DAMPAK PENYIAPAN LAHAN Acacia crassicarpa TERHADAP SERANGAN PENYAKIT BUSUK AKAR PUTIH
SYAMSI FAUQO NURI
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005
DAMPAK PENYIAPAN LAHAN Acacia crassicarpa TERHADAP SERANGAN PENYAKIT BUSUK AKAR PUTIH
SYAMSI FAUQO NURI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memeperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005
RINGKASAN Syamsi Fauqo Nuri (E14201029). Dampak Penyiapan Lahan Acacia crassicarpa terhadap Serangan Penyakit Busuk Akar Putih. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr dan Drs.Simon Taka Nuhamara, Ms Kebakaran tahun 2002 di PT. SBA Wood Industries banyak meninggalkan tegakan mati, sisa-sisa tunggak mati atau batang-batang yang tumbang di lantai hutan. Di dalam tanah juga masih banyak terdapat sisa-sisa akar habis terbakar maupun bekas pembukaan hutan era HPH. Pada saat penyiapan lahan untuk penanaman dengan jenis yang sama yaitu Acacia crassicarpa (replanting) dengan sistem manual, sisa-sisa tunggul maupun sisa akar dan log-log yang terbakar masih ada di bawah permukaan tanah. Penyiapan lahan dengan sistem manual tersebut kurang efektif dalam membersihkan lahan sehingga sisa-sisa akar aatau tunggul tersebut menjadi tempat tumbuh dan berkembangnya patogen penyebab penyakit atau menjadi alas makanan (base food) bagi patogen penyakit tersebut. Penyakit yang paling dominan di areal bekas terbakar PT. SBA wood Industries adalah penyakit busuk akar putih. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, sumber penyakit busuk akar putih intensitas serangan dan pola penyebaran penyakit busuk akar putih akibat kebakaran hutan dilakukan di areal hutan tanaman Acacia crassicarpa PT. SBA Wood Industries. Data-data yang diambil dalam penelitian adalah data primer dan data skunder skunder. Data primer berupa pengukuran di lapangan yaitu pengukuran azimuth dan jarak jarak datar. Selain itu juga dilakukan pengamatan penyakit busuk akar putih pada setiapa pohon dalam tiap cunit contoh. Teknik yang digunakan adalah Stratified Random Sampling dengan Intensitas Sampling sebesar 0.02% .Pengambilan unit contoh diambil dengan menggunakan alokasi sebanding sebanyak 9 plot contoh, rinciannya 3 plot contoh pada umur tegakan < 2,5 tahun, 5 plot pada umur tegakan 2-2,5 tahun dan 1 plot contoh pada umur tegakan >2,5 tahun. Data sekunder yang diambil berupa peta area kerja, dokumendokumen yang berkaitan dengan kejadian kebakaran dan luas kebakaran tahun 2002, informasi tentang penyiapan lahan yang dilakukan pada areal bekas terbakar dan di areal penelitian, informasi mengenai penyakit busuk akar putih dan penyebarannya di PT. Sebangun Bumi Andalas Wood Industries dan keadaan penyakit busuk akar putih di lokasi penelitian. Analisis data yang dilakukan umntuk mencari hubungan antara perbedaan umur tanam dengan intensitas serangan penyakit busuk akar putih menggunakan program Curve Expert. Pada saat penyiapan lahan untuk penanaman yaitu dengan sistem manual, sisa-sisa tunggul maupun sisa akar dan log-log yang terbakar masih ada di bawah permukaan tanah. Penyiapan lahan dengan sistem manual kurang efektif dalam membersihkan lahan sehingga sisa-sisa log tersebut menjadi tempat tumbuh dan berkembangnya penyakit atau menjadi alas makanan (base food) bagi patogen penyakit tersebut. Dengan alas makanan tersebut jamur dapat menginfeksi tanaman yang sehat. Perkembangbiakan jamur akar putih terutama terjadi karena
adanya miselia atau hifa karena penyakit busuk akar putih terjadi akibat adanya kontak antar akar. Kebakaran hutan tahun 2002 di PT. SBA Wood Industries banyak meninggalkan sisa-sisa akar di bawah permukaan, meskipun sudah dilakukan penyiapan lahan pembersihan sisa-sisa akar atau tunggul pohon mati kurang efektif hal inilah yang memungkinkan penyakit busuk akar putih dominan menyerang pada tegakan A. Crassisarpa. Pada lahan bekas terbakar biasanya terjadi peningkatan unsur hara makro dan mikro karena adanya sisa-sisa pembakaran serasah, ranting dan log kayu serta adanya abu menyebabkan jamur mudah tumbuh dan berkembang. Menurut Moore dan Lendecker (1972) jamur pelapuk kayu membutuhkan zat makanan yang terdiri dari unsur hara makro dan mikro. Sisa-sisa pembakaran tersebut digunakan oleh jamur sebagai substrat dan jamur memperoleh makanan dari sumber tersebut hingga jamur memperoleh tanaman yang dapat diinfeksi. Sebelum terjadinya kebakaran pH tanah yang terukur menurut informasi yang diperoleh memiliki pH yang rendah yaitu berkisar 3 karena sifat gambut yang asam. Setelah terjadinya kebakaran terjadi peningkatan pH tanah atau tanahnya tidak bersifat asam lagi yang menyebabkan jamur akar putih menyukai tanah tersebut karena jamur akar putih tidak menyukai tanah dengan suasana asam. Jamur penyebab penyakit busuk akar putih yaitu dari jenis Rigidoporus microporus dan Ganoderma sp. Dari pengamatan yang dilakukan tanaman yang berumur lebih dari 2,5 tahun memiliki intensitas serangan (42.9%) yang lebih besar dibandingkan dengan tanaman berumur 2-2,5 tahun (50.18%) dan umur kurang dari 2 tahun (12.68%). Untuk tingkat populasi yaitu PT. SBA Wood Industries memiliki tingkat serangan sebesar 32,72%. Analisis data dengan menunjukan nilai koefisien determinasi (R2) antara intensitas serangan penyakit busuk akar putih dengan umur tanam yaitu sebesar 0,62. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa 62% di antara keragaman dalam nilai intensitas serangan penyakit busuk akar putih dapat dijelaskan dengan nilai umur tanam. Ini berarti terdapat hubungan yang linear antara umur tanam dengan intensitas serangan penyakit busuk akar putih dengan kata lain semakin meningkatnya umur tanaman maka intensitas serangan penyakit busuk akar putih semakin meningkat pula. Dari hasil penelitian ini disimpulkan penyakit busuk akar putih biasanya menyerang mulai dari pertanaman tahun ke-dua dan pola penyebarannya terlihat apabila satu pohon terinfeksi patogen penyakit busuk akar putih maka pohonpohon disekitarnya akan tertular patogen tersebut. Pengendalian yang paling efektif untuk penyakit busuk akar putih adalah dengan melakukan penyiapan lahan secara mekanis karena mampu mengeluarkan sisa-sisa akar dan tunggul di dalam tanah.
Judul
: Dampak Penyiapan Lahan Acacia crassicarpa terhadap Serangan Penyakit Busuk Akar Putih
Nama
: Syamsi Fauqo Nuri
NIM
: E14201029
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M. Agr Ketua
Drs. Simon Taka Nuhamara, MS Anggota
Diketahui,
Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc Ketua Departemen Manajemen Hutan
Tanggal lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banjarnegara, Jawa Tengah pada tanggal 24 September 1983 sebagai anak dari tiga bersaudara, merupakan anak dari pasangan Bapak Windi Yogo Hariyanto dan Ibu Mulyati. Tahun 2001 penulis lulus dari SMA Negeri I Banjarnegara dan pada tahun yang sama penulis diterima menjadi mahasiswi Institut Pertanian Bogor, Fakultas Kehutanan, Departemen Manajemen Hutan, Program Studi Budidaya Hutan melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB). Selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis pada tahun 2004 melaksanakan praktek Pengenalan dan Pengolahan Hutan (P3H) di Hutan Kamojang - Sancang dan Perum Perhutani KPH Tasikmalaya, Jawa Barat. Pada tahun 2005 penulis melaksanakan kegiatan PKL (Praktek Kerja Lapang) di PT. SBA Wood Industries, Sumatera Selatan.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik yang berjudul Dampak Penyiapan Lahan Acacia crassicarpa terhadap Serangan Penyakit Busuk Akar Putih.Dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak dibantu dan dibimbing oleh berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr, selaku dosen pembimbing skripsi pertama dan Bapak Drs. Simon Taka Nuhamara, MS, selaku dosen pembimbing kedua yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan sejak persiapan sampai terselesaikannya skripsi ini. 2. Bapak Dr. Ir. E.G. Togu Manurung, MS selaku dosen penguji dari departemen Hasil Hutan dan Babak Ir. Agus Piyono Kartono, M.Si selaku dosen penguji dari Departemen KSH atas arahan, pengetahuan, dan bimbingannya. 3. Ibu, Bapak serta adiku Oji dan Zidane atas doa, kasih sayang, kebahagiaan, jerih payah, dan restunya senantiasa memberikan semangat bagiku. 4. Semua Karyawan PT. SBA Wood Industries yang telah memberikan bantuan selama penulis di lapangan. 5. Teman-teman terbaiku Epi, Erika, Mami Ira, Restu, Siti, Esin, Elen, Silvano, Rinto, Tohir, Papi Mukti, dan Eka atas doa, semangat persahabatannya. 6. Teman-teman BDH dan seluruh civitas THH, KSH dan MNH atas kekompakan, kebersamaan dan keceriaannya. Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan adanya saran dan kritikan yang membangun, sehingga skripsi ini benar-benar bermanfaat. Bogor, 24 November 2005
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .............................................................................................
i
DAFTAR TABEL .....................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. vi PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 TINJAUAN PUSTAKA Kebakaran Hutan ............................................................................... 3 Penyiapan Lahan ............................................................................... 8 Gambaran Hutan Rawa Gambut ........................................................ 11 Penyakit Hutan .................................................................................. 12 Penyakit Busuk Akar Putih ................................................................ 14 Faktor-faktor yang Memepengaruhi Pertumbuhan Jamur.................... 15 Deskripsi tentang Acacia crassisarpa A. Cunn. Ex Benth .................. 17 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas ................................................................................... 19 Tanah dan Geologi ............................................................................ 20 Iklim dan Curah Hujan ...................................................................... 20 Keadaan Hutan .................................................................................. 21 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................. Alat dan Bahan .................................................................................. Metode .............................................................................................. HASIL DAN PEMBAHASAN Kejadian Kebakaran tahun 2002 ........................................................ Kondisi Tegakan A. crassicarpa pada Lahan Bekas Terbakar dengan Berbagai Umur Tanam .......................................................... Kemungkinan Berkembangnya Penyakit Busuk Akar Putih .............. Gejala dan Jenis Jamur Akar Putih .................................................... Tingkat Serangan penyakit Busuk Akar Putih .................................... Pola Penyebaran Penyakit Busuk Akar Putih .................................... Solusi atau Pengendalian Penyakit ....................................................
22 22 22 31 34 34 37 41 43
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ....................................................................................... Saran .................................................................................................
45 45
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
47
LAMPIRAN ..............................................................................................
50
DAFTAR TABEL Halaman 1. Tingkat serangan dan gejala penyakit busuk akar putih ...........................
24
2. Kondisi rata-rata suhu, kelembaban, kecepatan angin, laju penjalaran api, ketebalan bahan bakar, dan tinggi api pada saat kejadian kebakaran pada berbagai kondisi .............................................................................. 3. Data areal HTI SBA Wood Industries yang terbakar.................................
28
4. Hasil penilaian tingkat serangan pohon akibat penyakit busuk akar putih dalam tiap plot contoh pada areal bekas kebakaran tahun 2002 umur tanam kurang dari 2 tahun .................................................................................. 5. Hasil penilaian tingkat serangan pohon akibat penyakit busuk akar putih dalam tiap plot contoh pada areal bekas kebakaran tahun 2002 umur tanam 2-2,5 tahun .............................................................................................. 29 6. Hasil penilaian tingkat serangan pohon akibat penyakit busuk akar putih dalam tiap plot contoh pada areal bekas kebakaran tahun 2002 umur tanam lebih dari 2,5 tahun .................................................................................. 30 7. Rata-rata tingkat serangan pohon akibat penyakit busuk akar putih per umur tanam pada areal bekas kebakaran tahun 2002 tegakan A. Crassicarpa di PT. SBA Wood Industries ........................................... 31
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Sisa tunggul pada area habis terbakar ...................................................... 2. Sisa-sisa akar yang tertinggal pada saat penyiapan lahan ......................... 3. Perakaran yang dibuka terlihata adanya rhizomorf berwarna putih .......... 4. Badan buah jamur akar putih (Ganoderma sp) .........................................
27
5. Badan buah jamur Rigidoporus micoporus ...............................................
28
6. Kriteria pohon yang sehat atau tingkat 0 (Siregar et al, 2004)...................
28
7. Kriteria pohon tingkat 1 (Awal) ...............................................................
29
8. Kriteria pohon tingkat 2 (Kritis) ...............................................................
29
9. Kriteria pohon tingkat 3 (Lanjut)..............................................................
30
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Data deskripsi pohon pada umur tanam < 2 tahun di tegakan Acacia crassicarpa lahan bekas terbakar tahun 2002 plot ke-1.............................
51
2. Data deskripsi pohon pada umur tanam < 2 tahun di tegakan Acacia crassicarpa lahan bekas terbakar tahun 2002 plot ke-2.............................
53
3. Data deskripsi pohon pada umur tanam < 2 tahun di tegakan Acacia crassicarpa lahan bekas terbakar tahun 2002 plot ke-3 ............................
56
4. Data deskripsi pohon pada umur tanam 2-2,5 tahun di tegakan Acacia crassicarpa lahan bekas terbakar tahun 2002 plot ke-1.............................
58
5. Data deskripsi pohon pada umur tanam 2-2,5 tahun di tegakan Acacia crassicarpa lahan bekas terbakar tahun 2002 plot ke-2.............................
59
6. Data deskripsi pohon pada umur tanam 2-2,5 tahun di tegakan Acacia crassicarpa lahan bekas terbakar tahun 2002 plot ke-3.............................
62
7. Data deskripsi pohon pada umur tanam 2-2,5 tahun di tegakan Acacia crassicarpa lahan bekas terbakar tahun 2002 plot ke-4 ............................
65
8. Data deskripsi pohon pada umur tanam 2-2,5 tahun di tegakan Acacia crassicarpa lahan bekas terbakar tahun 2002 plot ke-5 ............................
67
9. Data deskripsi pohon pada umur tanam lebih dari 2,5 tahun di tegakan Acacia crassicarpa lahan bekas terbakar tahun 2002 plot ke-1..........................................................................................................
69
10. Peta sebaran pohon masing-masing plot pada umur tanam < 2 tahun, 2-2,5 tahun dan > 2,5 tahun umur tanam < 2.5 tahun .............................
73
11. Grafik intensitas serangan penyakit busuk akar putih dengan umur tanam
75
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan dan keanekaragaman hayatinya adalah sumber daya alam anugrah Tuhan untuk mendukung kehidupan manusia. Hutan yang dimiliki oleh Indonesia sangat berpotensi besar dalam mendukung kehidupan manusia dan alam sekitarnya. Selain bermanfaat dalam mendukung berbagai kehidupan atau hayati dan pengaturan sistem air (hidrologi) bagi lingkungan sekitarnya, juga sangat berperan dalam mempengaruhi iklim global jika ditinjau dari kemampuannya menyerap dan menyimpan karbon. Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) dimaksudkan agar sebagian besar hutan alam yang kita miliki tetap dijaga kelestariannya dengan pengelolaan yang intensif dan tepat. Sebagian lahan hutan yang akan dikembangkan menjadi HTI pada waktu itu berbentuk lahan kosong yang tertutup padang alang-alang, belukar, hutan yang rusak akibat kebakaran atau sebab-sebab lain yang pada waktu itu masih berbentuk hutan alam bekas tebangan. Perusak hutan yang cukup banyak merugikan adalah kebakaran. Terjadinya padang ilalang di banyak tempat di Indonesia terutama disebabkan oleh kebakaran hutan, baik karena alam ataupun karena api yang disengaja maupun yang tidak disengaja dibuat oleh manusia. Kebakaran karena penyebab alami (petir) belum pernah dilaporkan terjadi di Indonesia, sedang kebakaran karena keteledoran manusia sering terjadi di Indonesia. Salah satu dampak yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan adalah serangan penyakit terhadap pohon hutan. Temperatur yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan sel dari pohon yang lemah. Umumnya terjadi karena pelukaan pada jaringan hidup atau mati yang pada akhirnya akan memudahkan penyakit menyerang pohon tersebut. Selain itu diduga serangan penyakit dapat terjadi pada pohon yang ditanam pada lahan bekas terbakar. Faktor penyiapan lahan juga merupakan pendukung terjadinya serangan penyakit. Areal hutan tanaman PT. Sebangun Bumi Andalas Wood Industries merupakan areal bekas terbakar dan jenis penyakit yang dominan
menyerang adalah penyakit busuk akar putih. Penyakit busuk akar putih sendiri merupakan salah satu penyakit yang sangat merugikan karena selain mematikan pohon juga menyebabkan tertularnya penyakit ke pohon-pohon disekitarnya yang disebabkan oleh jamur akar putih. Pohon yang terkena penyakit tersebut akan mati atau tumbang dan apabila intensitas serangan penyakit tinggi nantinya akan sangat merugikan produktivitas hutan. Dalam tulisan ini akan dipaparkan masalah yang berkaitan dengan serangan penyakit busuk akar putih pada areal bekas terbakar terkait dengan faktor penyiapan lahan sehingga nantinya diketahui pola penyebaran penyakit busuk akar putih. Selain itu dapat diketahui tingkat kerusakan dan keparahan yang diakibatkan oleh penyakit tersebut. Dari hasil yang diperoleh dapat dijadikan sebagai pedoman atau langkah-langkah dalam pencegahan dan penaggulangan penyakit busuk akar putih untuk mengantisipasi kerugian yang ditimbulkan agar tidak terulang kembali.
B.
Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sumber penyakit busuk akar putih, intensitas serangan dan pola penyebaran penyakit busuk akar putih akibat kebakaran hutan berdasar studi kasus yang dilakukan di areal hutan tanaman Acacia crassicarpa PT. Sebangun Bumi Andalas Wood Industries, Sumatera Selatan.
C. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat diketahui tingkat kerusakan yang timbul akibat terjadinya kebakaran hutan berkaitan dengan penyebaran serangan penyakit busuk akar putih.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebakaran Hutan 1. Definisi Peristiwa perubahan fisik dan kimiawi pada bagian tanaman (bahan bakar) akibat proses oksidasi (pemanasan) bahan bakar tersebut dengan melepaskan energi panas (Suratmo, 1979). Kebakaran atau api hanya bisa terjadi bila terdapat 3 unsur atau yang biasa disebut dengan segitiga api yaitu bahan bakar, oksigen atau udara, panas (suhu yang tinggi). Prinsip segitiga api ini merupakan dasar dalam penanggulangan kebakaran hutan (Sormin dan Hartono, 1986). Menurut Brown dan Davis (1973) Proses pembakaran dalam kebakaran hutan secara sederhana dapat diterangkan secara reaksi kimia dan dapat dihubungkan dengan proses fotosintesis pohon sebagai berikut : Prosos fotosintesis : CO2 + H2O + energi panas matahari
Selulosa + O2
Proses pembakaran dalam kebakaran hutan Selulosa + O2 + energi dari api
CO2 + H2O + energi dalam bentuk
panas (suhu). Menurut Brown dan Davis (1973), fase kebakaran hutan terdiri dari : 1. Fase pra pemanasan Suhu bahan bakar naik sampai suatu titik yang disebut titik nyala. Pada fase ini panas diabsorbsi oleh bahan bakar dari sekelilingnya, belum terlihat adanya perubahan pada bahan bakar. 2. Fase Penguraian Bahan bakar diurai menjadi beberapa macam zat yang dapat menyala berupa gas yang menyerupai minyak dan arang. 3. Fase Pembakaran Gas yang terbakar telihat berupa nyala api, sedangkan arang yang tidak terbakar tidak menyala tetapi hanya membara.
Brown & Davis (1973) membagi kebakaran hutan ke dalam 3 tipe, yaitu: 1. Kebakaran bawah (ground fire) Api membakar bahan-bahan organik yang berada di bawah serasah. Bahan organik ini mempunyai sifat yang padat dengan tekstur halus dan bebas dari angin dan oksigen dari udara. Api kebakaran bawah tidak menyala dan kadang-kadang tidak berasap sehingga sulit diketahui Api menjalar sangat lambat atau pelan, api menjalar ke segala arah karena tidak terpengaruhi oleh angin sehingga kebakaran bawah berbentuk lingkaran. Panas yang ditimbulkan oleh kebakaran bawah akan menimbulkan kerusakan atau kematian pada akar tanaman yang dapat berarti kematian pula bagi tanaman tersebut. 2. Kebakaran permukaan (surface fire) Api membakar serasah, tanaman bawah, semak-semak dan anakananakan. Serasah merupakan bahan yang sangat mudah terbakar. Biasanya segala macam kebakaran di hutan dimulai dengan kebakaran permukaan terlebih dahulu. Berhubung pada serasah dan tanaman-tanaman kecil di hutan cukup banyak oksigen dan terdapat pengaruh angin, maka kebakaran ini menyala dan menjalar dengan cepat, tetapi juga mudah padam. Karena pengaruh api di tempat terbuka maka menjalarnya api berbentuk lonjong atau ellips, api yang searah dengan angin akan menjalar dengan cepat, sedang yang berlawanan dengan arah angin menjalar dengan pelan atau mati. 3. Kebakaran tajuk (crown fire) Api membakar tajuk dari pohon di hutan dan semak-semak, paling sedikit daun-daun dari pohon habis terbakar dan biasanya menyebabkan kematian dari pohon-pohon yang terbakar. Hutan dari jenis konifer lebih mudah terbakar, hanya beberapa jenis saja dari jenis berdaun lebar yang dapat terbakar kecuali keadaan cuaca yang kering dan tersedia banyak bahan bakar di hutan. Kebakaran tajuk dapat terjadi karena adanya kebakaran permukaan yang menjalar ke tajuk pohon, tetapi dapat pula terjadi lebih dahulu dan
biasanya api yang jatuh dari tajuk menimbulkan kebakaran permukaan. Api menjalar searah dengan angin, karena pengaruh angin ada pada tajuk yang sudah besar. 2.
Sumber Api Menurut Saharjo (2003) dalam Suratmo et al (2003) sumber api dalam kebakaran hutan adalah faktor alam dan manusia. 1. Faktor alam a. Petir Di beberapa negara seperti Amerika, Australia dan Kanada petir merupakan sumber apa yang paling potensial dan banyak merugikan. Kondisi cuaca yang berbeda dan kering membuat prosesnya berjalan baik, karena setelah petir tidak diikuti oleh hujan. Untuk Indonesia sendiri petir bukanlah penyebab kebakaran hutan, karena setelah petir berlangsung maka berikutnya yang terjadi adalah turunnya hujan. b. Batubara Khusus untuk daerah Pulau Kalimantan, batubara semakin populer dijadikan sebagai sumber api. Namun untuk membuat batubara tersebut menyala harus ada ”starting point” sebagai sumber penyulutan, kalau tidak prosesnya akan lambat dan tidak sedahsyat yang dipikirkan orang. Akan sangat dipertanyakan keberadaannya jika batubara tidak terdapat di hutan. c. Gesekan kayu Dari hasil pengamatan di laboratorium menunjukan bahwa kebakaran hutan yang disebabkan oleh gesekan kayu tidak mungkin terjadi. 2. Faktor manusia a. Sengaja membakar Sebesar 99% penyebab kebakaran hutan di Indonesia adalah berasal dari ulah menusia, entah itu sengaja membakar atau karena api lompat yang terjadi akibat kelalaian manusia pada saat penyiapan lahan dengan mengunakan api.
b. Puntung rokok dan anti nyamuk (padat) Hasil penelitian di laboratorium dan uji lapangan menunjukan bahwa puntung rokok dan obat nyamuk tidak bisa dianggap sebagai penyulut api di lapangan, meskipun kadar air bahan bakar sampai 5% dan serasah alang-alang sebagai medianya. Tetapi kalau puntung rokok disambung dengan botol yang berisi minyak tanah atau satu bungkus korek api seperti yang sering ditemukan di lapangan, maka pernyataan tersebut menjadi benar. c. Obor minyak tanah Belakangan ini obor minyak tanah sudah terang-terangan digunakan sebagai sumber penyulut api di lapangan. d. Konflik sosial Disebabkan oleh status kepemilikan lahan garapan, pekerja lapangan yang tidak pernah dibayar penuh upahnya, kontraktor pelaksana memperdayai pekerja, dan hubungan yang tidak harmonis antara penduduk dengan pihak perusahaan. e. Operasi pembalakan Disebabkan pembukaan lahan dengan menggunakan api yang tidak terkontrol, api unggun, pembakaran sisa-sisa pohon atau cabangcabang ranting, dan iseng (motif yang tidak jelas). B. Penyiapan Lahan Pada dasarnya penyiapan lahan atau lapangan adalah menciptakan prekondisi untuk meningkatkan persentase hidup dari pertumbuhan tanaman. Berkenaan dengan tujuan tersebut faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan seperti saingan gulma dan pengendalian kesuburan tanah, sifat fisik tanah, kondisi drainase, kebutuhan cahaya dan bahan-bahan lain yang mengganggu pertumbuhan tanaman perlu mendapatkan pengaturan dalam penyiapan lahan untuk penanaman. Teknik penyiapan lahan dapat mengacu pada ketentuan yang berlaku yaitu Surat Keputusan Direktur Jendral Pengusahaan Hutan No. 222 tahun 1997 tentang Penyiapan Lahan Hutan Tanaman Industri tanpa Pembakaran (Dephut, 1998).
Dalam penyiapan sebelu penanaman ada 4 hal yang perlu dilakukan pengaturan sebelum (Dephut , 1998), yaitu: 1. Pembersihan gulma/vegetasi pengganggu dan pengendalian kesuburan tanah Semua jenis gulma yang mengganggu pertumbuhan tanaman harus dikeluarkan dari lahan penanaman agar tanaman bebas dari saingan gulma dan bahan-bahan pengganggu lainnya. Cara pembersihan faktor pengganggu tersubut dapat dilakukan dengan cara manual, kimia dan mekanis atau kombinasinya. Terhadap sisa-sisa vegetasi yang berupa sisa-sisa pohon tidak dilakukan pembakaran. Sedangkan sisa daun, ranting dan kulit kayu ditinggal di areal penanaman atau dijadikan kompos. Tunggak pohon sebaiknya dikeluarkan dari petak tanaman. Pembersihan secara manual dapat dilakukan pada setiap kondisi areal mulai dari fisiogafi datar sampai dengan curam (kelerengan lapangan sampai dengan 25%). Caranya dengan menebas, mencincang dan memumpuk, dengan memotong pohon-pohon yang berdiameter kecil, semak dan belukar. Pembersihan secara mekanis hanya dilakukan pada areal dengan kelerengan lapangan di bawah 15%, dengan menggunakan traktor (farm factor atau buldozer) yang dilengkapi dengan pisau pengupas tanah yang standar. Pada areal bervegetasi alang-alang tanpa adanya semak belukar maka pembersihan lahan dilakukan bersamaan dengan pembajakan. Sedangkan pada areal alang-alang yang bervegetasi belukar atau belukar murni atau hutan skunder pembersihan lahan dilakukan dengan cara mendorong vegetasi tersebut dengan traktor dan dikumpulkan di suatu tempat yang tidak digunakan sebagai areal penanaman termasuk biomas daun. Sisa-sisa tonggak dibongkar sampai ke akar-akarnya. Dalam pekerjaan ini diusahakan pendorong pada waktu traktor berjalan selalu di atas tanah. Pembersihan lapangan secara kimiawi sasarannya adalah padang ilalang yang cukup luas yang tidak mungkin dilakukan pembersihan lapangan secara mekanis. Penyemprotan herbisida dilakukan pada saat
tidak ada hujan dan angin kencang. Pohon kecil atau semak yang mengganggu penyemprotan dibersihkan terlebih dahulu. Penyemprotan utama dilakukan pada seluruh areal secara total atau jalur. Penyemprotan kedua hanya dilakukan seandainya penyemprotan pertama kurang sempurna. Kalau penyemprotan kedua belum sempurna dilakukan pengusapan (wiping) dengan lap/kain yang dibasahi herbisida. 2. Pengaturan kebutuhan cahaya Kebutuhan tanaman pada waktu muda berbeda-beda. Pada umumnya jenis-jenis pohon yang tergolong intoleran atau secondary forest membutuhkan cahaya penuh, karena itu areal tanaman harus bebas dari naungan terbuka. Untuk itu diperlukan pembersihan lahan secara total. Sebaliknya pohon-pohon yang tergolong jenis-jenis pohon semi toleran memerlukan naungan pada waktu muda. Oleh karena itu dalam mempersiapkan lahannya untuk penanaman perlu diciptakan pre kondisi iklim mikro yaitu dengan menanam jenis-jenis pohon-pohon peneduh yang bertajuk ringan terlebih dahulu sebelum tanaman pokok ditanam. Atau kalau kondisi lapangannya terdiri dari semak belukar maka penyiapan lahannya dilakukan dalam bentuk jalur-jalur tanam yang lebarnya 2 – 3 m. 3. Perbaikan sifat fisik tanah Pengolahan tanah perlu dilakukan untuk memperbaiki sifat fisik tanah. Areal yang memiliki kemiringan di bawah 10º pengolahan tanahnya dapat dilakukan secara mekanis. Pembajakan tanah dilakukan 2 kali sedalam 30 cm dan 1 – 2 minggu setelah pembajakan kedua dilaksanakan penggaruan satu kali. 4. Pengaturan drainase Genangan-genangan air dalam penanaman mengakibatkan akar tanaman kekurangan oksigen, sehingga dalam penyiapan lahannya perlu dilakukan pengaturan drainase dengan cara pembuatan saluran-saluran drainase.
C. Gambaran Hutan Rawa Gambut 1. Pembentukan dan Penyebaran Menurut Hardjowigeno (1989), luas tanah gambut di Indonesia adalah 27 juta Ha yang tersebar di daerah rawa belakang dan pantai Sumatra, Kalimantan, Irian Jaya dan sedikit pulau lain. Dari luas tersebut sekitar 16,2 juta Ha kandungan bahan organiknya lebih dari 65% dan tebalnya lebih dari 1 meter, sedangkan 8.8 juta Ha lainnya lebih dari 2 meter. Tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa generasi hutan sebelumnya. Terdiri dari material-material pekat tidak berbentuk, berwarna coklat tua sampai hitam. Masih sering dijumpai kulit kayu, ranting, daun, akar yang terurai sebagian dan mungkin bagian buah dan biji yang masih dikenal bercampur dengan bahan massa padatan seperti tunggal pohon, batang, cabang dalam berbagai tingkat terdekomposisi (Istomo, 1996). 2. Sifat dan Karakteristik Widjaya-Adhi
(1986)
membagi
gambut
berdasarkan
tingkat
kematangan atau pelapukannya ke dalam bahan organik fibrik, hemik dan saprik. Fibrik adalah gambut yang tingkat pelapukannya terendah, 2/3 volumenya terisi serat. Tingkat kematangan hemik sedang dan kandungan seratnya 1/3 sampai 2/3 volumenya. Saprik adalah gambut yang paling lapuk, kurang dari 1/3 volumenya berupa serat. Menurut Dai (1989), sebagian besar gambut masam (pH 3 sampai 5) dan dalam berkadar inorganik kurang dari 5%. Fraksi organik terutama terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin dan sedikit kandungan protein, lilin, tanin, resin, subresin dan lain-lain. Kadar abu merupakan petunjuk yang jitu mengenai keadaan tingkat kesuburan tanah gambut. Pada umumnya gambut dangkal (kurang dari 1 meter) yang termasuk bagian tepian kubah mempunyai kadar abu sekitar 15%, bagian lereng dengan kedalaman 1 sampai 3 meter berkadar 10% bahkan kurang dari 15%.
D. Penyakit Hutan 1. Gambaran Umum Pohon dikatakan sakit apabila pada pohon tersebut terjadi perubahan proses fisiologis yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab penyakit sehingga jelas ditunjukan adanya gejala (Suratmo, 1974). Hal yang sama dikemukakan oleh Hadi (2001) bahwa tanaman hutan dikatakan sakit bila tanaman tersebut terjadi penyimpangan dalam proses-proses fisiologis yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bekerja secara terus-menerus hingga timbulah gejala yang dapat terlihat. Nuhamara et al (2002) mengemukakan yang disebut hutan sakit adalah hutan yang tidak dapat memenuhi fungsinya secara optimal sesuai dengan tata guna hutan yang ditetapkan. Cara untuk mengetahui adanya penyakit hutan adalah dengan melihat adanya gejala atau tanda penyakit yang timbul di pohon. Menurut Suratmo (1974) gejala adalah kelainan atau penyimpangan dari keadaan normal yang ditunjukan oleh pohon atau tanaman. Suatu penyakit dapat menimbulkan gejala yang berbeda atau dapat pula sama dari pohon-pohon yang berbeda. Tanda dari suatu penyakit hutan merupakan bentuk vegetatif atau reproduktif dari patogen. Tanda dari suatu patogen kadang-kadang dapat dilihat dengan mata biasa tanpa alat pembesaran (makroskopik) dan kadang-kadang harus dilihat dengan alat pembesar (mikroskopik). 2. Penyebab Penyakit Penyebab dari suatu tanaman hutan dapat dibagi menjadi 2 yaitu, penyebab yang disebabkan oleh patogen dan oleh faktor cuaca (Suratmo, 1974). Faktor penyebab dari patogen atau makhluk hidup diantaranya : 1. Bakteri Kalsifikasi bakteri terdiri dari tiga tipe, yaitu tipe coccus (berbentuk bulat), bacillus (berbentuk batang), dan spirilium (spiral). Pada umumnya hanya dari type bacillus yang dapat menyebabkan penyakit tanaman. 2. Jamur Jamur biasanya dikenal sebagai fungi, merupakan tumbuhantumbuhan yang tidak mempunyai klorofil dan tidak mempunyai
pembagian batang, akar dan daun. Dengan tidak adanya klorofil maka jamur tidak dapat mengadakan transpirasi, respirasi dan fotosintesis. Dapat hidup sama baiknya di tempat gelap maupun terang, sinar matahari langsung tidak diperlukan. 3. Virus Virus merupakan jamur yang berada antara benda mati dan benda hidup. Dikatakan benda mati karena dapat mengkristal. Sedang dikatakan hidup karena mampu berkembang biak dan melakukan proses-proses kehidupan lainnya. Penggolongan atau klasifikasi virus sebagai patogen penyakit pohon didasarkan pada perbedaan-perbedaan dari gejalanya, cara penularannya, sifat-sifat fisik, sifat-sifat kimia, serologis, dan fenomena hambatan. Gejala penyakit pohon yang disebabkan oleh virus biasanya pelan dan sukar diketahui, misalnya terjadinya perubahan warna (daun), tumbuh kerdil, mengkriput/mengkriting dan lain-lain. 4. Tanaman tingkat tinggis Tanaman tingkat tinggi ini sering dikenal dengan benalu, tetapi biasanya tidak banyak merugikan pada tanaman kehutanan, kecuali memang banyak jumlah individu benalu yang hidup menempel pada pohon, maka pohon itu sangat menderita sekali karena makanannya diambil terus oleh benalu-benalu tersebut. Menurut Suratmo (1974), penyebab penyakit dilihat dari faktor cuaca adalah 1. Suhu tinggi dan rendah, suhu tinggi biasanya dilihat dari segi faktor penyinaran 2. Kelebihan atau kekurangan air 3. Angin 4. Tanah 5. Peracunan industri 6. Penyemprotan garam 7. Kerusakan mekanis
E. Penyakit Busuk Akar Putih Jamur busuk akar putih (Leoptocarpus lignosus (klot) Heim et Pat) mempunyai banyak sinonim. Jamur ini memiliki sekitar 35 nama, sedangkan nama ilmiah yang sering dipakai adalah Fomes lignosus (Klotzch), Fomes semitosus (Petch) dan Rigidopous microporus (Swartz) Van Ov. (Semangun, 1964). Menurut Rahayu (1999) salah satu jenis penyakit yang menyerang jenis tanaman Akasia adalah penyakit busuk akar putih. Gejala yang ditimbulkan dari penyakit busuk akar putih biasanya terjadi pada tanaman yang masih muda. Pohon yang sakit daunnya menguning dan layu, sehingga akhirnya pohon menjadi gundul dan mati. Pada permukaan akar terdapat benang-benang (miselia) jamur berwarna putih yang tumbuh sepanjang akar. Rhizomorf bercabang banyak dan sering melebar seperti jala. Akar yang sakit membusuk dan menjadi kering. Kayu akar yang baru saja mati biasanya tetap keras, berwarna cokelat dan kadang agak kekelabuan. Pada pembusukan lebih lanjut, kayu berwarna putih atau krem, tetap padat, dan kering meskipun di tempat yang basah, namun kadang-kadang dapat hancur seperti bubur (Semangun, 1989). Penyakit busuk akar putih disebabkan oleh jamur akar putih (Leptoporus lignosus atau Fomes lignosus) (Hadi & Nuhamara, 1980). Jamur ini membentuk badan buah seperti kipas tebal, agak berkayu, memiliki zonazona pertumbuhan dan sering mempunyai struktur serta yang radier, dan tepinya tipis. Badan buah yang sudah tua umumnya ditumbuhi ganggang sehingga warnanya akan menjadi suram, permukaan atas berwarna cokelat kekuning-kuningan pucat, permukaan bawah berwarna cokelat kemerahmerahan dan tepinya menggulung ke bawah tidak kuning lagi (Rahayu, 1999). Penyakit busuk akar putih menular karena kontak antara akar tanaman sehat dan akar tanaman sakit, atau dengan kayu-kayu yang ditumbuhi oleh jamur akar tersebut. Jamur akar putih lebih menyukai tanah yang berpori dan bereaksi netral (6-7) (Semangun, 1991). Untuk mengadakan infeksi pada akarakar sehat, jamur harus mempunyai alas makanan (food base) yang cukup. Dari akar-akar yang halus, yang tidak banyak mengandung kayu, misalnya
akar-akar gulma atau akar tanaman bawah, jamur tidak mampu menginfeksi langsung pada akar sehat. Jamur akar putih dapat menular dengan perantara rhizomorf. Rhizomorf dapat menjalar sampai lebih kurang 180 cm, terutama sepanjang permukaan-permukaan yang keras. Tetapi rhizomorf hanya dapat mengadakan infeksi pada akar yang sehat bila masih bertumpu pada sepotong kayu yang menjadi alas makanannya. Setelah mencapai akar tanaman yang sehat, rhizomorf lebih dahulu tumbuh secara epifitik pada permukaan akar sampai agak lama sebelum mengadakan penetrasi ke dalam akar (Semangun, 1964). Menurut Semangun (1964) dalam Rahayu (1999), pengendalian penyakit akar putih dapat dilakukan yaitu : i.
