam hal mendapatkan pinjaman modal usaha. Kata kunci: CSR, PKBL, program kemitraan, kemandirian masyarakat
Pendahuluan Pelaksanaan CSR di Indonesia di atur dalam Kepmen. BUMN Nomor: Kep236/MBU/2003, yang mengharuskan seluruh BUMN untuk menyisihkan sebagian labanya untuk pemberdayaan masyarakat yang saat ini lebih dikenal dengan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL), yang implementasinya ditindaklanjuti dengan surat edaran Mentri BUMN, SE No. 433/MBU/2003 yang merupakan petunjuk pelaksanaan dari keputusan Mentri BUMN tersebut di atas1. Hal tersebut diperkuat dengan dikeluarkannya UU PT No.40 Tahun 2007, secara garis besar di dalam UU PT tersebut tepatnya pada Pasal 74 berisi tentang keharusan atau kewajiban PT atau Perseroan Terbatas yang menjalankan usaha dan atau yang bersangkutan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Program CSR dicetuskan dengan harapan perusahaan mampu memberikan kontribusi terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar sebagai pihak yang dipengaruhi. Salah satu perusahaan yang sedang aktif melaksanakan program CSR nya adalah PT Pupuk Kalimantan Timur. Perusahaan BUMN ini melaksanakan program CSR nya melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan atau PKBL. PKBL terbagi menjadi menjadi dua lingkup pekerjaan yaitu Kemitraan dan Bina Lingkungan, dan program yang kemudian menjadi fokus dalam
1
Rizky Triandono, “CSR (Corporate Social Responsibility) Memahami Konsep dan Perkembangannya di Indonesia”.Jurnal Sosiologi Dialektika 4 (2009): 20-26.
penelitian kali ini adalah program pemberdayaan ekonomi. Program tersebut dipilih untuk dikaji dalam studi ini karena melihat banyaknya masyarakat yang mengajukan permohonan bantuan modal. Program Kemitraan diharapkan mampu melakukan pemberdayaan masyarakat melalui penguatan ekonomi masyarakat sehingga nantinya diharapkan terbentuk masyarakat yang sejahtera dengan kemandirian ekonomi yang ditumbuhkan melalui Program Kemitraan. Oleh karena itu, rumusan masalah yang ingin dijawab dalam studi ini diantaranya: 1. Sejauhmana masyarakat mengetahui adanya program pinjaman modal usaha dari PKBL PT Pupuk Kalimantan Timur? 2. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program pinjaman modal usaha yang dilakukan oleh PKBL PT Pupuk Kalimantan Timur? 3. Sejauhmana tingkat kemandirian masyarakat setelah mendapat program pinjaman modal dari PKBL PT Pupuk Kalimantan Timur? Studi ini bertujuan untuk Studi ini bertujuan untuk melihat sejauh mana pengetahuan masyarakat tentang program PKBL, mengetahui tingkat partisipasi masyarakat di berbagai tahap program mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Selain itu, studi ini juga bertujuan untuk mengetahui tingkat kemandirian masyarakat setelah mendapat program pinjaman modal usaha dari PKBL PT Pupuk Kalimantan Timur.
