ASAL MULA NAMA SIMO Sawah dan ladang milik Kyai Singoprono subur dengan hasil melimpah ruah, namun kesemuanya itu merupakan hasil kerja keras dan doa yang senantiasa menghiasinya. Suatu malam yang cerah, bulan dan bintang bersinar terang, dengan membawa tombak saktinya, Kyai Singoprono pergi ke sawah untuk melihat-lihat apakah tanamannya aman dari gangguan hama dan binatang. Dengan
berhati-hati
dan
waspada
Kyai
Singoprono
mengelilingi sawahnya, dan Kyai Singoprono merasa tentram, sebab tanamannya tak satupun yang rusak. Namun hatinya gundah tak menentu tapi tidak mengetahui sebabnya, sebentar-sebentar dilihatnya sawah didepannya walaupun tidak terlihat sesuatu apapun kemudian duduk kembali
untuk
waspada
terhadap
suara-suara
yang
mencurigakan tetapi tak ada sesuatu peristiwa yang menjawab kegundahan itu. Setelah sementara waktu dari kejauhan sayup terdengar suara gemuruh datang mendekat dan terus mendekat ke arah Kyai Singoprono duduk, dan semakin lama terdengar jelas banyak kaki-kaki binatang besar berlari mendekat. Berdegup kencang jantung Kyai Singoprono mendengarnya.
Waspada dengan tombak sakti ditangan dan terjawab kegundahan hatinya, dari arah depan datang segerombolan babi rusa menghampiri sawahnya dan mereka berpesta pora, makan dan merusak tanamannya. Kyai Singoprono berfikir sejenak akan ditangkapnya babi rusa itu namun karena banyak akhirnya diurungkan niat dan diteguhkan hatinya untuk menyerang kawanan itu.. Kyai Singoprono mengendap-endap mendekati kawanan babi rusa itu dan setelah mantap hatinya maka dibidikkanlah tombak pusaka ditangan dan dilempar dan mengenai salah satu babi rusa itu namun aneh bukannya roboh dan mati tetapi terus berlari seperti tak terkena senjata tombak itu. Oleh karena serangan yang tiba-tiba, kawanan babi rusa itu terkejut dan tunggang langgang lari masuk kembali menuju hutan. Oleh karena tombak saktinya tertancap pada salah satu babi rusa tersebut Kyai Singoprono terus mengejar berharap babi rusa yang terkena tombaknya akan mati kehabisan tenaga. Terus mengejar seakan ada kekuatan gaib merasuki diri Kyai Singoprono sehingga mendapat kekuatan untuk berlari. Setelah lama dikejar sampailah Kyai Singoprono ditengah hutan
dan
Singoprono
sekoyong-koyong berubah
menjadi
keadaan
sekitar
Kyai
alun-alun
keraton
dan
didepannya tampaklah istana keraton nan megah. Kyai Singoprono merasa bahwa dirinya bermimpi dan dicubitnya lengannya namun masih merasa sakit, Kyai Singoprono berjalan mendekati istana tersebut lalu tampaklah prajurit yang menjaga istana datang menghampirinya dengan tergesa-gesa dan kemudian bertanya kepada prajurit penjaga. Penjaga tersebut bercerita bahwa puteri raja sedang sakit keras dan telah diupayakan melalui berbagai cara dan berbagai pengobatan namun tak kunjung sembuh dan Raja telah membuat sayembara yang bunyinya barang siapa yang bisa mengobati sakit sang puteri, bila laki-laki akan dijadikan menantu dan apabila wanita akan dijadikan saudara
bagi
puterinya.
