DAMPAK LABELING PADA REMAJA DI SMP ISLAM RAUDLATUL FALAH BERMI GEMBONG PATI
Manuscript
OLEH : IKA RACHMAWATI G2A007036
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2011
DAMPAK LABELING PADA REMAJA DI SMP ISLAM RAUDLATUL FALAH BERMI GEMBONG PATI Ika Rachmawati 1 Ns. M.Fatkhul Mubin, S.Kep, M.Kep, Sp.Jiwa 2 Ns. Desi Ariyana Rahayu, 3 S.Kep. ABSTRAK Labeling adalah pemberian label kepada seseorang yang enjadi bagian dari konsep diri seseorang. Seseorang yang diberi label biasanya mengikuti label yang telah ditetapkan kepada dirinya dan akan menjadi dasar orang tersebut beradaptasi sepanjang hidupnya. Tujuan penelitian untuk mengetahui dampak labeling pada siswa di SMP Islam Raudlatul Falah Bermi Gembong Pati. Desain penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Populasi dari penelitian ini adalah beberapa siswi kelas VII dan VIII dari SMP Islam Raudlatul Falah Bermi Gembong Pati yang mendapatkan label di sekolahnya. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipan tidak terlalu memperdulikan pemberian label pada dirinya yang dilakukan oleh teman-temannya. Pemberian labeling tidak berpengaruh terhadap dampak spiritualnya, yaitu partisipan masih tetap melakukan aktivitas spiritual seperti biasa. Secara umum perasaan yang muncul akibat labeling adalah adanya rasa emosi atau marah, rendah diri, sedih dan pesimis. Akibat labeling secara kognitif para partisipan mengalami beberapa masalah seperti sering lupa, kadang-kadang tidak fokus, kadang-kadang terjadi salah faham, namun permasalahan-permasalahan tersebut perlu dikaji ulang apakah penyebabnya benar-benar hanya akibat dari labeling saja. Partisipan merasa bahwa labeling pada dirinya memiliki makna yang berbeda-beda, namun yang pasti ada makna tersendiri yang dirasakan akibat labeling tersebut, ada yang menganggap sebagai candaan, panggilan sahabat, dan ada yang mengartikan sebagai cemoohan. Berdasarkan hal tersebut maka diharapkan kepada Guru terutama guru BP hendaknya memberikan pengawasan kepada para siswanya sehingga tidak terjadi pemberian labeling yang negatif kepada anak didiknya.
Kata Kunci
: Labeling, Dampak labeling, Remaja
THE IMPACT OF LABELING TO ADOLESCENTS IN JUNIOR HIGH SCHOOL OF RAUDLATUL FALAH BERMI GEMBONG PATI ABSTRACT Labeling was giving labeling to someone who was a part of a person's self concept. Someone who was labeled usually follow the label had set for himself and will be the basis of that person to adapt all his life. Research purposes to determine the impact of labeling on the junior high school students in Raudlatul Falah Bermi Gembong Pati. The design of this study used was qualitative research with a phenomenological approach. The population of this study was some of VII and VIII grade student of junior high school students in Raudlatul Falah Bermi Gembong Pati who got labeling at the school. Sampling technique used was purposive sampling. Result observation to point out that participant not very cares by tag application on her that did by its friend. Giving labeling did not affect the spiritual impact, ie participants still perform spiritual activities as usual. In general the feelings that arise due to labeling were a sense of emotion or anger, low selfesteem, sad and pessimistic. As a result of cognitive labeling of participants experienced some problems such as forgetfulness, sometimes out of focus, sometimes the misunderstanding occurred, but these problems need to be re-examined whether the cause was really just a result of the labeling alone. Participants felt that the labeling on him to have different meanings, but certainly there was a distinct meaning that was felt due to labeling, there was consider as a joke, calling friends, and some interpret as an insult. On that basis it was expected that the teacher, especially the guidance counselor should provide supervision to the students so that no negative labeling provision to their students.
