Kampanye Mitigasi Bencana Sasar Pelajar
10
Menuju Sanitasi Aman di Yogya Nyaman
Quick Wins Indonesia untuk Lingkungan
15
22
Edisi 11/Tahun X/November 2012
Memacu Perda
kementerian pekerjaan umum
Karya Cipta Infrastruktur Permukiman
dalam Satu Dasawarsa UUBG PLUS!
daftar isi
Edisi 114Tahun X4November 2012
Berita Utama Perda 4 Memacu dalam Satu Dasawarsa UUBG
Membangun 7 Mari dengan Baik dan Benar Mitigasi 10 Kampanye Bencana Sasar Pelajar
Perda 12 Wujudkan Bangunan Gedung
4
Perda BG 13 Pelaksanaan Kota Probolinggo
18
liputan khusus Sanitasi Aman 15 Menuju di Yogya Nyaman
info baru Kemen PU 2012: 18 Rakertas Kenaikan Anggaran
20
Untuk Capai MDGs Air Minum
20
Pamsimas Tahap Dua Diluncurkan
Quick Wins Indonesia 22 untuk Lingkungan
24
Didorong 24 PDAM Susun Model Rencana
Pengamanan Air Minum
Pengaduan Masyarakat 26 Penanganan Wujud Nyata, Reformasi Tata Kelola Pemerintahan
inovasi Partisipatif 28 Perencanaan RIS-PNPM Mulai Diintegrasikan
PLUS!
2
26 28
editorial Pelindung Pelindung Budi Yuwono P Budi Yuwono P Penanggung Jawab Penanggung Jawab Antonius Budiono Antonius Budiono Dewan Redaksi Dewan Redaksi Susmono, Danny Sutjiono, Dadan Krisnandar, Danny Sutjiono, M. Sjukrul M. Sjukrul Amin, Amwazi Idrus, Amin, Amwazi Idrus, Guratno Hartono, Guratno Hartono, Tamin MZ. Tamin MZ. Amin, Nugroho TriAmin, Utomo Nugroho Tri Utomo Pemimpin Redaksi Pemimpin Redaksi Sri Murni Edi K, Sudarwanto Dian Irawati, Sudarwanto Penyunting dan Penyelaras Naskah Penyunting dan Penyelaras Naskah T.M. Hasan, Bukhori T.M. Hasan, Bukhori Bagian Produksi BagianA.Produksi Erwin Setyadhi, Djoko Karsono, Erwin A. Setyadhi, Djoko Karsono, Diana Kusumastuti, Bernardi Heryawan, Diana Kusumastuti, Bernardi Heryawan, M. Sundoro, Chandra RP. Situmorang, M. Sundoro, Chandra RP. Situmorang, Fajar Santoso, Ilham Muhargiady, Dian Irawati, Fajar Santoso, IlhamSuryaningrum, Muhargiady, R. Julianto, Desrah, Wardhiana Bhima Dhananjaya, Djati Waluyo Widodo, Sri Murni Edi K, Desrah, Indah Raftiarty, Danang Pidekso Wardhiana Suryaningrum, R. Julianto, Bhima Dhananjaya, Waluyo Widodo, Bagian AdministrasiDjati & Distribusi Indah Raftiarty, Danang Pidekso Luargo, Joni Santoso, Nurfathiah Bagian Administrasi & Distribusi Kontributor Luargo, A. Joni Santoso,Hadi Nurfathiah Dwityo Soeranto, Sucahyono, Nieke Nindyaputri, R. Mulana MP. Sibuea, Kontributor Adjar Prajudi, Rina Farida, Didiet A. Akhdiat, Dwityo A. Soeranto, Hadi Sucahyono, RG. Eko Djuli S, Dedy Nieke Nindyaputri, R. Permadi, Mulana MP. Sibuea, Th Srimulyatini Respati, Joerni Makmoerniati, Adjar Prajudi, Rina Farida, Didiet A. Akhdiat, Syamsul Hadi, Hendarko Rudi S, Iwan Dharma S, RG. Eko Djuli S, Dedy Permadi, Th Srimulyatini Rina Agustin, Handy B. Legowo, Respati, Joerni Makmoerniati, Syamsul Hadi, Dodi Krispatmadi, Rudi A. Arifin, Hendarko Rudi S, Iwan Dharma S, Rina Agustin, Endang Setyaningrum, Alex A. Chalik, HandyMursito, B. Legowo, Dodi Krispatmadi, Djoko N. Sardjiono, Rudi A.M. Arifin, Endang Setyaningrum, Oloan Simatupang, Hilwan, Kun Hidayat S, Alex A. Sumantri, Chalik, Djoko Mursito, N. Sardjiono, Deddy Halasan Sitompul, Oloan M. Simatupang, Hilwan, Kun Hidayat S, Sitti Bellafolijani, M. Aulawi Dzin Nun, Deddy Sumantri, Halasan Sitompul, Ade Syaiful Rahman, Aryananda Sihombing, Sitti Bellafolijani, M. Anggraini, Aulawi Dzin Nun, Agus Achyar, Ratria Dian Suci Hastuti, Emah Sudjimah, Ade Syaiful Rahman, Aryananda Sihombing, Susi Simanjuntak, Didik S.Dian Fuadi, AgusMDS Achyar, Ratria Anggraini, Suci Hastuti, Kusumawardhani, Airyn Saputri, Emah Sudjimah, Susi MDS Simanjuntak, Budi Aswin G. Sukahar,Airyn Saputri, DidikPrastowo, S. Fuadi, Kusumawardhani, Wahyu K. Susanto, Putri Suri, Budi Prastowo, Aswin G.Intan Sukahar, Siti Aliyah Junaedi Putri Intan Suri, Wahyu K. Susanto, Siti Aliyah Junaedi Alamat Redaksi Jl. Patimura No. 20, Kebayoran Baru 12110 Alamat Redaksi Telp/Fax. 021-72796578 Jl. Patimura No. 20, Kebayoran Baru 12110 Email Telp/Fax. 021-72796578
[email protected] Email
[email protected] website http://ciptakarya.pu.go.id twitter @ditjenck Cover : Pemenang kedua Lomba Foto dalam rangka Satu Dasawarsa UUBG (Foto: Hendra Permana)
Dasawarsa UUBG, Perda Masih Adem Ayem Dalam keseharian, masyarakat banyak yang kurang memahami persoalan gedung dan bangunan. Contohnya, dalam mengubah fungsi hunian menjadi toko sebagai fungsi komersial yang tidak dibarengi atau disesuaikan standar teknisnya. Belum lagi bicara alih fungsi lahan menjadi bangunan gedung yang terdesak dengan kapitalisasi global (contoh mall, sentra ekonomi, dst), maupun laju pertumbuhan penduduk yang semakin menghabiskan lahan pertanian (perumahan, swadaya maupun oleh pengembang), semakin menambah ketidakberesan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Partisipasi masyarakat dan tanggung jawab pemerintah daerahnya yang kurang seringkali menghambat perwujudan bangunan gedung yang tertib dan andal. Bangunan gedung yang tertib dan andal pada akhirnya menjadikan kawasan permukiman yang baik, teratur, dan tangguh menghadapi bencana. Salah satu kementerian yang bertanggung jawab dengan persoalan bangunan gedung adalah Kementerian Pekerjaan Umum dalam unit kerjanya di Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan Ditjen Cipta Karya. Lebih dari 10 tahun yang lalu, Kemen PU menjadi salah satu pelopor lahirnya Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Menyadari bahwa UU BG saja tidak cukup, tiga tahun kemudian diperjelas dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 sebagai peraturan pelaksana UUBG. Namun, untuk diterapkan ke tengah masyarakat masih diperlukan Peraturan Daerah (Perda) terkait BG. Di sinilah masalahnya, amanat UUBG untuk ditindaklanjuti menjadi Perda dalam lima tahun sejak diundangkan ternyata masih disikapi adem ayem oleh Pemda. Selama satu dasawarsa berjalan baru ada 106 Perda yang diterbitkan atau 21 persen dari total jumlah kabupaten/kota seluruh Indonesia. Tentu saja sangat menyedihkan jika menengok peristiwa belakangan yang menimpa bangunan gedung di Indonesia dengan berkaca pada rawannya bangunan gedung di sirkuit bencana gempa bumi yang mengepung Indonesia seperti cincin. Bukan masalah nature bencana semata, melainkan ketidakandalan gedung dan ketidaktertibannya dengan dibangun di lokasi yang tak lazim untuk bermukim. Momentum dasawarsa UUBG dimanfaatkan Ditjen Cipta Karya untuk melakukan upaya percepatan penerbitan Perda BG di daerah serta sosialisasi kepada masyarakat luas akan hak, tanggung jawab, dan perannya dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Salah satu titik sasaran adalah komitmen Pemda, penyadaran bahwa Perda mengenai IMB dan retribusi saja tidak cukup. Perda BG tak hanya mengatur administratif, melainkan teknis yang harus dibarengi dengan sanksi ketat. Semoga peringatan dasawarsa Implementasi UUBG ini dapat membuahkan hasil, bukan nihil. (bcr)
Selamat membaca dan berkarya!
Redaksi menerima saran maupun tanggapan terkait bidang Cipta Karya ke email
[email protected] atau saran dan pengaduan di www.pu.go.id
Edisi 11 4Tahun X4November 2012
3
Foto : Danang Pidekso
Foto : M. Reva S
berita utama
Memacu Perda dalam Satu Dasawarsa UUBG Jika menengok kondisi geografis Indonesia kekinian, sebutan negara yang dikepung ring of fire (cincin api) menjadi makin akrab terdengar. Banyak korban jiwa oleh bencana gempa. Ironisnya, bukan oleh gempanya sendiri, melainkan karena banyak bangunan yang ditempati tidak handal, baik konstruksi maupun lokasi, dalam memperhitungkan keselamatan penghuninya. Foto Atas
: Salah satu gedung pemerintahan di Kota Padang yang terkena dampak gempa 2010 lalu Foto Bawah : Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) Guratno Hartono (kanan) menyerahkan ikon kampanye ‘BangUnan’ kepada Dirjen Cipta Karya
S
ebelum tsunami Aceh maupun gempa dahsyat di Yogyakarta, sudah lama soal ini menjadi perhatian serius Kementerian Pekerjaan Umum. Melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya, sejak 10 tahun lalu sudah mengawal lahirnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (selanjutnya disebut UUBG). Mematuhi peraturan dalam undang-undang (UU) adalah sebuah pilihan wajib. Kenapa wajib, karena jika tidak dipatuhi akan merugikan, bagi diri sendiri maupun orang lain, bahkan merugikan sebuah peradaban. Jika UUD 1945 memayungi penduduk, bangsa, dan negara Indonesia hingga membentuk paras peradaban Indonesia saat ini, bagaimana dengan UU lainnya seperti UUBG yang kini telah memasuki usianya yang kesepuluh. Perubahan atau amandemen UUD 1945 sudah dilakukan empat kali, dan ini menjadi bukti ada dialog intensif antara pelaku dengan UU itu sendiri. Pada akhirnya ini dibaca sebagai bentuk kepedulian yang berujung pada pelaksanaan. Membandingkan dengan UUD 1945 tentu saja tidak fair, ibarat membandingkan sukses sang ayah dengan si anak. Anggota Komisi
Foto Atas : Perumahan di atas air menjadi ciri khas suku bajo di sulawesi Foto Bawah : Bangunan Rusunawa yang menerapkan keandalan dan aksesibilitas bagi para difabel
andal, efisien, dan tertib, serta terwujudnya kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Selain itu, UUBG juga mengatur fungsi bangunan gedung, persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, pembinaan, dan sanksi. Penyelenggaraan bangunan gedung dalam dua dekade terakhir berkembang sangat pesat. Namun belum ada jaminan terwujudnya bangunan gedung yang fungsional, efisien, andal, serta tertib dalam pembangunannya. Dengan otonomi daerah, peran Pemda menjadi sangat vital dalam pembinaan dan pengawasan bangunan gedung di daerahnya masing-masing.
