DAGING ARTIFISIAL TINGGI ZAT BESI SEBAGAI ALTERNATIF PANGAN VEGETARIAN PENCEGAH ANEMIA
I KADEK AGUS HENDRA DINATA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Daging Artifisial Tinggi Zat Besi sebagai Alternatif Pangan Vegetarian Pencegah Anemia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2014 I Kadek Agus Hendra Dinata I14100033
i
ABSTRAK I KADEK AGUS HENDRA DINATA. Daging Artifisial Zat Besi sebagai Alternatif Pangan Vegetarian Pencegah Anemia. Dibimbing oleh EVY DAMAYANTHI. Vegetarian merupakan kelompok rentan terhadap risiko anemia. Hal ini disebabkan oleh rendahnya penyerapan zat gizi besi dalam bentuk non heme. Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan formula daging artifisial melalui pemanfaatan tepung ubi (Ipomoea batatas L) untuk mengurangi penggunaan tepung gluten serta tinggi kandungan zat besi sebagai alternatif pangan vegetarian pencegah anemia. Penelitian ini merupakan eksperimental studi dengan rancangan acak lengkap. Formula terpilih didasarkan atas beberapa kriteria keputusan yakni nilai keseluruhan hedonik (kesukaan), bioavailabilitas Fe dan biaya produksi. Kandungan gizi formula terpilih per 100g yaitu 63.22g air, 0.39g abu, 21.39g protein (sumber protein), 0.07g lemak (rendah lemak), 14.95g karbohidrat dan 8.44mg zat besi (tinggi besi). Nilai bioavailabilitas besi produk sebesar 28.83% (setara 2.43mg) dan diharapkan dapat dijadikan sebagai alternatif pangan vegetarian pencegah anemia gizi besi. Kata kunci: anemia, bioavailabilitas Fe, daging artifisial, tinggi zat besi, tepung ubi ABSTRACT I KADEK AGUS HENDRA DINATA. Artificial High in Iron as an Alternative Vegetarian Food to Prevent Anemia. Supervisied by EVY DAMAYANTHI Vegetarians are a susceptible to the risk of iron deficiency anemia. It is caused by low absorption of nutrients iron in the form of non-heme. The purpose of this study
was to produce a formula of artificial meat through the use of sweer potato (Ipomoea batatas L) flour to reduce use of gluten flour and also high in iron content as an alternative vegetarian food to prevent anemia. This study was experimental study with completly randomized design. Formula was selected based on considerated the overall hedonic value (preference), the bioavailability of Fe and cost of production. Nutrient content of the best formula were 63.22g of water, 0.39g of ash, 21.39g of protein (source of protein), 0.07g of fat (law fat), 14.95g of carbohydrate, and 8.44mg/100g iron content. The iron bioavailability was 28.83% and could be expected to serve as an alternative vegetarian food to prevent anemia. Keywords: anemia, artificial meat, bioavailability Fe, high in iron, sweet potato flour.
i
DAGING ARTIFISIAL TINGGI ZAT BESI SEBAGAI ALTERNATIF PANGAN VEGETARIAN PENCEGAH ANEMIA
I KADEK AGUS HENDRA DINATA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
i
i
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari sampai dengan Agustus 2014 ini ialah vegetarian, dengan judul Daging Artifisial Tinggi Zat Besi sebagai Alternatif Pangan Vegetarian Pencegah Anemia. Terimakasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Evy Damayanthi, MS selaku dosen pembimbing dan Dr Ir Sri Anna Marliyati, MS selaku dosen pemandu dan penguji yang telah banyak memberikan saran, arahan dan bimbingan selama penelitian penyusunan serta revisi. Keluarga tercinta, bapak (I Wayan Puji Arsa), ibu (Ni Wayan Wistri), Kakak (I Wayan Wiarsana) dan keluarga besar yang selalu setiap saat memberikan doa, restu, dukungan dan kasih sayang. Ucapan terimakasih juga disampaikan untuk tim pelaksana kegiatan pekan kreatifitas mahasiswa (PKM) Abdurrahman Ali, Putri Gita Puspita, Reni Rahmawati dan Fitriyah N. Muthmainah, teman-teman Gizi Masyarakat dan Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma (KMHD) yang selama ini telah membantu meperlancar kegiatan penelitan. Disamping itu penulis juga tidak lupa menyampaikan terimakasih kepada Beasiswa Karya Salemba Empat dan Dikti atas dukungan pendanaan selama perkuliahan dan pelaksanaan penelitian. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, September 2014
I Kadek Agus Hendra Dinata
i
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ iv PENDAHULUAN 1 Latar Belakang .................................................................................................... 1 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 1 Manfaat Penelitian ............................................................................................... 2 METODE ............................................................................................................... 2 Waktu dan Tempat .............................................................................................. 2 Bahan dan Alat .................................................................................................... 2 Prosedur Penelitian .............................................................................................. 3 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 5 Penelitian Tahap I ................................................................................................ 5 Penelitian Tahap II .............................................................................................. 6 Penelitian Tahap III ............................................................................................. 9 SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................. 16 Simpulan ............................................................................................................ 16 Saran .................................................................................................................. 16 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 16 LAMPIRAN ......................................................................................................... 19 RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. 30
iiiv
DAFTAR TABEL 1 Formula daging artifisial
2 Modus penilaian hedonik daging artifisial
7 7 8 9 10 10 10 11 11 13
3 Pengaruh jenis formula terhadap persentase penerimaan panelis 4 MPE formula daging artifisial 5 Formula daging artifisial dengan fortifikasi Fe 6 Modus penilaian hedonik daging artifisial dengan fortifikasi Fe 7 Modus penilaian mutu hedonik daging artifisial dengan fortifikasi Fe 8 Pengaruh taraf fortifikasi Fe terhadap persentase penerimaan panelis 9 Pengaruh taraf fortifikasi terhadap kadar total dan bioavailabilitas Fe 10 MPE formula daging artifisial dengan fortifikasi Fe 11 Kandungan gizi daging artifisial dengan pemanfaatan tepung ubi terpilih per 100 g 13
DAFTAR GAMBAR 1 Diagram alir mikroenkapsulasi Fe metode Spray Drying 2 Diagram alir pembuatan daging artifisial 3 Mikrokapsul Fe 4 Daging artifisial dengan fortifikasi Fe terpilih
5 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 6 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 2 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 3
3 3 6 13 23 24 25
DAFTAR LAMPIRAN 1 Kuesioner uji organoleptik daging artifisial tahap II 2 Kuesioner uji organoleptik daging artifisial tahap III 3 Prosedur analisis kandungan gizi 4 Hasil analisis statistika
19 20 21 26
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan jumlah vegetarian di Indonesia sudah sepantasnya menjadi perhatian. Menurut Susianto (2011), jumlah anggota Indonesian Vegetarian Society (IVS) tercatat 60.000 di tahun 2007 dan meningkat mencapai 100.000 orang di tahun 2011. Vegetarian merupakan seseorang yang tidak mengonsumsi daging, unggas atau ikan (Key et al. 2006). Keputusan untuk menggeluti diet ini dapat dikarenakan kepercayaan tertentu atau alasan untuk hidup sehat. Menurut Craig (2009) dan De Biase et al. (2007), vegetarian memiliki risiko rendah terhadap penyakit kardiovaskular, obesitas, diabetes tipe 2 dan beberapa jenis kanker. DeBruyne et al. (2007); Sizer & Whitney (2006); Antony (2003) menyatakan bahwa semua jenis diet vegetarian berpotensi mengalami defisiensi besi. Total asupan zat besi vegetarian dan non-vegetarian biasanya hampir sama, namun bioavailabitasnya cenderung lebih rendah pada vegetarian karena sumbernya dalam bentuk non-heme (Key et al. 2006). Waldmann et al. (2004) melalui penelitiannya memaparkan bahwa serum feritin dan kadar hemoglobin (Hb) vegetarian cenderung lebih rendah dari non-vegetarian. Hal ini dapat menjadi faktor risiko terjadinya anemia gizi besi pada vegetarian. Sebagai tindak lanjut dari penelitian sebelumnya maka diperlukan suatu upaya preventif. Menurut Soekirman (2008), fortifikasi merupakan upaya penambahan sejumlah zat-zat gizi ke dalam pangan dengan tujuan mencegah atau mengatasi defisiensi zat gizi di dalam populasi atau kelompok masyarkat tertentu. Fortifikasi zat besi dianggap sebagai strategi yang paling praktis, ekonomis, dan efektif untuk meningkatkan status gizi besi serta mencegah anemia gizi besi (Horton 2006). Daging artifisial merupakan salah satu makanan yang dikonsumsi secara luas oleh kelompok vegetarian. Daging artifisial adalah produk yang dibuat dari protein nabati, tetapi mirip benar dengan sifat-sifat daging asli (Winarno & Koswara 2002). Gluten merupakan salah satu bahan yang dapat digunakan dalam pembuatan daging artifisial. Menurut Koswara (2009), gluten meupakan protein jenis glutenin dan gliadin di dalam gandum. Protein jenis ini tergolong dalam protein fibriler/skleroprotein, sehingga dapat membentuk tekstur berserabut pada pangan olahannya (Winarno 2008). Permasalahan lain yang dihadapi yakni ketersediaan dan bahan baku pembuatannya masih banyak terpenuhi dari impor. Penelitian ini dikembangkan untuk dapat menghasilkan formula daging artifisial melalui pemanfaatan tepung komoditas lokal sehingga dapat mengurangi penggunaan gluten. Ketersediaan zat gizi besi diperhatikan melalui fortifikasi mineral besi. Berdasarkan pemikiran tersebut, dikembangkan formula daging artifisial melalui pemanfaatan tepung komoditas lokal serta fortifikasi mineral besi (Fe) sebagai alternatif pangan vegetarian untuk mencegah anemia gizi besi.
