DAYA UNGKIT ILMU KOMUNIKASI PEMASARAN AGAR MASYARAKAT BERPERILAKU SEHAT TANPA ROKOK Sri Widati Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Telp. 081231251006 e-mail:
[email protected] ABSTRACT Marketing communications science not only for profit oriented but also non profit field, like public health. It’s used to transfer of knowledge which can help people to get healthy behavior without cigarettes. The competitor of public health, tobacco industries, did it first. They used its to raise their selling. But public health practitioner use its to encourage people getting healthy life without tobacco. This research is qualitative approach. The method of observation is used to know marketing communications of tobacco industries and public health practitioners. Indepth interview is used to know effect of marketing communications and what people wants related to marketing communications of public health. There are 400 participant for indepth interview. Literature study is used to know other research and theory. In the result, marketing communication has important position to encourage people getting healthy life without cigarettes. It’s not to forbid smoker. But it’s to protect secondhand smoke, to give them healthy air. It’s also protect children who too young to make risky decision like smoking cigarettes. Marketing communications also give enough information about tobacco before people making decision to smoke cigarettes and will do it in all of their life because of the addiction of nicotine. Keywords: marketing communications; health behavior, smoke; cigarettes ABSTRAK Keilmuan komunikasi pemasaran tak hanya digunakan dalam bidang komersial namun juga non profit oriented, seperti kesehatan masyarakat. Ilmu ini berperan penting dalam mentransfer knowledge agar masyarakat hidup sehat tanpa rokok. Kompetitor kesehatan masyarakat, yaitu industry rokok, telah terlebih dahulu memanfaatkan keilmuan tersebut untuk memacu penjualan produknya. Bidang kesehatan masyarakat sempat tertinggal beberapa langkah. Praktisi bidang kesehatan masyarakat harus mengejar ketinggalannya dan mengoptimalkan penggunaan ilmu komunikasi pemasaran untuk memacu perilaku sehat tanpa rokok. Ini merupakan penelitian kualitatif dengan pengambilan data menggunakan observasi, wawancara mendalam, dan studi literature. Observasi dilakukan pada komunikasi pemasaran industry rokok dan institusi kesehatan. Wawancara mendalam dilakukan pada 400 responden yang tersebar di seluruh Kota Surabaya. Studi literature mempelajari buku, artikel, media massa, dan makalah seminar. Hasil penelitian menunjukkan pentingnya peranan ilmu komunikasi pemasaran dalam mendorong perilaku hidup sehat tanpa rokok. Komunikasi pemasaran kesehatan untuk pengendalian dampak rokok tidak dimaksudkan untuk melarang orang merokok atau mengambil hak perokok, melainkan untuk melindungi orang sehat di sekitar perokok yang juga berhak atas udara sehat. Selain itu untuk melindungi anak-anak dalam mengambil keputusan merokok. Juga dimaksudkan untuk memberi informasi yang cukup bagi perokok pemula yang akan merokok dan akan teradiksi seumur hidupnya karena nikotin. Kata Kunci: komunikasi pemasaran, perilaku sehat, rokok
simbol yang digunakan dan dipahami oleh komunitasnya. Dalam berkomunikasi ini, manusia menamai atau menjuluki sesuatu, mengidentifikasi sesuatu dan menyebut sesuatu. Ada kesepakatan yang manusia gunakan sehingga terhubung satu dengan lain, terjadi interaksi dan transmisi informasi.
PENDAHULUAN Hubungan antar manusia tak bisa dipisahkan dari komunikasi. Ketika antar manusia berhubungan, mereka pun berkomunikasi. Baik verbal maupun non verbal. Baik langsung maupun tak langsung. Manusia ini menggunakan seperangkat 34
Sri Widati, Daya Ungkit Ilmu Komunikasi...35
Bahkan komunikasi ini bisa terjadi tanpa kata. Bisa melalui body motion, jeda, suara, sentuhan baik dengan vocal maupun tidak. Hal ini terjadi ketika manusia hendak menunjukkan ekspresi perasaan dan emosi, regulasi interaksi, self image, maupun ketika manusia hendak menjaga relationship. Bidang kesehatan masyarakat tidak terlepas dari kenyataan itu. Interaksi di dalamnya membutuhkan komunikasi dan ilmu komunikasi. Keilmuan ini dipelajari secara khusus karena kebutuhannya dalam mentransfer knowledge kepada masyarakat agar masyarakat mau berperilaku sehat. Ketajaman dalam menggunakan keilmuan komunikasi ini turut ambil peranan penting dalam keberhasilan sebuah program kesehatan masyarakat. Selain ilmu komunikasi, dalam upaya mendorong masyarakat berperilaku sehat, juga dibutuhkan ilmu pemasaran. Kedua keilmuan tersebut seringkali disebut dengan ilmu komunikasi pemasaran. Keilmuan ini berperan dalam mempersuasi dan membujuk masyarakat agar mau berperilaku sehat, Karenanya, keilmuan komunikasi pemasaran digali dan dipertajam dalam bidang kesehatan masyarakat. Berbicara tentang perilaku sehat, maka ada beberapa indicator perilaku sehat yang seringkali disebut sebagai indicator PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat). Indikator PHBS di rumah tangga adalah suatu alat ukur untuk menilai keadaan atau permasalahan kesehatan di rumah tangga. Indikator mengacu pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) di bidang kesehatan. PHBS di Rumah Tangga dilakukan untuk mencapai Rumah Tangga ber PHBS yang melakukan 10 PHBS yaitu (Depkes, 2011):
