PENGARUH TECHNOSTRESS SEBAGAI FAKTOR MEDIASI KETERGANTUNGAN TEKNOLOGI TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA PERGURUAN TINGGI SWASTA BIDANG INFORMATIKA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Dedy Ardiansyah 1 1
Manajemen Informatika STMIK El Rahma Yogyakarta Email: 1
[email protected] Reni Nurika Andayani 2 2
Sistem Informasi STMIK El Rahma Yogyakarta Email: 2
[email protected]
Abstract Since the agreement on the establishment of a single market in Southeast Asia by ASEAN leaders, or better known as the Asean Economic Community (AEC) in effect at the end of 2015, the future competition of labor will be intense because not only occur among college graduates in Indonesia. Private Higher Education (PTS) will produce graduates informatics degree in informatics and computer science in its implementation is dependent upon the most current technology. Qualified graduates and competitiveness can not be separated from their service was quite good and professional of the staff in the academic field, which includes leadership, professors and employees. A good academic services that meet the standards is the provision of education, following the development of technologies, policies and rules of the Directorate General of Higher Education. The development of these technologies requires the academic staff to be able to follow and should have the ability to use it. This raises the dependence of the academic staff of the technology so that work productivity can be done well. The conditions and rapid technological change can also bring stress to technology (technostress). Thus technostress can affect the technological dependence of the academic staff with the level of labor productivity. Based on the importance of a good job productiviy as one factor in producing quality graduates to be competitive in the labor market, the researchers developed a research previously undertaken by Tarafdar, et.al (2007) and Shu, et.al (2011) , This study analyzes the influence stress on technology (technostress) that mediate the dependence on technology and job productivity, using an evaluation model Partial Least Square (PLS) based on measurement predictions that have non-parametric nature of the academic staff of the Private Universities (PTS) in the region of Yogyakarta. The results showed that the first, for the academic staff of Private Universities (PTS) on science informatics clumps in the region of Yogyakarta, the dependence of technology affect the technostress level. Second, the technostress level relationships inversely with job productivity.
Keywords: Dependence Technology, Technostress, Job Productivity
PENDAHULUAN Setiap penyelenggara Pendidikan Tinggi (PT) secara umum dituntut menghasilkan lulusan yang berkualitas agar lulusan yang dihasilkan mampu menghadapi persaingan global tenaga kerja sehingga dapat terserap di pasar tenaga kerja. Persaingan tenaga kerja tidak hanya terjadi diantara lulusan perguruan tinggi di Indonesia, sejak disepakatinya pembentukan sebuah pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara oleh para pemimpin Asean atau lebih dikenal dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang berlaku pada akhir tahun 2015 maka ke depannya persaingan akan semakin meningkat. Hal tersebut dikarenakan dibukanya pasar antar negara di seluruh Asia tenggara untuk menjual barang dan jasa, serta pasar tenaga professional. Terdapat 8 (delapan) profesi yang diprioritaskan setelah negara anggota ASEAN menandatangani Mutual Recognition Arrangements (MRA), yaitu akuntansi, teknik, survey, arsitektur, keperawatan, kesehatan, perawatan gigi dan pariwisata. Dengan demikian permasalahan ketengakerjaan di Indonesia yang sering terjadi, seperti kurangnya tenaga kerja professional tidak sesuainya antara pekerjaan dengan skill yang dimiliki dan tingkat pendidikan yang rendah dapat menjadi alasan munculnya lembaga pendidikan asing di Indonesia, meskipun untuk tahap awal pelaksanaannya harus bekerjasama dengan lembaga pendidikan lokal dan pembatasan lokasi pendirian yaitu di Jakarta, Surabaya, Bandung dan Yogyakarta. Hal ini berarti ke depannya tantangan perkembangan PT pada umumnya dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) pada khususnya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta semakin berat. Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan pada bulan Oktober 2014 mengenai Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA), terjadi penurunan yang cukup signifikan terhadap jumlah Tenaga Kerja Asing (TKA) yang bekerja di Indonesia selama tahun 2014. Pada tahun 2012 jumlah Tenaga Kerja Asing di Indonesia adalah sebanyak 72.427 orang, pada tahun 2013 menurun menjadi 68.957 orang dan pada tahun 2014 hanya sebanyak 64.604 orang TKA. Penurunan kebutuhan Tenaga Kerja Asing yang bekerja di Indonesia tersebut dapat menjadi peluang dalam meningkatkan kualitas PT agar memiliki daya saing yang unggul sebelum berlakunya pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara atau Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Kedepannya, dengan memenuhi standar penyelenggaraan perguruan tinggi dan penguasaan teknologi terkini diharapkan PT pada umumnya dan PTS pada khususnya optimis dalam menghadapi persaingan pasar tunggal di kawasan
Asia
Tenggara
yang
berlaku
pada
akhir
tahun
2015.