Foto : Kurniawan Arie Wibowo
V DPR RI, Erman Sutarman, menengarai kurangnya pemahaman masyarakat. Ini ia tegaskan sebagai kurangnya sosialisasi UU BG kepada masyarakat. UUBG ini diterapkan agar bangunan gedung dibangun untuk menjamin keandalannya. “UU BG juga memuat peran masyarakat, antara lain ikut menjaga ketertiban bangunan dan lingkungan, serta memberi informasi atau masukan kepada Pemda jika ada yang membangun bangunan dan menyalahi tata ruang, serta membahayakan masyarakat,” kata Erman. Kurangnya sosialisasi diakui sendiri oleh Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto. Ia mengatakan, UUBG dapat diaplikasikan dengan baik jika ditindaklanjuti dengan peraturan pemerintah (PP). Lalu, PP tersebut harus ditindaklanjuti melalui Peraturan Daerah (Perda). Namun ia menyayangkan hingga saat ini baru sedikit pemerintah daerah yang telah memiliki Perda BG. Apakah masyarakat masyarakat dan belum sepenuhnya memahami urgensi UUBG? Apakah benar belum disosialisasikan secara intensif melalui uji publik sebelum disahkan? Selanjutnya Menteri PU menegaskan, sangat kecil kemungkinan UUBG belum menampung aspirasi masyarakat. Artinya, aspirasi masyarakat seharusnya sudah terelaborasi karena sudah disahkan oleh DPR yang pasti melalui diskusi yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan, mulai pemerintah pusat, Pemda, tokoh masyarakat, serta instansi terkait. UUBG mengatur tentang bangunan gedung di Indonesia dan bertujuan mewujudkan bangunan gedung yang fungsional,
Foto : Buchori
berita utama
Edisi 11 4Tahun X4November 2012
5
Foto : Buchori
berita utama
Undang-Undang Bangunan Gedung mengusung jargon ‘Mewujudkan Bangunan yang Lebih Baik’. Implementasi UUBG belum ditindaklanjuti oleh semua Pemda dengan penerbitan Peraturan Daerah Bangunan Gedung (Perda BG). Sangat memprihatinkan, karena UUBG mengamanatkan Pemda menindaklanjutinya dengan Perda. Setelah 10 tahun diberlakukan, UUBG baru dipatuhi oleh sekitar 105 kabupaten/kota (21%) dari total 498 kabupaten/ kota seluruh Indonesia dengan menerbitkan Perda BG (Sumber: Data BPS tahun 2010). Padahal risikonya, tanpa Perda BG akan banyak bagunan gedung didirikan yang tidak memenuhi syarat, baik teknis maupun adminsitrasi. Renstra Ditjen Cipta Karya mentargetkan pada tahun 2020, semua kabupaten/kota sudah menerapkan Perda BG. Perda BG mengelaborasi muatan-muatan lokal, baik geografis, peninggalan sejarah, maupun aturan lainnya seperti Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) daerah. Dengan Perda BG, pemilik dan pengguna BG memiliki dasar hukum dan acuan sehingga bangunan yang didirikan memenuhi persyaratan. Lambannya penetapan Perda BG di beberapa kabupaten/kota bisa saja disebabkan karena belum ada komitmen dan kesadaran, baik dari Pemda maupun DPRD utnuk memprioritaskan penetapannya. Alasan lain bagi kebanyakan mereka adalah penilaian bahwa pengaturan mengenai bangunan gedung sudah cukup diatur melalui Perda tentang Retribus IMB. Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum terus memacu dan mendorong sosialisasi dan implementasi UUBG. Kementerian PU telah melakukan perubahan strategi dengan melakukan percepatan penyusunan Perda BG melalui pendampingan kepada aparat Pemda. Upaya percepatan tersebut dilakukan Ditjen Cipta Karya bertepatan dengan usia UUBG kesepuluh (satu dasawarsa). Percepatan implementasi UUBG mengacu pada UU dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UUBG. Pada pasal 119, PPBG mengamanatkan paling lambat dalam lima tahun atau pada 2010, seluruh bangunan gedung wajib memiliki sertifikat laik fungsi (SLF) yang diatur
6
dalam Perda. Dengan kata lain, mestinya pada tahun 2010 semua Pemda sudah memiliki Perda BG. Dirjen Cipta Karya Budi Yuwono mengatakan banyak alasan mengapa masih sedikit Pemda yang memiliki Perda BG. Ia mengatakan, pengaturan bangunan gedung dan permukiman belum menjadi prioritas, UUBG belum banyak dimengerti, bahkan ada aspek politis DPRD setempat. Karenanya Budi Yuwono meminta pejabat eksekutif Pemda harus mampu menjelaskan urgensi keberadaan Perda BG. “Masih ditemukan pemahaman yang keliru terhadap IMB, yang diartikan sebagai penarikan retribusi atau pendapatan daerah. Seharusnya IMB dipahami sebagai alat pengendali dalam penyelenggaraan bangunan gedung,” kata Budi. Hal itu menjadi dasar bahwa payung dikeluarkannya IMB adalah Perda BG, karena dalam Perda BG diatur persyaratan administratif dan teknis dalam proses penyelenggaraan BG. Atas dasar itu, pemerintah terus mamacu dengan pembinaan dan pendmapingan kepada daerah dan menerapkan strategi komunikasi yang lebih baik kepada para pemangku kepentingan. Targetnya, dalam kurun delapan tahun (hingga 2020), seluruh kabupaten/kota sudah memiliki Perda BG, dan seluruh BG harus menerapkan seluruh persyaratan yang tertuang dalam UUBG. (bcr/berbagai sumber)
Foto Atas : Salah satu gedung tua di kawasan kota lama Kota Semarang Foto Bawah : Gedung PDAM Tirta Nadi di tengah-tengan permukiman padat Kota Medan
Foto : Buchori
Perda Bangunan Gedung Ujung Tombak UUBG
berita utama
Mari Membangun dengan Baik dan Benar UUBG mengamanatkan kepada masyarakat agar membangun gedung atau permukiman harus sesuai dengan standar kelayakan fungsi. Jika diterapkan dengan baik akan menciptakan pola permukiman yang sehat dan berkesinambungan.
A
da beberapa persyaratan agar bangunan gedung memiliki kriteria andal. Diantaranya meliputi persyaratan adimintratif dan teknis. Persyaratan administratif meliputi status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan. Sedangkan secara teknis meliputi persyaratan tata bangunan dan keandalan bangunan gedung. Tak hanya mengatur administratif, UUBG juga mengatur persyaratan tata bangunan, peruntukkan dan intensitas, arsitektur, pengendalian dampak lingkungan, keandalan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan, kemudahan, dan juga mengatur persyaratan bangunan gedung dengan fungsu khusus.
Foto : Buchori
Rehabilitasi gedung Museum Fatahillah kota tua Jakarta
Edisi 11 4Tahun X4November 2012
7
berita utama
: Perumahan yang menjaga nilai tradisional di kota Palembang ditunjang infrastruktur jalan Foto Bawah : Perumahan di pinggiran Kota Balikpapan tidak mengindahkan keberadaan bendungan yang setiap saat bisa meluap atau longsor
Foto : M. Indra
Foto Atas
Foto : Buchori
Persyaratan peruntukkan dan instensitas bangunan gedung berhubungan dengan persyaratan lokasi yang tidak boleh mengganggu keseimbangan lingkungan, fungsi lindung kawasan, dan fungsi prasarana dan sarana umum, serta ketinggian gedung. Persyaratan pengendalian dampak lingkungan hanya berlaku bagi
8
bangunan gedung yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan. Persyaratan ini berpedoman pada UU tentang pengelolaan lingkungan hidup yangmengatur tentang kewajiban setiap usaha dan/atau kegiatan yangmenibulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup untuk
wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) untuk memperoleh izin melakukan usaha dan/atau kegiatan. Sedangkan persyaratan keandalan antara lain; pertama, keselamatan. Syarat ini berkenaan dengan persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban muatan, kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran dengan melakukan pengamanan terhadap bahaya kebakaran melalui sistem proteksi pasif dan atau proteksi aktif serta bahaya petir melalui sistem penangkal petir. Kedua, kesehatan. Syarat ini terkait sirkulasi udara, pencahayaan, sanitasi, dan penggunaan banahan bangunan gedung. Ketiga, kenyamanan, terkait dengan ruang gerak dan hubungan antar ruang, kondisi dalam ruang, pandangan, serta tingkat getaran dan kebisingan. Keempat, kemudahan. Ini terkait akses bangunan gedung, termasuk tersedianya fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman bagi penyandang cacat dan lanjut usia, serta penyediaan fasilitas yang cukup untuk ruang ibadah, ruang ganti, ruangan bayi, toilet, tempat parkir, tempat sampah, serta fasilitas komunikasi dan informasi.
Penyelenggaraan BG
Penyelenggaraan Bangunan Gedung (BG) dalam UUBG adalah kegiatan pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran. Kegiatan ini umumnya dilakukan oleh penyedia jasa konstruksi melalui tahapan perencanaan dan pelaksanaan dengan diawasi oleh pemilik BG. Pembangunan BG bisa dilakukan di tanah milik sendiri maupun tanah milik pihak lain. Pembangunan BG umumnya dilaksanakan setelah rencana teknis BG disetujui oleh Pemda dalam bentuk terbitnya IMB. Kegiatan pemanfaatan BG dilakukan oleh pemilik atau pengguna setelah dinyatakan memenuhi persyaratan laik fungsi. BG dinyatakan memenuhi laik fungsi bia dinilai telah memenuhi persyaratan teknis. Agar persyaratan laik fungsi tetap terjaga, pemilik atau pengguna BG wajib melakukan pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara berkala terhadap BG. Kegiatan pelestarian hanya dilakukan khusus untuk BG yang ditetapkan pemerintah sebagai cagar budaya yang harus dilindungi dan dilestarikan. UUBG ini juga mengatur ketentuan pembongkaran yang dapat dilakukan karena alasan-alasan tertentu. BG dapat dibongkar bila tidak laik fungsi dan tidak dapat diperbaiki, dapat menimbulkan bahaya dalam pemanfaatan dan atau lingkungannya, serta bila tidak memiliki IMB.
Hak dan Kewajiban Pemilik BG UUBG juga mengatur hak dan kewajiban pemilik BG yang tertuang dalam Pasal 40 dan 41 UUBG. Hak-hak pemilik BG antara lain; pertama mendapatkan pengesahan dari Pemda atas rencana teknis BG yang telah memenuhi persyaratan. Kedua, melaksanakan pembangunan BG sesuai dengan perizinan yang ditetapkan Pemda. Ketiga, mengubah fungsi BG setelah mendapat izin tertulis dari Pemda. Keempat, mendapatkan ganti rugi sesuai peraturan perundangan bila bangunannya dibongkar oleh Pemda yang bukan diakibatkan oleh kesalahannya. Sedangkan kewajiban pemilik BG antara lain; pertama,
Foto : Danang Pidekso
berita utama
Rusunawa Kota Pekalongan dilengkapi fasilitas umum untuk anak-anak bermain
menyediakan rencana teknis BG yang memenuhi syarat yang ditetapkan sesuai fungsinya. Kedua, memiliki IMB. Ketiga, melaksanakan pembangunan BG sesuai rencan ateknis yang disahkan dan diolakukan dalam batas waktu berlakunya IMB. Keempat, mendapat pengesahan dari Pemda atas perubahan rencana teknis BG yang terjadi pada tahap pelaksanaan BG. Pemilik juga dikenakan kewajiban; pertama, memanfaatkan BG sesuai fungsinya. Kedua, memelihara dan atau merawat BG secara berkala. Ketiga, melaksanakan pememriksaan secara berkala ata skelaikan fungsi BG. Keempat, memperbaiki BG yang telah ditetpkan tidak laik fungsi. Kelima, membongkar BG yang telah ditetapkan tidak laik fungsi dan tak dapat diperbaiki, dapat membahayakan pemanfaat dan lingkungannnya, tidak memiliki IMB. Mengapa peran Pemda sangat penting bisa dijawab karena dalam ketentuan syarat admintratif dan teknis ini ditetapkan oleh Pemda sesuai dengan kondisi sosial dan budaya setempat. Ketentuan yang dimaksud adalah bangunan gedung adat, bangunan gedung semi permanen, darurat, dan yang dibangun di lokasi rawan bencana. Peran masyarakat juga disebutkan, yaitu memantau dan menjaga ketertiban penyelenggaraan, memberi masukan kepada Pemda dalam penyempuranaan peraturan, pedoman, standar teknis di bidang bangunan gedung. Masyarakat juga berhak menyampaikan pendapat dan pertimbangan kepada instansi yang berwenang terhadap penyusunan rencana tata bangunan dan lingkungan, rencana teknis banguan gedung tertentu, dan kegiatan penyelenggaraan yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan, melaksanakan gugatan perwakilan terhadap bangunan gedung yang mengganggu, merugikan, dan/ atau membahayakan kepentingan umum. Pemahaman Pemdan dan masyarakatnya bukan diwajibkan oleh siapa kepada siapa, namun kondisi wilayah Indonesia seharunya sudah mewajibkan kesadaran tersebut. Wilayah Indonesia, sebagaimana banyak disebutkan, berada di pertemuan tiga lempeng besar dunia yang menyebabkan sebagian besar wilayahnya memiliki tingkat risiko yang tinggi terhadap bencana gempa bumi. (bcr/berbagai sumber)
Edisi 11 4Tahun X4November 2012
9
berita utama
Kampanye Mitigasi Bencana
Foto : Danang Pidekso
Sasar Pelajar
“Kebakaraaan...... kebakaraaan......, jangan panik, hubungi 113”, teriak Aldi, siswa SDN Kramat 01 Pagi kepada temantemannya di aula SMP Islam Meranti, Kelurahan Bungur, Pasar Senen, Jakarta Pusat. Ia dibantu guru-gurunya kemudian mengevaluasi teman-temannya melalu jalur tangga yang disediakan.