Untuk mencegah terjadinya penyakit, maka sebelum penanaman, pada waktu pembukaan tanah (land clearing), perlu dilakukan pembersihan tunggul dan sisa-sisa akar tanaman hutan secara teliti. Di dalam hutan biasanya banyak terdapat tumbuhan yang dapat menjadi inang jamur akar putih. Apabila mungkin, pada waktu land clearing sebelum dilakukan penebangan, sebaiknya pohon-pohon yang rentan diracun terlebih dahulu untuk mempercepat pembusukan tunggul dan akar-akarnya.
ii. Penanaman harus diusahakan menggunakan bibit yang sehat dan berkualitas baik agar tidak terinfeksi oleh jamur akar putih di persemaian. iii.
Apabila ada tanaman yang sakit, sumber inokulumnya harus disingkirkan dan dibinasakan.
iv.
Pencegahan meluasnya penyakit dapat dilakukan dengan membuat selokan isolasi (parit isolasi) dan pembuatan leher akar secara bersama-sama, disamping perbaikan drainase.
F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Jamur 1. Makanan
Duncan (1960) dalam Tambunan dan Nandika (1989) menyatakan bahwa jamur pelapuk kayu memerlukan zat makanan yang terkandung dalam kayu seperi selulosa, hemiselulosa dan lignin. Jamur tersebut akan terus berkembang selama bahan makanan yang dibutuhkan masih tersedia.
Moore
dan
Lendecker
(1972)
menyatakan
bahwa
jamur
juga
membutuhkan zat makanan yang terdiri dari unsur makro dan mikro. Unsur makro yang sangat dibutuhkan jamur adalah karbon, nitrogen, sedangkan unsur mikro berupa vitamin-vitamin. Unsur karbon sangat dibutuhkan sebagai energi. Unsur nitrogen dibutuhkan dalam proses sintesa asam amino yang menghasilkan protein guna membangun protoplasma. 2. Suhu Masing-masing jenis jamur mempunyai suhu optimum lingkungan yang berbeda, tetapi jamur perusak kayu tumbuh dengan baik pada keadaan yang lembab dan hangat. Padlinurjaji (1979) menyatakan bahwa suhu optimum untuk pertumbuhan jamur berkisar antara 27ºC – 32°C dan suhu maksimal 43°C. Pertumbuhan akan terhambat apabila suhunya berada di luar batas suhu optimum. Apabila suhu meningkat terus diatas suhu optimum, maka jamur akan mati. 3. Kelembaban Duncan (1960) diacu oleh Tambunan dan Nandika (1989) menyatakan bahwa tiap jenis jamur hidup dalam kelembaban yang berbeda-beda., tetapi hampir semua jamur dapat hidup pada substrat tidak jenuh air, terutama jenis-jenis yang tumbuh pada kayu atau tanah. Pertumbuhan maksimal untuk sebagian besar fungi terjadi pada kelembaban relatif antara 95 – 100 % dan pertumbuhan akan menurun atau berhenti pada kelembaban 80 –85 %. Sedikit fungi akan hidup pada kelembaban relatif 65 %. 4. Oksigen Menurut Padlinurjaji (1979), jamur memerlukan oksigen dalam proses respirasi dan oksidasi gula untuk mendapatkan energi. Proses respirasi menghasilkan gas CO2 dan jika tidak terdapat cukup udara di sekitarnya maka akan terjadi akumulasi CO2 yang dapat menghambat pertumbuhan dan terkadang mematikan jamur.
5. Derajat Keasaman Jenis-jenis jamur pelapuk kayu dapat hidup pada pH 4,5 – 5,5 dan batas minimum pertumbuhannya pada pH 2 (Tambunan dan Nandika, 1989). 6. Cahaya Faktor cahaya kurang begitu berpengaruh terhadap petumbuhan jamur. Sebagian kecil jenis jamur membutuhkan cahaya dalam intensitas dan kualitas tertentu untuk bereproduksi secara normal, namun sebagian besar dapat tumbuh dalam keadaan gelap (Christensen, 1975). Justru intensitas cahaya yang tinggi cenderung memperlambat pertumbuhan jamur (Scheffer, 1973). G. Deskripsi tentang Acacia crassisarpa A. Cunn. Ex Benth 1. Sifat Morfologi Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex Benth termasuk pohon yang mempunyai tinggi diatas 20 dan kadang-kadang bisa mencapai 30 m (Doran and Turnbull, 1997). Pohon ini mampu mencapai diameter batang lebih dari 50 cm, kulit batang berwarna gelap atau coklat abu-abu, kasar, beralur vertikal, kulit bagian dalam berwarna merah dan berserat. Berbunga majemuk yang terdiri dari sumbu sentral dengan bunga-bunga duduk, berwarna kuning terang, panjang 4 – 7 cm, tangkai yang menopang anak daun yang tebal, berkelamin ganda, panjang kelopak 0,5 – 0,7 mm, mahkota berkembang luas, glabrous, panjang 1,3 – 1,6 mm, 2 – 3 panjang kelopak; panjang benang sari 2 – 3 mm; ovari pendek (Hanum and Van der Maesen, 1997 dalam Novita 2000). Rettob
(1994)
dalam
Sumrahardi
(2000)
menyatakan
bahwa
A. crassicarpa merupakan tanaman tropik yang cepat pertumbuhannya pada berbagai jenis tanah, dapat memfiksasi nitrogen, tahan terhadap api dan kompetisi dengan gulma. Jenis ini mempunyai batang yang besar, dengan tinggi 30 m dan diameter mencapai 50 cm bila terdapat hutan-hutan terbuka, sedangkan yang terdapat pada hutan-hutan tertutup mencapai tinggi 5 – 20 m saja.
2. Persyaratan Tumbuh Jenis Akasia ini dapat tumbuh dengan baik pada tanah dengan keasaman yang kuat (tanah podsolik merah kuning) dan pada tanah dengan drainase tidak sempurna yang bisa tergenang pada musim hujan dan akan kering pada musim kemarau, misalnya pada daerah rawa (Doran and Turnbull, 1997). A. crassicarpa banyak dijumpai di daerah beriklim humid dan subhumid yang mempunyai suhu maksimum rata-rata pada musim panas sebesar 32 – 34ºC, suhu minimum rata-rata pada musim dingin sebesar 12ºC - 21ºC dan suhu harian maksimum mencapai 32ºC. Kebanyakan daerah sebarannya adalah bebas kabut (frost) yang mempunyai selang rata-rata curah hujan tahunan sebesar 1000 – 3500 mm (Doran and Turnbull, 1997). 3. Kegunaan A. crassicarpa dapat digunakan sebagai pelindung dan naungan, fiksasi nitrogen udara dan perlindungan tanah dalam mencegah erosi. Kayunya dapat digunakan untuk kayu energi, baik kayu bakar maupun pembuatan arang dan untuk kontroksi berat, meubel bahan baku pembuatan kapal, lantai, veneer dan pulp (Doran and Turnbull, 1997). A. crassicarpa juga dapat ditanam untuk mengontrol pertumbuhan gulma yang merupakan spesies efektif untuk rehabilitasi lahan yang banyak ditumbuhi oleh (L.) Reuschel (Hanum and Van der Maesen, 1997 dalam Novita 2000).
III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Lokasi PT. Sebangun Bumi Andalas Wood Industries (SBAWI) terletak di Teluk Pulai, Kecamatan Tulung Selapan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Propinsi Sumatera Selatan. Secara topografis dibatasi oleh : -
Sebelah Utara
: PT. Bumi Andalas Permai (BAP) dan ± 2 Km dari arah laut (Selat Bangka)
-
Sebelah Selatan
: Sungai Lebong Hitam
-
Sebelah Timur
: PT. Bumi Andalas Permai
-
Sebelah Barat
: Sungai Lebong Hitam dan Sungai Lebon (Desa Lubuk Tapa) berbatasan dengan PT. Bumi Mekar Hijau (BMH) dan PT. Bumi Andalas Permai (BAP)
Secara geografis dibatasi oleh : -
Sebelah Utara
: 02º
48' LS
-
Sebelah Selatan
: 03º
21' LS
-
Sebelah Timur
: 105º 34' BT
-
Sebelah Barat
: 105º 56' BT
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 125/KptsII/1998 tanggal 18 Februari 1998 PT. SBA Wood Industries mengelola areal berupa Hutan Tanaman Industri (HTI) seluas 40.000 Ha yang secara khusus ditujukan untuk memenuhi kebutuhan industri pulp dan kertas. Selanjutnya berdasarkan hasil tata batas temu gelang luas areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. SBA Wood Industries menjadi 147.885 Ha sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 67/Kpts-II/2001 tanggal 15 Maret 2001. Sebelumnya PT. SBA Wood Industries berupa memperoleh HPH seluas 134.200 Ha di Kelompok Tanjung Koyan-Sei. Lumpur Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Propinsi Sumatera Selatan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 715/Kpts-II/1992 tanggal 15 Juli 1992.
B. Tanah dan Geologi Tanah di areal kerja PT. SBAWI terbentuk dari batuan alluvium yang merupakan horison A (horison terbasuh). Tanah mineral di areal ini mempunyai bahan induk pasir halus dan lempung setempat dari endapan rawa swamp deposit yang membentuk tiga group formasi geologi yaitu marin, kubah dan alluvial, di atas formasi ini terbentuk tanah gambut dengan berbagai ketebalan. Menurut sisitem klasifikasi tanah Pusat Penelitian Tanah (PPT) 1992 di areal PT. SBAWI terdapat 3 jenis tanah yaitu organosol, gleisol dan alluvial. 1. Organosol dengan macam organosol hemik dan organosol saprik yang setara dengan dystric histosol (FAO-Unesco, 1974) atau menurut sistem taksonomi tanah USDA (Soil Survey, 1990) tergolong group topohemist, troposaprists atau sulfohemist (USDA, 1990). 2. Gleisol dengan macam gleisol hidrik atau gleisol dyistric yang setara dengan dystric gleisol (FAO-Unesco, 1974) atau hydraquents (USDA, 1990). 3. Alluvial dengan macam alluvial thinik atau alluvial fluvisols (FAOUnesco, 1974) atau sulvaquents (USDA, 1990), alluvial gleik yang setara dengan dystric gleisols (FAO-Unesco, 1974) atau tropoquents (USDA, 1990). Kelerengan pada areal PT. SBAWI tergolong datar (0-8%) areal ini secara keseluruhan merupakan areal rawa gambut, keadaan fisiografi di lokasi PT. SBAWI terdiri dari group alluvial dengan formasi hutan rawa yang selalu jenuh air di sepanjang pinggir sungai dan group kubah gambut dengan variasi kedalaman gambut antara 0,5-2,5 meter. C. Iklim dan Curah Hujan Berdasarkan data iklim dari Stasiun Meteorologi Kabupaten Ogan Komering Ilir, dalam kurun waktu selama 12 tahun (1980 sampai 1992) mempunyai tipe hujan B (Q = 0.15 – 0.30) menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson. Secara umum areal ini mempunyai curah hujan rata-rata
tertinggi pada bulan Maret sekitar 365 mm dan terendah pada bulan Agustus sekitar 70 mm yang memiliki ciri hujan kering yang tegas. Curah hujan ratarata bulanan adalah sekitar 2.380 mm dengan jumlah hari hujan 144 hari. D. Keadaan Hutan Keadaan hutan secara umum di areal PT. SBAWUI didominasi oleh tanah gambut, pohon-pohon sudah tidak ditemui dan vegetasi bawah banyak didominasi oleh belukar yang ditumbuhi pakis-pakisan dan pandan hutan serta semak yang ditumbuhi Mahang, Perumpung dan lain-lain. Perubahan lahan dari areal berhutan menjadi areal tidak berhutan disebabkan karena pada bulan Agustus 1997 sampai dengan bulan Februari 1998 terjadi kebakaran dengan tingkat kerusakan yang berat.
IV. METODE PENELITIAN
A.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada areal bekas kebakaran hutan tanaman industri tahun 2002 jenis Acacia crassicarpa umur tanam kurang dari 2 tahun, 2-2,5 tahun dan lebih dari 2,5 tahun di PT. Sebangun Bumi Andalas Wood Industries, Sumatera Selatan dari bulan Juni sampai bulan Juli 2005.
B.
Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : peta area kerja, meteran gulung sepanjang 50 m, tali rafia, kompas, plastik, tambang, GPS, phiband, clinometer, kuas, gunting, parang, pisau, cangkul, kantong plastik, kamera, kalkulator, tally sheet, kertas label. Bahan yang digunakan adalah contoh tanah dan aquades untuk mengukur pH tanah.
C. Metode 1. Jenis data a. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung di lapangan berupa hasil pengukuran dan hasil pengamatan langsung di lapangan. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang tidak diukur dan tidak dilaksanakan langsung di lapangan dan merupakan alat bantu untuk melaksanakan analisis data primer. Data sekunder berupa peta area kerja, dokumen-dokumen yang berkaitan dengan kejadian kebakaran dan luas kebakaran tahun 2002, informasi tentang penyiapan lahan yang dilakukan pada areal bekas terbakar dan di areal penelitian, informasi mengenai penyakit busuk akar putih dan penyebarannya di PT. Sebangun Bumi Andalas Wood Industries dan keadaan penyakit busuk akar putih di lokasi penelitian.
2. Cara Pengumpulan Data Pengamatan dan pengukuran dilakukan pada tegakan Acacia crassicarpa di areal hutan tanaman PT. SBA Wood Industries dengan masingmasing umur tanam, yaitu umur tanam 2 tahun, 2-2,5 tahun, dan lebih dari 2,5 tahun. Tegakan A. crassicarpa yang dijadikan objek penelitian sebelumnya merupakan areal bekas terbakar tahun 2002 yang kemudian ditanami kembali (replanting). Areal tersebut setelah terbakar ditumbuhi semak belukar dan alang-alang dan sebelum ditanami kembali dengan jenis yang sama yaitu A. crassicarpa dilakukan penyiapan lahan dengan cara manual dan penyemprotan. Luas areal yang terbakar tahun 2002 dan sudah ditanami kembali dengan jenis A. crassicarpa adalah 4552.48 Ha. Luas areal untuk umur tanam kurang dari 2 tahun sebesar 1710.67 Ha, umur tanam 2-2,5 tahun sebesar 224.79 Ha, dan umur tanam lebih dari 2,5 tahun sebesar 598.02 Ha. Teknik sampling yang digunakan adalah Stratified Random Sampling dengan Intensitas Sampling 0,02%. Unit contoh yang digunakan berupa lingkaran berukuran 0,1 Ha atau dengan jari-jari 17,95 m. Banyaknya unit contoh yang diambil pada setiap tahun tanam menggunakan alokasi sebanding (propotional allocation), dengan rumus : nh =
Nh ×n N
Dimana : nh = banyaknya unit contoh pada tahun tanam ke-h (h = 1, 2, 3, ....) Nh = luas areal tahun tanam ke-h N = total luas areal yang diteliti n = total unit contoh dari seluruh tahun tanam Dari rumus tersebut diperoleh 9 plot contoh dengan rincian 3 plot contoh untuk tegakan A. Crassicarpa umur tanam kurang dari 2 tahun, 5 plot contoh untuk umur tanam 2 – 2,5 tahun dan 1 plot untuk umur tanam lebih dari 2,5 tahun. 3. Pengambilan Data Lokasi Pohon Data lokasi pohon terdiri dari posisi pohon (azimuth dan jarak horizontal). Data ini diambil untuk membuat peta sebaran pohon dalam unit/plot contoh yang nantinya untuk menghasilkan pola penyebaran penyakit
busuk akar putih. Pengambilan data dilakukuan pada setiap pohon di dalam unit contoh/plot. 4. Pengamatan terhadap Penyakit Busuk Akar Putih, Pola Penyebaran, dan Serangannya Pengamatan terhadap penyakit busuk akar putih dilakukan pada tiap plot contoh. Cara untuk mengetahui pohon yang terkena penyakit adalah dengan melihat gejala dan tanda-tanda yang timbul pada pohon yaitu, daun menguning dan rontok, akar tanaman busuk serta batang menjadi mati dan tumbang. Pengamatan terhadap penyakit akar putih dilakukan pada tiap pohon sehingga pola penyebaran serangan penyakit tersebut dapat diketahui. Selanjutnya dibuat peta sebaran pohon untuk masing-masing plot contoh dengan menggunakan skala 1 : 400. Kriteria untuk pohon yang terserang penyakit busuk akar putih dapat dilihat dari bagian akarnya. Untuk bisa melihat kerusakan akarnya terlebih dahulu harus melihat akar yang terkena penyakit busuk akar putih secara langsung yaitu dengan menggali atau membongkar akar tersebut. Selain itu juga dilakukan pengamatan terhadap kondisi pucuk daun, warna daun dan kondisi daun lainnya seperti daun layu atau tidak. Kriteria tingkat serangan dan gejala penyakit busuk akar putih disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Tingkat serangan dan gejala penyakit busuk akar putih (Ali, 1980). Tingkat Gejala serangan 0 (sehat) Pucuk banyak, warna daun hijau suram, posisi daun agak tegak (untuk A. crassicarpa, posisi daun beradaptasi dengan cahaya matahari untuk mendapatkan zat foton). 1 (awal) Pucuk sedikit, warna daun suram, permukaan daun kurang merata dan posisi daun agak mendatar. Umumnya akar masih terserang ringan, kadang-kadang daun masih tampak sehat, tetapi pada permukaan ditemukan benang-benang jamur. 2 (kritis) Pucuk sedikit sekali, daun mulai terkulai atau layu. Benangbenang jamur umumnya telah menembus dan mengakibatkan pembusukan setempat pada sebagian perakaran. 3 (lanjut) Daun layu, beberapa daun mulai mengering hingga seluruh daun kering, tanaman hampir mati atau mati dan daun gugur. Umumnya serangan telah mencapai leher akar dan jaringan tanaman telah membusuk.