(http://nasional.kontan.co.id/news/jumlah-tenaga-kerja-asing-cenderung-turun diakses 10 Agustus 2016)
PTS bidang informatika akan menghasilkan sarjana professional bidang teknik dan dalam penyelenggaraannya sangat tergantung kepada teknologi yang paling terkini. Dalam bidang komputer, PTS yang kategori rumpun ilmunya adalah informatika dituntut untuk dapat memenuhi standar yang telah ditetapkan, seperti menyelenggarakan pembekalan ketrampilan tambahan dengan sertifikasi kepada mahasiswa dan juga pembenahan kurikulum berdasarkan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), agar dapat tetap memiliki daya saing. Lulusan yang berkualitas dan memiliki daya saing juga tidak terlepas dari adanya layanan yang cukup baik dan professional dari para staff di bidang akademik, yang meliputi, pimpinan, dosen serta karyawan. Layanan akademik yang baik adalah yang memenuhi standar penyelenggaraan pendidikan, mengikuti perkembangan teknologi, kebijakan dan aturan dari Dirjen Dikti. Seiring perkembangan teknologi, pemerintah dalam hal ini Dirjen Dikti menyediakan fasilitas-fasilitas dalam melaporkan kegiatan akademik secara online yang dapat dimanfaatkan oleh para staff akademik untuk melaporkan semua kegiatan dengan cepat dan sistematik. Demikian juga sistem-sistem yang mengatur pelaksanaan proses akademik yang berbasis komputer harus diselenggarakan dengan baik, agar pelayanan kepada segenap civitas akademika dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Perkembangan teknologi tersebut menuntut staff bagian akademik untuk mampu mengikuti dan harus mahir dalam menggunakannya. Hal tersebut menimbulkan staff bagian akademik tergantung terhadap teknologi agar produktivitas kerja dapat dilakukan dengan baik. Kondisi tersebut serta perubahan teknologi yang begitu cepat dapat memunculkan stress terhadap teknologi (technostress). Dengan demikian technostress dapat mempengaruhi antara ketergantungan teknologi para staff bagian akademik dengan tingkat produktivitas kerja. 2. KAJIAN LITERATURE DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. KAJIAN LITERATURE
2.1.1.
Teknologi Informasi (Information Technology)
Pekerjaan yang awalnya dikerjakan secara manual dengan biaya yang besar dan waktu yang lama serta dibutuhkan tenaga kerja yang banyak, dapat digantikan secara otomatis dengan adanya teknologi informasi. Pada awalnya memang dibutuhkan biaya yang cukup besar untuk investasi teknologi informasi, namun dalam jangka panjang akan terjadi efisiensi dan efektivitas. Definisi teknologi informasi menurut Lucas (2000) adalah mencakup perangkat keras dan perangkat lunak untuk melaksanakan satu atau sejumlah tugas pemrosesan data seperti menangkap, mentransmisikan, menyimpan, memgambil, memanipulasi, atau menampilkan data.
2.1.2.
Ketergantungan Teknologi (Technology Dependence)
Hampir setiap organisasi membutuhkan teknologi dengan mengadopsi software ataupun hadware dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya, sehingga karyawan dituntut untuk dapat mengikuti perkembangan teknologi dalam organisasi. Nelson (1990) menganalisa bahwa pada awalnya karyawan mungkin antusias belajar tentang bagaimana menggunakan aplikasi dan teknologi baru, akan tetapi kebutuhan konstan untuk meng-upgrade dan memperbaiki teknologi pada akhirnya dapat menyebabkan frustrasi dan stres.
