P P A T K AMLNEWS Clipping Service Anti Money Laundering 08 Agustus 2011
Indeks 1. Korupsi Alat Kesehatan Keterlibatan Emir Moeis diusut 2. Tidak Mudah KPK Periksa Zulkarnain Karim 3. Korupsi Pengadaan Lampu Jalan Komisaris PT Dinamika Perkasa di hukum empat tahun penjara 4. Kasus Korupsi Mesin jahit, KPK Periksa Mantan Pejabat Depsos 5. Suap
KPK Gelesah Rumah Bupati Seluma
Vivanews.com
Senin, 8 Agustus 2011 Korupsi Alat Kesehatan, Keterlibatan Emir Moeis Diusut
Dalam dakwaan Sesmenko Kesra, Nama Emir Moeis disebut menerima cek VIVAnews - Komisi Pemberantasan Korupsi masih mendalami dugaan keterlibatan Ketua Panitia Anggaran (Panggar) DPR RI periode 2004-2009, Izedrik Emir Moeis
dalam kasus korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) untuk penanggulangan wabah flu burung di Kemenko Kesra tahun 2006.
Wakil Ketua KPK, M. Jasin mengatakan pihaknya masih mengumpulkan keterangan
mengenai indikasi suap dalam proses persetujuan anggaran proyek pengadaan yang telah merugikan negara sebanyak Rp36,2 miliar itu.
"Tentunya akan dikumpulkan dulu data-data dan informasi lain yang lebih mendalam," kata Jasin saat dihubungi, Minggu 8 Agustus 2011.
Pada proses penyidikan, Emir telah mengembalikan uang senilai Rp200 juta yang diterima dari mantan Sekretaris Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat
(Sesmenko Kesra), Soetedjo Yuwono. Uang itu dikembalikan ke KPK pada 23 November 2010.
Namun, menurut Jasin, pengembalian uang tidak akan menghapuskan tindak pidana korupsi. Apabila uang yang diterima Emir terbukti hasil korupsi, maka KPK akan memprosesnya secara pidana.
"Akan dipelajari lagi lebih dalam. Bila benar uang hasil korupsi, pengembalian uang tidak menghilangkan pidananya," kata dia. Sebelumnya, dalam persidangan dengan Soetedjo, jaksa penuntut umum M. Rum menuturkan indikasi aliran dana ke Panggar DPR akan didalami lebih jauh.
Dalam surat dakwaan Sutedjo menyebut adanya aliran dana cek kepada Emir dan
enam anggota Panggar DPR periode 2004-2009. Soetedjo juga dinyatakan pernah
mengajukan permohonan revisi APBN-P tahun 2006 kepada Panitia Anggaran DPR RI dengan menambahkan pengadaan alat kesehatan untuk pengendalian penyakit menular flu burung. Permohonan itu ditindaklanjuti dengan terbitnya revisi ke VIII DIPA Nomor
0094.0./069-03/-2006 pada November 2006. Revisi DIPA ikut mengalokasikan
anggaran untuk pengadaan peralatan rumah sakit dan obat flu burung sebanyak Rp100 miliar.
Dalam kasus ini, Soetedjo selaku kuasa pengguna anggaran dinyatakan terbukti korupsi oleh jaksa dan dituntut hukuman enam tahun penjara. (sj)
Sinarharapan.co.id
Senin, 8 Agustus 2011
Tidak Mudah KPK Periksa Zulkarnain Karim
PANGKALPINANG - Pengamat Hukum Universitas Bangka Belitung (UBB), Rio Armanda Agustian MH, mengemukakan tidak mudah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemeriksaan terhadap Wali Kota Pangkalpinang, H Zulkarnain Karim, karena harus melawan pimpinan partai yang sedang berkuasa di Indonesia.
