KONSEP BERUBAH DALAM KEGIATAN MANAJEMEN Setelah pembelajaran peserta mampu : 1) Menjelaskan pengertian konsep perubahan dari berbagai para ahli 2) Menjelaskan teori perubahan Kurt Lewin 3) Menjelaskan teori perubahan Rogers 4) Menjelaskan teori perubahan Lippitt 5) Menjelaskan teori perubahan Havelock 6) Menjelaskan teori perubahan Spradley 7) Menyebutkan berbagai alasan perubahan dalam suatu sistem 8) Menjelaskan berbagai Tingkatan Perubahan 9) Menjelaskan Perencaan Dan Pelaksanaan Perubahan 10) Menyebutkan Strategi Membuat Perubahan 11) Menjelaskan konsep Change Agent 12) Menjelaskan Perubahan Profesi Keperawatan Di Indonesia Petunjuk umum mempelajari materi Proses pembelajaran paad topic ini dilaksanakan dalam bentuk pembelajaran teori dan aplikatif praktek yang mengacu mengacu pada Sistem Kredit Semester (SKS) sebagai berikut : 1) Para mahasiswa dituntut untuk mencapai kompetensi pada kegiatan pembelajaran ini secara tuntas, sehingga mahasiswa yang belum menguasai kompetensi yang diharapkan harus mengulang kembali sampai kompetensi yang diharapkan tersebut tercapai. 2) Para mahasiswa dituntut untuk belajar secara mandiri tanpa bantuan optimal dari dosen atau fasilitator. 3) Para mahasiswa harus mengerjakan tugas-tugas atau latihan yang tertuang di dalam modul ini dan dilaporkan kepada dosen/fasilitator pada setiap kegiatan tutorial. 4) Para mahasiswa harus mengerjakan tes yang sudah disediakan pada setiap modul. Untuk mengetahui tingkat ketercapaian bahan belajar, para mahasiswa dapat mencocokkan jawaban yang ditetapkan dengan kunci jawaban yang telah disediakan serta menghitung sendiri perolehan nilai. Melalui penilaian mandiri ini, para mahasiswa dapat mengetahui dimana letak kekurangannya, sehingga memperbaiki dan memperkaya materi secara mandiri pula. 5) Kegiatan pelajaran tatap muka yang terjadwal dan terprogram, akan dilaksanakan didalam kelas dalam membahas teori dan atau dilaksanakan dilaboratorium dalam menerapakan atau mempraktekan teori. 6) Para mahasiswa dalam pelaksanaan tutorial dengan dosen/fasilitator wajib mengikutinya, toleransiyang diberikan bila ada halangan yang benar-benar penting yang menyebabkan tidak dapat mengikuti tutorial. 7) Kegiatan mandiri yang mendalami, mempersiapkan atau untuk tujuan suatu tugas akademik lain, seperti : membaca dan mengkaji buku sumber lainnya diperbolehkan untuk mendukung pemahaman terhadap modul ini. Apabila mahasiswa memungkinkan untuk mempelajari modul ini lebih lama atau melaksanakan pelatihan kegiatan hal tersebut merupakan perjuangan belajarnya yang perlu dikembangkan, karena kegiatan belajar mandiri pada dasarnya tidak terikat oleh jumlah waktu yang harus ditentukan
A. Pendahuluan Perubahan bisa terjadi setiap saat, dan merupakan proses yang dinamik serta tidak dapat dielakkan. Berubah berarti beranjak dari keadaan yang semula kekeadaan yang baru. Tanpa berubah tidak ada pertumbuhan dan tidak ada dorongan. Setiap orang dapat memberikan perubahan pada orang lain. Merubah orang lain bisa bersifat implisit dan eksplisit atau bersifat tertutup dan terbuka. Kenyataan ini penting khususnya dalam kepemimpinan dan manajemen. Pemimpin secara konstan mencoba menggerakkkan sistem dari satu titik ke titik lainnya untuk memecahkan masalah. Maka secara konstan pemimpin mengembangkan strategi untuk merubah orang lain dan memecahkan masalah. Keperawatan yang sedang berada pada proses profesionalisasi terus berusaha membuat atau merencanakan perubahan. Adaptasi terhadap perubahan telah menjadi persyaratan kerja dalam keperawatan. Personal keperawatan bekerja untuk beberapa pimpinan, termasuk klien dan keluarganya, dokter, manajer keperawatan, perawat pengawas dan perawat penanggung jawab yang berbeda dalam tiap ship. Perawat pelaksana menemukan peran bahwa mereka berubah beberapa kali dalam satu hari. Kadang seorang perawat menjadi manajer, kadang menjadi perawat klinik, kadang menjadi konsultan dan selalu dalam peran yang berbeda. Sebagai perawat pelaksana maupun sebagai manajer keperawatan kita perlu membuat perubahan untuk meningkatkan kesadaran dan keterlibatan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Perubahan pelayanan keperawatan merupakan kesatuan yang menyatu dalam perkembangan dan perubahan keperawatan di Indonesia. Perubahan dalam keperawatan adalah suatu cara keperawatan untuk mempertahankan diri sebagai profesi dan berperan aktif dalam menghadapi era milenium, maka keperawatan Indonesia khususnya masyarakat ilmuwan dan masyarakat profesional keperawatan Indonesia, melihat dan mempersiapkan proses profesionalisasi ini bukan sebagai suatu ancaman melainkan tantangan untuk berupaya lebih keras memacu proses profesionalisasi keperawatan di Indonesia dan mensejajarkan diri dengan keperawatan di negara – negara lain. Pelayanan keperawatan mempunyai 2 pilihan utama yang berhubungan dengan perubahan, mereka melakukan inovasi dan berubah atau mereka dapat dirubah oleh suatu keadaan dan situasi. Perawat tentu saja berharap perubahan tersebut jangan sampai menimbulkan konflik. Oleh karena itu, sebaiknya perawat perlu mengetahui teori-teori yang mendasari perubahan. Era kesejagatan, hendaknya oleh para penggiat keperawatan dipersiapkan secara benar dan menyeluruh, mencakup seluruh aspek keadaan atau peristiwa yang sedang atau telah terjadi dan yang akan berlangsung dalam era tersebut. Memasuki era Milenium III, kita dihadapkan pada perkembangan iptek yang terjadi sangat cepat. Proses penyebaran iptek juga disertai dengan percepatan penyebaran berbagai macam barang dan jasa yang luar biasa banyak dan beragam. Hal ini disebabkan pesatnya perkembangan teknologi transportasi, telekomunikasi.
