DAMPAK HUBUNGAN KERJASAMA PT FREEPORT INDONESIA DENGAN KEPOLISIAN RI TERKAIT JAMINAN KEAMANAN WILAYAH PERTAMBANGAN DI TEMBAGAPURA KABUPATEN MIMIKA
SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi Hubungan Internasional Universitas Cenderawasih
Disusun Oleh: Ariella Alberthina Yoteni 0080340686
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL JURUSAN ILMU ADMINISTRASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS CENDERAWASIH JAYAPURA 2012
1
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa Dampak Hubungan Kerjasama PT Freeport Indonesia dengan Kepolisian Republik Indonesia. PT Freeport Indonesia merupakan salah satu perusahaan Multinasional yang beroperasi di Kabupaten Timika, Provinsi Papua. Kepolisian Republik Indonesia, berdasarkan MoU yang dibuat bertanggung jawab untuk melindungi aset perusahaan dan karyawan-karyawannya serta menjaga keamanan masyarakat yang tinggal wilayah pertambangan. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, hasil dari penelitian ini menemukan bahwa MoU ini tidak terimplementasi dengan efektik dan tidak membawa dampak positif bagi keamanan masyarakat diwilayah pertambangan tetapi terkesan hanya melindungi aset PT Freeport.
Kata Kunci : Dampak, Memorandum Of Understanding, Keamanan
2
ABSTRACT
The research is to analyze the impact of Memorandum of Understanding between PT. Freeport Indonesia Company and Indonesia National Police. PT. Freeport Indonesia Company is one of MNC’s which operates in Timika district, Papua Province. Meanwhile, Indonesia National Police, based on the MOU, is responsible to protect the company assets and its employers and provide security for the community living in mining area. Using the qualitative method, this research finds that MOU is not implemented effectively and accordingly and does not bring significant positive impact on the security of the community but mainly protect the Freeport Assets.
Key Words: Impact, Memorandum of Understanding, Security
3
LEMBAR PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING SKRIPSI UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JUDUL
: DAMPAK
HUBUNGAN
KERJASAMA
PT
FREEPORT INDONESIA DENGAN KEPOLISIAN RI TERKAIT JAMINAN KEAMANAN WILAYAH PERTAMBANGAN NAMA
: ARIELLA A YOTENI
NIM
: 0080340686
PRODI
: HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS
: ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Jayapura, 29 Mey 2012
Pembimbing I
Pembimbing II
PETRUS FARNEUBUN, S.Pd., MIA NIP. 19780427 201012 1 001
MARIANA BUINEY, S.IP., M.St NIP. 19800503 200604 2 004
4
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tulisan skripsi ini adalah benarbenar hasil karya saya sendiri. Apabila dikemudian hari terbukti bahwa saya melakukan kecurangan/penjiplakan/plagiat, maka saya siap menerima sanksi akademik, sesuai peraturan perundang yang berlaku.
Jayapura,
Mei 2012
Ariella A Yoteni NIM 0080340686
5
MOTTO Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku.
Ia
membaringkan aku dipadang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku dijalan yang benar oleh karena nama-Nya. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku, gada-Mu dan tongkatMu itulah yang menghibur aku. Engkau menyediakan hidangan bagiku
dihadapan
lawanku;
pialaku
penuh
melimpah.
Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah Tuhan sepanjang masa. (Mazmur 23:1-6)
PERSEMBAHAN Dengan penuh kerendahan hati, skripsi ini saya persembahkan bagi:
Kemuliaan Tuhan yang Maha Tinggi
Ayahanda tercinta Yan A Yoteni dan Ibunda tercinta Atrix Yap Marey, yang tak henti-hentinya memberikan semangat juang bagi anak-anaknya.
Bagi adik-adikku tersayang Ruth Yoteni, Theo Yoteni, Onan Yoteni, Adelche Yoteni dan Lasto Yoteni. Semoga hasil dari penulisan karya ini dapat menjadi suatu suatu contoh buat adik-adikku agar mencintai pendidikan dan tidak
pernah
berhenti untuk berusaha.
Bagi Opa Ven dan Oma Eda atas segala bantuan, motivasi dan doa, opa dan oma yang terbaik. Bagi opa Mth Mawene dan Oma Yahya buat motivasi dan doanya selama ini. Bagi Opa Mecky dan Oma Merry atas segala bantuan dan motivasi.
Bagi Nenekku tercinta Henny Mawene(Alm) dan Teteku yang terbaik Julian Yap Marey, Om Petu, Tua Titi, Om Jack,
6
Om Doni, Mama Nitha, Om Thom, Om Man, Mama Oce, Pade Ben, Madin, Tante Desi, Tante Atta dan Tua Nelly, terima kasih sudah menjadi sandaran buat Ella selama ini.
Bagi Apu Masa (Alm) dan Apu Wisa, buat dukungan dan doanya. Tua Sin, Ibu, Pade Otto dan Pade Endal.
Bagi Om Tua dan Tua Ibu, atas segala kasih dan dukungannya selama ini.
Bagi adikku Etty yang selalu menemani selama penulisan skripsi ini.
Bagi kekasih tercinta Herry Bonay yang selalu menemani, memberikan motifasi dan semangat.
Dua sahabat terbaik saya ; Afila Waroy dan Aloysia Fufuratu
Sahabat-sahabat saya ; Roberth Womsiwor, George Korwa, Maikel Takanyuai, Ernyativia dan anak-anak HI angkatan 08. Terima kasih atas kebersamaan, masukan dan dukungan yang diberikan kepada saya.
7
KATA PENGANTAR Segala puji-syukur dan hormat saya persembahkan kepada Allah Yang Maha Kuasa. Hanya oleh kasih dan kemurahannya skripsi dengan judul Dampak Hubungan Kerjasama PT Freeport dengan Kepolisian Republik Indonesia terkait Jaminan Keamanan Wilayah Pertambangan ini dapat dirampungkan tepat pada waktunya. rangka memenuhi salah satu persyaratan
Skripsi ini disusun dalam untuk
menyelesaikan studi
Strata 1 pada Program studi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Cenderawasih. Proses penyelesaian skripsi ini ditunjang oleh dukungan, bimbingan dan bantuan berbagai pihak. Oleh sebab itu, sudah sepatutnya saya menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihakpihak terkait sebagai berikut: 1. Drs. Festus Simbiak S.Pd selaku Rektor Universitas Cenderawasih 2. Prof. Dr. Dirk Veplun MS selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 3. Ibu Yakoba Womsiwor, S.Sos.,M.Si selaku ketua program studi Hubungan Internasional dan juga sebagai dosen wali saya 4. Bapak Petrus Farneubun S.Pd.,MIA selaku dosen pembimbing I, yang selalu menyempatkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan saya mengkaji skripsi ini secara objektif dan sistematis.
8
5. Ibu Mariana E Buiney, S.I.P.,MST selaku dosen pembimbing II yang dengan sabar membuka dan membekali wawasan saya dalam menyusun skripsi. 6. Dosen-dosen Hubungan Internasional., Ibu Melyana Pugu, S.I.P.,M.Si, yang juga sebagai dosen penguji saya, Bapak Laos D C Rumayom, S.I.P, Ibu Dina Iga Ayonda, S.I.P, Ibu Usilina Epa, S.I.P, Bapak Leo Yembise,S.I.P. Terima kasih atas kesabarannya dalam membimbing dan mengajar saya selama di bangku perkuliahan. 7. Bapak Aria Aditya,S.I.P.,M.Si selaku dosen penguji. 8. Brigjen Pol Paulus Waterpauw selaku Wakapolda Papua yang telah memberikan ijin dan memfasilitasi penulis selama melaksanakan penelitian diwilayah hukum Polda Papua. 9. Kombes Pol Pietrus Wayne selaku Direktur Reskrim Umum Polda Papua yang telah menyediakan waktu, tenaga, pikiran dan data bagi penulis selama penulis melaksanakan penelitian. 10. AKBP Deni Eduard Siregar selaku Kapolres Mimika yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk melaksanakan penelitian diwilayah hukum Polres Mimika. 11. Bapak S.P Morin selaku kepala Security and Risk Department PTFI yang memfasilitasi penulis melaksanakan penelitian diwilayah pertambangan PTFI 12. Bapak Marthen Giay dan Ibu Yosephin Giay yang telah memberikan bantuan moril dan materil kepada penulis. 13. Keluarga besar Mawene, Opa Ven dan Oma Eda atas segala bantuan, motivasi dan doa, opa dan oma yang terbaik. Bagi opa Mth Mawene
9
dan Oma Yahya buat motivasi dan doanya selama ini. Bagi Opa Mecky dan Oma Merry atas segala bantuan dan motivasi. 14. Keluarga besar Yoteni, Apu Masa (Alm) dan Apu Wisa, buat dukungan dan doanya. Tua Sin, Ibu, Pade Otto dan Pade Endal. 15. Bagi adikku Etty yang selalu menemani selama penulisan skripsi ini.
Jayapura, Agustus 2012
Penulis
10
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ……………………………………………………... (i) ABSTRAK…...…………………………………………………………....... (ii) ABSTRACT..……………………………………………………………....... (iii) LEMBAR PERSETUJUAN.......................................................................
(iv)
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………...
(v)
MOTTO…………………………………………………………….............
(vi)
LEMBAR
PERSEMBAHAN………………………………………………
(vii) KATA PENGANTAR……………………………………………………... (viii) DAFTAR ISI……………………………………………………………….. (xi) DAFTAR SINGKATAN/ISTILAH………………………………………... (xiv) DAFTAR TABEL………………………………………………………….. (xv) DAFTAR GAMBAR………………………………………………………. (xvi) DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………….. (xvii) BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG…………………………………………....
1
1.2 BATASAN DAN RUMUSAN MASALAH…………………….. 5 1.3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN……………………..
8
1.4 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KOSEPTUAL……… 9 1.5 HIPOTESA ………………………………………………..……... 20 1.6 METODE PENELITIAN ………………………………………… 20 1.7 WAKTU PENELITIAN DAN PENULISAN…………………….. 21 1.8 SISTEMATIKA PENULISAN……………………………………. 21 BAB II GAMBARAN UMUM 2.1 SEJARAH KEBERADAAN PT FREEPORT…………..……….. 25
11
2.1.1
HUBUNGAN PTFI DENGAN MASYARAKAT PEMILIK HAK ULAYAT…………………………………….....................
29
2.1.2
PERAN PTFI TERHADAP HAM…………………………... .....
30
2.1.3
ASPEK KEAMANAN PT FREEPORT…………………….. .....
32
2.1.4
KOMITMEN-KOMITMEN PTFI…………………………… ....
33
2.2
KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA………………………… .........
34
2.3
KEAMANAN WILAYAH PERTAMBANGAN………………… ..........
36
2.3.1
KASUS PENEMBAKAN…………………………………… .....
37
2.3.2
TUNTUTAN BURUH……………………………………… ......
38
BAB III PEMBAHASAN 3.1 HUBUNGAN KERJASAMA PTFI DENGAN KEPOLISIAN RI……....... 3.1.1
41
POINT KESEPAKATAN PTFI DENGAN KEPOLISIAN RI……………… ................................................................................
42
3.1.2
MEMORANDUM OF UNDERSTANDING………………… .........
43
3.1.3
KEGIATAN PENGAMANAN PTFI………………………… .........
51
3.2 DAMPAK
HUBUNGAN
KERJASAMA
PTFI
DENGAN
KEPOLISIAN………………………………………………… ................... 3.2.1
DAMPAK
HUBUNGAN
KERJASAMA
TERHADAP
PTFI…… ............................................................................................ 3.2.2
DAMPAK
HUBUNGAN
KERJASAMA
DAMPAK
HUBUNGAN
KERJASAMA
56
TERHADAP
POLRI…. ............................................................................................ 3.2.3
54
59
TERHADAP
MASYARAKAT………………………………………………. .......
60
BAB IV ANALISA 4.1 IMPLEMENTASI MOU………………………………………………... ....
62
4.2 EFEKTIFITAS MOU…………………………………………………… ....
63
4.3 KENDALA DALAM PELAKSANAAN MOU……………………… .......
70
4.4 POSISI
NEGARA
TUAN
RUMAH……………………………………….. .......................................... 74
12
BAB V PENUTUP 5.1 KESIMPULAN……………………………………………………… .........
75
5.2 SARAN………………………………………………………………… .....
77
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. LAMPIRAN
13
(xviii)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Sejak perusahaan asing PT Freeport Indonesia (PTFI) didirikan dan melakukan exploitasi pertambangan tembaga tahun 1967 di kabupaten Timika Provinsi Papua, exploitasi terhadap sumber daya alam ini menyebabkan konflik yang sering terjadi antara masyarakat pribumi dan manajemen PTFI, kemudian konflik perang suku yang sering terjadi di Timika. Konflik yang terjadi antara masyarakat pribumi dengan Manajemen PTFI disebabkan oleh protes masyarakat pribumi terhadap kerusakan lingkungan oleh limbah tailing, pelanggaran HAM dan penembakan terhadap
penambang – penambang liar di area limbah
tailing. Penulis memilih judul ini karena melihat masalah pelanggaran HAM dan kerusakan lingkungan hidup yang terjadi di area pertambangan, dinyatakan oleh Yosepha Alomang, sebagai tokoh perempuan yang menerima penghargaan Goldman Enviroment Prize1 pada tahun 2001 di St Fransisco, Amerika. Beliau memperjuangkan hak-hak suku asli yang mendiami area pertambangan dan beliau juga berjuang untuk masalah kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh limbah tailing. Konflik
sosial
yang
terjadi
yang
di
Timika
semakin
berkepanjangan dan menyebabkan ketidakstabilan dalam keamanan di area pertambangan. Kepolisian Republik Indonesia disoroti dan mempunyai
14
tantangan yang besar dalam menyelesaikan konflik yang diakibatkan oleh keberadaan PT Freeport. Sehingga Freeport pun melakukan hubungan kerjasama atau Memorandum of Understanding (MoU) dengan kepolisian RI untuk menjamin keamanan diwilayah pertambangan. Menurut Laporan Kepolisian Daerah Papua, Timika adalah daerah dengan konflik tertinggi di Papua.2 Selain konflik yang terjadi antara Masyarakat adat dengan manajemen PTFI, konflik yang sering terjadi adalah konflik perang suku. Konflik perang suku ini berawal dari diskriminasi PTFI dalam pemberian dana 1% kepada masyarakat suku lain diluar masyarakat pemilik hak ulayat (Suku Amungme). PTFI, lebih memilih 6 suku pendatang lainnya yaitu Dani, Damal, Nduga, Paniai, Moni dan Komoro. Dengan mendirikan 6 enam Yayasan dalam pengelolaan dana 1% PTFI. Diskriminasi sebagaimana diatas menimbulkan kecemburuan sosial masyarakat adat suku Amungme terhadap 6 suku lainnya sebagi structural factors3 terjadinya konflik. Hal lain yang melatarbelakangi munculnya berbagai polemik didaerah Timika akhir-akhir ini,
yang
mengancam
keamanan
dan
ketertiban masyarakat dan mendapat perhatian yang serius dari aparat keamanan dan pemerintah pusat maupun menarik perhatian dunia, adalah gerakan separatis yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 1
Hadiah lingkungan hidup untuk prestasi lingkungan hidup yang terkena (Outstanding enviromental achievement) di Asia. Hadiah Goldman diberikan satiap tahun kepada seorang pecinta lingkungan hidup asli terkemuka. 2 Laporan Kasus Menonjol 2009,2010 POLDA PAPUA 3 Structural /Indirect Violence : Kekerasan yang dibangun diatas struktur dimana orang tidak mendapat apa yang seharusnya didapat/keadaan dimana orang tidak bisa mengaktualisasikan potensi mereka / pengingkaran terhadap basic needs.
