Departemen Kajian dan Aksi StrategisDAFTAR BEM FE UI 2014
ISI 1
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
2
BAB I: PENDAHULUAN ..................................................................................................
3
A. LATAR BELAKANG ............................................................................................
3
B. TUJUAN .................................................................................................................
4
C. RUMUSAN.............................................................................................................
5
BAB II: ISI ..........................................................................................................................
6
A. STRATEGIC TRADE POLICIES TERKAIT ASEAN ECONOMIC COMMUNITY .......................................................................................................
6
B. IMPLEMENTASI STP TERKAIT AEC DI INDUSTRI DIRGANTARA DAN INDUSTRI PERIKANAN ............................................................................ 17 C. IMPLEMENTASI STP TERKAIT AEC DI INDUSTRI PERBANKAN ............. 39
BAB III: KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 57 A. KESIMPULAN ....................................................................................................... 57 B. SARAN ................................................................................................................... 59
DAFTAR TABEL ............................................................................................................... 62
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................... 63
DAFTAR GRAFIK ............................................................................................................. 64
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 65
Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
2
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia tidak lama lagi akan memasuki babak baru perekonomian global seiring dimulainya ASEAN Economic Community (AEC) yang akan mulai diberlakukan pada 31 Desember 2015. Sebelumnya, disepakati bahwa AEC akan dilaksanakan pada tahun 2020, namun pada bulan Januari 2007, disepakati bahwa AEC akan dilaksanakan lebih cepat, yaitu pada tahun 2015. Dengan diberlakukannya AEC, pasar ASEAN akan menjadi sebuah pasar tunggal serta berbasis produksi tunggal. Antara negara – negara ASEAN akan mengalami kelajuan arus barang, jasa, investasi, modal, dan tenaga kerja yang lebih bebas. Dalam kondisi kerjasama multilateral tersebut, Indonesia berpotensi menjadi pasar bagi negara ASEAN lainnya mengingat Indonesia memiliki jumlah penduduk 40% dari total populasi seluruh negara ASEAN. Daya saing Indonesia saat ini hanya pada posisi menengah di antara negara ASEAN lainnya terutama jika dibandingkan dengan Singapura, Malaysia, Brunai Darussalam dan Thailand. Ditambah lagi biaya logistik di Indonesia mencapai porsi 16% dari seluruh biaya produksi, dari angka idealnya sebesar 8-9%.
Tingkat kesiapan Indonesia menghadapi AEC memang masih mengkhawatirkan. Proses suksesi kepemimpinan yang terjadi menjelang AEC membuat Indonesia abai terhadap persiapannya. Alih – alih mempersiapkan segala hal menyambut AEC, pemerintah dan para politisi di Indonesia malah sibuk menyambut gelaran politik 5 tahun sekali. Tahun politik 2014 sedikit banyak telah menggerus fokus dan energi tidak hanya pemerintah tetapi juga kebanyakan pelaku perekonomian.
AEC sendiri sebenarnya ibarat dua sisi mata uang. Indonesia berpeluang dapat lebih ikut serta mengirimkan barang dan jasa lokal serta tenaga kerja terdidik ke negara – negara ASEAN tanpa harus melewati barrier yang menyulitkan. Keadaan demikian akan sangat menguntungkan karena dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat sesuai dengan tujuan diberlakukannya AEC. Tetapi sesuatu yang menjadi peluang tersebut dapat menjadi ancaman bagi Indonesia karena barang, jasa, dan tenaga kerja terdidik dari luar negeri juga akan membanjiri Indonesia tanpa harus melewati barrier yang berarti. Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
3
Namun berdasarkan penelitian McKinsey Global Institute (2012), dalam laporannya yang berjudul ―The Archipelago Economy: Unleashing Indonesia’s Potential‖, disebutkan bahwa saat ini Indonesia berada pada urutan ke-16 ekonomi terbesar di dunia dan pada 2030 Indonesia dapat meraih peringkat 7 terbesar di dunia. Perbaikan peringkat tersebut tentu tidak diperoleh tanpa usaha sama sekali. Diperlukan adanya mekanisme sistem yang mumpuni yang dibangun oleh pemerintah agar dapat memanfaatkan AEC untuk sebesar – besarnya kesejahteraan masyarakat. Perdagangan bebas dalam kerangka AEC sangat bermanfaat bagi suatu negara yang terlibat karena terjadi proses integrasi jalur ekonomi di negara-negara kawasan ASEAN.
Namun, sejauh mana Indonesia bisa mengambil manfaat atau benefit dari liberalisasi perdagangan tersebut. Sejauh mana peta kesiapan industri dalam negeri dalam menghadapi pasar bebas ASEAN ini?
Berkaca dari urgensi tersebut, maka diperlukan tindakan yang berarti agar AEC dapat menjadi peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan taraf hidup masyarakatnya. Indonesia harus dapat melihat dan menyongsong AEC dengan segala peluang dan tantangan serta segara mengambil tindakan nyata yang berdampak positif bagi Indonesia. Hingga kemudian muncul istilah Strategic Trade Policies yang merupakan kebijakan – kebijakan strategis yang dapat dilakukan pemerintah untuk memperkuat industri lokal agar mampu bersaing dengan industri luar negeri di perekonomian global, dalam tulisan ini berarti AEC.
Maka akan menjadi sebuah kajian yang menarik untuk melihat berbagai peluang yang dapat dimaksimalkan pemerintah Indonesia untuk memperkuat daya saing sehingga mampu menjadi pemain utama, bukan sekedar partisipan di dalam AEC. Siapa yang tidak siap, dia akan kalah.
B. TUJUAN Tujuan dibuatnya kajian komprehensif ini secara umum adalah sebagai bentuk perwujudan Tri-Dharma Perguruan Tinggi. Secara khusus, tujuan kajian komprehensif ini adalah: Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
4
1. Mengetahui sektor – sektor industri dalam negeri yang potensial untuk diimplementasikan strategic trade policies dalam rangka memasuki era ASEAN Economic Community (AEC). 2. Memberikan gambaran terkait peluang dan tantangan berbagai sektor industri dalam negeri dalam upaya menerapkan strategic trade policies untuk meningkatkan daya saing di AEC. 3. Memberikan rekomendasi kebijakan yang dapat diambil untuk mewujudkan strategic trade policies di industri potensial dalam negeri untuk meningkatkan daya saing di AEC.
C. RUMUSAN Rumusan yang dibahas dalam kajian komprehensif ini adalah: 1. Mengapa strategic trade policies menjadi penting untuk diterapkan di industri dalam menghadapi AEC? 2. Industri apa saja yang dirasa potensial dimana strategic trade policies dapat diimplementasikan? 3. Kebijakan apa yang dapat diambil untuk meningkatkan daya saing industri lokal di tengah liberalisasi ekonomi dalam AEC?
Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
5
BAB II ISI A. STRATEGIC TRADE POLICIES TERKAIT ASEAN ECONOMIC COMMUNITY Rumah bagi 600 juta lebih penduduk dan berlokasi dekat dengan dua negara yang pertumbuhan ekonominya tergolong tinggi (China dan India) membuat ASEAN dihadapkan pada tantangan untuk menciptakan lingkungan perekonomian yang mampu menyerap dan memaksimalkan produksi untuk meningkatkan pertumbuhan domestik. Munculnya ASEAN Economic Community (AEC) diharapkan mampu meningkatkan perdagangan intraregional ASEAN mengingat selama ini tujuan ekspor negara – negara ASEAN didominasi ke kawasan Asia Timur, antara lain China, Korea Selatan, dan Jepang. Ekspor dari kawasan ini juga ke negara-negara ekonomi utama dunia, yakni Amerika Serikat, India, dan beberapa negara di Eropa.
AEC 2015 akan diarahkan kepada pembentukan sebuah integrasi ekonomi kawasan dengan mengurangi biaya transaksi perdagangan, memperbaiki fasilitas perdagangan dan bisnis, serta meningkatkan daya saing sektor UMKM. Pemberlakuan AEC 2015 bertujuan untuk menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang stabil, makmur, berdaya saing tinggi, dan secara ekonomi terintegrasi dengan regulasi efektif untuk perdagangan dan investasi, yang di dalamnya terdapat arus bebas lalu lintas barang, jasa, investasi, dan modal serta difasilitasinya kebebasan pergerakan pelaku usaha dan tenaga kerja.
1. Sejarah ASEAN Economic Community ASEAN Economic Community bukanlah sesuatu yang benar – benar baru diusulkan atau diagendakan negara – negara ASEAN. Cikal bakal pembentukan AEC dimulai dengan kesepakatan Common Effective Preferential Tariff – ASEAN Free Trade Area (CEPT-AFTA) pada tahun 1992, dengan target implementasi semula tahun 2008. Namun kemudian target implementasi dipercepat menjadi 2003 dan 2002 untuk ASEAN6 yakni Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, Filipina, dan Brunei Darussalam. Pada tahun 1997, para pemimpin negara – negara ASEAN dalam ASEAN Summit di Kuala Lumpur menyepakati ASEAN Vision 2020 yakni mewujudkan kawasan yang Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
6
stabil, makmur, dan berdaya saing tinggi dengan pembangunan ekonomi yang merata yang ditandai dengan penurunan tingkat kemiskinan dan perbedaan sosial.
Pada tanggal 7 Oktober 2003 diadakan sebuah pertemuan ASEAN yang kemudian melahirkan Declaration of ASEAN Concord II. Dokumen yang juga dikenal dengan nama Bali Concord II itu berisi rencana pembentukan ASEAN Community pada tahun 2015. Pertemuan tersebut menghasilkan komitmen dari seluruh anggota ASEAN untuk mewujudkan ASEAN Community tahun 2015 yang terbangun atas tiga pilar utama, yaitu: a.
ASEAN Political-Security Community. Konsep yang diajukan oleh Indonesia ini bertujuan untuk meningkatkan kerjasama politik dan keamanan antarnegara anggota.
b.
ASEAN Economic Community. Pengusul utama dari ASEAN Economic Community adalah Singapura dan Thailand.
c.
ASEAN Social and Cultural Community.
Dari ketiga pilar itu, ASEAN Economic Community (AEC) merupakan pilar yang paling mengundang perhatian dan menjadi bahasan banyak pihak. Hal itu dikarenakan AEC akan membawa dampak besar tidak hanya dari sisi ekonomi, tetapi juga dalam segala aspek kehidupan yang lain.
Kemudian pada KTT ke-12 ASEAN di Cebu, Filipina, pada Januari 2007, para pimpinan negara-negara ASEAN sepakat mempercepat pencapaian AEC dari tahun 2020 menjadi tahun 2015 dengan ditandatanganinya ―Cebu Declaration on the Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by 2015‖. Percepatan AEC menjadi tahun 2015 bertujuan untuk memperkuat daya saing ASEAN dalam menghadapi kompetisi global seperti dengan India dan China.
Pada tahun yang sama, ASEAN Charter and ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint ditandatangani. ASEAN Charter merupakan ―payung hukum‖ sebagai basis komitmen dalam meningkatkan dan mendorong kerjasama negara-negara ASEAN. Piagam ini juga memuat prinsip – prinsip yang harus dipatuhi oleh seluruh negara ASEAN dalam mencapai tujuan integrasi kawasan. Sementara AEC Blueprint Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
7
merupakan pedoman bagi negara – negara ASEAN untuk mencapai AEC tahun 2015. Masing – masing negara berkewajiban untuk melaksanakan komitmen dalam blueprint tersebut. Pengesahan AEC sendiri dicantumkan pada pasal 1 ayat 5 ASEAN Charter dan diperkuat dengan pembentukan Dewan Area Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Council) yang tercantum dalam lampiran I ASEAN Charter.
2. Tujuan Dibentuknya ASEAN Economic Community AEC bertujuan untuk menjaga stabilitas politik dan keamanan regional ASEAN, meningkatkan daya saing kawasan secara keseluruhan di pasar dunia dan mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan serta meningkatkan standar hidup penduduk negara – negara anggota ASEAN. Tujuan AEC yang dicanangkan sebagai suatu model integrasi ekonomi di kawasan ASEAN, tercermin dalam empat pilar, yaitu: a. Pasar tunggal dan basis produksi regional, b. Kawasan berdaya saing tinggi, c. Kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata, dan d. Integrasi dengan perekonomian dunia. Lebih lanjut lagi, tiap – tiap pilar AEC juga memiliki poin – poin khusus seperti yang ada pada gambar di bawah.
Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
8
Gambar 1. 4 Pilar ASEAN Economic Community (AEC) (sumber: AEC Blueprint, 2007)
AEC dibentuk karena dilandasi keyakinan akan memberikan manfaat secara konseptual yakni meningkatkan pertumbuhan ekonomi ASEAN, termasuk Indonesia di dalamnya. Dengan demikian, maka pada tahun 2015 ASEAN akan menjadi kawasan pasar terbesar ke-3 di dunia mengingat jumlah penduduknya yang merupakan terbesar ketiga di dunia setelah China dan India.
Kehadiran liberalisasi perdagangan barang ASEAN akan menjamin kelancaran arus barang untuk pasokan bahan baku dan juga bahan jadi di kawasan ASEAN karena hambatan tarif dan nontarif sudah tidak ada lagi. Kondisi pasar yang sudah bebas dengan sendirinya akan mendorong produsen dan pelaku usaha lainnya untuk memproduksi dan mendistribusikan barang yang berkualitas secara efisien dan sangat mungkin terspesialisasi tergantung dari negara produsen sehingga mampu bersaing dengan produk- produk dari negara lain. Dari sisi konsumen, akan memiliki alternatif pilihan yang beragam dan bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan.
3. Peluang dan Tantangan Indonesia dalam menghadapi AEC Sebagaimana AEC hadir bagaikan dua sisi mata uang, ada peluang dan tantangan yang akan dihadapi Indonesia dalam mewujudkan AEC pada tahun 2015. Seluruh negara Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
9
ASEAN harus melakukan liberalisasi perdagangan barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil secara bebas dan arus modal yang lebih bebas, sebagaimana yang digariskan dalam AEC Blueprint. Liberalisasi mengandung konsekuensi bahwa tingkat persaingan akan semakin ketat dalam memperebutkan peluang pasar AEC. Bila produsen kita tidak mampu bersaing di tataran ASEAN, maka AEC akan menjadi musibah (loss of opportunities). Jika tidak mampu bersaing, Indonesia, sebagai negara terbesar di ASEAN dengan jumlah penduduk ± 250 juta, berpotensi dibanjiri produk – produk negara lain di ASEAN atau bahkan dari luar ASEAN. Sebaliknya, bila produsen kita mampu bersaing dalam pasar AEC yang terdiri dari 600 juta lebih penduduk dengan luas wilayah yang mencapai 4,15 juta kilometer persegi, maka AEC akan membawa berkah dan manfaat (land of opportunities) yang nyata bagi perekonomian nasional. Ada perbedaan mendasar jika membandingkan antara ASEAN – China Free Trade Agreement (ACFTA) dengan ASEAN Economic Community (AEC) yang terkait dengan populasi. Dalam ACFTA, Indonesia berpotensi untuk dapat memanfaatkan terbukanya akses pasar ke China yang memiliki 1,4 miliar jumlah penduduk. Sedangkan dalam AEC, posisi Indonesia adalah sebagai negara dengan jumlah populasi terbesar seASEAN (40% dari total penduduk ASEAN) sehingga Indonesia malah berpotensi menjadi pasar besar bagi negara ASEAN lainnya. Tingginya tingkat konsumsi masyarakat Indonesia juga membuat Indonesia menjadi sasaran bagi produsen asing untuk memasarkan produknya. Hal tersebut menjadi berbahaya karena dikhawatirkan dapat mematikan industri dalam negeri.
Peluang Pembentukan AEC akan memberikan peluang bagi negara-negara anggota ASEAN untuk memperluas cakupan skala ekonomi, mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi, meningkatkan daya tarik sebagai tujuan bagi investor dan wisatawan, mengurangi biaya transaksi perdagangan, serta memperbaiki fasilitas perdagangan dan bisnis. Di samping itu, pembentukan AEC juga akan memberikan kemudahan dan peningkatan
akses
pasar
intra-ASEAN
serta
meningkatkan
transparansi
dan
mempercepat penyesuaian peraturan-peraturan dan standardisasi domestik.
Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
10
Sebagai salah satu raksasa ASEAN, Indonesia memiliki banyak keunggulan yang dapat difungsikan sebagai modal berharga dalam menghadapi ASEAN Economic Community.
No.
Negara
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Brunei Darussalam Filipina Indonesia Kamboja Laos Malaysia Myanmar Singapura Thailand Vietnam Total
2010 399 93.261 239.871 14.138 6.201 28.401 47.963 5.086 69.122 87.848 592.290
Populasi (ribuan) 2015 2020 2025 437 470 501 101.938 110.402 118.937 254.156 265.558 275.575 15.087 15.978 16.799 6.666 7.088 7.479 30.916 33.271 35.549 50.305 52.115 53.669 5.498 5.757 6.008 72.306 73.836 74.866 93.823 97.904 101.036 631.132 662.379 690.419
2030 530 127.428 284.128 17.509 7.815 37.783 54.934 6.276 75.724 103.490 715.617
Luas Wilayah (km2) 5.765 300.000 1.904.000 181.035 236.800 329.847 676.578 697 181.035 331.210 4.146.967
Tabel 1. Perbandingan Populasi, Proyeksi Populasi, dan Luas Wilayah Negara Anggota ASEAN (sumber: United Nations Population Division)
Pertama, Indonesia merupakan negara yang memiliki luas wilayah terbesar dengan jumlah penduduk terbanyak di ASEAN. Dari perspektif ekonomi fakta ini tentu menggambarkan bahwa Indonesia memiliki ketersediaan sumber daya manusia sangat mencukupi untuk bersaing di kompetisi ekonomi regional. Dengan jumlah penduduk yang mencapai 40% dari total penduduk ASEAN, Indonesia berpotensi memberikan pengaruh besar bagi terwujudnya ASEAN Economic Community. Hal ini dapat menjadikan Indonesia sebagai negara ekonomi yang produktif dan dinamis yang dapat memimpin pasar ASEAN di masa depan dengan kesempatan penguasaan pasar dan investasi. Pebisnis Indonesia yang awalnya memiliki pangsa pasar 200 juta jiwa bertambah tiga kali lipat menjadi 600 juta jiwa.
Kedua, Indonesia merupakan negara tujuan investor ASEAN. Proporsi investasi negara ASEAN di Indonesia mencapai 43% atau hampir tiga kali lebih tinggi dari ratarata proporsi investasi negara-negara ASEAN di ASEAN yang hanya sebesar 15%.
Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
11
Ketiga, Indonesia berpeluang menjadi negara pengekspor, dimana nilai ekspor Indonesia ke intra-ASEAN hanya 18-19% sedangkan ke luar ASEAN berkisar 80-82% dari total ekspornya. Hal ini berarti peluang untuk meningkatkan ekspor ke intra-ASEAN masih harus ditingkatkan agar laju peningkatan ekspor ke intra-ASEAN berimbang dengan laju peningkatan impor dari intra-ASEAN. Peluang tersebut diperkuat dengan fakta bahwa Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang cenderung lengkap ketimbang negara-negara ASEAN lain. Sejumlah komoditas utama di sektor pertanian dan pertambangan yang dikonsumsi negara-negara ASEAN berasal dari Indonesia.
No.
Negara
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Brunei Darussalam Filipina Indonesia Kamboja Laos Malaysia Singapura Thailand Vietnam
Pertumbuhan Ekonomi 2010 2011 2012 2013 2,6% 3,4% 0,9% -1,8% 7,6% 3,6% 6,8% 7,2% 6,2% 6,5% 6,3% 5,8% 6,0% 7,1% 7,3% 7,5% 8,5% 8,0% 8,2% 8,1% 7,4% 5,1% 5,6% 4,7% 15,2% 6,1% 2,5% 3,9% 7,8% 0,1% 7,7% 1,8% 6,4% 6,2% 5,2% 5,4%
Tabel 2. Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Negara Anggota ASEAN Tahun 2010 – 2013 (sumber: World Bank)
Keempat, pertumbuhan ekonomi Indonesia positif dalam beberapa tahun terakhir sebagai buah keberhasilan mengelola ekonomi makro. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan trend positif selalu berada di atas enam persen meskipun pada tahun 2013 menurun menjadi 5,8 persen. Pada tahun 2012, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6,3 persen. Tingkat konsumsi, investasi, dan ekspor akan mendorong pertumbuhan ekonomi secara serentak.
Kelima, keanggotaan Indonesia di berbagai forum kerjasama ekonomi global, terutama G20. G20 adalah forum resmi kerja sama ekonomi global pengganti Kelompok 8 (G8). Forum ini dibentuk untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dunia dengan memperkokoh fondasi keuangan internasional. G20 merupakan reperesentasi produk Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
12
domestik bruto dua per tiga penduduk dunia. Indonesia merupakan satu-satunya negara ASEAN yang tergabung di dalam G20.
Keenam, liberalisasi perdagangan barang ASEAN akan menjamin kelancaran arus barang untuk pasokan bahan baku maupun bahan jadi di kawasan ASEAN karena hambatan tarif dan non-tarif sudah tidak ada lagi. Kondisi pasar yang sudah bebas di kawasan dengan sendirinya akan mendorong pihak produsen dan pelaku usaha lainnya untuk memproduksi dan mendistribusikan barang yang berkualitas secara efisien sehingga mampu bersaing dengan produk-produk dari negara lain. Di sisi lain, para konsumen juga mempunyai alternatif pilihan yang beragam yang dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, dari yang paling murah sampai yang paling mahal. Indonesia sebagai salah satu negara besar yang juga memiliki tingkat integrasi tinggi di sektor elektronik dan keunggulan komparatif pada sektor berbasis sumber daya alam, berpeluang besar untuk mengembangkan industri di sektor-sektor tersebut di dalam negeri.
Tantangan Untuk dapat menangkap keuntungan dari AEC 2015 tantangan yang dihadapi Indonesia adalah meningkatkan daya saing. Faktor-faktor untuk meningkatkan daya saing, yang masih menjadi tantangan bagi Indonesia, yakni: a.
Sumber Daya Manusia Bonus demografi yang dimiliki Indonesia, tidak akan memberikan keuntungan apa pun tanpa adanya perbaikan kualitas SDM. Data dari Asian Productivity Organization (APO) tahun 2013 menunjukkan dari 1000 tenaga kerja Indonesia hanya ada sekitar 4,3% yang terampil, sedangkan Filipina 8,3%, Malaysia 32,6%, dan Singapura 34,7%.
Berdasarkan struktur pasar, tenaga kerja didominasi oleh pekerja lulusan SD (80%) sementara lulusan Perguruan Tinggi hanya 7%, dimana saat ini sebagian dunia kerja mensyaratkan lulusan Perguruan Tinggi. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan Malaysia yang sebagian besar penduduknya lulusan S1.
Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
13
Kesempatan memperoleh pendidikan secara merata di seluruh Indonesia sulit dilakukan sehingga kesadaran untuk menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi sangat rendah. Kondisi ini mengakibatkan tenaga kerja Indonesia hanya dilirik sebagai buruh atau tenaga kerja kasar di pasar tenaga kerja internasional.
b.
Infrastruktur Berdasarkan The Global Competitiveness Report 2013/2014 yang dibuat oleh World Economic Forum (WEF), daya saing Indonesia berada pada peringkat ke38. Sementara itu kualitas infrastruktur Indonesia menempati peringkat ke-82 dari 148 negara atau berada pada peringkat ke-5 diantara negara-negara inti ASEAN. Hal ini menunjukkan bahwa infrastruktur Indonesia masih jauh tertinggal. GCI 2014-2015 Rank (out of 144) Score
Country/Economy
GCI 2013-2014 Rank (out of 148)
Singapura
2
5,65
2
Malaysia
20
5,16
24
Thailand
31
4,66
37
Indonesia
34
4,57
38
Filipina
52
4,40
59
Vietnam
68
4,23
70
Laos
93
3,91
81
Kamboja
95
3,89
88
Myanmar
134
3,24
139
Tabel 3. Global Competitiveness Index Negara ASEAN (sumber: World Economic Forum, 2014)
Pembangunan infrastruktur yang rendah di Indonesia, dipengaruhi oleh beberapa faktor penghambat, yakni: 1) Anggaran infrastruktur yang rendah, hanya 2,5% dari PDB, dimana jumlah ini tidak dapat mengakomodir biaya pembebasan lahan dan biaya feasibility study serta AMDAL yang kerap muncul dalam pembangunan infrastruktur. 2) Konflik kepentingan, seperti politik, bisnis, atau pesanan pihak-pihak tertentu dalam pembangunan infrastruktur.
Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
14
3) Koordinasi yang sulit, jika merujuk area pembangunan infrastruktur terkait dengan hutan lindung atau pertanian dimana koordinasi antara lintas kementerian dan lintas otoritas sulit dilakukan.
c. Biaya Logistik Dampak dari rendahnya infrastruktur berpengaruh pada semakin mahalnya biaya logistik di Indonesia. Perdagangan menjadi kurang efisien mengingat biaya logistik yang mahal dibandingkan negara anggota ASEAN lainnya, yang dibebankan sebesar 14,08%, jika dibandingkan dengan biaya logistik yang wajar sebesar 7%.
Grafik 1. Logistics Performance index (sumber: World Bank)
Berdasarkan Logistic Performance Index (LPI, 2012), Indonesia menempati peringkat ke-59 dari 155 negara, di bawah peringkat Thailand, Filipina, dan Vietnam. Dengan pengurangan biaya logistik, maka permasalahan dalam bidang perdagangan diharapkan dapat teratasi sehingga menaikkan daya saing Indonesia.
Peningkatan daya saing dapat membuat Indonesia menjadi pemain utama dalam AEC. Ada banyak problema klasik yang harus dibenahi pemerintah seperti infrastruktur, birokrasi, standar kompetensi, dan daya saing di bidang perbankan. Industri nasional seperti perikanan juga dapat menjadi senjata andalan Indonesia sebagai negara dengan wilayah perairan terbesar se-ASEAN. Karena itu, berbagai prioritas pembangunan industri perkapalan dan perbaikan fasilitas pelabuhan menjadi penting bagi setiap negara anggota ASEAN, terutama negara dengan luas laut sangat besar seperti Indonesia. Jika
Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
15
industri dalam negeri kalah bersaing, maka efeknya juga akan berdampak pada semakin defisitnya neraca perdagangan.
Intinya, AEC dibentuk untuk membuat kawasan ASEAN semakin diperhitungkan di mata dunia. Indonesia sebagai bagian dari ASEAN juga harus sudah bisa mengantisipasi berbagai peluang dan ancaman dari hadirnya MEA pada tahun 2015 ini. Tanpa persiapan dan antisipasi yang baik, sudah pasti Indonesia hanya akan menjadi negara ―jajahan‖ dari produk-produk negara tetangga.
4. Strategic Trade Policy dalam Mengarungi AEC Sebagaimana AEC hadir dengan liberalisasi perdagangan, hendaknya pemerintah memberlakukan suatu konsep ekonomi internasional yaitu strategic trade policy dimana pemerintah berusaha untuk menguatkan industri dengan menciptakan comparative advantage dan competitive advantage dalam perdagangan. Dalam buku ―Strategic Trade Policy and New International Economic‖, Paul Krugman menyatakan bahwa pengertian strategic trade policy adalah negara dapat menentukan kebijakan yang memberikan keuntungan berskala atau sejenisnya dan manfaatnya untuk kepentingan pelaku industri dalam negeri. Negara memiliki kekuatan insentif untuk melakukan campur tangan dalam persaingan internasional. Negara seharusnya melindungi dan mendukung berbagai sektor industri yang dianggap memiliki nilai strategis dalam kompetisi internasional.
Suatu negara dikatakan memiliki comparative advantage bilamana mampu berproduksi lebih efisien dan lebih baik dari negara – negara lainnya. Suatu negara dikatakan
memiliki
competitive
advantage
bilamana
negara
tersebut
mampu
memformulasikan strategi yang membuat negara tersebut untung berdasarkan kondisi faktor produksi, kondisi permintaan, industri terkait dan industri pendukung, serta strategi.
Contoh dari comparative advantage dan competitive advantage dapat dilihat di berbagai sektor industri di Indonesia. Indonesia memiliki comparative advantage di sektor perikanan berupa luas wilayah laut yang jauh lebih besar dibandingkan wilayah laut negara – negara anggota ASEAN lainnya. Indonesia juga memiliki comparative advantage di sektor perbankan berupa jumlah penduduk yang juga jauh lebih banyak Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
16
dibandingkan penduduk negara – negara anggota ASEAN lainnya sehingga sewajarnya bank – bank di Indonesia memiliki jumlah nasabah yang lebih banyak dibandingkan bank – bank luar.
Namun tugas terbesarnya adalah bagaimana Indonesia menciptakan competitive advantage dari sektor – sektor tersebut sehingga mampu meningkatkan daya saingnya di perekonomian internasional. Itu artinya pemerintah harus mampu mengkondisikan industri agar mampu memiliki competitive advantage di AEC. Ada empat atribut sebagaimana yang telah disebutkan diatas yang harus dikondisikan sebaik mungkin yaitu: a.
Kondisi faktor produksi, seperti infrastruktur, tenaga kerja terampil, dan atau teknologi yang dibutuhkan untuk bersaing di tingkat internasional.
b.
Kondisi permintaan, yaitu bagaimana sifat permintaan domestik akan barang atau jasa yang diproduksi suatu industri.
c.
Industri terkait dan industri pendukung, yaitu ada atau tidaknya industri yang mampu men-support (seperti industri pemasok) yang kompetitif di kancah internasional di negara tersebut.
d.
Strategi, adalah segala hal terkait manajerial dan persaingan domestik. AEC ini bukanlah layaknya ―monster‖ yang perlu ditakuti atau dijauhi. Namun
bukan pula seperti ―ibu peri‖ yang menjanjikan kesejahteraan ekonomi yang dapat diraih dengan mudah dan instan. AEC ibarat pisau bermata dua. Dapat menjadi ―senjata‖ yang membantu kita mempertahankan posisi kita namun dapat juga berbalik menyerang kita. Dengan jumlah penduduk menempati urutan ke-4 terbanyak di dunia pada 2012 (versi Bank Dunia), Indonesia dapat menjadi satu kekuatan ekonomi baru di Asia Tenggara atau dapat menjadi pasar ―empuk‖ bagi produk-produk impor. Maka dari itu diperlukan suatu langkah strategis yang seharusnya dilakukan pemerintah untuk memperkuat industri dalam negeri untuk kemudian mampu berperan lebih di AEC. Strategic trade policy adalah salah satu instrumen yang dapat dipakai pemerintah dengan memfokuskan diri pada pemanfaatan comparative advantage ditambah peningkatan competitive advantage industri dalam negeri.
Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
17
B. IMPLEMENTASI STP TERKAIT AEC DI INDUSTRI DIRGANTARA DAN INDUSTRI PERIKANAN Pembangunan kelautan dan kedirgantaraan yang merupakan perwujudan amanat Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yaitu upaya memanfaatkan kekayaan sumber daya alam secara lestari dan berkelanjutan, sumber daya manusia (SDM), modal, serta ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), yang ditujukan bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
Kelautan
dan
kedirgantaraan
merupakan
sektor-sektor
pembangunan yang bersifat lintas sektoral.
Sektor kelautan dan perikanan memiliki peran yang strategis dalam pembangunan perekonomian nasional, terutama dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), penyediaan bahan pangan dan bahan baku bagi industri, sumber penerimaan devisa, pengentasan
kemiskinan,
penyediaan
lapangan
kerja,
peningkatan
pendapatan
masyarakat, serta penyediaan bahan pangan dan bahan baku bagi industri. Pada tahun 2013, sampai dengan data triwulan III (BPS, 2013) pertumbuhan PDB Perikanan mencapai 6,45%. Apabila dibandingkan dengan tahun 2012 sampai triwulan III (year-onyear), nilai PDB Perikanan naik sebesar 6.42%, yakni dari Rp42,8 triliun pada tahun 2012 menjadi Rp45,4 triliun pada tahun 2013.
