UJI LC50 dan LT50 NEMATODA ENTOMOPATOGEN Steinernema spp. (ALL STRAIN) TERHADAP LARVA Penggerek Buah Kopi (H. hampei) Oleh : Ida Roma T.U.
Siahaan1);
Sry E. Pinem2); Betrina Marpaung3)
1) 2) POPT
Ahli Muda, 3)POPT Ahli Pertama di Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan Jl. Asrama No. 124 Medan Kel. Cinta Damai Kec. Medan Helvetia 20126.
Abstrak Budaya aplikasi pestisida kimia di kalangan petani sudah terjadi sangat lama yang menimbulkan dampak negatif terhadap produk pertanian maupun lingkungan dan manusia. Saat ini peluang pemanfaatan nematoda entomopatogen sudah banyak dilakukan salah satunya untuk mengendalikan penggerek buah kopi pada buah kopi yang jatuh di atas tanah. Namun kemampuan nematoda entomopatogen dari genus Steinernema untuk menginfeksi penggerek buah kopi belum banyak dilakukan di Indonesia. Untuk itu perlu dilakukan pengujian LC50 Steinernema spp. terhadap larva H. hampei. Pengujian dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang dicobakan yaitu 0 juvenil infektif(ji)/ml, 2500 ji/ml, 3000 ji/ml, 3500 ji/ml dan 4000 ji/ml. Data yang diperoleh diolah menggunakan analisis probit dari software Minitab 16. Hasil pengujian menunjukkan LC50 Steinernema spp. terhadap penggerek buah kopi setelah 24 jam aplikasi tercapai pada dosis 3.025 ji/ml. Nilai LT50 tercapai setelah 16 jsa yaitu pada perlakuan KS3000, KS3500, KS4000. Kata kunci : H. hampei, LC50 dan LT50, Steinernema spp. PENDAHULUAN Latar Belakang Toksisitas dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu zat untuk menimbulkan kerusakan. Uji toksisitas akut merupakan uji dengan pemberian suatu senyawa yang diberikan dengan dosis tungal pada serangga uji tertentu dan pengamatan dilakukan selama 24 jam. Penentuan LC50 digunakan untuk mempersempit kisaran konsentrasi mematikan suatu senyawa. Sedangkan penentuan LD50 digunakan untuk mempersempit dosis konsentrasi suatu senyawa.
Pada penentuan LC50 diberikan konsentrasi dengan berbagai
konsentrasi, sedangkan pada penentuan LD50 berbagai dosis senyawa diberikan dengan satu saja variasi konsentrasinya (Panjaitan, 2011 dan Gharedaashi et al. 2013 dalam Aras, 2013). LD50 atau LC50 adalah dosis tertentu yang dinyatakan dalam milligram berat bahan per kilogram berat badan serangga uji yang menghasilkan respon 50% kematian pada populasi serangga uji dalam jangka waktu tertentu.. Nilai LC50 menunjukkan toksisitas bahan yang diujikan pada serangga sasaran.
1
Dugaan terhadap nilai lethal concentrations dan lethal time merupakan ukuran yang relatif dari inang yang peka atau rentan dan umumnya menggunakan indeks efikasi relatif (Girling et al. 2010 dalam Pervez et al. 2014). Beberapa hasil penelitian nilai LC50 dan LT50 Steinernema sp. terhadap hama dengan stadium tertentu telah banyak dilakukan. Hasil penelitian Dolinski et al. (2006) menunjukkan nilai LC50 Steinernema carpocapsae terhadap larva Spodoptera littoralis instar 2 berada di bawah konsentrasi 13 ji/ml dan LT50 di bawah 24 jam dengan konsentrasi 250 ji/ml. Jaramillo et al. (2013) meneliti nilai LD50 lalat bibit Delia platura pada tanaman bayam di Bogota sebesar 1.514 ji/larva. Adiroubane et al. (2010) menguji beberapa konsentrasi nematoda S. siamkayai terhadap larva S. litura. Diketahui bahwa tidak ada kematian larva S. litura pada 12 jam setelah aplikasi bahkan pada dosis tertinggi sekalipun yaitu 50 ji/larva. Nilai LD50 pada 24, 36 dan 48 jam setelah aplikasi ji nematoda S. siamkayai terhadap larva instar 3 S. litura sebesar 49,76, 34,59 dan 22,93 ji/larva. Nilai LD50 yang dicobakan menurun seiring waktu aplikasi yang meningkat. Pada dosis terendah (10 ji/larva) nilai LT50 sangat tinggi selain itu LT50 akan menurun dan kerentanan larva meningkat seiring dosis yang meningkat. Diperoleh nilai LT50 untuk instar 3 larva S. litura pada dosis 10, 20, 30, 40 dan 50 ji/larva masing-masing 71,64, 53,64, 43,78, 33,55 dan 26,11 jam. Sedangkan nilai LT50 larva instar 3, 5 dan prapupa pada dosis 50 ji/serangga uji adalah 26,11, 25,48 dan 13,20 jam. Selain itu dinyatakan pula bahwa nilai LT50 lebih tinggi dan kerentanan S. litura terhadap S. siamkayai meningkat seiring dosis yang meningkat. Penelitian terhadap nilai LC50 dan LT50 Steinernema spp. terhadap larva penggerek buah kopi belum pernah dilaporkan. Untuk itu penulis tertarik untuk mengetahui konsentrasi dan waktu yang dibutuhkan Steinernema spp. untuk dapat mematikan 50% larva H. hampei di laboratorium. Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2014 di Laboratorium Lapangan Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: mikroskop stereo, mikroskop binokuler, Autoclave, cawan petri diameter 9 cm dan 12 cm, erlenmeyer ukuran 250 ml dan 1000 ml, hand counter, thermohygrometer, kertas
2
label, kertas saring, pipet tetes, dissecting kit, mikropipet, handsprayer, GPS dan alat-alat lain yang mendukung penelitian. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah: sampel tanah kebun kopi Arabika, ulat Tenebrio molitor, buah kopi terinfestasi larva H. hampei, kapas, aluminium foil, kertas saring Whatman no.1, air steril, biakan nematoda entomopatogen (suspensi nematoda), serasah, tisu dan akuades.
Eksplorasi dan Isolasi Nematoda Entomopatogen Nematoda entomopatogen diperoleh dari hasil eksplorasi nematoda entomopatogen di kebun kopi di Desa Parsoburan Kecamatan Habinsaran, Kabupaten Toba Samosir. Nematoda entomopatogen yang diperoleh diperbanyak secara in vivo dengan larva umpan T. molitor menggunakan metode inokulasi kertas saring pada cawan petri (Woodring & Kaya, 1988 dalam Chaerani, 2011). Uji Lethal concentration 50 (LC50) Penentuan LC50 dilakukan terhadap masing-masing 6 larva H. hampei yang diperoleh dari dalam biji-biji kopi terserang. Perlakuan yang dicobakan adalah berbagai kerapatan Steinernema spp. yaitu : KS0
: disemprot dengan air steril
KS1
: disemprot dengan 2.500 ji/1 ml air steril
KS2
: disemprot dengan 3.000 ji/1 ml air steril
KS3
: disemprot dengan 3.500 ji/1 ml air steril
KS4
: disemprot dengan 4.000 ji/1 ml air steril Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Pengamatan terhadap
kematian (mortalitas) H. hampei dilakukan 24 jam setelah aplikasi. Persentase mortalitas H. hampei LC50 dilakukan dengan menggunakan rumus Abbott (Abbott, 1925), yaitu: Po - Pc Pt
=
x 100% 100 - Pc
Keterangan: Pt = Persentase kematian terkoreksi Po = Persentase kematian teramati Pc = Persentase kematian kontrol
3
Uji Lethal time 50 (LT50) Penentuan LT50 dilakukan terhadap 6 larva H. hampei
yang terdapat
dalam biji-biji kopi terserang. Larva disemprot dengan suspensi nematoda entomopatogen sesuai perlakuan dengan tiga kali ulangan. Perlakuan yang dicobakan adalah berbagai kerapatan juvenil nematoda Steinernema sp. yaitu : KS0
: disemprot dengan air steril
KS1
: disemprot dengan 2.500 ji/1 ml air steril
KS2
: disemprot dengan 3.000 ji/1 ml air steril
KS3
: disemprot dengan 3.500 ji/1 ml air steril
KS4
: disemprot dengan 4.000 ji/1 ml air steril Persentase kematian H. hampei dihitung pada rentang waktu 4 jam hingga
72 jam setelah aplikasi dengan menggunakan rumus Abbott (Abbott, 1925), yaitu: Po - Pc Pt
=
x 100% 100 - Pc
Keterangan: Pt = Persentase kematian terkoreksi Po = Persentase kematian teramati Pc = Persentase kematian kontrol HASIL DAN PEMBAHASAN Lethal concentration 50 (LC50) terhadap larva H. hampei di laboratorium Hasil pengamatan LC50 terhadap larva H. hampei menunjukkan bahwa pemberian nematoda Steinernema sp. mulai kerapatan 3.000 ji/ml (KS3000) mengakibatkan mortalitas 55,55% setelah 24 jam aplikasi. Mortalitas tertinggi terdapat pada kerapatan 4000 ji/ml air steril yaitu sebesar 77,77% (Tabel 1). Tabel 1. Mortalitas larva H. hampei 24 jam setelah aplikasi berbagai kerapatan Steinernema spp. Kerapatan nematoda (ji/ml)
Mortalitas (%)
KS0 0,00a KS2500 33,33b KS3000 55,55bc KS3500 61,11bc KS4000 77,77c Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak Duncan pada tingkat kepercayaan 95%.
