BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Evaluasi lahan merupakan pekerjaan yang sangat komplek karena menyangkut aspek fisik (potensi sumberdaya lahan), ekonomi-sosial (keuntungan dan tata kehidupan masyarakat) dan politik (rencana tata ruang wilayah). Pekerjaan evaluasi lahan diperlukan untuk menyusun rencana tataguna lahan di suatu wilayah. Perencanaan tataguna lahan yang tepat akan sangat bermanfaat didalam rangka pengembangan wilayah, sekaligus dalam usaha pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan. Sampai saat ini umumnya didalam penyusunan rencana tataguna lahan suatu wilayah masih cenderung menitik beratkan kepada aspek ekonomis dan politis dibandingkan dengan aspek fisik, lebih-lebih didalam era otonomi daerah, umumnya setiap daerah dalam mengembangkan wilayahnya masih lebih cenderung untuk mendapatkan pendapatan anggaran daerah (PAD) yang setinggi-tingginya. Aspek fisik khusunya masalah pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan sering kali dikesampingkan. Walupun telah banyak peraturan pemerintah yang dikeluarkan agar pembangunan daerah harus memperhatikan juga pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan atau sering dikenal dengan ”Pembangunan Yang Berwawasan Lingkungan” atau ”Pembangunan Yang Berkelanjutan”. Dampak yang sering kali muncul akibat tidak seimbangnya pemberian bobot antara aspek fisik dan ekonomi, dalam menetapkan tataguna lahan, banyak sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang rusak dan menimbulkan bencana alam, seperti tanah kritis, banjir, kekeringan, tanah longsor, pencemaran lingkungan dan lain sebaginya. Kondisi demikian harusnya tidak dapat dibiarkan terus berjalan melainkan kita semua harus sadar, bahwa sumberdaya alam yang ada ini harus dikelola sebaik-baiknya agar dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat saat ini maupun untuk generasi yang akan datang. Penetapan macam penggunaan lahan yang sesuai, seharusnya dapat mempertimbangkan ketiga aspek diatas dengan bobot yang proporsional. Pekerjaan ini dirasa memang sulit, sering kali ada lahan yang secara fisik sesuai untuk macam penggunaan lahan tertetntu, tetapi dari aspek ekonomi tidak sesuai, atau sebaliknya dari aspek ekonomi menguntungkan tetapi dari aspek fisik kurang sesuai. Untuk itu seorang pakar evaluasi lahan dituntut agar memiliki kemampuan dan ketrampilan yang cukup tinggi, dalam melakukan pekerjaan evaluasi lahan. Dalam hal pengambilan keputusan tentang bentuk pengunaan lahan, harus diambil secara hati-hatai agar diperoleh bentukbentuk penggunaan lahan yang seusai dari aspek fisik, ekonomi dan politik, sehingga implementasi bentuk penggunaan lahan disuatu wilayah, dapat memberikan produktivitas dan keuntungan yang maksimal, serta dapat melestarikan sumberdaya lahan dan lingkungan yang ada. 1.2. Pengertian Evaluasi Lahan. Pengertian evaluasi lahan adalah: pekerjaan yang berhubungan dengan pendugaan atau penafsiran tipe penggunaan lahan disuatu wilayah. Didalam pelaksanaanya diperlukan data dan informasi tentang kondisi lahan dan persyaratan penggunaan lahan (land use requirement). Sifat-sifat lahan cukup banyak, namun tidak semua sifat-sifat lahan tersebut digunakan dalam pekerjaan evaluasi lahan, melainkan hanya sifat-sifat lahan yang sangat erat berhubungan dengan bentuk suatu penggunaan lahan tertentu saja (kualitas lahan) yang digunakan. Lahan dikatakan sesuai untuk tujuan penggunaan lahan tertentu jika kualitas lahan yang ada dapat memenuhi Dasar-dasar Evaluasi Lahan dan Rencana Tataguna Lahan
halaman -
1
persyaratan lahan yang dibutuhkan (match), dan sebaliknya lahan dikatakan tidak sesuai apabila kualitas lahan yang ada tidak dapat memenuhi persyaratan lahan yang dibutuhkan. 1.3. Tujuan Evaluasi Lahan. Tujuan pekerjaan evaluasi lahan yang utama adalah menetapkan tingkat kesesuaian untuk macam penggunaan lahan tertentu disuatu wilayah. Namun demikian, disamping tujuan tersebut pekerjaan evaluasi lahan seharusnya dapat menjawab beberapa pertanyaan berikut ini : Macam penggunaan lahan apakah yang ada sekarang dan apa yang akan terjadi kalau macam penggunaan lahan yang ada sekarang dirubah ? Kalau penggunaan lahan yang ada sekarang dipertahankan, perbaikan pengelolaan lahan yang bagaimana yang harus dilakukan agar dapat meningkatkan produktivitas dan keuntungan? Apakah ada macam penggunaan lahan lain yang lebih sesuai baik dari aspek fisik mapun ekonomi? Kalau ada, dari berbagai penawaran macam penggunaan tersebut, mana yang paling sesuai? Akibat kurang baik apakah dari masing-msing penawaran macam penggunaan lahan tersebut? Praktek pengelolaan lahan yang bagaimanakah dari masing-masing macam penggunaan lahan yang ditawarkan? Macam keuntungkah apakah yang dapat diberikan dari masing-masing macam penggunaan lahan yang ditawarkan? Sederatan pertanyaan diatas nampaknya tidak mudah untuk bisa dijawab oleh seorang yang sedang melakukan pekerjaan evaluasi lahan. 1.4. Kedudukan Evaluasi Lahan Dalam Rencana Tataguna Lahan. Pekerjaan evaluasi lahan merupakan bagian dari pekerjaan penyusunan rencana tataguna lahan. Didalam pekerjaan penyusunan rencana tataguna lahan ada 10 tahapan pekerjaan. Kedudukan evaluasi lahan didalam tahapan pekerjaan perencanaan tataguna lahan adalah pada tahapan ke 5. Tahapan pekerjaan perencanaan tataguna lahan adalah : 1. Menetapkan lingkup pekerjaan. 2. Organisasi. 3. Menetapkan permasalahan. 4. Indentifikasi peluang perubahan. 5. Evaluasi kesesuaian lahan. 6. Analisis sosial-ekonomi dan lingkungan. 7. Pemilihan rencana tata guna lahan terbaik. 8. Penyusunan implementasi rencana tata guna lahan. 9. Implementasi. 10. Monitoring dan evaluasi 1.5. Prinsip-prinsip Evaluasi Lahan. Ada beberapa prinsip yang harus dipahami apabila akan melakukan pekerjaan evaluasi lahan yakni : 1. Lahan dievaluasi untuk tujuan macam penggunaan lahan tertentu. Kondisi ini dapat dipahami mengingat macam penggunaan lahan yang ada dipermukaan
Dasar-dasar Evaluasi Lahan dan Rencana Tataguna Lahan
halaman -
2
2.
3.
4.
5.
6.
bumi ini jumlah sangat banyak. Untuk itu tujuan perubahan macam penggunaan lahan harus ditetapkan lebih dulu, agar pekerjaan evaluasi dapat dilakukan. Dibutuhkan perbandingan dari berbagai macam penggunaan lahan yang ditawarkan, agar dapat dipilih mana macam penggunaan lahan terbaik. Dalam pekerjaan evaluasi lahan harus dapat memeberikan penawaran beberapa macam penggunaan lahan untuk dapat dibandingkan. Dibutuhkan perbandingan besarnya keuntungan dan kebutuhan pengelolaan dari masing-masing macam penggunaan lahan yang ditawarkan. Masing-masing macam penggunaan lahan yang akan diimplementasikan disuatu wilayah akan memberikan keuntungan dan perbedaan pengelolaan. Dibutuhkan pendekatan multidispliner. Pekerjaan evaluasi lahan membutuhkan tenaga ahli dari berbagai bidang yang terkait, seperti ahli pertanian, iklim, geologi, hidrologi, keteknikan, kehutanan, tanah, sosial-ekonomi, irigasi, dll. Evaluasi lahan harus dikerjakan dengan mempertimbangkan tiga aspek yakni aspek fisik, sosial-ekonomi dan politik. Aspek fisik dalam lingkup pekerjaan evalasui lahan yang dimaksud adalah bagaimana kondisi sumberdaya lahan yang ada, apakah potensi sumberdaya lahan mendukung atau tidak untuk tujuan penggunaan lahan tertentu. Apabila potensi sumberdaya lahan tidak mendukung untuk penggunaan macam penggunlaan lahan tertentu, dan dipaksakan maka akibatnya akan merusak sumberdaya lahan tersebut. Dari aspek sosial-ekonomi yang perlu dipertimbangkan adalah bagaimana kehidupan masyarakat yang ada diwlaiyah pengembangan dan berapa besar keuntungan yang akan diperoleh dari macam penggunaan lahan yang ditawarkan. Sedang aspek politk dalam pekerjaan evaluasi lahan yang dimaksud adalah, apakah perubahan macam penggunaan lahan yang ditawarkan tersebut sesuai atau tidak dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang sudah dibuat menjadi keputusan pemerintah. Kesesuaian lahan harus dapat dipertahakan dalam kurun waktu yang cukup lama. Evaluasi lahan harus dapat memberikan hasil tingkat kesesuaian lahan yang dapat bertahan dalam kurun waktu yang lama, jangan sampai terjadi hasil tingkat kesesuaian lahan dari macam penggunaan tertentu, setelah dimplementasikan dalam waktu yang singkat menjadi berubah.