"Untuk dapat memeriksa Wali Kota Pangkalpinang, KPK harus melalui persetujuan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono yang sekaligus sebagai Dewan Pembina
Partai Demokrat, partai yang sedang berkuasa di Indonesia karena Wali Kota adalah
pejabat negara yang bekedudukan di daerah," ujarnya di Pangkalpinang, Senin (8/8). Ia mengatakan, mendapatkan izin pemeriksaan Wali Kota terkait dugaan kasus
gratifikasi senilai Rp3 miliar merupakan hal yang tidak mudah, apa lagi saat ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono masih berkuasa demikian juga hanya dengan Wali Kota Pangkalpinang, namun KPK harus tetap berusaha semaksimal mungkin.
"Setelah KPK mendapatkan izin dari Presiden, KPK akan memanggil Zulkarnain untuk melakukan pemeriksaan terkait dugaan gratifikasi tersebut dan sebagai warga negara Indonesia yang baik maka wajib menghadiri panggilan KPK," ujarnya. Perndapat tersebut dikemukakannya seiring dengan permasalahan adanya
penerimaan gratifikasi senilai Rp3 miliar yang melibatkan Wali Kota Pangkalpinang, H Zulkarnain Karim yang saat ini masih berstatus sebagai pejabat negara aktif.
Menurut dia, langkah yang ditempuh Persatuan Mahasiswa Hukum Indonesia
Pangkalpinang adalah langkah yang tepat karena dugaan kasus gratifikasi tersebut telah lebih dari Rp1 miliar. Untuk itu, kata dia, Permahi harus serius mengungkapkan dugaan kasus ini dengan
menunjukkan bukti-bukti yang akurat karena yang akan dihadapi adalah orang yang masih berkuasa.
"Pemeriksaan dugaan gratifikasi dan perbuatan yang mengarah pada tindakan
korupsi lainnya dengan kerugian negara lebih dari Rp1 miliar adalah kewenangan dari KPK," ujarnya.
Ia mengatakan, Jika KPK telah memeriksa Wali Kota dan dari hasil pemeriksaan tersebut ternyata terbukti kebenarannya, maka H Zulkarnain Karim harus rela
melepaskan jabatannya sebagai Wali Kota Pangkalpinang karena telah terbukti melakukan perbuatan yang merugikan masyarakat Pangkalpinang.
"Kejadian seperti ini bukan hal yang baru lagi karena contohnya banyak telah banyak terjadi di beberapa daerah yang pelakunya masih berstatus pejabat negara akti,
seperti yang dilakukan Gubernur Sumatera Utara, Gubernur Kepri dan daerah lainnya yang dinonaktifkan ketika masih menjabat sebagai Gubernur," ujarnya.
Sebelumnya pada April 2011, Permahi Babel telah melaporkan dugaan korupsi itu kepada KPK, namun hingga saat ini KPK belum memberikan jawaban atas laporan Permahi tersebut.
Belum terbukti dugaan kasus penerimaan gratifikasi senilai Rp3 miliar tersebut, kini Wali Kota Pangkalpinang dihadapkan dengan permasalahan baru yang dilaporkan
ahli waris PT Meby pemilik lahan eks pabrik es dan beberapa perusahaan bioskop di Pangkalpinang kepada Polda.(Ant) Detik.com
Senin, 8 Agustus 2011 Korupsi Pengadaan Lampu Jalan
Komisaris PT Dinamika Perkasa Dihukum Empat Tahun Penjara Jakarta - Komisaris PT Dinamika Perkasa Buana, Syeh Maulana Manaf, dijatuhi
hukuman empat tahun penjara. Majelis Pengadilan Tipikor menilai Maulana terbukti bersalah melakukan korupsi dalam proyek pengadaan penerangan lampu jalan Tahun 2009.
Selain hukuman badan, Maulana juga diharuskan membayar uang denda sebesar Rp 200 juta serta uang pengganti Rp 5,270 miliar. Maulana terbukti melanggar UU Pemberantasan Tipikor pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 ayat 1 huruf b. "Menyatakan, terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan
perbuatan tindak pidana korupsi," ujar ketua majelis, Eka Budi Prijanta di Pengadilan Tipikor, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (8/8/2011).
