TOKSISITAS EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SENGON DAN KAPANG ENDOFIT DAUN SIRSAK SERTA CAMPURAN KEDUANYA TERHADAP LARVA UDANG (Artemia salina L.)
ANDRI NUR AZIZAH OKTAVIANI
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Toksisitas Ekstrak Etil Asetat Daun Sengon Dan Kapang Endofit Daun Sirsak Serta Campuran Keduanya Terhadap Larva Udang (Artemia salina L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2016 Andri Nur Azizah Oktaviani NIM G84090071
ABSTRAK ANDRI NUR AZIZAH OKTAVIANI. Toksisitas Ekstrak Etil Asetat Daun Sengon Dan Endofit Kapang Daun Sirsak Serta Campuran Keduanya Terhadap Larva Udang (Artemia salina L.). Dibimbing oleh MARIA BINTANG dan HUSNAWATI. Tanaman Sengon dan Sirsak sudah lama dikenal sebagai tanaman obat dan banyak tumbuh di Indonesia. Bagian dari tanaman ini yang biasa dimanfaatkan sebagai obat adalah daun dan mikroba endofitnya. Penelitian terdahulu umumnya melaporkan aktivitas antibakteri kedua tanaman ini dari hasil maserasi. Adapun penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengujian Bhrine Shrimp Lethality Test/BSLT (LC50), menentukan konsentrasi toksik dari ekstrak etil asetat daun sengon, kapang endofit daun sirsak, dan campuran kedua ekstrak tersebut terhadap larva udang (Artemia salina). Hasil analisis probit uji BSLT menunjukkan ekstrak etil asetat kapang endofit daun sirsak memiliki aktivitas toksisitas tertinggi dengan nilai LC50 sebesar 182.26 ppm dibandingkan ekstrak etil asetat daun sengon yang aktivitas toksiknya sedikit lebih rendah dengan nilai LC50 sebesar 385.3009 ppm. Adapun campuran ekstrak etil asetat keduanya memiliki aktivitas toksik yang kinerjanya cukup lambat hanya dengan nilai LC50 sebesar 695.825 ppm. Kata kunci: daun sengon, kapang endofit daun sirsak, Artemia salina, toksisitas
ABSTRACT ANDRI NUR AZIZAH OKTAVIANI. Toxicity Test of Etil Asetate Extract from Sengon Leaf, Endophitic Fungus’s Soursop Leaf, & Mixed against Larvae Shrimp (Artemia salina L.). Supervised by MARIA BINTANG and HUSNAWATI. Sengon and Soursop has long been known as a medicinal plant and can be found easily in Indonesia. Part of these plants which is commonly used as medicine is their leaves and endophytic fungus. Previous studies generally report the antibacterial activity of these plants. The purpose of this research was to test Bhrine Shrimp Lethality Test/BSLT (LC50), determining the toxic concentration from Sengon leaf, endophytic fungus of Soursop leaf, and mixture of both extract toward Artemia salina. Based on probit analysis of BSLT data showed that etil acetate extract of endophitic fungus’s soursop leaf has the highest toxicity activity with LC50 values 182.26 ppm compared to the etil acetate extract of sengon’s leaf that has toxicity activity with LC50 values 385.3009 ppm. The result of mixed extract has toxicity activities that works quite slow with LC50 values 695.825 ppm. Keyword: sengon’s leaf, endhophitic fungus’s soursoup leaf, Artemia salina, cytotoxicity
TOKSISITAS EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SENGON DAN KAPANG ENDOFIT DAUN SIRSAK SERTA CAMPURAN KEDUANYA TERHADAP LARVA UDANG (Artemia salina L.)
ANDRI NUR AZIZAH OKTAVIANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah yang berjudul Toksisitas Ekstrak Etil Asetat Daun Sengon Dan Kapang Endofit Daun Sirsak Serta Campuran Keduanya Terhadap Larva Udang (Artemia salina L.). Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi besar penyampai risalah Allah, Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan para sahabatnya yang tak kenal lelah membantu perjuangan beliau menegakkan agama Islam di muka bumi. Karya ilmiah ini memberi gambaran hasil penelitian penulis yang dilaksanakan di Laboratorium Biokimia, Departemen Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. drh. Maria Bintang, MS selaku pembimbing utama, dan dr. Husnawati, M.Si selaku pembimbing kedua yang telah membimbing dan memberikan arahan serta memotivasi selama penulisan karya tulis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir. A. E. Zainal Hasan, M.Si dan Dr. Syamsul Falah, S. Hut, M.Si atas bantuannya sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan karya tulis ini. Untuk Nofa Mardia dan teman-teman biokimia 46 lainnya, terima kasih atas semangat-semangat yang kerap diberikan pada penulis sampai detik ini. Terakhir, untuk kedua orang tua tercinta, terima kasih yang tak terhingga atas doa, dukungan, kasih sayang, pengorbanan, ketulusan dan nasihat-nasihat yang sangat berarti untuk kelancaran dan kesuksesan penulis. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan ridho-Nya bagi sosok-sosok berjasa yang telah penulis sebutkan. Penulis sadar bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini menjadi lebih baik. Semoga tulisan ini dapat berguna bagi penulis maupun semua pihak demi kemajuan ilmu pengetahuan.