Sementara itu, di tahun 2015 kesuksean tersebut akan menghadapi tantangan persaingan yang semakin ketat dalam memenuhi tuntutan pasar global khususnya Masyarakat Ekonomi ASEAN. Dalam menghadapi hal tersebut Industri Perikanan harus kreatif dalam menghadapi persaingan antar negara ASEAN. Peningkatan daya saing produk perikanan antara lain melalui mutu, efisiensi dan penerapan standar menjadi kunci dalam memenangkan persaingan tersebut. Daya saing tersebut dapat ditingkatkan dengan sistem distribusi yang baik, salah satunya melalui kedirgantaraan.
Pembangunan kedirgantaraan pada hakikatnya adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan ruang udara sebagai wilayah kedaulatan dan ruang antariksa sebagai wilayah kepentingan untuk didayagunakan bagi kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan. Pemanfaatan fungsi kawasan dirgantara sebagai wahana transportasi adalah dengan meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi guna mengembangkan industri pesawat terbang dalam rangka membangun kemandirian, Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
18
menjamin kelancaran aktivitas ekonomi, dan memperluas hubungan antarwilayah termasuk dari/ke daerah yang terpencil, antara lain melalui penerbangan perintis. Pemanfaatan ini juga dapat dilakukan untuk industri perikanan, dimana distribusi ikan dapat dilakukan melalui akses dirgantara.
1. Industri Dirgantara Pesawat merupakan sarana transportasi yang memiliki arti penting bagi pembangunan ekonomi, mengingat bahwa Indonesia adalah sebuah Negara kepulauan dengan kondisi geografis yang sulit untuk diakses tanpa sarana transportasi yang memadai. Dari kondisi tersebut muncul pemikiran bahwa sebagai sebuah negara kepulauan Indonesia berada dalam posisi untuk memiliki industri maritim dan penerbangan. Hal ini yang mendorong lahirnya industri pesawat terbang di Indonesia.
Setelah Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tahun 1945, kesempatan bagi Indonesia untuk mewujudkan impian memproduksi pesawat buatan sendiri menjadi terbuka luas. Sejak saat itu orang Indonesia mulai sangat menyadari bahwa sebagai sebuah negara kepulauan Indonesia, selalu akan membutuhkan sarana transportasi udara untuk kelancaran roda pembangunan, pemerintahan, ekonomi dan pertahanan nasional.
Pada tanggal 26 April 1976, Indonesia secara resmi memiliki industri pesawat terbang yang berada dibawah naungan Negara dengan didirikannya PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio, dimana BJ. Habibie sebagai Direktur Utama. Ketika sarana fisik industri ini selesai, pada Agustus 1976 Presiden Soeharto meresmikan industri pesawat terbang ini. Pada tahun 1985, PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio berganti nama menjadi PT. Industri Pesawat Terbang Nusantara atau IPTN.
BJ. Habibie, sebagai penggerak IPTN, memiliki pandangan bahwa transfer teknologi harus dilaksanakan secara terpadu dan lengkap dan mencakup perangkat keras, perangkat lunak serta perangkat otak dimana manusia adalah inti. Pandangan ini juga memudahkan beradaptasi dengan setiap perkembangan dan kemajuan yang dicapai oleh negara-negara lain. Hal ini menekankan bahwa di dalam bangunan pesawat tidak selalu dimulai dari komponen, tetapi langsung mempelajari akhir suatu proses (pesawat yang
Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
19
sudah dibangun), kemudian kebalikannya melalui tahapan manufaktur komponen. Tahapan alih teknologi dibagi menjadi: 1)
Tahap pemanfaatan teknologi yang ada / Lisensi Program
2)
Tahap Integrasi Teknologi
3)
Tahap Pengembangan Teknologi
4)
Tahap Penelitian Dasar
Sasaran dari fase pertama adalah penguasaan kemampuan manufaktur, dan pada saat yang sama menentukan jenis pesawat yang memenuhi kebutuhan dalam negeri, hasil penjualan digunakan untuk mendukung kemampuan bisnis perusahaan. Ini dikenal sebagai metode produksi yang progresif. Tahap kedua bertujuan untuk menguasai desain serta kemampuan manufaktur. Tahap ketiga adalah bertujuan untuk meningkatkan kemampuan desain. Dan fase keempat adalah bertujuan untuk menguasai ilmu-ilmu dasar dalam rangka mendukung pengembangan produk baru yang lebih baik.
Selama orde baru, IPTN telah menunjukan kesuksesannya dalam desain, pengembangan, dan manufaktur pesawat kecil untuk komuter regional menengah. Pada 1979, bersama-sama CASA Spanyol, perusahaan ini merancang pesawat baru CN235 yang kini dioperasikan banyak negara di dunia, IPTN secara mandiri telah berhasil membuat rancang bangun pesawat terbang N-250, yang merupakan pesawat penumpang sipil (airliner) regional komuter.
Namun, saat krisis ekonomi menimpa Indonesia yang dilanjutkan dengan Letter of Intent (LoI) pemerintah Indonesia dan IMF pada 1998, membuat Indonesia salah satunya tidak boleh lagi berdagang pesawat sehingga pemerintah tidak boleh lagi mengucurkan dana kepada IPTN. Padahal saat itu PTDI telah menerima banyaknya order untuk produksi pesawat N250. PTDI juga telah merekrut karyawan begitu banyak sehingga total karyawan menjadi 17.000 karyawan. Total karyawan tersebut memang pantas bagi sebuah perusahaan dirgantara yang memang padat SDM. Seiring dengan perkembangan berikutnya, nama IPTN telah diubah menjadi PT. Dirgantara Indonesia yang diresmikan pada tanggal 24 Agustus 2000 di Bandung oleh Alm. KH. Abdurrahman Wahid yang pada waktu itu menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia.
Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
20
Saat ini, PT. Dirgantara Indonesia memfokuskan kegiatannya pada 4 hal, yaitu manufaktur pesawat terbang dan helikopter, jasa engineering/rancang bangun, jasa perawatan pesawat dan mesin pesawat, dan jasa manufaktur (pesawat, pertahanan dan industrial). Dalam menunjang kegiatan industri lainnya, PT. Dirgantara Indonesia memiliki beberapa produk unggulan yang merupakan pewasat perintis, yaitu: 1) NC212 Pesawat multiguna ini mampu membawa 20 penumpang atau muatan 2.000 kg. NC212 seri 200 dan 400 dapat digunakan sebagai pembuat hujan, patroli maritim dan penjaga pantai. Kementerian Pertanian Thailand menggunakan NC212 sebagai pembuat hujan. Sementara TNI AL Republik Indonesia menggunakan seri 200 sebagai patroli maritim selain CN235.
2) CN235 CN235 menjadi salah satu produk unggulan PT DI. CN235 mulai dirancang bangun sejak 1979 bersama CASA. Pesawat ini dirancang untuk multiguna, mampu melakukan short take off and landing, dan dioperasikan di landasan perintis yang pendek (800 meter). esawat ini telah diproduksi dengan berbagai varian, dengan varian pertama seri 10 dan 100. Sementara itu, varian terakhir menggunakan 2 mesin buatan GE tipe CT7-9C yang masing-masing berdaya 1750 SHP.
3) CN295 CN295 merupakan pesawat hasil pengembangan CN235 oleh Airbus Military (atau CASA). Badan pesawat lebih panjang 3 meter dibanding CN235, sehingga dapat membawa 40 sampai 50 penumpang. CN295 digerakkan oleh 2 mesin turboprop Pratt & Whitney. Hingga 2012 PT DI telah mendeliver 2 dari 9 unit kontrak CN295 untuk TNI AU.
4) N-219 N-219 adalah pesawat multi fungsi bermesin dua yang dirancang oleh PT. Dirgantara Indonesia dengan tujuan untuk dioperasikan di daerah-daerah terpencil. Pesawat yang dibuat dengan memenuhi persyaratan FAR 23 ini dirancang memiliki volume kabin terbesar di kelasnya dan juga pintu fleksibel. Selain itu, Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
21
pesawat ini terbuat dari logam dan dirancang untuk mengangkut penumpang maupun kargo.
Angkutan Udara Perintis Penyelenggaraan
angkutan
udara
perintis
bertujuan
untuk
menyediakan
aksesibilitas bagi daerah terpencil, pedalaman, serta daerah yang sukar terhubung oleh moda transportasi lain dalam rangka mendorong pertumbuhan dan pengembangan wilayah dan/atau mewujudkan stabilitas pertahanan dan keamanan negara, meskipun secara komersial belum menguntungkan.
Selain itu, peran penerbangan perintis juga sangat diperlukan untuk membuka daerah-daerah terisolasi, mengembangkan dan membangun daerah-daerah tersebut. Fungsi utama lainnya adalah membuka akses distribusi barang dari daerah-daerah yang sulit dijangkau oleh kapal atau pesawat yang berskala besar, sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan sosial budaya di daerah serta mampu memberikan kontribusi nyata pada pembangunan nasional.
Namun, kondisi penyelenggaraan angkutan udara perintis masih menemui kendala, yaitu terdapatnya rute penerbangan perintis yang tidak/kurang efektif, operator penerbangan
perintis
belum
mampu
menyediakan
pesawat
cadangan
untuk
mengantisipasi kerusakan pesawat, pelaksanaan kontrak operasi tahun tunggal sering mengalami masalah, serta belum optimalnya peran pemda setempat dalam mendukung penyelenggaraan angkutan udara perintis.
Rute penerbangan perintis berfungsi untuk meningkatkan aksesibilitas dan mendorong pertumbuhan serta pengembangan wilayah, agar hasil-hasil pembangunan dapat terdistribusi merata dan untuk mewujudkan stabilitas pertahanan dan keamanan negara. Rute penerbangan perintis mempunyai demand rendah dan bersifat merangsang perkembangan ekonomi daerah yang bersangkutan (trade follows the ship). Tujuan diselenggarakannya angkutan udara perintis adalah guna membuka isolasi dan mengembangkan semua daerah penyelenggaraanya dilakukan oleh pemerintah dengan mengikutsertakan perusahaan angkutan udara nasional yang dapat diberi kemudahan tertentu. Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
22
Angkutan Udara Perintis adalah merupakan pemberian jasa layanan transportasi dimana terjadi campur tangan pemerintah yang berbentuk pemberian subsidi karena terjadi ketidakseimbangan antara permintaan dengan penawaran. Angkutan udara perintis ini terjadi di daerah-daerah terpencil dimana daya beli (effective purchasing power) masyarakat berada di bawah tarif jasa transportasi yang berlaku. Saat ini kebijakan pemberian subsidi pada angkutan udara perintis didasarkan hanya pada satu kriteria saja yaitu kriteria operasional (pendapatan operasional lebih kecil dari biaya operasional).
Seperti disebutkan di atas bahwa operasional penerbangan perintis mendapat campur tangan pemerintah dalam bentuk subsidi. Penetapan subsidi ini didasarkan atas beberapa pertimbangan sebagai berikut: a. Memenuhi kriteria penyelenggaraan angkutan udara perintis b. Bandara mampu melayani penerbangan angkutan udara perintis c. Perusahaan penerbangan siap operasi d. Tersedianya dana dari Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah
Sedangkan beberapa kriteria subsidi yang menentukan angkutan udara perintis dapat dilihat pada Tabel 4. No. 1.
Kriteria Menghubungkan
Sub Kriteria daerah -Daerah jauh dari ibukota propinsi/tidak tersedia
terpencil, tertinggal, dan secara
moda transportasi lain selain moda transportasi
komersial
udara.
belum
menguntungkan
-Pelayanan dan ketersediaan moda transportasi selain angkutan udara tidak teratur,kapasitas relatif kecil. -Aktivitas kegiatan ekonomi dan pemerintahan antar daerah relatif kecil serta rendahnya hubungan social dan budaya antar daerah.
2.
Mendorong pertumbuhan dan -Daerah tersebut berpotensi untuk dikembangkan pengembangan wilayah
Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
dan adanya hubungan saling ketergantungan antar
23
daerah
dari
aspek
ekonomi,
budaya
dan
pemerintahan. -Program pengembangan dan pembangunan antar daerah atau wilayah terpadu. -Memberi nilai tambah daerah dari aspek sosial, ekonomi dan budaya 3.
stabilitas -Daerah tersebut berdekatan dengan perbatasan
Mewujudkan pertahanan
dan
keamanan
Negara lain -Mengurangi
negara
kesenjangan
sosial
dibandingkan
dengan daerah lain. Tabel 4. Kriteria Subsidi Angkutan Udara Perintis Berdasarkan hasil analisis terhadap tipe – tipe pesawat tersebut diatas, jumlah pesawat yang dibutuhkan untuk melayani 70 rute di 6 propinsi adalah sebanyak 24 Pesawat. Adapun rekapitulasi jumlah pesawat per propinsi di tabelkan dalam tabel 5 berikut ini:
No.
1. 2.
Wilayah
Aceh Kalimantan
Total Waktu
Utilisasi
Kebutuhan
Penerbangan
A/C
Pesawat
(Jam/Minggu)
(Jam/Hari)
(Unit)
Banda Aceh
90.49
4.00
3.23 → 4
Samarinda
25.83
4.00
0.92 → 1
Jenis
Hub
Pesawat C-212 CESSN
Timur
A 208
3.
Maluku
C-212
Ambon
55.11
4.00
1.97 → 2
4.
Maluku Utara
C-212
Ternate
30.98
4.00
1.11 → 2
Jayapura
30.78
4.00
1.10 → 2
Wamena
57.48
4.00
2.05 → 3
Merauke
29.73
4.00
1.06 → 2
Nabire
38.97
4.00
1.39 → 2
Timika
70.41
4.00
2.51 → 3
5.
Papua
DHC-6
Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
24
6.
Irian Jaya
DHC-6
Barat
Manokwari
56.59
4.00
Total Kebutuhan Pesawat
2.02 → 3 24
Tabel 5. Tabel Rekapitulasi Jumlah Pesawat Per Propinsi
2. Potensi Perikanan Indonesia Kementerian Kelautan dan Perikanan saat ini sedang fokus pada pengembangan industrialisasi perikanan. Industrialisasi perikanan merupakan kebijakan strategis yang diharapkan mampu menggerakkan dan mendorong jalannya perekonomian nasional melalui sektor perikanan yang tetap mengedepankan Pro-poor, Pro-Job, Pro-Growth dan Pro Environment . Pro Poor Pendekatan Pro-poor dilakukan melalui pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat pelaku usaha kelautan den perikanan. Pro Job Pendekatan Pro-job dilakukan melalui optimalisasi pemanfaatan potensi perikanan budidaya yang belum tergarap dan penumbuhan wirausaha baru untuk menurunkan tingkat pengangguran nasional. Usaha membuka lapangan kerja diiiringi dengan dukungan pengembangan akses terhadap modal dan kepastian usaha. Pro Growth Pendekatan pro-growth dilakukan untuk mewujudkan pertumbuhan sektor kelautan dan perikanan sebagai pilar ketahanan ekonomi nasional melalui transformasi pelaku usaha ekonomi kelautan dan perikanan, dari pelaku ekonomi subsisten menjadi pelaku usaha modern, melalui berbagai dukungan pengemangan infrastruktur, industrialisasi dan modernisasi. Pro Environment Pendekatan Pro-environment dilakukan melalui upaya pemulihan dan pelestarian lingkungan perairan, pesisir, dan pulau – pulau kecil, serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
25
Kebijakan strategis melalui industrialisasi perikanan budidaya merupakan salah satu langkah positif dalam upaya mengembalikan kemandirian dan daya saing produk perikanan Indonesia di kancah Internasional.
Menurut Daryanto (2007), sumber daya pada sektor perikanan merupakan salah satu sumber daya penting bagi hajat hidup masyarakat dan memiliki potensi dijadikan penggerak utama (prime mover) ekonomi nasional. Hal ini didasari pada kenyataan bahwa: a.
Indonesia memiliki sumber daya perikanan yang besar baik ditinjau dari kuantitas maupun diversitas.
b.
Industri di sektor perikanan memiliki keterkaitan dengan sektor – sektor lainnya.
c.
Industry perikanan berbasis sumber daya nasional atau dikenal dengan istilah national resources based industries.
d.