5. Data Pendukung. Pengambilan tanah pada plot contoh untuk diukur pHnya dengan menggunakan pH meter. Selain itu juga diambil data skunder mengenai pH tanah sebelum dan setelah terjadi kebakaran yang terjadi pada tahun 2002. 6. Analisis Data 1). Tingkat serangan penyakit busuk akar putih dalam setiap unit contoh dihitung dengan rumus yang dikemukakan oleh Towsend and Heuberger dalam Unterstenhofer (1976), yaitu : 3
Yk =
∑x y i
i =o
i
× 100 3N Dimana : Yk = nilai pengamatan serangan penyakit busuk akar putih pada unit contoh ke-k N = total jumlah pohon pada unit contoh ke-k xi = jumlah pohon yang terserang dengan klasifikasi tertentu yi = nilai untuk klasifikasi tertentu 3 = nilai tertinggi dalam klasifikasi
(Towsend and
Heuberger dalam Unterstenhofer, 1976) 2). Rata-rata serangan penyakit busuk akar putih pada setiap umur tanam : n
−
Yh =
∑ Yk k =1
n −
Dimana : Y h = rata-rata tingkat serangan penyakit busuk akar putih pada umur tanam ke-h Yk = nilai pengamatan pada unit contoh ke-k n 3)
= jumlah unit contoh pada setiap umur tanam
Rata-rata tingkat serangan penyakit busuk akar putih pada populasi L
Yst =
∑N i =1
Dimana :
−
h Yh
h Yst = rata-rata serangan penyakit bususk akar putih dari populasi
Nh = jumlah satuan pengamatan setiap umur tanam ke-h −
Y h = rata-rata tingkat serangan penyakit busuk akar putih pada umur tanam ke-h h = jumlah umur tanam Untuk mengetahui apakah perbedaan umur tanam berhubungan dengan tingkat serangan penyakit busuk akar putih pada tegakan A. crassicarpa di areal bekas terbakar maka disusun analisis regeresi dengan menggunakan program curve expert model linear yang persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut : y = a + bx Ket: y = intensitas serangan penyakit busuk akar putih a = nilai pada saat garis regresi memotong sumbu x b = besarnya perubahan y untuk setiap perubahan x sebesar satu satuan x = umur tanam
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Pembahasan 1. Kejadian Kebakaran tahun 2002 a. Penyebab Terjadinya Kebakaran Hutan Kejadian kebakaran yang terjadi pada tahun 2002 sumber apinya berasal dari lokasi-lokasi dimana terdapat kegiatan penyiapan lahan (imas/tebang, buka jalur dan penanaman) sehingga dapat dijelaskan bahwa penyebab terjadinya kebakaran dikarenakan faktor kelalaian manusia. Berdasarkan data kondisi suhu, kecepatan angin dan kelembaban pada saat kejadian kebakaran yang disajikan pada Tabel 2 menunjukan areal-areal yang dilakukan penyiapan lahan memiliki tingkat kerawanan kebakaran yang tinggi. Hal ini dikarenakan suhu dan kecepatan angin sangat tinggi serta kelembaban yang relatif rendah. Selain itu kondisi areal secara umum memiliki bahan bakar terutama serasah yang tinggi dengan kadar air yang relatif sangat rendah dan banyak terdapat log-log kering baik yang terdapat di atas permukaan maupun di bawah permukaan gambut. Kondisi air gambut yang kering pada musim kemarau dan pola kanalisasi yang masih dalam tahap pembangunan. Adanya kebiasaan sonor (pembakaran lahan untuk penanaman padi) yang dilakukan oleh masyarakat sekitar pun menjadi salah satu penyebab timbulnya kebakaran di daerah ini. Tabel 2. Kondisi rata-rata suhu, kelembaban, kecepatan angin, laju penjalaran api, ketebalan bahan bakar, dan tinggi api pada saat kejadian kebakaran pada berbagai kondisi Kondisi Areal Semak Belukar Imas/Tebang, Buka Jalur dan Penanaman Tanaman • 1 tahun Tanaman 2 tahun Tanaman • 2 tahun
46
22.4
Kecepatan Angin (km/jam) 48.58
51.2
23.6
53.2
76
57
124
50.8
23.8
27.99
18.4
115
194
50.8
23
25.47
20.6
90
88
47
27
x
11.2
121
152
Suhu (ºC)
Kelembaban (%)
Kecepatan Penjalaran Api (cm/mnt) 64
Ketebalan Bahan Bakar (cm) 118
Tinggi Api (cm) 214
b. Tipe Kebakaran Hutan Tipe kebakaran hutan tahun 2002 yang dijadikan lokasi penelitian adalah tipe kebakaran bawah (ground fire) dan kebakaran permukaan (surface fire). Intensitas kebakaran yang terjadi termasuk kebakaran berat, hal ini terlihat dari besarnya luas kebakaran yang terjadi yaitu menghilangkan sekitar 91,46% dari aset tanaman yang dimiliki oleh perusahaan, kondisi pohon yang terbakar mengalami kematian baik yang masih berdiri maupun yang sudah rebah ke lantai hutan. Luasan yang terbakar seluas 2.973,01 Ha dan sisa yang tidak terbakar adalah seluas 271,11 Ha (Tabel 3). Data mengenai areal PT. SBA Wood Industries yang terbakar selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2. Selain itu laju penjalaran api yang sangat tinggi dengan tinggi api sekitar 88 – 214 cm mengakibatkan meluasnya kebakaran. Laju penjalaran api dan tinggi lidah api pada saat terjadinya kebakaran disajikan pada Tabel 2. Kondisi asap yang sangat pekat juga mengindikasikan bahwa kebakaran tahun 2002 termasuk kebakaran berat. Tabel 3. Data areal HTI SBA Wood Industries yang terbakar Areal Tanaman (Ha)
Areal Non Tanaman (Ha) Semak Buka Th 1999 Th 2000 Th 2001 Th 2002 Imas/Tebang Belukar Jalur 6,95 1.372,78 176,70 1.416,58 1.327,34 675,07 147,37 Total areal Tanaman 2.973,01 Total Areal Non Tanaman 2.149,34 Grand Total 5.122,79
b. Kondisi Areal Setelah Terbakar Berdasarkan hasil penelitian Iswanto (2005) di PT. SBA Wood Industries pada lahan bekas terbakar tahun 2002 yang telah ditanami A. crassicarpa umur 2 bulan memiliki pH 5.33 dan umur tegakan 4 bulan memiliki pH 4,35. Menurut Adinugroho et al (2005), perubahan yang terjadi pada sifat kimia gambut segera setelah terjadinya kebakaran ditandai dengan peningkatan pH, N total, fosfor, basa total (kalsium, masnesium, kalium dan natrium) dan penurunan kandungan C-organik. Namun peningkatan tersebut hanya bersifat sementara karena setelah
beberapa bulan setelah terbakar (biasanya sekitar 3 bulan) maka akan terjadi perubahan kembali sifat kimia gambut tersebut. Pada areal setelah terbakar terdapat peningkatan beberapa unsur hara mikro dan makro karena adanya sisa pembakaran bahan bakar serasah, ranting dan log-log kayu. Selain itu di arealnya banyak terdapat sisa-sisa tunggul dan log-log yang terbakar di bawah permukaan tanah.
Gambar 1. Sisa yunggul pada area habis terbakar Kejadian kebakaran pada areal semak belukar mempersingkat proses penyiapan lahan atau dapat dikatakan penyiapan lahannya tidak dilakukan karena kondisi areal penanaman setelah terbakar tidak perlu dilakukan imas/tebang, buka jalur maupun penyemprotan. Sedangkan pada kondisi
masih
terdapat
ranting-ranting,
pohon-pohon
kecil
sisa
pembakaran, dan tanaman A. crassicarpa besar yang mati akibat terbakar dilakukan penyiapan lahan dengan menggunakan sistem tebang. Sedangkan pada kondisi dengan areal yang terdapat pohon A. crassicarpa besar yang mati akibat terbakar dilakukan dengan tebang rencek. Batang dan ranting yang terbakar yang masih tegak ditumbangkan dan dipotong sehingga tidak mengganggu aktivitas penanaman. Secara keseluruhan penyiapan lahan yang dilakukan pada areal yang terbakar tahun 2002 adalah dengan sistem manual.
Gambar 2. Sisa-sisa akar yang tertinggal pada saat penyiapan lahan 2. Kondisi Tegakan A. crassicarpa pada Lahan Bekas Terbakar dengan Berbagai Umur Tanam Pada tegakan A. crassicarpa umur tanam kurang dari 2 tahun diambil 2 sampel tanah yaitu pada plot 1 dan 3 dengan masing-masing nilai pH sebesar 5.80 dan 4.95. Pada umur tanam 2-2,5 tahun diambil 3 sampel tanah untuk pengukuran pH tanahnya yaitu pada plot 2, 4 dan 5, masing-masing pHnya 5.95, 5.90 dan 6.00. Sedangkan untuk tahun tanam diatas 2,5 tahun hanya diambil satu contoh tanah yaitu pada plot 1 dan memiliki pH 6.25. Dari informasi yang diperoleh areal penelitian sebelum kebakaran memiliki pH 3 sampai 5. 3. Gejala dan Jenis Jamur Akar Putih Gejala-gejala panyakit busuk akar putih yang ditemukan di lokasi penelitian adalah miselianya menyerang akar tanaman, gejala baru nampak ke apabila penyakitnya sudah parah ditandai dengan perubahan warna secara mendadak terutama pada daun-daun muda. Selanjutnya daun tersebut berubah warna menjadi kuning lalu mengering dan akhirnya daun tersebut gugur dan ujung ranting mati. Tanaman terserang berat atau lanjut akhirnya tumbang. Pada lokasi penelitian juga ditemukan badan buah jamur akar putih, hal ini menunjukan bahwa serangan telah mencapai tingkat lanjut. Soedarso (1956) dalam Ali (1980) mengemukakan jika perakaran dibuka, akan nampak benang-benang jamur yang berwarna putih kekuningan pada permukaan akar
dan pada tempat yang terserang tersebut kulit akar mati, kemudian bagian kayu yang terserang menjadi lunak.
Gambar 3. Perakaran yang dibuka terlihat adanya rhizomorf berwarna putih (spesimen dari Nuhamara, 2004) Penyebab penyakit busuk akar putih disebabkan oleh jamur akar putih. Nama ilmiahnya Rigidoporus microporus (Swartz:Fr.) van Ov., meskipun sekarang jamur tersebut terkenal dengan nama Fomes lignosus Klotzsch dan Rigidoporus microporus (Klotzsch) Imazeki. Menurut Van Overeem dan Weese (1924) dalam Semangun (1996) jamur akar putih mempunyai lebih dari kurang 35 nama lain (sinonim). Badan buah jamur akar putih berbentuk kipas tebal, agak berkayu dan mempunyai tepi yang tipis seperti yang terlihat pada Gambar 1. Warna permukaan atas tubuh buah jingga sampai merah kecoklatan dengan zona berwarna gelap yang agak menonjol. Permukaan bawah berwarna jingga, tepinya berwarna kuning jernih atau putih kekuningan. Jamur dengan ciri seperti ini adalah jamur akar putih dari jenis Ganoderma sp. Antara Ganoderma sp dengan Rigidoporus microporus adalah sama-sama merupakan jamur akar putih, akan tetapi jamur Rigidoporus microporus lebih optimal dan lebih banyak menyerang berbagai macam tanaman atau pohon yang menyebabkan penyakit busuk akar putih. Gambar badan buah jamur Ganoderma sp yang ditemukan di lokasi penelitian diperlihatkan dalam Gambar 1.
Gambar 4. Badan buah jamur akar putih (Ganoderma sp)
G Gambar 5. Badan buah jamur Rigidoporus micoporus Jamur akar putih sering membentuk tubuh buah pada leher akar tanaman sakit seperti yang ditunjukan pada Gambar 1 atau pada tunggul dan akar sakit yang terbuka. Jamur akar putih selain mengadakan infeksi yang akut yang meyebabkan gejala yang jelas juga dapat mengadakan infeksi kronis yang tidak menimbulkan gejala yang jelas, baru setelah dibongkar terlihat adanya rhizmorf jamur pada akar (Young, 1954 dalam Semangun, 1996). 4. Kemungkinan Berkembangnya Penyakit Busuk Akar Putih Kerusakan akibat kebakaran hutan di PT. SBA Wood Industries banyak meninggalkan tegakan mati, sisa-sisa tunggak mati atau batang-batang yang tumbang di lantai hutan. Di dalam tanah juga masih banyak terdapat sisa-sisa akar habis terbakar maupun bekas pembukaan hutan era HPH. Pada saat penyiapan lahan untuk penanaman yaitu dengan sistem manual, sisa-sisa
tunggul maupun sisa akar dan log-log yang terbakar masih ada di bawah permukaan tanah. Penyiapan lahan dengan sistem manual kurang efektif dalam membersihkan lahan sehingga sisa-sisa log tersebut menjadi tempat tumbuh dan berkembangnya patogen penyebab penyakit atau menjadi alas makanan (base food) bagi patogen penyakit tersebut. Dengan alas makanan tersebut jamur dapat menginfeksi tanaman yang sehat. Menurut Semangun (1996) spora diduga dapat disebarkan oleh angin dan dapat menimbulkan infeksi pada tunggul yang masih baru. Kemungkinan besar spora dapat tumbuh dan berkembang pada tunggul-tunggul pohon yang mati hingga sisa tunggul pohon ini menjadi terinfeksi dan penyebaran penyakit terjadi karena kontak dengan tunggul pohon yang telah terinfeksi melalui rhizomorf tetapi kemungkinanya kecil. Perkembangbiakan jamur akar putih terutama terjadi karena adanya miselia atau hifa karena penyakit busuk akar putih terjadi akibat adanya kontak antar akar. Napper (1932) dalam Semangun (1964) mengemukakan bahwa ada 2 kemungkinan yang menyebabkan penyakit ini sering ditemukan pada pertanaman muda yaitu (1) penyakit berkembang pada sisa-sisa akar atau tunggul dan menyebar melalui spora yang terbawa angin setelah pembukaan hutan atau pembongkaran tanaman tua, dan (2) penyakit berkembang dari sumber vegetatif yang terdapat di dalam tanah sebelum pembersihan hutan atau tanaman tua dan memperoleh rangsangan tumbuh karena pembersihan dan pembakaran. Kebakaran hutan tahun 2002 Di PT. SBA Wood Industries banyak meninggalkan sisa-sisa akar di bawah permukaan, meskipun sudah dilakukan penyiapan lahan pembersihan sisa-sisa akar atau tunggul pohon mati kurang efektif hal inilah yang memungkinkan penyakit busuk akar putih dominan menyerang pada tegakan A. crassisarpa. Untuk itu pada penyiapan lahan sedapat mungkin sisa-sisa tunggul pohon dan akar-akar pohon yang besar dibongkar guna mencegah berkembangnya penyakit lebih lanjut. Jika pembukaan lahan dilakukan dengan menggunakan alat-alat mekanis maka sisa-sisa kayu dan akar yang tertinggal di dalam tanah akan keluar dari dalam tanah.
Pada lahan bekas terbakar biasanya terjadi peningkatan unsur hara makro dan mikro karena adanya sisa-sisa pembakaran serasah, ranting dan log kayu serta adanya abu menyebabkan jamur mudah tumbuh dan berkembang. Menurut Moore dan Lendecker (1972) jamur pelapuk kayu membutuhkan zat makanan yang terdiri dari unsur hara makro dan mikro. Sisa-sisa pembakaran tersebut digunakan oleh jamur sebagai substrat dan jamur memperoleh makanan dari sumber tersebut hingga jamur memperoleh tanaman yang dapat diinfeksi. Sebelum terjadinya kebakaran, pH tanah yang terukur menurut informasi yang diperoleh memiliki pH yang rendah yaitu berkisar 3-5 karena sifat gambut yang asam. Setelah terjadinya kebakaran terjadi peningkatan pH tanah atau tanahnya tidak bersifat asam lagi yang menyebabkan jamur akar putih menyukai tanah tersebut karena jamur akar putih tidak menyukai tanah dengan suasana asam. Jamur akar putih merupakan jamur saprofit penghuni tanah, tetapi apabila bertemu dengan akar tanaman akan menjadi parasit fakultatif. Jamur akar putih bertahan dalam tanah dengan cara membentuk rhizomorf. Sekali tanah terkontaminasi jamur akar putih seterusnya tanah tersebut akan dihuni oleh jamur akar putih dan akan menjadi ancaman untuk setiap penanaman baru. Peremajaan yang dilakukan berulang-ulang dari tanaman dengan jenis yang sama menyebabkan akumulasi sumber penyakit jamur akar putih dalam tanah (Soepena, 1995). Areal tempat dilakukannya penelitian merupakan areal bekas tanaman A. crassicarpa yang mengalami kebakaran tahun 2002 yang kemudian direplanting dengan jenis yang sama yaitu A. crassicarpa. Tegakan A. crassicarpa sebelum terbakar sudah terkontaminasi oleh jamur akar putih. Hal ini terlihat pada tegakan A. crassicarpa yang dijadikan area produksi benih banyak terdapat penyakit busuk akar putih. Area ini dulunya bukan merupakan salah satu area yang tidak terkena kebakaran hutan tahun 2002 tetapi mengalami kebakaran dan penebangan pada era HPH dulu. Jamur akar putih adalah jasad yang polifag, yang dapat menyerang bermacam tumbuhan salah satunya adalah dari jenis Acacia spp (Semangun, 1996). Berdasarkan hasil prosiding di Subarjenji, Sumatera Selatan (1996), jamur akar putih dari jenis Ganoderma sp ditemukan pada tegakan
A. crassicarpa di Sumatera Utara. Jamur tersebut menginfeksi pertanaman A. crassicarpa pada rotasi tahun ke-2. Gejala yang muncul antara lain terlihatnya rhizomorf yang berwarna putih. 5. Tingkat Serangan Penyakit Busuk Akar Putih Hasil penilaian tingkat kerusakan pohon akibat penyakit busuk akar putih dalam setiap plot contoh per umur tanam pada areal bekas kebakaran tahun 2002 disajikan pada Tabel 3, 4, dan 5. Tabel 4. Hasil penilaian tingkat serangan pohon akibat penyakit busuk akar putih dalam tiap plot contoh pada areal bekas kebakaran tahun 2002 umur tanam kurang dari 2 tahun Nomor Plot 1 2 3 Jumlah
Tingkat serangan 0 1 2 73 29 6 51 64 7 85 209 93 13
3 2 4 6
Jumlah Pohon 110 126 85 321
Intensitas serangan (%) 14.24 23.81 0 38.05
Berdasarkan hasil pengamatan pada umur tanam kurang dari 2 tahun tingkat serangannya masih rendah bahkan pada plot 1 nilainya 0%, sedang pada plot ke-2 dan ke-3 nilainya bertambah berturut-turut 23.81%.