Bogor, Agustus 2016
Andri Nur Azizah Oktaviani
x
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
METODE Bahan dan Alat Prosedur Penelitian
2 2 2
HASIL Rendemen Daun Sengon dan Kapang Endofit Daun Sirsak Toksisitas Ekstrak Terhadap Larva Udang
4 4 4
PEMBAHASAN
5
Rendemen Daun Sengon dan Kapang Endofit Daun Sirsak Toksisitas Ekstrak Etil Asetat Terhadap Larva Udang
5 6
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
8 8 9
DAFTAR PUSTAKA
9
LAMPIRAN
12
RIWAYAT HIDUP
18
xi
DAFTAR TABEL 1 Rendemen daun sengon dan kapang endofit daun sirsak 2 Nilai LC50 hasil analisis probit
4 4
DAFTAR LAMPIRAN 1 Tahapan penelitian 2 Gambar masing-masing ekstrak 3 Tabel rerata mortalitas larva udang A. salina setelah ditambahkan ekstrak uji dalam waktu 24 jam 4 Bagan Alir Proses BSLT 5 Nilai probit ekstrak etil asetat untuk beberapa variasi konsentrasi 6 Kurva hasil uji toksisitas BSLT 7 Perhitngan LC50 8 Uji BSLT ekstrak etil asetat daun sengon dan kapang endofit daun sirsak serta campuran keduanya 9
12 12 14 14 15 15 16 16
xii
1
PENDAHULUAN Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati. Kekayaan alam yang melimpah ini tidak diberikan Tuhan dengan sia-sia, masingmasing memiliki manfaatnya tersediri bagi kehidupan rakyat Indonesia. Semua kekayaan alam tersebut akan sangat besar potensinya jika dikembangkan lebih lanjut, misalnya dalam bidang ekonomi, kesehatan, maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Beberapa sumber daya alam yang berpotensi di Indonesia ialah tumbuhtumbuhan. Sengon (Paraserianthes falcataria L.) dan sirsak (Annona mricata L.) merupakan tanaman yang tersebar luas di Indonesia. Kedua tanaman ini berpeluang besar untuk dijadikan sebagai obat herbal. Sengon merupakan tanaman hutan dari famili Mimosaceae yang memiliki peran penting dalam ranah industri akibat jenis kayunya yang sangat baik. Namun, tidak ada yang dapat menyangka jika bagian daun dari tanaman ini juga bermanfaat sebagai obat. Secara empiris daun sengon dikenal dapat mempercepat penyembuhan luka dan peradangan pada kulit. Namun karena fungsinya belum banyak diketahui, maka daun ini lebih banyak dibuang dan digunakan sebagai pakan ternak. Eleanore (2013) dan Hutapea (1994) menyebutkan bahwa senyawa saponin, flavonoid, tanin dan fenol, serta terpenoid dan triterpenoid ditemukan pada daun sengon ini. Eleanore (2013) juga menyimpulkan bahwa daun sengon berpotensi sebagai antibakteri dan sumber antioksidan alami karena ditemukan senyawa fitokimia berupa alkaloida pada ekstrak etanol daun sengon. Kemampuannya menangkal radikal bebas juga sudah tidak diragukan karena memiliki nilai IC50 sebesar 2.76 ppm. Di sisi lain, tanaman sirsak juga memiliki peran penting dalam hal pengobatan. Daunnya merupakan agen yang paling berpotensi terhadap pencegahan dan pengobatan kanker (Rishika dan Sharma 2012). Daun sirsak itu sendiri diketahui memiliki mikroba endofit yang dapat diisolasi untuk menghasilkan metabolit sekundernya. Kandungan fitokimia yang utama dari mikroba ini adalah alkaloid yang dikenal dengan nama acetogenin yang memiliki daya bunuh terhadap sel kanker, bahkan yang sudah kebal dengan obat kemoterapi modern. Universitas Purdue, Indiana, USA, pada tahun 1997 melaporkan bahwa senyawa acetogenin adalah penghambat yang kuat proses terhadap reaksi enzimatis di dalam membran sel kanker dengan cara memblokir sumber energinya yaitu ATP (Adenosine Triphosphate) sehingga dapat membunuh sel-sel kanker (Jannah 2010). Salah satu metode awal yang sering digunakan untuk mengamati toksisitas senyawa dan merupakan metode penapisan untuk aktivitas antibakteri maupun antikanker senyawa kimia dalam ekstrak tanaman adalah Bhrine Shrimp Lethality Test (BSLT). Ini merupakan metode uji toksisitas yang paling sederhana, mudah, dan dapat diandalkan. Kandungan kimia aktif biologi dapat bersifat racun jika digunakan pada dosis yang tinggi, dengan demikian kematian suatu hewan percobaan dapat dipakai sebagai alat pemantau penapisan awal kandungan kimia aktif suatu bahan alam terhadap ekstrak, fraksi maupun isolat (Meyer et al. 1982). Metode BSLT ditujukan terhadap tingkat mortalitas larva udang Artemia salina L. yang disebabkan oleh ekstrak uji. Hasil yang diperoleh dihitung sebagai
2