2.1.3. Technostress Istilah technostress diciptakan pada tahun 1984 oleh psikolog klinis Craig Brod , yang menggambarkannya sebagai penyakit modern yang disebabkan oleh ketidakmampuan seseorang untuk mengatasi atau menangani teknologi informasi komputer dengan cara sehat. Peningkatan stress di lungkungan kerja terkomputerisasi disebabkan oleh beban kerja yang lebih berat (Aborg and Billing, 2003) [3]. Kondisi technostress mencakup 5 (lima) hal, bahwa pengguna akhir menghadapi stress yang terkait penggunaan teknologi komputer dalam organisasi mereka adalah: 1. Overload teknologi (Techno-overload), menggambarkan situasi dimana penggunaan teknologi komputer memaksa pengguna untuk bekerja lebih cepat dan lebih lama. 2. Invasi teknologi (Techno-invation), menggambarkan efek invasif penggunaan teknologi komputer dalam hal menciptakan situasi di mana pengguna berpotensi bisa dihubungi setiap saat. 3. Kompleksitas
teknologi
(Techno-complexity),
menggambarkan
kasus
di
mana
kompleksitas yang terkait dengan penggunaan teknologi komputer membuat pengguna merasa keterampilan mereka tidak memadai memaksa mereka untuk menghabiskanwaktu dan usaha dalam belajar serta memahami berbagai aspek penggunaan teknologi komputer. 4. Ketidakamanan teknologi (Techno-Insecurity), terkait dengan situasi di mana pengguna merasa terancam tentang kehilangan pekerjaan mereka dengan otomatisasi yang dihasilkan dari penggunaan teknologi komputer baru atau karena orang lain memiliki pemahaman yang lebih baik terhadap penggunaan teknologi komputer. 5. Ketidakpastian teknologi (Techno-uncertainty), mengacu pada konteks di mana terjadi perubahan terus menerus terhadap teknologi komputer dan upgrade teknologi komputer meresahkan pengguna dan
menciptakan ketidakpastian bagi mereka karena mereka khawatir terus-menerus belajar dan mendidik diri dengan adanya penggunaan teknologi komputer yang baru.
5.1.1. Produktivitas (Productivity) Penelitian yang dilakukan oleh Cooper, et.al (2001) menemukan bahwa salah satu faktor yang menyebankan stress adalah teknologi. Konsekuensi dari stres meliputi produktivitas rendah , ketidakpuasan di tempat kerja , kurangnya keterlibatan kerja , dan kinerja pekerjaan yang buruk (Kahn, et.al, 1964; Jex and Beehr, 1991). 5.2.Kajian Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai stress terhadap teknologi yang memediasi ketergantungan terhadap teknologi dengan produktivitas kerja belum banyak dilakukan, sehingga peneliti mengangkat tema tersebut dalam menganalisa pengaruhnya. Penelitian ini didasarkan pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu penelitian dari Shu, et.al (2011) dan Tarafdar, et.al (2007). Penelitian Shu, et al (2011) menggunakan suatu teori perspektif pengetahuan sosial mengenai pengaruh komputer self-efficacy dan ketergantungan teknologi terhadap technostress yang berkaitan dengan komputer [9]. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karyawan dengan tingkat komputer selfefficacy yang lebih tinggi memiliki tingkat technostress yang berkaitan dengan komputer lebih rendah, karyawan dengan tingkat ketergantungan teknologi yang lebih tinggi memiliki tingkat technostress yang berkaitan dengan komputer lebih tinggi dan pegawai sebagai individual dibawah situasi yang berbeda mungkin memiliki persepsi dengan level yang berbeda mengenai technostress. Berikut ini Gambar 1. adalah model penelitian Shu, et.al (2011).
Gambar 1. Model Penelitian Shu, et al (2011).
