DAMPAK KONSELING GIZI PADA PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN KELUARGA BALITA GIZI KURANG SRI MAYWATI1, LILIK HIDAYANTI2 Abstrak Kelompok anak baru lahir sampai usia 2 tahun dan berlanjut sampai 5 tahun (balita) merupakan periode emas kehidupan. Tetapi kelompok ini menjadi yang tersering mengalami kekurangan gizi. Tujuan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) tahun 2010-2014 yang selaras dengan target MDG’s (Millenium Development Goals) pada tahun 2015 adalah menurunnya prevalensi kekurangan gizi menjadi kurang dari 15,5 persen. Ketahanan pangan keluarga diduga menjadi salah satu penyebab kurang gizi pada balita. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan ketahanan pangan keluarga (household food security) adalah melakukan pemberdayaan keluarga dengan membekali pengetahuan untuk dapat mengali beragam potensi pangan lokal yang bergizi melalui kegiatan promosi berupa pemberian konseling gizi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan ketahanan pangan keluarga sebelum dan sesudah konseling gizi. Sampel sebanyak 86 balita gizi kurang dipilih dari populasi sebanyak 364 anak. Sampel dibagi ke dalam dua kelompok yaitu kelompok perlakuan (menerima konseling gizi) dan kelompok kontrol (tidak menerima konseling gizi). Metode penelitian yang digunakan adalah quasi experiment non randomized pre test post test control group design. Hasil penelitian menunjukkan ketahanan pangan keluarga sebelum perlakuan termasuk kategori ‘tidak tahan tanpa kelaparan’ dan ‘tidak tahan dengan kelaparan sedang’. Ada perbedaan antara skor ketahanan pangan sebelum konseling dan setelah konseling pada kelompok perlakuan (Wilcoxon p = 0.003). Analisis statistik menunjukkan terdapat perbedaan signifikan ketahanan pangan keluarga pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan uji independent t-test (p value 0.019) at α 0.05. Kata kunci : ketahanan pangan keluarga,balita,kurang gizi, konseling Abstract Groups of children aged newborn to two years and continued until five years (toddlers) is the golden period of life. But also the most common group suffering malnutrition. Indonesia's long-term program that is consistent with the achievement of the MDG's are reducing the prevalence of underweight children less to 15.5 percent. Household food security is thought to be one of the causes of malnutrition in toddlers. One of efforts to improve food security can be done by empowering families with knowledge about nutrition by nutritional counseling. The purpose of this study was to determine differences of household food security before and after nutritional counseling. The method used quasi experiment non randomized pre test post test control group design. Samples are 86 childrens of malnutrition were taken from 364 in population. Samples were divided into two groups for counseling treatment and control groups. The results shown the household food security before treatment was included in the category of food insecure without hunger and food insecure with moderate hunger. There are differences between the scores of household food security before and after counseling in the treatment group (Wilcoxon p = 0.003). Analyzed shown there are significanlty differences of food security in the treatment
1
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi Tasikmalaya
1028
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol. 10. No. 2 September 2014 group and the control group using independent t-test (p value 0.019) at α 0.05. Keywords: household food security, malnutrition, counseling
PENDAHULUAN Periode kesempatan emas kehidupan (window of opportunity), terjadi sejak janin dalam kandungan, bayi baru lahir sampai anak berusia dua tahun, kemudian dilanjutkan sampai usia lima tahun (balita). Namun kelompok ini juga merupakan kelompok tersering yang menderita kekurangan gizi. Intervensi yang berupa peningkatan konsumsi makanan seimbang dan bergizi baik akan meningkatkan status kesehatan yang merupakan salah satu indikator penting bersama
pendidikan
dalam
menentukan
daya
saing
bangsa
(nation
