Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Daftar Isi Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Grafik Daftar Kotak Glosarium/Daftar Singkatan
i iii iv iv v
Bab I 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5. 1.6. 1.6.1. 1.6.2. 1.6.3. 1.7. 1.8.
PENDAHULUAN Latar Belakang Maksud dan Tujuan Tujuan Hasil yang Diharapkan Ruang Lingkup Wilayah Ruang Lingkup Pekerjaan Tujuan dan Hasil yang Diharapkan Keluaran yang akan Dihasilkan Ruang Lingkup Kegiatan Landasan Hukum Sistematika Pembahasan
1 1 3 3 3 4 4 4 4 4 5 6
Bab II 2.1. 2.1.1. 2.1.2. 2.1.3. 2.2. 2.3. 2.3.1. 2.3.2. 2.3.3. 2.3.4.
GAMBARAN UMUM DAERAH Kondisi Geografis Daerah Batas Administrasi Luas Wilayah Topografi Gambaran Umum Penduduk Kondisi Ekonomi Makro Perkembangan PDRB dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Struktur Ekonomi Struktur Perekonomian Tanpa Migas dan Batubara PDRB Perkapita dan Pendapatan Regional Perkapita
7 7 7 8 8 9 12 12 13 14 15
Bab III 3.1. 3.1.1.
CAPAIAN MDGs Di KABUPATEN KUTAI TIMUR TUJUAN 1 : MENANGGULANGI KEMISKINAN DAN KELAPARAN Target 1A : Menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di bawah US$1 (PPP) per hari menjadi setengahnya dalam kurun waktu 1990-2015 KEADAAN DAN KECENDERUNGAN Persentase Penduduk Miskin Indeks Kedalaman Kemiskinan TANTANGAN DAN UPAYA YANG DILAKUKAN Target 1B : Mewujudkan kesempatan kerja penuh dan produktif dan pekerjaan yang layak untuk semua, termasuk perempuan dan kaum muda KEADAAN DAN KECENDERUNGAN Laju Pertumbuhan PDRB (Produk Domestik Bruto) per tenaga kerja Rasio kesempatan kerja terhadap penduduk usia 15 tahun ke atas
16 16 16
3.1.1.1. 3.1.1.1.1. 3.1.1.1.2. 3.1.1.2. 3.1.2. 3.1.2.1. 3.1.2.1.1. 3.1.2.1.2.
17 17 18 19 21 21 21 23
i
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
3.1.2.1.3. 3.1.2.1. 3.1.3. 3.1.3.1. 3.1.3.1.1. 3.1.3.1.2. 3.1.3.2. 3.2. 3.2.1. 3.2.1.1. 3.2.1.2. 3.3. 3.3.1. 3.3.2. 3.4. 3.4.1. 3.4.1.1. 3.4.1.2. 3.4.1.3. 3.4.1.4. 3.4.2. 3.5. 3.5.1. 3.5.1.1. 3.5.1.2. 3.5.1.3. 3.5.1.4. 3.5.2. 3.6. 3.6.1. 3.6.1.1. 3.6.1.2. 3.6.1.3. 3.6.1.4. 3.6.2. 3.7. 3.7.1 3.7.1.1. 3.7.1.1.1. 3.7.1.1.2.
Proporsi Tenaga Kerja yang Berusaha Sendiri dan Pekerja Bebas Keluarga Terhadap Total Kesempatan Kerja TANTANGAN DAN UPAYA YANG DILAKUKAN Target 1 C : Menurunkan Hingga Setengahnya Proporsi Penduduk yang Menderita Kelaparan dalam Kurun Waktu 1990-2015 KEADAAN DAN KECENDERUNGAN Indikator 1.8: Prevalensi Balita dengan Berat Badan Rendah atau Kekurangan Gizi, Dibandingkan dengan Seluruh Jumlah Balita Indikator 1.9: Proporsi Penduduk dengan Asupan Kalori di Bawah Tingkat Konsumsi Minimum TANTANGAN DAN UPAYA YANG DILAKUKAN TUJUAN 2 : MENCAPAI PENDIDIKAN DASAR UNTUK SEMUA Target 2A : Menjamin pada 2015 semua anak-anak, laki-laki maupun perempuan di manapun dapat menyelesaikan pendidikan dasar KEADAAN DAN KECENDERUNGAN TANTANGAN DAN UPAYA YANG DILAKUKAN TUJUAN 3 : MENDORONG KESETARAAN GENDER DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KEADAAN DAN KECENDERUNGAN TANTANGAN DAN UPAYA YANG DILAKUKAN TUJUAN 4 : MENURUNKAN KEMATIAN ANAK KEADAAN DAN KECENDERUNGAN Angka Kematian Balita Angka Kematian Bayi Angka Kematian Neonatal Tingkat Imunisasi Campak TANTANGAN DAN UPAYA YANG DILAKUKAN TUJUAN 5 : MENINGKATKAN KESEHATAN IBU KEADAAN DAN KECENDERUNGAN Angka Kematian Ibu Kelahiran dengan Tenaga Terlatih Kunjungan Persalinan/Nifas Pemakaian Alat Kontrasepsi TANTANGAN DAN UPAYA YANG DILAKUKAN TUJUAN 6 : MEMERANGI HIV/AIDS DAN PENYAKIT MENULAR LAINNYA KEADAAN DAN KECENDERUNGAN Pengendalian HIV/AIDS Pengendalian Penyakit Malaria Pengendalian TBC Pengendalian Penyakit Malaria TANTANGAN DAN UPAYA YANG DILAKUKAN TUJUAN 7 : MEMASTIKAN KELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP Tujuan 7A : Memadukan prinsip-prinsip pembangunan yang berkesinambungan dengan kebijakan dan program nasional serta mengembalikan sumberdaya lingkungan yang hilang KEADAAN DAN KECENDERUNGAN Rasio Luas Kawasan Tertutup pepohonan berdasarkan hasil pemotretan citra satelit dan survei foto udara terhadap luas daratan Jumlah Emisi Karbonmonoksida (CO)
25 26 28 28 28 29 31 33 33 33 35 37 38 41 44 44 44 45 46 47 48 50 51 51 53 54 56 57 60 61 61 63 64 65 65 68 68 68 69 71
ii
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
3.7.1.1.3. 3.7.1.2. 3.7.2.
73 73 78
3.7.4.1. 3.7.4.2.
Jumlah Konsumsi Bahan Perusak Ozon (BPO) TANTANGAN DAN UPAYA YANG DILAKUKAN Tujuan 7B : Mengurangi kehilangan keanekaragaman hayati dan mengurangi kehilangan yang signifikan pada tahun 2015 KEADAAN DAN KECENDERUNGAN Proporsi Tangkapan ikan yang berada dalam batasan Biologis yang aman Proporsi kawasan hutan lindung yang terkelola baik TANTANGAN DAN UPAYA YANG DIPERLUKAN Tujuan 7C : Menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap air minum layak dan sanitasi layak hingga tahun 2015 KEADAAN DAN KECENDERUNGAN Proporsi Rumah Tangga dengan Akses Berkelanjutan terhadap Air Minum Layak TANTANGAN DAN UPAYA YANG DIPERLUKAN TARGET 7D: Mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di pemukiman kumuh (minimal 100 juta) pada tahun 2015 KEADAAN DAN KECENDERUNGAN TANTANGAN DAN UPAYA YANG DIPERLUKAN
BAB IV 4.1. 4.2.
KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN SARAN
89 89 92
3.7.2.1. 3.7.2.1.1. 3.7.2.1.2. 3.7.2.2. 3.7.3. 3.7.3.1. 3.7.3.1.1. 3.7.3.2. 3.7.4.
78 78 80 81 82 82 82 84 86 86 88
Daftar Tabel Tabel
2.1.
Tabel
2.2.
Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel
2.3. 2.4. 2.5. 2.6. 2.7. 2.8.
Tabel Tabel Tabel Tabel
3.1. 3.2. 3.3. 3.4.
Tabel Tabel
3.5. 3.6.
Tabel Tabel
3.7. 3.8.
Luas Wilayah Kecamatan dan Jumlah Desa/Kelurahan di Kabupaten Kutai Timur Jumlah dan Perkembangan Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Tahun 2012 – 2013 Proporsi Penduduk Menurut Kecamatan Tahun 2012 – 2013 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2012 – 2013 Perkembangan PDRB Kabupaten Kutai Timur Tahun 2009 – 2013 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kutai Timur Tahun 2009-2013 Kontribusi Sektoral Tanpa Migas dan Batubara Tahun 2009 – 2013 PDRB Perkapita dan Pendapatan Regional Perkapita Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2009 – 2013 Angka Partisipasi Murni Kabupaten Kutai Timur 2011 - 2013 Aktivitas yang dikerjakan suami jika ia berada di rumah Rasio Perempuan dan Laki-laki dalam Pendidikan Realisasi Program Penguatan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender dan Anak Program Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan Realisasi Program Peningkatan Peran Serta dan Kesetaraan Gender dalam Pembangunan Luas Wilayah Hutan Tahun 2012 – 2013 Luas Tata Guna Hutan, Jumlah Perusahaan, Luas HPH dan HTI Tahun 2012 – 2013
8 10 11 12 13 13 14 15 34 38 39 42 42 42 70 71
iii
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Tabel 3.9. Tabel 3.10. Tabel 3.11. Tabel 3.12. Tabel 3.13. Tabel 3.14.