Tarafdar, et.al (2007) menggunakan konsep-konsep teori sosioteknikal dan teori peran untuk mengeksplorasi efek stres yang diciptakan oleh informasi dan teknologi komputer yaitu, technostress terhadap peran stres dan produktivitas individu. Hasil penelitian menunjukkana tiga hal, yaitu bahwa technostress meningkatkan stress yang dialami individu dalam organisasi, technostress berbanding
terbalik dalam hal pengaruhnya terhadap produktivitas dan kegagalan untuk mengelola dampak dari stress menggunakan teknologi komputer dapat mengimbangi kenaikan produktivitas yang diharapkan, serta adanya hubungan positif antara technostress dan penambahan peran stress sebagai tantangan konsep yang baru untuk menganalisis hubungan antara teknologi dan peran maupun struktur organisasi. Berikut ini gambar 2. adalah model penelitian Tarafdar, et.al (2007).
Gambar 2. Model penelitian Tarafdar, et.al (2007).
Berdasarkan penelitian tersebut, peneliti mengembangkan model penelitian yang akan digunakan untuk menganalisa Pengaruh technostress sebagai faktor mediasi ketergantungan technologi terhadap produktivitas kerja Perguruan Tinggi Swasta bidang informatika di Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini akan dilakukan menggunakan metode survey dengan alat analisa data Partial Least Square (Smart PLS). Media yang akan digunakan adalah media kertas dan juga media online. Responden yang akan dipilih adalah staff bagian akademik yang meliputi pimpinan bidang akademik, dosen dan karyawan bagian akademik yang bekerja pada PTS bidang Informatika di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Berikut ini gambar 3. adalah kerangka penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini.
Gambar 3. Kerangka Penelitian Pengaruh Technostress Sebagai Faktor Mediasi Ketergantungan Technologi Terhadap Produktivitas Kerja Perguruan Tinggi Swasta Bidang Informatika Di Daerah Istimewa Yogyakarta
Penelitian Shu, et al (2011) menunjukkan bahwa karyawan dengan karyawan dengan tingkat ketergantungan teknologi yang lebih tinggi memiliki tingkat technostress yang berkaitan dengan komputer lebih tinggi dan pegawai sebagai individual dibawah situasi yang berbeda mungkin memiliki persepsi dengan level yang berbeda mengenai technostress. (Weil and Rosen (1997) melakukan analisa bahwa
seorang karyawan dengan ketergantungan teknologi yang lebih tinggi lebih mungkin
menghadapi masalah teknologi yang berkaitan dengan komputer, seperti overload teknologi,
kompleksitas, ketidakpastian, ketidakamanan dan Invansi. Sebagai contoh, karyawan harus secara teratur belajar bagaimana bekerja dengan aplikasi baru, karena pengetahuan mereka yang sudah ada menjadi usang. Hipotesa yang akan dikembangkan untuk menguji proposisi ini : H1 : Ketergantungan terhadap teknologi berpengaruh positif terhadap technostress. Tarafdar, et.al. (2007) menghasilkan analisa salah satunya adalah instrument mengenai technostress. Technostress meningkatkan stress yang dialami individu dalam organisasi, technostress berbanding terbalik dalam hal pengaruhnya terhadap produktivitas dan kegagalan untuk mengelola dampak dari stress menggunakan teknologi komputer dapat mengimbangi kenaikan produktivitas yang diharapkan [14]. Nelson and Kletke (1990) melakukan penelitian empiris bahwa dalam konteks organisasi, faktor yang menyebabkan technostress adalah adanya upaya individu untuk berusaha terusmenerus mengikuti perkembangan teknologi komputer dan terkait perubahan kebutuhan secara fisik, sosial, dan kognitif dalam penggunaannya. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa
hasil dari
