Dampak ENSO terhadap Sumberdaya Air dan Masyarakat Lokal di Sulawesi Tengah - Laporan untuk Stakeholder -
1. Fenomena Iklim El Niño Southern Oscillation (ENSO) Produksi tanaman di daerah tropis memiliki kendala terhadap terjadinya keragaman iklim yang mana sering ditimbulkan akibat adanya fenomena ENSO. Di Indonesia, kejadian ENSO berhubungan erat dengan kondisi kemarau yang berkepanjangan (Gambar 1). Pada empat tahun ENSO antara periode 1973-1992, ratarata curah hujan tahunan hanya sekitar 67% dari rata-rata curah hujan selama kurun waktu 20 tahun pada dua jenis area tanaman utama yang terdapat di Pulau Jawa. Terdapat fakta bahwa bersamaan dengan terjadinya pemanasan global maka frekuensi dan besarnya dampak kejadian ENSO akan mengalami peningkatan selama abad 21.
Gambar 1. Deviasi Rataan Curah Hujan El Niño, November 1997 – April 1998. Sumber: National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA, 2004).
1
IMPENSO Laporan untuk Stakeholder
Kejadian ENSO meningkatkan kewaspadaan diantara para peneliti, masyarakat umum dan para pembuat kebijakan di negara yang mengalami dampak, hal ini berkaitan dengan dampak keragaman iklim pada manajemen sumberdaya alam dan ketahanan pangan.
Di Indonesia, ENSO semakin memperburuk masalah sosial ekonomi dan
lingkungan yang disebabkan oleh peningkatan tekanan populasi di daerah zona agroekologi. Untuk menentukan kebijakan yang tepat guna menanggulangi dampak ENSO dibutuhkan studi antar interdisipliner yaitu : (1). Didasarkan pada data biofisik dan sosial ekonomi dan model pada skala meso dan mikro, (2). Pendekatan partisipatif, pendekatan ini meliputi strategi tanggapan, reaksi dan adaptasi dari rumahtangga petani pedesaan dan masyarakat lokal.
2. Seputar Proyek IMPENSO IMPENSO (IMPact of ENSO) adalah proyek penelitian antar interdisipliner yang menyelidiki dampak ENSO pada sumberdaya air dan masyarakat lokal di sekitar daerah aliran sungai (DAS) Palu, Sulawesi Tengah. Proyek ini telah dimulai pada bulan September 2001. Secara keseluruhan, IMPENSO bertujuan mengidentifikasi kebijakan yang tepat untuk menanggulangi dampak ENSO. Guna pencapaian tujuan penelitian secara keseluruhan, IMPENSO mengkombinasikan data biofisik dan sosial ekonomi serta model pada skala meso dan mikro yang diukur melalui pendekatan partisipatif. IMPENSO terdiri dari tiga sub-proyek yang saling berkaitan dimana tujuan secara spesifik adalah sebagai berikut:
Sub proyek A : Klimatologi “Keragaman Iklim dan ENSO” Analisis keragaman curah hujan dan pola distribusi menggunakan data dari stasiun iklim yang telah ada dan stasiun yang baru dibuat. Pengujian hasil model numerik skala global dari ‘European Centre for Mediumrange Weather Forecast’ (ECMWF) dan menggunakan model ini dengan model iklim regional hidrostatis REMO. Penurunan skala model REMO untuk memecahkan masalah iklim pada kondisi area penelitian yang berupa daerah pegunungan. 2
IMPENSO Laporan untuk Stakeholder
Prediksi kondisi atmosfir dan air tanah di daerah penelitian untuk skala waktu beberapa bulan.
Sub-proyek B : Hidrologi “Dampak ENSO pada Neraca Air” Pemasangan alat pencatat otomatis ketinggian permukaan air sungai guna menganalisis pola aliran sungai. Penerapan model distribusi hidrologi WaSiMETH dan penggabungan parameter iklim regional yang telah disediakan oleh sub proyek A. Pengukuran dampak keragaman iklim dan perubahan penggunaan lahan pada neraca air. Simulasi iklim dan skenario penggunaan lahan dengan menggunakan model hidrologi yang tepat terhadap kecenderungan ketersediaan air di masa yang akan datang, nantinya digabungan dengan Sub-proyek C.
Sub-proyek C : Sosial Ekonomi “Sosial Ekonomi dan Implikasi Kebijakan terhadap Kejadian ENSO” Menyelidiki strategi tanggapan yang dapat dilakukan rumahtangga petani akibat kejadian ENSO yang berkaitan dengan kekeringan, dengan menggunakan pendekatan partisipatif. Melakukan analisis ketahanan rumahtangga terhadap kejadian ENSO dan membangun model linear programming guna keperluan simulasi pengambilan keputusan yang dilakukan oleh rumahtangga petani, dengan cara menggabungkan data yang dihasilkan oleh sub proyek A dan sub proyek B. Berdasarkan model simulasi tersebut, dapat dibuat rekomendasi kebijakan bersama dengan pembuat kebijakan di daerah setempat.
3
IMPENSO Laporan untuk Stakeholder
3. Daerah Penelitian IMPENSO Daerah penelitian IMPENSO berada di sekitar daerah aliran sungai Palu, propinsi Sulawesi Tengah (Gambar 2). Daerah aliran sungai ini mencakup area 2.694 km2 yang memiliki karakteristik keragaman biofisik dan sosial ekonomi yang tinggi. Di daerah pesisir sekitar ibukota Palu, yang memiliki empat sampai enam bulan kering dan curah hujan tahunan hanya 600 mm/tahun, menyebabkan daerah tersebut merupakan salah satu daerah terkering di Indoensia. Kondisi iklim dapat berubah secara drastis di daerah dekat pegunungan dimana curah hujan bisa mencapai 2.000 mm/tahun. Populasi daerah penelitian berkisar 30.000 jiwa. Keragaman suku penduduk asli meningkat dikarenakan adanya kedatangan penduduk dari luar daerah. Seperti pada umumnya daerah pedesaan, daerah penelitian memiliki karakteristik adanya kemiskinan dan kebanyakan populasi menyadarkan diri pada produksi pertanian. Hal ini ditunjukkan pada daerah lembah Palu merupakan area tanaman padi yang penting, dan juga pada daerah yang berada pada ketinggian yang tinggi, padi dan kakao merupakan dua tanaman utama yang tumbuh.
