Daya Tetas dan Perkembangan Larva.................... (Yahya dan Sulfa Esi Warni)
Daya Tetas dan Perkembangan Larva Aedes aegypti Menjadi Nyamuk Dewasa pada Tiga Jenis Air Sumur Gali dan Air Selokan Hatchability and Development of Aedes aegypti Larvae to Become an Adult Mosquito in Three Types of Well Drilled and Sewage Water Yahya* dan Sulfa Esi Warni Loka Litbang P2B2 Baturaja, Badan Litbang Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI Jl. Ahmad Yani KM. 7 Kemelak Baturaja Timur, Sumatera Selatan
INFO ARTIKEL Article History: Received: 31 Januari 2017 Revised: 3 Juni 2017 Accepted: 6 Juni 2017
Keywords: larvae hatchability, behaviour egg laying of Ae. aegypti, growth medium
Kata kunci: daya tetas larva, perilaku bertelur Ae. aegypti, media pertumbuhan
A B S T R A C T / A B S T R A K Research on Aedes aegypti hatchability and larval development into adult mosquitoes were conducted to compare the egg laying behavior of mosquitoes in different types of water (water from wells, sewage and clean water or distilled water). It also want to campare the durability of the larvae until the adult mosquitoes. This research was conducted on August to October 2012 in Entomology Laboratory Vector Borne Disease Research and Development Baturaja. The study design was a complete randomized design with different type of water as the treatment and used four level and six repetition. The observed variables were color, odor and turbidity of the water. Data analysis was performed by One-Way ANOVA Post Hoc Tests with Least Significant Difference (LSD). The results showed that there was a significant influence on the hatchability and development of Ae. aegypti larvae into the adult stage in regard of the type of water (p<0,05). It can be concluded that Ae. aegypti can grow into adult stage on the outside of clean water media and also on the soil contaminated water.
Penelitian mengenai daya tetas dan perkembangan larva Aedes aegypti menjadi nyamuk dewasa dilakukan untuk membandingkan perilaku bertelur nyamuk Ae. aegypti pada tiga jenis air sumur gali, air selokan, dan air bersih, serta untuk melihat daya tahan Ae. aegypti sampai menjadi nyamuk dewasa. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus hingga Oktober tahun 2012 di Laboratorium Entomologi Loka Litbang P2B2 Baturaja. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah rancangan acak kelompok, dengan faktor perlakuan adalah air sebagai media bertelur, dengan empat taraf dan enam pengulangan. Variabel yang diamati dibedakan berdasarkan warna, bau dan kekeruhan air. Analisis data dilakukan dengan One-Way ANOVA Post Hoc Tests dengan least significant difference (LSD). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh media air terhadap daya tetas dan perkembangan Ae. aegypti menjadi nyamuk dewasa (p<0,05). Penelitian membuktikan bahwa Ae. aegypti dapat berkembang biak menjadi dewasa di luar media air bersih dan air yang dasarnya mengandung tanah. © 2017 Jurnal Vektor Penyakit. All rights reserved
*Alamat Korespondensi : email :
[email protected]
PENDAHULUAN Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, karena masih banyak daerah yang endemik. Daerah endemik DBD pada umumnya merupakan sumber penyebaran penyakit ke wilayah lain.1 DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok Arbovirus B, yaitu arthropod-borne virus atau virus yang disebarkan oleh http://dx.doi.org/10.22435/vektorp.v11i1.6036.9-18
artropoda. Virus tersebut termasuk genus Flavivirus dari famili Flaviridae, yang terdiri dari empat serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN3 dan DEN-4.2 Sejak tahun 1968 jumlah kasusnya cenderung meningkat dan penyebarannya bertambah luas. Keadaan ini erat kaitannya dengan peningkatan mobilitas penduduk sejalan dengan semakin lancarnya hubungan transportasi serta tersebar luasnya virus dengue dan nyamuk penularnya di