Vonis ini sebenarnya jauh di bawah tuntutan jaksa. Di dalam persidangan
sebelumnya jaksa meminta supaya hakim menjatuhkan hukuman selama 10 tahun, membayar denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti sekitar Rp 7 miliar. Perusahaan yang dipimpin oleh Maulana adalah rekanan Dinas Perindustrian dan
Energi Pemprov DKI Jakarta. Perusahaan ini merupakan distributor lampu merk GE dan menggelembungkan pengadaan Rp 14 miliar atas 14 kegiatan pengadaan almatur lengkap dan komponen lepas pengadaan lampu jalan.
Negara diduga merugi Rp 7,3 miliar. "Terdakwa melakukan perbuatan melanggar hukum," jelas hakim I Made Hendra. (mok/lh)
Detik.com
Senin, 8 Agustus 2011 Kasus Korupsi Mesin Jahit, KPK Periksa Mantan Pejabat Depsos Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menyidik kasus pengadaan
mesin jahit yang telah menyeret Mantan Mensos, Bachtiar Chamsyah. Hari ini KPK memeriksa mantan Kasubdit Kemitraan Usaha Departemen Sosial, Yusrizal yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
"Y diperiksa sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan mesin jahit di Departemen Sosial," tutur Kabag Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha ketika dihubungi, Senin (8/8/2011).
Yusrizal telah datang di kantor KPK sejak pukul 09.30 WIB. Dia tak berkomentar banyak mengenai kasus yang menjeratnya tersebut.
Dalam kasus ini, selain Yusrizal, KPK juga telah menetapkan Politisi Demokrat Amrun Daulay sebagai tersangka. Amrun dulunya merupakan Dirjen Bantuan dan Jaminan
Sosial, pada saat pengadaan mesin jahit ini terjadi di tahun 2004-2006. Amrun telah ditahan oleh KPK.
Adapun Amrun diduga secara bersama-sama atau turut serta terkait perbuatan
Bachtiar melakukan tindak pidana korupsi pengadaan sapi impor dan mesin jahit tahun 2004 di Depsos. Sementara Yusrizal diduga secara bersama-sama dengan Bachtiar melakukan tindak pidana korupsi pengadaan sapi impor 2004, serta pengadaan mesin jahit 2004 dan 2006. Berdasarkan hasil penyidikan, ditemukan bahwa Amrun dan Yusrizal diduga
bersama-sama Bachtiar menyalahgunakan wewenangnya dan menguntungkan diri
sendiri, orang lain, atau korporasi. Total kerugian negara dari pengadaan sapi impor pada 2004 adalah Rp 1,9 miliar. Sementara itu, total kerugian negara pada
pengadaan mesin jahit 2004 dan 2006 sekitar Rp 20 miliar. Dalam kasus ini,
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi telah memvonis Bachtiar dengan hukuman penjara 1 tahun 8 bulan. (fjr/rdf) Suarakarya-online.com Sabtu, 8 Agustus 2011 SUAP
KPK Geledah Rumah Bupati Seluma
BENGKULU (Suara Karya): Tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dipimpin AKBP John Je Nababan, Jumat pagi, menggeledah rumah Bupati Seluma Murman
Effendi untuk menyelidiki kasus suap dalam Perda Nomor 12 Tahun 2010 tentang Pengerjaan Proyek Tahun Jamak.
Penggeledahan yang dipimpin AKBP John JE Nababan tersebut berlangsung tertutup selama 3,5 jam di rumah pribadi bupati yang terletak di jalan Kapuas Raya, Padang Harapan, Kota Bengkulu.