S
ituasi itu terjadi pada simulasi mitigasi bencana dalam rangka satu dasawarsa implementasi UndangUndang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (selanjutnya disingkat UUBG), Selasa (6/11). Dalam sosialisasi tersebut, tidak kurang dari 100 siswa-siswi sekolah di Kecamatan Pasar Senen dipahamkan tentang tanda-tanda terjadinya bencana, dikenalkan peralatan yang dapat digunakan, bagaimana mengoperasikannya, dan apa saja yang harus dilakukan saat terjadi bencana.
10
Simulasi penanganan kebakaran oleh siswa-siswi SMP di Mayestik Kebayoran Baru Jakarta Selatan
Kecamatan Pasar Senin, Jakarta Pusat, memiliki enam kelurahan dan menjadi salah satu jantung Jakarta yang paling padat. Dengan kepadatan ini, bahaya kebakaran selalu mengancam setiap saat. Terakhir kali si ‘Jago Merah’ mengamuk di kawasan Pasar Gaplok. Sayangnya, bahaya laten kebakaran ini tidak diantisipasi dengan kelengkapan prasarana dan sarana memadai. Seperti dituturkan oleh salah satu petugas Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana, Jakarta Pusat, M. Supandi, dari sekitar 20 titik hidran yang ada, hanya empat saja yang bisa dimanfaatkan. Dengan demikian, penanggulangan kebakaran hampir dikatakan sepenuhnya mengandalkan tangki air mobil pemadam kebakaran, maupun mengambil dari kelurahan dan kecamatan terdekat yang berfungsi. Kepadatan penduduk identik dengan kepadatan permukiman. Bangunan gedung dengan aneka fungsi dan kedudukannya menempati peran strategis. Dalam pasal 1 UUBG, bangunan gedung adalah wujud fisik konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik hunian, kegiatan keagamaan, usaha, sosial, budaya, ekonomi, maupun kegiatan khusus.
Foto Atas & Bawah : Simulasi mitigasi bencana di SMP kawasan Pasar Senen dan Cililitan dalam rangka Satu Dasawarsa Implementasi UUBG
Sedangkan di pasal 2 menyatakan bahwa bangunan gedung diselenggarakan berlandaskan asas manfaat, keselamatan, keseimbangan, serta keserasian bangunan gedung dengan lingkungannya. Pada titik di mana hubungan arus pendek listrik, tabung gas, maupun lainnya menjadi faktor-faktor penyebab kebakaran, maka yang perlu dievaluasi adalah keandalan sebuah bangunan gedung. Dalam sebuah kesempatan sosialisasi UU BG di Yogyakarta, Direktur Penataan Bangunan dan Lingungan DItjen Cipta Karya, Guratno Hartono memaparkan, pada kawasan tersebut perlu penataan bangunan dan lingkungan yang baik sehingga dapat mengurangi risiko bahaya kebakaran. Contohnya penggunaan material bangunan yang lebih tahan terhadap api, penyediaan jalur sirkulasi bagi mobil pemadam, dan jalur evakuasi. Sementara Jimmy Siswanto dari Himpunan Ahli Perawatan Gedung menuturkan, permukiman padat di perkotaan menurutnya juga harus didesain untuk menanggulangi bahaya kebakaran maupun gempa maupun jalur evakuasi. “Permukiman padat harus memiliki sistem penanggulangan kebakaran, misalnya dengan mendesain instalasi listrik yang benar, dan menempatkan satu pipa dan hydrant di titik tertentu yang memudahkan petugas pemadam kebakaran mengaksesnya,” kata Jimmy. Meskipun di suatu daerah menurut Jimmy belum ada Perda bangunan gedung, namun setidaknya para arsitek dan perencana di daerah tersebut memahami semangat UU BG sehingga dalam
merencanakan pembangunan di daerahnya dapat tertib dan mengarah ke keandalan bangunan gedung. Sementara itu dalam beberapa sosialisasi mitigasi bencana yang dilakukan, Kasubdit Pengaturan dan Pembinaan Kelembagaan, Dian Irawati menyampaikan selain persyaratan administratif Izin Mendirikan bangunan (IMB), membangun gedung juga harus memenuhi syarat teknis yang meliputi tata bangunan dan keandalan. Persyaratan keandalan bangunan gedung meliputi aspek keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan. Dalam kesempatan tersebut, Ditjen Cipta Karya juga memberikan sertifikat dan satu unit Alat Pemadam Api Ringan (APAR) kepada sejumlah sekolah yang di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Barat, dan Jakarta Utara. Kepala Sekolah SMPN 19 Morgan Napitupulu mengapresiasi kegiatan yang dilakukan oleh Kemen PU ini. Menurutnya, acara sosialiasi seperti ini sangat bagus dan berharga buat siswa-siswa SMP. Ia berharap setelah mendapatkan sosialisasi ini para siswa bisa menjadi semacam agen atau juru kampanye untuk menyampaikan informasi kepada teman, keluarga maupun lingkungan sekitar. “Saya lihat tadi baik siswa maupun guru sangat antusias sekali. Ini akan menjadi pengalaman seumur hidup mereka, kalau bisa acara seperti ini sering dilakukan. Kita selalu siap menjadi tuan rumah,” kata Morgan. Sementara itu, Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Ditjen Cipta Karya Guratno Hartono dalam arahannya mengatakan, acara di SMPN 19 ini merupakan rangkaian awal kick off dari roadshow sosialisasi mendatang. Sosialisasi akan diselenggarakan pada bulan Oktober dan November 2012 ke sejumlah sekolah di wilayah DKI Jakarta. Guratno menambahkan, dalam sosialisasi ini diharapkan para peserta dapat memahami dan mengenali tanda-tanda jika akan atau saat terjadi bencana, peralatan yang dapat digunakan saat terjadi bencana, bagaimana mengoperasikannya, dan apa saja yang harus dilakukan saat terjadi bencana. “Simulasi tanggap bencana ini sebagai ajang informasi serta pengenalan, khususnya kepada adik-adik mengenai upaya-upaya mitigasi bencana,” kata Guratno. (bcr/dvt)
Penyerahan alat pemadam api ringan (APAR) oleh Direktur PBL Ditjen Cipta Karya kepada pihak sekolah
Foto : Danang Pidekso
Foto : Danang Pidekso
Foto : Buchori
berita utama
Edisi 11 4Tahun X4November 2012
11
Foto-foto: Haryo. S
berita utama
Kesadaran Kolektif Pemda di DIY
Wujudkan Perda Bangunan Gedung Haryo Satriawan *) dan Bhima Dhananjaya **)
Saat ini semua Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta sudah memiliki Perda Bangunan Gedung. Salah satu aspek utama keberhasilan ini adalah kesadaran kolektif dari semua lapisan masyarakat dan Pemerintah bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta secara geografis memiliki banyak potensi bencana.
H
al itu diungkapkan Kadis PU Provinsi DI Yogyakarta (DIY), Rani Sjamsinarsi, pada Sosialisasi UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung terus dilakukan. Pusat Informasi Pengembangan Pemukiman dan Bangunan Gedung (PIP2B-DIY)
Provinsi DIY. Lebih lanjut menurutnya, pelajaran penting dari gempa bumi yang menimpa DIY pada Mei 2006 adalah buruknya kualitas bangunan rumah sebagai penyumbang utama jumlah korban meninggal maupun luka-luka. Tak dapat disangkal lagi pentingnya aspek keamanan dari suatu bangunan gedung yang andal untuk menjamin keselamatan penghuni sebagai salah satu upaya mitigasi penanggulangan bencana. Dengan adanya landasan hukum Perda Bangunan Gedung, maka semua pemangku kepentingan telah mempunyai pedoman yang kuat dalam upaya mengkampanyekan bangunan andal yang terpadu, tepat sasaran, dan berkesinambungan. ”Kami berharap rangkaian acara peringatan satu dasawarsa Undang-Undang no. 28/2002 tentang Bangunan Gedung ini bisa menjadikan diri kita lebih bertanggungjawab terhadap keberhasilan pencapaian bangunan ANDAL yang aman, sehat, nyaman dan mudah, khususnya di wilayah yang rawan bencana,” kata Rani.
12
Foto Kiri & Kanan : Sosialisasi Implementasi UU BG di kawasan rawan bencana diselenggarakan oleh PIP2B Yogyakarta
Sosialisasi UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung terus dilakukan. Pusat Informasi Pengembangan Pemukiman dan Bangunan Gedung (PIP2B-DIY) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mengadakan bermacam kegiatan yang berorientasi pada pengenalan dan pemasyarakatan UU-BG sebagai dasar kebijakan dalam pengembangan permukiman dan bangunan gedung bagi seluruh stakeholder di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Kegiatan tersebut antara lain seminar dengan tema “Implementasi Bangunan andal di Daerah Rawan Bencana”, lomba karya tulis dengan tema “Bangunan Gedungku Andal”, lomba menggambar tingkat pelajar dengan tema “Nyamannya Bangunan Gedung di Kotaku”, pameran dan talkshow serta simulasi penanggulangan bencana. Rangkaian kegiatan tersebut dalam rangka peringatan Satu Dasawarsa UU Bangunan Gedung yang dibuka oleh Dirjen Cipta Karya Budi Yuwono di Yogyakarta, akhir September lalu. Turut hadir dalam sosialisasi tersebut Direktur PBL Ditjen Cipta Karya Guratno Hartono dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral Provinsi DIY Rani Sjamsinarsi. Menurut Budi Yuwono, saat ini terjadi degradasi sebagai akibat pembangunan bangunan gedung yang tidak memperhatikan persyaratan penyelenggaraan bangunan gedung serta mengabaikan kaidah-kaidah keharmonisan dan keseimbangan lingkungan dalam penyelenggaraannya. Hal ini menyebabkan berbagai permasalahan, terutama ketika terjadi bencana. Namun, tidak semua bencana disebabkan oleh perilaku alam namun seringkali akibat perilaku masyarakat yang mengabaikan daya dukung lingkungan. Sebagai contoh, pembangunan pada lokasi yang tidak sesuai dengan peruntukannya, tidak dipenuhinya persyaratan teknis yang dapat berdampak kerugian material, bahkan korban jiwa. “Melalui kegiatan ini, perlu ditegaskan kembali bahwa penyelenggaraan bangunan gedung akan selalu terkait dengan kondisi lingkungan yang ada. Untuk itu perlu kebijakan untuk melindungi keselamatan manusia dan lingkungannya serta menjamin kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan bagi pengguna bangunan gedung,” kata Budi. *) Staf Urusan Informasi dan Dokumentasi di Pusat Informasi Pengembangan Permukiman dan Bangunan (PIP2B) Provinsi DI Yogyakarta **) Asisten Kelembagaan USDRP
Pelaksanaan Perda BG
Kota Probolinggo Tugu selamat datang Kota Probolinggo Jawa Timur. Kota ini telah menerapkan Perda Bangunan Gedung sejak tahun 2008.