4
Beberapa perlakuan (KS2500, KS3000 dan KS3500) memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata namun berbeda nyata bila dibandingkan kontrol dan KS4000. Mortalitas larva H. hampei meningkat seiring dengan bertambahnya kerapatan nematoda yang diberikan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Adiroubane et al. (2010) bahwa kerentanan larva instar 3 S. litura meningkat seiring dosis nematoda S. siamkayai yang meningkat. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi juvenil infektif, nematoda maka peluang infeksi juvenil infektif masuk melalui lubang-lubang alami seperti anus, mulut atau spirakel akan semakin banyak. Dengan banyaknya juvenil infektif yang masuk ke dalam tubuh inang, maka jumlah sel-sel Xenorhabdus sp yang tertransmisikan ke haemocoel cenderung akan semakin banyak, sehingga inang lebih cepat mengalami septisemia dan mati. Bakteri yang telah mencapai haemocoel serangga akan mempercepat kematian larva (Shapiro-Ilan et al. 2002 dalam Prabowo & Indrayani, 2013). Keefektifan Steinernema spp. untuk menginfeksi larva, pupa dan imago H. hampei dapat diketahui dari uji LC50 di laboratorium yaitu jumlah atau kerapatan nematoda yang diperlukan untuk dapat mematikan 50% populasi masing-masing stadium hama uji. Dari hasil perhitungan uji mortalitas LC50 dilakukan uji statistik untuk mengetahui nilai LC50 larva H. hampei dengan menggunakan analisis probit dari software Minitab 16. Nilai LC50 Steinernema spp. terhadap larva H. hampei pada 24 jsa adalah 3.025,98 ji/ml. Nilai LC50 akan berbeda untuk jenis hama yang berbeda. Manachini et al. (2013) melaporkan nilai LC50 S. carpocapsae terhadap larva instar terakhir Rhynchophorus ferrugineus sebesar 2.046,39 ji/gram berat larva. Hasil penelitian Jaramillo et al. (2013) menunjukkan nilai LC50 nematoda Steinernema spp. terhadap larva lalat bibit Delia platura pada tanaman bayam sebesar 1.514 ji/larva. Sedangkan nilai LC50 S. siamkayai terhadap larva P. xylostella adalah 22,66 ji/larva, larva instar 3 dan 5 S. litura masing-masing yaitu 49,76 dan 52,15 ji/larva. Nilai LC50 untuk prapupa S. litura adalah 33,45 ji/prapupa. Hubungan kematian larva H. hampei dengan konsentrasi Steinernema spp. setelah 24 jam perlakuan diperoleh dengan melakukan perhitungan analisis regresi menggunakan nilai probit LC50 (Gambar 1). Gambar 1 menunjukkan bahwa kerapatan nematoda terbanyak yaitu 4.000 ji/ml mengakibatkan mortalitas larva H. hampei tertinggi dibandingkan dosis yang lain. Hasil analisis regresi menunjukkan persamaan dengan nilai koefisien korelasi atau r = 0,977 dengan
5
nilai slope 0,019. Persamaan ini menghasilkan nilai duga (Y) terhadap mortalitas larva H. hampei dengan kerapatan 3.000 ji/ml adalah sebesar 49,76%. Hasil ini diperoleh dari perhitungan Y = -3,436 + 0.019 (2.800) = 49,76%. Semakin tinggi kerapatan nematoda yang diberikan persentase mortalitas larva H. hampei juga meningkat. Nilai r=0,977 berarti sebanyak 97,7% mortalitas larva yang diperoleh dalam penelitian ini adalah akibat pemberian kerapatan nematoda sesuai perlakuan yang dicobakan.