1.6. Skala Pekerjaan Evaluasi Lahan. Tikat ketelitian atau skala pekerjaan evaluasi lahan dapat dibedakan dalam tiga kelompok yakni (1) Skala tinjau (reconnaissance), (2) Skala semi detail dan (3) Skala detail. Skala pekerjaan evaluasi lahan ini sangat terkait dengan tujuan pekerjaan evaluasi lahan, peta yang akan dihasilkan, data dan informasi sumberdaya lahan yang dibutuhkan, serta jumlah pengambilan sampel. Evaluasi lahan skala tinjau umumnya bertujuan untuk iventarisasi sumberdaya alam yang ada disuatu wiayah (negara), sedang pada skala semi detail pekerjaan evaluasi lahan bertujuan untuk menyusun macam-macam penggunaan lahan tertentu, dan pada skala detail bertujuan untuk menetapkan jenis pengelolaan lahan dari masing-masing macam penggunaan lahan yang ditawarkan pada pekerjaan evaluasi lahan skala semi detil. Evaluasi lahan skala tinjau umumnya dilakukan untuk kepentingan nasional dan sifatnya sangat kualitatif, analisis ekonomi hanya dilakukan secara kasar. Hasil evaluasi biasanya digunakan untuk kepentingan perencanaan nasional dengan prioritas proyekproyek besar untuk pengembangan wilayah. Evaluasi lahan pada tingkat tinjau akan menghasilkan peta-peta sumberdaya alam dengan skala peta 1 : 500.000 s/d 1 : Dasar-dasar Evaluasi Lahan dan Rencana Tataguna Lahan
halaman -
3
125.000. Pada sisi lain beberapa pakar berpendapat bahwa pekerjaan evaluasi lahan pada skala tinjau akan menghasilkan kelas-kelas kemampuan lahan disuatu wilayah. Pada pekerjaan evaluasi lahan skala semi detil akan dihasilkan peta kesesuaian lahan dengan skala 1 : 100.000 s/d 1 : 25.000. Dalam hal ini pekerjaan evaluasi lahan sudah mempertimbangkan aspek ekonomi dengan perhitungan yang lebih detail. Sedang pada skala detil akan dihasilkan peta pengelolaan lahan dengan skala 1 : 10.000 s/d 1 : 5.000. No
Tabel 1.1. Hubungan antara skala, jarak, luasan terkecil pada peta. Skala Jarak di peta dan Luasan terkecil Nama survei di lapangan di peta
1
1 : 2.000.000 1 : 500.000
1 cm = 20 km 1 cm = 5 km
10.000 ha 625 ha
2
1 : 250.000 1 : 100.000 1 : 50.000 1 : 25.000 1 : 10.000 1 : 5.000
1 cm = 2.5 km 1 cm = 1 km 1 cm = 0.5 km 1 cm = 0.25 km 1 cm = 100 m 1 cm = 50 m
156 ha 25 ha 6.25 ha 1,56 ha 0.5 ha 0.25 ha
3 4
Iventarisasi sumber daya alam Lokasi proyek Studi kelayakan Studi pengembangan
Sumber FAO, 1978. 1.7. Pendekatan Paralel dan Bertahap Dalam Evaluasi Lahan. Pekerjaan evaluasi lahan dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yakni Pendekatan Paralel dan Pendekatan Bertahap. a. Pendekatan paralel. Pekerjaan evaluasi lahan sebaiknya dikerjakan dengan mempertimbangan aspek fisik dan ekonomi. Pekerjaan evaluasi lahan dari aspek fisik dikerjakan oleh tim ahli bidang fisik, sedang evaluasi lahan dari aspek sosial-ekonomi dikerjakan oleh tim ahli dalam bidang sosial-ekonomi. Suatu pendekatan pelaksanaan pekerjaaan evaluasi lahan dari aspek fisik dan ekonomi yang dikerjakan bersamaan waktunya, sering kali disebut dengan cara pendekatan paralel. Tim ahli fisik (ahli tanah, hidrologi, geologi, iklim, agronomi dst) dan ahli sosial-ekonomi (ahli ekonomi, sosiologi pedesaan, marketing, dst), bersama-sama mengumpulkan data, menganalisis dan mengevaluasi. Mungkin saja hasil evaluasi lahan yang dihasilkan oleh kedua tim tersebut berbeda. Cara pendekatan paralel dalam evaluasi lahan tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari cara pendekatan paralel adalah waktu dan biaya yang digunakan relatip lebih singkat dan lebih murah, sedang kekurangannya adalah hasilnya sering kali kurang memuaskan. Sebagai contoh dari hasil pekerjaan evaluasi lahan secara fisik dihasilkan lahan sangat sesuai untuk pengembangan padi sawah, namun demikian tidak didukung oleh data dan infromasi yang lengkap dari kelompok sosial-ekonomi, informasi yang terkait dengan pengembangan padi sawah dari aspek sosial-ekonomi ternyata tidak tersedia. Akibatnya harus mengulang kembali untuk memperoleh data dan informasi tersebut. b. Pendekatan bertahap. Pelaksanaan pekerjaan evaluasi lahan secara fisik dan kondisi sosial-ekonomi dilakukan secara bertahap. Tahap pertama tim ahli fisik berangkat lebih dulu, untuk mendapatkan data kualitas lahan. Selanjutnya menganalisis dan mengevaluasi sehingga dihasilkan berbagai macam penggunaan lahan yang akan ditawarkan. Hasil rekomendasi ini disampaikan kepada tim ahli sosial-ekonomi untuk digunakan sebagai dasar dalam melakukan evaluasi lahan dari aspek sosial-ekonomi. Cara pendekatan bertahap dalam evaluasi lahan mempunyai
Dasar-dasar Evaluasi Lahan dan Rencana Tataguna Lahan
halaman -
4
kelebihan juga kekurangan. Kelebihan dari pendekatan bertahap adalah hasilnya lebih memuaskan sedang kekurangan dibutuhkan waktu dan biaya yang relatif lebih besar. Tahapan evaluasi lahan secara bertahap dapat dilakukan dengan melakukan evaluasi lahan dari aspek ekonomis lebih dulu baru dilakukan secara fisik. Kondisi demikian banyak dilakukan oleh masyarakat saat ini. Macam penggunaan disuatu wilayah sering kali didasarkan akan kebutuhan pasar yang ada. Sebagai contoh kalau ada salah satu komoditi memberikan keuntungan yang tinggi, masyarakat berlombalomba untuk menggunakan lahanya agar dapat menghasilkan komoditi tersebut, walaupun sering kali tidak didukung oleh potensi fisik lahannya. 1.8. Kerangka Evaluasi Lahan. Beberapa pakar memberikan rumusan atau pengertian tentang “evaluasi” adalah suatu kegiatan yang sifatnya menguji, membuat pertimbangan dan memberikan nilai secara sistematis terhadap suatu obyek. Selanjutnya ditambahkan pula bahwa dalam pekerjaan evaluasi diperlukan pengukuran (measurement) dan perbandingan (comparation). Pengukuran dapat dilakukan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Secara kualitatif pengukuran dapat diekspresikan dalam bentuk penggambaran keadaan (diskripsi), seperti : baik, atau jelek., sesuai atau tidak sesuai, tinggi atau rendah dan lain sebagainya. Evaluasi secara kualitatif mengungkapkan kondisi yang abstrak. Sebaliknya evaluasi kuantitatif dapat memberikan gambaran yang lebih konkrit, karena hasilnya dapat dinyatakan dalam bentuk angka atau nilai tertentu. Perbandingan dalam pekerjaan evaluasi merupakan salah satu cara untuk melihat perbedaan antara hasil yang diamati dengan acuan atau standart yang telah ditetapkan. Pengertian evaluasi dalam pekerjaan evaluasi lahan adalah suatu pekerjaan untuk mendapatkan gambaran tingkat kesesuaian lahan untuk tujuan penggunaan lahan tertentu. Agar dapat melakukan pekerjaan evaluasi, diperlukan separangkat alat atau sistem yang dapat digunakan untuk melakukan pekerjaan evaluasi. Dalam pekerjaan evaluasi lahan seperangkat alat atau sistem tersebut adalah ”persyaratan lahan” dan ”sistem klasifikasinya”. Sedangkan yang dimaksud dengan kerangka evaluasi lahan disini mencakup metodologi, persyaratan lahan dan sistem klasifikasinya. Kerangka evaluasi lahan harus disediakan lebih dulu sebelum melakukan perkejaan evaluasi lahan. Saat ini banyak tersedia kerangka evaluasi lahan, namun demikian belum ada yang dapat memberikan jawaban, apabila ada pertanyaan sebagai berikut: dari berbagai kerangka evaluasi lahan yang ada saat ini mana yang terbaik?. Didalam kerangka pekerjaan evaluasi lahan pekerjaan yang harus dilakukan lebih dulu adalah (1) menetapkan prinsip dan konsep evaluasi lahan, (2) menetapkan bentuk persyaratan lahan, (3) metode evaluasi, dan (4) sistem klasifikasinya. Beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam menyusun kerangka evaluasi lahan adalah, kerangka evaluasi lahan tersebut harus dapat digunakan untuk pekerjaan evaluasi lahan pedesaan, dapat digunakan untuk berbagai wilayah yang luas, dapat digunakan untuk mengevaluasi lahan yang alami atau sudah digunakan, dapat digunakan untuk kepentingan evaluasi lahan pada berbagai skala tingkatan evaluasi lahan.