Perkembangan PDRB Kabupaten Kutai Timur Tahun 2009 – 2013 Luas Lahan Perkebunan Tahun 2012 – 2013 Lokasi dan Kapasitas Pabrik Crude Palm Oil (CPO) Kelapa Sawit di Kabupaten Kutai Timur Tahun 2012 – 2013 Lahan Kritis Kalimantan Timur Rumah Tangga Perikanan, Produksi dan Nilai Produksi Perikanan Tahun 2012-2013 Capaian Pembangunan Rumah Layak Huni APBD Kutai Timur Tahun 2013
74 75 75 76 79 87
Daftar Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik
2.1. 3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 3.5.
Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik
3.6. 3.7. 3.8. 3.9. 3.10. 3.11. 3.12. 3.13.
Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik
3.14. 3.15. 3.16. 3.17. 3.18. 3.19. 3.20. 3.21.
Peta Kabupaten Kutai Timur Persentase Penduduk Miskin (P 0) Kabupaten Kutai Timur 2011 – 2013 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1) Kabupaten Kutai Timur 2011 - 2013 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kutai Timur 2011 - 2013 Penduduk Umur 15 ke atas yang Bekerja Kabupaten Kutai Timur 2011 – 2013 Berusaha Sendiri, Pekerja Bebas dan Pekerja Keluarga Kabupaten Kutai Timur 2011 -2013 Status Gizi Balita (BB/TB) di Kutai Timur Tahun 2013 Konsumsi Penduduk di bawah 1400 Kkl Kabupaten Kutai Timur 2011 - 2013 Konsumsi Penduduk di bawah 2000 kkal Kabupaten Kutai Timur 2011 - 2013 Kematian Balita Berdasarkan Puskesmas di Kutai Timur Tahun 2013 Kematian Bayi Berdasarkan Puskesmas di Kutai Timur Tahun 2013 Angka Kematian Ibu di Kabupaten Kutai Timur Tahun 2009 – 2013 Kematian Ibu di Kutai Timur Tahun 2013 Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan di Kutai Timur Tahun 2009 – 2013 Cakupan Kunjungan Nifas (Kf – 3) di Kutai Timur Tahun 2010 – 2013 Cakupan Kunjungan Nifas (Kf – 3) per Puskesmas di Kutai Timur Tahun 2013 Cakupan KB Aktif di Kutai Timur Tahun 2010 – 2013 Persentase Pemilihan Metode Kontrasepsi di Kutai Timur Tahun 2013 Data Kasus HIV dan AIDS Tahun 2006-2013 Angka Success Rate TB Tahun 2009 – 2013 Pemilikan Jenis Jamban Lingkungan/Rumah Pernah Terkena Banjir
7 17 18 23 24 25 29 30 30 45 46 52 53 54 55 55 56 57 62 64 84 88
Daftar Kotak Kotak Kotak
3.1. 3.2.
Capaian Air Bersih (PDAM) Kutai Timur 2013 Kondisi Sampah di Lingkungan Rumah
83 87
iv
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Glosarium/Daftar Singkatan ACT AIDS AK AKABA AKB AKI APK APM BPO CST HIV IMS KLB KTS MOP ODHA PAUD PD3I PDP PDRB PLS PMS PTRM PUG PUS PWS-KIA RAD MDGs RDT RPJMD SDA SDKI TKPKD TPAK TPT UCI UGD UHP UMK VCT WUS
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Artemisinin-based Combination Therapy Acquired Immuno Deficiency Syndrome Angkatan Kerja Angka Kematian Balita Angka Kematian Bayi Angka Kematian Ibu Angka Partisipasi Kasar Angka Partisipasi Murni Bahan Perusak Ozon Care Support and Treatment Human Immuno Deficiency Virus Infeksi Menular Seksual Kejadian Luar Biasa Konseling Tes HIV Sukarela Metode Operatif Pria Orang Dengan HIV AIDS Pendidikan Anak Usia Dini Penyakit yang dapat Dicegah dengan Imunisasi Perawatan Dukungan dan Pengobatan Produk Domestik Regional Bruto Pendidikan Luar Sekolah Penyakit Menular Seksual Program Terapi Rumatan Metadon Pengarusutamaan Gender Pasangan Usia Subur Pemantauan Wilayah Sekitar Kesehatan Ibu dan Anak Rencana Aksi Daerah Millennium Development Goals Rapid Diagnostic Test Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Sumber Daya Alam Survei Demografi Kesehatan Indonesia Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Tingkat Pengangguran Terbuka Universal Child Immunization Unit Gawat Darurat Unit Hamparan Pengkajian Upah Minimum Kabupaten Voluntary Counseling and Testing Wanita Usia Subur
v
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Bab I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang
”Bruntland Report” yang muncul pada tahun 1982 menjadi komitmen internasional yang berisi pesanpesan pembangunan berkelanjutan sebagai wujud tanggung jawab moral generasi sekarang untuk memperhatikan hak-hak generasi yang akan datang. Masalah kerusakan lingkungan menjadi salah satu fokus penting komitmen tersebut, yang kemudian muncul konsep “sustainable development”. Berikutnya PBB menelorkan”Agenda 21” yang merupakan hasil KTT Bumi di Rio de Janeiro, Brazil, dengan 21 agenda utama yang berfokus pada penghapusan kemiskinan, peningkatan peran perempuan dalam pembangunan dan penyelamatan lingkungan hidup. Konsep tersebut menjadi acuan yang diadopsi oleh banyak negara, termasuk di dalamnya juga negara berkembang dalam perencanaan pembangunan.
Dalam
kurun
waktu
tersebut
banyak
pula
kejadian-kejadian
luar
biasa
yang mempengaruhi kualitas pencapaian agenda-agenda yang telah ditetapkan, seperti penyebaran HIV/AIDS yang ”mendunia” melalui metode dan cara-cara yang di luar kesadaran mental manusia, mulai dari jarum suntik hingga transfusi darah yang tidak aman, perang di beberapa negara Eropa timur, Afrika dan Timur Tengah, serta krisis ekonomi di Asia Tenggara. Akar persoalan seperti tingkat buta huruf yang masih rendah, kemiskinan dan sebagainya masih belum dapat diselesaikan karena belum adanya target kuantitatif yang menjadi acuan. Hal tersebut menjadi cikal bakal lahirnya ”Millennium Development Goals” sebagai hasil kesepakatan dari 198 negara pada tahun 2000, dengan menetapkan target kuantitatif yang akan dicapai pada tahun 2015. Konsep ini muncul dengan pemikiran bahwa ada beberapa hal yang membuat masyarakat menjadi tetap rentan (vulnerable) dan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya, sehingga ditetapkan delapan tujuan beserta target–target indikator yang diharapkan mampu membantu mereka keluar dari persoalan–persoalan yang sangat mendasar dalam keterbelakangan tersebut. Millennium Development Goals (MDGs) atau Tujuan Pembangunan Millennium adalah sebuah paradigma pembangunan yang berpihak pada pemenuhan hak-hak dasar manusia dan akan menjadi landasan pembangunan di abad millennium. Paradigma pembangunan millennium baru ini merupakan kesepakatan 189 negara-negara anggota Perserikatan Bangsa ‑ Bangsa (PBB) di New York pada September 2000 pada saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Millennium.