9
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 11 No. 1, 2017 : 9 - 18
berbagai wilayah di Indonesia. Virus dengue banyak ditularkan pada penduduk daerah perkotaan oleh nyamuk Ae. aegypti, Ae. albopictus, Ae. polynesiensis dan Ae. 3 scuttelaris. Pengendalian nyamuk Ae. aegypti merupakan salah satu masalah mendasar dalam penanggulangan infeksi arbovirus4 meskipun banyak program yang dapat dilakukan untuk mengendalikan Ae. aegypti di antaranya adalah fogging, pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan pemberantasan 5 larva nyamuk dengan abate. Nyamuk Ae. aegypti selama ini diketahui memiliki kebiasaan berkembang biak pada tempattempat penampungan air (TPA) yang tidak bersentuhan langsung dengan tanah.6 Oleh karena itu, program PSN sering dilakukan pada TPA rumah tangga seperti bak mandi, drum, gentong, ember dan lain-lain dengan cara dikuras sampai bersih seminggu sekali. Namun masih menghadapi kendala terutama di daerah kesulitan air bersih sehingga populasi Ae. aegypti tetap tinggi. Kebiasaan nyamuk Ae. aegypti hanya dapat berkembangbiak di air bersih saja. Beberapa penelitian menemukan larva Aedes sp. terdapat di dalam sumur gali. Di Yogyakarta terdapat 35% sumur mengandung larva Ae. aegypti. Di Queensland, Australia dilaporkan bahwa sumur menjadi tempat perindukan jenis Ae. aegypti. Sembilan dari sepuluh sumur yang diteliti ditemukan jentik Ae. aegypti dan satu dari enam pertambangan mengandung 7 jentik Ae. aegypti. Sumur adalah habitat potensial sebagai tempat perindukan nyamuk Ae. aegypti. Karakteristik air sumur menjadi daya tarik yang kuat bagi nyamuk betina untuk meletakkan telurnya di dalam sumur. Hal in m e n g i n d i ka s i ka n a d a nya p e r u b a h a n kebiasaan nyamuk Ae. aegypti dalam 8,9,10,11 beradaptasi dengan lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan daya tetas dan perkembangan Ae. aegypti pada tiga jenis air sumur gali, air selokan serta air bersih yang diambil dari air minum isi ulang. Pada penelitian ini diamati daya tahan jentik Ae. aegypti pada berbagai media air yang diuji, dan kemampunnya dalam tumbuh dan
10
berkembang menjadi nyamuk dewasa.
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Penelitian ini telah dilakukan di laboratorium entomologi Loka Litbang P2B2 Baturaja tahun 2012. Kegiatan penelitian ini diawali dengan pembiakan nyamuk Ae. aegypti yang merupakan generasi dari hasil rearing nyamuk di Loka Litbang P2B2 Baturaja, kemudian dilanjutkan dengan pengamatan daya tetas dan perkembangan larva nyamuk Ae. aegypti pada media air yang berasal dari air selokan serta tiga jenis air sumur gali yang digunakan oleh masyarakat sebagai sumber air untuk keperluan rumah tangga yang berasal dari lingkungan yang endemis DBD. Pemilihan jenis air sumur berdasarkan perbedaan warna, bau dan kekeruhan serta air selokan. Pengamatan perilaku bertelur nyamuk Ae. aegypti pada media air yang berasal dari tiga jenis air sumur gali serta air selokan serta air bersih sebagai kontrol perlakuan. Nyamuk yang digunakan merupakan nyamuk Ae. aegypti yang kenyang darah di Laboratorium Entomologi Loka Litbang P2B2 Baturaja. Pengamatan secara organoleptik dilakukan oleh satu orang terhadap warna, bau dan kekeruhan pada media air yang digunakan. Parameter kandungan dalam sampel air yang diperiksa di Instalasi Kimia Fisika Zat Cair Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) Palembang meliputi nilai Chemical Oxygen Demand (COD), amonia, suhu air, kandungan asam/basa (pH), Total Dissolvel Solid (TDS), Biological Oxygen Demand (BOD). Rancangan dan Analisis Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak kelompok (RAK), dengan faktor perlakuan adalah air media bertelur, dengan empat taraf perlakuan dan enam blok/ulangan. Data yang terkumpul dianalisis dengan One-Way ANOVA Post Hoc Tests dengan least significant difference (LSD).