Technostress seperti ketidakpuasan, kelelahan, kecemasan, dan kerja paksa, mengarah ke efek negatif pada produktivitas individu. Hipotesis yang akan dikembangkan untuk menguji proposisi ini adalah : H2 : Technostress memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan produktivitas kerja staff bagian akademik. 3. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini digunakan data primer, yaitu data yang berasal dari sumber pertama. Data primer harus dicari melalui narasumber atau responden, yaitu orang-orang yang dijadikan obyek penelitian atau orang-orang yang dijadikan (tunggal ataupun jamak) sebagai sarana mendapatkan data ataupun informasi. Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah staff bagian akademik yang terdiri dari Pembantu Ketua 1, Kaprodi, Dosen dan Karyawan Bagian akademik pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS) bidang informatika. Persyaratan pengambilan sampel tersebut dilakukan karena tidak semua staff berhubungan dengan pelayanan akademik. Teknik pengambilan sampel yang dilakukan adalah non probability sampling atau sampel diambil secara acak dan sampel diambil dengan maksud dan tujuan tertentu (Purposive Sampling). Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan survey menggunakan media kertas dan media online. Media kertas akan diberikan kepada staff bagian akademik PTS Swasta bidang informatika secara langsung,
sedangkan media online akan ditampilkan dalam salah satu alamat web dan dapat diisi secara online dengan
alamat
:
https://docs.google.com/forms/d/e/1FAIpQLSd6WYAKLW04umnUG_SZBvREggmFKpfC5G _PQaj6uIgjahMlg/viewform. 9 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN a. Profil Respoden Pengolahan data yang digunakan dalam penelitian berdasarkan kuesioner yang telah diisi lengkap oleh responden dari media web sebanyak 18 kuesioner dan 54 kuesioner dari media kertas. sebagian besar responden adalah laki-laki sebanyak 4 adalah laki-laki sebanyak 49 orang atau 69,01% dan sisanya adalah perempuan sebanyak 22 orang atau 30,99%. Responden sebagian besar berasal dari rentang usia lebih besar atau sama dengan 42 (empat puluh dua) tahun sampai dengan 49 (empat puluh sembilan) tahun sebanyak 39 orang atau 54,93%. Seluruh responden menggunakan fasilitas komputer / teknologi lain dalam melaksanakan pekerjaan di kantor. jenjang pendidikan responden yang sedang D3 atau D3 kebawah yaitu sebanyak 45 orang atau 63,38 %. Bidang pekerjaan responden paling banyak adalah bagian akademik / pengajaran. jangka waktu menggunakan komputer / teknologi lain dalam bekerja adalah lebih besar atau sama dengan 5 tahun, yaitu sebanyak 55 orang atau 77,46 %. b. Statistik Deskriptif Hasil pengumpulan data mengenai variabel-variabel penelitian digambarkan dalam statistik deskriptif. Gambaran mengenai variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian meliputi variabel ketergantungan teknologi (Technology Dependence), Technostress, dan variabel produktivitas kerja (Job Productivity) pada angka kisaran teoritis, kisaran sesungguhnya, mean dan standar deviasi. Berdasarkan analisis deskriptif, respon responden terhadap variabel cukup baik dari nilai rataratanya lebih dari 3 dan semua variabel dalam penelitian ini mendapat respon positif dari responden, dilihat dari nilai rata-rata variabel yang tergolong tinggi. Hasil analisa tersebut juga menunjukkan bahwa nilai mean aktual lebih besar dari mean teoritis, artinya respon responden terhadap variabel baik.
c. Pengujian Model Pengukuran (Outer Model) Dalam model pengukuran, pertama kali akan dilakukan uji validitas konstruk dan reliabilitas, dan selanjutnya menguji model penelitian. Berdasarkan uji validitas konstruk, hasil dari outer loading yang pertama masih ada nilai loading factor yang dibawah 0,7 yaitu item TD 1, sehingga harus
di drop / dihapus dari model karena belum valid. Setelah item TD1 didrop / dihapus menunjukkan bahwa semua indikator yang digunakan dalam penelitian memiliki nilai loading factor diatas 0,70 sehingga semua indikator adalah sehingga valid, seperti pada Gambar 4 dibawah ini.
Gambar 4. Tampilan Output Model Pengukuran 2 Pengujian validitas konvergensi juga dapat dilakukan dengan melihat nilai Average Variance Extracted (AVE) pada tabel 1. dibawah ini, dan dapat dilihat bahwa nilai setiap konstruk yang digunakan dalam penelitian ini memiliki nilai lebih besar dari 0,5, sehingga model yang di uji tidak memiliki permasalahan validitas konvergensi atau semua konstruk dalam penelitian ini valid.