nilai LC50 (Lethal Concentration) ekstrak uji, yaitu jumlah dosis atau konsentrasi ekstrak uji yang dapat menyebabkan kematian larva udang sejumlah 50% setelah masa inkubasi 24 jam. Senyawa dengan LC50 < 1000 µg/mL dapat dianggap sebagai suatu senyawa aktif berdasarkan Meyer. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka kemudian dilakukan penelitian BSLT terhadap ekstrak kasar daun sengon dan kapang endofit daun sirsak serta campuran kedua ekstrak tersebut menggunakan pelarut etil asetat yang diduga dapat mengekstrak semua kandungan senyawa pada kedua jenis tanaman terebut. Penelitian bertujuan untuk menentukan konsentrasi toksik LC50 untuk setiap ekstrak tanaman uji berdasarkan toksisitas senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalamnya terhadap larva udang Artemia salina, dan sekaligus sebagai uji penapisan awal aktivitas antibakteri dan antikanker senyawa kimia dalam estrak etil asetat kedua tanaman tersebut beserta campurannya.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2016 hingga bulan Juli 2016. Tempat pelaksanaan penelitian yaitu di Laboratorium Bokimia, Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak etil asetat daun sengon daun sengon dari laboratorium Biokimia IPB, ekstrak etil asetat kapang endofit daun sirsak dari koleksi LIPI Cibinong, larva udang (Artemia salina Leach.), air laut, dan DMSO. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain autoklaf, neraca analtik, rotary evaporator, vortex, labu Erlenmeyer, labu takar, gelas piala, corong, sudip, batang pengaduk, alumunium foil, kapas, pipet tetes, pipet mikro, aerator, dan plate BSLT. Prosedur Penelitian Ekstraksi Daun Sengon (BPOM 2004) Ekstraksi serbuk daun sengon yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada metode ekstraksi Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM yaitu maserasi. Maserasi dilakukan dengan pelarut etil asetat. Maserasi dengan etil asetat dilakukan dengan merendam sampel dalam pelarut etil asetat dengan perbandingan 1:10. Maserasi dilakukan selama 24 jam sambil sesekali diaduk. Maserat yang diperoleh dipisahkan menggunakan kertas saring dan proses maserasi diulang dua kali dengan menggunakan pelarut yang sama. Semua maserat yang diperoleh dikumpulkan. Maserat kemudian diuapkan dan dipekatkan
3
menggunakan rotary evaporator dengan suhu 40oC sampai diperoleh sampel ekstrak etil asetat daun sengon berbentuk serbuk. Ekstraksi Senyawa Aktif Kapang Endofit Daun Sirsak (Yeo et al. 2014) Isolat kapang endofit daun sirsak setelah dikultivasi selama 21 hari kemudian diekstraksi untuk mendapatkan senyawa utama kapang endofit. Isolat kapang endofit yang tumbuh dalam media YMB 200 mL ditambahkan pelarut etil asetat yang sudah didestilasi 300 mL, kemudian dikocok manual selama 15 menit. Larutan atas fraksi dituangkan dalam labu didih, lapisan kedua fraksi tidak boleh sampai ikut masuk dalam labu didih. Lapisan atas fraksi dievaporasi menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu 40°C kemudian dikeringkan dengan pengaliran nitrogen. Berat ekstrak didapatkan dari berat bobot wadah dan ekstrak dikurangi berat bobot kosong. Penetasan Larva Udang (Sorgeloss & Persone 1975) Disiapkan wadah untuk penetasan telur udang yang berbentuk kerucut di dasarnya. Air laut dimasukan ke dalam wadah tersebut kemudian di beri aerator melalui dasar wadah. Lampu diletakan di sebelah wadah untuk penerangan. Ke dalam air laut dimasukkan 5-10 gram telur udang untuk ditetaskan. Diamkan selama 48 jam untuk menetaskan telur. Larva udang sebanyak 10 ekor diambil dengan menggunakan pipet mikro untuk setiap sumurnya. Persiapan Larutan Uji Masing-masing ekstrak etil asetat daun sengon dan kapang edofit daun sirsak yang sudah tersedia dibuat dalam konsentrasi 10, 50, 100, 250, 500, 750, dan 1000 ppm. Larutan stok 1000 ppm dibuat dengan menimbang 0.5 gram serbuk ekstrak lalu dilarutkan dengan air laut 50 mL. Pemberian DMSO diperlukan apabila sampel sulit larut di dalam air laut. Dari stok larutan yang dibuat kemudian diencerkan menjadi beberapa konsentrasi di atas. Untuk ekstrak campuran daun sengon dan kapang endofit daun sirsak dibuat dengan mencampurkan kedua ekstrak dengon konsentrasi yang sama 1:1 kemudian divorteks dan didiamkan selama satu jam agar campuran menjadi homogen. Uji Toksisitas BSLT (Meyer 1982) Sebanyak 100 μL air laut yang mengandung larva udang sebanyak 10 ekor dipipet, kemudian dimasukkan ke dalam wadah uji. Di tambahkan larutan sampel yang akan diuji masing-masing sebanyak 100 μL, dengan konsentrasi 10, 50, 100, 250, 500, 750, dan 1000 ppm. Untuk setiap konsentrasi dilakukan tiga kali pengulangan (triplo). Larutan diaduk sampai homogen. Untuk kontrol dilakukan tanpa penambahan sampel, hanya diisi air laut 200 μL dan 10 larva udang. Larutan dibiarkan selama 24 jam, kemudian dihitung jumlah larva yang mati dan masih hidup dari tiap lubang. Angka mati dihitung dengan menjumlahkan larva yang mati dalam setiap konsentrasi (3 lubang). Angka hidup dihitung dengan menjumlahkan larva yang hidup dalam setiap konsentrasi (3 lubang). Selanjutnya dihitung mortalitas dengan cara: akumulasi mati dibagi jumlah akumulasi hidup dan mati (total) dikali 100%. Grafik dibuat dengan log konsentrasi sebagai sumbu x terhadap mortalitas sebagai sumbu y. Nilai LC50
4
diperoleh dengan analisis probit menggunakan kurva regresi linier di mana log10 konsentrasi sebagai sumbu x dan probit sebagai sumbu y.