Mendengar
cerita
itu
Kyai
Singoprono ingin mencoba mengobati penyakit sang puteri raja. Setelah mendapatkan ijin Kyai Singoprono diantar berjalan menuju ruang peristirahatan sang puteri, dan setibanya disana terlihat keluarga raja sedang berduka dan tak kuasa menahan tangis. Dipersilahkan Kyai Singoprono mengobati sang puteri. Setelah diraba dengan dibubuhi mantra Kyai Singoprono menemukan pada pangkal paha sang puteri tertancap tombak saktinya. Betapa terkejutnya Kyai Singoprono akan
hal itu namun disembunyikan perasaannya dan ia yakin bahwa tombak saktinyalah yang menyebabkan sang puteri sakit. Benar adanya setelah tombak sakti tersebut dicabut dan dimasukkan ke dalam kantong baju Kyai Singoprono secara ajaib sebuhlah sang puteri dari sakitnya. Sesuai dengan janji sang raja maka Kyai Singoprono dijadikan menantu sang raja dan diadakan pesta yang meriah dan entah kekuatan apa yang merasuki Kyai Singoprono sehingga tidak ingat akan dirinya yang telah memiliki isteri. Hari demi hari berlalu dan mereka hidup rukun saling mencintai dan tiba-tiba teringatlah Kyai Singoprono kepada isterinya dan ingin pulang untuk menemui isteri yang telah lama ia tinggalkan. Maka Kyai Singoprono pamit untuk pergi mengembara untuk waktu yang agak lama. Setelah diijinkan berangkatlah Kyai Singoprono menuju ke kampung halamannya, namun betapa terkejutnya setelah ia bertemu
orang-orang
yang
berteriak
babi
rusa
dan
mengejarnya, begitulah seterusnya berulang kali sampai
suatu saat merasa lelah dan pulang kembali menuju kerajaan sang puteri. Kyai Singoprono berfikir sejenak dan memohon kepada Tuhan agar diberikan petunjuk mengenai apa yang terjadi pada dirinya. Dan teringat pulalah pada pakaian yang ia kenakan pada waktu mengejar babi rusa dan segera seperti mendapatkan petunjuk saat itu juga dilepaskan pakaian barunya dan dikenakannya kembali pakaian usangnya dan setelah itu ia minta ijin lagi kepada isteri barunya untuk kembali pergi meneruskan perjalanan, anehnya dalam perjalanannya Kyai Singoprono tidak dikejar-kejar orang lagi dan tidak ada yang meneraki babi rusa lagi. Setelah berjalan seharian menjelang maghrib sampailah Kyai Singoprono di tepi kampung halamannya dan beberapa saat kemudian sampai di depan rumahnya namun terkejut bukan kepalang karena sayup-sayup terdengar suara doa yang dipanjatkan seperti bila ada orang yang mempunyai hajat kenduri. Dengan perasaan yang kurang enak Kyai Singoprono terus berjalan masuk ke dalam rumahnya. Begitu melihat Kyai Singoprono orang-orang yang tadinya berdoa di dalam rumahnya berhamburan keluar dengan wajah pucat pasi tak ada yang berani menatap Kyai
Singoprono dan perempuan-perempuan yang ada di dapur tak ada yang bisa berlari karena kaki mereka seperti dipaku ke tanah akibat melihat Kyai Singoprono. Segera Kyai Singoprono menghampiri isterinya dan lama sekali mereka berpandangan melepas rindu dan tanda tanya yang selama ini menyelimuti kepergian Kyai Singoprono. Orang-orang yang tadinya lari tunggang langgang pun memberanikan diri kembali masuk ke dalam rumah dan ingin tahu kejadian apa sebenarnya yang telah dialami oleh Kyai Singoprono. Ya, kepergian Kyai Singoprono telah 3 tahun (1000 hari) lamanya meninggalkan isterinya. Semenjak saat itu menjadi tradisi bagi masyarakat sekitar Simo dan Walen bahwa bila ada sanak keluarga yang hilang setelah 3 tahun tidak pulang maka keluarga itu tidak mengharapkan kembali atau dengan anggapan bahwa telah meninggal dunia tetapi apabila kurang dari 3 tahun maka keluarganya masih tetap mencari dan mengharapkan kedatangan sanak keluarga yang hilang tersebut. Kembali kepada Kyai Singoprono yang telah kembali kepada kehidupan kesehariannya yang setelah mengalami kejadian tersebut menjadi lebih tekun beribadah dan bertambah taqwa kepada Yang Maha Kuasa. Cerita tentang Kyai Singoprono yang telah menghilang selama 3 tahun tersebut
menjadi buah bibir tersebar sampai ke seluruh pelosok negeri sampai ke Kerajaan Demak dan sang Sultan Demak ingin
bertemu
dengan
Kyai
Singoprono
dan
ingin
mengetahui kesaktiannya apalagi saat itu Sultan memiliki rencana untuk menaklukkan Raja Pengging. Akhirnya Sultan Demak berangkat sendiri menyamar menjadi rakyat jelata yang miskin dan dikawal pasukannya menuju kediaman Kyai Singoprono di Desa Walen hal tersebut dilakukan agar Kyai Singoprono tidak mengenal sang Sultan dengan pakaian kebesarannya sebagai seorang raja. Setelah berjalan berhari-hari sampailah Sultan Demak di sebuah desa yang disitu tumbuh sebatang pohon duwet putih yang rindang dan Sultan Demak ingin beristirahat barang sejenak dan diperintahkannya
beberapa
prajuritnya
untuk
mencari
keterangan dimanakah rumah Kyai Singoprono, setelah mendapatkan keterangan dari penduduk desa kembalilah prajurit menemui sang Sultan dan meneruskan perjalanan kembali menuju kediaman Kyai Singoprono. Sesampainya di rumah Kyai Singoprono sang Sultan duduk di depan pintu rumah sambil meminta sedekah. Saat itu Kyai Singoprono sedang makan siang dan segera ditinggalkannya makanan yang sedang disantapnya kemudian datang menghampiri pengemis itu dan dipersilakan untuk masuk dan makan
bersamanya. Namun pengemis itu bertanya kepada Kyai Singoprono mengapa seorang pengemis yang hina papa di persilakan
dan
diperlakukan
demikian?