1
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Deklarasi Millennium tersebut di antaranya ditandatangani bersama oleh 147 kepala pemerintahan yang ikut menghadiri KTT tersebut termasuk Indonesia. Semua negara anggota diharuskan mengadopsi tujuan MDGs ke dalam rencana pembangunan nasional. Negara-negara anggota yang relatif tertinggal dalam pemenuhan hak-hak dasar manusia didorong untuk mempercepat pencapaiannya, sedang negara-negara yang telah mengalami kemajuan dalam pembangunan manusia berkewajiban untuk membantu negara-negara yang sedang berkembang dan tertinggal. Sebagai penandatangan Deklarasi Millennium, Indonesia berkewajiban untuk merealisasikan tujuan MDGs seoptimal mungkin dan mengintergrasikannya dalam rencana pembangunan nasional di seluruh nusantara mulai dari tingkat provinsi bahkan hingga pedesaan. Pada prinsipnya setiap target MDGs disepakati secara global namun masih bersifat dinamis disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan yang melekat pada setiap tujuan untuk diukur tingkat pencapaiannya. Sebagai contoh pada tahun 2008 disepakati 18 target, namun karena kebutuhan mendesak berubah menjadi 21 target pada tahun 2008 dengan penambahan 4 target dan menghilangkan 1 target. Pada tingkat kabupaten/kota, indikator tersebut dapat pula dimodifikasi. Tidak semua indikator nasional dapat diadopsi untuk tingkat kabupaten/kota sehingga perlu ditambahkan indikator lokal. MDGs (Millennium Development Goals) merupakan komitmen nasional dan global. Pencapaian target Milliennium Development Goals (MDGs) merupakan pemenuhan komitmen internasional yang sejalan dengan upaya pemerintah dalam peningkatan kesejahteraan rakyat, kinerja pencapaian target MDGs di tingkat nasional sudah cukup baik, namun di tingkat daerah masih perlu ditingkatkan. Oleh sebab itu, diperlukan kerja sama lintas sektor dan lintas bidang antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, peningkatan kemitraan antara pemerintah dengan swasta serta peningkatan peran aktif masyarakat dalam peningkatan pencapaian tersebut. Dalam mendukung komitmen pemerintah tersebut, Kabupaten Kutai Timur turut serta berperan aktif dalam pencapaian MDGs tersebut. Peran ini tergambar melalui kebijakan pembangunan daerah serta lebih detail lagi dituangkan melalui Peraturan Bupati tentang Pencapaian MDGs Kabupaten Kutai Timur serta Pedoman Penyusunan RAD MDGs sebagai target kinerja pencapaian MDGs tersebut. Pedoman Penyusunan RAD MDGs sebagaimana yang diamanatkan dalam Inpres Nomor 3 Tahun 2010, berisikan cara pengorganisasian, langkah teknis, dan sistematika penyusunan RAD MDGs serta dilengkapi pula dengan matriks rencana aksinya. Pedoman ini diharapkan dapat memberikan petunjuk bagi pemerintah daerah dalam menyusun RAD MDGs sehingga setiap daerah dapat
2
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
menyusun dokumen strategis yang menggambarkan upaya sinergis dalam pencapaian target MDGs di pusat dan daerah. Matriks RAD MDGs untuk setiap tujuan bersifat kuantitatif. Masing-masing tujuan memiliki program, kegiatan, indikator, target pencapaian dan alokasi anggaran tahunan sesuai tujuan, target dan indikator MDGs terkait. Menu kegiatan tersebut bersifat operasional dan dapat dikembangkan sesuai kebutuhan daerah sepanjang memiliki dampak yang signifikan terhadap pencapaian target nasional maupun target MDGs. Rencana Aksi Daerah (RAD) MDGs Kabupaten Kutai Timur Tahun 2011-2015 telah tersusun sehingga perlu diketahui sampai sejauh mana target kinerja pencapaian MDGs telah dicapai melalui evaluasi pencapaian MDGs sesuai kinerja tahunan yang telah ditetapkan.
1.2.
Maksud dan Tujuan
Maksud diadakannya kegiatan Penyusunan Buku Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs di Kabupaten Kutai Timur adalah tersusunnya laporan evaluasi Pencapaian MDGs di Kabupaten Kutai Timur sesuai indikator dan target yang telah ditetapkan. Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana dampak dari pencapaian kinerja MDGs tersebut dapat memberi manfaat terhadap kesejahteraan masyarakat serta menjadi acuan pencapaian kinerja daerah selanjutnya.
1.3.
Tujuan
1. Mengidentifikasi kondisi terkini pencapaian MDGs di Kabupaten Kutai Timur 2. Mengevaluasi Target Indikator Kinerja Pencapaian MDGs di Kabupaten Kutai Timur 3. Menyusun rekomendasi perbaikan percepatan pencapaian MDGs Kabupaten Kutai Timur
1.4.
Hasil yang Diharapkan 1. Teridentifikasinya kondisi terkini pencapaian MDGs di Kabupaten Kutai Timur 2. Terevaluasinya Target Indikator Kinerja Pencapaian MDGs di Kabupaten Kutai Timur 3. Tersusunnya rekomendasi percepatan pencapaian MDGs di Kabupaten Kutai Timur
3
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
1.5.
Ruang Lingkup Wilayah
Lokasi kegiatan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014 adalah seluruh wilayah Kabupaten Kutai Timur.
1.6.
Ruang Lingkup Pekerjaan
1.6.1. Tujuan dan Hasil yang Diharapkan Tujuan kegiatan ini adalah sebagai berikut: 1.
Mengidentifikasi kondisi terkini pencapaian MDGs di Kabupaten Kutai Timur
2.
Mengevaluasi Target Indikator Kinerja Pencapaian MDGs di Kabupaten Kutai Timur
3.
Menyusun
rekomendasi
perbaikan
percepatan
pencapaian
MDGs
Kabupaten
Kutai Timur Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah sebagai berikut: 1.
Teridentifikasinya kondisi terkini pencapaian MDGs di Kabupaten Kutai Timur
2.
Terevaluasinya Target Indikator Kinerja Pencapaian MDGs di Kabupaten Kutai Timur
3. Tersusunnya rekomendasi percepatan pencapaian MDGs di Kabupaten Kutai Timur
1.6.2. Keluaran yang Akan Dihasilkan Keluaran dari kegiatan Evaluasi Pencapaian MDGs di Kabupaten Kutai Timur adalah Buku Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur.
1.6.3. Ruang Lingkup Kegiatan Ruang lingkup kegiatan ini adalah: 1. Pengumpulan dan pengelolaan data serta informasi yang dibutuhkan; 2. Analisis data dan informasi serta kajian kebijakan terkait pencapaian MDGs di Kabupaten Kutai Timur; 3. Melakukan observasi lapangan sesuai kebutuhan; 4. Merumuskan tindak lanjut berupa rekomendasi perbaikan percepatan pencapaian MDGs; 5. Melaporkan hasil kerja dari tiap-tiap tahapan kegiatan yang telah ditetapkan.
4
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
1.7.
Landasan Hukum
Peraturan serta perundang-undangan yang terkait baik ditingkat daerah, provinsi maupun nasional. 1.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
2.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
3.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
4.
Peraturan Pemerintah Nomor
38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 5.
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);
6.
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817);
7.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010 –2014;
8.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan;
9.
Intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010;
10.
Intsruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Program Pembangunan Yang Berkeadilan;
5
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
11.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;
12.
Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 15 Tahun 2008 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2005-2025;
13.
Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor Tahun 2009-2013 Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2009-2013;
14.
Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Timur Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Inspektorat Wilayah Kabupaten, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Lembaga Teknis Daerah Dan Lembaga Teknis Daerah Lainnya Kabupaten Kutai Timur;
15.
Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Timur Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Kutai Timur Tahun 2011-2015 (Lembaran Daerah Kabupaten Kutai Timur Tahun 2011 Nomor 11);
16.
Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Timur Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Kutai Timur Tahun 2014.
17.
Peraturan Bupati Kabupaten Kutai Timur Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Rencana Aksi Daerah Percepatan Pencapaian Target Millennium Development Goals Kabupaten Kutai Timur Tahun 2011-2015.
1.8.
Sistematika Pembahasan
Laporan Pendahuluan ini disusun secara sistematis dan runtun bab per bab sesuai dengan materi pokoknya, uraian diawali dari : Bab 1
Bab Pendahuluan yang di dalamnya menguraikan latar belakang pekerjaan ini, maksud dan tujuan, keluaran, ruang lingkup, dan sistematika penyajian laporan.
Bab 2
Gambaran Umum Daerah yang mendiskripsikan keadaan umum wilayah Kabupaten Kutai Timur
Bab 3
Capaian MDGs di Kabupaten Kutai Timur yang menguraikan mengenai capaian-capaian
Bab 4
Kesimpulan dan Saran
6
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH 2.1. Kondisi Geografis Daerah 2.1.1. Batas Administrasi Kabupaten Kutai Timur secara geografis terletak pada 115°56’26” Bujur Barat- 118°58’19” Bujur Timur dan 1°52’39” Lintang Utara- 0°02’11” Lintang Selatan. Pada awal dibentuk, Kabupaten Kutai Timur terdiri dari 5 kecamatan namun berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 16 Tahun 1999, kecamatan di Kutai Timur dimekarkan menjadi 11 kecamatan dan pada Tahun 2005 berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Timur Nomor 12 Tahun 2005 dimekarkan lagi menjadi 18 kecamatan. Gambar 2.1. Peta Kabupaten Kutai Timur
Sumber: Bappeda Kabupaten Kutai Timur Tahun 2013
Batas-batas wilayah Kabupaten Kutai Timur secara administratif adalah: Sebelah Utara
:
Berbatasan dengan Kecamatan Talisayan dan Kecamatan Kelay (Kabupaten Berau);
Sebelah Selatan
:
Berbatasan dengan Kecamatan Bontang Utara (Kota Bontang), Kecamatan Marang Kayu dan Kecamatan Muara Karam (Kabupaten Kutai Kartanegara);
Sebelah Timur
:
Berbatasan dengan Selat Makasar dan Laut Sulawesi;
7
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Sebelah Barat
:
Berbatasan dengan Kecamatan Kembang Janggut dan Kecamatan Tabang (Kabupaten Kutai Kartanegara).
