TINJAUAN PUSTAKA Bebera~aBanasa s a ~ iPedaainq Suatu
usaha penggemukan sapi pada umumnya
memilih
bangsa sapi pedaging yang mudah didapat, mempunyai nilai ekonomis jika digemukkan dan cocok dengan lingkungan setempat.
Bangsa sapi pedaging yang
digemukkan
berasal
dari
bangsa sapi lokal maupun impor, yaitu antara
sapi
Sumba Ongole (SO), Brahman Cross (Bx) dan
lain
Austra-
l i a n Commercial Cross (ACC). S a ~ iOnaole.
Sapi Ongole nama sinonimnya
Nellore, Bos
dari India dan termasuk golongan Zebu atau
berasal
izfdicus (Joshi dan Phillips, 1953; Payne, 1970 dan roamidjojo, 1980). donesia mantan
Sapi Ongole mulai dimasukan
Sos-
ke
pada tahun 1906 di pulau Jawa, Sumatera, dan
Sulawesi Utara, yang
kemudian
In-
Kali-
disilangkan
dengan sapi lokal untuk memperbaiki mutunya sebagai sapi kerja
dan produksi daging (Joshi dan
Phillips,
1953).
Hasil persilangan sapi Ongole dengan sapi lokal di pulau Jawa secara grading up menghasilkan sapi-sapi yang mirip sapi
Ongole
yang disebut sapi Peranakan
Pada tahun 1914 dimasukan dan
diternakkan secara
terkenal
Ongole
(PO).
lagi sapi Ongole ke Indonesia
murni di pulau Sumba,
sehingga
dengan sebutan sapi Sumba Ongole (SO) dan
di-
jadikan sumber bibit untuk penyebaran ke daerah lain. Sapi
Ongole berwarna abu-abu
keputih-putihan
pada sapi jantan warna lebih gelap (Joshi dan
dan
Phillips,
1953);
termasuk bangsa sapi besar, bergumba dan
lambir (Natasasmita dan Mudikdjo, 1980).
berge-
Mata berbentuk
elips dengan biji mata dan kulit disekeliling mata warna hitam (Joshi dan Phillips, 1953). merupakan kuat,
sapi tipe kerja yang sangat
ber-
Sapi Ongole ini baik,
tenaganya
ukuran tubuhnya besar, wataknya sabar, tahan
pa-
nas,
tahan lapar dan haus serta dapat menyesuaikan
de-
ngan
pakan yang sederhana (~osroamidjojo,1980). juga terkenal tahan panas dan caplak
Ongole rupakan
Sapi
serta
sapi Indonesia yang mempunyai pertumbuhan
meyang
cepat walaupun hanya makan sedikit per satuan bobot
ba-
dannya (Moran, 1978). Sapi
Ongole
di Indonesia mempunyai
sifat
antara
lain: (1) Babot badan pada umur 18-24 bulan dan 5 masing-masing 250-295 dan 499-649 kg; (2) Dapat selama tama
tahun
bekerja
6-7 jam sehari; (3) Dikawinkan dan beranak
pada umur 18-24 bulan dan 2.5. tahun;
per-
(4) Tinggi
gumtba yang jantan dan betina dewasa masing-masing 137.92 dan
133.35 cm; (5) Panjang badan jantan dan betina
wasa masing-masing 161.04 dan 135.89 cm (Joshi dan Selanjutnya dinyatakan pula
llips,
1953).
Ongole
mudah digemukkan pada padang
bahwa
rumput.
dipotong pada umur 4-6 tahun dengan bobot badan
dePhisapi
Biasanya sekitar
550 kg dan mempunyai persentase bobot karkas sekitar persen, Ongole
sedangkan menurut Pane (1986) bobot badan jantan dan betina dewasa
550 dan 350 kg.
masing-masing
50
sapi
sekitar
1
Brahmm.
Sapi American Brahman atau yang
la-
zim disebut dengan nama sapi Brahman, merupakan bangsa sapi yang dibentuk di Amerika Serikat dari hasil langan empat bangsa sapi India, yaitu Nellore
persi-
(Ongole),
Kankrey, Krishna Valley dan Gir (Hardjosubroto, 1994). Bentuk
spesifik sapi Brahman adalah adanya kelasa yang
cukup besar melampaui bahu, kulit yang menggantung di bawah kerongkongan dan gelambir yang panjang, serta mempunyai kaki panjang dan telinga menggantung 1965).
(Ensminger,
Williamson dan Payne (1978), menyatakan bahwa
sapi Brahman dapat beradaptasi dengan baik tropik, di
daerah yang banyak
di daerah
serangan serangga dan
miskin hujan. Di Australia, sapi Brahman ini secara komersial jarang diternakan secara murni, tetapi banyak disilangkan dengan sapi Hereford-Shorthorn (HS).
Hasil persilangan
ini terkenal dengan sebutan sapi Brahman Cross
(Bx).
Sapi
ini biasanya diseleksi terhadap kecepatan pertum-
buhan
dan daya tahan terhadap caplak, tetapi tidak di-
seleksi terhadap warna bulu.
Sapi Brahman Cross menjadi
sangat populer dan dapat mengungguli prestasi sapi Hereford-Shorthorn, karena mempunyai daya tahan terhadap panas dan caplak yang lebih baik.
Di Queensland, rataan
bobot badan sapi Ex pada umur 15 bulan adalah sedang sapi HS 272 kg dan sapi Brahman 274 kg Peternakan dan Fapet UGM, 1986).
321 kg, (Ditjen
Hasil persilangan sapi
(Brahman Cross) mempunyai efek
Brahman tinggi
yang
dalam ha1 ferlilitas, kecepatan pertumbuhan
kualitas daging (Minish dan Fox, 1979). sapi
heterosis
Brahman
sering digunakan untuk
dan
Oleh karena itu menghasilkan
be-
berapa bangsa hasil persilangan baru yang menguntungkan. Sapi Bx mulai dikembangkan di stasiun C S I ' * s Tro-
pical Cattle Research Centre Rockhampton Australia,
de-
ngan menggunakan materi dasar sapi Brahman, Hereford dan Shorthorn (Turner, 1977). risi
daya adaptasi dari sapi Brahman dan
tumbuhan
dari
Frisch,
1980).
mewa-
Namun dekimian sapi Bx potensi
Hereford-Shorthorn atau HS Selanjutnya Turner
per-
(Vercoe dan
(1977),
menyatakan
bahwa sapi Bx mengandung proporsi darah Brahman 50
per-
sen,
Sapi
Bx dan
Hereford 25 persen dan Shorthorn 25 persen.
mempunyai bentuk luar antara sapi Brahman,
Hereford
Shorthorn, sedangkan kecenderungan mirip mana
gantung antara
darah yang dominan.
Sapi Bx
mempunyai
lain sebagai berikut: (1) Persentase
tersifat,
kelahiran
81.2 persen; (2) Rataan bobot lahir 28.4 kg, bobot sapih 193
kg, bobot umur 13 bulan sebesar 212 kg dan umur
18
bulan bobotnya 295 kg; (3) Kematian prenatal (0-7 hari) adalah 5.2. persen, kematian sebelum disapih 2.4 persen, kematian
lepas
sapih sampai umur 15 bulan
adalah
1.2
persen dan kematian dewasa sebesar 0.6 persen; (4) Daya tahan rendah
panasnya dan
baik,
sebab
produksi
metode pengeluaran
panas
panasnya
basalnya
efektif;
(5)
Ketahanan terhadap parasit dan penyakit sangat baik; dan (6) Efisiensi
penggunaan pakan
terletak
antara
sapi
Brahman dan HS (Turner, 1977). Sapi Bx di impor ke Indonesia kira-kira pada
tahun
Di Indonesia, prestasi yang
dapat
1973 dari Australia.
dicapai nampaknya tidak sebaik di Australia.
Hasil
pe-
ngamatan di ladang ternak Sulawesi Selatan, sapi Bx mempunyai
persen;
rataan persentase beranak 40.91
rataan
c a l f crop 42.54 persen; rataan kematian pedet 5.93
dan kematian induk 2.92 persen; rataan bobot
sen
jantan
dan
betina (8-9
bulan)
masing-masing
persapih
sebesar
141.5 dan 138.3 kg; rataan pertambahan bobot badan harian sebelum disapih sebesar 0.38 kg (Hardjosubroto, 1984; Ditjen
Peternakan dan Fapet UGM, 1986).
Bx
Sapi
yang
dipelihara secara feedlot (penggemukan) dengan pakan
85
persen konsentrat dan 15 persen rumput gajah, pertambahan
bobot badan hariannya dapat mencapai 0.96 kg
dengan
persentase karkas sebesar 53.21 persen (~gadiyono,1988). S a ~ i Australian Commercial Cross (ACCI.
Sapi
yang digunakan sebagai sapi bakalan untuk usaha
pengge-
di Indonesia, adalah lnerupakan sapi hasil
mukan langan
sapi-sapi
di
Australia
yang
tidak
beberapa infomasi yang diperoleh, sapi
dimasukkan ke berasal
dari
~ndonesiasebagai sapi peternakan
sapi
di
bakalan
persi-
diketahui
dengan jelas asal usul maupun proporsi darahnya. dari
ACC
Namun
ACC
yang
kastrasi
~ustralia
Utara
(Northern Territory). sapi
Sapi ACC tersebut
dapat
berupa
Shorthorn Cross, Brahman Cross, maupun hasil
silangan
per-
sapi-sapi Australia yang cenderung masih
mem-
punyai darah Brahman. Sapi bakalan kastrasi Australia atau ACC campuran
dari
Bos
indicus (Brahman) dan
merupakan Bos
tams
(bangsa British), sehingga memperlihatkan ciri keuntungan
dari kedua bangsa tersebut, yaitu mudah
beradaptasi
terhadap lingkungan seperti Brahman dan mempunyai kemampuan
pertumbuhan dari bangsa British
(Australian Meat
and Livestock Corporation, 1991). Sapi Shorthorn dibawa masuk ke Australia pada ke-19, arch
abad
Rese-
dan kemudian oleh CSIR08s Tropical Cattle
Centre di Rockhampton, dipersilangkan dengan
sapi
Hereford untuk menghasilkan sapi Hereford-Shorthorn (HS) dengan setengah darah Hereford dan setengah darah Shorthorn
(Turner, 1977; Vercoe dan
Frisch,
1980).
Shorthorn Cross ( S x ) yang dipakai sebagai sapi
Sapi bakalan
untuk usaha penggemukan di Indonesia, kemungkinan
meru-
pakan hasil persilangan antara sapi Shorthorn dengan Hereford, Brahman ataupun Brahman Cross. Pertumbub-n Definisi adalah
Perkeyang
paling sederhana
dari
pertumbuhan
perubahan ukuran tubuh yang dapat diukur,
dalam panjang, volume atau massa (Williams, 1982). ubahan
ukuran meliputi perubahan bobot
hidup,
yaitu Per-
bentuk,
dimensi
linear dan komposisi tubuh, termasuk pula
per-
ubahan pada komponen-komponen tubuh seperti otot, lemak, tulang
dan
organ serta komponen kinia,
terutama
lemak, protein dan abu (Maynard dan Loosli, 1969; 1983; oleh
Soeparno, 1992).
Menurut Hammond
yang
air, Edey,
disitasi
Goodwin (1980), pertumbuhan adalah kenaikan
bobot
seekor ternak sampai ukuran dewasa tubuh tercapai.
Per-
tumbuhan
yang
berxaula
juga merupakan suatu fenomena
universal
dari telur yang telah dibuahi oleh
berlanjut sampai hewan mencapai dewasa. duksi
ini
mengandung unit
heriditas
sperma
Sel-sel yang
dan
repro-
membedakan
ukuran, bentuk dan kemampuan potensial dari hewan dewasa (Fowler, 1969 dan Tillman et al., 1984). Terjadi dua ha1 dasar
pada pertumbuhan hewan, yaitu
pertambahan
bobot
badan yang disebut pertumbuhan dan perubahan bentuk yang disebut perkembangan (Lloyd et
id.,1978).