Keywords
: Labeling, Impact of labeling, Adolescents
PENDAHULUAN Labeling adalah pemberian label kepada seseorang yang menjadi bagian dari konsep diri seseorang. Label yang akan diberikan kepada seseorang itu akan cenderung melanjutkan penyimpangan tersebut (Henslin, 2007). Label tersebut dapat berasal dari ciri fisik yang menonjol (misalnya belang dan cacat), karakter (misalnya homoseksualitas), kelompok sosial (misalnya ras atau bangsa). Pemberian label tersebut biasanya didapat dari hasil interaksi sosialnya (Henslin, 2007). Terdapat tiga kategori labeling yaitu perbedaan-perbedaan tubuh manusia secara fisik dan penampilan seperti tinggi badan, status sosial serta label yang diberikan berdasarkan karakteristik yang dianggap lemah oleh masyarakat, sehingga memberi dampak bagi kehidupan sosialnya. Dampak dari labeling yaitu berupa peningkatan finansial, kekerasan dalam rumah tangga, penurunan kesehatan fisik dan mental pada keluarga pengasuh, aktifitas rutin keluarga terganggu, kekhawatiran menghadapi masa depan, stress, dan merasa tidak dapat menanggulangi masalah (Harper Collins, 1992). Dampak negatif juga disampaikan Kareen (2003) yaitu; menurunnya motivasi, kesulitan menyelesaikan tugas, menarik diri dari orang lain, ketidakmampuan mengatur keuangan, defisit perawatan diri, makan dan kebiasaan tidur yang kesemuanya dapat menguras konsentrasi dari keluarga. Konsentrasi keluarga yang terganggu ini menyangkut tentang beban keluarga, beban penyimpangan perilaku, hubungan keluarga dan aktivitas harian yang terganggu. Aktivitas harian akan terganggu, misalnya: anak yang diberi label nakal dan diperlakukan seperti anak nakal akan berubah menjadi anak yang nakal. Atau contoh lain, misalnya: anak yang diberi label bodoh dan diperlakukan seperti anak bodoh juga akan menjadi bodoh. Contoh lain yang bersifat positif, misalnya: anak yang diberi label pintar dan diperlakukan seperti anak pintar maka ia akan menjadi pintar. Hal ini berkaitan dengan pemikiran dasar teori labeling yang biasa terjadi, ketika kita sudah melabel seseorang, kita cenderung memperlakukan seseorang sesuai dengan
label yang kita berikan, sehingga seseorang tersebut cenderung memandang dan merasakan dirinya sendiri mengikuti label yang telah ditetapkan kepadanya (Tasmin, 2002, ¶ http://www.e-psikologi.com/epsi/search.asp, diunduh pada tanggal 7 November 2010). Seseorang yang diberi label biasanya mengikuti label yang telah ditetapkan kepada dirinya dan akan menjadi dasar orang tersebut beradaptasi sepanjang hidupnya. Anak yang memandang dirinya baik akan mendekati orang lain dengan rasa percaya dan memandang dunia sebagai tempat yang aman, dan kebutuhankebutuhannya akan terpenuhi. Sementara anak yang merasa dirinya tidak berharga, tidak dicintai akan cenderung memilih jalan yang mudah, tidak berani mengambil resiko dan tetap saja tidak berprestasi (Biddulph, 2007). Penerimaan dan penolakan terhadap berbagai perubahan dalam tubuhnya akan sangat mempengaruhi kesiapannya memasuki dunia dewasa dalam masa remaja. Masa remaja adalah masa pencarian identitas dan pada masa ini remaja harus bisa melewati krisisnya agar tidak terjadi kebingungan identitas. Salah satu penyebab kebingungan identitas remaja adalah labeling. Bagi para remaja pengalaman mendapatkan label tertentu (terutama yang negatif) memicu pemikiran bahwa dirinya ditolak. Pemikiran bahwa dirinya ditolak dan kemudian dibarengi oleh sikap penolakan yang sesungguhnya, dapat menghancurkan kemampuan berinteraksi, mengurangi rasa harga diri, berpengaruh negatif terhadap kinerja seseorang dalam kehidupan sosial dan kehidupan kerjanya, dan yang lebih utama adalah menjadi beban pada dirinya sendiri (Nida, 2006, ¶ http://qotrinnidaaz.blogspot.com/2010/03/teorilabelling-pi.html,diunduh tanggal 1 november 2010). Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan labeling dengan prestasi belajar di SMA Muhammadiyah Gubug, responden yang mendapatkan labeling cukup besar dari 111 orang (33,7%) dari keseluruhan siswa yang berjumlah 329 orang yang terdiri dari 86 orang (77,5%) berjenis kelamin laki-laki dan 25 orang (22,5%) berjenis kelamin perempuan. Sebagian besar responden memiliki nilai