B. Pengertian Banyak definisi pakar tentang berubah, dua diantaranya yaitu Atkinson (1987), mendefinisikan berubah merupakan kegiatan atau proses yang membuat sesuatu atau seseorang berbeda dengan keadaan sebelumnya. Brooten (1978), mendefinisikan berubah merupakan proses yang menyebabkan perubahan pola perilaku individu atau institusi. Berubah adalah bagian dari kehidupan setiap orang; berubah adalah cara seseorang bertumbuh, berkembang, dan beradaptasi. Perubahan dapat positif atau negatif terencana atau tidak terencana. Perubahan adalah proses membuat sesuatu yang berbeda dari sebelumnya ( Sullivan dan Decker,2001). Jadi Perubahan adalah suatu proses dimana terjadinya peralihan atau perpindahan dari status tetap (statis) menjadi status yang bersifat dinamis, artinya dapat menyesuaikan diri dari lingkungan yang ada. Perubahan dapat mencakup keseimbangan personal, sosial maupun organisasi untuk dapat menjadikan perbaikan atau penyempurnaan serta dapat menerapkan ide atau konsep terbaru dalam mencapai tujuan tertentu. Perubahan dapat dijabarkan dengan beberapa cara, termasuk perubahan yang direncanakan atau yang tidak direncanakan. Perubahan yang tidak direncanakan adalah perubahan yang terjadi tanpa persiapan. Sebaliknya perubahan yang direncanakan adalah perubahan yang telah direncanakan dan dipikirkan sebelumnya, terjadi dalam waktu yang lama, dan termasuk adanya tujuan yang jelas. Perubahan terencana lebih mudah dikelola daripada perubahan yang terjadi pada perkembangan manusia, tanpa persiapan, atau perubahan karena suatu ancaman. Untuk alasan tersebut, maka perawat harus dapat mengelola perubahan. Proses perencanaan terjadi karena adanya perubahan yang sangat kompleks dan melibatkan interaksi banyak orang. Orang yang mengelola perubahan harus mempunyai visi yang jelas di mana proses akan dilaksanakan dengan arah yang terbaik untuk mencapai tujuan tersebut. Proses perubahan memerlukan tahapan yang berurutan di mana orang akan terlibat dalam sebuah proses perubahan dan arah perubahan yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu, koalisi perlu dan harus dibentuk untuk mendukung perubahan. Adanya tuntutan kebutuhan yang semakin meningkat, menyebabkan perawat harus berubah secara terencana dan terkendali
C. Teori – Teori Perubahan 1. Teori Kurt Lewin (1951) Lewin (1951) mengungkapkan bahwa perubahan dapat dibedakan menjadi 3 tahapan, yang meliputi: 1) unfreezing; 2) moving; dan 3) refreezing. a. Tahap Unfreezing Masalah biasanya muncul akibat adanya ketidakseimbangan dalam sistem. motivasi yang kuat untuk beranjak dari keadaan semula dan berubahnya keseimbangan yang ada, merasa perlu untuk berubah
dan berupaya untuk berubah, menyiapkan diri, dan siap untuk berubah atau melakukan perubahan. Tugas perawat pada tahap ini adalah mengidentifikasi masalah dan memilih jalan keluar yang terbaik. b. Tahap Moving (bergerak) Bergerak (moving) yaitu bergerak menuju keadaan yang baru atau tingkat/tahap perkembangan baru karena memiliki cukup informasi serta sikap dan kemampuan untuk berubah, memahami masalah yang dihadapi, dan mengetahui langkah–langkah penyelesaian yang harus dilakukan, kemudian melakukan langkah nyata untuk berubah dalam mencapai tingkat atau tahap baru. Pada tahap ini perawat berusaha mengumpulkan informasi dan mencari dukungan dari orang-orang yang dapat membantu memecahkan masalah. c. Tahap Refreezing Pembekuan (refreezing), motivasi telah mencapai tingkat atau tahap baru, atau mencapai keseimbangan baru. Tingkat baru yang telah dicapai harus dijaga agar tidak mengalami kemunduran atau bergerak mundur pada tingkat atau tahap perkembangan semula. Oleh karena itu, perlu selalu ada upaya untuk mendapatkan umpan balik, kritik yang konstruktif dalam upaya pembinaan (reinforcement) yang terus-menerus, dan berkelanjutan. Setelah memiliki dukungan dan alternatif pemecahan masalah perubahan diintegrasikan dan distabilkan sebagai bagian dari sistem nilai yang dianut. Tugas perawat sebagai agen berubah berusaha mengatasi orang-orang yang masih menghambat perubahan.
2. Teori Rogers (1962) Roger (1962) mengembangkan teori dari Lewin (1951) tentang 3 tahap perubahan dengan menekankan pada latar belakang individu yang terlibat dalam perubahan dan lingkungan di mana perubahan tersebut dilaksanakan. Setiap individu yang terlibat dalam proses perubahan dapat menerima atau menolaknya. Meskipun perubahan dapat diterima, mungkin saja suatu saat akan ditolak setelah perubahan tersebut dirasakan sebagai hal yang menghambat keberadaanya. Roger mengatakan bahwa perubahan yang efektif tergantung individu yang terlibat, tertarik, dan berupaya untuk selalu berkembang dan maju serta mempunyai suatu komitmen untuk bekerja dan melaksanakannya Roger(1962) menjelaskan 5 tahap dalam perubahan, yaitu: kesadaran, keinginan, evaluasi, mencoba, dan penerimaan atau dikenal juga sebagai AIETA (Awareness, Interest, Evaluation, Trial, Adoption). a. Perubahan harus mempunyai keuntungan yang berhubungan, yaitu menjadi lebih baik dari metodeyang sudah ada b. Perubahan harus sesuai dengan nilai-nilai yang ada dan tidak bertentangan c. Kompleksitas, yaitu ide-ide yang lebih komplek bisa saja lebih baik dari ide yang sederhana asalkan lebih mudah untuk dilaksanakan.
d. Dapat dibagi, yaitu perubahan dapat dilaksanakan dalam skala yang kecil. e. Dapat dikomunikasikan, yaitu semakin mudah perubahan digunakan maka semakin mudah perubahan disebarkan. Roger mengatakan bahwa perubahan yang efektif tergantung individu yang terlibat, tertarik, dan berupaya untuk selalu berkembang dan maju serta mempunyai suatu komitmen untuk bekerja dan melaksanakannya.