HASIL Rendemen Daun Sengon dan Kapang Endofit Daun Sirsak Ekstraksi daun sengon dan kapang endofit daun sirsak dilakukan dengan proses maserasi dengan pelarut etil asetat secara bertingkat. Hasil ekstraksi yang berupa fraksi etil asetat kemudian dipekatkan dan menghasilkan bobot ekstrak daun sengon sebesar 3.05 gram dan ekstrak kapang endofit daun sirsak sebesar 2.17 gram. Besarnya nilai rendemen dari kedua sampel dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai rendemen ekstrak terbesar ialah pada sampel daun sengon dengan rendemen sebesar 3.05% dan kapang endofit daun sirsak sebesar 1.21%. Tabel 1 Rendemen ekstrak etil asetat kedua bahan alam hasil ekstraksi Pelarut Sampel Rendemen (%) Daun Sengon 3.05 Etil asetat Kapang Endofit Daun 1.21 Sirsak
Toksisitas Ekstrak Terhadap Larva Udang Berdasarkan pengamatan selama 24 jam, persentase mortalitas larva udang terhadap ekstrak kemudian dijadikan data untuk melihat perbandingan % mortalitas terhadap konsentrasi. Nilai LC50 masing-masing ekstrak diperoleh dengan melakukan analisis probit terhadap % mortalitas pada setiap konsentrasi. Nilai LC50 yang diperoleh untuk masing-masing ekstrak dapat dilihat pada Tabel 2. Kurva hasil uji BSLT dapat dilihat pada Lampiran 6. Kurva ini membandingkan antara hasil analisis probit pada sumbu Y dan nilai Log10 Konsentrasi pada sumbu X. Nilai regresi linier untuk uji BSLT ekstrak daun sengon ialah 𝑦 = 0.3426𝑥 + 4.1141 dan untuk ekstrak kapang endofit daun sirsak ialah 𝑦 = 0.8424𝑥 + 3.0956. Kemudian untuk campuran dari kedua ekstrak tersebut memiliki nilai regresi yaitu 𝑦 = 2.1961𝑥 − 1.2424. Berdasarkan data yang diperoleh dari analisis probit, ekstrak etil asetat kapang daun sirsak memiliki aktivitas sitotoksik tertinggi dibandingkan ekstrak etil asetat daun sengon dan campuran kedua ekstrak tersebut. Data hasil analis probit untuk masing-masing konsentrasi dan ekstrak tertera dalam Lampiran 5. Tabel 2 Nilai LC50 hasil analisis probit Jenis Ekstrak Daun Sengon Kapang Endofit Daun Sirsak (G5) Campuran (daun sengon + G5)
LC50 (ppm) 385.3009 182.2600 695.825
5
PEMBAHASAN Rendemen Daun Sengon dan Kapang Endofit Daun Sirsak Ekstraksi diperlukan untuk mendapatkan senyawa yang diinginkan dari sampel. Pemilihan pelarut yang tepat dapat meningkatkan efisiensi ekstraksi. Halhal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut diantaranya adalah selektivitas, toksisitas, kepolaran kemudahan untuk diuapkan, dan harga pelarut (Akbar 2010). Adapun proses ekstraksi sampel pada penelitian ini menggunakan pelarut etil asetat. Menurut Rowe (2009), etil asetat merupakan pelarut dengan toksisitas rendah yang sifatnya semi polar, dan menjadi pilihan pelarut yang baik karena mudah diuapkan serta tidak bersifat higroskopis. Berdasarkan sifat etil asetat yang semi polar, diharapkan pelarut ini dapat mengekstrak semua kandungan senyawa kimia yang terdapat pada kedua jenis sampel daun sengon dan kapang endofit daun sirsak. Houngton dan Raman (1998) mengatakan bahwa ekstrak etil asetat (semi polar) sebagian besar akan mengandung senyawasenyawa alkaloid, aglikon-aglikon, dan glikosida. Etil asetat dipilih sebagai pelarut dalam penelitian ini karena berdasarkan Elsas (2014), pelarut ini mengekstrak senyawa antibakteri yang sangat tinggi pada daun sengon. Kemampuan ekstrak etil asetat daun sengon dalam menghambat pertumbuhan bakteri lebih besar dibandingkan dengan daun sengon yang diekstrak menggunakan pelarut lain. Hal tersebut dibuktikan dengan besarnya diameter zona hambat ekstrak etil asetat daun sengon terhadap Staphylococcus aureus dan Eschericia coli. Minarni (2016) mengatakan bahwa ekstrak etil asetat kapang endofit daun sirsak yang diuji dengan metode MTT menunjukkan bahwa pada dua belas ekstrak etil asetat kapang endofit daun sirsak dari berbagai daerah, semuanya sudah menunjukkan bahwa pada konsentrasi 100 ppm ekstrak tanaman ini mampu menghambat sel kanker MCF-7. Pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode maserasi. Metode ini menjadi pilihan agar senyawa yang rentan terhadap panas tidak rusak dan ikut menguap (Gupita dan Rahayuni 2012). Selain itu maserasi juga merupakan metode yang paling mudah dilakukan karena pengerjaannya sederhana dan alatalat yang digunakan mudah didapat (Wardhani dan Sulistyani 2012). Untuk ekstraksi daun sengon, maserasi dilakukan dengan merendam sampel dalam pelarut etil asetat dengan perbandingan 1:10. Pengerjaannya selama 24 jam sambil sesekali diaduk agar senyawa yag terkandung dapat tertarik sempurna oleh pelarut. Fraksi etil asetat dipekatkan hingga semua pelarutnya menguap dan senyawa aktif mengendap dalam wadah. Ekstrak yang terbentuk berwarna hijau pekat dengan nilai rendemen 3.05%. Nilai ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan Elsas (2014) dimana daun sengon yang diekstrak dengan pelarut etil asetat menghasilkan nilai rendemen 3.21%. Ekstraksi senyawa aktif dari kapang endofit daun sirsak yaitu dengan menambahkan pelarut etil asetat ke dalam isolat kapang endofit dan dikocok manual selama 15 menit. Larutan atas yaitu fraksi etil asetat dipekatkan dengan cara evaporasi. Ekstrak pekat yang dihasilkan berwarna kuning tua dengan nilai rendemen sebesar 1.21%. Rendemen ekstrak dihitung berdasarkan perbandingan berat akhir (berat ekstrak yang dihasilkan) dengan berat awal (berat biomassa sel yang digunakan)
6
