BELAJAR DARI SAEMAUL UNDONG
MEMBANGUN JALAN DAMBAAN WARGA PEDALAMAN KALSEL
DESA HARUS JADI PULAU HARAPAN
DAULAT PANGAN DAN ENERGI DARI PERTANIAN TERINTEGRASI ditErbitkan olEh ditjEn PEmbangunan kawasan PErdEsaan kEmEntErian dEsa, PEmbangunan daErah tErtinggal dan transmigrasi
Edisi iV 2015
“DESA HARUS DIJADIKAN BASIS UTAMA SWASEMBADA PANGAN NASIONAL” MARWAN JAFAR Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
EDITORIAL
SIMANTRI
T
TIDAK ada yang salah bila ada keinginan untuk meraup manfaat sebanyak-banyaknya dalam sekali tindakan. Justru, itulah yang sering kita harapkan, sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Sekali bertindak, banyak manfaat dihasilkan. Dalam bertani juga demikian, akan lebih baik dengan sekali mencangkul, banyak manfaat yang dihasilkan, dari pada banyak mencangkul untuk banyak hasil. Munculah kemudian istilah sistem pertanian tertingerasi. Orang menyebutnya dengan singkatan Simantri atau sistem pertanian terintegrasi. Sebuah terobosan dalam mempercepat adopsi teknologi pertanian. Inilah program yang mengintegrasikan kegiatan pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan dalam satu kawasan pengelolaan secara terpadu, dengan kelengkapan unit pengolahan kompos, pengolah pakan, instalasi biourne dan biogas. Manfaatnya bukan hanya satu, bukan hanya hasil tani yang dipanen, tetapi juga manfaat lain bisa didapat. Listrik bisa mengalir ke rumah hanya dari limbah ternak dan ternak bisa hidup dari limbah pertanian. Demikian banyak manfaat yang bisa diperoleh hingga tidak salah bila pemerintah mendorong perdesaan untuk mengadopsi teknologi ini. Itulah juga mengapa majalah ini merasa perlu menurunkan laporan utama terkait dengan Simantri. Simantri memang bukan hal baru di negeri ini, namun tak ada salahnya untuk mengingatkan lagi. Harapannya, desa bisa lebih menyadari dan terbuka wawasannya bahwa ada teknologi yang berhasil guna sekaligus berdaya guna.
Inilah program yang mengintegrasikan kegiatan pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan dalam satu kawasan pengelolaan secara terpadu, dengan kelengkapan unit pengolahan kompos, pengolah pakan, instalasi biourne dan biogas.
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
3
DAFTAR ISI AY O K E D E S A
menteri desa, Pembangunan daerah tertinggal dan transmigrasi marwan jafar bersama menteri administrasi kepemerintahan dan dalam negeri republik korea Chong jong-sup di daegu, korea selatan, (24/11/2015). kEmEndEsa Pdtt
majalah AYO KE DESA diterbitkan oleh ditjen Pembangunan kawasan Perdesaan kementerian desa, Pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi Pembina: Marwan Jafar Penanggung jawab: Johozua M. Yoltuwu
H.8 DAULAT PANGAN DAN ENERGI DARI PERTANIAN TERINTEGRASI Pengelolaan pertanian dan maritim yang hampir seluruhnya melibatkan masyarakat perdesaan yang berorientasi pada industri dan pasar sudah menjadi keniscayaan. Hilirisasi dapat memberikan nilai tambah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani dan nelayan.
dewan Pengarah: Anwar Sanusi, Ahmad Erani Yustika, Suprayoga Hadi, Singgih Wiranto, Ratna Dewi Andriati, Roosari Tyas, H.M. Nurdin Pemimpin redaksi: Tri J Sukaryana Editor ahli: Nurcholis MA Basyari, Dhoni Nurcahyo tim redaksi: Leroy Samy Uguy, Harlina Sulistyorini, Mukhlis, Siswa Trihadi,
KILAS BERITA 6 stand ditjen PkP diminati Pelajar ditjen PPmd undang lsm bahas desa membangun indonesia kulon Progo Cetak sawah 55 ha dana desa berlipat jadi rp47 triliun tahun depan
Taufik Madjid, Razali staf redaksi: Stenly Masansony alamat redaksi: Ditjen Pembangunan Kawasan Perdesaan
LAPORAN UTAMA bioEnErgi untuk tErangi PErdEsaan 14 Paduan dua PEndEkatan mEmuPuk usaha tani tErPadu agar gEmuk 16
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi jl tmP kalibata no. 17 jakarta selatan 12740 Email:
[email protected]
4
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
KAWASAN mEmbangun kawasan wisata bErbasis masyarakat PErdEsaan
20
mEmbangun jalan dambaan warga PEdalaman kalsEl
24
DAFTAR ISI EDISI KEEMPAT 2015
SINERGI mEmbimbing warga dan aParatur nEgara dalam mEmbangun dEsa 28
istimEwa
ayo kE dEsa | nurCholis ma basyari
OPINI hilirisasi untuk mEnjaring nilai tambah rumPut laut PERATURAN musyawarah mEnggambar masa dEPan dEsa tata tErtib dan mEkanismE musyawarah dEsa
HORIZON PEsona Elok konawE kEPulauan
46
INVESTASI ladang tErbuka di batas nEgEri
50
KHAS Pohon ajaib PEnyElamat lingkungan
54
32
34 36
INSPIRASI bElajar dari saEmaul undong
38
WAWANCARA dEsa harus jadi Pulau haraPan
42
ayo kE dEsa/dhoni nurCahyo
istimEwa
POTENSI bangun dEsa mandiri dari minEral 58 limPahan alam untuk gErak CEPat PaPua 60 GALERI
62
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
5
KILAS BERITA STAN DITJEN PKP DIMINATI PELAJAR MARTAPURA – Stan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pembangunan Kawasan Perdesaan (PKP), Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) di ajang Pameran Potensi Desa di Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, diminati ratusan pengunjung. Puluhan pelajar sekolah dasar (SD) bahkan menjadikannya sebagai tempat belajar sambil rekreasi. Selain pelajar, pengunjung stan Ditjen PKP juga datang dari kalangan pegawai satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Kabupaten Banjar, khususnya para staf Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD) dan masyarakat umum. Mereka ingin mengetahui derap pembangunan kawasan perdesaan melalui berbagai poster dan produk yang dipajang di stan yang juga menyajikan hiburan orgen tunggal untuk menghibur para pengunjung itu. Jackson Kosten, salah satu penjaga stan, menyatakan senang banyak pengunjung berdatangan. Tidak sedikit pula pengunjung yang mejeng berfoto
ayo kE dEsa | darmawan Christyanto
“eksis” di stan dengan para penjaganya yang tidak lain pegawai di lingkungan Ditjen PKP. “Pokoknya seru, Pak,” katanya. Anak-anak pelajar yang datang tampak antusias berkeliling melihat-lihat foto, poster, dan aneka produk kerajinan maupun pertanian wong ndeso dari berbagai kawasan di Indonesia. Mereka juga tampak antusias mencatat yang mereka lihat. Mereka antara lain para pelajar SDN Astambul Kota dan SDN Bincan 2.
“Yang jadi daya tarik antara lain kain tenun, VCO (virgin coconut oil atau minyak kelapa asli), dan kerajinan anyaman dari rotan,” ujar Jackson. Pameran Potensi Desa yang digelar di Alun-alun Ratu Zalekha Martapura pada 27-30 November 2015 itu merupakan rangkaian terakhir pameran yang digelar Kemendesa PDTT pada tahun ini. Pameran serupa sebelumnya digelar di Bondowoso, Jawa Timur; Banyuasin, Sumatera Selatan; Maros, Sulawesi Selatan; Cianjur, Jawa Barat; dan Demak, Jawa Tengah.
DITJEN PPMD UNDANG LSM BAHAS DESA MEMBANGUN INDONESIA JAKARTA – Konsep desa membangun Indonesia dapat terwujud apabila semua pemangku kepentingan terlibat bahu-membahu. Karena itu Kementerian Desa, Pembangunan daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) berupaya merangkul berbagai pihak untuk mewujudkannya, termasuk kalangan lembaga swasdaya masyarakat (LSM). Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kemendesa PDTT Ahmad Erani Yustika mengemukakan hal itu di depan puluhan penggiat LSM dari berbagai daerah saat membuka Focus Group Diskusi (FGD) di Hotel Royal Kuningan, Jalan Rasuna Said Kuningan,
6
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
Jakarta Selatan, Jumat (20/11/2015). Ada 50 LSM yang diundang di FGD yang juga menghadirkan Sekjen Kemendesa PDTT Anwar Sanusi dan Staf Khusus Menteri Desa PDTT Syaiful Huda itu. Erani mengatakan kegiatan tersebut sebagai salah satu langkah Kementrian Desa merangkul semua elemen dalam mewujudkan paradigma Desa Membangun Indonesia. “Untuk mengerakan Desa membangun tidak bisa hanya dilakukan oleh kementerian desa saja, tapi harus semua elemen terlibat, termasuk kalangan NGO (non-government organization atau LSM),” kata Erani dalam sambutannya ketika membuka FGD ber-
tema “Mengawal Paradigma Desa Membangun” itu. Dia mengingatkan indikator pelaksanaan Desa Membangun tidak cukup hanya dilihat dari dimensi ekonomi. Lebih dari itu, harus diukur dalam dimensi yang utuh menyangkut ekonomi, sosial, budaya, dan dimensi lainya. Konsep Desa Membangun Indonesia merupakan penjabaran dari Cita ke-3 dalam sembilan program prioritas (Nawa Cita) pemerintahan Presiden joko Widodo (Jokowi). Cita ke-3 itu ialah membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka penguatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
KULON PROGO CETAK SAWAH 55 HA KULON PROGO – Meskipun surplus beras, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, akan terus mencetak sawah baru guna menjaga kedaulatan pangan. Pada 2016, Pemkab Kulon Progo berencana mencetak sekira 100 hektare, hampir dua kali lipat pencetakan sawah baru pada 2015. Tahun ini, bersama TNI dan masyarakat, Pemkab Kulon Progo tengah mencetak 55 ha sawah baru yang pada pertengahan Desember ini direncanakan ditanami perdana. Selain ekstensiikasi luasan areal tanam, Pemkab berupaya meningkatkan produktivitas tanaman pangan dengan program intensiikasi. “Kabupaten Kulon Progo berusaha mendata, menginventarisasi potensi perluasan areal untuk cetak sawah baru. Cetak sawah baru ini sekaligus untuk menyikapi perkembangan perekonomian di Kabupaten Kulon Progo, peralihan lahan pertanian untuk bandara, industri, termasuk permukiman,” kata Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Kulon Progo Bambang Tri Budi Harsono, sebagaimana dikutip dari situs resmi Pemkab Kulon Progo, Jumat (4/12/2015).
Dia menguraikan, dari hasil inventarisasi saat ini, ada potensi lahan yang sekira 450 ha untuk cetak sawah baru di wilayah Nanggulan, Pengasih, dan Sentolo. Pihaknya akan melakukan studi investigasi desain (SID) guna membuat desainnya sebelum mencetak sawah. Pada 2015, pencetakan sawah yang didanai dari APBN mencakup area seluas 50 ha, sedangkan dari APBD Kabupaten 5 ha. Saat ini, Pemkab tengah menyelesaikan tahapan land clearing atau pembersihan lahan dari pohon jati, kelapa, sengon, dan lain-lainnya untuk selanjutnya dilakukan land leveling atau perataan lahan. Setelah itu dilakukan pemetakan sawah yang ada. “Lokasi cetak sawah baru di KT (Kelompok Tani) Ngudi Rukun Sendangsari Pengasih 7 Ha, P3A Sidorejo Desa Sentolo 9 Ha, P3A Sekar Mulyo Donomulyo Nanggulan 34 Ha dengan dibiayai dari APBN. Di Sendangsari 5 Ha dengan dana dari APBD.” Selain kelompok tani, pencetakan sawah baru itu melibatkan TNI sebagai tindak lanjut pendatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Bupati Kulon Progo dan Komandan Komando Distrik Militer (Kodim) setempat dalam rangka mewujudkan swasembada pangan.
antara Foto/andrEas Fitri atmoko
DANA DESA BERLIPAT JADI RP47 TRILIUN TAHUN DEPAN MARTAPURA – Dana desa meningkat lebih dari dua kali lipat tahun depan menjadi Rp47 triliun. Dengan dana sebesar itu, rata-rata per desa diperkirakan akan menerima dana desa sekira Rp700 juta. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), Anwar Sanusi mengemukakan hal itu dalam dialog dengan camat dan kepala desa/lurah se Kabupaten Banjar, kalimantan Selatan, di Martapura, Jumat (27/11/2015). “Jumlahnya sampai dua kali lipat. Itu kan luar biasa. Jika ditambah ADD atau alokasi dana desa, kalau kasusnya seperti di Kabupaten Banjar, per desa bisa mencapai Rp1 miliar lebih,” kata Anwar. Tahun ini, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P), pemerintah mengalokasikan dana desa senilai Rp20,76 triliun untuk 74.059 desa di seluruh Indonesia. Dengan dana sebesar itu, rata-rata per desa menerima Rp280 juta. Anwar menyampaikan adanya pihak yang mengusulkan agar tahapan pemberian dana desa direvisi. Jika tahun ini dana desa disalurkan dalam tiga tahap, tahun depan diharapkan akan diberikan dalam dua tahap. “Kendalanya memang ada di peraturan pemerintah, kita harus cepat melakukan perbaikan.” Dia mengatakan, jika diberikan dalam dua tahap, dana desa dapat memberi dampak lebih besar karena jumlahnya banyak. Dari segi pengawasan, tahapan yang makin sedikit akan lebih memudahkan. “Kami terus belajar sehingga tahun depan pengelolaan dana dan implementasinya berjalan lebih baik. Jika berhasil kita dapat menjadi contoh, dan desa menjadi lokomotif untuk membangun Indonesia.”
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
7
LAPORAN UTAMA
DAULAT PANGAN ENERGI DARI PERTAN TERINTEGR 8
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
N DAN ANIAN GRASI
D siswanto/andumCrita.wordPrEss.Com
Pengelolaan pertanian dan maritim yang hampir seluruhnya melibatkan masyarakat perdesaan yang berorientasi pada industri dan pasar sudah menjadi keniscayaan. Hilirisasi dapat memberikan nilai tambah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani dan nelayan.
DALAM sejarah ketatanegaraan Republik ini, desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis. Hal itu untuk menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Itulah konsideran diterbitkannya Undang-undang (UU) No.6/2014 tentang Desa. Dengan demikian, membangun desa guna memajukan dan menyejahterakan masyarakatnya menjadi perintah yang dimanatkan UU. Artinya, membangun desa harus menjadi airmative action para pemangku kepentingan terkait, khususnya pemerintah dan jajaran kaki tangannya di tingkat pusat hingga daerah. Langkah airmatif itu semestinya tidak ada tafsir lain kecuali secara serius mengembangkan pertanian yang tangguh di kawasan perdesaan. Kenapa begitu? Karena, pertanian adalah sakaguru atau tiang utama penyangga desa. Kalau tiang utamanya keropos, bangunan desa rentan ambruk, ekonomi terpuruk, dan warga terserang “wabah” gizi buruk sehingga akan terus berkubang dalam lumpur kemiskinan. Pertanian bagai nyawa bagi desa. Nyawa melayang desa pun hilang. UU Desa secara eksplisit mengakui posisi dan peran strategis pertanian bagi desa. Hal itu secara tegas disebutkan dalam Pasal 1 ayat (9) yang menyebutkan bahwa: “Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian,
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
9
LAPORAN UTAMA PETA POTENSI BUDIDAYA RUMPUT LAUT INDONESIA Kalimantan Barat 15.520 Ha
Nangroe Aceh Darussalam 104.000 Ha
Sulawesi Tengah 106.000 Ha
Gorontalo 2.850 Ha
Kepulauan Riau 37.635 Ha
Sumatera Utara 20.000 Ha
Bangka Belitung 23.000 Ha
Banten 7.000 Ha
Jawa Barat 10.000 Ha
Jawa Tengah 12.000 Ha
Jawa Timur 16.420 Ha
Bali 1.151 Ha
Nusa Tenggara Barat 22.270 Ha
Nusa Tenggara Timur 10.086 Ha
sumbEr : ditjEn PErikanan budidaya, kEmEntErian kElautan dan PErikanan
termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.”
PENDEKATAN KAWASAN Direktur Pengembangan Agribisnis Pasar Komoditi Nasional (Paskomnas) Soekam Parwadi mengingatkan akselerasi pembangunan perdesaan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat harus dimulai dengan membangun pertanian terpadu dalam skala industri dan berorientasi pasar. Hal itu sudah menjadi keharusan bukan saja karena target internal pemerintah untuk menaikkan “kelas” minimal 5.000 desa dari status tertinggal menjadi
10
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
berkembang dan menciptakan sedikitnya 2.000 desa mandiri hingga 2019. Lebih dari itu, yang sudah di depan mata dan tinggal dalam hitungan pekan lagi ialah tantangan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Pasar bebas MEA akan mulai berlaku seiring bergantinya bulan pada akhir Desember ini. “MEA belum berlaku saja, kita sudah mengimpor pangan dengan nilai sangat besar. Nilainya mencapai Rp73,9 triliun,” ujar Soekam seraya menyebut komoditas pangan yang diimpor, yakni beras, jagung, kedelai, gandum, terigu, gula pasir, gula tebu, sapi dan daging sapi, daging ayam, garam, mentega, minyak goreng, susu, kelapa sawit, kelapa, lada, teh, kopi, cengkeh, kakao cabe kering,
Sulawesi Utara 5.600 Ha Maluku Utara 206.000 Ha Maluku 210.000 Ha Papua Barat 301.000 Ha Papua 200.000 Ha
Sulawesi Selatan 250.000 Ha
Sulawesi Tenggara 83.000 Ha
cabe segar, ubi kayu, kentang, bawang putih, bawang merah. “Itu belum termasuk impor buahbuahan, klengkeng, Jeruk, apel, peer, kiwi, durian, anggur, strowbery, pisang. Nilainya mencapai Rp16 triliun.” Menurut Soekam, kondisi tersebut harus dipandang sebagai peluang sekaligus tantangan. Itu artinya, para petani Indonesia punya peluang pasar yang luar biasa besar untuk memasok kebutuhan 250 juta penduduk negeri ini. Apalagi, diperkirakan lebih dari separoh penduduk Indonesia itu masuk kategori kelas menengah. Dia melihat kelemahan para petani di berbagai pelosok Tanah Air bekerja secara individual dan penanam jenis
komoditasnya berdasarkan tren “kiri-kanan”, bukan sesuai dengan permintaan pasar. Tidak ada pengaturan penanaman jenis komoditas pangan dan masa panen yang tidak mengenal musiman. Akibatnya, ketika musim panen melimpah dan harganya murah, ketika “paceklik” komoditas langka dan harganya meroket. Kelangkaan itu kemudian diisi dengan impor pangan, termasuk buah dan sayur. Artinya, yang menikmati harga tinggi bukan petani lokal tetapi asing. Kenapa negara lain mampu memasok berbagai jenis komoditas pangan ketika di Indonesia tidak sedang musimnya sehingga pasokan lokal langka? Tentu, itu karena negara lain mampu mengorgan-
secara profesional, BUMDes berperan sejak perancanaan hingga pemasaran. BUMDes harus memastikan konsistensi mutu produk yang dihasilkan para petani yang berani di bawah menajemennya. BUMDes juga harus memastikan kontinuitas pasokan produk para petani ke pasar. Untuk memenuhi skala ekonomi dan industri, pengelolaan pertanian harus dilakukan dengan pendekatan kawasan dan dilakukan secara terpadu. Konsekuensinya, secara kelembagaan perlu pula dibentuk BUMDes bersama antardesa karena kawasan pertanian terpadu itu dapat mencakup beberapa desa dan melibatkan para petani dari desa yang ber-
isasikan para petani untuk bekerja secara kolektif dan mengembangkan pola tanam jenis komoditas yang bernilai ekonomis di pasaran dengan bantuan teknologi yang memungkinkan panen tanpa mengenal musim. “Kita tidak boleh membiarkan Indonesia hanya jadi pasar asing. Tanah Air kita harus menjadi pasar bagi petani kita,” kata Soekam berapi-api. Bagaimana caranya? Soekam menyarankan agar program-program pemerintah di perdesaan difokuskan pada pemberdayaan petani dengan pembentukan dan penguatan lembaga petani produsen. “Selama ini lembaga petani produsen itu berbentuk kelompok tani, yang awalnya ditujukan sebagai media belajar teknologi dan usaha tani. Pengurusnya dibentuk atas dasar sukarela dan bekerja secara sosial. Tetapi, tampaknya sulit sekali mengubah kelompok tani dari ‘lembaga sosial’ menjadi ‘lembaga ekonomi komersial’. Padahal, usaha tani kan komersial karena produknya untuk dijual.” Badan usaha milik desa (BUMDes) dapat menjadi solusi terhadap masalah kelembagaan tersebut. BUMDes dapat menjadi wadah yang menampung para petani di perdesaan untuk memproduksi komoditas dan menjualnya ke pasar. BUMDes itulah yang menentukan tanaman apa yang harus diproduksi petani, berapa banyak, seperti apa mutunya, sesuai dengan yang diminati pasar. Sebagai lembaga komersial dan dikelola
beda pula. Setiap kawasan minimal mencakup area seluas 10 hektare. Di kawasan itu, selain tanaman utama, ada pula tanaman penunjang dan peternakan. Tanaman utama bisa saja dipilih buah-buahan tertentu yang laku di pasaran, sedangkan tanaman penunjangnya dapat berupa sayur-sayuran dan rumput pakan ternak. Pilihan jenis tanaman harus mempertimbangkan nilai ekonomis, mengacu pada kemauan atau tren pasar, dan memperhitungkan usia produksi maupun masa panen. (Lihat: Budidaya Klengkeng Dalam Sistem Pertanian Terintegrasi). “Usaha tani terpadu yang terkoneksi ke pasar akan meningkatkan kesejahteraan petani, mewujudkan swasembada pangan sehingga tercipta ketahanan pangan masyarakat perdesaan,” ujar Soekam. Dirjen Pembangunan Kawasan Perdesaan (PKP), Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Johozua Max Yoltuwu mengatakan pertanian terpadu dapat menjadi solusi untuk memberikan nilai tambah dan menyejahterakan para petani. “Dari pertanian terpadu, dapat tercipta desa-desa mandiri bukan hanya pangan melainkan juga energi, swasembada pangan sekaligus energi. Limbah pertanian dan peternakan yang dihasilkan dapat diolah menjadi biogas untuk menyalakan kompor di dapur dan menghidupkan alat-alat listrik atau elektronik,” kata Max.
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
11
LAPORAN UTAMA JANGAN TERBURU NAFSU Komoditas pangan lain yang perlu mendapatkan fokus perhatian terkait dengan upaya mewujudkan ketahanan atau kedaulatan pangan ialah ternak dan rumput laut. Kawasan Timur Indonesia dipandang cocok untuk pengelolaan dua komoditas tersebut. Perkembangan populasi atau produksi kedua sumber pangan itu berbeda 180 derajat. Produksi hewan ternak atau daging masih jauh dari mencukupi sehingga masih terus impor dalam jumlah besar, khususnya sapi dan daging sapi. Hal itu terutama saat menghadapi hari-hari besar, seperti Idhul Adha dan Idhul Fitri, Natal, dan Tahun Baru. Sebaliknya, produksi rumput laut Indonesia melimpah ruah. “Karena itu, arah pengembangan kedua komoditas tersebut perlu dibedakan. Peternakan, khususnya sapi, masih harus mengarah pada pengembangbiakan atau produksi, sedangkan rumput laut ke arah pengolahan hasil produksi atau hilirisasi,” jelas Saudi Lian, Kasi Pengembangan dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) Wilayah V Direktorat Pengembangan SDA Kawasan Perdesaan (PSDAKP), Ditjen PKP, Kemendes PDTT. Untuk pengembangbiakan sapi, menurut Saudi, pemerintah sebaiknya tidak terburu nafsu dengan langsung memberikan bantuan sapi kepada para petani di perdesaan. “Lihat kapasitas daerah tempat budidaya sapi dan kemampuan atau kesanggupan masyarakatnya,” kata Saudi. Dia menceritakan pengalaman seseorang di Nusa Tenggara Timur yang niatnya menggebu-gebu untuk beternak sapi dengan merencanakan memelihara 100 ekor. Namun, baru sekitar separonya saja, kelompok masyarakat yang dipercaya merawat sapi-sapi itu sudah kewalahan. Persoalannya bukan semata-mata keterbatasan tenaga atau sumber daya manusia (SDM) melainkan juga menyangkut SDA, yakni kelangkaan pasokan pakan dan air, terutama saat musim kering. Menurut Saudi, peternakan sapi memerlukan lahan yang sangat luas sehingga harus dikembangkan dengan pendekatan kawasan dengan cakupan area seluas 250 hektare. Pengelolaannya dapat ditangani oleh BUMDes dengan
12
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
RUMPUT LAUT, PASAR, DAN INDUSTRI • • • • • • •
3 kelompok rumput laut yang diolah industri: karaginoit (karagenan), agaroit (agar-agar), dan alginoit (alginat). kandungan rumput laut yang dimanfaatkan ialah polisakarida atau hidrokoloid, yakni polimer yang larut dalam air dan mampu membentuk koloid untuk mengentalkan larutan atau membentuk gel. Produk olahan rumput laut: alkali treated cottonii (atC), semi refined carrageenan (srC), dan refined carrageenan (rC). hidrokoloid dari rumput laut (karagenan) menguasai 20% pangsa pasar dunia. kompetitor utamanya ialah gelatin (24%). nilai perdagangan hidrokoloid diperkirakan mencapai lebih dari us$7,911 miliar pada 2019. industri pemakai: makanan-minuman, farmasi, kosmetik, konveksi, oli, dan cat. dimanfaatkan sebagai bahan penolong atau ingredient untuk lebih dari 1.000 produk akhir. indonesia menguasai sekitar 50% produk rumput laut jenis Eucheuma, Gracilaria dan Kappaphycus, Filipina 35%, dan negara lain 15%. indonesia produsen rumput laut terbesar dunia untuk jenis Eucheuma Cottonii dan Gracilaria dengan pangsa, masing-masing 97,83% dan 96,40%.