competitiveness) (RANPG, 2011). Prevalensi balita kekurangan gizi pada tahun 2007 sebesar 18,4 persen (Riskesdas 2007), dan tahun 2010 terjadi penurunan menjadi 17,9 persen (Riskesdas 2010). Tujuan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) tahun 2010-2014 yang selaras dengan target MDG’s (Millenium Development Goals) pada tahun 2015 adalah menurunnya prevalensi kekurangan gizi menjadi kurang dari 15,5 persen. (Bapenas, 2012). Ketidaktahanan pangan (Food insecurity) diduga menjadi salah satu akar masalah yang menyebabkan kekurangan gizi terutama pada masyarakat dengan pendapatan rendah (Matheson, et al, 2002). Ketidaktahanan pangan adalah suatu kondisi karena keluarga mengalami keterbatasan untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam jumlah yang cukup dan aman (Jyoti, et al, 2005). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2009 menunjukkan jumlah penduduk sangat rawan pangan di Indonesia mencapai 14,47 %, meningkat dibandingkan tahun 2008 yaitu 11,07 %. Ketidaktahanan pangan keluarga berhubungan secara signifikan dengan kekurangan gizi pada anak (Isanaka, et al, 2007; Stormer and Harrison, 2003) dan berhubungan dengan kualitas dan kuantitas konsumsi makanan keluarga (Bhattacharya J., Currie J., & Haider S. 2004). Salah satu upaya meningkatkan ketahanan pangan keluarga (household food security) adalah melakukan pemberdayaan keluarga dengan membekali pengetahuan untuk dapat menggali berbagai potensi pangan lokal yang bergizi. Peningkatan pengetahuan dapat dilakukan melalui promosi berupa konseling gizi. Menurut Guise JM, et al (2003) konseling merupakan pendekatan
1029
Dampak konseling gizi pada peningkatan ketahanan pangan keluarga balita gizi kurang Sri Maywati, Lilik Hidayanti
komunikasi interpersonal yang dapat digunakan dalam peningkatan pengetahuan serta perubahan sikap dan perilaku di bidang kesehatan. Berdasarkan Laporan Bulanan Puskesmas Sukarame, Februari 2013, jumlah balita kekurangan gizi sebanyak 364 anak dan 94 anak mengalami gizi buruk. Jumlah ini masuk kelompok 5 besar jumlah penderita balita kekurangan gizi terbanyak di Kabupaten Tasikmalaya. Padahal berdasarkan profil Kecamatan Sukarame, hampir 50 % warga memiliki kolam ikan (bahasa sunda: balong) untuk membudidayakan ikan mujair, gurame atau mas. Namun sebagian besar hasil perikanan tidak dikonsumsi tapi dijual oleh masyarakat. Penelitian Hidayah (2013) diperoleh rerata konsumsi protein balita di Kecamatan Sukarame sebesar 22,2 gr (83, 3 persen AKG) atau belum memenuhi standar. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai ketahanan pangan keluarga yang memiliki balita gizi kurang dan menganalisis perbedaan ketahanan pangan setelah pemberian konseling gizi pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
METODE PENELITIAN Rancangan penelitian adalah quasi experiment non randomized pre test post test control group design (Creswell, 2010). Dalam penelitian ini ada dua kelompok, satu kelompok mendapat perlakuan (balita kekurangan gizi yang menerima konseling gizi) dan satu kelompok lainnya sebagai kontrol (balita kekurangan gizi yang tidak menerima konseling gizi). Penentuan kelompok dilakukan tanpa prosedur penempatan acak (non- randomized). Pada dua kelompok tersebut sama-sama dilakukan pre test dan post test namun hanya satu kelompok saja yang diberi perlakuan. Lokasi penelitian adalah di Kec. Sukarame Kab. Tasikmalaya yang meliputi 6 desa. Sampel sebanyak 86 balita gizi kurang dari populasi 364 balita gizi kurang. Sampel dibagi dua kelompok dengan perbandingan 1:1 sehingga masing-masing kelompok terdiri dari 43 sampel. Variabel dalam penelitian ini adalah konseling gizi yaitu upaya untuk mempromosikan gizi melalui proses kegiatan komunikasi interpersonal untuk memberikan informasi gizi berupa kecukupan gizi dan pola makan seimbang untuk balita, mengenalkan pangan lokal dan ragam pengolahannya dengan alat bantu leaflet dan pedoman konseling gizi. Konseling diberikan sebanyak 2 kali selama 1 bulan dengan mendatangi sampel (home visit) pada kelompok
1030
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol. 10. No. 2 September 2014
perlakuan. Skala data nominal dengan kategori mendapatkan konseling gizi dan tidak mendapatkan konseling gizi. Variabel
kedua adalah ketahanan pangan keluarga (Household food
Security) yaitu akses keluarga terhadap pangan yang bergizi dan aman yang diukur dengan menggunakan U.S household food security survey module 2012. Data dihasilkan berbentuk numerik dengan skala rasio. Untuk kepentingan deskripsi maka data diubah dalam bentuk kategori dengan klasifikasi tahan (food secure), tidak tahan tanpa kelaparan (food insecure without hunger), tidak tahan dengan kelaparan tingkat sedang (food insecure with moderate hunger) dan tidak tahan dengan kelaparan tingkat berat (food insecure with severe hunger). Analisis statistik yang digunakan adalah uji t berpasangan (paired t-test) dan t bebas (independent t-test) untuk data variabel yang berdistribusi normal. Uji mann whitney U-test dan wilcoxon digunakan untuk variabel dengan distribusi data tidak normal. Interpretasi hasil analisis data pada nilai p < 0,05 dengan derajat kepercayaan 95 % (α 5 %).