dikalikan 100%. Rendemen hasil ekstraksi merupakan salah satu faktor penting dalam mengevaluasi metode ekstraksi. Namun kuantitas rendemen tidak dapat digunakan untuk memperkirakan banyaknya senyawa aktif yang yag terekstrak dalam suatu pelarut. Informasi tentang nilai rendemen merupakan acuan untuk pemilihan pelarut yang tepat digunakan dalam proses ekstraksi (Kresnawaty dan Zainuddin 2009). Nilai rendemen yang diperoleh pada kapang endofit daun sirsak menunjukkan angka lebih kecil dibandingkan nilai rendemen daun sengon. Hal ini terjadi karena pada prosesnya penggunaan sampel kapang endofit daun sirsak bukan dalam bentuk simplisia melainkan hanya berupa kultur mikroba. Lamanya proses ekstraksi juga berpengaruh pada nilai rendemen ini. Ekstraksi kapang endofit daun sirsak hanya dilakukan selama 15 menit sedangkan ekstraksi daun sengon dilakukan selama 24 jam. Wibowo dan Sudi (2004) dalam Alfiana (2013) menegaskan bahwa lamanya waktu proses ekstraksi sangat berpengaruh terhadap ekstrak yang dihasilkan. Jumlah atau volume pelarut juga berpengaruh terhadap nilai rendemen. Seperti yang dikatakan Jayanuddin et al. (2014) bahwa banyaknya pelarut mempengaruhi luas kontak padatan dengan pelarut. Semakin banyak pelarut, luas kontk akan semakin besar, sehingga distribusi pelarut ke dalam padatan akan semakin besar. Meratanya distribusi pelarut ke padatan akan memperbesar rendemen yang dihasilkan. Pada kasus ini daun sengon diekstraksi dengan rasio sampel dan pelarut 1:10 sedangkan kapang endofit daun sirsak diekstraksi dengan perbandingan sampel dan pelarut 1:1.5 saja. Toksisitas Ekstrak Etil Asetat Terhadap Larva Udang Artemia salina Leach (BSLT) Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) merupakan salah satu metode skrining awal untuk mengetahui sifat toksik suatu ekstrak ataupun senyawa bahan alam (Sukardiman 2004). Uji dengan metode BSLT ini cukup prediktif dalam menentukkan sitotoksisitas dan aktivitas pestisida. Uji BSLT juga memberikan hasil yang dapat dipercaya dan juga murah (Eads 2004). Parameter penentuan toksisitas dalam uji ini diketahui dari jumlah kematian larva udang, karena pengaruh ekstrak atau senyawa bahan alam pada konsentrasi yang diberikan (Silva et al. 2007). Metode ini dilakukan dengan menentukan besarnya nilai LC50 selama 24 jam. Data tersebut dianalisis menggunakan probit analisis untuk mengetahui nilai LC50. Jika nilai LC50 masing-masing ekstrak atau senyawa yang diuji kurang dari 1000 μg/mL maka dianggap menunjukkan adanya aktivitas biologik, sehingga pengujian ini dapat digunakan sebagai skrining awal terhadap senyawa bioaktif yang diduga berkhasiat sebagai antikanker, antimikroba, dan antifungi (Sukardiman 2004). Uji aktivitas sitotoksik pada penelitian ini menggunakan variasi dosis 1000 ppm, 750 ppm, 500 ppm, 250 ppm, 100 ppm, 50 ppm, 10 ppm, dan kontrol 0 ppm sebanyak tiga kali ulangan (triplo). Data persentase mortalitas larva udang terhadap variasi konsentrasi disajikan pada Lampiran 3. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa ekstrak etil asetat dari kapang endofit daun sirsak memiliki efek bioaktifitas yang tinggi pada konsentrasi ≥ 500 ppm, sedangkan ekstrak etil asetat daun sengon sudah menunjukkan efek bioaktivitas yang sudah cukup baik pada konsentrasi terendah. Adapun ekstrak etil asetat hasil pencampuran keduanya
7
tidak menunjukkan adanya efek bioaktivitas pada konsentrasi terendah dan kinerja senyawa aktifnya sangat lambat dalam membunuh larva udang. Data ulangan hasil pengamatan kemudian dicocokkan dengan tabel analisis probit dengan menggunakan parameter %mortalitas larva udang dengan konsentrasi masing-masing ekstrak untuk menentukan nilai LC50. Nilai LC50 yang diperoleh dari hasil analisis probit ditunjukkan oleh Tabel 2. Berdasarkan tabel tersebut, ekstrak etil asetat yang memiliki aktivitas sitotoksik tertinggi adalah ekstrak kapang endofit daun sirsak kemudian di susul oleh ekstrak daun sengon, dan yang terakhir adalah campuran kedua ekstrak tersebut. Berdasarkan Meyer (1982) suatu zat dikatakan toksik apabila nilai LC50 < 1000 ppm untuk ekstrak dan ≤ 30 ppm untuk suatu senyawa. Ekstrak etil asetat daun sengon memiliki aktivitas sitotoksik dengan nilai LC50 sebesar 385.3009 ppm, konsentrasi di mana dalam waktu 24 jam ekstrak ini mampu membunuh larva udang (Artemia salina) sebanyak 50%. Sifat toksik dari daun sengon ini diperkirakan oleh adanya senyawa kimia yang terkandung di dalamnya, karena berdasarkan uji fitokimia ekstrak ini mengandung beberapa senyawa seperti alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavonoid, dan triterpenoid (Elsas 2014). Senyawa-senyawa tersebut berperan penting sebagai antimikroba dan juga bersifat antioksidan. Berdasarkan penelitian Susanti dan Marhaeniyanto (2014), daun sengon paling banyak mengandung saponin dibanding dengan daun tanaman lain yang diujikan. Saponin dapat menghemolisis darah dan berikatan dengan fosfolipid yang menyusun membran eritrosit sehingga mengganggu permeabilitas dinding sel. Ikatan saponin dengan fosfolipid membentuk molekul kompleks yang sulit dipisahkan. Terbentuknya molekul ini menyebabkan terganggunya organisasi di dalam sel karena pelepasan ikatan antara kolesterol dengan fosfolipid dalam membran sel (Jayanegara et al. 2010). Ekstrak etil asetat kapang endofit daun sirsak (G5) memiliki efek toksisitas terhadap larva udang dengan nilai LC50 sebesar 182.26 ppm. Hal ini menandakan bahwa ekstrak ini mempunyai efektifitas yang lebih tinggi dibanding ekstrak etil asetat daun sengon. Kemampuan sitotoksiknya diperkirakan karena adanya suatu senyawa acetogenin yang terkandung di dalam kapang endofit daun sirsak. Acetogenin ialah senyawa sitotoksik yag termasuk poliketida dengan struktur 3032 rantai karbon tidak bercabang yang terikat pada gugus 5-metil-2-furanone. Rantai furanone dalam gugus hydrofuranone pada C32 inilah yang memiliki aktifvitas sitotoksik. Acetogenin yang terdapat pada daun sirsak ini terbukti secara in vitro memiliki kemampuan sitotoksik 10.000 kali lebih kuat dibandingkan kemoterapi (McLaughin 2003). Selain acetogenin, kapang edofit daun sirsak juga mengandung flavonoid, tanin, alkaloid, saponin, forfor, hidrat arang, vitamin (A, B, dan C), fitosterol, dan kalsium oksalat (Suranto 2011). Adapun daun tanaman sirsak biasanya digunakan untuk mengobati abses, arthritis, asma, bronkitis, gangguan empedu, diabetes, jantung, hipertensi, gangguan hati, malaria, rematik, tumor, dan kanker (Wicaksono 2011). Gajalakhsmi et al. (2012) juga menyatakan bahwa daun sirsak digunakan untuk pengobatan beberapa jenis penyakit yang disebabkan oleh bakteri seperti pneumonia, diare, infeksi saluran kemih, dan beberapa jenis penyakit kulit karena ekstrak dari daun ini memiliki senyawa antibakteri yang berlimpah.