Investasi Pembangunan Prosesor ATC Chips: angggaran material mesin & ala kapasitas masa kerja butuh Pasokan Produk output Petani yang terlibat
: : : : : : : :
rp37 miliar. Stainless steel jenis ss316 (standar industri). 10 ton rumput laut kering per hari. 330 hari dalam setahun. 3.300 ton rumput laut kering per tahun. atC foodgrade, harga jual us$4,5 per kg. 1.000 metrik ton foodgrade per tahun. 330 keluarga (1 keluarga 100 tali @100m, dengan produksi rumput laut 10 ton per tahun).
(diolah dari data basE Fao, marEt 2014, dan bErbagai sumbEr)
manajemen profesional yang melibatkan para petani di kawasan perdesaan yang menjadi lokus atau tempat peternakan. Masyarakat diposisikan sebagai pemilik sapi dan lahannya, bukan sekadar pekerja apalagi penonton. Dengan begitu, ada aspek pemberdayaan masyarakat guna memajukan desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. “Kawasan itu dijadikan semacam ranch milik sejumlah warga desa setempat yang dikelola secara kolektif.” Setelah lahan tersedia, intervensi pemerintah tidak bisa serta merta dalam bentuk bantuan bibit sapi yang jenisnya cocok dengan daerah setempat. Agar program pengembangbiakan sapi bisa bergulir dan berlanjut, pertama-tama yang harus dilakukan adalah membangun infrastruktur, yakni pagar kawat baja di sekeliling area. Tiang-tiangnya dapat memanfaatkan batang tumbuhan hidup. “Pembangunan pagar keliling ini untuk mencegah sapi merusak tanaman para petani di luar ranch. Selain itu juga untuk memudahkan pe-
ngendalian ternak,” jelasnya. Selanjutnya, area yang telah dipagari ditanami vegetasi tanaman produktif bernilai jual, seperti singkong, ubi, pisang, dan buah-buahan lain serta sayursayuran yang sesuai kondisi setempat tapi laku di pasaran. Sejalan dengan itu, tanam juga tanaman pelindung dan tanaman yang daunnya dapat untuk pakan ternak, seperti lamtoro atau petai cina, angsana, waru, beringin, rumput gajah, dan pohon buah-buahan berakar dalam sehingga tahan ketika musim kemarau. “Untuk rumput gajah, per hektare bisa untuk memberi pakan 10 ekor sapi.” Setelah area dan vegetasinya kondusif, barulah bibit-bibit sapi didatangkan. “Prosesnya perlu waktu kurang lebih lima tahun. Setelah itu kita baru bisa melihat hasilnya. Dengan peternakan yang terintegrasi, puluhan hingga ratusan sapi itu bukan hanya akan mampu memasok daging tetapi juga biogas dan pupuk organik hasil pengolahan kotoran sapi,” ujar Saudi.
HASIL RUMPUT LAUT. Petani mengeringkan rumput laut yang baru dipanen di jalan tanjung kelurahan nunukan barat, nunukan, kalimantan utara, kamis (26/11). antara Foto/rusman
INDUSTRI PENGOLAHAN RUMPUT LAUT Di kawasan pesisir dan kepulauan, pengembangan industri pengolahan rumput laut menawarkan solusi ganda, yakni mengatasi berlimpahnya produksi tanaman rumput laut sekaligus sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hilirisasi industri pengolahan rumput laut ini sejatinya tidak hanya akan mendongkrak pendapatan para pembudidaya rumput laut tetapi juga ekonomi setempat, termasuk penyerapan tenaga kerja. Maklum, tumbuhnya industri hilir pengolahan rumput laut ini menimbulkan efek pengganda berupa munculnya usaha dan jasa terkait, seperti transportasi, perdagangan, perhotelan, makanan-minuman, dan kuliner. Rumput laut kering dapat diolah menjadi produk bernilai tambah berupa tepung alkali treated cottonii (ATC), semi reined carrageenan (SRC), dan reined
carrageenan (RC). Produk rumput laut itu merupakan bahan penolong (ingredient) untuk lebih dari 1.000 produk akhir industri makanan-minuman, kosmetik, cat, dan pupuk. “Budidaya rumput laut harus dibarengi bikin pabrik. Tanpa pabrik, rumput laut hasil budidaya tidak akan mampu diserap pasar. Karena, tidak bisa diserap pasar. Jangan buai para petani/nelayan dengan mimpi,” kata anggota Komite Tetap Hilirisasi Industri Agro dan Kimia DPP Kadin Indonesia Muhammad Syamsul Safriadi saat tampil menjadi salah satu pembicara dalam acara Bimbingan Teknis Pengembangan dan Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Kelautan di Ambon, Maluku, pertengahan November silam. Acara ini diselenggarakan oleh Subdit Wilayah V Direktorat PSDAKP, Ditjen PKP, Kemendes PDTT. Dia memaparkan kondisi nasional industri pengolahan rumput laut yang me-
miliki kapasitas terpasang 18.600 metrik ton (mt) ATC/SRC per tahun. Dari kapasitas tersebut, utilisasinya pada 20122013 baru berkisar 12.500 mt ATC/SRC. Serapan rumput laut kering untuk diolah menjadi tepung ATC atau SRC pada 2013 sebanyak 60.000 mt dan ekspor sebanyak 160.000 mt. Adapun asumsi produksi nasional rumput laut jenis cottonii/spinosum pada tahun itu mencapai 400.000 mt. “Untuk menyelamatkan budidaya rumput laut nasional oleh para petani/ nelayan, perlu dibangun prosesor ATC foodgrade dan SRC/RC foodgrade,” ujar Syamsul. Selain itu, Jika dijual mentah, harga rumput laut di pasaran hanya berkisar US$0,9-1,3 per kg, sedangkan harga produk ATC foodgrade, misalnya, mencapai US$4,5 per kg. Jadi, tunggu apa lagi? Para petani dan nelayan di perdesaan membutuhkan aksi nyata. Ayo kerja, kerja, dan kerja!
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
13
LAPORAN UTAMA
BIOENERGI UNTUK TERANGI PERDESAAN Beternak sejatinya bukan sekadar mengamankan ketahanan pangan. Lebih dari itu, peternakan memproduksi energi ramah lingkungan dari biogas yang dihasilkan.
S 14
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
SEKALI merengkuh dayung, dua-tiga pulau terlampaui. Sambil menyelam menangkap ikan. Begitulah sebenarnya yang dilakukan oleh warga masyarakat yang memelihara sapi, kerbau, kuda, kambing, ayam, dan hewan ternak lainnya. Di kawasan perdesaan, tidak sedikit dijumpai warga secara sendiri-sendiri maupun berkelompok memelihara sapi atau kerbau. Kotoran dari 3-4 ekor sapi atau kerbau saja, misalnya, sebenarnya dapat dijadikan sebagai “bahan bakar” untuk memproduksi gas methana. Gas yang ditulis dengan rumus kimia CH4 itu dapat untuk menyalakan kompor gas atau lampu listrik dan peralatan elektronik lainnya. Potensi sumber energi dari peternakan sapi atau kerbau milik warga di kawasan perdesaan itu mestinya menjadi peluang untuk memenuhi kebutuhan listrik dan gas yang hingga 70 tahun Indonesia merdeka ini belum juga sempat mereka nikmati. Hal ini tentu mengusik rasa keadilan ketika anak bangsa lainnya, khususnya di perkotaan, sudah lama menikmati benderangnya lampu listrik dan praktisnya memasak pakai kompor gas.
Kondisi seperti itu sungguh ironis memang. Dan lebih ironis lagi, banyak desa yang sebenarnya mampu menjadi produsen listrik sekaligus dari beternak sapi atau kerbau, misalnya. Hal itu karena kawasan perdesaan itu memiliki potensi sumber daya alam berupa kotoran ternak sebagai bahan bakunya. Dengan bahan baku tersebut, mereka sebenarnya dapat menghasilkan gas guna menyalakan kompor di dapur untuk memasak. Dengan begitu, warga tidak perlu terlalu menyandarkan harapan pasokan listrik PLN atau gas elpiji yang entah kapan bisa masuk ke desa mereka. Selama ini, banyak warga yang memperlakukan kotoran ternak sebagai limbah yang langsung diolah untuk pupuk kandang. Padahal, sebelum menjadi pupuk kandang, kotoran itu bisa diproses untuk menghasilkan biogas. Residu kotoran yang telah diproses itu menjadi lumpur atau slurry yang bahkan sangat bagus untuk pupuk tanaman maupun pemupukan dasar kolam ikan guna merangsang pertumbuhan pakan alami, seperti plankton.
PERLU SENTUHAN INTERVENSI Direktur Jenderal Pembangunan Kawasan Perdesaan, Kementerian Desa, Pem-
ayo kE dEsa | nurCholis ma basyari
LOKAKARYA BIOENERGI. Peserta lokakarya modul Pelatihan Pengembangan bioenergi sedang berdiskusi tentang materi bimbingan teknis pembuatan biogas bagi warga perdesaan.
bangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Johozua Max Yoltuwu mengatakan masyarakat perdesaan berhak mendapat sentuhan pemerintah guna meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan mereka. Merujuk pada Undang-undang (UU) No.6/2014 tentang Desa, Max menambahkan intervensi pemerintah itu diwujudkan dalam berbagai program pemberdayaan masyarakat. “Kita mendorong masyarakat di kawasan perdesaan untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumber daya untuk memajukan ekonomi daerah dan menyejahterakan mereka. Pemanfaatan limbah kotoran ternak menjadi terobosan yang cukup praktis, relatif mudah, dan dapat cepat diwujudkan untuk memenuhi kebutuhan energi warga perdesaan,” ujar Max. Menurut Max, pemanfaatan kotoran ternak menjadi solusi cerdas dan tangkas yang memberikan beberapa manfaat sekaligus bagi warga perdesaan. Pertama,
memberikan nilai tambah bagi warga pemilik ternak. Nilai tambah ini berasal dari hasil pengolahan limbah kotoran sapi, kerbau, atau kambing/domba menjadi biogas. Selain itu, lumpur atau bioslurry hasil pengolahan kotoran tersebut menjadi pupuk yang bernilai ekonomis. Kedua, lanjut Max, biogas yang dihasilkan dapat dipergunakan untuk menyalakan lampu biogas atau kompor gas. Dengan demikian, problem kelangkaan listrik bisa teratasi dan warga peternak tidak perlu membeli gas elpiji atau berlama-lama membuat api di tungku berbahan bakar kayu. Ketiga, masih menurut Max, teratasinya masalah lingkungan yang ditimbulkan dari kegiatan warga memelihara sapi, kerbau, kambing atau ternak lainnya. Kotoran sapi atau kerbau tidak lagi digelontorkan ke sungai atau selokan yang melintasi rumah-rumah warga lainnya. Dengan begitu, air kali atau sumber air lain di sekitarnya pun terbebas dari kontaminasi pembuangan kotoran ternak. Selain itu, “semerbak” kotoran ternak pun tidak lagi menebar kemanamana karena ditampung dan disalurkan ke dalam reaktor biogas.
YANG PENTING MAU Konsultan dari Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan (LPTP) Solo, Jawa Tengah, Rahadi mengatakan, secara teknis, pilihan pengembangan biogas dalam pembangunan kawasan perdesaan sangat tepat. Hal itu mengingat sumber bahan baku untuk memproduksi biogas tersedia melimpah di kawasan perdesaan. Salah satunya ialah kotoran hewan ternak. Satu ekor sapi dengan berat badan 400-500 kg, misalnya, dapat menghasilkan kotoran 20-29 kg. Bahan lainnya antara lain limbah pertanian sisa hasil panen dan sampah organik. “Yang penting ada kemauan dan kesungguhan untuk mengolah kotoran ternak itu menjadi biogas. Cukup mudah kok,” kata Rahadi. Dia mengatakan saat ini tidak terlalu sulit bagi warga untuk memahami cara mengolah limbah kotoran ternak menjadi biogas. Selain melalui internet, mereka bisa langsung mengikuti pelatihan
atau bimbingan teknis yang biasa diadakan pemerintah pusat maupun daerah, termasuk Kemendes PDTT. Alam mengenal sistem rantai makanan dalam siklus kehidupan makhluk penghuninya. Pengembangan biogas sebagai bagian dari bioenergi dengan memanfaatkan limbah kotoran ternak itu sejalan dengan pola alami sistem rantai makanan itu. Hal itu bisa diterapkan secara optimal jika warga di kawasan perdesaan dibekali pengetahuan dan kemampuan teknis mengenai pengelolaan pertanian-peternakan secara terpadu atau integrated farming. “Biogas merupakan aspek penting yang memadukan pengelolaan pertanian dan peternakan sebagai sektor yang saling menguatkan. Selain makin menguntungkan para petani/peternak, pemanfaatan kotoran ternak dan limbah pertanian sisa hasil panen untuk pembuatan biogas diarahkan semaksimal mungkin untuk mencapai zero waste (nihil limbah/sampah).” Hal itu, menurut Direktur Pengembangan Sumber Daya Alam Kawasan Perdesaan (PSDAK) Tauik Madjid, sesuai dengan arah kebijakan dan strategi pembangunan kawasan perdesaan. “Kita mendorong pengelolaan SDA dan lingkungan yang memungkinkan pembangunan kawasan perdesaan secara berkelanjutan dan tertata.“ Bagaimana itu bisa terjadi? Proses pengolahan limbah kotoran ternak atau pertanian di dalam reaktor akan menghasilkan biogas dan bioslurry. Biogas digunakan untuk memasak dan menghidupkan lampu atau alat elektronik lainnya. Adapun bio-slurry diolah lebih lanjut menjadi pupuk cair dan padat yang dapat menunjang usaha pertanian, termasuk tanaman pakan alami ternak. Begitulah siklus itu bergulir secara berkesinambungan. Jadi, peternakan –juga pertaniansejatinya bukan semata urusan mengamankan cadangan pangan melainkan sekaligus menopang ketahanan energi. Dan ujung-ujungnya, masyarakat perdesaan bisa sejahtera dan mandiri dalam pengadaan pangan maupun energi secara berkelanjutan.
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
15
LAPORAN UTAMA
MEMUPUK USAHA TANI TERPADU AGAR GEMUK Pasar Indonesia sangat besar dan masih kurang pasokan sehingga diserbu produk pertanian asing. BUMDes bisa jadi solusi untuk pengembangan pertanian terpadu di kawasan perdesaan.
A 16
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
ADA ungkapan Indonesia diciptakan ketika Tuhan sedang tersenyum. Bumi Nusantara ini memang karunia Tuhan yang tiada tandingannya. Ragam suku, bahasa, dan budaya berpadu dengan indahnya alam Indonesia yang oleh para pujangga digambarkan bagai untaian mutu manikam yang membentang dari Sabang di barat sampai Merauke di timur, dari Miangas di belahan utara hingga Pulau Rote di selatan. Indonesia adalah lautan yang ditaburi lebih dari 17 ribu pulau yang daratannya datar, berlerang hingga berbukit terjal. Tanahnya subur sampai-sampai kelompok musik legendaris Koes Plus memasukkan kalimat “Orang bilang tanah kita tanah sorga. Tongkat, kayu, dan batu jadi tanaman” dalam bait lagu berjudul Nusantara yang sangat popoler itu. Dan, surga Nusantara itu sudah semestinya dinikmati oleh rakyat Indonesia. Tetapi apa lacur, para petani kita di desa-desa kebanyakan masih belum sejahtera. Kepemilikan lahan yang rata-rata hanya 0,5 hektare masih belum mampu mendongkrak perekonomian keluarga para petani. Sebanyak 65% kemiskinan ada di perdesaan. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Marwan Jafar tidak menampik kondisi desa yang sa-
Pola Hubungan Pemerintah, BUMDes, dan Pasar Komoditas DESA = Pusat Produksi & Pertumbuhan Ekonomi usaha saprodi
usaha alsintan
usaha budidaya
BUMDesa Profesional
usaha Pembiayaan
GUDANG SIMPAN
usaha Pengolahan
usaha Pemasaran moderen sumbEr : Paskomnas/soEkam Parwadi
ngat memprihatinkan itu. Merujuk pada Indeks Kedalaman Kemiskinan (IKK), Marwan mengatakan tingkat kemiskinan di desa jauh lebih dalam dan lebih parah dibandingkan di kota. IKK di desa mencapai 2,24, sedangkan di kota 1,25. “Semakin tinggi nilai indeks ini artinya semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk miskin dari garis kemiskinan,” kata Marwan pada pertengahan Oktober silam.
Pusat Distribusi
Pasar Ekspor
Fasilitasi Pemerintah
Pusat Distribusi (Pasar Induk) kemitraan distribusi
berjaringan nasional 35 unit
gudang PEngEndali regulasi Pemerintah
Pasar domestik
ayo kE dEsa | nurCholis ma basyari
soekam Parwadi
Kondisi tersebut menggambarkan sektor pertanian yang menjadi sandaran utama mayoritas warga perdesaan belum dapat menyuguhkan nilai tambah bagi kesejahteraan para petani. Lalu, apa yang salah dengan semua itu? Bagaimana solusinya? “Kembangkan usaha pertanian terpadu di kawasan perdesaan yang berorientasi pasar,” ujar Direktur Pengembangan Agribisnis Pasar Komoditas Nasional (Paskomnas) Soekam Parwadi mengajukan resep. Menurut Soekam, pasar merupakan cermin peradaban masyarakat. Maju mundurnya pasar mencerminkan pula maju mundurnya peradaban, termasuk perekonomian, masyarakatnya. Pasar merupakan tempat usaha jual-beli barang, jasa, dan tenaga kerja dengan imbalan uang. Selanjutnya, uang itulah yang menjadi “bahan bakar” yang menggerakkan ekonomi masyarakat. Dia mengisahkan betapa jelinya kelompok pendatang dari Mekah di Madinah yang dikenal sebagai kaum Muhajirin. Menyadari datang dengan modal “nekat”, yang pertama-tama moderen mereka cari ialah pasar. Padahal, demi menghormati para tamu pendatang itu, penduduk Yatsrib sederhana –nama kuno Ma5.000 unit dinah- yang dikenal dengan kaum Anshor secara tulus menawarkan untuk berbagi harta bahkan istri. “Saudaraku, selamat datang di kota Yatsrib. Ini hartaku, ambilah separuhnya. Dan ini dua istriku. Pilihlah satu, mana yang menarik hatimu dan ambillah sebagai istri, setelah aku ceraikan dan dia menghabiskan masa iddahnya,” tutur Soekam mengisahkan. Namun, dengan halus kaum Muhajirin menolak tawaran menggiurkan itu. “Terima kasih sahabatku. Saya hanya
butuh bantuanmu untuk menunjukkan letak pasar di kota ini. Dan izinkan aku mencari nakah di pasar.” Dari pasar, mereka kemudian bisa hidup makmur dan sejahtera hingga bisa berbagi dengan sesama. Belanda dan negara-negara Eropa pada masa kolonial dulu juga berupaya mendekati bahkan menguasai pasar. Mereka melakukannya dengan menggarap pertanian atau mengumpulkan hasil pertanian yang sedang digandrungi pasar. Demikian pula di era modern kini. Amerika Serikat, negara-negara Eropa, dan Asia, termasuk Thailand dan Vietnam, berlomba-lomba mengembangkan pertanian, perkebunan, dan peternakan yang berorientasi pasar.
PELUANG TERBUKA LEBAR Selagi hidup, orang pasti butuh makan. Apalagi kalau orang itu hidup sejahtera. Konsumsi orang yang sejahtera atau berkecukupan –istilah kerennya masyarakat kelas menengah- tidak hanya sekadar makanan dan minuman pokok. Dengan jumlah penduduk 250 juta jiwa, Indonesia menjadi pasar yang butuh pasokan pangan sangat besar. Apalagi, lebih dari separuh total jumlah penduduk Indonesia masuk golongan kelas menengah yang menurut batasan Bank Dunia ialah warga yang pengeluarannya minimal US$2 per hari. Terbuka lebarnya peluang pasar domestik untuk komoditas pertanian, khususnya tanaman pangan dan holtikultura, bisa dlihat dari fakta yang dipaparkan Soekam berikut ini. Saat ini, ada sekira 16 jenis buah popular yang setiap tahun diimpor dan menyedot cadangan devisa cukup besar. Jeruk, apel, klengkeng, anggur, dan durian termasuk lima besar buah impor dari segi jumlah. Selama Januari – Oktober 2014, impor jeruk shantang mencapai 211.000 ton, sunkist 35.000 ton, apel 190.200 ton, klengkeng 125.069 ton, anggur 67.000 ton, dan durian 21.100 ton. Diperkirakan, hingga akhir 2014, besaran impor lima jenis buah itu mencapai 281.000 ton jeruk shantang, 46.000 ton sunkist, 253.600 ton apel, 132.000 ton klengkeng, 89.000 ton anggur, dan 28.000 ton durian.
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
17
LAPORAN UTAMA
BUDIDAYA KLENGKENG DALAM SISTEM PERTANIAN TERINTEGRASI Klengkeng dapat dipilih menjadi tanaman utama dalam pengembangan pertanian terpadu. Berdasarkan hitunghitungan, buah eksotis inilah tanaman yang memberikan hasil lebih besar bagi petani. Dengan harga jual petani Rp15.000/kg, buah klengkeng menjanjikan pendapatan lebih besar ketimbang komoditas lainnya. (Lihat Infograis) Klengkeng dapat hidup di lahan kering dan sawah yang diatur drainasenya. Dengan ditemukannya jenis unggul klengkeng dataran rendah dan teknologi pembuahan di luar musim, hambatan budidaya klengkeng di Indonesia hampir tidak ada. Meski begitu, klengkeng tetap membutuhkan kondisi iklim ideal, yakni curah hujan cukup, musim kering yang cukup, kelembaban sedang, dan intensitas sinar matahari lebih dari sembilan jam. Daerah terbaik pengembangan tanaman yang mulai berbuah pada usia tiga tahun ini meliputi wilayah Indonesia Barat bagian timur, Indonesia tengah, dan Indonesia timur. Sebagai ilustrasi, pendapatan petani kecil dengan lahan 0,3 ha ialah sebagai berikut: Sebelum klengkeng bisa dipanen (bulan ke-1 hingga ke-30) pendapatannya berasal dari tanaman tumpang sari, seperti cabai dan pepaya. Setelah panen klengkeng, petani memperoleh
“Kalau tidak ada tindakan apa-apa dalam perbaikan produksi, agaknya di tahun ini dan selanjutnya, impor buah-buahan itu akan semakin meningkat,” ujar Soekam yang mempelopori berdirinya Paskomnas. Paskomnas kini memiliki lima jaringan pasar induk di Tangerang, Banten; Jakabaring Pelembang, Sumatera Selatan; Agromas Semarang, Jawa Tengah; dan
18
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
LANGKAH NYATA MEMBERDAYAKAN BUMDES 1. Membangun kawasan pelopor. a.
desa harus membentuk manajemen bumdes yang profesional untuk mengelola usaha berbasis pertanian modern, jujur, bekerja keras, transparan, dan adil. b. desa menentukan kawasan pelopor dengan luas minimal 10 ha. c. manajemen bumdes menentukan perencanaan, pola tanaman kawasan, teknologi budidaya yang eisien, dan pemasaran produk yang disahkan oleh desa. d. Pengerjaan lahan digarap masing-masing petani dengan menaati pengaturan yang digariskan manajemen bumdes. e. Pengembangan kawasan pelopor digarap sebagai kerja sama petani pemilik lahan dan bumdes. Petani pemilik lahan menyediakan lahan, tenaga kerja, dan sarana produksi yang mampu disediakan petani. desa –melalui bumdesmembantu biaya penyediaan sarana produksi tertentu, seperti bibit maupun pupuk/obat, dan biaya pemasaran. f. masyarakat desa yang tidak memiliki lahan pertanian dapat menjadi tenaga kerja yang diatur oleh bumdes atau mengerjakan lahan milik orang lain dengan pola bagi hasil. g. kawasan pelopor juga berfungsi sebagai tempat belajar bagi petani di luar kawasan. h. manajemen bumdes memperoleh “gaji” yang memadai sesuai dengan prestasi kerjanya.