Kerangka Teori Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) adalah implementasi dari program Corporate Social Responsibility. Pelaksanaan CSR dalam bentuk PKBL diperuntukkan bagi perusahaan yang berstatus Badan Usaha Milik Negara atau BUMN. Pelaksanaan PKBL
memiliki tujuan utama yakni bagaimana perusahaan bisa memberikan manfaatnya bagi masyarakat dengan membuat program-program yang beresensi pemberdayaan. Oleh karena itu teori-teori mengenai pembangunan dan pemberdayaan digunakan dalam penelitian ini sebagai kerangka pemikiran untuk menganalisis kondisi masyarakat sekitar perusahaan yang telah menerima bantuan dari PKBL. Selain teori-teori tentang pembangunan diatas digunakan juga teori tentang diffusion of innovation sebagai landasan untuk mengetahui bagiamana sikap dan respon masyarakat terhadap masuknya program PKBL di tengah-tengah mereka. Diffusion of Innovation Membangun masyarakat dalam prosesnya berarti memasukkan hal-hal baru ke dalam masyarakat tersebut. Hal-hal baru itu bisa dalam bentuk ide, gagasan, barang-barang, alat-alat tertentu, dan sebagainya. Akan tetapi tidak akan ada gunanya apabila pihak (masyarakat) yang diberikan ide atau gagasan tidak menerima. Karena menyebarkan ide atau gagasan kepada masyarakat secara keseluruhan bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Kemungkinan gagasan baru tersebut mendapatkan berbagai respon dari masyarakat mulai dari yang menerima sampai yang menolak karena sesuatu yang baru biasanya berbeda atau bahkan bertolak belakang dengan apa yang sebelumnya ada pada sebuah kelompok masyarakat. Proses pertama yang dilalui dalam diffusion of innovation adalah proses pengenalan dimana seseorang itu pertama kali bersingungan dengan sebuah inovasi dengan mengetahui hal-hal yang terkait dengan inovasi tersebut. Ada tiga tipe pengetahuan masyarakat terhadap suatu inovasi yaitu2: 1. Kesadaran atau Pengetahuan akan Adanya Inovasi Pada tahap ini masyarakat hanya sekedar mengetahui bahwa di sekitar mereka telah ada hal baru yang belum ada sebelumnya.
2
Abdillah Hanafi, Memasyarakatkan Ide-Ide Baru (Surabaya:Usaha Nasional, 1981), 42.
2. Pengetahuan Teknis Pada tahap ini pengetahuan yang dimiliki masyarakat tidak hanya sekedar kesadaran bahwa ada sesuatu yang baru, akan tetapi juga mengerti bagaimana cara menjangkau, cara pemakaian atau penggunaan inovasi. 3. Pengetahuan Prinsip Pada tahap ini pengetahuan masyarakat sudah sampai pada tahap pemahaman akan prinsip-prinsip berfungsinya suatu inovasi, mereka memahami secara baik tentang tujuan, manfaat, dan konsekuensi dari inovasi. People Centre Development Konsep pembangunan yang berpusat pada rakyat atau people centre development adalah suatu pendekatan pembangunan yang memandang inisiatif kreatif dari rakyat sebagai sumber daya pembangunan yang utama dan memandang kesejahteraan material dan spiritual mereka sebagai tujuan yang ingin dicapai oleh proses pembangunan3. Program yang dianggap mampu mengaplikasikan konsep people centre Development diantaranya: 1. Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan dalam menjalankan kegiatannya tentu saja melibatkan beberapa pihak, oleh karena itu perusahaan didorong untuk tidak mengedepankan keuntungan ekonomi saja, akan tetapi juga memperhatikan tanggung jawabnya sebagai sebuah perusahaan yang berada ditengah-tengah
masyarakat.
tanggung
jawab
itu
kemudian
diwujudkan
dengan
dikerluarkannya konsep tentang Coroprate Social Responsibility. Hubungan antara perusahaan, lingkungan dan masyarakat terdapat dalam analogi yang dibuat oleh Elkington yang diinterpretasikan seperti berikut4: Sosial (People)
Lingkungan (Planet)
3 4
Ekonomi (Profit)
David C. Korten Dan Sjahrir, Pembangunan Berdimensi kerakyatan (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 1988), 247. Isa Wahyudi dan Busyra Azheri, Corporate Social Responsibility (Malang: In-Trans Publishing, 2008)
Analogi di atas menunjukkan adanya hubungan dimana perusahaan selain mengejar keuntungan juga harus memperhatikan kondisi lingkungan dan masyarakat sekitarnya. Hal tersebut karena dalam aktivitas produksi perusahaan tentu sedikit atau banyak akan meberikan pengaruh terhadap kedua pihak tersebut. Oleh karena itu CSR dirancang agar perusahaan tidak lalai terhadap kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat yang menerima dampak dari aktivitas perusahaan. 2. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) Dalam pelaksanaannya PKBL dibagi kedalam dua bidang pekerjaan yaitu Program Kemitraan atau PK dan Bina Lingkungan atau BL. Program Kemitraan (PK) bergerak dalam mengembangkan dan memperkuat usaha mikro dan kecil masyarakat, selain itu program ini juga lebih memprioritaskan kelompok masyarakat miskin yang aktif secara ekonomi (economically active poor)5. Bentuk Program Kemitraan juga bisa dilakukan dalam bentuk6 (a) Pemberian pinjaman untuk modal kerja dan/atau pembelian Aktiva Tetap Produktif; (b) Pinjaman khusus bagi UMK yang telah menjadi binaan yang bersifat pinjaman tambahan dalam rangka memenuhi pesanan dari rekanan usaha UMK Binaan; dan (c) Program pendampingan dalam rangka peningkatan kapasitas (capacity). Sementara itu, Bina Lingkungan (BL) sepenuhnya berupa bantuan langsung (charity)7. Program Bina lingkungan atau BL yang ada dimasyarakat biasanya diberikan perusahaan dalam bentuk bantuan dalam bidang kesehatan, pendidikan, lingkungan, pembuatan dan perbaikan fasilitas umum, kepemudaan dan olahraga, agama, dll.