Gambar 2. Daerah Penelitian IMPENSO, Daerah Aliran Sungai Palu, Sulawesi Tengah.
4
IMPENSO Laporan untuk Stakeholder
4.
Hasil Penelitian Sub Proyek A
4.1 Latar belakang dan Metodologi Walaupun propinsi Sulawesi Tengah terletak di sekitar sabuk ekuator, namun keadaan iklim di wilayah tersebut tergolong ekstrim kering. Parameter iklim yang penting di daerah tropis adalah curah hujan. Maka untuk mengetahui keadaan iklim di wilayah penelitian, data iklim khususnya curah hujan telah dianalisis. Eksplorasi data curah hujan ini meliputi sebagian besar wilayah Sulawesi Tengah untuk mengetahui gambaran umum iklim di wilayah penelitian dan sekitarnya. Mengingat tingginya variabilitas curah hujan di Sulawesi Tengah menurut skala ruang dan waktu, maka perlu di lakukan perwilayahan curah hujan ke dalam kelompok yang memiliki kesamaan pola. Perwilayahan curah hujan ini sangat bermanfaat misalnya untuk pengaturan jadwal tanam suatu jenis komoditi. Berdasarkan data historis dari periode 1979–1997 pada 33 lokasi pengamatan curah hujan, telah dibuat pengelompokan tipe curah hujan menggunakan analisis gerombol (Cluster Analysis). Pengaruh El Niño terhadap kondisi iklim dapat mengakibatkan musim kemarau yang berlangsung lebih lama dan lebih kering dari keadaan normalnya. Sebaliknya dampak peristiwa La Niña, menyebabkan curah hujan selama periode musim kemarau menjadi lebih tinggi. Untuk mengetahui dampak ENSO terhadap variabilitas curah hujan di daerah penelitian, data historis curah hujan bulanan dikelompokan ke dalam tahun-tahun kejadian El Niño dan La Niña dan dibuat rata-rata. Definisi tahun ENSO yaitu El Nino atau La Niña didasarkan pada definisi episode panas dan dingin suhu permukaan laut di Samudera Pasifik yang dibuat oleh lembaga administrasi kelautan dan atmosfer Amerika Serikat (NOAA). Dengan definsi dari NOAA tersebut maka peristiwa El Niño dengan intensitas yang tinggi terjadi pada tahun 1982, 1987 dan 1992 dan peristiwa La Niña terjadi pada tahun-tahun 1988/1989/1990. Untuk studi masalah iklim, parameter atmosfer telah di modelkan dan di kuantifikasi dengan model iklim regional. Mengacu pada kerapatan skala mendatar, maka terdapat beberapa model iklim regional yang gunakan secara berjenjang. Model iklim yang telah diterapkan pada daerah penelitian IMPENSO adalah REMO 1/6° (Regional Model) dari MPI Hamburg dengan ukuran grid 18 x 18 km. Data masukan yang diperlukan untuk melakukan simulasi iklim ini adalah dari model yang sama (REMO ½°) pada ukuran grid 50 x 50 km yang mencakup seluruh 5
IMPENSO Laporan untuk Stakeholder
wilayah Indonesia (Aldrian, 2003). Data reanalisis dari pusat prediksi cuaca jangka menengah Eropa (ECMWF) digunakan sebagai masukan untuk REMO ½. Untuk ukuran grid yang lebih kecil (resolusi tinggi) maka model atmofer yang digunakan adalah MM5 dari PSU/NCAR Amerika Serikat dan LM dari Badan Meteorologi Jerman (DWD). Simulasi iklim dengan model REMO 1/6 mencakup seluruh pulau Sulawesi, sebagian timur Kalimantan dan sebagian Maluku. Daerah penelitian IMPENSO di Sulawesi Tengah terletak hampir di tengah-tengah dari wilayah model REMO. Simulasi iklim yang telah dilakukan menggunakan data dari ECMWF yang tersedia setiap 6 jam, dengan periode waktu 1979 sampai 1999. Pengaruh ENSO tidak hanya pada iklim namun juga berpengaruh terhadap fluktuasi cuaca pada skala harian. Curah hujan ekstrim sering kali terjadi pada bulanbulan di musim hujan pada saat terjadinya peristiwa La Niña. Keadaan topografi di Sulawesi Tengah sangat bervariasi dalam jarak yang dekat, sehingga juga menghasilkan variasi curah hujan yang sangat tinggi. Untuk mempelajari kondisi cuaca ekstrim yang terjadi pada suatu hari, maka telah diaplikasikan model prakiraan cuaca numerik beresolusi tinggi (5 km) di daerah penelitian IMPENSO. Model prediksi cuaca numerik yang digunakan adalah MM5 dari PSU/NCAR Amerika Serikat. Model MM5 (Grell, et. al., 1995) dikonfigurasi untuk dua daerah model masing-masing berskala mendatar 15 x 15 km (domain1) dan 5 x 5 km (domain2) yang meliputi pulau Sulawesi dan daerah penelitian IMPENSO di Sulawesi Tengah. Prediksi cuaca dengan model MM5 telah dilakukan untuk periode 3 hari, dimulai tanggal 3 Oktober jam 00.00 GMT. Model ini dijalankan dengan masukan data dari data prakiraan model global GFS (AVN NCEP) yang tersedia setiap 6 jam. Model MM5 ini dirancang untuk dijalankan secara rutin membuat perkiraan harian yang hasilnya tersedia setiap jam 05 GMT untuk jangka perkiraan cuaca dua hari mendatang.