Peta Administratif Kabupaten Kutai Timur dapat dilihat pada gambar berikut: 2.1.2. Luas Wilayah Kabupaten Kutai Timur memiliki luas wilayah 35.747,50 km² atau 17% dari luas wilayah Provinsi Kalimantan Timur. Selanjutnya luas wilayah dapat dirinci menurut luas wilayah per kecamatan sebagai berikut: Tabel 2.1. Luas Wilayah Kecamatan dan Jumlah Desa / Kelurahan di Kabupaten Kutai Timur No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Kecamatan
Banyaknya Desa / Kelurahan
Muara Ancalong Busang Long Mesangat Muara Wahau Telen Kongbeng Muara Bengkal Batu Ampar Sangatta Utara Bengalon Teluk Pandan Rantau Pulung Sangatta Selatan Kaliorang Sangkulirang Sandaran Kaubun Karangan Total Sumber: BAPPEDA Kabupaten Kutai Timur Tahun 2014
8 6 7 9 7 7 7 6 4 11 6 8 4 7 13 7 8 7 135
Luas km² 2.739,30 3.721,62 526,98 5.724,32 3.129,61 581,27 1.522,80 204,50 1.262,59 3.196,24 831,00 1.660,85 143,82 3.322,58 438,91 3.419,30 257,45 3.064,36 35.747,50
% 7,66 10,41 1,47 16,01 8,75 1,63 4,26 0,57 3,53 8,94 2,32 4,65 0,40 9,29 1,25 9,57 0,72 8,57 100,00
2.1.3. Topografi Topografi Kabupaten Kutai Timur bervariasi dari yang berupa dataran, berbukit hingga pegunungan, serta pantai dengan ketinggian tanah bervariasi antara 0 - 7 meter hingga lebih dari 1.000 meter dari permukaan laut. Kawasan yang relatif datar dan landai hanya terdapat di Kecamatan Sangatta Utara, Muara Bengkal, Muara Ancalong dan sebagian Muara Wahau dan Sangkulirang. Daerah yang berbatasan dengan Kabupaten Berau pada Kecamatan Sangkulirang, Muara Wahau dan Muara Ancalong merupakan daerah pegunungan kapur dengan kawasan pegunungan dan perbukitan
8
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
yang paling luas yaitu 1.608.915 Ha dan 1.429.922,5 Ha sedangkan dataran/landai 536.212,5 Ha yang terdiri dari daratan, rawa dan perairan berupa sungai dan danau. Jaringan sungai terdapat di seluruh kecamatan sedangkan danau hanya di Kecamatan Muara Bengkal yaitu Danau Ngayau dan Danau Karang. Wilayah pantai yang berada di sebelah timur kabupaten mempunyai ketinggian antara 0 - 7 meter diatas permukaan laut di mana wilayah ini mempunyai sifat kelerengan yang datar, rawa mudah tergenang dan merupakan daerah endapan. Sebagian besar wilayah Kabupaten Kutai Timur mempunyai kelerengan di atas 15%, wilayah dengan kelerengan di atas 40% mempunyai areal cukup luas, yang tersebar di seluruh wilayah, khususnya terkonsentrasi di bagian barat laut, di mana wilayahnya mempunyai ketinggian diatas 500 meter di atas permukaan laut. Wilayah dengan ketinggian 500 meter di atas permukaan laut mempunyai sifat berbukit sampai bergunung dengan kelerengan lebih dari 40% dan sangat berpotensi erosi. 2.2.
Gambaran Umum Penduduk
Aspek kependudukan merupakan faktor yang sangat strategis dalam pembangunan daerah sehingga data kependudukan sangat diperlukan sebagai bahan penentuan kebijakan maupun perencanaan pembangunan. Dalam konteks yang lebih spesifik, data penduduk beserta deskripsi kecenderungannya sangat berguna dalam mengevaluasi kegiatan yang telah dilaksanakan, yang sedang berjalan, bahkan dalam merencanakan bentuk dan volume kegiatan yang akan dilakukan di masa mendatang. Persoalan kependudukan seperti pertumbuhan penduduk beserta karakteristik faktor yang mempengaruhinya, baik karena tingkat fertilitas dan mortalitas atau karena tingkat migrasi akan berdampak dalam upaya intervensi pembangunan yang dilaksanakan, seperti penyediaan infrastruktur yang memadai serta lapangan pekerjaan yang cukup di masa mendatang. Jumlah penduduk Kabupaten Kutai Timur pada Tahun 2012 sebesar 527.723 jiwa mengalami pertambahan sebanyak 27.028 jiwa, menjadi 554.751 jiwa di Tahun 2013; atau mengalami pertumbuhan sebesar 5,12%.Pada Tahun 2013 jumlah penduduk laki-laki 307.033 jiwa dan penduduk perempuan 247.718 jiwa; ini berarti jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan penduduk perempuan dengan rasio jenis kelamin 123,94, di mana besaran angka rasio jenis kelamin mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang sebesar 122,82. Pertumbuhan penduduk tersebut sebagian karena migrasi masuk ke Kabupaten Kutai Timur yang umumnya dikarenakan alasan ekonomi atau mencari pekerjaan baik secara perseorangan maupun tumbuhnya investasi atau lapangan usaha dalam berbagai sektor ekonomi, baik sektor
9
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
primer, sekunder, maupun tersier, mulai dari skala usaha mikro, kecil, menengah sampai besar. Indikasi ini dikuatkan pula dengan peningkatan angka rasio jenis kelamin laki-laki terhadap perempuan, di mana laki-laki dominan sebagai kepala keluarga yang bekerja. Kondisi pesatnya pertambahan penduduk ini sekaligus membuktikan bahwa Kutai Timur telah menjadi kabupaten yang menjadi salah satu tujuan dan mampu menarik minat investasi. Jumlah dan perkembangan penduduk menurut jenis kelamin dan sebaran di kecamatan, terlihat pada tabel berikut: Tabel 2.2. Jumlah dan Perkembangan Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Tahun 2012 – 2013 No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Muara Ancalong Busang Long Mesangat Muara Wahau Telen Kongbeng Muara Bengkal Batu Ampar Sangatta Utara Bengalon Teluk Pandan Sangatta Selatan Rantau Pulung Kaliorang Kaubun Sangkulirang Karangan Sandaran Jumlah Jumlah L + P Rasio Jenis Kelamin Pertumbuhan (%)
2012 L
2013 P
L
P 9.908 8.945 4.200 3.666 5.312 4.499 20.397 16.739 7.228 5.752 16.980 14.354 11.273 9.929 4.251 3.600 98.424 76.755 29.651 23.170 16.963 13.328 24.370 19.794 6.742 5.832 9.522 8.083 8.749 7.126 14.588 12.271 10.953 7.956 7.522 5.919 307.033 247.718 554.751 123,94
9.913 9.013 4.286 3.722 5.236 4.454 17.688 14.659 7.143 5.671 15.205 12.880 11.609 10.353 4.334 3.627 93.935 74.101 27.649 22.054 15.864 12.515 23.918 19.635 6.441 5.573 9.145 7.783 7.696 6.282 13.999 11.755 10.308 7.467 6.518 5.292 290.887 236.836 527.723 122,82 5,12
Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Kutai Timur Tahun 2014
Sementara persentase penyebaran penduduk menurut kecamatan di Kabupaten Kutai Timur dapat dilihat pada tabel 11.3. Tabel tersebut memberi gambaran bahwa distribusi penduduk Kabupaten Kutai Timur tidak merata. Sangatta Utara merupakan kecamatan yang paling padat penduduknya.
10
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Tabel 2.3. Proporsi Penduduk Menurut Kecamatan Tahun 2012 – 2013 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Kecamatan Muara Ancalong Busang Long Mesangat Muara Wahau Telen Kongbeng Muara Bengkal Batu Ampar Sangatta Utara Bengalon Teluk Pandan Sangatta Selatan Rantau Pulung Kaliorang Kaubun Sangkulirang Karangan Sandaran Jumlah (%)
Proporsi Penduduk 2012 3,59 1,52 1,84 6,13 2,43 5,32 4,16 1,51 31,84 9,42 5,38 8,25 2,28 3,21 2,65 4,88 3,37 2,24 100,00
2013 3,40 1,42 1,77 6,69 2,34 5,65 3,82 1,42 31,58 9,52 5,46 7,96 2,27 3,17 2,86 4,84 3,41 2,42 100,00
Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Kutai Timur Tahun 2014
Jika melihat jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur, maka berdasarkan Tabel 1.4 terlihat jumlah penduduk terbanyak berada pada kelompok umur 25-29 tahun sebanyak 66.460 jiwa, kemudian kelompok umur 30-34 tahun sebanyak 65.875 jiwa dan kelompok umur 20-24 tahun sebanyak 56.832 jiwa.