Jawab
Kyai
Singoprono bahwa hal tersebut adalah tindakan yang biasa dan harus dilakukan kepada siapapun juga tidak boleh pandang bulu apalagi saya tahu bahwa anda bukan pengemis dan anda adalah Sultan Demak yang sedang menyamar
menjadi
diperlakukan
dengan
seorang hormat.
pengemis Takjublah
dan
perlu
sang
Sultan
mendengar hal tersebut dan mengambil kesimpulan bahwa memang berita yang sang Sultan dengar selama ini bukanlah
isapan
jempol
semata,
melainkan
sebuah
kenyataan bahwa Kyai Singoprono adalah seorang yang arif bijaksana baik dalam perkataan dan perbuatannya juga sakti mandraguna, sampai-sampai sang Sultan terduduk di depan Kyai Singoprono namun Kyai Singoprono menempatkan diri sebagai rakyat biasa yang menghadap rajanya. Kyai
Singoprono
dan
sang
Sultan
terlibat
dalam
pembicaraan yang panjang lebar dan disampaikan pula oleh sang Sultan keinginannya untuk menaklukkan Kerajaan Pengging dan telah disiapkan pasukan menuju ke Kerajaan Pengging dan sekarang tengah beristirahat di sekitar pohon duwet putih menunggu perintah sang Sultan, namun apa
yang menjadi keinginan sang Sultan tidak dikabulkan oleh Kyai Singoprono dan apabila sang Sultan berperang akan menemui kegagalan namun sang Sultan tetap pada pendiriannya sehingga terus terjadi perdebatan diantara mereka berdua. Setelah lama berdebat sang Sultan tetap pada pendiriannya mengajukan syarat apabila Bende pusaka Kyai Bercak yang tergantung dipohon duwet putih tempat pasukan Kerajaan Demak dipukul dan mengeluarkan bunyi keras maka Kyai Singoprono akan setuju tetapi kebalikannya apabila bende pusaka yang tergantung dipohon duwet putih tempat pasukan Kerajaan Demak dipukul dan mengeluarkan bunyi tidak keras maka dia tidak setuju dengan apa kehendak sang Sultan dan memohon sang Sultan untuk kembali ke Kerajaan Demak beserta pasukannya. Menanggapi perkataan Kyai Singoprono sang Sultan pergi meninggalkan Kyai Singoprono menuju pohon duwet putih (sekarang masih hidup dan terletak di sebelah barat
Kantor
Kecamatan
Simo,
Boyolali)
kemudian
memerintahkan kepada salah seorang prajuritnya untuk memukul Bende Pusaka Kyai Bercak dan ternyata setelah dipukul mengeluarkan bunyi hanya seperti harimau yang mengaum.
Suara
itu
terdengar
sampai
jauh
dan
mengundang perhatian banyak orang karena memang di daerah tersebut sering terdapat gangguan harimau. Orang-orang di daerah itu lalu menuju arah dimana datangnya suara tadi untuk mengejar harimau tersebut dan sampailah orang banyak tersebut di tempat dimana pasukan sang Sultan berhenti tepatnya dipohon duwet putih tempat Bende pusaka Kyai Bercak dikaitkan diatasnya. Berkatalah orang banyak tersebut tentang suara yang mereka dengar datang dari arah tersebut lalu sang Sultan sendiri datang menghampiri mereka dan berkata bahwa suara tersebut bukan berasal dari harimau sesungguhnya melainkan dari Bende Pusaka Kyai Bercak yang dipukul dan mengeluarkan bunyi seperti auman seekor harimau dan menyatakan kepada orang banyak tersebut bahwa besok jika tempat menjadi sebuah desa maka dinamakan Desa Simo, dan setelah berkata demikian orang banyak itu lalu pulang ke rumah masing-masing dan setelah peristiwa itu masyarakat menamakan daerah itu Desa Simo.