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Potensi Pangan Lokal Kecamatan Sukarame Kecamatan Sukarame berada di Kabupaten Tasikmalaya yang terdiri dari 6 desa. Sebagian besar wilayah Kecamatan Sukarame merupakan daerah pertanian, dan banyak juga warga di Kecamatan Sukarame yang memiliki kolam ikan (bahasa sunda : balong). Hasil pertanian dan perikanan ini merupakan potensi pangan lokal yang bisa dikembangkan menjadi pangan potensial yang bernilai bergizi dan aman untuk dikonsumsi oleh balita. Potensi pangan lokal ini apabila dikembangkan dengan baik dapat meningkatkan keragaman pangan masyarakat setempat dan akan berdampak pada ketahanan pangan keluarga dan pada akhirnya dapat berdampak pada perbaikan gizi khususnya pada anak balita. Karakteristik Responden Responden adalah ibu dari balita kekurangan gizi yang tinggal di Kecamatan Sukarame Kabupaten Tasikmalaya 1. Umur
1031
Dampak konseling gizi pada peningkatan ketahanan pangan keluarga balita gizi kurang Sri Maywati, Lilik Hidayanti
Umur responden kelompok perlakuan berkisar antara 19 – 46 tahun, dengan rerata 32,91 dan SD 7,15. Sedangkan pada kelompok kontrol umur responden antara 21 – 42 dengan rerata 32,81 dan SD 5,64. 2. Pendidikan Responden Tabel 1 Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden No
Pendidikan responden
1 2 3 4 Total
SD SMP/Sederajat SMA/Sederajat Akademi/PT
Kelompok perlakuan n % 29 67,4 14 32,6 0 0 0 0 43 100
Kelompok kontrol n % 30 69,8 12 27,9 1 2,3 0 0 43 100
Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar pendidikan responden pada kelompok kasus dan kontrol adalah sekolah dasar (SD). 3. Pekerjaan Responden Sebanyak 51,2 % responden kelompok perlakuan bekerja sebagai buruh tani. Sisanya tidak bekerja atau hanya sebagai ibu rumah tangga. Pada kelompok kontrol sebanyak 95,3 % responden tidak bekerja. 4.
Jenis Kelamin Sampel Pada penelitian ini telah dilakukan pair matching untuk jenis kelamin
sampel untuk kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, lebih dari separuh (69,8%) sampel berjenis kelamin laki-laki.
5. Umur Sampel Umur sampel pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol berkisar antara 0 sampai 4 tahun, dengan rata-rata umur sampel pada kelompok kasus 2,49 tahun dan kelompok kontrol adalah 2,25 tahun. 6.
Hasil Pre Test Ketahanan Pangan Tabel 2 Penghitungan Nilai Statistik Skor Ketahanan Pangan Keluarga kelompok Perlakuan Kontrol
1032
Rata-rata 23,18 26,55
SD 2,92 4,40
Minimal 20 17
Maksimal 32 33
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol. 10. No. 2 September 2014
Hasil pengukuran ketahanan pangan keluarga dengan menggunakan kuesioner U.S household food security survey module 2012 yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menghasilkan rata-rata skor pada kelompok perlakuan sebesar 23,18 jauh di bawah skor ketahanan pangan keluarga pada kelompok kontrol sebesar 26,55. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebelum diberi perlakuan ada sedikit selisih skor ketahanan pangan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Kategori ketahanan dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3 Distribusi Frekuensi Ketahanan Pangan Keluarga Sampel No
1 2 3 4
Ketahanan Pangan Keluarga
Tahan (food secure) Tidak tahan tanpa kelaparan (food insecure without hunger) Tidak tahan dengan kelaparan tingkat sedang (food insecure with moderate hunger) Tidak tahan dengan kelaparan tingkat berat (food insecure with severe hunger) Total
Kelompok perlakuan n % 0 0 20 46, 5 23 53, 5 0 0 43
10 0
Kelompok kontrol n % 0 0 34 79, 1 9 20, 9 0 0 43
10 0
Hasil pengkategorian ketahanan pangan keluarga menunjukkan bahwa sebelum dilakukan intervensi berupa konseling ketahanan pangan keluarga, kedua kelompok masuk dalam kategori tidak tahan tanpa kelaparan (food insecure without hunger) dan tidak tahan dengan kelaparan tingkat sedang (food insecure with moderate hunger) dengan proporsi yang sedikit berbeda. Sedangkan pada kelompok kontrol ketahanan pangan keluarga sebagian besar responden (79,1%) masuk dalam kategori tidak tahan tanpa kelaparan (food insecure without hunger) dan sisanya (20,1%) masuk dalam kategori tidak tahan dengan kelaparan tingkat sedang (food insecure with moderate hunger). 7. Hasil Post Test Ketahanan Pangan Keluarga Tabel 4 Penghitungan Nilai Statistik Skor Ketahanan Pangan Keluarga kelompok Perlakuan Kontrol
Rata-rata SD 25,37 26,11
Minimal 3,98 3,19
17 21
Maksimal 34 34