3. Teori Lippitt (1973) Lippit (1973) mendefinisikan perubahan sebagai sesuatu yang direncanakan atau tidak direncanakan terhadap status quo dalam individu, situasi atau proses, dan dalam perencanaan perubahan yang diharapkan, disusun oleh individu, kelompok, organisasi atau sistem sosial yang memengaruhi secara langsung tentang status quo, organisasi lain, atau situasi lain. Lippit (1973) menekankan bahwa tidak seorang pun bisa lari dari perubahan. Teori ini merupakan pengembangan dari teori Lewin. Lippitt mengungkapkan tujuh hal yang harus diperhatikan seorang manajer dalam sebuah perubahan yaitu: a. Tahap 1: Mendiagnosis dan menetapkan masalah, Mengidentifikasi semua faktor yang mungkin mendukung atau menghambat perubahan. Pada tahap ini, setiap individu yang terlibat dalam perubahan harus membuka diri dan menghindari keputusan sebelum semua fakta dapat dikumpulkan. Individu yang terlibat juga harus sering berpikir dan mengetahui apa yang salah serta berusaha menghindari data-data yang dianggap tidak sesuai. Semakin banyak informasi tentang perubahan dimiliki seorang manajer, maka semakin akurat data yang dapat diidentifikasi sebagai masalah. Semua orang yang mempunyai kekuasaan, harus diikutkan sedini mungkin dalam proses perubahan tersebut, karena setiap orang mempunyai tanggung jawab untuk selalu menginformasikan tentang fenomena yang terjadi. b. Tahap 2 :Mengkaji motivasi dan kemampuan untuk berubah, Perubahan merupakan sesuatu yang mudah, tetapi perubahan keberhasilan dalam mencapai tujuan yang lebih baik akan memerlukan kerja keras dan komitmen yang tinggi dari semua orang yang terlibat di dalamnya. Pada tahap ini, semua orang yang terlibat dan lingkungan yang tersedia harus dikaji tentang kemampuan, hambatan yang mungkin timbul, dan dukungan yang akan diberikan. Mengingat mayoritas praktik keperawatan berada pada suatu organisasi/instansi, maka struktur organisasi harus dikaji apakah peraturan yang ada, kebijakan, budaya organisasi, dan orang yang terlibat akan membantu proses perubahan atau justru menghambatnya. Fokus perubahan pada tahap ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang mendukung dan menghambat terhadap proses perubahan tersebut
c. Taap 3: Mengkaji motivasi dan sumber-sumber agen, Mencari dukungan baik internal maupun eksternal atau secara interpersonal, organisasional maupun berdasarkan pengalaman. Pada tahap ini, diperlukan suatu komitmen dan motivasi manajer dalam proses perubahan. Pandangan manajer tentang perubahan harus dapat diterima oleh staf dan dapat dipercaya. Manajer harus mampu menunjukkan motivasi yang tinggi dan keseriusan dalam pelaksanaan perubahan dengan selalu mendengarkan masukan-masukan dari staf dan selalu mencari solusi yang terbaik. d. Tahap 4: Menyeleksi objektif akhir perubahan, Menyusun semua hasil yang di dapat untuk membuat perencanaan. Pada tahap ini, perubahan harus sudah disusun sebagai suatu kegiatan secara operasional, terorganisasi, berurutan, kepada siapa perubahan akan berdampak, dan kapan waktu yang tepat untuk dilaksanakan. Untuk itu diperlukan suatu target waktu dan perlu dilakukan ujicoba sebelum menentukan efektivitas perubahan. e. Memilih peran yang sesuai untuk agen berubahan Pada tahap ini, perlu ada suatu pemilihan seorang pemimpin atau manajer yang ahli dan sesuai di bidangnya. Manajer tersebut akan dapat memberikan masukan dan solusi yang terbaik dalam perubahan serta dia bisa berperan sebagai seorang “mentor yang baik.” Perubahan akan berhasil dengan baik apabila antara manajer dan staf mempunyai pemahaman yang sama dan memiliki kemampuan dalam melaksanakan perubahan tersebut. Pada tahap ini juga sering terjadi konflik teruatama yang berhubungan dengan masalah personal. f.
Mempertahankan perubahan, Perubahan diperluas, mungkin membutuhkan struktur kekuatan untuk mempertahankannya. Sekali perubahan sudah dilaksanakan, maka harus dipertahankan dengan komitmen yang ada. Komunikasi harus terbuka dan terus diinformasikan supaya setiap pertanyaan yang masuk dan permasalahan yang terjadi dapat diambil solusi yang terbaik oleh kedua belah pihak
g. Mengakhiri hubungan saling membantu Perawat sebagai agen berubah, mulai mengundurkan diri dengan harapan orang-orang atau situasi yang diubah sudah dapat mandiri. Selama proses mengakhiri perubahan, maka harus selalu diikuti oleh perencanaan yang berkelanjutan dari seorang manajer. Hal ini harus dilaksanakan secara bertahap supaya individu yang terlibat mempunyai peningkatan tanggung jawab dan dapat mempertahankan perubahan yang telah terjadi. Manajer harus terus-menerus bersedia menjadi konsultan dan secara aktif terus terlibat dalam perubahan
4. Teori Havelock Teori ini merupakan modifikasi dari teori Lewin dengan menekankan perencanaan yang akan mempengaruhi perubahan. Enam tahap sebagai perubahan menurut Havelock. 1. Membangun suatu hubungan 2. Mendiagnosis masalah 3. Mendapatkan sumber-sumber yang berhubungan 4. Memilih jalan keluar 5. Meningkatkan penerimaan 6. Stabilisasi dan perbaikan diri sendiri
5. Teori Spradley Spradley
menegaskan
bahwa
perubahan
terencana
harus
secara
konstan
dipantau
untuk
mengembangkan hubungan yang bermanfaat antara agen berubah dan sistem berubah. Berikut adalah langkah dasar dari model Spradley. a. Mengenali gejala b. Mendiagnosis masalah c. Menganalisa jalan keluar d. Memilih perubahan e. Merencanakan perubahan f. Melaksanakan perbahan g. Mengevaluasi perubahan h. Menstabilkan perubahan
D. Alasan Perubahan Lewin juga (1951) mengidentifikasi beberapa hal dan alasan yang harus dilaksanakan oleh seorang manajer dalam merencanakan suatu perubahan, yaitu: 1. Perubahan hanya boleh dilaksanakan untuk alasan yang baik. 2. Perubahan harus secara bertahap. 3. Semua perubahan harus direncanakan dan tidak secara drastis atau mendadak. 4. Semua individu yang terkena perubahan harus dilibatkan dalam perencanaan perubahan. Alasan perubahan Lewin (1951) tersebut diperkuat oleh pendapat Sullivan dan Decker (1988) hanya ada alasan yang dapat diterapkan pada setiap situasi, yaitu: 1. Perubahan ditujukan untuk menyelesaikan masalah.
2. Perubahan ditujukan untuk membuat prosedur kerja lebih efisien. 3. Perubahan ditujukan untuk mengurangi pekerjaan yang tidak penting.