15
Gerakan separatis ini menggunakan PTFI sebagai lahan konflik agar menarik perhatian dunia terhadap semua masalah yang terjadi di Papua. Persoalan ini merupakan persoalan serius bagi keutuhan NKRI. Permasalahan yang berikut adalah masalah antara karyawan dengan manajemen Freeport. Mogok kerja yang dilakukan oleh karyawan “dalam hal tuntutan karyawan terkait peningkatan upah”, hal ini masih dalam perundingan
yang
panjang
karena
terdapat
silang
pendapat
mengenai besaran upah yang diminta karyawan. Mengacu pada fungsi kepolisian yang diatur dalam pasal 4 Undang – Undang (UU) Kepolisian No 2 tahun 2002, yaitu: “Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia”.4 Kepolisian pun disoroti dan bertanggung jawab terhadap konflik yang terjadi di Timika dan kepolisian juga bertanggung jawab untuk menciptakan keamanan yang kondusif. PTFI merupakan objek vital milik nasional yang membutuhkan pengamanan khusus dari pihak kepolisian. Berkaitan dengan pengelolaan objek vital nasional (OVN) pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden nomor 63 tahun 2004. Pasal 4 ayat 1 menyatakan, pengelola objek vital nasional bertanggung jawab melaksanakan pengamanan internal. Pada ayat 2, kepolisian wajib memberikan bantuan pengamanan bila diminta 4
UU No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia
16
pihak objek vital nasional. Selanjutnya dalam ayat 7 dinyatakan, kepolisian dapat meminta bantuan kepada TNI untuk memperkuat.5 Pemerintah melalui kementerian ESDM juga mengeluarkan surat keputusan nomor 1762 tahun 2007. Dalam SK ini, ditentukan ada 126 OVN di Indonesia, salah satunya adalah tambang emas dan tembaga PT Freeport yang menempati nomor ke-117.6 Melalui dasar hukum tersebut PTFI melakukan hubungan kerjasama dengan pihak Kepolisian RI untuk menjaga dan menjamin keamanan diwilayah pertambangan. Antara PTFI dengan Kepolisian RI melalui Polda Papua, dibuatlah nota kesepahaman atau MoU pada tanggal tanggal 8 Maret 2010. Aliran dana PTFI kepada anggota Polda Papua memiliki dasar hukum yang ditetapkan Pemerintah. Segala yang terjadi, transaksi dan pengamanan semua dilakukan terkait pengamanan.
Kepolisian memiliki pedoman teknis pengamanan OVN
yang tercantum dalam Keputusan Kapolri nomor 736 tahun 2005. Pada bab III tentang administrasi, poin 14 menyebutkan, dukungan anggaran terhadap pengamanan dibebankan kepada pengelola OVN itu sendiri.
Dalam nota kesepahaman ini, pasal 6 disebutkan, karena kondisi atau lokasi Freeport sangat sulit, berat, terpencil dan jauh maka Freeport secara sukarela memberi dukungan langsung kepada petugas lapangan. Dukungan ini diberikan dalam rupa sarana prasarana, logistik, transport, tunjangan dan administrasi lain langsung kepada petugas di lapangan. Sehingga pada saat ini Kepolisian Republik Indonesia membawahi 5 6
Keppres No 63 Tahun 2004 Tentang Objek Vital Nasional SK Men ESDM No 1762 Tentang Objek Vital
17
Kepolisian Daerah Papua bertugas untuk pengamanan OVN dan menjaga stabilitas keamanan di Timika.
1.2
PERMASALAHAN 1.2.1
BATASAN MASALAH Wilayah kerja PTFI sangat luas, meliputi 282.900 hektar
dengan jumlah penduduk saat ini lebih dari 120.000 jiwa.7 PTFI mempunyai keamanan internal atau Security Department yang berfungsi untuk menjaga sarana perusahaan, memantau pengapalan barang milik perusahaan melalui bandara udara dan terminal, membantu pengaturan lalu lintas dan membantu kegiatan operasi penyelamatan karyawan. Keamanan internal PTFI tidak menyandang senjata dan menjalankan
fungsi
mereka
selaku
petugas
keamanan
internal.Sehingga PTFI sangat membutuhkan bantuan pemerintah untuk memperoleh pengamanan ketertiban umum, penegakkan hukum, dan perlindungan terhadap karyawan dan harta benda. Hubungan kerjasama kepolisian dan PTFI menuai banyak kontra dari beberapa kalangan. Serikat Pekerja Tambang (United Steelworkers) di Amerika menuding hubungan kerjasama yang dilakukan oleh PTFI adalah pemberian dana sebagai upaya PT Freeport McMoRan untuk menyuap petugas keamanan di Indonesia untuk menjaga keamanan di kawasan perusahaan tambang emas di Tembagapura. Karenanya, mereka 7
http:/www.ptfi.co.id/Freeport_indonesia diakses pada tanggal 10 Februari 2012
18
akhirnya melaporkan dugaan suap itu ke Departemen Kehakiman Amerika Serikat.8 Selain itu Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) dalam rapat dengar pendapat umum dengan Komisi 1 DPR RI, menilai kehadiran perusahaan pertambangan PT Freeport di Papua menjadi pemicu berbagai ketegangan dan konflik masyarakat di Papua, hal ini dibuktikan dengan banyaknya kasus penembakan yang terjadi dalam dua tahun terakhir.9 Komnas HAM dan LSM – LSM yang berada di Papua, mereka menduga banyaknya pelanggaran HAM dilakukan oleh aparat keamanan terhadap masyarakat sipil sehingga LSM – LSM di Papua menuding PTFI dan Kepolisian dengan UU pelanggaran HAM dan Hak Indegenous People. Batasan penelitian yang penulis yang lakukan adalah seputar dampak dari perjanjian atau MoU yang dilakukan oleh PTFI dengan Kepolisian Republik Indonesia melalui Kepolisian Polda Papua dalam menjamin pengamanan objeck vital milik negara di Timika, serta posisi
Negara
Indonesia
sebagai
Negara
tuan
rumah
yag
menasionalisasikan perusahaan MNC dalam aturan UU agar mendapatkan perlindungan dari aparat keamanan, dan respon dari LSM, masyarakat sipil terkait hubungan kerjasama ini. Untuk mempermudah penulisan ini maka penulis membatasi masalah ini dari tahun 2004 sampai tahun 2011.
8
http://www.tempo.co/read/news/2012/02/15/terima-dana-freeport-polisi-dinilai-berkhianat
19
1.2.2
RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis
megambil beberapa point penting yang akan diuraikan didalam pembahasan, yaitu: 1. Bagaimana kerjasama dalam MoU antara PT Freeport dengan Kepolisian RI ? 2. Apa dampak MoU terhadap jaminan keamanan wilayah pertambangan PT Freeport Indonesia di Kabupaten Mimika?
1.3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1.3.1
TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penulis melakukan penelitian ini yaitu: a. Penulis dapat mengembangkan kemampuan berpikir dan kemampuan menulis melalui karya ilmiah, serta agar dapat menyelesaikan pendidikan strata satu di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik, Program studi Hubungan Internasional, Universitas Cenderwasih b. Penulis mencari data/ informasi tentang hubungan kerjasama yang dilakukan oleh PTFI dengan Kepolisian untuk menjaga stabilitas keamanan dan pengaman area PTFI dan penulis dapat 9
http://www.hu-pakuan.com/dinamic/bermartabat/2011/11/16/freeport-berperan-padaketegangan-dipapua
20
menggambarkan keadaan atau situasi Timika paska MoU tersebut dibuat. 1.3.2
MANFAAT PENELITIAN Adapun manfaat dari penelitian yang penulis lakukan tentang
Hubungan Kerjasama antara PT Freeport Indonesia dengan Kepolisian Republik
Indonesia
terkait
jaminan
keamanan
di
wilayah
pertambangan adalah: a. Menambah wawasan penulis tentang masalah – masalah yang terjadi saat ini, yang dapat mengancam stabilitas keamanan suatu wilayah dan mengkaji lewat teori dan perspektif hubungan internasional. b. Untuk
menambah
pengetahuan
kita
sebagai
Mahasiswa/i
Hubungan Internasional, Universitas Cenderawasih terhadap masalah keamanan yang diakibatkan oleh keberadaan perusahaan MNCs. c. Dapat memberi konstribusi pemikiran kepada PTFI dan Kepolisian dalam menjaga keamanan dan ketertiban umum serta membangun peacebuilding di wilayah konflik.
1.4 LANDASAN TEORI DAN HIPOTESA 1.4.1
LANDASAN TEORI
1.4.1.1 Teori Kerjasama Kerjasama pada hakekatnya mengindikasikan adanya dua pihak atau lebih yang berinteraksi secara dinamis untuk mencapai suatu tujuan bersama. Dalam pengertian itu terkandung tiga unsur pokok
21
yang melekat pada suatu kerangka kerjasama, yaitu unsur dua pihak atau lebih, unsur interaksi dan unsur tujuan bersama. Jika satu unsur tersebut tidak termuat dalam satu obyek yang dikaji, dapat dianggap bahwa pada obyek itu tidak terdapat kerjasama. Unsur dua pihak, selalu menggambarkan suatu himpunan yang satu sama lain saling mempengaruhi sehingga interaksi untuk mewujudkan tujuan bersama penting dilakukan. Apabila hubungan atau interaksi itu tidak ditujukan pada terpenuhinya kepentingan masing-masing pihak, maka hubungan yang dimaksud bukanlah suatu kerjasama. Suatu interaksi meskipun bersifat dinamis, tidak selalu berarti kerjasama. Suatu interaksi yang ditujukan untuk memenuhi kepentingan pihak-pihak lain yang terlibat dalam proses interaksi, juga bukan suatu kerjasama. Kerjasama senantiasa menempatkan pihak-pihak yang berinteraksi pada posisi yang seimbang, serasi dan selaras. Menurut Thomson dan Perry dalam Keban,10 Kerjasama memiliki derajat yang berbeda, mulai dari koordinasi dan kooperasi (cooperation) sampai pada derajat yang lebih tinggi yaitu collaboration. Para ahli pada dasarnya menyetujui bahwa perbedaan terletak pada kedalaman interaksi, integrasi, komitmen dan kompleksitas dimana cooperation terletak pada tingkatan yang paling rendah. Sedangkan collaboration pada tingkatan yang paling tinggi. Menurut Rose Secara teoritis, istilah kerjasama (cooperation) telah lama dikenal dan dikonsepsikan sebagai suatu sumber efisiensi 10
http://www.artikel.com/topik/pengertian+teori+kerjasama.html
22
dan kualitas pelayanan. Kerjasama telah dikenal sebagai cara yang jitu untuk mengambil manfaat dari ekonomi skala (economies of scales). Pembelanjaan atau pembelian bersama misalnya, telah membuktikan keuntungan tersebut, dimana pembelian dalam skala besar atau melebihi “threshold points”, akan lebih menguntungkan daripada dalam skala kecil. Dengan kerjasama tersebut biaya overhead (overhead cost) akan teratasi meskipun dalam skala yang kecil. Sharing dalam investasi misalnya, akan memberikan hasil yang memuaskan dalam penyediaan fasilitas sarana dan prasarana. Kerjasama juga dapat meningkatkan kualitas pelayanan misalnya dalam pemberian atau pengadaan fasilitas, dimana masingmasing pihak tidak dapat membelinya sendiri.Dengan kerjasama, fasilitas pelayanan yang mahal harganya dapat dibeli dan dinikmati bersama
seperti
pusat
rekreasi,
pendidikan
orang
dewasa,
transportasi dan sebagainya. Menurut Tangkilisan11 semua kekuatan yang timbul diluar batas-batas organisasi dapat mempengaruhi keputusan serta tindakan di dalam organisasi. Karenanya perlu diadakan kerjasama dengan kekuatan yang diperkirakan mungkin akan timbul. Kerjasama tersebut dapat didasarkan atas hak, kewajiban dan tanggungjawab masing-masing orang untuk mencapai tujuan. Dwight Waldo dalam Hamdi menyatakan bahwa “In general, the more knowledge that is necessary to run a contemporary society, 11
Tangkilisan. 2005. Manajemen Publik Extern maupun Intern. Jakarta: Pustaka jaya Hal 86
23
and the more specializationnthat is a consequence, then the more need of and potential for horizontal rather than vertical cooperative arrangements” Yang intinya menjelaskan bahwa pada umumnya suatu keadaan berimplikasi pada semakin banyaknya kebutuhan, dan juga semakin berkembangnya potensi, untuk tatanan kerjasama yang bersifat horizontal ketimbang kerjasama yang bersifat vertikal. Kerjasama dapat dilakukan dengan beberapa bentuk perjanjian dan pengaturan. Hal ini dijelaskan oleh Rosen dalam Keban
bahwa
bentuk perjanjian (forms of agreement) dibedakan atas : 1. Handshake Agreements, yaitu pengaturan kerja yang tidak didasarkan atas perjanjian tertulis. 2. Written Agreements, yaitu pengaturan kerjasama yang didasarkan atas perjanjian tertulis. Sedangkan pengaturan kerjasama terdiri atas beberapa bentuk yaitu : 1.
Consortia,
yaitu
pengaturan
kerjasama
dalam
sharing
sumberdaya, karena lebih mahal jika ditanggung sendirisendiri. 2.
Joint
Purchasing,
yaitu
pengaturan
kerjasama
dalam
melakukan pembelian barang agar dapat menekan biaya karena skala pembelian lebih besar. 3.
Equipment Sharing, yaitu pengaturan kerjasama dalam sharing peralatan yang mahal, atau yang tidak setiap hari digunakan.
4.
Cooperative Construction, yaitu pengaturan kerjasama dalam mendirikan bangunan. 24
5.
Joint services, yaitu pengaturan kerjasama dalam memberikan pelayanan publik.
6.
Contract Services, yaitu pengaturan kerjasama dimana pihak yang satu mengkontrak pihak lain untuk memberikan pelayanan tertentu.
7.
Pengaturan lainnya; yaitu pengaturan kerjasama lain dapat dilakukan selama dapat menekan biaya, misalnya membuat pusat pendidikan dan pelatihan Bowo dan Andy12 menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan
kerjasama
harus
tercapai
keuntungan
bersama.
Pelaksanaan
kerjasama hanya dapat tercapai apabila diperoleh manfaat bersama bagi semua pihak yang terlibat didalamnya (win-win). Apabila satu pihak dirugikan dalam proses kerjasama, maka kerjasama tidak lagi terpenuhi. Dalam upaya mencapai keuntungan atau manfaat bersama dari kerjasama, perlu komunikasi yang baik antara semua pihak dan pemahaman sama terhadap tujuan bersama agar dapat berhasil melaksanakan kerjasama maka dibutuhkan prinsip-prinsip umum sebagaimana yang dijelaskan oleh Edralin dan Whitaker dalam Keban prinsip umum tersebut terdapat dalam prinsip good governance antara lain : 1. Transparansi 2. Akuntabilitas 3. Partisipatif 4. Efisiensi
25
5. Efektivitas 6. Konsensus 7. Saling menguntungkan dan memajukan 1.4.1.2 Konsep Kerjasama Internasional Konsep kerjasama Internasional merupakan bagian dari hubungan internasional. Holsti merumuskan lima definisi kerjasama internasional13 : 1. Pandangan bahwa dua atau lebih kepentingan, nilai atau tujuan saling bertemu dan dapat menghasilkan sesuatu, dipromosikan, atau dipenuhi oleh semua pihak sekaligus. 2. Pandangan atau harapan dari satu negara bahwa kebijakan yang diputuskan oleh negara lain akan membantu negara itu untuk mencapai kepentingan dan nilai-nilainya. 3. Persetujuan atau masalah tertentu antara dua negara atau lebih dalam rangka memanfaatkan persamaan kepentingan atau benturan kepentingan. 4. Aturan resmi atau tak resmi mengenai transaksi di masa depan yang dilakukan untuk melaksanakan persetujuan. 5. Transaksi antar negara untuk memenuhi persetujuan mereka. 12
http://artikel3.com/topik+teori+kerjasama.html Diakses pada tgl 13 Februari 2012 Holsti,K.J. Politik Internasional, kerangka untuk Analisis. Jilid II. Terj: Tharir.M.A. Jakarta: Erlangga, hal 652-653 13
26
Kerjasama Internasional tidak hanya dilakukan oleh antar negara secara individual tetapi juga dapat dilakukan oleh lembaga yang bernaung dalam lembaga atau organisasi internasional dan Perusahaan MNCs. Dalam rangka mendukung penyelenggaraan hubungan dan kerjasama luar negeri yang terarah dan berlandaskan kepastian hukum yang lebih kuat, pemerintah Indonesia telah memberlakukan UU No 37 tahun 1999 tentang hubungan luar negeri dan UU No 24 tahun 1999 tentang
perjanjian
Internasional.