Daya Tetas dan Perkembangan Larva.................... (Yahya dan Sulfa Esi Warni)
Penghitungan jumlah pengulangan minimal adalah: ( t - 1 ) ( r - 1 ) ≥ 15 ( 4 - 1 ) ( r - 1 ) ≥ 15 ( r - 1 ) ≥ 15/3 ( r - 1 ) ≥ 5 r ≥ 5 + 1 r ≥ 6 Maka jumlah pengulangan akan menjadi blok pengamatan. Tiap blok pengamatan dilakukan pada hari yang berbeda. Cara Kerja Tahapan kegiatan pembiakan nyamuk diawali dengan meletakkan telur nyamuk ke dalam nampan plastik yang berisi air pada suhu 260C-280C hingga menetas. Saat telur telah menetas dan mulai tumbuh menjadi larva instar I, akan diberi makanan berupa pelet (makanan ikan) sebanyak ±0,5 gr.12 Setelah larva berumur lebih dari satu hari diberi makan pelet sebanyak ±1,0 gr. Tiap nampan plastik diisi larva nyamuk sebanyak 50–100 ekor. Pada hari ke lima hingga ke enam pembiakan, larva Ae. aegypti berkembang menjadi pupa, kemudian pupa tersebut dipindahkan ke dalam gelas plastik dengan menggunakan pipet. Masing-masing gelas plastik diisi 100 ekor pupa, lalu diletakkan dalam kandang nyamuk pada suhu 260C ±20C, hingga pupa berkembang menjadi nyamuk 13 dewasa. Setelah nyamuk melakukan perkawinan, maka diberi pakan darah berupa umpan marmut yang berfungsi sebagai sumber makanan bagi nyamuk betina, sedangkan pada nyamuk jantan diberi larutan sukrosa. Proses rearing ini bertujuan untuk mendapatkan nyamuk dewasa hingga jumlahnya nyamuk mencukupi untuk dilakukan pengujian . Uji Perilaku Bertelur Nyamuk Ae. aegypti Tahapan pengujian dilakukan pada semua media air meliputi tiga jenis air dari sumur gali, satu jenis air selokan dan air bersih sebagai kontrol perlakuan. Tahap awal dimulai dengan menyiapkan enam ovitrap nyamuk yang masing masing dimasukan 25 ekor nyamuk betina dewasa kenyang darah. Pada masing - masing ovitrap dimasukan satu jenis sampel dengan enam ulangan. Sampel air dimasukan ke dalam gelas plastik
transparan hingga volume maksimal sekitar ½ bagian dari gelas plastik. Pada permukaan air di bagian tepi gelas bagian dalam dilapisi dengan kertas saring yang membentuk lingkaran. Lebar kertas saring ± 4 cm. Bagian bawah lingkar kertas saring menyentuh ± 1 cm permukaan air dalam gelas plastik. Pengamatan dilakukan selama lebih kurang enam hari. Setiap harinya, dilakukan penghitungan jumlah nyamuk betina yang mati dan telur yang menempel pada kertas saring pada semua jenis sampel air. Penghitungan telur yang menempel pada kertas saring tujuannya untuk mengetahui jumlah telur nyamuk Ae.aegypti yang dihasilkan pada setiap kandang dan masing masing jenis air. Proses penetasan dilakukan secara alami pada nampan plastik yang ditutupi dengan kain kasa. Setiap hari dilakukan pengamatan perkembangan dari telur hingga menjadi nyamuk.14 HASIL Berdasarkan pemeriksaan air yang digunakan sebagai perlakuan dan kontrol diperoleh hasil seperti terlihat pada Tabel 1. Berdasarkan hasil pemeriksaan air yang dilakukan di laboratorium seperti yang terlihat pada Tabel 2, tampak bahwa semua jenis air sumur memiliki BOD tinggi yaitu sumur 1 sebesar 4,6, sumur 2 sebesar 4, dan sumur 3 sebesar 4,1 yang melebihi nilai ambang batas berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 15 2010. Kandungan kimia lainnya yang tinggi pada semua air sumur adalah Amonia yaitu sumur 1 sebesar 0,77, sumur 2 sebesar 0,08, dan sumur 3 sebesar 0,21 yang juga melebihi nilai ambang batas berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia 16 Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002. Berdasarkan pemeriksaan air selokan diperoleh hasil kandungan bahan kimia yang sangat tinggi yaitu COD sebesar 639, Amonia sebesar 2,1, BOD sebesar 62,8 yang melebihi nilai ambang batas. Hasil penghitungan jumlah telur nyamuk Ae. aegypti pada berbagai jenis air dapat dilihat pada Tabel 3. Pada Tabel 3 menunjukkan perilaku bertelur nyamuk Ae.
11
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 11 No. 1, 2017 : 9 - 18
aegypti yang ditemukan dalam ovitrap berdasarkan jenis air dengan enam kali pengulangan. Rata-rata jumlah telur paling sedikit ditemukan pada jenis air pembanding, pada seluruh perlakuan yaitu 6.345, jumlah telur terbanyak pada jenis air selokan.
