NUANSA SURAU DI SEKOLAH IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER Ditulis oleh Prof. Dr. H. Duski Samad, M.Ag./ Dekan FTK IAIN Imam Bonjol Padang Kamis, 17 April 2014 15:44
NUANSA SURAU DI SEKOLAH
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER [1]
A. Pendahuluan.
Membangun pendidikan yang berkualitas untuk mewujudkan daya saing bangsa dalam multi sector pembangunan merupakan kebutuhan nyata bangsa Indonesia saat ini dan masa datang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnolgi yang cepat telah melahirkan sejumlah perubahan yang cepat dan tidak terduga di berbagai bidang kehidupan. Kualitas sumber daya manusia adalah factor penentu kemajuan bangsa. Hanya bangsa yang cerdas dan berkarakter kuat yang mampu mengatasi persoalan zamannya. Oleh karena itu penyiapan sumber daya manusia melalui pendidikan yang berkualitas perlu disesuaikan dengan kemajuan.
Teknologi informasi di era global saat ini adalah salah satu sisi penting yang secara signifikans mempengaruhi besar produktifitas bangsa, karena budaya instan yang diniscayakan oleh produk digital telah membawa perubahan pola berfikir bangsa. Pola berfikir dan pola hidup yang ingin mudah dan tidak tertantang bekarja keras dan berproduk. Sekolah adalah lembaga paling penting dan menentukan yang akan membentuk produktifitas bangsa, karena lewat pendidikan diinternalisasikan value agama dan budaya.
1 / 10
NUANSA SURAU DI SEKOLAH IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER Ditulis oleh Prof. Dr. H. Duski Samad, M.Ag./ Dekan FTK IAIN Imam Bonjol Padang Kamis, 17 April 2014 15:44
Sekolah adalah kesempatan untuk pelanjutan, perluasan dan perdalaman agama, budaya dan ilmu pengetahuan. Pembudayaan nilai agama, budaya dan ilmu pengetahuan teknologi (IPTEK) lewat rumah tangga dan sekolah adalah cara terbaik untuk membangunkan produktivitas bangsa. Bangsa Indonesia harus melakukan reorentasi pendidikan pada sekolah dengan mengintegrasi nilai-nilai agama, budaya dan iptek. Sekolah yang berorentasi nilai tambah adalah cara yang harus segera direalisasikan.
B. Nuansa Surau di Sekolah.
Collective memory orang Minang terhadap masa lalunya yang sarat cetak biru sejarah yang mengagumkan dikatakan buah dari pendidikan surau. Surau sebagai salah satu portpolio dalam lintasan sejarah panjang keminangkabauan punya andil besar dalam melahirkan ulama, intelektual dan terus memberikan kemungkinan bagi terjadinya kemajuan itu. Surau adalah local genius temp at sosialisai adat dan maintenance tradisi keminangkabauan.
Surau adalah full pledge Islamic education institution (pusat pendidikan Islam) dan tempat bersauh menjadikan adat dan syarak sebagai satu paket ajaran dalam learning society masyarakat Minangkabau. Pendidikan surau, inti pendidikannya lebih pada proses belajar untuk sosialisasi dan enkulturasi kultural Minangkabau daripada hanya sekedar perolehan pengetahun dan bisa disebut juga inti sebenarnya adalah membangun karakter dan kepribadian.
Keinginan untuk mengatualisasikan tradisi surau bagi generasi muda Minangkabau kini dan masa datang sudah mendapat tempat dalam kebijakan pendidikan di Sumatra Barat sebagaimana tercermin dalam visi Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Propinsi Sumatera Barat, yaitu: Terwujudnya insan Sumatera Barat yang cerdas dan kompetitif, dan terwujudnya kehidupan agama dan budaya berdasarkan filosofi ”Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah”, yang meliputi (1) terwujudnya tata kehidupan masyarakat yang agamais dan berbudaya, (2) terwujudnya masyarakat berbudi luhur dan berakhlak mulia,(3) terwujudnya Sumatera Barat sebagai pusat pendidikan bernuansa Islam,(4) terwujudnya kesalehan dan kepedulian sosial, dan (5) terciptanya kehidupan sosial yang
2 / 10
NUANSA SURAU DI SEKOLAH IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER Ditulis oleh Prof. Dr. H. Duski Samad, M.Ag./ Dekan FTK IAIN Imam Bonjol Padang Kamis, 17 April 2014 15:44
harmonis dalam suasana multikultur.