E. Respon Terhadap Suatu Perubahan Bagi sebagian individu perubahan dapat dipandang sebagai suatu motivator dalam meningkatkan prestasi atau penghargaan, tetapi kadang-kadang perubahan juga dipandang sebagai sesuatu yang mengancam keberhasilan seseorang dan hilangnya penghargaan yang selama ini didapat. apakah seseorang memandang perubahan sebagai suatu hal yang penting atau negatif. Umumnya dalam perubahan sering muncul resistensi atau adanya penolakan terhadap perubahan dalam berbagai tingkat dari orang yang mengalami perubahan tersebut. Menolak perubahan atau mempertahankan status quo ketika berusaha melakukan perubahan, bisa saja terjadi. Karena perubahan bisa merupakan sumber stress. Oleh karenanya timbullah perilaku tersebut. Penolakan sering didasarkan pada ancaman terhadap keamanan dari individu, karena perubahan akan mengubah perilaku yang ada. Jika perubahan menggunakan pendekatan pemecahan masalah maka harus diberitahukan mengenai dampak yang mungkin timbul akibat perubahan. Faktor-faktor yang akan merangsang penolakan terhadap perubahan misalnya, kebiasaan, kepuasan akan diri sendiri dan ketakutan yang melibatkan ego. Orang-orang biasanya takut berubah karena kurangnya pengetahuan, prasangka yang dihubungkan dengan pengalaman dan paparan dengan orang lain serta ketakutan pada perlunya usaha yang lebih besar untuk menghadapi kesulitan yang lebih tinggi. Perubahan memang menuntut investasi waktu dan usaha untuk belajar kembali. Bila keperawatan yang sekarang berada pada proses profesionalisasi untuk menjadi sebuah profesi yang mandiri takut atau tidak siap dengan perubahan dan dampak yang mungkin ditimbulkannya, bagaimana profesionalisasi itu akan terjadi? Beberapa contoh ketakutan yang mungkin dialami seseorang dalam suatu perubahan antara lain : 1. Takut karena tidak tahu 2. Takut karena kehilangan kemampuan, keterampilan atau keahlian yang terkait dengan pekerjaannya 3. Takut karena kehilangan kepercayaan / kedudukan 4. Takut karena kehilangan imbalan 5. Takut karena kehilangan penghargaan,dukungan dan perhatian orang lain.
F. Faktor pendorong dan penghambat perubahan Faktor Pendorong Terjadinya Perubahan 1. Kebutuhan dasar manusia
Manusia memiliki kebutuhan dasar yang tersusun berdasarkan hierarki kepentingan. Kebutuhan yang belum terpenuhi akan memotivasi perilaku sebagaimana teori kebutuhan Maslow (1954). Di dalam keperawatan kebutuhan ini dapat dilihat dari bagaimana keperawatan mempertahankan dirinya sebagai profesi dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan/asuhan keperawatan yang profesional. 2. Kebutuhan dasar interpersonal Manusia memiliki tiga kebutuhan dasar interpersonal yang melandasi sebagian besar perilaku seseorang:
(1)
kebutuhan
untuk
berkumpul
bersama-sama;
(2)
kebutuhan
untuk
mengendalikan/melakukan kontrol; dan (3) kebutuhan untuk dikasihi, kedekatan, dan perasaaan emosional. Kebutuhan tersebut di dalam keperawatan diartikan sebagai upaya keperawatan untuk ikut berpartisipasi aktif dalam pembangunan kesehatan dan perkembangan iptek.
Faktor Penghambat Menurut New dan Couillard (1981), faktor penghambat (restraining force) terjadinya perubahan yang disebabkan oleh: (1) adanya ancaman terhadap kepentingan pribadi; (2) adanya persepsi yang kurang tepat; (3) reaksi psikologis; dan (4) toleransi untuk berubah rendah
G. Tingkatan Perubahan Ada empat tingkat perubahan yang perlu diketahui yaitu pengetahuan, sikap, perilaku, individual, dan perilaku kelompok. Setelah suatu masalah dianalisa, tentang kekuatannya, maka pemahaman tentang tingkat-tingkat perubahan dan siklus perubahan akan dapat berguna. Hersey dan Blanchard (1977) menyebutkan dan mendiskusikan empat tingkatan perubahan: 1. Perubahan pertama dalam pengetahuan cenderung merupakan perubahan yang paling mudah dibuat karena bisa merupakan akibat dari membaca buku, atau mendengarkan dosen. 2. Sedangkan perubahan sikap biasanya digerakkan oleh emosi dengan cara yang positif dan atau negatif. Karenanya perubahan sikap akan lebih sulit dibandingkan dengan perubahan pengetahuan. 3. Tingkat kesulitan berikutnya adalah perilaku individu. Misalnya seorang manajer mungkin saja mengetahui dan mengerti bahwa keperawatan primer jauh lebih baik dibandingkan beberapa model asuhan keperawatan lainnya, tetapi tetap tidak menerapkannya dalam perilakunya karena berbagai alasan, misalnya merasa tidak nyaman dengan perilaku tersebut. 4. Perilaku kelompok merupakan tahap yang paling sulit untuk diubah karena melibatkan banyak orang . Disamping kita harus merubah banyak orang, kita juga harus mencoba mengubah kebiasaan adat istiadat, dan tradisi juga sangat sulit.
Bila kita tinjau dari sikap yang mungkin muncul maka perubahan bisa kita tinjau dari dua sudut pandang yaitu perubahan partisipatif dan perubahan yang diarahkan. Perubahan Partisipatif akan terjadi bila perubahan berlanjut dari masalah pengetahuan ke perilaku kelompok. Pertama-tama anak buah diberikan pengetahuan, dengan maksud mereka akan mengembangkan sikap positif pada subjek. Karena penelitian menduga bahwa orang berperilaku berdasarkan sikap-sikap mereka maka seorang pemimpin akan menginginkan bahwa hal ini memang benar. Sesudah berprilaku dalam cara tertentu maka orang-orang ini menjadi guru dan karenanya mempengaruhi orang lain untuk berperilaku sesuai dengan yang diharapkan. Siklus perubahan partisipatif dapat digunakan oleh pemimpin dengan kekuasaan pribadi dan kebiasaan positif. Perubahan ini bersifat lambat atau secara evolusi, tetapi cenderung tahan lama karena anak buah umumnya menyakini apa yang merekan lakukan. Perubahan yang terjadi tertanam secara instrinsik dan bukan merupakan tuntutan eksterinsik. Perubahan diarahkan atau paksaan Bertolak belakang dengan perubahan partisifatif, perubahan ini dilakukan dengan menggunakan kekuasaan, posisi dan manajemen yang lebih tinggi memberikan tengatng aarah dan perilaku untuk system dari masalah : aktualnya seluruh organisasi dapat menjadi fokus. Perintah disusun dan anak buah diharapkan untuk memenuhi dan mematuhinya. Harapan mengembangkan sikap positif tentang hal tersebut dan kemudian mendapatkan pengetahuan lebih lanjut. Jenis perubahan ini bersifat berubah-ubah, cenderung menghilang bila manajer tidak konsisten untuk menerapkannya.