rapot kurang yaitu sejumlah 253 orang (76,9%), nilai rapot sedang sejumlah 73 orang (22,2%) serta nilai rapot baik sejumlah 3 orang (0,9%). Responden yang mendapat labeling memiliki nilai rapot yang kurang yaitu sejumlah 95 orang (28,9%), serta yang nilai rapotnya baik/sedang sejumlah 16 orang (4,9%) (Mulyati, 2010). Remaja sekarang banyak yang memanggil seseorang bukan nama yang sebenarnya yang diberikan kepada seseorang oleh teman sebayanya. Mereka cenderung berkelompok dan memberikan label kepada anggota kelompoknya. Beberapa diantara kelompok tersebut yang merasa terganggu dengan label yang diberikan, namun tetap diam saja dan ada juga yang memberontak. Sikap diam dan menerima serta kurang mampu mengeluarkan pendapat itu, banyak menyebabkan labeling semakin meluas dikalangan remaja terutama di lingkungan sekolah yang merupakan lingkungan tempat mereka bersosialisasi dan tempat membentuk interaksi yang kuat terhadap pengaruh teman sebayanya. Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti di SMP Islam Raudlatul Falah Bermi Gembong Pati ada beberapa siswa yang pada awalnya terganggu di berikan label atau julukan negatif yang diberikan kepadanya sebanyak 48 murid dari 199 murid. Dari lima orang murid yang diberi label misalnya: cemek, prenjak, sireng, saykoji dan mr. bean, dua diantara mereka merasa label tentang nama bukan sebenarnya (nama panggilan) yang diberikan kepadanya merupakan bentuk penolakan terhadap nama dari pemberian orang tua. Mereka terkadang terbebani atas label yang diberikan kepadanya. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Pendekatan fenomenologi yang berusaha untuk memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situasisituasi tertentu (Moleong, 2005).
Populasi dari penelitian ini adalah keseluruhan dari murid SMP Islam Raudlatul Falah Bermi Gembong Pati sebanyak 199 murid. Sampel ditentukan berdasarkan teknik purposive sampling dengan jumlah 5 orang setelah menemui titik kejenuhan. HASIL DAN PEMBAHASAN Sebagaimana dinyatakan bahwa makna labeling pada remaja memiliki beberapa dampak terhadap kehidupan remaja. Labeling yang sifatnya lebih mengarah pada arti negatif menjadi beban tersendiri bagi diri orang yang diberi label, namun apabila labeling yang diberikan bukan mengarah pada arti negative tidak terlalu berdampak pada diri orang yang diberikan label tersebut. Bidudulph (2007) menyebutkan bahwa seseorang yang diberi label biasanya mengikuti label yang telah ditetapkan kepada dirinya dan akan menjadi dasar orang tersebut beradaptasi sepanjang hidupnya. Anak yang memandang dirinya baik akan mendekati orang lain dengan rasa percaya dan memandang dunia sebagai tempat yang aman, dan kebutuhan-kebutuhannya akan terpenuhi. Sementara anak yang merasa dirinya tidak berguna, tidak berani mengambil resiko dan tetap saja tidak berprestasi. Penerimaan dan penolakan terhadap berbagai perubahan dalam tubuhnya akan sangat mempengaruhi kesiapannya memasuki dunia dewasa dalam masa remaja. Dampak sosial Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa labeling yang diberikan kepada partisipan memberikan pengaruh terhadap dampak sosialnya. Partisipan dapat merasa malu dan minder apabila pemberian label yang diberikan itu bermakna negatif. Hasil wawancara menunjukkan bahwa pemberian label memberi dampak secara sosial pada diri partisipan. Partisipan yang mendapat pemberian label negatif merasa malu, minder, sebel dan bahkan lebih suka menyendiri. Pemberian label yang negatif ini ternyata memberi beban tersendiri bagi diri anak karena perasaannya tidak nyaman.
