DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR FAKTOR-FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG
OLEH PUSPASARI AISAH PRAYITNO H14080076
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN
PUSPASARI AISAH PRAYITNO. Dampak Subsidi Pupuk Organik terhadap Produksi dan Pendapatan Padi serta Faktor-fator yang Mempengaruhi Adopsi Pupuk Organik Provinsi Lampung (dibimbing oleh LUKYTAWATI ANGGRAENI). Sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar kedua terhadap PDB Indonesia sehingga sektor pertanian bukan lagi menjadi sektor utama perekonomian Indonesia. Terjadinya degradasi mutu lahan di sejumlah lahan pertanian intensif merupakan salah satu penyebab turunnya produksi sektor pertanian. Sehingga fungsi utama sektor pertanian sebagai penyokong ketahanan pangan tidak dapat tercapai. Pertanian organik dianggap sebagai solusi yang tepat karena dapat memperbaiki unsur hara tanah dan dapat meningkatkan produktivitas sektor pertanian. Pemerintah mulai memberikan subsidi pupuk organik di tahun 2008 yang berfokus pada sub-sektor tanaman pangan agar ketahanan pangan dapat tercipta. Provinsi Lampung dipilih sebagai wilayah penelitian dengan jumlah responden sebanyak 60 petani responden. Petani ragu untuk mengadopsi pupuk organik karena selain dari sisi biaya produksi yang tinggi juga masih banyak petani belum mengetahui manfaat ekonomi dan lingkungan dari pupuk organik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh subsidi pupuk terhadap produksi, produktivitas dan pendapatan usahatani padi di Provinsi Lampung serta mengetahui faktorfaktor penentu pengadopsian pupuk organik di tingkat petani. Alat analisis yang digunakan adalah analisis usahatani dan metode logit. Hasil analisis usahatani dilakukan dari data usahatani sebelum menggunakan BLP (Bantuan Langsung Pupuk) Organik dan sesudah menggunakan BLP Organik menunjukkan adanya peningkatan produksi padi sebesar 22,26 persen dan peningkatan biaya yang cukup besar yaitu 15,35 persen namun keuntungan petani tetap meningkat sebesar 45 persen. Hasil model logit menunjukkan variabel luas lahan, jumlah persil lahan dan total biaya merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi pupuk organik. Variabel yang sangat mempengaruhi tingkat pengadopsian pupuk organik yaitu luas lahan dengan hasil Odds Ratio 22,535. Produksi dan pendapatan petani yang meningkat menjadi bukti bahwa program subsidi pupuk organik memberikan dampak positif terhadap produksi dan pendapatan. Subsidi pupuk organik sebaiknya tetap diberikan dan perlu dilakukan peninjauan lebih lanjut serta pembinaan kepada petani agar dapat memproduksi pupuk organik secara swadaya, sehingga petani dapat terus mengadopsi pupuk organik walaupun tanpa subsidi. Kata kunci : Subsidi Pupuk Organik, Analisis Usahatani, Model Logit
DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG
Oleh PUSPASARI AISAH PRAYITNO H14080076
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama
: Puspasari Aisah Prayitno
Nomor Registrasi Pokok
: H14080076
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Dampak Subsidi Pupuk Organik terhadap Produksi dan Pendapatan Padi serta Faktorfaktor yang Mempengaruhi Adopsi Pupuk Organik Provinsi Lampung
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Lukytawati Anggraeni, Ph.D NIP. 19771213 2005 2 002
Mengetahui, Ketua Departemen,
Dedi Budiman Hakim, Ph.D NIP. 19641022 198903 1 003 Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Mei 2012
Puspasari Aisah Prayitno H14080076
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Puspasari Aisah Prayitno, lahir di Bogor pada tanggal 21 agustus 1991. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Ir. H. Bayu Ainal Prayitno (Alm) dan Ibu Sendi Rita Puspasari. Penulis memulai pendidikan di Tk Bhayangkari IV dan lulus pada tahun 1996. Pendidikan dasar di SD Negeri Panaragan Kidul 2 Bogor pada tahun 1996 dan lulus pada tahun 2002. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 7 Bogor dan lulus pada tahun 2005. Penulis melanjutkan pendidikan di SMA Rimba Madya dan lulus pada tahun 2008. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2008. Penulis diterima sebagai mahasiswa IPB dengan mayor Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Penulis juga mendapatkan beasiswa Bantuan Mahasiswa (BBM) pada tahun 2010-2011. Penulis aktif dalam berbagai organisasi dan kepanitiaan selama menjadi mahasiswa. Penulis aktif dalam organisasi kampus yaitu Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA) pada periode 20092010 sebagai staf divisi INTEL (Internal Relationship). Kepanitiaan yang pernah diikuti penulis, antara lain seksi Logstran EXTRAVAGANZA 2009, seksi Sponsorship POCER (Politik Ceria) pada tahun 2010, Seksi Humas BAFEST (Bogor Art Festival) pada tahun 2011.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik. Penulis berharap melalui skripsi ini dapat menguraikan suatu dampak subsidi pupuk organik terhadap produksi dan pendapatan padi dan faktorfaktor yang mempengaruhi adopsi pupuk organik. Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Lukytawati Anggraeni, Ph.D yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. 2. Bapak Dr. Muhammad Firdaus selaku penguji utama dan Ibu Dewi Ulfah Wardani, M.Si sebagai penguji komisi pendidikan atas kritik dan saran terhadap skripsi ini. 3. Pusat Studi Pengembangan Pedesaan dan Perkotaan atas bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Eyang putri, mamah dan adik-adik tercinta (Rahayu Aisah Prayitno, Sekarsari Zania Prayitno dan Muhamad Yuri Ismail Prayitno) yang telah memberikan dukungan, doa dan kasih sayang. Semoga skripsi ini menjadi persembahan yang membanggakan. 5. Om Samsul Hadi, ST, Tante Novitasari Noumi, ST dan Om Cahaya Umarisa Prayitno, SE atas bantuan dan motivasi yang diberikan.
6.
Seluruh keluarga Ilmu Ekonomi 45 khususnya Isti, Erma, Dewi, Bayu, Ina, Andini, Sheila dan Andra atas kebersamaan dan dukungannya dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Teman satu bimbingan Chrisgerson Rudor, Farida Ayu Brilianty, Herdiana Puspitasari dan Fikanti Zuliastry yang telah memberikan saran, kritik dan motivasi dalam menyelesaikan penelitian ini. 8. Serta pihak-pihak lain yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Bogor, Mei 2012
Puspasari Aisah Prayitno H14080076
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..............................................................................................iii DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................iv DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ v I.
PENDAHULUAN ........................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ............................................................................... 5 1.3 Tujuan Penelitian................................................................................... 6 1.4 Manfaat Penelitian................................................................................. 6 1.5 Ruang Lingkup Penelitian...................................................................... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 8 2.1 Tinjauan Teori-teori............................................................................... 8 2.1.1
Teori Subsidi ........................................................................... 8
2.1.2
Analisis Usaha Tani................................................................. 9
2.1.3
Teori Adopsi.......................................................................... 12
2.1.4
Model Pilihan Binary............................................................. 14
2.2 Dinamika Subsidi Pupuk Organik di Indonesia .................................... 17 2.3 Penelitian-penelitian Terdahulu ........................................................... 25 2.4 Kerangka Pemikiran ............................................................................ 27 III. METODE PENELITIAN............................................................................ 29 3.1 Jenis dan Sumber Data......................................................................... 29 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................ 29 3.3 Metode Pemilihan Responden.............................................................. 30 3.4 Metode Analisis Data........................................................................... 30 3.4.1
Metode Analisis Pendapatan Usahatani.................................. 30
ii
3.4.2
Uji Beda Nilai Tengah ........................................................... 32
3.4.3
Metode Logit ......................................................................... 32
IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK ................................................................................................. 34 4.1 Gambaran Umum Provinsi Lampung ................................................... 34 4.1.1
Gambaran Umum Kabupaten Lampung Utara ....................... 39
4.1.2
Gambaran Umum Kabupaten Lampung Timur ...................... 40
4.2 Gambaran Umum Subsidi Pupuk Organik Provinsi Lampung .............. 43 V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG ................................................................................................ 45 5.1 Karakteristik Petani Responden ........................................................... 45 5.2 Dampak Subsidi Pupuk Organik terhadap Produksi dan Pendapatan Padi .................................................................................................... 48 5.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adopsi Teknologi Pupuk Organik ............................................................................................... 52 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 57 6.1 Kesimpulan ......................................................................................... 57 6.2 Saran ................................................................................................... 58 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 59
iii
DAFTAR TABEL
Nomor 1.
Halaman PDB atas Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2010 ................................................................................................ 1
2. Perkembangan Subsidi Pupuk Organik Tahun 2006-2011......................... 4 3. Perkembangan Subsidi Pupuk Tahun 2006-2011 .................................... 21 4. Alokasi Kebutuhan Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian Tahun 2011 Menurut Sub Sektor....................................................................... 23 5. Produk Domestik Regional Bruto atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut Lapangan Usaha di Provinsi Lampung Tahun 2008-2010 ......... 35 6. Kontribusi Sub Sektor Pertanian terhadap PDRB Sektor Pertanian Provinsi Lampung .................................................................................. 36 7. Produksi Tanaman Bahan Makanan Provinsi Lampung Tahun 2000-2010 .............................................................................................. 37 8. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman Padi menurut Kabupaten/Kota Provinsi Lampung Tahun 2009 .................................... 38 9. Statistik Tanaman Pangan Lampung Utara ............................................. 40 10. Statistik Tanaman Pangan Kabupaten Lampung Timur Tahun 2008 ....... 42 11. Karakteristik Responden Petani Padi Lampung ...................................... 46 12. Karakteristik Lahan Responden Petani Padi Provinsi Lampung .............. 47 13. Hasil Uji Beda........................................................................................ 51 14. Hasil Pendugaan Parameter Model Logit................................................ 53 15. Hasil Pendugaan Model Logit untuk Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengadopsian Pupuk Organik Provinsi Lampung ........... 54
iv
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Padi 2006-2010........................... 2 2. Model Probabilitas Linear dan Logit ...................................................... 16 3. Perkembangan Subsidi Pupuk Organik Tahun 2006-2011....................... 24 4. Kerangka pemikiran. .............................................................................. 28 5. Peta Provinsi Lampung........................................................................... 34 6. Peranan Pertumbuhan Masing-masing Sektor Terhadap Pertumbuhan PDRB Kabupaten Lampung Timur Tahun 2009 ..................................... 41 7. POG dan POC bersubsidi yang didistribusikan oleh PT Pertani .............. 68
v
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Prosedur Penetapan Kelompok Tani Penerima BLP Sesuai Permentan No: 37/Permentan/SR.130/5/2010 .......................................................... 65 2. Spesifikasi Kemasan Pupuk Organik Merek “Bintang Kuda Laut” yang Disalurkan Melalui PT Pertani ....................................................... 67 3. Analisis Usahatani Petani Padi Provinsi Lampung Sebelum dan Sesudah Menggunakan BLP Organik (Atas Dasar Biaya Tunai)............. 69 4. Analisis Usahatani Petani Padi Provinsi Lampung Sebelum dan Sesudah Menggunakan BLP Organik (Atas Dasar Biaya Total).............. 70 5. Data Variabel Bebas (Xi) dan Variabel Terikat (P) Fungsi Logit Petani Penerima subsidi Pupuk Organik di Provinsi Lampung .......................... 71 6. Output model logit ................................................................................. 72 7. Pola penanaman padi pada pertanian organik.......................................... 77
1
I. 1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Perekonomian Indonesia hingga saat ini didominasi oleh tiga sektor, yaitu
sektor industri pengolahan, sektor pertanian serta sektor perdagangan, hotel dan restoran. Secara kumulatif ketiga sektor tersebut memberikan kontribusi terhadap total PDB Indonesia di tahun 2011 sebesar 53,56 persen. Pada Tabel 1.1 dapat dilihat sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar kedua terhadap PDB Indonesia yaitu 15,40 persen dengan pertumbuhan rata-rata 3,89 persen ditiap tahunnya (BPS, 2011). Tabel 1.1 PDB atas Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2010 Lapangan Usaha
Tahun (Triliun Rp) 2007
2008
2009
2010
Growth (persen)
1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
271,5 284,6 295,9 304,4
3,89
2. Pertambangan dan Penggalian
171,3 172,5 180,2 186,4
2,87
3. Industri Pengolahan
538,1 557,8 569,8 595,3
3,43
4. Listrik, Gas dan Air Bersih
13,5
10,12
5. Konstruksi
121,8 131,0 140,3 150,1
7,21
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran
340,4 363,8 368,6 400,6
5,63
7. Pengangkutan dan Komunikasi
142,3 165,9 191,6 217,4
15,18
8. Keuangan, Real Estate dan Jasa 183,7 198,8 208,8 220,6 Perusahaan
6,30
9. Jasa-jasa
6,23
15,0
17,1
18,0
181,7 193,0 205,4 217,8
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2011 Pertanian dapat dikatakan memiliki peranan yang strategis dalam aspek kemanusiaan sehubungan dengan fungsi utamanya sebagai penyokong pangan
2
(Koestiono et al, 2010). Menurut Undang-Undang Indonesia Nomor 41 tahun 2009 ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman,
merata
dan
terjangkau.
Mayoritas
masyarakat
Indonesia
masih
mengkonsumsi padi sebagai pangan utama, oleh karena itu ketahanan pangan berkaitan erat dengan tingkat produksinya. 1000 362.42
100
54.45
347.9
57.19
353.49
60.33
343.09
64.39 Produksi Konsumsi
10
1 2006
2007
2008
2009
Sumber : BPS, 2011 Gambar 1.1 Perkembangan Produksi dan Konsumsi Padi 2006-2009 Tingkat produksi padi memiliki tren yang meningkat di tiap tahunnya. Pada tahun 2006 produksi padi sebesar 54,45 juta ton dan di tahun 2009 produksi padi meningkat sebesar 15.43 persen menjadi 64,39 juta ton. Walaupun produksi padi cenderung meningkat dari tahun ke tahun tetapi belum mampu mengimbangi kebutuhan dalam negeri (Gambar 1.1). Kenyataan ini disebabkan oleh pertambahan penduduk yang terus meningkat tanpa diimbangi oleh peningkatan produktivitas (Purnama, 2006).