4.2 Hasil dan Kesimpulan Pewilayahan Curah Hujan Dengan menggunakan analisis gerombol, maka dari jumlah 33 lokasi pengamatan curah hujan telah terkelompok menjadi 12 pola hujan yang memiliki kesamaan sifat dalam hal pola distribusi curah hujan bulanan. Masing-masing pola diwakili oleh satu sampai sembilan lokasi yang memiliki kesamaan jumlah curah hujan dan variasi 6
IMPENSO Laporan untuk Stakeholder
bulanan. Untuk analisis lebih lanjut, maka digunakan batasan nilai musim hujan dan kemarau sebesar 150 mm. Sebagian besar pola hujan di wilayah Sulawesi Tengah memiliki variasi bulanan dengan nilai curah hujan bulanan kurang dari 200 mm. Periode musim hujan dan kemarau untuk setiap daerah tipe hujan di Sulawesi Tengah tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1. Periode Musim Hujan dan Kemarau pada Setiap Daerah Tipe Hujan di Sulawesi Tengah Tipe Hujan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Lokasi
Periode Musim Kemarau Balaroa,Januari - Desember
Palu, Bora, Tolae, Tawaeli, Biromaru Palolo, Kalawara, Lalos, Libok,Januari – Desember Ongko, Tampiala, Wuasa, Matikole, Dolo Kamba, Lamadong, Lambunu Juli – Desember Parigi, Hek Bunta Agustus – April Singkoyo September – April Mayoa, Pandayora Agustus – September Waru September – April Poso Juli – September Agung Agustus – Maret Kulawi, Toaya Agustus – September Marowo, Balantak, Luwuk Januari - Desember Kolonodale, Lampasio September – Februari
Panjang Periode Musim Musim Hujan Kemarau 12 -
Panjang Musim Hujan 0
12
-
0
6 9 8 2 8 3 8 2 12 6
Januari – Juni Mei – Juli Mei – Agustus Oktober – Juli Mei – Agustus Oktober – Juni April – Juli Oktober - Juli Maret - Agustus
6 3 4 10 4 9 4 10 0 6
Dari Tabel 1, dapat di ketahui bahwa permulaan musim kemarau bervariasi dari bulan Juli sampai September, sedangkan untuk musim hujan variasinya sangat banyak. Terdapat satu daerah tipe hujan yang memulai musim hujan di bulan Januari, satu daerah tipe hujan musim hujannya mulai bulan Maret, satu daerah tipe pada bulan April, tiga daerah pada bulan Mei dan tiga daerah pada bulan Oktober. Panjangnya musim kemarau bervariasi dari dua hingga 12 bulan dan musim hujan bervariasi dari nol hingga 10 bulan.
Pengaruh ENSO terhadapVariabilitas Curah Hujan Pengaruh ENSO terhadap variabilitas curah hujan di wilayah penelitian IMPENSO dapat dilihat pada Gambar 3. Di daerah Palu, curah hujan di bawah rata-rata akibat pengaruh El Niño terjadi dari Juni sampai Desember sementara akibat pengaruh La Niña yaitu curah hujan lebih tinggi dari rata-ratanya pada periode yang sama. Di Kulawi, dampak ENSO terjadi pada periode bulan April sampai Oktober. Di Bora pengaruh ENSO terjadi dari bulan Juni sampai November. Untuk daerah lainnya di 7
IMPENSO Laporan untuk Stakeholder
Sulawesi Tengah, pola curah hujan bulanan
Curah Hujan Bulanan Bora
akibat pengaruh ENSO cukup bervariasi
600 ALL NINO
namun menunjukkan pola yang sama yaitu
NINA
500
CH (mm)
150mm
400
curah hujan lebih tinggi pada tahun La Niña
300
dan lebih rendah pada saat terjadi peristiwa El Niño.
200
100
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Simulasi Iklim Regional
rainfall (mm)
Bulan
600
Model REMO dapat menjelaskan
500
dampak ENSO terhadap penurunan curah
400
hujan pada tahun El Niño 1982/83,
300
1986/87, 1991 dan 1993. Rata-rata dampak
200
ENSO pada beberapa tahun La Niña and El
100
Niño di wilayah penelitian IMPENSO dapat dilihat pada Gambar 4. Pengaruh ENSO
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
terhadap variabilitas curah hujan dari hasil
month
Curah Hujan Bulanan Kulawi
simulasi model dan dari data pengamatan
600 ALL
menunjukkan
NINO NINA
500
150mm
pengaruh
ENSO
terjadi pada periode musim kemarau (Juli –
400
CH (mm)
bahwa
Oktober). Data curah hujan dari salah satu
300
lokasi (Kulawi) juga menunjukkan adanya
200
pengaruh
100
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
ENSO
di
daerah
tersebut
(Gambar 5). ENSO intensitas tinggi yang
Bulan
Gambar
3.
Variabilitas
Pengaruh Curah
ENSO
Hujan
di
terhadap Beberapa
Lokasi Daerah Penelitian IMPENSO.
terjadi
pada
tahun
1987
dan
1997
ditunjukkan oleh nilai index SOI yang negatif
dan
berkorelasi
dengan
penyimpangan curah hujan. Unsur meteorologi yang penting di daerah tropik adalah curah hujan. Oleh karena itu jumlah curah hujan dapat dijadikan indikator atas keberhasilan suatu model iklim. Data pengamatan curah hujan juga lebih banyak tersedia dibanding unsur lain, walupun distribusinya tidak seragam. Validasi model untuk unsur curah hujan dilakukan dengan
8
IMPENSO Laporan untuk Stakeholder
cara membagi daerah model ke dalam beberapa sub model yang salah satunya adalah daerah penelitian IMPENSO. 250
250
Non ENSO El Nino La NIna
200
150
Percentage of precipitation
Percentage of precipitation
200
Non ENSO El Nino La Nina
100
50
150
100
50
0
0 Jan
Feb
Mrz
Apr
Mai
Jun
Jul
Aug
Sep
Okt
Nov
Dez
Jan
Feb
Mrz
Apr
Mai
Jun
Jul
Aug
Sep
Okt
Nov
Dez
Gambar 4. Presentase Rataan Curah Hujan Bulanan di Daerah Penelitian IMPENSO pada Situasi ENSO yang berbeda (Tahun El Niño, La Niña, Non ENSO). Keterangan : Hasil simulasi model REMO (kiri) dan data pengamatan (kanan).
