Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
DAYA REDUKSI KAPANG A. Oligospora DAN Verticillium Spp. TERHADAP LARVA3 H. contortus: STUDI PENDAHULUAN (The Reduction Capacity of A. Oligospora and Verticillium spp. Molds Against to H. Contortus Larvae3: A Preliminary Study) RIZA ZAINUDDIN AHMAD Balai Penelitian Veteriner, PO Box 151, Bogor 16114
ABSTRACT The in vitro reduction test of Arthrobotrys oligospora and Verticillium spp. local isolates of L3 H. contortus were studied. The aim of this study is to show the ability of fungi to kill larvae. The tests were done on 6 groups for spore treatments. The first to six treatment were: 5 x103 A. oligopora; 2.5 x 104 A. oligospora; 5 x 103 Verticillium spp; 2.5 x 104 Verticillium spp; 2.5 x 103 A.oligopora added 2.5 x 103 Verticillium spp, and; 5 x 104 A. oligospora added 5 x 104 Verticillium spp., then each was placed in a glass containing 4567 epg and mixed with vermiculite. After inoculated for 7 days in the room temperature the number of larvae was counted. The results obtained from the control and six treatments were consecutively; 923; 265; 137; 684; 434; 276; 152. The best value is 137 with using A. oligospora molds to kill H. contortus larvae. Key Words: A. oligospora, Verticillium spp., H. contortus larvae, reduction ABSTRAK Uji reduksi secara in vitro kapang Arthrobotrys oligospora dan Verticillium spp. isolat lokal terhadap larva3 H. contortus bertujuan memperlihatkan daya reduksi kedua kapang tersebut dalam membunuh larva. Penelitian ini dilakukan dengan cara memberi perlakuan terhadap 6 kelompok dengan dosis spora secara berurutan perlakuan I sampai dengan VI sebagai berikut: 5 x 103 A. oligospora; 2,5 x 104 A. oligospora; 5 x 103 Verticillium spp; 2,5 x 104 Verticillium spp; 2,5 x 103 A. oligospora ditambah 2,5 x 103 Verticillium spp, dan; 5 x 104 A. oligospora ditambah 5 x 104 Verticillium spp. Setelah itu masing-masing diletakan pada gelas yang berisi tinja mengandung EPG cacing: 4567 dan ditambahkan vermikulit. Setelah diinkubasi selama 7 hari dihitung larvanya. Hasil perhitungan larva yang diperoleh secara berurutan mulai kontrol sampai dengan perlakuan keenam adalah sbb: 923; 265; 137; 684; 434; 276; 152. Nilai terbaik adalah 137 dengan perlakuan memakai kapang A. oligospora untuk membunuh larva H. contortus. Kata kunci: A. oligospora, Verticillium spp., larva H. contortus, reduksi
PENDAHULUAN Kontrol biologis telah diterapkan sebagai strategi pengendalian parasit terpadu baik dalam peternakan konvensional dan organik dalam skala besar dan kecil (AHMAD, 1997; AHMAD et al. 2002; LARSEN, 2000). Adapun pengendalian cacing H. contortus dengan memakai kontrol biologis merupakan salah satu pilihan, pilihan ini baik karena dapat dikombinasikan dengan cara lain dan bersifat aplikatip. Kapang nematofagus sudah diketahui mampu membunuh cacing nematoda, dan mekanismenya dilakukan dengan berbagai cara (PERSMARK, 1997). Kapang A. oligospora
dapat membunuh larva3 H. contortus dengan cara membuat jerat, sedangkan kapang Verticillium spp. dengan cara sebagai endoparasit dan membunuh telur. Adapun taksonomi A. oligospora menurut JACOBS (2002): Divisi: Eumycota, Kelas: Deuteromycetes, Ordo: Moniliale (Hyphomycetes), Famili: Moniliaceae, Sub famili: Hyalodidymae dan Genus: Arthrobotrys spp. A. oligopora tumbuh saprofitik menyebar dengan miselim vegetatif, memproduksi spora dengan perbanyakan aseksual. Banyak ditemui pada sampah organik, dan tanah. (GRONVOLD, et al., 1993). Spora bersepta tunggal,