3
Pemerintah memberlakukan kebijakan memperbesar keran impor untuk mengatasi rendahnya tingkat produksi bahan pangan dalam negeri ini, (Tambunan, 2009). Impor beras Indonesia tahun 2010 sebanyak 4.210 ton dengan nilai US$ 14.779.167 (BPS, 2010). UN Comtrade (2010) menyatakan bahwa Indonesia masuk dalam negara pengimpor beras terbesar di Dunia dengan pertumbuhan rata-rata dari tahun 2006-2010 sebesar 28,4 persen. Bahkan di tahun 2011 Indonesia kembali impor beras sebanyak 5.944 ton (BPS, 2012). Faktor utama rendahnya produksi padi adalah terjadinya degradasi mutu lahan di sebagian besar lahan pertanian intensif. Berbagai hasil penelitian mengindikasikan sangat rendahnya kandungan C-organik dalam tanah (kurang dari 2 persen) dimana ukuran C-organik agar produktivitas optimal setidaknya 2,5 persen. Degradasi mutu lahan disebabkan oleh perilaku petani Indonesia yang cenderung menggunakan pupuk anorganik secara berlebihan demi terciptanya produksi tinggi tanpa mengetahui pengaruh jangka panjangnya terhadap lingkungan. Penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang mampu meningkatkan produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi mutu lahan (Balitbang, 2006). Sehingga, pupuk organik dipandang sangat memberikan kontribusi yang baik bagi peningkatan produksi pertanian dari sisi ekonomi maupun lingkungan. Oleh karena itu, petani harus didorong untuk menggunakan pupuk secara berimbang, dengan cara mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan mensubstitusi pengurangan tersebut dengan peningkatan penggunaan pupuk organik. Untuk mempercepat proses tersebut, pemerintah memberikan Bantuan Langsung Pupuk
4
Organik (BLP Organik) yang diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian No.30/Permentan/OT.140/6/2008 (PSP3, 2010). Perkembangan realisasi anggaran subsidi pupuk selama kurun waktu 2008-2011 secara nominal mengalami peningkatan, yaitu dari Rp 15,2 triliun pada tahun 2008 menjadi Rp 18,4 triliun pada tahun 2010 dan meningkat ditahun 2011 sebesar Rp 18,8 triliun. Pada Tabel 1.2 bahwa subsidi pupuk organik mengalami pertumbuhan sangat pesat terutama dalam volume pupuk organik yang diberikan dari 68.000 ton di tahun 2008 menjadi 704.000 ton tahun 2011 dengan pertumbuhan 146 persen (Kemenkeu, 2012). Tabel 1.2 Perkembangan Subsidi Pupuk Organik Tahun 2008-2011 Tahun
Growth
Uraian Subsidi Pupuk (triliun) Volume (ribu ton)
2008
2009
2010
2011
(persen)
15,2
18,3
18,4
18,8
7,71
68
236,5
246
704
146
Harga Pokok Produksi (ribu/ton)
1582
Harga Eceran Tertinggi (ribu/ton)
1000
1508,1 1525,5 1665,1 500
700
700
1,88 -3,33
Sumber : Kementerian Pertanian, 2012 Berdasarkan laporan Kemenkeu (2012) peningkatan anggaran subsidi pupuk tersebut sejalan dengan upaya untuk mendukung, menjaga serta meningkatkan program ketahanan pangan nasional melalui peningkatan produksi, produktivitas dan mutu produk pertanian. Selain subsidi pupuk organik, dalam upaya memberikan dukungan terhadap program revitalisasi pertanian, pemerintah mengalokasikan anggaran untuk subsidi benih. Realisasi anggaran dalam kurun waktu 2006-2010 mengalami peningkatan sebesar Rp 2 triliun atau tumbuh rata-
5
rata 101,9 persen per tahun, dari Rp 0,1 triliun tahun 2006 menjadi Rp 2,2 triliun pada tahun 2010. Program BLP Organik dan BLBU (Bantuan Langsung Benih Unggul) dilandasi pemikiran bahwa pupuk organik dan benih unggul merupakan faktor kunci dalam meningkatkan produktivitas. Wilayah cakupan program BLP Organik telah mencakup 199 kabupaten yang tersebar di 29 provinsi (Kementerian Pertanian, 2011) termasuk Provinsi Lampung. Alokasi BLP Organik untuk Provinsi Lampung sebesar 25.000 ton dan menempati posisi keenam dari total alokasi BLP Organik di tingkat Nasional.
1.2
Perumusan Masalah Masalah utama yang dihadapi sektor pertanian khususnya berkaitan
dengan masalah ketahanan pangan saat ini adalah rendahnya produktivitas dibanding permintaannya (Simatupang dan Maulana, 2006). Hal tersebut sejalan dengan perilaku petani Indonesia yang mementingkan produksi tinggi tanpa memperhatikan lingkungan. Penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang dapat mengembalikan unsur hara dalam tanah dan juga meningkatkan produksi. Kekurangan dari pupuk organik yaitu volume penggunaan pupuk organik yang lebih banyak dari penggunaan pupuk anorganik sehingga berimbas pada biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh petani. Oleh karena itu, pemerintah memilih kebijakan subsidi pupuk organik yang berupa Bantuan Langsung Pupuk Organik (BLP Organik) untuk mendorong petani menggunakan pupuk organik dan mengurangi penggunaan pupuk anorganik.
6
Petani ragu untuk mengadopsi pupuk organik karena selain dari sisi biaya produksi yang tinggi juga masih banyak petani belum mengetahui manfaat ekonomi dan lingkungan dari pupuk organik. Kekhawatiran lain yang muncul adalah ketika BLP Organik sudah dihapuskan sehingga pengeluaran petani sangat membengkak. Studi PSP3 (2010) menunjukkan hasil positif dari BLP Organik, terkait produksi dan pendapatan padi namun, belum ada informasi terkait faktorfaktor yang mempengaruhi tingkat pengadopsian pupuk organik setelah diberikan subsidi. Sehingga penelitian ini menjadi perlu dilakukan agar terciptanya pertanian yang berkelanjutan.
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis pengaruh subsidi pupuk terhadap produksi dan pendapatan usahatani padi di Provinsi Lampung. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor penentu pengadopsian pupuk organik di tingkat petani.
1.4
Manfaat Penelitian
Adapun hal-hal yang menjadi manfaat dari penelitian ini, adalah : 1. Memberikan gambaran kebijakan subsidi pupuk organik terhadap sektor pertanian khususnya padi di Provinsi Lampung. 2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pengambil kebijakan dikhususkan oleh pemerintah untuk merumuskan mekanisme
7
kebijakan subsidi pupuk organik yang paling efektif dalam mendukung sektor pertanian serta sebagai bahan acuan bagi penelitian selanjutnya.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Berdasarkan tujuan yang akan dicapai, maka penelitian ini terbatas pada
petani padi yang mendapatkan bantuan langsung pupuk organik dan benih unggul tahun anggaran 2010 yang didistribusikan PT Pertani untuk Kabupaten Lampung Utara dan Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung.
8
II. 2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Teori-teori
2.1.1 Teori Subsidi Subsidi adalah suatu bentuk bantuan yang diberikan pemerintah dengan tujuan mensejahterakan masyarakat (Zarkasih, 2010). Menurut Handoko dan Patriadi (2005) subsidi merupakan pembayaran yang diberikan pemerintah kepada badan usaha maupun rumah tangga dengan harapan tercapainya kondisi yang lebih baik. Subsidi dapat bersifat langsung atau tidak langsung. Subsidi langsung dapat berbentuk uang tunai, pinjaman bebas bunga dan sebagainya sedangkan subsidi tidak langsung berbentuk pembebasan penyusutan, potongan sewa dan semacamnya. Menurut Rini (2006) subsidi dapat berbentuk: 1. Subsidi produksi, dimana pemerintah menutup sebagian biaya produksi untuk mendorong peningkatan output produk tertentu dan dimaksudkan untuk menekan harga dan memperluas penggunaan produk tersebut. 2. Subsidi ekspor, yang diberikan pada produk ekspor yang dianggap dapat membantu neraca perdagangan negara. 3. Subsidi pekerjaan, yang diberikan untuk membayar sebagian dari beban upah perusahaan agar dapat diserap lebih banyak pekerjaan dan mengurangi pengangguran.
9
4. Subsidi pendapatan, yang diberikan melalui sistem pembayaran transfer pemerintah untuk meningkatkan standar hidup minimum sebagian kelompok tertentu seperti tunjangan hari tua dan lainnya. Sesuai dengan uraian diatas maka subsidi uang tunai yang dimaksud dalam penelitian ini adalah subsidi produksi, dimana peningkatan output produknya ditanggung oleh pemerintah dengan cara menanggung sebagian biaya produksi yaitu pupuk organik dan benih unggul agar harga jual kepada masyarakat dapat dicapai. 2.1.2 Analisis Usaha Tani Ilmu usahatani pada dasarnya memperhatikan cara-cara petani memperoleh dan memadukan sumberdaya (lahan, kerja, modal, waktu dan pengelolaan) yang terbatas untuk mencapai tujuan. Umumnya tujuan petani dalam berusahatani adalah menggunakan seefisien mungkin sumberdaya yang dimiliki. Prinsip analisis biaya merupakan prinsip terpenting karena petani hanya dapat mengatur biaya produksi dalam usahataninya namun mereka tidak mampu mengatur harga komoditi yang dijualnya atau memberikan nilai kepada komoditi tersebut. Jika tidak ada peningkatan harga komoditi yang dihasilkan maka petani harus mengurangi biaya per satuan komoditi yang dihasilkan bila petani ingin meningkatkan pendapatan bersih usahataninya (Soekartawi et al, 1986). Berdasar pada Soekartawi (1986) penggolongan biaya produksi dilakukan berdasarkan sifatnya yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap ialah biaya yang tidak ada kaitannya dengan jumlah barang yang diproduksi. Petani harus tetap membayarnya berapapun jumlah komoditi yang
10
dihasilkan usahataninya. Biaya tetap menjadi sangat penting apabila petani memikirkan tambahan investasi seperti alat pertanian, tenaga kerja, mesin pertanian atau bangunan. Tiap tambahan investasi dapat dilakukan jika petani mampu membelinya dan dapat memberikan keuntungan dalam jangka panjang. Biaya tidak tetap yaitu biaya yang berubah apabila luas usahanya berubah dan ada jika terdapat suatu barang yang diproduksi oleh petani. Usahatani yang baik adalah usahatani yang bersifat produktif dan efisien dengan produktivitas tinggi dan berkelanjutan. Soekartawi (2006) menjelaskan secara garis besarnya organisasi usahatani terdiri dari unsurunsur pokok produksi usahatani yang terdiri dari lahan, bibit, pupuk, obatobatan pertanian dan tenaga kerja, dimana unsur-unsur produksi tersebut mempunyai peranan yang cukup penting dalam usahatani. Menurut Soekartawi (1986) pendapatan kotor usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun yang tidak dijual serta sebagai ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani. Semua komponen produk yang tidak dijual harus dinilai berdasarkan harga pasar dalam menaksir pendapatan kotor. Pendapatan usahatani dibedakan menjadi dua, pertama pendapatan atas seluruh biaya tunai yaitu biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani, kedua pendapatan atas biaya total dimana semua input milik petani juga diperhitungkan sebagai biaya dan dihitung dengan analisis rasio penerimaan dan biaya serta analisis rasio pendapatan dan biaya. Penerimaan tunai usahatani didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani, pengeluaran tunai usahatani yaitu
11
jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Penerimaan tunai dan pengeluaran tunai usahatani tidak mencakup yang berbentuk benda sehingga nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaan tunai usahatani dan nilai kerja yang dibayar dengan benda tidak dihitung sebagai pengeluaran tunai usahatani. Selisih antara penerimaan tunai usahatani dan pengeluaran tunai usahatani disebut pendapatan tunai usahatani dan merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai (Soekartawi et al, 1986). Pendapatan total usahatani merupakan selisih antara penerimaan kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani. Penerimaan kotor usahatani yaitu nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun tidak dijual. Pengeluaran total usahatani merupakan nilai semua yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi termasuk biaya yang diperhitungkan. Dalam menaksir pendapatan total usahatani semua komponen produk yang tidak dijual harus dinilai berdasarkan harga pasar (Soekartawi et al, 1986). Keberhasilan usahatani ditentukan oleh hasil analisis pendapatan usahatani. Gambaran keadaan aktual usahatani didapatkan dari analisis pendapatan usahatani sehingga evaluasi dengan perencanaan kegiatan usahatani pada masa yang akan datang dapat dilakukan. Informasi yang dibutuhkan
dalam
perhitungan
pendapatan
usahatani
yaitu
keadaan
penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan (Purba, 2005).
12
Analisis pendapatan usahatani dirasa kurang cukup untuk menyatakan apakah usahatani tersebut memberikan keuntungan atau tidak. Perhitungan lebih lanjut yaitu perhitungan rasio R/C dan rasio B/C. Rasio pendapatan dan biaya (R/C) merupakan perbandingan pendapatan bersih yang diperoleh dari setiap biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi. Sedangkan, rasio manfaat dan biaya (B/C) merupakan perbandingan manfaat yang didapat dari setiap biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi (Purba, 2005). Nilai rasio R/C dan B/C lebih dari satu artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya sebaliknya jika nilai rasio R/C dan B/C lebih kecil dari satu maka usahatani tersebut mengalami kerugian karena untuk setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil daripada tambahan biaya yang dikeluarkan (Purba, 2005). 2.1.3 Teori Adopsi Adopsi dalam proses penyuluhan (pertanian), pada hakekatnya dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku baik yang berupa pengetahuan, sikap, maupun keterampilan pada diri seseorang setelah menerima inovasi yang disampaikan oleh penyuluh (Suharyanto, 2001). Adopsi teknologi disektor pertanian merupakan hasil dari kegiatan suatu komunikasi pertanian sehingga terkait dengan pengaruh interaksi antar individu, antar kelompok, anggota masyarakat atau kelompok masyarakat, juga dipengaruhi oleh interaksi antar kelompok dalam masyarakat (Rangkuti, 2007). Adopsi teknologi sebagai hasil atas penerimaan teknologi oleh pemakai akhir didasarkan pada persepsi kemanfaatan serta kemudahan dalam
13
penggunaan teknologi tersebut menghasilkan perilaku dan perhatian untuk menggunakan teknologi baru (Bahmanziari, 2003). Persepsi akan manfaat serta kemudahan yang dihasilkan oleh teknologi baru tersebut menjadi penting agar petani mau mengadopsinya seperti halnya pupuk organik. Menurut Pattanayak (1983) terdapat lima faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi pertanian dan kehutanan, yaitu : 1.
Preferensi petani, secara eksplisit efek dari preferensi petani sulit untuk diukur maka digunakan pendekatan berdasarkan faktor sosial demografi seperti umur, jenis kelamin, pendidikan dan status sosial.
2.
Resource endowment digunakan untuk mengukur ketersediaan sumberdaya pada adopsi teknologi untuk diimplementasikan pada teknologi baru. Umumnya resource endowment memiliki korelasi positif dengan adopsi teknologi.
3.
Insentif pasar merupakan faktor yang berhubungan dengan rendahnya biaya atau tingginya penerimaan dari adopsi teknologi. Insentif pasar fokus pada faktor-faktor ekonomi seperti harga, ketersediaan pasar dan pendapatan potensial. Faktor ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan sehingga akan memberikan pengaruh positif terhadap adopsi teknologi.
4.
Faktor biofisik diharapkan mampu mempengaruhi proses produksi yang berhubungan dengan pertanian dan kehutanan seperti kualitas lahan. Umumnya jika kondisi biofisik rendah akan berkorelasi positif dengan kesediaan mengadopsi teknologi pertanian.
14
5.
Resiko dan ketidakpastian memperlihatkan ketidaktahuan pasar dan pemerintah terhadap kebijakan yang dibuat. Dalam jangka pendek contoh dari resiko dan ketidakpastian adalah fluktuasi harga komoditi, output dan curah hujan. Pada jangka panjang contohnya adalah hak sewa menyewa yang tidak aman. Adopsi teknologi akan menurunkan resiko dan ketidakpastian pada investasi pertanian dan kehutanan selama periode pertumbuhan.
2.1.4 Model Pilihan Binary Penggunaan pupuk anorganik jangka panjang akan menyebabkan degradasi mutu lahan. Sifat khas yang senantiasa ada pada diri petani ialah berusaha memenuhi kebutuhan ekonominya tanpa memperhatikan sisi lingkungan (Purba, 2005). Degradasi mutu lahan dapat diatasi dengan penggunaan pupuk organik. Kekurangan dari pupuk organik dibanding pupuk anorganik adalah volume penggunaannya yang lebih banyak. Pendugaan peluang apakah petani akan menggunakan pupuk organik atau tidak dengan menggunakan model Pilihan Binary. Pilihan Binary mengasumsikan individuindividu dihadapkan pada suatu pilihan diantara dua alternatif dan pilihan mereka tergantung pada karakteristik masing-masing individu tersebut. Masalah yang sifatnya pilihan binary menurut Pindyck and Rubinfeld (1991) dapat dijawab dengan tiga model yaitu linear probability model, probit model dan logit model. Model linier mempunyai kelemahan karena terdapat kemungkinan nilai peluang berada di luar kisaran (0-1) sehingga sulit dilakukan pendugaan.