H. Perencaan Dan Pelaksanaan Perubahan Menurut Kron dalam Kozier (1998) untuk merencanakan dan mengimplementasikan perubahan disarankan 7 (tujuh) pertanyaan yang harus dijawab. 1. Apa?, yaitu apa masalah yang spesifik dan perubahan apa yang direncanakan 2. Mengapa?, yaitu mengapa perubahan tersebut diperlukan ? Apakah situasi yang baru akan lebih baik ? Apa yang dirubah ? Apa yang di dapat ? 3. Siapa?, yaitu siapa yang akan terlibat dan siapa yang menjadi sasaran / target perubahan ? 4. Bagaimana?, yaitu bagaimana perbahan tersebut dilaksanakan ? 5. Kapan?, yaitu rencanakan waktu perencanaan dan pelaksanannya 6. Dimana?, yaitu dimana perubahan tersebut akan dilaksanakan ? 7. Mungkinkah?, yaitu mungkinkah perubahan tersebut dapat dilaksanakan ? Apakah sumber-sumber yang ada mendukung atau menolak ?
I.
Strategi Membuat Perubahan Perubahan dalam organisasi dalam 3 tingkatan yang berbeda, yaitu: individu yang bekerja di organisasi tersebut; perubahan struktur dan sistem; dan perubahan hubungan interpersonal. Strategi membuat
perubahan dapat dikelompokan menjadi 4 hal yakni: 1) Memiliki visi yang jelas; 2) Menciptakan budaya organisasi tentang nilai-nilai moral dan percaya kepada orang lain; 3) Sistem komunikasi yang jelas, singkat; dan sesering mungkin; dan 4) Keterlibatan orang yang tepat. 1. Memiliki visi yang jelas Visi ini merupakan hal yang sederhana dan utama, karena visi dapat memengaruhi pandangan orang lain. Misalnya visi J.F Kennedy, “menempatkan seseorang di bulan sebelum akhir abad ini.” Visi harus disusun secara jelas, ringkas, mudah dipahami, dan dapat dilaksanakan oleh setiap orang 2. Menciptakan iklim yang kondusif atau budaya organisasi yang kondusif Menciptakan iklim yang kondusif dan rasa saling percaya adalah hal yang penting. Perubahan akan lebih baik jika mereka percaya seseorang dengan kejujuran dan nilai-nilai yang diyakininya. Orang akan berani mengambil suatu risiko terhadap perubahan, apabila mereka dapat berpikir jernih dan tidak emosional dalam menghadapi perubahan. Setiap perubahan harus diciptakan suasana keterbukaan, kejujuran, dan secara langsung. Menurut Porter & O’Grady (1986) upaya yang harus ditanamkan dalam menciptakan iklim yang kondusif adalah: 1. Kebebasan untuk berfungsi secara efektif. 2. Dukungan dari sejawat dan pimpinan. 3. Kejelasan harapan tentang lingkungan kerja. 4. Sumber yang tepat untuk praktik secara efektif. 5. Iklim organisasi yang terbuka. 3. Sistem komunikasi yg jelas, singkat & berkesinambungan Komunikasi merupakan unsur yang penting dalam perubahan. Setiap orang perlu dijelaskan tentang perubahan untuk menghindari “rumor” atau informasi yang salah. Semakin banyak orang mengetahui tentang keadaan, maka mereka akan semakin baik dan mampu dalam memberikan pandangan ke depan dan mengurangi kecemasan serta ketakutan terhadap perubahan. Menurut Silber (1993), komunikasi satu arah (top-down) tidak cukup dan sering menimbulkan kebingungan karena orang tidak mengetahui apa yang akan terjadi. Pertanyaan yang perlu disampaikan pada tahap awal perubahan menurut Doerge & Hagenow (1995) adalah: 1) apakah yang sedang terjadi sudah benar?; 2) apa yang lebih baik; dan 3) jika Anda bertanggung jawab dalam perubahan, apa yang akan Anda lakukan? 4. Keterlibatan yang tepat Perubahan perlu disusun oleh orang-orang yang kompeten. Begitu rencana sudah tersusun, maka segeralah melibatkan orang lain pada setiap jabatan di organisasi, karena keterlibatan akan berdampak terhadap dukungan dan advokasi.
J.
Strategi Perubahan Ada beberapa strategi untuk memecahkan masalah-masalah dalam perubahan, dan dalam perubahan dibutuhkan cara yang tepat agar tujuan dalam perubahan dan tercapai secara tepat, efektif dan efisien, untuk itu dibutuhkan strategi khusus dalam perubahan diantaranya: 1. Strategi Rasional Empirik Strategi ini didasarkan karena manusia sebagai komponen dalam perubahan memiliki sifat rasional untuk kepentingan diri dalam berperilaku. Untuk mengadakan suatu perubahan strategi rasional dan empirik yang didasarkan dari hasil penemuan atau riset untuk diaplikasikan dalam perubahan manusia yang memiliki sifat rasional akan menggunakan rasionalnya dalam menerima sebuah perubahan. Langkah dalam perubahan atau kegiatan yang diinginkan dalam strategi rasional empirik ini dapat melalui penelitian atau adanya desiminasi melalui pendidikan secara umum sehingga melalui desiminasi akan diketahui secara rasional bahwa perubahan yang akan dilakukan benar-benar sesuai dengan rasional. Strategi ini juga dilakukan pada penempatan sasaran yang sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang dimiliki sehingga semua perubahan akan menjadi efektif dan efisien, selain itu juga menggunakan sistem analisis dalam pemecahan masalah yang ada. 2. Strategi Redukatif normative Strategi ini dilaksanakan berdasarkan standar norma yang ada di masyarakat. Perubahan yang akan dilaksanakan melihat nilai-nilai normatif yang ada di masyarakat sehingga tidak akan menimbulkan permasalahan baru di masyarakat. Standar norma yang ada di masyarakat ini di dukung dengan sikap dan sistem nilai individu yang ada di masyarakat. Pendekatan ini dilaksanakan dengan mengadakan intervensi secara langsung dalam penerapan teori-teori yang ada.Strategi ini dilaksanakan dengan cara melibatkan individu, kelompok atau masyarakat dan proses penyusunan rancangan untuk perubahan. Pelaku dalam perubahan harus memiliki kemampuan dalam berkolaborasi dengan masyarakat. Kemampuan ilmu perilaku harus dimiliki dalam pembaharu. 3. Strategi Paksaan- Kekuatan Dikatakan strategi paksaan-kekuatan karena adanya penggunaan kekuatan atau kekuasaan yang dilaksanakan secara paksa dengan menggunakan kekuatan moral dan kekuatan politik. Strategi ini dapat dilaksanakan dalam perubahan sistem kenegaraan, penerapan sistem pendidikan dan lain-lain. 4. Strategi Persahabatan Penekanan didasarkan pada kebersamaan dalam kelompok, dengan cara mengenal kelompok, membangun ikatan sosial, diantara anggotanya. Strategi ini cocok diterapkan pada anak buah yang
membutuhkan rasa sosial yang tinggi. Model ini cocok diterapkan pada kondisi pertimbangan tinggi dan struktur rendah.