Gambar 6. Kriteria pohon yang sehat atau tingkat 0 (Siregar et al, 2004).
Gambar 7. Kriteria pohon tingkat 1 (Awal)
Gambar 8. Kriteria pohon tingkat 2 (Kritis)
Gambar 9. Kriteria pohon tingkat 3 (Lanjut)
Tabel 4. Hasil penilaian tingkat serangan pohon akibat penyakit busuk akar putih dalam tiap plot ontoh pada areal bekas kebakaran tahun 2002 umur tanam 2 – 2.5 tahun Nomor Plot 1 2 3 4 5 Jumlah
Tingkat serangan 0 1 2 3 16 31 12 11 48 53 26 8 55 67 9 2 42 43 16 5 10 49 18 24 171 243 81 50
Jumlah Pohon 70 135 133 106 100 544
Intensitas Serangan (%) 41.9 31.85 22.81 27.67 52.3 176.53
Hasil penilaian tingkat serangan penyakit busuk akar putih pada umur tanam 2 sampai 2,5 tahun memiliki nilai yang lebih besar dari pada umur tanam 2 tahun. Nilai serangan tertinggi ada di plot ke-5 sebesar 52.3%. 3 plot berikutnya yaitu pada plot 1,2, dan 4 memiliki tingkat serangan berturut-turut sebesar 41.9%, 31.95% dan 27.67%. Sedangkan pada plot ke-3 memiliki tingkat serangan sebesar 22.81%. Tabel 5. Hasil penilaian tingkat serangan pohon akibat penyakit busuk akar putih dalam tiap plot contoh pada areal bekas kebakaran umur tanam lebih dari 2,5 tahun Nomor Plot 1
Kriteria serangan 0 1 2 3 11 38 33 13
Jumlah Pohon 95
Derajat kerusakan (%) 50.18
Untuk tegakan A. crssicarpa dengan umur tanam lebih dari 2,5 tahun memiliki tingkat serangan sebesar 50.18%. Rata-rata tingkat serangan pohon akibat penyakit busuk akar putih per umur tanam pada areal bekas kebakaran tahun 2002 tegakan A. crassicarpa lokasi penelitian disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Rata-rata tingkat serangan pohon akibat penyakit busuk akar putih per umur tanam pada areal bekas kebakaran tahun 2002 tegakan A. crassicarpa di PT. SBA Wood Industries No 1 2 3
Umur Tanam (tahun) <2 2 – 2,5 > 2,5 Populasi
Rata-rata Serangan 12.68 % 35.31 % 50.18 % 32.72 %
Tingkat serangan pada umur tanam 2 tahun diperoleh rata-rata 12.68% dengan intensitas serangan kategori ringan, umur tanam 2 – 2,5 tahun 35.31% dan yang tertinggi nilai rata-rata serangannya adalah pada umur tanam lebih dari 2,5 tahun sebesar 50.18%. Untuk keseluruhan hasil analisa atau populasi serangan penyakit busuk akar putih di PT. SBA Wood Industries memiliki nilai intensitas serangan sebesar 32.72%. Dari hasil analisis regresi program curve expert dengan model linear diperoleh persamaan y = a + bx Intensitas serangan penyakit = -6,065 + 19,959062 Umur tanam R2 = 0,62 Dari persamaan diatas didapat nilai koefisien determinasi (R2) antara intensitas serangan penyakit busuk akar putih dengan umur tanam yaitu sebesar 0,62.
Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa 62% di antara
keragaman dalam nilai intensitas serangan penyakit busuk akar putih dapat dijelaskan dengan nilai umur tanam. Dari pengamatan yang dilakukan tanaman yang berumur lebih dari 2,5 tahun memiliki intensitas serangan yang lebih besar dibandingkan dengan tanaman berumur 2-2,5 tahun dan umur kurang dari 2 tahun. Hal ini disebabkan pada pertanaman yang berumur kurang dari 2 tahun, jamur akar putih belum aktif. Napper (1932) dalam Ali (1980) mengemukakan bahwa jamur akar putih dapat bertahan lama pada sisa-sisa akar dan baru kemudian membentuk rhizomorf menjelang bahan makanan substratnya habis, selanjutnya rhizomorf dapat menginfeksi tanaman di sekitarnya. Perakaran tanaman dengan umur tanam lebih dari 2,5 tahun lebih berkembang dibandingkan dengan perakaran tanaman satu tahun, sehingga kemungkinan terjadinya kontak dengan sumber infeksi lebih besar. Tapi pada dasarnya penyakit busuk akar mulai menyerang pada umur tanam 2 tahun. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan rata-rata tingkat serangan penyakit busuk akar putih pada umur tegakan 2-2,5 tahun yang mencapai 35,31%. Intensitas serangan juga ditentukan faktor lingkungan atau abiotik seperti faktor pH tanah. Semangun (1991) mengemukakan jamur akar putih lebih menyukai tanah yang berpori dan bereaksi netral (pH 6-7). Pada umur tanam lebih dari
2,5 tahun memiliki tingkat serangan jamur akar putih tertinggi, salah satu faktor penyebabnya tanah memilki pH 6,25 sehingga tanah tersebut optimum untuk pertumbuhan dan perkembangan jamur akar putih. Pada umur tanam 22,5 tahun, tanahya memiliki pH yang beragam, meskipun ada yang sedikit di bawah pH netral (6-7) yaitu sekitar 5.95 atau 5.90 tapi tanah tersebut masih optimum untuk perkembangan jamur akar, hal ini terlihat intensitas serangannya sebesar 35,31%. Serangan penyakit busuk akar putih paling banyak ditemukan pada plot 5 pada umur tegakan 2-2,5 tahun dan pada plot 1 pada umur tegakan lebih dari 2,5 tahun. Hal ini diduga ada hubungannya dengan sumber infeksi, kemungkinan besar sumber infeksi banyak terdapat di tempat tersebut. Pada umur tanam kurang dari 2 tahun sedikit ditemukan jamur akar putih bahkan ada 1 plot yaitu pada plot ke-3 belum terkena penyakit busuk akar putih, hal ini disebabkan perkembangan perakarannya belum meluas, sedikitnya terdapat sumber infeksi. Untuk plot yang ke-3 yang tidak ditemukan jamur akar putih, kemungkinan besar disebabkan pada areal tersebut jamur akar masih bertahan pada sisa-sisa akar yang tertinggal dalam tanah. Menurut Napper (1932) dalam Semangun (1964) timbulnya penyakit akar pada pertanaman tergantung pada banyaknya sisa-sisa akar yang terinfeksi yang tertinggal dalam tanah pada waktu penanaman. Tunggul dan sisa-sisa akar yang tertinggal pada saat penyiapan lahan dapat merupakan sumber infeksi karena sisa akar selama enam bulan masih dalam keadaan baik dan lama setelah itu jamur masih dapat bertahan terus pada sisa akar yang sedang
membusuk.
Bahkan
John
(1958)
dalam
Semangun
(1964)
mengungkapkan jamur akar putih pada tanaman Karet dapat bertahan berturutturut selama 6, 20 dan 40 bulan. Hal inilah mungkin yang menjadi penyebab mengapa jamur akar putih tidak ada pada plot ke-3 tapi sudah mulai terlihat pada plot 1. Serangan jamur akar putih pada tingkat 1 (awal) masih peluang yang cukup besar untuk disembuhkan. Serangan untuk tingkat 2 (kritis) masih mungkin ditolong apabila pengendalian cepat dilakukan. Tanaman yang belum terserang lanjut masih dapat ditolong dengan memotong akar yang sakit pada
tempat yang masih sehat (Soedarso, 1956 dalam Ali, 1980). Penggunaan fungisida setelah pemotongan akar yang sakit dapat mencegah infeksi ulang. Bahan kimia yang dapat digunakan adalah belerang. Kemungkinan untuk dapat disembuhkan kecil sekali apabila serangan telah mencapai tingkat 3. Untuk tingkat serangan lanjut atau berat dapat dilakukan penilikan daun atau inspeksi daun 3 bulan sekali. Jika dengan penilikan daun diketahui adanya tanaman yang sakit, maka tanaman di sekitarnya dilakukan penilikan akar, hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi ke pohon-pohon yang ada di sekitarnya. Berdasarkan hasil analisis regresi terdapat hubungan yang linear antara umur tanam dengan intensitas serangan penyakit busuk akar putih dengan kata lain semakin meningkatnya umur tanaman maka intensitas serangan penyakit busuk akar putih semakin meningkat pula. Menurut Semangun (1964) serangan jamur akar putih terutama terdapat dalam pertanaman muda, pada umumnya mulai dari tahun ke dua. Oleh karena itu jika kondisi ini dibiarkan berlangsung, bukan hal yang tidak mungkin tingkat serangannya akan terus meningkat (menjadi berat), sebab jamur merupakan organisme hidup yang dapat terus tumbuh dan berkembang bila didukung oleh iklim yang sesuai dan tersedianya bahan makanan yang cukup untuk kelangsungan hidupnya. 6. Pola Peyebaran Penyakit Akar Putih Hasil penilaian pola penyebaran penyakit busuk akar putih di PT. SBA Wood Industries dalam tiap plot contoh per umur dapat dilihat pada Lampiran peta sebaran pohon 10 sampai 19. Seperti yang terlihat pada tiap plot dalam berbagai umur tanam pada Lampiran 11-20, jika ada satu pohon yang terkena penyakit busuk akar putih atau masuk kategori 3 (lanjut) maka pohon-pohon yang ada di sekitarnya telah terkontaminasi jamur akar putih (masuk dalam kategori 1 atau 2). Menurut Semangun (1964) jamur akar putih dapat terjadi penularan dengan perantara rhizomorf, yang dapat menjalar bebas di dalam tanah, terlepas dari akar-akar tanaman. Dengan cara ini rhizomorf dapat menjalar sampai kurang lebih 180 cm. Rhizomorf tidak dapat tumbuh dengan baik pada permukaan akar yang
terbuka atau berada di luar tanah (Young, 1954 dalam Semangun, 1964). Lebih jauh lagi Semangun (1964) mengemukakan rhizomorf hanya dapat mengadakan infeksi pada akar tanaman sehat bila masih berpegangan pada sepotong kayu yang menjadi persediaan makanannya. Biasanya setelah mencapai akar tanaman sehat, rhizomorf tumbuh sebagai epifit pada permukaan akar sebelum mengadakan penetrasi. Jamur tidak membentuk rhizomorf sebelum makanan dalam substratnya habis. Menurut John (1958) dalam Semangun (1964) pertumbuhan dan penetrasi jamur pada akar ke arah pangkal kurang lebih 2 kali lebih cepat dari pada ke arah ujung. Hal ini yang menyebabkan banyak ditemukan miselia-miselia jamur akar putih pada pangkal akar. Seperti yang terlihat pada peta sebaran pohon banyak daerah yang kosong terutama yang ada di sekitar pohon yang terkena serangan 1 (awal), 2 (kritis) atau 3 (lanjut), contohnya plot 1, 5 pada umur tanam 2-2,5 tahun dan plot 1 pada umur tanam lebih dari 2,5 tahun. Hal ini disebabkan pada waktu penanaman sulit dilakukan karena banyak terdapat sisa-sisa akar atau sisa tunggul yang tidak terbawa saat penyiapan lahan. Tempat ini juga yang menyebabkan sumber inokulum sehingga pohon yang terletak dekat dengan daerah ini paling cepat terinfeksi jamur akar putih yang pada akhirnya pada umur tertentu pohon tersebut sudah mati atau hampir mati. Tetapi ada juga kekosongan terjadi di area yang pohonnya sehat atau tidak terkontaminasi jamur akar putih kemungkinan disebabkan akibat penyulaman yang gagal karena terdesak dengan pohon yang ada di kanan kirinya yang jauh lebih besar. .Dari
sepanjang penelitian yang saya lihat, penyakit busuk akar putih
banyak terdapat di tepi pertanaman dan setidaknya setelah masuk ke dalam di dalam hutan itu sendiri, intensitas penyakit busuk akar putih sama banyaknya dengan yang terdapat di tepi pertanaman. Faktor penyebabnya adalah pada waktu penyiapan lahan sisa-sisa akar, sisa cabang atau ranting dan tanaman mati dikumpulkan di tempat tersebut atau sebelum diangkut ke tempat lain. Sehingga banyak sisa akar yang tertinggal dibagian pertanaman tersebut yang kemudian menjadi alas makanan (base food) bagi jamur akar putih.
7. Solusi atau Pengendalian Penyakit Berdasarkan data tingkat serangan akibat penyakit busuk akar putih pada tingkat populasi, PT. SBA Wood Industires memiliki rata-rata serangan sebesar 32.95% seperti yang ditunjukan pada Tabel 6. Kemungkinan besar dapat dicegah agar tingkat kerusakannya tidak meningkat lagi atau setidaknya dapat dikurangi dengan melakukan pencegahan maupun pengobatan. Pengendalian penyakit akar putih dapat dilakukan melalui cara-cara sebagai berikut : a. Untuk mencegah terjadinya penyakit, maka sebelum penanaman, pada waktu penyiapan lahan (land clearing), perlu dilakukan pembersihan tunggul dan sisa-sisa akar tanaman hutan secara teliti. Penyiapan lahan dengan sistem mekanis lebih efektif dalam mengeluarkan sisa-sisa pangkal batang atau akar yang besar dari dalam tanah. Sisa-sisa akar yang tertinggal di dalam tanah dibiarkan membusuk agar jamur-jamur akar kehabisan persediaan makanannya dan mati (masa pelaparan). b. Penanaman harus diusahakan menggunakan bibit yang sehat dan berkualitas baik dari persemaian agar tidak terinfeksi oleh jamur akar putih. Untuk itu tanah yang akan digunakan untuk persemaian perlu dibersihkan dengan teliti dari sisa-sisa akar. c. Pencegahan meluasnya penyakit dapat dilakukan dengan membuat selokan isolasi (parit isolasi) dan pembuatan leher akar secara bersama-sama, disamping perbaikan drainase. Selokan isolasi dibuat di sekeliling pohon yang sakit. Pohon-pohon di sekitar pohon yang sakit dibuka leher akarnya sampai terdapat pohon-pohon yang pada leher akarnya tidak terdapat benang-benang jamur. Barisan pohon-pohon ini dianggap sebagai batas luar dari serangan. Dalamnya selokan isolasi ini tergantung dari tipe tanah dan perakaran tanaman, biasanya dalamnya sekitar 60-90 dan jangan sampai menyentuh permukaan air tanah. Di dalam selokan isolasi ditaburkan serbuk belerang secukupnya. Selokan isolasi ini bertujuan untuk mematahkan hubungan dari jala akar yang sakit dengan yang sehat. Untuk mencegah menyebarnya jamur ke perakaran yang lain dapat dilakukan segera setelah digali selokan sedalam 60-90 cm disisi dengan
tanah sampai ¾ dari dalamnya dan pada waktu tertentu tanah ini digali atau dikeruk. Dengan cara ini akar-akar tumbuh di dalam selokan isolasi, tetapi sebelum hubungan yang erat telah terputus kembali pada waktu tanah isian itu digali (Anonim, 1954, 1961). Pembukaan leher dimaksudkan agar pangkal dari akar tunggang dan akar-akar samping tidak tertutup tanah dan berada di dalam udara. Melalui leher akar jamur dapat mencapai akar samping lainnya sehingga dapat meluas ke semua jurusan. Jamur akar tidak dapat berkembang dengan baik pada akar-akar yang berada di luar tanah. Jika leher akar dibuka, maka kalau salah satu dari akar samping terserang, jamur tidak mencapai leher akar dan akar samping lainnya. Pembukaan leher dilakukan dari 2 baris tanaman yang masih sehat di sekeliling pohon yang sakit. d. Tanaman yang sakit atau sudah masuk tingkat serangan 3 dicabut dan tanah di sekitarnya dibersihkan dari sisa-sisa akar.
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Penyakit busuk akar putih yang ada di areal tegakan Acacia crassicarpa bersumber sisa-sisa akar, tunggul, cabang, ranting atau tanaman mati yang tertinggal di dalam tanah pada saat penyiapan lahan yang kemudian menjadi alas makanan (base food) bagi jamur akar putih Rigidoporus microporus. 2. Tanaman A. crassicarpa yang berumur lebih dari 2,5, tingkat serangannya lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang berumur kurang dari 2 tahun dan berumur 2-2,5 tahun. Hal ini disebabkan faktor perkembangan akar tanaman A. crassicarpa dan tersedianya sumber infeksi. 3. Penyakit busuk akar putih biasanya menyerang mulai dari tanaman tahun ke-dua. Pola penyebarannya melalui infeksi patogen penyakit busuk akar putih terhadap pohon-pohon disekitarnya. B. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan pengambilan unit contoh yang lebih banyak dan pada umur tanam di atas 3 tahun untuk menghasilkan analisa yang lebih teliti dan untuk mengetahui intensitas serangan pada pertanaman lebih dari dari tahun ke-3. 2. Informasi tentang masalah penyakit hutan di PT. SBA Wood Industries khususnya penyakit busuk akar putih masih minim sekali, untuk itu diharapakan PT. SBA Wood Industries agar lebih memperhatikan faktor penyakit hutan itu sendiri. 3. Penyiapan lahan secara manual di areal bekas terbakar tidak efektif dalam mengeluarkan sisa-sisa akar atau tunggul dari dalam tanah, untuk itu pengendalian penyakit busuk akar putih lebih disarankan melalui kegiatan penyiapan lahan secara mekanis. Hal ini akan memberikan pengaruh yang baik dalam menekan atau mengurangi sumber infeksi bagi tanaman A. crassicarpa yang baru di areal hutan tanaman industri PT. Sebangun Bumi Andalas Wood Industries.