S
Foto : Istimewa
berita utama
Kota Probolinggo merupakan satu dari sedikit kota yang konsen terhadap penyusunan Perda Bangunan Gedung. Melalui upaya dan komitmen yng dilakukan, dalam kurun waktu setahun, Probolinggo berhasil menyusun Perda Bangunan Gedung.
ebelum membuat perda bangunan gedung, di Kota Probolinggi sudah ada perda yang mengatur bangunan gedung, namun hanya terbatas mengatur tentang retribusi Izin Mendirikan Bangunan yaitu Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2006. Di perda tersebut hanya mengatur tentang ketentuan retribusi yang didasarkan pada kelasifiksi jalan, jumlah lantai bangunan, luas bangunan dan sempadan bangunan. Untuk mengakomodasi pengaturan bangunan gedung, tahun 2007 Pemkot Probolinggo mulai menyusun Perda BG. Iklim politik yang kondusif serta sejalannya visi dari DPRD dan Walikota setempat membuat penyusunan Perda BG kota Probolinggo relatif tanpa kendala. Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum Kota Probolinggo Dwi Putranto mengatakan, iklim sosial dan politik di Kota Probolinggo ini relatif stabil dimana jarang teradi huru-hara dan kekacauan. Dalam penyusunan perda ini tidak mengalami kendala berarti, proses penyusunan kita lakukan seperti biasa yaitu dengan membuat draf Reperda dengan fasiiltasi Ditjen Cipta Karya untuk kemuadian kita usulkan ke DPRD. “Tahun 2007 kita susun dan ajukan, tahun 2008 kita telah melaksanakan Perda Bangunan Gedung ini,” kata Putranto. Putranto menambahkan, dalam penyelenggaraan bangunan gedung yaitu perencanaan, pelaksanaan/pembangunan dan pengawasan, khususnya perencanaan bangunan-bangunan yang memiliki sifat khusus masyarakat dilibatkan yang tergabung dalam Tim Ahli Bangunan Gedung yang ditetapkan oleh Keputusan Kepala Daerah. Tim Ahli Bangunan Gedung keanggotaan dari unsur masyarakat ahli, perguruan tinggi, asosiasi profesi dan instansi pemerintah.
Perijinan bangunan dimulai dari pengisian formulir yang menjadi satu formulir yaitu Surat Keterangan Rencana Kota (site plan), IMB dan SLF. Pengurusan administrasi Surat Keterangan Rencana Kota dengan waktu penyelesaian izin apabila persyaratan lengkap selama 3-5 hari kerja, pelayanan izin mendirikan bangunan dengan waktu penyelesaian izin apabila persyaratn lengkap selama 5-10 hari kerja yang dikeluarkan Badan Pelayanan Perizinan dengan lampiran rekomendasi teknis berupa peta rencana kota/ site plan untuk Surat Keterangan Rencana Kota dan gambar teknis untuk IMB oleh Dinas Pekerjaan Umum. Sedangkan SLF bangunan gedung waktu penyelesaian izin persyaratan lengkap selama 5-10 hari kerja yang dikeluarkan oleh Dinas Pekerjaan Umum. Pelaksanaan perijinan bangunan untuk Keterangan Rencana Kota dan IMB melibatkan tim koordinasi yang diketuai oleh Badan Pelayanan Perijinan dengan anggota DInas Pekerjaan Umum dan Sat Pol PP yang melihat lokasi yang akan dibangun. Pelaksanaan Sertifikat Laik Fungsi Bangunan (SLF) dikoordinasikan oleh Dinas Pekerjaan Umum dengan anggota Badan Pelayanan Perijinan, Badan Lingkungan Hidup, Dinas Tenaga Kerja dan UPTD PMK. Tim ini melakukan pemantauan dan pengawasan bangunan terhadap kesesuaian gambar IMB dengan kondisi bangunan yang sudah selesai sesuai dengan buku isian SLF. Untuk bangunan tertentu yaitu bangunan usaha, pabrik dan bangunan hunian dua lantai ke atas. Pemilik bangunan didampingi oleh konsultan penilai bangunan. “Kedepan kami terus mendorong terbitnya IMB di setiap bangunan. Saat ini baru 13% bangunan dari 52 ribu bangunan di Kota Probolinggo yang telah memiliki IMB. Untuk masyarakat MBR kita kenakan gratis dalam pengurusan IMB, semua itu telah diatur dalam Perda BG kami,” kata Dwi. (dvt)
Edisi 11 4Tahun X4November 2012
13
berita utama
Kata Mereka
Terkait Undang-Undang Bangunan Gedung Dirjen Cipta Karya Budi Yuwono
“106 dari 498 kabupaten yang telah memiliki Perda BG, hal ini memang masih sedikit. Namun, kita tidak akan pernah lelah untuk terus mensosialisasikan dan memberikan fasilitasi kepada pemda. Tidak hanya pemerintah pusat, dinas cipta karya di daerah harus juga melakukan sosialisasi,”
Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Guratno Hartono
“Untuk mempercepat pembentukan Perda BG, Ditjen Cipta Karya jemput bola dengan melakukan pendampingan penyusunan kepada pemda. Pendampingan dilakukan dengan membuat model rancangan perda untuk kemudian dinilai kelayakannya kepada pemda setempat. Selain pendampingan, sosialisasi melalui seminar, kampanye dan juga pelatihan juga kita lakukan,”
Jimmy Siswanto Himpunan Ahli Perawatan Gedung
“Meskipun di suatu daerah belum ada Perda bangunan gedung, namun setidaknya para arsitek dan perencana di daerah tersebut memahami semangat UU BG sehingga dalam merencanakan pembangunan di daerahnya dapat tertib dan mengarah ke keandalan bangunan gedung”
Ridwan Kamil Pakar Arsitektur
“Seperti sistem reward, penghargaan bagi bangunan yang dengan tertib mengikuti peraturan. Bagi para pelanggar undang-undang, harus ada polisinya. Semua orang sebaiknya melaporkan, jika ada indikasi pelanggaran dalam pembangunan, peruntukkan, aturan kepadatan gedung, dan penyelewengan lain,”
Gunawan Tjahjono Praktisi Bangunan Gedung
“Kondisi geografis Indonesia yang negara kepulauan dan beranekaragam budaya memang mempersulit terbentuknya Perda BG, namun Pemda tidak boleh menyerah dan terus komitmen untuk perda BG ini. Saya harap implementasi Perda BG di daerah dapat mengikuti nafas perkembangan zaman yang terus berubah dan mengadopsi kearifal lokal”
Dwi Putranto Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum Kota Probolinggo “Keberhasilan penyusunan Perda BG di Probolinggo ini karena DPR dan Walikota punya visi yang sama. Kalau satu visi semuanya bisa dilaksanakan dengan mudah,”
14
liputan khusus
Menuju Sanitasi Aman
di Yogya Nyaman
Darjat Wijunarso *)
Kota Yogyakarta dikenal dengan kota pendidikan. Tingkat laju pertumbuhan lembaga pendidikan berbanding lurus dengan pesatnya jumlah mahasiswa di kota ini. Fenomena ini biasanya akan berdampak pada laju pembangunan perumahan untuk kos maupun kontrakan, serta sentra-sentra ekonomi dan sosial budaya lainnya.
Foto : Danang Pidekso
salah satu spot favorit di Yogyakarta, Tugu, saat ini di sekelilingnya dipadati pertokoan dan gedung perkantoran maupun bisnis.
S
ebagai pusat pertumbuhan, kota besar seperti Yogyakarta memerlukan pembenahan sarana dan prasarana dasar permukiman, baik berupa sarana air bersih, sanitasi, sampah, maupun lainnya. Melihat kondisi daerahnya, pemerintah provinsi DI Yogyakarta terus membenahi sektor sanitasi (baca: air limbah) untuk mendukung dan menjaga kesehatan penduduk dan pendatang. Dengan kata lain, peningkatan kesehatan lingkungan akan berdampak langsung pada peningkatan kesehatan masyarakat, karena dapat mengurangi persebaran penyakit, salah satu upayanya adalah melalui pengelolaan limbah. Komitmen tersebut diwujudkan dengan membangun Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) Sewon di Bantul. Yogyakarta adalah salah satu kota dari tujuh kota yang memiliki sistem pengolahan air limbah perpipaan terpusat (sewerage system). Untuk menambah
Edisi 11 4Tahun X4November 2012
15
Foto : Istimewa
liputan khusus
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Sewon, Bantul, DIY
pelayanan kepada masyarakat untuk mengakses air limbah perpipaan yang aman, pada tahun 2010 Kota Yogyakarta bersama Kota Medan mendapatkan pinjaman dari Asian Development Bank (ADB) sebesar USD 35 juta. Saat ini Pemerintah RI melalui Kementerian Pekerjaan Umum, Dinas PUPESDM Provinsi DIY, Bidang Cipta Karya mengembangkan Pengelolaan Sanitasi dan Kesehatan Perkotaan, melalui Metropolitan Sanitation Management and Health Project (MSMHP) yang akan mencakup sebagian besar wilayah Kota Yogyakarta, Kab. Sleman dan Kab. Bantul. Kegiatan ini bertujuan meningkatkan pelayanan air limbah dengan sistem terpusat. Peningkatan pelayanan sanitasi yang layak merupakan salah satu target Millennium Development Goals (MDGs). Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PU, Budi Yuwono, megingatkan target MDGs terhadap sanitasi yang layak secara nasional menjadi sebesar 62,7% dari pelayanan pada tahun 2009 yang baru mencapai angka 51,02%. Untuk mencapai target tersebut, Pemerintah telah menunjukkan kepedulian melalui peningkatan alokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur bidang sanitasi. Namun
16
demikian, peningkatan alokasi dana tersebut masih belum mampu untuk membiayai seluruh kebutuhan yang ada. Pembangunan pipa saluran pembuangan air limbah akan dilaksanakan di 16 lokasi, yang tersebar di Kartamantul, dan dibangun, menggunakan lahan Jalan raya (protokol) dan jalan lingkungan perumahan, sehingga tidak akan dilakukan relokasi atau pembebasan lahan perumahan atau lahan pekarangan. Selain pengelolaan saluran air limbah dengan menggunakan pipa, dengan tujuan akhir di IPAL Sewon, yang terletak di Kabupaten Bantul, Pengelolaan Air Limbah Domestik dilakukan juga dengan pembangunan sarana IPAL komunal, yang dibangun di wilayah-wilayah tertentu, dengan kemampuan pengolahan limbah lebih kecil, untuk menampung limbah rumah tangga berskala kecil. Partisipasi warga sangat diperlukan dalam hal ini, terutama untuk pemanfaatan jaringan pengelolaan air limbah domestik (rumah tangga), antara lain: Pertama, memanfaatkan jaringan air limbah yang ada, serta pemanfaatan sarana lainnya. Kedua, ikut memelihara, menjaga serta melaporkan apabila terjadi kendala di lapangan, seperti pipa saluran air limbah atau IPAL Komunal
liputan khusus macet. Ketiga, tidak membuang sampah atau benda padat ke dalam Bak Kontrol sambungan rumah maupun Bak Kontrol pada jaringan Manhole. Proses dan Biaya Penyambungan Rumah dan aturan-aturan yang terkait didalamnya diatur dalam Peraturan Daerah masingmasing Kota/Kabupaten. Tarif Pengelolaan Air Limbah di Kota DIY per bulan akan berbeda berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh masing-masing Pemerintah Daerah. Kriteria yang dimaksud antara lain mencakup Wajib Retribusi Rumah Tangga, Wajib Retribusi Sosial, Wajib Retribusi Komersial, Wajib Retribusi Hotel atau Penginapan. Pembangunan Jaringan Pipa Air Limbah Domestik Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul, akan meliputi 16 wilayah yang tersebar di Kartamantul, antara lain: Sorosutan, Gedongkiwo, Tahunan-Batikan, Gambiran, Sagan, Kotabaru, Purwokinanti, Panggungharjo, Bangunharjo, Tamanan, Klitren, Randubelang, Depok-Gondokusuman-Umbulharjo, Terban, Suryodiningratan dan Pendowoharjo. Diharapkan setelah selesai program ini masyarakat akan semakin sadar akan pentingnya pengurangan air limbah domestik
sehingga mereka dengan suka rela menyambung ke saluran pipa servis. Selama pelaksanaan program ini, beberapa ruas jalan di Yogyakarta akan menjadi terganggu karena pekerjaan pemasangan pipa dan untuk beberapa ruas jalan akan ada penutupan jalan selama program berjalan dan kemungkinan pengalihan jalur. Pemasangan pipa ini menggunakan sistem “Clean Construction” yang pada prinsipnya adalah pemasangan pipa yang bersih, rapi dan tertib dan tidak mengganggu lingkungan sekitar. Pada masa pelaksanaan harus sudah mengelola dan memantau dampak lingkungan serta meminimalisir dampak negatif yang terjadi sehingga menimbulkan dampak positif setelah proyek berjalan. Diharapkan dengan adanya program ini tidak akan mengganggu aktivitas masyarakat sehari-hari dan bisa memberikan rasa keadilan kepada masyarakat yang terkena dampak pembangunan, baik yang berdampak pada tempat tinggal, akses, pendapatan dan mata pencaharian. *) Kasatker PLP Provinsi DI Yogyakarta
Foto : Dodo
IPAL Sewon Yogyakarta
Edisi 11 4Tahun X4November 2012
17
Foto-foto : Danang Pidekso
info baru
Rakertas Kemen PU 2012:
Kenaikan Anggaran Untuk Capai MDGs Air Minum Tahun 2013, anggaran Ditjen Cipta Karya naik sebesar 24% dari Rp 13,8 Triliun tahun 2012 menjadi Rp 17,2 Triliun. Hal tersebut disampaikan Dirjen Cipta Karya Budi Yuwono kepada para Kepala Satuan Kerja (Kasatker) Ditjen Cipta Karya dalam acara Rapat Kerja Terbatas Kemen PU 2012 di Kemen PU awal November lalu.