Indonesia memiliki keunggulan (comparative advantage) yang tinggi di sektor perikanan.
Di Indonesia, pelaku usaha sektor perikanan dilakukan dengan 2 cara yaitu: a.
Perikanan Tangkap, yaitu kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau pengumpulan hewan atau tanaman air yang hidup di laut atau perairan umum secara bebas.
b.
Perikanan Budidaya, kegiatan ekonomi dalam bidang pemeliharaan hewan atau tanaman air yang dikelola kelompok atau perseorangan baik di perairan tawar maupun laut.
Konsumsi Ikan di Indonesia Ikan merupakan komoditi penting bagi masyarakat Indonesia dan Dunia. Berbagai alasan telah mendorong oran – orang untuk tetap mengonsumsi ikan. Sehingga, lingkupan strategis ikan saat ini terus meningkat dikarenakan: 1) Ikan sebagai sumber asupan protein dan gizi masyarakat. Hal ini dijelaskan dengan beberapa argumen berikut: Perikanan berkontribusi dalam mendukung pemenuhan kebutuhan protein hewani yang lebih sehat dan mudah diperoleh. Mudah diperoleh dalam artian ikan merupakan salah satu komoditi yang harganya terjangkau. Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
26
Perikanan juga dapat meningkatkan kebutuhan gizi masyarakat. Protein yang tinggi pada perikanan telah mendorong pemenuhan terhdadap kebutuhan gizi masyarakat. Ikan berkontribusi lebih dari 50% dari keseluruhan intake protein hewani.
2)
Tren konsumsi ikan dunia semakin meningkat. Hal ini dijelaskan denagan beberapa argumen berikut: Semakin meningkatnya kesadaran global terhadap konsumsi jenis makanan yang lebih sehat. Semakin bertambahnya kelas menengah yang memiliki lifestyle menyukai makanan yang berasal dari seafood.
Grafik 2. Perbandingan Konsumsi Protein Gr/Kap/Hari (sumber: Susenas, 2009)
Data di atas menunjukkan bahwa di Indonesia kecenderungan masyarakat memilih ikan sebagai konsumsi ideal dengan protein tinggi dibandingkan dengan komiditi lain seperti telur, susu, ikan, daging, dan kedelai. Dari tahun 2005 hingga 2009, data Susenas menunjukkan tren bahwa konsumsi ikan sebagai sumber protein menujukkan angka tertinggi dibandingkan komoditi lainnya. Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
27
Dari data di atas juga menunjukkan bahwa permintaan terhadap komoditi ikan ini selalu menjadi kebutuhan utama bagi masyarakat Indonesia. Artinya, pemerintah Indonesia selain menguatkan ekspor di sektor perikanan tetapi juga tetap harus mengutamakan kebutuhan permintaan domestik.
Tabel 6. Rata – rata Konsumsi Ikan Tahun 2010 – 2011 (Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011) Kemudian di tahun 2010 ke tahun 2011, rata – rata konsumsi ikan nasional per kapita mengalami peningkatan. Di tahun 2010, rata – rata konsumsi ikan mencapai 30,48 kg per kapita dan di tahun 2011 rata – rata konsumsi ikan mencapai 31,64 kg. peningkatan rata – rata konsumsi ikan dari tahun 2010 ke 2011 mencapai 4,81% dibanding tahun sebelumnya.
Produksi Ikan di Indonesia Tabel 7. Volume Produksi Perikanan Tahun 2010 – 2011 (Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011) Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
28
Perkembangan produksi perikanan di tahun 2010 ke 2011 juga mengalami peningkatan. Di tahun 2010, jumlah produksi perikanan Indonesia mencapai 11.662.342 ton, produksi ini meliputi dari perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Di tahun 2011, jumlah produksi perikanan Indonesia mencapai 13.310.626 ton. Jumlah ini naik
sekitar 6,20 % dibandingkan tahun 2010. Tabel 8. Volume Produksi Perikanan Budidaya Tahun 2010 – 2011 (Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011)
Untuk perikanan budidaya, produksi Indonesia di tahun 2010 mencapai 6.277.923 ton. Di tahun 2011, volume produksi ini mengalami kenaikan mencapai 7.901.526 ton. Perkembangan kenaikan volumesi produksi perikanan budidaya mencapai
25,86%.
Jumlah peningkatan ini salah satu nya dipicu oleh sektor budidaya rumput laut yang mengalami peningkatan tajam, serta ikan lele dan patin yang juga mengalami
Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
29
peningkatan dalam persentase cukup besar. Tabel 9. Produksi Perikanan Budidaya Tanpa Rumput Laut (sumber: FAO, 2012)
Menurut data FAO pada tahun 2012 diatas, produksi perikanan budidaya tanpa rumput laut berada pada tingkat 4 dunia. Untuk ASEAN sendiri, Indonesia kalah bersaing dengan Vietnam. Namun, Indonesia mampu meningkatkan produksi pada tahun 2011, sehingga jumlah produksi Indonesia hampir mendekati jumlah produksi Vietnam.
Tabel 10. Volume Produksi Perikanan Tangkap Tahun 2010 – 2011 (Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011)
Volume produksi perikanan tangkap Indonesia di tahun 2010 mencapai 5.384.418 ton dan di tahun 2011 mengalami peningkatan mencapai 5.409.100 ton. Artinya, terjadi peningkatan sebesar 0,46% dibandingkan tahun sebelumnya.
Tabel 11. Produksi Perikanan Tangkap Tahun 2010 – 2011 (sumber: FAO, 2012) Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
30
Menurut data FAO pada hun 2012 diatas, produksi perikanan tangkap Indonesia menduduki peringkat 3 dunia. Untuk Negara – Negara di ASEAN, Indonesia diikuti oleh Myanmar dan Vietnam yang berada di peringkat 8 dan 10. Untuk Negara dengan produksi perikanan budidaya dan produksi perikanan tangkap terbesar tetap dipegang oleh Negara China.
Neraca Perdagangan sektor Perikanan
Tabel 12. Volume, Nilai Ekspor – Impor dan Neraca Perdagangan Tahun 2010 – 2011 (sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011)
Neraca perdagangan perikanan Indonesia selalu mengalami surplus dari tahun ke tahun. Volume ekspor Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan volume impor perikanan. Di tahun 2010, ekspor Indonesia dalam perikanan mencapai 1.103.575 ton dan volume impor sebesar 369.282 ton. Dan di tahun 2011, volume ekspor perikanan Indonesia mencapai 1.159.349 ton dan volume impor sebesar 431.871.
Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
31
Grafik 3. Volume Ekspor – Impor Perikanan Indonesia Tahun 2003 – 3011 (sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011)
Perkembangan ekspor dan import perikanan Indonesia mengalami fluktuatif. Namun, setiap tahunnya jumlah ekspor selalu lebih tinggi dibandingkan jumlah import perikanan.
Di tahun 2010 dan 2011, Indonesia mengalami surplus neraca perdagangan di sektor perikanan. Dan terjadi peningkatan surplus dalam jumlah cukup besar yang mencapai 22,68% dibandingkan tahun sebelumnya.
Apa yang dilakukan China? Perikanan tangkap dan perikanan budidaya di Negara China telah mencapai produksi yang sangat besar. China menduduki peringkat 1 dunia dalam hal produksi ikan. Ada beberapa hal yang membuat China akhirnya mampu untuk meningkatkan produksi mereka dalam jumlah sangat besar tersebut, diantaranya adalah: 1) Penyempurnaan teknik budidaya perikanan sehingga berhasil menaikkan produksi perikanan budidaya sebesar 40 kali lipat pada tahun 2004 dibandingkan tahun 1978. 2) Pertumbuhan pertumbuhan budidaya perikanan 42% disumbang oleh kemajuan ilmu pengetahuan perikanan seperti aquafeeds, breeding, pengendalian penyakit. 3) China juga melakukan diversifikasi budidaya perikanan Polikultur, Pertanian terpadu dan Budidaya sistem intensif.
Keberhasilan terbesar China adalah terletak pada produksi sektor perikanan budidaya yang sangat besar. Artinya, peran pemerintah China dalam hal ini sangat besar dalam mempengaruhi dan mengajak masyarakat untuk melakukan usaha budidaya ikan.
Tantangan Pemerintah Indonesia Ada beberapa tantangan yang membuat sektor perikanan Indonesia tidak bisa benar-benar mengoptimalkan hasil perikanan ini. Diantaranya adalah: 1) Infrastruktur produksi belum optimal. Infrastruktur ini terdiri dari: Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
32
a. Armada penangkapan Armada penangkapan di Indonesia didominasi oleh nelayan kecil dan kapal tanpa motor/motor <5 GT (89,45% dari total armada tangkap Indonesia, 2011). b. Pelabuhan
Sebaran pelabuhan tidak merata pada daerah fishing ground.
Pengelolaan pelabuhan perikanan belum berjalan baik : sistem informasi dan manajemen operasional pelabuhan perikanan masih belum
optimal
dan
belum
professional,
kualitas
pendataan,
peningkatan kualtias SDM dan kelembagaan pengelolaan pelabuhan
Pelabuhan yang idle tidak termanfaatkan dengan baik.
Konektivitas antar perlabuhan belum berjalan dengan baik.
c. Terbatasnya jalan usaha tani dan dukungan irigasi untuk pengembangan tambak dan kolam ikan, diperlukan peningkatan prasarana irigasi dan transportasi. d. Masih terbatasnya lahan yang dipakai untuk kegiatan budidaya, dibandingkan potensi terdata (6,28% dari total potensi lahan), diperlukan optimalisasi usaha budidaya perikanan wilayah potensial. e. Lemahnya akses permodalan, akses pasar, dalam pengembangan usaha. Diperlukan penguatan kelembagaan usaha perikanan,termasuk penguatan akses terhadap sumberdaya produktif bagi nelayan/pembudidaya ikan.
2) Persoalan input produksi Persoalan input produksi berupa: a. Tingginya harga pakan, sehinggan mempengaruhi biaya produksi mengingat harga
pakan
mencapai
60%
biaya
produksi.
Sehingga,
diperlukan
pengembangan usaha pakan lokal. b. Tidak optimalnya pemenuhan kebutuhan BBM bersubsidi untuk armada tangkap.
3) Rendahnya nilai tambah produk kapasitas industri pengolahan perikanan Hal – hal terkait isu kapasitas industri pengolahan perikanan diantaranya:
Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
33
a. Produk kelautan dan perikanan masih dipasarkan dalam bentuk primer, belum diolah dan memiliki nilah tambah kecil. b. Sebagian besar industri perikanan merupakan industri kecil dan industri primer yang nilah tambah dihasilkan masih kecil. c. Perkembangan industri cenderung di pulau Jawa sementara bahan baku sebagian besar berada di luar Jawa, sehingga kontinuitas supply sering terjadi. d. Pada umumnya bekerja di bawah kapasitas karena bahan baku yang fluktuatif dan musiman serta tidak adanya jaminan akan ketersediaan bahan baku.
4) Rendahnya kesejahteraan pelaku usaha perikanan Masalah struktural dan fungsional sosial ekonomi masyarakat perikanan (kemiskinan) yang masih tinggi.
3. Pendistribusian Ikan Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas wilayah laut 5,8 juta km2 termasuk Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia memberikan hasil tangkapan pada tahun 2011 sebesar 5,4 juta ton/tahun (Bappenas 2012). Potensi sumber daya perikanan tangkap di laut sebesar 6,5 juta ton per tahun dan yang sudah dimanfaatkan sebesar 5 juta ton lebih. Berdasarkan data FAO, pada tahun 2008, Indonesia dengan total ekspor sebesar 5 juta ton per tahun merupakan salah satu penyumbang terbesar dalam produksi perikanan dunia di samping China dan Peru (FAO 2010).
Namun, yang masih menjadi kendala adalah sistem pendistribusian ikan tersebut. Kinerja logistik nasional secara umum masih belum menggembirakan. Hal ini terlihat dari Logistics Performance Index (LPI) yang dikeluarkan Bank Dunia dimana peringkat Indonesia menurun dari urutan 43 (empat puluh tiga) pada tahun 2007, menjadi urutan 75 (tujuh puluh lima) pada tahun 2010. Selain itu, Data menyebutkan biaya distribusi masih tinggi atau secara nasional biaya yang dikeluarkan mencapai 27% (dua puluh tujuh persen) dari Produk Domestik Bruto (PDB). Dalam perikanan, beberapa penyebab mahalnya biaya logistik perikanan yaitu: a. Pelabuhan di wilayah timur hanya bisa melakukan ekspor tetapi tidak bisa untuk impor.
Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
34
b. Sulit untuk menekan biaya transpor karena kapal berisi barang hanya pada saat berangkat. Pada saat kembali kapal sering kosong atau paling banyak hanya berisi setengah dari kapasitas muat barang, sehingga pemiliki kapal membebankan tarif yang mahal.
Selain itu, barang-barang perikanan mempunyai ciri-ciri yang dapat mempengaruhi atau menimbulkan masalah dalam pemasaran. Ciri-ciri yang dimaksud antara lain adalah sebagai berikut (Hanafiah dan A.M Saefuddin 1986): a. Produksinya musiman, berlangsung dalam ukuran kecil-kecil (small scale) dan di daerah
terpencar-pencar serta spesialisasi.
Produksi perikanan umumnya
berlangsung secara musiman dan panennya (penangkapannya) terbatas dalam periode tertentu yang relatif singkat. Keadaan ini biasanya menimbulkan beban musiman (peak load) dalam pembiayaan, penyimpanan, pengangkutan dan penjualan; b. Konsumsi hasil perikanan berupa bahan makanan relatif stabil sepanjang tahun. Sifat demikian ini dihubungkan dengan sifat produksinya yang musiman dan jumlahnya tidak berketentuan karena pengaruh cuaca, menimbulkan masalah dalam penyimpanan dan pembiayaan; c. Barang hasil perikanan berupa bahan makanan mempunyai sifat cepat atau mudah rusak (perishable). Barang-barang hasil perikanan adalah organisme hidup dan karenanya mudah atau cepat mengalami kerusakan atau pembusukan akibat dari kegiatan bakteri, enzimatis dan oksidasi. Masalah ini membutuhkan usaha atau perawatan khusus dalam proses pemasaran guna mempertahankan mutu; d. Jumlah atau kualitas hasil perikanan dapat berubah-ubah. Kenyataan menunjukan bahwa jumlah dan kualitas dari hasil perikanan tidak selalu tetap, tetapi berubahubah dari tahun ke tahun.
Pendistribusian dalam hal ini dibagi menjadi distribusi dalam negeri dan luar negeri (ekspor). Pada umumnya untuk pasar ekspor telah terbentuk sistem logistik yang mapan antara produsen di Indonesia dan industri di lokasi pasar ekspor.
1) Distribusi Hasil Ikan di dalam Negeri
Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
35
Penggunaan saluran logistik langsung atau yang pendek biasanya memerlukan jumlah dana yang lebih besar sehingga saluran logistik pendek lebih banyak dilakukan oleh nelayan atau pemilik kapal penangkapan ikan yang memiliki modal yang kuat. Nelayan atau pemilik kapal yang tidak kuat kondisi keuangannya akan cenderung menggunakan saluran distribusi yang lebih panjang. Biasanya kelompok nelayan penangkap ikan telah memiliki hubungan dengan pedagang pengumpul. Akan tetapi, jika membentuk kelompok baru, atau berpindah lokasi penangkapan ikan penggunaan jasa perantara lebih dipilih oleh para nelayan.
Untuk menanggulangi hal tersebut, pemerintah mengeluarkan kebijakan Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN) pada tahun 2014, yaitu sistem manajemen rantai produksi untuk pemenuhan dalam negeri. Tujuan SLIN yaitu memberikan jaminan berupa kecukupan stok ikan dan harga yang relatif stabil tanpa dipengaruhi oleh musim apakah sedang paceklik atau lagi puncak panen. Pada tahap awal jenis ikan yang akan ditangani adalah kelompok ikan layang, kembung, sardine, serta kelompok ikan tuna, tongkol dan cakalang. Sedangkan unsur pendukungnya adalah pelabuhan perikanan, usaha kapal transport, asosiasi pelaku, dan perbankan.
