DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .....................................................................................i RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... ii DAFTAR ISI.................................................................................................... iii DAFTAR TABEL............................................................................................ iv PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 METODOLOGI ............................................................................................... 4 HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................................... 7 Karakteristik Bahan Baku..................................................................... 7 Kadar Gula Pereduksi ............................................................................. 7 Kadar Etanol dan Konversi Selulosa ...................................................... 10 Rendemen Etanol.................................................................................... 11 KESIMPULAN................................................................................................ 13 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 14
iii
DAFTAR TABEL
1. Tabel kondisi pemasakan untuk mendapat lignin Klason yang diinginkan 4 2. Tabel kondisi bleaching yang digunakan untuk mendapatkan bleached pulp ............................................................................................................ 5 3. Tabel komposisi karbohidrat pulp kayu jabon ............................................ 7 4. Tabel kadar gula pereduksi tersisa dan yang terkonversi menjadi etanol dari pulp pada berbagai persentasi lignin dan freeness .............................. 8 5. Tabel kadar etanol dari pulp pada berbagai kandungan lignin dan freenes 10 6. Tabel konversi selulosa dari pulp pada berbagai kandungan lignin dan freeness.................................................................................................. 11 7. Tabel Rendemen etanol dari uulp pada berbagai kandungan lignin dan freeness ................................................................................................. 12
iv
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan Baku. Sebelum hidrolisis dilakukan, kadar holoselulosa dan selulosa-α pulp terlebih dahulu ditentukan. Hasil pengujian disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Komposisi karbohidrat pulp kayu jabon Lignin Klason pulp (%)
Holoselulosa (%)
Selulosa-α (%)
0,0
98,4
96,7
1,5
96,7
94,0
3,0
95,7
92,3
4,5
94,3
90,7
6,0
92,4
88,7
12,0
83,8
79,9
Tabel 2 memperlihatkan kadar karbohidrat cenderung menurun dengan meningkatnya kadar lignin klason. Kadar lignin Klason yang tinggi menunjukkan kadar lignin sisa pulp yang tinggi pula, sehingga persentase karbohidrat dalam setiap gram pulp menjadi lebih rendah. Bleached pulp memiliki kadar selulosa tertinggi dan pulp dengan lignin Klason 12,0% memiliki kadar selulosa terendah . Kadar karbohidrat untuk setiap level freeness pada lignin Klason yang sama diasumsikan sama, karena perlakuan mekanis hanya mempengaruhi panjang serat dan kadar fine dari pulp (Henriksson et al. 2007).
Kadar Gula Pereduksi. Gula pereduksi adalah gula sederhana yang dapat dikonversi menjadi etanol dengan bantuan mikroba. Tingkat produksi gula berkorelasi positif dengan tingkat hidrolisis selulosa oleh enzim selulase (Panagiotou et al. 2004) sehingga nilai gula pereduksi dapat digunakan sebagai penduga daya kerja enzim selulase pada proses hidrolisis. Dalam produksi etanol menggunakan metode SSF sebagian gula langsung dikonversi menjadi etanol. Dengan demikian, nilai pengukuran gula pereduksi dengan spektrofotometer menunjukkan jumlah gula sisa dari hasil hidrolisis gula kompleks yang belum terfermentasi. Nilai gula pereduksi tersisa dan yang terkonversi menjadi etanol disajikan pada Tabel 4 berikut. Secara teoritis, rendemen maksimum konversi gula pereduksi menjadi etanol adalah 0,51 g/g (Erdei 2010; Demirbas 2005).