Pertumbuhan ternak merupakan kumpulan dari buhan bagian-bagian komponennya.
Pertumbuhan
pertum-
komponen-
komponen tersebut berlangsung dengan laju atau kecepatan yang
berbeda, sehingga perubahan ukuran komponen
hasilkan
diferensiasi
individual sel dan organ.
atau
pembedaan
meng-
karakteristik
Ada tiga proses utama di
da-
lam pertumbuhan, yaitu: (1) Proses dasar pertumbuhan selular
yang
meliputi
hyperplasia
(perbanyakan
sel),
hypertrophy (pembesaran sel) dan akresi atau pertambahan material
struktural
non-selular
(non-protoplasmik),
rnisalnya deposisi lemak, glikogen, plasma darah dan kartilago. Mula-mula sel tumbuh secara hyperplasia, kemudian secara hypertrophy sampai mencapai ukuran karakteristik individual organ; (2) Diferensiasi sel-sel induk di dalam
embrio menjadi ektoderm, mesoderm
Diferensiasi selanjutnya menghasilkan antara
dan endoderm.
sel-sel khusus,
lain sel-sel syaraf dan epidermal berasal
dari
ektoderm, sel-sel otot dan jaringan ikat berasal
dari
mesoderm
dan sel-sel penyusun saluran pencernaan atau
gastro-intestinal dula
beserta kelenjar-kelenjar atau glan-
sekresinya berasal dari endoderm; dan (3) Kontrol
terhadap pertumbuhan dan diferensiasi yang melibatkan banyak proses (Williams, 1982 dan Hammond et aZ., 1984). Menurut bahnya
Taylor (1984), pertumbuhan adalah bertam-
bobot hingga ukuran dewasa tercapai, atau
lebih
spesifik disebutkan bahwa pertumbuhan dapat dijelaskan dengan
bertambahnya produksi unit biokimia
baru
oleh
pembagian sel, pembesaran sel atau persatuan dari bahanbahan
(material) yang berasal dari
perkembangan menunjukkan hingga kematangan
lingkungan, sedang
koordinasi berbagai
(kedewasaan) tercapai, seperti di-
feresiasi selular dan perubahan bentuk tubuh. buhan
proses
Pertum-
pada umumnya dinyatakan dengan mengukur kenaikan
bobot badan yang dapat mudah dilakukan dan biasanya
di-
nyatakan sebagai pertanbahan bobot badan harian
atau
average daily gain (ADG), sedangkan pertumbuhan yang
diperoleh akan
dengan memplotkan bobot badan
menghasilkan
terhadap
umur
kurva pertumbuhan (Tillman et
al.,
1984.dan Taylor, 1984).
Dengan mencatat perubahan bobot
badan secara penimbangan berulang dapat dihitung pertumbuhan tiap hari, tiap minggu atau tiap waktu tertentu. Pertumbuhan diplot
pada
yang diukur dengan bobot
grafik terhadap umurnya,
bentuk sigmoidal (bentuk huruf S).
badan,
bila
merupakan
kurva
Bentuk kurva ini me-
rupakan hasil interaksi antara dua kekuatan yang
berla-
wanan,
growth
yaitu
kekuatan
tumbuh
dipercepat
(a
accelerating force) dan kekuatan tumbuh yang diperlambat (a growth retarding force).
Bila slope dari kurva
tumbuhan meningkat, berarti kekuatan tumbuh yang cepat
lebih
dominan dan bila slope
kurva
per-
diper-
pertumbuhan
menurun, kekuatan tumbuh yang diperlambat lebih dominan. Pertumbuhan dipercepat dihasilkan oleh peningkatan bobot karena
perbanyakan
sell pembesaran
sel
dan
ditambah
dengan material yang diambil dari lingkungannya. vidu
sel
konstan,
mempunyai tendensi
dengan
sehingga massa sel dari seluruh
dipercepat. fase
tumbuh
Indi-
kecepatan
tubuh
Saat ini disebut fase dipercepat.
tumbuh Setelah
ini, pertumbuhan mempunyai tendensi dibatasi
faktor
pembatas,
(space).
Fase
yaitu ini
terbatasnya
disebut
gizi
pertumbuhan
dan
oleh ruang
diperlambat.
Batas kedua fase disebut titik infleksi (Pomeroy, 1955). Pertumbuhan ternak terdiri dari tahap cepat yang terjadi
mulai
awal sampai pubertas, dan tahap lambat yang
jadi pada saat kedewasaan tubuh telah tercapai
et
al., 1984).
dekati
Pada waktu kecepatan
konstan,
ter-
(Tillman
pertumbuhan
slope kurva pertumbuhan
men-
hampir
tidak
berubah, maka dalam ha1 ini pertumbuhan otot, tulang dan organ-organ penting mulai berhenti, sedangkan
fattening
mulai dipercepat (Forrest et al., 1975). Menurut Neumann dan
Snapp
tahun
(1969), sapi akan tumbuh cepat
pertama
dan kecepatannya
akan
pada
menurun
tahunsetelah
ternak mendekati derajat kedewasaan. Pertumbuhan dan perkembangan dipengaruhi oleh tor genetik, pakan, jenis kelamin, hormon dan
fak-
kastrasi,
serta lingkungan dan manajemen (Forrest et al., 1975 dan Williams,
1982).
Laju pertumbuhan setelah disapih
di-
tentukan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain potensi pertumbuhan dari masing-masing individu ternak dan pakan yang
tersedia
(Cole,
1982).
Selanjutnya
dinyatakan
pula, bahwa potensi pertumbuhan dalam periode ini ngaruhi
oleh faktor bangsa, heterosis
dan jenis kelamin. gantung
dipe-
(hybrid vigour)
Adapun pola pertumbuhannya akan ter-
pada sistem manajemen (pengelolaan) yang
dipa-
kai, tingkat nutrisi pakan yang tersedia, kesehatan iklim. batas
Preston
(1974),
kemampuan tumbuh seekor ternak
hubungan bawah
dan Willis
beberapa
menyatakan dipengaruhi
macam hormon yang pada
kontrol kebakaan, dan realisasi
dan bahwa oleh
dasarnya
penampilan
di
dari
pertumbuhan terutama sifat
tergantung
pula dari
keadaan
lingkungan,
faktor makanan dan interaksinya dengan
sifat-
kebakaran.
Perbedaan
bangsa memberikan keragaman dalam
patan
pertumbuhan
suatu
bangsa tertentu cenderung tumbuh
dalam
suatu
dengan
dan komposisi tubuh.
sifat yang khas
dan
kece-
Ternak dan
dalam
berkembang
menghasilkan
karkas
sifat tersendiri, sehingga merupakan sifat (Forrest et al., 19753.
bangsanya tumbuhan
Perbedaan laju
di antara bangsa dan individu terak
di
tubuh dewasa (Berg dan Butterfield, 1976).
ukuran
Bangsa
yang besar mempunyai bobot lahir yang lebih
tumbuh
lebih cepat dan lebih berat pada
perdalam
suatu bangsa, terutama disebabkan oleh perbedaan
nak
khas
saat
kedewasaan daripada bangsa ternak yang kecil
terberat,
mencapai (Williams,
1982). Jenis, konsumsi
komposisi
pakan mempunyai pengaruh yang
pertumbuhan protein laju 1969).
kimia (kandungan zat
( Soeparno
dan Davies ,
gizi)
benar
1 9 8 7 ~b,
dan energi yang lebih tinggi akan
.
terhadap Konsumsi
menghasilkan
pertumbuhan yang lebih cepat (Maynard dan
Loosli,
Konsumsi pakan yang cukup akan mempercepat
tumbuhan,
dan kekurangan pakan dapat menyebabkan
runan bobot badan (Tillman et al., 1984).
dan
perpenu-
Jenis kelamin
dapat juga menyebabkan perbedaan laju pertumbuhan. bandingkan dengan ternak betina, ternak jantan
Di-
biasanya
tumbuh lebih cepat, dan pada umur yang sama, lebih berat (Hammond et
al., 1984).
Perbedaan
laju
pertumbuhan
antara kedua jenis kelamin tersebut dapat menjadi besar sesuai dengan bertambahnya umur.
Steroid
lebih kelamin
terlibat dalam pengaturan pertumbuhan dan terutama tanggung
jawab
atas perbedaan komposisi
tubuh
ber-
antara
jenis kelamin jantan dan betina (Soeparno, 1992) Terdapat hewan
dua
tumbuh.
gelombang pertumbuhan
Pertama, gelombang
tubuh
pertumbuhan
selama dimulai
dari kepala, kemudian ke bagian muka dan menuju ke punggung sampai daerah lumbal. dari
bagian
turun
Gelombang kedua, dimulai
distal kaki (metacarpal
metatarsal)
dan
ke digit atau jari, dan naik sepanjang
tubuh ke bagian lumbal.
kaki
Daerah lumbal merupakan
tubuh terakhir yang mempunyai laju pertumbuhan dan
merupakan
arah
bagian terakhir mencapai
dan
bagian
maksimum
dewasa.
Pola
yang sama diikuti oleh jaringan tubuh, tulang, otot
dan
lemak.
Tulang, pertama tumbuh memanjang, kemudian
besar.
Berdasarkan laju pertumbuhan maksimumnya, jarin-
gan
tubuh
umurnya, otot
urutan: lemak 1955).
urutan
pertumbuhan
yaitu: (I) jaringan
dan
dengan
mempunyai
(4) lemak.
kecepatan
diperbagai
dengan
umur
(1) lemak mesenterium, (2) lemak intemuskular
berdasarkan
syaraf, (2) tulang,
Lemak menumpuk
berbeda, dan
mem-
dan (4) lemak
(3)
depot
mempunyai
ginjal,
subkutan
Dengan bertambahnya umur serta konsumsi
(3)
(Palsson, energi,
deposisi lemak juga terjadi di antara otot (lemak intermuskular), lapisan bawah kulit (lemak subkutan) dan terakhir di antara ikatan serabut otot, yaitu lemak
intra-
muskular atau marbling (Soeparno, 1992). Perkembangan dapat dipelajari dengan mengukur tumbuhan
relatif komponen-komponen tubuh, dan
per-
biasanya
dilakukan dengan teknik pemotongan ternak secara
berun-
tun (Hanunond, 1962). Dengan menggunakan persamaan Huxley (persamaan alometrik Y = a xb) dapat diketahui pertumbuhan tif.
organ atau komponen tubuh secara
gambaran kuantita-
Transformasi logaritma persamaan Huxley akan meng-
hasilkan suatu garis lurus untuk setiap terhadap bobot tubuh. adalah: Log Y = log a
komponen
Bentuk transformasi
+
tubuh
logaritmanya
b log X. Bila slope, yaitu rasio
pertumbuhan alometrik b = 1, maka kedua komponen
tumbuh
Bila b < 1, komponen tubuh
yang
diwakili pada sumbu Y tumbuh lebih lambat daripada
kom-
dengan laju yang sama.
ponen yang diwakili pada sumbu X, dan bila b > 1, menunjukkan pertumbuhan relatif yang cepat.
Penggunaan
samaan ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan
relatif
komponen tubuh selama pertumbuhan lebih tergantung
bobot
badan, dibandingkan dengan waktu yang
untuk
mencapai ukuran tersebut.
umur
pada
diperlukan
Hal ini berarti
fisiologis lebih berpengaruh daripada umur
logis (Natasasmita, 1978).
per-
bahwa krono-
Penggemukan merupakan
istilah untuk
menggambarkan
keadaan hewan pada saat akhir pertumbuhannya (Tillman et
aZ., 1984).