Hal ini menunjukkan ada indikasi ketertarikan nyamuk terhadap jenis air tersebut, karena mengandung senyawa organik dan anorganik yang berpengaruh terhadap aroma yang bersifat “chemical 17 senses”. Karbondioksida, ammonia dan mikroorganisme yang diduga banyak
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Empat Sampel Air secara Organoleptik
No. 1 2 3 4 5
Jenis sampel Air sumur 1 Air Sumur 2 Air Sumur 3 Air selokan Air pembanding
Warna kuning kekuningan kuning muda Hitam Jernih
Kekeruhan Keruh dan berminyak Sedikit keruh Keruh Keruh Tidak keruh
Bau Berbau Tidak berbau Tidak berbau Berbau menyengat Tidak berbau
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Sampel Air di Laboratorium Air Air No. Parameter Satuan sumur 1 Sumur 2 1 2 3 4 5 6 7
COD Amoniak Suhu TDS BOD CO total pH
Mg/l Mg/l °C Mg/l Mg/l Mg/l
10 0,77 28 60 4,6 3,2 8,1
0 0,08 28 60 4 2,6 8
Air Air Kontrol Sumur 3 selokan 4 0,21 27,8 43 4,1 2,8 8
639 2,1 28,1 107 62,8 20,8 8,3
7 0,2 28 8,9 3 2
Nilai Ambang Batas Maksimal 100 mg /l 1,5 mg/l 30C 1000 mg/l 50 mg /l 6,5-8,5
Tabel 3. Jumlah Telur Berdasarkan Jenis Air Ulangan 1 2 3 4 5 6 Total Rata-rata
Air Selokan 1.441 876 1.395 1.096 1.879 1.525 8.212 1368,7
Air Sumur 1 1.317 1.053 1.022 1.316 1.282 1.216 7.206 1201
terkandung pada jenis air tersebut dapat menjadi daya tarik bagi nyamuk Ae. aegypti betina dalam memilih media untuk meletakkan telurnya. Pemilihan tempat untuk bertelur dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti indra penglihatan, penciuman, suhu, cahaya, kelembaban dan fisik media tempat peletakan 14 telur. Peletakan telur juga dipengaruhi oleh 12
Air Sumur 2 1.212 1.153 1.059 1.105 989 1.148 6.663 1110,5
Air Sumur 3 1.247 810 1.185 1.236 1.140 1.374 6.992 1165,3
Pembanding 1.349 1.260 1.251 775 896 814 6.345 1057,5 18
pertumbuhan ovarium yang sempurna. Berdasarkan hasil analisis secara statistik menunjukkan bahwa dari masing masing air yaitu air pembanding, air selokan dan tiga jenis air sumur sebagai perlakuan berpengaruh sangat nyata terdapat jumlah telur, jumlah pupasi dan jumlah eklosi. Pada Tabel 4 menunjukkan ada pengaruh jenis air t e r h a d a p d a y a t e t a s t e l u r, p r o s e s
Daya Tetas dan Perkembangan Larva.................... (Yahya dan Sulfa Esi Warni)
perkembangan jentik menjadi pupa (pupasi) dan perkembangan larva menjadi nyamuk dewasa (eklosi). Selanjutnya untuk melihat jenis apa saja yang berpengaruh terhadap perkembangan jentik menjadi nyamuk dewasa dilakukan analisis LSD dengan hasi seperti yang terlihat pada Tabel 5. Pada Tabel
5 tampak bahwa ada perbedaan jumlah telur yang menetas pada berbagai media air, pada air selokan berbeda dengan air sumur I, air sumur II, air sumur III, dan air pembanding, demikian juga untuk jumlah pupasi (Tabel 6) dan jumlah eklosi (Tabel 7) ada perbedaan bermakna pada masing-masing jenis air.
