APLIKASI BIOPESTISIDA BIO-LC4 TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT AKASIA (Acacia crassicarpa)
ISYANA KUNCORO DEWI
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
ABSTRAK ISYANA KUNCORO DEWI. Aplikasi Biopestida BIO-LC4 Terhadap Pertumbuhan Bibit Akasia (Acacia crassicarpa). Dibimbing oleh LISDAR A. MANAF dan HAMIM. Acacia crassicarpa merupakan salah satu tanaman industri penting di dunia. Namun penelitian mengenai penyakit yang telah menimbulkan masalah bagi para petani di persemaian bibit akasia, belum banyak berkembang. Oleh sebab itu timbul gagasan untuk menggunakan Bio-LC4 sebagai biopestisida. Biopestisida Bio-LC4 telah terbukti dapat menghambat pertumbuhan bakteri maupun fungi patogen tanaman. Komposisi media tanam yang digunakan merupakan campuran dari tanah, pasir, kompos (3:2:1) dan pupuk TSP (0.05 g/10g media) dengan berat total media tanam 66 g, kemudian diberikan formula Bio-LC4 dengan konsentrasi masing-masing 0%, 10%, 20% dan 30% dari berat media. Media tanam kemudian dibagi menjadi dua perlakuan yaitu tanpa sterilisasi dan sterilisasi. Kecambah akasia ditanam dan selanjutnya diamati bercak klorosis, respon pertumbuhan berdasarkan jumlah tanaman yang bertahan hidup, tinggi tanaman, jumlah total cucu daun dan jumlah tanaman berfilodia. Selanjutnya dilakukan isolasi patogen dari tanaman dan uji in vitro ekstrak formula Bio-LC4 terhadap bakteri patogen dengan metode cakram kertas. Tanaman dengan perlakuan formula 10% memiliki cucu daun dengan bercak klorosis 7.26% dari total jumlah cucu daun, dan persentase tersebut lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (51.1%). Jumlah tanaman yang bertahan hidup, tinggi tanaman, jumlah total cucu daun dan persentase tanaman berfilodia lebih tinggi terjadi pada kontrol, dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hasil isolasi dari tanaman berlendir dan berklorosis didapatkan koloni bakteri berwarna putih keruh, Gram negatif dan yang diberi nama PA01, dan cendawan dengan koloni berwarna putih yang belum teridentifikasi. Hasil uji aktivitas ekstrak formula Bio-LC4 didapatkan bahwa formula kurang menghambat pertumbuhan bakteri PA01.
ABSTRACT ISYANA KUNCORO DEWI. The Application of Bio-LC4 Biopesticide on The Growth of Thickpodded salwoods Seedling (Acacia crassicarpa). Supervised by LISDAR A. MANAF and HAMIM. Acacia crassicarpa was the one of the world important industrial plant. But the research about the disease that have made lots of trouble for nursery farmers, not improved yet. Then the idea to using Bio-LC4 as biopesticides arised. Bio-LC4 biopesticide have been prooved to inhibit the growth of plant pathogenic bacteria and fungi. Cultivation media content the mixture of soil, sand, compose (3:2:1) and TSP fertilizer (0.05 g/10g medium) with total weight 66 g, then added with Bio-LC4 formula in concentration of 0%, 10%, 20% and 30% respectively. It were carried into two treatments, without sterilization and with with sterilization. Germinated thick-podded salwoods were planted and then determined its chlorotic spots, growth responses include number of survival plants, plant height, secondary leaflet total numbers and number of phylloded plants. The next steps were pathogen isolation from plant and in vitro activity test of Bio-LC4 formula extract against pathogenic bacteria with paper disc method. Plant of 10% of formula treatment had seconday leaflet with chlorotic spots 7.26% from its secondary leaflet total numbers, and that was lower than the control. The number of survival plants, plant height, secondary leaflet total numbers and percentage of phylloded plants in control were higher than those of other treatments. The results of mucoid and chlorotic plant isolations were found Gram negative, white bacteria colony, named as PA01, and unidentified white fungi colony. Based on activity test of Bio-LC4 formula extract, showed that the formula was less inhibit the growth of PA01 bacteria.
APLIKASI BIOPESTISIDA BIO-LC4 TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT AKASIA (Acacia crassicarpa)
ISYANA KUNCORO DEWI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Judul : Nama : NIM :
Aplikasi Biopestisida Bio-LC4 Terhadap Pertumbuhan Bibit Akasia (Acacia crassicarpa) Isyana Kuncoro Dewi G34103026
Menyetujui :
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Ir. Lisdar A. Manaf NIP 131404219
Dr. Ir. Hamim, M.Si NIP 131878946
Mengetahui,
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Dr. Drh. Hasim, DEA NIP 131578806
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Isyana Kuncoro Dewi dilahirkan di Jakarta pada tanggal 18 Januari 1985 sebagai anak ke2 dari 5 bersaudara dari pasangan Iswarni dan Suharto. Setelah menyelesaikan pendidikan dari SMU Negeri 63 Jakarta pada tahun 2003, penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan mengambil jurusan Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif di organisasi dan menjadi panitia di beberapa kegiatan seperti anggota Wahana Muslim Himabio (WMH) tahun 2004-2006, panitia Kuliah Sehari Plus tahun 2004, dan panitia penyambutan Mahasiswa Baru Departemen Biologi tahun 2006. Selain itu penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biologi Cendawan pada tahun ajaran 2006/2007 dan tahun ajaran 2007/2008 serta asisten praktikum mata kuliah Biologi Dasar TPB tahun ajaran 2006/2007 dan tahun ajaran 2007/2008.
KATA PENGANTAR Puja dan puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, serta sholawat dan salam kepada junjungan Nabi Muhammad saw atas cahaya iman yang dibawanya ke bumi. Atas rahmat dan ridho-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan karya ilmiah dengan lancar dan tepat waktu. Terimakasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Lisdar A. Manaf, dan Dr. Ir. Hamim, M.Si. selaku pembimbing, yang telah mencurahkan waktu, perhatian dan tenaga dalam membantu keseluruhan proses penelitian dan penyusunan skripsi ini. Terimakasih kepada Dr. Ir. Anja Meryandini, MS. sebagai penguji, yang telah memberikan saran serta kritik untuk perbaikan skripsi ini. Terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Budi Tjahjono, M.Agr., Bu Made Laksmi Ernawati, Pak Iwak, Pak Sam, Uncle Djoni, Bu Yeti, teman-teman satu perjuangan (Hadi, Dona, Sari dan Nindya), Yuli, Iecha, Oma Zahroh, Rifqi, Lia, Mba Rian, dan Mba Nurul atas seluruh bantuannya, serta dukungan semangatnya. Seluruh anak-anak Bio 40, kru Bagunde 33 A, Az-Zahrah, kru 177 dan Griya Salma lantai bawah atas tawa, dukungan semangat tiada henti dan perhatiannya. Orang tua, kakak-kakak, adik-adik dan sahabat ku (Mas Joko, Chanah, Ika, Ticha, Weedee, Dian, Tati dan Ami), atas kasih sayang, do’a serta dukungan yang tak terhingga yang telah diberikan selama ini. Terimakasih.
Bogor, Agustus 2008
Isyana Kuncoro Dewi
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...……...………………………………………...................…………........... viii DAFTAR GAMBAR ..………………………………………..................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................ x PENDAHULUAN........................................................................................................................ 1 Tujuan...................................................................................................................................... 2 Waktu dan Tempat .................................................................................................................. 2 BAHAN DAN METODE ............................................................................................................ Bahan dan Alat ........................................................................................................................ Metode..................................................................................................................................... Persiapan Biji...................................................................................................................... Media Tanam dan Perlakuan .............................................................................................. Pemeliharaan ...................................................................................................................... Pengamatan Persentase Bercak Klorosis ............................................................................ Pengamatan Respon Pertumbuhan...................................................................................... Isolasi Patogen.................................................................................................................... Uji in vitro Ekstrak Formula Bio-LC4 terhadap Bakteri Patogen.......................................