Kedua
UU
dimaksud
merupakan landasan hukum yang mengikat bagi Pemerintah pusat dan pelaku Hubungan dan kerjasama Luar Negeri lainnya. Landasan perusahaan Multinational Cooporations (MNCs) dalam menanam modal diatur dalam UU No 11 tahun 1970 Tentang penanaman modal asing. PT Freeport melakukan hubungan kerjasama Internasional dengan pemerintah Indonesia dengan landasan UU No 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing yang kemudian dirubah dan tambahkan dalam UU No 11 Tahun 1970. Corporate Social Responsibility (CSR) adalah bentuk dari pertanggung jawaban sosial dan lingkungan oleh perusahaan yang usahanya berkaitan dengan sumber daya alam. CSR diatur dalam UU No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No 25 tahun 2007 tentang penanaman modal. Setelah melakukan hubungan kerjasama internasional dengan Indonesia
27
dalam mengexploitasi tambang tembaga dan emas, PTFI telah terikat dengan UU yang berlaku di Indonesia.
1.4.1.3 Konsep MNCs MNCs bentuk umumnya ada perusahaan induk di suatu Negara (HC, Holding Company) dengan beberapa anak perusahaan di negara lain, kegiatan umumnya : 1. Trading /perdagangan 2. Manufacturing/ pabrik Ciri khasnya adalah perusahan harus membuat keputusan – keputusan mengenai pendapatan proyek dalam berbagai jenis valas yang akan mempengaruhi berbagai operasi perusahaannya. Jadi, melihat multinasional atau tidaknya suatu perusahan bukan dari besar asetnya tetapi dari operasionalnya (diluar negara) MNC mengambil keputusan-keputusan yang berkaitan dengan strategi memasuki pasar (penetrasi), pemilihan operasional diluar negara serta aktifitas produksi, marketing dan keuangan yang paling efisien bagi korporasikorporasi secara keseluruhan. Ada 2 teori yang mendasari MNC: 1. Classical Theory of MNC ( Theory Adam Smith) teori tentang invisible hand, mekanisme pasar, supply,
dan
demand.
Munculnya perdagangan teori mengenai sumber daya tidak bias berpindah tempat (Imperialism) 2. Modern Theory of MNC, sumber daya bias dimobilisasi, kecuali natural resources munculnya dominasi ekonomi ( Imperialisme 28
model baru). MNC selalu muncul dari berdagang, naluri orofit maksimasi dan cost minimasi maka perusahan MNC mulai berkembang. Tiga tipe utama MNC: 1. Raw Material seeker MNC mencari bahan baku 2. Market seeker Beroperasi diluar negeri untuk memproduksi dan menjual dipasar luar negeri 3. Cost minimizer seeker Kelompok ini melakukan investasi biaya produksi rendah berorientasi pada penekanan biaya produksi. Suatu perusahan memulai menjadi MNC diawali dengan ekspor kemudian dengan invesetasi diluar negeri diakhiri dengan produksi. Perkembangan ini dilakukan secara tidak sadar, tidak melalui rencana tetapi timbul berdasarkan rangsangan tantangan (threat) dan peluang ( Opportunuties) yang menimbulkan respon. Keuntungan mendirikan pabrik diluar negeri: 1.
Memanfaatkan perkembangan pasar
2.
Menyesuaikan produk dan jadwal produksi terhadap perubahan selera dan kondisi setempat
3.
Dapat memnuhi pesanan dengan cepat
4.
Melakukan purna jual
5.
Merancang produk baru
1.4.1.4 Konsep Keamanan Nasional
29
Dalam
berbagai
literatur
Studi
Keamanan,
masalah
pendefinisian konsep keamanan menjadi salah satu topik perdebatan yang hangat, setidaknya sampai berakhirnya Perang Dingin. Dalam hal ini, perdebatan akademik mengenai konsep keamanan ini berkisar seputar dua aliran besar, yakni antara definisi strategis (strategic definition) dan definisi non-strategis ekonomi (economic non-strategic definition). Definisi yang pertama umumnya menempatkan keamanan sebagai
nilai
abstrak,
terfokus
pada
upaya
mempertahankan
independensi dan kedaulatan negara, dan umumnya berdimensi militer. Sementara, definisi kedua terfokus pada penjagaan terhadap sumbersumber ekonomi dan aspek non-militer dari fungsi negara. Definisi Frederidck Hartman yang melihat keamanan sebagai the sum total of the vital national interests of the state, maka kepentingan nasional itu pun didefinisikan sebagai sesuatu yang membuat negara bersedia dan siap untuk berperang14. Keamanan juga sering dipahami sebagai upaya negara untuk mencegah perang, terutama melalui strategi pembangunan kekuatan militer yang memberikan kemampuan penangkal deterrent. Dengan kata lain, definisi keamanan kerap dilandasi oleh asumsi dengan supremasi kekuatan militer sebagai sarana untuk melindungi negara dari ancaman militer dari luar. Dalam konteks indonesia, terutama sejak terjadinya pemisahan kelembagaan antara 14
Hartman, Frederick. 1967. The Relations of Nations .New York: HarperCollins hal. 14.
30
TNI dan Polri, pengertian tentang keamanan tampak menjadi semakin kabur. Bahkan,
pada
tingkat
tertentu,
kekaburan
itu
ikut
mempengaruhi tidak hanya masalah pengaturan tataran kewenangan di antara keduanya, tetapi juga kinerja dan efektifitas kedua institusi itu dalam menjalankan fungsi-fungsinya. Kekaburan itu dimulai dengan dikeluarkannya TAP MPR No VI dan No VII tahun 2000 yang secara kategoris memilah wilayah keamanan dengan pertahanan dalam mendefinisikan fungsi dan tugas TNI dan Polri. Dalam hal ini, Polri ditetapkan sebagai institusi yang bertanggungjawab
terhadap
keamanan
sementara
TNI
bertanggungjawab di bidang pertahanan. Pemilihan itu kemudian melahirkan mispersepsi mengenai dimensi ruang yang tercakup di dalamnya, yakni Polri untuk dalam negeri (keamanan) dan TNI untuk luar negeri (pertahanan). Sebagai fungsi yang bertugas menjaga keamanan dalam negeri, tugas pokok Kepolisian Republik Indonesia yang diatur dalam UU kepolisian No 2 tahun 2002 adalah memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat,
menegakkan
hukum
dan
memberikan
perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Terkait dengan Kepres No 63 tahun 2004 tentang Object Vital Nasional, PTFI adalah salah satu perusahaan multinasional yang merupakan OVN sehingga dalam pasal 4 menyatakan bahwa kepolisian berkewajiban mengamankan OVN tersebut.
31
1.5
METODE PENELITIAN 1.6.1 Jenis penelitian Penulis menggunakan analisa deskriptif kualitatif yaitu metode penelitian yang bertujuan melukiskan secara sistematis fakta atau karateristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat yang hasilnya dapat di generalisasikan.
1.6.2
Lokasi Penelelitian Adapun lokasi penelitian yang menjadi tujuan penulis adalah
kantor Kepolisian Daerah Papua di Kota Jayapura dan lokasi pertambangan PT. Freeport Indonesia di Kabupaten Mimika.
1.6.3
Teknik pengumpulan data Pengumpulan data yang penulis gunakan adalah pendekatan
experimen melalui pengadaan data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh melalui hasil wawancara, observasi dan dokumentasi, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh melalui buku, jurnal, majalah dan situs internet. Karena dalam suatu penelitian pengumpulan data merupakan langkah yang penting untuk menentukan hasil penelitian yang diharapkan dan data yang terkumpul 32
harus cukup valid, sehingga teknik pengumpulan data yang di gunakan penulis yaitu melalui pendekatan studi kasus yang diambil dari hasil dokumentasi, wawancara, observasi, dokumen, buku dan situs internet, berupa data tentang hubungan kerjasama yang dilakukan oleh PTFI dengan Kepolisian untuk menjaga keamanan dan pengamanan objek vital. Sumber wawancara adalah: 1. Wakapolda Papua Brigjen Pol Paulus Waterpauw 2. Staff Direktorat PAM Obvit Polda Papua 3. Direktur Reskrim Umum Polda Papua Kombes Pol Drs. Pietrus Wayne. SH., M.Hum 4. Kapolres Mimika AKBP Deny Eduard Siregar 5. Kasat PAM Obvit Polres Mimika AKP Agustinus Tandibua 6. Senior Manager Security & Risk, Drs Simon P Morin 7. SUPT SRM AOR3# Demitrius Mandobar 8. SUPT Corporate Communication, Stefanus Branco 9. Ketua Komisi A DPRD Kab Mimika, Elminus B Mom 10. Ketua DPC SPSI Kep Mimika, Virgo Solossa 11. Sekertaris DPC SPSI Kep Kab Mimika Hengki Binur 12. Direktur LSM SKP Keuskupan Mimika, Pr Paul Saulo Wanimbo 13. Ketua Yayasan Emudai, Pater Nato gobay
1.6.4
Teknik analisis data Berdasarkan pokok permasalahan dalam penelitian ini
menggunakan teknik deskriptif analisis, maka unit analisis/sasaran
33
penelitian ini adalah kedua objeck yaitu PT Freeport Indonesia sebagai perusahaan MNCs dan Kepolisian RI sebagai petugas keamanan yang mempunyai fungsi yaitu menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat serta pengamanan objek vital negara.
1.7 WAKTU PENULISAN Tabel 1. instrument penelitian dan penulisan skripsi Waktu No
Kegiatan
Alat Februari II
1
2
3
4
Tinjauan Masalah Proposal
BAB I Pendahuluan
BAB II Gambaran Umum
5
BAB III Pembahasan
6
BAB IV Analisa
7
BAB V Penutup
III
Maret IV
I
II
III
April IV
I
II
III
Mei IV
I
II
*
Studi Literatur
*
*
Studi Literatur
*
*
Studi Literatur
*
*
Studi Lapangan
*
*
*
Studi Lapangan
*
*
*
Studi Lapangan
*
1.8 SISTEMATIKA PENULISAN
34
*
Studi Literatur
BAB 1
Berisi tentang pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, landasan teori dan hipotesa, metode penelitian, waktu penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II
Berisi gambaran umum tentang PT Freeport Indonesia dan Kepolisian RI dan latar belakang dibuatnya MoU antara PT Freeport Indonesia dengan Kepolisian Republik Indonesia (POLDA PAPUA).
BAB III
Berisi Pembahasan Tentang MoU antara PTFI dengan Kepolisian, Actor yang terlibat, sasaran MoU dan dampak hubungan kerjasama PTFI dengan Kepolisian
BAB IV
Berisi Analisa tentang Implementasi, Efektivitas dan Kendala MoU tersebut
BAB V
Berisi Penutup yang terdiri dari Kesimpulan, Kritik dan Saran.
35
BAB II GAMBARAN UMUM 2.1 SEJARAH KEBERADAAN PT FREEPORT PT Freeport Indonesia adalah salah satu anak perusahaan yang dimiliki oleh PT Freeport – Mc Moran Copper & Gold dan pemerintah Indonesia, dengan kantor pusat berkedudukan di Jakarta dan lokasi tambang di propinsi Papua.15 Wilayah pertambangan di Papua merupakan salah satu penghasil tembaga dan emas terbesar didunia dan mengandung cadangan yang juga terbesar didunia. Wilayah pertambangan PTFI ditemukan pada tahun 1936 oleh seorang geologi muda asal Belanda bernama Jean Jacques Dozy.16 Dozy bergabung dalam sebuah expedisi yang tujuan utamanya mendaki bantaran salju yang ketika itu disebut Gunung Cartenz atau yang kini dikenal dengan sebutan Puncak Jaya. Dalam expedisi ini, Dozy melihat sebuah singkapan mineral yang sangat besar yang menonjol keluar dari dasar lembah Cartenz. Dozy mengambil beberapa contoh batuan untuk diteliti dan terbukti kaya dengan mineral yang mengandung tembaga. Dozy melaporkan penemuannya itu dan memberi nama Belanda - Ertsberg atau Gunung Bijih. Karena pecahnya perang dunia kedua dan keterbatasan 15 16
Jurnal PT Freeport Indonesia.2004. Profil Perusahaan. Hal 3 Mealey A.George.1999. Grasberg. Jakarta: Jayakarta Agung Offset. Hal 21
36
teknologi saat itu, Ertsberg dibiarkan begitu saja selama hampir lebih 25 tahun. 17 Pada tahun 1960, Forbes Wilson seorang ahli
geologi asal
Amerika yang mengepalai kegiatan explorasi bagi perusahaan Freeport Sulphur Company.18 Wilson menemukan catatan Dozy dan memimpin sendiri sebuah expedisi kedataran tinggi Papua. Ia menemukan singkapan batuan yang ditemukan oleh Dozy pertama kalinya, ia memperkirakan bahwa Ertsberg mengandung sekitar 30 ton bijih. Pengujian terhadap contoh batuan yang dibawanya kembali ke Amerika menunjukan kandungan tembaga dengan kadar 2,3 persen.19 Lokasi cadangan tersebut sangat terpencil namun jumlah dan mutu bijihnya menjadikan pengambilan kandungan tembaga pada Ertsberg layak secara ekonomis. Akhirnya Ertsberg yang kemungkinan merupakan permukaan cadangan bijih terbesar didunia menjadi magnet yang menarik Freeport menuju Papua. Temuan Freeport yang sekarang merupakan temuan terpenting masih terpendam didalam sebuah gunung lain yaitu gunung Grasberg yang dulu hanyalah bagian dari pemandangan alam sekitar sampai akhirnya ditemukan pada tahun 1988.20 Terjadi gejolak politik diawal kemerdekaan Indonesia, krisis keuangan yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia sehingga pemerintah Indonesia yang baru terbentuk membutuhkan dana untuk membangun negaranya.
17
Soehoed, A. R. 2005. Membangun Tambang di ujung Dunia. Jakarta: Aksara Karunia. Hal 35 Ibid, Hal 20 19 Wilson Forbes. 1981. The Conquest Of Cooper Mountain. Singapore: Tien Wah Press. Hal 111 20 Soehoed, A. R. 2005. Membangun Tambang di Ujung Dunia. Jakarta: Aksara Karunia. Hal 157 18
37
PTFI merupakan perusahaan asing pertama yang akan melakukan penandatangan
Kontrak
Karya
untuk
melaksanakan
kegiatan
pertambangan diwilayah Papua. Kontrak Karya tersebut dilakukan dengan pemerintah Indonesia sedangkan wilayah Papua belum termasuk dalam NKRI. Keganjilan yang terjadi adalah penandatangan Kontrak Karya (KK) antara PTFI dengan Pemerintah Indonesia pada tanggal 5 April 196721. Sedangkan integrasi wilayah Papua kedalam NKRI terjadi pada saat dilakukan Penentuan Pendapat Rakyat ( PEPERA) Tahun 1969. Dengan penandatangan KK ini, Freeport menjadi perusahaan asing pertama di Indonesia berdasarkan UU Penanaman Modal Asing Januari 1967. Mengikuti ketentuan UU tersebut, sebuah anak perusahaan sendiri yaitu Freeport Indonesia Inc, memperoleh hak untuk melakukan eksplorasi dan menambang mineral diatas wilayah seluas 100 kilometer persegi (24.700 are) yang berpusat di Ertsberg, untuk kurun waktu 30 tahun. Freeport Indonesia Inc, segera mulai bekerja hingga pertengahan tahun 1968, pengeboran eksplorasi berhasil memastikan adanya 33 juta ton tembaga dengan kadar 2,5 persen yang terkandung pada cadangan bijih Ertsberg. Pada tahun 1986 dibawah pimpinan seorang Chief Executif baru yaitu James Robert Moffett, perusahaan induk di AS Freeport Mc Moran Inc, memerintahkan untuk menemukan cadangan-cadangan baru.22 Menjelang akhir 1991, KK kedua ditandatangani dan PT Freeport Indonesia Company (PTFI) yang baru terbentuk memperoleh izin dari 21
Krey J, Herkanus. 2010. Kontrak Karya PT Freeport Indonesia. Bandung: Logoz Publishing. Hal 41 22 Pada saat itu, wilayah Papua diatur oleh UNTEA, Pepera dilakukan dengan sistem one man, one vote dimana orang Papua diberi piliha untuk merdeka atau berintegrasi dengan NKRI
38
pemerintah Indonesia untuk meneruskan kegiatan operasinya untuk jangka waktu tambahan 30 tahun kedepan.23 Untuk melakukan kegiatan pertambangan diwilayah Papua, PTFI harus berhadapan dengan penduduk atau suku setempat yang memiliki hak ulayat. Wilayah pegunungan adalah milik hak ulayat suku Amungme dan wilayah pantai sebagai hak ulayat suku Komoro. PTFI kemudian melakukan kerjasama dengan membentuk sebuah
yayasan
yang
khusus
memantau
kedua
suku
ini
dan
memperhatikan kesejahteraan, kesehatan, pendidikan dan memantau pertumbuhan ekonomi kedua suku ini dan lima suku pendatang lainnya yaitu, Damal, Dhani, Nduga, Paniai dan Meewok. Selain itu PTFI juga memperhatikan pelanggaran HAM dan keamanan wilayah pertambangan. Masalah berikut yang dihadapi oleh PTFI adalah masalah pelanggaran HAM. Pelanggaran HAM ini terjadi karena ada pembagian pada masyarakat yang memiliki hak ulayat, sebagian mendukung keberadaan PTFI dan sebagian tidak mendukung keberadaan PTFI. Pihak yang tidak mendukung keberadaan PTFI ini melakukan aksi sepanjang wilayah PTFI, aksi ini kemudian disebut dengan gerakan separatis yang mengatas namakan OPM.24
Sehingga pihak yang melakukan aksi sepanjang wilayah Kontrak Karya PTFI ini ditangkap dan dibunuh dengan tuduhan separatis. Hal ini menyebabkan keadaan semakin tidak kondusif, kemanan diwilayah PTFI harus dijaga dengan ketat. Langkah-langkah yang diambil oleh PTFI yaitu 23
Soehoed, A. R. 2005. Membangun Tambang di Ujung Dunia. Jakarta: Aksara Karunia. Hal 163 Organisasi Papua Merdeka (OPM) merupakan gerakan yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Papua yang tidak menerima keputusan PBB tahun 1969 untuk berintegrasi dengan NKRI. Mereka memberontak kepada pemerintah RI dan menuntut kemerdekaan wilayah Papua 24
39
dengan
menjalin hubungan dengan masyarakat pemilik hak ulayat,
berperan dalam masalah HAM, memperhatikan aspek keamanan dan membuat komitmen-komitmen tertentu bagi masyarakat diwilayah pertambangan PTFI.