2 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan formula daging artifisial melalui pemanfaatan tepung komoditas lokal untuk mengurangi penggunaan gluten serta tinggi kandungan zat besi sebagai alternatif pangan vegetarian pencegah anemia besi. Tujuan Khusus Berikut merupakan tujuan khusus dari penelitian ini: 1. Menentukan formula daging artifisial terfortifikasi agar memiliki cita rasa dan tekstur yang tepat untuk dikonsumsi vegetarian 2. Mengkaji pengaruh konsentrasi mikrokapsul besi terhadap daya terima panelis. 3. Mengkaji ketersediaan zat besi yang terdapat pada produk. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan yakni terwujudnya produk daging artifisial melalui pemanfaatan tepung komoditas lokal. Selain itu, produk diharapkan tinggi akan zat besi sehingga dapat digunakan sebagai alternatif pangan vegetarian mencegah anemia.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Februari sampai dengan Juli 2014, bertempat di Laboratorium Departemen Gizi Masyarakat IPB dan Balai Besar Pertanian Agro. Bahan dan Alat Bahan formulasi terdiri atas tepung gluten murni (PT Palito Nusantara), tepung ubi, tepung jagung, tepung ketan, tepung beras, tepung asgu, dan tapioka. Bumbu tambahan untuk pengujian organoleptik meliputi gula, garam, lengkuas, jahe, santan, kecap dan minyak. Bahan untuk pembuatan mikrokapsul fero sulfat (FeSO4) gum arab dan maltodekstrin. Bahan analisis kimia terdiri atas H2SO4 pekat, HNO3 pekat, H3BO3, HCl NaOH, NaHCO3, pepsin, pankreatin bile. Alat dalam formulasi terdiri atas baskom, kompor, pisau, panci, lemari es, dan alat panggang (khusus untuk persiapan organoleptik). Alat mikroenkapsulasi Fe terdiri atas timbangan analitik, homogenizer, spry dryer. Pengujian organoleptik menggunakan form organoleptik dan alat tulis. Alat analisis kimia terdiri atas cawan porselen, erlenmeyer, labu Kjeldah, Soxhlet, tanur, oven, pipet, whatman 42, labu kaca, gelas ukur, timbangan, inkubator, Atomic Absorption Spectrofotometry (AAS), dan kantung dialisat.
3 Prosedur Penelitian Penelitian dilakukan dalam tiga tahap. Tahap I berupa trial and error jenis tepung yang cocok mengurangi penggunaan gluten dan mikroenkapsulasi besi. Tahap II meliputi formulasi daging artifisial, uji organoleptik, dan penentuan formula daging artifisial terpilih. Tahap III meliputi fortifikasi mikrokapsul Fe, uji organoleptik, analisis kadar total dan bioavailabilitas Fe, penentuan formula terpilih serta analisis proksimat. Diagram alir mikroenkapsulasi Fe disajikan pada Gambar 1. 30 % maltodekstrin
70 % gum arab
dilarutkan dalam akuades hingga konsentrasi penyalut10% berat total ditambahkan mineral besi konsentrasi 7.5% dari berat total penyalut dan akuades dihomogenisasi 5-10 menit dikeringkan (spray drying) mikrokapsul besi Analisis kadar total Fe metode AAS Kadar total Fe Gambar 1 Diagram alir mikroenkapsulasi Fe metode Spray Drying (Kustiyah et al. 2011)
Proses pembuatan daging artifisial dilakukan secara konvensional. Proses pembuatan daging artifisial dalam penelitian tahap II disajikan dalam Gambar 2. 20% tepung ubi
80% tepung gluten homogenisasi
Air
diuleni hingga adonan kalis X
4
X disimpan dalam freezer 4-6 jam adonan dilelehikan (thawing) dipotong, ditarik memanjang membentuk tambang dan dihubungkan kedua sisinya direbus suhu 1000C 40 menit daging arifisial Gambar 2 Diagram alir pembuatan daging artifisial
Rancangan Percobaan Unit percobaan yang diamati adalah daging artifisial. Rancangan Acak Lengkap (RAL) merupakan jens rancangan yang digunakan dengan dua kali ulangan. Perlakuan (i) pada unit percobaan penelitian tahap I adalah jenis formula daging artifisial, sedangkan unit percobaan tahap II adalah taraf fortifikasi mikrokapsul besi. Berikut disajikan model linear rancangan acak lengkap (Mattjik & Sumertajaya 2004). Penelitian tahap I: Yij = µ + זi + εij Keterangan : i = Jenis formula (F1, F2, F3, F4, F5, F6) j = Ulangan (j = 1, 2) Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai rataan umum pengamatan זi = Pengaruh perlakuan ke-i εij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j Penelitian tahap II: Yij = µ + זi + εij Keterangan : i = taraf fortifikasi mikrokapsul besi (30%, 40%, dan 60% ALG) j = ulangan (j = 1,2) Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai rataan umum pengamatan זi = Pengaruh perlakuan ke-i εij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j Pengujian organoleptik Pengujian organoleptik atau pengujian sensori merupakan proses identifikasi, pengukuran ilmiah, dan interpretasi atribut-atribut produk melalui pancaindra. Pengujian ini dapat berupa uji hedonik (kesukaan) dan ujji mutu
5 hedonik (kesan baik-buruk) (Setyaningsih et.al 2010). Pengujian organoleptik pada penelitian ini diujikan pada panelis semi terlatih, dengan menggunakan skala ordinal. Atribut hedonik yang diujikan pada penelitian tahap II yakni penampakan permukaan, tekstur tekan, tekstur gigit, aroma dan flavor, sedangkan pada penelitian tahap II terdiri atas aroma, flavor, tesktur gigit, warna dalam, dan rasa. Atribut pengujian mutu hedonik pada penelitian tahap II terdiri atas warna dalam, aroma besi, rasa besi, flavor, tekstur gigit, dan after taste. Penentuan formula terpilih Penentuan formula terpilih menggunakan metode perbandingan eksponensial (MPE). MPE merupakan salah satu teknik pengambilan keputusan untuk menentukan peringkat dari beberapa alternatif keputusan berdasarkan beberapa kriteria keputusan (Setiyaningsih et al. 2010). Kriteria keputusan yang digunakan dalam penelitian tahap II terdiri atas nilai keseluruhan uji hedonik dan biaya produksi setiap jenis formula. Pada penelitian tahap III kriteria keputusan yang digunakan meliputi nilai keseluruhan hedonik, bioavailabilitas Fe, serta biaya produksi. Analisis kandungan gizi Pendekatan kandungan gizi formula terpilih dilakukan melalui analisis proksimat, dan bioavailabilitas Fe. Analisis proksimat yang dilakukan yaitu analisis kandungan kadar air dengan metode oven (AOAC 1995), kadar abu metode gravimetri (AOAC 1995), kadar protein dengan metode Kjedahl (AOAC 1995), kadar lemak dengan metode soxhlet dengan hidrolisis (AOAC 1995), kadar karbohidrat secara by difference, dan kadar besi metode Atomic Absorption Spectrofotometry (AAS) (Apriyantono 1989). Uji bioavailabilitas Fe dilakukan secara in vitro dengan metode kantung dialisis (Roig et al. 1999). Prosedur analisis kandungan gizi disajikan pada Lampiran 3. Pengolahan dan Analisis Data Data pengujian organoleptik dan analisis sifat kimia dianalisis deskriptif. Data uji hedonik dianalisis menggunakan uji Kruskal wallis. Persentase penerimaan panelis dihitung dengan menjumlahkan panelis yang menyatakan biasa/netral (4), agak suka (5), suka (6), dan sangat suka (7) terhadap produk. Presentase penerimaan panelis dan sifat kimia dianalisis dengan sidik ragam.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap I Penentuan jenis tepung pensubstitusi Penentuan jenis tepung pensubstitusi didasarkan pada hasil trial and error. Berdasarkan hasil yang diperoleh, penggunaan ptepung tapioka dan tepung beras menghasilkan produk yang keras, sedangkan tepung sagu, dan tepung ketan menghasilkan produk yang cenderung lengket. Substitusi menggunakan jenis tepung tersebut menyebabkan penampakan produk tidak menyerupai daging.
6 Penggunaan jenis tepung ubi dan tepung jagung dapat menghasilkan produk yang tampak menyerupai daging. Berkenaan dengan hasil tersebut tepung komoditas lokal yang baik digunakan untuk mengurangi penggunaan tepung gluten dalam pembuatan daging artifisial adalah tepung jagung dan tepung ubi. Mikroenkapsulasi Fe Mikroenkapsulasi Fe dengan spray drying (Kustiyah et al. 2011) merupakan metode yang digunakan untuk menghasilkan mikrokapsul Fe. Menurut Zimermen (2005) menyatakan bahwa berdasarkan kriteria harga dan pengaruhnya terhadap penampakan produk maka fero sulfat merupakan senyawa kimia yang paling sesuai digunakan sebagai fortifikan untuk produk olahan tepung. Sejumlah 449 gram mikrokapsul Fe dihasilkan pada tahap ini dengan rendemen sebesar 73.56%. Rendemen yang diperoleh dibawah rendemen dari hasil penelitian Gantohe (2012) yakni 85.00%. Hal ini diduga dapat dikarenakan oleh perbedaan penggunaan alat spry dryer. Mikrokapsul Fe yang dihasilkan berwarna kream (putih kekuningan), sejalan dengan hasil penelitian Kustiyah et al. (2011); Gantohe (2012). Berdasarkan hasil analisis, kadar total Fe mikrokapsul sebesar 2.47 g/ 100 g. Gambar 3 merupakan gambar mikrokapsul Fe yang dihasilkan.