1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan 2. Memberi ASI ekslusif 3. Menimbang balita setiap bulan 4. Menggunakan air bersih 5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun 6. Menggunakan jamban sehat 7. Memberantas jentik di rumah sekali seminggu 8. Makan buah dan sayur setiap hari 9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari 10. Tidak merokok di dalam rumah Dari beberapa indicator PHBS ini,salah satu yang sedang digaungkan akhir-akhir ini adalah perilaku tidak merokok. Perilaku tidak merokok menjadi populer karena gencarnya industry rokok dalam menerapkan keilmuan komunikasi pemasaran agar masyarakat membeli dan megkonsumsi produknya. Di lain pihak, praktisi kesehatan masyarakat menggunakan keilmuan komunikasi pemasaran untuk mempengaruhi masyarakat agar hidup sehat tanpa rokok. Di sini terjadi persaingan untuk memenangkan perilaku masyarakat dengan sarana ilmu komunikasi pemasaran. Jadilah keilmuan ini mendapat perhatian khusus karena daya ungkitnya. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data observasi langsung, wawancara mendalam dan studi literatur dari dokumen yang ada. Observasi dilakukan pada komunikasi pemasaran yang telah dilakukan oleh industry rokok serta beberapa institusi kesehatan seperti dinas kesehatan dan sekolah kesehatan serta beberapa LSM yang menanggulangi masalah kesehatan. Wawancara mendalam dilakukan pada 400 responden yang
36
Jurnal Promkes Vol.1, No.1, Juli 2013: 34 - 45
tersebar di 5 wilayah kota Surabaya Jawa Timur, yaitu Surabaya Barat, Surabaya Timur, Surabaya Utara, Surabaya Selatan, dan Surabaya Pusat. Studi referensi dilakukan pada buku, artikel, media massa, dan makalah seminar. Penelitian dilakukan di Kota Surabaya, Jawa Timur, selama pertengahan tahun 2010 sampai pertengahan 2011. HASIL DISKUSI Kesehatan Masyarakat dan Berperilaku Sehat Tanpa Rokok Secara umum, salah satu tujuan dari keilmuan kesehatan masyarakat adalah agar masyarakat mau berperilaku sehat dan mencegah sakit. Dengan demikian akan terwujud negara yang sehat karena masyarakatnya sehat. Penekanan kesehatan masyarakat adalah membuat yang sehat tetap sehat. Perlu diingat bahwa biaya sehat lebih murah daripada biaya pengobatan karena sakit. Keilmuan kesehatan masyarakat juga melihat kesehatan secara komunal dalam masyarakat banyak dan yang ditangani adalah kelompok, bukan klinis orang per orang. Kesehatan masyarakat mempelajari penanggulangan penyakit dalam masyarakat dan perilaku pencegahannya. Bagaimana mencegah terjadinya wabah penyakit, bagaimana keluarga tetap sehat, dan bagaimana menanggulangi penyakit yang terlanjur mewabah dalam masyarakat serta mencegah penularannya. Usaha –usaha ini seringkali dilakukan dengan cara promosi kesehatan, yaitu kombinasi berbagai dukungan menyangkut pendidikan, organisasi, kebijakan dan peraturan perundangan untuk perubahan lingkungan dan perilaku yang menguntungkan kesehatan. Promosi Kesehatan adalah proses
memandirikan masyarakat agar mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Ottawa Charter 1986 dalam Depkes, 2001). Peningkatan kesehatan merupakan upaya memelihara atau memperbaiki tingkat kesehatan masyarakat saat ini. Sedangkan pencegahan penyakit merupakan upaya yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari ancaman kesehatan yang bersifat aktual maupun potensial. Peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit merupakan dua konsep yang berhubungan erat dan pada pelaksanaannya ada beberapa hal yang menjadi saling tumpang tindih satu sama lain karena dalam meningkatkan kesehatan perlu mencegah penyakit dan ketika mencegah terjadinya penyakit, otomatis meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Dinas Kesehatan, institusi pendidikan kesehatan, dan LSM kesehatan memainkan peranan penting dalam upaya kesehatan masyarakat ini. Berbagai aktifitas dilakukan, mulai dari identifikasi masalah dalam masyarakat, penentuan masalah, perencanaan, sampai implementasi program, monitoring dan evaluasinya. Dalam implementasi tersebut bisa dilakukan intervensi, sosialisasi/ diseminasi, dan pembuatan peraturan. Salah satu aktifitas yang sering dilakukan adalah sosialisasi/ diseminasi misal penyuluhan kesehatan dan advokasi atau pendekatan kepada pembuat kebijakan agar berpihak kepada kesehatan masyarakat. Di sinilah peranan keilmuan komunikasi pemasaraan menonjol. Problematika Rokok dalam Kesehatan Masyarakat Pada abad XXI ini, perilaku merokok dianggap sebagai salah satu perilaku tidak sehat yang cukup
Sri Widati, Daya Ungkit Ilmu Komunikasi...37
mengkuatirkan. Apalagi di kalangan orang miskin. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) selama beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa kebutuhan pembelian rokok menempati urutan kedua setelah pembelian beras. Pengeluaran rokok tersebut setara dengan 15 kali biaya pendidikan, 9 kali biaya kesehatan., 5 kali pengeluaran untuk telur dan susu,
2 kali pengeluaran untuk ikan dan 17 kali pengeluaran untuk pembelian daging (Depkes, Riskesdas, 2005).