5 6 7
Agus Riyanto, PKBL:Ragam Derma Sosial BUMN (Jakarta: Banana Publisher, 2011) http://www.pkblonline.com/, diakses tanggal 7 Maret 2013 Ibid, PKBL:Ragam Derma Sosial BUMN (Jakarta: Agus Riyanto, 2011).
Corporate Social Responsibility dan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan jika dilihat dari tujuannya merupakan dua hal yang hampir sama. Namun kedua hal tersebut memiliki perbedaan diantaranya8: Tabel I.2 Perbedaan antara PKBL dan CSR Perbedaan Dasar Hukum
Tujuan
Sumber Dana
Kegiatan
Lingkup Audit Laporan Keuangan Ruang Lingkup Kegiatan
8
Ibid., XV
PKBL Pasal 2 Ayat (I) huruf e dan Pasal 88 Undang-Undang No. 19/2003 jo Peraturan Mentri BUMN No. PER/05/MBU/2007 Program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN di sekitar wilayah usaha BUMN tersebut melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Berasal dari laba perusahaan maksimal 2%
CSR Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 Pasal 74, Jumlahnya belum ada Menciptakan hubungan serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai norma, dan budaya setempat secara berkelanjutan (penjelasan Pasal 74 ayat (I)) Biaya yang dikeluarkan untuk penyaluran CSR berasal dari biaya operasional perusahaan dan tergantung kemampuan perusahaan masingmasing.
Meliputi: 1. Pinjaman bergulir kepada masyarakat. 2. Bantuan kepada masyarakat. 3. Mengelola dana dan menyusun Bantuan kepada masyarakat laporan keuangan terpisah dari korporat. 4. Melaporkan kepada Mentri BUMN selaku pemegang saham. Diaudit oleh Auditor Interen dan Eksteren Disusun Oleh PKBL 1. Bantuan Pendidikan 2. Bantuan Peningkatan Kesehatan 3. Bantuan Bencana Alam 4. Bantuan Sarana dan Prasarana Umum 5. Bantuan Sarana Ibadah 6. Pelestarian Alam
-
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa program Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) merupakan program yang wajib dilaksanakan oleh perusahaan yang berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang perkebunan dan ekspolrasi sumber daya alam. Dalam pelaksanaannya, PKBL lebih merujuk kepada bagaimana perusahaan bisa membuat program yang tidak hanya bersifat spontan dan sementara saja, akan tetapi juga memberdayakan masyarakat secara berkelanjutan seperti misalnya dalam hal memberikan bantuan dana berupa pinjaman bergulir dan pendampingan dalam menjalankan usahanya9, selain itu ketentuan mengenai kegiatan PKBL juga lebih terperinci diatur daripada ketentuan kegiatan dalam program CSR. Meskipun kedua program ini tidak jauh berbeda, ada beberapa BUMN yang menjalankan keduanya sekaligus dan ada juga yang hanya memilih melaksanakan satu diantaranya. Program-program yang ada di dalam CSR dan PKBL adalah sebuah model pelayanan masyarakat oleh perusahaan dan kemudian yang menarik untuk dipertanyakan adalah “bagaimana mungkin terdapat layanan berbasis masyarakat jika tidak ada masyarakat dalam basisnya?10”.Berdasarkan pertanyaan tersebut dapat disimpulkan bahwa layanan-layanan publik yang berbasis masyarakat harus melibatkan partisipasi dari masyarakat itu sendiri dalam proses perencanaannya yang pada akhirnya mereka yang akan melaksanakan dan menerima program tersebut. Oleh karena itu, layanan berbasis masyarakat perlu didampingi oleh suatu program pengembangan masyarakat yang bertujuan membangun kembali strukturstruktur masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup mereka.
