BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DEBT COLLECTOR DIKAITKAN DENGAN SEBI NO.7/60/DASP TAHUN 2005
A. Pengertian Debt Collector Kualitas penjualan dapat dikatakan baik apabila penjualan tersebut dapat menghasilkan dana kembali dari penagihan. Penjualan yang tinggi tidak akan ada arti apa-apa apabila pada akhirnya tidak bisa dikumpulkan. Sehingga pada saat ini banyak perusahaan mulai menaruh perhatian besar terhadap penerimaaan dan penagihan. Fungsi penjualan tidak dapat berdiri sendiri dengan hanya ingin mencapai target penjualan saja. Perusahaan harus dapat menyeimbangkan antara target penjualan dan collectibility dari client. Artinya perusahaan harus dapat menganalisa calon dan existing customer/klien.Ada customer yang mampu membayar tetapi tidak mau membayar (bed character). Pengelolaan piutang dan penagihan (collection) bila dilakukan secara profesional akan membantu Lokakarya ini dirancang secara khusus untuk membekali Anda dengan konsep dan metode dalam menganalisa customer (analisa kredit), pengelolaan piutang beserta
Universitas Sumatera Utara
sistem yang efektif dalam penagihannya sebagai bagian dari penataan arus kas di perusahaan perbankan. 7 Debt collector adalah pihak ketiga yang menghubungkan antara kreditur dan debitur dalam hal penagihan kredit, Penagihan tersebut hanya dapat dilakukan apabila kualitas tagihan kartu kredit dimaksud telah termasuk dalam kategori kolektibilitas diragukan atau macet berdasarkan kolektibilitas yang digunakan oleh industri kartu kredit di Indonesia. Hal ini tercantum dalam Surat Edaran Bank Indonesia no.7/60/DASP Tahun 2005 Bab IV angka 1 dan 2 yang isinya berbunyi sebagai berikut :
1. Apabila dalam menyelenggarakan kegiatan APMK Penerbit dan/atauFinancial Acquirer melakukan kerjasama dengan pihak lain di luar Penerbit dan/atau Financial Acquirer tersebut, seperti kerjasama dalam kegiatan marketing, penagihan, dan/atau pengoperasian sistem, Penerbit dan/atau Financial Acquirer tersebut wajib memastikan bahwa tata cara, mekanisme, prosedur, dan kualitas pelaksanaan kegiatan oleh pihak lain tersebut sesuai dengan tata cara, mekanisme, prosedur, dan kualitas apabila kegiatan tersebut dilakukan oleh Penerbit dan/atau Financial Acquirer itu sendiri. 2. Dalam hal Penerbit menggunakan jasa pihak lain dalam melakukan penagihan transaksi Kartu Kredit, maka a. penagihan oleh pihak lain tersebut hanya dapat dilakukan apabila kualitas tagihan Kartu Kredit dimaksud telah termasuk dalam kategori kolektibilitas diragukan atau macet berdasarkan kriteria kolektibilitas yang digunakan oleh industri Kartu Kredit di Indonesia, dan b. Penerbit wajib menjamin bahwa penagihan oleh pihak lain tersebut, selain wajib dilakukan dengan memperhatikan ketentuan pada angka 1, juga wajib dilakukan dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum.”8
B. Tata Cara Penagihan Oleh Debt Collector
7
http://www.beproseminar.com/index.php?option=com_content&task=view&id=43&Ite mid=61/23 maret 2009 8 Surat Edaran Bank Indonesia no.7/60/DASP tahun 2005
Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya dunia collector sering dianggap negatif seperti apa yang dibayangkan oleh masyarakat pada umumnya. Dunia collector sebenarnya cukup luas dan memiliki cara kerja yang berbeda pula.Cara kerja tersebut,berdasarkan pada lama tunggakan debitur.Cara kerja atau tingkatan collector secara umum adalah sebagai berikut :
1. Desk collector Pada level bagian penagihan (desk collector), level ini adalah level yang pertama dari dunia collector, dan cara kerja yang dilakukan oleh collector-collector ini adalah hanya mengingatkan tanggal jatuh tempo dari cicilan debitur dan dilakukan dengan media telepon.Pada level ini collector hanya berfungsi sebagai pengingat (reminder) bagi debitur atas kewajiban membayar cicilan. Bahasa yang di gunakan pun sangat sopan dan halus, mengingat orientasinya sebagai pelayan nasabah.