Banyaknya curah hujan dari data pengamatan dan hasil simulasi model di daerah penelitian IMPENSO dan di Sulawesi Selatan dapat dilihat pada Gambar 6. Kedua daerah tersebut menunjukkan kondisi topografi yang berbeda. Validasi curah hujan hasil simulasi REMO 1/6° di daerah yang relatif datar (Sulawesi Selatan) menunjukan korelasi yang cukup baik sementara untuk daerah penelitian IMPENSO yang memiliki topografi bervariasi pada jarak dekat, korelasinya kurang baik, hal ini disebabkan daerah berpegunungan memiliki variasi curah hujan yang sangat tinggi.
30
1,5
SOI
Precip. deviation
20 10
0,5
0 0
SOI
Precipitation Deviation
1
-10
-0,5
-20
-1
-30
-1,5 1985
-40 1987
1989
1991
1993
1995
1997
1999
2001
Gambar 5. Penyimpangan Curah Hujan di Kulawi dan Southern Oscillation Index (SOI).
9
IMPENSO Laporan untuk Stakeholder
900
900 800
model
800
observed Rainfall (mm/month)
rainfall (mm/month)
model
observed
700
700 600 500 400 300
600 500 400 300
200
200
100
100 0
0 1979
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993
Gambar 6. Validasi Model REMO 1/6° di Wilayah Penelitian IMPENSO (kiri) dan di Sub Wilayah Model Sulawesi Selatan (kanan).
Perkiraan Numerik Cuaca Harian Parameter cuaca yang diperoleh dari model perkiraan diantaranya curah hujan, arah dan kecepatan angin, suhu udara dan persentase awan. Perkiraan dibuat untuk interval waktu 3 jam. Hasil perkiraan untuk setiap interval tersebut menunjukkan bahwa arah angin pada ketinggian 10 m di daerah pantai memperlihatkan adalanya proses sirkulasi angin darat dan laut (land-sea breeze circulation) antara siang dan malam sebagai akibat perbedaan pemanasan permukaan. Suhu udara pada ketinggian 2 meter menunjukkan kesesuaian fluktuasi suhu udara harian dan juga memperlihatkan fluktuasi berdasarkan tempat. Distribusi curah hujan menunjukkan kesesuaian dengan kondisi pegunungan, dimana curah hujan di daerah lembah sekitar Palu selalu rendah, sementara di daerah pegunungan curah hujan lebih tinggi. Distribusi persentase awan juga mengikuti pola distribusi curah hujan. Hasil selengkapnya perkiraan numerik cuaca harian dapat dilihat pada web site http://wwwuser.gwdg.de/~dgunawa/.
10
IMPENSO Laporan untuk Stakeholder
5. Hasil Penelitian Sub Proyek B 5.1 Latar Belakang dan Metodologi Respon Hidrologi terhadap Kejadian ENSO : Studi Kasus Sungai Palu Sistem sungai adalah integrator tertutup dari curah hujan pada skala luas. Karenanya, laju pengisian sungai bisa merupakan indikator untuk anomali curah hujan. Data arus anak sungai Palu yakni sungai Wuno (190km2) dan sungai Miu (177m2) menunjukkan pengaruh ENSO terhadap siklus hidrologi. Pada tahun ENSO yang terjadi di Sulawesi Tengah memiliki karakteristik penurunan curah hujan selama musim kemarau yang berlangsung dari bulan Agustus sampai dengan bulan November. Kejadian kemarau yang ekstrim ini berhubungan erat dengan penurunan arus sungai dibawah normal. 4 105
3 2
90
75
[SOI]
-1
0
discharge [ls /km²]
1
-1
60
-2 45
-3 -4
30
-5 15 -6
SOI
MIU
WUNO
2 Ju
/0
l/ 0
2
1
1 /0
l/ 0
Ja n
Ju
0 Ja n
0 /0
l/ 0 Ju
9 Ja n
9 /9
l/ 9 Ju
8 Ja n
8 /9
l/ 9 Ju
7 Ja n
7
l/ 9 Ju
/9 Ja n
l/ 9
6
0 Ju
Ja n
/9
6
-7
Gambar 7. Korelasi Positif antara SOI dan Rata-Rata Bulanan Laju Pengisian (Discharge) Sungai Wuno dan Miu (1996 – 2002).
Terutama selama tahun kejadian El Niño terbesar 1997/1998, terjadi arus sungai yang sangat rendah yang diukur pada stasiun pencatat di dua daerah pengamatan. Jika di bandingkan, rataan laju pengisian dengan laju pengisian yang rendah pada tahun 19971998 di dua lokasi pengamatan, secara total diperoleh penurunan laju pengisian sebesar 60 persen dari anak sungai Wuno dan 80 persen dari anak sungai Miu. 11
IMPENSO Laporan untuk Stakeholder
Oleh karena itu, sub proyek B memformulasikan dua hipotesis penelitian hidrologi sebagai berikut : 1.
Perbedaan respon terhadap resiko kejadian ENSO di dua daerah penelitian menandakan terdapat hubungan yang kuat terhadap keragaman karakteristik fisik di daerah pengamatan.
2.
Keragaman curah hujan yang tinggi di daerah sungai Palu menandakan kerentanan terhadap kemarau.
Model Hidrologi Cakupan model hidrologi adalah menyederhanakan sistem hidrologi, guna mendapatkan gambaran terhadap proses hidrologi. Hal ini nantinya akan digunakan untuk simulasi curah hujan atau menentukan neraca air di daerah pengamatan. Secara keseluruhan, tujuan model hidrologi adalah untuk mendapatkan prediksi yang dapat membantu pembuat kebijakan berkaitan dengan masalah hidrologi, cuaca dalam manajemen sumberdaya air, proteksi banjir dan ijin pemindahan air.
Pengujian pada Sungai Gumbasa IMPENSO sub proyek B melakukan simulasi proses hidrologi di daerah aliran sungai Gumbasa, dimana daerahnya meliputi area 1.308 km2. Keterbatasan aplikasi model hidrologi pada daerah pengamatan ini dikarenakan adanya beberapa alasan : 1.