Tabel 4 menunjukkan bahwa setelah dilakukan konseling maka diperoleh ratarata skor ketahanan pangan keluarga untuk kelompok perlakuan sebesar 25,37 lebih rendah dibandingkan dengan skor kelompok kontrol sebesar 26,11. Hal ini
1033
Dampak konseling gizi pada peningkatan ketahanan pangan keluarga balita gizi kurang Sri Maywati, Lilik Hidayanti
diduga karena pada pengukuran awal (pre test) rata-rata skor ketahanan pangan keluarga pada kelompok perlakuan sebesar 23,18 jauh di bawah skor ketahanan pangan keluarga kelompok kontrol sebesar 26,55. Hasil pengkategorian ketahanan pangan keluarga menunjukkan bahwa sebagian besar responden pada kelompok perlakuan (67,4%) dan kelompok kontrol (88,4%) masuk dalam kategori tidak tahan tanpa kelaparan (food insecure without hunger) dan terlihat ada sebagian kecil meningkat menjadi kategori tahan pangan (food secure). Tabel 5. Distribusi Frekuensi Ketahanan Pangan Keluarga Sampel No
1 2
Ketahanan Pangan Keluarga
Tahan (food secure) Tidak tahan tanpa kelaparan (food insecure without hunger) Tidak tahan dengan kelaparan tingkat sedang (food insecure with moderate hunger) Tidak tahan dengan kelaparan tingkat berat (food insecure with severe hunger)
3
4 Total 8.
Kelompok perlakuan n % 4 9,3 29 67,4
Kelompok kontrol n % 2 4,6 38 88,4
10
23,3
3
6,9
0
0
0
0
43
100
43
100
Analisis perbedaan ketahanan pangan keluarga pada kelompok perlakuan dan kelompok control Perbedaan
ketahanan pangan keluarga sebelum dan sesudah
pemberian konseling untuk kelompok perlakuan menggunakan uji statistik wilcoxon diperoleh nilai p sebesar 0,003 (p Value > 0,005), artinya ada perbedaan ketahanan pangan keluarga sebelum dan sesudah pemberian konseling untuk kelompok perlakuan pada α 0,05. Namun sebaliknya pada kelompok kontrol dengan uji statistik paired t- test diperoleh nilai p sebesar 0,065 yang artinya tidak ada perbedaan ketahanan pangan keluarga pada pengukuran ketahanan pangan pertama dan kedua. Perbedaan ketahanan pangan keluarga pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol menggunakan uji statistik independent t-test diperoleh p value 0,019 artinya ada perbedaan ketahanan pangan keluarga pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol pada α 0,05. Konseling gizi merupakan suatu proses komunikasi interpersonal antara konselor dan klien untuk membantu klien mengenali dan mengatasi masalah gizi yang
1034
dihadapi.
Konseling
tidak
hanya
terpusat
pada
masalah,
tetapi
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol. 10. No. 2 September 2014
penekanannya lebih kepada membantu klien untuk memanfaatkan kekuatan yang ada pada dirinya dan mampu menangani masalah hidup dengan penuh percaya diri (Rahmawati, Hapzah, 2008). Konseling gizi bertujuan menyelenggarakan pendidikan gizi melalui pendekatan konseling, yaitu memberikan atau meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang gizi serta terjadinya pemecahan masalah yang dihadapi oleh seseorang yang akan diatasi sendiri sesuai dengan keputusan yang telah diambilnya setelah melalui konseling yang diberikan oleh konselor (Notoatmodjo, 2010). Konseling gizi dapat meningkatkan perubahan pola makan seseorang (Spencer, et al, 2006), dan meningkatkan asupan gizi (Suwarni, Asdie, & Astuti, 2009). Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan ketahanan pangan keluarga (household food security) adalah melakukan pemberdayaan keluarga dengan membekali pengetahuan untuk dapat mengali berbagai beragam potensi pangan lokal yang bergizi. Peningkatan pengetahuan dapat dilakukan melalui kegiatan promosi berupa pemberian konseling gizi. Menurut Guise JM, et al (2003). Cara ini diharapkan dapat membantu keluarga dengan mudah memperoleh pangan bergizi, beragam dan aman dengan harga yang murah dari lingkungan di sekitar mereka untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga termasuk balitanya. Pada akhirnya apabila kelurga dapat memenuhi kebutuhan pangannya secara terus menerus (sustainability) maka jumlah balita kekurangan gizi juga diharapkan dapat diturunkan. SIMPULAN 1. Hasil pertanian dan perikanan merupakan potensi pangan lokal yang bisa dikembangkan menjadi pangan potensial yang bernilai bergizi dan aman untuk dikonsumsi oleh balita. 2. Sebelum diberikan konseling gizi ketahanan pangan keluarga untuk kelompok perlakuan dan kelompok kontrol masuk dalam kategori tidak tahan tanpa kelaparan (food insecure without hunger) dan tidak tahan dengan kelaparan tingkat sedang (food insecure with moderate hunger). 3. Setelah pemberian konseling gizi, sebagian besar responden pada kelompok perlakuan (67,4%) dan kelompok kontrol (88,4%) masuk dalam kategori tidak tahan tanpa kelaparan (food insecure without hunger).