Tabel 4. Hasil Analisis Peletakan Telur dan Daya Tetas berdasarkan Jenis Air Variabel Daya Tetas Pupasi (Perkembangan Larva Menjadi Pupa) Eklosi
Signifikansi <0,001 <0,001 <0,001
Tabel 5. Hasil Analisis LSD terhadap Perbedaan Jumlah Telur yang Menetas pada Masing-masing Jenis Air Variabel
Jenis Air (I)
(J) Jenis Air
Signifikansi
Jumlah Telur Menetas
Air Selokan
Air Sumur I
<0,001
Air Sumur II
<0,001
Air Sumur III
<0,001
Air Pembanding
<0,001
Air Selokan
<0,001
Air Sumur II
<0,001
Air Sumur III
<0,001
Air Sumur I
Air Sumur II
Air Selokan
<0,001
Air Sumur I
<0,001
Air Pembanding
0,002
Air Selokan
<0,001
Air Sumur I
<0,001
Air Pembanding
0,006
Air Selokan
<0,001
Air Sumur II
0,002
Air Sumur III
0,006
Air Sumur III
Air Pembanding
Daya tetas telur berdasarkan jenis air Hasil analisis perkembangan telur menjadi dewasa pada media air selokan dan ketiga media air sumur dapat dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat bahwa daya tetas telur berdasarkan jenis air sangat berbeda nyata. Daya tetas telur
Ae. aegypti terbanyak terdapat pada air sumur I yang memiliki karakteristik air berwarna kuning, keruh, berminyak serta berbau. Daya tetas telur Ae. aegypti paling sedikit terdapat pada air selokan. Hal ini kemungkinan, karena air sumur tidak keruh dan kandungan kimia lainya tidak setinggi kandungan kimia pada air selokan.
13
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 11 No. 1, 2017 : 9 - 18
Tabel 6. Hasil Analisis LSD terhadap Perbedaan Jumlah Pupasi pada Masing-masing Jenis Air Variabel
Jenis Air (I)
(J) Jenis Air
Signifikansi
Jumlah Pupasi
Air Selokan
Air Sumur I
<0,001
Air Sumur I
Air Sumur II
Air Sumur III
Air Pembanding
Air Sumur II
<0,001
Air Sumur III
<0,001
Air Pembanding
<0,001
Air Selokan
<0,001
Air Sumur II
0,003
Air Sumur III
<0,001
Air Pembanding
<0,001
Air Selokan
<0,001
Air Sumur I
0,002
Air Pembanding
<0,001
Air Selokan
<0,001
Air Sumur I
<0,001
Air Pembanding
<0,001
Air Selokan
<0,001
Air Sumur I
<0,001
Air Sumur II
<0,001
Air Sumur III
<0,001
Tabel 7. Hasil Analisis LSD terhadap Perbedaan Jumlah Eklosi pada Masing-masing Jenis Air Variabel
Jenia Air (I)
(J) Jenis Air
Signifikasi
Jumlah Eklosi
Air Selokan
Air Sumur I
0,009
Air Sumur II
0,009
Air Sumur I Air Sumur II Air Sumur III Air Pembanding
Dari Gambar 2 dapat diketahui bahwa perkembangan nyamuk Ae. aegypti pra dewasa berdasarkan jenis air didapatkan hasil yang sangat berbeda nyata. Telur yang menetas dan berkembang menjadi pra dewasa paling sedikit terjadi pada air sumur I. 14
Air Sumur III
<0,001
Air Pembanding
<0,001
Air Selokan
0,009
Air Pembanding
<0,001
Air Selokan
0,009
Air Pembanding
<0,001
Air Selokan
<0,001
Air Pembanding
<0,001
Air Selokan
<0,001
Air Sumur I
<0,001
Air Sumur II
<0,001
Air Sumur III
<0,001
Hal ini diduga karena air sumur I secara fisik berminyak pada permukaan air yang dapat menyebabkan terhalangnya penetrasi cahaya matahari kedalam air dan rendahnya kadar O2 yang dibutuhkan larva untuk bernafas dan perkembangan.