Gambar 3 Mikrokapsul Fe
Penelitian Tahap II Formulasi daging artifisial Berdasarkan trial and error, tepung jagung (Zea mays L.) dan tepung ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan jenis tepung yang cocok untuk mengurangi penggunaan gluten. Penggunaan kedua jenis tepung tersebut pada taraf tertentu dapat menghasilkan produk dengan penampakan menyerupai daging. Batas atas taraf substitusi tepung jagung dan tepung ubi yakni 20% terhadap gluten. Substitusi kedua jenis tepung tersebut lebih dari 20% menyebabkan produk bertekstur keras dan penampakannya cenderung menyerupai bakso. Formulasi yang dilakukan menghasilkan enam jenis formula seperti yang disajikan dalam Tabel 1. Pengamatan yang dilakukan terhadap produk yang dihasilkan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan warna antar formula. Formula tanpa penambahan tepung ubi cenderung berwana krem (putih kekuningan), sedangkan formula dengan penambahan ubi cenderung berwarna cokelat. Menurut Ega (2002), hal ini diduga dapat terjadi akibat adanya reaksi antar oksigen dengan substrat fenolik yang dikatalis oleh enzim folifenol oksidase. Berikut merupakan formula yang dihasilkan dalam penelitian tahap ini.
7 Tabel 1 Formula daging artifisial Formula F1 F2 F3 F4 Tepung gluten (%) 90 80 90 80 Tepung jagung (%) 10 20 Tepung ubi (%) 10 20 Air dengan perbandingan 1 gr adonan : 1 gr air
F5 90 5 5
F6 80 10 10
Proses pembuatan daging artifisial Pembuatan daging artifisial pada umumnya dilakukan dengan menggunakan extruder, namun pada penelitian ini dilakukan secara konvensional. Hal ini ditujukan agar formula ini dapat dibuat dalam skala rumah tangga. Pembuatan daging artifisial ini diawali dengan penimbangan dan pencampuran bahan sesuai taraf, kemudian ditambahkan air secara perlahan serta diuleni hingga adonan kalis. Adonan kemudian disimpan dalam freezer selama 4 hingga 6 jam. Penyimpanan ini ditujukan agar tepung pensubstitusi tidak terpisah dengan tepung utama ketika perebusan. Tahap berikutnya dilakukan thawing (pelelehan) adonan. Adonan harus ditarik memanjang, dibentuk tambang dan dihubungkan kedua ujungnya sebelum direbus agar bagian dalam dari produk tetap padat. Daging artifisial dihasilkan setelah perebusan selama 45 menit dalam suhu 80-100oC. Hasil organoleptik daging artifisial Pengujian organoleptik pada tahap ini adalah uji hedonik (kesukaan). Hasil pengujian ini dapat menunjukkan gambaran persepsi kesukaan panelis terhadap masing-masing jenis formula berdasarkan atribut yang diamati. Sebelum dilakukan pengujian organoleptik, daging artifisial yang dihasilkan diolah menjadi menu olahan daging agar dapat dikonsumsi. Berdasarkan hasil wawancara pribadi bersama Eman (2014) diperoleh informasi bahwa sate merupakan menu yang cocok dibuat menggunakan daging artifisial berbahan dasar utama tepung gluten. Salah satu atribut hedonik yang diujikan yakni penampakan permukaan. Penampakan permukaan daging artifisal menentukan kesan bahwa formula yang dikembangkan telah menyerupai daging atau tidak. Merujuk nilai modus uji hedonik, penampakan permukaan keeman formula berada pada nilai 6. Nilai ini menunjukkan bahwa persepsi kesukaan panelis terkategori suka. Tabel 2 menunjukkan modus penilaian untuk seluruh atribut hedonik. Tabel 2 Modus penilaian hedonik daging artifisial Karakteristik Penampakan permukaan Aroma Flavor Tekstur tekan Tekstur gigit
F1 6a 6a 6a 6a 6a
F2 6b 4b 4b 4b 6b
F3 6c 4c 6c 6c 6c
F4 6d 4d 6d 6d 6d
F5 6e 6e 6e 6e 6e
F6 6f 4f 4f 2f 6f
Keterangan: huruf berbeda pada baris sama menunjukkan perbedaan nyata (α = 0.05). F1 (10% tepung jagung: 90% tepung gluten), F2 (20% tepung jagung: 80% tepung gluten), F3 (10% tepung ubi: 90% tepung gluten), F4 (20% tepung ubi: 80% tepung gluten), F5 (5% tepung jagung: 5% tepung ubi: 90% tepung gluten), F6 (10% tepung jagung: 10% tepung ubi: 80% tepung gluten).
Aroma merupakan odor yang terdapat pada makanan (Meilgaard et al. 1999). Respon ini dapat dirasakan ketika sesuatu yang menguap dari makanan dapat direspon keberadaannya oleh indra penciuman. Mengacu pada modus
8 penilaian hedonik, atribut aroma berada dalam rentang nilai modus 4-6 (biasa hingga suka). Selain atribut aroma, diamati pula modus kesukaan untuk atribut flavor. Menurut Fennema (1996), flavor merupakan repon yang diperoleh dari perpaduan beberapa jenis indra saat mengonsumsi suatu makanan tertentu. Nilai modus hedonik atribut flavor berkisar antara 4-6 (biasa hingga suka). Atribut lain yang terkait dengan daging artifisial yakni tekstur. Tekstur merupakan kesan yang bersifat kompleks dan terkait dengan struktur bahan (Setyaningsih et al. 2010). Nilai modus atribut tekstur tekan pada F1, F3, F4, dan F5 adalah 6 (suka), F2 adalah 4 (biasa/netral), serta F6 adalah 2 (tidak suka). Pada tekstur gigit modus penilaian panelis yakni 6 dengan kategori suka.Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perbedaan jenis formula memberikan pengaruh nyata (P<0.05) terhadap penilaian kesukaan panelis untuk atribut penampakan permukaan, tekstur tekan, tekstur gigit, aroma dan flavor daging artifisial. Data hedonik yang diperoleh kemudian dianalisis lanjut untuk memperoleh persentase penerimaan panelis terhadap setiap jenis formula. Tabel 3 menyajikan persentase penerimaan panelis terhadap jenis formula daging artifisial. Tabel 3 Pengaruh jenis formula terhadap persentase penerimaan panelis Atribut Persentase penerimaan panelis (%) F1 F2 F3 F4 F5 F6 a a a a a Penampakan permukaan 58.33 76.67 75.00 75.00 83.34 72.22a Tekstur tekan 61.67a 65.00a 63.34a 56.67a 76.66a 51.67a Tekstur gigit 71.67a 66.67a 68.33a 61.67a 73.33a 55.00a Aroma 71.67a 85.00a 68.34a 80.00a 86.67a 70.00a Flavor 73.33a 81.67a 71.67a 78.34a 76.67a 63.33a Keterangan: huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p< 0.05). F1 (10% tepung jagung: 90% tepung gluten), F2 (20% tepung jagung: 80% tepung gluten), F3 (10% tepung ubi: 90% tepung gluten), F4 (20% tepung ubi: 80% tepung gluten), F5 (5% tepung jagung: 5% tepung ubi: 90% tepung gluten), F6 (10% tepung jagung: 10% tepung ubi: 80% tepung gluten).
Merujuk hasil yang disajikan pada Tabel 3, persentase penerimaan tertinggi atribut penampakan permukaan, tekstur tekan, tekstur gigit dan aroma terdapat pada F5. Persentase penerimaan tertinggi untuk atribut flavor terdapat pada jenis formula F2. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis formula daging artifisial tidak memberikan pengaruh nyata (p>0.05) terhadap persentase penerimaan panelis untuk atribut atribut penampakan permukaan, tekstur tekan, tekstur gigit, aroma dan flavor daging artifisial. Penentuan formula daging artifisial terpilih Formula daging artifisial ditentukan berbasarkan alternatif keputusan terbaik atas pertimbangan beberapa kriteria keputusan menggunakan MPE. Kriteria keputusan yang digunakan pada penelitian tahap ini antara lain mean rank dari nilai keseluruhan uji hedonik dan biaya produksi setiap jenis formula. Nilai keseluruhan diperoleh dari penjumlahan nilai persepsi masing-masing atribut dikali bobot nilai atribut (berdasarkan pertimbangan peneliti). Bobot atribut yang digunakan terdiri atas tektur gigit 30%, tekstur tekan 25%, aroma 20%, flavor 15% dan penampakan permukaan 10%. Nilai keseluruhan ini kemudian dianalisis statistik menggunakan Kruskal wallis test.
9 Biaya produksi merupakan nilai yang menggambarkan nilai rupiah yang diperlukan untuk memproduksi daging artifisial per kg produk. Nilai ini diperoleh dengan mempertimbangkan beberapa komponen produksi terdiri atas biaya bahan, alat, energi (gas dan listrik), tenaga kerja, dan transportasi. Perhitungan biaya produksi dikondisikan sedemikian rupa jika produk ini diproduksi dalam skala industri rumah tangga (IRT). Kedua kriteria keputusan tersebut kemudian disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4 MPE formula daging artifisial Formula Nilai Rangking keseluruhan* (A) F1 184.11a 3 b F2 179.70 4 F3 179.60c 5 F4 185.84d 2 F5 214.86e 1 F6 138.89f 6
Biaya produksi (Rp/Kg) 19.689,19.321,19.443,18.830,19.546,19.566,-
Rangking (B) 6 2 3 1 4 5
Skor (A+B) 9 6 8 3 5 11
Keterangan: huruf berbeda pada kolom sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05). F1 (10% tepung jagung: 90% tepung gluten), F2 (20% tepung jagung: 80% tepung gluten), F3 (10% tepung ubi: 90% tepung gluten), F4 (20% tepung ubi: 80% tepung gluten), F5 (5% tepung jagung: 5% tepung ubi: 90% tepung gluten), F6 (10% tepung jagung: 10% tepung ubi: 80% tepung gluten).