5. Strategi Politis Hal ini identik dengan struktur kekuasaan formal dan informal. Setelah struktur ini di identifikasi , baru dilakukan beberapa upaya untuk mempengaruhi mereka yang berada pada kekuasaan. Anggapan dasar strategi ini adalah sesuatu akan dicapai bila orang-orang yang berpengaruh dalam sebuah sistem mau melakukannya. 6. Strategi Ekonomis Tekanannya pada bagaimana mengendalikan materi. Dengan sumber daya materi, apaun dan siapapun dapat membeli / menjual. Pelibatan hal ini kedalam kelompok sering didasarkan pada pemilikan atau pengendalian sumber-sumber daya yang dapat di jual. 7. Strategi Akademis Strategi ini menekankan pada pengetahuan dan pendalaman pengetahuan yang merupakan pengaruh primer. Anggapan dasarnya adalah logis dan rasional,objektif : bahwa keputusan yang didasarkan pada apa yang dianjurkan oleh penelitian adalah jalan terbaik untuk diikuti. Strategi ini tidak mementingkan emosi. Jika mengusulkan cara maka pemimpin dapat mencari studi penelitian yang mendukung tujuannya. 8. Strategi Teknis Metoda ini tepat bagi orang-orang yang mengabaikan subjek-subjek dengan memperhatikan lingkungannya. Ini merupakan salah satu pendekatan sosiologis dengan anggapan dasar bahwa lingkungan disekelilingnya berubah. 9. Strategi Militer Metode ini berdasarkan pada kekuatan fisik dan ancaman yang nyata. Posisi /kekuasaan digunakan juga dalam bentuk dan ancaman, bila keinginan pimpinan tidak dipatuhi. Ini merupakan strategi struktur tingkat tinggi. 10.Strategi Konfrontasi Pendekatan ini menimbulkan konflik non kekerasan dan non fisik diantara orang. Dengan melakukan ini, seorang pemimpin mendesak orang untuk mendengar dan melihat apa yang terjadi selanjutnya akan terjadi perubahan. Orang sering terbagi kedalam kelompok atau geng sebagai akibat strategi ini. Bila kelompok merasa bahwa mereka tidak akan atau tidak dapat didengar dengan suatu cara, maka strategi ini sering dipilih. Pemogokan kerja adalah salah satu contohnya.
K. Change Agent Dalam perkembangan karier profesional, setiap individu akan terpanggil untuk menjadi agen pembaharu. Menjadi agen pembaharu akan menjadi hal yang sangat menarik dan menyenangkan sebagai bagian dari peran profesional. Keadaan tersebut akan terjadi, jika Anda merespons setiap perubahan yang terjadi di sekeliling Anda (Vestal, 1999). 1. Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengontrol perilaku Anda dan bagaimana cara Anda mengelola perubahan. Anda dapat memilih sebagai pionir, penjelajah, dan seorang yang berpikiran positif, serta pelaku
dengan
motivasi
yang
tinggi.
Anda
dapat
mengawali
proses
perubahan
dengan
mengurangi/menghilangkan hambatan-hambatan dan memulainya setahap demi setahap. Hal ini tidak berat untuk melihat perawat dapat mengontrol perilaku tersebut, sehingga perawat akan menjadi pemimpin yang baik pada masa depan. 2. Untuk menjadi seorang agen pembaharu yang efektif, Anda perlu menjadi bagian dari perubahan dan tidak menjadi orang yang resisten terhadap perubahan, berpartisipasi aktif dalam perubahan yang sedang berlangsung akan menjadikan peran Anda menjadi lebih bermakna di kemudian hari. 3. Menyeleksi setiap fenomena yang terjadi dan memilih hal-hal yang akan diubah. Perubahan bukan hanya hal-hal yang mudah, tetapi juga hal-hal yang memerlukan suatu tantangan. Sebagaimana orang bijak mengatakan “siapa saja bisa berhasil menyeberangi di laut yang tenang, tetapi keberhasilan menyeberangi ombak akan mendapatkan penghargaan yang sesungguhnya.” 4. Hadapilah setiap perubahan dengan senang dan penuh humor. Yakinkan bahwa perubahan adalah hal yang menantang, dan menjadi agen pembaharu akan lebih sulit. Jika Anda mengalami stres karena terlalu serius dalam perubahan tersebut, maka Anda akan mengalami gangguan kesehatan. Keadaan tersebut berdampak buruk terhadap diri Anda sendiri dan institusi tempat Anda bekerja. 5. Selalu berpikiran ke depan daripada hanya merenungi hal-hal yang sudah terjadi pada masa lalu (fix the past). Berpikirlah suatu cara terbaru dan kesempatan untuk terlaksananya suatu perubahan. Belajar dari kesalahan, dan berpikir terus ke depan akan menjadikan Anda seorang agen pembaharu yang sukses. Hal yang harus disadari adalah bahwa apa yang Anda lakukan sekarang belum tentu dapat dipetik manfaatnya pada saat ini. Oleh karena itu, kesuksesan dalam perubahan harus disertai langkah-langkah antisipatif untuk kesuksesan institusi di masa depan. Menurut Oslan dalam Kozier (1991) mengatakan perawat sebagai pembaharu harus menyadari kebutuhan sosial, berorientasi pada masyarakat dan kompeten dalam hubungan interpersonal. Pembaharu juga perlu memahami sikap dan perilakunya, bagaimana ia menjalin kerjasama dengan orang lain dan bagaimana perasaannya terhadap perubahan tersebut.
Maukseh dan Miller dalam Kozier menyebutkan karakteristik seorang pembaharu adalah : 1. Dapat mengatasi/ menaggung resiko. Hal ini berhubganagn dengan dampak yang mungkin muncul akibat perubahan. 2. Komitmen akan keberhasilan perubahan. Pembaharu harus menyadari dan menilai kefektifannya 3. Mempunyai pengetahuan yang luas tentang keperawatan termasuk hasil-hasil riset dan data-data ilmu dasar, menguasai praktik keperawatan dan mempunyai keterampilan teknik dan interpersonal. Fungsi pembaharu sangat penting dalam memfasilitasi komunikasi yang efektif dalam proses berubah, agar efektif seorang pembaharu sebaiknya : 1. Mudah ditemui oleh mereka yang terlibat dalam proses berubah 2. Dapat diercaya oleh mereka yang terlibat 3. Jujur dan tegas dalam menetapkan tujuan, perencanaan dan dalam mengatasi masalah 4. Selalu melihat tujuan dengan jelas 5. Mmenetapkan tanggung jawab dari mereka yang terlibat 6. Menjadi pendengar yang baik.