9
10
Dana bergulir adalah Dana yang dialokasikan oleh Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja Badan Layanan Umum untuk kegiatan perkuatan modal usaha bagi koperasi, usaha mikro, kecil, menengah, dan usaha lainnya yang berada dibawah pembinaan Kementerian Negara/Lembaga. (Permenkeu Nomor 218/PMK.5/2009). Jim Ife dan Frank Tesoriero, Community Development: Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalalisasi (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2008).
Kemandirian Kemandirian adalah kondisi dimana seseorang tidak tergantung kepada orang lain dan mampu menyelesaikan berbagai masalahnya sendiri11. Kemandirian masyarakat bisa diartikan sebagai kondisi dimana masyarakat mampu memenuhi kebutuhannya sendiri dengan kemampuan yang dimiliki, selain itu mereka juga mampu memecahkan masalah dan menemukan jalan keluar. Meskipun demikian, di sisi lain masyarakat juga memerlukan dorongan dari berbagai pihak seperti pemerintah atau pihak-pihak lain untuk membantu mereka dalam proses menuju masyarakat yang mandiri. Kemandirian tentu memiliki karakteristik, menurut Parker (2006), masyarakat yang mandiri memiliki karakteristik sebagai berikut12: a. Tanggung jawab Tanggung jawab berarti memiliki tugas untuk menyelesaikan sesuatu dan diminta pertanggungjawaban atas hasil kerjanya. b. Independensi Independensi adalah suatu kondisi dimana seseorang tidak tergantung kepada otoritas dan tidak membutuhkan arahan. Independensi juga mencakup ide adanya kemampuan mengurus diri sendiri dan menyelesaikan masalah diri sendiri. c. Otonomi dan kebebasan untuk menentukan keputusan sendiri Kemampuan menentukan arah sendiri (self-determination) berarti mampu mengendalikan atau mempengaruhi apa yang akan terjadi kepada dirinya sendiri. d. Keterampilan memecahkan masalah e. Dengan dukungan dan arahan yang memadai, individu akan terdorong untuk mencapai jalan keluar bagi persoalan-persoalan praktis relasional mereka sendiri.
Masyarakat bisa dikatakan sebagai makhluk yang mendiri apabila memiliki ciri-ciri seperti yang dikatakan oleh Parker diatas. Oleh karena itu masyarakat yang masuk kedalam kategori mandiri dalam hal ekonomi bisa dilihat dari bagiamana ia tidak tergantung kepada otoritas yang dalam penelitian ini adalah bantuan modal dana bergulir dari program PKBL
11 12
K. Parker Deborah, Menumbuhkan kemandirian dan Harga Diri Anak (Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2006), hal 235. K. Parker Deborah, dalam Ratih Puspita Dewi, Hubungan antara Kemandirian dengan Perilaku Konsumtif pada Mahasiswi di Ma’had Sunan Ampel Al-Ali Mabna Khodijah Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim (Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim)
PT Pupuk Kalimantan Timur. Kemudian kemandirian masyarakat juga bisa di analisis melalui keberlanjutan usaha mereka apabila bantuan tersebut di berhentikan oleh perusahaan.