Daya Tetas dan Perkembangan Larva.................... (Yahya dan Sulfa Esi Warni)
Keterangan : 1. Air selokan 2. Air sumur I 3. Air sumur II 4. Air sumur III 5. Air pembanding (aquades)
Gambar 1. Daya Tetas Telur berdasarkan Jenis Air
Keterangan : 1. Air selokan 2. Air sumur I 3. Air sumur II 4. Air sumur III 5. Air pembanding (aquades)
Gambar 2. Perkembangan Ae. Aegypti Pra Dewasa PEMBAHASAN Pada penelitian ini dapat dibuktikan bahwa nyamuk Ae. aegypti mau bertelur pada tempat perindukan yang berisi air bersih, air selokan, dan ketiga jenis air sumur. Hal ini menunjukkan bahwa nyamuk Ae. aegypti mampu beradaptasi dengan lingkungan yang ada, khususnya lingkungan yang tidak menguntungkan. Secara teoritis bahwa nyamuk Ae. aegypti hanya mau berkembang biak pada tempat tempat yang berisikan air jernih misalnya di dalam kaleng bekas, pecahan botol, pot bunga, tempat minum burung, gentong, bak 19 mandi dan lain sebagainya. Perubahan bionomik yang dibuktikan dalam penelitian ini selaras dengan indikasi perubahan perilaku Ae. aegypti yang dipublikasikan oleh Anif Budianto yang menyebutkan larva nyamuk Ae. aegypti ada di dalam sumur gali.9 Hal ini mengindikasikan adanya perubahan perilaku Ae. aegypti dalam memilih tempat
perindukan dan membuktikan adanya perubahan perilaku nyamuk Ae. aegypti dalam beradaptasi dengan lingkungan, artinya bila tidak menemukan perindukan air bersih maka nyamuk Ae. aegypti bisa beralih ke air selokan dan air sumur gali . Hasil penelitian Sayono dkk. menunjukkan hasil bahwa larva Ae. aegypti dapat bertahan hidup pada air got, air sumur gali dan PAM.20 Larva Ae. aegypti mati pada limbah sabun mandi. Pada media air got, larva tumbuh lebih cepat, sedangkan pada air sumur gali dan PAM hanya sedikit larva yang bertahan hidup dan akhirnya mati setelah melalui masa larva yang panjang menjadi pupa yang tidak normal. Air limbah sabun mandi tidak memungkinkan larva Ae. aegypti bertahan hidup. Hal ini terjadi karena sifat basa (pH 12,8). Derajat keasaman (pH) air merupakan faktor yang sangat menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva
15
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 11 No. 1, 2017 : 9 - 18
Ae. aegypti. Larva akan mati pada pH ≤ 3 dan ≥ 12.21 Pertumbuhan larva secara optimal 22 terjadi pada kisaran pH 6,0-7,5. Meskipun pH air PAM termasuk netral, tetapi kematian larva juga tinggi karena terdapat kandungan 23 kaporit (Ca(Ocl2)) yang bersifat disinfektan. Keberadaan makanan pada air sumur gali dan PAM lebih sedikit dibandingkan pada air 17 campuran seperti air got. Hasil penelitian Sayono dkk. juga menunjukkan bahwa jumlah telur Ae. aegypti menetas berbeda-beda menurut jenis air media penetasan. Hal ini membuktikan bahwa kondisi air mempengaruhi daya tetas telur Ae. aegypti. Pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa air comberan menjadi media yang baik bagi telur Ae. aegypti untuk menetas, juga pada air rob dan air hujan, sedangkan paling rendah terjadi pada air tanah. Ada kemungkinan, hal ini terkait dengan kadar unsur-unsur atau s e nyawa k i m i a ya n g te rka n d u n g d i d a l a m nya . 2 0 , 2 4 Pe n e l i t i a n J a c o b d k k . menunjukkan hasil bahwa Ae. aegypti mampu hidup tidak hanya pada air jernih tetapi juga dapat bertahan hidup dan tumbuh normal 25 pada air got yang didiamkan menjadi jernih. Hasil analisis lanjut dari penelitian deskriptif untuk mengetahui apakah nyamuk Ae. aegytpi mau bertelur diberbagai media air tercemar dan mengetahui jenis air tercemar yang paling d i s u ka i Ae . a e gy p t i u n t u k b e r te l u r, menunjukkan hasil bahwa media air memiliki pengaruh yang nyata terhadap kesukaan bertelur Ae. aegypti, pada taraf nyata 5% dengan nilai p sebesar < 0.0001. Air tercemar kotoran sapi merupakan media yang paling disukai Ae. aegypti untuk meletakkan telurnya.26 Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang menyebabkan terjadinya fenomena pembiasan cahaya dan menyebabkan terhalangnya penetrasi cahaya matahari ke dalam air. 2 7 Kekeruhan disebabkan oleh tumbuhan plankton atau masuknya zat-zat yang tidak tersuspensi. Tingkat kekeruhan yang berlebihan akan mengakibatkan perubahan tubuh insekta yaitu terjadinya abrasi epitel saluran pernafasan, menurunnya frekuensi makanan, tersumbatnya alat pernafasan, terpaparnya keracunan, berkurangnya penglihatan, sedangkan di lingkungan air menyebabkan menurunnya kandungan oksigen.28 Lamanya