15
Model probit dan model logit memilki nilai peluang selalu berada pada kisaran (0-1), namun model probit lebih rumit perhitungannya dan sukar diduga dibandingkan model logit. Model logit mempunyai nilai peluang selalu berada pada kisaran 0-1 maka dari itu memiliki ragam relatif kecil (Juanda, 2009). Sehingga, model logit digunakan dalam penelitian ini untuk menghitung faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi pupuk organik non-subsidi. Model logit didasari oleh Fungsi Peluang Logit Kumulatif dan model ini dirumuskan sebagai berikut (Pindyck and Rubinfeld, 1991) : P = (α + βX ) =
......................................................................... (1)
Jika ruas kanan dan ruas kiri persamaan (1) dikalikan dengan (1 +
sehingga diperoleh : (1 + e
),
)P = 1..................................................................................................................(2)
persamaan (2) dibagi dengan Pi dan kemudian dikurangi 1, maka diperoleh : e
=
−1
=
Berdasarkan definisi e =
.................................................................................................(3) = 1/
, diperoleh :
...........................................................................................................................(4)
Dengan menggunakan logaritma dikedua sisi, sehingga: Z = log
.....................................................................................................................(5)
Sehingga didapat persamaan regresi:
16
Dimana : eluang munculnya kejadian kategori sukses dari peubah respon untuk Pi : Peluang orang ke-i ilai koefisien yang didapatkan dari regresi. β : Nilai Xi : Variabel bebas (i = 1,2,3,.....,n) ei : Galat acak Penjabaran rumus diatas menunjukkan bahwa salah satu karakteristik penting dari model logit bahwa model ini mentransformasi masalah prediksi peluang dalam selang (0 atau 1) ke masalah prediksi log odds tentang kejadian (Y=1) dalam selang bilangan riil - ~ ≤ logit(Pi) ≤ ~ (Juanda, 2009).
Sumber : Wonnacot, 1979 Gambar 2.4 Model Probabilitas Linear dan Logit Model Probabilitas linear dan logit dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut. Kurva linear yang berbentuk garis lurus menjelaskan bahwa pada model probabilitas linear dengan penambahan nilai X secara konstan akan menin meningkatkan
17
nilai P secara konstan. Dalam kenyataannya, bertambahnya X secara konstan tidak menghasilkan pertambahan dalam P secara konstan. Salah satu solusinya adalah memotong model probabilitas linear dengan cara membelokkan garis horizontal ketika mencapai 0 atau 1 (Wonnacot, 1979). Sehingga, terdapat model logit dengan bentuk kurva seperti huruf “S”.
2.2
Dinamika Subsidi Pupuk Organik di Indonesia Pembangunan pertanian untuk mewujudkan pertanian tangguh dan efisien
memerlukan kebijakan yang berkaitan langsung dengan pertumbuhan, stabilitas dan pemerataan pembangunan ekonomi. Salah satu caranya melalui peningkatan produksi pertanian yang berkelanjutan dengan mendorong petani untuk menerapkan teknologi pertanian (Manaf, 2000). Teknologi pertanian yang dimaksud adalah teknologi modern, tanpa penggunaan teknologi modern, maka hasil panen tidak akan sebesar yang diharapkan. Salah satunya berupa penggunaan pupuk dan benih unggul sebagai salah satu input dalam usahatani (PSP3, 2010). Pemerintah selalu berupaya mendorong petani untuk memanfaatkan pupuk secara tepat waktu dan tepat dosis agar dapat meningkatkan produksi pertanian. Konsekuensinya adalah pemerintah juga harus berupaya meningkatkan produksi pupuk, sehingga tercapai cukupnya pasokan dengan harga yang dapat dijangkau oleh petani (Manaf, 2000). Pupuk sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia nomor 42/Permentan/OT.140/09/2008 adalah bahan kimia atau organisme yang berperan dalam penyediaan unsur hara bagi keperluan tanaman secara langsung atau tidak langsung. Pupuk anorganik yaitu pupuk hasil proses rekayasa secara
18
kimia, fisika dan atau biologi yang merupakan hasil industri atau pabrik pembuat pupuk. Petani Indonesia memiliki kecenderungan untuk menggunakan pupuk anorganik yang tinggi untuk mengejar hasil yang tinggi pada lahan sawah tanpa mempertimbangkan kandungan bahan organik tanah yang menurun, baik jumlah maupun kualitasnya. Menurut Rachman (2009) hal tersebut disebabkan terjadinya penimbunan hara dalam tanah, terkurasnya hara mikro dari tanah yang tidak pernah diberikan melalui pupuk anorganik, terganggunya keseimbangan hara dalam tanaman, lebih pekanya tanaman terhadap serangan hama dan penyakit serta terganggunya perkembangan jasad renik yang menguntungkan dalam tanah. Presiden
RI menyatakan bahwa potensi sektor
pertanian
dapat
ditingkatkan jika kendala-kendala seperti produktivitas, efisiensi usaha, konversi lahan pertanian, keterbatasan sarana dan prasarana pertanian serta terbatasnya kredit dan infrastruktur pertanian dapat teratasi dengan baik. Usaha pemerintah dalam menangani masalah produktivitas yaitu membantu petani dengan memberikan bantuan input produksi berupa pemberian subsidi pupuk. Menurut Anjak (2006) pemberian subsidi pupuk masih sangat diperlukan petani Indonesia. Hal tersebut dilandasi dengan dua argumentasi yaitu sebagai kewajiban pemerintah untuk membantu petani yang sebagian besar merupakan masyarakat miskin dan tidak mempunyai kemampuan untuk mengembangkan kapasitas produksi pertanian, dan juga sebagai pelindung petani miskin dari ancaman eksternal akibat ketidakadilan perdagangan dalam rangka memberdayakan mereka menjadi masyarakat yang mandiri mampu menghidupi dirinya dan juga menjaga eksistensi sektor pertanian di masa depan.
19
Pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari pemerintah untuk kebutuhan petani yang dilaksanakan atas dasar program pemerintah di sektor pertanian. Jenis pupuk bersubsidi yaitu, pupuk anorganik (urea, superphose, ZA, NPK) dan pupuk organik (granul dan cair). Pupuk yang umum dipakai pada tanaman pangan adalah pupuk urea dan NPK. Pupuk urea digunakan untuk merangsang pertumbuhan vegetatif, sedangkan pupuk NPK sebagai penambah unsur N pada tanah agar tanah tetap subur (Manaf, 2000). Kebijakan subsidi pupuk bersifat dinamis sesuai dengan kondisi lingkungan strategis. Subsidi pupuk untuk pupuk urea diberikan sejak tahun 1969 guna mendorong produktivitas dan produksi pangan nasional. Sejak itu, subsidi pupuk urea terus diberikan dalam bentuk Harga Eceran Tertinggi (HET) sampai terjadinya krisis pada tahun 1998. Krisis multidimensional dan tekanan dari IMF memaksa pemerintah harus mencabut subsidi pupuk urea selama 1 tahun yakni tahun 1999 sampai 2000. Selama penghapusan subsidi pupuk urea kompensasi yang diberikan yaitu peningkatan harga Gabah Kering Giling (GKG) dari Rp. 1000 menjadi Rp. 1400-1500 per kg yang berlaku sejak tanggal 1 Desember 1998 (Ilham, 2001). Peningkatan harga pupuk urea dunia akibat peningkatan harga gas sebagai komponen terbesar pembuatan pupuk urea sejak tahun 2000 memaksa pemerintah untuk mengendalikan harga pupuk urea domestik dalam rangka membantu petani dan mencegah dampak negatifnya terhadap kinerja sektor pertanian. Subsidi pupuk urea tahun 2001-2002 diberikan dalam bentuk insentif gas domestik dan tahun 2003 pemerintah meningkatkan serta memperluas subsidi, tidak saja subsidi
20
gas untuk urea tetapi juga subsidi harga untuk pupuk lainnya yaitu SP-36, ZA dan NPK (Rachman, 2009). Pada tahun 2008 pemberian subsidi pupuk organik mulai dilaksanakan melalui program Bantuan Langsung Pupuk Organik (BLP Organik) bertujuan mendukung petani dengan cara memberikan pupuk organik secara cuma-cuma. Program BLP Organik yang dimulai pada tahun 2008 telah mencakup 159 kabupaten yang tersebar di 17 provinsi dan memakan biaya sangat besar yaitu Rp. 383,4 miliar (PSP3, 2010). Di tahun 2010 wilayah cakupan program BLP Organik telah mencakup 199 kabupaten yang tersebar di 30 provinsi (Kementerian Pertanian, 2010). Pemberian BLP Organik selalu dibarengi dengan pemberian BLBU (Bantuan Langsung Benih Unggul). Program BLBU dimulai tahun 2007 kepada petani di 29 provinsi yang tersebar di 249 kabupaten dan pada tahun 2010 program ini terlaksana di 21 Provinsi yang tersebar di 261 kabupaten. Pada Tabel 2.1 alokasi subsidi pupuk terbesar di tahun 2011 yaitu pupuk urea sebesar 5,1 juta ton atau sebesar 52,28 persen dari total volume pupuk bersubsidi. Pupuk NPK menempati urutan terbesar kedua yaitu 2,3 juta ton dengan rata-rata pertumbuhan dari tahun 2006-2011 44 persen. Kedua pupuk anorganik tersebut memang memiliki kontribusi yang baik bagi peningkatan hasil produksi, namun pemakaian pupuk anorganik dalam jangka panjang akan memberi dampak negatif bagi lingkungan seperti degradasi mutu lahan. Penggunaan pupuk organik untuk mengatasi dampak tersebut adalah hal yang tepat, sehingga mulai tahun 2008 mulai diberlakukan subsidi pupuk organik.
21
Tabel 2.1 Perkembangan Subsidi Pupuk Tahun 2006-2011 Uraian Subsidi Pupuk (triliun rupiah) Faktor-faktor yang mempengaruhi : a. Volume (ribu ton) - Urea - SP-36 - ZA - NPK - Organik b. Harga Pokok Produksi (Rp000/ton) - Urea - SP-36 - ZA - NPK - Organik c. Harga Eceran Tertinggi (Rp000/ton) - Urea - SP-36 - ZA - NPK - Organik
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Growth (persen)
3,2
6,3
15,2
18,3
18,4
18,8
52,25
5.674 6.353 6.891 7.612,5 3.962 4.249 4.558 4.624,9 711 765 558 582,1 601 702 751 751,3 400 637 956 1.417,7 68 236,5
7.355 9.753,9 4.279 5.100 644 750 713 850 1.473 2.349,9 246 704
12,03 6 2 8 44 146
1.352 1.654 1.182 2.227
1.803 2.432 1.815 3.104
2.153 2.655 3.573 5.134 1.582
2.729,1 2.525,6 2.498 5.164,8 1.508,1
2.729,1 2.525,6 2.498 5.164,8 1.525,5
3.132,4 3.138,9 2.421,8 5.099,8 1.665,1
19 15 23 21 2
1.200 1.550 1.050 1.750
1.200 1.550 1.050 1.750
1.200 1.550 1.050 1.750 1.000
1.200 1.550 1.050 1.722 500
1.600 2.000 1.400 2.300 700
1.600 2.000 1.400 2.300 700
7 6 7 6 -3
Sumber : Kementrian Pertanian, 2012 Bahan dasar pupuk organik dapat berasal dari berbagai sumber limbah pertanian seperti sisa tanaman, sisa panen, pangkasan tanaman pagar, sisa media tanam jamur, pupuk hijau seperti orok-orok, serta kotoran hewan. Umumnya, kohe (kotoran hewan) dibiarkan oleh para peternak atau dibuang ke sungai. Tercampurnya kohe dengan tanah dan air sungai menghasilkan polusi tanah dan air, hal ini dapat merusak kesehatan orang menggunakan air yang telah terkontaminasi oleh kohe. Mengolah kohe menjadi pupuk organik secara langsung mengurangi masalah polusi air, tanah dan udara (PSP3, 2010). Bahan-bahan
22
tersebut dapat dijadikan pupuk organik melalui teknologi pengomposan sederhana maupun dengan penambahan mikroba perombak bahan organik serta pengkayaan dengan hara lain (Rusastra et al, 2005). Pupuk kandang mempunyai sifat yang lebih baik dibandingkan pupuk alam yang lain maupun pupuk buatan (Rochmah, 2009). Kekurangan bahan organik dan pemakaian pupuk anorganik yang intensif dalam periode waktu panjang membuat tanah-tanah pertanian kehilangan kemampuannya untuk menyerap dan menyimpan air. Sebagai konsekuensinya, setiap turun hujan aliran air permukaan tanah menjadi berlebihan yang mengakibatkan longsor dan banjir. Pemberian pupuk organik secara berkelanjutan akan memperbaiki daya serap dan daya simpan air oleh tanah sehingga akan mengurangi terjadinya banjir dan longsor. Hal ini akan berdampak pada peningkatan produktivitas tanaman serta peningkatan pendapatan petani (PSP3, 2010). Pupuk organik dalam Permentan RI nomor 42/Permentan/OT.140/09/2008 adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri dari bahan organik tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk granul atau cair yang digunakan untuk mensuplai bahan organik, memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Pupuk organik lebih ditujukan kepada kandungan C-organik atau bahan organik daripada kadar haranya; nilai C-organik menjadi pembeda dengan pupuk anorganik. Bila C-organik rendah dan tidak masuk dalam ketentuan pupuk organik maka diklasifikasikan sebagai pembenah tanah organik. Pengembangan pupuk organik merupakan langkah strategis untuk meningkatkan produksi pertanian yang berkelanjutan. Pemberian pupuk organik
23
bersubsidi
dinilai
sesuai
dengan
kondisi
sebagian
besar
petani
yang
meminimumkan biaya. Berdasarkan alokasi program BLP Organik yang ditetapkan Menteri Pertanian, Direktur Jendral Prasarana dan Sarana menugaskan kepada PT Pertani (Persero), PT Sang Hyang Seri (Persero) dan PT Berdikari (Persero) untuk menyalurkan BLP Organik kepada kelompok tani penerima di masing-masing wilayah tanggung jawabnya dengan memperhatikan penetapan calon petani dan calon lokasi penerima BLP Organik oleh Gubernur. Tabel 2.2 Alokasi Kebutuhan Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian Tahun 2011 Menurut Sub Sektor Jenis dan Jumlah Pupuk Bersubsidi (Ton) Sub Sektor Urea Tanaman Pangan Hortikultura Perkebunan Peternakan
SP-36
ZA
NPK
Organik
3.266.794 432.531 361.700 1.432.237 542.750 463.226
36.725 147.506
1.108.892 225.867 338.777
201.888
76.961
615.875 184.233
14.842
1.012
2.017
-
2.466
Perikanan Budidaya
172.083
53.865
-
-
28.590
Cadangan Nasional
74.163
-
-
100.000
-
Jumlah
5.100.000 750.000 850.000 2.350.000 835.000
Sumber : Kementrian Pertanian, 2011 BLP Organik difokuskan pada tanaman pangan. Pemberian pupuk organik bersubsidi lebih banyak di subsektor tanaman pangan karena sesuai dengan salah satu tujuan BLP Organik yaitu meningkatkan produksi tanaman pangan khususnya padi, jagung dan kedelai (PSP3, 2010). Pada tahun 2011 alokasi kebutuhan pupuk bersubsidi untuk subsektor tanaman pangan sebesar 542.750 ton
24
(Tabel 2.2) atau sebesar 65 persen dari jumlah alokasi pupuk bersubsidi untuk
Thousands
sektor pertanian. Triliun Rupiah 20 18
18.4
18.3
16 14
15.2
12
Pupuk Total
10
Pupuk Organik
8 6 4 2 0
0.82626 2008
0.96152 2009
1.6 2010
Sumber : Kementrian Pertanian, 2012 Gambar 2.1 Perkembangan Subsidi Pupuk Organik Tahun 2008-2010 Volume bantuan langsung yang diberikan pemerintah berupa pupuk organik tercatat mengalami peningkatan 146 persen dari tahun 2008-2011 (Tabel 2.1). Tahun 2008 merupakan tahun pertama diberikannya subsidi pupuk organik dengan volume hanya sebesar 68 ribu ton dan terus berkembang hingga tahun 2011 volume subsidi pupuk organik sebesar 704 ribu ton. (Kementrian Pertanian, 2012). Pada gambar 2.1 subsidi pupuk organik pun terus mengalami peningkatan. Peningkatan yang cukup tinggi terjadi di tahun 2010 sebesar 39,97 persen dari Rp 961 miliar di tahun 2009 menjadi Rp 1,6 triliun.