Proses penggeledahan dikawal tidak kurang dari 12 orang anggota Brimobda
Bengkulu yang bersenjata lengkap dengan mengendarai dua unit mobil milik Gegana Polda setempat.
Tim yang melakukan penggeledahan di rumah mewah berlantai dua milik bupati
tersebut berjumlah tidak kurang dari 10 orang, namun mereka enggan menjawab beberapa pertanyaan wartawan.
Tampak suasana lengang di sekitar rumah yang tertutup dengan pagar setinggi
hampir dua meter selama penggeledahan. Beberapa juru foto dan wartawan tampak mengintip di celah pagar untuk melihat aktivitas tim dalam menggali informasi dan mencari foto.
Rumah mewah dan megah tersebut berlantai dua dengan luas tidak kurang dari 60
meter X 80 meter persegi dengan dua pintu utama, sebelah selatan rumah atau pintu samping dan sebelah utara atau pintu depan.
Di pintu depan terdapat tiga unit mobil dan salah satunya mobil Avanza berpelat
merah milik Pemda Seluma, dua mobil yang lain berpelat hitam. Di pintu tersebut
hanya terdapat sekitar empat orang anggota Brimob Polda Bengkulu yang berjagajaga.
Sementara itu, di pintu samping terdapat tujuh unit mobil, tiga unit mobil Toyota
Inova yang digunakan tim KPK, satu unit mobil dinas Pemda Seluma, dan satu unit mobil dinas Bupati Seluma jenis Fortuner warna merah berpelat BD 1 P.
Tidak ada yang mengetahui dengan pasti apakah bupati ada di rumah ketika pemeriksaan berlangsung. "Tidak tahu saya, apakah bapak ada di dalam atau tidak,"kata salah seorang petugas kebersihan di rumah itu.
Penggeledahan yang dilakukan KPK sempat menyita perhatian masyarakat yang
kebetulan melintasi kawasan tersebut, bahkan ada beberapa orang yang mendekati pagar untuk memenuhi rasa ingin tahu mereka.
Sekitar pukul 11.30 WIB, tampak beberapa orang tim dari KPK keluar dengan menggunakan rompi berwarna putih bertuliskan KPK dan membawa dua tas
berukuran besar berwarna cokelat dan biru tua, dan satu tas berukuran sedang warna hitam.
Beberapa saat kemudian seluruh tim yang berada di dalam rumah keluar dan
langsung menuju mobil Inova meninggalkan rumah pribadi bupati tanpa mau menjawab pertanyaan wartawan yang berteriak dari pinggir jalan.
Sebelumnya, Kamis (4/8), tim yang sama juga telah menggeledah kantor bupati di
Kabupaten Seluma selama delapan jam dan membawa beberapa dokumen penting yang terkait kasus itu.
Di Kabupaten Seluma, tim tersebut juga mendatangi gedung DPRD, namun tidak lama atau hanya berkisar 25 menit.
Bupati Seluma Murman Efendi yang juga sebagai ketua DPD Partai Demokrat Provinsi Bengkulu saat ini telah ditetapkan tersangka oleh KPK, namun belum ditahan.
Penetapan tersangka itu terkait dugaan suap yang ia berikan kepada 27 anggota
DPRD untuk meloloskan Perda 12/2010 tentang "multiyears" atau pengerjaan proyek tahun jamak dengan menggunakan APBD.
Kasus ini juga menyeret hampir seluruh anggota DPRD setempat yang juga diperiksa KPK. (Lerman Sipayung/Ant)
Humas PPATK Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre (INTRAC) (P) +62-21-3850455/3853922 (F) +62-21-3856809/3856826 (E)
[email protected]
DISCLAIMER:
Informasi ini diambil dari media massa dan sumber informasi lainnya dan
digunakan
khusus
untuk
PPATK
dan
pihak-pihak
yang
memerlukannya. PPATK tidak bertanggungjawab terhadap isi dan pernyataan yang disampaikan dalam informasi yang berasal dari media massa.