Perhitungan Pendapatan Hasil Budidaya Beberapa Komoditas KelompokTanaman Komoditi Beras
Laba petani per ha
Lama usaha
Laba / bln/ha
Laba/bulan Untuk 0,3 ha
(Rp)
(Thn)
(Rp)
(Rp)
10.000.000
4 2.500.000
750.000 337.500
Kedelai
4.500.000
4
1.125.000
Gula/tebu
33.319.000
12
2.776.583
832.975
74.000.000
6
12.333.333
3.699.000 4.349.900
Cabe Bawang Merah
43.499.000
3 14.499.667
Jeruk
181.000.000
12 15.083.333
4.525.000
12
16.833.333
5.050.000
Klengkeng (umur 6 th)
202.000.000
Durian (umur 7 th)
190,000,000
12
15,833,333
4,750,000
Pepaya (thailand)
28,000,000
24
1.160.000
348.000
sumber : Paskomnas/soekam Parwadi
Osowilangun Surabaya, Jawa Timur. Dia mengatakan, berdasarkan pengalaman negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand, desa dan petani mereka makmur karena mengusahakan tanaman buah dan sayur atau hortikultura. Berdasarkan pengalaman tersebut, Vietnam lebih tegas lagi menentukan penggunaan lahan pertaniannya, yaitu
padi dan palawija hanya ditanam di lahan datar dan dataran rendah dengan menerapkan mekanisasi. Sehingga, pengelolaan pertanian lebih eisien dengan produktivitas tinggi. Adapun di lahan miring dan pengunungan yang tidak bisa dimekanisasi, dikembangkan sayur dan buah dengan kombinasi peternakan. “Dengan diterapkannya UU Desa,
2. Pengembangan kawasan. a.
Pada tahun kedua, kawasan dapat dikembangkan ke lahan sekitar atau lahan lain yang para petaninya siap mengikuti aturan bumdes. b. luas kawasan pengembangan ditentukan sesuai dengan kondisi teknis, sosial dan kemampuan desa. namun sebaiknya minimal 10 ha. c. kawasan pengembangan tetap dikelola oleh bumdes seperti di kawasan pelopor. d. Pada akhirnya, semua lahan pertanian di desa dikelola dengan pola kawasan yang dikelola oleh bumdes dengan kepemilikan lahan tetap di tangan petani.
Rp2.300.000/bulan dan akan meningkat terus hingga mencapai Rp5,05 juta/ bulan saat klengkeng berumur enam. Pendapatan akan bertambah bila ada komoditas lain, seperti tanaman hias tropis, lebah madu, ternak ayam kampung, kambing, dan sapi potong.
TANAMAN DAN TERNAK PENDUKUNG Buah semusim sebagai tanaman sela paling memungkinkan adalah pepaya atau nanas, tergantung peluang pasar. Sebaiknya tanaman sela buah ini hanya diusahakan sampai klengkeng mulai berbuah. Sayuran bernilai ekonomi tinggi, seperti cabai, sejak awal dapat ditanam di sela-sela tanaman klengkeng yang berjarak tanam 8 x 6 m. Tanaman sayuran ini dapat dipertahankan hingga klengkeng berumur 4–5 tahun. Untuk kleng-
pengembangan usaha ekonomi produktif perlu dirancang lebih modern dan berorientasi pasar guna meningkatkan pendapatan masyarakat desa. Desa harus memanfaatkan dana desa untuk membangun ekonominya, sehingga pendapatan petani yang rata-rata pemilikan lahannya kurang dari 0,5 ha meningkat dan sejahtera. Dampaknya, akan banyak
3. Pengembangan usaha BUMDes. a.
bumdes berperan sebagai agen penghubung petani dan pasar komoditas. melalui bumdes, manajemen pasar komoditas dapat menyampaikan informasi pasar tentang jenis, mutu atau kualiikasi, dan jumlah pasokan produk pertanian yang dibutuhkan. informasi intelijen pasar ini dijadikan sebagai rujukan perencanaan dan pengembangan komoditas maupun budidaya ternak dalam pola pertanian terpadu. b. selain menampung dan menyalurkan hasil produksi petani ke pasar komoditas, bumdes dapat mengembangkan cabang usaha yang berkaitan langsung dengan usaha utama pertanian. Cabang usaha yang dapat dikembangkan antara lain: • Penyediaan sarana produksi (saprodi), seperti pembibitan dan pabrik pupuk organik. • jasa alat mesin pertanian (alsintan). • Pengolahan hasil produksi yang tidak layak jual segar atau mengolah produk segar menjadi produk olahan bernilai tambah. • membuka toko yang menjual produk petani dan kebutuhan sehari-hari para petani. • mendirikan lembaga keuangan mikro yang melayani simpan-pinjam masyarakat untuk kebutuhan produktif. • usaha budidaya komoditas yang diatur kawasan.
keng berjarak tanam 6 x 6 m, sayuran bisa diusahakan hingga klengkeng berumur 3 tahun saat pembuahan dimulai. Dipinggir-pinggir lahan atau teras dapat ditanam rumput pakan ternak, sehingga petani dapat memelihara kambing atau sapi potong. Untuk sapi potong, petani dapat memeliharanya sendiri-sendiri. Tetapi yang baik dipelihara secara komunal/berkelompok. Limbah ternak/kotoran ternak diolah menjadi biogas dan pupuk organik untuk memupuk klengkeng dan sayuran. Budidaya lebah madu sangat dikembangkan. Selain dapat menambah pendapatan petani, lebah diperlukan untuk proses pembuahan klengkeng. Selain itu, anggrek dari jenis tertentu dapat dikembangkan di sekitar atau dalam keteduhan klengkeng.
peluang usaha di desa, desa akan menarik dan urbanisasi akan berkurang.” Dirjen Pembangunan Kawasan Perdesaan Kemendesa PDTT Johozua Max Yoltuwu menyambut baik ide yang disodorkan Soekam itu. Menurut Max, untuk eisiensi dan memperoleh nilai tambah, harus didorong pembangunan kawasan perdesaan berbasis pengem-
Saat ini, impor buah klengkeng mencapai kisaran 130.000 ton/tahun dan menguasai lebih dari 95% pasar buah tersebut di Indonesia. Seiring dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, konsumsi buah “elite” ini pada lima tahun mendatang diprediksi akan mencapai 200.000 ton/tahun. Untuk merebut peluang pasar tersebut, Indonesia harus mampu berswasembada klengkeng dengan tersedianya lebih dari 4.000 ha yang ditanami klengkeng pada 2016. Saat itu, harga klengkeng masih di kisaran harga saat ini, yaitu sekira Rp30.000/kg di tingkat konsumen. Untuk mencapai harga “wajar” sekira Rp20.000/kg, hingga lima tahun mendatang diperlukan penanaman klengkeng di lahan seluas 8.000 ha.
bangan pertanian secara terintegrasi. “Selain memberikan nilai tambah kepada para petani di perdesaan, pengembangan pertanian terintegrasi atau integrated farming itu dapat menekan biaya atau cost sekaligus melestarikan lingkungan. Hal itu pada gilirannya akan menjamin usaha pertanian yang berkelanjutan,” kata Max.
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
19
KAWASAN
istimEwa
MEMBANGUN KAWASAN WISATA BERBASIS MASYARAKAT PERDESAAN Pariwisata berbasis masyarakat memacu partisipasi warga membangun perdesaan berdasarkan potensi sumber daya yang ada. Di Pantai Goa Cemara, warga Yogyakarta telah membuktikannya. 20
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
D
DI TENGAH rerimbunan pohon cemara, berderet rapi lapak-lapak kios pedagang makanan-minuman dan aneka cenderamata. Lokasinya sekira 300-an meter dari bibir pantai yang nyaris tak terlihat karena rimbunnya pepohonan yang di-
tanam untuk menahan gelombang dan mencegah abrasi pantai itu. Di tempat parkir sepeda motor dan mobil, tampak beberapa pemuda berjaga. Lokasi pantai pasir putih tersebut berada di dusun Patihan, Desa Gadingsari, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. “Investor dari luar (bukan warga setempat) kami tolak karena ini (pengelolaan objek wisata Pantai Goa Cemara) berbasis masyarakat. Jangan sampai masyarakat sini hanya jadi penonton,” kata Wahadi, sekretaris Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Pantai Goa Cemara. Nada suaranya mantap menyampaikan hal itu kepada para tamu, rombongan peserta kegiatan lapangan (ield trip) Bimbingan Teknis (Bimtek) Pengembangan Potensi Sumber Daya Alam (SDA) Pariwisata Ramah Lingkungan Berbasis Masyarakat pada medio Oktober 2015. Rombongan dipimpin Elly Dwi Sarwanti, Kasubdit Wilayah II (Jawa-Bali) Direktorat Pengembangan SDA, Direktorat Jenderal Pembangunan Kawasan Perdesaan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT). Peserta kegiatan Bimtek ialah para pejabat badan perencanaan pembangunan daerah (Bappeda), dinas pariwisata, badan pemberdayaan masyarakat dan pemerintahan desa (BPMPD), akademisi, dan pelaku pariwisata dari sejumlah kabupaten di Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Kunjungan lapangan ini untuk melengkapi pemaparan dan sekaligus bahan diskusi dalam kegiatan Bimtek di kelas atau ruangan. Wahadi menegaskan investor dari luar bisa masuk dengan bermitra menggandeng para pemilik outlet di Pantai Goa Cemara yang tidak lain ialah anggota Pokdarwis. Dia memaparkan Pokdarwis yang berdiri pada 2009 itu kini punya anggota 132 orang. Para anggota Pokdarwis inilah yang mengelola kios, kegiatan outbound, tempat parkir, toilet, dan usaha lain dalam pengelolaan wisata Pantai Goa Cemara. Secara kelembagaan ekonomi, Pokdarwis bernaung di bawah Koperasi Serba Usaha (KSU) Goa Cemara.
Dari kegiatan tersebut, warga setempat turut menikmati berkah, bukan sebagai penonton melainkan sebagai pelaku aktif. Masyarakat pun proaktif menjaga sumber daya alam yang ada demi keberlangsungan usaha mereka juga. Sebagai ilustrasi, dari usaha parkir saja, saat liburan dan ramai kunjungan, Pokdarwis bisa mendapatkan hingga Rp5 juta per hari. Pendapatan itu berasal dari pengenaan tarif parkir Rp2.000/sepeda motor dan Rp5.000/mobil.
EFEK PENGGANDA Adapun pemerintah daerah mendapat pemasukan dari retribusi Rp3.000/ pengunjung. Tahun lalu, jumlah pengunjung Pantai Goa Cemara mencapai 96.000 orang. Di luar itu, tentu saja roda ekonomi pun bergulir dan terserapnya tenaga kerja. Ini terjadi mengingat sektor pariwisata memiliki efek pengganda (multiplier efect) positif yang menumbuhkan sektor-sektor lain terkait, termasuk transportasi, industri kreatif/kerajinan, kuliner, pertanian, perikanan, dan jasa-jasa lainnya.
Pariwisata Bantul dalam Angka wisata alam
wisata budaya
wisata buatan
desa wisata
20
47
38
36
lokasi
lokasi
lokasi
lokasi
rekreasi hiburan umum
hotel dan Penginapan
restoran
biro Perjalanan wisata
24
184
147
11
lokasi
unit
unit
unit
toko souvenir/ oleh-oleh
Pramuwisata
Pokdarwis
51
39
orang
keluarga
7 unit
sumbEr: dinas Pariwisata kabuPatEn bantul
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
21
KAWASAN “Pariwisata yang memiliki karakter in situ, yakni wisatawan harus datang ke lokasi untuk menikmati produk wisata. Ini berarti memberikan peluang dan konstribusi sangat besar bagi pengembangan wilayah, membuka isolasi wilayah dan penanggulangan kemiskinan,” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bantul Bambang Legowo. Selain itu, pariwisata secara inheren memiliki daya redam terhadap potensi konlik. Para pelancong tentu tidak hanya butuh kenyamanan berwisata tetapi juga keamanan. Dengan begitu, para pelaku tentu sangat berkepentingan mengembangkan keramah-tamahan, suasana damai, dan situasi yang kondusif untuk berwisata. “Kegiatan pariwisata itu bertujuan antara lain untuk menciptakan atau mencari kesenangan dalam waktu senggang (leisure), relaksasi, rekreasi, dan hiburan,” kata Isdarmanto, dosen Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarukmo Yogyakarta. Wahadi dan para anggota Pokdarwis mengatakan sukses mereka mengembangkan wisata berbasis masyarakat di Pantai Goa Cemara tidak lepas dari dukungan pemerintah dan lembaga terkait, termasuk Sultan Hamengku Buwono X dan jajaran pemerintah Kabupaten Bantul, khususnya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Pemerintah memberikan pendampingan dan bantuan penyediaan infrastruktur, termasuk jalan, tempat pelelangan ikan, pasar hasil pertanian dan kerajinan warga, sarana konservasi penyu, dan penyediaan jaringan listrik hibrida tenaga surya dan kincir angin bercatu daya 20.000 watt. “Awalnya, kami mendapat tantangan dari Ngarso Dhalem (Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamenghku Buwono X). Sanggup menerima kunjungan wisatawan?” ungkap Wahadi menirukan titah Raja Yogyakarta yang juga Gubernur DIY itu. Atas restu Sultan, masyarakat yang berhimpun dalam Pokdarwis Pantai Goa Cemara kemudian mengelola objek dan daya tarik wisata (ODTW) di lahan milik Keraton Yogyakarta Hadiningrat (Sultan Ground) itu.
“Kawasan pantai ini dulunya gersang, terus dihijaukan dengan penanaman pohon cemara yang kemudian tumbuh subur. Saking lebatnya, rimbunan pohon cemara itu seperti goa menuju pantai. Jadilah pantai ini dinamai Pantai Goa Cemara,” ujar Susma dari Kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Bantul kepada majalah Ayo ke Desa. Kerja keras dan kesungguhan Pokdarwis Pantai Goa Cemara telah memperlihatkan hasilnya. Alam makin terjaga dan terawat sebagai sumber daya yang manfaat lingkungan dan ekonominya dirasakan warga setempat dan para pengunjungnya. Kinerja mereka pun telah mendapatkan pengakuan banyak kalangan, termasuk Dinas Pariwisata Provinsi DIY yang pada April silam menobatkan Pokdarwis Pantai Goa Cemara sebagai jawara dalam lomba desa wisata se-Yogyakarta.
Tujuan Bimtek Pariwisata oleh Direktorat PSDAKP: •
mendorong terwujudnya sinergi antarkementerian/lembaga.
•
mendorong adanya kebijakan/regulasi daerah dalam pembangunan kawasan pariwisata berbasis masyarakat.
•
meningkatkan manajemen pengembangan pariwisata berbasis masyarakat.
•
meningkatkan pengetahuan pengembangan pariwisata berbasis masyarakat.
•
merumuskan strategi pengembangan kawasan pariwisata perdesaan berbasis masyarakat.
Taufik Madjid, direktur Pengelolaan sumber daya alam kawasan Perdesaan, ditjen Pembangunan kawasan Perdesaan.
ayo kE dEsa/nurCholis ma basyari
22
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
dEsa wisata malasari
DESA WISATA. desa wisata malasari, nanggung, bogor, jawa barat, mengembangkan pariwisata berbasis masyarakat dengan mengandalkan pesona keindahan alam perdesaan di kawasan gunung salak-halimun dan tradisi kearifan lokal masyarakatnya.
WISATA RAKYAT DI TANAH KAS DESA DI Kabupaten Bantul, ada contoh pengelolaan tanah milik pemerintahan desa untuk pengembangan usaha pariwisata berbasis sumber daya alam setempat. Itulah Taman Wisata Tirtatamansari Waterbyuur di Dusun Niten, Desa Trirenggo, Kecamatan Bantul. Waterbyuur menyediakan kolam renang dan wahana wisata tirta lainnya serta lokasi outbound sebagai tempat rekreasi yang terjangkau bagi masyarakat. “Ide pembangunan Waterbyuur bermula dari keinginan masyarakat memiliki kolam renang karena banyak warganya yang gagal dalam tes masuk ABRI (kini TNI) dan Polri karena tidak bisa berenang,” ujar Saiful Bahri, pemilik/pengelola Waterbyuur. Pada 1989, terbangunlah kolam renang yang didambakan masyarakat itu. Menurut Saiful, dorongan bu-
pati pada masa itu ditambah potensi sumber daya air yang luar biasa besar memudahkan terwujudnya ide tersebut. Dua puluh tahun kemudian, hadirlah Waterbyuur sebagai wahana wisata tirta yang dilengkapi fasilitas permainan air, seperti meluncur dan mandi busa. Dua tahun kemudian, Waterbyuur juga mengembangkan wisata outbound. Para pengunjung Waterbyuur umumnya dari kalangan keluarga, pelajar, dan kelompok dari suatu lembaga atau instansi pemerintah dan swasta. Di hari bisa, jumlah pengunjung berkisar 1.000 orang dan pada akhir pekan bisa mencapai 2.000-3.000 orang. Harga tiket masuk Rp6.000 per orang, sedangkan untuk pelajar diskon 50%. Adapun paket outbound lengkap dibanderol Rp65.000 per orang, termasuk makan siang. “Sepuluh persen (pendapatan) masuk ke (kas) desa. Itu di luar biaya sewa lokasi, yang kini nilainya Rp280 juta per tahun,” kata Oi, istri Saiful Bahri, yang sehari-hari mengelola Waterbyuur. Dia memaparkan omzet Waterbyuur mencapai Rp2 miliar per tahun.
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
23
KAWASAN
EFEK DANA DESA
MEMBANGUN JALAN DAMBAAN WARGA PEDALAMAN KALSEL 24
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
D
istimEwa
Efek pengucuran dana desa mulai dirasakan di perdesaan. Desa kini punya duit untuk membangun saranaprasarana yang mereka butuhkan tanpa harus mengiba.
DENGAN wajah semringah, Abdul Basit penuh semangat memaparkan pelaksanaan proyek pembangunan jalan di desanya. Jalan itu memang terbilang tidak panjang, hanya membentang 200 meter. Lebar fondasinya 8m dan badan jalannya “hanya’ selebar 5m. Namun, itu pun sudah membuat Sekretaris Desa Mandi Kapau Barat, Kecamatan Karang Intan, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, itu mengucap syukur. Sambil menikmati durian segar yang langsung dipetik dari pohonnya. Johozua Max Yoltuwu dan rombongan menyimak penjelasan Basit yang diperkuat dengan tayangan slide foto-foto pembangunan jalan yang dikerjakan secara gotong royong itu. Dirjen Pembangunan Kawasan Perdesaan (PKP) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) baru tiba di rumah pribadi Kepala Desa Mandi Kapau Barat Junaidi Abdullah. Beberapa menit sebelumnya, di bawah percikan gerimis yang cukup deras, Max dan rombongan meninjau lokasi jalan yang telah rampung dibangun. “Alhamdulillah, berkat adanya dana desa, kami akhirnya bisa membangun jalan ini. Masyarakat sudah puluhan tahun mendambakannya. Masyarakat bersuka cita atas terbangunnya jalan ini,” ujar Basit. Dia mengatakan demi untuk pembangunan jalan yang menjadi urat nadi kegiatan sosial-ekonomi masyarakat, warga dengan ikhlas dan sukarela mewakakan tanah mereka. “Jalan ini membuka keterisolasian dan menghubungkan tujuh desa, yaitu: Awang Bangkal Barat, Awang Bangkal Timur, Abirau, Pulau Nyiur, Sungai Asam, Mandi Kapau Barat, Mandi Kapau Timur. Jalan ini mempermudah akses warga yang mayoritas petani untuk menjual hasil pertanian dan perkebunan, terutama karet,” kata Basit. Jalan tersebut sebagai penyambung jembatan kayu yang melintasi rawa-ra-
wa. Di kiri kanannya, eceng gondok tumbuh subur bertebaran hampir menutupi seluruh permukaan air. Dengan selesainya pembangunan jalan tersebut, kendaraan roda dua tidak lagi harus antre bergantian untuk melintas.
PEMANFAATAN DANA DESA Tahun ini, Mandi Kapau Barat mendapat kucuran dana desa senilai Rp255 juta. Di luar itu, desa yang 80% dari warganya yang berjumlah 1.657 jiwa atau 637 keluarga bermata pencaharian sebagai petani itu mendapatkan anggaran alokasi dana desa (ADD) senilai Rp255 juta. Dana desa berasal dari alokasi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) yang dikucurkan dari Pusat ke desa melalui kabupaten/kota. Adapun ADD merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota. Selama ini, sebagian besar ADD biasanya hanya bisa untuk mencukupi belanja rutin penyelenggaraan pemerintahan desa, termasuk honor perangkat desa dan biaya operasional. Sesuai dengan Peraturan Menteri Desa PDTT (Permendes) No.5/2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2015, dana desa diprioritas untuk tiga proyek utama. “Biar gampang diingat, dana desa bisa digunakan untuk membangun jalan, irigasi, dan ekonomi kreatif,” jelas Menteri Desa PDTT Marwan Jafar dalam dialog dengan para kepala desa dan jajaran pemerintahan kabupaten/kota di berbagai daerah. “Sesuai dengan arahan Pak Menteri (Marwan), dana desa boleh digunakan untuk kegiatan pembangunan apa saja di desa, kecuali untuk dua hal tidak boleh. Pertama, membangun kantor desa. Kedua, membangun tempat ibadah. Karena, peruntukan dana desa memang bukan untuk dua hal tersebut,” ujar Max. Lebih lanjut, Abdul Basit menguraikan dana desa yang dialokasikan untuk
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
25
KAWASAN pembangunan jalan itu hanya Rp165 juta. Adapun selebihnya, dana desa dipergunakan untuk merehab gedung Balai Posyandu dan gedung pendidikan anak usia dini (PAUD). “Ini sungguh luar biasa (dana desa). Desa diberi kesempatan untuk membangun dengan dana sendiri.”