25
2.4
Penelitian-penelitian Terdahulu Penelitian yang berhubungan dengan subsidi pupuk telah banyak
dilakukan. Salah satunya adalah studi Osario et al (2008) menganalisis subsidi pupuk urea di Indonesia dengam metode 2SLS. Implikasi dari kebijakan subsidi pupuk adalah penggunaan pupuk Urea dan SP-36 diatas takaran yang disarankan dimana hal tersebut berdampak negatif bagi unsur hara dalam tanah. Tujuan dari pemberian subsidi tersebut adalah mengurangi harga pupuk di pasaran agar petani kecil dapat tetap menggunakan pupuk. Pemberian subsidi pupuk dikatakan tidak tepat sasaran karena sebagian besar yang menikmati subsidi tersebut adalah kalangan petani kaya bahkan sebesar 60 persen dari total alokasi subsidi pupuk dinikmati oleh 40 persen petani besar. Penelitian Marisa (2011) tentang Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk di Kabupaten Bogor. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah dengan adanya HET untuk pupuk bersubsidi dari pemerintah maka petani dapat menghemat pengeluaran pupuk sebesar 44,72 persen dari pengeluaran seharusnya. Namun, kebijakan subsidi pupuk belum dapat dikategorikan efektif dikarenakan hasil presentase ketepatan yang kurang dari 80 persen dimana subsidi pupuk dinilai tidak efektif pada prinsip tepat harga, tepat tempat dan tepat jumlah. Prinsip tepat waktu menjadi satu-satunya prinsip yang terpenuhi. Hasil regresi berganda menyatakan variabel luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk, dummy benih dan dummy efektivitas harga mempunyai nilai probabilitas lebih kecil dari taraf nyata (10 persen) berarti variabel independen tersebut berpengaruh nyata terhadap produksi padi.
26
Studi yang dilakukan oleh Kasiyati (2004) di Jawa Tengah menunjukkan hasil positif dari subsidi pupuk terhadap produksi output petani yang meningkat sebesar Rp. 3.455.333 juta. Selain itu, pengadaan pupuk bersubsidi mampu memberikan insentif bagi produsen pupuk untuk menambah produksi pupuk sebesar Rp. 2.122.497 juta. Adanya subsidi pupuk juga dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga petani sebesar Rp. 107.589,87 juta. Dampak penghapusan subsidi pupuk menjadi penelitian Andari (2001) yang menghubungkan permintaan pupuk dan produksi padi di Jawa Barat. Hasil pendugaan koefisien input dalam fungsi produksi Cobb-Douglas menunjukan penghapusan subsidi pupuk tidak akan menurunkan produksi padi karena petani lebih mementingkan usaha untuk memaksimalkan produksi dibanding keuntungan yang didapat. Hasil lainnya yang berkaitan dengan permintaan pupuk menunjukkan kenaikan harga pupuk tidak menurunkan permintaan pupuk sendiri. Studi Yuliarmi tahun 2006 tentang faktor-faktor penentu adopsi teknologi pemupukan berimbang, di Kecamatan Plered Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Hasil
yang didapat adalah rata-rata poduksi petani peserta
pemupukan berimbang lebih tinggi 976 kg dibandingkan produksi yang diperoleh petani
non
peserta
pemupukan
berimbang.
Hasil
dari
metode
logit
memperlihatkan bahwa variabel harga gabah, biaya pupuk dan luas lahan berpengaruh secara nyata pada taraf nyata 1 persen, 5 persen dan 10 persen. Variabel lainnya yaitu resiko produksi, keuntungan usahatani, pendidikan petani dan pengalaman usahatani bertanda negatif dan tidak berpengaruh nyata. Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Perdesaan pada tujuh Provinsi tahun 2010 menyatakan bahwa pemberian BLP
27
(Bantuan Langsung Pupuk) dan BLBU (Bantuan Langsung Benih Unggul) terhadap produktivitas usahatani padi meningkat 17,56 persen dari sebelumnya. Dampak terhadap kesempatan kerja pun meningkat 7,5 persen. Target penurunan penggunaan pupuk anorganik seperti Urea, TSP dan KCl tercapai karena terjadi peningkatan penggunaan pupuk organik sebesar 52,9 persen. Secara keseluruhan, pendapatan usahatani padi meningkat sebesar 34,56% antara sebelum dan sesudah menggunakan BLBU dan BLP, yakni dari Rp. 6.800.000/ha menjadi Rp. 9.100.000/ha. Keuntungan bukan hanya dirasakan petani, Perusahaan yang memproduksi
POG
mengalami
peningkatan
produksi
dan
pendapatan.
Perekonomian Nasional pun meningkat dengan adanya BLP dan BLBU tersebut.
2.5
Kerangka Pemikiran Penggunaan pupuk organik dinyatakan mampu meningkatkan produktivitas
sehingga pemberian subsidi pupuk organik diharapkan dapat memotivasi petani untuk mengadopsi pupuk organik dengan cara mengurangi biaya produksi. Perhitungan pendapatan petani pada penelitian ini menggunakan analisis usahatani atas dasar biaya tunai dan biaya total. Setelah mengetahui pendapatan petani maka dilakukan pendugaan model logit untuk mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi petani untuk mengadopsi pupuk organik. Setelah didapatkan faktor-faktor yang mempengaruhi diharapkan terjadi pengadopsian pupuk organik di level petani agar terciptanya pertanian yang berkelanjutan.
28
Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran
29
III. 3.1
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer yaitu survey rumah tangga petani yang mendapat BLP Organik dan BLBU (Bantuan Langsung Benih Unggul) didistribusikan oleh PT Pertani di Provinsi Lampung tahun anggaran 2010 oleh Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Institut Pertanian Bogor (PSP3 IPB). Data sekunder sebagai penunjang diperoleh dari dokumen tertulis atau laporan yang terdapat di berbagai instansi atau departemen yang terkait dengan masalah penelitian seperti Departemen Pertanian, Badan Pusat Statistik, Kementrian Keuangan serta instansi lainnya.
3.2
Lokasi dan Waktu Penelitian Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan Provinsi Lampung sebagai
penerima BLP Organik terbesar keenam dan sentra produksi padi tingkat Nasional. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Lampung Utara dan Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung. Pada Kabupaten Lampung Timur, Kecamatan yang dijadikan sampel adalah Kecamatan Raman Utara. Sedangkan pada Kabupaten Lampung Utara, Kecamatan yang dipilih untuk sampel adalah Abung Timur. Pengumpulan data dilaksanakan bulan Juli 2011 dengan melihat hasil produksi padi pada dua musim tanam yang berbeda yaitu sebelum menggunakan BLP Organik dan setelah menggunakan BLP Organik.
30
3.3
Metode Pemilihan Responden Responden penelitian adalah petani yang mempunyai pekerjaan tetap atau
sampingan sebagai petani padi (pemilik atau penyewa) dan menerima BLP Organik tahun anggaran 2010. Jumlah responden yang digunakan adalah 60 orang yang dipilih secara Stratified Sampling (penarikan contoh berlapis) dari daftar penerima bantuan yang dimiliki oleh petugas pertanian setempat. Dari 60 responden tersebut didapat dua informasi usahatani padi yaitu sebelum menggunakan BLP Organik dan setelah menggunakan BLP Organik sehingga jumlah usahatani padi yang dianalisis berjumlah 120 unit.
3.4
Metode Analisis Data
3.4.1 Metode Analisis Pendapatan Usahatani Analisis usahatani bertujuan untuk memberikan informasi mengenai rata-rata besarnya pendapatan petani yang mendapat subsidi pupuk organik di Provinsi Lampung. Secara umum pendapatan diperhitungkan sebagai penerimaan dikurangi dengan biaya yang telah dikeluarkan (Soekartawi, 1986). Tingkat pendapatan usahatani dapat dinyatakan dalam persamaan matematika sebagai berikut: Penerimaan
= Harga GKP x Produksi GKP
Keuntungan
= Penerimaan – Total Biaya
Keuntungan Tunai
= Penerimaan – Total Biaya Tunai
Keuntungan Total
= Penerimaan – Total Biaya Total
Keterangan : GKP = Gabah Kering Panen
31
Komponen biaya yang masuk dalam perhitungan total biaya yaitu biaya benih, tenaga kerja manusia (dari persiapan dan pengolahan lahan hingga pengangkutan panen), tenaga kerja hewan, tenaga kerja mesin, pupuk, pestisida dan obat-obatan dan biaya lain-lain (pembayaran PBB, sewa/bagi hasil dan biaya lainnya). Pembeda antara total biaya tunai dan total biaya total adalah pada perhitungan total biaya total tenaga kerja dalam keluarga turut diperhitungkan. Analisis pendapatan usahatani dirasa kurang cukup untuk menyatakan apakah usahatani tersebut memberikan keuntungan atau tidak. Sehingga, dilakukan perhitungan lebih lanjut yaitu perhitungan rasio R/C dan rasio B/C . Rasio pendapatan dan biaya (R/C) merupakan perbandingan pendapatan bersih yang diperoleh dari setiap biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi. Sedangkan, rasio manfaat dan biaya (B/C) merupakan perbandingan manfaat dari setiap biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi Kriteria yang dipakai adalah suatu usahatani dikatakan memberikan manfaat apabila nilai rasio R/C dan B/C > 1 (Soekartawi, 2006). Semakin besar nilai rasio B/C dan R/C maka usahatani tersebut dikatakan menguntungkan karena semakin besar pula penerimaan usahatani yang diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan. Jika nilai rasio R/C dan B/C lebih kecil dari satu maka usahatani tersebut mengalami kerugian karena untuk setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil daripada tambahan biaya yang dikeluarkan (Purba, 2005).
32
3.4.2 Uji Beda Nilai Tengah Uji beda nilai tengah menurut Walpole (1992) dihitung untuk melihat perbedaan dari variabel produksi, total biaya, pendapatan dan pendapatan bersih dari sebelum menggunakan pupuk organik dengan setelah menggunakan pupuk organik. Selang kepercayaan (1-α)100% bagi µD atau nilai dugaan dapat diperoleh dengan menyatakan Rumus T didapat dari
Dengan
⁄
(−
⁄
<
< =
⁄
)=1−
−μ
⁄√
adalah nilai sebaran t dengan n-1 derajat bebas. Selang kepercayaan
bagi μ = µ1 - µ2 untuk pengamatan berpasangan. Data berpasangan didapat dari
satu responden yang sama, namun diambil data sebelum dan sesudah
menggunakan pupuk organik. D dan Sd merupakan nilai tengah dan simpangan baku selisih n pengamatan berpasangan, maka selang kepercayaan (1-α)100% bagi μ = µ1 - µ2 adalah
D-
⁄
√
<μ
⁄
√
3.4.3 Metode Logit Faktor-faktor yang mempengaruhi pengadopsian pupuk organik nonsubsidi didapat dengan analisis model logit. Pengaruh relatif dari setiap variabel terhadap peluang petani memakai pupuk organik dihitung menggunakan Exp (β). Exp (β) disebut odds ratio yaitu rasio peluang terjadinya pilihan 1 (adopsi pupuk organik) terhadap peluang terjadi pilihan 0 (tidak mengadopsi pupuk organik). Nilai odds merupakan suatu indikator kecenderungan seeorang menentukan pilihan 1 (Juanda, 2009). Nilai Exp (β) lebih besar dari satu artinya peluang petani menggunakan pupuk organik akan meningkat jika terdapat peningkatan pada variabel bebas. Sebaliknya, bila
33
nilai Exp (β) lebih kecil atau sama dengan satu, maka peluang petani menggunakan pupuk organik menurun dengan terdapatnya peningkatan pada variabel bebas (Warlina, 2007). Wonnacott (1979) menyatakan rumusnya sebagai berikut :
Keterangan :
( )=
= 1+
1
(
)
P = Peluang petani mengadopsi pupuk organik non-subsidi α = Intersep βi = Parameter peubah Xi X1 = Luas lahan usahatani (ha) X2 = Lama usahatani (tahun) X3 = Umur petani responden (tahun) X4 = Jumlah persil lahan X5 = Total biaya produksi (Rp) X6 = Dummy akses terhadap penyuluhan Variabel total biaya produksi diharapkan dapat menggambarkan struktur pendapatan usahatani setelah mengadopsi pupuk organik. Variabel lama usahatani dan umur petani responden dipilih untuk mewakili gambaran sumberdaya petani responden. Variabel luas lahan, jumlah persil lahan, serta dummy akses terhadap penyuluhan dipilih untuk menggambarkan variabel lainnya yang mempengaruhi tingkat pengadopsian pupuk organik di level petani padi.
34
IV.
GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK
4.1
Gambaran Umum Provinsi Lampung
Lintang Selatan. Disebelah utara berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Sunda, Laut Jawa di sebelah Timur dan Samudera Indonesia di sebelah Barat.
-
C. Dengan rata-rata rata rata curah hujan di tahun 2011 sebesar 163,7mm. Total wilayah Provinsi Lampung sebesar 35.376 km2 dengan ngan Luas Panen sebesar 446.049 ha (BPS, 2008).
Sumber : Peta Rupa Bumi Indonesia Badan Informasi Geospasial, 2011 Gambar 4.1 Peta Provinsi Lampung
35
Sektor pertanian masih merupakan sektor penyumbang terbesar bagi perekonomian Provinsi Lampung. Dilihat dari Tabel 4.1 Pada tahun 2010 sumbangan sektor ini terhadap pembentukan PDRB Lampung sebesar 36,98 persen dan penduduk Provinsi Lampung sebagian besar bekerja di sektor pertanian yaitu 56,48 persen atau 2.110.571 jiwa (BPS, 2011). Tabel 4.1 Produk Domestik Regional Bruto atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut Lapangan Usaha di Provinsi Lampung Tahun 2008-2010 Tahun Lapangan Usaha 2008
2009
2010
1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan 14.317.532 14.693.881 14.759.602 Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian
812.854
737.977
712.841
4.608.469
4.879.401
5.177.596
125.819
129.396
144.237
5. Bangunan
1.685.423
1.767.563
1.833.091
6. Perdagangan, Restoran dan Hotel
5.422.902
5.799.952
6.075.664
7. Angkutan dan Komunikasi
2.178.898
2.428.791
2.803.218
2.691.785
3.039.338
3.900.645
2.599.470
2.744.839
2.898.383
3. Industri Pengolahan 4. Listrik dan Air Bersih
8.Keuangan,
Persewaan
dan
Jasa
Perusahaan 9. Jasa-jasa
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung Sub sektor tanaman bahan makanan merupakan sub sektor yang memiliki kontribusi terbesar yaitu 47,8 persen (Tabel 4.2) terhadap PDRB Sektor Pertanian. Subsektor tanaman perkebunan menempati urutan kedua, dan di urutan ketiga ditempati oleh subsektor perikanan. Kehutanan merupakan sub sektor yang
36
memiliki tingkat kontribusi terkecil bagi PDRB sektor pertanian di Provinsi Lampung. Sub sektor tanaman bahan makanan mengalami penurunan di tahun 2009. Penurunan tersebut tetap tidak menurunkan posisi sub sektor tanaman bahan makanan sebagai penyumbang utama bagi perekonomian Provinsi Lampung. Tabel 4.2 Kontribusi Sub Sektor Pertanian terhadap PDRB Sektor Pertanian Provinsi Lampung Tahun (Juta Rupiah) Lapangan Usaha 2007 Sektor Pertanian
2008
2009
13.912.097
14.327.563
14.679.914
1. Tanaman Bahan Makanan
6.693.476
6.914.138
6.902.965
2. Tanaman Perkebunan
3.233.852
3.496.031
3.701.759
3. Peternakan dan Hasil-hasilnya
1.458.291
1.483.778
1.621.667
160.961
153.263
152.680
2.365.517
2.280.353
2.300.842
4. Kehutanan 5. Perikanan
Sumber : BPS Provinsi Lampung, PDRB Provinsi Lampung 2009 Produksi komoditas tanaman bahan makanan tiap tahunnya mengalami peningkatan walau mengalami penurunan di tahun 2009. Hal tersebut didorong oleh meningkatnya produksi ketiga komoditas bahan makanan yaitu padi, jagung dan ubi kayu. Produksi Padi di Provinsi Lampung terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun walaupun kenaikan dari tiap tahunnya tidak cukup signifikan. Pada tahun 2010 produksi padi mencapai 2.807.676 ton (Tabel 4.3) yaitu naik sekitar 5 persen dibandingkan tahun 2009. Produksi padi yang terus meningkat tersebut membuat Provinsi Lampung merupakan sentra produksi padi nomor tujuh di tingkat Nasional setelah Sumatera Selatan.