Dasar-dasar Evaluasi Lahan dan Rencana Tataguna Lahan
halaman -
5
BAB II KONSEP EVALUASI LAHAN Untuk dapat memahami evaluasi lahan, sebaiknya lebih dahulu memahami dan menyamakan persepsi tentang pengertian ”lahan” dan ”penggunaan lahan” . Dua konsep dasar ini sangat penting untuk dipahami, mengingat evaluasi lahan adalah pekerjaan penafsiran terhadap macam penggunaan lahan yang paling sesuai disuatu wilayah. Pekerjaan ini dilakukan dengan menganalisis data kualitas lahan yang ada dan selanjutnya melakukan matching (menyesuaikan) dengan persyaratan lahannya. Jika kualitas lahan yang ada dapat memenuhi seluruh persyaratan lahan yang dibutuhkan, maka lahan sesuai untuk macam penggunaan lahan tertentu, dan sebaliknya jika persyaratan lahan tidak dapat dipenuhi oleh kualitas lahan yang ada, maka lahan tidak sesuai untuk tujuan penggunaan lahan tertentu. 2.1. Lahan. Lahan adalah suatu hamparan permukaan bumi (lingkungan fisik) termasuk didalamnya komponen iklim, topografi, tanah, hidrologi dan vegetasinya. Lahan memiliki sifat-sifat tertentu dan sifat-sifat lahan ini sangat berpengaruh terhadap potensi lahan untuk tujuan penggunaan lahan tertentu. 2.2.1. Satuan Peta Lahan (land mapping unit). Sifat atau karateristik lahan yang ada dipermukaan bumi ini berbeda-beda, terdapat lahan yang bentuk permukaanya datar, tetapi ditempat lain ada lahan yang berbukit. Disamping itu ada lahan yang subur juga ada lahan yang tandus. Kondisi ini menunjukan bahwa sifat dan karateristik lahan tersebut berbeda-beda, demikian pula terhadap kesesuian lahannya. Pada lahan yang datar, subur dan beririgasi, banyak yang digunakan sebagai lahan pertanian, sedang pada lahan yang berbukit, banyak digunakan untuk perkebunan dan kehutanan. Gambaran sifat atau karatersitik lahan yang berbeda-beda di atas, memberikan petunjuk pada kita bahwa lahan yang ada dipermukaan bumi ini, perlu dikelompokan berdasarkan sifat dan karateristiknya yang sama. Pengelompokan lahan berdasarkan sifat-sifat yang sama tersebut nantinya dapat digunakan sebagai dasar pembuatan peta satuan lahan. Dengan demikian satuan peta lahan (land mapping unit) adalah sekelompok lahan yang memiliki sifat (karakteristik) sama atau serupa. Keseragaman atau variabilitas sifat lahan dari masing-masing satuan peta lahan selalu ada, sedang besar dan kecilnya sangat tergantung pada skala dan ketelitian dalam pembuatan peta. Pemetaan satuan peta lahan sangat dibutuhkan dalam pekerjaan evaluasi lahan, karena peta kesesuaian lahan yang akan dibuat didasarkan pada satuan peta lahan yang ada. Satuan peta lahan dapat dibuat dengan malakukan tumpang tindih (overlay) dari peta-peta komponen lahan (peta iklim, tanah, topografi, hidrologi dan vegetasi), alasannya komponen lahan yakni iklim, topografi, tanah, hidrologi dan vegetasi sangat mempengaruhi tingkat kesesuaian macam penggunaan lahan pertanian, perkebunan dan kehutanan. Untuk tujuan macam penggunaan diluar pertanian, kehutanan dan perkebunan seperti industri, pariwisata, perikanan, peternakan, pemukiman, dan lainnya, selain komponen lahan yang tersebut di atas, diperlukan komponen lahan lain yang terkait dengan macam penggunaan lahan tersebut. Satuan peta lahan yang dihasilkan nantinya akan membentuk satuan peta kesesuaian lahan, namun demikian dapat terjadi bahwa dua atau lebih satuan peta lahan yang berbeda, menghasilkan satuan peta kesesuaian lahan yang sama. Kondisi ini dapat dipahami karena pembuatan peta satuan lahan tidak
Dasar-dasar Evaluasi Lahan dan Rencana Tataguna Lahan
halaman -
6
didasarkan pada pemetaan satuan kualitas lahan. Jika satuan peta lahan dibuat berdasarkan kualitas lahan, maka peta satuan lahan akan menjadi rumit. 2.2.2. Satuan Peta Kesesuaian Lahan. Satuan peta kesesuaian lahan menggambarkan sekelompok lahan yang memiliki tingkat kesesuaian lahan yang sama untuk penggunaan lahan tertentu.Sebagai contoh satuap peta kesesuaian lahan untuk padi sawah, yang artinya sekelompok satuan peta tersebut memiliki tingkat kesesuian untuk penggunaan lahan padi sawah yang sama. 2.2. Konsep Penggunaan Lahan. Konsep penggunaan lahan diartikan sebagai campur tangan manusia terhadap lahan, untuk memenuhi kebutuhan fisik dan rohani. Kondisi ini agak menyulitkan bagi pekerja evaluator lahan, mengingat kebutuhkan fisik dan rohani terhadap jasa penggunaan lahan sulit untuk diukur. Untuk itu bisa terjadi dua satuan lahan atau lebih yang seharusnya memiliki tingkat kesesuaian lahan sama untuk macam penggunaan lahan tertentu, menjadi berbeda karena yang memiliki berbeda. Gambaran semacam ini dapat kita lihat sehari-hari disuatu hamparan lahan yang sama. Dalam konsep penggunaan lahan ada beberapa istilah lain yang perlu dipahami yakni : 2.2.1. Penggunaan lahan utama (mayor kinds of land use). Penggunaan lahan utama diartikan sebagai gambaran umum tingkat kesesuaian lahan untuk bentuk penggunaan lahan tertentu di suatu wilayah, seperti lahan pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, dan lainnya. Didalam gambaran umum bentuk penggunaan lahan tersebut masih dapat dirinci lagi menjadi macam penggunaan lahan yang lebih detil. Young (1976) memberikan contoh penggunaan lahan utama pedesaan adalah: tanaman semusim, tanaman tahunan, padi rawa, padang rumput alami, padang rumput yang dikelola secar teknis, hutan alami, hutan buatan, pariwisata, hutan lindung, waduk dan jalan. 2.2.2. Tipe penggunaan lahan (land utillization type). Tipe penggunaan lahan merupakan macam penggunaan lahan secara lebih rinci dari penggunaan lahan utama, sesuai dengan kualitas lahan yang ada dan persyaratan penggunaan lahannya. Dalam hal ini tipe penggunaan lahan disamping sudah mempertimbangkan aspek fisik juga aspek ekonomi. Sebagai contoh tipe penggunaan lahan padi sawah, bermodal kecil, pengolahan tanah dengan ternak, menggunakan tenaga kerja banyak, luas lahan sempit. Didalam tipe penggunaan lahan tertentu dapat dijumpai hanya satu jenis penggunaan/komoditi atau lebih, untuk itu tipe penggunaan lahan dapat dibedakan lagi ke dalam tipe penggunaan lahan berganda (multiple land utliization type) dan tipe penggunaan lahan majemuk (compound land utillization type). a. Tipe penggunaan lahan berganda: adalah macam penggunaan lahan pada suatu hamparan dengan lebih dari satu jenis penggunaan dalam waktu yang bersamaan, dimana masing-masing tipe penggunaan membutuhkan input, hasil dan persyaratan yang berbeda. Sebagai contoh kawasan hutan lindung yang dilengkapi dengan daerah wisata, dimana dua tipe penggunaan lahan ini membutuhkan persyaratan lahan, input dan hasil yang berbeda. b. Tipe penggunaan lahan majemuk: adalah penggunaan lahan lebih dari satu tipe penggunaan lahan pada suatu hamparan dalam waktu yang bersamaan, dimana masing-masing tipe penggunaan membutuhkan input, hasil dan persyaratan yang sama, sebagai contoh tipe penggunaan lahan tumpang sari atau pergiliran tanaman. Dasar-dasar Evaluasi Lahan dan Rencana Tataguna Lahan