8
Membandingkan nilai LC50 pada kedua ekstrak sampel, dapat dikatakan bahwa ekstrak etil asetat kapang endofit dan sirsak bersifat lebih toksik dibandingkan ekstrak etil asetat daun sengon. Melihat dari kandungan senyawa aktifnya berdasarkan Elsas (2014) dan Eleanore (2013), daun sengon hanya memiliki senyawa-senyawa yang bersifat antibakteri dan antioksidan seperti flavonoid, saponin, tanin, fenol, steroid, dan triterpenoid. Sedangkan kapang endofit daun sirsak tidak hanya mengandung komponen boaktif yang bersifat antimikrobial saja. Minarni (2016) menyebutkan bahwa ekstrak etil asetat kapang endofit daun sirsak memiliki beberapa komponen kimia yag dilaporkan memiliki peran sebagai antidabetes, antikanker, dan antimikroba. Senyawa yang diidentifikasi dari ekstrak ini berupa senyawa dari golongan alkaloid, fenolik, dan golongan asam lemak. Ekstrak yang terakhir adalah campuran dari kedua ekstrak di atas. Pencampuran ekstrak dilakukan untuk mengetahui apakah efek sitotoksiknya lebih bagus dibandingkan melakukan pengujian masing-masing ekstrak secara tersendiri. Hasil uji toksisitas terhadap larva udang menyatakan bahwa ekstrak ini memiliki nilai LC50 sebesar 695.825 ppm, terlihat jauh lebih rendah dibandingkan kedua ekstrak lainnya, akan tetapi masih memenuhi standar toksisitas bahan alam karena memiliki nilai LC50 yang masih dibawah 1000 ppm. Hal ini bisa saja terjadi jika komponen senyawa dalam kedua ekstrak bekerja saling bertolak belakang atau antagonis. Beberapa obat jika diberikan bersamaan akan memberikan efek sinergis atau antagonis. Efek ini timbul karena masing-masing berinteraksi pada reseptor yang sama atau reseptor yang berbeda. Sinergisme timbul jika efek yang ditimbulkan lebih kuat dibandingkan bila diberikan obat secara sendiri-sendiri. Adapun antagonisme obat adalah satu keadaan ketika efek dari suatu obat menjadi berkurang atau hilang sama sekali yang disebabkan oleh keberadaan satu obat lainnya (Baxter 2008). Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektifitas obat yang berinteraksi. Interaksi ini dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Interaksi yang menguntungkan yaitu interaksi yang memberikan efek farmakologi dan mengurangi efek samping. Dalam kasus ini, dapat dikatakan bahwa kedua ekstrak yang diujikan bekerja tidak sinergis atau bersifat antagonis sehingga mengurangi atau menurunkan nilai toksisitas ekstrak terhadap larva udang Artemia salina. Akibat ketidaksinergisan inilah, penggunaan ekstrak secara mandiri menjadi lebih baik dalam pengobatan.
SIMPULAN Ekstrak etil asetat kapang endofit daun sirsak dengan nilai rendemen 1.21% memiliki aktivitas sitotoksik lebih tinggi dengan nilai LC50 sebesar 182.26 ppm dibandingkan estrak etil asetat daun sengon yang aktivitas sitotoksiknya sedikit lebih kecil dengan nilai LC50 sebesar 385.3009 ppm dan nilai rendemen 3.05%. Adapun ekstrak etil asetat campuran dari kedua bahan alam tersebut dinilai memiliki aktivitas sitotoksik yang lebih kinerjanya lebih lambat dengan nilai LC50 sebesar 695.825 ppm.
9
SARAN Hasil penelitian ini (ekstrak etil asetat daun sengon, kapang endofit daun sirsak, dan campuran keduanya) dapat dilanjutkan dengan melakukan GC-MS untuk mengetahui jenis senyawa aktif yang terkandung di dalamnya. Adapun melihat dari potensi toksiknya terhadap larva udang, uji toksisitas akut pada hewan coba dan uji antikanker juga bisa dilakukan untuk penentuan nilai LD50.