Pembahasan Studi ini melibatkan 50 orang responden yang merupakan mitra binaan atau penerima pinjaman modal usaha dari PKBL PT Pupuk Kalimantan Timur yang tinggal di wilayah ring 1 perusahaan. 50 orang tersebut dipilih menggunakan teknik pengambilan sampel simple random sampling. Berikut akan dijabarkan satu – persatu jawaban dari pertanyaan dalam studi ini: a. Tingkat Pengetahuan Responden tentang Program Pinjaman Modal Usaha dari PKBL PT Pupuk Kalimantan Timur Everett M. Rogers mengungkapkan bahwa dalam proses diffusion of innovation masyarakat akan melewati beberapa tahap13. Tahap – tahap tersebut meliputi , 1) Tahap pertama, kesadaran atau pengetahuan akan adanya inovasi; 2) Tahap kedua, pengetahuan teknis; 3) Tahap ketiga, pengetahuan prinsip. Dalam proses tersebut, seseorang atau masyarakat dianggap berada pada tahap paling rendah apabila masih berada pada tahap pertama. Tahap pertama tersebut adalah seseorang atau masyarakat hanya sekedar mengetahui dan sadar tentang adanya inovasi disekitar mereka. Sedangkan tahap yang paling tinggi adalah dimana seseorang atau masyarakat berada di tahap ketiga dimana dirinya tidak hanya sekedar mengatahui adanya sesuatu yang sebelumnya tidak ada, akan tetapi sudah mengetahui lebih jauh tentang hal tersebut. Pada tahap ketiga, seseorang memahami dengan baik tentang tujuan, manfaat, dan konsekuensi dari inovasi yang ada disekitar mereka. Seluruh responden mengetahui atau sadar mengenai adanya inovasi, yang dalam penelitian ini berupa program PKBL yang diselenggarakan oleh PT Pupuk Kalimantan Timur. Namun pengetahuan responden masih berada pada tahap kedua dalam proses diffusion 13
Abdillah Hanafi, Memasyarakatkan Ide-Ide Baru (Surabaya:Usaha Nasional, 1981), 42.
of innovation menurut Everett M. Rogers, karena pengetahuan yang dimiliki oleh sebagian besar responden masih terbatas pada pengetahuan mengenai adanya program dan bagaimana cara mereka menjangkau program tersebut. Pengetahuan responden terhadap tujuan dan manfaat program pinjaman modal usaha masih kurang baik. b. Partisipasi Responden dalam Perencanaan, Pelaksanaan Program PKBL, dan Evaluasi Program Pinjaman Modal Usaha yang Dilakukan PKBL PT Pupuk Kalimantan Timur Pendekatan dalam pembangunan mencakup 2 tipe yaitu tipe top-down dan bottom-up. Tipe pendekatan top-down memposisikan pemegang kekuasaan sebagai pusat dari pembangunan masyarakat. Dalam pendekatan ini peran pemegang kekuasaan menjadi sangat kuat mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, sampai pada evaluasi sebuah kebijakan atau program. Oleh karena peran pemegang kekuasaan menjadi pusat dari berbagai kebijakan, peran masyarakat menjadi sangat minim dan berpengaruh sangat kecil terhadap keputusan – keputusan yang diambil. Sebaliknya tipe pendekatan bottom-up menghendaki adanya peran aktif dari masyarakat dalam setiap tahap – tahap perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan. Karena ciri – ciri utama dari tipe pendekatan top-down adalah partisipatoris, yaitu melibatkan masyarakat mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Partisipasi responden terlihat paling tinggi ada pada tahap pelaksanaan program, dimana jumlah penerima pinjaman modal usaha dari PKBL PT Pupuk Kalimantan Timur tergolong besar. Namun pada tahap perencanaan dan evaluasi program, masyarakat belum berpartisipasi secara aktif didalamnya. Misalnya pada tahap perencanaan program, perusahaan belum melibatkan peran masyarakat dan hanya merancang program secara internal saja. Begitu juga pada tahap evaluasi, belum terlihat adanya partisipasi aktif dari masyarakat secara keseluruhan dalam mengevaluasi program yang telah dilaksanakan oleh PKBL PT Pupuk Kalimantan Timur. Namun berdasarkan keterangan yang diperoleh dari