Dalam penggemukan sapi daging,
yang
dan
cepat
adalah
pertambahan bobot
yang dikehendaki, karena
badan
pertumbuhan yang
peningkatan
tinggi
kecepatan
pertumbuhan menyebabkan waktu yang diperlukan untuk mencapai
bobot
potong
(Tulloh, 1978). untuk
tertentu
menjadi
lebih
singkat
Tujuan usaha penggemukan, antara
memperoleh pertambahan bobot badan
yang
lain
relatif
tinggi dengan memperhitungkan nilai konversi pakan dalam pembentukan lemak
jaringan
(Church,
tubuh tennasuk
1977), serta
otot
daging
dan
menghasilkan
karkas
dan
daging yang berkualitas tinggi (Dyer dan OrMary, 1977). Menurut Frisch dan Vercoe (1978), kecepatan
pertumbuhan
sapi-sapi Eropa dan Inggris (8os taurus) lebih rendah di daerah tropis dibandingkan di daerah sedang, sapi-sapi daerah
Zebu (Bos indicus) beradaptasi lebih baik
tropis dibandingkan di daerah sedang,
daerah tropis yang lingkungannya nyaman,
lingkungan
yang
lebih keras Bos indicus
di
halfbreed
B o s taurus dan Bos indicus keduanya tumbuh
dari di
sebaliknya
cepat
tetapi
tumbuh
di
lebih
baik. Penelitian pemberian pakan dengan konsentrat tinggi pada
berbagai bangsa sapi di Indonesia
yang
oleh
Moran (1978), menyatakan bahwa sapi Grati
silkan pertambahan bobot badan dan efisiensi
dilakukan mengha-
penggunaan
pakan
yang paling tinggi, kemudian diikuti sapi
Ongole
digolongkan ke dalam sapi yang pertumbuhannya
se-
dang, dan terakhir adalah sapi Bali dan Madura yang
di-
golongkan ke dalam sapi yang pertumbuhannya lambat.
Ke-
cepatan peninbunan lemak yang paling rendah adalah
sapi
yang
Grati,
kemudian menyusul ke yang lebih cepat
berturut-
turut adalah sapi Ongole, Madura dan Bali. Jones
et
al. (1985), melaporkan
bahwa
koefisien
pertumbuhan relatif komponen tubuh terhadap bobot kosong
tubuh
adalah berbeda pada tipe kedewasaan ternak,
ke-
cuali bobot karkas, caul fat, reticulorumen, orasurn
dan
large
intestine.
Namun demikian
organ tubuh,
digestivus, kepala, kulit dan kaki akan turun nya
terhadap
bobot
tubuh.
bertambahnya visceral
bobot tubuh
kosong
dengan
Bobot karkas meningkat bobot
tractus
proporsi-
meningkatnya
bersamaan
tubuh kosong, sementara
meningkat dengan laju pertumbuhan
dengan
itu
lemak
yang
cepat
daripada tubuh kosong. Fortin pertumbuhan
et al. (1981), melaporkan relatif urat daging, lemak
bahwa
koefisien
ataupun
tulang
dan tendo sapi Angus tidak dipengaruhi oleh jenis min.
Pada
sapi Holstein,
jenis
kelamin
kela-
berpengaruh
terhadap koefisien pertumbuhan relatif urat daging lemak
pada pemberian pakan dengan level energi
Xoefisien besar
pertumbuhan
jika
urat daging
dibandingkan pada sapi
sapi kebiri
dan
tinggi.
jantan
lebih
atau
dara.
Koefisien
pertumbuhan
lemak sapi jantan
adalah
rendah
jika dibandingkan pada sapi kebiri,
berian
pakan
dengan
level
energi
lebih
Pada
rendah,
pem-
koefisien
pertumbuhan urat daging, lemak ataupun tulang dan
tendo
pada sapi Holstein tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin. Berk-entrat
T i n u
Konsentrat adalah pakan ternak yang mengandung dikit
serat kasar, banyak bahan ekstrak tanpa
se-
nitrogen
(Beta-N), mudah dicerna dan dapat meningkatkan laju pertumbuhan.
Termasuk golongan ini adalah biji-bijian
dan
hasil sisa penggilingan, sedangkan pakan ternak yang mengandung kering, cerna
bagian
besar serat
kasar,
misalnya
hijauan
silase, jerami atau tanaman yang dipotong, lebih
lambat digolongkan sebagai
(Tillman et aZ., 1984).
hijauan
di-
kasar
Biji-bijian dan hasil
penggi-
lingan merupakan bahan pakan sumber protein dan
energi,
sehingga
pemberian pakan dengan
kandungan
biji-bijian
yang tinggi akan meningkatkan bobot badan dan
efisiensi
pakan (Frisch, 1978 dan Hartadi et al., 1993). Proporsi konsentrat yang tinggi dalam ransum diberikan fase
pada
fase g r w e r dan finisher,
dapat
tetapi
grower, kandungan protein ransum lebih tinggi
kandungan
energi
(Church, 1977). perlu ditambah 10
lebih rendah daripada Pada pakan dengan
-
fase
pada dan
finisher
konsentrat
tinggi
15 persen hijauan untuk menjaga agar
tingkat produksi tetap baik (Rational Research Council =
NRC,
1976).
kebutuhan
Hijauan dapat berfungsi
untuk
mineral dan vitamin, disamping
melengkapi
volume
pakan
yang besar akan menyebabkan sapi merasa kenyang dan nang (Neumann, 1977). dalam
Pemberian konsentrat yang
ransum adalah sekitar 80
ransum yang
-
85 persen
(NRC, 1976; Cooper dan Willis,
ditambahkan
menstimulasi
pada pakan
konsentrat
proses ruminasi dan
tinggi
dari
1979).
total
Hijauan
tinggi
mencegah
te-
dapat
kemungkinan
adanya gangguan pencernaan (Frisch, 1978). Kebutuhan umur
pakan
terkait erat pada
dan tingkat produksi.
pakan
jenis
ternak,
Konsumsi bahan kering
(BK)
ditentukan oleh ukuran tubuh, macam ransum,
umur
dan kondisi ternak.
Konsumsi bahan kering pakan
berse-
rat kasar (roughage) berkualitas tinggi pada sapi dewasa adalah sebesar 1.4 persen dari bobot hidupnya, sedangkan pada sapi jantan muda sebesar 3.0 persen.
Konsumsi
ba-
han kering ransum biasanya makin menurun, dengan meningkatnya kandungan zat-zat pakan yang dapat dicerna 1976). kan
(NRC,
Sapi daging mampu mengkonsumsi bahan kering
sebanyak 2.5
-
3.0 persen dari bobot
badan
pa-
setiap
hari.
Pakan yang terdiri dari biji-bijian
(konsentrat)
dapat
diberikan sampai dua persen dari bobot badan
per
hari,
sedangkan sisanya adalah hijauan atau pakan
ber-
serat tinggi (Frisch, 1978; Cooper dan Willis, 1979). Penggunaan pakan konsentrat tinggi pada an
berbagai
bangsa sapi juga mendapatkan
penggemukhasil
bahwa
sapi
tipe perah mempunyai pertambahan bobot badan
yang
paling tinggi dan efisiensi penggunaan pakan yang paling baik,
menyusul kemudian sapi tipe daging dan sapi
dwiguna, tinggi
akan tetapi produksi lemak sapi daging
pemeliharaan
sapi
Menurut
Horan
dengan pemberian 6 kg
rumput
gajah
ditambah 50
persen
gandum, 43 persen jagung giling dan tujuh
persen
konsentrat
dedak
al.,
(1978),
(Pennisetuap u r p r e w ) segar per ekor per hari dengan
paling
dan sapi tipe perah paling rendah (Bond e t
dan Fortin et al., 1981).
1972
tipe
bahan-bahan
tinggi yang terdiri dari
penunjang seperti protein, mineral dan
vi-
diberikan secara ad libitum dapat diperoleh
per-
tambahan bobot badan per hari per ekor sapi Madura
0.60
tamin
kg,
sapi Ongole 0.75 kg, sapi Bali 0.66 kg dan sapi
FH
(Grati) 0.90 kg. Untuk yang
kebutuhan
diberikan
pertumbuhan normal,
pada ternak harus
bahan
mengandung
pakan
protein,
energi, mineral dan vitamin, sesuai dengan tujuan peternakan jantan
(Cullison, 1979).
Kebutuhan protein sapi
fase growing-finishing dengan bobot
badan
sekitar 300 kg dan pertambahan bobot badan 0.9 per
hari adalah 0.81
-
0.82 kg atau 10.0
-
daging
-
10.8
awal
1.1
kg
persen
dari total konsumsi bahan kering pakan per ekor per hari (NRC, 1976).
Church (1972), menyarankan pemberian
tein kasar pada sapi daging adalah 14
-
15 persen
sapi sapihan sampai bobot badan 700 lbs, 12
-
13
prountuk persen
untuk bobot badan 700
-
900 lbs dan 9
bobot badan di atas 900 lbs.
-
11 persen
Apabila kebutuhan
untuk protein
ini kurang mencukupi akan menyebabkan nafsu makan turun, pertumbuhan lambat, kesehatan terganggu dan terjadi
pe-
nurunan bobot badan (NRC, 1976). ~ n e r g i merupakan sumber tenaga bagi kehidupan
dan produksi.
semua
proses
Hewan yang sedang turabuh
memo
butuhkan energi untuk pemeliharaan tubuh (hidup pokok), memenuhi
kebutuhannya akan energi mekanik
untuk
gerak
otot dan sintesa jaringan-jaringan baru (Tillman et aZ., 1984). Selanjutnya dinyatakan pula, apabila hewan diberi pakan
protein dan energi yang melebihi kebutuhan
hidup
pokoknya, maka hewan tersebut akan menggunakan kelebihan zat
pakan
energi untuk
untuk pertumbuhan dan
produksi.
Kebutuhan
untuk hidup pokok adalah energi yang
diperlukan
memelihara kelestarian hidup
keutuhan alat-alat tubuh. manfaatkan
dan
mempertahankan
Kebutuhan untuk produksi
untuk proses-proses produksi
yang
di-
meliputi
pertumbuhan seperti pembentukan daging, penumpukan lemak, produksi susu dan lain-lainnya.
Kebutuhan energi
untuk
hidup pokok akan dipenuhi terlebih dahulu, sebelua energi
Apabila
ternak
tidak bunting dan tidak laktasi, maka penggunaan
energi
akan
tersebut digunakan untuk produksi.
dipakai
(Frisch, 1978). menyusup
untuk
pertumbuhan
dan
deposit
lemak
Menurut Arka (1984), deposit lemak akan
ke bagian-bagian tubuh tertentu menjadi
lemak
abdominal,
lemak
jantung,
lemak
subkutan
dan
lemak
intramuskular. Flatt
dan Moe (1969), menyatakan
bahwa
kebutuhan
energi dipengaruhi oleh besar tubuh, species, jenis lamin,
umur,
lingkungan.
tingkat produksi, aktivitas Menurut NRC (1976), sapi
dan
jantan
ke-
kondisi kastrasi
yang sedang tumbuh sampai dengan dipotong (fase growingfinishing) untuk bobot badan sekitar 300 kg dan perkiraan pertambahan bobot badan harian 0.9 kan TDN antara 5.4 per
hari.
-
5.6 kg atau 70
-
-
1.1 kg membutuh-
77 persen per ekor
Sapi daging bobot 300 kg dengan
pertambahan
bobot badan harian 1.1 kg membutuhkan ransum dengan kandungan
protein 10.8 persen dan energi sebesar 2.5
Mkal
.