2 2 2 2 2 3 3 3 3 4
HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................................................... 4 Persentase Perkecambahan Biji ............................................................................................... 4 Persentase Kecambah yang bertahan hidup............................................................................. 4 Persentase Bercak Klorosis ..................................................................................................... 4 Respon Pertumbuhan............................................................................................................... 8 Jumlah Tanaman yang Bertahan Hidup.............................................................................. 8 Pengamatan Tinggi Tanaman ............................................................................................. 8 Jumlah Total Cucu Daun dan Kemunculan Filodia ............................................................ 9 Isolasi Patogen........................................................................................................................ 10 Hasil Uji in vitro Ekstrak Formula Bio-LC4 .......................................................................... 11 KESIMPULAN ........................................................................................................................... 11 SARAN ....................................................................................................................................... 11 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 11 LAMPIRAN……………………………………………………………………………..……... 13
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Komposisi media tanam dan pemberian formula pada masing-masing perlakuan …………................……………….…………......…............ 3 2 Persentase perkecambahan biji ..................................………….........………................. 4 3 Persentase kecambah yang tidak berlendir ……...…………...……........…….............. 4
1
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 2 3 4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14
15 16 17
Acacia crassicarpa berusia 8 minggu ..……………………….………………......... 1 Biji dan kecambah yang rusak dan berlendir ...…………….....………..………....... 5 Gejala bercak klorosis pada cucu daun …………………….....………..………....... 5 Rata-rata jumlah cucu daun tanpa bercak klorosis, jumlah cucu daun dengan bercak klorosis, dan persentase bercak klorosis pada perlakuan F0Mts, usia 1-8 minggu ..…..………………..….……………..……....... 5 Rata-rata jumlah cucu daun tanpa bercak klorosis, jumlah cucu daun dengan bercak klorosis, dan persentase bercak klorosis pada perlakuan F0Ms, usia 1-8 minggu …....……………...…………………………....... 6 Rata-rata jumlah cucu daun tanpa bercak klorosis, jumlah cucu daun dengan bercak klorosis, dan persentase bercak klorosis pada perlakuan F10Mts, usia 1-8 minggu ……………....…………………....………....... 6 Rata-rata jumlah cucu daun tanpa bercak klorosis, jumlah cucu daun dengan bercak klorosis, dan persentase bercak klorosis pada perlakuan F10Ms, usia 1-8 minggu ………………………………..…..………........ 6 Rata-rata jumlah cucu daun tanpa bercak klorosis, jumlah cucu daun dengan bercak klorosis, dan persentase bercak klorosis pada perlakuan F20Mts, usia 1-8 minggu ………………..………...………..………........ 7 Rata-rata jumlah cucu daun tanpa bercak klorosis, jumlah cucu daun dengan bercak klorosis, dan persentase bercak klorosis pada perlakuan F20Ms, usia 1-8 minggu ….……………...………………….…....…....... 7 Jumlah tanaman uji, jumlah kematian tanaman, dan persentase tanaman yang bertahan hidup, pada usia setelah 5 minggu ..……….……..…........ 7 Penampakan kematian tanaman pada usia 2 minggu ….……...….……………........ 8 Rata-rata tinggi tanaman pada usia 8 minggu ...….……....…...…..….…………...... 9 Rata-rata jumlah total cucu daun pada tanaman yang bertahan hidup di semua perlakuan .…………..……….……..………...….….…………........ 9 Jumlah tanaman uji, jumlah tanaman berfilodia dan persentase tanaman berfilodia di berbagai perlakuan, pada usia tanaman 8 minggu ……………..…….……..………….……….……….…….…………........ 9 Hasil isolasi mikroorganisme ...…..………..….…….………...………………........ 10 Bentuk dan penataan sel PA01 dari cucu daun .….……………….…………........ 10 Aktifitas hambatan formula Bio-LC4 terhadap bakteri patogen akasia PA01 yang diisolasi dari cucu daun akasia …….……..….……………........ 11
2
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 2 3
4
Komposisi media PDA …………………………………………………………......... Rata-rata tinggi tanaman dari berbagai perlakuan pada usia 1-8 minggu ................... Jumlah cucu daun tanpa bercak klorosis, cucu daun dengan bercak klorosis, serta persentase gejala bercak klorosis pada cucu daun di masing-masing perlakuan ........................................................................................... Jumlah filodia di setiap tanaman pada masing-masing perlakuan ..…………............
14 14
16 19
1
PENDAHULUAN Acacia crassicarpa merupakan salah satu anggota Leguminosaceae famili Mimosoidae (NCBI 2004) yang dapat tumbuh di daerah beriklim tropis hingga subtropis. Daerah penyebaran akasia ini meliputi Queensland (Australia), provinsi bagian barat Papua New Guinea (PNG) dan bagian tenggara Irian Jaya. A. crassicarpa merupakan tanaman tropis yang tumbuh cepat dengan kemampuan adaptasi yang tinggi dan merupakan tanaman pemfiksasi nitrogen. Di alam, akasia ini dapat hidup pada tanah yang memiliki drainase yang buruk di daerah PNG sampai tanah kering di daerah Queensland (Gunn dan Midgley 1991). A. crassicarpa dapat memiliki tinggi hingga mencapai 25 m, dengan diameter batang 50 cm. Kulit batang berwarna coklat keabuan. Filodia berbentuk bulan sabit berwarna hijau keabuan dengan 3 urat daun utama yang jelas berwarna kekuningan. Biji berwarna hitam dengan bentuk memanjang (KEHATI 2007). Untuk jenis A. crassicarpa asal Papua New Guinea dapat tumbuh hingga mencapai 30 m. Daun akasia memiliki dua jenis bentuk, ketika dalam masa juvenil daunnya akan berbentuk daun majemuk bipinnate sedangkan pada masa dewasa akan muncul filodia (Gambar 1) (Bhattacharrya dan Johri 1998). Di Indonesia jenis akasia ini lebih banyak digunakan sebagai tanaman industri, sebagai sumber pulp dan kertas. Daerah penanaman A. crassicarpa meliputi daerah Jambi, Riau dan Sumatera Utara (Cossalter dan Nair 2000). Walaupun merupakan salah satu tanaman industri penting dunia, penelitian mengenai A. crassicarpa belum terlalu banyak. Termasuk penelitian mengenai penyakit serta pengendaliannya, yang sebenarnya sudah lama meresahkan para petani di persemaian bibit akasia. Akar merah yang disebabkan oleh Ganoderma philippii (Widyastuti et al. 1998), penyakit kanker batang (pink disease) (Nair dan Sumardi 2000), hawar daun (leaf blight) yang disebabkan oleh Passaflora perplexa (Tjahjono et al. 2004), leaf blotch yang disebabkan oleh Mycosphaerella (Crous et al. 2004) dan blight akibat bakteri Xanthomonas campestris pv. acacia [Ni made Laksmi Ernawati, Komunikasi pribadi], merupakan sedikit contoh penyakit pada A. crassicarpa yang telah dilaporkan. Namun hanya penyakit akar merah saja yang telah dapat diatasi dengan isolat Trichoderma (Widyastuti et al. 1998).
Penelitian ini pada awalnya bertujuan untuk mengatasi bakteri patogen Xanthomonas campestris pv. acacia yang menyebabkan blight pada A. crassicarpa. Namun karena kesulitan mendapatkan bibit bebas patogen tersebut, maka pengujian dilakukan terhadap bibit sakit yang terserang bakteri yang belum teridentifikasi.
b
a
Gambar 1 Acacia crassicarpa berusia 8 minggu; a. daun majemuk bipinnate dan b. filodia. Formula Bio-LC4 merupakan biopestisida yang telah terbukti dapat menghambat pertumbuhan beberapa bakteri maupun fungi patogen tanaman. Formula ini berasal dari jamur Lentinus yang merupakan kelompok Basidiomiset. Beberapa penelitian telah banyak melaporkan bahwa senyawa aktif BioLC4 mampu menghambat pertumbuhan Rigidoporus lignosus (Setyawati 1996), Xanthomonas campestris pv. glycines, Bacillus subtilis, dan Eschericia coli (Wage 1998). Penelitian selanjutnya juga menyatakan bahwa senyawa aktif Bio-LC4 mampu menghambat Ganoderma boninense, Rizoctonia solanii, Rigidoporus lignosus, Phytophtora capsici, dan Pseudomonas syringae secara in vitro (Mulyaningsih 2002). Bahkan Bio LC-4 dapat pula menghambat pembentukan pustul pada tanaman kedelai yang disebabkan oleh Xanthomonas campestris pv. glycines (Tristanti 2003) dan dapat mengurangi serangan Phytium debaryanum pada caisim (Fatimah 2005).