7
Tabel 4. Kadar gula pereduksi tersisa dan yang terkonversi menjadi etanol dari pulp pada berbagai persentasi lignin dan freeness
LK (%)
Freeness (ml CSF)
100 200 300 400 Unbeaten pulp GPS GPT GPS GPT GPS GPT GPS GPT GPS GPT
0,0
2,72
8,36
2,36
3,56 2,80
3,36 2,46
2,69
2,95
3,06
1,5
2,69
7,32
3,00
2,86 3,06
2,75 2,49
2, 43
3,70
2,87
3,0
3,10
2,22 3,46
2,58 2,85
2,45 3,11
2,62
3,84
3,44
4,5
3,55
3,17 2,95
2,44 3,29
2,66 2,75
2,40
3,61
2,85
6,0
6,08
2,32 8,78
2,22 5,15
2,20 8,21
1,95
8,59
1,47
2,15 8,02
2,11 8,02
2,11 7,81
1,95
8,61
2,20
12,0 9,38
Keterangan : GPS= Gula pereduksi tersisa (%) GPT= Gula pereduksi terkonversi menjadi etanol (%)
Kadar gula pereduksi dipengaruhi kadar lignin Klason dan freeness pulp. Hal ini dikarenakan lignin yang berasosiasi secara kimia dan fisik dengan karbohidrat (Dawson & Boopathy 2008) dapat mempengaruhi daya kerja enzim selulase dalam menyerang selulosa (Studer et al. 2011). Perlakuan mekanis (penggilingan) terhadap pulp dapat merusak struktur mikrofibril serat dan menurunkan derajat kristalinitas dinding sel (Henriksson 2007). Perusakan struktur mikrofibril dan penurunan derajat kristalinitas selulosa akan menyebabkan pulp mengembang lebih baik sehingga enzim dapat masuk ke dalam struktur serat dan lebih efisien dalam mendegradasi selulosa menjadi gula sederhana. Data di dalam Tabel 4 menunjukkan hal ini. Jumlah gula sederhana yang dhasilkan cenderung meningkat dengan meningkatnya derajat penggilingan yang ditunjukkan oleh menurunnya nilai freeness pulp.
Tabel 4 menjelaskan bahwa secara umum semakin kecil kadar lignin Klason dan nilai freeness maka kadar gula pereduksi yang terkonversi jadi etanol akan cenderung semakin besar. Hal ini berawal dari sisa lignin pada pulp semakin rendah yang berindikasi pada kadar fenolik lignin yang dapat menjadi biosida pada khamir (Chirkova et al. 2011) semakin rendah sehingga terbentuk etanol yang tinggi. Demikian juga dengan porositas selulosa yang semakin tinggi yang akan memudahkan selulase untuk menyerang selulosa sehingga produksi gula pereduksi terjadi dengan lebih mudah (Taherzadeh 2005; Wistara et al. 2010). Semakin mudah gula pereduksi untuk diproduksi dapat semakin meningkatkan jumlah gula pereduksi yang terbentuk dan selama tidak ada hambatan di dalam proses fermentasi, etanol yang terbentuk akan semakin tinggi (Erdei 2010).
Uji lanjut Duncan berdasarkan kadar nilai gula pereduksi tersisa menunjukkan bahwa pulp dengan lignin Klason 1,5%, 3,0%, dan 4,5% tidak saling berbeda
8
nyata, sedangkan pulp dengan lignin Klason 0,0%, 3,0%, 6,0%, dan 12,0% masing-masing saling berbeda nyata. Hal ini berarti jenis pulp yang berlignin Klason 1,5%, 3,0%, dan 4,5% tersebut akan menghasilkan jumlah gula pereduksi tersisa yang sama jumlahnya. Fakta ini memberi suatu gambaran bahwa akan lebih baik menggunakan pulp dengan lignin Klason 4,5% dibanding 3,0% dan 1,5%. Pada dasarnya untuk mendapatkan pulp dengan lignin Klason lebih rendah memerlukan bahan kimia dengan konsentrasi, waktu atau suhu pemasakan yang lebih besar. Oleh karena itu melalui pemilihan bahan baku yang tepat diharapkan dapat menghemat biaya atau energi dalam proses produksi etanol.
Nilai kadar gula pereduksi untuk unbeaten pulp berbeda nyata dengan kadar gula pereduksi pulp yang digiling (beaten pulp), sedangkan pulp dari freeness 100 ml CSF, 200 ml CSF, 300 ml CSF, dan 400 ml CSF tidak saling berbeda nyata. Hal ini berarti bahwa pulp yang digiling dan tidak digiling memiliki pengaruh terhadap agen penghidrolisis, dimana pulp yang telah melalui proses mekanis memiliki derajat kristalinitas selulosa yang lebih rendah dibanding pulp yang tidak melalui proses mekanis (Taherzadeh 2005).