DAFTAR PUSTAKA [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2004. Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional. Jakarta: BPOM RI. Alfiana DH. 2013. Ekstraksi Minyak Melati (Jasminum sambac) (Kajian Jenis Pelarut dan Lama Ekstraksi) [skripsi]. Malang (ID): Universitas Brawijaya. Akbar HR. 2010. Isolasi dan Identifikasi Golongan Flavonoid Daun Dandang Gendis (Clinacanthus Nutans) Berpotensi Sebagai Antioksidan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Baxter. 2008. Stockley’s Drug Interaction. London: Pharmaceutical Press. Eads BD. 2004. Salty survivors: artemia: basic and applied biology. J Exp Biol. 207(11): 1757-1758. Eleanore Y. 2013. Analisis komponen kimia dan aktivitas antioksidan ekstrak daun sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) menggunakan metode DPPH [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Elsas MD. 2014. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Sengon (Falcataria molucana (L) Nielsen) terhadap Bakteri Staphylococcus aureus Dan Eschericia coli [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Faramayuda F. 2014. Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder dari Daun Sengon (Albizia falcataria (L) Forsberg.) Untuk Antimikroba Tropikal. Prosiding Seminar Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Jendral Ahmad Yani. Yogyakarta. Gajalakshmi S, Vijayalakshmi S, Devi RV. (2012). Phytochemical and Pharmacological Properties of Annona muricata: A Review. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. 4(2): 5. Gupita CN, A Rahayuni. 2012. Pengaruh Berbagai pH Sari Buah dan Suhu Pasteurisasi Terhadap Aktivitas Antioksidan dan Tingkat Penerimaan Sari Kulit Buah Manggis. Journal of Nutrition College Vol. 1(1): 67-79. Hutapea JR. (1994). Inventaris Tanaman Obat Indonesia III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal 69. Depkes. RI (1974). Ekstra Farmakope Indonesia. Hougton PJ, A Raman. 1998. Laboratory Handbook for The Fractination of Natural Extracts. London: Thompson Science.
10
Janah RN. 2010. Uji Efektifitas Daun Sirsak (Annona muricata L.) Sebagai Pestisida Nabati Terhadap Pengendalian Hama Tanaman Sawi (Brassica juncea L.). [skripsi]. Surakarta (ID): Univesitas Muhammadiyah Surakarta. Jayanegara A, G Goel, HPS Makkar, K Becker. 2010. Reduction in methane emission from ruminants by plant secondary metabolite: Effects of Pholyphenol and Saponin. Dalam Odongo NE et al. Sustainable Improvement of Animal Production and Health. Food and Agricultural Organization of The United Nation, Rome. 151-157. Jayanudin, Ayu ZL, Feni N. 2014. Pengaruh shu dan rasio pelarut ekstraksi terhadap rendemen dan viskositas natrium alginat dari rumput laut coklat (Sargassum sp.). Jurnal Integrasi Proses. (5): 51-55. Kresnawaty I, Zainuddin A. 2009. Aktivitas antioksidan dan antibakteri dari derivat metil ekstrak etanol daun gambir (Uncaria gambir). J Littri. 15(4):145 – 151. McLaughin, Jerry L, Gina B. Benson, Jamess WF. 2003. A novel mechanism for the control of clinical cancer: inhibition of the production of adenosine triphosphate (ATP) with a standardized extract of paw paw (Asimincz triloba, Anonaceae). Phytochemistry. 49(2): 565-571. Meyer UN, NR Ferigni, JE Putnam, LB Ja Cobsen, DE Nichols, JL McLaughlin. 1982. “Brine shrimp: a convenient general bioassay for active plant constituents”. Planta Medica. 45:31-34. Minarni. 2016. Aktivitas Antikanker Ekstrak Etil Asetat Kapang Endofit Daun Sirsak (Annona muricata L.) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rishika D, Sharma R. 2012. An update of Pharmacological Activity of Psidium guajava in the management of various disorder. Int J Pharm Sci Res. 3(10):3577-3584. Sukardiman. 2004. Uji Praskrining Aktivitas Antikanker Ekstrak Eter dan Ekstrak Metanol Marchantia planiloba Steph. Dengan Metode Uji Kematian Larva Udang dan Profil Densitometri Ekstrak Aktif. Majalah Farmasi Airlangga 4 (3): 97 –100. Suranto A. 2011. Dahsyatnya Sirsak Tumpas Penyakit. Jakarta: Pustaka Bunda. Silva TM, Nascimento RJ, Batista MB, Agra MF, Camara CA. 2007. Brine shrimp bioassay of some species of solanum from northeastern brazil. Revista Brasileira de Farmacognosia (17) Hal: 35-38. Susanti S, E Marhaeniyanto. 2014. Kadar saponin daun tanaman yang berpotensi menekan gas metana secara in-vitro. Buana Sains. 14(1): 29-38. Rahmi A. 2010. Aktivitas Antijamur dan Fraksinasi Ekstrak Butanol yang Dihasilkan oleh Jamur (F-IG-LB-178.1 DAN F-AE-PP-8.3) dan Aktinomisetes a-IG-BP-191.5 terhadap Jamur Fitopatogen Tanaman Kakao (Phytophthora palmivora dan Phellinus lamaoensis) [tesis]. Malang (ID): Pascasarjana THP-FTP UB.
11
Rowe RC, PJ Shekey, ME Quinn. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients Sixth Edition. USA: Pharmaceutical Press and American Pharmacist Association. Sorgeloss P., G Persone. 1975. Technological imporvements for the culti- vation of invertebrates as food for fishes and crsutaceans II. Hatching and culturing of the brine shrimp Artemia salina L. Aquaculture. 6: 303-317. Wardhani LK, Sulistyani. 2012. Uji aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat daun binahong (Anredera Scandens (L.) Moq.) terhadap Shigella flexneri beserta profil kromatografi lapis tipis. Jurnal Ilmiah Kefarmasian. 2(1): 1-16. Wicaksono A. 2011. Kalahkan Kanker Dengan Sirsak. Jakarta: Citra Media Mandiri. Yeo YL, Chia YY, Lee CH, Sow HS, Yap WS. 2014. Effectiveness of maceration periods with different extraction solvents on in-vitro antimicrobial activity from fruit of Momordica charantia L. JAPS. 4(10):016023.doi:10.7324/JAPS.2014.40104
12
Lampiran 1 Tahapan penelitian Esktrak etil asetat daun sengon
Esktrak etil asetat G5 (pekat)
evaporasi
Ekstrak pekat
Pembuatan larutan uji ekstrak 10, 50, 100, 250, 500, 7500, 1000 ppm
Penetasan larva udang
Uji BSLT
Lampiran 2 Gambar masing-masing ekstrak Ekstrak kasar daun sengon dan kapang endofit daun sirsak
Ekstrak daun sengon
Ekstrak kapang endofit daun sirsak
13
Ekstrak stok
Larutan uji ekstrak etil asetat daun sengon
Ekstrak Etil Asetat G5
14
Lampiran 3 Tabel rerata mortalitas (%) larva udang A. salina ditambahkan ekstrak uji dalam waktu 24 jam Konsentrasi (ppm) Ekstrak Etil Asetat 0 10 50 100 250 500 750
1000
Daun Sengon
0.00
30,68 37,56 41,03 44,43
Kapang Endofit Daun Sirsak
0.00
23,74 27,11 30,54 37,35 67,93 74,73 81,57
Campuran
0.00
0.00
3,33
51,3
setelah
54,78 58,18
16,67 26,67 33,33 43,33
Lampiran 4 Bagan alir proses uji BSLT
Penetasan larva udang Artemia salina selama 1-2 hari dibawah penerangan lampu.