pihak PKBL PT Pupuk Kalimantan Timur, evaluasi program sebenarnya ada dan dilakukan hampir setiap tahun akan tetapi tidak semua penerima bantuan menghadiri evaluasi tersebut karena mengingat jumlah penerima bantuan yang begitu besar dan tersebar di berbagai daerah di Kalimantan. c. Gambaran Kemandirian Masyarakat terhadap Bantuan Pinjaman Modal Usaha dari PKBL PT Pupuk Kalimantan Timur Sumodiningrat (1996) mengatakan bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses perubahan dari ketergantungan menuju pada kemandirian14. Kemandirian yang dimaksud adalah bisa menyelesaikan permasalahan tanpa bergantung kepada pihak lain untuk bisa keluar dari masalah tersebut. Secara umum mitra binaan PKBL PT Pupuk Kalimantan Timur belum mandiri dalam hal memperoleh modal. Karena dalam beberapa indikator pertanyaan didominasi jawaban – jawaban yang justru mengarah kepada ketergantungan responden terhadap program pinjaman modal usaha dari PKBL. Berawal dari adanya pengaruh yang baik terhadap kelangsungan usaha responden dimana kondisi usaha menjadi semakin baik setelah mendapatkan dorongan modal dari PKBL. Karena merasa ada perbaikan kondisi ke arah yang lebih baik, maka timbul keinginan untuk mengajukan pinjaman berikutnya. Mudahnya prosedur yang ditetapkan juga menjadi salah satu faktor yang membuat responden lebih memilih mengajukan pinjaman modal usaha ke PKBL PT Pupuk Kalimantan Timur dari pada lembaga formal lainnya untuk memperoleh modal. Bunga yang dianggap sangat ringan dan jumlah pinjaman yang besar juga menjadi pertimbangan responden. Di samping itu responden juga bisa mendapatkan jumlah yang lebih besar dari jumlah yang diterima sebelumnya untuk setiap pengajuan pinjaman berikutnya. Hal – hal tersebut yang
14
Gunawan Sumodiningrat, Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Penanggulangan Kemiskinan (Jakarta:Bina Rena Pariwara, 1996).
Masyarakat:Kumpulan
Esei
tentang
kemudian menimbulkan rasa ketergantungan responden terhadap Program Kemitraan PT Pupuk Kalimantan Timur. Parker (2006) mengemukakan karakteristik kemandirian masyarakat diantaranya 15: a. Tanggung jawab Tanggung jawab berarti memiliki tugas untuk menyelesaikan sesuatu dan diminta pertanggungjawaban atas hasil kerjanya. Dalam hal ini mitra binaan diharapkan mampu mengalokasikan modal yang diterima dengan sebaik – baiknya, tidak untuk konsumsi pribadi atau keluarga tetapi benar – benar diguanakan untuk keperluan usaha. b. Independensi Independensi adalah suatu kondisi dimana seseorang tidak tergantung kepada otoritas dan tidak membutuhkan arahan. Independensi juga mencakup ide adanya kemampuan mengurus diri sendiri dan menyelesaikan masalah diri sendiri. Mitra binaan yang sudah mendapatkan modal diharapkan kedepannya bisa menyelesaikan masalah permodalan dengan sendirinya dan tidak secara terus – menerus mengandalkan pinjaman dari PKBL PT Pupuk Kalimantan Timur sebagai sumber modal. c. Otonomi dan kebebasan untuk menentukan keputusan sendiri Kemampuan menentukan arah sendiri (self-determination) berarti
mampu
mengendalikan atau mempengaruhi apa yang akan terjadi kepada dirinya sendiri. Yang diiharapkan muncul dalam diri mitra binaan adalah kemampuan dalam menentukan kemana arah usaha dan sumber modal berikutnya apabila tidak lagi mendapatkan pinjaman dari PKBL.