Tabel 1 Pengeluaran Bulanan Rumah Tangga Perokok untuk Tembakau dan Sirih menurut Kelompok Pendapatan, 2005 Jenis Pengeluaran
K1 (terendah)
Rata-rata (rupiah) Padi-padian 72,083 Ikan 24,622 Daging 3,023 Telur & Susu 8,354 Tembakau & 44,442 sirih Pendidikan 5,260 Kesehatan 7,116 Proporsi (%) Padi-padian 20,16 Ikan 6,89 Daging 0,85 Telur & susu 2,34 Tembakau & 12,43 sirih Pendidikan 1,47 Kesehatan 1,99 Sumber: Depkes, Riskesdas, 2005
K2
K3
K4
K5 (tertinggi)
Total
103,698 44,148 8,133 16,625 73,742
121,714 61,419 14,846 25,162 98,302
137,287 81,948 26,147 38,140 128,888
152,981 122,234 62,752 82,409 192,239
121,948 70,638 24,598 36,335 113,089
12,634 11,761
19,209 17,262
31,840 27,429
96,032 73,168
35,089 28,950
17,70 7,54 1,39 2,84 12,59
15,43 7,79 1,88 3,19 12,46
12,48 7,45 2,38 3,49 11,72
6,63 5,30 2,72 3,57 8,33
11,26 6,52 2,27 3,35 10,44
2,11 2,01
2,44 2,19
2,89 2,49
4,16 3,17
3,24 2,67
Dari 1.3 milyar perokok dunia, sebanyak 4,8% nya ada di Indonesia. Sehingga Indonesia menduduki urutan ke 3 jumlah perokok terbesar dunia setelah India dan Cina. Sebanyak 46% perokok ASEAN berada di Indonesia (TCSC-IAKMI-KPS PDKT, 2010). Pada tahun 2006 terjadi 5 juta kematian/tahun dan annual global net loss sebanyak US$ 200M. Diperkirakan pada tahun 2030 akan ada 10 juta kematian/tahun akibat rokok dan 70% ada di negara berkembang. Di Indonesia pada tahun 2001 jumlah kematian yang berhubungan dengan rokok sebanyak 427.948/tahun, dengan total economic loss Rp 127,4 triliun atau sama dengan
7,5 kali lipat penerimaan cukai rokok tahun 2001 sebesar Rp 16,5 triliun (Kosen, 2004). Pada tahun 2005 jumlah kematian dengan penyebab utamanya rokok di Indonesia ada 399.800/ tahun dengan total economic loss sebesar Rp 154,84T atau sama dengan US$ 17.2Milyar atau sama dengan 4,5 kali lipat cukai rokok tahun 2005 sebesar Rp 32,6 triliun (Kosen, 2005). Rokok memang seringkali dikaitkan dengan penyakit akibat rokok dan kematian akibatnya. Orang yang merokok akan mengeluarkan asap rokok yang mengandung gas CO dengan konsentrasi lebih dari 20.000 ppm yang kemudian menjadi encer
38
Jurnal Promkes Vol.1, No.1, Juli 2013: 34 - 45
sekitar 400-5000 ppm selama dihisap. Konsentrasi gas CO yang tinggi didalam asap rokok menyebabkan kandungan COHb dalam darah orang yang merokok jadi meningkat. Keadaan ini membahayakan kesehatan orang yang merokok. Orang yang merokok dalam waktu yang cukup lama (perokok berat) konsentrasi COHb dalam darahnya sekitar 6,9%. Hal inilah yang menyebabkan perokok berat mudah terkena serangan jantung (Pohan, 2002). Jumlah zat kimia dalam asap rokok sendiri bukan merupakan hal yang paling penting karena yang menjadi masalah adalah toksisitas dan konsentrasi dari zat kimia tersebut (Action on Smoking and Health, 2001 dalam Jansen, 2009). Dibawah ini adalah sebagian contoh dari bahan tersebut (TCSC, IAKMI, KPS PDKT, 2010): 1) Nikotin - menyebabkan ketagihan dan toleransi. Nikotin merupakan racun yang mempunyai efek langsung ke otak dan hanya membutuhkan 10 detik untuk sampai ke otak. Nikotin dapat meresap melalui mulut, hidung dan kulit. 2) Karbonmonoksida – gas yang berbahaya ini sama dengan asap yang keluar dari knalpot kendaraan bermotor. 3) Tar – biasa digunakan untuk mengaspal jalan raya. Sebagian dari tar adalah benzo(a)pyrene, nitrosamine, B-naphthylamine, kadmium dan nikel 4) Aseton – peluntur cat 5) DDT – racun serangga 6) Arsenik – racun kutu dan racun yang mematikan 7) Kadmium – bahan kimia dalam aki 8) Formaldehide – untuk mengawetkan mayat 9) Ammonia – untuk pembersih lantai