11
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Tabel 2.4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2012 – 2013 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Kelompok Umur 0–4 5–9 10 – 14 15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 50 – 54 55 – 59 60 – 64 65 – 69 70 – 74 75 + Jumlah
Tahun 2012 47.225 51.713 45.604 48.372 59.003 61.964 53.704 44.019 34.554 24.099 17.968 10.579 6.721 4.023 2.334 1.970 527.723
2013 28.220 52.675 51.850 43.454 56.832 66.460 65.875 53.648 43.079 32.846 21.930 15.084 10.342 5.758 3.388 3.310 554.751
Sumber: Dinas Kependudukandan Catatan Sipil Kabupaten Kutai Timur Tahun 2014
Berdasarkan data ketenagakerjaan yang tersedia menunjukkan bahwa kondisi ketenagakerjaan Kabupaten Kutai Timur Tahun 2013 memerlukan intervensi yang lebih pro-aktif ke depan. Hal ini berkaitan dengan semakin menggeliatnya perekonomian Kabupaten Kutai Timur sehingga menumbuhkan minat yang besar sebagai tujuan pencari pekerjaan dari luar daerah. Hal ini sebagaimana digambarkan oleh tren peningkatan jumlah penduduk usia produktif, khususnya kelompok umur 25-29, kelompok umur 30-34 dan kelompok umur 35-39. 2.3.
Kondisi Ekonomi Makro
Perkembangan perekonomian Kabupaten Kutai Timur tidak terlepas dari kontribusi sektor ekonomi yang mendukungnya, seperti pertanian tanaman pangan, peternakan, perkebunan, perikanan, kehutanan dan pertambangan, di mana sektor pertambangan dan penggalian terutama sub sektor pertambangan non migas (batubara) masih merupakan pendukung utama perekonomian Kabupaten Kutai Timur. 2.3.1.
Perkembangan PDRB Dan Laju Pertumbuhan Ekonomi
Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Kutai Timur atas dasar harga berlaku dengan migas pada Tahun 2012 sebesar Rp 50.184.447,90 juta dan berdasarkan angka estimasi pada Tahun 2013 mencapai sebesar Rp 60.931.993,14 juta. Pada periode yang sama, PDRB atas dasar harga berlaku tanpa migas meningkat dari Rp 49.223.005,18 juta menjadi Rp 59.833.657,52 juta.
12
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Selanjutnya PDRB atas dasar harga berlaku tanpa migas dan batu bara juga meningkat dari Rp 6.390.800,63 juta menjadi Rp 7.522.322,06 juta. Gambaran kondisi perkembangan PDRB Kabupaten Kutai Timur dalam periode 5 (lima) tahun terakhir secara lebih lengkap adalah seperti terlihat pada tabel berikut: Tabel 2.5.Perkembangan PDRB Kabupaten Kutai Timur Tahun 2009 – 2013 Dengan Migas (Juta Rp)
Tanpa Migas (Juta Rp)
Tahun
Harga Harga Konstan Berlaku 2000 2009 27.380.004,69 15.530.301,70 2010r 34.247.873,45 16.978.570,44 2011r 45.748.619,66 18.919.768,22 2012* 50.184.447,90 21.319.122,21 2013** 60.931.993,14 23.756.968,22 Sumber: BPS Kabupaten KutaiTimur Tahun 2014 *) Angka sementara **) Angka sangat sementara
Harga Berlaku 26.430.182,46 33.495.735,77 44.900.228,87 49.223.005,18 59.833.657,52
Harga Konstan 2000 15.313.671,39 16.814.677,68 18.759.584,10 21.163.592,17 23.605.844,81
Tanpa Migas & Batubara (Juta Rp) Harga Harga Berlaku Konstan 2000 4.101.439,75 2.017.156,18 4.769.080,56 2.146.717,10 5.553.647,49 2.294.652,25 6.390.800,63 2.554.611,46 7.522.322,06 2.665.750,89
Selanjutnya, laju pertumbuhan ekonomi dengan migas pada Tahun 2013 adalah 11,43%, tanpa migas sebesar 11,53%, serta tanpa migas dan batubara mencapai 4,35%. Laju Pertumbuhan Ekonomi dalam periode 5 (lima) tahun terakhir secara lebih lengkap adalah seperti terlihat pada tabel berikut: Tabel 2.6. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kutai Timur Tahun 2009-2013 Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) Dengan Migas Tanpa Migas Tanpa Migas & Batubara 2009 5,60 5,57 4,15 2010r 9,33 9,80 6,42 2011r 11,43 11,57 6,89 2012*) 12,68 12,81 11,33 2013**) 11,43 11,53 4,35 Sumber: BPS Kabupaten KutaiTimur Tahun 2014, Data diolah *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Tahun
2.3.2. Struktur Ekonomi Struktur ekonomi yang tergambar dari besarnya peranan suatu sektor terhadap perekonomian di Kabupaten Kutai Timur dapat dilihat dari distribusi persentase suatu sektor terhadap total seluruh sektor dalam membentuk PDRB Kutai Timur. Sektor pertambangan dan penggalian memberikan kontribusi terbesar sejak Tahun 2009 hingga Tahun 2013. Sumbangan sektor ini juga mengalami peningkatan ditiap tahunnya. Pada Tahun 2012 sektor pertambangan dan penggalian menyumbang 87,86% dan mengalami peningkatan sebesar 0,35% pada Tahun 2013 menjadi 88,21%. Selain sumbangan dari sektor pertambangan dan penggalian, kontribusi sektor pertanian menyumbang
13
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
3,39% dan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 3,38% menempati urutan kedua dan ketiga. Sedangkan sumbangan sektor-sektor lainnya seperti: sektor industri pengolahan, bangunan dan kontruksi, pengangkutan dan komunikasi dan sektor lainnya; masih di bawah 3%. 2.3.3.
Struktur Perekonomian Tanpa Migas dan Batubara
Kabupaten Kutai Timur adalah salah satu kabupaten di Provinsi Kalimantan Timur yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA) berupa batubara, migas dan bahan tambang lainnya, akan tetapi komoditikomoditi tersebut adalah komoditi SDA yang tidak dapat terbaharui (unrenewable). Perubahan yang terjadi pada komoditi tambang tersebut khususnya batubara baik pada produksi maupun harga, pasti berpengaruh terhadap besarnya sumbangan sektor-sektor lainnya seperti pertanian dan bangunan. Jika komoditi batubara dan migas ini dikeluarkan dari PDRB Kutai Timur maka peranan sektor-sektor lainnya akan lebih nyata terlihat pengaruh dan andilnya. Berdasarkan PDRB tanpa migas dan batubara Tahun 2009-2013, sektor pertanian merupakan yang paling dominan sebagai pembentuk PDRB Kabupaten Kutai Timur dengan kontribusi antara 26,79%-29,17%. Urutan terbesar kedua adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran dengan share antara 23,32%-28,40%, kemudian disusul sektor bangunan sebesar antara 13,60%-15,97%. Sedangkan sektor-sektor lainnya, di bawah 6%. Kontribusi sektor-sektor tersebut dalam 5 (lima) tahun terakhir secara lebih lengkap adalah seperti terlihat pada tabel berikut: Tabel 2.7. Kontribusi Sektoral Tanpa Migas dan Batubara Tahun 2009 – 2013 No
Sektor Usaha
2009
2010
2011
2012
2013
1 2 3 4 5
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan Dan Jasa Perusahaan Jasa jasa
29,17 5,22 2,11 0,73 15,97
27,11 4,75 2,00 0,67 15,33
26,79 4,67 1,87 0,65 14,43
27,42 4,64 1,77 0,63 13,60
27,48 4,48 1,63 0,59 13,71
Ratarata 27,59 4,75 1,88 0,65 14,61
23,32
25,45
28,40
27,03
27,41
26,32
13,22
12,54
11,73
13,29
13,40
12,84
6,02
6,07
5,84
5,20
4,74
5,57
4,24
6,08
5,61
6,42
6,56
5,78
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
6 7 8 9
Jumlah (%)
Sumber: BPS Kabupaten Kutai Timur Tahun 2014
14
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
2.3.4.
PDRB Perkapita Dan Pendapatan Regional Perkapita
PDRB perkapita pada Tahun 2009 - 2013 cenderung meningkat, demikian pula halnya dengan pendapatan regional per kapita. Sejalan dengan distribusi PDRB yang dipisahkan antara PDRB dengan migas dan PDRB tanpa migas dan batubara, maka akan terlihat besaran PDRB perkapita dan pendapatan regional perkapita apabila unsur migas dan batubara dikeluarkan dari perhitungan seperti terlihat pada tabel berikut: Tabel 2.8. PDRB Perkapita Dan Pendapatan Regional Perkapita Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2009 – 2013 Dengan Migas (Rp) Tahun 2009 2010 2011 2012*) 2013**)
PDRB Perkapita 133.736.487 133.970.722 172.297.557 179.410.863 201.694.780
Pendapatan Regional Perkapita 100.623.213 100.898.900 129.764.317 131.541.241 n.a.
Tanpa Migas (Rp) PDRB Perkapita 129.097.120 131.028.512 169.102.364 175.973.678 198.059.111
Pendapatan Regional Perkapita 97.046.875 98.630.828 127.301.220 129.625.777 n.a.
Tanpa Migas dan Batubara (Rp) Pendapatan PDRB Regional Perkapita Perkapita 20.033.311 14.774.195 18.655.674 13.861.970 20.916.039 15.516.327 22.847.298 16.977.011 24.900.106 n.a.