37
Tabel 4.3 Produksi Tanaman Bahan Makanan Provinsi Lampung Tahun 2000-2010 Produksi (Ton) Tahun Padi
Jagung
Ubi Kayu
2000
1.946.406
1.122.954
2.924.418
2001
1.992.726
1.122.886
3.584.225
2002
1.951.109
989.169
3.471.136
2003
1.966.293
1.087.751
4.984.616
2004
2.091.996
1.216.974
4.673.091
2005
2.124.144
1.439.000
4.806.254
2006
2.129.914
1.183.982
5.499.403
2007
2.308.404
1.346.821
6.394.906
2008
2.341.075
1.809.886
7.721.882
2009
2.673.844
2.067.710
-
2010
2.807.676
2.126.571
8.637.594
Sumber : BPS Provinsi Lampung Produksi Padi yang berlimpah didukung dengan besarnya luas panen sehingga menunjang tingginya produksi di Provinsi Lampung. Luas panen terbesar di Provinsi Lampung sesuai dengan Tabel 4.4 berada di Kabupaten Lampung Tengah yaitu 126.465 Ha dengan produksi padi sebesar 608.294 Ton. Daerah produksi padi terbesar kedua di Provinsi Lampung terdapat di Kabupaten Lampung Timur dengan Luas panen sebesar 88.022 Hektar dan jumlah produksi 435 ribu ton Gabah Kering Giling atau sebesar 19,46 persen dari total produksi padi Provinsi Lampung. Kabupaten Lampung Utara menempati posisi kedelapan
38
dalam produksi padi di tingkat provinsi dengan luas panen sebesar 34.670 Hektar dan produksi sebanyak 139.377 Ton. Tabel 4.4 Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman Padi menurut Kabupaten/Kota Provinsi Lampung Tahun 2009 Luas Panen
Hasil/Ha
Produksi
(Ha)
(Kuintal)
(Ton)
Kabupaten/Kota Lampung Barat
36.637
43,53
159.483
Tanggamus
62.763
49,98
313.708
Lampung Selatan
74.717
48,86
365.050
Lampung Timur
88.022
49,48
435.541
Lampung Tengah
126.465
48,10
608.294
Lampung Utara
34.670
40,20
139.377
Way Kanan
39.337
40,65
159.897
Tulang Bawang
76.686
43,86
336.343
Pesawaran
24.876
49,77
123.801
Bandar Lampung
1.804
51,11
9.220
Metro
4.440
52,09
23.130
Sumber : BPS Provinsi Lampung, 2009 Daerah yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Lampung Utara dan Lampung Timur dengan luas panen Kabupaten Lampung Utara sebesar 6,07 persen dan Lampung Timur sebesar 15,43 persen dari total Luas panen Provinsi Lampung. Kedua Kabupaten tersebut merupakan Kabupaten yang menyumbang produksi padi cukup besar bagi total produksi padi Provinsi Lampung.
39
4.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Lampung Utara Secara geografis Kabupaten Lampung Utara terletak pada 10440 sampai 10508 Bujur Timur dan 434 sampai 506 Lintang Selatan dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: 1. Sebelah utara dengan Kabupaten Way Kanan 2. Sebelah selatan dengan Kabupaten Lampung Tengah 3. Sebelah timur dengan Kabupaten Tulang Bawang 4. Sebelah barat dengan Kabupaten Lampung Barat Luas wilayah Kabupaten Lampung Utara sebesar 272,563 Ha. Kecamatan Abung Timur memiliki luas wilayah 10,447 Ha yaitu sebesar 3,83 persen terhadap luas Kabupaten Lampung Utara. Sebagian besar lahan di Kabupaten Lampung Utara digunakan untuk pertanian dengan luas panen sebesar 34.748 Ha. Secara umum pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Lampung Utara
cenderung meningkat dari tahun 2006-2009 dengan pertumbuhan 17,45 persen. Perekonomian Kabupaten Lampung Utara mengalami peningkatan berdasarkan adanya kenaikan di hampir semua sektor. Sektor pertanian termasuk ke dalam empat sektor dengan pertumbuhan yang tinggi yaitu 5,97 persen. PDRB perkapita Lampung Utara pada tahun 2009 mencapai Rp. 11,99 juta diatas PDRB perkapita Provinsi Lampung yang hanya sebesar Rp. 11,79 juta. PDRB Kabupaten Lampung Utara berada pada urutan lima besar jika dibandingkan dengan PDRB Kabupaten lain se-Provinsi Lampung. (BPS Kabupaten Lampung Utara, 2010). Wilayah Kabupaten Lampung Utara merupakan daerah agraris dengan mata pencaharian pokok penduduknya di sektor pertanian. Sektor unggulan di Lampung utara adalah sektor pertanian dengan kontribusi sebesar 33,76 persen
40
terhadap total PDRB. Kabupaten Lampung Utara merupakan salah satu daerah produsen tanaman pangan. Selama periode tahun 2008-2009, produksi padi meningkat dari 121.353 ton menjadi 139.377 ton dengan persentase perubahan 12,93 persen. Tabel 4.5 Statistik Tanaman Pangan Lampung Utara Luas Panen (Ha)
Produksi (Ton)
Komoditi 2008
2009
2008
2009
Padi
30.707
34.670
121.353
139.377
Jagung
32.130
34.944
127.944
140.744
Kedelai
121
1.753
134
2.124
1.969
1.131
2.494
1.452
Ubi Kayu
49.454
49.938
1.209.858
10231.960
Ubi Jalar
667
747
6.383
7.167
Kacang Tanah
Sumber : Statistik Daerah Kabupaten Lampung Utara, 2010 4.1.2 Gambaran Umum Kabupaten Lampung Timur Kabupaten Lampung Timur membentang pada posisi : 10515 sampai 10620 Bujur Timur dan 437 sampai 537 Lintang Selatan. Memiliki luas wilayah kurang lebih 5.325,03 km2 atau sekitar 15 persen dari total wilayah Provinsi Lampung. Secara administratif kabupaten Lampung Timur berbatasan : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Rumbia, Kecamatan Seputih Surabaya dan Kecamatan Seputih Banyak Kabupaten Lampung Tengah serta Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang. 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Jawa dan Provinsi Banten
41
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Bintang, Kecamatan Ketibung, Kecamatan Palas dan Kecamatan Sidomulyo Kabupaten Lampung Selatan. 4. Sebelah Barat berbatasan deng dengan an Kecamatan Bantul dan Kecamatan Metro Raya, Kota Metro dan Kecamatan Punggur serta Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah. Iklim Kabupaten Lampung Timur berdasarkan Smith dan Ferguson termasuk dalam kategori iklim B, yang dicirikan oleh bulan b -
-
-
C. Curah
hujan merata tahunan sebesar 2000-2500 2000 2500 mm. Jenis tanah di Kabupaten Lampung Timur umumnya didominasi oleh tanah jenis latosol berwarna merah hingga kuning cocok untuk ntuk ditanam tanaman padi (BPS, 2010). 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 -0.5 -1 -1.5
3.16
0.3
0.01
0.19
1.24
0.23
0.15
0.23
-1.14
Sumber : PDRB Kabupaten Lampung Timur Tahun 2009 Gambar 4.1 Peranan Pertumbuhan Masing-masing Masing masing Sektor Terhadap Pertumbuhan PDRB Kabupaten Lampung Timur Tahun 2009 Perekonomian Kabupaten Lampung Timur mengalami pertumbuhan yang lebih baik dibanding tahun sebelumnya. Semua sektor mengalami pertumbuhan, empat sektor tumbuh diatas 5 persen sedangkan sektor lainnya tumbuh dibawah 5 persen. Sektor-sektor sektor yang pertumbuhannya pertumbuhannya cukup tingi selama tahun 2009 adalah
42
sektor pengangkutan dan komunikasi mencapai 8,46 persen diikuti sektor perdagangan, hotel dan restoran 7,18 persen, sektor pertanian 6,56 persen dan sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 5,08 persen (BPS, 2009). Pertumbuhan yang tinggi belum tentu berdampak pada pertumbuhan PDRB, tetapi yang berpengaruh terhadap pertumbuhan total adalah besarnya kontribusi pertumbuhan tiap sektor terhadap PDRB. Pertumbuhan sektor pertanian mempunyai peranan yang besar meskipun pertumbuhan sektor tersebut hanya 6,56 persen pada tahun 2009 (Tabel 4.6). Tabel 4.6 Statistik Tanaman Pangan Kabupaten Lampung Timur Tahun 2008 Jenis Tanaman
Luas Lahan (Ha)
Padi
Produksi (Ton)
77.470
382.387
Jagung
119.557
568.846
Kedelai
693
809
Kacang Tanah
971
1.203
39.188
932.307
Ketela Rambat
527
5.236
Kacang Hijau
457
408
Ubi Kayu
Sumber : Badan Pusat Statistik (Atap 2008) Kenaikan pertumbuhan sektor pertanian diakibatkan oleh peningkatan yang cukup besar pada sub sektor tanaman bahan makanan dan sub sektor kehutanan.
Kontribusi
subsektor
tanaman
bahan
makanan
merupakan
penyumbang terbesar nilai tambah sektor pertanian pada tahun 2009 sebesar 51,65 persen. Sub sektor tanaman bahan makanan pada tahun 2006 pertumbuhannya sebesar 0,31 persen kemudian pada tahun 2009 menjadi 8,60 persen (BPS, 2009).
43
Produksi Padi dan Palawija di Kabupaten Lampung Timur terus mengalami peningkatan dimana Padi di tahun 2005 memproduksi 308.577 Ton dan di tahun 2008 memproduksi sebanyak 382.387 Ton GKG yaitu 16,33 persen dari total produksi padi Provinsi Lampung (BPS, 2008).
4.2
Gambaran Umum Subsidi Pupuk Organik Provinsi Lampung Secara ilmiah, pemakaian pupuk organik pada petani memberikan banyak
manfaat bukan hanya berdampak pada peningkatan produksi pangan, pendapatan petani dan swasembada pangan tetapi juga secara bertahap akan memperbaiki kualitas lingkungan dan mengurangi frekuensi terjadinya banjir dan longsor di kawasan produksi pangan nasional. Subsidi pupuk organik merupakan salah satu cara pemerintah untuk mengatasi masalah akibat tidak adanya pihak (produsen maupun masyarakat) yang mampu membayar eksternalitas positif dari pengadopsian pupuk organik (PSP3, 2011). Kebijakan pemerintah dalam pengadaan dan penyaluran pupuk sejak awal didasari oleh keinginan untuk memenuhi prinsip enam tepat dalam penyalurannya, yaitu tepat jenis, jumlah, harga, tempat, waktu dan mutu (Rusastra et al, 2005). Pada prakteknya seringkali keenam prinsip tersebut tidak dipenuhi. Kurang cepatnya pelaksanaan subsidi pupuk organik hanya dirasakan oleh 11,67 persen responden petani sehingga dapat dikatakan BLPO Provinsi Lampung tepat waktu. Jumlah pupuk organik bersubsidi yang diberikan pada tanaman padi sawah antara 100-300 kg/ha untuk pupuk organik granul (POG) dan 1-2 liter/ha untuk pupuk organik cair (POC) dirasa kurang oleh 31,67 persen responden karena petani membutuhkan POG sebanyak 500 kg/ha. Ketepatan dalam hal kualitas hampir
44
100 persen hanya 1 orang saja yang menyatakan pupuk organik bersubsidi tidak sesuai kualitasnya. Tepat jenis dirasakan oleh 99,95 persen responden dimana pupuk organik bantuan sesuai dengan lahan yang dimilikinya. Petani sangat senang mendapatkan bantuan benih dan pupuk dan mengharapkan program tersebut tetap berjalan pada tahun berikutnya. Program tersebut sangat membantu petani karena meringankan biaya produksi, meningkatkan hasil pertanian, dan menambah pendapatan mereka. Petani responden merasa kekurangan dari adanya BLP Organik di Provinsi Lampung adalah kurangnya penyuluhan tentang penanggulangan penyakit, benih dan pupuk kadangkala datang tidak bersamaan, harga pemerintah dan petani tidak sesuai dan menemukan kesulitan dalam hal distribusi.
45
V.
5.1
DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG Karakteristik Petani Responden Penelitian dilakukan di Kabupaten Lampung Utara dan Kabupaten
Lampung Timur dengan responden sebanyak 60 responden. Berikut ini akan disajikan karakteristik petani responden. Pemaparan karakteristik ini diharapkan dapat menggambarkan kondisi sosial ekonomi petani dan keragaan usahatani padi di Kabupaten Lampung Utara dan Kabupaten Lampung Timur. Karakteristik responden petani padi di Provinsi Lampung dijelaskan dalam Tabel 5.1 dengan usia termuda 26 tahun dan tertua 68 tahun dengan rata-rata 44 tahun. Sebanyak 28,33 persen atau 17 orang petani yang berusia 25–39 tahun. Mayoritas petani responden berusia antara 40–54 tahun atau sebanyak 51,67 persen sehingga karakteristik petani responden petani padi di Provinsi Lampung tergolong usia produktif. Ditinjau dari segi umur, petani dengan umur lebih tua memiliki pengalaman usahatani yang lebih banyak sehingga semakin baik dalam mengelola usahataninya. Disisi lain semakin tua semakin menurun kemampuan fisiknya sehingga semakin memerlukan bantuan tenaga kerja baik dalam keluarga maupun dari luar keluarga (Suratiyah, 2009). Faktor usia juga mampu mengukur kepekaan petani untuk mengadopsi teknologi baru, dimana petani muda lebih cepat menerima inovasi baru dan lebih berani menanggung resiko daripada petani tua (Yuliarmi, 2006).