2.1.1. Hubungan PTFI dengan Masyarakat Pemilik Hak Ulayat PTFI melakukan dialog dengan pemimpin masyarakat Amungme dan Komoro, mereka merupakan penghuni adat daerah dimana perusahaan PTFI beroperasi. Hasil dari dialog ini menghasilkan sebuah perjanjian resmi atau Nota Kesepahaman (Memorandum Of Understanding/MoU) yang di tandatangani pada tahun 2000 antara PTFI dengan organisasi masyarakat yang mewakili
masyarakat Amungme dan Komoro.25
Perjanjian tersebut dihasilkan setelah diadakan negosiasi selama lima tahun yang terpusat pada masalah sumber daya sosial ekonomi, hak asasi manusia, hak atas tanah, dan hak atas lingkungan. MoU tersebut merincikan aspirasi PTFI maupun penduduk adat pada wilayah operasi perusahaan untuk membina hubungan yang saling menguntungkan. Pada tahun 2001 pemimpin adat Amungme dan Komoro bersama PTFI menandatangani perjanjian bersejarah lainnya, yaitu dana perwakilan sukarela tambahan atas hak tanah. Sesuai perjanjian tersebut, PTFI akan membayar
AS$ 500.000 setiap tahunnya bagi dana
perwalian.26 Dana perwalian tersebut diluar perjanjian serta komitmen lain yang dibuat antara PTFI dengan masyarakat setempat, termasuk dana kemitraan PTFI bagi pengembangan masyarakat didalam wilayah operasi 25 26
Jurnal PT Freeport Indonesia. 2006. Nilai Mendasar. Hal 6 Ibid. hal 96
40
perusahaan, melalui organisasi masyarakat adat masing-masing yaitu Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme ( LEMASA) dan lembaga Musyawarah Adat Suku Komoro (LEMASKO). Lemasa dan Lemasko berada
dibawah Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan
Komoro (LPMAK) yang berada langsung dibawah kontrol manajemen PTFI. 2.1.2.
Peran PTFI Terhadap Hak Asasi Manusia Pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) banyak
dilaporkan oleh LSM-LSM. Pelanggaran HAM ini terjadi diwilayah PTFI, banyak penduduk asli pemilik hak ulayat yang ditemukan tewas karena dibunuh, beberapa orang tidak pernah ditemukan lagi dan penembakanpenembakan yang dilakukan oleh kelompok separatis. Pelanggaran HAM ini mengancam keberadaan PTFI diwilayah Papua sehingga PTFI mengambil kebijakan untuk memperhatikan HAM tersebut. Dewan komisaris Freeport Mc Moran Copper & Gold Inc menyetujui revisi kebijakan perusahaan dalam bidang Ekonomi, Sosial dan Hak Asasi Manusia dan menetapkan Deklarasi Universal Tentang Hak Asasi Manusia sebagai standart kebijakan bagi seluruh kegiatan perusahaan.
27
Guna meningkatkan kesadaran tentang hak asasi manusia
diseluruh lingkungan perusahaan, Hakim Gabriella Kirk Mc Donald 28 pun diangkat sebagai penasehat Khusus bidang Hak Asasi Manusia.
Atas
permintaan tokoh masyarakat Thom Beanal dan LEMASA, sebuah pusat 27
Jurnal PT Freeport Indonesia. Nilai Mendasar. Hal 10 Judge Gabriella Kirk Mc Donald, penasehat khusus bidang HAM kepada dewan FCX. Sebelum diangkat menjadi dewan komisaris perusahaan, hakim Mc Donald menempuh karir sebagai hakim federal, pengacara hak-hak sipil, dan ketua Mahkamah Kejahatan Internasional bagi bekas negara Yugoslavia. 28
41
HAM didirikan di Timika. Selain memperhatikan hak asasi manusia, akan pula
diselenggarakan
kegiatan-kegiatan
untuk
meningkatkan
pengembangan masyarakat sipil serta kepemerintahan yang baik didaerah itu dan program-program untuk menemukan cara-cara peningkatan penyelesaian konflik. Perhatian PTFI terhadap pelanggaran HAM yang terjadi diwilayah Kontrak Karya PTFI dimulai pada awal tahun 2002, dibawah pimpinan salah satu tokoh perempuan dari suku Amungme yang menerima Nobel Lingkungan Hidup dan Hak Asasi Manusia, Yosepha Alomang. Beliau merupakan salah tokoh masyarakat
yang awalnya
menentang PTFI karena keberadaan PTFI yang merusak lingkungan hidup dan menentang masyarakat yang memiliki hak ulayat.
Beliau mengembangkan Pusat Hak Asasi Perempuan dan Anakanak (YAHAMAK).29
Pusat tersebut memperhatikan tantangan-
tantangan khusus yang dihadapi para wanita dan anak-anak didunia saat ini, terutama tantangan didalam masyarakat Papua yang mengalami perubahan sosial dan perkembangan ekonomi yang pesat.
2.1.3.
Aspek keamanan PT Freeport PTFI memiliki departemen keamanan internal (Security and Risk
Department) sebagai bagian dari program keamanannya.30 Departemen ini berfungsi untuk menjaga sarana perusahaan, memantau pengapalan barang milik perusahaan melalui bandara udara dan terminal, membantu
29
Jurnal PT Freeport Indonesia. 2006 . Profil PTFI. Hal 12
42
pengaturan lalu lintas dan membantu kegiatan operasi penyelamatan. karyawan pengamanan sipil
PTFI tidak menyandang senjata dan
menjalankan tugas mereka sesuai dengan peran mereka selaku petugas keamanan internal. Melalui Keputusan Presiden No 63 tahun 2004, pemerintah menetapkan PTFI sebagai Objeck Vital Nasional (OVN). 31
Selain keamanan wilayah PTFI yang dijaga oleh
petugas keamanan
internal, sebagai OVN wilayah PTFI juga diamankan oleh kepolisian yang bekerjasama dengan TNI untuk memberi perlindungan terhadap wilayah kegiatan perusahaan.
Pemerintah bertanggung jawab atas penugasan personil Polri maupun TNI
untuk menyediakan pembiayaan dan pengarahan bagi
kegiatan mereka. Disebabkan keterbatasan sumber daya pemerintah dan lokasi tambang yang terpencil
serta keterbelakangan pembangunan di
Papua sehingga pemerintah membebankan pembiayaan pengamanan ini kepada PTFI sesuai Kep Presiden No 63 Tahun 2004 pasal 4, bahwa biaya dibebankan kepada OVN yang meminta pengamanan.
2.1.4. Komitmen – Komitmen PTFI Komitmen PTFI dalam bekerjasama dengan masyarakat pemilik hak ulayat yaitu melakukan program-program bagi pengembangan masyarakat seperti, pengadaan pelayanan medis dengan membangun sebuah Rumah Sakit berstandart Internasional di Kabupaten Mimika, PTFI 30 31
Giay, Benny & Kambai, Yafet. 2003. Yosepha Alomang. Jayapura : Katalog dalam Terbitan Keppres No 63 Tahun 2004 Tentang Objek Vital Nasional
43
bekerjasama dengan Yayasan Charitas dari Misi dalam mengoperasikan pelayanan medis tersebut. PTFI
memberikan
perhatian
terhadap
pendidikan
dengan
membangun sekolah berstandart Internasional dengan nama Yayasan Pendidikan Jayawijaya (YPJ).32 PTFI juga telah mengimplementasikan sistem pengelolahan limbah yang komprehensif yang menetapkan prinsipprinsip penggunanaan ulang, pendauran ulang dan pengurangan limbah. PTFI juga melakukan pengelolahan terhadap lingkungan hidup dan Penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat. 2.2 KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA
Sejak tanggal 1 April 1999, berdasarkan Instruksi Presiden RI secara kelembagaan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) keluar dari Tentara Keamanan Indonesia (TNI). Fungsi POLRI selanjutnya adalah sebagai alat Negara, penegak hukum, pelindung dan pengayom serta pelayan masyarakat. Selanjutnya organisasi ini dikenal sebagai organisasi pengemban Tri Brata.33 Keputusan Presiden No 89 Tahun 2000 tentang kedudukan Kepolisian Negara RI lebih melembagakan lagi kedudukan Polri yang terlepas dari Departemen Pertahanan RI. Dalam Keppres ini menyatakan bahwa Polri berkedudukan langsung dibawah Presiden.34 Selanjutnya dimasa yang berikut, tidak ada lagi hubungan struktural antara 32
Jurnal PTFI.2002. Tekad Nyata Bagi Masyarakat. Hal 1
33
Lembang dasar dan pedoman moral Kepolisian Republik Indonesia. Dalam Bahasa Indonesia maknanya adalah, 1. Berbakti kepada Nusa dan Bangsa dengan penuh ketaqwaan kepada Tuhan Yang maha Esa, 2. Menjunjung tinggi kebenaran, keadilan dan kemanusiaan dalam meneggakkan hukum Negara kesatuan RI berdasarkan Pancasila dan UUD, 3. Senantiasa melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat dengan keiikhalasan untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban.
44
Polri dan TNI. Polri dipimpin oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia, dalam menjalankan tugasnya Polri harus berkoordinasi dengan kejaksaan agung dalam urusan yuridisial dan Departemen Dalam Negeri dalam urusan ketentraman dan ketertiban umum. Untuk memberikan bobot hukum mengenai kedudukan Polri yang baru tersebut, selanjutnya dirumuskanlah ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) No VI/MPR/2000 tentang pemisahan TNI dan Polri.35 Dalam pasal 1 TAP MPR tersebut ditegaskan bahwa Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia secara kelembagaan terpisah sesuai dengan fungsi dan peran masing-masing. Dalam pasal 2 ayat 1, dinyatakan bahwa tentara republik Indonesia adalah alat Negara yang berperan dalam pertahanan Negara. sedangkan pasal 2 ayat 2 menyatakan, Kepolisian Republik Indonesia berperan dalam memelihara keamanan. Untuk lebih memperkuat peran kedua institusi yang pernah menyatu itu, MPR kemudian membuat Ketetapan No VII/MPR/2000 tentang peran Tentara Nasional Indonesia dan peran Kepolisian Negara Republik Indonesia.36 Mengenai posisi Polri, dalam TAP tersebut menyatakan bahwa TNI dan Polri merupakan kelembagaan yang mempunyai kedudukan yang setara. Oleh karena itu baik Panglima maupun Kapolri sama-sama berada dibawah Presiden, diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Yang membedakannya adalah Polri tunduk kepada kekuasaan peradilan umum sedangkan TNI terhadap kekuasaan peradilan militer. 34 35
Keputusan Presiden No 89 Tentang kedudukan Kepolisian Negara Republik Indonesia Ketetapan MPR No VI/MPR/2000 Tentang Pemisahan TNI dan Polri
45
Selanjutnya reformasi bagi Polri ditegaskan dalam UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2.3 KEAMANAN WILAYAH PERTAMBANGAN
Keamanan PTFI awalnya merupakan tanggung jawab TNI sewaktu TNI dan Kepolisian masih berintegrasi, tetapi setelah dikeluarkan Keputusan Presiden No 89 Tahun 2000 dan TAP MPR No VI/MPR/2000 dan TAP MPR VII/MPR/2000. Maka semua yang berkaitan tentang keamanan adalah tanggung jawab Kepolisian dan semua yang berkaitan dengan pertahanan adalah tanggung jawab TNI.
Keputusan ini
mempengaruhi situasi keamanan di wilayah PTFI. Wilayah PTFI menjadi daerah yang sangat rawan dengan tindak pidana kejahatan dan kriminalitas.37 Banyak pihak yang mengkondisikan PTFI sebagai lahan proyek dengan menjadikan wilayah ini sebagai wilayah konflik. Semenjak pemerintah mengeluarkan peraturan melalui Keputusan Presiden No 63 Tahun 2004, tentang objeck vital nasional. Dalam Keppres tersebut
menyatakan bahwa yang bertugas mengamankan objek vital
nasional adalah kepolisian namun dalam pasal berikutnya menyatakan bahwa kepolisian dapat meminta bantuan kepada TNI untuk memperkuat pertahanan keamanan. Kepolisian bertugas untuk melakukan pengamanan diwilayah pertambangan, jika dibandingkan dengan situasi saat ini, keamanan 36 37
Ketetapan MPR No VII/MPR/2000 Tentang Peran TNI dan Polri Laporan Kasus Menonjol Polda Papua tahun 2009/2010
46
wilayah PTFI jauh lebih baik sebelum pemisahan Kepolisian dan TNI. Terkait dengan jenis tindak pidana yang terjadi diwilayah PTFI, tindak pidana yang sering terjadi adalah penjarahan, pencurian, pelanggaran batas dulang bagi masyarakat di area pembuangan limbah tailing dan penembakan yang dilakukan oleh Orang Tak Dikenal (OTK). Tindak pidana ini tidak dapat diatasi oleh petugas keamanan internal milik PTFI karena mereka tidak menyandang senjata. 2.3.1
Kasus Penembakan Salah satu tindak pidana yang menjadi pertanyaan bagi seluruh
lapisan masyarakat adalah penembakan yang terjadi diwilayah PTFI. Kelompok yang melakukan penembakan, menurut kepolisian dinamakan sebagai kelompok kriminal bersenjata.38 Satu-satunya pihak yang menjadi tertuduh adalah gerakan sosial politik yang dilakukan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang menuntut desintegrasi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mereka melakukan gejolak dimana-mana agar dapat terlepas dari NKRI.39 Menurut Pr Saul Paulo Wanimbo,40 Direktur SKP Timika, menyatakan bahwa dari hasil olah TKP dan bukti-bukti yang ditemukan setiap terjadi peristiwa penembakan di jalur utama PTFI, barang bukti berupa peluru yang digunakan merupakan peluru yang diproduksi oleh Pindad.41 Sedangkan
pihak
yang
memperoleh
akses
masuk
untuk
mendapatkan pasokan peluru dan senjata dari Pindad merupakan lembaga38
Data diolah dari hasil penelitian di Polres Mimika Tgl 14-16 Maret 2012 Majalah Emudai (Papua Cultural Studies), No 6/Tahun II/ Februari 2012,hal 20 40 Hasil wawancara dengan Dir LSM SKP, Keuskupan Timika. Tgl 22 Maret 2012 41 PT PINDAD adalah perusahan industry manufacture yang bergerak dalam pembuatan produk militer seperti senjata, tank, dan barang-barang komersial. PT PINDAD dikelola oleh angkatan darat dengan status Badan Usaha Milik Negara 39
47
lembaga sipil milik pemerintah seperti Kepolisian, Badan Intelejen Negara (BIN) dan TNI. Sehingga yang menjadi dugaan LSM –LSM selama ini adalah, penembakan yang terjadi di wilayah PTFI dilakukan oleh pihak yang mempunyai akses masuk ke Pindad atau ada pihak lain yang melakukan perdagangan senjata dengan pihak OPM. 2.3.2.