Menteri Pekerjaan Umum berserta semua pejabat eselon 1 memberikan pengarahan dalam Rapat Anggota Terbatas (Rakertas) Kementerian PU akhir Oktober lalu.
18
P
agu tersebut terdiri dari; pagu baseline dalam rangka pencapaian target Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2012 sebesar Rp 13,468 Triliun, inisiatif baru sebesar Rp 3 Triliun untuk daerah terpencil dan terluar serta pemanfaatan dana cadangan infrastruktur Rp 0,75 triliun untuk program pemberdayaan. Budi menegaskan, kenaikan anggaran tersebut lebih disebabkan adanya arahan direktif Presiden untuk mempercepat pelaksanaan prioritas pembangunan nasional, termasuk pencapaian targetMillennium Development Goals (MDGs) dimana sektor air minum dan sanitasi masih dianggap tertinggal dibanding target MDGs lainnya. Dengan arahan direktif Presiden tersebut, Ditjen Cipta Karya mendapatkan kenaikan anggaran air minum TA 2013 sebesar Rp 5,5 Triliun, dari TA 2012 sebesar RP 3,5 Triliun. Total pagu direktif Presiden TA 2013 sebesar sekitar Rp 2 Triliun tersebut untuk optimalisasi SPAM MBR di perkotaan, SPAM Perdesaan, dan SPAM Kawasan Khusus. Dengan penambahan pagu tersebut, Ditjen Cipta Karya memantapkan program-program air minum antara lain; pertama untuk SPAM Kawasan Khusus di perbatasan dan dukungan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Kedua, SPAM Perdesaan yang menyasar masyarakat yang bertempat tinggal di daerah rawan air, pulau terluar, dan kawasan pesisir. Ketiga, optimalisasi SPAM untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di kawasan perkotaan. “Direktif Presiden ini merupakan harga mati bahkan tidak boleh diutik-utik. Saya harap peran randal dan kadis untuk melakukan koordinasi. Ini merupakan tugas mulia,” kata Budi. Direktur Bina Program Antonius Budiono menambahkan, arahan direktif presiden untuk bidang air minum mentargetkan
info baru proporsi penduduk terhadap sumber air minum terlindungi pada 2025 secara nasional sebesar 100%. Sedangkan pada 2015, pemerintah harus mengejar target MDGs untuk air minum sebesar 68,87% dengan target Sambungan Rumah sebanya 8,8 juta unit. “Untuk menambahkan 1% pencapaian bidang air minum dibutuhkan dana sekitar Rp 3,5 Triliun,” jelas Antonius. Pemerintah melalui APBN 2010-2015 hanya mampu mendanai Rp 28,3 Triliun, sisanya diharapkan berasal dari APBD, water hibah, dan CSR sebesar Rp 9,6 Triliun, perbankan dan Pusat Investasi Pemerintah (PIP) sebesar Rp 8,3 Triliun, dan Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) sebesar Rp 6 Triliun. Sementara Direktur Pengembangan Air Minum, Danny Sutjiono, mengingatkan komponen pembiayaan utama dalam pembangunan SPAM mengacu pada UU 32/2004 dan UU 33/2004 berupa Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB). Pemeritah daerah yang mendapatkan kucuran APBN bidang air minum, pada tahun yang sama juga harus mengalokasikan APBDnya. “Karena itu DDUB harus dimasukkan dalam penyusunan RPIJM,” tegas Danny
Tahun Politik
Tahun 2013 merupakan tahun politik, hal tersebut akan memberikan tekanan kepada kinerja kementerian mulai dari pembahasan sampai dengan pelaksanaan program, dimana saat ini sudah terasa di DPR dalam hal pembahasan anggaran. Untuk itu, Budi Yuwono meminta kepada seluruh jajarannya agar bekerja secara profesional sebagai aparatur negara. “Tahun politik tidak perlu diimbangi langkah-langkah politik. Politik kita adalah untuk kesejahteraan masyarakat. Tunjukkan kita PNS profesional,” tambah Budi. Untuk menghadapi 2013, ia tak bosan-bosannya mengingatkan kepada Pemda yang belum menyusun Rencana Induk SPAM (RISPAM). Sementara untuk yang sudah ada harus ditingkatkan kualitasnya agar menjadi acuan dalam Rencana Program dan Investasi Jangka Menengah (RPIJM). Secara umum, arah dan kebijakan alokasi anggaran Ditjen Cipta Karya Tahun 2013 yaitu; penerapan flat policy (total pagu belanja operasional dipertahankan sama dengan tahun 2012), alokasi anggaran untuk peningkatan kegiatan prioritas ( pembangunan daerah tertinggal, penguatan program pro rakyat, MP3KI, mendukung program MP3EI) dan melakukan efisiensi
belanja perjalanan dinas sebesar 10% sampai 15% dari total alokasi anggaran.
Pelaksanaan 2012
Untuk kinerja Ditjen Cipta Karya 2012, sampai dengan 2 November ini penyerapan Ditjen Cipta Karya baru mencapai 66,58%. Terkait hal tersebut, Ditjen Cipta Karya mengambil langkah-langkah untuk percepatan. Percepatan tersebut dilakukan dengan pemantauan secara ketat dan mempercepat penandatanganan kontrak untuk paketpaket APBN-P. Dengan demikian, target penyerapan sebesar 96,81% atau Rp 13,264 Triliun tahun ini bisa tercapai. Secara umum,capaian Kementerian PU 2012 mencapai 60,11% dari APBNP 2012 sebesar Rp 75,24 triliun. Capaian tersebut masih rendah dibandingkan target per Oktober yaitu sebesar 74,8%. Besaran capaian tersebut terdiri dari 61,63% di Ditjen Sumber Daya Air, 57,85% di Ditjen Bina Marga dan 65,56% di Ditjen Cipta Karya. Sedangkan penyerapan fisik dari APBNP mencapai 66,37% dari target per akhir Oktober sebesar 76,36%. Terdiri dari 68,92% di bidang Sumber Daya Air, 66,16% di bidang Bina Marga dan 66,58% di bidang Cipta Karya. Sementara itu, Direktorat Jenderal Cipta Karya menjadi unit kerja eselon I di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum yang mengalami pemblokiran dana paling sedikit, yaitu Rp 18,9 miliar dari total dana terblokir Kementerian PU sebesar Rp 1,784 triliun. Dana terblokir Kementerian PU tersebut diperuntukan bagi 174 paket yang belum dilelang. Paket– paket tersebut belum dilaksanakan karena masih terdapat ketidakjelasan tugas dan kewenangan antara Kementerian PU dan kementerian terkait. Sebanyak 174 paket tersebut tersebar di Ditjen Sumber Daya Air sebanyak 88 paket senilai Rp 342,3 miliar. Di Ditjen Bina Marga terdapat 61 paket senilai Rp 183,8 miliar, dan Ditjen Cipta Karya sebanyak 25 paket senilai Rp 18,9 miliar. Beberapa hambatan yang mengakibatkan keterlambatan penyerapan anggaran kementerian antara lain administrasif revisi DIPA, pencairan dana diblokir, persetujuan kontrak tahun jamak dan permasalah di lapangan terkait pembebasan lahan. Menteri PU Djoko Kirmanto menegaskan kepada para pejabat PU seperti Satuan Kerja (Satker) dan Kepala Balai untuk memberikan perhatian dan melakukan pelaksanaan khusus pada dana sebesar Rp 33 trilun yang belum terserap. (dvt)
Ditjen Cipta Karya memberikan bantuan jerigen dengan menggunakan perahu ke Pulau Marampit Sulawesi Utara. Dengan adanya program Direktif Presiden diharapkan masalah air minum di pulau terpencil bisa segera teratasi.
Edisi 11 4Tahun X4November 2012
19
Pamsimas Tahap Dua
Diluncurkan Kementerian Pekerjaan Umum mensosialisasikan program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) II yang akan dilaksanakan mulai 2013 - 2016. PAMSIMAS II mentargetkan 5.000 desa, 156 kabupaten di 32 provinsi dengan dana sebesar USD 250 juta yang berasal dari APBN, pinjaman Bank Dunia, dan hibah Pemerintah Australia. Foto Atas
: Hidran Umum yang dibangun masyarakat melalui PAMSIMAS di Kelurahan Oesapa Barat Kota Kupang NTT Foto Bawah : Dirjen Cipta Karya Kementerian PU, Budi Yuwono (kiri) secara simbolis membuka sosialisasi PAMSIMAS II di The Dharmawangsa, Jakarta.
20
Foto-foto : Buchori
Foto : Istimewa
info baru
P
ada tahap kedua ini diharapkan ada penyempurnaan kriteria-kriteria calon penerima berdasarkan evaluasi pelaksanaan PAMSIMAS tahap pertama,” kata Dirjen Cipta Karya Kementerian PU, Budi Yuwono, saat membuka sosialisasi PAMSIMAS II di The Dharmawangsa, Jakarta (13/11). Budi menambahkan, PAMSIMAS I telah dilaksanakan di 6.263 desa di 110 kabupaten/kota, 15 provinsi dari rencana 5.000 desa sasaran. Jumlah tersebut ditambah dengan replikasi PAMSIMAS di 565 desa yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. Pada pelaksanaan tahap I, PAMSIMAS telah meningkatkan akses pelayanan air minum untuk sekitar 4,3 juta jiwa dari target 6 juta, serta penambahan akses sanitasi bagi 3 juta jiwa. “Tidak tercapainya target tersebut disebabkan kemampuan masingmasing organisasi masyaraat setempat (OMS) dalam pengelolaan infrastruktur air minum dan sanitasi yang berkelanjutan,” ungkapnya. Pada PAMSIMAS II ini dilakukan perluasan cakupan wilayah sasaran ke 32 provinsi dan kabupaten yang cakupan pelayanan air minum masih rendah atau di bawah rata-rata nasional (45,8%) berdasarkan Susenas 2010 dan merupakan wilayah yang angka kemiskinannya di atas rata-rata nasional (13%).
info baru Budi menilai pelaksanaan PAMSIMAS I berjalan dengan baik. Dari infrastruktur yang dibangun di sekitar 6.800 desa, 95 % aset yang dibangun mampu dimanfaatkan dengan baik. “Sebanyak 5% sisanya disebabkan karena OMS yang tidak berkembang, namun bukannya mati sama sekali karena bisa dibantu Pemda,” ungkap Budi. Catatan lain menurut Budi, dalam PAMSIMAS I masih ada beberapa temuan ketidaktepatan lokasi sasaran dimana desa yang dipilih tingkat ekonomi penduduknya tinggi. Namun menurutnya, masyarakat dengan ekonomi yang mampu pun harus dibantu akses air minumnya karena krisis air di daerahnya. Catatan lain, banyak Pemda dinilai masih cenderung kurang peduli dalam menjamin keberlanjutan program-program berbasis masyarakat seperti PAMSIMAS ini. Dengan demikian diharapkan program ini tidak hanya mengandalkan pinjaman dan hibah luar negeri, namun dituntut kepedulian Pemda untuk menjamin keberlanjutan program dan mereplikasikan PAMSIMAS di daerahnya. “Pemda harus merubah cara pandang, bahwa yang harus dikeluarkan bukan sharing budget, tapi sharing program karena kami hanya membantu apa yang sudah menjadi kewajiban Pemda dalam penyediaan air minum dan sanitasi,” kata Dirjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum, Budi Yuwono, di hadapan peserta Sosialisasi Program PAMSIMAS Tahap II di Bali, Kamis (22/11). Dalam survey Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Pemda cenderung tidak peduli dengan keberlanjutan PAMSIMAS. Yang bisa dilakukan Pemda untuk keberlanjutan PAMSIMAS tidak saja dengan sharing pendanaan, tapi dengan menyediakan fasilitator, melakukan monitoring, mengajarkan masyarakat cara mengatur tarif, dan lainnya. “LP3ES juga mengatakan masih ada sasaran PAMSIMAS yang tidak tepat sasaran. Namun saya tegaskan, sasaran PAMSIMAS memang tidak harus masyaraat tidak mampu, tapi masyarakat yang memang membutuhkan air,” tegas Budi. Mengenai sasaran, penggunaan APBN melalui Hibah Insentif Daerah PAMSIMAS dan APBD provinsi maupun kabupaten, diprioritaskan bagi desa-desa yang PAMSIMASnya bisa dikembangkan. Seperti pada kondisi kekurangan air baku, penambahan unit SR, dan lain-lain. PAMSIMAS tahap II ini memanfaatkan dana USD 250 juta yang terdiri dari tambahan pinjaman IDA Credit USD 100 juta, GoI USD 100 juta, dan hibah AusAID USD 50 juta. Sementara itu, Bupati Temanggung Hasyim Afandi menilai suksesnya program PAMSIMAS adalah kebersamaan. Sebelum
Foto Atas : Menara air PAMSIMAS di Blora, Jawa Tengah Foto Bawah : MCK Kota Pekalongan
ada PAMSIMAS, penduduk desa di wilayahnya masih banyak yang mengambil air sejauh 4 km. Dengan perpipaan dan bak penampungan yang dibangun PAMSIMAS, masyarakat tidak hanya menikmati air untuk minum dengan mudah, bahkan kapasitas yang berlebihan mampu dimanfaatkan untuk mengairi komoditas pertanian. “Dengan PAMSIMAS, tumbuh beragam inovasi di tengah masyarakat, ada yang membuat kolam ikan, jamban, bahkan kami sudah mendeklarasikan Stop Buang Air Besar Sembarangan dan praktik Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) lainnya,” ujar Afandi.