Dalam pengembangan Sistem Logistik Ikan Nasional, nelayan dan pemilik kapal yang merupakan produsen yang mempunyai keahlian khusus sebagai penangkap ikan tidak memungkinkan atau terkendala untuk mengembangkan peran dan mempelajari sistem logistik sehingga sering mempunyai posisi tawar yang rendah karena belum menyadari pentingnya informasi.
Beberapa industri perikanan besar telah mengembangkan jaringan dari hulu ke hilir dengan memiliki seluruh rantai produksi seperti: armada penangkapan, logistik penyimpanan dan transportasi, serta industri pengolahan. Bahkan sering kali dijumpai industri ini mempunyai pelabuhan perikanan untuk mempersingkat distribusi bahan bakunya. Meskipun ada petugas pencatat dari Dinas Kelautan dan Perikanan atau petugas UPT pelabuhan terdekat tetapi probabilitas tidak tercatatnya stok ikan akan menjadi perhatian dalam perencana Sistem Logistik Ikan Nasional ke depan. Tempat pelelangan ikan (TPI) yang seharusnya dapat menjadi Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
36
alat monitoring dan evaluasi stok sumber daya ikan tidak berkembang karena nelayan atau pemilik kapal sebagai produsen telah mempunyai pelanggan masingmasing.
2) Distribusi ke Luar Negeri Grafik 4 dibawah ini menunjukkan, pada tahun 2012, pasar ekspor perikanan utama Indonesia adalah negara China sebesar 24%, diikuti oleh AS sebesar 11%; Jepang sebesar 10% dan UE sebesar 7% dapat dilihat.
2012 Jepang Amerika Serikat Uni Eropa China Negara Lainnya
Grafik 4. Kontribusi Volume Ekspor Hasil Perikanan Menurut Tujuan Ekspor Tahun 2012 (sumber:
Ekspor Hasil Laut Indonesia ke China Pada tahun 2012, Indonesia paling banyak melakukan ekspor hasil perikanan ke negara China dengan peningkatan volume dan nilai ekspor perikanan sebesar 21,90% dan 28,81% dimana masing-masing volume dan nilai ekspor perikanan pada tahun 2012 sebesar 295 ribu ton senilai US$ 285 juta dibandingkan dengan volume dan nilai ekspor perikanan tahun 2011 sebesar 242 ribu ton senilai US$ 221 juta.
Kenaikan yang cukup signifikan dari volume dan nilai ekspor hasil perikanan Indonesia ke China pada tahun 2012 ini kontribusi terbesar pada komoditas TTC dalam bentuk segar, beku dan kaleng yakni sebesar 833,9% dimana pada tahun 2011 ekspor TTC Indonesia ke China sebesar 711 ton menjadi 6.640 ton pada tahun 2012. Demikian pula halnya dengan peningkatan nilai ekspor hasil perikanan Indonesia ke China pada
Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
37
tahun 2012 yaitu sebesar 274,44% dimana pada tahun 2011 nilai ekspor TTC Indonesia ke China sebesar US$ 1,518 juta menjadi US$ 5,684 juta.
Ekspor Hasil Laut Indonesia ke Jerman Misi pembelian hasil laut untuk tujuan ekspor ke Jerman senilai US$ 1,5 juta (Kementerian Perdagangan, 2014). Target ekspor nasional Indonesia ke Jerman hingga 2015 diharapkan tumbuh sebesar 1%-2% atau senilai US$ 2,91-2,94 miliar. Rangkaian kunjungan importir produk perikanan asal Jerman ke beberapa perusahaan produk hasil laut di Jakarta, Makassar, Bitung, dan Surabaya.
Melalui program misi pembelian ini dapat membantu pembeli maupun calon pembeli untuk memperoleh rekomendasi perusahaan yang tepat sebagai tambahan referensi sehingga akan lebih banyak lagi eksportir yang terbantu melalui program ini. Indonesia menduduki peringkat ke-9 dunia sebagai negara pengekspor produk perikanan. Pada tahun 2013, total ekspor ikan dan produk ikan Indonesia mencapai angka US$ 1,3 miliar. Selama periode 2009-2013, ekspor ikan Indonesia mengalami tren positif meningkat sebesar 13,56 persen. Namun dengan terjadinya krisis finansial di negaranegara Eropa membuat nilai ekspor ikan dan produk ikan Indonesia periode Januari – Mei 2014 mengalami penurunan 13,09 persen atau sebesar US$ 481,31 juta dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Negara Jerman menduduki posisi ke-18 sebagai negara tujuan ekspor produk perikanan Indonesia dengan nilai US$ 6,4 juta atau share sebesar 0,48 persen. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, jumlah ekspor produk ikan Indonesia ke Jerman mengalami tren positif yaitu tumbuh 9,94 persen. Selama periode Januari – Mei 2014, nilai ekspor ikan dan produk ikan Indonesia ke Jerman mencapai US$ 3,3 juta atau mengalami peningkatan sebesar 44,57 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Ekspor Hasil Laut Indonesia ke Jepang Ekspor ikan dan produk hasil laut ke Jepang tahun lalu bernilai US$ 641,52 juta (Badan Pusat Statistik, 2013). Salah satunya adalah Pantai Santolo, Kecamatan Cikelet Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
38
yang mendistribusikan hasil laut untuk diekspor sebanyak 40 ton dalam sebulan. Hasil laut yang didistribusikan di antaranya adalah ikan bawal, kakap, tenggiri, dan tuna. Hasil laut lainnya, ikan pari, semakin diminati dengan harga tinggi untuk diambil kulitnya sebagai bahan baku produksi tas. Hasil laut ini didistribusikan untuk Jepang. Setiap hari, GMI dapat mengekspor 5 kuintal lobster dalam seminggu dengan harga antara Rp 600 ribu sampai Rp 1,2 juta per kilogram. Namun, ketiadaan pabrik es di Garut menjadi sebuah kendala. Nelayan masih harus mendatangkan es dari Pangandaran dan Bandung, lalu menampung hasil laut dari sekitar 400 nelayan di Garut selatan.
Ekspor Hasil Laut Indonesia ke Belgia Sulawesi Selatan menjadi pemasok udang dan rumput laut untuk tujuan eksportir Belgia. Untuk ekspor udang hingga bulan Juli 2013, volume udang Sulsel sebesar 72,000 ton dengan nilai ekspor mencapai US$ 336.600,00, sementara ekspor rumput laut ke negara Belgia, tercatat hingga bulan Juli 2013, volume udang Sulsel sebesar 72,000 ton dengan nilai ekspor mencapai US$ 336.600,00. Sementara untuk ekspor rumput laut ke negara Belgia yang pertama kali Sulsel melakukan ekspor tersebut, ini membuktikan jika komoditi Sulsel, khususnya rumput laut sudah mulai dikenal dan dilirik oleh pasar internasional.
Ekspor Hasil Laut Indonesia ke Korea Selatan Korea Selatan berada di peringkat ke-9 dari negara tujuan ekspor kelompok produk hasil laut dengan volume sebesar 2.386 ton senilai US$ 4,936 juta. Salah satu produk hasil laut Indonesia yang berpotensi untuk dikembangkan di Korea Selatan antara lain rumput laut yang dapat diproduksi menjadi lebih dari 700.000 ton sebagai produk makanan olahan ataupun produk yang memiliki nilai tambah lainnya. Selain itu, produk perikanan juga memiliki peluang investasi yang besar di wilayah timur Indonesia seperti Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua, meskipun terhalang oleh infrastruktur yang masih terbatas.
4. Skema Korelasi Industri Dirgantara dengan Industri Perikanan
Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
39
Industri perikanan Indonesia sejauh ini masih berkembang dengan tempo yang cukup lambat. Hal ini dibandingkan dengan potensi sumber daya alam Indonesia dengan hasil produksi perikanan Indonesia, baik itu perikanan tangkap maupun perikanan budidaya. Selain itu, hal ini juga dibandingkan dengan produksi perikanan China yang jauh melebihi produksi perikanan Indonesia. Padahal potensi sumber daya alam Indonesia lebih tinggi dibandingkan China.
Indonesia dengan berbagai usaha seharusnya dapat meningkatkan produksi perikanan Indonesia. Terlebih lagi dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN, Indonesia memiliki peluang terbesar untuk menguasai pasar ASEAN terutama dalam sektor perikanan dan menjadi sektor spesialisasi dalam komoditas perikanan. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia harus mendorong produksi perikanan dan serta meningkatkan kualitas produksi agar pasar ASEAN dapat menerima produk perikanan Indonesia. Peningkatan produksi dan kualitas produk perikanan Indonesia dapat ditingkatkan melalui sistem distribusi yang baik dam cepat, karena hasil ikan memerlukan Supply Chain yang pendek dari produsen ke konsumen. Hal ini dapat dilakukan melalui transportasi udara.
Dalam mengambangkan Industri Dirgantara, pemerintah melalui BUMN, yaitu PT Dirgantara Indonesia, difokuskan untuk merakit pesawat perintis, seperti NC-212 Pesawat, mampu membawa 20 penumpang atau muatan 2.000 kg, CN-295 yang mampu membawa 40 sampai 50 orang, dan N-219 yang memang khusus dibuat untuk kargo. Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
40
Dalam hal ini, pesawat perintis tersebut khusus didesain untuk kargo Ikan dengan pendingin yang sesuai (Cold Storage).
Setelah itu, pesawat tersebut diperjualbelikan kepada perusahaan yang khusus bergerak di jasa penerbangan, seperti PT. Garuda Indonesia yang memiliki strategic business unit dalam bidang kargo dan PT. Angkasa Pura Logistik. Sejalan dengan itu, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, juga membangun infrastruktur dalam bentuk Bandar Udara perintis di daerah yang memiliki potensi perikanan yang besar.
C. IMPLEMENTASI STP TERKAIT AEC DI SEKTOR KEUANGAN 1. Overview Sektor Keuangan Industri Perbankan Kebijakan Strategic Trade Policies dapat diimplementasikan dalam berbagai macam sektor. Salah satu sektor yang dapat diimplementasikan kebijakan terkait perdagangan yang bersifat strategis adalah terdapat pada sektor jasa keuangan, yakni sektor perbankan.
Pada kuarter pertama tahun 2014, kondisi sektor keuangan menunjukkan kondisi yang semakin membaik dari waktu ke waktu. Nilai tukar rupiah, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), maupun harga – harga saham menunjukkan peningkatan nilai yang cukup berarti. Selain itu, perbaikan kondisi perekonomian di Indonesia juga membawa dampak yang baik pula pada kondisi investasi di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan beberapa macam indikator yang terlihat seperti meningkatnya cadangan devisa negara, menurunnya tingkat inflasi, serta menurunnya defisit pada transaksi berjalan. IHSG pada triwulan pertama tahun 2014 tumbuh sebesar 11,56%, nilai tukar ruiah juga menguat sebesar 7,09%, serta imbal hasil dari surat berharga negara menunjukkan penurunan sebanyak 42 basis point.
Pada kondisi perekonomian global, dimana The Fed menurunkan stimulus likuiditas secara bertahap dan diikuti dengan peningkatan BI rate, mempengaruhi perlambatan pertumbuhan industri perbankan. Perlambatan pertumbuhan industri Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
41
perbankan ini ditandai dengan menurunnya penghimpunan dana sebanyak 1,98%, penurunan aset bank umum sebanyak 1,33%, dan penurunan penyaluran dana sebesar 0,79%. Kondisi yang semakin membaik justru terlihat pada perspektif Bank Perkreditan Rakyat. Pertumbuhan kinerja dari BPR ini dari waktu ke waktu justru malah terlihat semakin membaik. Hal ini dibuktikan dengan pertumbuhan asset yang dimiliki sebesar 1,05% dari kuarter menuju kuarter, menjadi sebesar Rp 78,18 triliun. Pada kuarter berikutnya, kondisi persaingan di dalam dunia perbankan diperkirakan akan semakin meningkat. Likuiditas perbankan akan menjadi semakin ketat dikarenakan peningkatan dari persaingan ini. Dengan kondisi seperti ini, serta meningkatnya rasio likuiditas yang dihadapi, bank yang masih memiliki idle funds diperkirakan akan mengalokasikan dananya pada dana jangka pendek yang lebih likuid. Sementara itu, aset perbankan secara keseluruhan pada tahun 2014 justru malah diperkirakan akan menjadi semakin meningkat sebesar 16,3%. Perlambatan pertumbuhan ini betul – betul memiliki dampak yang sangat berarti bagi sektor perbankan di Indonesia. Hingga akhir Juli tahun 2014 bank umum hanya dapat memperoleh pertumbuhan pada angka sekitar 15,6% apabila dibandingkan dengan pertumbuhan pada tahun sebelumnya dalam kuarter yang sama. Pertumbuhan kredit perbankan pun hanya dapat mencapai angka 15% sampai pada akhir tahun. Bahkan bank berskala besar seperti BCA pun tidak sedikit yang mengalami pertumbuhan kredit tidak sampai angka 15%. Kondisi likuiditas yang masih cukup ketat mengharuskan bank – bank di Indonesia untuk berfikir berulang kali sebelum mengalirkan kreditnya. Pengetatan ini dilakukan sebagai sebuah dampak dari pertumbuhan perkreditan dalam dunia perbankan yang tidak diikuti dengan pertumbuhan nilai Dana Pihak Ketiga, kenaikan harga bahan bakar minyak, serta kenaikan BI rate yang dilakukan oleh pemerintah. Dalam tujuh tahun terakhir, pertumbuhan kredit bank rata – rata pertahunnya adalah sebesar 19.78%, serta Dana Pihak Ketiga sebesar 15,19%.
Setelah memasuki tahun 2014, ada beberapa hal yang dapat berimbas kepada kondisi sektor perbankan Indonesia yang berasal dari sektor riil. Hal – hal tersebut antara lain adalah seperti, kebijakan pemerintah untuk mengaplikasikan UU No. 4 Tahun 2009 mengenai Pertambangan Minerba, suhu politik yang sempat memanas karena dilaksanakannya pemilu pada paruh pertama hingga awal paruh kedua pada tahun ini, Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
42
rendahnya harga komoditas primer yang berasal dari Indonesia, serta yang paling berpengaruh adalah peningkatan kurs dollar terhadap rupiah hingga mencapai angka Rp12.000 per dollar yang meningkatkan ongkos produksi usaha yang menggunakan bahan baku yang berasal dari luar negeri.
Dalam kondisi perlambatan kenaikan kredit ini pihak bank pun dipaksa untuk tidak meraup keuntungan secepat mungkin dengan menaikkan suku bunga agar dapat mengimbangi mahalnya biaya dana. Total biaya yang dihadapi oleh perbankan per Juni 2014 sudah mencapai Rp218,98 triliun, naik sebesar 32,76% dibandingkan Juni tahun lalu. Pada kurun waktu yang sama pula, kenaikan pendapatan yang didapatkan oleh perbankan hanya sekitar 28,30%. Untuk menjaga kualitas kredit yag diberikan, maka bank terpaksa harus memotong Net Interest Margin yang diperolehnya. Padahal, pendapatan yang dihasilkan dari Net Interest Margin oleh setiap bank dapat mencapai hingga 75% dari total seluruh pendapatannya. Pada bulan Juli 2014, profit yang dihasilkan oleh bank hanya meningkat sebanyak 11,05% apabila dibandingkan dengan profit pada Bulan Juli tahun sebelumnya. Pada tahun 2011, pertumbuhan laba bank tercatat sebesar 31,00%, pada 2012 sebesar 23,65%, dan pada tahun 2013 sebesar 14,95%. Angka – angka ini menunjukkan tren yang menurun dari pertumbuhan profit yang dihasilkan dalam dunia perbankan dalam 4 tahun terakhir.
Industri Keuangan Non Bank No.