Sumber: BPS Kabupaten Kutai Timur Tahun 2014 * ) Angka sementara; n.a. : Belum tersedia data dari BPS; **) Angka sangat sementara
Berdasarkan tabel di atas, PDRB Per kapita dengan migas dalam Tahun 2013 meningkat sebesar Rp 22.283.917,00 dari Tahun 2012 sebesar Rp 179.410.863,00 menjadi Rp 201.694.780,00. PDRB Per kapita tanpa Migas meningkat Rp 22.085.433,00 dari Tahun 2012 sebesar Rp 175.973.678,00 menjadi Rp 198.059.111,00 dan PDRB tanpa Migas dan Batubara meningkat sebesar Rp 2.052.808,00 dari Tahun 2012 sebesar Rp 22.847.298,00 menjadi Rp 24.900.106,00 pada Tahun 2013. Peningkatan PDRB ini lebih besar dibandingkan periode sebelumnya (Tahun 2011 ke 2012) di mana masing-masing meningkat sebesar Rp 7.113.306,00; Rp 6.871.314,00; dan Rp 1.931.259,00. Data terkait Pendapatan Regional Perkapita untuk Tahun 2013 masih belum tersedia dari BPS. Namun, melihat pola peningkatan yang terjadi pada PDRB Perkapita maka dapat diperkirakan Pendapatan Regional Perkapita pun cenderung meningkat dibandingkan Tahun 2012. Walaupun besaran absolutnya belum dapat diperhitungkan secara tepat.
15
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Bab III CAPAIAN MDGs Di KABUPATEN KUTAI TIMUR 3.1.
TUJUAN 1: MENANGGULANGI KEMISKINAN DAN KELAPARAN
TUJUAN 1: MENANGGULANGI KEMISKINAN DAN KELAPARAN 3.1.1. Target 1A: Menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di bawah US$1 (PPP) per hari menjadi setengahnya dalam kurun waktu 1990-2015
TARGET 1A:
MENURUNKAN HINGGA SETENGAHNYA PROPORSI PENDUDUK DENGAN TINGKAT PENDAPATAN KURANG DARI USD 1,00 PPP PER HARI DALAM KURUN WAKTU 1990 – 2015 Indikator
2010
2013
Target MDG 2015
Status
Sumber
TUJUAN 1. MENANGGULANGI KEMISKINAN DAN KELAPARAN Target 1A: Menurunkan hingga setengahnya proporsi penduduk dengan tingkat pendapatan kurang dari USD 1 (PPP) per hari dalam kurun waktu 1990-2015 1.1
1.1.a 1.1.b.
1.1.c Status:
Proporsi penduduk dengan pendapatan kurang dari USD 1,00 (PPP) per kapita per hari Tingkat kemiskinan berdasarkan garis kemiskinan nasional Rasio Kesenjangan Kemiskinan Indeks Kedalaman Kemiskinan Indeks Keparahan Kemiskinan Proporsi kuintil termiskin dalam konsumsi nasional Sudah tercapai;
Tabulasi Indikator MDGs Kabupaten /Kota Tahun 2011 2013 Kementrian PPN/Bappenas 8,62%
8.59
6,13%
2,49 0,64
1.15 0,30
Berkurang Berkurang
11,39
Akan tercapai;
?
10,00
Perlu Perhatian Khusus
Target capaian tujuan 1 A yang berupaya untuk menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di bawah US$1 (PPP) per hari menjadi setengahnya relatif cukup baik. Kedalaman kemiskinan semakin menurun dan ada harapan untuk mencapai target untuk menurunkan proporsi
16
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
penduduk miskin yang pada tahun 2013 ini sudah menampakkan penurunannya. Meskipun sudah menunjukkan kecenderungan penurunannya, akan tetapi capaian ini belum memenuhi target yang telah ditetapkan dan dibutuhkan kerja keras untuk mewujudkannya.
3.1.2. KEADAAN DAN KECENDERUNGAN 3.1.2.1.
Persentase Penduduk Miskin
Indikator 1.1: Proporsi penduduk dengan pendapatan kurang dari USD 1,00 (PPP) per kapita per hari, yang berarti persentase penduduk yang hidup dengan pendapatan di bawah $1 (PPP) per hari. Indikator
ini
disepakati
untuk
menunjukkan
status
seseorang
miskin
dan
bermanfaat
untuk memonitor kemajuan upaya pengetasan kemiskinan setiap negara termasuk Indonesia dan untuk memonitor tren kemiskinan pada tingkat global. Grafik 3.1. Persentase Penduduk Miskin (P0) Kabupaten Kutai Timur 2011 – 2013
Persentase Penduduk Miskin (P0) Kabupaten Kutai Timur 2011 - 2013 10
9.43
8.77
8 8.13
6
7.63
8.59 7.13 Capaian MDGs
4
Target MDGs
2 0 2011
2012
2013
Sumber: Laporan Hasil Tabulasi Indikator MDGs Kabupaten/Kota Tahun 2011 -2013 Kementrian PPN/Bappenas, Rencana Aksi Daerah (RAD) MDGs Kabupaten Kutai Timur 2011 - 2015
Jumlah penduduk Kabupaten Kutai Timur meningkat dari tahun ke tahun. Dengan pertumbuhan penduduk sebesar 5.72% per tahun, dari tahun 2011 hingga tahun 2013. Jumlah penduduk tahun 2013 sebesar 302.100 meningkat dibandingkan jumlah penduduk Kutai Timur tahun 2012 sebesar 285.743 jiwa. 1 Di sisi lain, persentase penduduk miskin di Kabupaten Kutai Timur menunjukkan tren menurun dari tahun ke tahun. Dari tahun 2011 sebesar 9.43 % menurun signifikan menjadi 8.77% pada tahun 2012. Dari tahun 2012 ke 2013 meskipun tidak cukup signifikan tetapi menunjukkan tren yang menurun, penduduk miskin di Kutai Timur menjadi 8.59 % pada tahun 2013. 1
Statistik Daerah Kutai Timur 2014
17
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Meskipun terjadi penurunan persentase penduduk miskin sejak tahun 2011 – 2013 namun capaian ini masih berada di bawah target yang telah ditetapkan melalui RAD MDGs 2010 – 2015. Dengan kata lain hasil yang diperoleh masih belum memenuhi target penurunan persentase penduduk miskin.
3.1.2.2.
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
Indeks Kedalaman Kemiskinan merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Indeks kedalaman kemiskinan menunjukkan tren yang semakin menurun dari tahun ke tahun. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks ini, berarti rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin jauh dari garis kemiskinan. Indikator ini mencerminkan keparahan atau kedalaman tingkat kemiskinan yang dialami masyarakat miskin. Indeks kedalaman kemiskinan di Kabupaten Kutai Timur dari tahun ke tahun menurun. Menurun dari 1.41 pada tahun 2011 menjadi sebesar 1.15 pada tahun 2013. Penurunan itu menunjukan perbaikan pada tingkat kesejahteraan penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. Grafik 3.2. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1) Kabupaten Kutai Timur 2011 - 2013
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Kabupaten Kutai Timur 2011 -2013 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
1.41
Th 2011
1.23
Th 2012
1.15
Th 2013
Sumber: Laporan Hasil Tabulasi Indikator MDGs Kabupaten/Kota Tahun 2011-2013 Kementrian PPN/Bappenas
18
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
3.1.3. TANTANGAN DAN UPAYA YANG DILAKUKAN Masalah penanggulangan kemiskinan merupakan upaya lintas sektoral. Ini berarti harus ada kerja sama, koordinasi untuk membangun sinergi yang kuat. Seluruh upaya ini akan tergambar pada indikator dan tolok ukur di atas. Tantangan yang dihadapi oleh pemerintah Kabupaten Kutai Timur adalah ketergantungan yang tinggi terhadap ekonomi ekstraktif yang memiliki jangka waktu yang sesungguhnya terbatas dan memiliki resiko terhadap kerusakan lingkungan yang jika tidak bijak ditangani akan menimbulkan persoalan serius di masa mendatang. Ekonomi ekstraktif yang dominan yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan Kabupaten Kutai Timur adalah pertambangan baik batu bara dan minyak dan gas. Meskipun dikatakan bahwa Kabupaten Kutai Timur ini kaya dengan sumberdaya alam (SDA) namun merupakan SDA yang tidak dapat terbaharui (unrenewable) dan berjangka waktu yang terbatas. Sektor inilah yang selama ini menopang ekonomi Kabupaten Kutai Timur. Salah satu implikasinya adalah meningkatnya migrasi masuk ke Kutai Timur. Bukan hanya tenaga terdidik namun juga tenaga kerja non terdidik, pekerja dengan ketrampilan maupun pekerja tanpa ketrampilan, pekerja formal dan juga pekerja non formal. Jumlah penduduk yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun disebabkan karena faktor terdapatnya kegiatan pertambangan yang pada menumbuhkan aneka kebutuhan demi keberlangsungan operasi industri tersebut. Perubahan yang terjadi pada komoditi tambang tersebut khususnya batubara baik pada produksi maupun harga, akan berpengaruh terhadap besarnya PDRB Kabupaten Kutai Timur. Di sisi lain, perubahan rona lingkungan akibat pertambangan maupun perkebunan yang bersifat mono kultur, juga harus dipertimbangkan. Tantangan yang lain adalah meningkatkan sinkronisasi dan efektivitas koordinasi penanggulangan kemiskinan serta harmonisasi antar pelaku. Untuk itu perlu adanya upaya: (i) peningkatan koordinasi dan sinkronisasi melalui Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan; (ii) peningkatan peran TKPKD dalam koordinasi program-program penanggulangan kemiskinan untuk percepatan penurunan kemiskinan di daerah, termasuk pemeliharaan dan penggunaan data kemiskinan yang konsisten dan akurat secara kontinyu baik untuk perencanaan, pelaksanaan dan monitoring program-program penanggulangan kemiskinan di daerah; (iii) memperkuat kemandirian desa dalam pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan; dan (iv) penanganan kantung-kantung kemiskinan terutama yang berada di daerah tertinggal termasuk pembangunan sarana dan prasarana dasar dan pendukung (meliputi listrik dan air, serta akses transportasi).