719
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
berdinding tipis dan kering. Sejumlah konidia berasal dari kelompok yang panjang dari koniafor yang tegak, tetapi beberapa konidia dapat bersifat dorman (khlamidospora) yang dihasilkan oleh miselium. dikarakterisasi dengan ciri-ciri membentuk jerat secara tak spontan, konidiafor bercabang membentuk jerat yang lengket lebih dari satu, konidia berumpun, bersepta berbentuk pyriform, berukuran bervariasi antara 22–32 µm x 12–20 µm (BARRON, 1977). Adapun Verticillium spp. mempunyai taksonomi sebagai berikut menurut ANONIMOUS (2004), yaitu Superkingdom: Eukaryota, Kingdom: Fungi, Filum: Ascomycota, Subfilum: Pezizomycotina, Kelas: Sordariomycetes, Ordo: Hypocreales, Famili: Hypocreales, Genus: Verticilium spp. Verticillium spp termasuk kapang tanah yang hidup kosmopolitan, sering ditemui sebagai kapang kontaminan dan isolat lokal telah berhasil ditemukan AHMAD dan BERIAJAYA (1996). Secara mikroskopis terlihat hifa memanjang, bersepta, mempunyai cabang, berkonidia. Menurut GILMAN (1959) Verticillium spp. dapat digolongkan menjadi 9 spesies dan sejalan dengan kemajuan identifikasi spesies-spesies tersebut bertambah banyak, sampai saat ini beberapa VertilcillIum spp penting artinya sebagai kapang nematofagus yaitu Verticillium balanoides, V. chlamydosporium. Adapun isolat Verticillium spp yang dipakai pada penelitian ini identifikasi menurut GILMAN (1975) diduga adalah tergolong V. tereteste. Konidia-konidia Verticillium spp. dihasilkan oleh ujung dari sel-sel konidiagenus yang panjang (phialid), muncul dalam lingkaran dari konidiafor yang memutari dari bangkai nematoda. Satu persatu atau sekelompok konidia melingkar sepanjang tangkainya. Beberapa spesies Verticillium spp. mempunyai konidiofor relatif pendek, kaku keras dan lebih atau sedikit tegak, sedangkan spesies lain konidianya panjang dan terkulai. Spora (phialokonidia) terkumpul dalam bola pada mulut dari phialid (BARRON, 2004). Dibandingkan dengan konidia kapang pembuat perangkap, maka diameter konidia endoparasit lebih kecil dan tipis, juga mempunyai sifat mucin sehingga mudah tertelan oleh larva termasuk beberapa species Verticillium spp.
720
misalnya V. sphaerosporum yang mempunyai diameter berukuran 2,0–3,0 µm. Kapang Verticillium spp. dapat sebagai endoparasit dan parasit telur, beberapa kapang diketahui sebagai parasit pada telur nematoda termasuk Verticillium alboatrum, V chlamydosporium, dan V. psalliosae. Telur-telur cacing Ascaris lumbricoides dari babi dapat dipakai untuk menguji pengaruh kapang Verticillium chlamydosporium dan Verticillium spp. Kapang tersebut merusak dinding sel telur secara enzimatik dan kemudian menginfeksi telur (LYSEK dan KRAJEI, 1987: KUNERT, 1992). Berbeda dengan kapang pemangsa, kapang endoparasit umumnya mempunyai hifa tidak berkembang, hanya membentuk tabung spora misalnya untuk cendawan berkelas yang lebih sederhana yaitu Oomycyetes (Catenaria spp.) yang bersifat parasit obligat pada inang, dan untuk lebih tinggi seperti Verticillium spp. mempunyai konidiafor, hifa dan bersifat saprofit. Kedua kapang ini bila di kombinasikan di dalam membunuh cacing nematoda diduga akan memberikan hasil yang baik. Tujuan tulisan ini