46
Tabel 5.1 Karakteristik Responden Petani Padi di Provinsi Lampung Karakteristik
Jumlah (orang)
Presentase
Umur 25 – 39 tahun
17
28,33
40 – 54 tahun
31
51,67
55 – 68 tahun
12
20,00
Rata-rata Umur (Tahun)
44
Lama Pendidikan Tidak Tamat SD
2
3,33
Tamat SD
22
36,67
Tamat SLTP
14
23,33
Tamat SLTA
19
31,67
Perguruan Tinggi
3
5,00
Rata-rata Lama Pendidikan (Tahun)
9
Lama Usahatani 1 – 15 Tahun
20
33,33
16 – 30 Tahun
30
50,00
31 – 45 Tahun
8
13,34
Lainnya
2
3,33
Rata-rata Lama Pengalaman Usahatani (Tahun)
21
Sumber : Data (diolah) Tingkat pendidikan turut berkontribusi dalam pengadopsian teknologi baru, menurut Yuliarmi (2006) semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka semakin respon dalam menggunakan input-input baru seperti pupuk organik. Tingkat pendidikan mayoritas responden adalah tamat SD dengan jumlah responden sebanyak 22 responden. Hanya 3 orang responden memiliki jenjang
47
pendidikan tertinggi yaitu Diploma dan S1. Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik petani responden tidak berpendidikan tinggi sehingga pengetahuan mereka terbatas. Pendidikan non-formal akan membuka cakrawala petani, menambah keterampilan dan pengalaman petani dalam mengelola usahataninya (Suratiyah, 2009). Penyuluhan dari berbagai instansi khususnya dinas pertanian dianggap sebagai cara terbaik dalam sosialisasi penggunaan pupuk organik dengan pemupukan berimbang sehingga dapat menunjang keberhasilan usahatani padi yang dilaksanakan. Pada umumnya responden melakukan usahatani cukup lama yaitu 16-30 tahun dengan presentase sebesar 50 persen. Petani responden yang baru melakukan ushatani 1-15 tahun sebanyak 20 petani responden. Selain itu, responden yang melakukan usahatani lebih dari 30 tahun sebanyak 8 orang yaitu 13,34 persen. Artinya sebagian besar responden petani padi provinsi Lampung memiliki pengalaman usahatani yang cukup lama. Tabel 5.2 Karakteristik Lahan Responden Petani Padi Provinsi Lampung Milik
Sewa
Sakap
Total
Luas Lahan Rata-rata
(%)
Rata-Rata
(%)
Rata-rata
(%)
(%)
< 0,5 ha
0.3
6.67
-
-
0.125
1.7
8.30
0,5 - 1 ha
0.6
41.67
-
-
-
-
41.70
> 1 ha
1.1
48.33
1.5
1.7
-
-
50.00
1.7
100.0
Total (%)
96.67
Rata-rata jumlah persil (unit)
1.7
1.2
Sumber : Data (diolah) Status lahan responden (Tabel 5.2) umumnya memiliki lahannya sendiri, yaitu sebesar 96,67 persen atau sebanyak 58 orang. Rata-rata kepemilikan lahan
48
responden yaitu 1,1 ha. Responden yang menyewa lahan untuk bertani hanya 1 orang dengan luas lahan sebesar 1,5 ha. Petani responden yang melakukan usahatani bersakap hanya 1 orang dengan luas lahan 0,125 ha. Semakin luas lahan milik petani akan mempengaruhi tingkat pengadopsian pupuk organik.
5.2
Dampak Subsidi Pupuk Organik terhadap Produksi dan Pendapatan Padi Perhitungan usahatani padi bertujuan untuk mengetahui rata-rata produksi
serta pendapatan petani padi responden di Provinsi Lampung. Perhitungan usahatani dilakukan atas dasar biaya tunai dan atas dasar biaya total. Perhitungan atas dasar biaya tunai sesuai dengan biaya yang dikeluarkan petani, karena program BLP Organik memberikan secara cuma-cuma benih, pupuk NPK, pupuk organik granul (POG) dan pupuk organik cair (POC) sehingga harga pada 4 komponen tersebut bernilai 0. Berbeda dengan perhitungan atas dasar biaya total yang memasukkan harga untuk ke-4 komponen didapat dari harga yang berlaku dipasaran pada saat Program BLP Organik di Provinsi Lampung dilaksanakan. Penambahan jumlah tenaga kerja dalam keluarga dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besarkah biaya yang seharusnya petani keluarkan dalam 1 masa tanam. Jumlah tenaga kerja dalam keluarga dimasukkan pada perhitungan atas dasar biaya total. Pada umumnya petani tidak pernah membayar jasa anggota keluarganya, sehingga harga yang ditetapkan untuk komponen ini berasal dari harga rata-rata tenaga kerja manusia di Provinsi Lampung. Produksi dan pendapatan petani meningkat cukup tinggi dari rata-rata 4,8 ton per ha menjadi 5,9 ton per ha. Ditambah dengan peningkatan harga gabah dari Rp 2.390,17 menjadi Rp 2.620,1 maka nilai produksi juga meningkat dari Rp 11,5
49
juta per ha menjadi Rp 15,4 juta per ha. Hal tersebut berarti dengan mengadopsi pupuk organik dapat meningkatkan pendapatan petani sekitar 25,38 persen. Struktur biaya produksi padi di Provinsi Lampung memiliki perbedaan dari sebelum dan sesudah adanya Program BLP Organik. Berdasarkan perhitungan atas dasar biaya tunai (Lampiran 3), terdapat peningkatan rata-rata total biaya yaitu tenaga kerja manusia, tenaga kerja mesin, pestisida dan obatobatan serta biaya lain-lain. Rata-rata total biaya tenaga kerja manusia yang membantu proses produksi setelah adanya BLP Organik yaitu Rp 2.113.050,20 meningkat 28,27 persen dibanding sebelum menerima BLP Organik. Rata-rata total biaya untuk tenaga kerja mesin sebelum program BLP Organik sebesar Rp 471.277,78 sedangkan setelah program BLP Organik meningkat hingga 33,75 persen menjadi Rp 711.385,25. Rata-rata total biaya untuk komponen pestisida dan obat-obatan merupakan biaya yang termurah baik sebelum maupun sesudah menggunakan BLP Organik walaupun terjadi peningkatan. Peningkatan biaya pada tiap-tiap komponen tersebut dikarenakan adanya peningkatan dari harga masing-masing komponen. Penurunan rata-rata biaya atas dasar biaya tunai terjadi di beberapa komponen usahatani yaitu komponen benih, pupuk dan tenaga kerja hewan. Penurunan rata-rata biaya benih dan pupuk karena adanya program BLBU dan BLP yang memberikan secara gratis benih unggul, pupuk NPK dan pupuk organik. Penurunan rata-rata biaya pupuk sebesar 63,77 persen. Rata-rata total biaya tenaga kerja hewan mengalami penurunan sebesar Rp 83.068,78 atau 19,14 persen.
50
Perhitungan usahatani padi atas dasar biaya total (Lampiran 4) hanya memiliki sedikit perbedaan dengan perhitungan atas dasar biaya tunai. Pada dasarnya perhitungan tenaga kerja dalam keluarga yang dihitung dalam biaya total dimaksudkan untuk mengetahui secara keseluruhan pengeluaran atau biaya yang dikeluarkan petani. Harga pada tenaga kerja dalam keluarga bukan merupakan harga sebenarnya, karena petani tidak pernah memberi gaji kepada keluarga yang turut membantu proses produksi. Harga tenaga kerja dalam keluarga didapat dari asumsi bahwa rata-rata harga tenaga kerja manusia sama dengan harga untuk tenaga kerja dalam keluarga. Sehingga dilakukan rata-rata dari seluruh harga tenaga kerja manusia. Maka harga tersebutlah yang diambil untuk menjadi harga tenaga kerja dalam keluarga. Penurunan rata-rata total biaya hanya dialami oleh biaya benih sebesar 34 persen dan tenaga kerja hewan sebesar 19,31 persen. Penurunan rata-rata total biaya tersebut karena pada dasarnya terjadi penurunan harga benih dan tenaga kerja hewan di Provinsi Lampung. Sebaliknya, peningkatan rata-rata total biaya terjadi di sebagian besar rata-rata total biaya yaitu biaya tenaga kerja manusia (28,26 persen), tenaga kerja dalam keluarga (8,03 persen), tenaga kerja mesin (33,75), pupuk dan obat-obatan (3,25 persen) serta biaya lain-lain (16,36 persen). Peningkatan rata-rata total biaya yang terjadi ternyata tidak mempengaruhi rata-rata total pendapatan yang diterima oleh petani karena pendapatan petani tetap mengalami peningkatan. Seperti hasil dari perhitungan atas dasar biaya total keuntungan petani padi sebelum dan sesudah meningkat 29,16 persen dari Rp. 6.489.336,79 menjadi Rp. 9.160.233,70. Atas dasar biaya tunai keuntungan yang
51
didapat lebih tinggi yaitu 35,62 persen dari Rp 6.567.359,92 menjadi Rp 10.200.269,60. Perhitungan untuk menganalisis efisiensi usahatani yaitu rasio R/C dan rasio B/C. Hasil perhitungan rasio R/C atas dasar biaya tunai mengalami peningkatan dari 2,34 sebelum menggunakan pupuk organik menjadi 2,98 setelah petani mengadopsi pupuk organik. Nilai rasio B/C pun mengalami peningkatan dari 1,34 menjadi 1,98. Perhitungan atas dasar biaya total menunjukkan peningkatan rasio R/C dari 2,31 menjadi 2,48 dan peningkatan rasio B/C dari 1,31 menjadi 1,48. Tabel 5.3 Hasil Uji Beda Produksi, Total Biaya, Pendapatan dan Pendapatan Bersih Setelah dan Sesudah Penggunaan Pupuk Organik Variabel
Mean
t-statistik
Probability
Q0 = 4794,06 Produksi
-6,018
0,000
-3,364
0,001
-8,520
0,000
-6,648
0,000
Q1 = 5861,17 Q0 = 4342551,45 Total Biaya Q1 = 4786153,92 Q0 = 11458594,44 Pendapatan Q1 = 15356961,11 Q0 = 7016021,32 Pendapatan Bersih Q1 = 10570858,38 Sumber : Data (diolah) Perhitungan lanjut untuk menunjukkan perbedaan dari sebelum program BLP Organik dengan sesudah program BLP Organik dilakukan uji beda mean. Pada Tabel 5.3 terlihat bahwa variabel produksi, total biaya, pendapatan serta pendapatan bersih memiliki nilai mean yang berbeda dan nilai probability lebih
52
kecil dari taraf nyata 1 persen. Secara statistik terdapat perbedaan produksi, total biaya, pendapatan dan pendapatan bersih dari sebelum adanya program BLP Organik dengan sesudah program BLP Organik. Pengaplikasian pupuk organik pada lahan petani responden di Provinsi Lampung mampu meningkatkan produksi serta pendapatan petani padi.
5.3
Faktor-Faktor Organik
yang
Mempengaruhi
Adopsi
Teknologi
Pupuk
Pupuk organik merupakan pupuk yang memiliki kelebihan, selain dapat meningkatkan pendapatan petani melalui peningkatan produktivitas juga dapat mengembalikan unsur hara tanah yang hilang akibat penggunaan pupuk anorganik secara berlebih. Petani responden yang pernah menggunakan pupuk organik sebelum adanya program BLP Organik sebanyak 33. Petani yang belum pernah mengadopsi pupuk organik beralasan bahwa harga pupuk organik lebih mahal dan masih belum merasa perlu menggunakan pupuk organik. Bantuan langsung pupuk organik bertujuan untuk tiga tujuan utama yaitu meningkatkan kesadaran petani tentang penggunaan dan manfaat pupuk organik, meringankan beban petani dalam pengadaan pupuk organik serta meningkatkan produktivitas tanaman bahan makanan utama seperti padi. Ketiga tujuan tersebut bermuara pada kemandirian petani dalam membangun ketahanan pangan nasional jangka panjang dan peningkatan pendapatan petani (PSP3, 2010). Pada prakteknya program BLP Organik memiliki hambatan yg dirasakan langsung oleh sebagian besar petani responden yaitu volume paket yang tidak memadai dan lambannya proses pendistribusian BLP Organik dari distributor hingga ke tangan petani.
53
Manfaat yang dihasilkan akibat pengadopsian pupuk organik bukan hanya membuat tanaman lebih subur ternyata responden menyatakan manfaat lainnya seperti tanaman lebih tahan hama, tanah lebih gembur dan banyak berkembang cacing tanah. Hanya sebagian kecil dari petani yang tidak merasakan manfaat dari pengadopsian pupuk organik, hal tersebut karena petani responden kurang puas dengan produksi yang didapat setelah pengadopsian pupuk organik. Analisis mengenai faktor-faktor penentu adopsi teknologi pupuk organik menggunakan model logit. Model logit menggunakan panel dari 60 responden sehingga didapat n tiap variabelnya sebanyak 120 unit. Hasil model logit disusun dan diuji menggunakan bantuan aplikasi SPSS 18. Tabel 5.4 Hasil Pendugaan Parameter Model Logit Observasi
Prediksi
Percentage Correct
Tidak adopsi pupuk organik
36
61,1
Adopsi pupuk organik
84
92,9
Overall Percentage Sumber : Data (diolah)
83,3
Hasil pendugaan parameter (Tabel 5.3) menyatakan model dapat mengklasifikasikan responden yang tidak mengadopsi pupuk organik dengan benar sebesar 61,1 persen. Sebesar 92,9 persen responden yang mengadopsi pupuk organik mampu diklasifikasikan oleh model. Secara keseluruhan, model mampu mengklasifikasikan responden baik yang adopsi maupun tidak adopsi pupuk organik dengan benar sebesar 83,3 persen. Nilai Chi-Square yang didapat dari Hosmer and Lemeshow Test sebesar 12,410 dengan P-Value 0,134 > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa model logit secara keseluruhan dapat
54
menjelaskan atau memprediksi keputusan petani dalam mengadopsi pupuk organik. Tabel 5.5 Hasil Pendugaan Model Logit untuk Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adopsi Teknologi Pupuk Organik No
Variabel
1
Konstanta
2
Luas Lahan
3
Lama Usahatani
4
Umur Petani Responden
5
Jumlah Persil Lahan
6
Total Biaya
7
Dummy historis
Parameter dugaan
P-value
Odds Ratio
-1,457
0,276
0,233
1,950
0,078*
7,027
-0,039
0,168
0,962
0,026
0,391
1,026
-1,307
0,042*
0,271
0,001
0,013*
1,001
0,999
0,000
-22,450
Sumber : Data (diolah) Keterangan : Taraf nyata α 5% (*) Hasil pendugaan model logit untuk faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi pupuk organik memperlihatkan tiga variabel yang signifikan pada taraf nyata 5% yaitu variabel luas lahan, jumlah persil lahan dan total biaya. Pemilihan taraf nyata 5% karena pada taraf tersebut ketiga variabel memiliki nilai berbeda dengan nol. Variabel luas lahan memiliki nilai odds ratio sebesar 7,027 artinya petani yang memiliki luas lahan lebih luas memiliki peluang untuk mengadopsi pupuk organik 7,027 kali lebih besar daripada petani dengan luas lahan yang lebih sempit. Koefisien variabel luas lahan bertanda positif sehingga semakin luas lahan responden maka peluang responden mengadopsi pupuk organik semakin besar. Hal tersebut sejalan dengan interpretasi dari odds ratio yang dihasilkan model logit. Semakin luas lahan juga menunjukkan petani memiliki kapital untuk
55
pengadopsian pupuk organik. Selain itu luas lahan milik petani mampu menunjukkan perilaku petani dalam hal pengambilan resiko untuk tingkat pengadopsian pupuk organik. Semakin luasnya lahan maka petani akan membagi resiko sehingga petani tidak ragu untuk mencoba hal baru seperti pengadopsian pupuk organik. Data pada penelitian ini menunjukkan rata-rata luas lahan responden yang mengadopsi pupuk organik (0,93 ha) lebih besar dibandingkan rata-rata luas lahan responden yang tidak mengadopsi pupuk organik (0,59 ha). Hasil tersebut sejalan dengan hasil yang didapat dari penelitian Yuliarmi (2009) untuk pengadopsian teknologi pupuk berimbang dimana petani yang mengadopsi pemupukan berimbang memiliki rata-rata luas lahan lebih luas dibanding petani yang tidak mengadopsi pemupukan berimbang. Variabel jumlah persil lahan memiliki nilai odds ratio 0,271 berarti semakin banyak jumlah persil lahan yang dimiliki petani maka peluang untuk mengadopsi pupuk organik sebesar 0,271 kali lebih kecil dibanding petani dengan jumlah persil lahan yang sedikit. Koefisien variabel jumlah persil lahan bertanda negatif yang memilki arti bahwa semakin banyak jumlah persil lahan yang dimiliki petani responden maka akan semakin kecil peluang pengadopsian pupuk organik. Pernyataan tersebut didorong dengan pemikiran semakin banyak jumlah persil lahan maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk pendistribusian serta pengaplikasian pupuk organik. Sesuai dengan data yang didapat dari petani responden Provinsi Lampung bahwa rata-rata jumlah persil lahan responden yang mengadopsi pupuk organik hanya 1 sehingga besar kemungkinan petani responden untuk mengadopsi pupuk organik.