Pendidikan Bernuansa Surau adalah upaya mengadopsi nilai-nilai surau dalam pengembangan logika dan dialektika dalam pembelajaran keilmuan untuk menginternalisasikan nilai-nilai Islam dan budaya adat Minangkabau kepada peserta didik dengan indiktor, bermartabat, beriman dan berkepribadian terpuji, berilmu pengetahuan yang tinggi dan berperilaku sesuai dengan pengetahuan dan keimanan yang diyakininya.
Pencapaian terhadap indikator tersebut akan melahirkan anak didik yang kompetitif yaitu mereka yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, berdaya saing tinggi dan memiliki kemandirian, berbudaya minangkabau yang ditandai oleh prilaku mengamalkan nilai-nilai ABS-SBK, melestarikan adat dan budaya Minangkabau Punyo raso jo pareso.
Kondisi ideal tersebut tidak mudah untuk mencapainya, satu diantara upaya yang harus ditempuh adalah menyatu padukan visi, misi, langkah dan pandangan semua pihak yang terkait dengan sekolah. Di antara misi yang patut dipertimbangkan adalah:
1. Menginternalisasikan nilai-nilai keislaman dan budaya Minangkabau dalam proses pembelajaran di sekolah.
2. Membudayakan proses pembelajaran yang bijak, santun dan keteladanan serta mengembangkan logika dan dialektika Islami.
3. Proaktif dalam perkembangan sains dan teknologi serta memiliki daya saing tinggi dalam menghadapi era globalisasi dengan tetap berlandaskan kepada Adat Basandi Syara', Syara' Basandi Kitabullah (ABS-SB K).
4. Menciptakan kultur sekolah yang melestarikan nilai-nilai keislaman, adat dan budaya Minangkabau.
3 / 10
NUANSA SURAU DI SEKOLAH IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER Ditulis oleh Prof. Dr. H. Duski Samad, M.Ag./ Dekan FTK IAIN Imam Bonjol Padang Kamis, 17 April 2014 15:44
5. Memfungsikan tali nan tigo sapilin, tungku nan tigo sajarangan dalam menginternlisasikan nilai-nilai keislaman dan adat budaya Minangkabau .
6. Mengedepankan keteladanan (uswatun hasanah) dari warga sekolah kepada peserta didik.
Visi, misi dan tradisi kehidupan keagamaan yang bernuansa surau yang hendak dibangun di Sekolah pada dasar melibatkan semua komponen sekolah. Kepala sekolah sebagai pengayom dan penentu arah aktifitas sekolah tentu memiliki peran besar untuk mengembangkan pola-pola kegiatan dan pendekatan untuk mencipatakan nuasa surau di sekolah mereka. Prinsip pokok yang semestinya tertanam kuat dalam jiwa kepala sekolah adalah bahwa nuansa penguatan pendidikan agama di sekolah – khususnya pendidikan bernuansa surau- titik tumpunya bukanlah penambahan jam belajar agama, tetapi adalah penciptaaan situasi yang kondusif dan pembiasaan keagamaan. Hal itu dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan yang relevan dengan tingkat pertumbuhan psikologis anak.