ME/kg
Prior
et al. (1977), menyatakan
bahwa
penambahan
energi akan meningkatkan pertambahan bobot badan,
kete-
balan
lemak, Sanyaknya lemak pelvis dan
serta
nilai
marbling (lemak intramuskular).
ginjal,
Menurut
Arthaud
e t al. (1977), peningkatan energi ransum akan meningkatkan tebal lemak subkutan, proporsi lemak karkas, dan menurunkan proporsi daging. Sapi
yang dipelihara secara feedlot
(penggemukan)
dengan pemberian pakan banyak mengandung biji-bijian dan selalu berada di dalam kandang sering kekurangan vitamin A dan vitamin D, sehingga dalam penggemukan sapi perlu ditambahkan vitamin tersebut (Preston dan
daging Willis,
1974).
vitamin A dan vitamin D
Kebutuhan
pada
fase
2207.51
growing-finishing,
IU
dan
untuk
masing-masing
273.73 IU per kg
bahan
sapi
adalah
kering
pakan
(Perry, 1980). Mineral kalsium (Ca) dan fosfor (P) merupakan ponen
kom-
terbesar dari abu tubuh ternak (sekitar 70
per-
sen), dan rasio Ca : P adalah sekitar 1 : 1 sampai 2 : 1 (Maynard et
al., 1984).
Mineral
lain
seperti
garam
dapur (NaC1) sering diberikan untuk menambah nafsu makan dan
memenuhi kebutuhan mineral.
adalah
sekitar 0.25
ransum.
ring
-
Pemberian garam
dapur
0.50 persen dari total bahan
Sapi jantan kastrasi bobot 300 kg
ke-
dengan
pertambahan bobot badan harian sekitar 1.1 kg, membutuhkan Ca dan P masing-masing sebesar 25 dan 22 g atau kitar 0.33 dan 0.29 persen per ekor per hari dari
se-
bahan
kering ransum (NRC, 1976). Crouse ngaruh
et
al. ( 1 9 8 5 ~ ) menyatakan ~ bahwa
tingkat energi ransum dan bangsa
sapi
ada
pe-
terhadap
bobot hidup, yaitu dengan makin tingginya tingkat energi ransum akan meningkatkan bobot hidup sapi pada umur yang sama,
sedangkan bangsa sapi Simmental
mernpunyai
bobot
hidup lebih tinggi daripada sapi Angus.
-
kas dan Non karkas Pernotongan
ternak
akan
menghasilkan
karkas
dan
offal. Karkas adalah bagian tubuh ternak hasil pemotongan
setelah dikurangi kepala, keempat kaki
pada
bagian
bawah
(mulai dari carpus dan
organ
dalam
tarsus), kulit,
seperti hati, jantung,
darah,
paru-pan,
limpa,
saluran pencernaan beserta isinya, dan saluran reproduksi (Berg dan Butterfield, 1976; Lawrie, 1985), sedangkan ginjal, lemak pelvis, otot diafragma dan ekor sering diikutkan pada karkas.
Istilah yang umum digunakan
untuk
menyatakan hasil karkas adalah persentase karkas,
yaitu
perbandingan
antara
bobot karkas dengan
bobot
potong
(bobot badan) yang dinyatakan dalam persen (Forrest et
al.,
1975;
Tulloh, 1978 dan Cole,
1982).
Persentase
dapat ditentukan berdasarkan bobot karkas
panas
(segar) atau karkas layu (Forrest et aZ., 1975).
Jika
karkas
persentase
karkas
dihitung
berdasarkan
layu, terjadi penyusutan bobot sekitar 2
bobot
-
karkas
3 persen dari
bobot karkas panas yang hilang sebagai drip (Romans dan Ziegler, 1974). Menurut saat
Tulloh (1978), karkas yang ditimbang
pada
pemotongan disebut karkas panas, selanjutnya
bila
karkas ini disimpan pada temperatur dingin (refrigerasi) selama
24 jam atau lebih akan terjadi penyusutan
bobot
akibat penguapan di permukaan karkas yang berkisar 1 persen tergantung dari lamanya penyimpanan. lah yang
-
3
Karkas ini-
disebut dengan karkas layu atau karkas dingin.
Menurut Bouton et al. (1957) yang disitasi oleh Soeparno (1992) kehilangan karkas
yang
bobot ini relatif lebih
mempunyai lapisan
lemak
besar
eksternal
pada lebih
sedikit daripada belahan karkas yang besar dan mempunyai lemak eksternal yang lebih banyak. Menurut yang
Preston dan Willis
(1974), faktor-faktor umur
mempengaruhi persentase karkas adalah pakan,
dan bobot hidup, jenis kelamin, hormon, bangsa sapi serta konformasi.
Persentase karkas akan meningkat
dengan
meningkatnya bobot potong (Forrest et al., 1975).
Cole
(1962), menyatakan bahwa kondisi penimbangan ternak
dan
karkas, metode pengulitan, ukuran saluran pencernaan dan organ-organ
penting serta kondisi finish
(akhir) juga
berpengaruh terhadap persentase karkas. Komponen dan
lemak.
utama karkas terdiri atas tulang, Tulang sebagai kerangka
tubuh,
daging
merupakan
komponen yang tumbuh dan berkembang paling dini, kemudian
disusul
jaringan
oleh daging atau otot dan
terakhir
lemak (Forrest et al., 1975; Berg dan
field, 1976). meningkatnya
adalah Butter-
Selanjutnya dinyatakan pula bahwa
dengan
persentase lemak karkas, menyebabkan
sentase otot dan tulang menurun.
per-
Menurut Tulloh (1978),
proporsi komponen karkas tersebut dipengaruhi oleh umur, bangsa, pakan, penyakit dan stress (cekaman).
Laju per-
tumbuhan yang cepat akan menghasilkan persentase
karkas
yang relatif tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan yang lambat (Aberle et d . , 1981).
Pemberian pakan ber-
energi tinggi (konsentrat tinggi) akan meningkatkan persentase karkas dan lemak depot, misalnya lemak lemak ginjal dan pelvis (Soeparno dan Davies,
omental, 1987~1~).
Karkas
sapi adalah besar dan berat.
Oleh
karena
itu, sebelum dipasarkan, karkas sapi dibelah menjadi dua dan belahan karkas dipotong-potong lagi menjadi potongan primal (utama) atau whole-sale cut dan potongan
subpri-
ma1 atau retail cut, misalnya bagian bahu, rusuk,
loin, flank dan daging
paha,
komersial
atau
dada,
eceran.
Hasil pernotongan ternak selain karkas adalah bagian nonkarkas atau offal. dimakan
Offal terdiri dari bagian yang layak
(edible-offal), yaitu
paru-paru,
lidah,
jantung,
hati,
otak, saluran pencernaan, ginjal dan
limpa,
sedangkan tanduk, kuku, tulang, dahi atau kepala
adalah
termasuk bagian
yang tidak
offal) (Forrest e t dapat
meningkatkan
retikulum, alat
&.,
omasum,
pencernaan,
1975).
layak
(inedible-
dimakan
Pakan berkualitas tinggi
bobot hati, kulit,
ginjal,
usus besar, usus kecil,
tetapi secara relatif
rumen,
dan
bobot
total
kepala,
ekor, kaki dan limpa mengalami penurunan (Murray e t al., 1977).
Perlakuan nutrisi termasuk species pasture
punyai
pengaruh yang berbeda terhadap
bobot
mem-
nonkarkas
internal
seperti hati, paru-paru, jantung dan
ginjal,
sedangkan
bobot komponen nonkarkas eksternal,
terutama
kepala
dan
kaki, tidak terpengaruh
(Soeparno, 1992).
Nutrisi juga mempengaruhi persentase nonkarkas bobot badan. peningkatan seperti
terhadap
Persentase karkas meningkat sesuai bobot
badan, tetapi
persentase
dengan
nonkarkas
kulit, darah, lambung, usus kecil dan hati
nurun (Forrest et al., 1975).
me-
Besarnya proporsi urat daging karkas dapat ditentukan dari luas urat daging mata rusuk, sedangkan
propor-
si lemak karkas oleh tebal lemak punggungnya (Romans dan Ziegler,
1974; Berg dan Butterfield, 1976;
Fox,
1979).
makin
tebal
Makin luas urat daging mata
rusuknya
dan
besar
proporsi urat daging dan lemak karkas (Romans dan
Zieg-
atau
punggungnya,
dan
makin
ler, 1974).
lemak
Minish
berarti
Pada dasarnya ada dua tipe penilaian karkas
daging menurut USDA (United States Department
of
Agriculture), yaitu: (1) Penilaian untuk menentukan perdagingan
pada
karkas (yield grade) dan
(2) Penilaian
untuk menentukan mutu daging (quality grade) (Forrest et
al.,
1975;
Minish dan Fox,
(yield grade) ditujukan untuk
1979).
Penilaian
karkas
mengidentifikasi
karkas
dalam menentukan jumlah daging yang terdapat pada karkas tersebut,
terutama
daging paha (round), daging
lulur
(loin) dan daging yang terdapat di bagian depan (rib dan
chuck). Jenis kelamin mempengaruhi pertumbuhan jaringan dan komposisi karkas. mukan
pada
dengan
Sapi dara menyelesaikan fase
bobot yang lebih rendah
bila
dibandingkan
sapi kebiri, dan sapi kebiri menyelesaikan
tersebut pada bobot yang lebih rendah dari sapi Oleh
karena itu bobot potong optimal lebih
sapi
dara dan lebih besar pada sapi jantan bila
dingkan
pengge-
dengan sapi kebiri atau kastrasi.
fase
jantan.
kecil
pada
diban-
Penggemukan
sapi jantan memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan sapi dara atau sapi kebiri (Berg dan Butterfield, 1976).
Sapi jantan mempunyai urat daging
yang
lebih tinggi dan lemak yang lebih rendah jika dibandingkan pada sapi dara, sedangkan sapi kebiri terletak antaranya.
di-
Tulang dan tendo pada sapi jantan dan kebiri
lebih tinggi jika dibandingkan dengan sapi dara
(Fortin
et al., 1981).
Butterfield
(1963) yang
disitasi
Natasasmita
(1978), membagi karkas menjadi sembilan daerah kelompok urat
daging baku (KUB), yaitu (KUB-1) Urat daging
belakang
bagian
kaki
proksimal; (KUB-2) Urat daging kaki
belakang bagian distal; (KUB-3) Urat daging yang dapat disekitar
ter-
tulang belakang pada daerah dada
dan
pinggang; (KUB-4) Urat daging perut; (KUB-5) Urat daging kaki depan bagian proksimal; (KUB-6) Urat daging kaki depan bagian distal; (KUB-7) Urat daging dada yang melekat pada kaki depan; (KUB-8) Urat daging melekat dan
leher yang
pada kaki depan; dan (KUB-9) Urat daging
dada.
Pada KUB-1 memperlihatkan
leher
laju pertumbuhan
yang tinggi, sedangkan KUB-3 memperlihatkan
laju per-
t h u h a n sedang (Berg dan Butterfield, 1976). Sapi dara
cenderung mempunyai
daging kaki belakang abdomen
sapi
bagian
persentase
proksimal
(KUB-1)
urat dan
(KUB-4) yang lebihbesar dibandingkan dengan
jantan, dan pada sapi kebiri persentase tersebut
lebih besar
dibandingkan dengan sapi jantan. Di
lain
pihak, sapi jantan mempunyai proporsi urat daging
leher
dan thorax (KUB-9) yang lebih besar daripada sapi dara, sedangkan sapi kebiri diantaranya (Mukhoty dan Berg, 1973).
Ternak dari suafu bangsa cenderung tumbuh
dan
berkembang dalam suatu sifat yang khas, dan menghasilkan karkas dengan sifat tersendiri, sehingga merupakan sifat khas bangsanya (Forrest et al., 1975). bahwa
Dijelaskan pula
sapi Angus terkenal dengan sifat menyimpan
lemak
intramuskular. Juga terdapat perbedaan antara sapi tipe perah
dan tipe pedaging dalam mendistribusikan lemak
pada bermacam-macam depot lemak. cenderung mempunyai
Karkas sapi tipe perah
proporsi tinggi pada
lemak bawah
kulit (subkutan) dibandingkan dengan sapi tipe pedaging. Perlemakan yang berlebihan dalam proses penggemukan akan merugikan
produsen daging, karena lebih banyak
energi yang dibutuhkan per kg pertambahan bobot (Minish dan Fox, 1979). akan menurunkan
badan
Deposisi lemak yang berlebihan
jumlah daging yang dihasilkan.