Nilai gula pereduksi tersisa tertinggi diperoleh pada pulp dengan lignin Klason 12,0% dan 6,0% yaitu sebesar 8, 4% dan 7,4%, namun nilai gula pereduksi yang terkonversi menjadi etanol terkecil juga diperoleh dari kedua pulp dengan lignin Klason tersebut. Kejadian ini diduga oleh keberadaan lignin yang dapat mengganggu proses fermentasi alkohol di dalam media jika melewati ambang batas tertentu. Adanya pendugaan tersebut diperkuat dengan pernyataan Chirkova et al. (2011) bahwa senyawa fenol yang berasal dari lignin merupakan biosida alami bagi organisme, sehingga diduga fermentor di dalam media terbunuh oleh senyawa fenol tersebut.
Nilai pereduksi yang berhasil terkonversi jadi etanol tertinggi diperoleh dari pulp berlignin Klason 0,0% (bleached pulp) dan 1,5% dengan freeness 100 mL CSF, yang masing-masing sebesar 16,4% dan 14,3%. Perlakuan mekanis berevolusi tinggi yang diberikan dengan kadar lignin yang sangat sedikit menyebabkan kedua jenis pulp tersebut unggul dalam produksi etanol dibanding jenis pulp lainnya. Hal tersebut disebabkan oleh kekuatan mekanis terhadap pulp yang menyebabkan kerusakan serat (Smook 1992) sehingga menjadi lebih amorf, yang berefek pada kelancaran proses hidrolisis karena memudahkan akses bagi agen penghidrolisis dalam menyerang selulosa sehingga diperoleh peningkatan rendemen glukosa (Orchidea et al. 2010). Kadar lignin yang sedikit juga menyebabkan kemudahan bagi enzim dalam menyerang selulosa karena lignin yang berasosiasi dengan polisakarida dan sebagai penghambat akses bagi
9
enzim menuju selulosa hanya terdapat dalam jumlah kecil (Dawson & Boopathy 2008).
Jika dilihat dari nilai gula pereduksi total diperoleh bahwa pulp dengan lignin Klason 6,0% dan 12,0% memiliki total gula pereduksi tertinggi yakni masing- masing dengan nilai rataan 9,40% dan 10,40%. Hal ini diduga karena pada pulp dengan lignin Klason lainnya terjadi produksi etanol dengan lebih cepat, sehingga mengganggu proses hidrolisis. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Sun dan Cheng (2002) bahwa etanol pada media dapat menjadi penghambat bagi aktivitas enzim selulase di dalam proses SSF.
Kadar Etanol dan Konversi Selulosa. Kadar etanol menyatakan banyaknya gula yang terkonversi menjadi etanol, sebagai acuan untuk mengetahui kinerja proses fermentasi. Sedangkan nilai konversi selulosa adalah sebagai indikasi keberhasilan SSF. Kadar etanol berbanding lurus dengan konversi selulosa, karena konversi selulosa merupakan perbandingan antara jumlah etanol yang terbentuk dengan selulosa dalam media yang mungkin terbentuk menjadi etanol. Tabel 5 dan 6 masing-masing menunjukkan kadar etanol dan konversi selulosa yang dihasilkan.
Tabel 5. Kadar etanol dari pulp pada berbagai kandungan lignin dan freeness Kadar Etanol (%)
0,0
100 0,52
Freeness (mL CSF) 200 300 400 Unbeaten pulp 0,22 0,21 0,17 0,19
1,5
0,47
0,18
0,18
0,16
0,19
3,0
0,15
0,17
0,16
0,17
0,23
4,5
0,22
0,17
0,18
0,16
0,20
6,0
0,17
0,16
0,16
0,14
0,11
12,0
0,19
0,19
0,16
0,17
0,19
LK (%)
Tabel 5 dan 6 menjelaskan bahwa bleached pulp dan pulp berlignin Klason 1,5% dengan freeness 100 mL CSF memiliki nilai kadar etanol dan konversi selulosa tertinggi dibanding jenis pulp lainnya. Kadar etanol dan konversi selulosa untuk bleached pulp masing-masing sebesar 0,52% dan 24,15% sedangkan untuk pulp dengan kadar lignin klason 1,5% masing-masing sebesar 22,1% dan 0,47%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nzelibe dan Okafoagu (2007) dan Wistara et al. (2010) bahwa semakin sedikit kandungan lignin di dalam pulp membuat proses hidrolisis enzim berjalan lebih optimal.