BUDAYA GOTONG ROYONG Max mengapresiasi langkah pemerintah dan masyarakat Desa Mandi Kapau Barat yang segera memanfaatkan dana desa untuk pembangunan jalan desa yang memang sangat dibutuhkan warga. Apalagi dalam prosesnya, penggunaan dana desa untuk pembangunan jalan itu mampu menumbuh-suburkan nilai kearifan lokal yang selama ini menjadi ciri khas masyarakat perdesaan di Bumi Nusantara ini. Max menilai sangat tepat langkah pembangunan jalan yang mempermudah akses para petani warga desa untuk mengirimkan hasil pertanian dan perkebunan mereka ke pasar. Apalagi, posisi jalan tersebut tergolong vital karena menghubungkan tujuh desa. Dia kemudian merujuk Pasal 78 ayat (1) Undang-undang No. 6/2014 tentang Desa yang menyebutkan bahwa: “Pembangunan Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.” Menurut Basit, pemerintah desa memutuskan membangun jalan tersebut berdasarkan kesepakatan yang dicapai dalam musyawarah desa. Dengan alokasi Rp165 juta diambil dari dana desa, anggaran tersebut hanya bisa dicukup-cukupi untuk membangun jalan selebar 3m dengan lebar fondasi 5m. Apalagi, jalan itu sebelumnya perlu pengurukan dan pengerasan. Namun, dengan gotong royong pemerintah desa dan masyarakatnya, jalan itu akhirnya terbangun juga. Berkat gotong royong itulah jalanan bisa dibangun selebar 5m dengan fondasi selebar 8 m. Proyek jalan itu pun menjadi berkah bagi warga yang turut dilibatkan dalam
26
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
PERMENDES NO.5/2015 TENTANG PENETAPAN PRIORITAS PENGGUNAAN DANA DESA TAHUN 2015 Prinsip Penggunaan Dana Desa Pasal 2 dana desa yang bersumber dari aPbn digunakan untuk mendanai pelaksanaan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa yang diatur dan diurus oleh desa. Pasal 3 dana desa diprioritaskan untuk membiayai belanja pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Pasal 4 Penggunaan dana desa tertuang dalam prioritas belanja desa yang disepakati dalam musyawarah desa. Prioritas Penggunaan Dana Desa Pasal 5 Prioritas penggunaan dana desa untuk pembangunan desa dialokasikan untuk mencapai tujuan pembangunan desa yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan, melalui: a. pemenuhan kebutuhan dasar; b. pembangunan sarana dan prasarana desa; c. pengembangan potensi ekonomi lokal; dan d. pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Pasal 6 Prioritas penggunaan dana desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a, meliputi: a. pengembangan pos kesehatan desa dan Polindes; b. pengelolaan dan pembinaan Posyandu; dan c. pembinaan dan pengelolaan pendidikan anak usia dini.
membangun jalan. Sebagai imbal balik, mereka mendapatkan honor sebesar Rp75.000 per orang per hari plus makan siang. “Adanya UU Desa dan dana desa ini membangkitkan kembali semangat gotong royong warga dalam membangun desa. Pembangunan di desa dilaksanakan oleh warga secara gotong royong dan didasarkan pada kesepakatan bersama. Jadi, pendekatannya bukan proyek yang menempatkan warga desa sebagai objek dan tinggal menerima saja, sedangkan pelaku yang dilibatkan ya orang-orang proyek,” kata Kepala Badan Pemberday-
aan Masyarakat Desa (BPMD) Kabupaten Banjar Zainuddin. Menurut Max, pola penggunaan dana desa seperti yang dilakukan pemerintahan Desa Mandi Kapau Barat dapat dijadikan model bagi desa-desa lain. Dia menilai penggunaan dana terbaik ialah bukan saja proses dan peruntukannya benar. Lebih dari itu, pengelolaan dana desa mampu mengangkat kearifan lokal, seperti budaya gotong royong sebagai wujud demokrasi dalam membangun desa yang melibatkan partisipasi warga. Itulah demokrasi pembangunan ala desa di Indonesia.
Direktur Jenderal beserta Jajaran Direktorat Jenderal Pembangunan Kawasan Perdesaan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Mengucapkan
Selamat Hari Natal dan Tahun Baru 2016 damailah negeriku jayalah bangsaku sejahteralah desaku Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
27
SINERGI
MEMBIMBING WARGA DAN APARATUR NEGARA DALAM MEMBANGUN DESA Membangun perdesaan tidak cukup bermodalkan anggaran dan semangat dalam euforia pelaksanaan UU Desa. Masyarakat dan aparat pelaku pembangunan desa perlu pembekalan teknis.
R 28
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
RUANG Andrawina Hotel Jayakarta Lombok Praya, Nusa Tenggara Barat, riuh dipadati para tokoh dan penggerak desa dari kawasan perdesaan di Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, dan Papua, pada akhir Oktober 2015. Berbaur dengan mereka, sejumlah pejabat utusan instansi dari provinsi dan kabupaten/kota di wilayah V tersebut. Suasana menjadi lebih hidup saat sesi dialog. Para peserta sepertinya tidak mau membuang kesempatan dengan aktif mengajukan pertanyaanpertanyaan yang kemudian dijawab oleh para narasumber yang tampil. Itulah gambaran suasana kegiatan bimbingan teknis (Bimtek) yang diselenggarakan oleh jajaran Direktorat Pengembangan Sumber Daya Alam Kawasan Perdesaan (PSDAKP), Direktorat Jenderal Pembangunan Kawasan Perdesaan (PKP), Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT). Bimtek menjadi ajang tukar informasi, gagasan, dan pengalaman dalam menggerakan pembangunan daerah, khususnya pengembangan kawasan perdesaan berbasis sumber daya alam (SDA) yang tersedia. SDA yang tersedia di desa-desa itu mencakup kekayaan
SDA hayati maupun non-hayati, termasuk potensi di bidang pertanian, perkebunan, peternakan, budidaya perikanan, mineral, dan pariwisata. Peserta bimtek berasal dari kalangan penggerak pembangunan desa, termasuk unsur tokoh masyarakat dan pemuda serta unsur SKPD (satuan kerja perangkat daerah) terkait di level provinsi dan kabupaten/ kota. Adapu pembicara berasal dari unsur Ditjen PKP, instansi pusat terkait, pelaku usaha, dan akademisi. “Kami sengaja mengundang unsur Bappeda (badan perencanaan pembangunan daerah) dan BPMD (badan pemberdayaan masyarakat desa) secara
ayo kE dEsa | nurCholis ma basyari
bersamaan karena kami yakin kedua institusi inilah yang memiliki peran strategis dalam menggerakkan integrasi perencanaan dan penganggaran di daerah. Bappeda dan BPMD mengambil peran kunci untuk memfasiltiasi, membina, mendinamisasi serta mengendalikan jalannya pembangunan daerah, agar benar-benar berjalan secara optimal,” kata Dirjen PKP Johuzua Max Yoltuwu.
PARIWISATA BERBASIS MASYARAKAT Selain potensi SDA hayati, perdesaan memiliki potensi SDA nonhayati yang jika dikelola dengan baik dapat menjadi primadona pembangunan desa bersang-
BIMTEK PARIWISATA. direktur PsdakP ditjen PkP tauik madjid (kanan) mendengarkan laporan kasubdit wilayah ii (jawabali) dit PsdakP Elly dwi sarwanti (kiri, podium) dalam pembukaan bimtek Pengembangan Potensi sda Pariwisata ramah lingkungan berbasis masyarakat di hotel Eastparc yogyakarta, 12 oktober 2015.
kutan dan kawasan sekitarnya. SDA nonhayati yang dimaksud ialah pariwisata. Pengembangan kawasan desa wisata berpotensi menjadi daya ungkit bagi perekonomian kawasan perdesaan dan dae-
rah setempat serta peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Terkait dengan pemanfaatan potensi wisata di desa-desa, Subdirektorat (Subdit) Wilayah II (Jawa-Bali) menggelar Bimtek Pengembangan Potensi SDA Pariwisata Ramah Lingkungan Berbasis Masyarakat. Bimtek Pariwisata ini diselenggarakan di Hotell Eastparc, Yogyakarta pada 12-14 Oktober 2015. Peserta antara lain berasal dari unsur Direktorat PSDAKP Ditjen PKP, Bappeda, BPMD, dinas pariwisata, pengelola desa wisata, dan pemandu wisata dari wilayah Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur. Kegiatannya berupa penyampaian materi di dalam ruangan oleh narasumber dan diskusi. Narasumber yang hadir antara lain Dirjen PKP Johozua Max Yoltuwu, Direktur PSDAKP Tauik Madjid, Kasubdit Wilayah II Elly Dwi Sarwanti, Pengelola Waterbyuur Saiful Bahri, dan dosen Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarukmo Yogyakarta Isdarmanto, dan Kabid Pemasaran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bantul Ni Nyoman Yudiriani. Selain itu, para peserta diajak kunjungan ke lapangan untuk studi banding melihat langsung pengelolaan objek wisata warga masyarakat setempat yang tergabung dalam kelompok sadar wisata atau pokdarwis. Kunjungan ke lapangan itu dilakukan di Pantai Goa Cemara di dusun Patihan, Desa Gadingsari, Kecamatan Sanden, dan Taman Wisata Tirtatamansari Waterbyuur di Dusun Niten, Desa Trirenggo, Kecamatan Bantul. Kedua objek tersebut berada di wilayah Kabupaten Bantul. Menurut Elly Sarwanti, maksud dan tujuan kegiatan Bimtek tersebut ialah untuk meningkatkan manajemen kelembagaan dalam pengembangan potensi pariwisata ramah lingkungan berbasis masyarakat di kawasan perdesaan. “Wilayah Jawa dan Bali kuat sektor pariwisatanya. Bisa menjadi contoh pengembangan pariwisata,” ujar Direktur PSDAKP Tauik Madjid seraya berharap pengembangan pariwisata makin menguatkan nilai-nilai kearifan lokal sebagai daya tarik dan kekuatan desa atau daerah yang bersangkutan.
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
29
SINERGI Di pengujung acara, para peserta sepakat membentuk Forum Komunikasi Pariwisata Kawasan Perdesaan (Forkom PKP). Forum ini sebagai wadah silaturahim dan saling berbagi informasi, ilmu, dan pengalaman dalam pengembangan pariwisata berbasis masyarakat di kawasan perdesaan.
PENGEMBANGAN POTENSI SDA MINERAL Selain alamnya yang eksotis, NTT, NTB, Maluku, dan Papua menyimpan kekayaan mineral yang dapat dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai amanat konstitusi. Tentu saja, pemanfaatan SDA mineral itu harus mengindahkan kaidah pelestarian alam guna menjamin pembangunan berkelanjutan. Eksploitasi SDA dilakukan harus dengan memperhatikan kelestarian lingkungan sehingga pembangunan sektor mineral tidak malah membahayakan masyarakat sendiri, khususnya bagi generasi mendatang. Jangan sampai, generasi sekarang menikmati kekayaan SDA, sedangkan generasi mendatang yang menanggung dampak buruk kerusakan lingkungan. Terkait dengan hal itu, Subdit Wilayah V (Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua) menyelenggarakan Bimtek Pengembangan dan Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Mineral Dalam Upaya Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Desa di Hotel Jayakarta, Lombok Praya, NTB, 27-29 Oktober 2015. Pesertanya antara lain dari kalangan tokoh masyarakat dan penggerak pembangunan perdesaan, termasuk para pemuda, mahasiswa, kepala dusun, pamong desa, dan unsur SKPD dari provinsi dan kabupaten/kota di wilayah V. Di setiap sesi tanya jawab atau diskusi dalam 10 topik agenda yang dibicarakan, para peserta antusias menyampaikan aspirasi, pertanyaan, atau berbagi pengalaman. Beberapa peserta bahkan masih antusias ingin mengajukan pertanyaan meski alokasi waktunya telah habis. Bimtek ini menghadirkan narasumber antara lain Dirjen PKP Johozua Max Yoltuwu, Direktur PSDAKP Tauik Madjid, Kasubdit Perencanaan PKP Rafdinal,
30
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
ayo kE dEsa | nurCholis ma basyari
BIMTEK KESERASIAN PERDESAAN. dirjen PkP johozua max yoltuwu (kiri) didampingi direktur kerja sama dan Pengembangan kapasitas, ditjen PkP, razali ar tampil menutup kegiatan bimtek keserasian kawasan Perdesaan bagi aparatur Provinsi dan kabupaten di the alea hotel, seminyak, bali, 29 oktober 2015.
Kasubdin Tata Ruang dan SDA Bappeda Provinsi NTB Syamsuddin, Kabag Hukum Kementerian Energi Sumber Daya Mineral Heriyanto, dan Yosef Kanyut dari Kadin Indonesia yang juga pelaku industri pertambangan mineral. Heriyanto dalam paparannya mengatakan badan usaha milik desa (BUMDes) dapat dibentuk untuk mengelola usaha tambang galian pasir dan batuan (sirtu) yang dikenal pula dengan galian C. Sementara itu, para peserta mengatakan mereka mendapatkan manfaat berupa terbukanya wawasan tentang pembangunan kawasan perdesaan berbasis SDA dan posisi masyarakat sebagai subjek dalam membangun desa. “Kami memerlukan Bimtek guna mengoptimalkan pemanfaatan potensi SDA yang ada sehingga memberikan nilai tambah bagi masyarakat. Misalnya, pemanfaatan potensi air jernih yang melimpah, pemanfaatan kotoran sapi untuk biogas dan pupuk, pengolahan hasil pertanian menjadi produk pangan dan pengemasannya agar layak pasar guna sehingga tidak dijual mentah. Jadi, ada ni-
lai tambahnya,” ujar Kepala Dusun Dasan Bage Barat, Desa Aikmal Timur, Lombok Timur, NTB, yang menjadi salah satu peserta Bimtek SDA Mineral. Dia memaparkan warga di kampungnya 85% menyandarkan hidup mereka di sektor pertanian dan 15% lainnya di bidang peternakan, khususnya sapi, dan tambang galian sirtu.
KESERASIAN KAWASAN PERDESAAN Pembangun desa dengan pendekatan kawasan dilakukan antara lain untuk mengakselerasi kemajuan desa-desa dan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Hal itu terkait dengan cita ke-3 dari Nawa Cita pemerintahan Presiden Jokowi, yakni membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa guna menguatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Membangun desa dengan pendekatan kawasan akan dapat memudahkan pencapaian target agar sekurang-kurangnya 5.000 desa “naik kelas” dari desa tertinggal menjadi desa berkembang dan menciptakan sedikitnya 2.000 desa mandiri hingga 2019.
SINERGI “Sebagai aparat, kita diharapkan agar mampu membangun kawasan perdesaan guna mengurangi kesenjangan antardesa. Pembangunan desa dengan pendekatan kawasan diharapkan dapat memajukan desa-desa di sekitarnya. Desa tetangga yang kurang maju atau tertinggal bisa ikut jadi maju. Jadi, satu desa tidak boleh maju sendirian tetapi harus bisa menarik desa-desa lain di sekitarnya untuk ikut maju sesuai dengan potensi yang ada,” kata Direktur Kerja Sama dan Pengembangan Kapasitas, Ditjen PKP, Razali AR saat menutup acara Bimtek Keserasian Kawasan Perdesaan Bagi Aparatur Provinsi dan Kabupaten di The Alea Hotel, Seminyak, Bali, 29 Oktober 2015. Kegiatan Bimtek tersebut diikuti oleh pejabat utusan Bappeda dan BPMD dari Bali, Jawa Timur, Kalimantan, dan Papua. Adapun pemberi materi antara lain Direktur Pengembangan Agribisnis Paskomnas Indonesia yang juga anggota Komite Kedaulatan Pangan Lembaga Kajian Nusantara Soekam Parwadi. “Kami berharap teman-teman sebagai mitra kerja “radikal” guna mengamati dan memperhatikan perkembangan
yang terjadi di desa-desa untuk kemungkinan intervensi pemerintah (Pusat) dalam upaya pemberdayaan masyarakat dan pembinaan ekonomi daerah,” ujar Max Yoltuwu dalam sambutannya se-
“Intervensi pemerintah diperlukan untuk penguatan dan pemberdayaan masyarakat perdesaan. Selain dana desa, pemerintah memberikan bantuan sarana dan prasarana guna meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan dan kegiatan ekonomi.”
ayo kE dEsa | nurCholis ma basyari
MERANGKUL APARAT DAERAH. dirjen PkP kemendes Pdtt johozua max yoltuwu menyalami dan merangkul para peserta rapat sosialisasi tata Cara monev wilayah i-V yang diselenggarakan direktorat Pembangunan sarana dan Prasarana kawasan Perdesaan ditjen PkP di hotel best western Premier, seminyak, bali, 30 oktober 2015.
belum menutup acara Bimtek tersebut. Dia berharap para pejabat daerah, khususnya Bappeda dan BPMD, memberikan data yang valid tentang kondisi desa. Data yang valid akan menghindarkan pemerintah dari diagnosis keliru yang dapat berdampak buruk berupa terapi yang tidak tepat, baik dari aspek program maupun sasaran.
AGAR HIBAH TIDAK BERMASALAH Merujuk hasil kajian 17 perguruan tinggi, Max mengatakan ada 72 kabupaten yang berpotensi menumbuhkan desa maju. Hal tersebut berdasarkan potensi SDA maupun sumber daya manusia yang ada di kabupaten itu. “Intervensi pemerintah diperlukan untuk penguatan dan pemberdayaan masyarakat perdesaan. Selain dana desa, pemerintah memberikan bantuan sarana dan prasarana guna meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan dan kegiatan ekonomi,” kata Max dalam pemaparannya sebelum membuka Rapat Sosialisasi Tata Cara Monev (Monitoring dan Evaluasi) Wilayah I-V yang diselenggarakan oleh Direktorat Pembangunan Sarana dan Prasarana Kawasan Perdesaan Ditjen PKP di Hotel Best Western Premier, Seminyak, Bali, 30 Oktober 2015. Kegiatan sosialisasi yang diikuti unsur Bappeda, dinas komunikasi dan informasi (kominfo), dan dinas pendidikan dan kebudayaan kabupaten/kota itu antara lain membicarakan tentang instrumen monev, terutama yang terkait dengan bantuan (hibah) sarana dan prasarana dari Pemerintah Pusat untuk daerah. Terkait dengan pemberian hibah, para peserta diingatkan agar sebelum menerima, mereka harus memperhatikan empat hal utama. Pertama, nilai aset yang dihibahkan itu harus jelas. Kedua, kondisi isik bagus. Ketiga, proses administrasinya benar. Keempat, secara hukum dilaksanakan dengan benar, tidak menyalahi aturan. Setelah keempat hal itu dipastikan baik dan benar, barulah ditandatangi surat kesediaan menerima hibah oleh bupati atau kepala daerah yang bersangkutan.
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
31
OPINI
HILIRISASI UNTUK MENJARING NILAI KETAHANAN pangan –juga energi- menjadi menjadi pertaruhan pemerintahan negara-negara di berbagai belahan dunia. Isu tersebut kuat mengemuka dalam beberapa tahun terakhir ini. Meningkatnya jumlah penduduk di satu sisi dan menipisnya sumber daya alam di sisi lain membuat berbagai pemerintahan dan lembaga dunia sangat peduli dengan isu yang menyangkut hajat hidup orang banyak itu. Indonesia memiliki potensi luar biasa untuk dapat menjawab tantangan kebutuhan pangan bukan hanya untuk warganya yang mencapai 240 juta jiwa. Lebih dari itu, Indonesia dapat menopang kebutuhan pangan dunia. Kalaupun belum mampu menopang kebutuhan pangan dunia, sekurang-kurangnya Indonesia tidak bergantung pada pasokan dunia. Kawasan timur Indonesia (KTI) menjanjikan lumbung pangan dari budidaya di lautan maupun daratan. Di luar perikanan tangkap dan budidaya, pengembangan produksi dan pengolahan rumput laut bukan hanya mampu menjadikan KTI sebagai lumbung nasional melainkan juga internasional. Di daratan, budidaya ternak, khususnya sapi, menawarkan menjadi solusi memecahkan masalah kebergantungan terhadap daging impor untuk memasok kebutuhan dalam negeri. Hal itu sejalan dengan Tri Sakti yang dicanangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi sebagai visi pemerintahan Kabinet Kerja ini. Konsep yang diperkenalkan Bung Karno itu menggariskan cita-cita luhur mewujudkan Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berdasarkan gotong royong. Visi tersebut kemudian dijabarkan antara lain dalam bentuk cita-cita menjadikan laut sebagai sumber ekonomi bangsa dan mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Untuk mengimplementasikan visi dan cita-cita tersebut, Presiden Jokowi telah menetapkan sembilan agenda prioritas yang dikenal dengan Nawa Cita. Termasuk, Cita ke-3, yakni membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa guna mengukuhkan dan mengokohkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
produksi pada 2010 yang berkisar 3,9 juta ton. Itu artinya, setiap tahun terjadi peningkatan produksi rata-rata mencapai 27,71%. Sebanyak 80% produksi rumput laut Indonesia berasal dari KTI, seperti Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, dan Papua bagian utara, terutama Biak, Yapen Waropen, dan Fakfak. Mengutip data statistik sementara Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), KKP menyatakan Indonesia menjadi produsen rumput laut terbesar di dunia, khususnya untuk jenis Eucheuma cottonii. Data FAO yang dirilis Maret 2015 itu menyebutkan E. cottonii Indonesia pada 2013 mencapai 8,3 juta ton. Adapun untuk produksi rumput laut jenis Gracilaria sp., Indonesia berada di peringkat kedua setelah Tiongkok, dengan jumlah produksi 975 ribu ton. Sementara itu, Kementerian Perdagangan menyatakan Indonesia menjadi pemasok utama rumput laut dunia dengan menguasai 26,50% pangsa pasar dari total US$ 1,09 miliar permintaan dunia. Pada 2014, total nilai ekspor rumput laut Indonesia mencapai US$226,23 juta, meningkat 39,25% dibandingkan dengan pencapaian setahun sebelumnya yang tercatat US$162,45 juta. Pencapaian yang menggembirakan tersebut memang sudah semestinya dinikmati Indonesia yang mendapat anugerah Tuhan luar biasa, yakni ¾ wilayahnya berupa perairan atau laut. Budidaya rumput laut cukup mudah dan sangat ramah lingkungan karena tidak menimbulkan pencemaran, tidak perlu pakan maupun obat, dan menggunakan teknologi sederhana. Hal itu juga sejalan dengan tiga pilar penopang Nawa Cita, yakni kesejahteraan, keberlanjutan, dan kedaulatan. Sayangnya, kita masih berkutat pada sektor hulu rumput laut, sedangkan sektor tengah hingga ke hilir relatif belum tersentuh. Akibatnya, para petani/nelayan pembudidaya rumput laut tidak menikmati nilai tambah kecuali dari hasil penjualannya sebagai komoditas mentah. Para pembudidaya rumput laut kita hanya mendapatkan marjin Rp1.000-2.000an per kilogram dari harga penjualan yang berkisar Rp3.000-5.000. Ironisnya, harga pasaran dunia mencapai sekira US$1.200 per ton atau sekira Rp16.000 per kg.
MASIH BERKUTAT DI HULU Saat ini, kita dihadapkan pada kenyataan bahwa produksi rumput laut Indonesia melimpah. Data sementara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan produksi rumput laut nasional pada 2014 mencapai 10,2 juta ton atau meningkat lebih dari tiga kali lipat dari
32
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
INSENTIF MERAWAT GAIRAH WARGA Para pembudidaya rumput laut di KTI memang tengah bergairah. Maklum, hasil budidaya rumput laut lebih menjanjikan ketimbang menggarap lahan pertanian di daratan yang banyak tantangannya namun memberikan
LAI TAMBAH RUMPUT LAUT marjin keuntungan yang pas-pasan bahkan kerap merugi. Masyarakat pun banyak yang berpaling ke laut, tidak lagi memunggunginya. Tidak heran, produksi rumput laut di KTI melimpah dan komoditas tersebut menjadi ikon yang menggeser pamor padi. Namun sayang, rumput laut masih dijual sebagai komoditas mentah sehingga para pembudidayanya tidak mendapatkan nilai tambah. Daerah sentra produksi rumput laut juga tidak mendapatkan nilai tambah. Hal itu tentu tidak sebanding pula dengan upaya pemerintah yang telah menggelontorkan dana ratusan miliar hingga triliun rupiah dalam menggalakkan program budidaya rumput laut dan pemberdayaan masyarakat desa-desa nelayan di kawasan pesisir Nusantara. Karena itu, tepat sekali rencana Presiden Jokowi menerapkan kebijakan larangan ekspor rumput laut mentah mulai 2018 guna menciptakan nilai tambah. Sebagai ancang-ancang, pemerintah berencana menerapkan bea keluar ekspor rumput laut hingga 44%. Agar tidak menjadi disinsentif bagi masyarakat pembudidaya rumput laut, dalam 2-3 tahun ke depan haruslah dipersiapkan dengan matang rencana bisnis (business plan) pengembangan industrinya dari tengah hingga hilirnya. Pada tahap awal, perlu segera dipersiapkan unit pengolahan rumput laut menjadi tepung bahan baku industri makanan-minuman, kosmetik, sabun, pasta gigi, dan obat-obatan. Dari sisi pasokan bahan baku, industri pengolahan rumput laut tidak perlu khawatir kekurangan suplai karena produksi melimpah. Dari sisi pasar, kebutuhan pasokan industri dalam negeri masih belum tercukupi. Belum lagi peluang pasar eskpor yang sangat terbuka. Hilirisasi rumput laut ini akan menjadi daya ungkit bagi perekonomian daerah dan memiliki efek pengganda dalam menggerakkan roda ekonomi dan memberdayakan masyarakat. Keberadaan unit pengolahan rumput laut akan diikuti oleh tumbuhnya usaha sektor riil, seperti kemasan, transportasi, akomodasi, kuliner, inovasi teknologi, dan jasa-jasa terkait. (Lihat infograis Efek Pengganda Fasilitas Pengolah Rumput Laut). Pemerintah dapat menginisiasi penyiapan menuju hilirisasi itu dengan bantuan penyediaan fasilitas unit produksi tepung rumput laut sebagai proyek pilot. Lokasinya di daerah sentra budidaya rumput laut yang kini produksinya melimpah di NTB, NTT, Sultra, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat. Dalam konteks pembangunan kawasan perdesaan dan pemberdayaan masya-
Oleh : Saudi Lian*
EFEK PENGGANDA FASILITAS PENGOLAH RUMPUT LAUT Anggaran Investasi Kapasitas pengolahan Produk Industri penyerap produk
: : : :
Tenaga kerja terserap
:
Lokasi Potensial
:
Industri ikutan
:
Manfaat bagi daerah
:
rp12 miliar per unit. 10 ton rumput laut per hari. tepung/ekstrak rumput laut. makanan-minuman, kosmetik, sabun, pasta gigi, dan obatobatan. 75 orang/unit (terlibat langsung). dompu dan lombok timur (ntb). rotendau, lembata, sabu (ntt). aru, maluku tenggara, maluku tenggara barat, maluku baratdaya, buru, seram (maluku). muna (sultra). biak (Papua barat). yapen waropen, Fakfak (Papua). kemasan, transportasi, akomodasi, kuliner, inovasi teknologi, dan jasa-jasa terkait. penyediaan lapangan kerja, pemberantasan kemiskinan, peningkatan pendapatan masyarakat dan daerah (pajak, retribusi, dsb), menghidupkan bumdes, menggerakkan roda ekonomi, dan menahan laju urbanisasi.
rakat, di sinilah Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; Kementerian Perindustrian; Kementerian Keluatan dan Perikanan; dan instansi terkait bersinergi mempersiapkannya. Selanjutnya, badan usaha milik desa (BUMDes) maupun BUMDes bersama antardesa didorong untuk menangani fasilitas produksi tersebut bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat setempat. Itulah salah satu wujud nyata konsep membangun Indonesia dari pinggiran guna menyejahterahkan rakyat sekaligus mengukuhkan dan mengokohkan keindonesiaan dalam bingkai NKRI. (*Saudi Lian, Kasi Pengembangan dan Pemanfaatan SDA Wilayah V, Direktorat Pengembangan SDA, Ditjen Pembangunan Kawasan Perdesaan)
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
33
PERATURAN
PERMENDES NO. 2/2015
MUSYAWARAH MENGGAMBAR MASA DEPAN DESA
Musyawarah desa bukan sekadar untuk sikronisasi agar program-program pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat mencerminkan kebutuhan di akar rumput. Lebih dari itu, pertemuan terbuka itu menjadi pagar legitimasi yang dapat melindungi aparat dari jerat hukum.