Namun demikian partisipan yang awalnya tertekan dengan pemberian label tersebut, lama kelamaan dapat menerima dan menganggap biasa, apalagi jika pemberian label tersebut tidak bersifat negatif. Lama kelamaan partisipan dapat menerima pemberian label dan menganggap sebagai hal yang biasa. Misalnya pada partisipan kedua yang dipanggil dengan Okto, telah merasa nyaman dengan panggilan tersebut bahkan jika dirinya dipanggil dengan namanya yang sebenarnya malah terasa asing. Pemberian label yang diberikan kepada para partisipan dalam penelitian ini sebenarnya hanya berdasarkan atas bentuk fisik atau berkaitan dengan nama saja sehingga secara sosial tidak berdampak ekstrim dan menyeramkan. Artinya labeling yang diberikan tidak memberi dampak dendam dalam diri partisipan sehingga melakukan seperti apa yang dilabelkan pada dirinya. Dampak spiritual Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa pemberian label yang diterima oleh partisipan tidak terlalu berdampak terhadap aktifitas spiritual partisipan. Aktivitas spiritual partisipan ini tetap berlangsung seperti hari-hari biasa sebelum mendapat pemberian label. Hasil wawancara menunjukkan bahwa banyak remaja yang mendapat pelabelan dalam penelitian ini tetap melakukan aktivitas spiritual seperti sedia kala, artinya pemberian label tidak memberi dampak terhadap aktivitas spiritual partisipan. Hal ini terjadi karena pemberian label yang melekat pada diri partisipan hanya akibat dari bentuk tubuh atau nama partisipan. Dampak spiritual akan terjadi apabila pemberian label pada diri seseorang lebih dikaitkan dengan perilaku orang tersebut. Sebagaimana dinyatakan oleh Sudarsono (2004) bahwa menyebutkan bahwa pelabelan yang berkaitan dengan perilaku, misalnya seseorang yag melakukan kejahatan sebagian besar kurang memahami norma-norma agama dan lupa akan perintah-perintah agamanya, bahkan Tuhan mungkin dianggap tidak ada pada saat diberi label oleh masyarakat. Dengan demikian dapat dinyatakan
bahwa pemberian label yang terkait dengan bentuk fisik tidak memberi dampak secara spiritual. Dampak psikologis Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa secara psikologis para partisipan merasa terpengaruh. Secara psikologis partisipan merasa malu, emosi, rendah diri, pesimis dan sebagainya. Pemberian label yang diberikan kepada dirinya dianggap sebagai suatu keanehan atau kekurangan yang ada pada dirinya yang dimunculkan dalam bentuk pemberian label. Kekurangan-kekurangan ini yang seharusnya dapat ditutupi namun menjadi tersebar karena pelabelan yang dilekatkan pada dirinya. Sehingga pemberian label ini dianggap sebagai bahan olok-olok’an dan sebagainya mengolok-olok negatif dirasa menjadi beban dalam kehipudan partisipan yang mendapat pemberi label yang sifatnya negatif. Pemberian label negatif tersebut membuat diri partisipan merasa rendah diri dan pesimis. Namun hal tersebut tidak lantas membuat partisipan penelitian merasa putus asa dan terus menyembunyikan diri. Pertama kali mendapat pemberian label tentunya membuat diri partisipan merasa sedih, jengkel, dan marah namun lama kelamaan sudah mulai terbiasa, bahkan jika pemberian label yang dilekatkan pada dirinya merupakan pemberian label yang baik dirinya merasa nyaman saja bahkan ketika dipanggil nama sebenarnya menjadi terasa asing. Sebagaimana dinyatakan oleh Rafif (2010) bahwa label atau predikat yang dimaksud adalah nama yang diberikan masyarakat atau individu terhadap anak yang mempunyai karakteristik tertentu. Kadang pemberian label tersebut ada yang merupakan penghargaan terhadap diri anak tersebut, tetapi ada juga yang dapat membuat seseorang mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan baik buat sendiri maupun keluarga. Sebaliknya buat anak yang berlabel negatif akan memberikan dampak psikologis bagi anak. Anak akan merasa rendah diri, merasa tidak berguna, merasa tidak mampu dan pesimis.