Jadi
proporsi urat daging yang tinggi dan tingkat perlemakan yang optimal akan lebih disukai dan menunjukkan bahwa karkas yang dihasilkan mempunyai
kualitas yang baik
(Berg et al., 1978). Persentase bobot karkas terhadap bobot hidup Eropa 51.4
(Hereford, Angus dan Shorthorn) berkisar sampai
60.3 persen.
sapi
antara
Sapi Brahman dengan ransum
hijauan diberi
konsentrat dapat mencapai 55.8
Willis, 1974).
dan
anakan 56
mempunyai persentase karkas 52 persen dan persen
Sapi Indonesia, seperti
yang
(Preston sapi
Per-
Ongole (PO), Bali dan Madura berturut-turut
dan
daging
47 persen (IPB, 1970). dengan
pemberian pakan
Penelitian konsentrat
pada
45, sapi
berkualitas
tinggi,
mendapatkan persentase bobot karkas
pada
sapi
Madura,
Ongole, Bali dan FH (Grati) berturut-turut
se-
besar 60.8; 58.8; 56.6 dan 59.3 persen (Moran, 1978). Faktor utama yang diperhatikan untuk menilai karkas yang
dipasarkan
yang
dapat dijual (cutability atau yield) dan
daging Fox
adalah bobot karkas,
potongan
(Swatland, 1984), sedangkan menurut
(1979), nilai
ditentukan
karkas
yang
kualitas
Minish
dipasarkan
oleh kuantitas dan kualitas
karkas
dan
terutama
daging.
Dalam
menentukan kualitas hasil karkas (yield grade), yang dijadikan
ukuran
adalah: (1) Tebal lemak
punggung;
(2)
Luas urat daging mata rusuk; (3) Persentase lemak pelvis, ginjal
dan jantung; (4) Bobot karkas (Forrest et
1975; Minish dan Fox, 1979; Swatland, 1984). nya
dinyatakan
pula bahwa yield grade
al.,
Selanjut-
dapat
dihitung
berdasarkan persamaan sebagai berikut: Yield grade = 2.50
inci)
+
+ (2.50 x tebal lemak punggung,
(0.20 x persentase lemak
pelvis,
ginjal
jantung, % ) + (0.0038 x bobot karkas panas, lbs)
x luas urat daging mata rusuk, inci2)
.
-
dan (0.32
Banyaknya lemak yang menutupi karkas merupakan faktor penting dalam rnenentukan nilai karkas, yaitu mengukur tebalnya lemak punggung. diukur
Tebal lemak
dengan
punggung
antara rusuk 12 dan 13 di atas urat daging
rusuk
pada
tigaperempat
(Minish dan
panjang
irisan
Fox, 1979; Swatland, 1984).
mata
penampangnya Tebal
lemak
punggung sapi Angus dan Simmental masing-masing 0.89 dan 0.81 cm, sedangkan pada sapi jantan kastrasi dan tan
masing-masing
0.76
pejan-
(Crouse et
dan 0.97 cm
1985~). Johnson et al. (1988)) mendapatkan tebal
al., lemak
punggung sapi jantan kastrasi lebih tinggi daripada sapi pejan-tan.
Tebal lemak punggung sapi
jantan
kastrasi
dan sapi pejantan masing-masing adalah 1.14 dan 0.94 cm. Pada pada
sapi, lemak cenderung lebih
ginjal
dan di bagian
rongga
banyak
disimpan
pelvis.
Banyaknya
lemak ini bervariasi antara spesies dan merupakan faktor penting
dalam menentukan nilai karkas (Minish dan
1979).
Persentase lemak pada sapi juga akan
Fox,
bertambah
selama terjadi pertumbuhan (Forrest et aZ., 1975).
Pe-
nelitian pada sapi PO, menunjukkan bahwa perbedaan
umur
bobot lemak pelvis (Arnim, 1985).
Rataan
lemak pelvis sapi PO pada umur 2.5 tahun
sebesar
mempengaruhi bobot
1.14 kg dan pada umur 3.5 tahun sebesar 1.65 kg.
Pene-
litian
bobot
dengan
pakan konsentrat dua persen
dari
badan dan jerami padi ad l i b i t u r , mendapatkan persentase lemak 2.77
+
pelvis, ginjal dan jantung pada sapi 0.64 persen (Bagy, 1986).
Bx
sebesar
Tiap daging
jenis dan bangsa ternak mempunyai
mata rusuk yang bervariasi.
Menurut
luas
urat
Field
dan
Schoonover (1967), luas urat daging mata rusuk ruhi oleh bobot hidup. luas
areal
dipenga-
Makin tinggi bobot hidup,
urat daging mata rusuk.
Faktor
lain
mempengaruhi luas urat daging mata rusuk adalah jenis
kelamin
dan bangsa sapi (Crouse et
makin yang
kondisi
al., 1985~).
Menurut Suwarno (1980), luas urat daging mata rusuk berkorelasi
positif
dengan bobot karkas.
Pada
sapi
PO
jantan, setiap pertambahan luas urat daging mata rusuk 1 cm2
akan
menghasilkan kenaikan bobot karkas
Moran
(1978), melaporkan bahwa luas urat
rusuk
pada
sapi Madura, Ongole, Bali
berturut-turut
Bagy
adalah
dan
+
daging
FH
sebesar 62, 61, 64 dan
(1986), mendapatkan luas urat daging
sapi Bx sebesar 10.1
2.90
kg. mata
(Grati) 71
mata
cm2. rusuk
1.1 inci2.
Sapi Brahman jantan kastrasi mempunyai bobot karkas 249.5 kg; tebal lemak punggung 1.06 cm; persentase lemak pelvis, ginjal dan jantung 3.2 persen; luas urat mata
daging
rusuk 70.3 cm2; dan mempunyai karkas dengan
perdagingan
nilai
(yield grade) 2.8 (Lunt et al., 1985), se-
dangkan pada pejantan muda sapi Brahman secara berturutan masing-masing adalah 303.01 kg; 0.75 cm; 1.7 84.1 cm2 dan 2.0 (Johnson et al,,
1988).
persen;
.s .
s
Daging yang
d
* . a
. .n
DaDarr;inq
didefinisikan sebagai semua jaringan hewan
dapat atau pantas digunakan sebagai bahan
(Judge et
al., 1989), temasuk
di
makanan
dalamnya
jaringan
otot, organ-organ seperti hati, limpa, ginjal dan
otak,
serta jaringan lain yang dapat dimakan (~awrie,1985). Daging
merupakan komponen utama karkas.
Komponen
utama daging terdiri dari otot, lemak (garbling), sejumlah jaringan ikat (kolagen, elastin dan retikulin), serta pembuluh darah, epithel dan syaraf. Otot terdiri dari beberapa isi
berkas otot (muscle bundle), berkas otot
serat otot (muscle fiber) yang merupakan
berupa
ber-
sel
otot
benang panjang, tidak bercabang dan sedikit
runcing
pada kedua ujungnya.
Serat otot berisi
me-
benang
otot (miofibril), sedangkan miofibril terdiri dari beberapa
sarkomer
(Gambar I).
Dalam
sarkomer
terdapat
filamen-filamen halus (miofilamen) yang tebal dan tipis. Filamen yang tebal disebut miosin dan yang tipis disebut aktin
(Forrest et al., 1975).
serat
otot
Dijelaskan
dibungkus oleh suatu membran
pula
yang
bahwa disebut
sarkolema dan juga terdiri dari sejumlah miofibril suatu
cairan koloidal intraselular yang disebut
plasma.
Mitokondria adalah organela berbentuk
pada
sarkopanjang
di dalam sarkoplasma dan berfungsi menangkap energi yang berasal dari metabolisme karbohidrat, lipid dan protein. Lisosom
merupakan kantong kecil dalam sarkoplasma yang
,'-.\
BERKAS OTOT
-
Moiekul G-aktin e0o
z
I
O
0po
(.I)
I
~.?---+-
- --
,
I+ 1 I
1
I
II
.
.I !
.-
-..-2. 2
-' '
I
Filamen F-aklin ~ W N
-- ~ .--
!
I
$
~ ( K~)
~
~
Filamen miosin
meromiosin ringan
Gambar 1.
n~cromiosinbera~
D i a g r a m S t r u k t u r O t o t (Forrest et al., 1975)
~
"
,
"
,
mengandung mencerna
sejumlah
enzim yang secara
sel dan isi sel.
kolektif
mampu
Katepsin adalah suatu
enzim
proteolitik dan termasuk enzim lisosomal yang ruh terhadap keempukan daging. ikat
berpenga-
Jaringan ikat yang meng-
atau membungkus otot disebut epimisium; yang
mem-
bungkus berkas otot disebut perimisium dan yang membungkus
sel otot atau serat otot disebut
endomisium
(Gam-
bar 2). OTOT
Penampang lintang otot
Gambar 2.
Penampang Lintang Otot (Forrest et al., 1975)
Kualitas daging ditentukan oleh keempukan
(tender-
ness), cita rasa (flavor), tekstur, aroma, warna, minyak atau jus daging (juiciness), lemak
intramuskular
(laarbling), hilangnya air selama perebusan
(cooking loss), daya mengikat air
masak daging
atau
oleh
protein
kelamin,
bobot badan, pakan
daging
Adapun
mempengaruhi perbedaan kualitas daging adalah waktu
yang
genotipe,
penggemukan,
pengangkutan ke pemotongan, perlakuan sebelum an,
susut
atau water-holding capacity (WHC) dan pH
(Forrest et al., 1975 dan Lawrie, 1985).
jenis
sari
penanganan setelah pemotongan dan cara
pemotong-
penyimpanan
(Tulloh, 1978). Pada dasarnya ada tiga komponen daging yang tukan
menen-
keempukan daging, yaitu struktur miofibrilar
dan
status kontraksi otot, kandungan jaringan ikat dan tingkat ikatan silangnya, serta WHC dan jus daging (Soeparno, Menurut Forrest et al. (1975), komponen
1992).
utama
yang mempengaruhi keempukan daging adalah jaringan ikat, kelompok serat otot dan kelompok lemak. terutama
Jaringan
ikat,
kolagen dan jumlah ikatan silangnya mempunyai
peranan yang besar terhadap keempukan daging.
Keempukan
daging akan menurun dengan bertambahnya umur dan meningkatnya
bobot potong (Lawrie, 1985), ha1 ini
disebabkan
karena perbedaan jumlah jaringan ikat serta ukuran serat dan
berkas otot.
Ada dua faktor yang mempengaruhi
ke-
empukap, yaitu keliatan serat otot dan keliatan jaringan
ikat.
Keliatan
dengan
tingkat kontraksi serat otot, sedangkan naiknya
keliatan
jaringan
otot
jaringan ikat terjadi pada ternak
tua (Wythes dan Ramsay, 1981). tua,
terutama
berhubungan
yang
Apabila hewan
lebih
bertambah
akan terjadi perubahan struktur jaringan ikat
daging
menjadi lebih keras, sehingga nilai s2mar
dan
force
meningkat (Forrest et al., 1975). Penimbunan (akhir) otot
asam laktat dan tercapainya pH
ultimat
postmortem (pascamerta) tergantung
jumlah cadangan glikogen otot pada saat pernotongan. ultimat daging adalah pH yang tercapai setelah otot
menjadi habis atau setelah enzim-enzim
pada pH
glikogen
glikolitik
menjadi tidak aktif pada pH rendah atau setelah glikogen tidak
lagi
glikolitik
sensitif terhadap (Soeparno, 1992).
serangan-serangan Penurunan
enzim
postmrten
pH
dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik, antara lain adalah species, tipe otot, glikogen
otot dan variabilitas di antara
faktor
ternak,
sedangkan
ekstrinsik, antara lain adalah temperatur
ling-
kungan, perlakuan sebelum pemotongan dan suhu penyimpanan daging (Lawrie, 1985).
postnorten
Penurunan pH otot
juga bervariasi di antara ternak.