D 34
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
DESA tak ubahnya seperti republik mini dalam sistem demokrasi yang secara klasik digambarkan sebagai penyelenggaraan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Ketimbang negara atau provinsi bahkan kabupaten, desa yang ruang lingkupnya lebih kecil punya peluang besar untuk menyusun program-program kegiatan
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang lebih membumi. Artinya, program itu lebih dapat mencerminkan kondisi riil yang dibutuhkan masyarakat di tingkat akar rumput. Sebagai unit terkecil pemerintahan yang langsung bersentuhkan melayani masyarakat, perangkat desa sudah semestinya lebih dapat merasakan denyut nadi dan derap langkah warganya. Hal itu makin diperkuat dengan adanya forum musyawarah desa yang kedudukannya dikukuhkan dan dikokohkan dengan lahirnya Undang-Undang No.6/2014 tentang Desa. UU yang diberlakukan sejak 15 Januari 2014 itu mendudukkan desa -dengan lembaga musyawarah desanya itu- tidak kalah keren dengan pemerintahan kabupaten/kota, provinsi bahkan negara.
Musyawarah desa menjadi forum rembug mengikat yang menggariskan arah kebijakan pemerintahan terkecil itu dalam memberdayakan dan menyejahterakan warganya melalui serangkaian program pembangunan. Dengan kata lain, program pembangunan yang dijalankan di perdesaan itu berdasarkan keinginan dan kebutuhan warga serta dilaksanakan melibatkan warga secara gotong royong. Program pembangunan tidak dilaksanakan dengan pendekatan “proyek” yang paketnya sudah given dan warga desa tinggal menerimanya, sedangkan pelaksana proyek ialah perusahaan kontraktor atau pemborong yang seringkali berasal dari luar desa atau daerah setempat. Contoh program kegiatan berbasis masyarakat hasil musyawarah desa antara lain dapat dilihat dari pembangunan infrastruktur berupa jalan desa di Mandi Kapau Barat, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, baru-baru ini. Pembangunan jalan sepanjang 200 meter dan lebar 5 meter (lebar fondasi 8 meter) itu dilaksanakan berdasarkan hasil musyawarah desa. “Masyarakat sudah lama sekali mendambakan jalan ini. Warga yang mayoritasnya petani karet dan tanaman pangan itu sangat membutuhkan jalan untuk akses mereka menjual hasil panen kami. Jalan ini membukakan akses pasar bagi tujuh desa, termasuk Mandi Kapau Barat,” kata Sekretaris Desa Mandi Kapau Barat Abdul Basit kepada majalah Ayo ke Desa yang meninjau ke lokasi bersama Direktur Jenderal Pembangunan Kawasan Perdesaan beserta rombongan dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) pada akhir November 2015.
PERIHAL STRATEGIS Musyawarah, menurut Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI), berarti pembahasan bersama dengan maksud mencapai keputusan atas penyelesaian masalah; perundingan; perembugan. Deinisi yang lebih teknis-operasional diuraikan dalam UU No. 6/2014 tentang Desa beserta peraturan turunannya, yakni Peraturan Pemerintah (PP) No.43/2014
tentang Peraturan Pelaksanaan UndangUndang No.6/ 2014 Tentang Desa dan Permendes No.2/2015 tentang Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa. Menurut UU dan Permendes tersebut, musyawarah atau rembug desa atau sebutan semacamnya adalah musyawarah antara badan permusyawaratan desa (BPD), pemerintah desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh BPD untuk menyepakati perihal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Halhal yang bersifat strategis itu meliputi: penataan desa, perencanaan desa, kerja sama desa, rencana investasi yang masuk ke desa, pembentukan badan usaha milik desa (BUMDes), penambahan dan pelepasan aset desa, dan kejadian luar biasa. Siapa sajakah unsur masyarakat yang dapat menjadi peserta musyawarah desa? UU Desa dan Permendes No. 2/2015 menyebutkan unsur masyarakat yang dimaksud terdiri atas kalangan tokoh dan perwakilan kelompok masyarakat, termasuk kelompok masyarakat miskin, dan unsur lain sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. (Lihat: Tata Tertib dan Mekanisme Musyawarah Desa). Musyawarah desa diselenggarakan minimal satu kali dalam setahun atau sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan waktu penyelenggaraannya leksibel sesuai dengan sosial budaya masyarakat setempat. Pelaksanaannya tidak harus jam atau hari kerja. Siang atau malam tidak masalah. Hari kerja atau hari libur juga terserah. Yang penting musyawarah desa jangan dilaksanakan pada hari besar keagamaan dan hari kemerdekaan. Semua peserta musyawarah diperlakukan setara dalam menyampaikan suara dan menyalurkan aspirasi warga. Permendes No. 2/2015 secara tegas menggariskan larangan terhadap siapapun untuk mencegah atau menghalangi, mengintimidasi bahkan membungkam peserta musyawarah menyuarakan aspirasi mereka. Pasal 3 ayat (2) huruf e menjamin hak masyarakat untuk menerima pengayoman dan perlindungan dari
gangguan, ancaman dan tekanan selama berlangsungnya musyawarah desa. Kemudian, Pasal 31 ayat (1) menegaskan: “Peserta Musyawarah Desa tidak boleh digangu selama berbicara menyampaikan aspirasi.” Selanjutnya, Pasal 32 ayat (3) peraturan yang berlaku sejak 30 Januari 2015 itu menyebutkan pemimpin musyawarah desa harus memberikan kesempatan berbicara kepada pihak yang sependapat maupun yang berkeberatan. Dengan kata lain, pihak yang pro maupun kontra sama-sama mendapat kesempatan berbicara. Yang penting, mereka tidak menggunakan kata yang tidak layak, mengganggu ketertiban acara musyawarah, atau menganjurkan peserta lain untuk berbuat sesuatu yang bertentangan dengan hukum. Rembug desa itu dapat dimulai dan dibuka oleh pemimpin musyawarah apabila daftar hadir telah ditandatangani oleh 2/3 dari jumlah undangan yang telah ditetapkan sebagai peserta musyawarah desa [Pasal 26 ayat (2)]. Musyawarah desa terbuka untuk umum dan tidak bersifat rahasia. Setiap warga desa berhak untuk hadir sebagai peserta dengan mendaftarkan terlebih dahulu kepada panitia. Warga tanpa undangan resmi yang hadir tanpa mendaftar terlebih dahulu tidak mendapatkan hak suara dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan dalam musyawarah desa pada dasarnya diutamakan secara musyawarah-mufakat. Jika mufakat itu tidak tercapai, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. Mencermati pengaturan yang ada dalam Permendes No. 2/2015 dan peraturan perundang-undangan di atasnya, tampak jelas posisi strategis musyawarah desa. Di forum itulah warga desa berembug menyampaikan pandangan dan sumbang saran untuk menggambar masa depan mereka dalam semangat gotong royong dan kekeluargaan. Itulah spirit jatidiri bangsa yang belakangan seolah terabaikan dan diperlakukan hanya sebagai untaian kata mutiara indah dalam butir Pancasila dan Konstitusi UUD 1945.
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
35
PERATURAN
TATA TERTIB DAN MEKANISME MUSYAWARAH DESA TUJUAN w membahas dan menyepakati hal strategis: - penataan desa - pembentukan bum desa - perencanaan desa - penambahan & pelepasan aset desa - kerja sama desa - kejadian luar biasa - rencana investasi yang masuk ke desa PESERTA w badan Permusyawaratan desa (bPd). w Pemerintah desa. w unsur masyarakat : tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, perwakilan kelompok tani, perwakilan kelompok nelayan, perwakilan kelompok perajin, perwakilan kelompok perempuan, perwakilan kelompok pemerhati dan pelindungan anak, perwakilan kelompok masyarakat miskin, dan unsur lain sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. PENDAMPINGAN OLEH: w SkPd kabupaten/kota. w Camat w tenaga pendamping profesional. w kader pemberdayaan masyarakat desa. w Pihak ketiga yang diundang bPd (opsional). PERSIAPAN & TAHAPAN w bPd dan kepala desa mempersiapkan musyawarah desa terencana dan mendadak. w musyawarah terencana dipersiapkan bPd pada tahun anggaran sebelumnya berikut rencana anggaran biayanya (rab). w membentuk panitia yang diketuai sekretaris bPd. w tetapkan jadwal, tempat, sarana/ prasarana yang dibutuhkan, daftar peserta, undangan, dan pendamping. w Panitia meregistrasi peserta dari pemerintah desa, bPd, dan unsur masyarakat (diutamakan yang berkepentingan langsung dengan materi musyawarah desa. w bPd menyurati pemerintah desa perihal fasilitasi penyelenggaraan musyawarah desa, yang meliputi penyiapan
36
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
w w
bahan yang akan dibahas dan biaya penyelenggaraan. bPd menginformasikan hal strategis yang akan dibahas. bPd memetakan aspirasi dan kebutuhan strategis masyarakat sebagai bahan rapat anggota untuk merumuskan pandangan resmi bPd yang akan disampaikan dalam musyawarah.
JADWAL PELAKSANAAN hari dan jam penyelenggaraan musyawarah leksibel asalkan bukan pada hari besar keagamaan dan hari kemerdekaan. BIAYA PENYELENGGARAAN w sumber pembiayaan berasal dari aPbdesa dengan mengutamakan swadaya gotong royong dan penghematan. Pembiayaan ini tidak terpisahkan dari belanja operasional bPd. w Pendanaan berasal dari aPbdesa yang terdiri atas: - Pendanaan rutin rencana kerja Pemerintah (rkP) desa tahun anggaran sebelumnya. - Pendanaan tak terduga yang direncanakan paling lambat sepekan sebelum hari h dan dibebankan dalam dana cadangan aPbdesa. PENGUNDANGAN PESERTA, UNDANGAN, DAN PENDAMPING w Peserta diundang secara resmi oleh panitia. w undangan adalah mereka yang bukan warga desa yang hadir atas undangan ketua bPd. w Panitia mempersiapkan undangan peserta secara resmi dan tidak resmi. undangan resmi ditujukan kepada unsur masyarakat secara perseorangan dan/ atau kelompok. adapun undangan tidak resmi diumumkan melalui media komunikasi, seperti pengeras suara di masjid, papan mengumuman, pesan singkat seluler, surat elektronik, dan situs laman (website) desa. w bPd menyampaikan undangan paling lambat dua pekan sebelum hari h. w warga desa yang mendapat undangan secara tidak resmi dan ingin hadir sebagai peserta harus mendaftarkan diri ke panitia paling lambat tujuh hari sebelum hari h.
w
warga undangan tidak resmi yang hadir tetapi tidak memberitahukan kepada panitia tidak memiliki hak suara dalam pengambilan keputusan.
SIFAT PERTEMUAN w musyawarah desa terbuka untuk umum dan tidak bersifat rahasia. w setiap warga desa berhak untuk hadir sebagai peserta musyawarah. TATA CARA w ketua bPd bertindak selaku pemimpin musyawarah desa. jika ketua bPd berhalangan hadir, posisinya dapat digantikan oleh wakil ketua atau anggota bPd. w anggota bPd, unsur masyarakat dan/atau kelompok pemberdayaan masyarakat desa yang merupakan bagian dari panitia bertindak selaku sekretaris dan pemandu acara musyawarah desa. SUSUNAN ACARA DAN KEABSAHAN w Peserta harus menandatangani daftar hadir yang telah disiapkan panitia. w musyawarah dimulai dan dibuka apabila daftar hadir telah ditandatangani 2/3 dari jumlah undangan yang telah ditetapkan sebagai peserta. w sekretaris bPd/ketua panitia membacakan susunan acara dan meminta persetujuan seluruh peserta yang hadir sebelum musyawarah dipimpin oleh pemimpin musyawarah desa. Peserta musyawarah berhak mengajukan keberatan dan usulan perbaikan. w Pimpinan musyawarah harus menunda acara apabila jumlah peserta tidak memenuhi quorum hingga batas waktu pembukaan. Pengunduran waktu paling lama tiga jam. w jika waktu pengunduran telah berakhir dan peserta yang hadir belum memenuhi ketentuan, pemimpin musyawarah meminta pertimbangan kepala desa atau pejabat yang mewakili, tokoh masyarakat dan unsur pendamping desa yang hadir. berdasarkan pertimbangan itu, pemimpin musyawarah menentukan waktu untuk mengadakan musyawarah berikutnya selambat-lambatnya tiga hari setelah waktu musyawarah pertama.
w
w
jika setelah ditunda itu jumlah peserta yang hadir tetap tidak memenuhi ketentuan, pemimpin tetap melanjutkan kegiatan musyawarah dengan dihadiri oleh peserta yang ada. untuk memberikan informasi lengkap kepada peserta, pemimpin musyawarah meminta pemerintah desa menjelaskan pokok pembicaraan dan/atau pokok permasalahan yang akan dibahas berdasarkan bahan pembahasan yang sudah disiapkan. Pemimpin musyawarah juga meminta bPd dan unsur pemerintah daerah/ kabupaten kota yang hadir untuk menjelaskan pandangan resminya terhadap hal yang bersifat strategis. selain itu, pemimpin musyawarah meminta pihak-pihak dari luar desa yang terkait dengan materi yang dimusyawarahkan untuk menyampaikan secara resmi kepentingan dan agendanya terhadap hal yang bersifat strategis.
PERAN DAN KEDUDUKAN PEMIMPIN MUSYAWARAH w hanya berbicara selaku untuk menjelaskan masalah yang menjadi pembicaraan, menunjukkan duduk persoalan yang sebenarnya, mengembalikan pembicaraan kepada pokok persoalan, dan menyimpulkan pembicaraan peserta musyawarah. w jika hendak berbicara selaku peserta, untuk sementara pemimpin musyawarah menyerahkan kepemimpinan kepada wakil ketua atau anggota bPd. selanjutnya, dia berpindah tempat dari kursi pemimpin musyawarah ke tempat peserta. w dapat memperpanjang dan menentukan lamanya perpanjangan waktu peserta yang berbicara. w memperingatkan dan meminta peserta mengakhiri pembicaraan jika melampaui batas waktu yang ditentukan. w tidak dapat memberikan kesempatan kepada peserta yang menginterupsi. w Peserta musyawarah yang sependapat dan/atau berkeberatan dengan pendapat pembicara yang sedang menyampaikan aspiranya dapat mengajukan aspirasinya setelah diberi kesempatan oleh pemimpin musyawarah. w harus memberikan kesempatan berbicara kepada pihak yang sependapat maupun pihak yang berkeberatan. w memberi peringatan kepada peserta yang pembicaraan menyimpang dan memintanya kembali kepada pokok pembicaraan. w memperingatkan pembicara yang
w
w
w
menggunakan kata yang tidak layak, mengganggu ketertiban musyawarah, atau menganjurkan peserta lain berbuat sesuatu yang bertentangan dengan hukum. Pemimpin musyawarah selanjutnya meminta agar yang bersangkutan menghentikan perbuatannya itu dan/atau memberikan kesempatan kepadanya untuk menarik kembali kata yang tidak layak dan menghentikan perbuatannya. jika pembicara tidak mengindahkan peringatan dan memenuhi permintaan itu, pemimpin musyawarah melarang pembicara meneruskan pembicaraan dan perbuatannya. jika larangan itu masih juga tidak diindahkan, yang bersangkutan diminta meninggalkan musyawarah. jika tidak dindahkan juga, yang bersangkutan dikeluarkan dengan paksa atas perintah pemimpin musyawarah. dapat menutup atau menunda musyawarah desa apabila berpendapat bahwa acara musyawarah desa tidak mungkin dilanjutkan karena terjadi peristiwa yang yang mengganggu ketertiban musyawarah desa atau perbuatan yang menganjurkan peserta bertindak melawan hukum. dapat meminta pendamping desa dari satuan kerja prangkat daerah kabupaten/kota, pendamping profesional dan/atau pihak ketiga untuk membantu memfasilitasi jalannya musyawarah. Pendamping itu tidak memiliki hak berbicara yang bersifat memutuskan sebuah kebijakan publik terkait hal strategis yang sedang dimusyawarahkan.
MEKANISME PENGAMBILAN KEPUTUSAN w Pengambilan keputusan pada dasarnya dilakukan secara musyawarah untuk mufakat. jika itu tidak tercapai, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. w keputusan berdasarkan mufakat sah apabila diambil dalam musyawarah yang dihadiri 2/3 dari jumlah undangan yang telah ditetapkan sebagai peserta musyawarah dan atau disetujui oleh semua peserta yang hadir. w Pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak dapat dilakukan secara terbuka (jika menyangkut kebijakan) atau secara rahasia (jika menyangkut orang). RISALAH, CATATAN, DAN LAPORAN w sekretaris bertugas menyusun risalah, catatan, dan laporan singkat musyawarah desa berisi: hal-hal strategis yang dibahas, hari, tanggal, dan tempat pelaksanaan, acara, waktu pembukaan dan penutupan, pemimpin dan sekretaris musyawarah, jumlah dan nama peserta yang menandatangani daftar hadir, dan undangan yang hadir. w risalah dibagikan kepada anggota dan pihak yang bersangkutan setelah musyawarah selesai. risalah musyawarah juga terbuka untuk dipublikasikan melalui media komunikasi yang ada di desa agar diketahui oleh seluruh masyarakat desa. w sekretaris dibantu tim perumus menyusun notulensi dan laporan singkat yang ditandangani pemimpin atau sekretaris musyawarah yang memuat: pokok pembicaraan, kesimpulan, dan/ atau keputusan yang dihasilkan.
sumbEr: PErmEndEs no.2/2015 tEntang PEdoman tata tErtib dan mEkanismE PEngambilan kEPutusan musyawarah dEsa.
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
37
INSPIRASI
BELAJAR DARI SAEMAUL UNDONG Tak dipungkiri, Korea Selatan adalah negara maju dengan pertumbuhan ekonomi yang mengesankan. Ternyata, penggeraknya adalah adalah desa.
M MELIHAT pembangunan di Republik Korea atau Korea Selatan siapapun pasti akan berdecak kagum. Pertumbuhan ekonomi yang amat mengesankan menjadikan Korea sebagai salah satu negara maju di dunia, bahkan tengah bersaing dengan Jepang dan Tiongkok untuk menjadi yang termaju di Asia. Korea terbilang unik jika dilihat dari sudut pandang pembangunan. Tidak seperti negara lain yang pertumbuhan ekonominya terpusat di perindustrian kota, Korea bergerak amat dinamis dengan menjadikan desa sebagai motor penggerak.
38
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
Melalui gerakan yang disebut Saemaul Undong, Korea mampu menyulap desa dari keterpurukan dan kemiskinan menjadi kemakmuran dan kesejaheteraan. Program inilah yang diakui dunia sebagai salah satu yang terbaik dalam hal pembangunan perdesaan. Terkait gerakan itu, Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jafar bersama rombongan berkunjung ke Korea Selatan pada 23 November 2015 sekaligus melakukan kerjasama. Menurut Marwan, Indonesia perlu belajar dari Korea mengenai pembangunan desa. Dari kunjungan itu, Indonesia-Korea Selatan bersepakat untuk membangun forum bersama untuk mengembangkan gerakan Saemaul Undong di Indonesia. “Nantinya pengembangan ini akan didukung oleh kedua kementerian, bahkan Kementerian Dalam Negeri Republik Korea Selatan memiliki komitmen untuk mengajak berbagai perusahaan Korea dalam rangka mewujudkan Konsep Desa Berbasis IT di Indonesia,” papar Menteri Marwan, di Korea, Kamis (26/11/2015). Selain pembentukan forum itu, disepakati pula penerapan konsep pengembangan Information Network Village (Invil) di beberapa desa yang akan menjadi pilot project. Tujuh daerah di Indonesia yang menjadi sasaran penerapannya, selain Bantul dan Gunung Kidul yang sudah lebih dulu, juga Madura, Situbondo, Bondowoso, Garut, dan Sukabumi. Kunjungan singkat ke Korea tersebut juga menghasilkan kerjasama di bidang pertanian. Menteri Pertanian Korea, Lee Dong-phil yang menawarkan investasi di kawasan perbatasan negara di Kalimantan dan Papua, NTB dan NTT. “Kerja sama dilakukan dalam hal peningkatan kapasitas pertanian dan produksi yang berbasis desa,” ujar Marwan.
dEtik.Com
FORUM BERSAMA. menteri desa Pdtt marwan jafar bersama menteri administrasi kepemerintahan dan dalam negeri republik korea Chong jong-sup di daegu, korea selatan, 24/11/2015. ri-korsel bersepakat untuk membangun forum bersama guna mengembangkan konsep saemaul undong di indonesia.
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
39
INSPIRASI
korEa it timEs
BANGUN INFRASTRUKTUR. gerakan saemaul undong dimulai pada 1969 ditandai pembangunan infrakstruktur desa. Pemerintah hanya memberikan bantuan 300 sak semen untuk tiap desa.
40
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
DIAWALI SEMEN Saemaul Undong secara hariah berarti gerakan desa baru atau secara lebih luas diartikan sebagai gerakan perubahan dan reformasi pedesaan untuk menuju kehidupan yang lebih baik. Program Saemaul Undong dimulai pada 1969 ketika Korea Selatan berupaya bangkit dari kehancuran akibat perang saudara dengan Korea Utara. Konlik berkepanjangan dengan saudaranya itu menjadikan Korea sangat tergantung kepada bantuan luar negeri untuk bangkit. Karenanya, pembangunan hanya terfokus di sejumlah sektor dan industri di perkotaan menjadi yang utama. Saat itu desa-desa di Korea sangatlah tertinggal. Infrastruktur sangat minim dan taraf kehidupan masyarakatnya pun masih rendah, bahkan banyak yang terbelit kemiskinan. Pertanian yang menopang kehidupan masyarakat desa juga berjalan begitu-begitu saja, hanya cukup untuk konsumsi sendiri. Belum lagi bencana yang sering melanda negeri itu. Akibat bencana, desa-desa seperti hancur sementara pemerintah pusat tak mampu berbuat banyak karena ketiadaan dana. Termasuk ketika banjir besar melanda desa-desa di tahun 1969.