halaman -
7
Didalam menetapkan tipe penggunaan lahan faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah : o Jenis produksi o Teknologi yang digunakan o Jenis keuntungan o Model pemasaran o Besarnya modal o Penggunaan tenaga kerja o Sumber energi o Tingkat pengetauan dan ketrampilan o Infrastruktur o Luas lahan o Sistem pemilikan lahan o Besarnya pendapatan. 2.3. Karateristik Lahan (land characteristics). Karaktersitik lahan adalah sifat-sifat lahan yang dapat diukur atau ditetapkan.sebagai contoh lereng, curah hujan, tekstur, kandungan air, kemasaman, kandungan hara, kedalam solum, dan lainnya. Karakteristik lahan dibedakan menjadi (1) karakteristik lahan tunggal dan (2) karakteristik lahan majemuk. Karakteristik lahan tunggal adalah sifat-sifat lahan yang didalam menetapkannya tidak tergantung pada sifat lahan lainnya (lereng, kedalaman solum, tekstur, kemasaman dll), sedang karakteristik lahan majemuk adalah sifat lahan yang dalam menetapkannya tergantung pada sifat lahan lainnya (drainase, kandungan air, permeabilitas, dll). 2.4. Kualitas Lahan (land qualities). Kualitas lahan adalah karakteristik lahan (dapat tunggal atau majemuk) yang dibutuhkan dalam persyaratan lahan. Beek (1978) mengelompokan kualitas lahan menjadi kualitas lahan konservasi, ekologi, pengelolaan, perbaikan. Tabel 2.1. Macam kualitas lahan (Beek, 1980). No Kualitas lahan Karakteristik lahan 1
Ekologi (kualitas lahan yang mempengaruhi kehidupan organisme hidup)
2
Pengelolaan (kualitas lahan yang mempengaruhi jenis pengelolaan)
3
Konservasi (kualitas lahan yang mempengaruhi jenis konservasi tanah)
Ketersediaan air Ketersediaan hara/makanan Ketersediaan oksigen Kedalam solum tanah Kondisi permukaan lahan Bahaya banjir Temperatur Energi radiasi dan lama penyinaran Musim tanam Iklim Kelembaban udara Jumlah bulan kering Air bersih Luas lahan (ukuran petak) Lokasi Mekanisasi Ketersediaan sumber energi Bahaya erosi Bahaya salinisasi dan alkalinisasi Bahaya pemadatan tanah
Dasar-dasar Evaluasi Lahan dan Rencana Tataguna Lahan
halaman -
8
4
No 1
2
3
4
Perbaikan (kualitas lahan yang mempengaruhi jenis perbaikan)
Bahaya terbentuknya kerak tanah Spesies tumbuhan dan binatang langka Sifat dapat diairi Kondisi drainase Respon terhadap pemupukan
Tabel 2.2. Macam Kualitas Lahan (FAO, 1976) Kualitas lahan Karaktersitik lahan Kualitas lahan yang Kelembaban berhubungan dengan Ketersediaan hara produksi pertanian Ketersediaan oksigen di daerah perakaran Kedalaman solum tanah Kondisi perkecambahan Mudah dan tidaknya tanah diolah Salinitas dan alkalinitas Bahaya keracunan Bahaya erosi Bahaya serangan hama dan penyakit Temperatur Radiasi Iklim Kandungan air tanah Jumlah bulan kering Kualitas lahan yang Iklim berhubungan dengan Penyakit endemi produksi peternakan Keadaan hara tanah Bahaya keracunan Bahaya erosi Kertersediaan air bersih untuk minum ternak Jenis tumbuhan lokal Kualitas lahan yang Kelembaban berhubungan produksi Ketersediaan hara kehutanan Ketersediaan oksigen di daerah perakaran Kedalaman solum tanah Kondisi perkecambahan Mudah dan tidaknya tanah diolah Salinitas dan alkalinitas Bahaya keracunan Bahaya erosi Bahaya serangan hama dan penyakit Temperatur Radiasi Iklim Kandungan air tanah Jumlah bulan kering Jenis dan jumlah spesies tanaman hutan Kondisi pembibitan Hama dan penyakit tanaman Bahaya kebakaran Kualitas lahan yang Kondisi mekanisasi berhubungan dengan Infrastruktur pengelolaan Lokasi Kondisi pasar
Dasar-dasar Evaluasi Lahan dan Rencana Tataguna Lahan
halaman -
9
Luas lahan
2.5. Persyaratan Lahan. Persyaratan lahan adalah seperangkat kualitas lahan yang digunakan untuk menetapkan tipe penggunaan lahan tertentu. Persyaratan lahan disusun setelah tujuan perubahan penggunaan lahan ditetapkan. Penyusunan persyaratan lahan harus mempertimbangkan beberapa faktor yakni (1) tujuan evaluasi lahan dan (2) skala pekerjaan evaluasi lahan. Penyusunan persyaratan lahan merupakan pekerjaan yang paling utama dalam pekerjaan evaluasi lahan. Keberhasilan pekerjaan evaluasi lahan sangat tergantung pada baik dan tidaknya persyaratan lahan yang digunakan. Persyaratan lahan merupakan alat untuk dapat melakukan evaluasi kualitas lahan dalam menetapkan tipe lahan tertentu. Dalam menyusun persyaratan lahan sebaiknya diusahakan agar dalam bentuk kuantitatif. Saat ini banyak tersedia persyaratan lahan untuk beberapa tipe penggunaan lahan yang dihasilkan oleh berbagai lembaga/instansi atau para ahli/pakar evaluasi lahan, namun demikian diantara beberapa bentuk persyaratan lahan tersebut mana yang paling baik/tepat untuk digunakan, sulit untuk dapat menjawabnya. Tabel 2.3. Persayaratan lahan untuk tanaman padi sawah Djaenudin dkk (2000). Karaktersitik lahan S1
Kelas kesesuian lahan S2 S3
N
Temperatur (tc) - Temperatur rata (oC)
24 -29
22 – 24 29 - 32
18 – 22 32 - 35
< 22 > 35
Ketersediaan air (wa) - Kelembaba (%)
33 - 90
30 - 33
< 30 > 90
-
Agak terhambat, agak baik h, ah <3 > 50
Terhambat, baik
Cepat
s 3 – 15 40 – 50
Sangat terhambat, agak cepat ak 15 – 35 25 – 40
< 60 saprik
60 – 140 saprik + hemik
140 – 200 hemik + fibrik
> 400 fibrik
> 16 > 50 5.5. – 8.2 > 1.5
< 16 35 – 50 5.0 – 5.5 8.2 – 8.5 0.8 – 1.5
< 35 < 4.5 > 8.5 < 0.8
-
<2
2-4
4-6
>6
< 20
20 -30
30 -40
> 40
> 100
75 - 100
40 - 75
< 40
Media perakaran (rc) - Drainase - Tekstur - Bahan kasar (%) - Kedalam solum (cm) Gambut : - Ketebalan (cm) - Kematangan Retensi hara (nr) - KTK liat (cmol) -Kejenuhan basa (%) - pH H20 - C organik (%) Toksisitas (xc) -Salinitas (ds/m) Sodisitas (xn) - Alkalinitas/ESP (%) Bahaya sulfidik (xs) - Kedalaman sulfidik (cm) Bahaya erosi (eh)
Dasar-dasar Evaluasi Lahan dan Rencana Tataguna Lahan
k > 35 < 25
halaman - 10
- Lereng (%) - Bahaya erosi Bahaya banjir (fh) - Genangan enyiapan lahan (lp) - Batuan di permukaan (%) - Singkapan batuan (%)
<3 Sangat rendah Fo, F11 F12,F21 F23,F31 F32 <5 <5
3–5 -
5–8 -
F13,F23 F33,F41 F42,F43
F14,F24 F34,F44
5 – 15 5 - 15
>8 F15,F25 F35,F45
15 – 40 15 - 25
> 40 > 25
Catatan : h = halus, ah = agak halus, s = sedang, ak = agak kasar, sr = sangat ringan, r = ringan, d = sedang, b = berat, sb = sangat berat.