2
Tujuan Meneliti pengaruh formula Bio-LC4 terhadap patogen dan pertumbuhan bibit akasia (Acacia crassicarpa). Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret 2007 - Februari 2008, bertempat di Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB), IPB Dramaga, Bogor.
kertas tisu di lapisan atasnya, kemudian dibasahi dengan air. Setelah ditutup dengan penutup, cawan dibungkus dengan kertas alumunium, diinkubasi di dalam inkubator bersuhu 30 °C dan dibiarkan hingga berkecambah. Biji diberi air dengan menggunakan handsprayer setiap 2 hari sekali. Persentase biji yang dapat berkecambah dihitung dengan rumus : % PB =
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain 500 biji akasia (Acacia crassicarpa) yang diperoleh dari Balai Penelitian Teknologi Pembenihan, Bogor yang berasal dari PT Riau Andalan Pulp and Paper dengan kode CC0935. Biji akasia berasal dari Jorong (PNG), yang dipanen saat bulan September-November tahun 2006, selanjutnya ditanam dan disesuaikan dengan lingkungan di Pelaihari, Kalimantan. Formula Bio-LC4 milik Dr. Ir. Lisdar A. Manaf. Tanah, pasir, kompos dan TSP yang digunakan sebagai media tanam. Media isolasi menggunakan media Potato Dekstrose Agar (PDA) (Lampiran 1) dan Nutrient Agar (NA) dengan merek Difco. Seperangkat bahanbahan untuk pewarnaan Gram yang terdiri atas larutan ungu kristal (modifikasi Hucker), larutan iodin Gram, alkohol 95% dan safranin. Alat yang digunakan yaitu penggaris, kantong plastik berukuran 10 x 10 cm, timbangan, dan alat-alat yang biasa digunakan di dalam laboratorium.
Metode Persiapan Biji Untuk memecah dormansi, biji diberikan perlakuan awal terlebih dahulu. Sterilisasi permukaan pada biji dilakukan dengan merendam biji selama beberapa detik di dalam alkohol 70%, kemudian ditiriskan. Selanjutnya biji direndam di dalam air mendidih selama 30 detik, ditiriskan dan direndam kembali di dalam air dingin selama 24 jam, dipindahkan ke dalam cawan Petri yang telah diberi kapas di dasar cawan dan
JBK × 100% JTB
Keterangan : % PB : Persentase perkecambahan biji JBK : Jumlah total biji yang berkecambah JTB : Jumlah total biji Setelah biji berkecambah, kecambah dibiarkan selama 3 hari hingga ukuran kecambah mencapai 5 cm. Penghitungan kecambah yang bertahan hidup dilakukan dengan menghitung kecambah yang tidak berlendir dari total kecambah. Persentase kecambah yang tidak berlendir dihitung dengan rumus :
% KB =
JKB × 100 % JBK
Keterangan : % KB : Persentase kecambah yang tidak berlendir JKB : Jumlah kecambah yang tidak berlendir JBK : Jumlah total biji yang berkecambah
Media Tanam dan Perlakuan Media tanam merupakan campuran yang terdiri atas tanah, pasir, dan kompos dengan perbandingan 3:2:1 dengan total volume 66 g. Sebelum digunakan masing-masing komponen media telah dikeringanginkan selama 1 minggu. Media ditambah dengan pupuk TSP dengan pemberian dosis 0.05 g/10 g media, dengan dosis pemberian hanya pada awal penanaman (BSN 2003 dengan modifikasi). Media tanam diberikan dua macam perlakuan. Perlakuan pertama, berupa media tanpa sterilisasi terlebih dahulu, dan media yang telah disterilisasi dengan menggunakan autoklaf bersuhu 121 °C selama 15 menit sebagai pembanding. Sebelum diberikan
3
perlakuan kedua, media tanam steril didiamkan selama 3 hari pada suhu ruang. Hal tersebut dilakukan agar media steril yang basah akibat proses sterilisasi menjadi kering sebelum digunakan. Perlakuan kedua, berupa penambahan formula Bio-LC4 dengan konsentrasi 0%, 10%, 20% dan 30% dari berat media tanam (Tabel 1). Setelah media dicampur rata dengan formula, media dimasukkan ke dalam kantong plastik dan ditanami dengan 1 kecambah akasia tiap kantong. Penanaman kecambah dilakukan dengan melubangi tanah terlebih dahulu, kemudian membenamkan kecambah dengan posisi kotiledon berada di atas. Penanaman ini dilakukan dengan sangat hatihati, untuk menghindari patah kecambah yang berakibat matinya kecambah yang ditanam. Seluruh media tanam dilakukan pengulangan 10 kali, sehingga total kantong plastik berjumlah 80. Masing-masing media perlakuan disimpan di dalam kurungan plastik berukuran 1 × 1 m. Tabel 1
Komposisi media tanam dan pemberian formula pada masingmasing perlakuan
Perlakuan
Tanah (gram)
Pasir (gram)
Kompos (gram)
Formula (gram)
F0Mts F0Ms F10Mts F10Ms F20Mts F20Ms F30Mts F30Ms
33 33 29.7 29.7 26.4 26.4 23.1 23.1
11 11 9.9 9.9 8.8 8.8 7.7 7.7
22 22 19.8 19.8 17.6 17.6 15.4 15.4
0 0 6.6 6.6 13.2 13.2 19.8 19.8
Keterangan : F0Mts : Formula 0% Media tidak steril (kontrol) F0Ms : Formula 0% Media steril (kontrol) F10Mts : Formula 10% Media tidak steril F10Ms : Formula 10% Media steril F20Mts : Formula 20% Media tidak steril F20Ms : Formula 20% Media steril F30Mts : Formula 30% Media tidak steril F30Ms : Formula 30% Media steril Pemeliharaan Pemeliharaan meliputi penyiraman dan penyiangan. Penyiraman dilakukan ketika media tanam terlihat agak kering. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan air yang telah disterilkan, pada pagi atau sore hari. Penyiangan dilakukan mulai usia tanaman
mencapai 1 minggu, meliputi peniadaan tanaman lain dan lumut. Pengamatan Persentase Bercak Klorosis Bercak klorosis ditandai dengan bercakbercak kuning pada cucu daun yang masih hijau. Penghitungan yang dilakukan adalah penghitungan jumlah cucu daun yang mengalami bercak klorosis, dilakukan tiap minggu hingga tanaman berusia 8 minggu. Persentase bercak klorosis dihitung dengan rumus : % Bercak Klorosis =
DK × 100% JTD
Keterangan : DK : Jumlah cucu daun yang mengalami bercak klorosis JTD : Jumlah total cucu daun per tanaman Pengamatan Respon Pertumbuhan Pengamatan terhadap respon pertumbuhan meliputi penghitungan jumlah tanaman yang bertahan hidup sampai minggu ke-8, pengukuran tinggi tanaman (cm) pada minggu ke-8, penghitungan jumlah total cucu daun (secondary leaflet atau pinnule) setiap minggu hingga minggu ke-8 dan persentase tanaman berfilodia pada minggu ke-8. Pada minggu ke-8 akan dilakukan penghitungan persentase tanaman yang bertahan hidup, dengan rumus : % TB =
JTB × 100% JTU