15
K. Parker Deborah, dalam Ratih Puspita Dewi, et al., Hubungan antara Kemandirian dengan Perilaku Konsumtif pada Mahasiswi di Ma’had Sunan Ampel Al-Ali Mabna Khodijah Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim (Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim)
d. Keterampilan memecahkan masalah Keterampilan memecahkan masalah ini juga diperlukan mitra binaan yang sudah diberikan pelatihan maupun pendampingan. Untuk beberapa bidang usaha, responden dalam penelitian ini mengaku juga diberikan pelatihan seperti cara mengembangkan usaha, mengelola modal, diversifikasi usaha, dan lain – lain. Dengan diberi pembekalan – pembekalan pelatihan diharapkan mitra binaan memiliki keterampilan untuk mencari jalan keluar apabila berada dalam masalah. e. Dengan dukungan dan arahan yang memadai, individu akan terdorong untuk mencapai jalan keluar bagi persoalan-persoalan praktis relasional mereka sendiri. Berdasarkan karakteristik masyarakat mandiri yang diungkapkan oleh Parker di atas, bisa ditarik kesimpulan bahwa mitra binaan dikatakan mandiri apabila memiliki ciri – ciri diantaranya bisa bertanggung jawab atas pengalokasian modal, tidak tergantung kepada pihak lain dengan kata lain mitra binaan tidak secara terus menerus menggantungkan sumber modalnya kepada PKBL PT Pupuk Kalimantan Timur, berani menentukan arah usaha yang dikelola kedepannnya, dan mampu memecahkan masalah yang berkaitan dengan usahanya dengan baik. Oleh karena itu bisa ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar mitra binaan yang menjadi responden dalam penelitian ini masih belum mandiri karena sebagian besar responden bergantung kepada pinjaman modal usaha dari PKBL PT Pupuk Kalimantan Timur.
Kesimpulan 1. Pengetahuan mitra binaan terhadap pinjaman modal usaha masih sekedar pengetahuan mengenai adanya bantuan dan bagaimana cara menjangkau bantuan saja. Responden secara prinsip masih belum mengetahui peraturan yang sudah ditetapkan pemerintah tentang kewajiban perusahaan untuk melaksanakan PKBL. 2. Partisipasi masyarakat dalam berbagai tahap program bervariasi. Pada tahap perencanaan dan evaluasi program, masyarakat belum menunjukkan partisipasi aktifnya. Akan tetapi pada tahap pelaksanaan program, partisipasi masyarakat sangat tinggi dalam mengakses bantuan pinjaman modal usaha dari PKBL PT Pupuk Kalimantan Timur. 3. Program pinjaman modal usaha PKBL PT Pupuk Kalimantan Timur memang memberikan pengaruh positif terhadap hampir seluruh mitra binaan. Mitra binaan merasakan adanya perubahan kondisi usaha ke arah yang lebih baik dari sebelumnya. Namun adanya perubahan kondisi usaha tersebut membuat mitra binaan menjadikan dana yang diperoleh dari PKBL PT Pupuk Kalimantan Timur sebagai sumber modal. Dengan kata lain program pinjaman modal usaha PKBL PT Pupuk Kalimantan Timur selalu diharapkan untuk bisa menyelesaikan permasalahan modal usaha mitra binaan. Oleh karena itu secara umum gambaran mengenai kemandirian secara ekonomi belum tampak dari mitra binaan. 4. Adanya ketergantungan mitra binaan terhadap pinjaman modal usaha PKBL PT Pupuk Kalimantan Timur dikarenakan mudahnya prosedur yang diterapkan, bunga pinjaman yang harus ditanggung oleh mitra binaan sangat ringan apabila dibandingkan dengan lembaga pinjaman formal lainnya, dan jumlah pinjaman yang bisa diterima juga tergolong besar. Selain itu ada pendekatan yang dilakukan oleh staf
dari PKBL untuk menjaga komunikasi dengan mitra binaan, membuat mitra binaan merasa diperhatikan dengan baik.