Industri
2011
2012
2013
2014 *triwulan 1
1
Perasuransian
481,75
569,32
652,90
700,80
2
Dana pensiun
142,03
158,37
162,06
166,29
3
Lembaga Pembiayaan
294,55
356,08
420,14
421,29
4
Lembaga Jasa
62,44
75,79
96,06
98,54
2,43
3,49
4,29
4,29
983,20
1.163,05
1.335,45
1.391,21
Keuangan Lainnya 5
Industri Jasa Penunjang IKNB Total Aset
Tabel 13. Total Aset IKNB* (dalam triliun rupiah) (sumber: Laporan Triwulan I OJK, 2014)
Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
43
Secara umum, kinerja Industri Keuangan Nonbank (IKNB) selama triwulan I-2014 tergolong positif. Hal ini dapat dilihat dari total aset IKNB yang mengalami kenaikan sekitar 4.2% pada triwulan pertama 2014 dibandingkan periode triwulan sebelumnya sebesar Rp1.391,21 triliun. Kenaikan ini disumbang oleh sektor jasa keuangan IKNB yang mengalami peningkatan kinerja yaitu perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya. Porsi penguasaan aset terbesar IKNB terdapat pada industri perasuransian yang diikuti perusahaan pembiayaan dan dana pensiun.
No.
Industri Syariah
2011
2012
2013
2014 *triwulan 1
1
Perasuransian Syariah
9,15
13,24
15,95
16,66
2
Pembiayaan Syariah
4,30
22,66
24,95
24,23
3
Lembaga Jasa Keuangan
-
-
0,10
0,10
13,45
35,90
41,00
40,99
Syariah Lainnya Total Aset
Tabel 14. Total Aset IKNB Syariah* (dalam triliun rupiah) (sumber: Laporan Triwulan I OJK, 2014)
Dari sisi total aset, gambaran situasi IKNB Syariah secara agregrat menunjukkan penurunan sebesar 0,02% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dari sisi total aset IKNB Syariah, untuk industri Pembiayaan Syariah memiliki pangsa terbesar yaitu sebanyak 59%.
Pasar Modal Bila dilihat dari infrastruktur, pasar modal Indonesia terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu, terutama terlihat dari pengembangan SDM dan e-reporting emiten. Namun, Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah karena minimnya jumlah emiten
Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
44
yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan jumlah investor yang masih kurang dari 500 ribu atau hanya sekitar 0,2% dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan untuk perkembangan IHSG bisa dilihat dari grafik berikut.
Grafik 5. Perkembangan IHSG dan Nilai Rata-Rata Perdagangan Saham Harian (sumber: Laporan Triwulan I OJK, 2014)
Setiap tahunnya, tren pertumbuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik sekitar 1,5 kali lipat dari tahun sebelumnya. Pada akhir triwulan I-2014 pun, IHSG terus meningkat sampai berada pada posisi 4.768,28 atau mengalami peningkatan sebesar 11,6% jika dibandingkan dengan posisi pada akhir triwulan IV-2013. Walaupun mengalami trend positif, namun masih ada tantangan eksternal yang dapat menjadi ancaman pertumbuhan IHSG di Indonesia terutama isu tapering off (pengurangan stimulus) yang dilakukan bank sentral Amerika Serikat (The Fed) yang jika terealisasi, akan memberi sentimen negatif terhadap emerging market, termasuk Indonesia. Selain itu, tantangan lain muncul karena produk-produk yang tersedia masih terbatas, baik dari sisi jumlah maupun jenisnya. Produk yang berkembang baru dalam bentuk saham, obligasi dan reksa dana.
2. Peluang dan Tantangan Sektor Perbankan Sektor keuangan sangat sensitif terhadap kondisi perekonomian. Seringkali pertumbuhan yang terjadi di sektor keuangan dianggap sebagai sinyal membaiknya perekonomian. Sebaliknya, ketika sektor keuangan memperlihatkan gejala kurang baik, dapat diperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi akan melambat (Budi Hikmat, 2014).
Tabel 15. Proyeksi PDB Dunia (sumber: Bank Indonesia, 2014)
Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
45
Pada tahun 2015, Indonesia diperkirakan akan mengalami pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,8%-6,2% yang didorong oleh peningkatan investasi dan pertumbuhan ekspor pasca Pemilu 2014. Hal ini terjadi seiring dengan perbaikan perekonomian global yang diproyeksi berada di kisaran 3,9%, di mana pertumbuhan volume perdagangan global akan meningkat hingga 5,1% disertai pertumbuhan harga komoditas nonmigas sebesar 2,1%. Di sisi lain, peningkatan suku bunga LIBOR hingga level 0,73% di tahun yang sama mengindikasikan adanya pemulihan ekonomi negara maju. Tabel di atas menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2015 berada di atas rata-rata dunia, tetapi masih tetap di bawah China (7,5%) dan India (6,4%). Sementara itu pada sektor dalam negeri, sektor Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan sendiri diperkirakan akan tumbuh di level 6,7%-7,1%.
Grafik 6. Negara Utama Tujuan Investasi (sumber: UNCTAD)
Perbaikan prospek investasi Indonesia juga tergambar dalam publikasi United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), World Investment Prospect Survey 2013-2015 di mana Indonesia menempati urutan keempat negara tujuan investasi paling prospektif. Berdasarkan laporan tersebut, Indonesia hanya berada di bawah China, AS, dan India. Pembangunan smelter yang merupakan penerapan dari UU Minerba juga diperkirakan menjadi salah satu faktor pendorong investasi.
Di sisi lain, Indonesia dihadapkan pada berbagai tantangan, baik yang berasal dari luar negeri maupun dalam negeri. Dari luar negeri, pertumbuhan ekonomi global bisa Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
46
saja tidak terjadi sesuai dengan yang diharapkan. Pemulihan ekonomi di beberapa kawasan dunia masih berpotensi untuk jatuh dalam kelesuan (muddling through). Akibatnya, permintaan terhadap barang-barang ekspor Indonesia dapat menjadi lebih rendah dari yang sebelumnya diperkirakan. Implikasi lain adalah terhambatnya pemulihan harga komoditas nonmigas. Sementara itu dari dalam negeri, berbagai tantangan struktural mendesak untuk segera ditangani, antara lain: a.
Pembiayaan pembangunan belum mencapai level optimal akibat pasar keuangan domestik yang belum sesuai harapan.
b.
Peningkatan daya saing dan kapasitas produksi yang diperlukan dalam sektor riil masih belum cukup, termasuk pula di dalamnya isu ketahanan sektor energi dan pangan serta pengaruhnya terhadap pengalokasian subsidi dalam APBN, terutama subsidi BBM.
c.
Modal dasar pembangunan masih harus diperkuat dengan melakukan perbaikan infrastruktur konektivitas fisik dan digital, sumber daya manusia dan kapasitas penyerapan teknologi, serta iklim usaha dan kelembagaan.
3. Analisis Fundamental dan Key Metrics Bank-Bank Umum Milik Pemerintah di Indonesia Strategic trade policy mengharuskan penulis untuk dapat mengerti secara mendalam setiap pemain dalam sektor ini agar pengambilan keputusan yang dilakukan dapat sesuai. Bersama dengan itu, pemerintah saat ini memiliki sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang secara khusus bergerak dibidang jasa keuangan, antara lain: Perum Jaminan Kredit Indonesia PT Asabri (Persero) PT Asuransi Kredit Indonesia (Persero) PT Asuransi Ekspor Indonesia (Persero) PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) PT Asuransi Jiwasraya (Persero) PT Asuransi Kesehatan Indonesia (Persero) PT Bahana PUI (Persero) PT Bank Mandiri (Persero) Tbk PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
47
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk PT Danareksa (Persero) PT Kliring Berjangka Indonesia (Persero) PT PANN Multi Finance (Persero) PT Pegadaian (Persero) PT Permodalan Nasional Madani (Persero) PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) PT Reasuransi Umum Indonesia (Persero) PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) PT Taspen (Persero) PT Jasa Raharja (Persero) PT Jamsostek (Persero)
Kepemilikan negara pada badan-badan usaha tersebut memungkinkan pemerintah untuk melakukan STP secara lebih baik dan beralasan. STP dalam BUMN memberikan pemerintah kendali penuh atas jalannya kebijakan pada entitas terkait, di mana dapat dikatakan logis jika pemerintah membukakan ―jalan‖ yang lebih besar kepada entitasentitas tersebut.
Jika melihat peta persaingan jasa keuangan, khususnya perbankan di negara-negara ASEAN pada tahun-tahun belakangan ini, telah bermunculan market leader baru dengan kriteria memiliki struktur modal yang efisien dan besar. Hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi BUMN perbankan Indonesia disamping masih terancamnya inefisiensi dalam fungsinya sebagai financial intermediaries.
Hipotesis kami, jasa keuangan khususnya perbankan memiliki potensi besar di pasar jasa keuangan ASEAN, terutama jika bank-bank umum milik pemerintah dapat melakukan merger/akuisisi. Hal ini dilandasi harapan bahwa pemerintah dapat memberikan fokus lebih bagi bank hasil merger ini dalam mengembangkan pasarnya baik dalam maupun luar negeri. Pembahasan dalam bagian ini akan membahas mendalam bank-bank umum milik pemerintah yang kami pandang memiliki daya saing, peluang, dan karakteristik yang dapat bersaing ditingkat ASEAN dan lalu dapat menopang kebijakan STP Indonesia dalam menuju MEA 2015. Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
48
a. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Bank umum terbesar pertama di Indonesia ini mampu memberikan kinerja yang melejit dan terus konsisten dalam pengembangan pasar institutionalnya. Pada tutup buku tahun 2013, BMRI (kode IDX untuk Bank Mandiri) berhasil melaporkan laba bersih Rp18,2 triliun dan total aset sebesar Rp 733,1 triliun. Bank Mandiri mendirikan pondasi kuat dalam manajemen risikonya, terlihat dari komposisi dewan komisaris dan tingkat kompleksifitas kontrol internal dan manajemen risiko yang sangat tinggi. Tata kelola perbankan Bank Mandiri sendiri pun sudah diakui secara internasional melalui penghargaan-penghargaan yang diterimanya selama beberapa tahun belakangan. Bank Mandiri dengan fokusnya dalam institutional banking memberikan competitive advantage yang baik bagi calon Bank baru Indonesia yang lebih kuat dalam menyonsong AEC.
b. PT Bank Nasional Indonesia (Persero) Tbk Berdiri sebagai bank umum milik pemerintah Indonesia yang tertua, BNI 46 terus menguatkan akar perbankannya di perekonomian Indonesia. BNI 46 memandang pasar anak muda merupakan pasar menggiurkan dan memiliki potensi keterikatan (attachment) yang tinggi dan menjadi salah satu pendorong naiknya jumlah nasabah BNI 46 beberapa tahun belakangan. Berhasil mempertahankan pertumbuhan penyaluran pinjaman hingga di atas 20% di tahun 2013, BNI 46 menunjukkan eksistensinya di pasar walaupun pada tahun tersebut terjadi perlambatan perekonomian. Fokus BNI 46 pada pasar ritel akan mendukung secara positif eksistensi Bank baru Indonesia yang lebih resisten dari goncangan dan memiliki pertumbuhan nasabah yang konsisten akibat fokus pemasarannya pada pasar anak muda Indonesia.
c. PT Bank Tabungan Nasional (Persero) Tbk Berkembang dari amanah negara untuk dapat memberikan pembiayaan perumahan yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat, Bank Tabungan Negara (BTN) lahir. BTN yang mefokuskan penyaluran pinjamannya pada KPR menunjukkan pengalamnnya dalam memberikan pelayanan perbankan ritel terutama pada sisi konsumsi. Fungsi intermediaries BTN yang dihalangi oleh Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
49
tantangan likuiditas dijawab oleh praktik sekuritisasi portofolio KPR-nya menjadi bentuk Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA). Sebagai pionir sekuritisasi di Indonesia, BTN mulai akhirnya mampu meningkatkan CAR-nya hingga 17,69% pada 2012, walau mengalami penurunan akibat perlambatan ekonomi pada 2013. Experties BTN dalam penyeluran pinjaman jangka panjang dan sekuritisasi memberikan peluang besar bagi bank baru Indonesia yang akan lebih beragam dalam mengelola asetnya hingga lebih menguntungkan baik secara ekonomis maupun sosial.
Analisis Key Metrics Indicator Analisis indikator perbankan bagi tiga bank yang dijelaskan di atas menunjukkan tingkat performa perbankan dari sisi pengelolaan aset hingga profitabilitasnya. Satu per satu akan kami bahas pada bagian ini.
1) Net Interest Margin Merupakan indikator yang menggambarkan seberapa besar spread antara pendapatan bunga dan beban bunga terhadap aset produktif berbunga. Hal ini menunjukkan bagaimana perbankan mampu mengumpulkan keuntungan dari danadana yang berhasil bank kumpulkan. Terlihat dari data bahwa ketiga bank bersaing dalam rentang NIM yang berdekatan, menunjkkan struktur internal penyaluran
Net Interest Margin 6,50% 6,00% 5,50%
BMRI BBTN
5,00%
BBNI
4,50% 4,00% 2009
2010
2011
2012
2013
pinjaman yang tidak jauh berbeda. Grafik 7. Net Interest Margin Bank BRI, BTN, dan BNI, 2009-2013
Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
50
2) Return on Equity ROE menunjukkan tingkat pengembalian/keuntungan dari suatu bank terhadap modal yang sudah disetorkan. Rasio ini menunjukkan profitabilitas suatu bank dan semakin besar ROE menunnjukkan profitabilitas yang lebih tinggi. Terlihat dalam data bahwa Bank Mandiri menunjukkan profitabilitas yang lebih tinggi Return on Equity 35,00% 30,00% 25,00% 20,00%
BMRI
15,00%
BBTN BBNI
10,00% 5,00% 0,00% 2009
2010
2011
2012
2013
Grafik 8. Return on Equity Bank BRI, BTN, dan BNI, 2009-2013
3) Biaya Operasional per Pendapatan Operasional BOPO merupakan suatu indikator efisiensi operasi suatu bank dengan menilai berapa besar biaya yang dikeluarkan relatif terhadap pendapatan yang bank tersebut dapatkan. Semakin kecil angkanya, menunjukkan suatu tingkat efisiensi yang lebih tinggi. Terlihat bahwa secara konsisten BMRI mempertahankan operasional yang lebih efisien relatif terhadap tiga bank lainnya. Sementara Bank BNI menunjukkan usaha besar untuk meningkatkan efisiensi operasinya. BOPO 95,00% 90,00% 85,00% 80,00% 75,00%
BMRI
70,00%
BBTN
65,00%
BBNI
60,00% 55,00%
Departemen Kajian dan Aksi Strategis 50,00% BEM FE UI 2014 2009 2010
2011
2012
2013
51
Grafik 9. Biaya Operasional per Pendapatan Operasional Bank BRI, BTN, dan BNI, 2009-2013 4) Capital Adequacy Ratio CAR
menunjukkan
bagaimana
aset
suatu
bank
dikelola
dengan
mempertimbangkan berbagai risko yang ditanggung oleh aset tersebut relatif terhadap modal bank tersebut. CAR menunjukkan bagaimana bank dapat menciptakan kombinasi investasi yang mempertimbangkan kelangsungan usaha selagi mempertahankan profit. Tidak ada tendensi bahwa suatu bank dengan CAR yang lebih baik, merupakan bank yang lebih baik, atau sebaliknya. Data menunjukkan bahwa pengelolaan aset ketiga bank tersebut menjurus pada suatu titik level yang seimbang. Menunjukkan bahwa bank tersebut memiliki cara pengelolaan aset yang seimbang, namun kecil yang berarti konservatif. Capital Adequacy Ratio 24,00% 22,00% 20,00% 18,00%
BMRI BBTN
16,00%
BBNI 14,00% 12,00% 10,00% 2009
2010
2011
2012
2013
Grafik 10. Capital Adequacy Ratio Bank BRI, BTN, dan BNI, 2009-2013
5) Nonperforming Loan NPL menunjukkan seberapa besar pinjaman yang diberikan bank namun tidak dapat ditagih secara penuh atau bahkan sama sekali tidak tertagih. Merupakan perhitungan antara besaran pinjaman yang kolektabilitasnya rendah terhadap total aset yang dimiliki bank tersebut. Secara umum, semakin tinggi NPL semakin buruk pengendalian credit risk suatu bank. Bank BTN secara menonjol jauh dari dua bank temannya, hal ini disebabkan oleh antara lain karena portofolio BTN yang secara umum berisi KPR dan memiliki credit risk yang lebih tinggi. Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
52
Nonperforming Loan 3,50% 3,00% 2,50% 2,00%
BMRI BBTN
1,50%
BBNI
1,00% 0,50% 0,00% 2009
2010
2011
2012
2013
Grafik 11. Nonperforming Loan Bank BRI, BTN, dan BNI, 2009-2013
6) Pertumbuhan Penyaluran Pinjaman dan Dana Pihak Ketiga Dua indikator ini menunjukkan secara eksplisit bagaimana bank secara konsisten meningkatkan peran perantarannya dalam perekonomian. Dalam sisi pertumbuhan penyaluran pinjaman, menunjukkan bagaimana bank menyalurkan dana yang ada kepada kredit-kredit yang akhirnya dapat mendukung perekonomian negara. Sebaliknya, pertumbuhan dana pihak ketiga merupakan bagaimana bank mampu menghimpun dana murah dari masyarakat yang secara umum merupakan hal yang menguntungkan bagi suatu bank. Kedua indikator ini semakin besar
Loan Growth 40,0% 35,0% 30,0% 25,0%
BMRI
20,0%
BBTN
15,0%
BBNI
10,0% 5,0% 0,0% 2009
2010
2011
2012
2013
semakin baik. Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
53
Grafik 12. Loan Growth Bank BRI, BTN, dan BNI 2009-2013
Secara umum, dapat dilihat bahwa pertumbuhan penyaluran pinjaman dan penghimpunan DPK Bank BNI mengalami kenaikan besar bersamaan dengan menurunnya penyaluran kredit Bank BTN dan stagnannya Bank Mandiri. Deposit Growth 35,0% 30,0% 25,0% 20,0%
BMRI
15,0%
BBTN BBNI
10,0% 5,0% 0,0% 2009
2010
2011
2012
2013
Grafik 13. Deposit Growth Bank BRI, BTN, dan BNI, 2009-2013
4. Analisis Merger dan Komparasinya dengan Bank Negara ASEAN Lain Rasio Bank-Bank di ASEAN Bank Baru Indonesia
DBS
Maybank
CIMB
59,70% 52,60%
51,10%
43,00%
23,50% 18,10% 12,00% 12,50%
5,86%
2,43% 1,62% 2,85%
Net Interest Margin
Efficiency Ratio (BOPO)
Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
Loan Growth
15,30% 13,80% 14,90% 8,00% 2,57% 1,23% 3,15% 1,14% Deposit Growth
Non Performing Loan
54
Grafik 14. Rasio Bank-Bank di ASEAN (sumber: Thompson Eikon, 2013)
Bank Bank Baru Indonesia DBS Maybank CIMB
Ekuitas
Aset
12,014,250
102,575,793
27,104,525
318,296,266
14,036,431
171,023,174
9,268,469
113,186,636
Tabel 16. Aset dan Ekuitas Bank-Bank di ASEAN (dalam dollar) (sumber: Thompson Eikon, 2013)
Telah disebutkan sebelumnya bahwa merger yang dilakukan antara Bank Mandiri, BNI, dan PTN diharapkan akan memberikan competitive advantage terhadap perbankan Indonesia. Seperti yang ditunjukkan tabel di atas, merger tersebut akan menghasilkan aset sebesar $102.575.793. Bahkan, jumlah aset sedemikian besar baru hanya akan menjadikan bank hasil merger tersebut lebih besar dari Bank CIMB dari Malaysia. Belum lagi apabila merger antara Bank CIMB dengan RHB Capital, bank terbesar keempat di Malaysia, benar-benar terealisasi. Jika demikian, kebijakan merger ini akan menlahirkan bank terbesar di Malaysia dengan total aset sekitar $190.000.000, mengalahkan Maybank dengan asetnya yang berada di kisaran $170.000.000. Hal ini akan membuat perbankan Indonesia semakin kehilangan daya saing dibandingkan bankbank pesaingnya di ASEAN.