Mortalitas larva H. hampei (%)
Y = -3,436 + 0.019 x r = 0,977
80 72.56
70 63.06
60 53.56
50
44.06
40 30 20 10 0
0 0
2500
3000
3500
4000
Kerapatan nematoda (ji/ml air steril)
Gambar 1. Hubungan kematian larva H. hampei dengan kerapatan nematoda Steinernema sp. setelah 24 jam perlakuan.
Lethal Time 50 (LT50) terhadap larva H. hampei di laboratorium Hasil pengamatan nilai LT50 dengan interval waktu 4 jam setelah aplikasi Steinernema spp. menunjukkan hasil yang berbeda untuk setiap perlakuan. Perlakuan dengan kerapatan nematoda tertinggi (KS4000) menyebabkan kematian larva H. hampei lebih cepat dibanding perlakuan lainnya yaitu mulai dari 12 jam setelah aplikasi (jsa). Nilai LT50 tercapai setelah 16 jsa yaitu pada perlakuan KS3000, KS3500, KS4000 (Tabel 2). Hal ini membuktikan dengan kerapatan nematoda Steinernema sp. pada ketiga perlakuan tersebut mampu masuk ke dalam tubuh larva dan mengakibatkan kematian larva H. hampei mencapai 50 persen dalam waktu 24 jam. Hal ini sesuai dengan pendapat Miles et al. (2012) bahwa sekali berada di dalam rongga tubuh inangnya juvenil infektif melepaskan bakteri yang hidup bersimbiosis dalam usus nematoda. Bakteri Xenorhabdus spp. yang bersimbiosis dengan Steinernema akan berkembang biak dengan cepat dan dalam kondisi yang optimal dapat menyebabkan serangga inang mati dalam waktu
6
24 hingga 48 jam. Namun demikian ditemukan juga larva yang mati pada kontrol (KS0) sejak 12 jsa yaitu sebesar 5,56%. Adanya larva yang mati pada kontrol dapat disebabkan oleh ketidakmampuan larva H. hampei untuk bertahan di luar buah kopi mengingat ukuran tubuh larva yang kecil dan sangat lunak sehingga rentan untuk mati pada kondisi di luar inangnya. Tabel 2. Mortalitas larva H. hampei akibat perlakuan berbagai waktu kontak (4-72 jam setelah aplikasi) dari berbagai kerapatan Steinernema spp. Waktu kontak (jsa) 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 48 52 56 60 64 68 72
KS0 0,00a 0,00a 5,56a 5,56a 16,67a 16,67a 16,67a 16,67a 16,67a 16,67a 16,67a 16,67a 16,67a 16,67a 16,67a 16,67a 16,67a 16,67a
Mortalitas larva H. hampei (%) pada perlakuan KS2500 KS3000 KS3500 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a 27,77ab 38,89ab 38,89ab 44,44b 66,66b 61,11b 33,33ab 55,55b 50,00b 33,33ab 55,55b 55,55b 33,33b 72,22c 55,55bc 33,33b 72,22c 55,55bc 38,89b 72,22c 55,55bc 38,89b 72,22c 55,55bc 38,89b 77,77c 55,55bc 38,89b 77,77c 55,55bc 44,44b 77,77c 55,55c 44,44b 77,77c 55,55b 44,44b 77,77c 61,11b 44,44b 77,77c 61,11b 50,00b 77,77c 61,11bc 50,00b 77,77c 61,11bc
KS4000 0,00a 0,00a 44,44b 66,66b 55,55b 55,55b 55,55bc 55,55bc 55,55bc 61,11bc 61,11c 66,66c 72,22c 72,22c 72,22c 83,33c 83,33c 83,33c
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan pengaruh tidak berbeda nyata menurut uji jarak Duncan pada taraf kepercayaan 95%.
Dari Tabel 2 terlihat nilai LT50 tidak tercapai pada perlakuan KS2500. Pada kerapatan 2.500 ji/ml Steinernema sp. nilai LT50 atau kemampuan Steinernema spp. untuk mematikan 50% populasi larva H. hampei tidak tercapai hingga 72 jam setelah aplikasi. Hal ini dapat disebabkan oleh rendahnya jumlah nematoda yang diaplikasikan sehingga dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk dapat mematikan populasi 50 % larva. Hasil penelitian Adiroubane et al. (2010) menunjukkan nilai LT50S. siamkayai terhadap larva instar 3 dan 5 serta prapupa S. litura pada dosis 50 ji/larva masing-masing adalah 26,11, 25,48 dan 13,20 jam. Nilai LT 50 ini lebih kecil dibandingkan hasil penelitian yang dilakukan. Hal ini diduga karena perbedaan jenis serangga uji dan juga tingkat kerapatan nematoda yang diaplikasikan.