Usai banjir, Presiden Park Chunghee mengunjungi desa-desa yang hancur. Ia kaget karena ternyata tidak lama setelah banjir usai, masyarakat desa mampu bangkit dan pembangunan justru dilakukan hanya dengan sedikit bantuan dari pemerintah. Park Chunghee menyadari bahwa ternyata desa-desa di Korea mampu bergerak bila ada sedikit bantuan dan disokong penuh oleh pemerintah. Sejak saat itulah Presiden Park kemudian menyusun konsep program Saemaul Undong dan diperkenalkan pada 1970 dalam sebuah tulisan setebal tujuh halaman. Konsep ini berisi mengenai upaya untuk mengentaskan kemiskinan, meningkatkan pendapatan masyarakat desa, gotong royong, dan pembangunan desa berkelanjutan. Saat itu belum ada kajian teoritis mengenai program ini, tetapi cukup dengan ilosoi “lakukan saja!”. Park menyebut Saemaul Undong sebagai kampanye pembangunan mental dan revolusi mental. Pada 1970, desadesa mulai dibangun oleh pemerintah dengan mengucurkan bantuan seadanya. Yakni, mengirimkan 335 sak semen ke 33.267 desa. Dananya diperoleh dari bantuan Bank Dunia. Semen itu kemu-
membuahkan hasil dan tidak kurang dari 6.000 desa berhasil membangun atas prakarsa sendiri, tanpa bantuan pemerintah.
BANGKITKAN EKONOMI
Spirit Saemaul Undong (geun myeun) yang berarti ketekunan. (jajo) yang berarti swadaya. (hyom dong) yang berarti kerjasama.
Gerakan Saemaul Undong Merupakan gerakan bagi pembangunan nasional untuk keluar dari jerat kemiskinan Merupakan gerakan reformasi spiritual yang berkontribusi terhadap modernisasi masyarakat Korea Merupakan gerakan bagi pengembangan masyarakat lokal dimulai dan berpusat di sekitar masyarakat perdesaan Merupakan gerakan untuk persatuan rakyat memberikan kontribusi untuk mengatasi perpecahan dan konflik di antara kelas-kelas sosial yang telah dibawa sejak berdirinya negara Merupakan gerakan bagi masyarakat untuk mewarisi dan mewariskan tradisi masyarakat.
dian digunakan untuk membangun infrastruktur desa, seperti jalan, perbaikan atap rumah, sumur umum, dan pemangunan jembatan kecil. Lalu, dengan semangat gotong royong, masyarakat membangun sendiri desanya. Masyarakatlah yang bekerja membangun jalan, jembatan, dan lainlain. Dari sumbangan semen itu, hasilnya ternyata luar biasa, tidak kurang dari 16.000 mampu membangun sesuai target. Dari keberhasilan itu, pemerintah Korea kemudian memperkuat program
Saemaul Undong dengan mengirimkan 500 sak semen dan satu ton besi beton ke berbagai desa. Tak hanya, itu bantuan juga dikucurkan untuk perbaikan rumah-rumah penduduk yang tidak layak huni. Selama program berjalan, pemerintah juga menggalang kampanye untuk membangun desa mandiri. Yakni, desadesa yang dibangun atas prakarsa sendiri tanpa bantuan pemerintah dengan mencontoh pada desa-desa yang sudah berhasil membangun dari bantuan pemerintah. Rupanya, kampanye ini cukup
Dari keberhasilan itulah kemudian pemerintah melakukan langkah lanjutan, yakni membangun perekonomian desa. Tujuannya, untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sekaligus mempersempit kesenjangan ekonomi antara kota dengan desa yang ketika itu masih sangat lebar. Pembangunan diwujudkan dengan mengembangkan potensi yang ada melalui tiga langkah strategis. Yakni pertama, pemerintah memicu kemampuan menolong diri sendiri dengan spirit ketelatenan, kemandirian, dan kerja sama. Kedua, secara demokratis warga memilih proyek yang bisa menguntungkan desa, bisa dipraktikkan, dan partisipasi sukarela. Ketiga, konsisten menerapkan prinsip mengutamakan dukungan ke desa yang kebanyakan untuk membangkitkan kemampuan menolong diri sendiri dan semangat kompetisi warga desa. Melalui program itu, desa-desa mulai bangkit dengan keunggulan ekonominya masing-masing. Ada desa yang mampu membangun pabrik pengolahan, ada desa yang mengadopsi pertanian modern dengan menggunakan teknik rumah kaca, ada pula yang mengembangkan industri ternak, budi daya ikan, dan lain-lain. Hasilnya luar biasa, hanya dalam tempo kurang dari lima tahun, pendapatan masyarakat desa melejit tinggi mengalahkan kelompok pekerja di perkotaan. Pendapatan keluarga petani per tahun mencapai empat kali lipat besar dibandingkan buruh-buruh industri di perkotaan. Saemaul Undong terus dikembangkan hingga saat ini dan bahkan kini kalangan perguruan tinggi melengkapinya dengan kajian akademik. Dunia pun tertarik dan banyak negara meniru langkah Korea ini. Menurut Menteri Marwan keberhasilan Korea perlu menjadi contoh dan layak dijadikan pelajaran berharga.
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
41
WAWANCARA
DIRJEN PPMD AHMAD ERANI YUSTIKA
DESA HARUS JADI PULAU HARAPAN ayo kE dEsa/dhoni nurCahyo
42
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
S “SAYA agak demam,” ujar Ahmad Erani Yustika, sebelum memulai wawancara dengan Nurcholis MA Basyari dari Majalah Ayo ke Desa, di ruang kerjanya di Kompleks Kantor Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) di Kalibata, Jakarta Selatan, Senin (23/11/2015) petang. Guru Besar Universitas Brawijaya Malang yang kini menjadi Direktur Jenderal (Dirjen) Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD) itu mengenakan jaket pelapis kemeja putih tanpa kerah yang dikenakannya. Erani tampak kelelahan. Maklum, mendekati pengujung tahun, agendanya tergolong sangat padat. Wawancara yang semula dijadwalkan Jumat (20/11/2015) pun harus ditunda. Senin petang itu, Prof Erani, demikian dia kerap disapa jajarannya, akhirnya menyisihkan waktu untuk wawancara seusai mengikuti Rapat Pimpinan (Rapim) di gedung utama Kemendes PDTT. Semula wawancara hendak dilakukan di dalam mobil sembari meluncur ke acara berikutnya di Jakarta Pusat yang harus dihadirinya untuk menyampaikan pemaparan. Berikut petikan wawancaranya: Prof memimpin Direktorat Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Di tahun pertama ini, apa yang dilakukan untuk membangun dan memberdayakan masyarakat desa? Kami membuat dua hal utama. Pertama, membangun sistem yang memungkinkan seluruh instrumen yang disiapkan pemerintah bisa jalan di lapangan. Salah
satu instrumen penting yang diberikan pemerintah adalah dana desa. Tahun ini, diberikan sebanyak Rp20,7 triliun. Dana desa itu mesti dipastikan segera bergulir ke desa kemudian warga desa terlibat secara penuh dalam proses pengambilan keputusan atas program-program yang dibikin oleh desa dan yang paling pokok perangkat desa, warga desa bisa menjalankan pilihan–pilihan program tadi secara partisipatif. Kami betul-betul berjuang penuh untuk memastikan agar halhal itu berjalan di lapangan. Energi kami, pikiran kami pada tahun ini fokus untuk melakukan hal itu. Kedua, kami membuat panduan program agar tujuan pembangunan dan pemberdayaan itu bisa dijalankan dengan baik oleh desa. Bisa uraikan lebih detil sistem dan panduan yang Anda maksudkan itu? Program besar itu kami bagi dalam tiga pilar. Kesatu, Jaring Komunitas Wiradesa. Pilar ini bertujuan untuk memastikan bahwa kualitas warga desa menjadi prioritas dalam pemanfaatan dana desa. Khususnya yang terkait dengan fasilitas untuk penguatan aspek kesehatan dan pendidikan. Misalnya, di desa itu akses terhadap air bersih susah, untuk penyediaan pendidikan anak usia dini, balaibalai pembelajaran, pusat-pusat peningkatan keterampilan, dan seterusnya. Kita mengharapkan agar dana desa itu dipakai untuk hal-hal yang berkaitan dengan aspek tersebut. Kalau ini bisa dijalankan dan berhasil, tujuan pokok membangun kapabilitas manusia desa itu bisa terpenuhi. Pilar kedua, kami menyebutnya dengan istilah Lumbung Ekonomi Desa. Kami berharap agar desa itu bisa mencapai kemandirian ekonomi bagi warganya, baik dalam konteks kegiatan produksi, pengolahan barang dan jasa, penyiapan infrastruktur ekonomi, dukungan sektor keuangan mikro, ketahanan pangan dan energi, penciptaan lapangan pekerjaan, dan seterusnya yang ujungnya pada peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Anggapan bahwa selama ini desa itu sumber kemelaratan itu harus dihilang-
kan. Desa harus menjadi pulau harapan di masa depan. Jika ingin mendapatkan pekerjaan yang layak tidak harus ke kota lagi, tetapi bisa dilakukan di desa. Dalam lumbung ekonomi desa, kami memberikan tekanan agar kepemilikan dan penguasaan sumber daya ekonomi itu dipegang oleh desa maupun warga desa. Jangan sampai sumber daya ekonomi itu dikuasai oleh pihak luar, kemudian akses semua warga itu diberi kesempatan yang seluas-luasnya. Pilar ketiga? Pilar ketiga, kami menyebutnya dengan istilah “Lingkar Budaya Desa”. Kami berkeyakinan bahwa pembangunan itu akan jauh lebih substantif jika semua aspek itu bisa dinakahi, bukan cuma ekonomi. Kami ingin pembangunan dan pemberdayaan itu melibatkan seluas-luasnya bagi dimensi sosial, budaya, sejarah, dan seterusnya. Kami ingin menghidupkan kembali budaya aktivitas sosial, sejarahsejarah, kearifan pengetahuan lokal di desa yang dulu kita pernah mempunyainya. Pembangunan dan pemberdayaan mesti berpijak pada dimensi-dimensi tersebut agar pencapaian kesejahteraan ekonomi selaras dengan penguatan aspek sosial dan budaya. Ini yang kami betul-betul lakukan selama beberapa waktu terakhir, dalam tahun anggaran ini, untuk memastikan agar tahun depan itu sudah diformulasikan model pembangunan dan pemberdayaan yang lebih mudah dan solid sampai ke level desa. Parameter apa yang dipakai untuk menilai bahwa pemanfaatan dana desa yang dikucurkan dan kebijakan yang digariskan berjalan di lapangan sebagaimana mestinya? Kita sudah menerbitkan Peraturan Menteri Desa No. 5 tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa. Saya kira kalau parameter yang paling pokok dilihat dari situ. Pilihan-pilihan program yang diambil oleh masing-masing desa, selama berkesesuaian dengan Peraturan Menteri tadi itu, kita boleh katakan dari sisi pemanfaatan
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
43
WAWANCARA dana tadi itu sudah berhasil, demikian pula sebaliknya. Beberapa evaluasi dan monitoring yang kami lakukan reguler setiap waktu sampai hari ini juga kurang lebih pilihan-pilihan program yang dilakukan oleh desa, 80-85% sudah sesuai dengan yang kami harapkan. Bahwa masih ada sekitar 15% anggaran tidak dipakai untuk kepentingan itu, kami memaklumi. Sosialisasi memang membutuhkan waktu karena ini menyangkut 74.000 lebih desa dan tahun ini kami mulai bergerak baru pada bulan Juli. Terus, program ini baru tahun pertama. Beberapa pemanfaatan yang di luar koridor itu masih dalam proporsi yang bisa diakomodasi. Tapi, tahun depan dan tahun-tahun berikutnya saya kira mereka akan jauh lebih memahami lagi dan diharapkan secara penuh program-program itu bisa dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan yang selaras dengan cita-cita kita bersama tadi. Tadi Prof menyebutkan soal Lumbung Ekonomi Desa. Bagaimana menjadikan desa-desa sebagai lumbung ekonomi di tengah kenyataannya 65% kemiskinan ada di desa? Mengapa kemiskinan, kemelaratan atau apapun kita menyebutnya selama ini banyak terjadi di desa? Ini karena secara struktural kebijakan pembangunan tidak memihak kepada desa. Oleh karenanya mengapa dana desa itu penting? Saya kira itu merupakan bagian dari pembalikan kebijakan pemerintah, dengan memberikan sejumlah anggaran tertentu, yang dari tahun ke tahun meningkat, kepada desa. Ini bagian dari amunisi yang diberikan pemerintah agar desa itu bisa hidup secara lebih layak. Tapi, kita juga menyadari bahwa anggaran saja tidak cukup. Dibutuhkan kecerdasan memanfaatkannya. Oleh karenanya, kami memandu desa untuk tujuan-tujuan yang lebih utuh bagi penguatan pembangunan dan pemberdayaan. Jika ini dilakukan secara konsisten, pada akhir periode presiden yang sekarang ini, tahun 2019, akan ada lompatan yang luar biasa bagi pembangunan dan pemberdayaan di desa. Saya yakin itu akan terjadi. Yang penting adalah kita
44
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
mau mengikuti fase-fase yang ada. Insya Allah nanti akan ada perubahan yang besar. Empat tahun ke depan sampai 2019 itu, gerak pembangunan dan pemberdayaan di desa akan luar biasa. Lompatan-lompatan seperti apa? Kami mengukurnya dengan tiga pilar itu, karena memang kami ingin menyangga dari tiga hal itu.
AHMAD ERANI YUSTIKA tempat lahir : Ponorogo, jawa timur, 1973. PENDIDIKAN S3 (Ph.D) : Ekonomi kelembagaan, georgaugust-universität göttingen, jerman, 2005. S2 (MSc) : georg-august-universität göttingen), jerman, 2001. S1 : jurusan ilmu Ekonomi dan studi Pembangunan (iEsP) Fakultas Ekonomi universitas brawijaya, 1996. KARIER & ORGANISASI direktur jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan masyarakat desa kemendes Pdtt, mei 2015 – sekarang. ketua Focus group infrastruktur Pengurus Pusat ikatan sarjana Ekonomi indonesia (isEi), 2012-2015. direktur Eksekutif indEF (institute for development of Economics and Finance), jakarta, 2008-2015. anggota dewan nasional Fitra (Forum indonesia untuk transparansi anggaran), 2011 – sekarang. anggota bsbi (badan supervisi bank indonesia), maret 2010 – 2015. direktur Eksekutif ECorist (the Economic reform institute), 2005 – 2008. Pembantu dekan i (akademik) FE universitas brawijaya, agustus 2009 – april 2010. guru besar ilmu Ekonomi kelembagaan FE universitas brawijaya, sejak 1 juni 2010 (dikukuhkan pada 30 desember 2010). ketua Program studi magister ilmu Ekonomi, Pascasarjana FE universitas brawijaya, 2007-2009). dosen FE universitas brawijaya, sejak 1997. PENCAPAIAN & PRESTASI dosen berprestasi i universitas brawijaya dan dosen berprestasi tingkat nasional, 2006 dan 2009. Penulis buku paling produktif di FE universitas brawijaya, 2007. sejak lulus, lebih dari 500 artikelnya diterbitkan di berbagai koran dan majalah nasional. juga aktif mempublikasikan tulisannya di jurnal ilmiah dan mempresentasikan paper di forum-forum seminar nasional maupun internasional.
Selain dana desa itu, program riil yang bisa dilihat masyarakat itu apa? Dari tiga pilar tadi, kami menurunkannya dalam program-program kegiatan, misalkan untuk Jaring Komunitas Wira Desa, ada balai belajar, ada fasilitasi pendidikan untuk anak usia dini, kemudian peningkatan kualitas air bersih, termasuk aksesnya. Untuk Lumbung Ekonomi Desa, misalnya, penyediaan pasar desa, infrastruktur pertanian, badan usaha milik desa, akses terhadap sumber daya ekonomi, dan seterusnya. Kalau untuk Lingkar Budaya Desa, misalnya, kami desain membuat almanak desa, menghidupkan kesenian-kesenian, dan lagu tradisional di desa. Almanak desa itu maksudnya semacam calendar of event kebudayaan, begitu? Almanak desa itu semacam biograi desa tersebut, cerita kapan desa itu dilahirkan, tokoh-tokohnya siapa saja, bagaimana proses pembangunan dan seterusnya, sama seperti sebuah negara melakukan itu. Ini akan menjadi pembelajaran generasi mendatang. Agar generasi hari ini tidak kehilangan ingatan terhadap kehidupan desa. Ini yang mesti kita rancang. Kedepan, kita kerja sama dengan Komnas HAM membuat desa inklusif, yakni desa yang tidak diskriminatif terhadap perbedaan-perbedaan, entah itu perbedaan keyakinan, pandangan politik, strata ekonomi. Kami kerja sama dengan Bulog untuk membangun ketahanan pangan. Kami juga menginisiasi kerja sama dengan Kementerian Kehutanan untuk menangani desa hutan. Demikian juga kami nanti mesti mendesain kerja sama dengan ke-
menterian-kementerian lain untuk memperkuat desa adat, termasuk inisiasi yang sudah kita lakukan dengan banyak perguruan tinggi untuk membantu banyak hal terkait dengan penguatan teknologi tepat guna, infrastruktur pedesaan, modelmodel pemberdayaan masyarakat, variasi kegiatan ekonomi, dan seterusnya. Program-program yang Anda sampaikan itu terkait atau beririsan dengan kementerian lain, seperti Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Kementerian PUPR, dan internal Kementerian Desa. Bagaimana mensinergikannya sehingga tidak tumpang tindih? Yang paling penting adalah kami benarbenar bergerak pada kewenangan lokal skala desa. Kami memanfaatkan dana desa yang diberikan itu dan seluruh otoritas yang diberi kesempatan mengambil keputusan adalah warga desa. Mereka yang lebih mengetahui apakah nanti ada anggaran untuk kegiatan–kegiatan tersebut yang sudah dipasok oleh, misalnya, dari pemerintah daerah, seperti ADD (alokasi dana desa). Sementara kalau anggaran dari kami sendiri untuk intervensi kepada mereka amat sangat terbatas. Justru pengawalan kami yang terbesar pada pemanfaatan dana desa. Itulah mengapa kami harus merancang program yang sangat kuat itu sebagai panduan. Untuk kementrian lain, mereka dalam banyak hal melakukan sesuai dengan tugasnya. Koordinasi yang sangat intensif selama ini telah berjalan. Hal-hal semacam (tumpang tindih) itu bisa dikurangi. Mengenai tenaga pendamping desa ada persoalan. Bagaimana anda melihat? Saya kira kalau persoalan keterlambatan itu hampir semua kementerian atau program yang dijalankan pemerintah tahun ini terlambat karena persoalan–persoalan yang mendera pemerintahan di tahun pertama ini. Program pendampingan desa itu kami minta provinsi membuka seleksi pada akhir Juli (2015). Bagi provinsi yang cepat merespons, mereka sudah bisa mengaktikan (tenaga pendamping desa). Sekarang ini sudah delapan
Kami betul-betul fokus untuk menjaga tiga pilar (Jaring Komunitas Wiradesa, Lumbung Ekonomi Desa, Lingkar Budaya Desa). Itu yang menjadi pertaruhan kami. provinsi yang sudah mengaktikan. Tapi ada juga provinsi yang relatif terlambat karena aneka macam situasi yang terjadi di masing-masing daerahnya. Kalau itu dianggap sebagai persoalan atau hambatan, itulah yang selama ini terjadi. Tapi, yang paling utama adalah memastikan agar substansi pengadaan pendamping itu dipenuhi. Dalam pengertian, prosedurnya sesuai dengan aturan main, kualitasnya seperti yang diharapkan. Bahwa kemudian ini mengalami keterlambatan, itu bagian dari evaluasi yang mesti kami lakukan apakah selanjutnya dalam pengadaan pendamping itu mesti dibuat mekanisme yang lain. Misalnya, harus ditarik ke pemerintah pusat semua sehingga bisa jauh lebih efektif atau mungkin dengan pemakaian mekanisme yang lain. Sekarang riilnya berapa jumlah pendamping desa yang sudah ada? Kami sudah mengaktikan fasilitator eks PNPM (program nasional pemberdayaan masyarakat) sejak Juli. Jumlahnya sekitar 10.600-an. Kemudian yang seleksi sekarang sekitar 26.000. Saya tidak tahu pasti sekarang berapa yang sudah dikontrak. Saya kira kalau sudah lebih 50% provinsi berarti ada 13.000 yang sudah aktif di lapangan. Sebagian sudah ada di desa, sebagian menjalani fase pelatihan. Saya kira tahun ini lebih banyak membangun sistem dan instrumen itu. Artinya, sekarang komposisinya 1 : 6, satu pendamping menangani enam desa?
Ya enggak. Bagi daerah-daerah yang sudah aktif, mereka 1:3 atau 1:4. Kalau provinsi yang belum aktif ya memang sama sekali belum ada (pendamping desa), kecuali fasilitator kabupaten/kota. Tahun depan, bisakah target satu desa satu pendamping terpenuhi? Itu harapan kami. Tapi, seperti yang kita tahu keputusan untuk bisa atau tidak melakukan rekrutmen itu bergantung pada pendanaan yang diberikan. Kalau Kementerian Keuangan atau DPR menyetujui pendanaan itu, kita bisa melakukan rekrutmen tahun depan. Cuma, sampai hari ini, Kementerian Keuangan masih belum menyetujui proposal kami. Soal rekrutmen tenaga pendamping ditengarai ada yang bermasalah. Menurut Anda sebaiknya bagaimana? Kami sudah lacak. Mereka yang menyampaikan berita-berita itu lewat Twitter dan sebagainya, saya minta kalau ada kejanggalan tolong bawa buktinya, bawa ke ranah hukum. Sampai hari ini, tidak ada yang melakukan itu. Jadi, saya anggap itu hanya permainan politik. Saya sudah tegaskan lewat Twitter dan di berbagai kesempatan, kalau anda punya bukti, jangan cuma bilang. Bawa buktinya itu, laporkan ke polisi, bawa ke ranah hukum, biar ditindak. Enggak ada satupun yang membawa (bukti) itu. Malah kami yang sudah melaporkan karena ada kejadian. Bukan kami, tetapi Partai Kebangkitan Bangsa di Sukabumi (Jawa Barat) yang sudah melaporkan melaporkan ke polisi. Jadi, selama tidak ada bukti yang valid dan tidak ada keberanian membawa ke ranah hukum, kita anggap itu permainan politik saja. Sudah ada evaluasi untuk menilai kinerja jajaran Anda? Saya kira pihak luar yang lebih netral untuk memberi penilaian. Kalau saya menyampaikan evaluasi atas apa yang saya lakukan sendiri, mungkin subyektif. Ke depan apa yang menjadi prioritas? Kami betul-betul fokus untuk menjaga tiga pilar tadi. Itu yang menjadi pertaruhan kami.
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
45
HORIZON
istimEwa
PESONA ELOK KONAWE KEPULAUAN
P 46
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
PELABUHAN Kendari masih gelap ketika sebuah speedboat membawa kami menyeberang ke Wawonii, sebuah pulau di timur Kota Kendari, akhir Oktober lalu. Speedboat langsung meluncur kencang dan hanya dalam hitungan menit Teluk Kendari pun kami lalui. Laut teramat tenang ketika speedboat yang kami tumpangi menyapa ma-
dirjEn PkP/handyka abiyoga
KUE ULANG TAHUN. Peringatan hut konawe kepulauan ke-2 diperingati dengan serangkaian kegiatan. salah satunya upacara bendera yang diakhiri dengan pemotongan kue ulang tahun oleh Pj. bupati konawe kepulauan h. burhanuddin pada 24 oktober 2015.