Pengamatan sungai Gumbasa mewakili pengamatan area irigasi yang besar di sungai Palu. Oleh karena itu, pada saat yang bersamaan dapat disimulasi ketersediaan air pada irigasi dan juga memungkinkan formulasi skenario keterbatasan air untuk pertanian yang digunakan untuk irigasi 1.000 ha area tanaman padi.
2.
Pada lokasi yang lebih rendah sekitar lembah Palu, beberapa penggunaan alat hidrolik diatur untuk pendistribusian irigasi dan diatur terhadap permintaan air untuk petani dikarenakan terjadinya keterbatasan air. Karenanya, simulasi keseimbangan air di lembah Palu akan terbatas oleh kurangnya pengetahuan pemasangan penggunaan alat hidrolik.
12
IMPENSO Laporan untuk Stakeholder
Formulasi Skenario Setelah model hidrologi dilakukan verifikasi, kemudian dapat memprediksi skenario untuk daerah airan sungai. Untuk menentukan daerah yang paling menderita dampak kejadian ENSO, sub proyek B menerapkan skenario anomali curah hujan yang disebabkan oleh ENSO. Kemudian untuk menganalisis kekurangan dan kekuatan penggunaan lahan untuk dampak kejadian ENSO diterapkan skenario penggunaan lahan.
Perolehan Data dari Daerah Aliran Sungai Gumbasa Untuk menerapkan model hidrologi dibutuhkan data spasial (meliputi Digital Elevation Model (DEM), peta tanah dan peta penggunaan lahan) dan data temporal (meteorologi dan hidrological times series) dari daerah penelitian. Berkaitan dengan pengujian ketersediaan input dan kalibrasi data untuk memasang model hidrologi pada skala meso di daerah aliran sungai Palu, data hidrologi dan meteorologi dikumpulkan dari berbagai sumber badan pemerintahan. Guna tersedianya data mengenai laju pengisian dan distribusi curah hujan, jaringan hidrologi yang baru yang memiliki enam tingkatan pencatat otomatis dipasang di daerah penelitian. Untuk menghitung tinggi permukaan –kurva laju pengisian pada lokasi tertentu, telah dilakukan pengukuran laju aliran profil sungai pada beberapa stasiun dengan menggunakan metode kecepatan area. Untuk mendapatkan data curah hujan yang signifikan maka IMPENSO mendirikan delapan stasiun iklim yang baru guna menambah sepuluh stasiun ikim yang telah didirikan oleh STORMA, stasiun IMPENSO ini telah dioperasikan sejak September 2002. Untuk mendirikan stasiun iklim ini maka dilakukan koordinasi dengan : •
Sub proyek A (guna bantuan teknis, lokasi, integrasi dengan stasiun iklim STORMA)
•
Sub Proyek C (sesuai dengan delapan desa penelitian terpilih dan sosialisasi dengan para petani) IMPENSO sub proyek B melatih staf ahli peneliti setempat untuk pemeliharaan
stasiun iklim dan hidrologi guna pengukuran lanjutan dari kecepatan aliran secara reguler. Data distribusi simultan dari sifat-sifat fisik daerah tangkapan telah dikumpulkan, dievaluasi dan jika perlu dimasukkan dalam format digital. Sumber data dari DEM (Digital Elevation Model), tipe tanah, geologi dan klasifikasi tipe lahan di organisir dengan Sistem Informasi Geografi (SIG), sehingga 13
IMPENSO Laporan untuk Stakeholder
nantinya bisa dijadikan dasar untuk menentukan nilai parameter yang dibutuhkan untuk model hidrologi pada daerah aliran sungai. Berdsarakan DEM, IMPENSO menghitung informasi hidrologi spasial yang penting seperti arah aliran sungai, akumulasi aliran air, jaringan sungai dan struktur lembah sungai.
5.2 Hasil dan Kesimpulan Model Hidrologi DAS Gumbasa Langkah pertama untuk adaptasi model hidrologi WASIM-ETH yang terpilih telah diuji pada daerah tangkapan anak sungai kecil dari daerah tangkapan sungai Gumabasa. Pengamatan di DAS Takkelemo meliputi area seluas 79km2. IMPENSO sub proyek B berusaha untuk menunjukkan kemampuan model hidrologinya untuk diuji di daerah pengamatan ini. Gambar 8. menunjukkan laju pengisian sungai hasil pengamatan dan model yang sedang dikalibrasi selama periode 01.09.2002 – 31.08.2003. Secara keseluruhan, model simulasi laju pengisian sungai adalah memuaskan. Perhitungan statistik model menunjukkan d = 0.89 (skala 0-1, dimana 1 = kesesuaian optimal) menunjukkan kesesuaian yang tinggi antara model dan observasi. Tetapi beberapa kejadian curah hujan lokal (lingkaran merah) tidak dapat ditampilkan oleh curah hujan wilayah hasil interpolasi, sehingga tidak dapat disimulasikan oleh model hidrologi.
12 10 10
observed discharge simulated discharge
discharge [mm d-1]
6
6
4
4
03
03
9/ /0 01
/0 01
01
/0
5/
7/
03 3/ 01
/0
1/ 01
/0
1/ 01
/1
9/ /0 01
03
0
03
0
02
2
02
2
discharge [m3s-1]
8 8
Gambar 8. Laju Pengisian Sungai Hasil Pengamatan dan Model yang di Kalibrasi pada Sub DAS Takkelemo Periode 01.09.2002 - 31.08.2003 (Index kesesuaian d = 0.89).
14
IMPENSO Laporan untuk Stakeholder
Sesudah itu maka model hidrologi yang dikalibarasi adalah valid untuk periode 01.09.2002 – 31.08.2003. Model hidrologi yang valid menyatakan secara tidak langsung bahwa model yang telah dijalankan dapat diterapkan untuk periode yang lain dengan tidak merubah parameter yang telah dikalibrasi. Model hidrologi dinyatakan valid jika perhitungan statistik untuk model yang digunakan adalah sulit berubah. Validasi yang didapat selama periode penerapan model sebesar d = 0.82. Setelah model hidrologi valid, nantinya bisa digunakan untuk analisis skenario peramalan.