2. Debt collector Level ini merupakan kelanjutan dari level sebelumnya, apabila ternyata debitur yang telah dihubungi tersebut belum melakukan pembayaran, sehingga terjadi keterlambatan pembayaran. Cara yang dilakukan oleh penagih utang (debt collector) pada level ini adalah mengunjungi debitur dengan harapan mengetahui kondisi debitur beserta kondisi keuangannya. Pada level ini collector memberikan pengertian secara persuasif mengenai kewajiban debitur dalam hal melakukan pembayaran angsuran. Hal hal yang dijelaskan biasanya mengenai akibat yang dapat ditimbulkan apabila keterlambatan pembayaran tersebut tidak segera diselesaikan.
Universitas Sumatera Utara
Selain memberikan pengertian mengenai hal tersebut diatas, collector juga memberikan kesempatan atau tenggang waktu bagi debitur untuk membayar angsurannya,dan tidak lebih dari tujuh hari kerja. Meskipun sebenarnya bank memnerikan waktu hingga maksimal akhir bulan dari bulan yang berjalan,karena hal tersebut berhubungan dengan target collector. Collector
diperbolehkan
menerima
pembayaran
langsung
dari
debitur,namun hal yang perlu diperhatikan oleh debitur adalah memastikan bahwa debitur tersebut menerima bukti pembayaran dari collector tersebut,dan bukti tersebut merupakan bukti pembayaran dari perusahaan dimana debitur tersebut memiliki kewajiban kredit bukan bukti pembayaran berupa kwitansi yang dapat diperjual belikan begitu saja diwarung warung.
3. Collector remedial Apabila ternyata debitur masih belum melakukan pembayaran, maka tunggakan tersebut akan diberikan kepada level yang selanjutnya yaitu juru sita (collector remedial). Pada level ini yang memberikan kesan negatif mengenai dunia dunia collector, karena pada level ini sistem kerja collector adalah dengan cara mengambil barang jaminan (bila kredit yang disepakati memiliki jaminan) debitur. Cara yang dilakukan dan perilaku collector pada level ini tergantung dari tanggapan debitur mengenai kewajibannya, dan menyerahkan jaminannya dengan penuh kesadaran, maka dapat dipastikan bahwa collector tersebut akan bersikap
Universitas Sumatera Utara
baik dan sopan. Namun apabila debitur ternyata tidak memnberikan itikad baik untuk menyerahkan barang jaminannya, maka collector tersebut ddengan sangat terpaksa akan melakukan kewajibannya dan menghadapi tantangan dari debitur tersebut.Yang dilakukannya pun bervariasi mulai dari membentak, merampas dengan paksa dan lain sebagainya, dalam menggertak debitur. Namun apabila dilihat dari segi hukum, collector tersebut tidak dibenarkan apabila sampai melakukan perkara pidana, seperti memukul, merusak barang dan lain sebagaiannya, atau bahkan hal yang terkecil yaitu mencemarkan nama baik debitur.