FAKTA DAN DATA lokasi
KONAWE
: berada di provinsi sulawesi tenggara, terletak di jalur pelayaran kawasan timur dan barat indonesia, diapit laut banda dan selat buton. luas wilayah : sekitar ± 1.513.98 km terdiri dari daratan ± 867, 58 km2, luas Perairan (laut) ± 646, 40 km2 dan garis pantai 178 km2. jumlah penduduk : 30.396 jiwa terdiri dari 15.179 jiwa laki-laki dan 15,217 jiwa perempuan (data 2013). topograi wilayah : dataran rendah, bergelombang dan berbukit. merupakan daerah angkatan dengan ketinggian atara 0-1.000 dpl. iklim : tropis dengan suhu terendah 18 derajat celcius. Curah hujan tahunan secara ratarata tercatat antara 1.500 mm/tahun hingga 2.898 mm/ tahun. Potensi pertanian : persawahan dan tanaman jangka panjang dan pendek. Potensi perkebunan : kelapa, cengkih, jambu mete, pala, kakao. Potensi kelautan : industri perikanan, rumput laut Potensi wisata : pantai, terumbu karang, air terjun, sungai, wisata budaya dan sejarah.
tahari yang mulai menyinari Laut Banda. Selama satu setengah jam mengarungi laut, sekalipun tak kami jumpai ombak tinggi, bahkan hingga speedboat berpenumpang 12 orang itu bersandar di pelabuhan Pulau Wawonii. Saat itulah kami sampai di Langara, ibu kota Kabupaten Konawe Kepulauan. Dugaan kami ternyata meleset saat pertama kali menginjakkan kaki di pulau itu. Semula kami bayangkan Wawonii adalah pulau yang sepi, maklum kabupaten ini baru resmi berdiri dua tahun lalu. Namun ternyata aktivitas di pulau ini sangat sibuk dan itu baru yang terlihat di Langara. Orang-orang yang lalu lalang, pelelangan ikan yang riuh, dan anak-anak sekolah yang bergegas menunjukkan bahwa pulau ini bergerak amat dinamis. Kedatangan kami yang disertai rombongan pengusaha dari Tiongkok bertepatan dengan perayaan HUT Kabupaten Wawonii Kepulauan yang kedua, tak heran jika seisi pulau tampak meriah. Ada upacara bendera yang dihadiri masyarakat, ada pula lomba sepeda gunung, jelajah mobil of road dan panggung kesenian serta jamuan makan dengan santapan makanan tradisional. Sebagai sebuah kabupaten yang amat belia, Kabupaten Konawe Kepulauan tak ubahnya gadis yang tengah bersolek, tak mau kalah oleh kabupaten lainnya di Sulawesi Tenggara. Maklum, kabupaten yang kerap disebut Konkep ini memang tengah bergerak cepat, memacu pembangunan di berbagai bidang. Saat kami menyusuri jalanan di pulau itu, tak terlihat ada lapisan aspal di atasnya. Maklum, jalanan di pulau itu belum selesai dibangun, di sana-sini terlihat kendaraan berat memacu pembangunan jalan lingkar Konkep, sebuah jalan utama yang akan menghubungkan delapan kecamatan di kabupaten itu. Medan terjal berbukit-bukit yang menjadi ciri khas pulau itu nantinya akan dilalui jalan mulus beraspal hot mix sepanjang 115 km. Sebanyak Rp110 miliar digelontorkan untuk jalan yang mulai dibangun pada 2014 itu. Jalan inilah yang diharapkan akan membuka segala potensi ekonomi yang dimiliki Konkep.
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
47
HORIZON POTENSI UNGGULAN Pembangunan jalan Lingkar Konkep itulah yang menandai percepatan pembangunan. Menurut Pj. Bupati Konawe Kepulauan H. Burhanuddin, jalan utama itu diharapkan akan membuka akses ekonomi yang selama ini terpendam di berbagai desa. “Termasuk juga nantinya akses ke berbagai lokasi wisata andalan Konkep.” Konkep memang memiliki potensi sumber daya alam yang beragam, mulai dari pertanian, perkebunan, kehutanan, pertambangan, hingga pariwisata. Wilayahnya berada di posisi sangat strategis karena perairan lautnya merupakan jalur pelayaran kawasan timur dan barat indonesia, diapit Laut Banda dan Selat Buton. Perairan ini dikenal akan potensi sumber daya keragaman hayati kelautan dan perikanan cukup besar. Di kawasan pelabuhan regional, kabupaten ini berpotensi menjadi pusat industri perikanan sedangkan pantai-pantainya menjadi kawasan wisata unggulan. “Di beberapa kecamatan di tumbuhi tanaman mangrove dan panorama bawah lautnya terdapat terumbu karang yang sangat indah tempat ikan duyung (dugong) berkembang biak,” tutur Burhanuddin. Potensi pertambangan juga demikian, terdapat nikel, pasir kroom, pasir kuarsa, marmer, emas, batu bara, dan pasir kali di pulau Wawonii. Sedangkan pertanian didominasi oleh persawahan dan tanaman jangka pendek maupun panjang. Komoditas perkebunan unggulan juga dimiliki kabupaten ini, seperti kelapa, cengkih, jambu mete, pala, kakao, dan lain-lain. Untuk pembangkit listrik, pulau ini juga tengah menanti sentuhan investor. Terdapat sebanyak 23 sungai dan 10 air terjun yang mengalir deras. Ini merupakan kekayaan alam untuk dikembangkan sebagai pembangkit tenaga listrik, baik makro maupun hidro. Belum lagi adanya danau besar di tengah gunung Waworete yang bisa menjadi waduk alam.
ALAM YANG ELOK Dengan segala potensi yang dimiliki, hanya tinggal menunggu waktu bagi
48
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
dirjEn PkP/handyka abiyoga
LINGKAR KONKEP. Pembanguan jalan lingkar konkep telah dilakukan sejak 2014. jalan sepanjang 115 km ini ini akan menghubungkan seluruh kecamatan di kabupaten konawe kepulauan.
Dengan segala potensi yang dimiliki, hanya tinggal menunggu waktu bagi Konkep untuk menjadi kabupaten yang lengkap. Sebab, sektor ekonomi lainnya masih menanti aliran modal investor untuk dibangun. Salah satunya adalah pariwisata.
Konkep untuk menjadi kabupaten yang lengkap. Sebab, sektor ekonomi lainnya masih menanti aliran modal investor untuk dibangun. Salah satunya adalah pariwisata. Untuk bidang satu ini, potensi Konkep tak perlu diragukan lagi. Dari mulai wisata sejarah hingga wisata alam untuk tetirah. Situs bersejarah yang terdapat di gua-gua juga menjadi andalan selain benteng-benteng pertahanan masa lalu dan permukiman raja-raja Wawonii yang disebut Lakino. Belum lagi atraksi budaya yang menawan seperti tari Lense dan Molihi. Keindahan pantainya juga tak perlu diragukan. Pantai pasir putih yang berkarang sangat menawan untuk manjadi lokasi snorkling. Bahkan, hanya dengan berperahu sejenak dari pantai, keindahan taman laut sudah langsung bisa dinikmati. Apalagi, kalau memiliki keahlian menyelam. Pantai indah yang bakal menyedot wisatawan antara lain pantai Tengkera yang terletak di Desa Nambo Jaya, Kecamatan Wawonii Tenggara. Pantai yang berjarak 50 km dari Langara itu menawarkan hamparan pasir putih yang bersih dengan laut yang jernih pula. Ada pulau pantai Sawaea di desa Sawaea,
pantai Polara di Desa Polara yang cocok untuk berselancar, dan pantai Kampa di Desa Wawobii yang cocok untuk liburan keluarga. Di tengah pulau, terdapat pula sejumlah air terjun yang bisa dicapai dengan jalan kaki. Lokasinya berada di perbukitan yang dipenuhi aneka tanaman hutan. Air terjun itu mengalirkan air yang jernih dari mata-mata air di puncak gunung. Antara lain air terjun Tumburano di desa Lansilowo yang konon airnya akan semakin deras mengucur jika semakin banyak pengunjung yang datang. Ada pula Air terjun Kopea di Desa Lawey yang berjarak 30 Km dari Langara yang juga cocok dikembangkan sebagai pembangkit listrik, selain untuk wisata. Air terjun Laantambaga yang terletak di hulu sungai Lampeapi di kecamatan Wawonii Tengah juga tak kalah mempesona. Air terjun ini juga direncanakan menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) berkekuatan 0,7 mega watt. Selain itu ada pula air terjun Lanuku di Desa Wawouso dan air terjun Ringkulele di Langara lebih banyak dikunjungi masyarakat lokal di hari-hari libur, terutama hari libur keagamaan. Sebanyak 23 sungai yang mengalir di pulau itu juga menyimpang potensi keindahan yang belum tergali. Airnya yang mengalir tenang dan jernih selalu menggoda siapa saja yang melihatnya untuk berenang atau sekadar mandi. Misalnya, sungai Mosolo di Desa Mosolo, Kecamatan Wawonii Tenggara yang berair sangat jernih dan dingin. Sungai ini terkenal karena meskipun merupakan pertemuan air tawar dan air asin, rasa air di sungai ini tetap tawar. Kejernihan airnya membuat banyak kalangan kepincut untuk menjadikannya sebagai sumber pengembangan air mineral. Ada pula sungai Laa Wawonii di Desa Ladianta, Kecamatan Wawonii Timur Laut. Letaknya berada di dekat Istana Jin (sebutan masyarakat setempat untuk Perkampungan Lakino Wawonii). Legenda masyarakat sekitar menyebut sungai ini sebagai tempat pemandian bidadari dari kahyangan. Dengan segala potensi yang ada, tidak heran bila Kabupaten Konawe Ke-
Wisata Unggulan air terjun
:
Pantai : sungai : Peninggalan sejarah : atraksi budaya
:
tumburano, kopea, laantambaga, lanuku, dan ringkulele tengkera, sawaea, Polara, kampa laa wawonii, mosolo benteng pertahanan, permukiman raja-raja wawonii tari lense dan molihi
pulauan menjadi sorotan siapa saja. Hanya tinggal sentuhan pemodal yang akan menyulap potensi itu menjadi kakayaan alam yang nyata. “Saya senang dengan kedatangan calon investor ke Konkep, saya berharap mereka tak segan-segan menancapkan bendera usahanya di pulau ini,” tegas Burhanuddin.
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
49
INVESTASI
wwF.org
LADANG TERBUKA DI BATAS NEGERI Bukan rahasia jika pembangunan di kawasan perbatasan masih banyak tertinggal oleh kawasan lainnya di Indonesia. Tapi nanti, setelah investasi mengucur, kawasan ini pasti akan berganti wajah.
50
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
istimEwa
K KEYAKINAN seperti itulah yang tertanam di benak Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jafar. Ia sangat yakin terdapat banyak bidang usaha yang amat terbuka dan sangat berpotensi untuk dikembangkan oleh pihak swasta. Perkebunan dan pertambangan misalnya, dinilai Marwan merupakan sektor yang amat dan berpotensi menjadi primadona investasi di perbatasan. Itulah mengapa, Kemendesa PDTT merasa perlu mengerucutkan perhatian masyarakat ke kawasan ini. Betapa tidak, potensi investasi yang bisa digarap di sana mencapai tidak kurang dari Rp130 triliun. “Dalam lima tahun ke depan mudahmudahan target Rp130 triliun itu bisa dicapai,” ujar Marwan di sela-sela acara Forum Pengembangan Investasi Daerah Perbatasan: Border Investment Summit, bertajuk Pengembangan Potensi dan Peluang Investasi Di Daerah Perbatasan di Hotel Bidakara, Jakarta (3/11/2015). Border Investment Summit sengaja digelar Kemendesa PDTT untuk membuka mata publik bahwa lahan investasi sangat terbuka di kawasan perbatasan. Selama ini, perhatian pemodal masih terfokus di kawasan-kawasan yang sudah terbuka. Padahal, di desa-desa di sepanjang perbatasan, terdapat banyak bidang usaha yang bisa digarap kalangan swasta.
antaraFoto.Com
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
51
INVESTASI Bukan hanya perkebunan dan pertambangan, agro industri dan komoditas perdagangan juga masih menanti kehadiran pemodal. “Di perbatasan itu luar biasa potensinya, terutama kita bisa kembangkan perkebunan sawit, atau kebun lain dan peternakan,” tutur Marwan. Menurutnya, agar kalangan pemodal tertarik untuk datang, maka kawasan perdesaan di daerah perbatasan harus terlebih dulu dikembangkan. Paling tidak untuk membuka jalan bagi mereka untuk masuk. Kehadiran investor ke kawasan-kawasan itu selain akan meningkatkan taraf hidup masyarakat juga akan mengubah wajah perbatasan menjadi lebih dinamis. Ini perlu diwujudkan karena kawasan itu merupakan etalase negeri di mata negara tetangga. Saat ini, di seluruh Indonesia tidak kurang dari 14 juta lahan masih terbuka dan tergolong lahan tidur. Sebanyak 2,9 juta hektar di antaranya berada di perbatasan. “Kami berkomitmen untuk mempercepat pembangunan di perbatasan melalui program Pengembangan Kawasan Beranda Indonesia (PKBI). Tujuannya, agar daerah itu maju, berdaya saing, dan aman.” Sampai saat ini, pemerintah sudah membangun 10 Kota Terpadu Mandiri (KTM) dan 27 kawasan transmigrasi yang bisa dimanfaatkan oleh para investor untuk mengembangkan daerah perbatasan. Peluang-peluang yang ada di dalam kerangka PKBI tersebut terbuka bagi swasta untuk menggarapnya. “PKBI akan dikembangkan sesuai potensi yang dimiliki daerah perbatasan seperti sumber daya alam, pariwisata, perikanan, tambak, dan sebagainya. Peluang tersebut bisa dimanfaatkan termasuk pihak swasta yang bisa mengurangi biaya investasi,” jelasnya.
KENDALA INFRASTRUKTUR Namun demikian, tidak mudah memang menggoda investor untuk masuk ke sana saat ini. Sebab, masih terdapat sejumlah kendala yang masih berpusat pada masalah infrastruktur dan pasokan energi. Belum lagi masalah regulasi lokal yang masih kurang ramah terhadap investasi.
52
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
Foto: rEPublika
BORDER INVESTMENT SUMMIT. menteri desa, Pembangunan daerah tertinggal dan transmigrasi marwan jafar membuka Forum Pengembangan investasi daerah Perbatasan: border investment summit, bertajuk Pengembangan Potensi dan Peluang investasi di daerah Perbatasan di hotel bidakara, jakarta (3/11/2015).
“Padahal, potensi investasi di Kalimantan Utara sangat besar termasuk di sektor energi. Cadangan gas bumi sudah terdidentifikasi sebesar 23 triliun kaki kubik cukup untuk produksi selama 30 tahun. Di sektor pertanian juga demikian, terdapat lahan untuk sawah seluas 17.400 hektar di Nunukan.”
Di kawasan Sebatik, Kalimantan Utara yang berbatasan dengan Malaysia misalnya, investasi yang masuk masih terbilang minim meskipun peluang sangat terbuka. Menurut Kepala Bappeda Provinsi Kalimantan Utara, Frederick, kondisi tersebut terjadi karena terkendala infrastruktur. Menurutnya, dibandingkan dengan wilayah Malaysia di perbatasan yang sama, wilayah Indonesia masih jauh tertinggal. Jika di perbatasan Malaysia sudah terang benderang karena dialiri listrik, di wilayah Indonesia masih gelap. Begitupun dengan jalan, di wilayah Malaysia sudah beraspal mulus sedangkan di Indonesia masih berupa tanah. “Padahal, potensi investasi di Kalimantan Utara sangat besar termasuk di sektor energi. Cadangan gas bumi sudah terdidentiikasi sebesar 23 triliun kaki kubik cukup untuk produksi selama 30 tahun. Di sektor pertanian juga demikian, terdapat lahan untuk sawah seluas 17.400 hektar di Nunukan,” jelas Frederick di sela-sela Border Investment Summit.
TUJUH REKOMENDASI Karena terdapat kendala demikian, diperlukan guyuran pemanis bagi pemodal. Diperlukan semacam insentif misalnya dalam hal perolehan perizinan atau
TERUS BERBENAH: Proyek pelebaran jalan akses perbatasan negara terus berlangsung di kawasan Entikong, sanggau, kalimantan barat (3/12/2015). Proyek yang masih berlangsung antara lain pelebaran jalan akses, pembangunan jalan pararel dan perbaikan isik Pos lintas batas negara.
antara Foto/ismar Patrizki
POTENSI INVESTASI DI PERBATASAN Basis Usaha Primer: Pertanian: ubi kayu, ubi jalar, kedelai, jagung, padi, padi organik Perkebunan: kelapa, kakao, cengkih, karet, pisang, nanas, kopi, pinang, jagung, kemiri, jambu mete, kelapa sawit Peternakan: kambing, sapi, babi, ayam, kuda Perikanan: perikanan tangkap, budi daya kolam, rumput laut Pertambangan: minyak bumi, gas alam, batu bara, tembaga, emas, adesit, daisit, riolit, pasir darat, granit, bauksit Basis Usaha Sekunder industri pengolahan sumber daya alam Basis Usaha Tersier jasa pelayanan, konstruksi, dan perdagangan, jasa manajemen limbah tambang, logistik tambang wisata: pantai, hutan lindung, resor, danau, air terjun, atraksi budaya, restoran, olah raga air, menyelam sumbEr: disarikan dari buku ProFil PotEnsi inVEstasi daErah PErbatasan, oktobEr 2015
bahkan bukan tidak mungkin pemerintah juga meluncurkan paket kebijakan khusus untuk kawasan perbatasan. Tentunya, kampanye dan gerakan nasional juga perlu digelar untuk mempromosikan desa-desa di perbatasan. Border Investment Summit yang digelar Kemendesa PDTT itu merupakan salah satu upaya untuk tujuan tersebut. Forum kali ini, ungkap Marwan, menghasilkan tujuh rekomendasi. Pertama, memperhatikan potensi yang dimiliki oleh daerah perbatasan
maka terpapar peluang yang besar untuk investasi, terutama untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi dan aset daerah perbatasan. Kedua, pembangunan daerah perbatasan sebagai kawasan beranda depan negara, perlu dilakukan tidak hanya dengan pendekatan keamanan (security approach). Namun perlu pula diimbangi dengan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) dan pendekatan ekonomi (economy approach) dengan mendorong investasi daerah perbatasan
sesuai dengan potensi dan peluang yang dimiliki. Ketiga, semua pemangku kepentingan harus terlibat dan berpartisipasi aktif dalam mengambil peran untuk pembangunan daerah perbatasan, terutama kalangan dunia usaha dan masyarakat. Keempat, untuk mempercepat pembangunan daerah perbatasan melalui program Pengembangan Kawasan Beranda Depan Indonesia (PKBI), perlu dilakukan dengan upaya pengembangan dan pemberdayaan untuk mewujudkan daerah perbatasan yang berdaulat, sejahtera, dan berdaya saing. Kelima, segera mendorong pengembangan daerah perbatasan yang berbasis pendekatan kawasan untuk membentuk suatu sistem pengembangan ekonomi wilayah yang terpadu. Keenam, pembangunan kawasan perbatasan perlu dilakukan melalui prinsip pemihakan, percepatan, dan pemberdayaan masyarakat. Ketujuh, melalui penyelenggaraan Border Investment Summit ini, diharapkan dapat ditingkatkan investasi daerah perbatasan, yang merupakan upaya strategis untuk mengembangkan perekonomian dengan langkah yang terintegrasi dan sinergis.
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
53
KHAS
istimEwa
54
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
BUDIDAYA K-TREE. Penandatanganan kerja sama budi daya pohon kajornphuwapong (k-tree) antara koprabuh dan kabupaten kayong utara berlangsung di sela-sela Expose Pembangunan the Emission zero global Pulau maya di ruang Purna, kementerian desa Pdtt, 12 oktober 2015.
istimEwa
POHON AJAIB PENYELAMAT LINGKUNGAN Keunikan dan keragaman manfaatnya membuat pohon ini dijuluki pohon ajaib. Didukung Kementerian Desa PDTT, Indonesia mulai mengembangkannya di Pulau Maya, Kalimantan Barat.
K
KAJORNPHUWAPONG nama pohon itu. Memang terdengar unik dan cukup sulit melafalkannya karena memang itu merupakan penyebutan dalam bahasa Thai. Disebut demikian sesuai nama pengembangnya, Chanasnun Kajornphuwapong dari Be Green Group Thailand. Inilah pohon dengan segudang manfaat. Memang, pohon yang juga disebut K-tree ini sebenarnya juga ditemukan di Indonesia, namun dari pohon yang tumbuh begitu saja kemudian dikembangkan dan dibudidayakan oleh Kajornphuwapong menjadi pohon yang unik dan bisa dikembangkan untuk banyak keperluan, sehingga diberi merek Kajornphuwapong. Pohon ini dikembangkan sebagai tanaman industri (ecoindustry) untuk dijadikan bahan baku tidak terbatas seperti pellet, biofuel, wood chip, biomasa un-
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
55
KHAS
tuk pembangkit listrik, dan lain-lain. Ktree juga sangat bagus untuk pencegahan pemanasan global dan kebakaran hutan. Sebab, pohon ini memiliki keunikan menyimpan air dalam jumlah banyak, sehingga pohon ini sulit terbakar. Pohon ajaib ini diterima dalam Road Map UNFCCC (United Nation FrameWork Convention on Climate Change) sebagai tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi perubahan iklim global. “Produksi karbondioksida (CO2) meningkat di seluruh belahan bumi, sementara hutan-hutan yang menjadi paru-paru dunia karena mengahasilkan oksigen (O2) mulai berkurang. Untuk itu, bumi ini butuh tanaman mengeluarkan O2 dan menyerap serta memupuskan CO2 secara luar biasa. Pohon ini mampu mengisi kekosongan itu,” ujar penasehat lingkungan untuk PBB Stuart Scott. Pohon ini memiliki karakteristik unik, yakni tumbuh sangat cepat, kayu tidak terlalu keras, ukuran menengahbesar, bermahkota lebar, batang silinder lurus, cabang rontok sendiri, pulp ber-
56
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
warna kuning muda, daun muda sangat besar, bentuk akar luar biasa besar dan kuat, serta mengandung banyak air. “Saya melakukan penelitian dan pengembangan potensi pohon ini selama 13 tahun untuk tujuan pemeliharaan lingkungan dalam kaitan perubahan iklim. Hasilnya, pohon ini mampu tumbuh sangat cepat,” kata Chanasnun di Gedung Kemendesa PDTT, Kalibata belum lama ini.
AREA NINETY NINE Di Indonesia, K-tree dibudidayakan melalui kerja sama dengan Koperasi Produsen Anugerah Bumi Hijau (Koprabuh) dengan Be Green Group yang didukung oleh Kementerian Desa PDTT. Lokasi budidaya berada di Pulau Maya, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat. Kerja sama tersebut diresmikan di gedung Makarti, Kemendesa PDTT pada pada 12 Oktober 2015 melalui penandatanganan nota kerja sama antara Kabupaten Kayong Utara dengan Be Green Group dan Koprabuh . Kerja sama itu di-
tandatangani oleh Bupati Kayong Utara H Hildi, Ketua Koprabuh Yohanis Cianes Walean, Presiden Green Group, Chanasnun Kajornphuwapong disaksikan oleh Dirjen Pembangunan Kawasan Perdesaan Johozua Max Yoltuwu, penasehat lingkungan untuk PBB Stuart Scott. Pulau Maya dijadikan areal pusat pembibitan dan perkebunan berskala industri sampai produksi (panen) serta pengolahan menjadi wood chip, dan untuk perkebunan di seluruh Indonesia. Areal ini kemudian diberi nama Area Ninety Nine. Bibit dari Pulau Maya ini kemudian akan disebarkan ke seluruh Indonesia antara lain untuk penanaman di Pulau Yos Sudarso di Kabupaten Merauke dan Kabupaten Asmat di Provinsi Papua; Pulau Seram di Kabupaten Seram Bagian Timur Provinsi Maluku; Kabupaten Gorontalo Utara di Provinsi Gorontalo; di Provinsi Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan serta di Provinsi Kalimantan Tengah dan Sumatera dimulai dari Sumatera Barat.
SPESIFIKASI TEKNIS EKONOMIS data hasil penebangan pada usia tanam 3 tahun 10 bulan oleh team koprabuh, 14 april 2015: • diameter batang 42 cm • ketinggian batang mencapai 21 meter • berat keseluruhan mencapai 1.8 ton • bila di bagi 4 tahun maka rata-rata pertahun beratnya 450 kg per pohon, sehingga mempunyai nilai ekonomis sangat tinggi dibandingkan jenis kayu komersial yang lain. • dapat ditanam dengan kepadatan tanam sangat luar biasa, sampai sepadat 10.000 pohon per ha dengan cara : • Panen pada tahun ke 1 dengan pola panen penjarangan 5.000 pohon, • tahun ke 2 panen 2.500 pohon • tahun ke 3 panen 2.500 pohon. • Pohon yang ditebang akan tumbuh kembali dan dipanen bersama jadwal di atas • Perhitungan Panen per ha • tahun ke 1 panen1 à 5.000 pohon = 5.000 x 450kg = 2.250.000kg = 2.250.00 ton • tahun ke 2 panen1 à 2.500 pohon = 2.500 x 900kg = 2.250.000kg = 2.250.00 ton • tahun ke 3 panen1 à 2.500 pohon = 2.500 x 1.350kg = 3.375.000kg = 3.375.00 ton • total panen per 3 tahun per ha = 7.875.00 ton • rata-rata per tahun per ha = 2.625.00 ton • rata-rata pertahun angka pesimis = 1.000.00 ton • Penghasilan kotor per tahun per ha bila harga chip @ usd 25 per ton = usd 25.000 • bila kurs usd1 = rp 14.000 maka penghasilan per ha per tahun adalah = rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) yang akan dinikmati oleh semua pihak yaitu: koperasi, investor, be green group dan Pemerintah. • bila penghasilan koperasi 10%nya, maka rp35.000.000/ha/tahun adalah nilai pesimis penghasilan anggota koPrab
SISTEM KOPERASI KOPRABUH •
anggota koperasi adalah pemilik lahan yang digunakan lahannya untuk pengembangan Pohon kajornphuwapong.