Tabel 2.4. Persyaratan lahan untuk padi sawah FAO (1983) Karakteristik lahan S1 Regim temperatur (t) - rata-rata suhu tahunan (oC) Ketersediaan air (w) - Bulan kering (<75 mm) - Rata-rata curah hujan tahunan (mm) Kondisi perakaran (r) - Kelas drainase
- Tekstur tanah lapisan olah - Kedalaman perakaran (cm) Retensi hara (f) - KTK lapisan bawah (me/100 g) - pH lapisan bawah Ketersediaan hara (n) - N total lap. bawah - P2O5 lap. bawah - K20 lap. bawah Bahaya keracunan (x) - Salinitas (mmhos/cm) lap. bawah Kondisi permukaan lahan (s) - Lereng (%) - Batuan di permukaan (%) - batuan singkapan
Kelas kesesuaian lahan S2 S3
N
25 – 29
30 – 32 24 - 22
33 – 35 21 - 18
> 35 < 18
0–3 > 1.500
3.1 – 9.0 1.200 – 1.500
9.1 – 9.5 800 – 1.200
> 9.5 < 800
agak terhambat, agak baik
sangat jelek
jelek,
SCL, Sil,Si,CL > 50
SL,L,SiL,SiCL, C 41 - 50
> medium
Rendah
5.5. – 7.0
7.1 – 8.0 5.4 – 4.5
> sedang sgt. tinggi
rendah tinggi
> sedang
rendah
Baik
LS
kadangkadang tergenang, tergenang G, S
20 - 40
< 20
sangat rendah 8.1 – 8.5 4.8 – 4.0 sgt. rendah sedang – rendah sgt. rendah
> 8.5 < 4.0 sgt. rendah -
<3
3-5
5-8
>8
0–3 0 0
3–5 0 0
5–8 1 1
>8 >1 >2
Dasar-dasar Evaluasi Lahan dan Rencana Tataguna Lahan
halaman - 11
Dua persyaratan lahan untuk tipe penggunaan lahan yang sama (padi sawah) tersebut diatas agak berbeda, kondisi ini menjadi salah satu kendala bagi pekerja evaluasi lahan didalam dalam hal memilih bentuk persyaratan lahan mana yang terbaik. 2.6. Perbaikan Lahan (land improvement). Karakteristik lahan yang tidak dapat memenuhi persyaratan lahan pada suatu tipe penggunaan lahan tertentu, akan menjadi faktor pembatas, artinya karakteristik lahan tersebut yang membatasi tujuan tipe penggunaan lahan tertentu. Cara pengelolaan yang dibutuhkan untuk dapat menghilangkan faktor pembatas tersebut sering kali disebut dengan perbaikan lahan. Faktor pembatas dalam tipe penggunaan lahan ada yang sifatnya serius dan ada yang tidak. Sebagai contoh kondisi unsur hara dalam tanah, jika menjadi faktor pembatas mudah untuk dihilangkan dengan cara pemberian pupuk (minor land improvement), sebaliknya jika tekstur tanah yang menjadi pembatas maka sulit diatasi dengan cara-cara pengelolaan yang ada sekarang (mayor land improvement). Perbedaan tingkatan faktor pembatas ini yang nantinya akan menjadi dasar untuk menetapkan kesesuaian lahan potensial. 2.7. Kemampuan Lahan (land capabillity). Pengertian kemampuan lahan dan kesesuaian lahan sebenarnya hampir sama, namun demikian beberapa ahli mencoba untuk membedakannya. Para pakar yang berkecimpung dalam pekerjaan evaluasi lahan, memberikan pengertian kemampuan lahan adalah sebagai gambaran umum dari tipe penggunaan lahan disuatu daerah, sedang istilah kesesuaian lahan diartikan sebagai tingkat kesesuaian lahan untuk tujuan penggunaan lahan tertentu. Untuk memahami pengertian kemampuan lahan selanjutnya akan dibahas dalam bab tersendiri.
Dasar-dasar Evaluasi Lahan dan Rencana Tataguna Lahan
halaman - 12
BAB III STRUKTUR KLASIFIKASI KESESUAIAN LAHAN 3.1. Pendahuluan. Kesesuaian lahan adalah gambaran tingkat kecocokan lahan untuk tujuan tipe penggunaan lahan tertentu. Untuk memudahkan dalam implementasinya maka disusunlah sistem klasifikasi kesesuaian lahan. Dalam struktur klasifikasi kesesuaian dibdekan menjadi empat kategori yakni ordo, kelas, sub kelas dan unit. 3.2. Struktur Klasifikasi Kesesuaian Lahan. Ordo : memberikan gambaran umum dari macam penggunaan lahan tertentu. Kelas : pembagian lebih lanjut dari tingkat ordo Sub kelas : pembagian lebih lanjut dari tingkat kelas yang didasarkan faktor pembatas yang ada. Unit : pembagian lebih lanjut dari tingkat sub kelas yang didasarkan jenis pengelolaan yang dibutuhkan. Pada kategori ordo, kesesuaian lahan untuk tujuan penggunaan lahan tertentu dibedakan menjadi dua kelompok yakni ordo sesuai dan ordo tidak sesuai. Ordo sesuai (S) : lahan dalam kelompok ini sesuai untuk tipe penggunaan lahan tertentu, tanpa faktor pembatas, kalaupun ada sifat tidak serius dan mudah dihilangkan dengan cara-cara pengelolaan yang ada saat ini, tanpa ada resiko kerusakan sumber daya lahan yang ada, dapat memberikan produksi/hasil dan keuntungan yang maksimal. Ordo tidak sesuai (N) : lahan mempunyai faktor pembatas yang serius sehingga membatasi tipe penggunaan lahan tertentu, diperlukan input yang besar dan cara-cara pengelolaan yang tidak umum dilakukan saat ini. Resiko kerusakan sumberdaya lahan cukup besar. Pada tingkatan kelas, kesesuaian lahan dikelompokan menjadi, sangat sesuai (hihgly suitable), agak sesuai (moderatly suitable), kurang sesuai (marginally suitable) dan kelas tidak sesuai (not suitable). Kelas sangat sesuai (S1) : lahan tidak memiliki faktor pembatas untuk tujuan penggunaan lahan tertentu. Pemberian input tidak akan meningkatan hasil dan keuntungan secara nyata. Kelas agak sesuai (S2) : lahan memeiliki beberapa faktor pembatas yang sifatnya agak serius untuk tujuan tipe penggunaan lahan tertentu faktor pembatas dapat mengurangi produksi dan keuntungan, dibutuhkan input untuk meningkatkan hasil. Kelas kurang sesuai (S3) : lahan mempunyai pembatas yang sangat serius untuk tujuan tipe penggunaan lahan tertentu, pembatas dapat menekan produksi dan keuntungan, dibutuhkan input yang cukup besar untuk meningkat produksi.
Dasar-dasar Evaluasi Lahan dan Rencana Tataguna Lahan
halaman - 13
Kelas tidak sesuai (N)
: lahan mempunyai pembatas yang sangat serius dan sulit dihilangkan dengan cara-cara pengelolaan yang umumnya dilakukan, pembatas dapat membatasi tipe penggunaan lahan tertentu, dapat menekan hasil dan keuntungan, dan resiko kerusakan sumberdaya lahan besar. Pada sub kelas, faktor pembatas yang digunakan sebagai dasar pengelompokan dicantumkan. Sebagai contoh S2wa (kelas S2 dengan faktor pembatas ketersediaan air), S3rc (kelas S3 dengan faktor pembatas kondisi perakaran). Faktor pembatas dalam satu sub kelas jumlahnya dapat satu atau lebih. Pada tingkatan unit, sub kelas kesesuaian lahan dibagi lagi kedalam unit kesesuian lahan yang didasarkan pada cara pengelolaan yang dibutuhkan dalam setiap sub kelas yang ada. Sebagai contoh S2wa1, S3rc2 dst.
ORDO
Ordo
Kelas
Tidak sesuai (N)
Sesuai (S)
S1
S2
S3 dst
Sub kelas
S2 rc
S2 rc, wa
S3, tc, xc, fh dst
Unit
S2 rc,1
S2, rc2
3.3. Bentuk Klasifikasi Kesesuaian Lahan. Dalam kerangka sistem klasifikasi kesesuaian lahan terdapat 4 bentuk sistem klasifikasi kesesuaian lahan yakni (1) klasifikasi kesesuian lahan kualitatif, (2) klasifikasi kesesuaian lahan kuantitatif, (3) klasifikasi kesesuian lahan aktual dan (4) klasifikasi kesesuaian lahan potensial. 1. Klasifikasi kesesuaian lahan kualitatif adalah sistem klasifikasi kesesuaian lahan yang pengelompokannya didasarkan pada batasan-batasan yang sifatnya kualitatif, sebagai contoh sesuai, kurang sesuai atau tidak sesuai. 2. Klasifikasi kesesuaian lahan kuantitatif adalah sistem klasifikasi kesesuaian lahan yang pengelompokannya didasarkan pada perhitungan matematis. 3. Klasifikasi kesesuaian lahan aktual adalah sistem klasifikasi kesesuaian lahan yang pengelompokannya didasarkan pada karakteristik lahan yang ada pada saat itu, tanpa mempertimbangkan input yang dibutuhkan. Dasar-dasar Evaluasi Lahan dan Rencana Tataguna Lahan
halaman - 14
4. Klasifikasi kesesuaian lahan potensial adalah sistem klasifikasi kesesuaian lahan yang pengelompokannya didasarkan atas karakteristik lahan yang telah mempertimbangkan kebutuhan inputnya.