10
Tabel 6. Konversi selulosa dari pulp pada berbagai kandungan lignin dan freeness Konversi Selulosa (%) LK (%)
Freeness (mL CSF) 200 300 400 Unbeaten pulp 10,27 9,70 7,76 8,84
0,0
100 24,15
1,5
22,12
8,64
8,30
7,35
8,66
3,0
6,90
8,02
7,63
8,15
10,71
4,5
10,19
7,83
8,53
7,70
9,14
6,0
7,76
7,42
7,36
6,53
4,93
12,0
8,82
8,66
7,29
8,00
9,01
Fragmentasi serat, perubahan struktur mikrofibril, pembentukan fines dan penurunan derajat kristalinitas akibat penggilingan (Henriksson et al. 2007) akan memfasilitasi penetrasi enzim ke dalam struktur selulosa dan menyebabkan proses hidrolisis berlangsung lebih sempurna. Semakin tinggi derajat penggilingan, maka dampaknya terhadap perubahan struktur dan fisik serat semakin tinggi pula. Jika peningkatan derajat hidrolisis diikuti oleh peningkatan derajat fermentasi, maka semakin tinggi derajat pengilingan (nilai freeness semakin rendah) semakin tinggi pula kadar etanol dan konversi selulosa dari proses SSF. Hal ini secara cukup jelas ditunjukkan oleh Tabel 5 dan 6.
Rendemen Etanol. Rendemen etanol adalah volume etanol yang dapat dihasilkan oleh setiap berat kering bahan baku yang dinyatakan dalam persen. Sama halnya dengan konversi selulosa, rendemen etanol juga berbanding lurus dengan kadar etanol, dimana semakin besar kadar etanol maka rendemen etanol yang dihasilkan semakin tinggi.
Kadar lignin klason dan freeness pulp memiliki pengaruh sangat nyata secara statistik terhadap rendemen etanol yang dihasilkan. Uji lanjut Duncan menyatakan pulp dengan lignin klason 0,0% (bleached pulp) dan 1,5% berbeda nyata dengan pulp berlignin klason lainnya, tetapi pulp dengan lignin klason 3,0% dan 4,5% serta pulp dengan lignin klason 6,0% dan 12,0% tidak saling berbeda nyata. Kemungkinan bahwa keberadaan lignin pada konsentrasi tertentu dapat menghambat proses SSF. Pada kadar 3,0% dan 4,5%, lignin mulai menghambat proses fermentasi.
Uji lanjut Duncan juga menyatakan bahwa nilai rendemen etanol pada pulp dengan freeness 100 ml CSF sangat berbeda nyata dengan pulp pada freeness lainnya. Sedangkan pulp dengan freeness 200 ml CSF, 300 ml CSF, 400 ml
11
CSF, dan unbeaten pulp tidak saling berbeda nyata. Hal ini mengindikasikan bahwa perlakuan penggilingan pulp akan berpengaruh terhadap rendemen etanol ketika pulp tersebut digiling dengan revolusi tinggi. Nilai rendemen etanol untuk setiap jenis pulp yang diteliti disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Rendemen etanol dari pulp pada berbagai kandungan lignin dan freeness
Rendemen Etanol (%-v/w)
LK (%) 100
200
Level freeness (mL CSF) 300 400
Unbeaten pulp
0,0
16,39* + 6,97* 6,58* 5,27* 6,00
1,5
14,35*
5,60
5,39
4,77
5,62
3,0
4,35
5,06
4,81
5,14
6,75*+
4,5
6,22+
4,78
5,21
4,70
5,58
6,0
4,55+
4,34
4,31
3,83
2,89
12,0
4,22
4,14
3,49
3,83
4,31+
Keterangan: * Nilai rendemen etanol tertinggi berdasarkan bilangan kappa + Nilai rendemen etanol tertinggi berdasarkan level freeness
Tabel 7 memperlihatkan bahwa rendemen etanol tertinggi dihasilkan dari pulp dengan lignin Klason 0,0% (bleached pulp) dan 1,5% dengan freeness 100 mL CSF yaitu sebesar 16,39% dan 14,35%. Hal ini dikarenakan tingkat hidrolisis akan semakin meningkat dengan semakin rendahnya kadar lignin (Linde et al. 2008). Keberadaan lignin yang sedikit akan memperluas ruang gerak enzim untuk menyerang selulosa karena lignin yang berfungsi sebagai komponen pengikat selulosa berada pada tingkat minimal. Hidrolisis yang berjalan optimal jika diikuti dengan fermentasi yang optimal akan menghasilkan etanol yang maksimal.