19
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Kabupaten Kutai Timur dalam upaya penanggulangan kemiskinan menimplementasikan programprogram penanggulangan kemiskinan yang berasal dari pusat dan program yang berasal dari inisiatif daerah.
Program penanggulangan kemiskinan tersebut terdiri dari 1) Program Penanggulangan
Kemiskinan Terpadu Berbasis Rumah Tangga, yang meliputi (i) Program Keluarga Harapan (PKH); (ii) Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas); (iii) Program beras untuk keluarga miskin (Raskin); (iv) Program beasiswa pendidikan untuk keluarga miskin; (v) Pelaksanaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). 2) Program Penanggulangan Kemiskinan Terpadu Berbasis Komunitas yang terdiri dari (i) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM); (ii) Program Wajib Belajar 12 Tahun Pendidikan Dasar dan Menengah; (iii) Program Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja; (iv) Program Peningkatan Peran serta dan Kesetaraan Gender dalam Pembangunan dan (v) Program Pemberdayaan Fakir Miskin, KAT dan Penyandang PMKS lainnya. Ketiga, Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Usaha Mikro dan Kecil Program Kredit Usaha Rakyat yang meliputi (i) Program Pengembangan Sistem Pendukung usaha Bagi Usaha Mikro Kecil Menengah; (ii) Program Peningkatan Sumber Daya Manusia UKM (Usaha Kecil Menengah); (iii) Program Penanggulangan Kemiskinan dan kerentanan. Keempat, Program Penanggulangan Kemiskinan Inisiatif Daerah yang terdiri dari (i) Bantuan perumahan layak huni (Aladin); (ii) Jaringan air bersih seluruh kecamatan hingga ke desa; (iii) Pembangunan sentra-sentra transmigrasi; (iv) Pembangunan jalan usaha tani; (v) Puskesmas 24 jam untuk seluruh kecamatan dan (vi) distribusi genset ke setiap desa. Penanggulangan kemiskinan di Pemerintah Daerah Kutai Timur selaras dengan ―Grand Strategy‖ yang dilaksanakan melalui beberapa pilar yaitu : 1.
Perluasan kesempatan, ditujukan menciptakan kondisi dan lingkungan ekonomi, politik dan sosial yang memungkinkan masyarakat miskin dapat memperoleh kesempatan dalam pemenuhan hak-hak dasar dan peningkatan taraf hidup secara berkelanjutan.
2.
Pemberdayaan masyarakat, dilakukan untuk mempercepat kelembagaan sosial, politik, ekonomi, dan budaya masyarakat dan memperluas partisipasi masyarakat miskin dalam pengambilan keputusan kebijakan publik yang menjamin kehormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar.
3.
Peningkatan kapasitas, dilakukan untuk pengembangan kemampuan dasar dan kemampuan berusaha masyarakat miskin agar dapat memanfaatkan perkembangan lingkungan.
4.
Perlindungan sosial, dilakukan untuk memberikan perlindungan dan rasa aman bagi kelompok rentan (perempuan kepala rumah tangga, fakir miskin, orang jompo, anak terlantar, kemampuan berbeda (penyandang cacat) dan masyarakat miskin, baik laki-laki maupun
20
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
perempuan, yang disebabkan antara lain oleh bencana alam, dampak negatif krisis ekonomi, dan konflik sosial.
3.1.2. Target 1B: Mewujudkan Kesempatan Kerja Penuh dan Produktif dan Pekerjaan yang Layak Untuk Semua, Termasuk Perempuan dan Kaum Muda Indikator
2010
2013
Target MDG 2015
Status
Sumber
TUJUAN 1. MENANGGULANGI KEMISKINAN DAN KELAPARAN Target 1B: Mewujudkan kesempatan kerja penuh dan produktif dan pekerjaan yang layak untuk semua, termasuk perempuan dan kaum muda Laju pertumbuhan PDRB per tenaga BPS 1,4 Kerja 9,28% >7% Rasio kesempatan kerja terhadap Tabulasi 1,5 penduduk usia 15 tahun ke atas 69,79% 61.52 86,07% Indikator MDGs Kabupaten /Kota Proporsi tenaga kerja yang Tahun 2011 berusaha sendiri dan pekerja bebas 1,7 2013 Kementrian keluarga terhadap total PPN/Bappenas kesempatan kerja 44,51% 41.04 >60% Status:
Sudah tercapai;
Akan tercapai;
Perlu Perhatian Khusus
Meskipun menunjukkan terjadinya perubahan pada target 1B MDGs ini yang berupaya untuk mewujudkan kesempatan kerja penuh dan produktif dan pekerjaan yang layak untuk semua namun belum mencapai target ini yang telah ditetapkan. Ini membutuhkan komitmen dan kerja keras untuk meningkatkan pertumbuhan dan menjaga capaian tersebut. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan membantu tumbuhnya kesempatan kerja dan invetasi. Kesempatan kerja pada tahun 2013 ini relatif kecil dibandingkan capaian pada tahun 2012. Demikian juga target untuk meningkatkan tenaga kerja yang berusaha sendiri dan pekerja bebas keluarga belum terpenuhi. Dibutuhkan programprogram khusus berkait dengan ketenagakerjaan maupun memperbesar peluang investasi untuk mencapainya.
3.1.2.1.
KEADAAN DAN KECENDERUNGAN
3.1.2.1.1. Laju Pertumbuhan PDRB (Produk Domestik Bruto) per tenaga kerja Produktivitas tenaga kerja merupakan ukuran kunci dari kinerja ekonomi yang dapat digunakan untuk menilai kemampuan suatu negara dalam menciptakan kesempatan kerja yang layak disertai dengan kompensasi yang adil.
21
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Pertumbuhan
ekonomi
akan
berdampak
pada
meningkatnya
lapangan kerja sehingga
menambah kesempatan kerja. Secara khusus indikator kesempatan kerja terlihat dari besarnya jumlah tenaga kerja yang terserap. Terdapat pengaruh langsung yang signifikan antara PDRB terhadap penyerapan tenaga kerja. Jumlah PDRB yang meningkat menggambarkan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat menggambarkan pertumbuhan jumlah kebutuhan tenaga kerja sehingga akan semakin banyak tenaga kerja yang terserap oleh pasar yang memberikan respon positif terhadap pertumbuhan ekonomi. PDRB adalah sejumlah nilai tambah produksi yang ditimbulkan oleh berbagai sektor atau lapangan usaha yang melakukan kegiatan usahanya di suatu daerah atau region tanpa memilih atas faktor produksi. Oleh karena itu PDRB merupakan salah satu indikator makro ekonomi di mana dari total naik turunnya PDRB dapat diketahui pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi dan pendapatan perkapita suatu daerah. Naiknya pendapatan perkapita dalam hal ini bisa berarti naiknya jumlah serapan tenaga kerja. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per tenaga kerja diperoleh dari total PDRB dibagi jumlah seluruh tenaga kerja di Kabupaten Kutai Timur. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per tenaga kerja dapat menunjukkan produktivitas tenaga kerja sehingga laju PDRB per tenaga kerja memberikan gambaran mengenai kecepatan pertumbuhan produktivitas tenaga kerja. Pada tahun 2011 laju PDRB sebesar 6.89 %. Kemudian pada tahun 2012 laju PDRB per tenaga kerja tercatat cukup tinggi yaitu mencapai 11.33 %, namun demikian pada tahun 2013 laju PDRB per tenaga kerja tersebut mengalami penurunan hingga 3.43. Pertumbuhan laju PDRB per tenaga kerja yang tidak konsisten ini, perlu mendapatkan perhatian khusus, agar dapat diupayakan pertumbuhan yang positif dan berkelanjutan.