10) Hidrogen sianida – racun dalam bentuk gas 11) Naftalena – racun dalam obat serangga 12) Polonium-210 – bahan radioaktif 13) Vinil klorida – bahan kimia untuk membuat plastik. Penggunaan Ilmu Komunikasi Pemasaran Oleh Industri Rokok Problematika rokok dalam masyarakat semakin kompleks dengan adanya industri rokok yang telah menerapkan keilmuan komunikasi pemasaran untuk memasarkan produknya. Di mana industri rokok melaju kencang bersama ahli komunikasi pemasaran yang handal dalam memasarkan dan mempengaruhi masyarakat untuk mengkonsumsi produknya. Sehingga masyarakat memilih untuk menggunakan barang atau menunjukkan perilaku yang tidak sehat. Produk yang sebenarnya berbahaya namun karena dikemas dengan komunikasi pemasaran yang hebat sehingga membutakan mata masyarakat untuk melihat unsur bahayanya. Oleh para ahli komunikasi dan pemasaran, rokok dikemas dalam berbagai samaran yang ampuh untuk menggelapkan logika konsumen. Kadang menjadi “sang rendah tar” kadang menjadi “si rendah nikotin” atau bahasa kerennya mild, light, low tar, organic, additive free, dan seterusnya. Kadang ditawarkan dengan berbagai kemasan, seperti rokok pipa, bidi, kretek, rokok beraroma cengkeh, snus, snuff, rokok tanpa asap, atau cerutu. Bahkan kadang diberi sebutan “permen karet” yang sepertinya akrab di telinga kita bahkan di telinga anak kecil. Dengan komunikasi pemasarannya ini, seringkali masyarakat terkecoh. Selama ini, pemerintah telah berupaya membatasi komunikasi pemasaran industri rokok dengan
Sri Widati, Daya Ungkit Ilmu Komunikasi...39
menetapkan aturan agar setiap perusahaan rokok mencantumkan akibat merokok baik pada kemasan rokok maupun pada advertisingnya: “Rokok dapat menyebabkan hipertensi, serangan jantung, impotensi, gangguan kehamilan dan janin.” Ini merupaan salah satu bentuk penerapan komunikasi pemasaran kesehatan yang diupayakan oleh pemerintah. Namun sepertinya komunikasi ini kurang efektif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat “aware” akan pesan di bungkus rokok dan di iklan rokok tersebut. Namun 90% responden mengatakan tidak merasa takut ataupun kuwatir meski telah membaca dan memahami isi pesan tersebut. Masyarakat menganggapnya sebagai hal yang biasa bahkan dibuat lelucon antar teman sebaya. Melalui PP No. 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan, Pemerintah mengatur iklan rokok di televisi yang dibatasi penayangannya harus di atas jam 21.30 dan sebelum jam 05.00 WIB. Dengan harapan, anak-anak tidak melihatnya. Namun batasan ini ternyata memicu ide kreatif baru dari tangan para ahli komunikasi pemasaran industri rokok. Industri rokok mensponsori acara olahraga dan musik yang boleh ditayangkan di bawah jam 21.30 bahkan pada siang dan pagi hari. Ketika kedua acara tersebut tayang, sudah pasti jargon, dan merek rokok akan tergambar dengan jelas di layar kaca. Selain itu, iklan pendekatan emosional digunakan sebagai strategi komunikasi dan pemasaran rokok. Konsumen diyakinkan bahwa dengan merokok mereka akan merasakan hidup, jagoan, meriah (party), cool, enjoy, happy dan lain sebagainya. Di tangan ahli komunikasi pemasaran juga, konsumen dibuat merasa bahwa
anti rokok itu tidak benar, pandangan negative terhadap perokok itu tidak benar. Iklan rokok dikemas dengan menampilkan perokok bukanlah insan yang menakutkan, melainkan penolong, penyayang sesama bahkan hormat terhadap orang tua. Berikut contoh gambarnya: Tak hanya itu, ide-ide kreatif terus meluncur. Setelah periklanan rokok dibatasi, mereka juga memposisikan brand name-nya sebagai ”pembela sosial” yang memprotes ketidakadilan sosial melalui setiap iklan komersiilnya baik dalam bentuk kata-kata kritis dan puitis maupun gambar terselubung. Semua strategi tersebut merupakan implementasi ilmu komunikasi pemasaran yang telah dilakukan oleh industri rokok. Dari hal ini, kita bisa mengetahui besarnya peranan keilmuan komunikasi pemsaran dalam mempengaruhi masyarakat untuk berperilaku tertentu. Peran Ilmu Komunikasi Pemasaran Agar Masyarakat Berperilaku Sehat Tanpa Rokok Kita telah melihat bagaimana