16
penetasan telur telur nyamuk Ae. aegypti tergantung pada waktu yang dibutuhkan telur untuk menjadi masak setelah dikeluarkan 29 induknya dan suhu yang optimal. Telur yang sudah masak (umur 4-7 hari) akan langsung menetas setelah terkena air. Telur telur yang sudah masak tidak akan menetas bila suhu dalam kontainer berkisar 10°C-15°C, tetapi akan menetas bila suhu dinaikkan sampai 25°C.30 Ternyata Ae.aegypti juga mampu berkembang biak dan menjadi dewasa di luar air bersih dan air yang dasarnya mengandung tanah. Kemungkinan pada masa yang akan datang, peningkatan penyakit DBD akan semakin tinggi. Apabila dari instansi pemerintah, swasta dan masyarakat tidak mewaspadai perubahan adaptasi dari nyamuk Ae. aegypti maka penyakit DBD akan semakin cepat menyebar di seluruh wilayah bahkan bisa menimbulkan Kejadian Luar Biasa. KESIMPULAN Nyamuk Ae. aegypti mampu bertelur dan berkembang menjadi nyamuk dewasa pada semua jenis perindukan, baik pada air bersih, air selokan maupun pada air sumur gali. Pada jenis air selokan dengan karakter fisik berwarna hitam, keruh dan berbau menyengat, perkembangan dari telur hingga dewasa relatif lebih lambat dibanding perkembang pada jenis air lainnya. SARAN Dalam program pemberantasan penyakit DBD untuk masa yang akan datang tidak hanya terfokus kepada program pemberantasan sarang nyamuk pada kontainer di dalam rumah yang berisi air bersih, atau kontainer di luar rumah yang berisi sisa air hujan, tetapi hendaknya diperhatikan kebersihan lingkungan sekitar termasuk saluran limbah rumah tangga yang kemungkinan dapat dijadikan sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk Ae. aegypti. Selain itu juga diperlukan pengkajian lebih lanjut tentang kandungan kandungan kimia yang menarik nyamuk Ae. aegypti dalam memilih tempat bertelur dan berkembang menjadi nyamuk dewasa.
Daya Tetas dan Perkembangan Larva.................... (Yahya dan Sulfa Esi Warni)
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang mendalam kepada Bapak Dr. Khoe Susanto, MS, Bapak Imran S.L. Tobing, Bapak Yeremia R.C, MS, Bapak Yulian Taviv, SKM, M.Si selaku Kepala Loka Litbang P2B2 Baturaja, Hendri Erwadi selaku teknisi laboratorium entomologi Loka Litbang P2B2 Baturaja, serta s e m u a p i h a k ya n g te l a h m e m b a n t u terlaksananya penelitian ini.
12.
13.
14.
DAFTAR PUSTAKA 1. Widoyono. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan Dan Pemberantasannya.; 2009. 2. Ku ra n e I , E n n i s F E . I m m u n i t y a n d Immunopatology in dengue virus infection. In: Semin Immunol. Vol 4. ; 1992:121-127. 3. World Health Organization (WHO). Dengue Control. The mosquito. WHO. http://www.who.int/denguecontrol/mosqui to/en/. Published 2017. Accessed January 12, 2017. 4. Getis A, Morrison AC, Kenneth G, Scott TW. Characteristics of the spatial pattern of the dengue vector, Aedes aegypti, in Iquitos, Peru. Am J Trop Med Hyg. 2003;69(5):494-505. doi:10.1007/978-3-642-01976-0. 5. Baskoro T, Nalim S. Pengendalian nyamuk penular Demam Berdarah Dengue di Indonesia. In: Symposium Demam Berdarah Dengue. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada; 2007. 6. Wulandari T. Vektor Demam Berdarah Dan Penanggulangannya. Mutiara Merdeka, Jakarta; 2001. 7. Russel BM. Surveillence of The Mosquito Ae d e s a e g y p t i . J M e d Ve t E n t o m o l . 1987;1(2):155-160. 