Perangkingan nilai keseluruhan ditetapkan berdasarkan nilai yang paling tinggi hingga terendah (descending), sedangkan urutan ranking biaya produksi dari nilai terendah hingga tertinggi (ascending). Rangking dari kedua kriteria keputusan tersebut kemudian dijumlah sehingga diperoleh nilai skor. Skor terendah menunjukkan alternatif keputusan terbaik berdasarkan kriteria keputusan. Berdasarkan nilai skor diatas terlihat bahwa F4 merupakan formula dengan nilai skor terendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa F4 adalah formula dengan biaya produksi paling murah dan dapat diterima panelis berdasarkan nilai keseluruhan uji hedonik. Berdasarkan pertimbangan tersebut formula daging artifisial dengan menggunakan 20% tepung ubi untuk mengurangi penggunaan gluten merupakan formula terpilih. Penelitian Tahap III Fortifikasi mikrokapsul Fe Fortifikasi mikrokapsul besi pada formula daging artifisial terpilih ditujukan untuk meningkatkan kandungan besi (Fe) produk. Fe difortifikasi dengan taraf 30%, 40%, dan 60% ALG untuk konsumen umum (26 mg/hari). Penentuan taraf ini didasarkan untuk mencapaian klaim sebagai produk pangan tinggi zat besi. Penambahan mikrokapsul besi dilakukan secara kovensional saat pencampuran tepung ubi dan tepung gluten murni. Pencampuran serupa juga telah dilakukan dalam penelitan Komari & Hermana (1993); Gantohe (2012). Formula daging artifisial dengan fortifikasi Fe disajikan dalam Tabel 5.
10 Tabel 5 Formula daging artifisial dengan fortifikasi Fe Formula F4A F4B F4C Tepung gluten murni (g) 80 80 80 Tepung ubi (g) 20 20 20 Fortifikasi Fe (% ALG*) 30 40 60 Estimasi zat besi (mg) 7.8 10.4 15.6 Mikrokapsul besi (g) 1.64 2.19 3.28 *Acuan Label Gizi kategori konsumen umum 26 mg Fe/hari (BPOM 2011)
Hasil organoleptik daging artifisial dengan fortifikasi Fe Pengujian organoleptik dalam penelitian tahap III terdiri atas uji hedonik dan mutu hedonik. Pengujian ini ditujukan untuk memperoleh respon panelis dengan adanya penambahan mikrokapsul Fe pada formula daging artifisial terpilih (F4). Berikut modus penilaian hedonik daging artifisal dengan fortifikasi Fe. Tabel 6 Modus penilaia hedonik daging artifisial dengan fortifikasi Fe Karakteristik F4A F4B a a Warna dalam (%) 6 (25.81) 4 (30.65) a a Aroma (%) 6 (35.48) 6 (32.26) a a Flavor (%) 6 (30.65) 6 (33.87) a a Rasa (%) 4 (27.42) 6 (30.65) a a Tekstur gigit (%) 6 (41.96) 6 (32.26) Keterangan: huruf berbeda pada baris sama menunjukkan perbedaan ALG), F4B (40% ALG), F4C (60% ALG).
F4C a 4 (37.10) a 4 (30.65) a 6 (30.65) a 6 (27.42) a 6 (48.39) nyata (p<0.05). F4A (30%
Berdasarakan Tabel 6, nilai modus atribut warna dalam untuk F4A berada pada nilai 6 serta F4B dan F4C berada pada nilai 4. Hal ini menunjukkan bahwa modus penilaian kesukaan panelis berada pada kategori suka untuk F4A dan biasa untuk F4B serta F4C. Nilai modus atribut aroma dan rasa yakni 4-6 (biasa hingga suka), sedangkan flavor dan tekstur gigit memiliki nilai modus 6 (suka). Berdasarkan hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa taraf fortifikasi mikrokapsul besi tidak memberikan pengaruh nyata (P>0.05) terhadap penilaian hedonik panelis untuk atribut warna dalam, aroma, flavor, rasa dan tekstur gigit. Mengacu nilai modus mutu hedonik daging artifisial dengan fortifikasi Fe, atribut warna dalam memiliki nilai modus 4. Hal ini menunjukkan bahwa warna dalam dari produk adalah abu-abu. Berdasarkan analisis statistika terlihat bahwa taraf fortifikasi mikrokapsul Fe memberikan pengaruh nyata (p<0.05) terhadap warna dalam produk. Nilai modus hedonik pada atribut aroma, flavor, rasa dan after taste besi yakni 6 (netral atau biasa). Tabel 7 menyajikan modus penilaian mutu hedonik formula daging artifisial. Tabel 7 Nilai modus mutu hedonik daging artifisial dengan fortifikasi Fe Karakteristik F4A F4B F4C Warna dalam (%) 4(56.45) a 4(61.29) b 4(61.29) c Aroma besi (%) 6(27.42) a 6(29.03) a 6(33.87) a Flavor (%) 6(30.65) a 6(33.87) a 6(37.10) a a a After taste (%) 6(35.48) 6(38.71) 6(40.32) a a a Rasa besi (%) 6(32.26) 6(32.26) 6(45.16) a Tekstur gigit (%) 5(30.65) a 6(33.87) b 6(46.77) c Keterangan: huruf berbeda pada baris sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05). F4A (30% ALG), F4B (40% ALG), F4C (60% ALG).
11 Berdasarkan Tabel 7 nilai modus atribut tekstur gigit bernilai 5 (agak lunak) pada F4A serta bernilai 6 untuk F4B dan F4C (lunak). Berdasarkan analisis statistika menunjukkan bahwa taraf fortifikasi mikrokapsul Fe tidak memberikan pengaruh nyata (p>0.05) terhadap atribut aroma, flavor, rasa dan after taste namun berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap tekstur gigit mutu hedonik. Hasil pengujian hedonik dianalisis lebih lanjut untuk memperoleh persentase penerimaan panelis terhadap setiap formula. Berikut merupakan persentase penerimaan panelis yang disajikan dalam Tabel 8. Tabel 8 Pengaruh taraf fortifikasi Fe terhadap Persentase penerimaan panelis Atribut Persentase penerimaan panelis (%) F4A F4B F4C Warna dalam 69.35a 69.35a 75.81a Aroma 74.19a 66.13a 67.74a a a Flavor 61.29 69.35 75.81a a a Rasa 59.69 67.74 66.13a Tekstur gigit 80.65a 74.19a 72.58a Keterangan: huruf berbeda pada baris sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05).F4A (30% ALG), F4B (40% ALG), F4C (60% ALG).
Nilai yang tercantum pada Tabel 8 menunjukkan bahwa persentase penerimaan panelis tertinggi untuk atribut warna dalam dan aroma terdapat pada F4C yakni 75.81%. Formula dengan nilai persentase penerimaan tertinggi untuk atribut flavor dan tekstur gigit terpadat pada F4A. Formula 4B (F4B) merupakan formula dengan nilai persentase penerimaan panelis tertinggi untuk atribut rasa. Berdasarkan hasil analisis statistik taraf fortifikasi tidak memberikan pengaruh nyata (p>0.05) terhadap persentase penerimaan panelis untuk setiap atribut hedonik yang diujikan. Kadar total dan biovailabilitas besi daging artifisial Pengujian kadar total Fe setiap formula dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan fortifikasi minieral besi pada daging artifisial. Metode Atomic Absorption Spectrofotometry (AAS) (Apriyantono 1989) adalah metode yang digunakan dalam analisis kadar total Fe pada formula daging artifisial dengan fortifikasi. Bioavailabilitas besi masing-masing formula dianalisis secara in vitro menggunakan kantung dialisis (Roig et al. 1999). Kedua jenis data ini kemudian analisis secara statistik menggunakan pengujian sidik ragam. Tabel 9 menampilkan hasil analisis yang dilakukan. Tabel 9 Pengaruh fortifikasi Fe terhadap kadar total dan bioavailabilitas Fe Formula F4A F4B F4C Kadar total Fe (mg/100g) Bioavailabilitas Fe (%) ALG*
6.15a 11.73a sumber besi
8.44b 28.83ab tinggi besi
12.77c 39.62bc tinggi besi
Keterangan: huruf berbeda pada baris sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05). F4A (30% ALG), F4B (40% ALG), F4C (60% ALG). *BPOM 2011: sumber besi (3.9 mg/100g > x < 7.8 mg/100g), tinggi besi (≥ 7.8 mg/100g).