Tuntutan Buruh Tuntutan buruh merupakan masalah internal yang terjadi antara
Manajemen PTFI dengan Karyawan PTFI. Dimana karyawan menuntut Upah Minimum Regional (UMR) mereka dinaikkan sesuai dengan standart upah buruh internasional.
Karyawan menuntut PTFI untuk
membayar mereka 17$ per jam.42 Tetapi ditinjau kembali pada Kontrak Karya pertama antara PTFI dengan pemerintah Indonesia, melalui Presiden Soeharto saat itu, meminta agar diberlakukannya sistem padat karya.43 Saat itu Presiden Soeharto menyetujui pembayaran upah buruh yang minim dengan syarat PTFI harus mengambil karyawan sebanyakbanyaknya dari penduduk asli Indonesia untuk bekerja di perusahaannya.
Dengan cara ini akan mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia, mengingat keadaan Indonesia paskah kemerdekaan RI.44 Karyawan-karyawan ini mengaspirasikan tuntutannya dengan melakukan 42
Data diolah dari hasil wawancara dengan Bpk Virgo Solossa, Ketua DPC FSP KEP SPSI kab Mimika 43 Sistem padat karya adalah penciptaan lapangan kerja diarahkan pada pemberdayaan potensi pengangguran. Dimana industri menggunakan jasa tenaga manusia, dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup serta produktifitas penduduk setempat. 44
Soehoed, A.R. 2005. Membangun Tambang di Ujung Dunia. Jakarta: Aksara Karunia. Hal 170
48
aksi mogok kerja. Tuntutan karyawan ini berupa kenaikan upah, dana pensiun, tunjangan hari tua, perumahan, kesehatan, pendidikan dan fasilitas cuti. Menurut Bapak Virgo Solossa, disaat karyawan sedang melakukan aksi mogok kerja, ada pihak lain yang mengkondisikan keadaan ini. Terjadi penyebaran isu tentang kegiatan penggalangan dana yang dilakukan oleh karyawan untuk menunjang aksi mogok kerja karyawan, isu yang berkembang adalah karyawan menggalang dana untuk menunjang gerakan sosial politik Papua merdeka dan mendukung Jamaah Islamiah untuk melakukan teroris. Isu-isu ini dikembangkan untuk menangkap karyawan yang menjadi pioner-pioner aksi mogok kerja. Hasil dari tuntutan karyawan dijawab oleh Manajemen PTFI dengan menaikan upah karyawan dari 6% hingga mencapai 40% saat ini setelah 17 kali melakukan perundingan dan disepakati dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) perjanjian ini akan diperbaharui dan disepakati kembali setiap 2 tahun.45
Yang menjadi masalah saat ini adalah ketika karyawan melakukan aspirasi mogok kerja pada tanggal 10 Oktober 2011. Terjadi beberapa aksi yang dilakukan oleh karyawan yaitu, perusakan fasilitas milik perusahan. Truk pengangkut kontainer dibakar, perusakan terminal keberangkatan karyawan dan pemotongan pohon menutupi jalur utama PTFI. Hal ini menyebabkan kepolisian sebagai alat negara yang bertugas menjaga 45
Data diolah dari hasil wawancara dengan Hengky Binur, Sekertaris SPSI Kab Mimika
49
keamanan berperan untuk menetralkan situasi ini. Situasi tidak terkontrol lagi dan Kapolres mengeluarkan tembakan peringatan dan tembakan berikut diikuti oleh beberapa anggota polisi yang memegang senjata dan berada di lokasi kejadian saat itu.46 Saat tembakan peringatan terjadi, keadaan semakin kacau, karyawan berlari untuk menyelamatkan diri dan seorang karyawan terkena tembakan yang menembus dada sehingga karyawan tersebut meninggal.
Selain
korban meninggal, beberapa karyawan mengalami cidera berat maupun cidera ringan. Kejadian ini membuat karyawan menjustifikasi Kepolisian, dimana Kepolisian dianggap tidak netral dan membela PTFI karena hubungan kerjasama yang mereka lakukan untuk menjamin keamanan wilayah pertambangan. Kepolisian Indonesia dianggap sebagai polisi PTFI yang melindungi kepentingan PTFI.
BAB III PEMBAHASAN
3.1 HUBUNGAN KERJASAMA PTFI DENGAN KEPOLISIAN RI Hubungan kerjasama PTFI dengan Kepolisian RI pertama kali dilakukan dan disepakati pada tanggal 19 Mey 2009 dalam sebuah Nota Kesepahaman atau MoU , tentang Pengamanan Wilayah dan Kegiatan 46
Data diolah dari hasil wawancara dengan Dir PAM Obvit Polda Papua
50
Usaha Pertambangan PT Freeport Indonesia Di Wilayah Hukum Kepolisian Daerah Papua.47 Hubungan kerjasama ini dilakukan karena terjadi berbagai kasus penembakan dan gangguan keamanan diwilayah PTFI. MoU ini kemudian diperbaharui dan disepakati kembali pada tanggal 8 maret tahun 2010 dalam sebuah MoU yang baru.
MoU ini ditandatangani oleh Kepala
Kepolisian daerah Papua, Irjen Pol Bekto Suprapto selaku pihak pertama dan Presiden Direktur PTFI, Armando Mahler selaku pihak kedua. Penandatangan MoU ini dilakukan di kabupaten Mimika, letak keberadaan pertambangan PTFI . Inti dari dilakukannya kerjasama ini adalah pertama, karena terjadi serangkaian kasus penembakan diwilayah PTFI sehingga PTFI meminta kepada kepolisian agar meningkatkan sistem keamanan di wilayah PTFI.
Kedua, mengatur tentang kewajiban-kewaiban tertentu yang harus dilakukan oleh PTFI dan kewajiban-kewajiban tertentu yang harus dilakukan oleh Kepolisian. Tugas pokok kepolisian dalam MoU yang dibuat adalah melaksanakan pengamanan di Area PTFI dengan mengedapankan kegiatan penjagaan, pengawalan, dan patroli serta
penegakan hukum agar
menciptakan situasi yang kondusif diseluruh wilayah hukum Polda Papua, khususnya diwilayah pertambangan PTFI kab Mimika.
47
Nota Kesepahaman tentang Pengamanan Wilayah dan Kegiatan Usaha Pertambangan PT Freeport Indonesia Di Wilayah Hukum Kepolisian Daerah Papua
51
3.1.1.
POINT KESEPAKATAN PTFI DAN KEPOLISIAN RI
Dalam membuat kesepakatan ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan kedua pihak terkait jaminan keamanan. Pertimbanganpertimbangan tersebut kemudian
dirumuskan dan menjadi pokok-pokok
penting dalam nota kesepahaman. Pokok-pokok tersebut adalah konsep keamanan yang digunakan Polri serta tujuan dan sasaran dari kegiatan pengamanan yang dilakukan oleh Polri diwilayah PTFI.48 3.1.1.1.
Konsep Pengamanan 1. Pelaksanaan pengamanan dengan mengedepankan kegiatan premitif dan preventif didukung kegiatan penegakkan hukum. 2. Daerah pengamanan diseluruh lokasi Kontrak Karya PTFI
3. Bekerjasama dengan PTFI, TNI dan Instansi terkait lainnya berdasarkan prinsip integratif, koordinatif dan proposional. 4. Pola pengamanan disesuaikan dengan perkembangan situasi dan kondisi wilayah selama berlangsungnya kegiatan pengamanan.
3.1.1.2. Tujuan dan Sasaran Pengamanan 1.
Mencegah dan menanggulangi kemungkinan kejahatan bersenjata yang dapat mengancam stabilitas keamanan diwilayah hukum Polda Papua khususnya diareal Kontrak Karya PTFI.
52
2.
Merubah situasi yang sebelumnya dinilai kurang kondusif menjadi situasi yang tertib dan aman demi tegaknya hukum serta normalnya oprasional tambang PTFI.
3.
Terlaksananya
proses
penegakkan
hukum
terhadap
kejahatan kelompok kriminal bersenjata di areal PTFI. 4.
Tertangkapnya para pelaku penembakan di areal PTFI.
5.
Terciptanya harapan masyarakat khususnya para karyawan PTFI akan adanya rasa aman dan tertib.
3.1.1.3. Pengaturan pengamanan 1.
Perusahaan perlu mengadakan konsultasi secara rutin dengan pemerintah dan masyarakat setempat tentang dampak pengaturan
keamanan
terhadap
masyarakat-masyarakat
tersebut. 2.
Perusahaan perlu menyampaikan kebijakannya tentang perilaku etika maupun hak asasi manusia kepada pihak penyedia
keamanan
pemerintah,
serta
mengutarakan
keinginannya agar pengamanan dilakukan dengan cara yang sejalan dengan kebijakan tersebut, oleh personel yang terlatih secara memadai dan efektif. 48
Data diolah dari hasil wawancara dengan Dir PAM Obvit Polda Papua. Tgl 8 Maret 2012
53
3.
Perusahaan
perlu
mendorong
pemerintah
agar
memperbolehkan pengaturan pengamanan yang transparan dan mudah diakses oleh umum dengan tetap memperhatikan kepentingan keselamatan dan keamanan yang utama.
3.1.1.4.
Sasaran 1. Manusia a.
Seluruh karyawan PTFI dan keluarganya.
b.
Masyarakat yang berada di PTFI dan sekitarnya.
c.
Tamu – tamu baik dari dalam maupun luar negeri, pejabat pemerintah sipil, TNI & Polri yang berkunjung di PTFI.
2. Tempat/Lokasi a. Kawasan hutan, pegunungan dan perairan di areal PTFI dan sekitarnya. b. Gedung perkantoran dan saran umum yang digunakan untuk kepentingan PTFI. c. Sepanjang jalur dari Cargo Dock sampai dengan Grasberg yang digunakan sebagai jalur utama distribusi logistik maupun lalu lintas karyawan. Benda yang dilindungi adalah aset – aset PTFI. 3.1.2. Memorandum Of Understanding Memorandum Of Understanding atau Pokok-Pokok kesepahaman antara Kepolisian Daerah Papua dengan PTFI, tentang pengamanan wilayah dan usaha pertambangan PT Freeport Indonesia di wilayah
54
hukum POLDA Papua, dengan No Pol B/707/III/2010, No TPI100108001. MoU tersebut dibuat tertanggal 8 maret 2010 dan bertempat di Kab Mimika.49 Dalam MoU tersebut ada beberapa pokok-pokok utama yang menjadi alasan PTFI sehingga melakukan hubungan kerjasama dengan Kepolisian. a.
Wilayah hukum Polda Papua memiliki potensi kerawanan tindak pidana dibidang pertanahan, pertambangan, kehutanan, serta bentrokan fisik antara kelompok masyarakat dan penyerangan oleh kelompok bersenjata, sehingga perlu pengamanan secara optimal, terpadu dan berkelanjutan.
b.
Kepolisian
merupakan
institusi
yang
berwenang
menyelenggarakan dan melaksanakan upaya pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, dan memberikan
perlindungan,
pengayoman
dan
pelayanan
kepada masyarakat serta melindungi kepentingan nasional. c.
PT Freeport adalah perusahaan perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan hukum Negara Republik Indonesia yang menjalankan usaha pertambangan di Papua, berdasarakan suatu Kontrak Karya dengan pemerintah Indonesia tertanggal 30 Desember 1991.
d.
Berdasarkan Keputusan Presiden No 63 Tahun 2004, tentang pengamanan objek vital nasional dan keputusan Menteri Energi dan Sumber daya Mineral No 1762 K/07MEM/2007
49
Data diolah dari Nota Kesepahaman antar PT Freeport dengan Kepolisian Polda Papua, serta hasil wawancara dengan Dir PAM Obvit Polda Papua. Tgl 8 maret 2012
55
tentang pengamanan objek vital disektor Energi dan Sumber daya Mineral, maka PTFI telah ditetapkan sebagai objek vital nasional yang perlu dijaga keamanannya. e.
Berdasarkan Surat Keputusan Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol Skep/738/X/2005 tentang pedoman sistem pengamanan objeck vital nasional telah mengetengahkan kewajiban Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk memberikan bantuan pengamanan objeck Vital Nasional dengan mengutamakan kegiatan pre-emptif dan preventif secara terpadu dan simultan bersama pengelola objek vital nasional.
f.
Sehubungan dengan serangkaian insiden penembakan yang terjadi pada jalan wilayah PTFI sejak bulan juni tahun 2009.