untuk memperlihatkan daya reduksi kapang-kapang tersebut terhadap cacing nematoda. BAHAN DAN METODE Penelitian pendahuluan ini dilakukan mulai bulan Januari sampai April 2004 di Balai Penelitian Veteriner, adapun isolat yang dipakai adalah isolat lokal hasil isolasi dan identifikasi dari penelitian sebelumnya. Sedangkan tinja yang berisi telur cacing H. contortus diperoleh dari domba yang telah diinfeksi murni oleh H. contortus. Uji dilakukan menurut MENDOZA et al. (1994) dengan sedikit modifikasi pada dosisnya. Isolat-isolat yang dipakai adalah A. oligospora dan Verticillium spp. Isolat tersebut diperbanyak pada medium Corn Meal Agar (CMA) selama 2 minggu pada suhu kamar, setelah itu konidia dipanen dengan cara memberi aqudest secukupnya lalu dikerok dengan kaca penutup, hasil konidia dihitung dengan hemositometer, kemudian dimasukkan pada tabung-tabung dibagi dalam 6 dosis
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
konidia yaitu tabung ke-1; 5 x 103 A.oligopora, tabung ke-2; 2.5 x 104 A.oligospora, tabung ke3; 5 x 103 Verticillium spp, tabung ke-4; 2,5 x 104 Verticillium spp, tabung ke-5; 2,5 x 103 A.oligopora ditambah 2,5 x 103 Verticillium spp, dan tabung ke-6; 5 x104 A.oligospora ditambah 5 x 104 Verticillium spp. Selanjutnya konidia tersebut akan diletakan pada tinja yang mengandung telur H. contortus. Persiapan telur pada tinja dilakukan dalam waktu yang hampir bersamaan. Lima ekor domba dipakai setelah dibersihkan seluruh cacing yang menginfeksi dengan obat cacing lalu domba-domba tersebut diinfeksi murni oleh larva H. contortus. Setelah kira-kira 4 minggu telur pergram tinja (EPG) diukur kembali sampai mencapai (EPG) yang diinginkan bila belum tercapai direinfeksi kembali. Diperoleh rataan EPG untuk penelitian adalah: 4567. Selanjutnya tinja masing-masing seberat 3 g yang mengandung cacing dibagi menjadi 7 kelompok. Satu kelompok sebagai kontrol dan lainnya diberi perlakuan 1 s/d 6 diberi konidia kapang yang telah dipanen. Tinja ditambahkan vermikulit dan konidia lalu diinkubasikan, dijaga kelembabannya dan setelah 1 minggu dipanen larvanya dengan metode WITHLOCK (1949). Perlakuan tersebut dilakukan sebanyak 4 kali ulangan, hasil yang diperoleh dirataratakan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Adapun hasil yang diperoleh adalah sebagai pada Tabel 1. Pada kontrol yang tidak diberi perlakuan ternyata larva yang menetas belum banyak dibanding dengan perhitungan EPGnya 4567 dan bila 3 g: 13701 sedangkan larva yang menetas (LPG) hanya 923 saja, dan bila 3 g: 1869. Keadaan ini diduga sangat dipengaruhi berbagai faktor seperti suhu, kelembaban, dan daya tetas. Bila suhu terlalu panas diatas normal 25–30oC, tidak lembab (kering) akan mengurangi daya tetasnya. Namun bila dibandingkan dengan yang diberi perlakuan (P1, P2, P3, P4, P5 dan P6) maka larva yang menetas dari telur lebih tinggi. Dari hasil yang didapat secara umum pemakaian kapang nematofagus pada tinja yang mengandung larva H. contortus memperlihatkan korelasi positif terhadap penurunan larva pada setiap perlakuan bila dibanding dengan kontrol. Pada perlakuan dengan kapang A.oligospora saja P1 (LPG; 265) dan P2 (LPG; 137)) dibandingkan dengan kombinasi antara kapang A.oligospora dan Verticillium spp P5 (LPG; 276) dan P6 (LPG; 152) menunjukkan hasil yang tak jauh berbeda bila tidak diuji dengan alat bantu statistik.