Keterangan : % TB : Persentase tanaman yang bertahan hidup JTB : Jumlah tanaman yang bertahan hidup JTU : Jumlah tanaman uji Isolasi Patogen Isolasi patogen dilakukan pada biji berlendir; kecambah yang berlendir; kotiledon kecambah yang mati; tanaman yang berlendir usia 2-3 hari dan 5 minggu yang diisolasi dari bagian batang yang berlendir, cucu daun dan filodianya; tanaman yang mengalami bercak klorosis pada usia 8 minggu yang diisolasi dari bagian akar, batang, cucu daun dengan bercak klorosis dan filodianya. Tanaman tersebut di atas dibersihkan dari tanah, kemudian disterilisasi dengan 10% kloroks, dibilas dengan air steril sebanyak 3 kali dan dikeringkan dengan kertas tisu steril. Bagian akar, batang, cucu daun dan filodia
4
dari tanaman dipisahkan dan dipotong-potong dengan ukuran 2-3 mm, kemudian masingmasing bagian tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi akuades steril 10 ml, dikocok dengan vorteks dan dibiarkan selama 1 jam, dan dilakukan penggoresan larutan sebanyak 1 ose pada cawan yang berisi media PDA, diinkubasi selama 24 jam di dalam inkubator bersuhu 30 °C. Koloni yang muncul setelah masa inkubasi kemudian diisolasi kembali untuk mendapatkan biakan murni, selanjutnya dilakukan pengamatan ciri-ciri koloni, pewarnaan Gram, serta pengamatan bentuk dan penataan sel. Uji in vitro Ekstrak Formula Bio-LC4 terhadap Bakteri Patogen Uji dilakukan langsung dengan menggunakan bakteri patogen hasil isolasi dari cucu daun berklorosis. Pengujian dilakukan pada media NA dengan konsentrasi agar-agar 0.75%. Suspensi bakteri dibuat di dalam media NB 20 ml yang diinkubasi selama 48 jam. Konsentrasi bakteri yang digunakan dalam pengujian ini adalah 5 × 106 sel/ml. Lima ml suspensi bakteri PA01 diinokulasikan ke dalam 100 ml media NA (1 : 20), kemudian dituangkan ke dalam cawan Petri. Larutan ekstrak formula Bio-LC4 kemudian diteteskan pada cakram kertas berdiameter 12.7 mm sebanyak 200 μl kemudian dikeringkan dengan pengering rambut, selanjutnya disinari UV (λ = 254 nm) selama 30 menit dan diletakkan di atas permukaan media NA yang mengandung bakteri patogen. Cawan dimasukkan ke dalam lemari pendingin dengan suhu 4 °C selama 2 jam, kemudian diinkubasi pada suhu 30 °C selama 24 jam. Uji dilakukan secara duplo. Diameter zona bening diukur dan dinyatakan sebagai zona hambatan pertumbuhan bakteri patogen setelah dikoreksi dengan diameter kertas cakram.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persentase Perkecambahan Biji Perkecambahan biji akasia berlangsung secara tidak serentak, dengan rentang waktu 2-19 hari. Persentase perkecambahan biji
mencapai 55% (275 biji) dari jumlah total biji (500 biji) yang dikecambahkan (Tabel 2). Kegagalan perkecambahan biji disebabkan oleh adanya lendir putih keruh yang menutupi permukaan biji (Gambar 2). Lendir ini sangat cepat menyebar, sehingga biji yang masih sehat harus segera dipindahkan ke cawan yang baru. Tabel 2
Persentase perkecambahan biji
Keterangan Jumlah total biji Jumlah biji yang berkecambah Jumlah biji yang gagal berkecambah/berlendir
Jumlah Biji 500 275
Persentase (%) 100 55
225
45
Persentase Kecambah yang Tidak Berlendir Persentase kecambah yang tidak berlendir hanya 58.2% (160 kecambah) dari jumlah total kecambah (275 kecambah), sedangkan kecambah yang berlendir mencapai 41.8% (Tabel 3). Penyebab kerusakan kecambah sama dengan yang terjadi pada biji, yaitu adanya lendir putih keruh yang menutupi permukaan kecambah (Gambar 2). Tabel 3
Persentase kecambah yang tidak berlendir
Keterangan Jumlah total biji yang berkecambah Jumlah kecambah yang tidak berlendir Jumlah kecambah berlendir
Jumlah Biji 275
Persentase (%) 100
160
58.2
115
41.8
Persentase Bercak Klorosis Bercak klorosis muncul pada cucu daun ketika tanaman berusia 2-3 minggu. Bercak klorosis pertama muncul pada cabang yang lebih tua kemudian akan menjalar ke cabang yang berusia lebih muda (Gambar 3). Bercak tersebut muncul secara acak disekeliling tulang cucu daun. Nekrosis terjadi pada filodia saat tanaman berusia 8 minggu, namun tidak
5
tampak jelas. Pada tanaman yang berklorosis tidak ditemukan adanya tanaman yang mati.
b
a Gambar 2 a. biji dan b. kecambah yang rusak dan berlendir.
Gambar 3 Bercak klorosis pada cucu daun.
60
70 60 50 40 30 20 10 0
50 40 30 20 10
Persentase bercak klorosis (%)
Jumlah cucu daun (helai)
Jumlah cucu daun dengan bercak klorosis pada perlakuan F0Mts pada usia 8 minggu sebanyak 36 helai, dengan persentase bercak klorosis 51.1% (Gambar 4). Sebaliknya pada perlakuan F0Ms hanya terdapat 23 helai cucu daun dengan bercak klorosis (29.8%) (Gambar 5). Walau jumlah cucu daun dengan
bercak klorosis antara kedua perlakuan tidak jauh beda, namun persentase bercak klorosis pada F0Mts dua kali lipat dibandingkan F0Ms. Berdasarkan gambar 6, jumlah cucu daun dengan bercak klorosis pada perlakuan F10Mts sebanyak 6 helai (7.26%), sedangkan F10Ms tidak terdapat cucu daun dengan bercak klorosis (0%) (Gambar 7). Jumlah cucu daun dengan bercak klorosis pada perlakuan F20Mts mencapai 47 helai (56.8%) (Gambar 8). Sebaliknya, pada perlakuan F20Ms tidak terdapat cucu daun dengan bercak klorosis atau dengan kata lain persentase gejala bercak klorosis 0% (Gambar 9). Perlu ditambahkan disini bahwa data hasil pengamatan pada perlakuan F20Mts dan F10Ms hanya diambil dari 2 tanaman yang tersisa, karena tanaman yang lain mengalami kematian. Diantara ketiga perlakuan media tidak steril yaitu F0Mts, F10Mts dan F20Mts, F10Mts memiliki persentase bercak klorosis terendah (7.26%). Hal tersebut membuktikan adanya pengaruh formula dalam mengurangi terjadinya bercak klorosis pada cucu daun, terutama pada konsentrasi 10%. Bercak klorosis yang tidak muncul pada F10Ms dan F20Ms perlu dikaji kembali, karena pada kontrol media tanam steril bercak klorosis masih muncul. Alasan lainnya adalah kemungkinan adanya kualitas biji yang tidak seragam yang memungkinkan tanaman memiliki respon yang berbeda terhadap patogen.
0 1
2
3
4
5
6
7
8
UsiaTanaman tanaman (minggu) Usia (minggu) Cucu daun tanpa bercak klorosis Cucu daun dengan bercak klorosis Persentase bercak klorosis
Gambar 4
Rata-rata jumlah cucu daun tanpa bercak klorosis, jumlah cucu daun dengan bercak klorosis dan persentase bercak klorosis pada perlakuan F0Mts (Formula 0%, Media tidak steril), usia 1-8 minggu.