56
Variabel terakhir adalah total biaya dengan nilai odds ratio 1,001. Dari hasil odds ratio yang didapat memiliki arti bahwa total biaya tidak terlalu berpengaruh terhadap peluang penggunaan pupuk organik. Berarti petani dengan total biaya tinggi tidak berbeda dengan petani bertotal biaya rendah dalam hal peluang pengadopsian pupuk organik. Hal tersebut sejalan dengan hasil analisis usahatani yang diperhitungkan walaupun total biaya meningkat sebesar 19,81 persen (atas dasar biaya total) namun penggunaan pupuk organik juga meningkat dari 400 kg/ha menjadi 533 kg/ha. Kendala tingginya biaya bukanlah menjadi faktor yang mempengaruhi tingkat pengadopsian pupuk organik karena petani yang menyatakan peningkatan produksi dirasakan oleh 16,67 persen dan 21,67 persen petani merasakan terjadi peningkatan kesuburan tanah dan tanaman padi.
57
VI. 6.1
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 1. Pemberian subsidi pupuk organik berbentuk POG dan POC mampu memberikan dampak positif meningkatkan produktivitas usahatani padi di Provinsi Lampung hingga 25,38 persen dan keuntungan petani sebesar 45 persen (atas dasar biaya total). Peningkatan biaya atas dasar biaya total cukup tinggi dari 6.489.336,79 menjadi Rp. 9.160.233,70 atau 29,16 persen. Perhitungan atas dasar biaya tunai yang mengalami peningkatan 35,62 persen dari Rp 6.567.359,92 menjadi Rp 10.200.269,60. Hasil uji beda menunjukkan dari ke-4 variabel yaitu produksi, total biaya, pendapatan dan pendapatan bersih terbukti secara statistik mengalami perbedaaan baik sebelum maupun sesudah menggunakan pupuk organik. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengadopsian pupuk organik di Provinsi Lampung adalah variabel luas lahan, variabel jumlah persil lahan dan variabel total biaya, dengan odds ratio masing-masing variabel 7,027, 0,271 dan 1,001. Variabel luas lahan dan jumlah persil lahan mampu menerangkan semakin luas lahan serta jumlah persil lahan petani memiliki kapital dan mampu membagi resiko sehingga memiliki peluang pengadopsian pupuk organik. Variabel total biaya tidak begitu mempengaruhi pengadopsian pupuk organik karena petani lebih merasakan manfaat yang diberikan dari pupuk organik dibanding biaya yang harus dikeluarkan.
58
6.2
Saran
1.
Produktivitas dan pendapatan petani yang meningkat menjadi bukti bahwa program subsidi pupuk organik memberikan dampak positif. Sebaiknya subsidi pupuk organik seharusnya tetap diberikan mengingat perbaikan kondisi tanah membutuhkan waktu yang panjang.
2.
Perlu adanya peninjauan lebih lanjut dan pembinaan kepada petani agar dapat memproduksi pupuk organik secara swadaya dengan pendekatan penguatan kelompok tani. Petani dalam jangka panjang dapat terus mengadopsi pupuk organik walaupun tanpa subsidi.
59
DAFTAR PUSTAKA
Andari, TT. 2001. Dampak Penghapusan Subsidi Pupuk Terhadap Permintaan Pupuk dan Produksi Padi di Jawa Barat. Ilmu Ekonomi Pertanian, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian. 2011. Memahami Sistem Ketahanan Pangan. Jakarta Badan Pusat Statistik. 2011. Data Strategis BPS . 2009. Indikator Ekonomi Provinsi Lampung. Lampung. . 2008. Lampung Dalam Angka. . 2011. Lampung Dalam Angka. . 2011. Produksi Padi di Indonesia Menurut Provinsi Tahun 1992-2011. . 2008. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia . 2010. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia . 2012. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia Badan Pusat Statistik Lampung. 2009. PDRB Provinsi Lampung . 2010. Statistik Daerah Provinsi Lampung Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Utara. 2010. Statistik Daerah Kabupaten Lampung Utara. Bahmanziari. 2003. Is Trust Important In Technology Adoption? A Policy Capturing Approach. The journal of Computer Information Systems. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Bogor. Dasanto, DB. 1992. Proyeksi Perubahan Penggunaan Lahan Menggunakan Metode Regresi Logistik (Studi kasus:Kabupaten Batanghari, Jambi). Staf Pengajar Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Departemen Pertanian. 2008. Rancangan Model Subsidi Terpadu Sektor Pertanian. Firdaus M, Osario GC, Abriningrum ED dan Armas BE. Who is Benefiting from Fertilizer Subsidies in Indonesia?.
60
http://elibrary.worldbank.org/docserver/download/5758.pdf?expires=1338526598 &id=id&accname=guest&checksum=828241CA621D5E669233673321DEB96F [1 juni 2012] Gujarati, ND dan Porter, CD. 2010. Essentials of Econometrics Fourth Edition. The McGraw-Hill Companies, New York. Handoko, R dan Patriadi. P. 2005. Evaluasi Kebijakan Subsidi NonBBM. Kajian Ekonomi dan Keuangan Volume 9 Nomor 4. http://www. litbang.deptan.go.id/studi-komprehensif-kebijakan-subsidi-pupuk-diindonesia.pdf [27 april 2012] Ilham, N. 2001. Dampak Kebijakan Tataniaga pupuk Terhadap Peran Koperasi Unit Desa sebagai Distributor Pupuk, Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Juanda, B. 2009. Ekonometrika: Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press, Bogor. Juanda, B. 2009. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis Edisi Kedua. IPB Press, Bogor. Kapindo, RK. 2011. Analisis Pengaruh Subsidi Pupuk, Kredit Pangan, dan Pengeluaran Pemerintah Atas Infrastruktur terhadap Ketahanan Pangan Jawa Tengah. Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro Semarang. Kementrian Keuangan. 2012. Nota Keuangan dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012. Kementerian Pertanian. 2011. Pedoman Pelaksanaan Penyediaan Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian Tahun 2011. Koestiono, D. Syafrial dan Raharto, S. 2010. Strategi Peningkatan Ketahanan Pangan Tingkat Desa di Jawa Timur. Soca vol. 10 No. 1. Halaman : 1-7. Manaf, SRD. 2000. Pengaruh Subsidi Harga Pupuk Terhadap Pendapatan Petani: Analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi. Ilmu Ekonomi Pertanian, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Marisa, S. 2011. Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Pengaruhnya terhadap Produksi Padi (Studi Kasus : Kabupaten Bogor). Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Martiningtyas, NA. 2002. Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Padi Sawah Pada Dua Ordo Kesesuaian Lahan di Kabupaten Donggala. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pattanayak EM. 1983. Taking Stuck of Agroforestry Adoption Studies. Journal Agriforestry Systems.
61
Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 37/ Permentan/SR 130/5/2010. Pedoman Umum Bantuan Langsung Pupuk Tahun Anggaran 2010. http://www.deptan.go.id/pengumuman/permentan_blp2011/Permentan22_tahu n2011_12_April2011.pdf [12 april 2012] Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia nomor 42/Permentan/OT.140/09/2008.http://www.deptan.go.id/pengumuman/perment an42/permentan-no42-2008.pdf [Januari 2012] Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011. http:// 2Fews.kemendag.go.id%2Fdownload.aspx/ [Januari 2012] Peraturan Menteri Pertanian nomor : 16/Permentan/SR.130/3/2011. http://www.deptan.go.id/pengumuman/permentan_blp2011/Permentan16_Pedu m_BLP2011.pdf [25 april 2012] Pindyck, SR and Rubinfield LD. 1991. Econometrics and economic forecast 3rd edition. McGraw Hill. New York. Presiden Republik Indonesia. Bab 19 Revitalisasi http://www.bappenas.go.id%2Fget-file/ [Februari 2012]
Pertanian
Purba, MH. 2005. Analisis Pendapatan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Cabang Usahatani. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Purnama, R. 2006. Industri Pupuk Majemuk Untuk Ketahanan Pangan dan Kesejahteraan Petani. Mutiara Bumi, Jakarta. Purwono dan H. Purnamawati. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Penebar Swadaya, Depok. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian. 2011. Buletin PDB Sektor Pertanian. Vol 11, No 3, September 2011. Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. 2010. Final Report Dampak Bantuan Langsung Pupuk dan Benih Unggul Terhadap Usahatani dan Perekonomian Indonesia. Institut Pertanian Bogor. Rachman, B. 2009. Kebijakan Subsidi Pupuk : Tinjauan Terhadap Aspek Teknis, Manajemen dan Regulasi. Analisis Kebijakan Pertanian Vol. 7 No. 2, Juni 2009. Hal : 131-146. Rangkuti, AP. 2007. JAringan Komunikasi Petani dalam Adopsi Inovasi Teknologi Pertanian (Kasus Adopsi Inovasi Traktor Tanang di Desa Neglasari, Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat). Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Rifin, A dan Anggraeni, L. 2010. The Contribution of Agricultural Sub-sector to Indonesian Economy. Soca vol.10 No. 1. Halaman 40-45.
62
Rini, PD. 2006. Analisis Pengaruh Pupuk Bersubsidi terhadap Kinerja Industri Pupuk di Indonesia. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Rochmah, FH. 2009. Pengaruh Pupuk Organik dan Anorganik Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah (Oryza sativa L.). Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rogers, ME dan Shoemaker FF. 1971. Communication of Innovations: A CrossCultural Approach second edition. The Free Press. New York Rusastra W, Saptana dan Djulin A. 2005. Road Map Pengembangan Pupuk Organik dalam Pembangunan Pertanian di Indonesia. http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2005_VI_05.pdf [januari 2012] Saragih, B. 2010. Suara Agribisnis Kumpulan Pemikiran Bungaran Saragih. PT Permata Wacana Lestari. Simatupang, P dan Maulana, M. 2006. Prospek Penawaran dan Permintaan Pangan Utama : Analisis Masalah, Kendala dan Opsi Kebijakan Revitalisasi Produksi. Prosiding Seminar Revitalisasi Ketahanan Pangan : Membangun kemandirian pangan berbasis perdesaan. Jakarta, 13 november 2006. Halaman : 1-26. Soekartawi. 2006. Analisis Usahatani. UI-Press. Jakarta Soekartawi, Soeharjo A, Dillon LJ dan Hardaker BJ. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Perkembnagan Petani Kecil. UI-Press, Jakarta. Suharyanto. 2001. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adopsi Teknologi Tabela di Provinsi Bali. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. Suratiyah, K. 2009. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta Susila, RW. 2010. Kebijakan Subsidi Pupuk : Ditinjau Kembali. Jurnal Litbang Pertanian 29 Februari 2010, Bogor. Tambunan, M. 2009. Orange Book Ketahanan Pangan vs Ketahanan Energi. Gramedia Tarmana, D dan Sarasanti. 2009. Penggunaan Model Logit untuk Menduga Peluang Terjadinya Hujan (Studi kasus hujan di Banjarbaru - Kalimantan Selatan). Buletin Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Vol.5 no. 3 september 2009. Hal : 256-262. Tasman, A. 2006. Ekonomi Produksi, Teori dan Aplikasi Edisi I. Chandra Pratama UN Comtrade. 2010. Rice. http://www.comtradeUn.org/
63
Undang-Undang Indonesia Nomor 41 tahun 2009. [januari, 2012] Walpole, ER. 1992. Pengantar Statistika Edisi ke-3. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Warlina, L. 2007. Model Perubahan Penggunaan Lahan untuk Penataan Ruang dalam Kerangka Pembangunan Wilayah Berkelanjutan (Studi Kasus Kabupaten Bandung). Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Winarno, WW. 2009. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews Edisi Kedua. Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN. Yogyakarta. Windyastuti, WP. 2000. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktorfaktor Produksi Usahatani Jamur Tiram Putih (studi kasus di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabuapaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Wonnacott, JR and Wonnacott, HT. 1978. Econometrics Second Edition. USA. Yuliarmi. 2006. Analisis Produksi dan Faktor-faktor Penentu Adopsi Teknologi Pemupukan Berimbang Pada Usahatani Padi. Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Zamroni, Adi W, Nugroho EA, Appl M, Astuti DI, Lestari E. 2004. Dampak Pengurangan Subsidi BBM terhadap Kondisi Ekonomi Masyarakat. http://www.ekonomi.lipi.go.id/informasi/publikasi/publikasi_detil2.asp?Vnom o=129 [27 april 2012]
64
LAMPIRAN
65
Lampiran 1 Prosedur Penetapan Kelompok Tani Penerima BLP Sesuai Permentan No: 37/Permentan/SR.130/5/2010 1) Direktorat Jendral Tanaman Pangan melakukan sosialisasi program bantuan pupuk kepada Dinas Pertanian Provinsi dan pelaksana PSO, selanjutnya Dinas Pertanian Provinsi melakukan sosialisasi kepada Dinas Kabupaten/Kota
dan Dinas
Pertanian Kabupaten/Kota melakukan
sosialisasi kepada kelompok tani. 2) Kelompok
tani
mengajukan
permohonan
Bantuan
Pupuk
yang
ditandatangani oleh Ketua/Pengurus Kelompok Tani Kepada Mantri Tani/Kepala Cabang Dinas (KCD)/Petugas Penyuluh Pertanian setempat, disertai daftar nama petani anggota kelompok luas lahan dan kebutuhan pupuk yang meliputi jumlah NPK, POG, POC, jadwal tanam serta alokasi. 3) Permohonan bantuan pupuk oleh kelompok tani tersebut selanjutnya diseleksi dan diverifikasi oleh Mantri Tani/Kepala Cabang Dinas (KCD)/Petugas Penyuluh Pertanian setempat. 4) Permohan yang telah memenuhi persyaratan dan lulus seleksi serta verifikasi,
selanjutnya
oleh
Mantri
Tani/Kepala
Cabang
Dinas
(KCD)/Petugas Penyuluh Pertanian dilakukan rekapitulasi dan ditanda tangani untuk disampaikan ke Dinas Pertanian Kabupaten/Kota 5) Rekapitulasi data kelompok tani (CPCL) dari Kecamatan, selanjutnya diseleksi, diverifikasi dan diusulkan oleh Dinas Pertanian Kabupaten/Kota sebagai kelompok tani calon penerima bantuan pupuk dan selanjutnya disampaikan kepada Dinas Pertanian Provinsi 6) Dinas Pertanian Provinsi memverifikasi dan merekapitulasi kelompok tani penerima bantuan pupuk dari Kabupaten/kota di wilayahnya dan
66
selanjutnya mengusulkan kebutuhan BLP tersebut kepada Direktur Jenderal Tanaman Pangan. 7) Berdasarkan usulan kebutuhan BLP dari Dinas Pertanian Provinsi dan memperhatikan ketersediaan anggaran untuk kegiatan BLP Tahun Anggaran 2010, Direktur Jenderal Tanaman Pangan menyiapkan alokasi per provinsi untuk ditetapkan oleh Menteri Pertanian. 8) Menteri Pertanian menetapkan alokasi BLP per provinsi. Selanjutnya, Kepala Dinas Pertanian Provinsi menetapkan alokasi BLP untuk masingmasing kabupaten/kota di wilayahnya dalam bentuk Surat Keputusan Kepala Dinas Pertanian Provinsi dan ditembuskan kepada Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 9) Berdasarkan alokasi pupuk BLP per kabupaten/kota tersebut, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota menetapkan Surat Keputusan tentang alokasi pupuk BLP diwilayahnya dengan memperhatikan hasil verifikasi CPCL penerima BLP dengan sklaa prioritas.
67
Lampiran 2. Spesifikasi Kemasan Pupuk Organik Merek “Bintang Kuda Laut” yang Disalurkan Melalui PT Pertani 1) Pupuk Organik Granul (POG) Nomor Pendaftaran POG : Nomor G 553/Organik/DEPTAN-PPI/IV/2010 a) Karung plastik jenis PE/PP berwarna putih b) Anyaman 8x8 per inch atau 12x12 per inch c) Ketebalan denier 800 atau 1000 dan berlaminating d) Menggunakan inner ketebalan 30-100 micron e) Ukuran 90x60 cm atau 95x55 cm f) Pada kemasan harus bertuliskan “Pupuk Bantuan Pemerintah Tahun 2010
Tidak
Diperjualbelikan”.