Untuk beberapa perusahaan perbankan, apabila kredit tidak memiliki barang jaminan, maka tugas collector akan semakin berat karena tidak ada yang bertindak sebagai juru sita, hal tersebut yang memberikan kesan kurang baik mengenai prilaku debt collector. 9
C. Solusi Penanganan Debt Collector Dalam melakukan penagihan kredit, tak jarang debitur atau pengguna kredit mengeluh terhadap debt collector. Jumlah pengaduan konsumen pengguna kredit meningkat dalam dua tahun terakhir. Ulah debt collector yang kasar menempati urutan pertama dalam pengaduan konsumen. Penyelesaian persoalan antara nasabah dengan bank pemberi kredit dalam hal tunggakan tagihan kredit belum menemui titik terang. Buktinya, data yang ada di Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat
9
http://purbantoro.wordpress.com/2008/11/13/debt collector/25 maret 2009
Universitas Sumatera Utara
(LPKSM) untuk permasalahan perbankan dalam dua tahun terakhir menduduki posisi pertama dalam daftar pengaduan konsumen. Dari permasalahan perbankan tadi, lebih dari setengah merupakan kasus kartu kredit. Sampai November 2008, jumlah pengaduan konsumen yang mengalami masalah dengan bank sebanyak 86 kasus. Sementara pada 2007 jumlahnya lebih banyak lagi, yakni sebanyak 115 kasus. Lebih dari setengahnya merupakan persoalan kartu kredit. Ada tiga masalah yang sering dikomplain oleh konsumen terhadap bank penerbit kartu kredit, yaitu masalah bunga tagihan kartu kredit, penyampaian informasi yang tidak transparan oleh bank penerbit dan masalah penagih hutang (debt collector). Dalam hal masalah bunga tagihan kartu kredit, hal ini merupakan keteledoran konsumen dalam penggunaan kartu kredit. Menurut data, konsumen pengguna kartu kredit sebenarnya sudah tidak mampu untuk membayar tagihan kartu kredit. Namun, bukan berarti pihak nasabah saja yang dapat dipersalahkan dalam kasus semacam ini. Bank seharusnya juga bertanggung jawab sebagai pihak yang menerbitkan kartu kredit. Tidak sedikit bank penerbit kartu kredit yang royal dalam menerbitkan kartu kredit kepada seseorang yang tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam aplikasi kartu kredit. Masyarakat dengan mudah bisa menemui di pusat perbelanjaan, sales yang menawarkan pembuatan kartu kredit kepada konsumen. Hanya dengan foto copy KTP dan slip gaji, calon pemilik kartu kredit sudah bisa mendapat aplikasi permohonan kartu kredit. Bahkan orang yang tidak mengaplikasi kartu kredit tiba-tiba di kirim kartu kredit atas namanya.
Universitas Sumatera Utara
Selain permasalahan diatas, bank penerbit kartu kredit kerap kali tidak terbuka dalam member informasi sebab akibat dalam penggunaan kartu kredit. Misalnya, tentang kemudahan dan fasilitas penggunaan kartu kredit yang di berikan. Seringkali kemudahan-kemudahan itu tidak diimbangi dengan kemungkinan-kemungkinan yang pahit terhadap pemakaian kartu kredit seperti bunga yang tinggi dan prosedur penutupan kartu kredit. Konsumen sangat susah
untuk menutup kartu kredit, di
samping pihak bank sendiri yang tidak akomodatif. Masalah lainnya adalah debt collector. Kemungkinan terburuk bagi penunggak tagihan kartu kredit adalah didatangi satu atau beberapa orang debt collector. Mereka inilah yang akan melakukan penagihan. Jika penunggak ini tetap tidak mampu melunasi tagihan kartunya, debt collector yang diperintah oleh bank penerbit kartu kredit akan mengambil sejumlah barang baik bergerak maupun tidak bergerak sebagai jaminan. Jika penunggak telah melunasinya, maka jaminan itu akan dikembalikan. Jika tidak, tentu saja barang itu lenyap nilai barang yang diambil setara dengan jumlah tunggakan.
1. Mengarah ke Pidana Perilaku debt collector saat ini masih menjadi masalah serius yang belum ada penanganannya. Di satu sisi konsumen merasa terganggu dengan ulah penagih utang tersebut. Di sisi lain debt collector sebagai utusan bank bertanggung jawab atas tunggakan-tunggakan hutang yang bisa merugikan bank. Masalahnya, belum ada batasan dan aturan yang jelas tentang tata cara penagihan oleh seorang debt collector . Saat ini yang ada hanya
Universitas Sumatera Utara
sebatas pada aturan bank masing-masing. Yang terjadi di lapangan, debt collector melakukan hal-hal di luar kesepakatan antara bank dan agen. Perlakuan debt collector sudah pada tahap yang memperihatinkan. Beberapa tindakan debt collector bahkan sudah mengarah pada tindakan pidana. Misalnya, membuat onar, meneror baik secara langsung maupun telepon, bahkan sampai mengancam akan membunuh si nasabah. Secara hukum, cara penagihan oleh debt collector yang disertai dengan ancaman, cacian, serta teror tidak dapat dibenarkan. Hal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, khususnya Pasal 4E, yang menyebutkan bahwa: "konsumen berhak mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut". Ancaman, cacian, serta teror bukan merupakan upaya penyelesaian sengketa yang patut. Yang lebih ironis, ketika konsumen meminta penyelesaian langsung lewat manajemen bank yang bersangkutan, justru ditolak dengan alasan persoalan tersebut telah dilimpahkan kepada pihak ketiga, yang dalam hal ini adalah debt collector. 10 2. Penyelesaian secara patut Filosofi yang menyatakan bahwa "utang akan dibawa mati" tetap berlaku dalam penyelesaian kredit macet, yang berarti tanggung jawab debitur untuk menyelesaikan pembayaran tunggakan harus tetap dipenuhi.