8. Gionar YR, Rusmiarto S, Susapto D, Iqbal ERF, Michael BJ. Sumur sebagai habitat yang penting untuk perkembangan nyamuk Ae. aegypti L. Bul Penelit Kesehat. 2001;29(2):2231. 9. Budianto A. Studi Indeks Larva Nyamuk Aedes aegypti dan Hubungannya dengan PSP Masyarakat tentang penyakit DBD di Kota Palembang Sumatera Selatan tahun 2005. Bul Loka Litbang P2B2 Baturaja. 2007;1(1). 10. Hasyimi M, Harmany N, Pangestu. Tempattempat terkini yang disenangi untuk perkembangbiakan vektor demam berdarah A e d e s s p . M e d i a L i t b a n g Ke s e h a t . 2009;XIX(2):71-76. 11. Hasyimi M, Soekino M. Pengamatan tempat perindukan Aedes aegypti pada tempat
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
penampungan air rumah tangga pada masyarakat pengguna air olahan. J Ekol Kssehatan. 2004;3(1):37-42. Asahina S. Food material and feeding procedures for mosquito Larvae. Bull World Health Organ. 1964;31:465-466. Murthy JM, Rani PU. Biological activity of certain botanical extracts as larvacides againts the yellow fever mosquito Aedes aegypti. J Biopestic. 2009;2(1):72-76. Tilak R, Gupta V, Suryam V, Yadav JD, Gupta KKD. A laboratory investigation into oviposition responses of Aedes aegypti to some common household substances and water from conspecific larvae. Med J Armed Fo r c e s I n d i a . 2 0 0 5 ; 6 1 ( 3 ) : 2 2 7 - 2 2 9 . doi:10.1016/S0377-1237(05)80159-5. Menteri Negara dan Lingkungan Hidup. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2010. 2010. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik I n d o n e s i a N o m o r 907/Menkes/SK/VII/2002. 2002:1-21. Agustina E. Pengaruh media air terpolusi tanah terhadap perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. J Biot. 2013;1(2):103-107. Christoper SSR. Aedes Aegypti (L) The Yellow Fever Mosquito. London: Cambridge At the Univ. Press; 1960. Scott TW, Morison A. Aedes aegypti Density and Risk Dengue Virus Transmision. In: Ecological Aspec for Aplication of Genetically Modified Mosquitoes. Chapter 14. ; 2003:187206. Sayono S, Qoniatun, Mifbahhuddin. Pertumbuhan larva Ae. aegypti pada air te rc e m a r. J Ke s e h a t M a s y I n d o n e s . 2016;7(1):15-21. Clark TM. pH tolerances and regulatory abilities of freshwater and euryhaline Aedine mosquito larvae. J Exp Biol. 2004;207(13):2297-2304. doi:10.1242/jeb.01021. Hidayat MC, Santoso L, Suwasono H. Pengaruh pH air perindukan terhadap pertumbuhan dan perkembangan Ae. aegypti pra dewasa. Cermin Dunia Kedokt. 1997;119:47-49. Ananda S. Pengaruh suhu, kaporit, dan pH terhadap pertumbuhan cendawan entomopatogen transgenik Aspergullus niger-GFP dan patogenisitasnya pada larva nyamuk Ae. aegypti. 2009. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456 789/44330?show=full. Sayono, Rizki A, Anis P. Daya tetas telur Ae.
17
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 11 No. 1, 2017 : 9 - 18 aegypti pada air tercemar. In: Prosiding Seminar Nasional Hari Nyamuk Sedunia. Bogor: Institut Pertanian Bogor; 2009. 25. Jacob A, Victor DP, Wahongan GJP. Ketahanan hidup dan pertumbuhan nyamuk. J eBiomedik. 2014;2(November). 26. Wurisastuti T. Perilaku Bertelur Nyamuk Aedes aegypti pada Media Air Tercemar. J Biotek Medisiana Indones. 2013;2(1):25-32. 27. Abal EG, Dennisson WC. Seagrass depth range and water quality in southern Moreton Bay, Queensland, Australia. J Aust Mar Fresh Res. 1996;47(6):763-771.
18
28. Ewing DA, Cobbold CA, Purse B V, Nunn MA, White SM. Modelling the effect of temperature on the seasonal population dynamics of temperate mosquito. J Theor Biol. 2016;400:65-79. 29. Kohler SL. Aquatic insects challenges to Populations. In: Royal Entomological Society of London. Symposium (24th: 2007). London: University of Edinburgh; 2007:55-79. 30. O'Gower AK. Environmental stimuli and ovipositionbehaviour of Aedes aegypti Var. queenslandensis Theobald (Diptera, Culiciadae). J Anim Behav. 1963;11(1):189197.