peranan keilmuan komunikasi pemasaraan untuk mempengaruhi perilaku merokok masyarakat. Keilmuan ini juga bisa digunakan untuk mempengaruhi masyarakat untuk berperilaku tidak merokok. Dari wawancara dengan 400 responden, didapatkan bahwa responden menghendaki komunikasi pemasaran kesehatan yang lebih kreatif dan inovatif baik dari sisi ide maupun desain. Sebagian besar responden juga mengharapkan praktisi kesehatan lebih sering turun lapangan untuk melakukan sosialisasi atau penyuluhan langsung. Memang, jika berbicara masalah kesehatan masyarakat dengan pendekatan pecegahan dan peningkatan kesehatan (preventif
40
Jurnal Promkes Vol.1, No.1, Juli 2013: 34 - 45
promotif) maka keilmuan komunikasi pemasaran perilaku sehat berperan penting dalam mendukung tersosialisasinya program preventif , promotif dan protektif. Kita bisa melihat contoh dari Pemerintah Spanyol, yang mengeluarkan kebijakan anti rokok untuk mengurangi angka kematian akibat tembakau yang mencapai 50.000 orang per tahun di negara tersebut. Angka ini cukup fantastis karena menunjukkan jumlah yang lebih banyak dari angka korban AIDS, pecandu alkohol, pengguna narkoba dan korban kecelakaan kendaraan. Salah satu kebijakan pemerintah berkaitan dengan dampak rokok adalah pendekatan komunikasi pemasaran kesehatan dengan mengharuskan mesin otomatis penjualan rokok, yang biasa ada di bar dan restoran, dilengkapi dengan tulisan "Rokok membunuh" dan "Dilarang menjual rokok kepada anak di bawah 18 tahun". Negara ini telah menerapkan kawasan bebas asap rokok seperti di dalam rumah sakit, gedung olah raga tertutup, pusat perbelanjaan, pusat kebudayaan, museum, perpustakaan, lift dan beberapa tempat umum lain. Meski demikian, beberapa tempat seperti area bisnis, bandara, stasiun dan pelabuhan masih diperbolehkan merokok (Suara Merdeka 23 April 2005). Berkenaan dengan area tanpa rokok, kota Surabaya telah memberlakukan Kawasan Tanpa Rokok melalui Perda No. 5 Tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan Kawasan Terbatas Merokok (KTM). Perda tersebut mulai digagas pada 1 Januari 2007. Akhirnya Perda tersebut disahkan DPRD pada 22 Oktober 2008. Dalam Perda tersebut memuat KTR meliputi sarana kesehatan, tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat
ibadah, dan angkutan umum. Setiap orang yang berada di KTR dilarang melakukan kegiatan memperoduksi atau membuat rokok, menjual rokok, menyelenggarakan iklan rokok, mempromosikan rokok, dan atau menggunakan rokok. Kawasan Terbatas Merokok (KTM) meliputi tempat umum dan tempat kerja. Pada kawasan ini setiap orang dilarang merokok kecuali di tempat khusus yang disediakan untuk merokok. Setelah Perda ini dilaunching DKK melakukan beberapa kegiatan sosialisasi. Masa sosialisasi dilakukan sampai 22 Oktober 2009 dan mulai efektif diberlakukan pada tanggal itu. Dalam masa ini, keilmuan komunikasi pemasaran mengambil peranan penting. Baik komunikasi langsung maupun menggunakan media massa untuk sosialisasi telah dilakukan berbagai pihak yang ada dalam jejaring pembentukan Perda ini. Misal, seminar tentang KTR dan KTM, jumpa pers, pemasangan stiker, pelatihan pada sopir angkota, menegakkan hukum dan menggerakkan masyarakat untuk berhenti merokok. Tingkat keberhasilan komunikasi pemasaran Perda ini telah dievaluasi oleh LSM CeRCS dan YLKI dengan survey publik pada 500 responden, bulan Maret 2010. Hasil temuannya adalah 79,7% warga Surabaya aware (mendengar dan mengetahui) adanya Perda No. 5 Tahun 2008 tentang KTR dan KTM. Sebanyak 58,7% perokok aktif mengetahui adanya Perda ini dan sebanyak 21% perokok pasif mengetahui adanya Perda tersebut. Sebanyak 51,5% dari responden mengetahui dari media cetak dan 29,3% dari media elektronik serta 10,6% dari petugas pemerintah dan 5,3% dari LSM, sisanya lain-lain (CeRCS & YLKI, 2010).