1. Ketaqwaan Kepada Allah.
Hal ini merupakan asas paling fundamental dalam mengusahakan iffah pada diri seseorang. Ketaqwaan adalah pengekang seseorang dari perbuatan-perbuatan tercela yang dilarang oleh dienul Islam. Taqwa akan menyebabkan seseorang selalu berhati-hati dalam melakukan berbagai perbuatan, baik di kala sendirian maupun keramaian mengamalkan sabda Nabi" Bertaqwalah kepada Allah dimanapun kamu berada …" cara yang dapat ditempuh untuk itu adalah dengan melatihkan bacaan dzikir harian seperti membaca basmalah diawal kegiatan atau di akhir setiap pembelajaran membaca hamdalah adalah bentuk aktivitas mendidik peserta didik untuk mengingat Allah dalam setiap memahami materi pembelajaran.
Pembiasaan itu disertai dengan pemberian makna bahwa semua ilmu sesungguhnya berasal dari Allah SWT. Pada hakikatnya Allah-lah yang mengajarkan ilmu kepada setiap makhluk-Nya.
4 / 10
NUANSA SURAU DI SEKOLAH IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER Ditulis oleh Prof. Dr. H. Duski Samad, M.Ag./ Dekan FTK IAIN Imam Bonjol Padang Kamis, 17 April 2014 15:44
Dengan upaya seperti ini, maka ilmu yang diperoleh tidak membawa sikap arogansi (angkuh dan tinggi hati), akan tetapi dengan ilmu yang ia kuasai menjadikannya tawadhu’ (rendah hati). Hal ini sesuai dengan pepatah: ” jadilah seperti padi, semakin barisi semakin marunduak” . Pendekatan dzikir harian ini juga akan mengugah jiwa sang guru agar ia mengajar benar-benar didasarkan pada panggilah hati nuraninya. Ada ungkapan mengatakan: "Setiap sesuatu yang datang dari hati akan masuk ke dalam hati; setiap sesuatu yang datang dari bibir/mulut hanya akan tertuju ke telinga". Implementasi dari pendekatan ini adalah dengan terciptanya kasih-sayang, kesopanan, toleransi, kejujuran, kebersihan, disiplin diri, tanggung jawab, keberanian moral, kerajinan, komitmen, dan loyalitas.
2. Internalisasi nilai
Internalisasi nilai adalah sebuah pendekatan dalam penyajian materi setiap mata pelajaran, baik secara lisan maupun tertulis dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai ( internalitation of values ) keislaman dan budaya Minangkabau ke dalam sebuah tema tertentu di setiap mata pelajaran tanpa mengabaikan kompetensi yang terdapat pada kurikulum. Hal ini perlu diterapkan dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah.
Selain itu pendekatan ini juga diharapkan mampu membentuk paradigma peserta didik mengenai pentingnya perpaduan ilmu, agama dan budaya dalam kehidupan. Ini sejalan pula dengan teori kognitivisme yang menekankan pentingnya perubahan mindset seseorang. Pentingnya pendekatan ini juga tersirat dalam falsafah Minang: "Adat Basandi Syara', Syara' Basandi Kitabullah, Syara' Mangato, Adat Mamakai, Alam Takambang Manjadi Guru" .
3. Kultural
5 / 10
NUANSA SURAU DI SEKOLAH IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER Ditulis oleh Prof. Dr. H. Duski Samad, M.Ag./ Dekan FTK IAIN Imam Bonjol Padang Kamis, 17 April 2014 15:44
Pendekatan kultural digunakan untuk menciptakan lingkungan sekolah sebagai lingkungan pembelajar (learning society) yang berbudaya. Dengan pendekatan kultural diharapkan keunggulan budaya lokal dapat diterapkan di sekolah sehingga terwujud proses pembelajaran yang bernuansa keislaman, iptek dan budaya. Dalam hal ini, guru dituntut untuk memahami dan menguasai keunggulan budaya lokal yang ada di lingkungan masyarakat tersebut.