Pengujian validitas diskriminan dilakukan dengan membandingkan akar AVE untuk setiap konstruk dengan korelasi antar konstruk lainnya dalam model, dan dapat dilihat pada tabel 4 yang menunjukkan bahwa pengukur (indikator) yang digunakan dalam penelitian ini mayoritas memiliki akar AVE untuk setiap konstruk yang lebih besar daripada korelasi antara konstruk dengan dengan konstruk lainnya dalam model. Sehingga pengukur (indikator) yang digunakan dalam penelitian ini telah memenuhi kriteria validitas diskriminan. Metode lain yang digunakan untuk menguji validitas diskriminan dengan melihat tabel cross loading seperti pada tabel 2., sebagian besar nilai loading setiap item terhadap konstruknya lebih besar dibandingkan dengan nilai cross loadingnya, sehingga tidak terdapat permasalahan pada validitas diskriminan.
PR1 PR2 PR3 PR4 TD2 TD3 TD4 TD5 TD6 TD7 TI1 TI2 TI3 TI4 TK1 TK2 TK3 TK4 TKN1 TKN2 TKN3 TKN4 TO1 TO2 TO3 TO4 TO5 TU1 TU2 TU3 TU4
Job Productivity 0,784 0,930 0,927 0,908 0,547 0,657 0,504 0,713 0,499 0,627 0,495 0,536 0,521 0,494 0,481 0,561 0,542 0,517 0,615 0,583 0,565 0,546 0,567 0,551 0,573 0,675 0,541 0,576 0,577 0,630 0,582
Tabel 2.1 Hasil Cross Loading Technology Dependence 0,519 0,719 0,702 0,613 0,774 0,852 0,813 0,858 0,748 0,867 0,668 0,727 0,733 0,778 0,629 0,626 0,653 0,681 0,652 0,654 0,687 0,643 0,807 0,777 0,674 0,811 0,764 0,753 0,869 0,824 0,792
Technostress 0,460 0,679 0,581 0,538 0,684 0,623 0,606 0,724 0,608 0,827 0,929 0,854 0,936 0,910 0,896 0,905 0,901 0,889 0,890 0,909 0,925 0,868 0,881 0,902 0,756 0,846 0,781 0,801 0,849 0,841 0,850
Sumber: Hasil Output SmartPLS 3.0
Pada penelitian ini metode uji reliabilitas yang digunakan adalah Composite Reliability karena lebih baik untuk dalam mengestimasi konsistensi internal suatu konstruk (Werts et al., 1974 dalam Salisbury et al., 2002) yang dikutip Jogiyanto dan Abdillah (2009). Pada tabel 3 menunjukkan bahwa nilai Composite Reliability dari masing-masing konstruk diatas 0,7 sehingga dapat dinyatakan bahwa pengukur yang dipakai dalam penelitian ini reliable. Pada penelitian ini metode uji reliabilitas yang digunakan adalah Composite Reliability karena lebih baik untuk dalam mengestimasi konsistensi internal suatu konstruk (Werts et al., 1974 dalam Salisbury et al., 2002) yang dikutip Jogiyanto dan Abdillah (2009). Pada tabel 3 menunjukkan bahwa
nilai Composite Reliability dari masing-masing konstruk diatas 0,7 sehingga dapat dinyatakan bahwa pengukur yang dipakai dalam penelitian ini reliable.
d. Pengujian Model Struktural (Inner Model) Pengujian inner model atau model struktural dilakukan untuk mengetahui hubungan antara konstruk, seperti yang telah dihipotesiskan dalam penelitian ini. Model struktural dievaluasi dengan dengan menggunakan R-Square untuk konstruk dependen, uji-t serta signifikansi dari koefisien parameter jalur struktural. Pada tabel 4. menunjukkan bahwa nilai R-Square untuk variable Job Productivity adalah sebesar 0,415 yang berarti bahwa variance Job Producyivity dijelaskan oleh variabel Technostress sebesar 41,5% dan sisanya 58,5% dijelaskan oleh variabel lain diluar penelitian ini. Nilai R-Square untuk variabel Technostress adalah sebesar 0,701 yang berarti bahwa varian Technostress dijelaskan oleh variabel Technology Dependence sebesar 70,1% dan sisanya sebesar 29,9% dijelaskan oleh variabel lain diluar penelitian.