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa pelabelan yang negatif yang diterima oleh partisipan penelitian memberi dampak psikologis terhadap partisipan seperti emosi, pesimis, rendah diri dan sebagainya. Namun demikian pemberian label tersebut tidak menjadikan diri partisipan terkurung dalam problema tersebut namun tetap bergaul dan bersosialisasi dengan semua teman di sekolahnya. Dampak kognitif Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa secara kognitif memang terdapat hal-hal yang dirasakan oleh partisipan seperti sulit tidak konsentrasi, pelupa dan sebagainya. Namun demikian, hal-hal negatif seperti hal itu belum tentu dapat dikatakan sebagai dampak kognitif secara utuh. Artinya dapat juga dari awal partisipan memang sudah memiliki sikap yang seperti itu. Berdasarkan hasil jawaban wawancara dengan partisipan juga tidak disebutkan secara tegas bahwa akibat dari pemberian label tersebut membuat dirinya menjadi pelupa, tidak konsentrasi dan sebagainya. Berdasarkan hasil wawancara dengan partisipan penelitian dapat diketahui bahwa hal-hal yang terkait dengan kognitif subjek tidak secara tegas diakibatkan oleh pemberian label. Misalnya pada partisipan pertama dapat diketahui bahwa sifat “pelupa” terhadap pelajaran karena belajarnya hanya pada waktu menghadapi ulangan saja yaitu pada malam hari sebelum ulangan. Dengan hanya sekali belajar, sudah barang tentu sangat dimungkinkan banyak hal yang tidak dapat diingat. Hal ini tentunya berbeda dengan teori yang diungkapkan oleh (Stuart, 2007) bahwa pelabelan-pelabelan yang diterima oleh seseorang menyebabkan dirinya memiliki perkembangan kognitif negatif. Mereka cenderung menjerumuskan dirinya menjadi apa yang dilabelkan kepadanya. Sementara hasil dari penelitian ini tidak menunjukkan bahwa pelabelan yang diterima oleh partisipan tidak membuat diri partisipan menjerumuskan diri partisipan seperti apa yang dilabelkan. Partisipan tetap menjadi diri partisipan sendiri, sedangkan perilaku-
perilaku kognitif yang negatif pada diri partisipan lebih bukan diakibatkan oleh pemberian label. Makna pelabelan Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pemberian label yang dirasakan oleh partisipan penelitian tidak selamanya memberi dampak yang negatif. Pemberian label yang dilakukan oleh “musuh” atau “saingan” dalam bentuk pemberian label yang negatif memang membuat partisipan merasa marah, sedih, sebel dan sebagainya, namun pemberian label yang baik dianggap sebagai candaan atau bahwa panggilan persahabatan. Hasil wawancara menunjukkan bahwa tiap subjek memiliki pemaknaan sendiri mengenai pelabelan pada dirinya. Partisipan kedua dan partisipan keempat menganggap bahwa pelabelan pada dirinya dianggap sebagai hal yang tidak menyakitkan dan menerima pelabelan tersebut dengan biasa-biasa saja, namun berbeda dengan partisipan kesatu, tiga dan lima menganggap bahwa pemberian label pada dirinya dianggap sebagai sesuatu yang menyakitkan karena pemberian labelnya bersifat negatif. Partisipan yang memaknai pemberian labelnya sebagai hal yang positif mungkin tidak terpengaruh dalam kehidupannya, namun berbeda bagi partisipan yang memaknai pemberian labelnya sebagai hal negatif maka dianggap pemberian label tersebut sebagai hal yang menyakitkan dan menjadi beban. Bahkan ada upaya pembelaan diri pada diri partisipan yang mendapat pemberian label negatif dengan cara menyerang orang yang memberi label seperti mengancam atau kembali memberi label orang tersebut Keterbatasan pada penelitian ini adalah tidak dilakukan observasi secara mendalam terhadap partisipan sehingga tidak dapat mengetahui keseharian partisipan secara pasti. Dalam penelitian ini hanya membahas tentang pemberian label pada partisipan yang bersifat negatif saja tetapi pemberian label itu tidak mesti berdampak negatif. Peneliti juga tidak dapat melakukan wawancara dengan