Sri Widati, Daya Ungkit Ilmu Komunikasi...41
Dalam hal komunikasi pemasaran kesehatan, kita pun bisa belajar dari Negara Cina yang telah meratifikasi traktat internasional pengendalian dampak tembakau yang bertujuan untuk menekan jumlah kematian terkait tembakau. Dewan legislatif nasional Cina mengumumkan dilarangnya pengoperasian seluruh mesin penjual rokok, termasuk di wilayah otonomi Hongkong dan Makau. Cina menjual 1.798 miliar batang rokok tahun 2003, sehingga menjadikannya sebagai konsumen rokok terbesar dunia (BBC, 29 Agustus 2005). Kita juga bisa melirik Australia dan Thailand yang memanfaatkan keilmuan komunikasi pemasaran dengan cara mengharuskan setiap kemasan rokok mencantumkan gambar visual atau foto penderita akibat merokok. Foto penderita yang mengerikan seperti kanker atau hancurnya paru-paru atau keroposnya gigi akibat rokok atau cacatnya janin karena ibunya merokok. Kadang foto muka yang bopeng-bopeng, kadang foto gusi yang bengkak dengan gigi kehitaman yang keropos sana sini. Foto-foto ini disertakan dalam kemasan rokok dengan harapan konsumen akan berpikir berkali-kali sebelum memutuskan untuk merokok. Telah dibuktikan secara ilmiah bahwa efek gambar visual akan lebih tinggi dari pada efek audio ataupun tulisan. Sayangnya, di Indonesia, aturan tersebut belum diberlakukan. Sehingga rokok dengan merek sama akan menjual dengan kemasan berbeda di Negara lain. Di Singapura dan Thailand, kemasan rokok dilengkapi dengan gambar penyakit akibat rokok. Ini merupakan bentuk komunikasi pemasaran kesehatan agar masyarakat yang akan menghisap rokok mempertimbangkan kembali
akibatnya. Diharapkan dengan melihat gambar tersebut akan merasa ngeri lalu urung merokok. Lain halnya di Indonesia, meski merek rokok yang sama, namun kemasannya berbeda. Komunikasi pemasaran kesehatan rokok di Indonesia hanyalah berbentuk tulisan kecil peringatan tentang bahaya rokok. Sedangkan efek gambar akan memberi pengaruh yang lebih kuat daripada efek tulisan. Namun produsen rokok di Indonesia tidak mau memproduksi jenis kemasan bergambar akibat rokok. Mereka bebas membuat kemasan rokok yang indah untuk menarik konsumen. Hal ini terjadi karena belum ada peraturan yang mengharuskan produsen rokok mencantumkan gambar/ foto penyakit akibat rokok. Untuk bisa memaksa produsen mencantmkan gambar tersebut, haruslah ada system atau aturan dari pemerintah yang menggariskan dan memberi punishment apabila dilanggar. Punishment bisa dibuat seperti mencabut ijin pabrik rokok atau menghalanginya beredar di Indonesia dan lain sebagianya. Hal serupa, yaitu pelarangan penjualan rokok karena tidak mematuhi aturan, telah dilakukan di beberapa Negara lain seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand. Komunikasi pemasaran kesehatan tentang pengendalian dampak rokok tidak dimaksudkan untuk melarang orang merokok, melainkan untuk mengatur orang merokok karena sama seperti orang punya hak merokok, maka orang sehat pun memiliki hak untuk mendapatkan udara bersih yang bebas asap rokok. Ketika seseorang merokok, asapnya akan dibagikan kepada orang disekitarnya (perokok pasif/ secondhand smoke). Secara garis besar, asap rokok terbagi dalam 2 jenis yaitu: asap mainstream (asap ini dibentuk ketika perokok menginhalasi
42
Jurnal Promkes Vol.1, No.1, Juli 2013: 34 - 45
udara melalui rokok) dan asap sidestream (asap ini dibentuk ketika tembakau dalam keadaan terbakar namun asap tidak diinhalasi oleh perokok). Zat toksin pada asap sidestream memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan asap mainstream dan 85% dari asap rokok merupakan hasil dari asap sidestream. Adapun hasil uraian dari komposisi asap rokok baik jenis mainstream maupun sidestream dalam Labstat International ULC Offerings (2008) yaitu nikotin, karbon monoksida, hidrogen sianida, amonia, nitrogen, logamlogam, merkuri, serta golongan-golongan kimia seperti karbonil, phenolics benzo[a]pyrene , aromatik, gas volatil dan gas semivolatil. Pada jurnal tersebut, semua zat toksik dalam asap rokok terdeteksi dalam jaringan dan urin, sedangkan beberapa lainnya terdeteksi dalam plasma, serum ataupun saliva. Setiap zat yang diuraikan diatas telah diteliti dan kebanyakan dari zat tersebut merupakan karsinogen, diduga karsinogen, cenderung untuk menjadi karsinogen dan merupakan zat iritan (Physician for a Smoke-Free Canada, 1999). Dalam Physician for a SmokeFree Canada (2008), diuraikan dampak dari setiap kandungan dalam asap rokok. Hampir semua uraian didalamnya dapat mengiritasi mata. Hal ini juga didukung oleh State Building & Construction Trades Council of California (2008) (Jansen, 2009). Menurut situs resmi U.S. National Institute of Health (2011) efek buruk tembakau tidak hanya menerpa perokok aktif melainkan juga secondhand smoke (perokok pasif). Di Amerika, rokok membunuh 443.000 jiwa tiap tahunnya dan hampir 49.400 jiwa karena merokok pasif. Bagi perokok pasif, efek tembakau bisa menyebabkan sakit kanker paru,