Dalam pengujian model struktural dilihat nilai T-statistic antara variabel independen ke variabel dependen dalam tabel Path coefficient, sehingga dapat dinilai mengenai signifikansi model prediksi. Dari hasil pengolahan data dengan SmartPLS uji signifikansi didapatkan seperti tampak pada Tabel 5.
Gambar 5. dibawah ini menunjukkan hasil dari pengolahan data Bootsrapping
Gambar 5. Model Hasil Penelitian Sumber: Hasil Output SmartPLS 3.0 Pengujian Hipotesis 1 bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan positif antara ketergantungan teknologi (Technology Dependence / TD) dengan technostress (T) terhadap produktivitas kerja staf bagian akademik pada perguruan tinggi swasta bidang informatika di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari hasil pengolahan data didapatkan bahwa nilai koefisien path antara ketergantungan teknologi (Technology Dependence / TD) dengan technostress (T) adalah sebesar 0,837 dengan nilai t-satistik sebesar 22,980. Pada tingkat signifikansi 0,05 (t-statistik > t-tabel 1,64) maka hipotesis 1 yang menyatakan bahwa (Technology Dependence / TD) dengan technostress (T) adalah signifikan dan terdukung. Hasil penelitian mengenai hubungan positif antara ketergantungan teknologi (Technology Dependence / TD) dengan technostress (T) sejalan dan mendukung beberapa penelitian sebelumnya, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Shu, et al (2011), karyawan dengan tingkat ketergantungan teknologi yang lebih tinggi memiliki tingkat technostress lebih tinggi berkaitan dengan penggunaan komputer dan pegawai sebagai individual dibawah situasi yang berbeda mungkin memiliki persepsi dengan level yang berbeda mengenai technostress terhadap penggunaan komputer. Selain itu juga mendukung penelitian (Weil and Rosen (1997) yang melakukan analisa bahwa seorang karyawan dengan ketergantungan teknologi yang lebih tinggi lebih mungkin menghadapi masalah teknologi yang berkaitan dengan komputer, seperti overload teknologi, kompleksitas, ketidakpastian, ketidakamanan dan Invansi. Sebagai contoh, karyawan harus secara teratur belajar bagaimana bekerja dengan aplikasi baru, karena pengetahuan mereka yang sudah ada menjadi usang. Pengujian Hipotesis 2 bertujuan untuk mengetahui apakah Technostress (T) memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan produktivitas kerja (Job Productivity / PR) staf bagian akademik pada perguruan tinggi swasta bidang informatika di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari hasil pengolahan data didapatkan bahwa nilai koefisien path antara Technostress (T) dengan produktivitas kerja (Job Productivity / PR) adalah sebesar 0,644 dengan nilai t-satistik sebesar 9,306. Pada tingkat signifikansi
0,05 (t-statistik > t-tabel 1,64) maka hipotesis 1 yang menyatakan bahwa Technostress (T) memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan produktivitas kerja (Job Productivity / PR) adalah signifikan dan terdukung. Hasil penelitian mengenai hubungan berbanding terbalik antara Technostress (T) dengan produktivitas kerja (Job Productivity / PR) searah dengan hasil penelitian sebelumnya, yang pertama adalah penelitian Tarafdar, et.al. (2007) menghasilkan analisa salah satunya adalah instrument mengenai technostress. Technostress
meningkatkan stress yang dialami individu dalam organisasi,