7
KESIMPULAN 1. Nilai LC50 Steinernema spp. pada 24 jsa terhadap larva dan imago H. hampei masing-masing terdapat pada tingkat kerapatan 3.025,98 ji/ml dan 3.613,43 ji/ml. 2. Nilai LT50 Steinernema spp. terhadap larva H. hampei tercapai setelah 16 jsa pada tingkat kerapatan nematoda 3.000, 3.500 dan 4.000 ji/ml. 3. Nilai LC50 dan LT50 dapat dijadikan dasar penentuan konsentrasi kerapatan Steinernema sp. untuk menginfeksi larva dan imago H. hampei di laboratorium dan lapangan. SARAN
Perlu diteliti lebih lanjut nilai LC50 dan LT50 Steinernema spp. isolat strain daerah lain untuk menginfeksi H. hampei di sentra kopi Sumatera Utara. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut di laboratorium maupun lapangan tentang uji mortalitas Steinernema spp. strain daerah lain (isolat lokal) untuk mengetahui potensi efektifitas nematoda tersebut di Sumatera Utara.
DAFTAR PUSTAKA
Abbott, W.S. 1925. A method of computing the effectiveness of an insecticide. J. Econ. Entomol .;18:265-267. Adams, B.J and Nguyen, K.B. 2001. Taxonomy and Systematics. In. R. Gaugler. Entomopathogenic Nematology. CABI Publishing, pp.1-33. Adiroubane, D., Tamilselvi, R and Ramesh, V. 2010. Efficacy Steinernema siamkayai against certain crop pests. J. Biopest. 3:180–185. Aras, TR. 2013. Uji Toksisitas Ekstrak TEripang Holothuria scabra terhadap Artemia salina. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin.Makasar. Chaerani. 2011. Pembiakan nematoda patogen serangga (Rhabditida: Heterorhabditis dan Steinernema) pada media semi padat. J. HPT. Tropika 11(1):69-77. Dolinski, C., Valle, ED. and Stuart, RJ. 2006. Virulence of entomopathogenic nematodes to larvae of the guava weevil, Conotrachelus psidii (Coleoptera:
8
Curculionidae), in laboratory and greenhouse experiments. Biol. Cont. 38:422-427. Gaugler, R and Han, R. 2001. Production Technology. In. R. Gaugler. Entomopthogenic Nematology. CABI Publishing, pp.291-312. Gupta, S., Kaul, V., Hankar, U. and Raj, S. 2008. Efficacy of local isolate of Steinernema carpocapsae against Plutella xylostella (L.) Veg. Sci. 35(2):148-151. Jaramillo, J., Celeita, J. J and Saenz, A. 2013. Suceptibility of Delia platura to seven entomopathogenic nematode isolates from the Central Andes region of Colombia Universitas. Sci. 18:2. Koopenhofer, AM and Kaya, HK. 2002. Enntomopathogenic nematodes and insects pest management in Koul, O and Dhaliwal, GS (eds.). Microbial Biopesticides. Taylor & Francis. UK.pp.284-307. Lacey, L.A and Georgis, R. 2012. Entomopathogenic nematodes for control of insect pests above and below ground with comments on commercial production. J. Nematol. 44(2):218–225. Pervez, R., Devasahayam, S and Eapen, SJ. 2014. Determination of LD50 and LT50 of entomopathogenic nematode against shoot borer (Conogethes puncti feralis Guen.) infesting ginger (Ginger officinale Rosc.). Ann. Pl. Protec. Sci. 22(1):169-173. Pino, FGD and Jove M. 2005. Compatibility of entomopathogenic nematodes with fipronil. J. of Helmintology (79):333-337. Poinar, G.O. 1990. Biology and taxonomy of Steinernematidae and Heterorhabditidae. In. R. Gaugler and H. K. Kaya. Entomopathogenic Nematodes in Biological Control. CRC Press, Boca Raton. Florida.pp.23-61. Prabowo, H dan AGAA. Indrayani. 2013. Keefektifan nematoda patogen serangga Steinernema sp. terhadap Achaea janata L. serangga pemakan daun jarak kepyar (Ricinus communis). Bul.Tan. Tembakau, Serat & Minyak Industri 5(2):58-68.
9