Pembentukan Asosiasi BPSPAMS
Masih tentang keberlanjutan dan pengembangan PAMSIMAS, Budi Yuwono juga mengharapkan dibentuknya persatuan yang terdiri dari ribuan Badan Pengelola Sarana Penyediaan Air Minum dan Sanitasi (BPSPAMS). Ide ini meniru Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi), dengan harapan Persatuan BPSPAMS yang dibentuk dapat mengelola aset desa paling berharga berupa Sarana Penyediaan Air Minum dan Sanitasi(SPAMS). Dari hasil pelaksanaan PAMSIMAS Tahap I, hingga saat ini sudah terbentuk 5.368 BPSPAMS yang tersebar di Sumater Barat (621), Riau (331), Sumatera Selatan (378), Banten (106), Jawa Barat (269), Jawa Tengah (1.582), Kalimantan Selatan (418). Sementara itu di Sulawesi Tengah (355), Sulawesi Selatan (339), Sulawesi Barat (125), NTT (538), Gorontalo (151), Maluku (52), Maluku Utara (71), dan Papua Barat (50). (bcr)
Edisi 11 4Tahun X4November 2012
21
info baru
Rencana Aksi Pengelolaan Sampah dan Sanitasi
Quick Wins Indonesia untuk Lingkungan
Sebagian besar dari kita mungkin masih ingat dengan segar dengan Gerakan Jumat Bersih. Ada yang mengalaminya saat masih sekolah atau ketika sudah ada di lingkungan pekerjaan. Pilihan hari (Jumat), bisa saja tercelup amalan sunnah (dalam kepercayaan Islam) untuk membersihkan diri dan lingkungan di hari mulia itu.
A
Foto : Buchori
papun alasannya, Jumat Bersih menjadi gerakan yang, menurut sebagian kecil atau besar, efektif menggerakkan masyarakat Indonesia untuk lebih peduli lingkungan dengan melakukan aksi nyata. Apa saja bisa dilakukan, dari membersihkan ruang kelas dan halaman sekolah bersama-sama, hingga paling berat adalah membersihkan selokan dan sungai (kali) di dekat sekolah mereka. Gerakan ini sedikit demi sedikit bermetamorfosis menjadi beragam gerakan, seperti gerakan menanam pohon, dan seterusnya yang seolah hanya milik entitas atau lembaga pemerintah tertentu. Gerakan Jumat Bersih dicanangkan Presiden
22
Soeharto pada tahun 1994 dalam momentum Hari Kesehatan Nasional. Gerakan tersebut kemudian dikukuhkan dalam Surat Keputusan Menko Kesra (Nomor 23/Kep/Menko/Kesra/XI/1994) dan Menteri Lingkungan Hidup ditunjuk sebagai koordinator. Kecenderungan mengendurnya gerakan ini kemudian membuat sejumlah menteri gelisah dan berinisiatif merevitalisasinya. Revitalisasi tersebut kemudian dinamai Gerakan
Tina Talisa, Menteri Kesehatan Nafisah Mboi, Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya, Menteri PU Djoko Kirmanto, dan salah satu Deputi di Menko Kesra dalam Gerakan Indonesia Bersih di Jakarta
Foto : http://919489729.r.cdn77.net
info baru
Indonesia Bersih yang saat ini masih menunggu Instruksi Presiden. Namun, langkah progresif dari beberapa kementerian dan lembaga sudah berbuah dengan terbitnya Paket Buku ‘Pedoman dan Rencana Aksi Pengelolaan Sampah dan Sanitasi’. Pada 12 November 2012 ini, sedikitnya 19 menteri Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II menandatangani nota kesepahaman untuk melaksanakan pengelolaan sampah dan sanitasi dalam Gerakan Indonesia Bersih (GIB). Mereka sepakat menyusun dan melaksanakan rencana aksi berdasarkan pedoman pengelolaan sampah dan sanitasi GIB. Penandatangan disaksikan Wakil Presiden RI Boediono dan 300-an bupati walikota maupun yang mewakilinya di Jakarta (12/11). Direncanakan, pada Februari 2013, akan diusulkan pencanangan GIB yang serentak akan dilaksanakan oleh kementerian/lembaga terkait disesuaikan dengan event besar masing-masing K/L. Dalam kesempatan yang sama juga diluncurkan satu paket buku Pedoman dan Rencana Aksi Pengelolaan Sampah dan Sanitasi dalam GIB. Buku ini disusun bersama oleh Sekretariat Wapres RI, Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Lingkungan Hidup, serta tim ahli dari Kementerian Pekerjaan Umum. Paket tersebut memuat 11 buku yang masing-masing berisi lokus dan tanggung jawab kementerian/lembaga terkait. Kesebelas buku tersebut antara lain; prasarana dan sarana (PS) transportasi, kesehatan, perairan, perkantoran, perdagangan, industri, pariwisata, ruang terbuka hijau, dan perumahan, serta sosial budaya, keagamaan, sarana olahraga dan kepemudaan, dan sarana sosial kemasyarakatan lainnya.
PU di Lokus Kebersihan Sungai dan Bantaran Sungai
“Saat ini, persoalan sampah dan sanitasi telah menjadi masalah sosial yang sama mendesaknya, seperti halnya masalah pengangguran dan kemiskinan yang kita hadapi saat ini,” ujar
Aliran Sungai Ciliwung, perlu kesadaran bersama untuk menciptakan kebersihan lingkungan
Boediono dalam sambutannya sekaligus membuka Rapat Koordinasi GIB 2012 dengan tema Menjaga Kebersihan Cerminan Harkat dan Harga Diri Bangsa. Lebih lanjut dijelaskan, yang menjadi masalah adalah kesiapan masyarakat Indonesia untuk melakukan pengelolaan sampah dan sanitasi. Padahal, masalah sampah telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kota-kota di Indonesia. Padahal bisa menimbulkan masalah yang lebih besar, seperti menurunnya tingkat kesehatan masyarakat, kerusakan lingkungan, bahkan dapat mengakibatkan kerugian ekonomi yang besar. Dalam rencana aksi tersebut, Kementerian PU bertanggung jawab pada kebersihan sungai dan bantaran sungai. Dalam diskusi pleno, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto menegaskan perlunya partisipasi masyarakat dan pembentukan aliansi peduli sanitasi. Tanpa masyarakat, infrastruktur yang dibangun oleh PU tidak akan berkelanjutan. Sesuai dengan salah satu output GIB, yaitu rencana tindak dan rancangan komunikasi, Kementerian PU telah dan sudah menyaiapkan rencana sosialisasi dan edukasi. Yaitu, master plan kampanye sanitasi, jambore sanitasi nasional, kampanye dan edukasi kepada pelajar SD dan SMP, pemilihan duta sanitasi, dan bekerjasama dengan tujuh organisasi wanita untuk kampanye sanitasi. Kementerian PU melalui Ditjen Cipta Karya juga telah melakukan sarasehan kelompok swadaya masyarakat (KSMP Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), melatih tenaga fasilitator lapangan (TFL) untuk pembangunan 3R (reduce, reuse, recycle) dan SANIMAS, serta melatih bidang teknik penyehatan lingkungan permukiman bagi aparat pemda. Dalam penataan bantaran sungai, Kementerian PU misalnya sudah menormalisasi Sungai Ciliwung dalam penanganan sampah dan sanitasi di lima segmen, dari manggarai hingga jembatan TB Simatupang. Kemen PU membangun 13 Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dan 8 SANIMAS. (bcr/ rnd)
Edisi 11 4Tahun X4November 2012
23
info baru
PDAM Didorong
Susun Model Rencana Pengamanan Air Minum
Foto -foto : Buchori
Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum mensosialisasikan penyusunan model Rencana Pengamanan Air Minum (RPAM) di Indonesia bidang operator. Operator air minum di Indonenesia yang masih didominasi PDAM saat ini masih lemah dalam identifikasi dan manajemen risiko.
24
info baru
Perawatan Instalasi Pengolahan Air Minum komplek Pramuka Kota Banjarmasin
R
PAM bersifat antisipatif permasalahan ketimbang konsep end of pipe yang menangani masalah setelah ada kejadian. “Jika dalam undang-undang yang ada tak boleh ada yang mati karena tidak mendapatkan air, namun saat ini ada arus baru di dunia bahwa jika tidak mampu mengelola air minum disebut melanggar HAM,” kata Direktur Jenderal Cipta Karya Budi Yuwono saat membuka workshop Penyusunan Model RPAM - Operator di Jakarta (12/11). Budi mengatakan, masih banyak direksi PDAM yang tidak peduli dengan risiko, pasokan bahan baku telat, dan PDAM merugi karena faktor masyarakat atau tarif yang tidak cost recovery. Penekanan RPAM di level operator juga disebabkan masih bervariasinya keandalan dan kualitas operator. “Mereka belum terbiasa dengan standar yang rigit, masih banyak persyaratanpersyaratan teknis yang belum memenuhi standar. Karena itu banyak SOP yang harus dicermati kembali,” tegasnya. Lebih lanjut diungkapkan, pengelolaan air minum oleh PDAM menyimpan banyak potensi risiko, baik dari internal maupu eksternal. Dari internal contohnya minimnya SDM, tidak tersedia dan tidak dilaksanakannya SOP, sampai masalah manajemen keuangan. Dari eksternal PDAM misalnya tercemarnya sumber air baku, tidak mencukupinya debit air baku terutama saat musim kemarau, dan tidak handalnya supai energi listrik. PDAM Bandarmasih Kota Banjarmasin menjadi pilot project impelmentasi RPAM - operator dan banyak menuai hasil positif. Kendati masih tahap awal, PDAM Bandarmasih mampu mengatasi
potensi pencurian ratusan meter kubit ai rminum, rusaknya unit intake karena tertabrak sampan penduduk, dan potensi pecahnya pipa karena water hammer. Dijelaskan, fakta-fakta yang ada di negara yang sudah memakai RPAM misalnya dapat menghindarkan operator/PDAM dari berbagai jenis risiko yang perbaikannya dapat membutuhkan jutaan rupiah seperti pompa rusak, gagal produksi, kehilangan air, pemborosan bahan kimia, dan lainnya. RPAM juga dapat menurunkan jumlah pemeriksaan sampel air oleh operator sehingga mengurangi biaya operasioal. Lebih jauh lagi dapat menurunkan angka kejadian penyakit bawaan air sehingga biaya pemeliharaan kesehatan masyarakat. RPAM adalah konsep pengamanan dalam pelayanan air minum yang dikembangkan World Health Organization (WHO) dengan nama Water Safety Plan (WSP). Konsep ini kemudian diadopsi oleh banyak negara, termasuk Indonesia. Di ASEAN, negara yang menerapkan WSP terbaik adalah Singapura, kemudian disusul oleh Filipina, Laos, dan Vietnam. Menurut Direktur Perumahan dan Permukiman, BAPPENAS, Nugroho Tri Utomo, dalam pertemuan-pertemuan internasional, Indonesia mendapat catatan unik karena menerapkan empat faktor, yaitu kuantitas, kualitas, kontinuitas, dan keterjangkauan. Selain itu, uniknya Indonesia karena sukses menerapkan model pemberdayaan masyarakat, serta secara eksplisit mencantumkan sanitasi sebagai faktor utama dalam hal risiko pelayanan air minum. -(bcr)
Edisi 11 4Tahun X4November 2012
25
Foto -foto : Danang Pidekso
info baru
Penanganan Pengaduan Masyarakat
Wujud Nyata, Reformasi Tata Kelola Pemerintahan “Aslm pak kadis kesehatan mohon mohon diperhatikan pelayanan apotek askes obat obatan RS cibabat pelayanan lambat,” keluh pasien. “Mohon maaf atas ketidak nyamanan bapak, sehubungan dengan adanya peraturan ASKES yang baru, tentang rujuk balik pasen yg tadinya ke RSHS, sekarang ke RS Cibabat, sehingga jumlah kunjungan meningkat, dan kami kekurangan tenaga di Instalasi farmasi, Insya Allah akan menjadi perhatian kami, Terima kasih atas masukannya,” jawab Kabid Pelayanan Medis RSUD Cibabat Triniyanti Edyaningsih.