technostress berbanding terbalik dalam hal pengaruhnya terhadap produktivitas dan kegagalan untuk mengelola dampak dari stress menggunakan teknologi komputer dapat mengimbangi kenaikan produktivitas yang diharapkan. Kedua, penelitian Nelson and Kletke (1990) yang melakukan penelitian empiris bahwa dalam konteks organisasi, faktor yang menyebabkan technostress adalah adanya upaya individu untuk berusaha terus-menerus mengikuti perkembangan teknologi komputer dan terkait perubahan kebutuhan secara fisik, sosial, dan kognitif dalam penggunaannya. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa hasil dari Technostress seperti ketidakpuasan, kelelahan, kecemasan, dan kerja paksa, mengarah ke efek negatif pada produktivitas individu. 5. Kesimpulan dan Saran a. Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang pertama, tingkat ketergantungan teknologi berpengaruh terhadap tingkat technostress yang merupakan penyakit modern yang disebabkan oleh ketidakmampuan seseorang untuk mengatasi atau menangani teknologi informasi komputer dengan cara sehat bagi staf bagian akademik Perguruan Tinggi Swasta (PTS) pada rumpun ilmu informatika di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Kedua, tingkat technostress tersebut memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan tingkat produktivitas kerja, yang artinya bahwa semakin tinggi tingkat technostress maka produktivitas staf bagian akademik Perguruan Tinggi Swasta (PTS) pada rumpun ilmu informatika di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta rendah. Demikian juga sebaliknya, semakin rendah tingkat technostress maka produktivitas staf bagian akademik Perguruan Tinggi Swasta (PTS) pada rumpun ilmu informatika di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta tinggi. b. Saran Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan informasi mengenai hal yang menimbulkan ketergantungan terhadap teknologi yang akan dapat meningkatkan produktivitas
kerja dan menekan tingkat technostress, sehingga Perguruan Tinggi Swasta bidang informatika akan siap dalam menghadapi pasar tunggal ASEAN atau dalam hal ini Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang telah dimulai pada akhir tahun 2015. DAFTAR PUSTAKA [1] Kementerian Ketenagakerjaan, Oktober 2014, (http://nasional.kontan.co.id/news/jumlahtenaga-kerja-asing-cenderung-turun diakses 10 Agustus 2016) [2] Lucas, Henry J. 2000, Information Technology for Managemen, 7th ed, McGraw-Hill [3] Nelson, D.L. 1990. Individual adjustment to information-driven technologies: A critical review. MIS Quarterly, 79–98. [4] Aborg, C., and Billing, A. 2003. Health Effects of the Paperless Office - Evaluations of the Introduction of Electronic Document Handling Systems. Behaviour & Information Technology, pp. 389-396. [5]
Cooper, C.L.; Dewe, P.J.; and O’Driscoll, M.P. 2001. Organizational Stress: A Review and Critique of Theory, Research, and Applications.Thousand Oaks, CA: Sage.
[6] Kahn, R.; Wolfe, D.; Quinn, R.; Snoek, J.; and Rosenthal, R. 1964. Organizational Stress: Studies in Role Conflict and Ambiguity. New York: Wiley. [7]
Jex. S., and Beehr, T. 1991. Emerging Theoretical and Methodological Issues in the Study of Work-Related Stress. in Researchin Personnel and Human Resources Management, G. R. Ferrisand K. M. Rowland (eds.), Stamford, CT: JAI Press Inc., pp.311-365.
[8] Qin, Shu., Qiang, T., and Kanliang, W. 2011. The Impact of Computer Self-Efficacy and Technology Dependence on Computer-Related Technostress: A Social Cognitive Theory Perspective. Intl. Journal Of Human–Computer Interaction, 27(10), 923–939. [9] Tarafdar, M., Tu, Q., Ragu-Nathan, B. S., and Ragu-Nathan, T. S. 2007. The impact of technostress on role stress and productivity. Journal of Management Information Systems. 301–328. Theory Perspective. Intl. Journal Of Human–Computer Interaction. ISSN: 1044-7318. [10] Weil, M.M., and Rosen, L.D. 1997. TechnoStress: Coping with Technology @work @home @play. New York: John Wiley. [11] Nelson, D.L., and Kletke, M.G. 1990. Individual Adjustment During Technological Innovation: A Research Framework. Behavior and Information Technology, 257–271. [12] Jogiyanto H.M.dan Willy Abdillah. 2009. Konsep dan Aplikasi PLS (Partial least Square) Untuk Penelitian Empiris. BPFE Yogyakarta.