Pada sejumlah
ternak
dapat dijumpai bahwa pH karkas atau daging hanya menurun sedikit selama beberapa jam pertama setelah
pemotongan,
dan pada saat tercapainya kekakuan daging pH tetap tinggi,
yaitu antara 6.5-6.8.
Pada ternak lain,
pH
dapat
menurun dengan cepat hingga mencapai 5.4-5.5 berapa jam pertama setelah pemotongan.
selama
Daging dari ter-
nak ini akan mempunyai pH akhir antara 5.3-5.6 et al., 1975). elektrik)
be-
Apabila pH mencapai 5.2-5.4
(Forrest
(titik iso-
dan suhu tinggi akan terjadi denaturasi
pro-
tein, yaitu daging akan terlihat pucat, lembek dan basah
(PSE = p a l e , soft dan exudative). pH-nya
tetap
menjadi
Sebaliknya otot
tinggi selama berlangsung
yang
konversi
daging, akan mempunyai warna gelap
dan
otot
kering
karena daya mengikat airnya tetap tinggi. Kealotan
daging yang tertinggi dapat dicapai
pada
pH sekitar 5.9, sedangkan keempukan daging biasanya ningkat apabila pH ultimat meningkat dari 6.0-7.0 ton
et al., 1971).
(Bou-
Peningkatan pH ultimat daging
umumnya dapat meningkatkan keempukan daging, dan nya juga meningkatkan WHC dan jus daging.
pada
biasa-
Daya mengikat
pro-
air oleh protein daging atau WHC, adalah kemampuan tein
daging mengikat air atau menahan kandungan
selama perti
airnya
ada pengaruh kekuatan dari luar (eksternal) sepemotongan daging, pemanasan,
tekanan
penggilingan,
(Hamm, 1964 dan Judge et al., 1989).
WHC
punyai pengaruh yang besar terhadap sifat fisik termasuk mentah,
me-
warna serta
daging, tekstur dan
( c w k i q loss) daging masak.
mem-
daging,
kekompakan
jus daging, keempukan, dan
dan
susut
daging masak
Air di dalam urat daging dibagi menjadi tiga lapisan,
yaitu air yang terikat secara kimiawi oleh
protein
sebesar 4-5% sebagai lapisan monomolekular
per-
tama; air terikat agak lemah sebagai lapisan kedua
dari
daging
molekul air terhadap grup reaktif protein, sebesar kirakira
4%.
Air lapisan kedua ini biasanya
imobilisasi
(tidak bergerak).
molekul-molekul
air
Lapisan
bebas di antara
disebut
ketiga
molekul
air
adalah
protein,
berjumlah kira-kira 20-60% (Wismer-Pedersen, 1971). Daya mengikat air (WHC) dipengaruhi oleh pH daging (Bouton et 1971;
al.,
Wismer-Pedersen, 1971 dan Forrest
1975), seperti terlihat pada Gambar 3. laktat
al.,
Pembentukan asam
menyebabkan penurunan pH daging dan
lanjutnya
et
akibat
se-
ketersediaan grup reaktif untuk mengikat
air
akan berkurang. Pada pH mendekati titik isoelektrik dari protein otot (pH sekitar 5.0-5.4), terdapat keseimbangan antara muatan positif dan negatif dari grup reaktif protein sehingga daya mengikat air menjadi rendah atau nimal.
Pada pH yang lebih tinggi dari
triknya
(5.2-6.8),
titik
mi-
isoelek-
terdapat surplus muatan negatif
se-
sehingga daya mengikat air meningkat. Demikian pula pada
pH
lebih rendah dari titik isoelektrik protein
daging,
terdapat ekses muatan positif dan daya mengikat air menjadi meningkat.
, 1,s
5.0
5,.5
fiJ)
b = balans muatan positif dan negatif
pH w i n g
c = ekses muatan negatif pada miofilamen
Gambar 3.
Pengaruh pH terhadap Jumlah Air Imobilisasi di dalam Daging (Forrest et al., 1975)
Urat daging tersusun dari air, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, enzim dan mineral.
Secara umum
su-
sunan kimia daging terdiri dari 75% air, 19% protein (sekitar 11.5% pada miofibril dan 5.5% pada
sarkoplasma
serta 2% pada jaringan ikat), 2.5% lemak, 1.2%
karbohi-
drat dan 2.3% zat terlarut bukan protein serta selebihnya vitamin (Lawrie, 1985). Menurut Judge et aZ. (1989), komposisi kimia daging terutama terdiri dari air
65-80%,
protein 16-22%, lemak 1.5-13%, substansi non-protein nitrogen 1.5%, karbohidrat dan substansi non-nitrogen
1%
(sekitar 0.5-1.5%), dan konstituen anorganik 1.0%.
Va-
riasi komposisi kimia daging dapat disebabkan oleh
fak-
tor perbedaan pertumbuhan, pakan, bangsa, umur, lokasi
otot, serta penyimpanan dan preservasi (Lawrie, 1985). Menurut Forrest et al. (1975), aktin dan miosin mengisi hampir 75-80% protein yang terdapat dalam miofibril, selebihnya adalah protein pengatur kontraksi
(regulatory
protein), yaitu tropomiosin, troponin, M-protein, C-protein, alfa- dan beta-aktinin. Kadar otot.
air daging dapat berbeda
di
antara serat
Otot Longissirnus dorsi yang berasal dari
sapi
Peranakan Friesian Holstein (PFH) mengandung air kurang lebih 76.5%, sedangkan otot Biceps feaoris mengandung air
sekitar 75.0% (Soeparno et al.,
1987).
Perbedaan
kadar air dipengaruhi oleh kadar lemak masing-masing urat daging.
Kadar air daging mempunyai koefisien kore-
lasi negatif yang signifikan dengan kadar lemak daging. Kadar protein daging relatif konstan. Adanya perbedaan kadar protein di antara urat daging dapat disebabkan oleh perbedaan struktur daging yang terutama terdiri. dari protein miofibrilar dan jaringan ikat (Kramlich et al., 1973).
Protein urat daging mempunyai hubungan yang
erat dengan kadar air daging. punyai
Protein urat daging mem-
sifat hidrofilik, yaitu dapat mengikat molekul-
molekul air daging (Ham, 1964 dan Judge et al., 1989). Protein daging dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu protein miofibrilar, sarkoplasmik dan 1984 dan
Judge et al., 1989).
stroma
Protein
(Swatland,
jaringan ikat
terutama terdiri dari kolagen, elastin dan retikulin.
Lemak yang paling menentukan kualitas daging adalah lemak yang terdapat di dalam urat daging (intramukular). Lemak
inilah yang sangat menentukan
aroma, dan daya tarik dari daging.
keempukan, rasa, Daging yang baik
adalah daging yang tingkat perlemakannya tidak terlalu banyak, tetapi cukup mempunyai perlemakan di dalam urat dagingnya
(Gurnadi, 1976).
bervariasi
Kadar lemak daging sangat
dan dapat dipengaruhi oleh bangsa, umur,
species, lokasi otot dan pakan (Judge et
al.,
1989).
Kandungan lemak daging dapat mempengaruhi akumulasi
ko-
lagen daging, karena akumulasi lemak akan melarutkan dan menurunkan
kolagen daging (Swatland, 1984).
Kadar abu
daging secara relatif adalah konstan, yaitu sekitar 1%. Kadar abu daging berhubungan erat dengan air dan protein daging
serta lemak, sehingga daging tanpa lemak secara
relatif lebih banyak mengandung mineral (~drrestet al.,
Derajat maturity (kedewasaan) juga perlu diperhatikan dalam penilaian mutu daging, karena dapat mempengaruhi warna, tekstur daging, keempukan dan konsistensi daging.
Sebagai indikator derajat maturity adalah de-
ngan melihat warna, besar dan bentuk dari tulang rusuk pada karkas, osifikasi (pertulangan) dari tulang rawan, serta warna
dan tekstur daging.
derajat maturity baliknya makin
Dengan bertambahnya
maka mutu daging makin
menurun, se-
banyak derajat marbling makin tinggi
kualitasnya 1979). mutu
(Forrest et al., 1975; Minish
dan Fox,
Hubungan antara derajat marbling, maturity
dan
daging sapi menurut USDA adalah seperti terlihat
pada Gambar 4. Youthful-
B
dlarbling
1
Blature
D
C-
E
I
I
Abundant
Llodera~elgabundant
Slight
Practically devoid
Maturity bertambah dari A ke E A = 9-30 bulan B = 30-48 bulan C = 48-60 bulan
Gambar 4.
; ;
D = lebih dari 6 0 bulan E = lebih dari 60 bulan
Hubungan antara Derajat Marbling, Maturity dan Mutu Daging Sapi (Minish dan Fox, 1979)
Kualitas karkas sapi dikelompokkan menjadi 7 klas, yaitu prima
(prime), pilihan (choice), baik
(standard),
(good), standar
komersial (commercial), terpakai
dan ditolak (cutter).
(utility)
Sapi-sapi yang derajat raturity-
nya sudah lanjut (C, D dan E)
paling
tinggi mutunya
sampai commercial, sedangkan sapi-sapi yang masih (A dan
B)
dapat mempunyai
mutu
muda
yang sangat rendah
(utility) seandainya tidak ada marbling sama sekali.
Kolaaen dan Hidroksi~rolinDaJaringan ikat terdiri dari substansi dasar, sel dan serabut-serabut ekstraselular. Substansi dasar adalah cairan kental yang mengandung glikoprotein
(karbohidrat
yang mengandung protein) yang mudah larut, terutama adalah mukoprotein
atau mukopolisakarida, misalnya
hialuronik dan kondroitin sulfat.
~ubstansidasar
asam juga
mengandung substrat dan hasil akhir metabolisme jaringan ikat, termasuk prekursor kolagen dan masing
elastin, masing-
adalah tropokolagen dan tropoelastin.
ekstraselular meliputi kolagen, elastin dan
Serabut retikulin
(Forrest et al., 1975). Kolagen merupakan protein yang paling luas terdapat di dalam tubuh hewan dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap keempukan daging, yaitu meliputi 20-25 persen dari total protein stroma di dalam tubuh mamalia.
KO-
lagen merupakan protein struktural pokok jaringan ikat dan merupakan komponen utama dari tendo, ligamentup, tulang dan tulang rawan atau kartilago.
Kolagen
adalah
suatu glikoprotein yang mengandung gula dalam jumlah sedikit, yaitu galaktosa dan glukosa.
Glisin adalah asam
amino yang terdapat dalam jumlah besar di dalam kolagen, yaitu kira-kira sepertiga dari total kandungan asam amino, serta asam amino hidroksiprolin dan
prolin
se-
besar 23 persen. Di samping itu, kolagen juga mengandung asam glutawat, alanin dan hidroksilisin (Forrest et al.,
1975 dan Swatland, 1984).
gen
banyak
dijumpai
dinding-dinding
Menurut Cassens (1971), kola-
pada
kulit,
tendo,
kartilago,
arteri dalam epimisium, perimisium
dan
endomisium dari jaringan otot mamalia. Hidroksiprolin
merupakan asam amino utama
yang jumlahnya sekitar 13-14 persen.
kolagen
Hidroksiprolin ini
dapat digunakan untuk menentukan jumlah kolagen
jaring-
an,
kolagen
karena
yang
hidroksiprolin merupakan
komponen
secara relatif adalah konstan, dan tidak
dalam
terdapat
jumlah yang berarti pada jaringan ikat yang
lain
(Forrest et al., 1975 dan 08Neill et al., 1979). Elastin juga mengandung hidroksiprolin dalam jumlah yang relatif sangat
sedikit daripada hidroksiprolin
kolagen,
yaitu
sekitar 1-2 persen dan tidak mempengaruhi penentuan
ka-
dar kolagen (Swatland, 1984), sehingga dengan menentukan hidroksiprolin dalam suatu jaringan
kadar
maka
jumlah
kolagen suatu jaringan dapat ditentukan. Fibril tropokolagen.
kolagen
terbentuk
dari
molekul-molekul
Tropokolagen adalah protein
yang
berat
molekulnya tinggi yaitu 300 000, terbentuk dari tiga benang
polipeptida yang saling tumpang
tripelheliks.