Setelah itu, asumsikan bahwa rata-rata rasio dari ketiga bank di atas menjadi key metrics indicator dari bank hasil merger, sebut saja Bank Baru Indonesia (BBI). Dengan demikian, analisis selanjutnya dapat dilakukan dengan melakukan perbandingan antara BBI dengan tiga bank besar di ASEAN lainnya, yakni The Development Bank of Singapore Limited (DBS) yang berasal dari Singapura serta Maybank dan CIMB yang berasal dari Malaysia.
Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
55
Dari analisis net interest margin, dapat dilihat bahwa BBI masih menempati peringkat pertama dengan angka 5,86%, cukup jauh dibandingkan dengan peringkat kedua yang diduduki CIMB (2,85%), Maybank (2,43%), dan terakhir DBS yang hanya memiliki margin sebesar 1,62%. Secara sekilas dapat dikatakan bahwa profitabilitas yang didapat dari aktivitas investasi dan lending BBI merupakan yang terbesar dari ketiga bank lainnya. Dengan kata lain, kemampuan manajemen Bank BBI dalam mengelola aset produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih adalah yang terbaik.
Namun demikian, membandingkan net interest margin antarbank memerlukan analisis yang lebih dalam. Margin suatu bank merefleksikan keunikan dan profil masingmasing bank, mulai dari aktivitas-aktivitas yang dilakukan, komposisi nasabah, hingga strategi pendanaan. Net interest margin yang tinggi banyak ditemukan di bank yang interest earning asset-nya didominasi oleh pinjaman (di mana suku bunga pinjaman relatif lebih besar dibandingkan suku bunga investasi lainnya) dan sebagian besar dibiayai oleh deposit. Sebaliknya, bank-bank yang aktivitasnya didominasi oleh selain aktivitas lending—atau setidaknya lebih terdiversifikasi—cenderung memiliki net interest margin yang rendah. Dengan demikian, tingginya net interest margin BBI bisa saja disebabkan oleh tingginya tingkat lending-deposit yang tinggi dibandingkan aktivitas lainnya, berbeda dengan tiga bank lain yang sudah mulai dapat bergantung pada produk perbankan atau sumber pendanaan lain.
Di sisi lain, net interest margin yang terlalu tinggi juga dapat menandakan adanya inefisiensi perbankan, di mana bank terlalu berfokus untuk mendapatkan penerimaan yang tinggi sehingga menyebabkan fungsi intermediary tidak berjalan. Hal ini dibuktikan dengan interest rate spread perbankan Indonesia yang tinggi, bahkan di atas rata-rata interest rate spread beberapa negara di ASEAN, seperti yang ditunjukkan tabel di bawah. ASEAN Countries Indonesia Malaysia Singapura Thailand Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
Interest Rate Spread 2010 2011 2012 6.235 5.4725 5.848333 2.4975 2.004167 1.805 5.174167 5.211667 5.244167 4.9225 4.636667 4.301667 56
Filipina Brunei Darussalam Vietnam Myanmar Rata – rata
4.453 3.275333 2.523583 5.029459 5.104297 5.268459 1.9415 2.960333 2.968 5 5 5 4.406641 4.20812 4.119901
Tabel 17. Interest Rate Spread Negara-Negara ASEAN, 2010-2012 (dalam %) (Sumber: WDI, World Bank, 2014)
Terlihat bahwa perbankan Malaysia beroperasi semakin efisien dari tahun ke tahun, bahkan di tahun 2012, interest rate spread perbankan Malaysia mencapai yang terendah di ASEAN, yakni di tingkat 1,805%. Angka ini terpaut jauh dengan perbankan Indonesia yang memiliki spread tertinggi di ASEAN pada kisaran 5%, bahkan hampir 6%. Efisiensi juga diperlihatkan oleh perbankan Filipina dan Vietnam yang dapat beroperasi dengan spread di kisaran 2%. Hal ini mengindikasikan bahwa perbankan Indonesia membutuhkan reformasi agar dapat beroperasi secara lebih efisien.
Di sisi lain, dengan analisis efficiency ratio, kita dapat melihat bahwa BBI menggunakan 52,6% pendapatannya untuk membiayai operasional, lebih tinggi dibandingkan DBS (43%) dan Maybank (51,1%) tetapi lebih efisien dari CIMB (59,7%). Atau dengan kata lain, DBS dan Maybank memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menghasilkan pendapatan dari sumber daya yang dimiliki. Terdapat satu asumsi penting untuk menyimpulkan demikian, yakni keempat bank tersebut beroperasi dengan model yang sama.
Dari segi loan growth, BBI memiliki pertumbuhan yang paling tinggi dibandingkan ketiga bank lainnya, yakni sebesar 23,5% yang kemudian disusul oleh DBS (18,1%), CIMB (12,5%), dan Maybank (12%). Untuk sebagian bank, loan growth sama pentingnya dengan revenue growth bagi perusahaan walaupun terdapat kesulitan dalam mengevaluasi kualitas peminjam. Tingginya loan growth dapat diinterpretasikan Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
57
sebagai dua hal, antara bahwa bank tersebut telah melakukan penetrasi pasar baru atau melonggarkan standar kreditnya. Sementara itu untuk deposit growth, BBI masih berada di peringkat pertama dengan persentase 15,3%, diikuti oleh Maybank (14,9%), DBS (13,8%), dan CIMB (8%). Deposit merupakan sumber pendanaan yang dapat dikatakan paling umum dan termurah bagi bank. Tingkat deposit growth memberikan gambaran mengenai seberapa banyak lending yang dapat dilakukan oleh bank yang bersangkutan. Akan tetapi, terdapat perbedaan antara bank yang memilik deposit growth yang tinggi karena menawarkan suku bunga yang tinggi dengan bank yang dapat menghasilkan deposit growth yang sama pada tingkat suku bunga yang lebih rendah. Dengan demikian, kita perlu melihat berapa tingkat suku bunga yang ditawarkan masing-masing bank untuk menghubungkannya dengan tingkat deposit growth.
Sementara itu, nonperforming loan (NPL) Bank CIMB mengambil porsi sebesar 3,15% dari total pinjamannya. BBI menempati posisi berikutnya dengan angka 2,57% dan diikuti oleh Maybank (1,23%) serta DBS (1,14%). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan Bank BBI dalam mengelola kredit masih berada di bawah Maybank dan DBS, di mana resiko default kredit menjadi lebih tinggi.
Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
58
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN ASEAN Economic Community adalah bentuk integrasi ekonomi regional yang direncanakan untuk dicapai pada tahun 2015. Tujuan utama dari AEC 2015 adalah menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi dimana terjadi arus barang, jasa, investasi dan tenaga terampil yang bebas serta aliran modal yang lebih bebas.
AEC sudah disepakati. Dari sisi pemerintah, dalam hal ini sebagai regulator, perdagangan bebas dalam kerangka AEC sudah menjadi keputusan politik yang mau tidak mau harus dihadapi. Meskipun demikian, Indonesia masih memiliki waktu sampai 31 Desember 2015 untuk berbenah diri memperbaiki segala hal yang akan menjadi hambatan ketika kelak AEC sudah bergulir.
Dari sisi daya saing industri, Indonesia masih ada masalah dalam menghadapi liberalisasi perdagangan tersebut. Permasalahan daya saing muncul karena Indonesia masih menghadapi sejumlah permasalahan mendasar, baik pada tataran makro dan mikro industri, serta kondisi infrastruktur Indonesia yang buruk, sehingga menyebabkan proses pengintegrasian ekonomi dalam negeri belum tercapai secara efisien. Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
59
Bagi Indonesia yang merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak, wilayah darat dan laut terluas, serta PDB terbesar di ASEAN menjadikan Indonesia memiliki comparative advantage dibandingkan negara anggota ASEAN lainnya. Meskipun demikian, dari segala modal dan potensi yang dimiliki Indonesia, pasti juga ada tantangan dan hambatan yang sedikit banyak dapat mengganjal langkah Indonesia dalam memanfaatkan AEC untuk sebesar-besarnya kesejahteraan warga. Diperlukan keseriusan pemerintah dalam menguatkan industri – industri lokal yang potensial sehingga mampu meningkatkan competitive advantage untuk dijadikan senjata andalan Indonesia sehingga mampu berperan aktif dalam AEC. Maka dari itu strategic trade policy memang merupakan salah satu instrumen yang tepat untuk digunakan pemerintah Indonesia dalam menghadapi AEC.
1. Industri Dirgantara dan Perikanan Seperti diamanatkan UUD 1945 Pasal 33, bahwa ―Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat‖, maka sektor perikanan yang merupakan sumber daya alam yang harus dioptimalkan untuk kemakmuran bangsa. Terlebih lagi Indonesia merupakan negara maritim dan kepulauan terbesar (17.504 pulau) di dunia serta memiliki garis pantai sepanjang 104.000 km. Pemerintahan saat ini juga sedang fokus untuk mengembangkan industrialisasi perikanan. Industrialisasi perikanan diharapkan mampu menggerakkan dan mendorong jalannya perekonomian nasional melalui sektor perikanan yang tetap mengedepankan Pro-poor, Pro-Job, Pro-Growth dan ProEnvironment.
Di kancah internasional, Indonesia sendiri memiliki peran yang strategis dalam produksi perikanan. Menurut data FAO pada tahun 2012 diatas, produksi perikanan Indonesia berada pada tingkat 4 dunia. Untuk ASEAN sendiri, Indonesia masih kalah bersaing dengan Vietnam. Padahal, luas laut Vietnam jauh lebih kecil dibandingkan dengan luas laut yang dimiliki oleh Indonesia. Seharusnya, Indonesia dapat lebih mengoptimalkan luas laut yang dimilikinya sebagai produsen utama perikanan, khususnya di ASEAN terlebih dahulu. Walaupun volume produksi perikanan Indonesia baik dari perikanan tangkap maupun perikanan budidaya terus meningkat setiap Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
60
tahunnya. Produksi perikanan tangkap tahun 2006 sebesar 4,8 juta ton dan meningkat menjadi 5,7 juta ton pada tahun 2011. Tetapi, rata-rata kenaikan produksi perikanan dirasakan cukup lambat hanya sekitar 3,2 persen.
Penyebab utama dari masih lambatnya pertumbuhan produksi perikanan dikarenakan infrastruktur produksi belum optimal. Infrastruktur ini terdiri dari armada penangkapan dan proses distribusi yang masih lambat yang secara langsung mengakibatkan kualitas ikan indonesia menurun karena terlalu lama disimpan. Untuk itu, diperlukan sebuah strategi khusus yang membuat supply chain antara nelayan ke konsumen menjadi lebih pendek. Strategi distribusi ini tidak dapat lagi mengandalkan jasa pelayaran karena mendistribusikan ikan melalui laut memakan waktu yang cukup lama. Strategi yang dapat digunakan oleh pemerintah adalah dengan memanfaatkan industri dirgantara. Pemerintah dapat membuat pesawat perintis, melalui BUMN-nya PT. Dirgantara Indonesia, yang khusus untuk mendistribusikan ikan dengan adanya Cold Storage untuk menjamin ikan tetap dalam keadaan segar.
2. Industri Perbankan Strategic trade policy pada sektor keuangan merupakan hal yang mungkin dilakukan, mengingat prospek perekonomian Indonesia di tahun 2015 yang cukup baik. Jasa keuangan khususnya perbankan memiliki potensi besar di pasar jasa keuangan ASEAN, terutama jika bank-bank umum milik pemerintah dapat melakukan merger/akuisisi. Hal ini dilandasi harapan bahwa pemerintah dapat memberikan fokus lebih bagi bank hasil merger ini dalam mengembangkan pasarnya baik dalam maupun luar negeri.
Analisis yang dilakukan adalah dengan membandingkan key metrics indicator milik Bank Baru Indonesia (hasil merger Bank Mandiri, BTN, dan BNI) dengan milik DBS (Singapore), Maybank (Malaysia), dan CIMB (Malaysia). Hasilnya, BBI memiliki profitabilitas yang tertinggi dibandingkan ketiga bank lain yang ditunjukkan oleh tingginya net interest margin. Namun demikian, NIM yang tinggi tersebut mengindikasikan pula adanya inefisiensi dalam operasional bank. Hal ini turut pula didukung dengan fakta bahwa interest rate spread perbankan di Indonesia merupakan yang tertinggi di antara mayoritas negara di ASEAN. Kemudian dengan menggunakan Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
61
efficiency ratio, diketahui bahwa DBS dan Maybank memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menghasilkan pendapatan dari sumber daya yang dimiliki. Dari segi pertumbuhan pinjaman dan deposit, BBI memiliki tingkat pertumbuhan tertinggi yang mencerminkan pasar perbankan di Indonesia yang cukup baik. Terakhir dari nonperforming loans, diketahui kemampuan BBI dalam mengelola kredit masih berada di bawah Maybank dan DBS, di mana resiko default kredit menjadi lebih tinggi.