tenggorokan, mulut, nasal, cavity, esophagus, perut, pancreas, ginjal, kandung kemih, servix dan leukemia myeloid akut. Menurut Gondel dari Lawrence Berkeley National Laboratory (dalam The Hazard of Third-Hand Tobacco Smoke) dua tahun terakhir, muncul istilah thirdhand tobacco smoke yang mengacu pada efek kimiawi residu asap rokok yang ada pada benda-benda lain seperti tempat tidur, karpet, furniture, dan bahan kimia pembersih perabot yang terpapar asap rokok oleh perokok. Jika bahan ini bercampur dan bereaksi maka timbul efek karsinogenik atau yang biasa disebut nitrosamine. Penelitian dilakukan di dalam mobil perokok. Ditemukan tingginya kadar nitrosamine pada third-hand tobacco smoke. Non perokok khususnya anak-anak akan mendapat efek terbesar nitrosamine melalui pernafasan. Jadi, komunikasi pemasaran kesehatan pengendalian dampak rokok lebih ditujukan untuk melindungi perokok pasif, yang ada disekitar perokok, yang biasanya justru orangorang yang disayangi oleh perokok itu sendiri. Baik itu istri perokok, anak perokok, cucu perokok, orang tua perokok, teman perokok, dan semua orang lain yang berada di sekitar perokok. Selain untuk melindungi perokok pasif, komunikasi pemasaran pengendalian dampak rokok juga ditujukan untuk melindungi anak-anak dan remaja. Anak menurut UU adalah yang berumur di bawah 18 tahun. Sampai umur tersebut, sebenarnya seorang anak belum mampu memutuskan sendiri keputusan penting apalagi yang akan mengikat seumur hidupnya. Rokok, memiliki efek kecanduan, sehingga seseorang yang terlanjur merokok akan sulit berhenti merokok atau akan kencanduan seumur hidupnya. Bagi perokok
Sri Widati, Daya Ungkit Ilmu Komunikasi...43
pemula, merokok merupakan siksaan. Orang yang baru pertama kali merokok akan merasa mual-mual, pusing, batuk-batuk dan mulut terasa tidak enak. Tetapi pada saat itu nikotin telah mulai menyerang otaknya dan secara berangsur (kalau mengulang merokok lagi) akan kecanduan. Saat kecanduan ia akan merasa gelisah, berkeringat, dan mulut terasa tidak enak kalau belum merokok. Mirip orang yang kecanduan narkoba yang akan gelisah, berkeringat dingin, perut merasa sakit, yang baru reda atau hilang setelah mendapatkan narkoba. Demikian pula kecanduan nikotin, ia baru akan merasa tenang setelah sel-sel otaknya tersentuh nikotin lagi (TCSC, 2008). Sifat adiktif (menimbulkan kecanduan) dari nikotin ini sudah lama diketahui. Pada tahun 1964 Departemen Kesehatan Amerika untuk pertama kalinya menerbitkan hasil penelitian yang sudah dilakukan sejak beberapa puluh tahun sebelumnya. Hasil penelitian yang berjudul “Report On Nicotine Addiction” menyimpulkan bahwa nikotin memenuhi semua kriteria untuk dikatakan adiktif. Dua puluh tahun terakhir mengindikasikan bahwa ketagihan rokok sudah merupakan keadaan yang patologis, yang bisa disamakan pada narkoba (TCSC, 2008). Jika keputusan untuk merokok dilakukan di bawah usia 18 tahun, maka anak tersebut akan terikat dengan rokok seumur hidupnya. Padahal keputusan tersebut dibuat ketika dirinya sendiri belum cukup umur namun keputusan itu akan mengikatnya seterusnya. Karenanya diperlukan ilmu komunikasi pemasaran kesehatan untuk menginformasikan akibat rokok sehingga ketika anak-anak atau seseorang memutuskan untuk
merokok, diharapkan mereka sadar betul akan keputusan dan akibat yang harus ditanggungnya seumur hidupnya. Kalaupun masyarakat tetap memutuskan untuk merokok, diharapkan keputusan tersebut bukan karena ikut-ikutan teman sebaya atau karena tidak ada informasi kesehatan atau bahkan karena pengaruh komunikasi pemasaran yang menariknya untuk merokok. Melalui ilmu komunikasi pemasaran, kita bisa menciptakan pesan yang membuat konsumen selalu mengingat akibat merokok sehingga mempengaruhi tataran emosinya. Jika ahli komunikasi pemasaran perusahaan rokok mempengaruhi konsumen dari segi emosional, ahli komunikasi pemasaran kesehatan pun bisa mempengaruhi takut merokok juga melalui pendekatan emosional. Misal iklan layanan masyarakat anti merokok dibuat dengan pendekatan emosional. Sehingga konsumen tersentuh sisi emosinya dan menghentikan perilaku merokok. Jika produsen rokok memiliki ahli komunikasi pemasaran yang handal maka ahli komunikasi pemasaran kesehatan juga harus handal. Dalam hal ini akan terjadi perebutan pasar yang seimbang antar competitor. Lebih jauh lagi, dengan ilmu komunikasi pemasaran, kita bisa mempengaruhi pemerintah untuk mengeluarkan aturan yang melarang rokok mengeluarkan asap di tempattempat umum di seluruh Indonesia. Pemerintah bisa menetapkan ancaman hukuman bagi yang melanggar aturan ini. Soal bentuk dan beratnya hukuman harus dipikirkan dan menjadi ranah tersendiri. Kemampuan untuk mengkomunikasikan dan memasarkan perilaku sehat dalam konteks hidup tanpa rokok ini kita sebut sebagai komunikasi pemasaran kesehatan atau
44
Jurnal Promkes Vol.1, No.1, Juli 2013: 34 - 45
komunikasi pemasaran perilaku sehat. Harapannya, melalui komunikasi pemasaran kesehatan maka masyarakat Indonesia bisa hidup sehat
dalam segala aspek dan sumbangsih keilmuan komunikasi pemasaran kesehatan semakin nyata dirasakan manfaatnya bagi rakyat secara luas.