Serabut
kolagen tersusun
fibril kolagen yang dipersatukan. rantai
-
membentuk
dari
fibril-
Setiap struktur utama
polipeptida mempunyai rangkaian asam amino
yang
- hidroksiprolin -
gli-
bemlang, yaitu glisin sin
tindih
asam amino lain.
-
prolin
Asam askorbat
juga
dibutuhkan
pada
sintesis kolagen, yaitu untuk
hidroksilasi
dan prolin, setelah benang-benang polipeptida
lisin
terbentuk
(Forrest et al., 1975 dan Swatland, 1984). Serabut-serabut mempunyai
kekuatan
kolagen
tarik yang
ikatan silang intermolekular. ikatan
relatif tidak tinggi,
larut
karena
adanya
Pada ternak muda,
jumlah
silang intermolekular relatif sedikit dan
mudah putus.
dan
Ikatan silang meningkat dengan
lebih
meningkat-
nya umur ternak, dan ikatan-ikatan yang mudah putus konversikan menjadi ikatan yang stabil (Forrest et 1975).
dial.,
Jadi kolagen lebih mudah larut pada ternak muda,
dan menjadi sukar larut pada ternak yang lebih tua. Kolagen dapat mempengaruhi keempukan daging, karena kolagen terdapat dalam jumlah yang relatif agak besar di dalam selama
otot dan mengalami perubahan-perubahan
molekular
perkembangan kedewasaan ternak (Marsh, 1977
dan
Crouse et al. , 1985~).Kadar jaringan ikat, termasuk kolagen
dipengaruhi
individu karkas.
otot,
berbagai faktor, antara
lain
umur,
jenis kelamin dan kualitas
atau
grade
Kadar kolagen dapat berbeda di antara
otot (Prost et al., 1975 dan Soeparno, 1990) dan
individu antara
umur ternak (Prost et aZ., 1975 dan Judge et al., 1984). Terdapat
perbedaan
kandungan kolagen
di
antara
urat
daging pada suatu karkas, karena kandungan kolagen dalam urat daging dipengaruhi oleh tingkat aktivitas dari urat daging tersebut (Gerrard et al., 1987).
Kadar kolagen daging juga dipengaruhi oleh kandungan
lemaknya.
nurunkan
Kadar lemak yang relatif tinggi akan
kandungan kolagen.
me-
Ikatan silang kovalen
me-
ningkat selama pertumbuhan dan perkembangan ternak,
dan
kolagen menjadi lebih kuat. Oleh karena itu, ternak yang lebih tua akan menghasilkan daging yang cenderung
lebih
alot daripada daging ternak muda pada bagian karkas yang sama. oleh
Perbedaan perbedaan
Friesian
serta 1992).
jumlah
ikatan
kemungkinan silang
disebabkan
serabut-serabut
Daging dari otot Longissimus dorsi dari
kolagen.
daging
kealotan ini
Holstein jantan relatif lebih
dari
otot
Seaimembr&22osus
dan
Biceps femoris dari karkas yang Di
samping itu, kadar lemak
empuk
sapi
daripada
Seaitendinosus sama
otot
(Soeparno, Longissiaus
dorsi lebih tinggi daripada Biceps femris. Asam Jlemakdan J,ernak D a a b g
Lemak di
tubuh sapi cenderung dideposit pertama
daerah perirenal dan sekitarnya, kemudian
turut
berturut-
lemak intermuskular (sear), subkutan, dan
muskular (marbling) (Parakkasi, 1985).
kali
intra-
Fungsi lemak da-
lam tubuh adalah sebagai berikut: (1) Sumber energi; (2) Sumber air rnetabolik; (3) Insulator, sehingga ikut
ber-
peran
dalam mengatur suhu tubuh; (4) ~ebagai bantalan
untuk
melindungi organ; (5) Pengangkut vitamin A,
dan K; (6) Pengangkut asam lemak esensial; dan (7)
baku
bagi pembentukan hormon-hormon
steroid
(Sutardi,
1980).
Energi dari
sebagian besar lemak di
dalam tubuh
ternak tersimpan dalam depot lemak, termasuk lemak otot yang disebut intramuskular. Lemak intramuskular berlokasi dalam jaringan ikat perimisial di antara fasikuli atau berkas otot, dan lazim disebut lemak marbling (Soeparno, 1992).
Klas lemak yang dominan adalah lemak ne-
tral yang disebut triasilgliserol atau trigliserida, yaitu merupakan ester-ester gliserol dan asam-asam rantai panjang. dan
lemak
Gliserol mempunyai tiga grup hidroksil,
setiap molekul gliserol dapat berkombinasi dengan
satu, dua atau tiga asam lemak membentuk mono-, di- atau trigliserida. Trigliserida mempunyai rumus umum:
Gliserol 1 Asam-asam lemak TRIGLISERIDA
Jika ketiga asam lemak adalah sama (identik), maka
akan
dihasilkan trigliserida sederhana, dan jika ketiga asam
lemak berbeda, ester ini disebut triasilgliserol campuran.
Pada prinsipnya lemak alami tersusun dari triglise-
rida campuran.
Lemak daging juga mengandung
substansi
lain dalam jumlah yang relatif sedikit, termasuk fosfolipid, lipoprotein, sterol dan asam-asam lemak bebas. Asam lemak merupakan senyawa pembangun berbagai lipida, termasuk lipida sederhana, fosfogliserida, glikolipida, ester kolesterol, lilin dan lain-lain. Asam-asam lemak rantai panjang dari trigliserida (R1, R2 dan R 3 ) , panjangnya
bervariasi.
Struktur umum asam lemak
jenuh
adalah: CH3-(CH2)n-COOH. Asam-asam lemak depot dari ternak, kecuali lemak susu, jarang yang mempunyai
rantai
atom karbon kurang dari 10, meskipun bervariasi antara 5 sampai 20. Jika semua atom karbon asam lemak dihubungkan oleh ikatan tunggal, disebut asam lemak jenuh.
Asam
lemak tidak jenuh adalah asam lemak yang mempunyai
satu
ikatan rangkap atau lebih (Soeparno, 1992).
Komposisi
asant lemak, panjang rantai karbon serta jumlah dan posisi ikatan rangkap akan menentukan sifat asam lemak tersebut (Girindra, 1990). Asam
lemak yang terdapat pada hewan umumnya adalah
asam lemak dengan jumlah atom karbon genap, yaitu antara 14-22, sedangkan asam lemak yang banyak
dijumpai mem-
punyai jumlah atom karbon sebanyak 16 dan 18. Asam lemak tidak jenuh, mempunyai titik cair lebih rendah daripada asam
lemak jenuh dengan jumlah atom karbon yang sama.
Sebagai
contoh,
asam stearat mencair
pada
temperatur
70°c, sedangkan asam oleat, linoleat dan linolenat mencair
pada. suhu kamar walaupun asam-asam tersebut
sama-
sama mempunyai 18 atom karbon (Maynard dan Loosli, 1969; Girindra, 1990). Lemak
daging terutama mengandung
jenuh dan mono tidak jenuh. mengandung
asam-asam
lemak
Sebagian besar lemak
hewan
asam-asam lemak jenuh palmitat
(C16:O)
dan
stearat (C18:0), kemudian asam lemak laurat (C12:O)
dan
miristat (C14:O) terdapat dalam jumlah yang lebih kit.
sedi-
Asam lemak tidak jenuh dari lemak ternak atau
da-
ging yang dominan adalah asam palmitoleat (C16:1), oleat (Cl8:l)
linoleat (C18:2) dan linolenat (C18:3).
Asam
oleat
adalah asam lemak yang paling banyak terdapat
dalam
tubuh ternak (Forrest et al., 1975 dan
di
Swatland,
1984). Komposisi asam lemak daging akan mengalami perubahan
tergantung dari sumber bahan pakan
(Edwards et al., 1961 dan Miller ternak tidak
dikonsumsi
et aZ., 1967).
monogastrik apabila ransumnya
mengandung
Pada lemak
jenuh, maka lemak daging akan menjadi lunak,
hingga mempengaruhi kualitas daging. nyak
yang
~pabilaransum ba-
mengandung lemak tumbuhan (kecuali lemak
kelapa),
daging akan menjadi lunak dan kualitasnya rendah. ternak ngandung
ruminansia lemak
yang mengkonsumsi
tidak jenuh, kecil
se-
ransum sekali
yang
Pada me-
pengaruhnya
terhadap rena
penyimpanan lemak tidak jenuh dalam tubuh
adanya mikroflora rumen yang dapat
ka-
menghidrolisis
gliserol dan menghidrogenasi asam-asam lemak tidak jenuh dan hasil terbesar dari proses yang terjadi dalam adalah
asam stearat (Ockerman, 1985 dan
Arnim,
rumen 1992).
Miller et aZ. (1967), menyatakan bahwa pemberian hijauan tinggi (hay alfalfa) pada domba akan mengubah mikroflora rumen, dan
sehingga akan meningkatkan produksi asam
menurunkan asam propionat.
Selanjutnya
asetat
dinyatakan
pula bahwa level asam stearat yang tinggi dalam jaringan pada
domba
refleksi
yang diberi ransum hijauan
tinggi,
dari hidrogenasi asam linolenat
karena
(C18:3) yang
lebih cepat dan efisien daripada asam linoleat
(C18:2).
Di samping itu pemberian konsentrat tinggi, akan meningkatkan
kadar
kolesterol,
serta
menurunkan
dalam hati.
fosfolipid monoenoat
asam-asam lemak
dan
trigliserida kadar
dan
ester
asam-asam
lemak
Hal ini akan meningkatkan
dienoat, ester
monoenoat
dan
asam
dienoat,
serta menurunkan asam stearat dan trienoat. Pada
u m m y a kualitas lemak daging akan
pola lemak bahan pakan.
mengikuti
Makin tinggi derajat tidak
je-
nuh dari lemak, makin tinggi bilangan iodiumnya dan
ma-
kin
lunak lemaknya (Maynard dan Loosli, 1969).
Faktor
lain yang mempengaruhi asam lemak daging adalah umur dan bangsa sapi. lah
lemak
Link et aZ. (1970), menyatakan bahwa di bawah kulit (subkutan) meningkat
jumdengan
nyata
selama terjadi pertumbuhan dan penggemukan.
Per-
sentase
asam lemak tidak jenuh pada lemak subkutan
ningkat
sejalan dengan meningkatnya
badan.
pertambahan
me-
bobot
Rasio asam palmitoleat (C16:l) dengan asam stea-
rat (C18:O) juga meningkat. nyatakan
Eichhorn et aZ. (1986), me-
bahwa bangsa sapi mempengaruhi komposisi
asam
lemak, dan proporsi asam lemak pada jaringan lemak
(le-
mak subkutan) lebih tinggi dibandingkan dengan otot (otot Longissiius dorsi).