orangtua partisipan untuk mengetahui kepribadian partisipan yang sebenarnya selama di rumah. Keterbatasan lain adalah panduan wawancara yang dibuat peneliti kurang dapat mengembangkan permasalahan sehingga hasil wawancara kurang dapat berkembang secara lebih luas dan lebih jelas. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian umumnya subjek tidak terlalu memikirkan pemberian label pada dirinya yang dilakukan oleh teman-temannya. Pertama kali mendapat pemberian label dirinya merasa sedih namun setelah lama kelamaan dianggap sebagai hal yang biasa. Pemberian labeling tidak berpengaruh terhadap dampak spiritualnya, yaitu subjek masih tetap melakukan aktivitas spiritual seperti biasa. Secara umum perasaan yang muncul akibat labeling adalah adanya rasa emosi atau marah, rendah diri, sedih dan pesimis. Akibat labeling secara kognitif para partisipan mengalami beberapa masalah seperti sering lupa, kadang-kadang tidak fokus, kadang-kadang terjadi salah faham, namun permasalahan-permasalahan tersebut perlu dikaji ulang apakah penyebabnya benar-benar hanya akibat dari labeling saja. partisipan merasa bahwa labeling pada dirinya memiliki makna yang berbeda-beda, namun yang pasti ada makna tersendiri yang dirasakan akibat labeling tersebut, ada yang menganggap sebagai candaan, panggilan sahabat, dan ada yang mengartikan sebagai semoohan. Berdasarkan hasil penelitian siswa hendaknya tidak telalu mudah memberikan label kepada temannya apalagi dengan label yang negatif, karena dampak memberikan dampak psikologis kepada orang yang bersangkutan. Orang yang mendapat labeling dari temannya hendaknya tidak terlalu memperdulikan pemberian label tersebut dan tetap focus kepada pelajaran serta tetap bersikap baik kepada semua orang. Terhadap penelitian sejenis selanjutnya diharapkan dapat melakukan observasi langsung terhadap orangtua sehingga dapat mengetahui kepribadian partisipan dengan benar.
1
Ika Rachmawati : Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan Fikkes Universitas Muhammadiyah Semarang
2.
Ns. M.Fatkhul Mubin, S.Kep, M.Kep, Sp.Jiwa : Dosen Kelompok Keilmuan Keperawatan Jiwa Fakultas Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang
3.
Ns. Desi Ariyana Rahayu, S.Kep : Dosen Kelompok Keilmuan Keperawatan Maternitas
Fakultas
Keperawatan
dan
Kesehatan
Universitas
Muhammadiyah Semarang
DAFTAR PUSTAKA Biddulph S. & B. Steve, (2007). Raising a Happy Child. Dog Kindersley. Ganengwin, W. (2007). Labeling pada Anak. Artikel. Henslin, J. M. (2007). Sosiologi Dengan Pendekatan Membumi. Jakarta: Erlangga. Horton, P. B & Hunt, C. L. (1999). Sosiologi. Edisi: 6. Jilid: 1. Jakarta: Erlangga. http://qotrinnidaaz.blogspot.com/2010/03/teori-labelling-pi.html. Irwanto, dkk. (2002). Psikologi Umum.Jakarta: PT. Gramedia. Karen, F.L.( 2003). Mental health Nursing. (5th ed). New Jersey. Pearson Education.Inc. Moleong LJ. (2005). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rodakarya. Mulyati, S. (2010). Hubungan Labeling dengan Prestasi Belajar Siswa di SMA Muhammadiyah Gubug. Penerbit: Tidak dipublikasikan. Nida, Q. (2006). Teori Labeling PI. Diunduh 1 november 2010. Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Tasmin, Martina. (2002). Label menyebabkan individu menjadi devian. Diunduh 7 November 2010, http://www.e-psikologi.com/epsi/search.asp.
Utami, E.R. (2008). Labeling pada Anak. Lembaga Terapi Anak Berkebutuhan Khusus Kasandra Persona. Yusuf, L.N.S. (2009). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
PERNYATAAN PERSETUJUAN MANUSCRIPT DENGAN JUDUL
DAMPAK LABELING PADA REMAJA DI SMP ISLAM RAUDHATUL FALAH BERMI GEMBONG PATI
Telah diperiksa dan disetujui untuk dipublikasikan
Semarang, Oktober 2011
Pembimbing I
Ns. M.Fatkhul Mubin, S.Kep, M.Kep, Sp.Jiwa
Pembimbing II
Ns. Desi Ariyana Rahayu, S.Kep.