B. SARAN 1. Industri Dirgantara dan Perikanan Dari tantangan yang harus dihadapi sebagaimana yang telah dijelaskan di bab sebelumnya,
penulis
memberikan
beberapa
rekomendasi
kepada
pemerintah.
Diantaranya: a. Menguatkan sistem industri dan logistik perikanan melalui dirgantara. Pemerintah harus membantu pelaku usaha dalam membangun industry perikanan dan distribusi perikanan yang dihasilkan. Sehingga, supply yang telah disediakan oleh pelaku usaha dapat didistribusikan dengan baik dan pelaku usaha memiliki insentif untuk memproduksi lebih banyak. Penulis mengusulkan distribusi tersebut menggunakan pesawat. b. Menguatkan industri perakitan pesawat melalui BUMN, yaitu PT. Dirgantara Indonesia dan memfokuskan industry tersebut dalam membuat pesawat perintis, seperto CN-295 dan N-219. PT. Dirgantara Indonesia juga perlu membuat pesawat perintis tersebut untuk memiliki Cold Storage di kabin pesawat agar dapat menyimpan ikan. c. Pemerintah perlu menguatkan BUMN atau anak perusahaan dari BUMN yang khusus menangani jasa penerbangan untuk kargo industri ikan dan memberikan subsidi kepada perusahaan jasa penerbangan yang khusus bergerak di bidang penerbangan pesawat perintis. d. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum, perlu memperbanyak Bandar udara pesawat perintis di dekat daerah yang memiliki potensi kuat dalam perikanan. e. Memberikan akses modal dan pasar dan peningkatan daya saing.
Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
62
Pemerintah harus memperjelas penyaluran modal baik itu uang dan peralatan yang mendukung produksi yang lebih efektif dan cepat. penyaluran ini harus benar – benar diawasi dan berkoordinasi dengan pemerintah daerah dalam memperlancar penyaluran akses modal. Selain itu, akses pasar harus diberikan oleh pemerintah. Kebutuhan domestik telah mampu dipenuhi artinya harus ada pasar lain yang pemerintah sediakan untuk menjual hasil perikanan oleh pelaku usaha. Pemerintah harus membantu pelaku usaha dan meningkatan daya saing dan nilai tambah dengan memberikan edukasi terhadap pelaku usaha perikanan dari segi menejerial, finansial, dan operasional Hal ini diharapkan hasil perikanan pelaku usaha di Indonesia menjadi komoditas yang paling diminati di kancah Internasional. f. Penguatan peran lembaga perikanan. Pemerintah harus menguatkan peran lembaga untuk membantu pelaku usaha perikanan. Lembaga, dalam hal ini Dinas Perikanan Pemerintah Daerah, dapat membantu pelaku usaha dari tengkulak yang membeli murah produksi pelaku usaha perikanan yang menyebabkan pelaku usaha perikanan mengalami kerugian.Pemerintah juga harus memastikan produksi dari pelaku usaha perikanan memiliki pasar yang jelas sehingga produksi pelaku usaha dapat diperjualkan. g. Sumber Daya Manusia dan Ilmu pengetahuan dan teknologi yang mendukung. Pemerintah harus memberikan edukasi terhadap pelaku usaha perikanan dari segi menejerial, finansial, dan operasional serta memberikan fasilitas yang medukung terhadap penguatan produksi perikanan seperti teknologi baru yang dapat membantu percepatan produksi perikanan. h. Peningkatan kesejahteraan pelaku usaha perikanan dan masyarakat pesisir. Pemerintah harus menguatkan peran lembaga untuk membantu pelaku usaha perikanan. Lembaga dalam hal ini membantu pelaku usaha dari tengkulak yang membeli murah produksi pelaku usaha perikanan yang menyebabkan pelaku usaha perikanan mengalami kerugian. Dan juga Pemerintah harus memastikan produksi dari pelaku usaha perikanan memiliki pasar yang jelas sehingga produksi pelaku usaha dapat diperjualkan. i. Penguatan Input produksi perikanan budidaya. Salah satu input penting dalam budidaya ikan adalah pakan, pemerintah harus mendorong pengusaha lokal untuk menghasilkan pakan yang berkualitas dan dapat dijangkau oleh banyak kalangan masyarakat. Pakan juga akan mempengaruhi Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
63
tumbuh dan kembangnya ikan, oleh karena itu pemerintah harus serius dalam mejaga kualitas pakan. Tidak hanya pakan, input produksi lain seperti benih dan lainnya harus terjaga kualitasnya dan dapat dijangkau oleh lapisan masyarakat. j. Pemerintah harus menguatkan strategi yang mampu memasarkan ikan – ikan di Indonesia ke luar negeri. Indonesia masih bersaing dengan China dalam produksi Ikan dan pemenuhan konsumsi Ikan di ASEAN, apabila China mampu memproduksi lebih dan diikuti dengan kualitas yang jauh lebih baik, tentu akan menjadi dampak buruk bagi industri perikanan di Indonesia. Selain itu, untuk mengembangkan pasar perikanan Indonesia seminimalnya di ASEAN, Pemerintah Indonesia harus berani menantang China untuk bersaing melalui segi kualitas produk.
2. Industri Perbankan Merger antara Bank CIMB dengan RHB Capital di Malaysia yang sedang dalam tahap proses membuat posisi perbankan di Indonesia di masa depan semakin tidak menguntungkan. Untuk itu, diperlukan adanya kebijakan tegas dari pemerintah di mana salah satunya adalah dengan melaksanakan merger ketiga bank di atas. Meski aset yang dimiliki tetap akan di bawah bank-bank lain, setidaknya pemerintah dapat lebih terfokus untuk mengembangkan satu entitas perbankan dalam menghadapi persaingan sektor keuangan di ASEAN Economic Community.
DAFTAR TABEL Tabel 1. Perbandingan Populasi, Proyeksi Populasi, dan Luas Wilayah Negara Anggota ASEAN (sumber: United Nations Population Division) ...................................................
9
Tabel 2. Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Negara Anggota ASEAN Tahun 2010 – 2013 (sumber: World Bank) ................................................................................... 10 Tabel 3. Global Competitiveness Index Negara ASEAN (sumber: World Economic Forum, 2014)....................................................................................................................... 12 Tabel 4. Kriteria Subsidi Angkutan Udara Perintis ............................................................ 21 Tabel 5. Tabel Rekapitulasi Jumlah Pesawat Per Propinsi ................................................. 22 Tabel 6. Rata – rata Konsumsi Ikan Tahun 2010 – 2011 (Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011) ........................................................................................... 25 Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
64
Tabel 7. Volume Produksi Perikanan Tahun 2010 – 2011 (Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011) ........................................................................................... 26 Tabel 8. Volume Produksi Perikanan Budidaya Tahun 2010 – 2011 (Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011) ..................................................................... 26 Tabel 9. Produksi Perikanan Budidaya Tanpa Rumput Laut (sumber: FAO, 2012) .......... 27 Tabel 10. Volume Produksi Perikanan Tangkap Tahun 2010 – 2011 (Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011) ..................................................................... 27 Tabel 11. Produksi Perikanan Tangkap Tahun 2010 – 2011 (sumber: FAO, 2012) .......... 28 Tabel 12. Volume, Nilai Ekspor – Impor dan Neraca Perdagangan Tahun 2010 – 2011 (sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011) ................................. 28 Tabel 13.Total Aset IKNB* (dalam triliun rupiah) (sumber: Laporan Triwulan I OJK, 2014) .......................................................................................................................... 40 Tabel 14.Total Aset IKNB Syariah* (dalam triliun rupiah) (sumber: Laporan Triwulan I OJK, 2014) ........................................................................................................ 41 Tabel 15. Proyeksi PDB Dunia (sumber: Bank Indonesia, 2014) ...................................... 42 Tabel 16. Aset dan Ekuitas Bank-Bank di ASEAN (dalam dollar) (Sumber: ) .................. 52 Tabel 17. Interest Rate Spread Negara-Negara ASEAN, 2010-2012 (dalam %) (Sumber: WDI, World Bank, 2014) .................................................................................... 53
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. 4 Pilar ASEAN Economic Community (AEC) (sumber: AEC Blueprint, 2007) ..................................................................................................................
7
Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
65
DAFTAR GRAFIK Grafik 1. Logistics Performance index (sumber: World Bank) .......................................... 13 Grafik 2. Grafik 2. Perbandingan Konsumsi Protein Gr/Kap/Hari (sumber: Susenas, 2009) ..................................................................................................... 25 Grafik 3. Volume Ekspor – Impor Perikanan Indonesia Tahun 2003 – 3011 (sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011) ...................................................... 29 Grafik 4. Kontribusi Volume Ekspor Hasil Perikanan Menurut Tujuan Ekspor Tahun 2012 (sumber:) ......................................................................................................... 34 Grafik 5. Perkembangan IHSG dan Nilai Rata-Rata Perdagangan Saham Harian (sumber: Laporan Triwulan I OJK, 2014) .......................................................................... 41 Grafik 6. Negara Utama Tujuan Investasi (sumber: UNCTAD) ........................................ 43 Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
66
Grafik 7. Net Interest Margin Bank BRI, BTN, dan BNI, 2009-2013 ............................... 47 Grafik 8. Return on Equity Bank BRI, BTN, dan BNI, 2009-2013 .................................... 48 Grafik 9. Biaya Operasional per Pendapatan Operasional Bank BRI, BTN, dan BNI, 2009-2013 .................................................................................................................. 48 Grafik 10. Capital Adequacy Ratio Bank BRI, BTN, dan BNI, 2009-2013....................... 49 Grafik 11. Nonperforming Loan Bank BRI, BTN, dan BNI, 2009-2013 ........................... 50 Grafik 12. Loan Growth Bank BRI, BTN, dan BNI 2009-2013......................................... 50 Grafik 13. Deposit Growth Bank BRI, BTN, dan BNI, 2009-2013 ................................... 51 Grafik 14. Rasio Bank-Bank di ASEAN ............................................................................ 51
DAFTAR PUSTAKA Sumber Internet AEC 2015 Bisa Jadi Lonceng Kematian Industri Nasional. [online]. http://www.kemenperin.go.id/artikel/5959/AEC-2015-Bisa-Jadi-Lonceng-KematianIndustri-Nasional/ (17 November 2014) Menyambut ASEAN Economic Community 2015: Bagaimana Kesiapan Industri Perunggasan Nasional?. [online]. http://www.poultryindonesia.com/news/opini/menyambut-asean-economic-community2015-bagaimana-kesiapan-industri-perunggasan-nasional/ (18 November 2014)
Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
67
Indonesia Hadapi AEC 2015. [online]. http://www.liputan6.com/citizen6/read/566007/menakar-kesiapan-indonesia-hadapi-aec2015 (18 November 2014) PASAR BEBAS ASEAN: Mengintip Kesiapan Indonesia. [online]. http://www.bisnis.com/bisnis-indonesia/read/20130703/251/148451/pasar-bebas-aseanmengintip-kesiapan-indonesia (17 November 2014) Kesiapan Indonesia Menghadapi MEA Mengkhawatirkan. [online]. http://www.ekonomi.rimanews.com/bisnis/read/20141014/177805/-Kesiapan-IndonesiaMenghadapi-MEA-Mengkhawatirkan (19 November 2014) Peluang dan Tantangan Indonesia Pada ASEAN Economic Community 2015. [online]. http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=7911 (19 November 2014) Industri Nasional ―Gugup‖ Sambut AEC 2015. [online]. http://kemenperin.go.id/artikel/5879/Industri-Nasional- (18 November 2014) Indonesia Perlu Perbanyak Tenaga Terampil Hadapi MEA. [online]. http://www.beritasatu.com/ekonomi/222273-indonesia-perlu-perbanyak-tenaga-terampilhadapi-mea.html (20 November 2014) Kemendag Catatkan Ekspor Hasil Laut ke Jerman Sebesar USD 15 Juta. [online]. http://beritadaerah.co.id/2014/08/25/kemendag-catatkan-ekspor-hasil-laut-ke-jermansebesar-usd15-juta/ (19 November 2014) Kurangi Kemiskinan, RI Belajar Ikan ke China. [online]. http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/250716-kurangi-kemiskinan--ri-belajar-ikan-kechina (19 November 2014) Garut Bisa Ekspor Hasil Laut 40 Ton per Bulan. [online]. http://www.tribunnews.com/bisnis/2014/04/19/garut-bisa-ekspor-hasil-laut-40-ton-perbulan (19 November 2014) Pelepasan Ekspor hasil Perikanan ke Jepang – Belgia. [online]. http://sulselprov.go.id/berita-pelepasan-ekspor-hasil--perikanan--ke-jepang-–-belgia.html (19 November 2014) Gali Peluang Ekspor Produk Hasil Laut ke Korea Selatan. [online]. http://www.tribunnews.com/bisnis/2012/05/25/gali-peluang-ekspor-produk-hasil-laut-kekorea-selatan (19 November 2014) Gunawan, ST., MT. 2009. Pengkajian Kebutuhan Pesawat dalam Mendukung Kegiatan Angkutan Udara Perintis di Indonesia. Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
68
www.google.com/search?client=opera&q=PENGKAJIAN+KEBUTUHAN+PESAWAT +DALAM+MENDUKUNG+KEGIATAN+ANGKUTAN+UDARA+PERINTIS+DI+IN DONESIA&sourceid=opera&ie=UTF-8&oe=UTF-8# (18 November 2014) Hermawan, Tommy. 2013. Sistem Logistik Ikan Nasional, Sebuah Tinjauan Kebijakan. [pdf]. http://callforpapers.bappenas.go.id/papers/Sub%20tema%20Perekonomian%20Tommyh ermawan.pdf (18 November 2014) Brunei Darussalam. (2013). ASEAN+6 Population Forecast. [pdf]. http://asean2013.gov.bn/images/aseanpopuforecast.pdf (17 November 2014) Jones, Gavin W. 2013. The Population of Southeast Asia. [pdf]. http://www.ari.nus.edu.sg/docs/wps/wps13_196.pdf (16 November 2014) https://www.google.com/?gws_rd=ssl#q=jumlah+pesawat+indonesia+untuk+keperluan+distr ibusi+hasil+laut (12 November 2014)
Sumber Literatur Schwab, Klaus. 2014. The Global Competitiveness Report 2014 – 2015. Geneva: World Economic Forum. Hanafiah dan AM Saefudin. 1986. Tata Niaga Hasil Perikanan. Jakarta: Universitas Indonesia (UI Press). Mishkin, Frederick S. 2009. Money, Banking, and Financial Market 9th Edition. New York: Prentice Hall. Krugman, Paul R. 1996. Strategic Trade Policy and New International Economies. The MIT Press. Putra, Dody Yuli. 2011. Peran Sektor Perikanan dalam Perekonomian Nasional dan Penyerapan Tenaga Kerja di Indoensia : Analisi Input – Output. Padang. Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. 2012. Rencana Strategis Kementrian Kelautan dan Perikanan RI Tahun 2010 – 2014. Jakarta. Kementerian PPN. 2013. Pembangunan Kelautan dan Perikanan dalam Prioritas Pembangunan Nasional 2014 – 2019. Jakarta. Statistik Ekspor Hasil Perikanan Menurut Komoditi, Provinsi dan Pelabuhan Asal Ekspor 2012. Bank Indonesia. 2014. Laporan Perekonomian Indonesia 2013: Menjaga Stabilitas, Mendorong Reformasi Struktural untuk Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan.
Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
69
Infobank Outlook 2015: Tumbuh di Ruang Sempit dan Reformasi Struktural. Majalah Infobank Edisi Oktober 2014. Laporan Keuangan Bank Mandiri, 2009-2013. Laporan Keuangan Bank BTN, 2009-2013. Laporan Keuangan Bank BNI, 2009-2013. Laporan Triwulan I OJK, 2014. Penerbangan, Undang-Undang No. 1 Tahun 2009.
Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014
70