Variasi yang nyata
lihat pada asam-asam lemak miristat (C14:0), noat
(C15:0),
jaringan
palmitat (C16:0),
pentadeka-
palmitoleat
(C16:1),
stearat (C18:0), oleat (C18:1), linoleat (C18:2), lenat
ter-
(C18:3) dan arakidonat (C20:4), seperti
lino-
terlihat
pada Tabel 1 dan 2. Urat daging juga mengandung fosfolipid dalam jumlah yang
relatif sangat sedikit, yaitu 0.5-1.0
sebagian
besar
terdapat dalam
bentuk
persen,
dan
fosfogliserida.
Fosfolipid mempunyai peranan sebagai komponen struktural dan fungsional dari sel dan membran. adalah
Fosfolipid lainnya
sfingomielin (Soeparno, 1992).
Fosfogliserida
yang mengandung kolin disebut lesitin (fosfatidilkolin), dan
yang mengandung etanolamin disebut sefalin
tidiletanolamin).
Fosfolipid dapat mempengaruhi
(fosfakuali-
tas daging, terutama flavor daging. Pengaruh ini berasal dari kontribusi keunikan karakteristik fosfolipid, yaitu
Tabel 1.
Persen ~omposisiAsam Lemak dalam Total Lemak dari Jaringan Otot Longissiats dorsi Sapi Betina Dewasa (Eichhorn et al., 1986)
Asam lemak ...................................
Bangsa sapi
C14:O C15:O C16:O C16:l C18:2 C20:4 Hereford Angus Brown Swiss Hereford X Angus Angus X Hereford Red Poll X Angus Red Poll X Hereford Brown Swiss X Angus Brown Swiss X Hereford Gelbvieh X Angus Gelbvieh X Hereford Chianina X Angus Chianina X Hereford Maine Anjou X Angus Maine Anjou X Hereford
adanya
asam fosfat yang diesterifikasi, senyawa
berni-
trogen, konsentrasi asam-asam lemak tidak jenuh yang relatif tinggi, dan hubungannya yang erat dengan protein. Lemak dan
otot Triceps brachii (TB), Psoas major
Transversus aWodnis (TA) sapi
dalam
'
jumlah yang sama antara fraksi lemak
fosfolipid (Terrell dan Bray, 1969). C18:3
mengandung
C18:O
netral
Persentase
dan C20:4 (Hornstein et al., 1967),
(PM)
serta
dan
C18:2, C22:O
Tabel
2.
Persen Komposisi Asam Lemak dalam Total Lemak dari Lemak Subkutan pada Sapi Betina Dewasa (Eichhorn et al., 1986)
Asam lemak
.........................................
Bangsa sapi
C14:O C15:O C16:O C16:l C18:O C18:l C18:3 Hereford Angus Brown Swiss Hereford X Angus Angus X Hereford Red Poll X Angus Red Pol 1 X Hereford Brown Swiss X Angus Brown Swiss X Hereford Gelbvieh X Angus Gelbvieh X Hereford Chianina X Angus Chianina X Hereford Maine Anjou X Angus Maine Anjou X Hereford
(Terrell dan Bray, 1969) lebih besar pada fraksi
fosfo-
lipid otot sapi, dan C16:0, C16:1, C18:O dan C18:l lebih besar
pada
fraksi lemak netral.
tidak mengandung C22:O dan C20:4mempunyai
persentase
(masing-masing
C16:1,
Lemak
netral
sering
Lemak netral otot
C18:1,
C18:2
dan
3.92, 44.24, 2-41 dan 1.83 persen)
TB
C18:3 yang
lebih besar daripada otot PM (masing-masing 2.98, 38.97, 2.08
dan 1.58 persen), sedangkan lemak netral
otot
PM
mempunyai masing
persentase
C14:0, C16:O dan
C18:O
3.21, 33.77 dan 14.10 persen) yang
(masing-
lebih
besar
daripada lemak netral otot TB (masing-masing 2.75, 31.98 dan
persen).
9.77
persentase
Di samping itu, otot
asam-asam lemak tidak jenuh
TB
mempunyai
rantai
panjang
yang lebih besar daripada otot PM, sehingga otot TB akan lebih mudah mengalami perubahan flavor selama
prosesing
dan penyimpanan daripada otot PM (Terrell dan Bray, 1969 dan Soeparno, 1992).
. .ntesls
Asam TIem&
Lipid yang penting dalam metabolisme mamalia adalah triasilgliserol (trigliserida, lemak netral), fosfolipid dan
steroid, bersama-sama dengan
seperti
hasil
metabolismenya
asam lemak rantai panjang (asam lemak
gliserol, dan benda-benda keton.
bebas),
Gambaran mengenai
hu-
bungan metabolisme antara zat-zat tersebut dan hubungannya
dengan metabolisme karbohidrat terlihat
pada
Gam-
bar 5. Banyak karbohidrat pakan diubah menjadi triasilgliserol
sebelum dipakai untuk maksud
penyediaan
energi,
dan sebagai akibatnya asam lemak triasilgliserol mungkin merupakan
sumber
utama
(Harper et al., 1979).
energi
bagi
banyak
jaringan
STEROID
TRIASILGLISEROL
GLISEROL-P
t I
+
TRIOSA-P
I
----------+ PIRUVAT SITRAT Y
I
f
f
BENDA KETON
2 CO,
GLUKOSA
Gambar 5.
I
Jalur Metabolisme Lipid (Harper et al., 1979)
FFA
Komponen
=
asam lemak bebas (asam lemak rantai panjang tidak teresterifikasi)
utama asam lemak rantai panjang (LCFAs =
long-chain f a t t y
acid) terdiri
dari
asam
(50%), linoleat (10%) dan palmitat (15%).
linolenat
Asam
lemak
rantai panjang yang dominan terdapat dalam hijauan pakan ternak oleat
adalah asam linolenat (53%), linoleat (13%) dan (lo%), yang merupakan asam
(Preston dan Leng, 1987).
lemak tidak
Sintesis asam
jenuh
lemak rantai
panjang menggunakan senyawa dasar asetat dengan ko-faktor NADPH (nikotinamid adenin dinukleotida fosfat reduksi) yang
berasal dari oksidasi glukosa melalui
fosfoglukonat (atau jalur pentosa
fosfat),
jalur
yaitu
1
molekul NADPH.
glukosa-6-fosfat
dioksidasi menjadi C02 dan
Dari oksidasi glukosa terbentuk proporsi ko-fak-
tor (NADPH) kurang lebih 70%.
Pada sintesis asam
lemak
setiap 8 molekul asetat diubah menjadi 1 molekul palmitat, dan
14 molekul NADPH harus
disediakan dari
oksidasi 1.17 molekul glukosa melalui jalur nat
asam
fosfogluko-
. Asam
nyai
lemak utama pada lemak jaringan hewan mempu-
jumlah atom karbon genap.
Biosintesis asam
lemak
dikatalis oleh rangkaian enzim lemak sintetase. Prekursor adalah asetil-KoA, tenaga pereduksi NADPH
dengan
reaksi sebagai berikut: Asetil-KoA
+
7 malonil-S-KoA
+
14 NADPH
+
20 H+ ------->
asam palmitat + 7 C02 + 8 KO-SH + 14 NADP + 6 H20 Molekul asetil-KOA bertindak sebagai unit pemulai.
Pem-
bentukan asam lemak terjadi dengan pemanjangan rantai karbon
(2-karbon berurutan) masing-masing berasal
dari
malonil-KoA. Biosintesis asam lemak terjadi di dalam sitosol, sedangkan oksidasi asam lemak terjadi terutama di dalam mitokondria.
Hampir semua asetil-KoA yang digunakan pa-
da metabolisme dibentuk di dalam mitokondria dari
oksi-
dasi piruvat, asam lemak, dan dari degradasi kerangka karbon asam amino.
Asetil-KoA tidak dapat menembus mem-
bran mitokondria untuk masuk ke dalam sitosol. KoA bereaksi dengan oksaloasetat untuk membentuk
Asetilsitrat
yang dapat menembus membran mitokondria.
Ini
merupakan
tahap pertama di dalam siklus asam sitrat oleh enzim sitrat sintase dengan reaksi sebagai berikut: Asetil-KoA
+ oksaloasetat +
sitrat + KoA
H20 --->
Sitrat yang terbentuk masuk ke dalam sitosol.
+
Di
sitosol, asetil-KoA dibentuk kembali dari sitrat
H+
dalam dengan
bantuan enzim sitrat liase dengan reaksi sebagai berikut: Sitrat
+ ATP + KoA
--->
asetil-KoA + ADP
+
+ oksaloa-
Pi
setat Pembentukan
malonil-KoA dari asetil-KOA
terjadi
dalam
sitosol, yaitu dikatalis oleh enzim asetil-KoA karboksilase dengan reaksi sebagai berikut: ATP
+
asetil-KoA +
C02
+ H20
--->
+ ADP + Pi
malonil-KoA
+ H+ Ketentuan asetil-KoA dan NADPH untuk lipogenesis, terlihat pada Gambar 6. Produk akhir sintesis asam lemak yaitu asam
palmi-
tat (Gambar 7), dan di dalam sel hewan merupakan prekursor asam lemak berantai panjang. perpanjang
membentuk
Molekul ini dapat
asam stearat
(18 karbon),
bahkan asam lemak jenuh yang lebih panjang. an
sebagai
Asam palmitat dan stearat prekursor
selanjutnya
dua asam lemak tidak
yaitu
asam palmitoleat (C16:l) dan
(C18:l) (Lehninger, 1982).
mitokonberperan
jenuh
satu ikatan rangkap) yang sering dijumpai pada hewan,
atau
Perpanjang-
terjadi di dalam retikulum endoplasmik dan
dria.
di-
(dengan jaringan
asam
oleat
PALYITA T GLUKOSA
t
I
FRUKTOSA 6-P
fh GLISERALDEHIDA 3-f'
MALAT DEHIDROG ENASE 11
MALO~L-KOA
I
PIRUVAT
I
MALAT:
Gambar 6.
Ll ASE
SI TRAT
@ Pengangku t
d i k a s b oks ila t @ Peagaagku t tr ikarb o k s i l a t
Ketentuan Asetil-KoA dan NADPH untuk ~ipogenesis(Harper et al., 1979) Heks-P = heksosa monofosfat shunt
Karbohidrat
Fosforilasl
Glukosa 6 P
+I
Fruktosa 6 P
I + Fruktosa 1, 6 di P-.b
14
Dihidroksi aseton fosfat
Gliseraldehid 3 P
+ +I
3 Fosfogliseral fosfat
3 Fosfogliserat
I + 2 Fosfogliserat Protein (Deaminasi)
1 1
Asam Lemak oksidasi)
(p
Fosfoenolpiruvat
Piruvat
b Asetil-KoA
r
b
Oksaloasetat
Sitrat
1
Malat
lsositrat
L S u k s i n a t /Ogl
hlitokondria
Gambar 7.
J
)Sitrat-+
Asetil-KoA
1
Malonil KoA
1
Palmitat (C,sHs,COOH)
Sitosol
Biosintesis Asam Lemak dari Karbohidrat, Protein dan Lemak (Lehninger, 1982)
Asam
linoleat dengan dua ikatan rangkap, dan
asam
linolenat dengan tiga ikatan rangkap tidak dapat disintesis oleh mamalia.
Keduanya merupakan prekursor
diperlukan untuk sintesis produk lain.
Asam lemak
yang ini
perlu ada di dalam pakan, dan diperoleh dari sumber tanaman. asam
Oleh karena itu kedua asam lemak lemak esensial. Kekurangan asam
ini disebut
linoleat pada
tikus akan menyebabkan dermatitis, kemampuan reproduksi menurun, daya tahan terhadap stress menurun dan gangguan transpor lipid. lemak
tidak
Asam linoleat dapat diubah menjadi asam
jenuh
lainnya, terutama asam
(C18:3) dan arakidonat penting
(C20:4).
Asam arakidonat sangat
karena menjadi prekursor asensial
semua senyawa prostaglandin dan tromboksan al., 1979 dan Lehninger, 1982).
linolenat
pada
hampir
(Harper et