Tabel 9 menunjukkan bahwa kadar total Fe setiap formula tidak berbeda jauh dari kadar target fortifikasi. Pengurangan kadar zat besi pada produk jika dibandingkan dengan estimasi kadar besi saat fortifikasi diduga diakibatkan oleh
12 adanya proses pengolahan yang menyebabkan mikrokapsul besi terlepas dari adonan. Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara taraf fortifikasi mikrokapsul besi terhadap kadar total Fe untuk setiap formula. Uji lanjut Duncan memperlihatkan bahwa F4A, F4B dan F4C berdasarkan kadar total Fe memiliki perbedaan satu sama lainnya. Berdasarkan kadar total zat besinya, F4A merupakan produk sumber zat besi, dan F4B serta F4C adalah produk tinggi zat besi (BPOM 2011). Proporsi zat gizi yang dapat digunakan oleh tubuh secara aktual dari pangan yang dikonsumsi menurut Bowman (2008) diistilahkan sebagai bioavailabilitas. Pengujian bioavailabilitas dalam penelitian ini dilakukan secara in vitro yakni menggunakan usus buatan (kantung dialisat). Jumlah zat besi yang mampu berdifusi melewati kantung dialisat digunakan sebagai parameter ketersediaan biologis (Komari & Hermana, 1993). Merujuk pada hasil pengujian bioavailabilitas Fe setiap produk, F4B dan F4C merupakan formula dengan bioavailabilitas sebesar 28.83% dan 39.62%. Nilai ini sesuai dengan hasil penelitian Whitaker (1998), bahwa nilai bioavailabilitas mineral Fe yang berasal dari ferro sulfat berada pada rentang 20-100%. Berbeda dengan kedua formula lainnya, F4A memiliki nilai bioavailabilitas kurang dari batas minimal 20%. Menurut Gantohe (2012), nilai perbedaan ini dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, salah satunya dikarenakan oleh penyebaran mikrokapsul dalam campuran tepung yang sulit dihomogenisasi. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata (p>0.05) antara taraf fortifikasi Fe terhadap bioavailabilitas Fe dalam formula yang dikembangkan meskipun secara deskriptif kecenderungannya meningkat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Komari & Hermana (1993), bahwa tidak terdapat perbedaan absorbsi zat besi yang bermakna pada perbedaan dosis (kadar) zat besi maupun lama penyimpanan. Penentuan formula terpilih daging artifisal dengan fortifikasi Fe MPE merupakan metode yang diterapkan kembali untuk menentukan formula terpilih dalam penelitian tahap ini. Kriteria pengambilan keputusan yang digunakan terdiri atas nilai keseluruhan hedonik, bioavailabilitas Fe, serta biaya produksi formula daging artifisial dengan fortifikasi Fe. Nilai keseluruhan diperoleh dari penjumlahan nilai persepsi masing-masing atribut dikali bobot nilai atribut (berdasarkan pertimbangan peneliti). Bobot atribut yang digunakan terdiri atas rasa 30%, aroma 25%, odor 20%, warna dalam 15% dan tekstur gigit 10%. Nilai keseluruhan ini kemudian dianalisis menggunakan uji Kruskal wallis. Kriteria pengambilan keputusan yang kedua yakni nilai bioavailabilitas zat besi. Nilai ini dijadikan pertimbangan karena nilai tersebut dapat menunjukkan seberapa banyak zat besi pada formula yang dapat diserap tubuh. Hal tersebut penting untuk dapat menghasilkan formula sebagai alternatif pangan pencegah anemia gizi besi komsumennya khususnya vegetarian. Kriteia pengambilan keputusan berikutnya yakni biaya produksi formula. Biaya ini ditujukan untuk mengetahui biaya produksi formula jika diproduksi dalam skala industri rumah tangga (IRT). Hal ini penting agar formula terpilih merupakan formula yang berpotensi dipasarkan dalam skala IRT sehingga kedepannya ketersediaan daging artifisial dengan kandungan gizi besi baik dapat terpenuhi. Komponen-komponen perhitungan biaya produksi terdiri atas biaya
13 bahan, biaya alat, energi (litrik dan gas), tenaga kerja, dan transportasi. Tabel 10 menyajikan MPE formula daging artifisial dengan fortifikasi Fe. Tabel 10 MPE formula daging artifisial dengan fortifikasi Fe Formula
F4A F4B F4C
Nilai keseluruhan* 89.86a 97.13a 93.51a
Rangking (A)
Bio.Fe (%)
Rangking (B)
3 1 2
11.73 28.83 39.62
3 2 1
Biaya Produksi (Rp/Kg) 23.521,25.076,28.140,-
Ranking (C)
Skor (A+B+C)
1 2 3
7 5 6
Keterangan: huruf berbeda pada kolom sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05). F4A (30% ALG), F4B (40% ALG), F4C (60% ALG).
Berdasarkan MPE setiap kriteria keputusan harus dilakukan perangkingan terlebih dahulu. Nilai keseluruhan dirangking secara decending, bioavailabilitas Fe serta biaya produksi dirangking secara ascending. Nilai rangking setiap kriteria keputusan kemudian dijumlahkan sehingga diperoleh nilai skor. Nilai skor terendah merupakan alternatif keputusan terbaik berdasarkan kriteria keputusan. Formula 4B (F4B) adalah formula dengan skor terendah. Hal ini menunjukkan bahwa formula daging artifisial dengan fortifikasi mineral besi sejumlah 40% merupakan formula dengan perpaduan nilai keseluruhan hedonik, bioavailabilitas Fe serta biaya produksi terbaik, sehingga formula ini dipilih sebagai formula terpilih. Gambar 5 merupakan gambar daging artifisial dengan fortifikasi Fe.
Gambar 4 Daging artifisial dengan fortifikasi Fe terpilih
Kandungan gizi formula terpilih Analisis proksimat dan kadar mineral besi dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi dari formula terpilih daging artifisial dengan fortifikasi Fe. Analisis ini dilakukan pada daging artifisial yang belum memperoleh proses pengolahan lanjutan. Kandungan gizi formula terpilih disajikan dalam Tabel 11. Tabel 11 Kandungan gizi daging artifisial dengan pemanfaatan tepung ubi per 100g Komponen Satuan Jumlah Air g 63.22 Abu g 0.39 Protein g 21.37 Lemak g 0.07 Karbohidrat g 14.95 Besi mg 8.44 Bioavailabilitas Fe % 28.83
14 Air Menurut Winarno (2008), air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena sifatnya yang dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan. Air juga berperan sebagai pembawa zat-zat makan khususnya vitamin larut air. Berdasarkan analisis kadar air, formula terpilih memiliki kadar air sejumlah 63.22g/100g produk. Kadar air formula ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan daging artifisial berbahan dasar tepung kacang merah (70%) dan tepung terigu (30%) yakni sebesar 4.65% setara dengan 4.65g/100g produk (Nuraidah 2013), namun jika dibandingkan dengan hasil penelitian Febriyanti (2011) kadar air formula terpilih justru lebih rendah yakni sebesar 97.55% setara 97.55g/100g produk. Perbedaan kadar air ini diduga disebabkan oleh kemampuan masing bahan dalam mengikat air. Abu Kadar abu sering dikenal sebagai zat anorganik atau unsur mineral dalam pangan (Winarno 2008), sehingga keberadaannya dapat digunakan sebagai gambaran kertersedian mineral di dalam bahan makanan atau pangan. Kadar abu dalam formula daging artifisial dengan fortifikasi mineral besi ini sejumlah 0.39g/100g produk. Nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan formula daging artifisial berbahan dasar kacang merah yakni 2.92g/100g produk (Nuraidah 2013). Hal ini diduga diakibatkan oleh perbedaan kandungan unsur anorganik dalam bahan utama dan atau bahan tambahan seperti garam. Protein Protein merupakan suatu zat makanan yang berfungsi sebagai bahan bahan bakar dalam tubuh, zat pembangun dan zat pengatur (Winarno 2008). Protein berperan penting dalam proses pembuatan daging artifisial karena keberadaannya diduga dapat memciptakan penampakan dan tekstur menyerupai daging. Menurut Winarno (2008); Belitzs & Grosch (1987), gluten merupakan salah satu protein dengan struktur molekul berbentuk serat (protein fibriler) sehingga dapat menghasilkan penampakan berserat dan tekstur berserat pada produk. Daging artifisial yang dikembangkan mengandung protein sebesar 21.37g/100g produk. Kandungan protein ini sebagian besar diduga berasal dari penggunaan gluten. Kandungan protein dalam formula jika dibandingkan dengan penelitian pengembangan produk daging artifisial oleh Febriani (2011) dan Nuraidah (2013) tergolong lebih tinggi. Hal ini diduga disebabkan oleh perbedaan persentase penggunaan gluten. Kandungan protein ini berada diatas 35% acuan label gizi (ALG) protein untuk konsumen umum (60g/hari) dalam 100 gram produk (BPOM 2011), sehingga dapat dinyatakan sebagai produk sumber protein. Lemak Lemak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein (Winarno 2008). Lemak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Kandungan lemak dalam formula yang dikembangkan mencapai 0.07g/100g produk. Rendahnya kandungan lemak dalam produk diduga disebabkan oleh sumber bahan utama yang rendah kandungan lemak. Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan Winarno & Koswara (2002) menyatakan bahwa daging artifisial atau analog
15 merupakan produk pangan dengan kandungan rendah lemak. BPOM (2011) menyatakan bahwa produk dapat dinyatakan rendah lemak jika kandungan lemak tidak lebih dari 0.5g/100g produk, berkenaan dengan hal ini daging artifisial yang dikembangkan dapat dinyatakan sebagai produk rendah lemak. Karbohidrat Zat gizi makro lainnya yang dianalisis yakni karbohidrat. Karbohidrat berperan dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna tekstur, dan lainnya (Winarno 2008). Kadar karbohidrat dihitung menggunakan metode by difference sehingga kadarnya dipengaruhi oleh keberadaan kadar zat gizi lainnya, seperti air, abu, protein, dan lemak. Berdasarkan hasil analisis, kandungan karbohidrat dalam daging artifisial sejumlah 14.95g/100g produk. Nilai yang diperoleh lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Nuraidah (2013) yakni sekitar 81.45-81.57g/100g produk. Perbedaan kandungan karbohidrat ini diduga diakibatkan oleh penambahan bahan sumber karbohidrat yakni tepung ubi sejumlah 20%. Kandungan karbohidrat yang tidak terlalu tinggi ini diduga akan dapat memberikan efek baik berkenaan dengan fungsi produk sebagai pengganti daging Kadar dan bioavailabilitas mineral besi Mineral besi merupakan unsur mineral yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit di dalam tubuh dan sering disebut unsur runutan atau trace element (Beck 2011). Ketersediaan mineral besi dalam pangan vegetarian sudah semestinya menjadi perhatian mengingat kelompok ini rentan terhadap risiko defisiensi besi (DeBruney et al. 2007). Defisiensi besi akan berdampak terhadap terjadinya anemia gizi besi vegetarian. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar besi formula terpilih sebesar 8.44mg/100g produk. Berdasarkan hal tersebut formula ini dapat dinyatakan sebagai produk tinggi besi karena kadar mineral besi lebih dari 30% ALG (BPOM 2011). Penigkatan bioavailabilitas besi salah satunya dapat dipengaruhi oleh bentuk senyawa besi tersebut (Hunt 2003). Penambahan zat besi dalam bentuk senyawa fero sulfat diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap bioavailabilitas Fe di dalam tubuh. Kandungan mineral besi dalam produk memiliki nilai bioavailabilitas secara in vitro sebesar 28.83%. Berdasrkan hal tersebut diduga bahwa mineral besi yang dapat diserap tubuh sekitar 2.43mg ketika mengonsumsi 100g produk dalam sehari. Menurut Winarno (2008), Beard (2000) dan Hunt (1999), seorang dewasa dalam keadaan normal dapat menyerap dan mengerluarkan besi sekitar 0.5 hingga 2.0mg/hari, sehingga melalui konsumsi produk tersebut diduga dapat menyeimbangkan ketersediaan Fe di dalam tubuh. Berkenaan dengan hal tersebut diduga produk ini dapat menurunkan risiko anemia gizi besi vegetarian di Indonesia.