Direktur Bina Program Antonius Budiono (kiri) didampingi Ketua CPMU USDRP Dwityo A Soeranto (kanan) saat memberikan arahan dalam pembukaan Workshop Capicity Building kepada peserta USDRP di Bandung
26
info baru
D
ialog interaktif tersebut merupakan tampilan dari website pengaduan masyarakat Pemerintah Kota Cimahi Jawa Barat yang disebut PESDUK (Pesan Singkat Penduduk). Cepat, mudah, murah dan langsung ditanggapi oleh orang yang bersangkutan, itulah sistem PESDUK yang dikembangkan Pemkot Cimahi. Pesduk membantu masyarakat terhubung dan berbagi informasi melalui pesan singkat sms kepada Pemerintah Kota Cimahi. Melalui Pesduk, masyarakat dapat menyampaikan unekunek kepada pejabat pemerintah khususnya Walikota Cimahi yang langsung diterima dan ditanggapi dalam hitungan jam tanpa birokrasi yang berbelit-belit. “Masyarakat tinggal mengirimkan sms, nanti petugas operator akan meneruskan pesan tersebut ke walikota dan pejabat-pejabat terkait, dan pada saat itu juga walikota bisa memberikan perintah untuk ditindaklanjuti,” kata Harjono Kepala Bagian Humas dan Protokol Pemkot Cimahi. Sebelumnya memang sudah ada tempat pengaduan layanan publik, yaitu melalui SMS ke 022-7082111 atau melalui surat ke wali kota maupun surat kabar. Akan tetapi, hal itu belum optimal karena tidak terintegrasi satu sama lain. Untuk itu, Pemkot Cimahi mengembangkan suatu sistem online terintegrasi yang disebut PESDUK. PESDUK Kota Cimahi dikembangkan dengan sistem yang jelas, baik dalam hal penggunaan teknologi, petugas pengelola dan juga informasi yang disampaikan. Semua aspirasi boleh disampaikan, sepanjang terkait dengan pelayanan publik, aspirasi publik dan kinerja pemerintahan. Keberhasilan Pemkot Cimahi dalam pengelolaan pengaduan masyarakat inilah yang membuat Ditjen Cipta Karya tertarik untuk mengajak para peserta dari Kabupaten/Kota USDRP belajar ke sana. Seperti kita ketahui, pengaduan masyarakat merupkan bentuk partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan dimana hal tersebut sejalan dengam misi Program USDRP yaitu reformasi tata kelola pemerintahan. Saat ini, reformasi tata kelola pemerintahan merupakan tuntutan yang harus dihadapi oleh seluruh Pemerintah Daerah di Indonesia. Paradigma pembangunan tidak lagi dilaksanakan oleh Pemerintah, akan tetapi membutuhkan keterlibatan masyarakat. Keterbukaan dan akuntabilitas merupakan prasyarat dalam mempercepat pembangunan kota, salah satu bentuknya adalah partisipasi aktif masyarakat. Semangat ini yang kemudian di bawa oleh USDRP. USDRP berusaha untuk meningkatkan kualitas layanan perkotaan pesertanya melalui dua pendekatan. Pendekatan yang pertama adalah penyediaan infrastruktur strategis kota melalui mekanisme penerusan pinjaman, yang diwujudkan dalam sarana dan prasarana ekonomi lokal yang diharapkan mendorong kesejahteraan masyarakat. Pendekatan yang kedua adalah penguatan aspek tata kelola pemerintahan di kabupaten/kota melalui serangkaian menu informasi dan pembaruan yang ditujukan menciptakan tata pemerintah yang baik, terutama di bidang pengadaan barang dan jasa, pengelolaan keuangan daerah serta transparasi dan keterbukaan informasi. Pendekatan ini adalah semangat dan tujuan besar dari program ini. USDRP memfasilitasi pendekatan ini melalui rangkaian bantuan teknis yang telah dimulai sejak tahun 2008 dalam bentuk pendampingan oleh konsultan lokal ataupun kegiatan-kegiatan yang bersifat pengembangan kapasitas di tingkat pusat atupun
daerah. Sejak saat itu, CPMU USDRP telah melaksanakan lebih dari 45 kali kegiatan capacity building dengan sasaran aparat pemerintah daerah peserta USDRP di 10 kota/kabupaten yaitu: Kota Banda Aceh, Kota Sawahlunto, Kota Cimahi, Kota Palangkaraya, Kota Palopo, Kota Parepare, Kab. Barru, Kab. Sidenreng Rappang, Kab. Parigi Moutong dan Kab. Morowali. Kunjungan lapangan ke Pemkot Cimahi ini salah satu bentuk fasilitasi “on the job training” yang dilakukan USDRP dalam pengembangan kapasitas daerah khususnya pengelolaan informasi. Kegiatan tersebut merupakan rangkaian kegiatan capacity building yang diselenggarakan Ditjen Cipta Karya selaku excecuting Agency melalui CPMU USDRP, untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam menjalankan dan mengembangkan reformasi penyelenggaraan tata pemerintahan di bidang transparasi, partisipasi dan keterbukaan informasi publik. Direktur Bina Program Ditjen Cipta Karya Antonius Budiono mengatakan, peningkatan kualitas keterbukaan informasi dan layanan penanganan keluhan oleh masyarakat merupakan kunci penting dalam mewujudkan akuntabilitas pemerintah daerah. Ia berharap model pengelolaan masyarakat Kota Cimahi ini dapat direplikasi dalam bentuk program lain didaerah yang berbeda. “Tinggal bagaimana atau seberapa kreatif pemerintah daerah dan pihak terkait melihat celah itu dan kemudian mengembangkan potensi-potensi yang ada,” kata Antonius. Ketua CPMU USDRP Dwityo A Soeranto mengatakan, USDRP dalam pelaksanaannya memiliki target dengan beberapa Key Performance Indikator (KPI) yang harus dipenuhi di akhir proyek tahun 2013 nanti. Diantaranya; setidaknya 80% peserta USDRP telah menggunakan media untuk pengaduan masyarakat, adanya SOP penanganan pengaduan, terbentuknya Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi PPID dan SOP Publikasi serta setidaknya 70% dari peserta USDRP telah menyelesaikan subproyek. Menjelang berakhirnya USDRP Mei 2013 nanti, beberapa target diatas harus terpenuhi. “Selain pengembangan kapasitas dalam hal pengelolaan informasi, USDRP juga memfasilitasi pesertanya dalam hal pelatihan dan penguatan bagi PPID serta pengelolaan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) menuju pelayanan masyarakat yang profesional, efektif dan efisien,” kata Dwityo. (dvt)
Para peserta USDRP melakukan on the job training ke Pemkot Cimahi Jawa Barat. Tampak salah satu staf Humas sedang menjelaskan sistem Pengaduan Masyarakat milik Pemkot Cimahi yang disebut (PESDUK).
Edisi 11 4Tahun X4November 2012
27
inovasi
Perencanaan Partisipatif
RIS-PNPM Mulai Diintegrasikan Dedi Zubaedi*)
Foto : Buchori
Sekitar 56% dari lebih dari 240 juta penduduk di Indonesia bermukim di perdesaan. Walaupun jumlah penduduk yang bermukim di desa mengalami pengurangan dari tahun 2010 karena terjadi peningkatan urbanisasi, tetapi angka tersebut masih menunjukkan bahwa desa memiliki human capital yang cukup besar.
28
Salah satu infrastruktur yang dibangun RIS PNPM di Lampung berupa jalan dan talud penahan longsor di sungai.
inovasi
P
otensi sumber daya lainnya yang beragam juga dimiliki di perdesaan seperti social capital, dan natural capital. Sayangnya, tidak semua potensi sumberdaya desa dapat didayagunakan karena terbatasnya kualitas SDM, teknologi dan keuangan. Sehingga hal tersebut menyebabkan ketimpangan sosial dan ekonomi yang tinggi dan kemiskinan yang terjadi di Indonesia didominasi oleh penduduk desa. Pembangunan di wilayah perdesaan sudah menjadi agenda prioritas pemerintah. Pembangunan perdesaan salah satunya diagendakan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum untuk mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan dilaksanakan melalui beberapa program infrastruktur, diantaranya: Pertama, program-program pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman dalam rangka penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kesempatan kerja. Kedua, program-program pembangunan infrastruktur untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah. Ketiga, dukungan terhadap kawasan perbatasan dan kawasan/ pulau terpencil serta terisolir. Keempat, program-program pembangunan infrastruktur PU dan permukiman yang berbasiskan pemberdayaan masyarakat. Arah kebijakan pembangunan yang tertuang dalam RPJMN 2010-2014, pada hakekatnya sangat mengedepankan pada upaya perbaikan SDM serta perbaikan infrastruktur dasar sebagai tumpuan untuk mencapai peningkatan kesejahteraan masyarakat. Serta upaya untuk mengurangi kesenjangan pendapatan, kesenjangan pembangunan antar daerah, dan kesenjangan gender akan terus dilakukan. “Program-program tersebut juga dirancang sebagai program pro-rakyat untuk memperkuat dimensi keadilan sebagaimana Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2010”, demikian disampaikan oleh Dadan Krisnandar, selaku Sekretaris Direktorat Jenderal Cipta Karya pada acara Sosialisasi Nasional RIS-PNPM yang bertemakan Peningkatan Peran Pemerintah Daerah dan Penguatan Kelembagaan di Jakarta, 16 Oktober 2012. RIS PNPM Mandiri yang digulirkan pada tahun 2009 merupakan salah satu Program Inti dalam payung PNPM Mandiri. Sebagai program pemberdayaan, output RIS-PNPM tidak hanya menghasilkan infrastruktur saja, namun juga bagaimana proses pemberdayaan masyarakat dapat dijalankan untuk menumbuhkembangkan kemandirian masyarakat, melalui pendampingan dan pembinaan dari konsultan, fasilitator dan pemerintah daerah. Lebih Lanjut, beliau menegaskan bahwa RIS-PNPM Mandiri pada tahun 2012 ini, akan mengarahkan pelaksanaan program pada upaya untuk memperbaiki stabilitas sosial, membuka lapangan kerja, meningkatkan peran local governance dan menciptakan pengelolaan aset bagi kelompok miskin. Oleh karena itu, berbagai upaya penguatan-penguatan dalam pelaksanaannya akan dilakukan melalui fasilitasi program, antara lain; Pertama, Capacity Building bagi para pelaku di tingkat pemerintah dan masyarakat; Kedua, Fasilitasi Integrasi
Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara Swadaya Masyarakat penting keberadaannya untuk keberlanjutan program.