6
60
60
50
50
40
40 30
30
20
20
10
10
0
0 1
2
3
4
5
6
7
Persentase bercak klorosis (%)
Jumlah cucu daun (helai)
F0Ms 70
8
UsiaTanaman tanaman (minggu) (minggu) Usia Cucu daun tanpa bercak klorosis Cucu daun dengan bercak klorosis Persentase bercak klorosis
70 60 50 40 30 20 10 0
Rata-rata jumlah cucu daun tanpa bercak klorosis, jumlah cucu daun dengan bercak klorosis, dan persentase bercak klorosis pada perlakuan F0Ms (Formula 0%, Media steril), usia 1-8 minggu. 60 50 40 30 20 10 0 1
2
3
4
5
6
7
Persentase bercak klorosis (%)
Jumlah cucu daun (helai)
Gambar 5
8
Usia UsiaTanaman tanaman(minggu) (minggu) Cucu daun tanpa bercak klorosis Cucu daun dengan bercak klorosis
Jumlah cucu daun (helai)
Gambar 6
70 60 50 40 30 20 10 0
Rata-rata jumlah cucu daun tanpa bercak klorosis, jumlah cucu daun dengan bercak klorosis, dan persentase bercak klorosis pada perlakuan F10Mts (Formula 10%, F10Ms Media tidak steril), usia 1-8 minggu. 60
50 40 30 20 10
Persentase bercak klorosis (%)
Persentase bercak klorosis
0 1
2
3
4
5
6
7
8
Usia tanaman (minggu) Usia Tanaman (minggu) Cucu daun tanpa bercak klorosis Cucu daun dengan bercak klorosis Persentase bercak klorosis
Gambar 7
Rata-rata jumlah cucu daun tanpa bercak klorosis, jumlah cucu daun dengan bercak klorosis, dan persentase bercak klorosis pada perlakuan F10Ms (Formula 10%; Media steril), usia 1-8 minggu.
70
60
60
50
50
40
40
30
30
20
20
10
10
Persentase bercak klorosis (%)
Jumlah cucu daun (helai)
7
0
0 1
2
3
4
5
6
7
8
Usia tanaman (minggu) Cucu daun tanpa bercak klorosis Cucu daun dengan bercak klorosis Persentase bercak klorosis
Rata-rata jumlah cucu daun tanpa bercak klorosis, jumlah cucu daun dengan bercak klorosis, dan persentase bercak klorosis pada perlakuan F20Mts (Formula 20%, Media tidak steril), usia 1-8 minggu.
70 60 50 40 30 20 10 0
60 50 40 30 20 10
Persentase bercak klorosis (%)
Jumlah cucu daun (helai)
Gambar 8
0 1
2
3
4
5
6
7
8
Usia tanaman (minggu) Cucu daun tanpa bercak klorosis Cucu daun dengan bercak klorosis
Jumlah tanaman
Gambar 9
Rata-rata jumlah cucu daun tanpa bercak klorosis, jumlah cucu daun dengan bercak klorosis, dan persentase bercak klorosis pada perlakuan F20Ms (Formula 20%, Media steril), usia 1-8 minggu.
12 10 8 6 4 2 0
80 60 40 20 0 F0Mts
F0Ms
F10Mts
F10Ms
F20Mts
F20Ms
F30Mts
F30Ms
Perlakuan Jumlah tanaman uji Jumlah kematian tanaman Persentase tanaman yang bertahan hidup (%)
Gambar 10 Rata-rata jumlah tanaman uji, jumlah kematian tanaman, dan persentase tanaman yang bertahan hidup, setelah 5 minggu.
Persentase tanaman yang bertahan hidup (%)
Persentase bercak klorosis
8
Respon Pertumbuhan Jumlah Tanaman yang Bertahan Hidup Semenjak minggu pertama setelah tanam, tanaman yang tumbuh tidak mencapai 100%, kecuali pada perlakuan F10Mts. Kematian tanaman yang terjadi dibagi menjadi dua macam, pertama kematian yang terjadi di dalam tanah sebelum kotiledon muncul ke permukaan tanah. Kedua, kematian yang terjadi setelah kotiledon muncul ke permukaan tanah. Kedua macam kematian tersebut terjadi sejak berusia 2-3 hari sampai 5 minggu setelah masa tanam. Kematian setelah kotiledon muncul ke permukaan tanah, hanya terjadi sebagian kecil saja. Sebagian besar tanaman mengalami kematian sebelum kotiledon muncul ke permukaan tanah. Setelah dilakukan penggalian, hanya ditemukan kulit biji tanpa adanya lendir. Ciriciri tanaman yang mengalami kematian ini antara lain tepat dibawah keping daun biji hingga setengah dari bagian batang terjadi kelayuan dan tampak lebih kurus. Ciri lainnya adalah tanaman berlendir di pangkal batang (Gambar 11), dan tak lama kemudian mati. Kematian tanaman terjadi sebelum kemunculan bercak klorosis pada cucu daun.
Gambar 11 Penampakan kematian tanaman pada usia 2 minggu.
Persentase tanaman yang bertahan hidup pada media tanam dengan perlakuan F0Mts dan F0Ms, tidak jauh berbeda yaitu 70% dan 60% (Gambar 6). Perlakuan F10Mts dan F10Ms terjadi perbedaan nilai persentase tanaman yang bertahan hidup yaitu 50% dan 20%. Sedangkan pada perlakuan F20Mts dan F20Ms, nilai persentase tanaman yang bertahan hidup masing-masing yaitu 20% dan 40%. Nilai persentase tanaman yang bertahan hidup terendah terjadi pada perlakuan F30Mts dan F30Ms yaitu 0%, artinya tidak ada satu
pun tanaman yang bertahan hidup semenjak usia 1-8 minggu. Penyebab kematian yang terjadi sebelum kotiledon muncul ke permukaan tanah tidak diketahui pasti, karena sulitnya mengamati proses di dalam tanah. Namun pada saat masa perkecambahan di dalam cawan, kematian kecambah terjadi karena perusakan oleh bakteri patogen yang terbawa di dalam biji. Kemungkinan penyebab kematian tanaman ini juga disebabkan oleh bakteri yang berada di dalam kecambah. Agrios (1988) menyatakan bahwa pada beberapa bakteri yang terbawa pada atau di dalam biji, dapat pula menyebabkan rebah semai dan kematian kecambah. Ciri-ciri kematian tanaman yang terjadi memiliki kemiripan gejala dengan ciri-ciri penyakit wilt (layu). Ciri-ciri penyakit tersebut yaitu epinasti, klorosis, pemucatan pada daerah vaskuler, tanaman menjadi kurus, kehilangan turdigitas sementara atau permanen dan kematian (Mehrothra dan Aggarwal 2005). Tanaman yang terserang dapat mengalami kelayuan di semua bagian tanaman dalam beberapa hari, setelah gejala awal muncul pada kondisi yang sesuai. Bahkan hal tersebut juga bisa terjadi pada tanah steril dengan kelembapan 10 % (CAB 1994). Namun di dalam penelitian ini, kematian tanaman justru terjadi sebelum kemunculan bercak klorosis. Kematian tanaman hingga 100% yang terjadi pada tanaman dengan perlakuan F30Mts dan F30Ms, menyebabkan tidak adanya pengamatan lebih lanjut pada perlakuan ini. Namun perlu diadakan pengkajian ulang tentang efek konsentrasi formula 30% terhadap akasia, karena kematian yang terjadi tidak menunjukkan gejala berlendir seperti pada perlakuan yang lain. Tetapi yang terjadi adalah kematian kering. Perlu ditambahkan disini bahwa untuk perlakuan F20Mts dan F10Ms, data pengamatan respon pertumbuhan diambil dari 2 ulangan yang tersisa, karena tanaman yang lain mati. Pengamatan Tinggi Tanaman Tinggi tanaman pada kedua kontrol F0Mts dan F0Ms tidak jauh beda. Tanaman dengan pemberian formula 10% memperlihatkan adanya nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan F10Mts (9.48 cm) memiliki nilai yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan F10Ms (7.3 cm). Sebaliknya pada perlakuan F20Mts tinggi tanaman tidak jauh berbeda dengan F0Mts.
9
Tinggi tanaman (cm)
Berbeda dengan F20Ms yang memiliki tinggi yang tak jauh beda dengan F10Ms yaitu 7.47 cm (Gambar 12). 14 12 10 8 6 4 2 0 F0Mts
F0Ms
F10Mts F10Ms F20Mts F20Ms Perlakuan
Gambar 12 Rata-rata tinggi per tanaman pada usia 8 minggu.