Dasar-dasar Evaluasi Lahan dan Rencana Tataguna Lahan
halaman - 15
BAB IV PROSEDUR EVALUASI LAHAN 4.1. Tahapan Pekerjaan Evaluasi Lahan. Prosedur evaluasi lahan yang akan dibahas dalam bab ini adalah langkahlangkah yang seharusnya dilakukan, dalam pekerjaan evaluasi lahan. Langkah atau tahapan prosedur evaluasi lahan dipengaruhi oleh cara pendekatannya. Untuk cara pendekatan paralel, prosedurnya agak sedikit berbeda dengan cara pendekatan bertahap. Tahapan pekerjaan evaluasi lahan yang umunya digunakan adalah (1) tahap konsultasi pendahuluan, (2) survei lapangan (3) matching, (4) analisis ekonomi, (5) penetapan tipe penggunaan lahan terbaik, (6) pembuatan laporan dan peta. 4.1.1. Tahap konsultasi pendahuluan. Dalam tahapan ini tim pekerja evaluasi harus berkonsultasi dengan nara sumber yang benar-benar mengetahui kondisi wilayah studi. Nara sumber dapat berasal dari kalangan pejabat setempat, pemilik lahan, masyarakat setempat, pengumpul data dan lainya yang terkait. Data yang diperlukan mencakup data kualitas lahan secara fisik maupun data sosial-ekonomi dan politik. Beberapa hal yang harus diperhatikan didalam tahapan pekerjaan pendahuluan adalah : arah perubahan tataguna lahan (tujuan evaluasi), jenis data dan informasi yang diperlukan, lokasi dan batas-batas wilayah studi, macam-macam penggunaan lahan yang telah ada, cara pendekatan yang akan digunakan, skala pekerjaan evaluasi lahan dan metodologinya. Asumsi tentang tipe-tipe penggunaan lahan yang akan ditawarkan berserta jenis input yang dibutuhkan, teknologinya, dapat juga diputuskan saat melakukan konsultasi pendahuluan. Namun demikian hanya tim yang sudah banyak pengalaman dalam melakukan pekerjaan evaluasi lahan yang mampu melakukan hal tersebut. Asumsi ini sangat membantu nantinya didalam pengambilan keputusan tentang tipe penggunaan lahan terbaik di wilayah pengembangan. Pekerjaan evaluasi lahan pada suatu wilayah pengembangan/studi tidak akan dapat dilakukan sebelum tujuan evaluasi/tujuan pengembangan wilayah ditetapkan. Kondisi ini perlu dipahami karena tipe penggunaan yang ada saat ini jumlah sangat banyak, untuk itu perlu ada batasan/penyempitan tipe penggunaan lahan yang akan ditawarkan sebagai tujuan evaluasi atau tujuan pengembangan wilayah. Sebagai contoh apakah pengembangan wilayah akan diarahkan ke tipe penggunaan lahan perkebunan atau industri, dll. Dengan mengetahui arah pengembangan wilayah tersebut maka, pekerjaan evaluasi sudah dapat direncanakan. 4.1.2. Survei lapangan. Data dan informasi karakteristik lahan dapat diperoleh dari survei lapangan atau data sekunder, baik dalam bentuk laporan maupun peta. Data dan informasi ini sangat menentukan keberhasilan pekerjaan evaluasi lahan. Data karakteristik lahan yang benar akan memberikan hasil evaluasi lahan yang baik, sebaliknya data karakteristik yang kurang baik juga akan memberikan hasil evaluasi lahan yang kurang baik. Disamping data karakteristik lahan, dalam
Dasar-dasar Evaluasi Lahan dan Rencana Tataguna Lahan
halaman - 16
pekerjaan evaluasi lahan juga membutuhkan data sosial-ekonomi dan data penunjang lainnya, seperti kondisi infrastruktur, kondisi pasar, dll. Hasil survei lapangan berupa data yang umunya belum dianalisis sesuai dengan kepentingan pekerjaan evaluasi lahan, seperti data karakteristik lahan dalam bentuk diskripsi profil, data sifat kimia dan fisik tanah, data curah hujan dan lainnya, data dan informasi ini umumnya terkumpul dalam bentuk laporan hasil survei lapangan, atau kumpulan data hasil pengamatan secara rutin. Data dan informasi karakteristik lahan juga dapat dikumpulkan dari peta-peta. 4.1.3. Matching. Matching adalah penyesuaian antara data dan informasi karaktersitik lahan yang sudah dianalisis atau diolah sesuai dengan keperluan evaluasi lahan dengan persyaratan lahan. Kelas dan sub kelas kesesuaian lahan yang digunakan dari hasil matching adalah kelas yang paling rendah. Tabel 4.1. Contoh matching kelas kesesuaian lahan untuk padi sawah Djaenudin dkk (2000). Karaktersitik lahan
Matching Data
Temperatur (tc) 1.Temperatur rata (oC) Ketersediaan air (wa) 1. Kelembaban(%) Media perakaran (rc) 1. Drainase 2. Tekstur 3. Bahan kasar (%) 4. Kedalaman solum (cm) Gambut : 1. Ketebalan (cm) 2. Kematangan Retensi hara (nr) 1. KTK liat (cmol) 2. Kejenuhan basa (%) 3. pH H20 4. C organik (%) Toksisitas (xc) 1. Salinitas (ds/m) Sodisitas (xn) 1. Alkalinitas/ESP (%) Bahaya sulfidik (xs) 1. Kedalaman sulfidik (cm) Bahaya erosi (eh) 1. Lereng (%) 2. Bahaya erosi Bahaya banjir (fh) 1. Genangan enyiapan lahan (lp) 1. Batuan di permukaan (%) 2. Singkapan batuan (%) Kelas kesesuaian lahan
Kelas
26
S1
80
S1
Agak terhambat Sedang 2 46 -
S1 S2 S1 S2
32 63 7.5 1.1
S1 S1 S1 S2
12
S1
82
S1
7 sedang
S3 S3
Fo
S1
0 0
S1 S1 S3
Dasar-dasar Evaluasi Lahan dan Rencana Tataguna Lahan
halaman - 17
Sub kelas kesesuaian lahan S3 eh Unit kesesuaian lahan S3 eh 1,2 Catatan : h = halus, ah = agak halus, s = sedang, ak = agak kasar, sr = sangat ringan, r = ringan, d = sedang, b = berat, sb = sangat berat.
4.1.4. Analisis Sosial - Ekonomi. Dari hasil matching diperoleh tipe penggunaan lahan terbaik disetiap satuan peta lahan yang ada. Untuk selanjutnya dilakukan analisis saoaial ekonomi, apakah tipe penggunaan lahan hasil evalausi secara fisik, juga memberikan keuntungan dan dapat menyerap tenaga kerja yang maksimal atau tidak, jika tipe penggunaan lahan hasil evaluasi secara fisik memberikan keuntungan dan dapat menyerap tenaga kerja yang maksimal, maka tipe penggunaan lahan tersebut dapat dipilih sebagai tipe penggunaan lahan terbaik. Sebaliknya jika tidak memberikan keuntungan serta menyerap tenaga kerja maksimal maka perlu dipertimbangkan lagi, dan mencari tipe penggunaan lahan lainnya yang terbaik. 4.1.6. Penyusunan tipe penggunaan lahan terbaik. Setelah memperhatikan dan mempertimbangkan berbagai aspek dalam pekerjaan evaluasi lahan, maka perlu dilakukan penyusunan tipe penggunaan lahan terbaik dengan menggunakan sistem klasifikasi kesesuaian lahan yang tersedia. Tipe-tipe penggunaan lahan yang akan ditawarkan disusun dalam bentuk laporan yang dilengkapi dengan tabel dan peta.. 4.1.7. Pembuatan Laporan dan Peta Akhir pekerjaan evaluasi lahan adalah penyusunan laporan yang dilengkapi dengan peta. Format penyusunan laporan pekerjaan evaluasi lahan berbeda-beda tetapi pada prisnipnya memuat bab Latar Belakang, Metodologi, Uraian Satuan Peta Lahan, Uraian Tipe Penggunaan Lahan yang Diawarkan, Tipe Penggunaan Lahan terbaik, Kesimpulan yang dilengkapi dengan peta-peta yang terkait. 4.2. Analisis dan Pengelompokan Data. 4.2.1. Analisis data. Data dan informasi karaktersitik lahan diperoleh dari berbagai sumber antara lain (1) data sekunder, (2) laporan penelitian/studi, (3) pengamatan lapang, (4) hasil analisis laboratorium. Data sekunder karakteristik lahan dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti lembaga pengumpul data (data iklim, kantor statistik, kantor pertanahan dll), peta (jenis tanah, iklim, rupa bumi, geologi, irigasi, topograi, bentuk lahan, dll). Laporan survei dan penelitian tanah sering kali juga memberikan informasi tentang karakteristik lahan yang dapat digunkan sebagai sumber data dan informasi untuk keperluan evaluasi lahan. Data dan informasi tersebut bentuknya bermacam-nacan dan sering kali memerlukan analisis dan asumsi-asumsi lebih lanjut, agar dapat digunakan untuk keperluan pekerjaan evaluasi lahan. Sebagai contoh data infromasi karakteristik lahan dalam bentuk data diskripsi profil yang dilengkapai dengan hasil analisis sifat fisik serta kimia tanah, memerlukan analisis lebih lanjut. Tabel 4.2. Contoh diskripsi profil tanah. Pedon No. KK 25 Klasifikasi LPT-Bogor : Melanic-Vitric Andosol.