Tabel 1. Jumlah larva per gram tinja Pengamatan (ulangan)
P0
P1
P2
P3
P4
P5
P6
1
870
264
2
960
132
182
297
208
245
102
166
1035
508
300
192
3
860
522
112
324
684
315
160
4
1000
140
189
1080
336
242
153
Rataan
922,5
264,5
137,3
684
434
276
152
923
265
137
684
434
276
152
Dibulatkan
P0 : Kontrol, tanpa konidia P1 : 5 x 103 konidia Arthrobotrys oligospora P2 : 2,5 x 104 konidia Arthrobotrys oligospora P3 : 5 x 103 konidia Verticillium spp. P4 : 2,5 x 104 konidia Verticillium spp. P5 : 2,5 x 103 konidia Arthrobotrys oligospora + 2,5. 103 konidia Verticillium spp. P6 : 5 x 104 konidia Arthrobotrys oligospora + 5. 104 konidia Verticillium spp.
721
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
Pada perlakuan 1 dan 2 kapang membunuh larva dengan cara memangsa memakai jerat sedangkan perlakuan 3 dan 4 memangsa telur dan sebagai endoparasit. Kombinasi dari keduanya pada perlakuan 5 dan 6. Hasil yang terbaik adalah perlakuan kedua dengan memakai kapang pembuat jerat. Alat bantu statistik tak digunakan untuk studi pendahuluan ini karena nilai hasil perhitungan larva sudah cukup terlihat bedanya antar perlakuan. Pemakaian jerat lebih efektif dibanding dengan endoparasit maupun terhadap H. contortus. Hal ini karena pertumbuhan kapang A. oligospora lebih cepat dibandingkan dengan Verticillium spp. pada media mengandung tinja (LARSEN et al., 1994). Selain itu Verticillium spp. yang diuji diduga tergolong endoparasit, sehingga kapang tersebut memerlukan waktu yang lebih lama untuk menginfeksi larva sebagai endoparasit, karena menghasilkan konidia (spora) terlebih dahulu lalu baru membunuh larva dibanding dengan A. oligospora yang hifa vegetatif bagian tertentu langsung membuat jerat pada larva. Adapun mekanismenya lebih jelas lagi sebagai berikut: Spora Verticillium spp. mempunyai ukuran kecil dengan ujung yang lengket untuk melekat pada kutikula nematoda. Pancangnya dipakai untuk menetrasi tubuh melalui epidermis dari inang, kemudian cendawan masuk tubuh hingga akhirnya mengisi inang dengan hifa. Selanjutnya cendawan memecah kembali dinding kulit dari nematoda yang mati untuk berproduksi. Beberapa spesies Verticillium spp. adalah tergolong endoparasit nematoda. Mekanisme kapang endoparasit yaitu setelah spora tertelan larva, kemudian spora menempel pada saluran pencernaan dan mengambil nutrisi. Selanjutnya kapang tersebut berkembang biak dan akhirnya tumbuh keluar dengan cara menembus dinding kulit larva sehingga larva akhirnya mati, dan saat konidia endoparasit masuk dilakukan dengan cara model perlekatan yang sedikit mengalami modifikasi sesuai keadaan. Peran penting dalam kontrol biologis lainnya sebagai parasit pada telur adalah kemampuan menyerang telur nematoda, ketika telur diletakan oleh nematoda betina, sebuah hifa kapang tersebut menghampiri telur lalu menempel dan masuk menetrasi telur masuk membentuk gelembung dan hifa-hifa tersebut
722
selanjutnya tumbuh dengan cepat, berkembang dan mengambil nutrisi pada telur sehingga akhirnya telur tersebut mati. Adapun mekanisme kapang A. oligospora di dalam membunuh larva adalah sebagai berikut; Kehadiran nematoda diinduksi oleh pembentukan organ perangkap (jerat) yang lengket dan kemudian tumbuh. Nemin dan kutikula yang terdapat pada larva H. contortus mempengaruhi pembentuk jaring (jerat) tersebut. Penangkapan nematoda melalui jaring hifa yang diikuti oleh penetrasi kutikula nematoda. Biasanya setelah pembentukan jerat memperangkap larva, kemudian terjadi infeksi gelembung dan masuk kedalam