Beberapa tanaman pada perlakuan F10Mts mengalami kekerdilan. Kemungkinan hal tersebut terjadi akibat tidak seragamnya kualitas biji akasia yang digunakan. Jumlah Total Cucu Daun dan Kemunculan Filodia Akasia memiliki dua morfologi daun yang berbeda, saat masa pertumbuhan juvenil daun majemuk bipinnate mendominasi. Ketika menjelang dewasa, daun filodia akan muncul dan daun bipinnate akan mulai berguguran. Berdasarkan gambar 13 jumlah total cucu daun pada kedua kontrol yaitu F0Mts dan F0Ms tidak jauh berbeda, masing-masing sebanyak 60 helai dan 78 helai. Jumlah cucu
Jumlah total cucu daun (helai)
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 1
2
3
4
5
6
7
8
tanaman(minggu) (minggu) UsiaUsia tanaman
F0Mts
F0Ms
F10Mts
F10Ms
F20Mts
F20Ms
8
100
6
80 60
4
40
2
20
0
0 F0MtsB F0Mts
F0MsB F0Ms
F10MtsB F10Mts
F10MsB F10Ms Perlakuan Perlakuan
F20MtsB F20Mts
Persentase tanaman berfilodia (%)
Jumlah tanaman
Gambar 13 Rata-rata jumlah total cucu daun per tanaman yang bertahan hidup di semua perlakuan.
F20MsB F20Ms
Jumlah tanaman uji Jumlah tanaman berfilodia Persentase tanaman berfilodia
Gambar 14 Jumlah tanaman uji, jumlah tanaman berfilodia dan persentase tanaman berfilodia di berbagai perlakuan, pada usia tanaman 8 minggu.
10
daun pada perlakuan formula 10% terdapat perbedaan yang sangat jauh, F10Mts memiliki jumlah cucu daun 58 helai, dan lebih banyak dibandingkan dengan F10Ms yang memiliki 25 helai. Sebaliknya jumlah cucu daun pada perlakuan F20Mts lebih banyak dibandingkan F0Mts dan F20Ms (44 helai), yaitu 88 helai. Jumlah cucu daun yang beragam kemungkinan akibat dari kualitas biji yang tidak seragam, sehingga semua tanaman memiliki aktifitas pertumbuhan yang berbeda. Kemunculan filodia pada F0Mts terjadi pada saat usia 3-5 minggu, dan semenjak itu jumlah cucu daun yang mengalami bercak klorosis semakin bertambah. Diantara tanaman yang bertahan hidup, hanya 85.7% yang membentuk filodia. Kemunculan filodia pada F0Ms sedikit lebih lambat dibandingkan dengan F0Mts, yaitu pada usia 5-6 minggu. Persentase pembentukan filodia pada tanaman yang bertahan hidup mencapai 100 %. Filodia pada tanaman dengan perlakuan F10Mts muncul pada usia 6 minggu, sedikit lebih lambat dibandingkan dengan F0Mts. Persentase pembentukan filodia hanya 40 %. Berbeda dengan F10Mts, pada F10Ms filodia tidak terbentuk. Persentase pembentukan filodia pada perlakuan F20Mts mencapai 100%. Namun pada perlakuan F20Ms, filodia sama sekali tidak terbentuk. Berdasarkan data diatas, media steril dengan penambahan formula dapat menghambat pembentukan filodia. Terdapat indikasi bahwa pada media tanam tidak steril dengan penambahan formula 10% dan 20% membuat proses perkembangan ke masa dewasa melambat. Hal tersebut kemungkinan terkait dengan kandungan nitrogen yang semakin bertambah seiring dengan bertambahnya formula. Karena nitrogen yang berlimpah dapat berpengaruh pada pertumbuhan sukulen, penghambatan kematangan tanaman, dan memanjangkan periode vegetatif (Agrios 1988). Lambers et al. (1998) menyatakan bahwa pada spesies akasia secara umum akan memiliki frekuensi kemunculan daun majemuk yang tinggi, jika ditanam pada kondisi lingkungan yang sesuai. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa perlakuan F10Mts dan F20Mts sebenarnya merupakan media pertumbuhan yang cocok untuk akasia, karena akasia menjadi memiliki masa pendewasaan yang lebih lambat jika dibandingkan dengan kontrol.
Isolasi Patogen Hasil isolasi dari kotiledon kecambah yang mati didapatkan koloni bakteri berwarna putih keruh. Hasil isolasi dari batang tanaman berlendir pada usia 2-3 hari dan 5 minggu, didapatkan koloni bakteri yang sama dan cendawan dengan koloni berwarna putih yang belum teridentifikasi. Hasil isolasi dari biji yang berlendir, dan bagian filodia, cucu daun, batang dan akar tanaman yang mengalami bercak klorosis, didapatkan koloni bakteri yang sama, namun tidak didapatkan cendawan dengan koloni berwarna putih (Gambar 15).
a
b
c
Gambar 15 Hasil isolasi mikroorganisme a. cendawan dengan koloni berwarna putih, b. Xanthomonas campestris pv. acaciae dan c. bakteri PA01.
Gambar 16 Bentuk dan penataan sel PA01 dari cucu daun (pinnule). Koloni bakteri berwarna putih keruh tersebut sangat berbeda dengan biakan murni
11
Xanthomonas campestris pv. acaciae yang memiliki ciri-ciri morfologi antara lain warna koloni kuning keruh, dengan tepi licin, elevasi cembung, dan lambat tumbuh. Bakteri hasil isolasi tersebut memiliki ciri-ciri koloni antara lain warna awal koloni berwarna putih namun kemudian berubah menjadi krem. Tepi koloni licin, dan elevasi datar. Isolat ini kemudian diberi nama bakteri PA01. Isolat bakteri ini juga merupakan bakteri yang sama yang ditemukan pada biji dan kecambah yang berlendir pada masa perkecambahan. Isolat yang didapat dari kecambah dan tanaman yang mati, biji yang berlendir, dan bagian filodia, cucu daun, batang dan akar tanaman yang mengalami bercak klorosis, ternyata memiliki bentuk sel yang sama, sehingga diperkirakan merupakan satu jenis bakteri yang sama. Bakteri tersebut merupakan bakteri Gram negatif, memiliki bentuk sel batang dengan penataan rantai (Gambar 16). Hasil Uji in vitro Ekstrak Formula Bio-LC4
Gambar 17 Aktivitas hambatan formula BioLC4 terhadap bakteri PA01, yang diisolasi dari cucu daun. Formula Bio-LC4 menunjukkan adanya penghambatan yang kurang berarti terhadap bakteri PA01 (Gambar 17). Terdapat sedikit zona bening di sekitar kertas cakram dan hanya sebesar 0.8 mm. Namun ada pula zona yang tidak terlalu bening, sebesar 12.5 mm. Dari hasil ini, dapat disimpulkan bahwa formula Bio-LC4 kurang menghambat pertumbuhan bakteri PA01. Hal ini tidak sesuai dengan hasil dari beberapa penelitian yang telah banyak melaporkan bahwa senyawa aktif Bio-LC4 mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen Xanthomonas campestris pv. glycines, Bacillus subtilis, dan Eschericia coli (Wage 1998). Penelitian selanjutnya juga menyatakan bahwa Bio-LC4 mampu menghambat Pseudomonas syringae secara in vitro (Mulyaningsih 2002). Bahkan Bio-LC4
dapat menghambat pembentukan pustul pada tanaman kedelai yang disebabkan oleh Xanthomonas campestris pv. glycines (Tristanti 2003).