•
Perhitungan shu berdasarkan koprabuh Point yang dikumpulkan oleh masing-masing anggota koprabuh.
•
lahan hak koperasi, yang diperoleh dari pengajuan antara lain hgu, di atas kertas dibagikan pada seluruh anggota, sehingga menambah koprabuh Point anggota.
•
anggota yang bekerja mendapat gaji selain shu
•
anggota yang bekerja setelah lulus seleksi, pendidikan dan pelatihan.
Dirjen PKP, Johozua Max Yoltuwu menyebutkan kerja sama ini murni merupakan investasi swasta di perdesaan yang diharapkan bisa memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat. Pola ini dinilai sangat menguntungkan karena pemerintah tidak harus mengeluarkan dana dan masyarakat sekitar juga akan terlibat aktif. “Ini murni investasi swasta sehingga pemerintah tidak perlu mengeluarkan dana,” kata Max. Berkaitan dengan budidaya ini, menurut Max, pihaknya bisa bekerja sama dengan kalangan universitas untuk mengembangkan lebih jauh pohon ini di Indonesia. Bahkan Max berharap pohon Kajornphuwapong (K-tree) yang ditanam di Indonesia bisa disebut dengan nama Indonesia. Sebab, sebelum dikembangkan di Thailand, pohon ini juga tumbuh di Indonesia. “Saya berharap pohon Kajornphuwapong yang ditanam di Indonesia bisa diberinama dengan menggunakan istilah Indonesia supaya lebih akrab dengan masyarakat Indonesia,” tegas Max.
Menurut Max, Kemendesa PDTT bukan sekali ini saja bekerja sama menanam pohon. “Kami berpengalaman dengan pohon, kami pernah melakukan penanaman 5 juta pohon sengon dengan dana APBN di Lebak dan Pandeglang. Kami juga pernah melakukan hal serupa di Ngada, Flores untuk pohon mahoni dan jati serta di Bondowoso untuk kopi,” tutur Max.
KOPERASI MASYARAKAT Sebagai pohon industri, K-tree juga dinilai sangat prospektif dan menguntungkan. Penanamannya tidak memerlukan waktu lama, hanya selama 3 sampai 4 tahun sejak ditanam, pohon itu sudah bisa dipanen. “Di usia 3 tahun sudah bisa dipanen. Pohon ini bukan untuk furnitur, tapi untuk biomasa dan aneka kebutuhan lainnya,” kata Ketua Koprabuh Yohanis Cianes Walean. Sedangkan untuk kelestarian lingkungan, menurut Yohanis, pohon ini sangat cocok karena memiliki akar yang kuat sehingga bisa mencegah longsor. Keberadaannya juga menghasilkan banyak oksigen dan karena menyimpan air yang sangat banyak, maka pohon ini juga bisa mencegah kebakaran hutan. ‘jadi cocok ditanam di Indonesia yang sering dilanda kebakaran hutan,” tegas Yohanis. Dipandang dari aspek bisnis, K-tree juga sangat menguntungkan. Sebagai contoh, dibandingkan dengan sawit, K-tree jauh lebih menguntungkan. Sawit menghasilkan US$3.440 atau sekitar Rp48 juta (asumsi Rp14.000 per dolar AS) per hektar per ton per tahun dengan asumsi harga minyak sawit US$688 per metrik ton. Sedangkan K-tree bisa menghasilkan US$8.250 atau sekitar Rp115,5 juta per hektar per ton per tahun dengan asumsi harga wood chip US$25 per metrik ton. Selain itu, pembudidayaan di Pulau Maya juga dipandang Johanis memberikan manfaat banyak bagi masyarakat yang menyediakan lahannya untuk ditanami K-tree. Sebab, sistem kerja samanya menggunakan pola koperasi sehingga keuntungan bisa diperoleh maksimal. Ini berarti bukan hanya pelaku usaha yang terlibat, tetapi juga masyarakt aktif berperan serta.
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
57
POTENSI
KEMBANGKAN MINERAL. kasubdit Pengembangan sumber daya alam kawasan Perdesaan wilayah i pada ditjen Pembangunan kawasan Perdesaan, kemendesa Pdtt, simon Edward lumban gaol memberikan paparan di hadapan satuan kerja Perangkat daerah (skPd) pemerintah kabupaten/kota mengenai pengembangan dan pengelolaan simber daya mineral di banda aceh (26 oktober 2015). Pengembangan potensi desa seperti itu diperlukan untuk mendorong keterkaitan desa-kota. ayo kE dEsa | tj sukaryana
BANGUN DESA MANDIRI DARI MINERAL Pengembangan dan pengelolaan sumber daya mineral di perdesaan tak perlu lagi bergantung pada pihak lain di luar desa. Masyarakat lokal pun bisa melakukannya.
58
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
P
PROGRAM nasional membangun negeri dari desa telah membuka akses yang luas bagi desa untuk mengembangkan segala potensi yang ada. Desa kini menjadi pemeran utama untuk membangun dan mengembangkan potensi yang dimilikinya, tak terkecuali mengembangkan sumber daya alam dan mineral. Mengacu pada Perpres 2/2015 Tentang RPJMN 2015-2019, desa mempunyai hak untuk mengelola sumber daya alam berskala lokal. Termasuk pengelolaan hutan negara oleh desa yang berorientasi pada keseimbangan lingkungan hidup dan berwawasan mitigasi bencana untuk meningkatkan produksi pangan dan mewujudkan ketahanan pangan. Kasubdit Pengembangan Sumber Daya Alam Kawasan Perdesaan Wilayah I pada Ditjen Pembangunan Kawasan Perdesaan, Kemendesa PDTT, Simon Ed-
ward Lumban Gaol memaparkan bahwa pengembangan dan pengelolaan sumber daya alam dan mineral di perdesaan harus diwujudkan dalam ruang lingkup kawasan perdesaan. Ini berarti, terdapat banyak desa yang terlibat, bukan hanya satu desa. “Dalam hal ini, terdapat dua arah kebijakan dan strategi pembangunan kawasan perdesaan. Pertama, pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup berkelanjutan serta penataan ruang kawasan perdesaan. Kedua, pengembangan ekonomi kawasan perdesaan untuk mendorong keterkaitan desa-kota,” ujar Simon saat memberikan arahan dalam Bimbingan Teknis Pengembangan Potensi Sumber Daya Mineral Wilayah I di Banda Aceh (26-29/10/2015). Dengan arah kebijakan demikian, menurut Simon, masyarakat desa akan
lebih banyak terlibat, termasuk untuk meMemasukan Gagasan Pengelolaan SDA ngembangkan dan mengelola potensi miRencana Pembangunan Berbasis Desa neral. Hal itu antara lain bisa diwujudkan dengan membentuk Badan Usaha Milik Pemeriksan Desa (Bumdes). Dengan cara itu, kegiatan mon-Ev pertambangan di perdesaan tidak melulu dikeruk untuk implementasi musyawarah aksi kepentingan pihak lain. desa Hal senada juga disampaikan Koordinator Nasional Jaringan Advokasi aPbdes Tambang (Jatam) Hendrik Siregar yang mengingatkan bahwa pengelolaan SDA dan mineral di perdesaan jangan sampai salah urus, terutama terkait kawasan hutan perdesaan. “Jangan sampai masyarakat yang tadinya mengandalkan hutan sebagai sumber kehidupan dan tempat tinggal menjadi tersisihkan. Jangan sampai juga eksploitasi ini menumbuhkan generasi suram dan memperburuk kemiskinan,” kata Henderik di kesempatan yang sama.
ASPEK LINGKUNGAN Mengembangkan pertambangan di perdesaan tentu juga tidak boleh serampangan dilakukan. Salah- salah, bukan kemakmuran yang dicapai, justru bencana yang dituai. Itulah sebabnya, eksploitasi mineral di perdesaan harus juga tetap mengacu kepada upaya pemeliharaan lingkungan. Dalam hal ini diperlukan sebuah kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) untuk mendampingi setiap usaha untuk mengembangkan sumber daya alam dan mineral. KLHS inilah yang nantinya akan menjadi dasar bagi kebijakan, rencana atau program pembangunan di sebuah wilayah. KLHS merupakan rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. Menurut Kepala Departemen Advokasi Eksekutif Nasional WALHI Nur Hidayati, KLHS memuat sejumlah kebijakan. Antara lain, kapasitas daya dukung dan daya tampung, lingkungan hidup untuk pembangunan, perkiraan mengenai dam-
rPjm dEsa
Mineral ke
GAGASAN KETERKAITAN PENGELOLAAN SDA MINERAL
rk tahunan
pak dan risiko lingkungan hidup, kinerja layanan/jasa ekosistem, efisiensi pemanfaatan sumber daya alam, tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim, dan tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati. Namun, perlu dipertimbangkan apakah penembangan SDA dan mineral di perdesaan itu akan memberikan mafaat besar bagi masyarakat. “Di sinilah perlu dipertimbangkan aspek keberagaman menjadi homogenitas. Artinya, apakah apakah suatu rencana pembangunan akan menghilangkan keberagaman, baik secara ekosistem, sumber penghidupan, jenis pangan dan menjadikannya seragam atau homogen?” kata Nur Hidayati. Selain itu perlu juga dipertimbangkan apakan suatu rencana pembangunan akan mengubah status dan kedudukan warga. Misalnya, apakah terjadi kehilangan kepemilikan atas sumberdaya/ aset warga di suatu wilayah. Tentu saja perlu juga dipertimbangkan apakan suatu rencana pembangunan akan menghilangkan kehidupan yang merdeka bagi masyarakat sekitar. “Jangan sampai yang tadinya swasembada menjadi serba membeli,” tegas Nur Hidayati.
GOOD MINING PRACTICE Masyarakat desa perlu secara bijaksana mempertimbangkan apakah usaha pertambangan mineral di perdesaan bisa
mendatangkan manfaat. Untuk mencapai tujuan itu, pakar teknik pertambangan dari ITB, Bandung, Agus Haris Widayat, mengusulkan penerapan konsep pengelolaan pemanfaatan sumber daya mineral berdasarkan Good Mining Practice (GMP). Dalam konsep GMP ini perlu dikaji apakah pengelolaan dan pemanfaatan layak secara teknis. “Artinya, harus tersedia teknologi penambangan, pengangkutan, dan pengolahannya,” kata Agus. Selain itu, kelayakan lainnya yang perlu dipertimbangkan adalah apakah hasil eksploitasi itu layak secara ekonomi. Artinya, apakah bisa dijual, berkualitas baik, dan volumenya mencukupi. Tentunya, tegas Agus, perlu juga dipertimbangkan kelayakan dari sisi lingkungan, terutama jangan sampai merusak lingkungan dan menimbulkan konlik sosial. Kepala Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Perdesaan LPPM-IPB, Lala M. Kolopaking mengingatkan bahwa pengelolaan potensi SDA mineral harus dalam satuan kawasan perdesaan, buka hanya dengan prinsip “desa membangun”, tetapi melalui kerjasama antardesa dalam kawasan perdesaan. “Dengan begitu, pelaksana kegiatan pertambangan di kawasan perdesaan adalah pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/ kota, dan pemerintah desa,” ujar Lala.
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
59
POTENSI
EVALUASI PROGRAM. sekretaris direktoral jenderal Pembangunan kawasan Perdesaan kemendesa Pdtt leroy samy uguy menyampaikan paparannya saat membuka rapat Evaluasi Pengembangan dan Pemanfaatan Potensi sumber daya alam wilayah V di Provinsi Papua yang berlangsung di abepura (23-25/11/2015). Evaluasi mengungkap kemajuan yang telah dicapai Papua. ayo kE dEsa | tj sukaryana
LIMPAHAN ALAM UNTUK GERAK CEPAT PAPUA Perdesaan di Papua dan Papua Barat tengah beradu cepat untuk mengembangkan segala potensi alam yang ada. Melalui pendekatan adat, hasil alam dikembangkan untuk kemakmuran warga.
60
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
P
PAPUA dan Papua Barat bukan lagi provinsi tertinggal seperti dulu. Dua provinsi ini sekarang tak berbeda dengan provinsi lainnya yang sudah lebih dulu bergerak. Bahkan, tahun ini bersama Maluku, Papua menjadi provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), selama kuartal II 2015, laju pertumbuhan ekonomi Papua dan Maluku mencapai 10,17% jauh melampaui wilayah Jawa yang rata-rata tumbuh 5,07%. Pertumbuhan tersebut, didukung sektor pariwisata, perikanan, pertanian, dan pertambangan. BPS juga yakin, pertumbuhan Papua akan lebih cepat lagi di masa mendatang karena potensi alamnya masih sangat besar dan terbuka.
Pencapaian itu tentu bukan tanpa sebab. Salah satu kunci keberhasilannya adalah percepatan pembangunan kawasan ekonomi berbasis potensi unggulan lokal serta wilayah adat. Selain itu, dikembangkan pula komoditas unggulan di masing-masing kawasan pengembangam ekonomi melalui program pengwilayahan komoditas dengan prinsip tanam, petik, olah, dan jual. Pencapaian itu terungkap antara lain dalam Rapat Evaluasi Pengembangan dan Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Alam Wilayah V di Provinsi Papua yang berlangsung di Abepura (23-25/11/2015). Rapat tersebut digelar oleh Ditjen Pembangunan Kawasan Perdesaan pada Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
POTENSI SUMBER DAYA ALAM PAPUA •
•
•
• •
kawasan hutan: 30.387.499 ha 1. Paru-Paru dunia 2. stok karbon 4.299.570.000 ton Co2-eq 3. Flora : 25.000 jenis Fauna: mamalia 164 jenis, reptil/ amibi 329 jenis, burung 650 jenis, ikan air tawar 250 jenis, ikan laut 1200 jenis, serangga 150 jenis. Potensi komoditas: Padi, karet , kopi, hortikultura, kelapa dalam, kakao, bua merah, sagu, sawit, gaharu, hasil hutan, Perikanan darat dan laut tersebar di seluruh Papua Potensi Energi terbarukan: tenaga air: (mamberamo, d. sentani, urumuka, kali mayo), Energi surya, angin, bioetanol, ombak
POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PAPUA •
• •
•
tembaga mencapai 2,6 milliar ton atau 45% dari cadangan tembaga nasional, potensi lainnya: bijih nikel, pasir besi, dan emas, minyak bumi mencapai 66,73 mmstb (million stock tank barrels) atau 0,91% dari stok nasional, gas bumi mencapai 23,91 tsCF (trillion square Cubic Feet) atau 23,45% dari potensi cadangan nasional, batu bara mencapai 104.710.165.851 ton/m3, (berupa cadangan) baru terbatas di jayapura-mamberamo sumbEr: rPjmn,2014-2019
Rapat evaluasi membahas mengenai pengembangan dan pemanfaatan potensi sumber daya alam selama 2015 di Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, NTB, NTT. Dalam rapat terlibat kabupaten terpilih, khususnya kabupaten yang mendapatkan program kegiatan dari Direktorat Pengembangan Sumber Daya Alam Kawasan Perdesaan. Dari evaluasi itu juga diketahui sejauh mana pengaruh dan permasalahan dari kebijakan pengembangan dan pemanfaatan sumber daya alam kawasan perdesaan di pusat maupun di daerah. Diketahui pula sejauh mana hasil dan permasalahan strategi pengembangan
dan pemanfaatan sumber daya alam di tingka pusat dan daerah. “Selain itu, dari rapat evaluasi ini juga dapat diketahui keberhasilan dan permasalahan dalam program implementasi pengembangan dan pemanfaatan sumber daya alam di pusat maupun di daerah,” tutur Kasubdit Wilayah V Dandan Mulyana. Menurutnya, evaluasi seperti ini penting dilakukan karena tanpa evaluasi dan pelaporan, maka program tidak akan dapat dikendalikan sehingga berdampak pada gagalnya pelaksanaan program.
La Pago di kawasan Pegunungan Tengah sisi timur; dan wilayah adat Ha’anim di Kabupaten Merauke, Asmat, Mappi, dan Boven Digul. “Sebaran pembangunan itu mencapai sektor jasa sebanyak 15%, industri 6% dan terbesar merupakan ekstrasi sumber daya alam yang mencapai 79%,” ujar Verra. Dalam kaitan pembangunan Papua, Verra berharap terjadi sinergi dan sinkronisasi Kawasan Pengembangan Ekonomi Berbasis Lima Wilayah Adat Papua di dalam RPJMD dan RPJMN Agar Mendapat Dukungan Program dan Kegiatan Serta Pendanaan dari Kementerian/Lembaga Terkait. Dukungan juga diharapkan diberikan untuk percepatan pengemangan sekolah kejuruan pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, penyuluhan dan industri pengolahan berbasis potensi komoditas unggulan di lima wilayah adat. Dengan dukungan seperti itu, wilayah Papua dan Papua Barat bisa lebih cepat dalam melaksanakan pembangunan. Bahkan Papua dan Papua Barat bisa mengejar ketertinggalan dari wilayah lain di Nusantara.
BERBASIS WILAYAH ADAT Khusus di wilayah Papua, Kasubdit SDA, LH, Pengairan dan Tata Ruang Bidang Fisik Prasarana, Bappeda Provinsi Papua, Verra A.D Wand mengungkapkan bahwa pembangunan menitikberatkan pada percepatan pembangunan ekonomi berbasis lima wilayah adat Papua. Lima wilayah adat tersebut adalah Saereri di Kepulauan Teluk Cenderawasih; wilayah adat Mamta di Kabupaten Mamberamo hingga Kota Jayapura; wilayah adat Me Pago mencakup wilayah Pegunungan Tengah sisi barat; wilayah
FOKUS KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN SDA DI WILAYAH ADAT PAPUA Peningkatan Produktifitas Kawasan Industri (KI)
Percepatan
Hulurisasi
Hilirisasi
3
4
Lokasi
kakao, sawit, Pariwisata, kelapa dalam, sagu, danau
industri : kakao, kelapa dalam, sagu & Pariwisata
Pembangunan ki bongrang depapre jayapura
Perikanan & Pariwisata, kehutanan
industri : Pengalengan ikan & Pariwisata, kehutanan
Pembangunan ki samber urfu- biak numfor
kopi, ubi, tambang
industri : kopi, ubi, tambang
Pembangunan ki smelter dan Curah semen sP 6 logpon
kopi, buah merah & ubiubian
industri : kopi, buah merah & ubi-ubian
Pembangunan ki buah merah dan kopi gunung susu-kurulu
Pertanian (Padi), Perkebunan (karet), Peternakan, Perikanan
industri : beras, karet, ternak & Pengalengan ikan
Pembangunan ki agroindustri terpadu salorserapuh-merauke diolah dari bErbagai sumbEr
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
61
GALERI
PENUTUPAN PAMERAN. dirjen Pembangunan kawasan Perdesaan, kemendesa Pdtt johozua memukul gong tanda ditutupnya Pameran Potensi desa di banjar baru, kalimantan selatan, 29/11/2015. Pameran tersebut mengakhiri rangkaian Pameran Potensi desa yang diselenggarakan oleh kemendes Pdtt. Pameran serupa sebelumnya digelar di bondowoso, jawa timur; banyuasin, sumatera selatan; maros, sulawesi selatan; Cianjur, jawa barat; dan demak, jawa tengah.
62
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
rmtV
KICK OFF HARI PERS. dirjen Pembangunan kawasan Perdesaan, kemendesa Pdtt johozua max yoltuwu (memegang mikrofon) menyampaikan paparan dalam diskusi di acara kick of hari Pers nasional (hPn) 2016 di gedung tVri senayan (2/11/2015). acara ini dipandu pengamat komunikasi politik dari universitas Paramadina hendri satrio (paling kiri). tampil juga sebagai pembicara antara lain menko kemaritiman dan sumber daya rizal ramli (berjas), gubernur ntb tuan guru haji mohamad zainul majdi (kanan). rangkaian kegiatan hPn 2016 akan dipusatkan di lombok, ntb, pada 6-9 Februari 2016.
ayo kE dEsa | darmawan Christyanto ayo kE dEsa | nurCholis ma basyari
PEMBUKAAN KONFERENSI INTERNASIONAL. dirjen Pembangunan kawasan Perdesaan kemendes Pdtt johuzua max yoltuwu (berkemeja putih) turut menabuh gendang dalam acara pembukaan konferensi internasional dan Pameran Pengembangan rumput laut di makassar, sulawesi selatan, 12 november 2015.
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
63
GALERI
ayo kE dEsa | nurCholis ma basyari
BIMTEK PARIWISATA. Peserta bimbingan teknis Pengembangan Potensi sumber daya alam Pariwisata ramah lingkungan berbasis masyarakat berfoto bersama seusai penutupan acara yang diselenggarakan di hotel Eastparc, yogyakarta, 13/10/2015. Para peserta berasal dari kalangan pejabat, bappeda, dinas pariwisata, bPmPd, akademisi, dan pelaku pariwisata dari sejumlah kabupaten di banten, jawa barat, jawa tengah, yogyakarta, dan jawa timur.
SIMAK PEMAPARAN DIREKTUR. Para peserta tengah menyimak paparan direktur PsdakP ditjen PkP tauik madjid dalam bimtek Pengembangan dan Pemanfaatan Potensi sumber daya mineral dalam upaya Peningkatan kesejahteraan masyarakat desa di hotel jayakarta, lombok Praya, ntb, 29 oktober 2015.
64
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
TALKSHOW DI TVMU. direktur jenderal Pembangunan kawasan Perdesaan, kemendes Pdtt, johozua max yoltuwu tampil sebagai narasumber dalam wawancara siaran langsung dalam program ufuk di tvmu, jumat (27/11/2015). Program berslogan “memandang optimis” itu juga menghadirkan guru besar FisiP universitas indonesia Prof dr irfan ridwan maksum. Program ufuk pagi itu mengangkat tema “desa mau dibawa kemana?” adapun ttopik bincang-bincang (talkshow) berdurasi lebih dari 30 menit yang diangkat televisi kabel PP muhammadiyah pada acara itu ialah Pembangunan Perdesaan dan implementasi uu no.6/2014 tentang desa. ayo kE dEsa | nurCholis ma basyari
ayo kE dEsa | nurCholis ma basyari
MELADENI WARTAWAN. direktur jenderal Pembangunan kawasan Perdesaan (PkP), kemendes Pdtt, johozua max yoltuwu meladeni pertanyaan para wartawan di sela-sela kegiatan bimbingan teknis Pengembangan dan Pemanfataan Potensi sumber daua kelautan di ambon, maluku, 13/11/2015. Para awak media itu melonatrkan pertanyaan seputar perkembangan pembangunan perdesaan dan upaya pemberdayaan masyarakat yang dilakukan kementerian desa, Pembangunan desa tertinggal, dan transmigrasi, khususnya jajaran ditjen PkP.
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
65
GALERI
ayo kE dEsa | nurCholis ma basyari
HILIRISASI RUMPUT LAUT. kasubdit wilayah V (nusa tenggara, maluku, dan Papua) dandan mulyana menyampaikan sambutan penutupan bimtek Pengembangan dan Pemanfaatan sumber daya kelautan di hotel amaris ambon, maluku, 14 november 2015. tampak di mimbar depan (kanan ke kiri) Plt kepala bappeda kota tual Fahry rahayaan, anggota komite tetap hilirisasi industri agro dan kimia dPP kadin indonesia muhammad suamsul safriadi, dan kasi Pengembangan dan Pemanfaatan sda wilayah V saudi lian. Para narasumber menyarankan agar pemerintah mulai fokus pada upaya hilirisasi pengelolaan rumput laut. hal ini untuk mengatasi melimpahnya produksi rumput laut dan memberikan nilai tambah bagi masyarakat pembudidaya rumput laut.
RAPAT SDA PAPUA. Para peserta menyanyikan lagu indonesia raya sesaat sebelum memulai rapat rapat Evaluasi Pengembangan dan Pemanfaatan sumber daya alam wilayah Vi yang berlangsung di abepura, jayapura (23/11/2015). rapat membahas pemanfaatan potensi sda di wilayah Papua.
66
Ayo ke Desa | Edisi IV 2015
ayo kE dEsa | handyka abiyoga
Dana desa harus bisa memberikan alternatif bagi masyarakat untuk bekerja dengan penghasilan layak. MARWAN JAFAR Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
pengaduan desa
1500040 SMS 081288990040 085600990040 08998990040 087788990040