Dasar-dasar Evaluasi Lahan dan Rencana Tataguna Lahan
halaman - 18
FAO : Humic-Vitric Andosol Taxonomy : Umbric Vitrandept Lokasi : Desa Ngantru, Pujon. Kab. Malang Fisiografi : colluvial kakibukit Topografi : berbukit (15 – 30%) Drainase : sangat baik Erosi : sedang Vegetasi : mahoni dan rumput Bahan induk tanah : abu vulkanik Diskripsi : A11 (11) : coklat sangat gelap (10YR 2/2) lembab; lempung berpasir, kerikil 00 – 17 cm 5%, struktur granular, halus-sedang, agak lekat dan agak plastis, agak masam, perakaran halus sedang, pori tanah halus dan sedang, beralih berombak agak jelas ke. A12 : coklat gelap (7.5YR 3/2) lembab; lempung berpasir, kerikil 5 %; 17 – 26 cm granuler – subgranuler, medium, sedang; remah, agak lekat dan agak plastis; agak masam; akar medium dan halus sedang; pori halus dan medium sedang; berlaih berombak baur ke. C : coklat kekuningan (10YR 5/8) lembab; kerikil kasar 5%, lepas; 26 – 49 cm gembur; tidak lekat dan tidak plastis; agak masam; perkaran halus dan medium, sedang; beralih berombak baur ke. II A : hitam (10YR 2/1) lembab; lempung, kerikil 1%; gumpal dan 49 – 68 cm gumpal bersudut, halus-medium, sedang; remah, tidak lekat dan agak plastis; agak masam; perakaran halus sedikit; pori haluas dan medium, sedang; beralih bergelombang jelas ke. IIB21 : coklat gelap kekuningan (10YR ¾) lembab; lempung berpasir, 68 – 109 cm kerikil 1%; gumpal bersudut, medium, sedang; remah, tidak lekat, agak plastis; agak masam. Hirizon Kedalaman (cm)
A11 00 - 17
A12 17 - 26
C 26 - 49
IIA 49 - 68
IIB21 68 - 109
Tekstur BO % N-total C/N pH H20 pH KCL Ca meq/100 g Mg meq/100 g Na meq/100 g K meq/100 g KTK meq/100 g Kejenuhan basa % P tersedia (ppm) BI
2.3 0.19 12 6.3 4.9 4.2 1.8 0.3 0.4 13.7 49 54 0.85
2.0 0.19 11 6.2 5.0 1.3 3.9 0.3 0.3 16.0 36 36 -
2.6 0.18 14 6.2 4.8 6.4 1.7 0.5 1.0 17.7 54 9 0.85
1.3 0.13 10 6.3 4.9 6.5 1.7 0.3 1.0 17.6 53 9 0.70
0.7 0.07 10 6.4 4.9 7.4 1.3 0.4 0.7 16.0 61 19 -
Sebagai contoh untuk keperluan evaluasi lahan dibutuhkan data kemasaman tanah lapisan bawah (20 – 60 cm), sedang data kemasaman tanah yang tersedia adalah dalam bentuk horison, bagaimana menghitungnya ?. Data yang tersedia Kedalaman (cm) pH 00 – 17 6.3 Dasar-dasar Evaluasi Lahan dan Rencana Tataguna Lahan
halaman - 19
17 - 26 6.2 26 - 49 6.6 49 – 68 6.3 Untuk menghitung pH kedalaman 20 – 40 menggunakan rumus berikut ini : ph x (26 – 20 cm) + pH x (49 – 26 cm) + ph x (60 – 49 cm) pH (20-60) = ---------------------------------------------------------------------------(60 – 20 cm) 6.2 x 6 + 6.6. x 23 + 6.3 x 11 pH (20-60) = ---------------------------------------40 37.2 + 151.8 + 69.3 pH (20 – 60) = -------------------------------- = 40
258.3 ------------ = 6.45 40
4.2.2. Pengelompokan data Data karakteristik lahan bentuknya dapat berupa nilai kuantitatif atau kualitatif. Sering kali beberapa data karakteristik lahan yang bentuknya kuantitatif harus dirubah dulu dalam bentuk kualitatif dengan pendekatan asumsi tertentu. Contoh nilai kemasaman tanah 7.0 diasumsikan sebagai nilai kemasaman tanah yang netral dan lain sebagainya. Di bawah ini disajikan beberapa pengelompokan karakteristik lahan yang sering digunakan untuk keperluan pekerjaan evaluasi lahan : a. Pengelompokan tekstur tanah Halus : liat berpasir, liat, liat berdebu Agak halus : lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu. Sedang : lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu, debu Agak kasar : lempung berpasir kasar, lempung berpasir, lempung berpasir halus. Kasar : pasir, pasir berlempung. b. Drainase. Cepat Agak cepat Baik
Agak baik
Agak
: tanah mempunyai nilai konduktivitas hydrolik tinggi sampai sangat tinggi dengan daya menahan air rendah atau berlereng terjal dan tekstur kasar. : tanah mempunyai nilai konduktivitas hydrolik tinggi dan daya menahan air rendah, atau berlerang agak terjal dan tekstur kasar. : tanah mempunyai nilai konduktivitas hidrolik sedang dan daya menahan air sedang, lembab, tapi tidak cukup basah dekat permukaan atau lereng agak landai dengan tekstur kasar – sedang, tanpa becak tanah atau karatan besi/mangan, serta warna glai sampai kedalaman 100 cm. : tanah mempunyai nilai konduktivitas sedang sampai agak rendah dan daya menahan air rendah, tanah basah dekat ke permukaan, atau berlereng agak landai dan bertekstur sedang, atau tanah berwarna homogen tanpa becak tanah (besi/mangan) dan tanpa warna glei sampai kedalaman > 50 cm. : tanah mempunyai nilai konduktivitas hydrolik agak rendah
Dasar-dasar Evaluasi Lahan dan Rencana Tataguna Lahan
halaman - 20
Terhambat
Terhambat
Sangat Terhambat
dan daya menahan air agak tinggi, atau tanah basah sampai ke permukaan, atau agak datar dengan tekstur agak halus, tanah berwarna homogen tanpa becak (besi/mangan) atau glei sampai kedalaman > 25 cm. : tanah mempunayi nilai konduktivitas hydrolik rendah dan Daya menahan air tinggi, atau tanah datar dan tekstur halus, atau tanah berwarna gley, dan bercak karatan (besi/mangan) sedikit pada lapisan bawah sampai ke permukaan. : tanah dengan nilai kondiktivitas hydrolik sangat rendah dan daya menahan air sangat tinggi, atau tanah datar/cekung dengan tekstur sangat halus, atau tanah berwarna gley permanen sampai ke permukaan tanah.
c. Bahaya erosi. Tingkat bahaya erosi dapat diprediksi berdasarkan kondisi lapang, yakni dengan memperhatikan adanya erosi lembar, alur atau parit. Cara pendekatan lain untuk menduga bahaya erosi adalah dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang rata-rata per tahun. Tingkat bahaya erosi tersebut seperti nampak pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Tingkat bahaya erosi Tingkat bahaya erosi
Jumlah tanah permukaan yang hilang (cm/tahun)
Sangat ringan Ringan Sedang Berat Sangat berat
< 0.15 0.15 – 0.9 0.9 – 1.8 1.8 – 4.8 > 4.8
d. Alkalinitas. Untuk menghitung nilai alklinitas dapat digunakan rumus dibawah ini : Na dapat ditukar x 100 ESP = --------------------------------KTK e. Estimasi suhu udara. Untuk lokasi yang tidak tersedia data pengamatan suhu dapat dilakukan estimasi berdasarkan ketinggian tempat, sedang untuk memperoleh informasi ketinggian tempat dapat digunakan peta topografi yang tersedia. Pendugaan suhu dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Braak (1972). Berdasarkan hasil penelitiannya, di Indonesia suhu daratan rendah (pantai) berkisar antara 25 – 27o C, dengan mengetahui tinggi tempat suatu lokasi dapat diduga besrnya suhu rata-ratanya. Rumus Braak (1972) yang umumnya digunakan untuk menghitung suhu rata-rata suatu lokasi adalah sebagai berikut : 26,3°C - (0,01 x elevasi dalam meter x 0,6°C) Selanjutnya berdasarkan penelitian Braak tersebut suhu tanah pada kedalaman 50 cm di Indonesia lebih t.inggi, yaitu berkisar antara 3 - 4,5 °C sehingga untuk. :~,enduga suhu tanah pada kedaliman 50 cm tersebut, yaitu rerata suhu udara ditambah sekitar 3,5 °C. Tetapi mer.ur_u Nambeke
Dasar-dasar Evaluasi Lahan dan Rencana Tataguna Lahan
halaman - 21
et al. (1986) suhu tanah lebih t.inggi. 2,5 °C iari suhu udara. Hasi1 pendugaan suhu dan ditambah serbedaabn suhu udara dan suhu tanah tersebut digunakan antuk menentukan rejim suhu tanah seperti yany ditetapkan dalam caksonomi tanah (Soil Survey Stnff, 1999,1998). f.