KESIMPULAN Perkecambahan biji akasia berlangsung secara tidak serentak, dengan rentang waktu 2-19 hari. Persentase perkecambahan hanya 55%, dengan persentase kecambah yang tidak berlendir mencapai 58.2%. Bibit yang berhasil tumbuh juga mengalami serangan patogen dengan gejala bercak klorosis pada cucu daun dan nekrosis pada filodia. Formula Bio-LC4 berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan tanaman kecuali pemberian formula Bio-LC4 10% yang dapat mengurangi timbulnya bercak klorosis. Namun pemberian formula 10% memperlambat proses pendewasaan akasia, yang dicirikan dengan lambatnya pembentukan filodia yaitu setelah usia 5 minggu, sedangkan pada kontrol terjadi pada usia 3-5 minggu. Hasil isolasi dari bagian-bagian tanaman yang berlendir dan berklorosis didapatkan bakteri PA01 dan cendawan dengan koloni berwarna putih. Bakteri PA01 memiliki warna koloni berwarna putih keruh, sedangkan koloni Xanthomonas campestris pv. acaciae memiliki koloni berwarna kuning. Berdasarkan hasil uji aktivitas ekstrak formula, ternyata senyawa aktif Bio-LC4 kurang menghambat pertumbuhan bakteri PA01.
SARAN Penelitian perlu dilakukan kembali dengan kualitas biji yang lebih sehat dan dengan jumlah ulangan yang lebih banyak, sehingga didapatkan data yang lebih baik. Perlu dilakukan pengamatan gejala nekrosis yang terjadi pada filodia setelah tanaman berusia 8 minggu. Selain itu perlu diadakan identifikasi terhadap bakteri PA01 dan cendawan dengan koloni berwarna putih.
DAFTAR PUSTAKA Agrios GN. 1988. Plant Pathology. York : Academic Press Inc.
New
12
Bhattacharrya B dan Johri BM. 1998. Flowering Plants Taxonomy and Phylogeny. New Delhi : Narosa Publishing House. [BSN] Badan Standarisasi \ Nasional. 2003. Tanaman Kehutanan, Bagian ke-13 : Penanganan bibit pohon hutan melalui pembiakan generatif (biji). SNI01-5006.13-2003. [CAB] Center for Agriculture and Bioscience. 1994. Bacterial Wilt : The Disease and Its Causative Agent, Pseudomonas solanacearum. Ed : AC Hayward dan GL Hartman. Guildford : Biddles Ltd. Cossalter C dan Nair KSS. 2000. The state of the forest and plantation trends. Di dalam Insects pests and diseases in Indonesian forests. Ed : K.S.S. Nair. [Terhubung berkala]. http://www.cifor.cgiar.org/publications/ pdf_files/insect-peasts.pdf. [12 Des 2007]. Crous PW, Groenewald JZ, Pongpanich K, Himaman W, Arzanlou M, dan Wingfield MJ. 2004. Cryptic speciation and host specificity among Mycosphaerella spp. occuring on Australian Acacia species grown as exotics in the tropics. Studies Mycol (50) : 457-469. Fatimah S. 2005. Pengujian biofungisida BioLC4 dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan caisim (Brassica rapa L. cv. Group Caisin). [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Gunn BV dan Midgley SJ. 1991. Genetic resources and tree improvement. Proceedings of an international workshop Bangkok, Thailand, 11-15 Februari 1991. [KEHATI] Keanekaragaman Hayati Indonesia. 2007. Detil data Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex Benth. [Terhubung berkala]. http://www.kehati.or.id/prohati/browser .php?docsid=333.[2 Jan 2008]. Lambers H, Chopin SF dan Pons TL. 1998. Plant Physiological Ecology. New York : Springer-Verlag Inc. Mehrothna RS dan Aggarwal A. 2005. Plant Pathology. 2ndEd. New Delhi : Tata Mcgraw-Hill Publishing Company Limited. Mulyaningsih C. 2002. Aktivitas ekstrak miselium Lentinus cladopus isolat LC terhadap beberapa mikrob patogen
tanaman dan cendawan penghasil aflatoksin. [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Nair KSS dan Sumardi. 2000. Insect pests and diseases of major plantation species. Di dalam Insects pests and diseases in Indonesian forests. Ed : K.S.S. Nair. [Terhubung berkala]. http://www.cifor.cgiar.org/publications/ pdf_files/insect-peasts.pdf. [12 Des 2007]. [NCBI] National Center for Biotechnology Information. 2004. Taxonomy of Acacia. [Terhubung berkala]. http://www.NCBI.nlm.nih.gov/Taxono/ Browser/www.tax.cgi?id=3800. [17 Jun 2008]. Setyawati D. 1996. Fenomena antagonisme antara Lentinus spp. Dengan Rigidoporus lignosus dan uji aktivitas ekstrak miselium Lentinus spp. Terhadap beberapa mikroba. [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Tjahjono B, Crous PW, Wingfield MJ, Pascoe AG, dan Beilharz VC. 2004. Passalora perplexa , an important pleoanamorphic leaf blight pathogen of Acacia crassicarpa in Australia and Indonesia. Studies Mycol (50) : 471479. Tristanti W. 2003. Uji aktivitas Formulasi bahan aktif dari miselium Lentinus cladopus LC4 in vitro dan in vivo terhadap patogen tanaman kedelai Xanthomonas campestris pv. glycines. [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Wage S. 1998. Spektrum aktivitas Lentinus spp. terhadap beberapa mikrob pathogen tanaman dan manusia. [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Widyastuti AM, Sumardi, Sulthoni A dan Harjono. 1998. Pengendalian hayati penyakit akar merah pada akasia dengan Trichoderma. [abstrak]. J Perlin Tan Indones vol 4 (2). [Terhubung berkala]. http://www.smwidyastuti.staff.ugm.ac.i d/cv/publikasi/JN_5.pdf. [23 Feb].
13
LAMPIRAN
14
Lampiran 1
Komposisi Media
Potato Dekstrose Agar (PDA) Kentang Gula pasir Agar-agar bubuk Akuades
Lampiran 2
200 20 15 1
g g g L
Rata-rata tinggi tanaman dari berbagai perlakuan pada usia 1-8 minggu.