Perencanaan Program Penanggulangan Kemiskinan (Pronangkis); Ketiga, Fasilitasi Penguatan Kelembagaan Masyarakat; Keempat, peningkatan dan Keberlanjutan Pendampingan; Kelima, peningkatan Peran Pemerintah Daerah; Keenam, Penguatan Tata Kelola, Transparansi dan Akuntabilitas. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Perencanaan pembangunan adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang ada dalam jangka waktu tertentu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Perencanaan pembangunan partisipatif merupakan perencanaan pembangunan oleh kelompok masyarakat dengan melakukan penggalian gagasan dan survey kampung sendiri dengan menitikberatkan pada pemanfaatan community capital yang ada. Dalam konteks PNPM Mandiri, perencanaan partisipatif dilaksanakan untuk merancang Program Jangka Menengah Penanggulangan Kemiskikan (PJM Pronangkis) dan Rencana Kegiatan Masyarakat (RKM) yang merupakan rencana detail pembangunan infrastruktur sejumlah dana BLM yang diterima (Rp. 250 juta per desa). Dengan merujuk pada Pasal 63 ayat 2 PP 72/20053 bahwa Perencanaan pembangunan desa dilakukan secara partisipatif oleh pemerintah desa sesuai dengan kewenangannya dan UU No 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) secara legal menjamin aspirasi masyarakat dalam pembangunan sebagai kesatuan dengan kepentingan politis (keputusan pembangunan yang ditetapkan oleh legislatif ) maupun kepentingan teknokratis (perencanaan pembangunan yang dirumuskan oleh birokrasi). Aspirasi dan kepentingan masyarakat ini dirumuskan
Edisi 11 4Tahun X4November 2012
29
inovasi
Partisipasi gender menjadi salah satu arus utama dalam program PNPM PISEW.
melalui proses perencanaan partisipatif yang secara legal menjamin kedaulatan rakyat dalam pelbagai program/proyek pembangunan desa. Perencanaan partisipatif yang terpadukan dengan perencanaan teknokratis dan politis menjadi wujud nyata kerjasama pembangunan antara masyarakat dan pemerintah. Secara operasional, implementasi perencanaan pembangunan desa diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2007 tentang Perencanaan Pembangunan Desa. Pendasaran legal tersebut di atas, menjadi landasan yang kuat untuk melakukan pengintegrasian perencanaan. Integrasi Program adalah penyatupaduan perencanaan partisipatif yang dikembangkan dalam RIS-PNPM Mandiri dengan perencanaan pembangunan desa maupun pengintergasian perencanaan partisipatif dengan perencanaan teknokratis dan politis melalui mekanisme Musrenbang. Dengan integrasi ini tentunya akan tercipta SATU DESA SATU PERENCANAAN. Integrasi juga diharapkan dapat meningkatkan efektivitas pelaksanaan regulasi yang berkaitan langsung maupun yang relevan bagi penguatan penyelenggaraan pembangunan partisipatif, menyatu dengan dan menguatkan mekanisme reguler, menyiapkan dan memfasilitasi pelembagaan sistem pemberdayaan masyarakat yang telah dibangun melalui PNPM Mandiri Perdesaan untuk mengawal keberlanjutan program. Langkah nyata yang dilakukan oleh RIS-PNPM sebagai upaya mengintegrasikan perencanaan diawali dengan sosialisasi secara berjenjang di tingkat nasional, provinsi sampai pada kecamatan. Sosialisasi ini merupakan pertemuan Tim Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) selaku pemangku kebijakan di tingkat pusat dan daerah untuk menyamakan persepsi pengintegrasian dan keberlanjutan program pemberdayaan, serta dapat merumuskan strategi-strategi yang lebih operasional dalam pengintegrasian perencanaan, keberlanjutan program melalui peningkatan peran pemda dan penguatan kelembagaan yang sudah terbentuk.
30
Integrasi perencanaan merupakan upaya untuk mewujudkan keberlanjutan program RIS-PNPM. Oleh karena itu, penguatan kelembagaan masyarakat yang sudah terbentuk menjadi agenda utama program. Penguatan Kelembagaan Masyarakat yang akan dijalankan oleh RIS-PNPM, akan difokuskan pada upaya menjadikan Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara (KPP) sebagai kelompok masyarakat yang dapat menjadi sumber inspirasi untuk membangun prakarsa dan kemandirian masyarakat dalam pengelolaan pemanfaatan, pengoperasian dan pemeliharaan infrastruktur di desa kita masing-masing. Penguatan kelembagaan KPP ini harus dipahami sebagai proses pengorganisasian penyelenggaraan pembangunan infrastruktur perdesaan, secara lebih baik dalam kesatuan sistem pembangunan di tingkat daerah, yang juga merupakan bagian dari kesatuan sistem pembangunan nasional. Penguatan KPP juga ditujukan untuk memandirikan masyarakat untuk dapat mengembangkan potensi perekonomian yang ada di desa. Oleh karena itu, Keberadaan organisasi KPP dengan segenap pengurusnya harus memiliki kapasitas yang memadai untuk dapat mengkoordinir, menggerakkan dan mendorong masyarakat dalam pelaksanaan pemanfaatan, pemeliharaan dan pengembangan pembangunan sesuai aturan main yang telah disepakati bersama. Keberlanjutan RIS-PNPM melalui penguatan kelembagaan masyarakat yang diharapkan dapat melaksanakan pemeliharaan, pengembangan infrastruktur dan integrasi perencanaan, tentunya perlu mendapatkan dukungan yang kuat dari pemerintah daerah melalui pembinaan yang menerus, dukungan regulasi, dan pembiayaan dalam suasana yang kondusif dan dalam tata laksana pemerintahan yang baik (good governance). Komitmen yang kuat dari para pelaku program dan pemda menjadi kunci keberhasilan program untuk bersama-sama mewujudkan masyarakat yang Mandiri, Membangun Desa Menuju Sejahtera”. *) Kasatker PLP Provinsi DI Yogyakarta
resensi
Proyek MHT
Perwujudan Arsitektur Sosial Penulis : Darrundono Tebal Halaman : 216 Penerbit : Perwira Media Raya Penerbitan ini didukung oleh : Universitas Tarumanegara, Kementerian Perumahan Rakyat, Sekretaris Nasional Habitat Indonesia
P r o y e k Muhammad H u s n i Thamrin (MHT) yang diperkenalkan tahun 1969 mendapat bantuan Bank Dunia, sempat terkenal sebagai model pendekatan perbaikan permukimn kumuh miskin kota dengan biaya rendah. Di Jakarta dalam beberapa temu ilmiah masalah perkotaan Bappem Proyek MHT dikenal sebagai pelopor perbaikan kampung dengan sukses. Buku ini berusaha menjelaskan tentang kebijakan publik, yang sempat tenar pada tahun 1970-1980. Proyek Perbaikan Kampung, Proyek Muhammad Husni Thamrin. Proyek ini diangkat oleh Gubernur Ali Sadikin, pada tahun 1969, dan sempat mencengangkan dunia kebijakan publik, khususnya penataan ruang kota. Lebih khusus lagi, di bidang kebijakan perumahan dan permukiman. Kelompok sasaran adalah masyarakat berpenghasilan rendah , yang dapad saat akhir tahun 60-an itu, berjumlah sekitar 3 juta jiwa. Tidak atau belum ada acuan dalam dunia ileum pengetahuan menghaspi mayoritas warga kota yang miskin itu, sedang dana sangat terbatas. Dengan mengacu ke kampoeng verbeetering jaman pemerintahan Hindia Belanda pada dekade kedua abad 20, perbaikan kampung diperkenalkan. Tepatnya tahun 1969, dengan tekad dan niat mensejahterakan penduduk miskin, proyek perbaikan kampung diperkenalkan. Karena bernuansa keberpihakan kepada masyarakat miskin kota, kebijakan itu cepat dikenal dan diterima oleh masyarakat, kaum politis, dan media
massa. Dalam perjalanannya selama lebih dari 40 tahun mosel kebijakan ini emngalami pasang surut,d an terkesan terluapakan. Masalah yang dihadapi akhir tahun 60-an, yaitu pertambahan penduduk yang disebabkan oleh urbanisasi masih terjadi sampai saat ini. Bahkan lebih pelik dan berat. Buku ini bukanlah bertujuan untuk menenangkan polemic, antara pendekatan satu dengan yang lainnya. Tetapi memaparkan mana yang mampu menyelesaikan masalah perumahan, asas teknokratik atau asas partisipatif, buku ini ditulis. Dengan pertambahan penduduk secepat sekarang ini, pertumbuhan penduduk sebanyak ini, tidak mungkin masalah perumahan diselesaikan dengan model produk jadi. Dengan perhitungan apa pun, model perbaikan kampung, Proyek MHT yang partisipatif yang mampu menyelesaikan masalah permukiman kaum miskin, dengan pengertian, tidak menutup kemungkinan gabungan dengan model lain. Titik picu dalam menangani masalah permukiman kampung ini, adalah bagaimana menyelesaikan kekurangan persedian rumah (backlog), dan bagaimana dengan pendekatan perbaikan permukiman akan mendukung dan menyukseskan MDGs. Asas perbaikan kampung sejak semula, bukan sekedar memperbaiki fisik kampung, melainkan bagaiamana mengentaskan kemiskinan. Sejak dicetuskan pertama kali pada tahun 1969, asas perbaikan kampung adalah investasi kemanusiaan. Buku setebal 216 halaman ini cocok sebagia pegangan bagi pemerhati maupun pengambil kebijakan terkait dengan permukiman kumuh. Nama Muhammad Husni Thamrin, tokoh Betawi, yang membela nasib pribumi pada masa penjajahan Belanda, dan Ali Sadikin, tokoh pemimpin yang sangat berpihak kepada kaum miskin buku ini dipersembahkan. (dvt)
Edisi 11 4Tahun X4November 2012
31
lensa ck
Kampanye Mitigasi Bencana dalam rangka Satu Dasawarsa UU Bangunan Gedung
32
lensa ck
Foto-foto oleh: Buchori & Danang Pidekso
Edisi 11 4Tahun X4November 2012
33
seputar kita
Cipta Karya Luncurkan Pedoman Penyelenggaraan PIP2B Dirjen Cipta Karya meluncurkan buku panduan penyelenggaraan Pusat Informasi Pengembangan Permukiman dan Bangunan (PIP2B) dalam acara Sosialisasi Penyelenggaraan PIP2B Tingkat Nasional di Kantor PIP2B Yogyakarta, Rabu (21/11). Buku panduan ini disusun agar pembentukan dan operasionalisasi PIP2B sesuai rencana, fungsi dan perannya sebagai center of excellent di setiap daerah. Membuka acara tersebut, Dirjen Cipta Karya Budi Yuwono mengatakan, bangunan gedung PIP2B saat ini sudah tersebar di 32 provinsi. Namun, secara operasional belum berjalan karena secara kelembagaan belum terbentuk. Ia berharap buku panduan ini dapat menjadi acuan dalam proses pembentukan kelembagaan PIP2B di setiap daerah. “Tahun 2014 nanti saya harap semua PIP2B sudah bisa berjalan dan tersusun kelembagaanya,” kata Budi.
SPPIP Jamin Kesinambungan Pembangunan Daerah Meskipun berganti-ganti pimpinan daerah, dokumen Strategi Pembagunan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan (SPPIP) dan Rencana Pembangunan Kawasan Permukiman Prioritas (RPKPP) akan menjamin kesinambungan pembangunan infrastruktur perkotaan setiap daerah. Pasalnya, dokumen tersebut berisi program-program pembangunan yang memang dibutuhkan dan akan dipelihara oleh masyarakat. “Tentunya dalam menyusun SPPIP harus berkualitas dengan didukung seluruh dinas,” kata Direktur Pengembangan Permukiman Ditjen Cipta Karya Ammazi Idrus saat memberi arahan Kolokium SPPIP dan RKPP di Bandung, Senin (12/10).
PU dan DKI Akan Tingkatkan Layanan Limbah Rumah Tangga Kementerian Pekerjaan Umum dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sepakat meningkatkan pelayanan limbah rumah tangga di ibukota. Hingga saat ini, cakupan pelayanan limbah rumah tangga terpusat di Jakarta baru mencapai 2,38 persen. Jumlah tersebut tertinggal jauh dari kota-kota lain seperti Singapura dan Kuala Lumpur yang cakupannya masing-masing 100 persen dan 90 persen. “Jakarta bahkan harus malu karena kalah dengan Bandung, kalah dengan Jogja, kalah dengan Cirebon dan kalah dengan Medan yang meski pelayanannya masih relatif stagnan, namun semuanya pasti diatas 3 persen,” ucap Menteri PU Djoko Kirmanto kepada para wartawan usai melakukan rapat kerja dengan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo hari ini di Kantor Kementerian PU, Jakarta.
34
Citizen Journalism Cipta K arya Cerita adalah semangat. Mak a perlu sebuah rumah untuk menampungnya. Tulislah kisah perjalanan yang sudah membuka mata Anda, berbagilah dengan yang lain untuk memperkaya makna. Jurnalisme Warga Cipta Karya siap menampung kisah Anda lewat kata-kata dan karya foto. http://ciptakarya.pu.go.id/jurnalisme
Salah satu nominator lomba foto dalam rangka Satu Dasawarsa Implementasi UU Bangunan Gedung (Foto: Rozie Soehendy, tema: ‘Kotaku di Pagi Hari’)