DAFTAR PUSTAKA Adinugroho W C, I N. N. Suryadiputra, B. H. Saharjo dan L. Siboro. 2005. Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan. Wetlands International – Indonesia Programme. Bogor. Ali, L. 1980. Penyakit Akar Putih (Leptorus lignosus (Klot.) Helm et Pat.) di Perkebunam Panglejar PTP XII (Persero). Skripsi. Departemen Ilmu Hama dan Penyakit. Fakultas Pertanian IPB. Brown, A. A. and K. P. Davis. 1973. Forest Fire Control and Use. Mc Graw Hill, Inc, Toronto. Canada. Christensen, C. M. 1975. The Mold and Man An Introducy to The Fungi. 3rd. University oy Manesota Press. Minespolis. Dai, Y. 1989. Potensi Gambut Indonesia Tantangan, Prospek dan Pelestarian Prosiding Seminar Tanah Gambut Untuk Perluasan Pertanian. Fakultas Pertanian UISU. Medan. [Dephut] Departemen Kehutanan, 1998. Pedoman Pembangunan Hutan Tanaman Industri. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Doran, J. C and J. W. Turnbull. 1997. Australian Trees and Shrubs : Species for Land Rehabilitation and farm Planting in The Tropics. Australia center for International Agricultural Research (ACIAR). Australia. Hadi, S. 2001. Patologi Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor Hardjowigeno, S. 1989. Sifat-sifat dan Potensi Gambut Sumatra Untuk Pengembangan Pertanian. Prosiding Seminar Tanah Gambut Untuk perluasan Pertanian UISU. Medan. Istomo, 1996. Mengenal Lebih jauh ekosistem Huta Rawa Gambut Di Indonesia. J. Bio Res Management (1) : 1-4. Moore, E dan Lendecker. 1972. Fundamental of Fungi. Prentice-Hall. Inc. Englewood. Cliffs. New York. Nuhamara, S. T. 2002. Inventarisasi Kerusakan Hutan (Indikator Kerusakan, Strukutur Vegetasi dan Tanah). Laboratorium Penyakit Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Padlinuarjaji, I. M. 1979. Pelapukan Kayu oleh Jamur (Wood Decay). Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Pangudijatmo, G. 1989. Tanah Gambut, Harapan dan Tantangan Masa Depan Pertanian. Prosiding Seminar Tanah Gambut Untuk Perluasan Pertanian. Fakultas Pertanian UISU. Medan. Rahayu, S. 1999. Penyakit Tanaman Hutan di Indonesia (Gejala, Penyebab dan teknik Pengendaliannya). Kanisius. Yogyakarta. Scheffer, T. C. 1973. Microbiological Degradation and The Causal Organisms. University Press Syracause. New York. Semangun, H. 1964. Penyakit-penyakit Tanaman di Indonesia. Yayasan Pembinaan Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta. Semangun, H. 1991. Penyakit-penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Sharma, J. K, K M. Old dan L. S. See. 1996. Diseases of Tropical Acacias. Procedings of an International Workshop held at Subarjenji (South Sumatra) 28 April – 3 May 1996. Cifor Special Publication. Jakarta. Sumrahardi, A. 2000. Identifikasi Fungi yang Bersosiasi dengan Benih Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex Benth sesaat setelah Panen dan Setelah Penyimpanan. Skripsi. Departemen Manajemen Hutan fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Suratmo, F. G. 1974. Perlindungan Hutan. Proyek Peningkatan Mutu Pengukuhan Tinggi IPB. Bogor. Suratmo, F. G, E. A. Husnaeni dan N. S. Jaya. 2003. Pengetahuan Dasar Pengendalian Kebakaran Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Soeratmo, F. G. 1979. Kebakaran Hutan (Forest Fire). Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Sormin, B. H. dan B. Hartono 1986. Metode dan Teknik Penaggulangan Kebakaran Hutan. Kerjasama Proyek Pendidikan Latihan dalam Rangka Pengindonesiaan Tenaga Kerja Pengusahaan Hutan dan Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Pelestarian Hutan. Bogor. Tambunan, B. dan D. Nandika.1989. Deteriorasi Kayu oleh faktor Biologis. Pusat Antar Universitas IPB. Bogor. Turnbull, J. W. 1986. Multipurpose Australian Trees and Shrubs : Lesser Known Species for Fuelwood and Agroforestry. Australian Center for International Agricultural Research. Canberra.
Unterstenhofer, G. 1976. The Basic Principles of Crop Protection Fields Trials. Biological Instituteof Farbenfabriken Bayer AG, Laverkusen. 155-156. Widjaja, Adhi, I. P. G. 1986. Pengelolaan Lahan Rawa Pasang Surut dan Lebak. Jurnal Litbang Pertanian V (1) : 1-9.
LAMPI RAN
Lampiran 1. Data deskripsi pohon pada umur tanam < 2 tahun di tegakan Acacia crassicarpa lahan bekas terbakar tahun 2002 plot ke-1 Nama Petak. : 1106200 Ketinggian : 10 mdpl Azimuth 257 255 250 229 241 238 244 237 230 217.5 208 208 220 214 209 199 197 192.5 189 186.5 196.5 138 165.5 171 174 174.5 175.5 176.5 134 147 155 160 163.5 166 148 153 137.5 143 121 115 130 123 130 105
Jarak datar 17.3 14.6 11.7 6.5 9 12.8 15.6 16.7 14.3 17.9 4.3 10.5 12.2 14.1 16.3 15.2 6.6 9.1 11.6 16.6 17.3 1.6 4 6.6 9 11.5 14 16.6 5.5 7.5 9.8 12.2 14.6 17.1 13.5 15.7 15.3 17.2 12 15 13.6 16.2 17.7 4.1
Bulan/Tahun Tanam : 30 Maret 2004
X
Y
-4.21 -3.53 -2.75 -1.23 -1.97 -2.71 -3.51 -3.50 -2.74 -2.72 -0.50 -1.23 -1.96 -1.97 -1.98 -1.24 -0.48 -0.49 -0.45 -0.47 -1.23 0.27 0.25 0.26 0.24 0.28 0.27 0.25 0.99 1.02 1.04 1.04 1.04 1.03 1.79 1.78 2.58 2.59 2.57 3.40 2.60 3.40 3.39 0.99
-0.97 -0.94 -1.00 -1.07 -1.09 -1.70 -1.71 -2.27 -2.30 -3.55 -0.95 -2.32 -2.34 -2.92 -3.56 -3.59 -1.58 -2.22 -2.86 -4.12 -4.15 -0.30 -0.97 -1.63 -2.24 -2.86 -3.49 -4.14 -0.96 -1.57 -2.22 -2.87 -3.50 -4.15 -2.86 -3.50 -2.82 -3.43 -1.55 -1.58 -2.19 -2.21 -2.84 -0.27
Kriteria
Kelas
0 0 0 0 0 0 2 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 2
Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Kritis Awal Awal Awal Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Awal Sehat Sehat Sehat Sehat Awal Sehat Awal Awal Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Awal Sehat Awal Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Kritis
Lanjutan Azimuth 102 110 98 95 105 103 111 94.5 73 41 81 82 85 16 35 51 64 70 66 70 77.5 39 50 57.5 43 26 20 16 14 36.5 298 332.5 9 341 346 7 4 350 3 353 342 339 335 328 319 316.5 323 319.5
Jarak datar 7.2 10.9 10.3 13.5 14 16.7 17.4 16.4 4.1 1.6 7 10.2 13.5 3.7 7.1 9 7.7 10.8 14.6 17.5 16.7 11 13.3 15.7 15 9.3 11.8 14.2 16.6 16.9 2 4 6 6.3 8.6 8.5 11.1 11.3 13.7 16.2 16.8 14.3 12 15.5 7.7 11.5 13.2 17.2
X
Y
1.76 2.56 2.55 3.36 3.38 4.07 4.06 4.09 0.98 0.26 1.73 2.53 3.36 0.25 1.02 1.75 1.73 2.54 3.33 4.11 4.08 1.73 2.55 3.31 2.56 1.02 1.01 0.98 1.00 2.51 -0.44 -0.46 0.23 -0.51 -0.52 0.26 0.19 -0.49 0.18 -0.49 -1.30 -1.28 -1.27 -2.05 -1.26 -1.98 -1.99 -2.79
-0.37 -0.93 -0.36 -0.29 -0.91 -0.94 -1.56 -0.32 0.30 0.30 0.27 0.35 0.29 0.89 1.45 1.42 0.84 0.92 1.48 1.50 0.90 2.14 2.14 2.11 2.74 2.09 2.77 3.41 4.03 3.40 0.23 0.89 1.48 1.49 2.09 2.11 2.77 2.78 3.42 4.02 3.99 3.34 2.72 3.29 1.45 2.09 2.64 3.27
Kriteria
Kelas
0 1 0 0 0 0 0 2 0 1 1 0 0 0 1 1 2 0 2 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 2 0 0 1
Sehat Awal Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Kritis Sehat Awal Awal Sehat Sehat Sehat Awal Awal Kritis Sehat Kritis Sehat Sehat Awal Awal Sehat Awal Sehat Sehat Sehat Awal Awal Awal Awal Awal Awal Awal Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Awal Awal Sehat Kritis Sehat Sehat Awal
Lanjutan Azimuth 314 306 307 307.5 297 291.5 279 276 274 281 273 274 234 252 258 262 264 265
Jarak datar 15.5 9.8 13.9 17.8 12.4 15.1 5 7.9 11 17.2 16.8 14 2.5 5.2 8.1 11.1 14.1 16.9
X
Y
-2.79 -1.98 -2.78 -3.53 -2.76 -3.51 -1.23 -1.96 -2.74 -4.22 -4.19 -3.49 -0.51 -1.24 -1.98 -2.75 -3.51 -4.21
2.69 1.44 2.09 2.71 1.41 1.38 0.20 0.21 0.19 0.82 0.22 0.24 -0.37 -0.40 -0.42 -0.39 -0.37 -0.37
Kriteria
Kelas
0 0 0 0 0 0 0 1 0 3 0 3 0 0 0 0 1 1
Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Awal Sehat Lanjut Sehat Lanjut Sehat Sehat Sehat Sehat Awal Awal
Lampiran 2. Data deskripsi pohon pada umur tanam < 2 tahun di tegakan Acacia crassicarpa lahan bekas terbakar tahun 2002 plot ke-2 Nama Petak. : 1106010 Ketinggian : 26 mdpl Azimuth 299 301 307 294 288 285 283 287 273 265 264 262 277 280 260 285 234 247 254 257 247 242 238 232 232 8 6 5 330 354 353 351 348.5 343 309 320 330 335 341 343 332 308 320 314
Jarak datar 12.1 16 17.5 15 17.5 14.2 17.1 11.3 16.7 16.8 13.8 10.9 10.6 7.5 7.4 5 5.8 8.2 14 17 15 12.1 15.8 13.5 9.4 8.6 13.2 15.5 15.5 15.4 13.3 11.1 8.5 6.3 2.3 7.5 9.3 11.6 14 16 17 13.5 17 15.5
Bulan/Tahun Tanam: 18 September 2003
x
y
Kriteria
Kelas
-2.65 -3.43 -3.49 -3.43 -4.16 -3.43 -4.17 -2.70 -4.17 -4.18 -3.43 -2.70 -2.63 -1.85 -1.82 -1.21 -1.17 -1.89 -3.36 -4.14 -3.45 -2.67 -3.35 -2.66 -1.85 0.30 0.34 0.34 -1.94 -0.40 -0.41 -0.43 -0.42 -0.46 -0.45 -1.21 -1.16 -1.23 -1.14 -1.17 -2.00 -2.66 -2.73 -2.79
1.47 2.06 2.63 1.53 1.35 0.92 0.96 0.83 0.22 -0.37 -0.36 -0.38 0.32 0.33 -0.32 0.32 -0.85 -0.80 -0.96 -0.96 -1.47 -1.42 -2.09 -2.08 -1.45 2.13 3.28 3.86 3.36 3.83 3.30 2.74 2.08 1.51 0.36 1.44 2.01 2.63 3.31 3.83 3.75 2.08 3.26 2.69
1 1 1 1 3 2 0 1 0 0 1 1 0 0 0 2 0 0 0 2 1 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 2 1 0 0 1 0 3
Awal Awal Awal Awal Lanjut Kritis Sehat Awal Sehat Sehat Awal Awal Sehat Sehat Sehat Kritis Sehat Sehat Sehat Kritis Awal Sehat Sehat Sehat Sehat Awal Awal Sehat Sehat Awal Awal Awal Awal Sehat Sehat Awal Awal Kritis Awal Sehat Sehat Awal Sehat Lanjut
Lanjutan Azimuth 324 318 310 307 297 21 62 67 73 76 57 63 55 48 48.5 40 41 36 33.5 34.5 107.5 26 21.5 28 24 16.5 14 11 238 118 157 208 166 195 191 170 172 188 187 186 175 175.5 185.5 127 140 150 159 162
Jarak datar 13.1 11.3 9.6 6.1 8.2 3.9 8.1 11 13.8 16.6 12.1 14.7 15.8 13.5 17.3 11.5 14.9 16.5 13 7.6 10.7 9.6 11.5 15.2 17.2 13.8 16.1 6.5 2.1 1.5 3.1 3.6 5.6 5.8 8 8 10.3 10.3 12.8 15.1 15.2 17.4 17.5 5.1 6.6 8.8 11.2 13.4
X
Y
Kriteria
Kelas
-1.92 -1.89 -1.84 -1.22 -1.83 0.35 1.79 2.53 3.30 4.03 2.54 3.27 3.24 2.51 3.24 1.85 2.44 2.42 1.79 1.08 2.55 1.05 1.05 1.78 1.75 0.98 0.97 0.31 -0.45 0.33 0.30 -0.42 0.34 -0.38 -0.38 0.35 0.36 -0.36 -0.39 -0.39 0.33 0.34 -0.42 1.02 1.06 1.10 1.00 1.04
2.65 2.10 1.54 0.92 0.93 0.91 0.95 1.07 1.01 1.00 1.65 1.67 2.27 2.26 2.87 2.20 2.81 3.34 2.71 1.57 -0.80 2.16 2.67 3.36 3.93 3.31 3.91 1.60 -0.28 -0.18 -0.71 -0.79 -1.36 -1.40 -1.96 -1.97 -2.55 -2.55 -3.18 -3.75 -3.79 -4.34 -4.35 -0.77 -1.26 -1.91 -2.61 -3.19
0 0 1 1 0 0 3 2 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1
Sehat Sehat Awal Awal Sehat Sehat Lanjut Kritis Sehat Awal Awal Sehat Awal Awal Sehat Sehat Awal Awal Sehat Awal Sehat Sehat Sehat Awal Awal Sehat Sehat Awal Awal Awal Sehat Awal Sehat Sehat Awal Awal Sehat Awal Awal Awal Sehat Sehat Awal Awal Awal Awal Sehat Awal
Lanjutan Azimuth 164 167 136 150 154.5 134 139 145 125 126 120 115 108 112 114 100 254 71 96 80 83 95.5 84.5 85.5 94 218 223 231 219 216 211 209 200 197
Jarak datar 15.6 17.7 10.3 14.7 16.7 14.3 16.3 12.6 8.7 12.8 15.3 17.7 17 14.3 7.7 4.2 4.9 4.5 7.1 7.2 10.2 10.3 13.2 16.1 16.1 7.4 11.1 17.6 16.9 12.9 9.3 15 13.6 15.9
X
Y
Kriteria
Kelas
1.07 1.00 1.79 1.84 1.80 2.57 2.67 1.81 1.78 2.59 3.31 4.01 4.04 3.31 1.76 1.03 -1.18 1.06 1.77 1.77 2.53 2.56 3.28 4.01 4.02 -1.14 -1.89 -3.42 -2.66 -1.90 -1.20 -1.82 -1.16 -1.16
-3.75 -4.31 -1.85 -3.18 -3.77 -2.48 -3.08 -2.58 -1.25 -1.88 -1.91 -1.87 -1.31 -1.34 -0.78 -0.18 -0.34 0.37 -0.19 0.31 0.31 -0.25 0.32 0.32 -0.28 -1.46 -2.03 -2.77 -3.28 -2.61 -1.99 -3.28 -3.19 -3.80
2 0 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 1 1
Kritis Sehat Sehat Awal Sehat Sehat Awal Awal Sehat Awal Awal Awal Awal Kritis Awal Awal Awal Awal Awal Lanjut Awal Awal Awal Awal Awal Awal Sehat Awal Sehat Sehat Sehat Sehat Awal Awal