L. Perubahan Profesi Keperawatan Di Indonesia
Keperawatan
sebagai
pelayanan/asuhan
profesional
bersifat
humanistik,
menggunakan
pendekatan holistik, dilakukan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berorientasi pada kebutuhan objektif klien, mengacu pada standar profesional keperawatan dan menggunakan etika keperawatan sebagai tuntutan utama. Demikianlah kira-kira secara umum tentang keperawatan profesional yang merupakan tanggung jawab seorang perawat profesional yang selalu mengabdi kepada manusia dan kemanusiaan. Perawat dituntut untuk selalu melaksanakan asuhan keperawatan dengan benar atau rasional dan baik atau etikal. Keperawatan di Indonesia di masa depan perlu mendapatkan prioritas utama dalam pengembangan keperawatan. Hal ini berkaitan dengan tuntutan profesi dan tuntutan global, mengingat setiap perkembangan dan perubahan memerlukan pengelolaan yang profesional serta memperhatikan setiap perubahan yang terjadi di Indonesia. Menurut Azrul Azwar (1999) dalam Nursalam (2002) permasalahan pokok yang dihadapi perawat Indonesia dalam sistem pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut: 1. Peran perawat profesional yang tidak optimal Peran perawat profesional dalam sistem kesehatan nasional adalah berupaya mewujudkan sistem kesehatan yang baik, sehingga penyelenggaraan pelayanan kesehatan (health service) sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan kesehatan (health needs and demands) masyarakat, sementara itu di sisi lain
biaya pelayanan kesehatan sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Akan tetapi perawat belum melaksanakan peran secara optimal. Di sinilah letak masalahnya, karena dalam praktik sehari-hari penyelenggaraan pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan keperawatan, yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat tidaklah mudah. Tidak mengherankan jika pada saat ini banyak ditemukan keluhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan/keperawatan di Indonesia. 2. Terlambatnya pengakuan body of knowledge profesi keperawatan Di Indonesia pengakuan tersebut baru terjadi pada tahun 1985, yakni ketika PSIK untuk pertama kali dibuka di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Padahal di negara-negara maju, banyak pengakuan body of knowledge tersebut telah lama ditemukan. Setidak-tidaknya sejak tahun 1869, yakni ketika Florence Nightingale untuk pertama kali memperkenalkan teori keperawatan yang menekankan pentingnya faktor lingkungan. Dalam keadaan ini tidak mengherankan jika profesi kesehatan lain, hingga saat masih belum sepenuhnya apakah keperawatan sebagai suatu ilmu. 3. Terlambatnya pengembangan pendidikan keperawatan profesional Sekolah Perawat Kesehatan dan Akademi Keperawatan di Indonesia telah banyak dikenal. Pendidikan S1 Keperawatan (ners) di Indonesia baru dimulai secara bersamaan pada tahun 2000. 4. Terlambatnya pengembangan sistem pelayanan/asuhan keperawatan profesional Jika ditinjau dari berbagai masalah profesi keperawatan yang ditemukan pada saat ini, terlambatnya pengembangan sistem pelayanan keperawatan yang dipandang merupakan masalah yang amat pokok, karena sampai saat ini harus diakui, kejelasan pelayanan keperawatan belum dimiliki. Tidak hanya yang menyangkut bentuk praktik keperawatan, tetapi juga kewenangan para penyelenggaranya. Model asuhan keperawatan sesuai dengan kelompok
Menurut Nursalam (2002), ada faktor-faktor lain yang memperlambat perkembangan peran perawat secara profesional, antara lain : 1. Antithetical terhadap perkembangan Ilmu keperawatan Karena rendahnya dasar pendidikan profesi dan belum dilaksanakannya pendidikan keperawatan secara profesional, maka perawat lebih cenderung untuk melaksanakan perannya secara rutin dan menunggu perintah dari dokter. Mereka cenderung untuk menolak terhadap perubahan ataupun sesuatu yang baru dalam melaksanakan perannya secara profesional. 2. Rendahnya Rasa percaya diri/harga diri (low self-confidence/self-esteem) Banyak perawat yang tidak melihat dirinya sebagai sumber informasi dari klien. Perasaan rendah diri/kurang percaya diri tersebut timbul karena rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kurang memadai serta sistem pelayanan kesehatan Indonesia yang menempatkan perawat sebagai
warga negara kelas dua. Stigma inilah yang membuat perawat dipandang tidak cukup memiliki kemampuan yang memadai dan kewenangan dalam pengambilan keputusan di bidang pelayanan kesehatan. 3. Kurangnya pemahaman dan sikap untuk melaksanakan riset keperawatan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, lebih dari 90% perawat tidak melaksanakan perannya dalam melaksanakan riset. Hal ini lebih disebabkan oleh: pengetahuan/keterampilan riset yang sangat kurang, keterbatasan waktu, tidak adanya anggaran karena kebijakan yang kurang mendukung pelaksanaan riset. Baru pada tahun 2000-an, Pusdiknakes memberikan kesempatan kepada para perawat untuk melaksanakan riset, itupun hasilnya masih dipertanyakan karena banyak hasil yang ada lebih mengarah pada riset kesehatan secara umum. Riset tentang keperawatan hampir belum tersentuh. Faktor lain yang sebenarnya sangat memprihatinkan adalah tugas akhir yang diberikan kepada mahasiswa keperawatan bukan langkah-langkah riset secara ilmiah, tetapi lebih menekankan pada laporan kasus per kasus. 4. Pendidikan keperawatan hanya difokuskan pada pelayanan kesehatan yang sempit Pembinaan keperawatan dirasakan kurang memenuhi sasaran dalam memenuhi tuntutan perkembangan zaman. Pendidikan keperawatan dianggap sebagai suatu objek untuk kepentingan tertentu dan tidak dikelola secara profesional. Kurikulum yang diterapkan lebih mengarahkan perawat tentang how to work and apply, bukan how to think and do critically. 5. Rendahnya standar gaji bagi perawat Gaji perawat, khususnya yang bekerja di instansi pemerintah dirasakan sangat rendah bila dibandingkan dengan negara lain, baik di Asia ataupun Amerika. Keadaan ini berdampak terhadap kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang profesional. 6. Sangat minimnya perawat yang menduduki pimpinan di institusi kesehatan Masalah ini sangat krusial bagi pengembangan profesi keperawatan, karena sistem sangat berpengaruh terhadap kualitas pelayanan yang baik. Hal ini tentunya akan mempengaruhi perkembangan keperawatan di Indonesia, karena dampaknya semua kebijakan yang ada biasanya kurang berpihak terhadap kebutuhan keperawatan.