Ulangan (No Polibag) 1 2 3 4 F0Mts 5 6 7 8 9 10 Rata-rata
Usia Tanaman (minggu)
Perlakuan
F0Ms
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Rata-rata
F10Mts
1 2 3 4 5 6 7
1 4.3 3.8
2 5.3 5.2
3 6.1 6.9
4 9.3 7.2
5 9.7 10.9
6 9.8 11.5
7 10.7 12.2
8 11.2 12.8
3.7 3.1 5.4 4 4 4.04
5.2 4.2 8.3 4.8 4.8 5.4
6.6 4.4 8.8 7.5 7.4 6.81
7.5 5.1 11.8 7.5 7.4 7.97
9.2 5.7 12.7 12.7 10 10.12
10.5 6.6 13.6 16.2 10.3 11.21
12.6 7 14.5 16.8 10.6 12.05
14.7 8.1 15 17.4 11 12.88
4.7
4.9
5.5
6.1
8.3
9.3
9.7
10
3 1.8 3.2
3.5 3.6 3.5
3.8 4 3.6
4.1 4.4 3.8
5.3 5.8 4.3
5.6 6.2 6.4
6.7 6.8 6.9
7.3 7.5 8.7
4.7 6.2
5.5 7.9
8 9.6
8.7 12.8
13.3 16.4
13.6 17.1
14.2 17.6
15 17.9
3.93
4.81
5.75
6.65
8.9
9.7
10.31
11.06
2.9 4.6
3.7 4.6
3.9 6.1
4.7 6.5
5.1 8.5
5.2 9.4
5.5 10.6
3.6 4.1 5.1
6.3 6
7.8 6
9.2 6.2
10.6 8.2
13.6 9.1
14.7 11.4
3.8 2.8 4 1.9 3 3.9 4.3
15
Ulangan (No. Polibag) 8 9 10 Rata-rata
Usia Tanaman (minggu)
Perlakuan
F10Ms
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Rata-rata
F20Mts
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Rata-rata
F20Ms
Rata-rata
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 2.4 4.8 4 3.49
2 2.7
3 2.8
4 3.8
5 3.9
6 3.9
7 4.8
8 5.2
4.8 3.97
4.68
5.52
6.1
7.26
8.42
9.48
3.6 3.4
3.7 3.7
4 4.2
4.9 4.9
5.2
5.5
6.6
7.6
4.2
4.4
4.5
4.7
5.2
5.5
6
7
3.73
3.93
4.23
4.83
5.2
5.5
6.3
7.3
2.3 3.1 4.2
3.6 4.1
3.9 4.7
5.4 5.6
7.4 8.3
7.9 9.5
12 10
12.7 10.8
3.3 2.8
3
7.1
3.14
3.56
5.23
5.5
7.85
8.7
11
11.75
3.6 5.3 4
3.7 6 4.5
4.5 4.9 4.9
4.6 5.2 5.1
5.6 5.8 5.5
6.1 6.2 5.9
6.2 6.4 6
6.9 7.3 6.9
5.9 2.5
6.3 2.9
6.2 3.3
7.1
7.4
7.7
8.6
8.8
4 4.21
4.5 4.65
4.5 4.71
5.5 5.5
6.07
6.47
6.8
7.47
Keterangan : : Tanaman yang mati
16
Lampiran 3 Jumlah cucu daun tanpa bercak klorosis, cucu daun dengan bercak klorosis, serta persentase bercak klorosis pada masing-masing perlakuan
Perlakuan
F0Mts
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Rata-rata
F0Ms
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Rata-rata 1 2 3 4 5 6
CT 6 6
1 CK 0 0
CT 8 15
2 CK 6 0
CT 9 45
3 CK 15 0
% 0 0
6 6 6 6 6 6
0 0 0 0 0 0
5
CT 29 16
4 CK 33 29
% 42.9 0
% 62.5 0
% 53.2 64.4
CT 31 26
5 CK 35 39
% 53 60
CT 32 18
6 CK 35 41
% 52.2 69.5
CT 32 18
7 CK 35 52
% 52.2 74.3
CT 28 22
8 CK 39 52
% 58.2 70.3
0 0 0 0 0 0
14 6 24 14 14 12
0 0 0 0 0 1
0 0 0 0 0 6.1
32 22 52 8 4 25
0 0 0 14 16 6
0 0 0 63.6 80 29.4
48 30 50 38 14 32
8 0 16 14 26 18
14.3 0 24.2 26.9 65 35.5
36 30 48 56 14 34
21 0 18 16 26 19
36.8 0 27.3 22 65 37.7
36 30 39 56 10 32
24 0 38 17 40 28
40 0 49.3 23.3 80 44.9
36 30 39 56 10 32
24 0 38 22 46 31
40 0 49.4 28.2 82.1 46.7
52 24 39 56 12 33
31 9 47 24 47 36
37.3 27.3 54.6 30 80 51.1
0
0
15
0
0
29
0
0
41
0
0
50
0
0
49
11
18.3
49
11
18.3
28
32
53.3
4 6 6
0 0 0
0 0 0
4 6 6
0 0 0
0 0 0
32 6 13
0 0 0
0 0 0
42 14 17
0 0 0
0 0 0
64 35 27
0 0 0
0 0 0
69 36 47
8 0 0
14 0 0
80 60 47
14 0 0
14.9 0 0
65 53 60
29 7 11
30.8 11.7 15.5
6 6
0 0
0 0
15 9
0 5
0 39
16 44
15 14
48.3 24.1
29 44
16 14
35 24.1
52 88
16 14
23.5 13.7
42 86
26 16
38.2 11.1
51 84
28 18
35.4 17.6
48 73
31 29
39.2 28.4
6
0
0
9
1
6.5
23
5
12
31
5
9.9
53
5
5.3
55
10
13.8
62
12
14.4
55
23
29.8
6 6 6 6 6 6
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
14 6
0 0
0 0
14 6
0 0
0 0
14 24
0 0
0 0
14 24
0 0
0 0
16 46
0 0
0 0
16 46
0 0
0 0
30 70
0 0
0 0
6 9
0 0
0 0
9
0
0
32
3
0
25
10
28.6
44
11
20
64
19
22.9
70
20
22
16
F10Mts
Minggu ke -
Ulangan
17
Perlakuan
Ulangan (No Kantong) 7 8 9 10 Rata-rata
F10Ms
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Rata-rata
F20Mts
DH 14 4
2 DK 0 0
DH 14 4
3 DK 0 0
DH 6 4 6 6 6
% 0 0 0 0 0
4 0
0 0
8
DH 26 15
4 DK 0 0
% 0 0
% 0 0
% 0 0
DH 36 28
5 DK 0 0
% 0 0
DH 36 28
6 DK 10 0
% 21.7 0
DH 60 28
7 DK 10 0
% 14.3 0
DH 60 28
8 DK 10 0
% 14.3 0
14 9
0 0
0 0
23
0
0
22
1
0
25
2
5.7
34
4
8.34
43
6
7.44
52
6
7.26
0 0
12 12
0 0
0 0
24 12
0 0
0 0
24 18
0 0
0 0
24
0
0
30
0
0
30
0
0
30
0
0
0
0
8
0
0
19
0
0
20
0
0
20
0
0
20
0
0
20
0
0
20
0
0
3
0
0
11
0
0
18
0
0
21
0
0
22
0
0
25
0
0
25
0
0
25
0
0
6 6 6
0 0 0
0 0 0
6 24
0 0
0 0
14 24
0 0
0 0
42 38
0 0
0 0
34 58
8 0
19 0
29 58
33 0
53.2 0
26 78
53 8
67 9.3
6 75
74 20
92.5 21
0 6
0 0
0 0
6
0
0
33
0
0
33
0
0
6
0
0
15
0
0
19
0
0
40
0
0
46
4
9.5
44
17
26.6
52
31
38.2
41
47
56.8
17
Rata-rata
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Minggu ke 1 DK 0 0 0 0 0
18
Perlakuan
Ulangan (No Kantong) 1 2 3 4 5 F20Ms 6 7 8 9 10 Rata-rata
Minggu ke DH
1 DK
DH
2 DK
%
6 6 6
0 0 0
6 0 6 5
DH
3 DK
%
0 0 0
6 14 6
0 0 0
0 0
0 0
14 6
0 0
0 0
6 9
DH
4 DK
%
%
DH
5 DK
%
DH
6 DK
%
DH
7 DK
%
DH
8 DK
%
0 0 0
18 18 18
0 0 0
0 0 0
18 31 25
0 0 0
0 0 0
39 31 34
0 0 0
0 0 0
39 41 34
0 0 0
0 0 0
39 50 34
0 0 0
0 0 0
59 51 34
0 0 0
0 0 0
0 0
0 0
14 6
0 0
0 0
26 6
0 0
0 0
43
0
0
44
0
0
44
0
0
44
0
0
0 0
0 0
6 13
0 0
0 0
18 21
0 0
0 0
18 33
0 0
0 0
40
0
0
42
0
0
46
0
0
Keterangan : CT : Cucu daun tanpa bercak klorosis CK : Cucu daun dengan bercak klorosis % : Persentase gejala bercak klorosis : Tanaman yang mati
18
19
Lampiran 4
Perlakuan
Jumlah filodia di setiap tanaman pada masing-masing perlakuan
Ulangan (No polibag)
F0Mts
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
F0Ms
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
F10Mts
F10Ms
7
8
-
Usia Tanaman (minggu) 4 5 6 Jumlah Filodia (helai) 3 3 3
2 3
2 3
-
-
-
-
-
2 2 -
2 2 2 2
2 2 2 2
-
-
-
-
-
2
2
2
-
-
-
-
-
1 -
1 2 -
1 2 1
-
-
-
-
-
1 2
1 2
2 2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2 2 -
2 2 -
1
2
-
3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
-
-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
20
Perlakuan
Ulangan (No polibag)
F20Mts
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
F20MsB
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1
2
-
-
Usia Tanaman (minggu) 4 5 6 Jumlah Filodia (helai) 2 -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Keterangan : : Tanaman yang mati
3
7
8
3 -
3 2
-
-
-
-
-
-