1035
Dampak konseling gizi pada peningkatan ketahanan pangan keluarga balita gizi kurang Sri Maywati, Lilik Hidayanti
4.
Terdapat perbedaan ketahanan pangan keluarga antara kelompok yang diberi Konseling gizi berpengaruh terhadap peningkatan ketahanan pangan keluarga (p Value 0,019)
SARAN 1. Perlu dilakukan upaya untuk lebih memberikan edukasi kepada keluarga untuk dapat lebih memanfaatkan pangan lokal aman dan bergizi untuk memenuhi kebutuhan gizi balita. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui strategi yang dilakukan oleh
rumah
tangga
ketidaktahanan
(Coping
pangan
strategy
keluarga
indicator)
khususnya
yang
untuk
mengatasi
terkait
dengan
pemanfaatan pangan lokal.
DAFTAR PUSTAKA Bhattacharya,J., Currie, J. & Haider, S. Poverty, Food insecurity, and nutritional outcomes in Children and Adults. J.Health Econ, 2004;23:839-862 Creswell WJ. Research Design, Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed (terjemahan). Pustaka Pelajar, 2010 Guise JM, et al. The Effectiveness of Primary Care-Based Intervention To Promote Breastfeeding: Systematic Evidence Review And Meta-Analysis For The US Preventive Services Task Force. Annals of family medicine. 2003;1:70-78 Isanaka,S., Plazaz, MM., Arana, SL., Baylin, A., Villamor, E. Food Insecurity Is Highly Prevalent and Predicts Underweight but not Overweight in Adults and School Children from Bogota, Columbia. J.Nutr. 2007;137:2747-55 Jyoti, D F., Frongillo,EA., Jones, SJ. Food Insecurity Affects School Children’s Academic Perfomance, Weight gain, and Social Skill. J. Nutr. 2005;135:2831-39 Hidayah, AK. Dampak intervensi konseling pada status gizi balita (Skripsi), FIK UNSIL. 2013 BAPENAS, 2012, Laporan Pencapaian Millenium Development goals Indonesia 2011. Laporan Bulanan Puekesmas Sukarame Kabupaten Tasikmalaya, Februari 2013 Matheson. DM., Varaday,J., Varaday, A.,Killen.JD. Household Food Security and Nutritional Status of Hispanic Children in Fifth Grade. Am J Clin Nutr. 2002;76:210-7
1036
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol. 10. No. 2 September 2014
Notoatmodjo, Soekidjo., Promosi Kesehatan Teori Dan Aplikasi, Rineka Cipta, Jakarta, 2010. Rahmawati dan Hapzah., Pengaruh Konseling Asi Eksklusif Pada Ibu Hamil Trimester Ketiga Terhadap Penyusuan Dini Dan Pemberian Kolostrum, Jurnal Kebidanan Poltekkes Makassar; 82-96, 2008. RANPG - Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015, BAPPENAS, 2011 Spencer EH, Frank E, Elon LK,Hertzberg VS, Serdule MK, Galuska, DA. Predictors of Nutrition Counseling Behaviors and Attitudes in US Medical Student. Am J Clin Nutr. 2006;84:655-62 Stormer, A & Harrison, G.G (2003) Does Household Food Security Affect Cognitive and Social Development of Kindergateners? Institute for Research Poverty: Dissucion Papers no 1276-03. Madison, WI. 2003 US Household food security survey module:Three-stage design, with screeners. Economic research service, USDA. September 2012
1037