Penerapan Skenario ENSO pada Sub DAS Takkalemo Untuk menunjukkan dampak kejadian ENSO yang besar pada keseimbangan air, di lokasi pengamatan Takkalemo, telah dilakukan simulasi dengan menerapkan skenario ENSO yang mengasumsikan curah hujan berkurang 40% untuk periode 01.09.2002 31.12.2002.
Tabel 2. menunujukkan simulasi keseimbangan air dan skenario ENSO
pada keseimbangan air untuk periode model 01.09.2002 – 31.08.2003.
Tabel 2. Neraca Air Sub DAS Takkalemo untuk Kondisi Riil dan Penerapan Skenario ENSO dengan Asumsi Curah Hujan berkurang -40 %, 01.09.02 – 31.12.02
Water balance
Kondisi Riil
Skenario ENSO
[mm/year]
(01.09.02-31.08.03)
(-40 % area precipitation 01.09.02-31.12.02)
Area Precipitation
2418
1911
-21 %
Interception (EI)
559
496
- 11 %
1063
1070
1%
728
494
-32 %
27
7
-74 %
Interflow (QI)
559
496
-11 %
Base Flow (QB)
509
346
-32 %
Storage Change (∆S)
488
291
- 40 %
Real Evapotranspiration (ETR) Discharge (Q) Direct Discharge (QD)
Penerapan skenario ENSO menunjukkan secara jelas dampak kejadian ENSO pada keseimbangan air di lokasi pengamatan. IMPENSO sub proyek B kemudian menformulasikan dua perubahan utama dari keseimbangan air : 1.
Secara total terjadi 32 persen pengurangan laju pegisian sungai.
2.
Perubahan negatif dari penyimpangan sekitar 40%.
15
IMPENSO Laporan untuk Stakeholder
Setelah skenario ENSO pertama diaplikasikan, maka akan terlihat ENSO mempengaruhi anomali curah hujan akan mempengaruhi juga sejumlah laju pengisian sungai (air permukaaan untuk tujuan irigasi) dan sumber air tanah. Untuk prediksi skenario ENSO yang tepat, IMPENSO sub proyek B akan bekerjasama dengan simulasi anomali curah hujan yag telah disediakan oleh sub proyek A
6. Hasil Penemuan Sub Proyek C 6.1 Latar Belakang dan Metodologi The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) mengidentifikasi pengukuran kuantitatif terhadap kepekaan dan kemampuan menyesuaikan diri manusia terhadap keragaman iklim sebagai salah satu prioritas utama penelitian berkenaan dengan kebutuhan pembuatan kebijakan. Sejauh ini, hanya sedikit informasi yang diketahui tentang dampak ENSO terhadap rumahtangga petani di negara berkembang dan strategi mereka terhadap peningkatan pendapatan dan mempertahankan konsumsi selama periode kemarau berlangsung. Oleh karena itu, sub proyek C berusaha memberikan sumbangan untuk menjawab permasalahan tersebut. Sub proyek C bertujuan sebagai berikut : (1). Mengkaji strategi respon resiko (exante dan ex-post) yang dilakukan rumahtangga petani berkenaan dengan kondisi kekeringan yang disebabkan oleh kejadian ENSO, (2). Mengukur ketahanan rumahtangga
terhadap
kekeringan
dan
(3).
Menentukan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi ketahanan rumatangga petani terhadap kekeringan, hal ini nantinya berkaitan dengan penurunan rekomendasi kebijakan. Data dikumpulkan dari delapan desa terpilih acak (stratified random sampling) di sekitar sungai Palu, sebagai kriteria untuk stratifikasi adalah ketinggian desa diatas ketinggian laut. Di semua desa penelitian diterapkan rapid rural appraisal (RRA) guna mendapatkan isu apa saja yang dibicarakan oleh petani berkaitan dengan dampak keragaman iklim. Berdasarkan RRA tersebut, kuesioner untuk 228 responden petani terpilih acak dibuat, pengambilan data berlangsung dari Oktober 2002 sampai Februari 2003. Studi menggunakan kerangka pemikiran pengalokasian asset guna keberlanjutan rumahtangga (an asset-based livelihood framework) untuk menganalisis manajemen resiko rumahtangga terhadap kekeringan. Terdapat perbedaan antara strategi ex-ante dan respon ex-post. Strategi ex-ante bertujuan untuk mempersiapkan kemungkinan 16
IMPENSO Laporan untuk Stakeholder
kerugian sebelum kejadian kekeringan terjadi dan respon ex-post dilakukan guna menanggulangi penurunan pendapatan sebagai akibat adanya kejadian kekeringan (Gambar 9).
Resiko
Respon
(Kekeringan)
terhadap resiko
Ex ante
Strategi-strategi pencegahan
Hasil (Tahan terhadap resiko)
Ex post
Strategi-strategi persiapan
Strategi-strategi adaptasi ketika kekeringan terjadi
→ Tidak dapat diaplikasikan pada tingkat rumah-tangga
Gambar 9. Konsep Rantai Resiko berkaitan dengan Kejadian Kekeringan, meliputi Strategi Manajemen Resiko Rumahtangga.