Karena alasan-alasan yang mendasar diatas maka MoU yang dibuat antara PTFI dengan Kepolisian adalah untuk mencapai sepakat dalam melakukan hubungan kerjasama secara sinergis untuk memelihara keamanan dan ketertiban wilayah PTFI sebagai objeck vital nasional. Dalam MoU tersebut terdiri dari sembilan (9) pasal, yang berisi ketentuan dan syarat-syarat. a. Pasal 1 : berisi tentang maksud dan tujuan dibuatnya MoU, yaitu untuk meningkatkan kerjasama dalam pendayagunaan sumber daya kedua belah pihak, baik personil, sarana prasarana, logistik, dan administrasi dalam memelihara keamanan dan ketertiban objek vital nasional PTFI, termasuk pada area-area pemukiman, area-area usaha, rute-rute supial logistik, serta area-area yang berdekatan. 56
b. Pasal 2: berisi tentang Lingkup MoU, yaitu MoU ini meliputi kegiatan penyelenggaraan dan pelaksanaan bantuan pengamanan pihak kepolisian terhadap wilayah dan kegiatan usaha pertambangan PTFI, serta dukungan penyiapan dan penyediaan sarana prasarana, logistik dan administrasi PTFI terhadap Kepolisian. c. Pasal 3: berisi tentang Satuan Tugas Pengamanan. Dalam pasal ini terdapat 2 ayat, ayat pertama yaitu, Kepolisian akan menempatkan Satuan
tugas
pengamanan
yang
akan
membantu
personil
pengamanan internal PTFI dalam melakukan kegiatan pengamanan. Ayat kedua, konfigurasi, penyebaran dan kekuatan satuan tugas pengamanan
ditentukan
oleh
pihak
Kepolisian
dengan
mempertimbangkan dari PTFI. d. Pasal 4: pasal ini berisi tentang Kegiatan Pengamanan, Pasal ini terdiri dari 3 ayat dan beberapa point penting tentang kegiatan pengamanan, yaitu satuan tugas pengamanan melakukan kegiatan pengamanan wilayah PTFI sebagai berikut, (a) penempatan pos-pos yang terdiri dari cek-cek poin dan pangkalan-pangkalan selama 24 jam dalam 1 hari dan 7 hari dalam seminggu, serta pos-pos pemantauan dari pukul 07:00 s/d 17:00 (b) Pengawalan terhadap karyawan dan barang PTFI yang melalui rute utama (c) Patroli berkendara di rute utama, Tembagapura dan kuala Kencana, pada siang dan malam hari, (d) Penyiagaan satuan reaksi cepat dalam menutup dan mengamankan tempat kejadian, serta menurunkan tim pengejaran (e) Penyusunan satuan pada area pemukiman/industri,
57
rute pengamanan, patroli wilayah kontrak karya dan intelejen daerah sesuai dengan struktur dan komposisi pasuka yang disepakati. e. Pasal 5, berisi tentang Klasifikasi Pengamanan, yaitu (1) kegiatan pengamanan terdiri dari tiga situasi, yaitu situasi normal, situasi terjadi gangguan dan situasi kontijensi. (2) Komando dan pengendalian, (a) komando pengendalian berada pada pejabat Kepolisian , (b) dalam situasi normal kegiatan pengamanan bersamasama dilakukan oleh Petugas Kepolisian dengan Petugas keamanan internal PTFI (c) dalam situasi terjadi gangguan dan situasi kontijensi, pengendalian kegiatan pengamanan dilakukan oleh Kepolisian. (3) Instruksi dan Koordinasi, (a) dalam melaksanakan kegaiatan pengamanan, kedua pihak senantiasa menghormati budaya masyarakat setempat (b) penanganan gangguan keamanan dan kamtibmas senantiasa mengedepankan upaya secara persuasif tanpa mengabaikan aturan dan proses hukum yang ada (c) penggunaan senjata api dilarang kecuali untuk kepentingan perlindungan terhadap karyawan, peggunaan senjata api merujuk pada peraturan Kapolri No 8 Tahun 2009 (d) Kepolisian dalam menjalankan tugasnya harus mengenakan seragam dinas. f. Pasal 6: berisi tentang Dukungan, pasal ini terdiri dari 3 ayat, (1) Kepolisian menyediakan alat-alat yag digunakan untuk menjaga keamanan wilayah PTFI, (2) wilayah PTFI merupakan wilayah yang sangat terpencil dengan kondisi lingkungan yang sulit maka PTFI menyediakan dukungan secara sarana prasarana dan logistik, tidak termasuk persenjataan
58
g. Pasal 7: berisi tentang Kepatuhan pada Kebijakan Perusahan, terdiri dari 3 ayat, (1) dalam melaksanakan tugas pemeliharaan keamanan dan ketertiban PTFI, Kepolisian wajib mematuhi dan melaksanakan kebijakan-kebijakan perusahaan sehubungan Keselamatan dan Kesehatan
kerja,
dan
Lingkungan
Hidup
(K3LH),
Sosial,
Ketenagakerjaan dan Hak-hak Asasi Manusia, prinsip-prinsip perilaku bisnis termasuk beberapa aturan berikut, (a) mematuhi semua kebijakan dan aturan yang berlaku di PTFI (b) senantiasa menggunakan ID card selama berada dalam wilayah PTFI, (c) mengikuti pelatihan mengemudi kendaraan di jalan tambang (d) mematuhi prosedur konvoi pengawalan, (e) tidak bertugas jika dalam pengaruh alkohol, (f) mematuhi aturan atau kebijakan penggunaan fasilitas perusahaan, (g) area terbatas seperti mill 74 dan pabrik pengeringan di porsite, hanya dapat dimasuki dalam keadaan darurat seperti terjadi gangguan atau tindak pidana di area tersebut, ditemani karyawan PTFI yang berwenang, (i) tidak membawa senjata pada area-area tertentu yang ditetapkan oleh PTFI sebagai area bebas senjata, kecuali dalam keadaan darurat atau terjadi tindak kriminal (2) Kepolisian akan menangani semua kasus yang dilaporkan oleh PTFI, dan kasus-kasus kriminalitas yang mengganggu keamanan dan ketertiban wilayah pertambangan PTFI. h. Pasal 8: berisi tentang Jangka Waktu, yaitu MoU ini akan berlaku untuk jangka waktu 2 tahun dan dapat diperpanjang berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak, kecuali jika diputuskan lebih awal
59
oleh salah satu pihak sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam MoU ini. i. Pasal 9: berisi tentang Lain-Lain, pasal ini terdiri dari beberapa point, (1) MoU ini dibuat berdasarkan dan tunduk pada hukum dan peraturan perundangan Republik indonesia, (2) kedua belah pihak memiliki hak untuk menghentikan MoU ini kapan saja, dalam waktu 14 hari setelah pemberitahuan tertulis kepada pihak lainnya, (3) Keputusan, kebijakan dan lain-lain telah disampaikan masing-masing pihak sehubungan dengan penandatangan MoU ini kepada pimpinan masing-masing, (4) Perubahan, penambahan, atau perluasan serta pembatalan baik sebagian atau seluruh ketentuan yang diatur dalam MoU harus dilakukan secara tertulis dan ditandatangani oleh semua pihak dalam MoU ini, (5) MoU ini dibuat dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris yang sama isinya. Jika terdapat perbedaan arti antara bahasa inggris dan bahasa Indonesia maka, Bahasa Indonesia yang berlaku.
3.1.3.
KEGIATAN PENGAMANAN PT FREEPORT
Setelah MoU hubungan kerjasama antara PTFI dan Kepolisian RI dilakukan, tugas Kepolisian adalah mengamankan wilayah pertambangan sesuai dengan point-point yang telah dirumuskan dan disepakati dalam MoU.
3.1.3.1. Wilayah Pengamanan
60
Wilayah pengamanan PTFI dibagi menjadi dua wilayah besar yaitu, Lowland dan Highland. Kemudian kedua wilayah pengamanan ini dibagi menjadi enam Area of Responsibility (AOR).
Wilayah
Lowland terdiri dari tiga AOR dan wilayah Highland terdiri dari tiga AOR. Setiap AOR dikepalai oleh petugas keamanan internal dengan pangkat Supertendent Security Risk Management. Sedangkan satuan pengamanan sipil gabungan Kepolisian dan TNI di kepalai oleh seorang Komandan Satuan Tugas (Dansatgas) dan markas Satgas berada di Mile Point (MP) 38. Tabel 2. Wilayah Area Of Responsibility
AOR
LOWLAND
AOR 1
-
Pelabuhan Portsite Cargo Dock
AOR 2
-
Mile Point 21 Bandara Udara Terminal Keberangkatan Karyawan Base Camp Kuala kencana Markas TNI dan POLRI di MP 32 Area Bengkel PTFI dan Markas Satgas di MP 38
AOR 3
-
HIGHLAND
AOR 4
-
Mile Point 66 Mile Point 68
AOR 5
-
Ridge Camp Mile Point 74
AOR 6
-
Grasberg Underground
Data diolah dari hasil penelitian di Departement Security Risk Management. AOR 3#, Pos 400 Kuala Kencana.
61
Pos-pos pengamanan di wilayah Lowland terdiri dari 7 pos Checkpoint, 9 pos pengamanan, wilayah Highland terdiri dari 5 pos Checkpoint dan 6 pos pengamanan. Sedangkan jumlah pos-pos monyet sepanjang wilayah Higland dan Lowland sekitar 250 pos monyet. Pos Checkpoint dijaga oleh 4 sampai 5 petugas keamanan internal PTFI dan 2 sampai 3 aparat keamanan gabungan Polri dan TNI. Pos ini merupakan pos inti milik perusahan yang berfungsi untuk memeriksa identitas karyawan, jumlah muatan penumpang dalam kendaraan dan dan over bagage setiap kendaraan yang melintasi jalur utama PTFI dan memeriksa setiap kendaraan yang bukan milik perusahan tetapi melintasi area PTFI. Pos pengamanan merupakan pos induk milik Security Risk Department PTFI yang berada di enam AOR. Pos monyet ditempati oleh 7 sampai 8 anggota Satgaspam dan diawasi oleh dua petugas keamanan internal PTFI yang memantau kinerja Satgaspam. Jumlah personel setiap pos monyet tergantung situasi keadaa wilayah tersebut. Jika wilayah yang dijaga merupakan wilayah yang rentan atau sering terjadi penembakan maka jumlah personelnya akan lebih banyak. 3.1.3.2. Aktor Pengamanan Dalam SK kementerian ESDM
nomor 1762 tahun 2007,
ditentukan ada 126 OVN di Indonesia, salah satunya adalah PTFI yang menempati nomor ke-117. Dan sesuai dengan Keputusan Presiden No 63 tahun
2004,
PTFI
merupakan
OVN
yang wajib
mendapatkan
pengamanan.Jumlah Petugas keamanan internal milik PTFI berjumlah 675 orang dan tidak menyandang senjata dibantu oleh anggota Satuan Tugas Pengamanan (SATGASPAM) gabungan Kepolisian RI dan TNI.
62
Tabel 3, Jumlah Personel Kepolisian RI yang mengamankan wilayah PTFI.
No SATUAN
JUMLAH
1.
Pelopor Mabes Polri
2.
Polda Papua
52 Personel
3.
Detasemen A Brimob Jayapura
74 Personel
4.
Detasemen B Brimob Timika
141 Personel
5.
Detasemen C Brimob Sorong
61 Personel
6.
Polres Mimika
72 Personel
JUMLAH
280 Personel
840 Personel
Data diolah dari hasil penelitian di Polres Mimika, PAM OBVIT
Tabel 4, Jumlah personel TNI yang mengamankan wilayah PTFI.
No SATUAN
JUMLAH
1.
Batalyon Infanteri 754
98 Personel
2.
Kavaleri
30 Personel
3.
Angkatan Udara
10 Personel
4.
Angkatan Laut
10 Personel
5.
Penerbang AD
6 Personel
6.
Den POM
6 Personel
JUMLAH
160 Personel
Data diolah dari hasil penelitian di Polres Mimika, PAM OBVIT
3.1.3.3.
Strategi Keamanan Strategi keamanan Polri pada umumnya adalah strategi keamanan yang diatur dalam UU No 2 Tahun 2002. Bentuk gangguan keamanan dapat bersumber dari alam, manusia, 63
teknologi, gangguan Kamtibnas, dan kegentingankontijengsi. Strategi keamanan yang digunakan yaitu strategi Pre-emptif dan Preventif,
yaitu mendekatkan kekuatan keamanan,
memberdayakan unsur masyarakat dengan mengedepankan peran tokoh masyarakat dan tokoh agama, memberdayakan masyarakat
madani,
membangun
solidaritas
mensinergikan masyarakat
instansi dalam
terkait,
menghadapi
gangguan keamanan, memperkokoh pranata sosial yang hidup dalam masyarakat, dan membangun budaya hukum melalui pendidikan hukum kepada masyarakat sejak usia dini.50
3.4.
DAMPAK HUBUNGAN KERJASAMA PTFI DENGAN KEPOLISIAN RI Hubungan kerjasama PTFI dengan Kepolisian RI merupakan langkah yang baik dan memenuhi semua aturan perundang-undangan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bentuk perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh PTFI dengan Polri dalam teori kerjasama yang dikemukakan oleh Rosen adalah bentuk kerjasama Written Agreements, yaitu pengaturan kerjasama yang didasarkan pada perjanjian tertulis. Sedangkan pengaturan kerjasama antara PTFI dengan Polri adalah Joint Service, yaitu pengaturan kerjasama dalam memberikan pelayanan publik dan contract service, yaitu pengaturan kerjasama dimana pihak satu mengontrak pihak lain untuk memberikan pelayanan tertentu.51
50
Data diolah dari hasil wawancara dengan KASAT Pam Obvit Polres Mimika. Tgl 16 Maret 2012 51 http://www.artikel3.com/topik/pengertian+teori+kerjasama.html di akses pada tanggal 13 Februari 2012
64
Dalam pelaksanaan hubungan kerjasama harus tercapai keuntungan bersama, upaya mencapai keuntungan atau manfaat bersama dari kerjasama, perlu komunikasi yang baik antara semua pihak dan pemahaman sama terhadap tujuan bersama agar dapat berhasil melaksanakan kerjasama. Dalam hubungan kerjasama juga ada dampak yang diakibatkan, yaitu dampak positif dan juga dampak negatif dari hubungan kerjasama tersebut.
3.4.1. Dampak Hubungan Kerjasama Terhadap PTFI Hubungan kerjasama yang dilakukan oleh
PTFI dengan
kepolisian merupakan suatu prosedur dalam menjalankan hubungan kerjasama
dalam
hal
pengamanan
wilayah
pertambangan.
PTFI
merupakan Objeck Vital Nasional yang diatur dalam aturan Keppres No 63 Tahun 2004. Pada pasal 2, ayat b menyatakan : “ Kepolisian Negara Republik Indonesia berkewajiban memberi bantuan pengamanan terhadap objeck vital nasional”.52 Dengan dikeluarkannya Keppres No 63 Tahun 2004 ini maka peran Tentara Nasional Indonesia yang awalnya menjaga objeck vital nasional dialihkan tugas kepada Kepolisian, hal ini diatur dalam Pasal 9 “ pengamanan objeck vital yang selama ini dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia diserahkan kepada pengelola objeck vital nasional yang bersangkutan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak berlakunya keputusan ini”. 52
Keppres No 63 Tahun 2004 Tentang Objek Vital Nasional
65
Sehingga terhitung dari dikeluarkannya Keppres No 63 Tahun 2004, seluruh Objeck Vital Nasional dijaga oleh Kepolisian dan dalam pasal 7, menjelaskan bahwa “dalam melaksanakan pengamanan Objeck Vital Nasional, Kepolisian dapat meminta bantuan kekuatan Tentara Nasional Indonesia sesuai ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku”. Dalam hal ini, dilihat dari tingkat kriminalitas yang terjadi diwilayah PTFI, dan jenis dari tindakan kriminalitas tersebut, yang menjaga wilayah PTFI adalah Kepolisian dan dibantu oleh TNI. Paska pengalihan tugas pengamanan ini, dimana jumlah Kepolisian yang lebih banyak dibanding dengan TNI di dalam area PTFI tidak juga menjamin keamanan karena situasi wilayah pertambangan PTFI semakin tidak kondusif. Skala jumlah
penembakan dan jumlah
kematian akibat penembakkan semakin meningkat.53 Hal tersebut kemudian memunculkan saling curiga antara Kepolisian dengan TNI yang mengemban tugas pengamanan. Disatu satu sisi Kepolisian menduga bahwa penembakan ini dilakukan oleh pihak TNI karena PTFI melakukan hubungan kerjasama dengan pihak Kepolisian.54 sedangkan disisi lain TNI menuding bahwa penembakkan di wilayah PTFI merupakan murni perbuatan OPM.55
53
Data diolah dari hasil penelitian di Fungsi Reskrim Polsek Mimika Baru, Polres Mimika tgl 14 s/d 16 maret 2012 54
Data diolah dari hasl wawancara dengan petugas Kepolisian diterminal gorong-gorong MP 21, tempat terjadi beberapa kasus penembakan terhadap karyawan PTFI terjadi. Tgl 15 Maret 2012 55 Data diolah dari hasil wawancara dengan Intel Koppasus tgl 20 Maret 2012
66
PTFI menyatakan ketidakpuasan terhadap kinerja kepolisian dalam melakukan kegiatan pengamanan diwilayah PTFI.56 Terhitung semenjak peralihan pengamanan dari TNI ke kepolisian, tindak kriminalitas yang terjadi wilayah PTFI semakin meningkat. Dapat dikatakan bahwa PTFI melakukan hubungan kerjasama dengan Kepolisian sebagai bentuk penghormatan PTFI kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bentuk ketidakpuasan terhadap kinerja Kepolisian ini dilakukan dengan pengadaan pasukan organik dari Amerika Serikat yang bertugas untuk mengamankan wilayah PTFI.
Pasukan organik ini
berjumlah 70 orang dan menyandang senjata, serta berpakaian sesuai dengan prajurit Amerika.
Hal ini menyinggung perasaan NKRI,
melalui menteri luar negeri, Marty Natalegawa dan Dewan Kemenhukkam, mereka menolak keberadaan pasukan organik ini kemudian meminta agar PTFI mengirim mereka kembali ke Amerika Serikat.57 3.4.2. Dampak Hubungan Kerjasama Terhadap Kepolisian Tugas dan fungsi kepolisian telah diatur dalam UU No 2 Tahun 2002 tentang kepolisian Repubik Indonesia dimana wilayah PTFI merupakan wilayah kesatuan NKRI, dan sudah menjadi tugas dan tanggung jawab Kepolisian untuk menjaga keamanan diwilayah PTFI. Pasal 2, UU No 2 Tahun 2002 menyatakan “fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara dibidang pemeliharaan 56
Data diolah dari hasil wawancara dengan KA SRM, AOR3#, Poss 400 Kuala Kencana. Tgl 19 Maret 2012 57 Data diolah dari hasil penelitian Public Relations, Ob 1 PTFI, Kuala Kencana Tgl 19 Maret s/d 22 Maret 2012
67
keamanan
dan
ketertiban
masyarakat,
penegakan
hukum,
perlindungan, pengayoman, dan pelayan kepada masyarakat”.58 UU ini telah mengikat Kepolisian sehingga terikat dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai penjaga keamanan negara.