nematoda yang terperangkap. Dari infeksi gelembung tersebut, hifa tropik tumbuh keluar dan mengisi tubuh nematoda membentuk asimilasi hifa, segera setelah penetrasi pergerakan dari nematoda dihambat, dan sekreta nematotoksin yang dihasilkan membuat larva parasilis kemudian mati dan dicerna. (BARRON, 1977; PERSMARK 1997; JACOBS, 2004). Dari hasil yang diperoleh pemakaian kombinasi spora pada tinja kurang baik dibanding dengan perlakuan satu macam spora yaitu A. oligospora, hal ini terjadi karena faktor-faktor pertumbuhan dan mekanisme seperti yang telah diuraikan di atas. KESIMPULAN Pemakaian A. oligospora sebagai kontrol biologis terhadap larva3 H. contortus secara in vitro hasilnya lebih baik dibanding dengan Verticillium spp. ataupun kombinasi keduanya. DAFTAR PUSTAKA AHMAD, R.Z. 1997. Potensi kapang sebagai pengendali biologi terhadap cacing. Majalah Parasitologi Indonesia 10(2): 104−113. AHMAD, R.Z. dan BERIAJAYA. 1997. Isolasi Verticillium spp. untuk dipakai sebagai kontrol biologi cacing nematoda. Buletin Ipkhi Juli– Desember 1997, 7(2): 13−6. AHMAD, R.Z., BERIAJAYA dan S. HASTIONO. 2002. Pengendalian infeksi cacing nematoda saluran pencernaan ruminansia kecil dengan kapang nematofagus. Wartazoa12(3): 121−126. ANONIMOUS. 2004. http://merops.sanger. speccards/peptidase/SP001099.htm.
ac.uk/
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
BARRON, G.L.1997. The nematode destroying fungi. In: Tropic Mycobiology No.1. Canadian Biological Publication Ltd. Guelph, Ontario, Canada. BARRON, G.L. 2004. http://www.uoguelph.ca/gbarron/misc2003/verticill.htm. GILMAN, J.C. 1957. A Manual of soil fungi. 2nd ed. The Iowa State University Press, Ames, Iowa, Usa. GRONVOLD, J., J. WOLSTRUP, P. NANSEN, S.A. HENRIKSEN, M. LARSEN and J. BRESCIANI. 1993. Biological control of nematode parasites in cattle with nematode trapping fungi: a survey of danish studies. Vet. Parasitol. 48: 311−325. GRONVOLD, J., P. NANSEN, S.A. HENRIKSEN, M. LARSEN, J. WOLSTRUP, J. BRESCIANI, H. RAWAT and L. FRIBERT. 1996. Induction of traps by ostertagia ostertagi larvae, chlamydospore production and growth rate in the nematode-trapping fungus duddingtonia flagrans. J. Helmintholog 70: 291−297. JACOBS PHILIP. 2004. http://www.BiologicalResearch.Com/Philip-Jacobs%20bric/Ar-Olig. Htm. KUNERT, J. 1992. On The Mechanism of Penetration of Ovicidal Fungi Through Egg Shells of Parasitic Nematodes. Decomposition of Chitinous And Ascaroside Layers. Folia Parasitologica; 39.
LARSEN, M., M. FAEDO, P.J. WALLER. 1994. The Potential of nematophagous fungi to control the free-living stages of nematode parsites of sheep; survey for the presence of fungi in fresh faeces of grazing Livestock In Australia. Vet. Parasitol. 53: 275−281. LARSEN. 2000. Prospects for controlling animal parasitic nematodes by predacious microfungi. Parasitology. 120 S121−131 LYSEK, H. and D. KRAJEI. 1987. Penetration of ovicidal fungus verticillium chlamydosporium through the ascaris lumbricoides egg-shells. Folia Parasitologica 34: 57−60. PERSMARK, L. 1997. Dissertation Ecology of Nematophagous Fungi in Agricultural Soils, Dept of Ecology Microbial Ecology, Lund University, Sweden. MENDOZA DE-GIVES. P, VICTOR. M, VAZQUEZPRATS. 1994. Reduction of haemonchus contortus infectve larvae by three nematophagous fungi in sheep faecal cultures. Vet. Parasitol. 55: 197−203. WHITLOCK, H.V. 1948. Some modifications of mc master helmints egg counting technique and apparatus. J. Council.Sci. Industry Res. 21: 172−80.
723