Essensi pendekatan kultural merupakan pendekatan yang menekankan pengalaman nilai-nilai universal yang menjadi kebutuhan manusia yang berlaku di masyarakat. Pendekatan kultural akan dapat diterapkan secara efisien dengan mengoptimalkan kerja sama warga sekolah dan stakeholder lainnya. Oleh karena itu, pelaksanaan pendekatan ini melibatkan seluruh komponen masya rakat secara optimal. Kerja sama itu tergambar dalam pepatah Minang yang mengatakan: "Bulek aie dek pambuluah, bulek kato dek mufakaik, baiyo-iyo jo adiak, batido-tido jo kakak, baajun-ajun jo sumando, babana-bana jo bundo, nan elok diambiak jo mufakaik, nan buruak dibuang jo etongan." Kemudian, kerjasama itu hendaknya sesuai dengan kapasitas masing-masing, sebagaimana pepatah Minang: " Panghulu tagak di pintu adaik, Malin tagak di pintu syara', Manti tagak di pintu susah, Dubalang tagak di pintu mati".
4. Pembiasaan
Pembiasaan adalah upaya membiasakan nilai-nilai positif yang dikembangkan dalam sistem pendidikan surau. Dengan begitu, pendekatan pembiasaan yang dimaksud dalam konteks ini adalah melakukan kebiasaan yang baik (good habbit). Proses pembiasaan ini dapat diterapkan oleh guru, baik dalam pembelajaran di kelas maupun di lingkungan sekolah. Dalam hal ini reward dan punishment perlu diberikan.
Pendekatan pembiasaan juga relevan dengan teori behavioristik yang menekankan pentingnya pembiasaan untuk mengubah perilaku seseorang. Dengan pembiasaan tersebut akan terbentuk sikap positif. Dari sikap positif inilah yang akan membangun dan membentuk karakter. Pendekatan ini juga sesuai dengan pepatah Minang: "ketek taranjo-anjo, gadang tabawo-bawo, gaek taubah tid o, ka mati jadi parangai".
6 / 10
NUANSA SURAU DI SEKOLAH IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER Ditulis oleh Prof. Dr. H. Duski Samad, M.Ag./ Dekan FTK IAIN Imam Bonjol Padang Kamis, 17 April 2014 15:44
5. Keteladanan
Keteladanan merupakan pendekatan yang paling berpengaruh dalam mendidik peserta didik, khususnya dalam hal pembentukan kepribadian. Pendidikan surau masa lalu menunjukkan bahwa Tuanku Syekh sebagai pendidik sekaligus pemimpin surau menjadi figur central bagi murid-muridnya sehingga terjadi proses pembentukan karakter ya n g begitu kuat. Oleh karena itu, pimpinan sekolah, guru, dan karyawan mesti menjadi teladan bagi peserta didiknya (tokoh identifikasi) . Keteladanan itu mulai dari hal-hal terkecil, seperti kebersihan dan kerapian, bahasa yang sopan, tepat waktu, hingga kepada pelaksanaan shalat berjamaah di sekolah.
6. Logika-dialektika Islami
Pendekatan logika-dialektika Islami merupakan pendekatan pembelajaran yang menyentuh log ika peserta didik untuk mampu berpikir kritis dan problem solving sebagai pengembangan diri dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta melestasikan budaya berlandaskan Islam.
Esensi pendekatan logika-dialektika Islami adalah ketika peserta didik memahami setiap mata pelajaran mesti berorientasi kepada peningkatan kualitas pendidikan yang disertai pemberian kesempatan kepada para peserta didik untuk memahami argumentasi tentang materi tersebut, sehingga terhindar dari mengikuti secara buta (taklid). Penerimaan materi yang hanya didasarkan taklid dapat mengakibatkan split personality atau frustrasi bila berhadapan dengan perubahan sosial dan realita kehidupan yang bertentangan dengan pemahaman dan keyakinannya. Bentuk split personality antara lain terlihat pada keadaan yang tidak sesuai antara pengalaman ritual-seremonial dengan perilakunya.