Kepolisian
sendiri mengaku merasa tidak mendapatkan keuntungan dalam pelaksanaan hubungan kerjasama ini karena tugas kepolisian yang semakin berat dengan kondisi geografis yang sulit. Keadaan cuaca yang berubah setiap saat, sehingga membuat Kepolisian merasa bahwa menjaga keamanan wilayah PTFI merupakan tugas yang berat. Sistem pengamanan yang 24 jam dalam sehari dan 7 hari dalam seminggu, dan resiko terkena penyakit malaria sangat cepat diwilayah tersebut.59 Kepolisian mengaku menerima 14 juta $, tetapi tidak secara langsung
menerima
dana
sebesar
itu
karena
dana
tersebut
diimplementasikan untuk pembangunan barak di Ridge Camp, pembangunan pos – pos penjagaan sepanjang wilayah PTFI, Uang saku sebesar Rp 1.250.000 kepada setiap anggota Polri dan TNI yang bertugas mengamankan wilayah PTFI, dana yang lain digunakan untuk pembayaran pasukan yang didatangkan dari Mabes. Sisa dananya diatur oleh pejabat Polda Papua sebagai penyelenggara hubungan kerjasama.60 Kepolisian yang bertugas dilapangan menyatakan bahwa hubungan kerjasama yang dilakukan oleh PTFI dengan kepolisian tidak membawa keuntungan bagi mereka, uang saku yang mereka terima dengan kerja yang mereka lakukan sangat tidak sebanding. Mereka mengakui bahwa mereka lelah dengan sistem siaga dengan 58 59
UU No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia Data diolah dari hasil wawancara dengan petugas kepolisan di MP 21 Tgl 18 Maret 2012
68
resiko yang besar seperti itu. tetapi mereka menyadari bahwa sudah tugas mereka melakukan itu sehingga mereka sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga keamanan wilayah PTFI. 3.4.3. Dampak Hubungan Kerjasama Terhadap Masyarakat di Wilayah PTFI 1. Dampak Positif Keberadaan PTFI membawa perubahan dalam sector pendidikan, kesehatan, ekonomi dan kesejahteraan social. Melalui dana 1 % bagi pemberdayaan masyarakat pemilik hak ulayat dan masyarakat yang berada di sekitar wilayah PTFI.61 pada dasarnya hubungan kerjasama PTFI dengan Kepolisian tidak membawa dampak positif bagi keberadaan masyarakat diwilayah kontrak karya PTFI. Karena Kepolisian lebih mengurus keamanan asset PTFI daripada keberadaan masyarakat diwilayah itu sendiri.
2. Dampak Negatif Masalah bagi masyarakat adalah pengalaman sejarah yang dialami oleh masyarakat semenjak Pepera tahun 1969. Masyarakat mempunyai trauma dengan aparat penegak hukum sehingga masyarakat menilai negative hubungan kerjasama yang dilakukan Oleh PTFI dengan Kepolisian
RI.
Disamping
realita
kerja
kepolisian
dilapangan lebih mementingkan asset PTFI daripada HAM 60 61
Data diolah dari hasil wawancara dengan Dir PAM Obvit Polda Papua Tgl 16 Maret 2012 Jurnal PTFI.2006. Nilai Mendasar. Hal 20
69
masyarakat diwilayah PTFI, sehingga sering terjadi kasus penganiayaan kepolisian terhadap masyarakat.
BAB IV ANALISA
4.1. IMPLEMENTASI HUBUNGAN KERJASAMA MoU adalah suatu bukti yang menyatakan bahwa PTFI telah melakukan hubungan kerjasama dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, dengan menaati dan tunduk kepada semua peraturan perundang-undangan yang berlaku di Republik ini. MoU yang dibuat antara PTFI dengan Kepolisian adalah sebuah perjanjian hubungan kerjasama yang didalamnya terdapat aturan-aturan dan penjelasan-penjelasan mengenai pembagian tugas dan kinerja dari pihak yang melakukan hubungan kerjasama tersebut. Dalam
hal
implementasi
dari
MoU
tersebut,
PTFI telah
melaksanakan tugas yang telah disepakati dalam MoU, yaitu menyediakan sarana prasarana, logistik dan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati dalam MoU untuk menunjang Kepolisian dalam melaksanakan kegiatan pengamanan diwilayah pertambangan PTFI.
70
Tugas pokok kepolisian dalam MoU yang dibuat adalah melaksanakan pengamanan di Area PTFI dengan mengedapankan kegiatan penjagaan, pengawalan, dan patroli serta
penegakan hukum agar
menciptakan situasi yang kondusif diseluruh wilayah hukum Polda Papua, khususnya diwilayah pertambangan PTFI kab Mimika. Kepolisian sebagai pengemban Tribrata pun telah melakukan kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan dalam MoU tersebut.62 Kepolisian telah mengerahkan anggotanya untuk mengamankan wilayah pertambangan PTFI. Kepolisan telah melakukan tugasnya dengan melakukan penjagaan di pos-pos yang telah ditetapkan oleh PTFI, melakukan pengawalan barang dan karyawan PTFI, serta patroli diwilayah Tembagapura dan kuala kencana pada saat siang dan malam hari. Kepolisian telah bekerja semaksimal mungkin untuk menjamin keamanan diwilayah pertambangan PTFI. Implementasi dari point-point tersebut telah terlaksana tetapi dalam pelaksanaannya, MoU tersebut menimbulkan efek yang lebih besar, yaitu keamanan wilayah pertambangan yang semakin tidak kondusif.
4.2.EFEKTIFITAS HUBUNGAN KERJASAMA Dilihat dari efektifitas MoU dalam jaminan keamanan wilayah pertambangan, MoU ini baru berjalan selama 2 tahun, terhitung dari pertama kali dilakukan perjanjian kerjasama pada tanggal 9 Mey 2009. Setelah sebulan MoU tersebut ditandatangani, keadaan diwilayah 62
Data diolah dari hasil penelitian lapangan diwilayah Lowland, PTFI dari tanggal 19-22 Maret 2012
71
pertambangan mulai bergejolak. Terjadi insiden penembakan yang kejadian-kejadiannya terjadi berurutan diwilayah jalur utama suplai PTFI.
Tingkat kriminalitas yang terjadi diwilayah pertambangan paska pembuatan MoU mencapai tingkatan yang tinggi. Kemudian pada tanggal 8 Maret 2010, ditandatangani MoU baru, yang perbedaannya hanya di penambahan jumlah pasukan untuk mengamankan wilayah pertambangan PTFI.63 Kesalahan pun saling ditudingkan satu sama lain, Kepolisian menuduh TNI sebagai dalang dibalik semua kejadian penembakan diwilayah PTFI, dengan dalih bahwa Kepolisian telah mengambil tugas TNI.64 PTFI sendiri menuduh Kepolisian dan TNI sebagai dalang dibalik penembakan yang terjadi.65 TNI sendiri mengatakan “Polisi datang untuk mengamankan, TNI datang untuk membunuh”. TNI menyatakan bahwa kejadian penembakan diwilayah PTFI merupakan murni perbuatan OPM, yang menuntut kemerdekaan dari NKRI.66 Sedangkan masyarakat yang berdomisili diwilayah Mimika, baik masyarakat pemilik hak ulayat ataupun masyarakat pendatang sendiri beranggapan bahwa PTFI merupakan lahan proyek bagi semua masyarakat yang berada diwilayah tersebut.67 Masyarakat tersebut menyatakan bahwa situasi penembakan yag terjadi diwilayah PTFI adalah situasi yang 63
Data diolah dari hasil Analisa Evaluasi Kasus-Kasus Menonjol diwilayah PTFI sebelum penandatangan MoU dan paska penandatangan MoU, di Polsek Mimika Baru, Polres Mimika. 64 Data diolah dari hasil wawancara dengan Kasat Pam Obvit Polres Mimika, Tgl 16 Maret 2012 65 Data diolah dari hasil wawancara dengan SUPTD SRM AOR3#, poss 400 Kuala Kencana 66 Data diolah dari hasil wawancara dengan Intel Kopassus, Satgas Amole Tgl 15 Maret 2012 67 Data diolah dari hasil wawancara dengan Dir LSM SKP Keuskupan Timika. Tgl 21 Maret 2012
72
dikondisikan oleh TNI maupun Polri, agar TNI dan Polri mendapatkan proyek pengamanan objek vital nasional diwilayah PTFI. Kriminalitas yang sering terjadi diwilayah pertambangan PTFI adalah penembakan yang oleh Kepolisian sering disebut sebagai kelompok kriminal bersenjata atau orang tak dikenal (OTK). Sedangkan TNI menyebut mereka sebagai gerakan separatis yang dilakukan oleh OPM. Selain penembakan wilayah pertambangan adalah wilayah yang rawan dengan kriminalitas pencurian dan penjarahan barangbarang milik PTFI yang berada diwilayah PTFI dan pelanggaran batas dulang yang ditetapkan oleh PTFI kepada masyarakat lokal yang melakukan pendulangan di limbah pembuangan tailing. Dari data ini frekuensi penembakan yang terjadi 3 tahun sebelum penandatangan MoU dalam setahun hanya terjadi beberapa kali, dibandingkan frekuensi penembakan yang terjadi setelah 3 tahun dihitung sejak penandatangan MoU.
73
4.2.1 Presentase Kriminal Sebelum Penandatangan MoU Tabel 4 presentase kriminal sebelum Mou
40 35 30 25 20 2006
15
2007
10
2008
5 0 Penembakan
Pencurian
langgar batas dulang
Data diolah dari hasil analisa kasus menonjol wilayah PTFI, tahun 2006, 2007 dan 2008. Data didapat dari Dir Reskrim Umum, ruangan Analisa Evaluasi Polda Papua.
4.2.2. Presentase Kriminal Setelah Penandatangan MoU Tabel 5, Presentase criminal sesudah MoU
30 25 20 2009
15
2010
10
2011
5 0 Penembakan
pencurian
langgar batas dulang
Data diolah dari hasil analisa kasus menonjol wilayah PTFI, tahun 2009, 2010 dan 2011. Data didapat dari Dir Reskrim Umum, ruangan Analisa Evaluasi Polda Papua.
Pada tahun 2006, 2007 dan tahun 2008, presentase kasus penembakan diwilayah pertambangan sekitar 2 sampai dengan 3 kasus dalam setahun.
74
Kasus pencurian harta benda milik PTFI. Presentase kriminalitas setelah penandatangan MoU antara PTFI dengan Kepolisian. Tahun 2009 adalah tahun pertama penandatangan MoU yang dilakukan oleh PTFI dengan Kepolisian pada bulan Mey, setelah sebulan penandatangan MoU dilakukan kasus penembakan diwilayah PTFI mencapai 19 kasus penembakan. Sasaran penembakan yang dilakukan adalah
Karyawan
PTFI,
truk-truk
yang
memuat
suplai
utama
pertambangan dan Kepolisian. Pada tahun 2010, kasus penembakan mencapai 7 kasus dan mulai meningkat pada tahun 2011 yaitu 13 kasus penembakan. Pada saat hubungan kerjasama tahun 2009, kasus pencurian mengalami penurunan tetapi kembali meningkat tahun 2010 dan 2011. Hubungan kerjasama PTFI dengan Kepolisian tidak mempengaruhi kasus pelanggaran batas dulang, karena kasus pelanggaran batas dulang tetap terjadi dalam skala yang tinggi. sekitar 20 kasus setiap tahun dan kasus pelanggaran batas dulang sekitar 35 kasus dalam setahun.
4.2.3.
Peta Lokasi Pengamanan
75
Didalam peta lokasi pengamanan, wilayah yang rentan dengan tindakan penembakan adalah batas wilayah lowland dan highland, yaitu dimulai dari Mile Point (MP) 50. Wilayah ini adalah wilayah tanjakan menuju pegunungan nemangkawi tempat penambangan di Grasberg.
76
Keamanan diwilayah ini didominasi oleh TNI, dimana jumlah TNI yang lebih banyak dari Kepolisian. Diwilayah ini juga beberapa anggota Kepolisian sering diserang dan terjadi saling menembak dengan gerombolan kriminal bersenjata. Berbagai kasus penembakan diwilayah MP 50 sampai dengan MP 60 membuat saling curiga antara kepolisian dengan TNI. Dilihat dari korban penembakan yang kebanyakan adalah karyawan PTFI dan anggota Kepolisian, wilayah penembakan yang adalah wilayah pengamanan TNI dan jenis peluru yang yang digunakan adalah jenis peluru yang diproduksi oleh PT Pindad, yang memproduksi senjata dan peluru bagi TNI dan Polri.Yang memperkuat tuduhan Kepolisian kepada TNI adalah, jika anggota Kepolisian yang melewati wilayah MP 50, pasti terjadi kontak senjata dengan kelompok bersenjata. Tetapi kejadian kontak senjata dengan anggota TNI yang menjaga keamanan diwilayah itu jarang terjadi dan anggota TNI yang bertugas diwilayah itu tidak ditembak.68
Masalah lain yang membuat situasi wilayah PTFI semakin tidak kondusif adalah adanya perang suku yang skala terjadinya hampir setiap hari. Banyak hal yang memicu terjadinya perang suku tersebut, faktor terjadinya perang suku seringkali diakibatkan oleh masalah hak ulayat pendulangan di area pembuangan limbah tailing oleh masyarakat setempat.69 Kemudian masalah perselingkuhan atau masalah perempuan. Masalah – masalah ini yang sering memicu terjadinya perang suku setiap 68
Data diolah dari hasil wawancara dengan Kasat PAM Obvit Polres Mimika Tgl 16 Maret 2012
77
saat, dan korban dari perang suku tersebut pun tidak dapat dihitung lagi. Lokasi sering terjadi perang suku juga berada dalam lokasi PTFI. Kepolisian mempunyai tugas yang sangat berat untuk menciptakan situasi yang kondusif diwilayah ini. Bagi kepolisian hubungan kerjasama dengan PTFI adalah semakin memperberat tugas dan fungsi kepolisian khususnya Kepolisian Resort Mimika. 4.3. KENDALA DALAM PELAKSANAAN KERJASAMA 4.3.1. Kendala Teknis Secara teknis kendala dalam pelaksanaan MoU ini adalah kondisi lokasi yang terpencil dan geografis wilayah. Wilayah PTFI dimulai dari MP 50 sampai Grasberg adalah wilayah pegunungan yang jurangnya sangat terjal, dan dilokasi ini juga yang sering terjadi penembakan, sehingga sulit bagi kepolisian untuk melakukan pengejaran dilokasi seperti itu ketika terjadi penembakan.70 Kendala berikutnya adalah suhu udara yang mencapai 10o celcius dimalam hari sehingga dalam melaksanakan tugas, banyak dari petugas kepolisian ini terkena penyakit pada saat bertugas. Penyakit yang sering terkena pada aparat keamanan ini adalah penyakit paru-paru basah, kemudian penyakit berikutnya adalah penyakit malaria. Kebanyakan dari aparat kepolisian ini tidak sanggup bertugas diwilayah PTFI yang dimulai dari MP 50 sampai dengan Grasberg.