Secara umum, rendemen etanol dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat revolusi penggilingan yang semakin tinggi (freeness yang semakin rendah) menyebabkan rendemen etanol yang dihasilkan semakin tinggi juga. Nilai rendemen yang diperoleh dari pulp dengan lignin Klason 12,0% dan 3,0% berbeda dengan nilai rendemen yang diperoleh dari pulp dengan lignin Klason 6,0%, 3,0%, 1,5%, dan 0,0%. Rendemen etanol tertinggi dari pulp dengan lignin Klason 12,0% dan 3,0% diperoleh dari pulp tanpa perlakuan penggilingan, sedangkan pada pulp dengan lignin Klason 6,0%, 3,0%, 1,5%, dan 0,0% rendemen etanol tertinggi diperoleh dari pulp dengan freeness 100 ml CSF (penggilingan dengan revolusi tertinggi). Hasil yang berbeda dari kedua jenis pulp tersebut (pulp dengan lignin Klason 12,0% dan 3,0%) dapat disebut sebagai penyimpangan karena berdasarkan pernyataan Wistara et al. (2010),
12
pulp yang melalui proses penggilingan (beaten pulp) seharusnya memiliki rendemen etanol yang lebih tinggi dibanding pulp tanpa melalui proses penggilingan (unbeaten pulp). Terdapatnya penyimpangan tersebut sulit diduga penyebabnya karena belum ada penelitian yang mengkaji efektifitas unbeaten dan beaten pulp dalam menghasilkan etanol. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lanjut untuk mengkaji hal ini.
Secara teknis, kondisi paling optimal untuk mendapatkan rendemen etanol tertinggi diperoleh saat bahan baku yang digunakan adalah jenis pulp berlignin Klason 0,0% (bleached pulp) dengan freeness 100 mL CSF, kemudian diikuti oleh pulp berlignin Klason 1,5% dengan freeness 100 mL CSF. Namun secara ekonomis, produksi etanol dengan bahan baku bleached pulp tidak mungkin diaplikasi mengingat mahalnya harga bahan kimia untuk proses bleaching.
Pulp dengan lignin Klason 12,0% (tingkat delignifikasi 52%) pada dasarnya memiliki potensi menghasilkan rendemen etanol yang tinggi, mengingat kadar gula pereduksi total yang diperoleh tinggi yaitu dengan rata-rata 18,75% (penjumlahan dari rata-rata gula pereduksi tersisa dengan rata-rata gula pereduksi terkonversi menjadi etanol). Hal ini membenarkan hal yang dikatakan oleh Dawson dan Boopathy (2008) bahwa hidrolisis enzim masih dapat berlangsung optimal ketika sebanyak 50% atau lebih lignin dihilangkan. Namun, fakta menarik tersebut tidak diimbangi oleh proses fermentasi yang optimal dikarenakan struktur dasar lignin seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada bagian pendahuluan dan pembahasan, memiliki sifat fenolik yang berlaku sebagai biosida alami bagi khamir yang mulai menghambat proses fermentasi pada kadar lignin Klason 3,0%. Berdasarkan data hasil penelitian yang diperoleh, fermentasi optimal berlangsung pada tingkat delignifikasi 94% atau lebih (kadar lignin Klason 1,5% atau lebih rendah).