KESIMPULAN Keilmuan komunikasi pemasaran memiliki daya ungkit kuat dalam bidang kesehatan masyarakat. Keilmuan ini sangat diperlukan dalam mentransfer knowledge agar masyarakat mau hidup sehat, salah satunya berperilaku sehat tanpa rokok. Transfer knowledge dilakukan melalui penyuluhan, sosialisasi, maupun komunikasi visual dan diseminasi peraturan. Dalam kasus rokok, industry rokok telah terlebih dahulu menerapkan keilmuan komunikasi pemasaran untuk menjual produknya. Praktisi kesehatan masyarakat harus bersaing untuk memenangkan perilaku masyarakat agar hidup sehat tanpa rokok. Melalui ilmu komunikasi pemasaran, kita bisa menciptakan pesan yang membuat konsumen selalu mengingat akibat merokok sehingga mempengaruhi tataran emosinya.
Lebih jauh lagi, dengan ilmu komunikasi pemasaran, kita bisa mempengaruhi pemerintah untuk mengeluarkan peraturan yang mengatur tempat merokok sehingga tidak membahayakan orang sekitar. Komunikasi pemasaran pengendalian dampak rokok ini tidak dimaksudkan untuk melarang orang merokok melainkan untuk melindungi orang yang ada di sekitarnya yang juga berhak atas udara sehat yang bebas asap rokok dan untuk melindungi anak-anak dalam mengambil keputusan untuk merokok serta untuk memberi informasi cukup bagi perokok pemula ketika akan memutuskan untuk merokok. Karenanya, keilmuan komunikasi pemasaran dipelajari dan dikembangkan dalam bidang kesehatan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA BBC, 29 Agustus 2005, Cina Mendukung Traktat AntiRokok CeRCS dan YLKI, 2010. Laporan Survey Publik: Penerapan Perda Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok (KTR/KTM). Surabaya. Departemen Kesehatan RI. 2001. Modul Dasar Penyuluh Kesehatan Masyarakat Ahli. Direktorat Promosi Kesehatan : Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Depkes RI, Jakarta Departemen Kesehatan RI. 2005. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2005. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Depkes RI, Jakarta Departemen Kesehatan RI, Promosi Kesehatan. 2011. Promosi Kesehatan Dalam Pencapaian Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). http://www.promosikesehatan. com/?act=program&id=12 (Sitasi 3 Agustus 2011) Jansen. 2009. Dampak Paparan Asap Rokok Terhadap Frekuensi Mengedip dan Keluhan yang Dirasakan pada Mata pada Pria Usia 20 – 40 Tahun di Kelurahan Kesawan Medan. Karya Tulis Ilmiah, Universitas Sumatera Utara, Medan
Sri Widati, Daya Ungkit Ilmu Komunikasi...45
Kosen, 2004.An Economic Analysis on Tobacco Use in Indonesia. Dalam Fact Sheet TCSC Kosen,2005. Presentasi pada Konas IAKMI-X 2007. Dalam Fact Sheet TCSC Pohan, Nurhasmawaty. 2002. Pencemaran Udara dan Hujan Asam. Tesis, Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan Suara Merdeka, 23 April 2005, Spanyol Keluarkan Kebijakan Anti-Rokok
TCSC, IAKMI.2008. Fakta Tembakau Di Indonesia. TCSC-IAKMI dan IUATLD, Jakarta TCSC, IAKMI, KPS PDKT.2010. Fakta Tembakau : Permasalahannya di Indonesia Tahun 2010. TCSC, IAKMI, KPS PDKT, Jakarta U.S.National Institute of Health. 2011. Free Help to Quit Smoking. http://www.cancer.gov/cancert opics (Sitasi 13 Januari 2011)