16
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Formula terpilih merupakan formula dengan memanfaatkan 20% tepung ubi untuk mengurangi penggunaan gluten dalam pembuatan daging artifisial dan disertai dengan fortifikasi Fe 40% ALG (setara 10.4mg). Berdasarkan analisis sidik ragam, taraf fortifikasi mikrokapsul Fe tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap persentase penerimaan panelis pada setiap atribut yang diujikan. Kandungan gizi daging artifisial yang dikembangkan meliputi 21.37% protein (sumber protein), 0.07% lemak (rendah lemak), 14.95%, karbohidrat dan 8.44 mg/100g zat besi (tinggi zat besi). Nilai bioavailabilitas Fe produk sebesar 28.83%, setara dengan 2.43mg Fe yang dapat diserap tubuh ketika mengonsumsi 100g produk dalam sehari. Berdasarkan hal tersebut produk ini diharapkan dapat dijadikan sebagai alternatif pangan pencegah anemia gizi besi vegetarian. Saran Analisis bioavailabilitas secara in vivo disarankan dilakukan untuk dapat mempertajam informasi terkait pengaruh produk terhadap penurunan risiko anemia gizi besi. Pengaruh jenis pengolahan lanjutan terhadap bioavailabilitas besi hendaknya juga dapat diteliti lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official Method of Analysis of Association of Official Analytical Chemist. Ed ke-14. AOAC inc, Airlington. [BPOM] Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2011. Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Tentang Acuan Label Gizi Produk Pangan. Jakarta (ID): BPOM RI Antony AC. 2003. Vegetarianism and vitamin B-12 (cobalamin) deficiency. American Journal of Clinical Nutrition. 78 : 3-6. Apriyantono A. 1989. Petunjuk Praktikum Analisis Pangan. Bogor (ID): Bogor Press. Beard JL et al. 2006. Interpretation of serum ferritin concentrations as indicators of total-body iron store in survey population: the role of biomarkers of acute phase respon. Am J Clin Nutr 84 : 1498-1505. Belitz and Grosh. 1987. Food Chemistry. Berlin (GR). Spinger. Bowman D. 2008. The Defference Between Meat, Siy, Whey, Dairy, and Vegan Type of Protein. Baseline Nutritional Nutribody Protein. Craig WJ. 2009. Health effects of vegan diets. Am J Clin Nutr. 83 : 1627-1633.
17 De Biase SG, Fernandes SF, Gianini RJ, Duarte JL. 2007. Vegetarian diet and cholesterol and triglyceride levels. Arq Bras Cardiol. 88 : 35-39. DeBrunyne, Pinna, Whitney. 2007. Nutrition & Diet Therapy. Ed. 7th. USA: Thomsom Wad-worth. Ega L. 2002. Kajian Sifat dan Kimia serta Pola Hidorlisis Pati Ubi Jalar Jenis Unggul secara Enzimatis dan Asam. [Disertasi]. Pasca Sarjana. Bogor (ID): Isnstitut Pertanian Bogor. Febriyanti. 2011. Daging Nabati Rumput Laut Gracilaria sp Sumber Protein dan Vitamin B12 pada Vegetarian. [Skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponogoro. Fennema OR. 1996. Food Chemistry. New York (US): Marcel Dekker, Inc. Gantohe TM. 2012. Formulasi Cookies Fungsional Berbasis Tegung Ikan Gabus (Channa Striata) dengan Fortifikasi Mikrokapsul Fe dan Zn. [Skripsi]. Program Studi Ilmu Gizi. Fakultas Ekologi Manusia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Horton S. 2006. The economi of food fortification. J Nurt. 136 : 1068-1071. Hunt JR, Roughead ZK. 1999. Nonheme-iron absorption, feel feritin excretion, and blood indexes of iron status in women consuming controlled lactoovovegetarian diet for 8 wk. Am J Nutr. 69 : 944-952. Hurt JR. 2003. Bioavailability of iron, zinc, and other trace mineral from vegetarian diets. Am J Clin Nutr. 78 : 633-639. Key TJ, Applebly PN, Rosell MS. 2006. Health effects of vegetarian and vegan diets. Proceedings of the Nutrition Society. 65 : 35-41. Komari & Hermana. 1993. Fortifikasi besi pada tepung terigu dan kecap. Jurnal Penelitian Gizi dan Makanan. 16 : 113-116. Koswara S. 2009. Teknologi Pengolahan Roti. EbookPangan.com Kustiyah L, Anwar F, Dewi M. 2011. Encapsulated iron and zink to overcome underweight BALITA (under five of age children). Jurnal Ilmu Pertania Indonesia. 16 (3): 156-163. Mattjik AA & Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab.Bogor (ID) : IPB Pers. Meilgaard M, Civille GV, Carr BT. 1999. Sensory Evaluation Techniques 3rd ed. USA: CRC Perss. Nuraidah. 2013. Study Pembuatan Daging Tiruan dari Katang Merah (Phaseolus vulgaris. L). [Skripsi]. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin. Roig MJ, Alegria A, Barbera R, Farre R, Lagarda MJ. 1999. Calcium bioavailability in human milk, cow milk and infant formulas-comparison between dialysis and solubility methods. Food Chem 65: 353 – 357. Setyaningsih D, Apriyantono A, Sari MP. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Bogor (ID): IPB Pers.
18 Soekirman. 2008. Fortifikasi Pangan: Program Gizi Utama Masa Depan?. Jakarta (ID) : KFI. Susianto. 2011. Be a Veggie, adalah pilihan. Majalah Kulinologi. Vol. III (9): 7-9. Waldamann A, Koschizke JW, Leitzmann C & Hanhn A. 2004. Dietary Iron Intake and iron status of German Female Vegans: result of German Vegan Study. Annals of Nutrition and Metabolism. 48 : 103-108. Whitaker P.1998. Iron and zinc interaction in human. Am J Clin Nutr. 68: 442446. Winarno FG, Koswara S. 2002. Daging Tiruan dari Kedelai. Bogor: M-Brio Press. Winarno. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor (ID): M-Brio Press.
19
LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner uji organoleptik daging artifisial tahap II Uji Organolaptik Daging Artifisial Nama Panelis : Jenis Kelamin : L/P
No. HP Tanggal
: :
Dihadapan saudara/i disajikan 12 sampel jenis formula daging artifisial. Anda diminta untuk memberikan penilaian hedonik terhadap beberapa atribut yang diujikan dari produk tersebut. Kode sampel diingatkan untuk selalu diisi terlebih dahulu sebelum memberikan penilaian. Satu lembar kertas hanya diperuntukkan untuk satu sampel. Hedonik (Kesukaan) Kode sampel
Atribut Penampakan permukaan
Aroma
Skala penilaian ; 1. Sangat tidak suka 4. Biasa 5. Agak suka
Flavor
Tekstur tekan
Tekstur Gigit
2. Tidak suka 3. Agak tidak suka 6. Suka 7. Sangat suka
Komentar ……………………………………………………………………………………… ………………............................................................................
TERIMA KASIH
20
Lampiran 2 Kuesioner uji organoleptik daging artifisial tahap III Uji Organolaptik Daging Artifisial dengan Fortifikasi Fe Nama Panelis : No. HP : Jenis Kelamin : L/P Tanggal : Dihadapan saudara/i disajikan sampel daging artifisial dengan fortifikasi Fe. Anda diminta untuk memberikan penilaian hedonik dan mutu hedonik terhadap beberapa atribut yang diujikan dari produk tersebut. Kode sampel diingatkan untuk selalu diisi terlebih dahulu sebelum memberikan penilaian. Satu lembar kertas hanya diperuntukkan untuk satu sampel. Hedonik (Kesukaan) Atribut
Kode sampel
Warna Dalam
Aroma
Skala penilaian ; 1. Sangat tidak suka 4. Biasa 5. Agak suka
Kode sampel
Flavor
Rasa
Tekstur Gigit
2. Tidak suka 3. Agak tidak suka 6. Suka 7. Sangat suka
Mutu Hedonik Atribut Warna Dalam
Skala penilaian; Warna dalam 1. Sangat Hitam 2. Hitam 3. Hitam Keabuan 4. Abu-abu 5. Abu kecoklatan 6. Coklat muda 7. Coklat
Aroma
Flavor
After Taste
Aroma besi, flavor, rasa besi, aroma ubi, after taste 1. Sangat kuat 2. Kuat 3. Agak kuat 4. Netral/ biasa 5. Agak lemah 6. Lemah 7. Sangat lemah
Rasa Besi
Tekstur Gigit
Tekstur Gigit 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Sangat alot Alot Agak alot Netral/ biasa Agak lunak Lunak Sangat lunak
Komentar ……………………………………………………………………………………… ………………...................................................................................