Komponen
label
sebagaimana
ketentuan yang berlaku yang dapat dibaca dan tidak mudah terhapus.
2) Pupuk Organik Cair (POC) Nomor Pendaftaran POC : Nomor L 554/Organik/DEPTAN-PPI/IV/2010 a) Botol ukuran isi 1000 mililiter ( 1 liter) jenis PE/PET b) Warna botol gelap atau putih susu c) Berat kosong botol 50-75 gr d) Kardus berwarna coklat muda isi 12-20 botol dan ketebalan kardus 2 (dua) lapis e) Pada kemasan harus bertuliskan “Pupuk Bantuan Pemerintah Tahun 2010
Tidak
Diperjualbelikan.”
Komponen
label
sebagaimana
ketentuan yang berlaku yang dapat dibaca dan tidak mudah terhapus.
68
Gambar 6.1 POG dan POC bersubsidi yang didistribusikan oleh PT Pertani
69
70
71
Lampiran 5 Data Variabel Bebas (Xi) dan Variabel Terikat (P) Fungsi Logit Petani Penerima subsidi Pupuk Organik di Provinsi Lampung Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
P 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1
X1 0.75 1.5 0.5 1.5 1 1.5 0.75 1.25 1 1 0.5 2 1 1 0.5 0.5 0.5 1 1.5 0.125 1 1 0.5 0.875 1 0.4 1 0.25 0.5 1 0.5 1 0.5 1 1 1.5
X2 30 30 35 30 40 10 11 30 20 35 30 30 20 30 10 40 5 30 7 14 25 45 21 6 11 23 25 26 12 25 28 26 27 40 25 15
X3 51 48 54 50 68 35 33 41 34 45 42 52 36 44 35 50 26 46 38 39 42 63 43 41 42 47 47 44 62 55 43 43 50 48 40 26
X4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 2 1 1 2 2 2 2 2 1 1 1 1
X5 3177.5 5314.5 2050.5 2497.5 4944.5 4696 2477.5 2485.5 4920 3740 2045.5 5972 4505 4325 2256.5 1963 1963 3284 5828 1501.875 4249.3 5266 2857.5 3989.5 5316 2159 5056 1725.45 2297 3765 2515 4443.5 2736.5 5691 6039 8655.5
X6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
72
Responden 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75
P
X1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0
1 1.25 0.5 0.5 1 0.75 1 1 1 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 1 0.5 0.25 0.25 1 0.25 0.5 1 0.75 1 0.75 1.5 0.5 1.5 1 1.5 0.75 1.25 1 1 0.5 2 1 1 0.5
X2 17 14 25 16 20 5 25 14 16 3 13 25 10 9 25 16 21 7 38 18 5 16 5 39 29 29 34 29 39 9 10 29 19 34 29 29 19 29 9
X3 41 59 40 44 40 31 55 59 60 31 44 41 31 33 41 35 49 56 38 55 27 63 36 62 50 47 53 49 67 34 32 40 33 44 41 51 35 43 34
X4 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
X5 6118 5943.3 3057.4 2311.4 3671 3198.15 3126 5159.3 5115.2 2631.7 1335.9 3096.7 2841.2 3475 6064.4 2693.7 1191.3 1953.75 3964 1549.3 1550.5 4823 3292 4660 3375.5 5212 1776.5 2102.5 4708.5 3586 1952.5 2130.5 5113 3405 1853 5237 4645 4115 2273
X6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
73
Responden 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115
P 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1
X1 0.5 0.5 1 1.5 0.125 1 1 0.5 0.875 1 0.4 1 0.25 0.5 1 0.5 1 0.5 1 1 1.5 1 1.25 0.5 0.5 1 0.75 1 1 1 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 1 0.5 0.25 0.25 1
X2 39 4 29 6 13 24 44 20 5 10 22 24 25 11 24 27 25 26 39 24 14 16 13 24 15 19 4 24 13 15 2 12 24 9 8 24 15 20 6 37
X3 49 25 45 37 38 41 62 42 40 41 46 46 43 61 54 42 42 49 47 39 25 40 58 39 43 39 30 54 58 59 30 43 40 30 32 40 34 48 55 37
X4 1 1 1 1 1 1 2 1 2 2 1 1 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2
X5 1958 1943 2749 5893 1362 3909 4941 3135 3498 0 2010 4781 1725.85 1722 3015 2045 2960 1960 4246 3938 12705.5 5530 6033.3 3202.4 2381 2899 3714.65 4475.2 5464.3 2901 2896.7 1105 2676.7 2826.7 2716.7 5779.4 2576.7 1402 1656.3 4083.3
X6 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
74
Responden 116 117 118 119 120
P 0 0 0 1 1
X1 0.25 0.5 1 0.75 1
X2 17 4 15 4 38
X3 54 26 62 35 61
X4 1 2 2 1 1
Keterangan : P = Peluang petani mengadopsi pupuk organik non-subsidi X1 = Luas lahan usahatani (ha) X2 = Lama usahatani (tahun) X3 = Umur petani responden (tahun) X4 = Jumlah persil lahan X5 = Total biaya produksi (ribu rupiah) X6 = Dummy akses terhadap penyuluhan
X5 1339.3 1393 3387 3116 3188
X6 1 1 1 1 1
75
Lampiran 6. Output model logit
Categorical Variables Codings Parameter coding Frequency Dummy akses penyuluhan
tidak ada akses ada akses
(1)
2
1.000
118
.000
Hosmer and Lemeshow Test Step 1
Chi-square
df
12.410
Sig. 8
.134
Hipotesis : H0 : Model fit H1 : Model tidak fit Nilai-p(0.000) > alpha 5% maka terima H0 artinya Model Logit Fit
Classification Tablea Observed
Predicted adopsi pupuk organik .00
Step 1
adopsi pupuk organik
1.00
Percentage Correct
.00
22
14
61.1
1.00
6
78
92.9
Overall Percentage a. The cut value is .500
Dari hasil ketepatan klasifikasi, model logit mampu mengklasifikasikan secara tepat 83,3 persen
83.3
76
Variables in the Equation B a
Step 1
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
X1
1.950
1.108
3.099
1
.078
7.027
X2
-.039
.028
1.900
1
.168
.962
X3
.026
.030
.737
1
.391
1.026
X4
-1.307
.642
4.145
1
.042
.271
X5
.001
.000
6.123
1
.013
1.001
-22.450
28364.310
.000
1
.999
.000
-1.457
1.336
1.188
1
.276
.233
X6(1) Constant
a. Variable(s) entered on step 1: X1, X2, X3, X4, X5, X6.
Correlation Matrix Constant Step 1
X1
X2
X3
X4
X5
X6(1)
Constant
1.000
-.078
.187
-.710
-.271
-.261
.000
X1
-.078
1.000
-.240
.093
-.190
-.562
.000
X2
.187
-.240
1.000
-.473
.086
-.129
.000
X3
-.710
.093
-.473
1.000
-.228
.036
.000
X4
-.271
-.190
.086
-.228
1.000
-.032
.000
X5
-.261
-.562
-.129
.036
-.032
1.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
1.000
X6(1)
77
Lampiran 7. Pola penanaman padi pada pertanian organik (Sutanto, 2008) : 1. Penyiapan lahan, merupakan kegiatan yang dilakukan dua minggu sebelum masa tanam dan dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pembajakan, penggaruan dan perataan tanah. Setelah pembajakan selesai, pupuk organik ditaburkan secara merata dengan dosis rata-rata 1.000 kg/ha atau sesuai dengan kebutuhan. Setelah itu, dilakukan perataan tanah dan dibuat saluran air tengah dan saluran air pinggir di sekeliling pematang. 2. Persiapan benih atau persemaian merupakan kegiatan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan pola tanam yang akan digunakan seperti : a) Persemaian dilakukan pada bak kecil yang terbuat dari kayu b) Benih yang digunakan bukan berasal dari hasil rekayasa dan tidak diperlakukan dengan bahan kimia. Takaran yang biasa digunakan yaitu 10-15 kg benih perhektar c) Media yang digunakan merupakan campuran tanah dengan pupuk organik dengan perbandingan 1:1 d) Umur persemaian antara 8 sampai 10 hari setelah semai 3. Penanaman, merupakan kegiatan dimana benih padi ditanam di lokasi dengan rincian a) Benih berumur 8 – 10 hari setelah semai b) Jumlah tanam/lubang = 1 batang/tunas c) Jarak tanam yang disesuaikan dengan kebutuhan setempat
78
4. Pengendalian hama dan penyakit tanaman merupakan kegiatan untuk menekan kerusakan dan kehilangan hasil produksi yang disebabkan oleh hama atau penyakit tanaman lainnya. Pola ini biasanya melakukan beberapa program seperti perlindungan musuh alami hama melalu penyediaan habitat yang cocok sehingga hama tersebut tidak memakan tanaman padi namun memakan tanaman lainnya. Selain itu, terkadang dilakukan dengan pemberian musuh alami yaitu pelepasan predator dan parasit, penggunaan pestisida dan menggunakan perangkap 5. Panen merupakan kegiatan dimana pengelolaan produk harus dipisah dari produk non organik
Lampiran 3. Analisis Usahatani Petani Padi Provinsi Lampung Sebelum dan Sesudah Menggunakan BLP Organik (Atas Dasar Biaya Tunai) BCR Padi Provinsi Lampung No
Sebelum Menggunakan Bantuan
Uraian Jumlah
1
Benih (Kg)
2
Tenaga Kerja Manusia (HOK)
Nilai (Rp/sat)
28.42619048
Sesudah Menggunakan Bantuan
Total Nilai (Rp)
Jumlah
9147.813887
260037.5
Nilai (Rp/sat)
23.52063492
Total Nilai (Rp) 0
0
Persiapan dan Pengolahan Lahan
4.6
23,967.52
110,250.58
4.6
23,967.52
110,250.58
Penanaman
5.6
30,556.07
171,114.00
6.2
31,110.58
192,885.57
Penyiangan Tanaman
4.5
25,892.40
116,515.82
6.9
34,659.75
239,152.31
Pemupukan
2.7
24,706.82
66,708.42
4.3
28,035.65
120,553.30
Pemberantasan Hama Penyakit Tanaman
4.1
25,372.09
104,025.58
6.5
28,035.65
182,231.73
21.1
37,171.35
784,315.55
25
37,243.26
931,081.57
7.6
21,423.46
162,818.29
15
22,393.84
Panen Pengangkutan Hasil Panen Total Tenaga Kerja Manusia
335,907.60
1,515,748.24
2,112,062.65
3
Tenaga Kerja Hewan
4.10
126,279.07
517,142.86
3.33
130,222.22
434,074.07
4
Tenaga Kerja Mesin
1.73
271,716.85
471,277.78
1.94
366,538.50
711,385.25
5
Pupuk Urea
250.49
1,548.56
387,901.64
164.03
1,593.18
261,331.24
TSP
165.42
1,969.57
325,813.32
167.53
2,142.86
358,994.98
KCL
41.67
5,533.33
230,555.56
55.00
6,000.00
NPK
148.20
2,470.21
366,094.44
132.71
0
0
Pupuk organik granul
400.00
600.00
240,000.00
532.97
0
0
0.10
60,000.00
6,000.00
2.27
0
Pupuk organik cair (liter) Total pupuk 6
1,556,364.96
0 950,326.21
Pestisida dan obat-obatan Pestisida cair
2.48
31,762.62
78,689.56
2.66
33,377.84
Pestisida padat
3.92
24,366.61
95,435.90
3.52
26,655.17
93,696.97
Obat
1.99
52,876.25
106,054.14
2.01
53,204.42
107,000.00
Total obat-obatan 7
330,000.00
88,913.81
280179.6015
289610.7792
Biaya lain-lain PBB Sewa/Bagi hasil Biaya lainnya
45.525
46,660.71
47.4
49,276.87
2.375
390,000.00
1.625
500,000.00
22.4
113,871.00
23.4
108,969.00
Total biaya lain-lain
550531.7061
Keseluruhan Biaya Tunai (Rp)
4891245.146
Produksi Padi (GKP) Keuntungan
4794.06
2,390.17
11,458,605.07
658245.8684 5155704.832 5861.167
2,620.12
15,356,961.98
6,567,359.92
10,201,257.15
2.34
2.98
1.34
1.98
(Produksi Padi - Biaya Tunai) R/C Ratio (Produksi / Total Biaya Tunai) B/C Ratio (Keuntungan / Total Biaya Tunai)
Lampiran 4. Analisis Usahatani Petani Padi Provinsi Lampung Sebelum dan Sesudah Menggunakan BLP Organik (Atas Dasar Biaya Total) BCR Padi Provinsi Lampung Sesudah Menggunakan Bantuan Sebelum Menggunakan Bantuan No Uraian Jumlah Nilai (Rp/sat) Total Nilai (Rp) Jumlah Nilai (Rp/sat) Total Nilai (Rp) 28.43 9147.813887 23.52 7296.969901 171629.3651 1 Benih (Kg) 260037.5 2 Tenaga Kerja Manusia (HOK) Persiapan dan Pengolahan Lahan 4.6 23967.5174 110250.58 4.6 23967.5174 110250.58 Penanaman 5.6 30556.0716 171114.001 6.2 31110.57593 192885.5708 Penyiangan Tanaman 4.5 25892.40404 116515.8182 6.9 34659.75474 239152.3077 Pemupukan 2.7 24706.82224 66708.42005 4.3 28035.65045 120553.2969 Pemberantasan Hama Penyakit Tanaman 4.1 25372.09332 104025.5826 6.5 28187.58151 183219.2798 Panen 21.1 37171.35309 784315.5502 25 37243.26268 931081.567 Pengangkutan Hasil Panen 7.6 21423.45924 162818.2903 15 22393.83971 335907.5957 Total Tenaga Kerja Manusia 1515748.242 2113050.198 2a 3 4 5
Tenaga Kerja Dalam Keluarga Tenaga Kerja Hewan Tenaga Kerja Mesin Pupuk Urea TSP KCL NPK Pupuk organik granul Pupuk organik cair (liter) Total pupuk 6 Pestisida dan obat-obatan Pestisida cair Pestisida padat Obat Total obat-obatan 7 Biaya lain-lain PBB Sewa/Bagi hasil Biaya lainnya Total biaya lain-lain Keseluruhan Biaya Total (Rp) Produksi Padi (GKP) Keuntungan (Produksi Padi - Biaya Tunai) R/C Ratio (Produksi / Total Biaya Tunai) B/C Ratio (Keuntungan / Total Biaya Tunai)
2.00 4.10 1.73
27,012.82 126279.0698 271716.8482
54,025.63 517142.8571 471277.7778
2 3.33 1.94
250.49 165.42 41.67 148.20 6.6 0.1
1548.559 1969.565 5533.333333 2470.20885 600 60000
387901.641 325813.3206 230555.5556 366094.4444 3960 6000 1320324.962
164.03 167.53 55.00 134.96 532.97 2.27
1593.182 2142.857 6000 2408.273779 676.4026653 54597.47267
261331.2366 358994.9761 330000 325019.774 360502.3285 124142.0954 1759990.411
2.48 3.92 1.99
31762.61852 24366.61211 52876.25418
78689.56044 95435.89744 106054.1436 280179.6015
2.66 3.52 2.01
33377.84451 26655.17241 53204.41989
88913.80952 93696.9697 107000 289610.7792
46660.70608 390000 113871 550531.7061
47.40 1.63 23.40
45.53 2.38 22.40
4794.06
2390.167221
4,969,268.28 11458605.07 5861.17
29,371.17 58,742.34 130222.2222 434074.0741 366538.5 711385.2516
49276.86844 500000 108969 658245.8684
2620.120188
6,196,728.28 15356961.98
6489336.79
9160233.70
2.31
2.48
1.31
1.48