Pengukuran ex-ante akan dibagi menjadi dua bagian, Pertama, strategi yang bertujuan untuk pertahanan pribadi dan asuransi informal melalui diversifikasi asset dan Kedua, asuransi formal dan instrumen keuangan. Dikarenakan pasar asuransi formal dan keuangan tidak cukup tersedia di daerah pedesaan di negara berkembang, perhatian terbesar ditekankan pada strategi diversifikasi meliputi investasi pada asset alam, fisik, manusia dan sosial. Investasi pada kemampuan managemen pertanian dapat diidentifikasi sebagai salah satu strategi yang dapat menambah variabel pengembalian dari aktifitas pertanian, sehingga memperkuat kemampuan pertahanan diri rumahtangga. Jika manajamen tanaman tidak optimal, petani gagal memperoleh ouput maksimum yang bisa diperoleh dari penggunaan sejumlah input, ini dinamakan inefisiensi teknis. Sejak efisiensi pada produksi pertanian diharapakan memainkan peranan yang penting untuk pertahaan diri, tingkatan efisiensi teknis dari petani dapat diukur menggunakan stochastic frontier production functions pada dua tanaman utama di daerah penelitian yaitu padi irigasi dan kakao. Untuk mengukur ketahanan rumahtangga terhadap kekeringan maka dilakukan analisis komponen utama (Principle Component Analysis) untuk membentuk indeks ketahahan rumahtangga terhadap kekeringan yang berasal dari variabel pengeluaran dan 17
IMPENSO Laporan untuk Stakeholder
konsumsi rumahtangga. Rumahtangga dikatakan bertahan jika mereka mampu mempertahankan tingkat konsumsi selama kemarau berlangsung. Dengan menggunakan DRI sebagai variabel dependen maka faktor yang mempengaruhi ketahanan rumahtangga terhadap kekeringan dapat diidentifikasi menggunakan analisis regresi. Faktor utama yang mempengaruhi ketahanan rumahtangga terhadap kekeringan dapat dibedakan berdasarkan pada modal alam, ekonomi dan finansial, manusia dan sosial, sebagai contoh efisiensi teknis petani dapat dinilai menggunakan ukuran modal manusia (Gambar 13).
6.2 Hasil dan Kesimpulan Walaupun daerah penelitian berlokasi di daerah hutan hujan tropis tetapi petani di Sulawesi Tengah mengalami penurunan hasil panen lebih dari sepertiga dari hasil yang biasa diperoleh.
Jika strategi ex-ante dan ex-post tidak dilakukan maka bisa
Persentase dari panen pada situasi 'normal'
menyebabkan penurunan pendapatan rumahtangga.
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30%
63,8
62,2
61,7
61,2 44,7
20%
36,8
10% 0% Padi saw ah (n = 123)
Kelapa (n = 19)
Coklat (n = 69)
Kopi (n = 43)
Pisang (n = 10)
Jagung (n = 24)
Gambar 10. Rataan Hasil Panen selama Kemarau relatif ke Tahun Normal di Sulawesi Tengah.
Banyak dari rumahtangga responden yang tidak memiliki akses informai terhadap ramalan kejadian ENSO sehingga kesiapan mereka menghadapi kemarau sangatlah rendah, sehingga rumahtangga lebih banyak melakukan strategi adaptasi pada saat kejadian berlangsung. Strategi tersebut ditunjukan pada Gambar 1. antara lain 43 persen rumahtangga yang mengalami kejadian ENSO memperoleh sumber penghasilan yang 18
IMPENSO Laporan untuk Stakeholder
biasa mereka tidak peroleh yaitu berasal dari gaji pekerja upahan, 21 persen rumahtangga responden meminjam uang untuk bisa mempertahankan tingkat konsumsi mereka. Pinjaman tersebut biasanya diperoleh dari kerabat, pemilik toko dan pedagang. Secara rata-rata pemilik toko dan pedagang mengenakan suku bunga sebesar 143 persen pertahun.
42,6
M e m a nf a a t k a n t a m ba ha n pe nda pa t a n la innya
20,7
M e m inja m ua ng
16,0
M e ruba h ba gia n a re a l la ha n t a na m a n m us im a n
15,4
M e ruba h jum la h pe ngguna a n input pa da t a na m a n
8,0
M e na na m t a na m a n ya ng t a ha n t e rha da p k e k e ringa n
6,4
M e njua l a s e t
4,3
M e ngo la h la ha n di lo k a s i ya ng t ida k bia s a diguna k a n
2,7
M e liba t k a n a na k - a na k da la m m e na m ba h pe ngha s ila n
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Persentase rum ah-tangga (N=188)
Gambar 11. Strategi Adaptasi yang dilakukan Rumahtangga untuk Menanggulangi Dampak ENSO.
Untuk mengatasi penurunan pendapatan petani akibat ENSO terdapat 62 persen rumahtangga yang mengurangi pengeluarannya selama kemarau. Semua kebutuhan dasar rumahtangga mengalami penurunan yakni makanan, pakaian, pemeliharaan dan perbaikan rumah, aktifitas sosial dan kesehatan. Pada Gambar 12. terlihat penurunan pengeluaran pada masing-masing kategori, sebagai contoh, terdapat 85 persen rumahtangga yang mengurangi pengeluaran untuk makanan selama kemarau dan mereka mengurangi kategori ini sampai 64 persen dari kondisi normal. Penurunan pengeluaran untuk makanan ini menandakan kejadian ENSO berdampak serius terhadap ketahanan pangan pada rumahtangga petani di Sulawesi Tengah.
19
IMPENSO Laporan untuk Stakeholder
0
20
Makanan
85,3
Pakaian
82,8
Perum ahan
78,4
Aktivitas sosial
55,2
Kesehatan
41,4 0
40
60
80
100
80
100
64,3
41,5
24,5
53,0
54,7 20
40
60
Persentase rum ah-tangga dan pengeluarannya Persentase rum ahtangga yang m engurangi pengeluaran (N=116) Persentase perbandingan pengeluaran pada saat kekeringan dan kondisi norm al
Gambar 12. Penurunan Pengeluaran Rumahtangga sebagai Reaksi terhadap Penurunan Pendapatan yang disebabkan Kejadian Kekeringan.
Gambar 13. menunjukkan jumlah asset produktif yang dimiliki rumahtangga berhubungan positif dengan kemampuan bertahan rumahtangga terhadap kejadian kekeringan. Asset produktif tersebut bisa dijual pada saat kemarau untuk mendapatkan uang tunai secara cepat, sehingga nantinya bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan harian keluarga. Begitu juga dengan akses terhadap kredit berhubungan positif dengan kemampuan bertahan rumahtangga terhadap kekeringan. Hipotesis menegaskan bahwa efisiensi teknis pada produksi pertanian mampu meningkatkan ketahanan, pada tingkat efisiensi yang tinggi meningkatkan cadangan simpanan dana sehingga nantinya bisa digunakan untuk pengeluaran konsumsi selama kemarau. Pengukuran efisiensi teknis sebesar 40 persen pada tanaman kakao dan 80 persen pada tanaman padi. Hal ini berarti yang lebih berpontensi terhadap kenaikan produksi melalui perbaikan manajemen adalah tanaman kakao yang merupakan tanaman utama di daerah penelitian.