21 TERIMA KASIH
Lampiran 3 Prosedur analisis kandungan gizi 1. Analisis Kadar Air (AOAC 1995) Cawan porselen kosong yang bersih dikeringkan dalam oven suhu 105ºC sekitar 60 menit, kemudian didinginkan dalam desikator sampai cawan porselen dingin (sekitar 30 menit) kemudian cawan porselen ditimbang berat kosongnya. Sebanyak 3 gram sampel dimasukkan kedalam cawan, kemudian dimasukkan dalam oven dengan suhu 105 ºC selama 3-6 jam. Setelah itu, cawan berisi sampel diangkat kembali kemudian didinginkan di dalam desikator sampai dingin, lalu ditimbang. Persentase kadar air (berat basah) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Kadar air (%bb) = [A – (C - B)] x 100% A Keterangan: A= Berat sampel basah (sebelum dioven) (gram) B= Berat cawan kering (gram) C= Berat (cawan + sampel) kering (gram)
2. Analisis Kadar Abu (AOAC 1995) Cawan porselen kosong dikeringkan dalam tanur selama 1 jam kemudian didinginkan dalam desikator sampai dingin (sekitar 1 jam). Kemudian, sampel ditimbang kurang lebih 3 gram dan diletakkan dalam cawan, kemudian dibakar dalam kompor listrik sampai sampel tidak berasap. Cawan kemudian diabukan ke dalam tanur pada suhu 5000C. Pengabuan dilakukan selama 3 sampai 4 jam sampai sampel seluruhnya menjadi abu putih. Kemudian, cawan porselen didinginkan di dalam desikator sampai cawan dingin, kemudian cawan beserta sampel ditimbang. Persentase dari kadar abu dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: Kadar Abu (%) = Berat Abu x 100% Berat sampel
3. Analisis Kadar Lemak dengan Hidrolisis (AOAC 1995) Penentuan kadar lemak dilakukan berdasarkna metode ekstraksi Soxhlet. Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya. Kemudian sampel sebanyak 3 gram ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring. Kertas saring yang sudah berisi sampel kemudian dimasukkan ke dalam alat ekstraksi Soxhlet bersama dengan pelarut hexane, dan pada bagian bawah diletakkan labu lemak untuk menampung lemak hasil ekstraksi. Sampel direfluks selama 6 jam sampai pelarut yang berada di alat ekstraksi berwarna bening jernih. Pelarut dalam labu lemak didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu lemak berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105ºC sampai pelarut menguap seluruhnya, dan hanya meninggalkan lemak di dalam labu lemak. Kemudian labu lemak didinginkan dalam desikator sekitar 20-30
22 menit. Selanjutnya labu berserta lemak di dalamnya ditmbang. Persentase kadar lemak dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Kadar lemak (%) = A - B x 100% A Keterangan: A = berat labu dan lemak (gram) B = berat labu kosong (gram) 4. Analisis Protein Metode Mikro Kjeldahl (Fardiaz et al. 1989) Sampel sebanyak 0,1 gram dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, kemudian ditambahkan 7 ml H2SO4 dan 0.5 gram selenium-mix. Sampel didestruksi sampai larutan berwarna jernih kemudian labu didinginkan. Isi labu dituangkan ke dalam alat destilasi. Labu Kjeldahl dibilas 5-6 kali dengan akuades 20 ml, air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan larutan NaOH 30% sebanyak 20 ml. Cairan dalam ujung kondensor ditampung dalam erlenmeyer 125 ml berisi larutan asam borat (H3BO3) dan 4 tetes indikator (cairan metil merah dan metilen biru) yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan hingga diperoleh larutan destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan indikator sebanyak 3 kali volume larutan awal dalam Erlenmeyer. Destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi merah ungu. Persentase kadar protein dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Kadar protein (%) = (
) x 6,25
5. Analisis Kadar Karbohidrat (by difference) Penentuan kadar karbohidrat dilakukan dengan menggunakan perhitungan karbohidrat by difference. Perhitungan ini bukan berdasarkan analisis tetapi berdasarkan perhitungan menggunakan rumus berikut: Kadar karbohidrat (%) = 100% - A – B – C – D Keterangan: A = kadar air (%bb) B = kadar abu (%bb) C = kadar protein (%bb) D = kadar lemak (%bb) 6. Kandungan Energi Kandungan energi dari sampel dihitung berdasarkan rumus konversi berat karbohidrat, lemak dan protein sampel menjadi energi. Penetapan kandungan energi dihitung berdasarkan perhitungan sebagai berikut: Energi (Kal) = 4(Kadar Protein) + 4(Kadar Karbohidrat) + 9(Kadar Lemak)
23 7. Analisis Kadar Besi (Fe) dengan metode Atomic Absorption Spectrofotometry (AAS) (Apriyantono 1989) Preparasi sampel untuk kadar Fe dilakukan dengan menggunakan pengabuan basah. Sampel ditimbang sebanyak 0.5 -1.0 gram dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer. Lalu ditambahkan 10 ml larutan H2SO4 pekat dan 15 ml larutan HNO3 pekat. Larutan kemudian dipanaskan sampai jernih dan dibiarkan sampai dingin. Kemudian larutan diencerkan dan ditera dengan air bebas ion di labu takar sampai volume 100 ml. Kemudian larutan dihomogenkan dengan menggunakan stirrer. Larutan disaring dengan kertas saring Whatman 42 kemudian dibaca dengan menggunakan AAS. Prosedur yang sama dilakukan terhadap blanko. Kurva standar Fe perlu dibuat terlebih dahulu untuk perhitungan kadar Fe pada sampel. Perhitungan kadar Fe sampel dapat dilihat pada rumus perhitungan berikut: Kadar Fe (mg/100 g) = y-b x Volume aliquot x 100 / berat sampel a 1000 8. Bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 Sejumlah sampel Dihaluskan dengan blender
͌͌ Ditimbang sampel͌͌ setara 2 g protein dalam gelas piala yang diketahui beratnya
(2/protein sampel) x 100 = x gram sampel
T1 untuk menghitung total asam tertitrasi
T2 untuk menghitung bioavailabilitas mineral
Ditambahkan air bebas ion sebanyak 100 gram
Ditambahkan air bebas ion sebanyak 100 gram
Diatur pH menjadi 2.0 dengan HCl 0,1 N
Diatur pH menjadi 2.0 dengan HCl 0,1 N
Ditambahkan Suspensi Pepsin
1,6 g pepsin dilarutkan dalam 10 ml HCl 0,1 N
Ditambahkan Suspensi Pepsin
Diinkubasi pada suhu 370C selama 120 menit
Diinkubasi pada suhu 370C selama 120 menit
Dimasukan kedalam freezer
Dimasukan kedalam freezer
Gambar 5 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1
24
Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 2 Sampel T1 (Total Asam Tertitrasi)
Di thawing dalam Shaker 370C
Ditambahkan 5 ml Pankreatin Bile
Dititrasi dengan NaOH standar hingga pH 7
Dihitung kebutuhan NaHCO3 = N NaOH x 40x ml titrasi x T2 x 100 1000 T1 20 = X g NaOH
1 g Pankreatin (Sigma p-170) + 6,25 g ekstrak bile (Sigma B8631) dilarutkan dalam 250 ml NaHCO3 0,1 N
Dilarutkan sebanyak 4 g NaOH dalam 1000 ml akuades dan disimpan selama 1 hari, kemudian dikalibrasi. Kalibrasi : timbang ± 0,01 g asam oksalat + 50 ml akuades diaduk sampai larut kemudian titrasi dengan larutan NaOH standar sampai Ph 7. N NaOH = Berat asam Oksalat Volume titrasi x (BM asam oksalat/2)
Ditimbang NaHCO3 setara x g NaHCO3dan diincerkan sampai 100 ml
Potong kantung ± 10 cm rendam dalam air bebas ion lalu ikat salah satu ujungnya
Spesifikasi kantung dialisis: MWCO : 6000-8000 Lebar flat : 50 mm Diameter : 32 mm Vol/panjang : 8 ml/cm
Diisi dengan 20 ml larutan NaHCO3 hasil perhitungan
Diikat salah satu ujungnya, usuhakan tidak ada gelembung, kemudian direndam dengan sisa laruran NaHCO3 dalam gelas piala 200 ml
Gambar 6 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 2
25
Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 3 Sampel Bioavailabilitas (T1)
Diisi dengan 20 ml larutan NaHCO3 hasil perhitungan
Dimasukkan kantung dialisis
Diinkubasi pada suhu 370C selama 30 menit
Ditambahkan 5 ml Pankreatin Bile
Diinkubasi pada suhu 370C selama 2 jam
Diangkat kantung dialisis dari sampel T1
Dibuka ikatannya dan tuangkan dalam erlenmeyer 100 ml yang sudah diketahui beratnya
Dicuci bagian dalam kantung dialisis dengan air bebas ion
Ditimbang dan dicatat berat dialisatnya
Ditambahkan H2SO4 pekat 10 ml dan 10 ml HNO3 pekat
Didestruksi sampai jernih
Ditambahkan air bebas ion
Diencerkan dalam labu takar 100 ml
Disarimg dengan kertas Whatman 42
Dibaca dengan AAS
26
Gambar 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 3 Lampiran 4 Hasil analisis statistika 1. Hasil analisis statistik nilai hedonik tahap II Kode sampel Penampakan permuaan
Aroma
Tekstur tekan
Tekstur gigit
Flavor
N
F1 (90% gluten + 10% tp. Jagung) F2 (80% gluten + 20% tp. jagung) F3 (90% gluten + 10% tp. ubi) F4 (80% gluten + 20% tp. ubi) F5 (90% gluten + 5% tp jagung + 5% tp. Ubi) F6 (80% gluten + 10% tp jagung + 10% tp. Ubi) F1 (90% gluten + 10% tp. Jagung) F2 (80% gluten + 20% tp. jagung) F3 (90% gluten + 10% tp. ubi) F4 (80% gluten + 20% tp. ubi) F5 (90% gluten + 5% tp jagung + 5% tp. Ubi) F6 (80% gluten + 10% tp jagung + 10% tp. Ubi) F1 (90% gluten + 10% tp. Jagung) F2 (80% gluten + 20% tp. jagung) F3 (90% gluten + 10% tp. ubi) F4 (80% gluten + 20% tp. ubi) F5 (90% gluten + 5% tp jagung + 5% tp. Ubi) F6 (80% gluten + 10% tp jagung + 10% tp. Ubi) F1 (90% gluten + 10% tp. Jagung) F2 (80% gluten + 20% tp. jagung) F3 (90% gluten + 10% tp. ubi) F4 (80% gluten + 20% tp. ubi) F5 (90% gluten + 5% tp jagung + 5% tp. Ubi) F6 (80% gluten + 10% tp jagung + 10% tp. Ubi) F1 (90% gluten + 10% tp. Jagung) F2 (80% gluten + 20% tp. jagung) F3 (90% gluten + 10% tp. ubi) F4 (80% gluten + 20% tp. ubi) F5 (90% gluten + 5% tp jagung + 5% tp. Ubi) F6 (80% gluten + 10% tp jagung + 10% tp. Ubi)
Mean rank 160.76 184.85 182.35 196.23 209.70 149.12 185.22 193.99 160.79 180.46 212.95 149.62 178.99 182.08 190.11 179.82 207.29 144.72 187.48 170.08 189.42 181.97 204.97 149.09 185.57 181.48 169.41 200.77 199.32 146.46
60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60
Test Statisticsa,b Penampakan permukaan Aroma Chi-Square
Flavor
Tekstur gigit
14.877
15.809
12.120
10.701
12.246
5
5
5
5
5
.011
.007
.033
.058
0.32
df Asymp. Sig.