Menurut Nursalam (2002) beberapa langkah strategis dalam menghadapi trend-issues perubahan keperawatan di masa depan antara lain adalah (1) Peningkatan pendidikan bagi perawat practicioners, (2) Pengembangan Ilmu Keperawatan, (3) Pelaksanaan riset yang berorientasi pada masalah di klinik/komunitas, dan (4) Identifikasi peran manajer perawat profesional di masa depan, dan (5) Menerapkan model dan metode asuhan keperawatan profesional terbaru (MAKP). 1. Peningkatan pendidikan bagi perawat “practicioners”
Langkah awal yang perlu ditempuh oleh Perawat Profesional adalah mengembangkan Pendidikan Tinggi Keperawatan dan memberikan kesempatan kepada para perawat untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Sehingga diharapkan pada akhir tahun 2002, semua pendidikan perawat yang ada di rumah sakit sudah memenuhi kriteria minimal sebagai perawat profesional yaitu pada tahun 2015 sudah lebih dari 80% perawat berpendidikan Ners. Pada saat ini pelbagai upaya untuk lebih mengembangkan pendidikan keperawatan profesional memang sedang dilakukan. Caranya adalah dengan mengkonversi pendidikan SPK ke jenjang Akademi Keperawatan dan dari lulusan Akademi Keperawatan diharapkan dapat melanjutkan ke jenjang Program pendidikan Ners (S1 Keperawatan). Dalam rangka menambah jumlah lulusan perawat profesional tingkat sarjana, perlu upaya penambahan jumlah dan kualitas Pendidikan Keperawatan yang menghasilkan Ners. Perlu diadakan penataan sistem regulasi pendidikan keperawatan, agar institusi penyelenggaraan program pendidikan Ners memperhatikan kualitas lulusannya. Reformasi pendidikan keperawatan bagi perawat practicioners difokuskan pada perubahan pemahaman pemberian asuhan keperawatan secara profesional dengan didasarkan standar praktik keperawatan dan etik keperawatan (Watson dan Phillips, 1999). Tujuan peningkatan pendidikan tersebut berguna bagi perawat dalam mempersiapkan diri sebagai seorang pemimpin dalam mengelola pelayanan keperawatan kepada pasien di RS/Komunitas. Kepemimpinan yang profesional harus sepenuhnya disadari dan didukung oleh peningkatan ilmu keperawatan yang kokoh dan meningkatkan kontribusi pelayanan keperawatan kepada masyarakat. 2. Pengembangan ilmu keperawatan Ilmu keperawatan harus secara terus-menerus dikembangkan. Prioritas utama dalam pengembangan ilmu keperawatan adalah tantangan untuk mengembangkan substansi isi ilmu melalui pengkajian yang mendalam. Tahap kedua adalah menerapkan prinsip-prinsip ilmu keperawatan dalam praktik keperawatan profesional yang dapat dilihat pada diagram hubungan antara ilmu, riset, dan praktik di bawah ini. Keperawatan harus dapat menjabarkan isi dari disiplin ilmu untuk dapat memberikan justifikasi dan promosi secara langsung dalam kegiatan keperawatan. Pengembangan ilmu keperawatan melalui riset akan dapat berkolaborasi dengan disiplin ilmu lain dan membedakan kontribusi keperawatan terhadap tim kesehatan lainnya. 3. Perubahan paradigma dan lingkup riset keperawatan Pelaksanaan riset merupakan dasar ilmu dan seni di dalam praktik keperawatan profesional. Pelaksanaan riset keperawatan berdasarkan praktik keperawatan dapat memengaruhi dan mengubah arah perkembangan pendidikan serta praktik. Riset keperawatan harus dilihat dari sebagai bagian integrasi dari praktik keperawatan. Perawat yang bekerja dengan pasien dan peka terhadap respons dari individu terhadap penyakit dan kesehatan. Perawat dipersiapkan untuk mengidentifikasi masalah dan menganalisisnya melalui penelitian yang berdampak terhadap pelayanan keperawatan untuk semua orang.
Berdasarkan filosofi keperawatan yang kita yakini, bahwa perawat dalam memberikan asuhan keperawatan harus berdasarkan pada 3 hal: humanistik, holistik, dan care. Sehingga masalah-masalah keperawatan harus berdasarkan filosofi tersebut dan tercermin dalam paradigma keperawatan. Asuhan yang diberikan oleh perawat harus dapat mengatasi masalah-masalah klien secara fisik, psikis, dan sosialspiritual dengan fokus utama mengubah perilaku klien (pengetahuan, sikap, dan keterampilannya) dalam mengatasi masalah kesehatan sehingga klien dapat mandiri. 4. Identifikasi peran manajer perawat profesional di masa depan, Pelayanan keperawatan di masa mendatang harus dapat memberikan consumer minded terhadap pelayanan yang diterima. Hal ini didasarkan pada tren perubahan saat ini dan persaingan yang semakin ketat. Oleh karena itu, perawat dapat mendefinisikan, mengimplementasikan, dan mengukur perbedaan bahwa praktik keperawatan harus dapat dijadikan sebagai indikator agar kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang profesional di masa depan terpenuhi. Sementara kualitas layanan keperawatan pada masa mendatang belum jelas, peran perawat harus dapat menunjukkan dampak yang positif terhadap sistem pelayanan kesehatan. Ada 4 hal yang harus dijadikan perhatian utama keperawatan di Indonesia: a. Definisi peran perawat. b. Komitmen terhadap identitas keperawatan. c. Perhatian terhadap perubahan dan tren pelayanan kesehatan kepada masyarakat. d. Komitmen dalam memenuhi tuntutan tantangan sistem pelayanan kesehatan melalui upaya yang kreatif dan inovatif. Implikasi pelayanan keperawatan di masa mendatang dapat dijawab dengan memahami dan melaksanakan “Karakteristik Perawat Profesional dan Perawat Milenium” tersebut di bawah ini. Menurut Nursalam (2001), peran perawat di masa depan harus berkembang seiring dengan perkembangan iptek dan tuntutan kebutuhan masyarakat. Sehingga perawat dituntut mampu menjawab dan mengantisipasi terhadap dampak dari perubahan. 5. Menerapkan model dan metode asuhan keperawatan profesional terbaru (MAKP). Pelayanan asuhan keperawatan yang optimal akan terus sebagai suatu tuntutan bagi organisasi pelayanan kesehatan. Saat ini terdapat suatu keinginan untuk mengubah sistem pemberian pelayanan kesehatan ke sistem desentralisasi. Dengan meningkatnya pendidikan bagi perawat, diharapkan dapat memberikan arah terhadap pelayanan keperawatan berdasarkan pada isu di masyarakat. Sejalan dengan perkembangan dan perubahan pelayanan kesehatan yang terjadi di Indonesia, maka model sistem asuhan keperawatan harus berubah mengarah pada suatu praktik keperawatan profesional. Model sistem asuhan keperawatan yang dapat dikembangkan adalah 1) Tim, 2) Primer, dan 3) Kasus