Kriteria Penilaian Banlir/Genangan Banjir ditetapkan sebagai kombinasi pengaruh dari kedalaman banjir (X) dan lamanya banji.r (Y). Kedua data tersebut dapat diperoleh melalui wawancara dengan penduduk setempat di lapangan : Kedalaman banjir (X) : 1 < 25 cm 2. 25 – 50 cm 3. 50 – 150 cm 4. > 150 cm Lamanya banjir (Y) : 1. < 1 bulan 2. 1 – 3 bulan 3. 3 – 6 bulan 4. > 6 bulan Bahaya banjir diberi simbol F x,y (dimana x adalah simbol kedalaman banjir, sedang y dalah lamanya banjir), kelas bahaya banjir seperti yang terlihat dalam tabel dibawah ini ; Tabel 4.4. Kelas bahaya banjir.
Simbol
Kelas bahaya banjir
Kombinasi kedalaman dan lamanya banjir
Fo
Tanpa
-
F1
Ringan
F1.1, F2.1, F3,1
F2
Sedang
F1.2, F2.2, F3.2, F4.1
F3
Agak berat
F1.4, F2.4, F3.4, F4.2
F4
Berat
F4.3, F.4.4.
Dasar-dasar Evaluasi Lahan dan Rencana Tataguna Lahan
halaman - 22
g. Kriteria tingkat kesuburan tanah. Untuk melakukan penilaian karakteristik kesuburan tanah dapat digunakan tabel di bawah ini. Tabel 4.5. Kriteria penilaian karakteristik tanah (PPT, 1983) Sifat tanah Sangat Rendah Sedang Tinggi Sangat rendah tinggi C (%) N (%) C/N P205 HCL (mg/100g) P205 Bray I (ppm) P205 Olsen (ppm) K20 HCL Mg/100 g KTK Me/100 g K (me/100g) Na (me/100g) Mg (me/100g) Ca (me/100g) Kejenuhan basa (%) Kejenuhan Al (%) pH H20
< 1.0 < 0.1 <5 < 10
1.00-2.00 0.1-0.20 5-10 10-20
2.01-3.00 0.21-0.50 11-15 21-40
3.01-5.00 0.51-0.75 16-25 41-60
>5.00 >0.75 >25 >60
< 10
10-15
16-25
26-35
>35
< 10
10-25
26-45
46-60
>60
< 10
10-20
21-40
41-60
>60
<5
5-16
17-24
25-40
>40
< 0.1 < 0.1 < 0.4 <2 < 20 < 10 4.5-5.5 masam
0.1-0.2 0.1-0.3 0.4-10 2-5 20-35 10-20 5.6-6.5 Agak msam
0.3-0.5 0.4-0.7 1.1-2.0 6-10 36-50 21-30 6.6-7.5 netral
0.6-1.0 0.8-1.0 2.1-8.0 11-20 51-70 31-60 7.6-8.5 Agak alkalis
>1.0 >1.0 >8.0 >20 >70 >60 >8.5 alkalis
4.3. Kesesuaian lahan aktual dan potensial. Seperti telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahah untuk tipe penggunaan lahan tertentu tanpa harus mempertimbangan masukan (input) yang dibutuhkan. Sedang kelsesuaian lahan potensial adalah kesesuaian lahan untuk tipe penggunaan lahan tertentu setelah mepertimbangkan masukan (input) yang dibutuhkan. Sebagai contoh salah satu satuan peta lahan memiliki sub kelas kesesuaian lahan S3 nr,3 (lahan kurang sesuai, dengan faktor pembatas kemasaman tanah). Kelas kesesuaian lahan ini dapat dinaikan menjadi S2 atau S1 dengan menghilangkan faktor pembatas nr,3 yakni dengan menambahkan kapur. Untuk menetapkan kelas potensial tidak semudah seperti contoh karena harus mempertimbangkan biaya tambahan yang harus dikeluarkan. Biaya tambahan (input) harus lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan keuntungan akibat input yang diberikan. Sebagai contoh kalau lahan tersebut berada di Irian Jaya yang tidk memiliki gunung berkapur, maka pengapuran tidak dapat dilakukan, kalaupun bisa harus mendatangkan dari Jawa sehingga biayanya jadi mahal, apabila kondisinya seperti ini maka tidak dapat kelas kesesuaian lahan aktual tidak dapat dinaikan menjadi lebih tinggi (kelas kesesuaian lahan aktual = kelas kesesuaian lahan potensial) Tabel 4.6. Contoh penilaian kelas kesesuaian lahan potensial Karaktersitik lahan Data
Matching Kelas Kelas Aktual Potensial
Input Keterangan
Temperatur (tc)
Dasar-dasar Evaluasi Lahan dan Rencana Tataguna Lahan
halaman - 23
1.Temperatur rata (oC) Ketersediaan air (wa) 1. Kelembaban(%) Media perakaran (rc) 1. Drainase 2. Tekstur 3. Bahan kasar (%) 4. Kedalaman solum (cm) Gambut : 1. Ketebalan (cm) 2. Kematangan Retensi hara (nr) 1. KTK liat (cmol) 2. Kejenuhan basa (%) 3. pH H20 4. C organik (%) Toksisitas (xc) 1. Salinitas (ds/m) Sodisitas (xn) 1. Alkalinitas/ESP (%) Bahaya sulfidik (xs) 1. Kedalaman sulfidik (cm) Bahaya erosi (eh) 1. Lereng (%) 2. Bahaya erosi Bahaya banjir (fh) 1. Genangan enyiapan lahan (lp) 1. Batuan di permukaan (%) 2. Singkapan batuan (%) Kelas kesesuaian lahan Sub kelas kesesuaian lahan
26
S1
S1
80
S1
S1
Agak terhambat Sedang 2 46 -
S1 S2 S1 S2
S1 S2 S1 S2
32 63 7.5 1.1
S1 S1 S1 S2
S1 S1 S1 S1
12
S1
S1
82
S1
S1
7 sedang
S3 S3
S1 S1
Fo
S1
S1
0 0
S1 S1
S1 S1
S3 S3 eh
Tidak dapat dinaikan Tidak dapat dinaikan
Penambahan organik
pupuk
Tersering Terasering
S2 S2 rc
Faktor pembatas yang dapat dihilangkan adalah faktor pembatas yang dapat diatasi dengan cara pengelolaan yang umumnya dilakukan oleh petani. 4.4. Tipe penggunaan lahan berganda dan majemuk. Tipe penggunaan lahan berganda adalah dalam satuan peta lahan yang sama terdapat lebih dari satu tipe penggunaan lahan yang membutuhan persyaratan lahan berbeda dalam kurun waktu yang bersamaan, sebagai contoh agrowisata, dimana dalam hamparan lahan yang memiliki karakteristik lahan sama ada beberapa tipe penggunaan lahan yang berbeda (hotel, kebun, taman margasatwa, kolam renang, dll) dan setiap tipe penggunaan lahan tersebut membutuhan persyaratan lahan yang berbeda. Sedang tipe penggunaan lahan majemuk adalah dalam satu hamparan lahan yang memiliki karakteristik lahan yang sama terdapat lebih dari satu tipe penggunaan lahan yang membutuhkan persyaratan lahan yang hampir sama sebagai contoh tumpang sari antara tanaman padi dan jagung, dll.
Dasar-dasar Evaluasi Lahan dan Rencana Tataguna Lahan
halaman - 24
Tabel 4.7. Contoh menyusun tipe penggunaan lahan berganda: SPL Kelas kesesuian lahan Hotel Kebun Margasatwa SPL 1 SPl 2
S1 S2
S1 S1
S1 S1
Industri S3 S2
Pemilihan tipe penggunaan lahan berganda pada SPL 1 adalah model agrowisata yang memadukan antara tipe penggunaan lahan untuk hotel, perkebunan dan taman margasatwa. Sedang untuk SPL 2 adalah perkebunan yang dilengkapi dengan taman margasatwa. Tabel 4.8. Contoh menyusun tipe penggunaan lahan majemuk SPL Kelas kesesuian lahan padi jagung sayuran SPL 1 SPl 2
S1 S2
S1 S1
S1 S1
Ketela pohon S3 S1
Pemilihan tipe penggunaan lahan untuk SPL 1 adalah tumpang gilir antara padi, jagung dan sayuran. Nop Okt Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sep padi jagung + sayuran bero Pemilihan tipe penggunaan lahan untuk SPL 2 adalah tumpang gilir antara jagung, sayuran dan ketela pohon. Nop Okt Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sep Jagung + sayuran Ketela pohon bero
Dasar-dasar Evaluasi Lahan dan Rencana Tataguna Lahan
halaman - 25