10
Undang-Undang Nomor 8 Tahun1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Universitas Sumatera Utara
Penyelesaian kredit macet seharusnya lebih terfokus pada pihak bank serta konsumen yang bersangkutan secara langsung karena pada waktu aplikasi kedua pihak tersebut yang bertindak sebagai subyek hukum. Terkait dengan hal tersebut, Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah menyatakan bahwa bank berkewajiban menetapkan kebijakan dan memiliki prosedur tertulis mengenai penerimaan pengaduan, penanganan dan penyelesaian pengaduan, serta pemantauan penyelesaian pengaduan. Bank juga berkewajiban melaporkan penanganan dan penyelesaian pengaduan secara triwulan kepada Bank Indonesia. 11 Bentuk penyelesaian yang dapat ditawarkan misalnya penjadwalan ulang pembayaran sesuai dengan batas kemampuan bank dan konsumen. Selama proses pembayaran,
hendaknya praktek bunga berbunga
dihentikan. Sebab, kalau bunga dipaksakan tetap berlaku, beban konsumen justru semakin berat dan kemampuan membayar pun semakin rendah, sehingga pokok permasalahan tidak akan terjawab. Apabila penyelesaian secara mufakat di antara kedua belah pihak tidak tercapai, perlu dipikirkan gagasan tentang perlu adanya lembaga atau biro penyelesaian sengketa perbankan. Lembaga ini dimaksudkan sebagai alternatif penyelesaian sengketa perbankan di luar pengadilan yang punya keputusan mengikat, mengingat penyelesaian lewat pengadilan sering terasa tidak efektif. Selain itu, dari sisi konsumen, terkadang konsumen
11
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005
Universitas Sumatera Utara
merasa tidak berdaya ketika harus menghadapi ancaman dari debt collector. Bank Indonesia selaku regulator tentunya punya kendali yang cukup untuk merealisasi gagasan tentang pembentukan biro penyelesaian sengketa perbankan tersebut. Dari sisi upaya preventif, amanat Pasal 16 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/30/PBI/2005, yang mengatur soal kewajiban penerapan manajemen risiko kredit yang mencakup beberapa hal yang wajib diterapkan sebelum persetujuan aplikasi kartu kredit, seharusnya dilakukan secara konsisten oleh bank penyelenggara. Harapan yang muncul adalah agar persetujuan permohonan aplikasi tidak mudah terjual. 12 D. Keuntungan dan Kerugian Penggunaan Debt Collector Dalam melakukan penagihan, bank pemberi kredit menggunakan pihak ketiga (debt collector) sebagai pelaksana penagihan. Dengan kata lain bank penerbit menyetujui, mendukung, dan bertanggung jawab atas kelakuan debt collector. Dalam hal ini terdapat keuntungan dan kerugian dalam menggunakan jasa debt collector.
1. Keuntungan a. Membantu manajemen bank dalam pengawasan arus kas dan pembenahan manajemen arus kas yang lebih baik.
12
Peraturan bank Indonesia Nomor 6/30PBI/2005
Universitas Sumatera Utara
b. Bank mampu menyeimbangkan antara target penjualan dan collectibility dari client. c. Angsuran cepat terkumpul karena menggunakan pihak yang khusus menanganinya. 2. Kerugian a. Dalam memenuhi targetnya, tak jarang prilaku debt collector mengarah kepada tindak pidana, ini dapat mencoreng nama baik pihak bank. b. Debitur akan beranggapan bahwa mekanisme kerja debt collector adalah mencerminkan bank terhadap nasabahnya.
Universitas Sumatera Utara