7 / 10
NUANSA SURAU DI SEKOLAH IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER Ditulis oleh Prof. Dr. H. Duski Samad, M.Ag./ Dekan FTK IAIN Imam Bonjol Padang Kamis, 17 April 2014 15:44
Pendekatan logika-dialektika Islami ini tentu dilakukan dengan cara yang demokratis dan santun. Hal ini juga tersirat dalam pepatah Minangkabau: "tagang bajelo-jelo, kandua badantiang-dantiang" .
7. Emosional
Pendekatan emosional menekankan kepada aspek raso (rasa) peserta didik. Dengan pendekatan em o sional ini, diharapkan peserta didik berperilaku atas dorongan dari dalam ( internal motivation ) . Dalam istilah lain, pendekatan ini relevan dengan pendekatan instrinsik. Pendekatan emosional yang berorientasi kepada aspek instrinsik akan melahirkan keikhlasan ( do more expect less ) dalam setiap aktivitas. Pendekatan emosional ini juga relevan dengan pepatah adat Minangkabau: " Dibaliak-baliak bak mamanggang, nak rato masak lua dalam, diulang-ulang bak manyapuah nak rancak tabik cahayonyo. "
C. Pendidikan Karakter di Sumatera Barat.
Penciptaan nuansa surau di Sekolah seperti disebut di atas sejalan dengan kehendak Peraturan Gubernur Nomor 74 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendidikan Karakter di Sekolah/Madrasah. Secara ekplisit dipahami pada pasal 1 bahwa: (1) Pendidikan adalah proses perubahan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai agama, budaya bangsa dan lokal serta pengembangan potensi peserta didik secara optimal.(2) Karakter adalah akhlak mulia, watak, tabiat atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai proses pendidika dan kebijakan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berfikir, bersikap, dan berperilaku yang baik.(3) Pendidikan karakter adalah pendidikan manusia seutuhnya untuk menciptakan insan kamil dan pendidikan yang meliputi rohaniah dan jasmaniah dalam ranah kognitif dan psikomotor yang menekankan pada ranah afektif. (4) Nilai-nilai adalah sistim nilai yang diyakini berdasarkan pada nilai-nilai yang berlaku secara nasional bersumber pada Pancasila yang berakar pada nilai-nilai agama,nilai-nilai budaya bangsa dan budaya lokal (Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah/ABS-SBK).(5) Pendidikan nilai adalah proses pendidikan dalam
8 / 10
NUANSA SURAU DI SEKOLAH IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER Ditulis oleh Prof. Dr. H. Duski Samad, M.Ag./ Dekan FTK IAIN Imam Bonjol Padang Kamis, 17 April 2014 15:44
menanamkan nilai-nilai agama, budaya bangsa, dan budaya lokal (ABS-SBK) yang berkaitan dengan akhlak mulia, budi pekerti, moral,watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik agar berpikir, bersikap, dan bertingkah laku yang baik, sopan, santun, jujur dan bertanggungjawab dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
Pada pasal 3 sasaran pendidikan karakter ditegaskan meliputi,(1) peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.(2) pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.(3).tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan, meliputi: pengawas, kepala sekolah (pengelola satuan pendidikan), penilik, pamong belajar, peneliti, pengembang, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar.
D. Penutup
Akhirnya dapat ditegaskan bahwa pendidikan bernuansa surau di Sekolah adalah upaya serius untuk memperkuat pendidikan karakter generasi muda Minangkabau yang sesuai dengan kultur asli Minangkabau. Pendidikan bernuasa surau dan pendidikan berkarakter akan dapat berjalan seiring dan saling menopang bagi penguatan karakter siswa SMA/SMK di Sumatera Barat. Ds.09042014.ambonI/4.
[1] Materi Pembinaan Pendidikan Ruhani Bernuasa Surau Bagu Guru SMA/SMK Sumatera Barat, 15-16 April 2014 di Hotel Pangeran City Padang.
9 / 10
NUANSA SURAU DI SEKOLAH IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER Ditulis oleh Prof. Dr. H. Duski Samad, M.Ag./ Dekan FTK IAIN Imam Bonjol Padang Kamis, 17 April 2014 15:44
10 / 10