Daftar Pustaka BUKU: Abdillah, Hanafi.”Memasyarakatkan Ide-Ide Baru”.Surabaya: Usaha Nasional, 1981. Bertens, K.”Pengantar Etika Bisnis”, Yogyakarta: Kanisius, 2000. Bungin,
Burhan.”Metodologi
Penelitian
Sosial:Format-Format
kuantitatif
dan
Kualitatif”.Airlangga University Press: Surabaya, 2001. Ife, Jim., dan Tesoriero, Frank..”Community Development: Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalalisasi”.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008. K. Parker, Deborah.”Menumbuhkan kemandirian dan Harga Diri Anak”.Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2006. Korten, David C., dan Sjahrir.”Pembangunan Berdimensi Kerakyatan”. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1988. Mashud, Mustain.”Sosiologi Pembangunan”.Jakarta: Universitas Terbuka, 2010. Riyanto, Agus.”PKBL: Ragam Derma Sosial BUMN”.Jakarta: Banana Publisher, 2001. Suharto, Edi.”Analisis Kebijakan Publik: Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial”.Bandung:Alfabeta, 2008. Suharto, Edi.”Pekerjaan Sosial di Dunia Industri: Memperkuat Tanggungjawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility)”.Bandung: Refika Aditama, 2007. Singarimbun, Masri.”Metode Penelitian Survai”.Jakarta: LP3ES, 2011. Sumodiningrat,Gunawan.”Pembangunan
Daerah
dan
Pemberdayaan
Masyarakat:
Kumpulan Esei tentang Penanggulangan Kemiskinan”.Jakarta: Bina Rena Pariwara, 1996. Wahyudi, Isa., dan Busyra Azheri.”Corporate Social Responsibility”.Malang: In-Trans Publishing, 2008. Wibisono, Yusuf.”Membedah Konsep dan Aplikasi CSR”.Gresik : Fascho Publishing, 2007. INTERNET: http://en.wikipedia.org/wiki/Global_Reporting_Initiative. (Diakses tangal 21 Maret 2013) http://kesos.unpad.ac.id/?p=673. (Diakses tanggal 7 Maret 2013)
http://www.rahmatullah.net/2010/05/masalah-pengelolaan-program-corporate.html. (Diakses tanggal 9 Maret 2013) http://staff.undip.ac.id/sastra/mudjahirin/2009/03/04/community-development/.
(Diakses
tanggal 24 Maret 2013) http://surabaya.detik.com/read/2012/05/07/181256/1911471/1066/holcim-siapkan-rp-4miliar-untuk-csr-di-tuban. (Diakses tanggal 23 Maret 2013)
www.bumn.go.id/wp-content/fbumn/1212556090.PDF. (Diakses tanggal 22 Maret 2013) www.pkblonline.com. (Diakses tanggal 7 Maret 2013) www.pupukkaltim.com. (Diakses tanggal 20 Maret 2013)
JURNAL: Suharto, Edi.2009.”Corporate Social Responsibility (CSR) Perspektif Ilmu Sosial”.Jurnal Sosiologi Dialektika.4.1-13 Tanimoto, K. & Suzuki, K., 2005.”Corporate Social Responsibility in Japan: Analyzing The Participating Companies in Global Reporting Initiative”. Triandono, R, 2009.”CSR (Corporate Social Responsibility) Memahami Konsep dan Perkembangannya di Indonesia”.Jurnal Sosiologi Dialektika.4.20-26
SKRIPSI: Arifin, M.”Perencanaan Pembangunan Partisipatif:Studi Tentang Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun 2006-2010”, 2007. Azis Prasetyo, Ratna.”MASYARAKAT KORBAN BENCANA (Studi Deskriptif Tentang Dampak, Kerentanan, dan Strategi Kelangsungan Hidup Masyarakat Korban Bencana Banjir Di Sepanjang Das Bengawan Solo Kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro)”, 2010. Dimaz Hendra Widigya.”Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) PT Pertamina Unit Pemasaran V Surabaya dalam Upaya Pengentasan Kemiskinan”, 2011. Ratih Puspita Dewi.”Hubungan antara Kemandirian dengan Perilaku Konsumtif pada Mahasiswi di Ma’had Sunan Ampel Al-Ali Mabna Khodijah Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang”, 2011.
Riza Yuanita.”Analisis hubungan interdependensi pasar saham Indonesia dengan beberapa pasar saham dunia periode 2002-2007”, 2007.