Lampiran 3. Data deskripsi pohon pada umur tanam < 2 tahun di tegakan Acacia crassicarpa lahan bekas terbakar tahun 2002 plot ke-3 Nama Petak. : 1104160 Ketinggian : 17 mdpl Azimuth 154 167 172.5 175 187 188 174 202 199 196 204 232 228 213 220 214 216 228 250 240 248.5 253 256 256 261 265 275 265 272 282 283.5 286.5 292.5 281 298 309 310 310 300 320 317 303.5 323 331.5
Jarak datar 1.7 4 6.4 13.6 13.6 11.5 8.9 12.2 14.6 16.7 4.3 2.3 6 8 11.8 13.5 17.3 10.1 4.7 8.7 11.4 14 7.8 16.7 10.9 13.4 13.5 16.3 16.3 16.7 14 11.2 8.2 4.7 2 9.9 14 17.9 12.5 11.9 15.9 16.3 8 3.7
Bulan/Tahun Tanam : 22 Juni 2004
x
y
Kriteria
0.19 0.22 0.21 0.30 -0.41 -0.40 0.23 -1.14 -1.19 -1.15 -0.44 -0.45 -1.11 -1.09 -1.90 -1.89 -2.54 -1.88 -1.10 -1.88 -2.65 -3.35 -1.89 -4.05 -2.69 -3.34 -3.36 -4.06 -4.07 -4.08 -3.40 -2.68 -1.89 -1.15 -0.44 -1.92 -2.68 -3.43 -2.71 -1.91 -2.71 -3.40 -1.20 -0.44
-0.38 -0.97 -1.59 -3.39 -3.37 -2.85 -2.21 -2.83 -3.45 -4.01 -0.98 -0.35 -1.00 -1.68 -2.26 -2.80 -3.50 -1.69 -0.40 -1.09 -1.04 -1.02 -0.47 -1.01 -0.43 -0.29 0.29 -0.36 0.14 0.87 0.82 0.80 0.78 0.22 0.23 1.56 2.25 2.88 1.56 2.28 2.91 2.25 1.60 0.81
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kelas Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat
Lanjutan Azimuth 333 327 351 342 345 339 349 10 55 30.5 22 17 35 45 32 45 56.5 63 66.5 74 70 77 86 84.5 97 97.5 103 108 107 79 120.5 134 122 116.5 126 120.5 132 139.5 150 163 165.5
Jarak datar 10.2 14.1 11.9 15.1 17.6 12.6 9.3 3.4 1 7.4 10 12.4 11.4 9.3 17.3 17.5 11.6 13.8 16.3 12.8 10.2 15.3 12.3 9.5 12.3 15 6.8 4.2 12.8 4 7.7 9.3 11.6 13.8 15.2 17.4 13.2 15.1 13.4 14.1 16.3
X -1.16 -1.92 -0.47 -1.17 -1.14 -1.13 -0.44 0.15 0.20 0.94 0.94 0.91 1.63 1.64 2.29 3.09 2.42 3.07 3.74 3.08 2.40 3.73 3.07 2.36 3.05 3.72 1.66 1.00 3.06 0.98 1.66 1.67 2.46 3.09 3.07 3.75 2.45 2.45 1.68 1.03 1.02
Y 2.27 2.96 2.94 3.59 4.25 2.94 2.28 0.84 0.14 1.59 2.32 2.96 2.33 1.64 3.67 3.09 1.60 1.57 1.62 0.88 0.87 0.86 0.21 0.23 -0.37 -0.49 -0.38 -0.32 -0.94 0.19 -0.98 -1.62 -1.54 -1.54 -2.23 -2.21 -2.21 -2.87 -2.90 -3.37 -3.95
Kriteria 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kelas Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat
Lampiran 4. Data deskripsi pohon pada umur tanam 2 - 2.5 tahun di tegakan Acacia crassicarpa lahan bekas terbakar tahun 2002 plot ke-1 Nama Petak. : 1106170 Ketinggian : -1 mdpl Azimuth 252 262 280 264 246 254 247 156 271 239 200 104 204 216 210 233 214 202 192 173 157 151 146 150.5 138 110 117 34 85 60 70 75.5 88 88 80 43 44.5 22 28 24 19 9 18 32
Jarak datar 12.8 15 15.2 17.5 4.3 6.9 10.2 12.5 15 17.5 4 7.8 9.8 11.4 13.2 15 16.4 17.1 16.4 14.1 4.3 10.3 14 15.9 15.8 5.2 14.9 3.1 4.8 5.5 8 10.8 13.2 15.7 15.9 7 10.6 12.8 15.8 17.9 14.6 9.7 5.2 9
Bulan/Tahun Tanam: 22 Mei 2003
x
y
Kriteria
Kelas
-3.04 -3.71 -3.74 -4.35 -0.98 -1.66 -2.35 1.27 -3.75 -3.75 -0.34 1.89 -1.00 -1.68 -1.65 -2.99 -2.29 -1.60 -0.85 0.43 0.42 1.25 1.96 1.96 2.64 1.22 3.32 0.43 1.20 1.19 1.88 2.61 3.30 3.92 3.91 1.19 1.86 1.20 1.85 1.82 1.19 0.38 0.40 1.19
-0.99 -0.52 0.66 -0.46 -0.44 -0.48 -1.00 -2.85 0.07 -2.25 -0.94 -0.47 -2.24 -2.31 -2.86 -2.26 -3.40 -3.96 -4.01 -3.50 -0.99 -2.25 -2.90 -3.46 -2.94 -0.44 -1.69 0.64 0.10 0.69 0.68 0.68 0.12 0.14 0.69 1.28 1.89 2.97 3.49 4.09 3.45 2.40 1.24 1.91
0 1 1 2 0 0 1 1 2 1 3 1 1 0 0 2 1 3 1 3 3 3 3 2 1 0 0 1 0 1 3 3 2 3 1 0 0 2 1 1 3 3 2 1
Sehat Awal Awal Kritis Sehat Sehat Awal Awal Kritis Awal Lanjut Awal Awal Sehat Sehat Kritis Awal Lanjut Awal Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Kritis Awal Sehat Sehat Awal Sehat Awal Lanjut Lanjut Kritis Lanjut Awal Sehat Sehat Kritis Awal Awal Lanjut Lanjut Kritis Awal
Lanjutan Azimuth 37 6.5 5.5 288 322 333 308 341 325 330 344 322 334 308 274 258 297 286 272 302 288 285 272 226 283 292
Jarak datar 12.3 14 16.4 1.5 6.6 3.2 8.5 12.5 11.8 13.8 14.7 15.6 16 15.6 6.5 9.6 10.9 10.1 9.5 14.5 15.8 17.9 12.3 9.4 12.6 13.3
X
Y
Kriteria
Kelas
1.85 0.40 0.39 -0.36 -1.02 -0.36 -1.67 -1.02 -1.69 -1.73 -1.01 -2.40 -1.75 -3.07 -1.62 -2.35 -2.43 -2.43 -2.37 -3.07 -3.76 -4.32 -3.07 -1.69 -3.07 -3.08
2.46 3.48 4.08 0.12 1.30 0.71 1.31 2.95 2.42 2.99 3.53 3.07 3.60 2.40 0.11 -0.50 1.24 0.70 0.08 1.92 1.22 1.16 0.11 -1.63 0.71 1.25
2 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 2 1 1 2 1 0 0 0 1 1 1 2 2
Kritis Awal Sehat Awal Awal Awal Awal Awal Awal Awal Sehat Sehat Awal Kritis Awal Awal Kritis Awal Sehat Sehat Sehat Awal Awal Awal Kritis Kritis
Lampiran 5. Data deskripsi pohon pada umur tanam 2 - 2.5 tahun di tegakan Acacia crassicarpa lahan bekas terbakar tahun 2002 plot ke-2 Nama Petak : 1102040 Ketinggian : 24 mdpl Azimuth 257 261 264 265 256 253 248 241 229 205 216 231 238 244 249 221 230 236 230 223 207 214 209 205 60 65 70 51 50 57 63 50 43 41 37 26 33.5 37 44 28 24.5 21 17 14
Jarak datar 7.6 10.4 13.3 16.4 17.3 13.8 11.2 8.4 5.6 4 7.7 9.6 12.2 14.6 17.6 11.4 13.4 15.8 17.1 15.1 10 13.2 15.5 17.4 11.4 13.9 17 9.1 12.8 15.2 17.9 16.5 14.5 10.7 7 9.1 12.7 16.2 17.9 14.8 17 11.2 13.5 15.9
Bulan/Tahun Tanam: 21 Maret 2003
x
y
Kriteria
Kelas
-1.85 -2.57 -3.31 -4.08 -4.20 -3.30 -2.60 -1.84 -1.06 -0.42 -1.13 -1.87 -2.59 -3.28 -4.11 -1.87 -2.57 -3.27 -3.27 -2.57 -1.13 -1.85 -1.88 -1.84 2.47 3.15 3.99 1.77 2.45 3.19 3.99 3.16 2.47 1.75 1.05 1.00 1.75 2.44 3.11 1.74 1.76 1.00 0.99 0.96
-0.43 -0.41 -0.35 -0.36 -1.05 -1.01 -1.05 -1.02 -0.92 -0.91 -1.56 -1.51 -1.62 -1.60 -1.58 -2.15 -2.15 -2.21 -2.75 -2.76 -2.23 -2.74 -3.39 -3.94 1.43 1.47 1.45 1.43 2.06 2.07 2.03 2.65 2.65 2.02 1.40 2.04 2.65 3.23 3.22 3.27 3.87 2.61 3.23 3.86
2 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 2 0 0 0 2 3 3 1 1 2 0 2 1 2 2 1 0 0 1 2 3 3 2 1 0 0 0
Kritis Sehat Sehat Awal Sehat Sehat Sehat Awal Sehat Sehat Sehat Awal Awal Awal Awal Sehat Sehat Kritis Sehat Sehat Sehat Kritis Lanjut Lanjut Awal Awal Kritis Sehat Kritis Awal Kritis Kritis Awal Sehat Sehat Awal Kritis Lanjut Lanjut Kritis Awal Sehat Sehat Sehat
Lanjutan Azimuth 57 24 13 8.5 5.5 4.7 4 3.8 298 330 343 348 351 353 354 320 336 340 343.5 280 123 121 112.5 116 125 132 119 103 99 107 104 96 96.5 86 85 84 82 79 53.5 66 72 75 78 316.5 323.5 330 334 275
Jarak datar 1.4 3.4 5.7 8.1 10.6 13 15.4 17.9 1.9 3.5 5.8 8 10.4 12.9 15.4 7.2 11.2 13.5 15.9 4.6 11.8 8.3 10.7 14.4 15.7 17 17.9 7.2 10 13.5 16.2 16 13.1 15.8 13 10 7.1 4.1 5 7.7 10.5 13.4 16.1 10.5 12.4 14.5 16.7 7.4
X
Y
Kriteria
Kelas
0.29 0.35 0.32 0.30 0.25 0.27 0.27 0.30 -0.42 -0.44 -0.42 -0.42 -0.41 -0.39 -0.40 -1.16 -1.14 -1.15 -1.13 -1.13 2.47 1.78 2.47 3.24 3.22 3.16 3.91 1.75 2.47 3.23 3.93 3.98 3.25 3.94 3.24 2.49 1.76 1.01 1.00 1.76 2.50 3.24 3.94 -1.81 -1.84 -1.81 -1.83 -1.84
0.19 0.78 1.39 2.00 2.64 3.24 3.84 4.47 0.22 0.76 1.39 1.96 2.57 3.20 3.83 1.38 2.56 3.17 3.81 0.20 -1.61 -1.07 -1.02 -1.58 -2.25 -2.84 -2.17 -0.40 -0.39 -0.99 -0.98 -0.42 -0.37 0.28 0.28 0.26 0.25 0.20 0.74 0.78 0.81 0.87 0.84 1.90 2.49 3.14 3.75 0.16
1 0 1 1 0 0 2 1 2 0 0 2 1 1 2 0 0 1 3 1 1 1 1 1 1 1 1 2 3 2 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 2 0
Awal Sehat Awal Awal Sehat Sehat Kritis Awal Kritis Sehat Sehat Kritis Awal Awal Kritis Sehat Sehat Awal Lanjut Awal Awal Awal Awal Awal Awal Awal Awal Kritis Lanjut Kritis Sehat Awal Awal Awal Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Awal Awal Awal Awal Kritis Sehat
Lanjutan Azimuth 293 297 307 315 321 286 300 308 275 273 272 282 280 288 295 229 250 202 198.5 195.5 195 189 187 186 175 174 173 171 168.5 161 140 133 191 160 163 131.5 140 147.5 152 156 143.5 138 131
Jarak datar 8.1 11.7 13 14.7 16.5 10.8 15.4 17 10.3 13.3 16.5 13.6 16.8 17.5 17.9 2.2 4.7 11.9 14.1 16.3 6.5 11.4 13.5 15.9 15.9 13.5 11.3 8.7 6.4 4 1.9 5.4 9.1 12 14 9.5 11 13.1 15.2 17.5 16.8 14.8 13
X
Y
Kriteria
Kelas
-1.86 -2.61 -2.60 -2.60 -2.60 -2.60 -3.33 -3.35 -2.57 -3.32 -4.12 -3.33 -4.14 -4.16 -4.06 -0.42 -1.10 -1.11 -1.12 -1.09 -0.42 -0.45 -0.41 -0.42 0.35 0.35 0.34 0.34 0.32 0.33 0.31 0.99 -0.43 1.03 1.02 1.78 1.77 1.76 1.78 1.78 2.50 2.48 2.45
0.79 1.33 1.96 2.60 3.21 0.74 1.93 2.62 0.22 0.17 0.14 0.71 0.73 1.35 1.89 -0.36 -0.40 -2.76 -3.34 -3.93 -1.57 -2.81 -3.35 -3.95 -3.96 -3.36 -2.80 -2.15 -1.57 -0.95 -0.36 -0.92 -2.23 -2.82 -3.35 -1.57 -2.11 -2.76 -3.36 -4.00 -3.38 -2.75 -2.13
1 2 1 2 0 1 2 2 3 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 2 2 3 0 0 1 1 1 1 0 2 0 1 2 1 0 2 2 1 1
Awal Kritis Awal Kritis Sehat Awal Kritis Kritis Lanjut Sehat Awal Awal Awal Awal Awal Awal Awal Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Awal Kritis Kritis Lanjut Sehat Sehat Awal Awal Awal Awal Sehat Kritis Sehat Awal Kritis Awal Sehat Kritis Kritis Awal Awal
Lampiran 6. Data deskripsi pohon pada umur tanam 2 - 2.5 tahun di tegakan Acacia crassicarpa lahan bekas terbakar tahun 2002 plot ke-3 Nama Petak : 1101040 Ketinggian : 20 mdpl Azimuth 115 111 121 131 131 150 156 148 139 145 153 158 167 164 161 175 174 174 173 169 163 239 245 250 249 244 255 257 266 273.5 265 261 274 276 260.5 252 278 295 325 305 217 306 296 230
Jarak datar 14 16.7 11.4 13 9 7.6 9.8 13 15 16.9 15.4 17.7 17 14.5 12 16.5 14 11.2 9.1 6.7 4.1 12.7 15 11.5 17.9 8.6 14.2 17.1 16.7 16.7 13.9 10.9 10.8 7.9 7.8 5.2 4.8 2.2 4 5.9 7.8 9.5 12 2.4
Bulan/Tahun Tanam: 8 April 2003
x
y
Kriteria
Kelas
3.17 3.90 2.44 2.45 1.70 0.95 1.00 1.72 2.46 2.42 1.75 1.66 0.96 1.00 0.98 0.36 0.37 0.29 0.28 0.32 0.30 -2.72 -3.40 -2.70 -4.18 -1.93 -3.43 -4.17 -4.16 -4.17 -3.46 -2.69 -2.69 -1.96 -1.92 -1.24 -1.19 -0.50 -0.57 -1.21 -1.17 -1.92 -2.70 -0.46
-1.48 -1.50 -1.47 -2.13 -1.48 -1.65 -2.24 -2.76 -2.83 -3.46 -3.43 -4.10 -4.14 -3.48 -2.84 -4.11 -3.48 -2.78 -2.26 -1.64 -0.98 -1.64 -1.58 -0.98 -1.60 -0.94 -0.92 -0.96 -0.29 0.25 -0.30 -0.43 0.19 0.21 -0.32 -0.40 0.17 0.23 0.82 0.85 -1.56 1.40 1.32 -0.39
1 1 1 0 1 1 2 0 1 1 1 1 1 1 2 0 0 2 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 0 1 0 0 0 0 0 2 2 1
Awal Awal Awal Sehat Awal Awal Kritis Sehat Awal Awal Awal Awal Awal Awal Kritis Sehat Sehat Kritis Awal Awal Sehat Awal Awal Sehat Awal Awal Awal Awal Awal Awal Awal Awal Kritis Awal Sehat Awal Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Kritis Kritis Awal
Lanjutan Azimuth 208 195 191 188 186 196 199 203 208 204.5 209 215 217 222 220 229 229 230 229.5 236 286 283 293 288 280 300 306 308 315 327 314 319 332 329 337 341 352 334 323 350 349 5 345 318 341 9 12 44
Jarak datar 4.1 6.8 9.2 11.3 16 16.7 14.5 12.4 10.1 17.9 15.9 13.8 17.3 15.4 11.8 6.2 10.2 13.9 17.9 16.4 11 14 14.8 17.6 17 15.8 13.7 17.3 11.2 9.2 15.3 17.2 17.1 15.3 14 16 16 11.7 13.3 13.2 11 10.9 8.6 7.4 6 5.6 3.3 1.3
X
Y
Kriteria
Kelas
-0.48 -0.44 -0.44 -0.39 -0.42 -1.15 -1.18 -1.21 -1.19 -1.86 -1.93 -1.98 -2.60 -2.58 -1.90 -1.17 -1.92 -2.66 -3.40 -3.40 -2.64 -3.41 -3.41 -4.18 -4.19 -3.42 -2.77 -3.41 -1.98 -1.25 -2.75 -2.82 -2.01 -1.97 -1.37 -1.30 -0.56 -1.28 -2.00 -0.57 -0.52 0.24 -0.56 -1.24 -0.49 0.22 0.17 0.23
-0.91 -1.64 -2.26 -2.80 -3.98 -4.01 -3.43 -2.85 -2.23 -4.07 -3.48 -2.83 -3.45 -2.86 -2.26 -1.02 -1.67 -2.23 -2.91 -2.29 0.76 0.79 1.45 1.36 0.74 1.98 2.01 2.66 1.98 1.93 2.66 3.25 3.77 3.28 3.22 3.78 3.96 2.63 2.66 3.25 2.70 2.71 2.08 1.37 1.42 1.38 0.81 0.23
0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 2 1 1 0 0 0 0 0 1 2 0 0 0 1 1 0 2 0 0 0 1 1 0 3 1 1 1 1 0 1
Sehat Awal Awal Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Awal Awal Awal Awal Awal Awal Sehat Sehat Awal Sehat Kritis Awal Awal Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Awal Kritis Sehat Sehat Sehat Awal Awal Sehat Kritis Sehat Sehat Sehat Awal Awal Sehat Lanjut Awal Awal Awal Awal Sehat Awal