20
IMPENSO Laporan untuk Stakeholder
Modal sumberdaya alam
Modal sumberdaya manusia
• Tingkat kemiringan (-)
• Kapasitas tenaga kerja (+)
Ketahanan terhadap
• Efisiensi teknik di produksi pertanian (+)
Kekeringan Modal ekonomi • Aset yang mudah diuangkan (+) • Akses terhadap kredit (+)
Modal sosial • Keikutsertaan dalam organisasiorganisasi desa (+)
Gambar 13. Faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Rumahtangga terhadap Kejadian kekeringan.
6.3 Saran Berdasarkan hasil penelitian dapat diberikan saran kebijakan sebagai berikut : Meningkatkan akses untuk petani terhadap peramalan ENSO sehingga membuat petani memiliki kesempatan persiapan yang lebih baik terhadap kemarau. Hal ini meliputi membangun model iklim yang dapat meramalkan dampak ENSO pada tingkat penduduk setempat (ini sudah dilakukan oleh sub proyek A) dan meningkatkan transfer informasi dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) kepada petani. Dalam konteks pengukuran strategi persiapan yang potensial, studi lanjutan diharapkan bisa mengkaji usahatani tanaman lain yang tahan terhadap kondisi kekeringan di daerah penelitian seperti tanaman kacang. Jasa lembaga keuangan formal diharapkan bisa memfasilitasi suku bunga yang lunak dan menyediakan tabungan yang menguntungkan. Penyuluhan pertanian diharapkan bisa ditingkatkan terutama pada perbaikan manajemen resiko.
21
IMPENSO Laporan untuk Stakeholder
Gambar 4. menerangkan siklus ketidakmampuan persiapan terhadap kemarau, ketidakmampuan bertahan terhadap kekeringan, ketidakberlanjutan strategi adapatasi dan kemiskinan. Panah hitam pada sisi kanan menunjukkan strategi antisipatif yang dapat dilakukan untuk meningkatkan ketahahan rumahtangga terhadap kekeringan. Terdapat hubungan yang sejajar antara status kesejahteraan rumahtangga dengan ketahanan rumahtangga terhadap kekeringan. Pendapatan yang berasal dari hasil pertanian dapat diperbesar melalui peningkatan manajemen kakao dan mengembangkan pelayanan lembaga keuangan formal, ini merupakan pengukuran untuk kebijakan yang akan diambil yang bertujuan untuk memperkuat asset dan kemampuan pertahanan diri ruimahtangga petani, sehingga mereka memiliki potensi untuk bertahan terhadap kejadian kekeringan walapun mereka tidak melakuakan strategi persiapan.
Melakukan penelitian secara agronomi dan proses pemasaran khuses pada tanaman yang tahan kekeringan
Ketidakmampuan bertahan pada situasi kekeringan
Membentuk lembaga kredit formal
Ketidakmampuan mempersiapkan strategi
Ketidaksinambungan pilihan strategi adaptasi
Ketidakmampuan mengakses peramalan ENSO
Kerusakan aset sumberdaya alam dan manusia; beban hutang meningkat
Memperbaiki proses transfer informasi
Kemiskinan
Memperbaiki keakuratan proses peramalan
Peningkatan pendapatan dari pertanian melalui perbaikan pengelolaan tanaman Membentuk lembaga kredit dan tabungan formal
Gambar 14. Siklus Kemiskinan, Ketidakmampuan Bertahan pada Situasi Kekeringan dan Saran Kebijakan serta Pengukuran Penelitian.
22
IMPENSO Laporan untuk Stakeholder
7. Tindak Lanjut IMPENSO pada Tahun 2005 dan 2006 Dengan keikutsertaan secara aktif dengan para pembuat kebijakan lokal, IMPENSO bertujuan untuk mendiskusikan dan memberikan saran kebijakan terhadap pengukuran yang potensial yang sesuai untuk strategi persiapan terhadap dampak ENSO pada kesejahteraan masyarakat di Propinsi Sulawesi Tengah/ Menyatukan hasil temuan sub proyek A, B dan C untuk kemudian membangun model linear programming untuk simulasi hasil pada skenario iklim dan kebijakan yang berbeda Hasil permodelan akan dipresentasikan dan didiskusikan dengan para pembuat kebijakan lokal. Pada akhirnya IMPENSO berharap ikut serta berdialog dengan institusi lokal untuk membicarakan pengukuran yang konkrit yang dapat diimplementasikan. Sebagai syarat tindak lanjut dapat dilaksanakan, IMPENSO berusaha bekerjasama dengan institusi pemerintah dan LSM di Sulawesi Tengah, yang meliputi pelayanan data meteorologi, manajemen sumber daya air dan alam, pembangunan pertanian dan penelitian yang terkait.
23
IMPENSO Laporan untuk Stakeholder
Pelaksana dan Sumber Dana IMPENSO merupakan kerjasama antara Universitas Goettingen Jerman, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Universitas Tadulako Palu (UNTAD). IMPENSO didanai oleh Kementrian Pendidikan dan Penelitian Jerman (BMBF).
Koresponden Dr. Alwin Keil (Sub Proyek C dan koordinator proyek) Goettingen University Institute of Rural Development Waldweg 26 D-37073 Goettingen Germany Telepon: (+49) 551 392214 Fax: (+49) 551 393076 E-mail:
[email protected]
M.Sc. Dodo Gunawan (Sub Proyek A) E-mail:
[email protected] Dipl. Ing. Constanze Leemhuis (Sub Proyek B) E-mail:
[email protected] Dr. Marhawati Mappatoba (Fasilitator proyek di UNTAD)
d/a Kantor Koordinasi STORMA : Universitas Tadulako, Fakultas Pertanian, Kampus Bumi Tondo, Palu, Sulawesi Tengah 94118. Telepon/Fax: (0451) 451728
24