4.3.2. Kendala Substansi 69
Data diolah dari hasil analisa evaluasi kasus menonjol wilayah PTFI, Polres Mimika
78
a. Konflik Kepentingan Wilayah PTFI merupakan lahan proyek bagi oknum-oknum mengkondisikan ketidak stabilan keamanan diwilayah PTFI, dalam arti keamanan yag tidak kondusif diwilayah pertambangan merupakan sesuatu yang dipelihara oleh oknum-oknum tertentu. Sehingga konflik yang terjadi diwilayah PTFI merupakan konflik kepentingan. Paska penandatangan MoU yang dilakukan oleh PTFI dengan Kepolisian membuat Kepolisian mempunyai Job yang besar, yaitu pengamanan wilayah pertambangan. Agar semua pihak mendapatkan keuntungan dalam Job pengamanan maka keadaan yang tidak kondusif ini harus terpelihara dengan baik.
b. Aturan Perundangan versus MoU Kepolisian
merupakan
institusi
yang
berwenang
menyelenggarakan dan melaksanakan upaya pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat serta melindungi kepentingan nasional. Dalam
penandatangan
MoU
ini
dilandaskan
pada
Keputusan Presiden No 63 Tahun 2004, tentang pengamanan objek vital nasional dan keputusan Menteri Energi dan Sumber daya Mineral No 1762 K/07MEM/2007 tentang pengamanan objek vital disektor Energi dan Sumber daya Mineral, maka PTFI 70
Data diolah dari hasl wawancara dengan petugas Kepolisian di Pos MP 21
79
telah ditetapkan sebagai objek vital nasional yang perlu dijaga keamanannya. Wilayah MP 50 sampai dengan MP 60 merupakan wilayah organik, diwilayah ini diduga sebagai markas OPM yang menuntut desintegrasi dari NKRI. Sehingga wilayah ini ditetapkan sebagai wilayah organic. Dalam UU No 63 Tahun 2004, Pasal 8 menyatakan “Wilayah objek vital nasional yang merupakan bagian organic atau termasuk dalam lingkungan Tentara Indonesia, diserahkan kepada Tentara Indonesia”. Sedangkan MoU yang dibuat adalah hubungan kerjasama antara PTFI dengan Kepolisian, dalam hal ini PTFI telah menyerahkan keamanan wilayah pertambangan kepada Kepolisian. Tetapi pada batas – batas tertentu adalah tugas tentara untuk mengamankan.
c. Kritikan LSM – LSM Kendala lainnya datang dari kritikan LSM - LSM dan pandangan masyarakat awam yang menurut Kepolisian dan PTFI adalah selalu LSM menilai hubungan kerjasama ini menjadikan Kepolisian bersikap tidak netral dalam menyelesaikan masalah, LSM menyatakan bahwa Kepolisian merupakan Polisi Freeport dan hanya membela kepentingan-kepentingan PTFI.71 Masyarakat menilai bahwa dana yang dibayar PTFI untuk menjaga keamanan jumlahnya lebih besar dibanding dengan dana PTFI terhadap Corporate Social Responsibility atau dana 71
Data diolah dari hasil wawancara dengan Dir LSM SKP, Keuskupan Timika Tgl 21 Maret 2012
80
kesejahteraan masyarakat pemilik hak ulayat. Sehingga melalui LSM, masyarakat awam menyampaikan aspirasinya yang menurut kepolisian terlalu menjustifikasi kinerja Kepolisian.
4.4. Posisi Negara Tuan Rumah
Sebagai Negara tuan rumah, Indonesia mempunyai peran yang sangat besar dalam menjamin keamanan perusahaan MNC’s diwilayah kedaulatannya. Dalam rangka mendukung penyelenggaraan hubungan dan kerjasama luar negeri yang terarah dan berlandaskan kepastian hukum yang lebih kuat, pemerintah Indonesia telah memberlakukan UU No 37 Tahun 1999 tentang hubungan luar negeri72 dan UU No 24 Tahun 1999 tentang perjanjian internasional.73 Landasan perusahaan MNC’s dalam menanamkan modal diatur dalam UU No 11 Tahun 1970 tentang penanaman modal asing.74 Berbeda dengan perusahaan MNC’s lainnya di Indonesia. Peran pemerintah melalui aturan undang-undang yang berlaku dinegeri ini, PTFI menjadi salah satu perusahaan MNC’s yang dinasionalisasikan didalam UU agar mendapatkan jaminan keamanan. 72
UU No 37 Tahun 1999 Tentang hubungan Luar Negeri
81
Pemerintah melalui melalui Keputusan Presiden nomor 63 dan keputusan menteri ESDM mengeluarkan surat keputusan No 1762 tahun 2007, dimana didalam SK ini PTFI ditetapkan sebagai OVN. Dan sebagai OVN, PTFI yang notabene merupakan perusahaan MNC’s wajib mendapatkan perlindungan dari pemerintah dan aparat keamanan.
BAB V PENUTUP 5.1
KESIMPULAN Hubungan kerjasama yang dilakukan oleh PTFI dengan Kepolisian
Republik Indonesia pada dasarnya telah menaati peraturan perundang – undangan yang berlaku di Republik Indonesia. Hubungan kerjasama ini berkaitan
dengan pelayanan Kepolisian terhadap jaminan keamanan
diwilayah pertambangan PTFI. MoU yang dibuat antara PTFI dengan Kepolisian bertujuan untuk menegaskan point-point yang harus dilakukan oleh Kepolisian dalam menjalankan tugas pengamanan dan PTFI sebagai pihak yang meminta pengamanan. Dampak dari hubungan kerjasama ini belum dapat mengkondusifkan keamanan diwilayah pertambangan. Artinya, pengamanan kepolisian terhadap asset dan karyawan PTFI lebih dioptimalkan
daripada
pengamanan
pertambangan.
73 74
UU No 24 Tahun 1999 Tentang Perjanjian Internasional UU No 11 Tahun 1970 Tentang Penanaman Modal Asing
82
masyarakat
diwilayah
area
Disisi lain keberadaan PTFI sangat berarti bagi pemerintah Indonesia. Keberadaan PTFI menanggulangi tingkat pengangguran bagi sebagian besar masyarakat Papua dan masyarakat non-Papua. PTFI adalah perusahaan multinasional yang menggunakan system padat karya, dimana PTFI menerima pekerja orang Indonesia sebanyak mungkin tanpa melihat basic dasar orang tersebut.
Sampai saat ini sekitar 30.000 karyawan
menggantungkan hidupnya pada perusahaan ini.
Keberadaan PTFI juga membawa keberadaban bagi suku yang mendiami pegunungan nemangkawi, tempat lokasi pertambangan PTFI. Sehingga penghargaan masyarakat terhadap keberadaan PTFI sangat penting, dan jangan menuntut agar menutup perusahaan ini. Memprotes, mengkritik dan memberi saran pada kebijakan PTFI adalah hak masyarakat.
Mendukung hubungan kerjasama PTFI dengan Kepolisian adalah hal yang baik, karena ketikstabilan keamanan diwilayah pertambangan bukan karena Kesalahan Kepolisian, tetapi kesalahan pihak – pihak yang mempunyai kepentingan dengan mengkondisikan keadaan ini. Gangguan keamanan diwilayah PTFI bukan murni dilakukan oleh OPM, tetapi mereka disebut sebagai OPM pinggiran kota yang mendapatkan penghasilan untuk hidup dengan memanfaatkan situasi dengan melakukan gangguan terhadap keamanan. Mereka adalah binaan pihak-pihak tertentu, dengan begitu keadaan ini tetap terpelihara dan semua pihak mendapatkan keuntungan.
83
5.2
SARAN 5.2.1
Kepada Pemerintah
Selama ini peran pemerintah dalam memelihara ketertiban dalam masyarakat dinilai kurang optimal. Pemerintah harus berperan penting dan mengambil berbagai tindakan dan kebijakan strategis, yang antara lain adalah:
a. Pemerintah melalui komisi A DPRD, harus mengambil bagian dalam hubungan kerjasama PTFI dengan Kepolisian. Memantau keberadaan anggota TNI dan kepolisian yang bertugas menjaga wilayah keamanan PTFI b. Pemerintah harus menjadi mediasi yang baik, dan penghubung antara masyarakat awam, LSM, PTFI dan Kepolisian dalam mengklarifikasi dan mensosialisaskan hubungan kerjasama PTFI dan Kepolisian kepada masyarakat pada umumnya. c. Pemerintah harus segera melakukan upaya nyata dan terukur untuk menyelesaikan berbagai kasus Freeport. Pertambangan Freeport di Papua harus ditinjau ulang secara menyeluruh. Pemerintah harus segera membentuk panel independen melalui peraturan presiden yang terdiri dari para ahli hukum, lingkungan, sosial, ilmuwan, tokoh-tokoh HAM dan wakil masyarakat Papua.
84
d. Melakukan perubahan Kontrak Karya Freeport, yang lebih menguntungkan bagi negara pada umumnya dan bagi rakyat Papua pada khususnya. e. Melakukan evaluasi terhadap seluruh aspek pertambangan Freeport mulai dari pengelolaan lingkungan hidup, pengolahan hasil tambang, pelanggaran HAM serta sosial ekonomi. f. Memfasilitasi sebuah konsultasi penuh dengan penduduk asli Papua terutama yang berada di wilayah operasi Freeport dan pihak berkepentingan lainnnya mengenai masa depan pertambangan tersebut. g. Menindaklanjuti temuan-temuan pelanggaran hukum melalui instansi
yang
berwenang,
termasuk
diantaranya
sejumlah
pelanggaran hukum lingkungan, perpajakan, dan pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu dan saat ini. h. Memetakan dan mengkaji sejumlah skenario bagi masa depan Freeport di Tanah Papua, termasuk kemungkinan penutupan, pengurangan pengembalian
kapasitas
produksi,
keuntungan
bermartabat.
85
kepada
pengolahan rakyat
limbah, Papua
dan
secara
5.2.2. Kepada Kepolisian
Kepolisian sebagai pelindung dan pengayom masyarakat harus bersikap netral dan tidak bersikap seolah-olah membela kepentingan PTFI ketika terjadi konflik diwilayah PTFI. Selama ini masyarakat dan karyawan menilai bahwa Kepolisian lebih membela kepentingan PTFI ketika terjadi konflik. Hal ini dibuktikan dengan penembakan yang dilakukan oleh Kepolisian terhadap Karyawan PTFI ketika terjadi pemogokan kerja dan pemalangan jalur utama suplai PTFI. Kepolisian harus mengambil berbagai tindakan untuk mengefetivkan MoU yang dilakukan oleh PTFI dengan Kepolisian, antara lain:
a. Mensosialisasikan MoU yang dibuat oleh PTFI dengan Kepolisian terkait jaminan keamanan wilayah pertambangan kepada masyarakat awam pada umumnya dan LSM-LSM serta kaum intelektual yaitu pelajar dan mahasiswa. b. Membangun rasa nasionalisme atau Bhineka Tunggal Ika dengan instansi pertahanan yaitu TNI serta membangun hubungan yang baik. c. Bersikap netral dan menghargai nilai-nilai social masyarakat tujuh suku yang berdiam diwilayah pertambangan PTFI. d. Membuat kesepakatan dengan TNI tentang jaminan keamanan diwilayah pertambangan PTFI.
Hubungan kerjasama yang dilakukan PTFI dengan Kepolisian telah melalui prosedur yang benar dan tunduk terhadap UU dan peraturan yang berlaku di Republik ini. Yang harus dilakukan oleh PTFI dan Kepolisian
86
adalah harus mensosialisasikan hubungan kerjasama ini kepada masyarakat awam, sehingga pandangan-pandangan awam terhadap hubungan kerjasama ini tidak menjadi kendala bagi efektifitas kepolisian dalam menjalankan tugas dan kewajibannya menjaga ketertiban dan keamanan.
87
DAFTAR PUSTAKA Alwasilah A.Chaedar.2002. Pokoknya Kualitatif. Jakarta : Pustaka Jaya Giay, Benny & Kambai,Yafet.2003.Yosepha Alomang. Jayapura: Katalog Dalam Terbitan Holsti, K.J. Politik Internasional, Kerangka untuk analisis. Jilid II. Terj: Tharir. M.A. Jakarta: Erlangga Hartman, Frederick. 1967. The Relations of Nations. New York: HarperCollins Jamil M.Muksin(ed).2007.Mengelola Konflik dan Membangun Damai. Semarang: WMC Krey H.Johannes.2010.Kontrak Karya PT Freeport Indonesia. Bandung: Logos Publishing Mealey A,George. 1999. Grasberg. Jakarta: Jayakarta Agung Offset Sadjijono.2010.Memahami Hukum kepolisian. Jogjakarta: Laksbang Presindo Soehoed, A.R. 2005. Membangun Tambang Diujung Dunia. Jakarta: Aksara Karunia Sulistyo, Hermawan. 2009 . Keamanan Negara Keamanan Nasional dan Civil Society. Jakarta: Grafika Indah Tangkilisan. 2005. Manajemen Publik Extern maupun Intern . Jakarta : Pustaka Jaya Wilson Forbes. 1981. The Conquest of Copper Mountain. Singapore: Tien Wah Press Jurnal Study Kepolisian edisi 059, Konflik Sosial, Jakarta: dit PTIK Jurnal PT Freeport Indonesia. 2000 . Profil PTFI. Jakarta: Corporate Communications Department Jurnal PT Freeport Indonesia. 2002 .Tekad Nyata bagi Masyarakat. Jakarta: Corporate Communications Department 88
Jurnal PT Freeport Indonesia. 2002 .Nilai Mendasar. Jakarta: Corporate Communications Department Jurnal PT Freeport Indonesia. 2007 . Berkarya Menuju Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta: Corporate Communications Department Jurnal PT Freeport Indonesia. 2010. Social Outreach and Local Development Community Relations. Jakarta: Corporate Communications Department Majalah Emudai ( Papua Cultural Studies). No 6/Tahun II/February 2012 Laporan Kasus Menonjol POLDA PAPUA 2009 sampai dengan 2011 Laporan Kasus Menonjol POLRES MIMIKA 2006 sampai dengan 2011 Nota Kesepahaman antara PTFI dengan Kepolisian Tentang Pengamanan wilayah dan Kegiatan Usaha Pertambangan PTFI di Wilayah Hukum POLDA Papua UU No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia UU No 63 Tahun 2004 Kep.pres Tentang Objeck Vital Nasional UU No 37 Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri UU No 24 tahun 1999 Tentang perjanjian Internasional UU No 11 Tahun 1970 Tentang Penanaman Modal Asing UU No 25 Tahun 2007 Tentang penanaman Modal UU No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (Corporate Social Responsibility) TAP MPR No VI/MPR/2000 Tentang Pemisahan TNI dan POLRI TAP MPR No VII/MPR/2000 Tentang Peran TNI dan POLRI SK No 736 Tahun 2005 Kep. Kapolri Tentang Pengamanan Objeck Vital SK No 1762 Tahun 2007 Kep. Men. ESDM Tentang Objeck Vital
http://www.tempo.co/read/news/2011/11/09/063365755/Polisi-PakaiDasar-Ini-untuk Terima-Duit-Freeport/ http://www.tempo.co/read/news/2012/02/15/Terima-dana-freeport-polisidinilai-berkhianat
89
http://www.FutureIndonesiaIndependentParty.com/Posisi-dan-statuskepolisian-Indonesia/ http://www.antara.com/read/2001/11/05/Kapolda-pimpin-pengamananFreeport/ http://www.bintangpapua.com/dialog-jalan-damai-bagi-papua/ http://www.hu-pakuan.com/dinamic/bermartabat/2011/11/16/freeportberperan-pada ketegangan-dipapua http://www.artikel3.com/topik/pengertian+teori+kerjasama.html
90
LAMPIRAN 3 Bersama AKBP Deny Eduard Siregar, menyerahkan Ijin Penelitian diwilayah hukum Polres Mimika.
Aktivitas Karyawan di terminal keberangkatan MP 21 Gorong-gorong, sebelum naik ke lokasi penambangan Grasberg.
Petugas Kepolisian dari POLRES Mimika yang bertugas di terminal keberangkatan MP 21, gorong-gorong.
Bersama karyawan dan
91
anggota internal keamanan PTFI, AOR 3 di MP 21
Bersama Bapak AKP Agustinus Tandibua, Kasat PAM Obvit Polres Mimika.
Bersama Bapak Virgo Solossa, Ketua DPC FSP KEP SPSI Kab Mimika. Pionpion Tuntutan buruh PTFI terhadap manajemen PTFI
Bersama Bapak Elminus Mom, Ketua Komisi A
92
DPRD
Gedung OB 1, Kantor Administrasi PTFI di Kuala Kencana.
Bersama Bapak S.P Morin, Kepala Security and Risk Department, PTFI
Bapak Branco Kaleseran, Staff Public Relations PTFI.
Kantor Security AOR 3#, Pos 400 Kuala Kencana
93
Bersama Bapak Dimetrius Mandobar, Kepala Security AOR 3# Pos 400 Kuala Kencana. Ruangan Pemantau wilayah Lowland PTFI, AOR 3#
Security AOR 3#
94
Bersama Bapak Pastor Saul Paulo, Direktur LSM SKP Keuskupan Mimika
95