Lanjutan Azimuth 47 31 24 18 15 13 22 25 31 38 49 41 35 49 43 49 57 58 70 61 77 79 83 75 65 69 85 86 78 94 96 99 102 104 148 136 118 111 107 103 124
Jarak datar 5 6.8 9 11 13.4 16.1 17 14.8 12.4 10.4 8.5 14.3 16.3 12.5 18 16.5 14.8 11.2 10 7.5 4 6.6 9.7 12.9 13.6 16.7 12.6 15.7 16.1 15.6 12.5 9.7 7 4 1.7 5.5 7.6 10.4 13.1 16.2 15.4
X
Y
Kriteria
Kelas
0.91 0.88 0.92 0.85 0.87 0.91 1.59 1.56 1.60 1.60 1.60 2.35 2.34 2.36 3.07 3.11 3.10 2.37 2.35 1.64 0.97 1.62 2.41 3.12 3.08 3.90 3.14 3.92 3.94 3.89 3.11 2.40 1.71 0.97 0.23 0.96 1.68 2.43 3.13 3.95 3.19
0.85 1.46 2.06 2.62 3.24 3.92 3.94 3.35 2.66 2.05 1.39 2.70 3.34 2.05 3.29 2.71 2.02 1.48 0.86 0.91 0.22 0.31 0.30 0.83 1.44 1.50 0.27 0.27 0.84 -0.27 -0.33 -0.38 -0.36 -0.24 -0.36 -0.99 -0.89 -0.93 -0.96 -0.91 -2.15
1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 2 1 1 0 1 0 1 1 1 1 3 0 0 1 0 1 1 1 0
Awal Awal Awal Sehat Awal Sehat Sehat Awal Awal Awal Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Awal Awal Sehat Sehat Kritis Awal Awal Sehat Awal Sehat Awal Awal Awal Awal Lanjut Sehat Sehat Awal Sehat Awal Awal Awal Sehat
Lampiran 7. Data deskripsi pohon pada umur tanam 2 - 2.5 tahun di tegakan Acacia crassicarpa lahan bekas terbakar tahun 2002 plot ke-4 Nama Petak. : 1102240 Ketinggian : 23 mdpl Azimuth 160 124 125 126 167 128.5 113 106 117 121.5 114 104 102 209 217 205 195 198 201 206 214 199 189 188 186.5 185.5 174 173 172 170 164 154 139 148.5 155 184.5 149 291 304 303 296 287.5 283 292
Jarak datar 13.6 5.8 9.5 13.1 8 17 8.3 11.2 12 15.7 14.7 13.9 16.8 14.3 15.9 16.4 15.4 13.1 11 8.8 6.9 3.5 6 8.3 10.5 12.5 17.2 15.1 12.8 10.3 6.1 3.8 7.4 9.2 11 14.8 15 4.3 11.8 15 14 13.2 16.2 10.6
Bulan/Tahun Tanam: 8 April 2003
x
y
Kriteria
1.16 1.20 1.95 2.65 0.45 3.33 1.91 2.69 2.67 3.35 3.36 3.37 4.11 -1.73 -2.39 -1.73 -1.00 -1.01 -0.99 -0.96 -0.96 -0.28 -0.23 -0.29 -0.30 -0.30 0.45 0.46 0.45 0.45 0.42 0.42 1.21 1.20 1.16 -0.29 1.93 -1.00 -2.45 -3.15 -3.15 -3.15 -3.95 -2.46
-3.19 -0.81 -1.36 -1.92 -1.95 -2.65 -0.81 -0.77 -1.36 -2.05 -1.49 -0.84 -0.87 -3.13 -3.17 -3.72 -3.72 -3.11 -2.57 -1.98 -1.43 -0.83 -1.48 -2.05 -2.61 -3.11 -4.28 -3.75 -3.17 -2.54 -1.47 -0.85 -1.40 -1.96 -2.49 -3.69 -3.21 0.39 1.65 2.04 1.53 0.99 0.91 0.99
2 2 0 0 2 1 1 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 2 1 1 1 1 1
Kelas Kritis Kritis Sehat Sehat Kritis Awal Awal Sehat Awal Awal Sehat Sehat Awal Sehat Sehat Awal Sehat Awal Sehat Sehat Sehat Awal Awal Sehat Sehat Awal Awal Awal Awal Awal Sehat Awal Awal Awal Sehat Sehat Sehat Awal Kritis Awal Awal Awal Awal Awal
Lanjutan Azimuth 298 282 276 256 260 263 259 255 234 230 230 230 237 224.5 223 220 85 84 94 94 96 78 69 98 117 48 75 73 69 49 50 57.5 64 34.5 40.5 43.5 50 56.5 38 32.5 27 12 23.5 8.5 355.5 355 354 352.5
Jarak datar 7.8 6.9 15.8 4 6.8 9.9 15.8 12.7 1.5 5 8.9 12.6 14.7 17.6 14.1 10.5 16.3 13.5 13.5 10.6 7.7 7.8 4.9 4.7 2 2.2 17 13.9 11.3 6 9.9 12.7 15 7.8 11.5 15.3 17.4 16 17.2 13.6 9.7 9 17.6 11.4 16.1 13.7 11.4 8.7
X
Y
Kriteria
Kelas
-1.72 -1.69 -3.93 -0.97 -1.67 -2.46 -3.88 -3.07 -0.30 -0.96 -1.70 -2.41 -3.08 -3.08 -2.40 -1.69 4.06 3.36 3.37 2.64 1.91 1.91 1.14 1.16 0.45 0.41 4.11 3.32 2.64 1.13 1.90 2.68 3.37 1.10 1.87 2.63 3.33 3.34 2.65 1.83 1.10 0.47 1.75 0.42 -0.32 -0.30 -0.30 -0.28
0.92 0.36 0.41 -0.24 -0.30 -0.30 -0.75 -0.82 -0.22 -0.80 -1.43 -2.02 -2.00 -3.14 -2.58 -2.01 0.36 0.35 -0.24 -0.18 -0.20 0.41 0.44 -0.16 -0.23 0.37 1.10 1.02 1.01 0.98 1.59 1.71 1.64 1.61 2.19 2.77 2.80 2.21 3.39 2.87 2.16 2.20 4.04 2.82 4.01 3.41 2.83 2.16
1 0 1 0 1 0 3 2 1 0 0 0 1 1 0 0 2 1 0 0 2 0 2 0 2 1 2 2 1 0 1 2 2 0 1 1 1 0 0 0 3 3 1 0 0 0 3 3
Awal Sehat Awal Sehat Awal Sehat Lanjut Kritis Awal Sehat Sehat Sehat Awal Awal Sehat Sehat Kritis Awal Sehat Sehat Kritis Sehat Kritis Sehat Kritis Awal Kritis Kritis Awal Sehat Awal Kritis Kritis Sehat Awal Awal Awal Sehat Sehat Sehat Lanjut Lanjut Awal Sehat Sehat Sehat Lanjut Lanjut
Lanjutan Azimuth 350 344 324 20 320 314 326 334 339.5 342 331 327 320 312
Jarak datar 6.5 4.1 1.8 4.5 1.7 5.6 7.4 9.3 11.8 14 15.2 13 10.9 9.3
X
Y
Kriteria
Kelas
-0.28 -0.28 -0.26 0.38 -0.27 -1.01 -1.03 -1.02 -1.03 -1.08 -1.84 -1.77 -1.75 -1.73
1.60 0.99 0.36 1.06 0.33 0.97 1.53 2.09 2.76 3.33 3.32 2.73 2.09 1.56
1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 2 2 2 0
Awal Sehat Sehat Awal Awal Sehat Sehat Awal Awal Awal Kritis Kritis Kritis Sehat
Lampiran 8. Data deskripsi pohon pada umur tanam 2 - 2.5 tahun di tegakan Acacia crassicarpa lahan bekas terbakar tahun 2002 plot ke-5 Nama Petak : 1103060 Ketinggian : 18 mdpl Azimuth 256 223 210 220 215 202 197 192 122 99 110 115.5 97 105.5 103 95 87.5 87 84 81 66 71.5 77 67.5 59 43 22 31 35 25 30 13.5 11 355 355 354 353 349 342 309 342 338 334 325
Jarak datar 7.1 5.6 7.3 15.4 17 9.8 12.2 16.9 12.8 8 11.5 15.5 10.9 14.5 17.3 14 16.8 13.9 7.9 4.9 8.6 11.4 14.2 14.9 12.4 11.3 5.6 9.7 13.3 11.7 15.3 8.6 10.7 13.2 15.7 10.7 8.4 5.7 3.3 1.4 13.8 11.6 9.2 6.9
Bulan/Tahun Tanam: 9 Mei 2003
x
y
Kriteria
Kelas
-1.72 -0.95 -0.91 -2.47 -2.44 -0.92 -0.89 -0.88 2.71 1.98 2.70 3.50 2.70 3.49 4.21 3.49 4.20 3.47 1.96 1.21 1.96 2.70 3.46 3.44 2.66 1.93 0.52 1.25 1.91 1.24 1.91 0.50 0.51 -0.29 -0.34 -0.28 -0.26 -0.27 -0.25 -0.27 -1.07 -1.09 -1.01 -0.99
-0.43 -1.02 -1.58 -2.95 -3.48 -2.27 -2.92 -4.13 -1.70 -0.31 -0.98 -1.67 -0.33 -0.97 -0.97 -0.31 0.18 0.18 0.21 0.19 0.87 0.90 0.80 1.43 1.60 2.07 1.30 2.08 2.72 2.65 3.31 2.09 2.63 3.29 3.91 2.66 2.08 1.40 0.78 0.22 3.28 2.69 2.07 1.41
1 1 3 2 3 1 2 1 1 2 3 1 1 3 3 1 3 2 3 1 1 3 1 0 1 1 3 2 1 1 1 1 1 1 3 1 1 2 1 1 1 1 2 1
Awal Awal Lanjut Kritis Lanjut Awal Kritis Awal Awal Kritis Lanjut Awal Awal Lanjut Lanjut Awal Lanjut Kritis Lanjut Awal Awal Lanjut Awal Sehat Awal Awal Lanjut Kritis Awal Awal Awal Awal Awal Awal Lanjut Awal Awal Kritis Awal Awal Awal Awal Kritis Awal
Lanjutan Azimuth 307 294 310 320 327 332 323 316 310 303 300 293 289 281 284 288 283 273 275 273 263 260 252 248 247 240 236 235 241 228 228 210 211 192 187 186 184.5 194.5 205 173 172 170 168 162 128 107 129 141.5
Jarak datar 5.2 7.7 9 11 13 15.2 16.6 17.93 16.8 15.4 11.4 14.2 17.3 16.3 13.4 10.2 4 7 12.7 16.1 13 10 13.5 17.2 4.1 8.1 11.5 15.8 17.9 17 13.4 13.5 1.8 4.3 6.6 9.1 11.7 14.5 15.7 16.6 13.9 11.7 9.4 6.7 2.5 5.1 6.4 8.2
X
Y
Kriteria
Kelas
-1.04 -1.76 -1.72 -1.77 -1.77 -1.78 -2.50 -3.11 -3.22 -3.23 -2.47 -3.27 -4.09 -4.00 -3.25 -2.43 -0.97 -1.75 -3.16 -4.02 -3.23 -2.46 -3.21 -3.99 -0.94 -1.75 -2.38 -3.24 -3.91 -3.16 -2.49 -1.69 -0.23 -0.22 -0.20 -0.24 -0.23 -0.91 -1.66 0.51 0.48 0.51 0.49 0.52 0.49 1.22 1.24 1.28
0.78 0.78 1.45 2.11 2.73 3.36 3.31 3.22 2.70 2.10 1.43 1.39 1.41 0.78 0.81 0.79 0.22 0.09 0.28 0.21 -0.40 -0.43 -1.04 -1.61 -0.40 -1.01 -1.61 -2.27 -2.17 -2.84 -2.24 -2.92 -0.39 -1.05 -1.64 -2.26 -2.92 -3.51 -3.56 -4.12 -3.44 -2.88 -2.30 -1.59 -0.38 -0.37 -1.01 -1.60
0 1 1 0 1 1 2 3 1 2 3 2 3 2 3 2 1 3 1 1 3 3 1 2 1 2 2 2 3 1 1 3 1 0 1 1 3 3 3 1 3 1 1 2 0 1 3 2
Sehat Awal Awal Sehat Awal Awal Kritis Lanjut Awal Kritis Lanjut Kritis Lanjut Kritis Lanjut Kritis Awal Lanjut Awal Awal Lanjut Lanjut Awal Kritis Awal Kritis Kritis Kritis Lanjut Awal Awal Lanjut Awal Sehat Awal Awal Lanjut Lanjut Lanjut Awal Lanjut Awal Awal Kritis Sehat Awal Lanjut Kritis
Lanjutan Azimuth 150 156 160 163 138 149 129 141
Jarak datar 10.4 12.6 15.2 17.4 12.2 16.4 14.2 17.7
X
Y
Kriteria
Kelas
1.30 1.28 1.30 1.27 2.04 2.11 2.76 2.78
-2.25 -2.88 -3.57 -4.16 -2.27 -3.51 -2.23 -3.44
1 0 1 0 1 0 1 0
Awal Sehat Awal Sehat Awal Sehat Awal Sehat
Lampiran 9. Data deskripsi pohon pada umur tanam > 2.5 tahun di tegakan Acacia crassicarpa lahan bekas terbakar tahun 2002 plot ke-1 Nama Petak. : 1105190 Ketinggian : 12 mdpl Azimuth 336 350 353 355 356 356.5 50 16 96 9 8 68 76 66 58 61.5 66 52 55 45.5 44 32 26 36 45.5 39 26 20 17.5 84 297 304.5 316.5 315 325 322 27 332 338 331 336 342.5 286 294.5
Jarak datar 2.2 4.6 7.8 10.7 13.8 16.7 2.9 7.8 11.2 14.1 16.9 5.6 8.4 12 9.5 15.7 17.94 17.5 13.3 11.3 7.1 9.5 11.9 13.4 15.4 17.7 17.94 14.8 17.3 16.5 4.5 8.9 10.8 14.8 12.8 16.9 4.9 9 11.6 15.3 17.94 14.2 7.6 11.4
Bulan/Tahun Tanam: 6 Januari 2003
x
y
Kriteria
Kelas
-0.22 -0.20 -0.24 -0.23 -0.24 -0.25 0.56 0.54 2.78 0.55 0.59 1.30 2.04 2.74 2.01 3.45 4.10 3.45 2.72 2.01 1.23 1.26 1.30 1.97 2.75 2.78 1.97 1.27 1.30 4.10 -1.00 -1.83 -1.86 -2.62 -1.84 -2.60 0.56 -1.06 -1.09 -1.85 -1.82 -1.07 -1.83 -2.59
0.50 1.13 1.94 2.66 3.44 4.17 0.47 1.87 -0.29 3.48 4.18 0.52 0.51 1.22 1.26 1.87 1.82 2.69 1.91 1.98 1.28 2.01 2.67 2.71 2.70 3.44 4.03 3.48 4.12 0.43 0.51 1.26 1.96 2.62 2.62 3.33 1.09 1.99 2.69 3.35 4.10 3.39 0.52 1.18
2 3 3 1 3 3 2 3 1 2 0 1 3 1 1 0 2 1 2 0 0 1 1 1 1 0 1 2 2 1 3 3 3 3 2 2 1 1 2 1 1 2 1 1
Kritis Lanjut Lanjut Awal Lanjut Lanjut Kritis Lanjut Awal Kritis Sehat Awal Lanjut Awal Awal Sehat Kritis Awal Kritis Sehat Sehat Awal Awal Awal Awal Sehat Awal Kritis Kritis Awal Lanjut Lanjut Lanjut Lanjut Kritis Kritis Awal Awal Kritis Awal Awal Kritis Awal Awal
Lanjutan Azimuth 306 308 299.5 290 277 281 279 266 256 265 264.5 262 253 220 223 225.5 240 235 216 225.5 218 192 187 210 185 198.5 195.5 286 246.5 202.5 183 150 167 153 147 158 151.5 141 142 130 116.5 132 233 110 161.5 184 83 94
Jarak datar 12.9 16.9 15.3 14.1 16.3 10.5 13.4 16.1 16.5 13.2 10.3 7.3 4.2 1.3 5.9 10 8.2 12.3 12.2 14.2 16.4 4 6.9 8.3 10 13.4 15.8 16.8 17.5 10.9 15.3 4.8 10.4 11.6 15.4 13.9 17.6 13.2 8.8 11 9.3 15.2 16.4 12 16.4 12.9 14 8.5
X
Y
Kriteria
Kelas
-2.61 -3.33 -3.33 -3.31 -4.04 -2.58 -3.31 -4.02 -4.00 -3.29 -2.56 -1.81 -1.00 -0.21 -1.01 -1.78 -1.78 -2.52 -1.79 -2.53 -2.52 -0.21 -0.21 -1.04 -0.22 -1.06 -1.06 -4.04 -4.01 -1.04 -0.20 0.60 0.58 1.32 2.10 1.30 2.10 2.08 1.35 2.11 2.08 2.82 -3.27 2.82 1.30 -0.22 3.47 2.12
1.90 2.60 1.88 1.21 0.50 0.50 0.52 -0.28 -1.00 -0.29 -0.25 -0.25 -0.31 -0.25 -1.08 -1.75 -1.03 -1.76 -2.47 -2.49 -3.23 -0.98 -1.71 -1.80 -2.49 -3.18 -3.81 1.16 -1.74 -2.52 -3.82 -1.04 -2.53 -2.58 -3.23 -3.22 -3.87 -2.56 -1.73 -1.77 -1.04 -2.54 -2.47 -1.03 -3.89 -3.22 0.43 -0.15
1 2 2 1 2 0 2 1 2 2 2 1 1 1 1 1 2 1 2 0 0 2 1 1 1 2 1 0 0 1 1 2 3 2 3 2 1 2 0 1 2 2 1 2 2 1 2 1
Awal Kritis Kritis Awal Kritis Sehat Kritis Awal Kritis Kritis Kritis Awal Awal Awal Awal Awal Kritis Awal Kritis Sehat Sehat Kritis Awal Awal Awal Kritis Awal Sehat Sehat Awal Awal Kritis Lanjut Kritis Lanjut Kritis Awal Kritis Sehat Awal Kritis Kritis Awal Kritis Kritis Awal Kritis Awal
Lanjutan Azimuth 100 110 249
Jarak datar 5.4 2.6 10.9
X
Y
Kriteria
Kelas
1.33 0.61 -2.54
-0.23 -0.22 -0.98
2 3 3
Kritis Lanjut Lanjut
Lampiran 10. Peta sebaran pohon masing-masing plot pada umur tanam < 2 tahun, 2-2,5 tahun dan > 2,5 tahun •
Plot ke-1 pada umur tanam < 2 tahun
•
Plot ke-2 pada umur tanam < 2 tahun
Lanjutan •
Plot ke-3 pada umur tanam < 2 tahun
•
Plot ke-1 pada umur tanam 2-2,5 tahun
Lanjutan •
•
Plot ke-2 pada umur tanam 2-2,5 tahun pada plot ke-2
Plot ke-3 pada umur tanam 2-2,5 tahun
Lanjutan •
Plot ke-4 pada umur tanam 2-2,5 tahun
•
Plot ke-5 pada umur tanam 2-2,5 tahun
Lanjutan •
umur tanam >2,5 tahun pada plot ke-1
Semua Peta sebaran pohon menggunakan skala 1 : 400 Legenda : Pohon Kategori Sehat (0) : Pohon Kategori Awal (1) : Pohon Kategori Kritis (2) : Pohon Kategori Lanjut (3)
Lampiran 12. Grafik intensitas serangan penyakit busuk akar putih dengan umur tanam S = 11.17341741 r= 0.78640366
53 57.
Intensitas (%)
94 47. 35 38. 76 28. 18 19. 9 9.5 0 0.0 0.0
1.0
2.0
Kelompok Umur
Ket : Kelompok umur 1 : plot dengan umur tanam < 2 tahun Kelompok umur 2 : plot dengan umur tanam 2 – 2,5 tahun Kelompok umur 3 : plot dengan umur tanam > 2,5 tahun
3.0