Penyiapan larutan uji sampel (10 ppm, 50 ppm, 100 ppm, 250 ppm, 500 ppm, 750 ppm, 1000 ppm) Dilarutkan dalam DMSO 0.1 %
Plate BSLT 100 µL air laut berisi 10 ekor larva udang + 100 µL ekstrak dengan variasi dosis pada masing-masing sumur (triplo). Kontrol : 100 µL air laut berisi 10 ekor larva + 100 µL air laut.
Inkubasi dalam suhu kamar selam 24 jam
Penghitungan jumlah larva yang mati tiap sumurnya
Penentuan LC 50 dengan menggunakan Analisis Probit
40
15
Lampiran 5 Nilai probit ekstrak etil asetat untuk beberapa variasi konsentrasi Konsentrasi (ppm) Ekstrak Etil Asetat 0 10 50 100 250 500 750 1000 Daun Sengon Kapang Endofit G5 Campuran
-
4.50
4.68
4.78
4.86
5.03
5.12
5.20
-
4.28
4.39
44.49
4.68
5.46
5.67
5.90
-
0.00
3.16
4.03
4.38
4.57
4.83
4.75
Lampiran 6 Kurva hasil uji toksisitas BSLT Kurva hasil uji toksisitas ekstrak etil asetat daun sengon terhadap Artemia salina
KURVA UJI B S LT E KS T RAK E T IL AS E TAT DAUN S E NGO N 5,4
PROBIT
5,2 y = 0,3426x + 4,1141 R² = 0,9677
5 4,8 4,6 4,4 0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
LOG10 KONSENTRASI
Kurva hasil uji toksisitas ekstrak etil asetat kapang endofit daun sirsak (G5) terhadap Artemia salina KURVA UJI B S LT E KS T RAK E T IL AS E TAT KAPANG E NDO FIT DAUN S IRS AK (G5) 7 y = 0,8424x + 3,0956 R² = 0,8096
6
PROBIT
5 4 3 2 1 0 0
0,5
1
1,5
2
LOG10 KONSENTRASI
2,5
3
3,5
16
Kurva hasil uji toksisitas ekstrak campuran (daun sengon & G5) terhadap Artemia salina KURVA UJI B S LT E KS T RAK E T IL AS E TAT CAMPURAN DAUN S E NGO N & KAPANG E NDO FIT DAUN S IRS AK 6,00 y = 2,1961x - 1,2424 R² = 0,8472
PROBIT
5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 0
0,5
1
1,5
2
LOG10 KONSENTRASI
Lampiran 7 Perhitungan nilai LC50 1. Ekstrak etil asetat daun sengon Y = 0.3426X + 4.1141 5 = 0.3426X + 4.1141 0.3426X = 5 – 3.0956 0.3426X = 0.8859 X = 2.5858 LC50 = Antilog X = Antilog 2.5858 = 385.3009 ppm 2. Ekstrak etil asetat kapang endofit daun sirsak Y = 0.8424X + 3.0956 5 = 0.8424X + 3.0956 0.8424X = 5 – 3.0956 0.8424X = 1.9044 X = 2.2607 LC50 = Antilog X = Antilog 2.2607 = 182.26 ppm
3. Ekstrak etil asetat campuran Y = 2.1961X – 1.2424 5 = 2.1961X – 1.2424 2.1961X = 5 + 1.2424
2,5
3
3,5
17
2.1961X = 6.2424 X = 2.8425 LC50 = Antilog X = Antilog 2.8425 = 695.825 ppm
Lampiran 8 Uji BSLT ekstrak etil asetat 1. Ekstrak etil asetat daun sengon
10 ppm
50 ppm
100 ppm
250 ppm
500 ppm
750 ppm 1000 ppm 0 ppm
2. Ekstrak etil asetat kapang endofit daun sirsak (G5)
10 ppm
50 ppm
100 ppm
250 ppm
500 ppm
750 ppm 1000 ppm 0 ppm
3. Ekstrak etil asetat campuran daun sengon & kapang endofit daun sirsak (G5)
10 ppm
50 ppm 100 ppm 250 ppm
500 ppm 750 ppm
1000 ppm 0 ppm
18
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 1 Oktober 1991 dari ayah AR Sidik dan ibu Isaminten. Penulis adalah putri kelima dari lima bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 13 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) dan diterima di Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama masa perkuliahan di IPB penulis menjadi Anggota Rohis Biokimia angkatan 46. Penulis juga aktif mengikuti Organisasi Kemahasiswaan yaitu sebagai Anggota LDK Al Hurriyah tahun 2009, Anggota Divisi Keputrian SERUM FMIPA pada tahun 2010-2011, dan Anggota Divisi HRD SERUM FMIPA pada tahun 2011-2012. Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan seperti Masa Perkenalan Departemen (MPD) 2011 dan Seminar Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) tahun 2012. Penulis pernah melakukan praktik lapang di Laboratorium Kimia Analis, Balai Besar Laboratorium Kesehatan Jakarta (BBLK) selama periode Juli sampai Agustus tahun 2013.