Tekstur tekan
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Kode Sampel
27
2. Hasil sidik ragam persentase penerimaan hedonik II ANOVA Jumlah kuadrat Penampakan permukaan
Antar kelompok
807.726
Dalam kelompok
5
161.545 92.563
6 11
Antar kemolpok
638.070
5
127.614
Dalam kelompok
972.044
6
162.007
1610.115
11
719.456
5
143.891
594.656
6
99.109
Tekstur tekan Antar kelompok Dalam kelompok Total
Flavor
F hitung
555.378
Total
Tekstur gigit
Kuadrat tengah
1363.104
Total Aroma
Derajat bebas
1314.111
11
Antar kelompok
462.826
5
92.565
Dalam kelompok
1355.311
6
225.885
Total
1818.137
11
Antar kelompok
408.517
5
81.703
Dalam kelompok
550.033
6
91.672
Total
958.550
11
Sig.
1.745
.258
.788
.594
1.452
.329
.410
.827
.891
.541
3. Hasil analisis statistik nilai hedonik tahap II Warna dalam
Aroma
Flavor
Rasa
Tekstur gigit
Ranks Kode sampel F4A (Fortifikasi 30% Fe) F4B (Fortifikasi 40% Fe) F4C (Fortifikaksi 60% Fe) F4A (Fortifikasi 30% Fe) F4B (Fortifikasi 40% Fe) F4C (Fortifikaksi 60% Fe) F4A (Fortifikasi 30% Fe) F4B (Fortifikasi 40% Fe) F4C (Fortifikaksi 60% Fe) F4A (Fortifikasi 30% Fe) F4B (Fortifikasi 40% Fe) F4C (Fortifikaksi 60% Fe) F4A (Fortifikasi 30% Fe) F4B (Fortifikasi 40% Fe) F4C (Fortifikaksi 60% Fe) Aroma
Chi-Square
2.364
N 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62
Test Statisticsa,b Flavor Rasa .633
2.598
Tekstur gigit .700
Mean rank 96.39 92.38 91.73 100.81 93.32 86.36 89.61 97.08 93.81 84.71 98.64 97.15 94.39 89.25 96.86 Warna dalam .287
28 df Asymp. Sig.
2 .307
2 .729
2 .273
2 .705
2 .866
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Kode
4. Hasil analisis statistik nilai mutu hedonik tahap III Ranks Kode sampel Warna dalam F4A (Fortifikasi 30% Fe)
N
Mean Rank
62
95.38
F4B (Fortifikasi 40% Fe)
62
105.44
F4C (Fortifikaksi 60% Fe)
62
79.69
F4A (Fortifikasi 30% Fe)
62
93.77
F4B (Fortifikasi 40% Fe)
62
98.91
F4C (Fortifikaksi 60% Fe)
62
87.81
F4A (Fortifikasi 30% Fe)
62
91.22
F4B (Fortifikasi 40% Fe)
62
101.81
F4C (Fortifikaksi 60% Fe)
62
87.47
F4A (Fortifikasi 30% Fe)
62
96.22
F4B (Fortifikasi 40% Fe)
62
100.91
F4C (Fortifikaksi 60% Fe)
62
83.37
F4A (Fortifikasi 30% Fe)
62
91.82
F4B (Fortifikasi 40% Fe)
62
102.89
F4C (Fortifikaksi 60% Fe)
62
85.79
Tekstur gigit F4A (Fortifikasi 30% Fe)
62
80.52
F4B (Fortifikasi 40% Fe)
62
112.94
F4C (Fortifikaksi 60% Fe)
62
87.05
F4A (Fortifikasi 30% Fe)
62
86.44
F4B (Fortifikasi 40% Fe)
62
100.20
F4C (Fortifikaksi 60% Fe)
62
93.86
Aroma besi
Flavor
After taste
Rasa besi
Aroma ubi
Test Statisticsa,b
Chi-Square df Asymp. Sig.
Warna Aroma After Rasa Tekstur Aroma dalam besi Flavor taste besi gigit ubi 8.835 1.394 2.508 3.789 3.413 13.217 2.384 2 2 2 2 2 2 2 .012 .498 .285 .150 .181 .001 .304
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Kode
29
5. Hasil sidik ragam persentase penerimaan hedonik III ANOVA
Warna dalam
Antar kelompok Dalam kelompok Total
Aroma
Flavor
Rasa
Tekstur gigit
Jumlah Derajat kuadrat bebas 56.255 2 181.494
3
237.749
5
Kuadrat tengah F hitung Sig. 28.127 .465 .667 60.498
Antar kelompok Dalam kelompok
72.933
2
36.467
.467
.666
234.095
3
78.032
Total
307.028
5
Antar kelompok Dalam kelompok
211.694 72.933
2 3
105.847 24.311
4.354
.130
Total
284.628
5 .456
.672
.368
.720
Antar kelompok Dalam kelompok
72.772
2
36.386
239.440
3
79.813
Total
312.212
5
Antar kelompok Dalam kelompok
72.772
2
36.386
296.757
3
98.919
Total
369.529
5
6. Hasil sidik ragam kadar total Fe ANOVA Kadar Total Fe Jumlah kuadrat Derajat bebas Kuadrat tengah F hitung Sig. Antar kelompok 45.152 2 22.576 295.692 .000 Dalam kelompok .229 3 .076 Total 45.381 5
Kode sampel
Uji lanjut Duncan Subset for alpha = 0.05 N 1 2 3
F4A (Fortifikasi 30% Fe) F4B (Fortifikasi 40% Fe) F4C (Fortifikaksi 60% Fe) Sig.
2
6.1550
2
8.4400
2
12.7700 1.000
1.000
1.000
8. Hasil sidik ragam bioavailabilitas Fe setiap formula ANOVA Bioavailabilitas Fe Jumlah kuadrat Derajat bebas Kuadrat tengah F hitung Antar kelompok 791.373 2 395.687 6.464
Sig. .082
30 Dalam kelompok
183.631
3
Total
975.004
5
61.210
RIWAYAT HIDUP I Kadek Agus Hendra Dinata merupakan anak kedua dari pasangan I Wayan Puji Arsa dan Ni Wayan Wistri. Lahir di Padangbai-Bali 28 Agustus 1992. Penulis menempuh pendidikan SMA di SMA Negeri 1 Semarapura. Selanjutnya melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010 melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI). Selama perkuliahan, penulis aktif di beberapa organisasi meliputi Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma (KMHD) IPB 2012 (wakil ketua), Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI) IPB 2013 (wakil ketua), serta ketua pelaksana Nutrition Fair 2014. Beberapa penghargaan yang pernah diraih antara lain sebagai TOP 5 Bagus Bali 2010 (duta wisata dan duta budaya), semi finalis Hilo Green Ambassador 2013, dan kakak Sabang Merauke 2014. Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Agama Hindu (20112012) serta matakuliah Kulinari dan Gizi (2014). Bulan Juli-Agustus 2013 penulis mengikuti Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Tegal Girang, Kecamatan Bangodua, Kabupaten Indramayu. Pada bulan April-Mei 2014 penulis melaksanakan Internship Dietetic (ID) di Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jakarta.