22
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Grafik 3.3. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kutai Timur 2011 - 2013
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kutai Timur 2011 - 2013 14 12
12.68 11.43
10 11.33
8 6
PDRB Tanpa Migas dan Batubara
6.89 3.97 3.43
4
PDRB
2 0 2011
2012
2013
Sumber: Statistik Daerah Kabupaten Kutai Timur 2014
Pertumbuhan tenaga kerja secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jadi, semakin besar jumlah tenaga kerja berarti akan menambah jumlah tenaga kerja produktif sehingga akan meningkatkan produktivitas dan akan memacu pertumbuhan ekonomi. Teori klasik tidak memasukkan tenaga kerja sebagai faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi karena para ekonom di era tersebut lebih menekankan pada aspek mobilitas kapital (K) dalam jangka panjang, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi tergantung pada akumulasi kapital (tabungan dan investasi), sedangkan teori neoklasik menyatakan bahwa tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang menjelaskan tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi selain modal dan teknologi.
3.1.2.1.2. Rasio Kesempatan Kerja Terhadap Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Indikator ini mencerminkan tingkat penyerapan tenaga kerja terhadap total penduduk usia kerja, dengan asumsi bahwa jumlah kesempatan kerja yang tersedia adalah sama dengan jumlah penduduk yang bekerja. Jumlah penduduk di atas usia 15 tahun meningkat seturut peningkatan jumlah penduduk Kutai Timur, dari 182.992 pada tahun 2011 meningkat menjadi 208.344 pada tahun 2013. Jumlah angkatan kerja pernah mengalami penurunan dari tahun 2011 sebesar 128.174 menjadi 125.523 pada tahun 2012, namun meningkat menjadi 136.475 pada tahun 2013. Mereka yang bekerja dari tahun ke tahun meningkat, dari 116.742 di tahun 2011, menjadi 117.380 pada tahun 2012 dan meningkat cukup
23
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
signifikan pada tahun 2013 menjadi 128.164. Jumlah penduduk yang mencari kerja atau penganggur cenderung menurun signifikan dari tahun 2011 sebesar 12.132 menjadi 8.143 di tahun 2012 namun jumlah mereka yang menganggur atau mencari pekerjaan cenderung meningkat pada tahun 2013 menjadi sebesar 8.311 jiwa. TPAK Mengindikasikan besarnya penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi di suatu wilayah. Mengacu pada data kependudukan di atas, termasuk ketenagakerjaan dan kualitas penduduk, maka nampak jelas bahwa Kabupaten Kutai Timur mengalami banyak permasalahan dalam hal ini. Penduduk yang besar dengan kualitas penduduk yang rendah menyebabkan penduduk tersebut menjadi beban bagi pertumbuhan ekonomi dan bukan pemacu. Dalam skala mikro, tenaga kerja dengan tingkat keterampilan yang pas-pasan atau bahkan rendah, hanya bisa menempati posisi yang sangat rendah. Ditambah dengan banyaknya “supply” tenaga kerja yang tersedia menyebabkan mereka tidak memiliki posisi tawar menawar yang memadai. Di Kabupaten Kutai Timur, penduduk umur 15 tahun ke atas yang bekerja pada tahun 2012 mengalami penurunan dibandingkan dengan pada tahun 2011. Pada tahun 2011 sebesar 63.82 menjadi 61.38 dan meningkat tidak mencolok di tahun 2013 sebesar 61.52. Ini menunjukkan bahwa rasio antara penduduk usia di atas 15 tahun dengan kesempatan kerja mengecil hingga tahun 2013. Grafik 3.4. Penduduk Umur 15 ke atas yang Bekerja Kabupaten Kutai Timur 2011 – 2013
Penduduk Umur 15 Tahun Ke atas Yang bekerja Kabupaten Kutai Timur 2011- 2013 80 70 60 50
66.07
71.07
76.07 61.52
63.82
61.38
40
Capaian MDGs
30
Target MDGs
20 10 0 2011
2012
2013
Sumber: Laporan Hasil Tabulasi Indikator MDGs Kabupaten/Kota Tahun 2011 -2013 Kementrian PPN/Bappenas
24
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Tingkat Pengangguran Terbuka adalah perbandingan antara jumlah pencari kerja dengan jumlah angkatan kerja. Di Kabupaten Kutai Timur, tingkat pengangguran terbuka cenderung berkurang dari tahun ke tahun. Pada tahun 2011 sebesar 9.41 % dan semakin menurun menjadi 6.49% di tahun 2012 dan menjadi 6.09% di tahun 2013.
3.1.2.1.3. Proporsi Tenaga Kerja yang Berusaha Sendiri dan Pekerja Bebas Keluarga Terhadap Total Kesempatan Kerja Indikator ini menunjukan berapa persen penduduk yang bekerja di dalam kegiatan informal atau disebut pekerja rentan. Sementara itu mereka yang berusaha sendiri, pekerja bebas dan pekerja keluarga di Kabupaten Kutai Timur cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2011 sebesar 34.53 menjadi 37.5 di tahun 2012 dan meningkat kembali menjadi 41.04 pada tahun 2013. Kategori pekerja seperti tersebut di atas merupakan self employed, yang biasa ditemukan di sektor informal atau pekerja lepas. Kategori pekerja ini relatif rentan dan di Kabupaten Kutai Timur cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pekerja seperti ini kurang terpengaruh oleh berbagai macam regulasi dan tidak terlindungi oleh aneka jaminan sosial.
Ada kemungkinan meskipun
mencakup proporsi yang relatif besar, namun tipe usaha informal semacam itu baik mikro, kecil maupun menengah, kontribusinya relatif kecil terhadap pendapatan daerah. Grafik 3.5. Berusaha Sendiri, Pekerja Bebas dan Pekerja Keluarga Kabupaten Kutai Timur 2011 -2013
Berusaha Sendiri, Pekerja Bebas dan Pekerja Keluarga Kabupaten Kutai Timur 2011 -2013 60 50 40 30
50 34.53
52.5 37.5
55 41.04 Capaian MDGs
20
Target MDGs
10 0 2011
2012
2013
Sumber: Laporan Hasil Tabulasi Indikator MDGs Kabupaten/Kota Tahun 2011-2013 Kementrian PPN/Bappenas, Rencana Aksi Daerah (RAD) MDGs Kabupaten Kutai Timur 2011-2015
25
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Sektor informal sering dikaitkan dengan ciri – ciri utama pengusaha dan pelaku informal, antara lain kegiatan usaha bermodal utama pada kemandirian rakyat, memanfaatkan teknologi sederhana, pekerjanya terutama berasal dari tenaga keluarga tanpa upah, bahan baku usaha kebanyakan memanfaatkan sumber daya lokal, sebagian besar melayani kebutuhan rakyat kelas menengah ke bawah, pendidikan dan kualitas sumber daya pelaku tergolong rendah. Sedangkan menurut BPS, pekerja sektor informal adalah mereka yang status pekerjaannya adalah; pertama, berusaha sendiri. Kedua, berusaha dengan dibantu anggota rumah tangga / buruh tidak tetap. Ketiga, pekerja tidak tetap / pekerja keluarga.
3.1.2.2.
TANTANGAN DAN UPAYA YANG DILAKUKAN
Migrasi masuk ke Kabupaten Kutai Timur pada umumnya dengan motif untuk mencari pekerjaan. Sementara itu di Kabupaten Kutai Timur terdapat industri pertambangan yang juga membutuhkan beraneka tenaga kerja dengan beraneka jenis keahlian dan ketrampilan. Namun migrasi yang masuk tidak semuanya memiliki kualifikasi yang dibutuhkan atau pun tidak seluruhnya tenaga kerja terserap di pasaran tenaga kerja. Migrasi untuk bekerja ini tampak dominan di Kabupaten Kutai Timur. Di sisi lain tenaga kerja yang berasal dari daerah sendiri tidak seluruhnya memiliki kompetensi dan kualifikasi yang dibutuhkan karena tenaga kerja yang dibutuhkan adalah tenaga yang spesifik, terdidik dan trampil. Di daerah ini tidak terdapat fasilitas pendidikan yang mendekatkan dengan kebutuhan industri yang tumbuh di situ. Jika Angkatan kerja yang melimpah namun tidak terserap akan menyebabkan tingginya pengangguran atau pengangguran terbuka, mereka yang bekerja lebih dari jam kerja dengan upah yang rendah akibat tidak mendapatkan pekerjaan yang sesuai. Dari data kependudukan di atas sesungguhnya memperlihatkan bahwa Kabupaten Kutai Timur masih mengalami berbagai masalah ketenagakerjaan. Permasalahan tersebut terutama bersumber dari banyaknya “supply” tenaga kerja dan rendahnya kualitas sumber daya manusia. Rendahnya kompetensi pencari kerja terhadap kualifikasi lapangan kerja yang dibutuhkan. Demikian juga terdapat Dominasi pencari kerja oleh penduduk pendatang. Sebaliknya pertumbuhan ekonomi yang dibutuhkan untuk menyerap angkatan kerja tidaklah sebaik apa yang diharapkan. Tantangan yang dihadapi antara lain bagaimana upaya menyediakan pekerjaan yang layak bagi jumlah penduduk yang semakin meningkat itu. Pekerjaan layak bukan hanya berkontribusi pada pengurangan kemiskinan semata namun juga menyediakan peluang-peluang perbaikan yang mungkin. Sifat pekerjaan
26
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
yang dilindungi dan dilengkapi dengan jaminan-jaminan yang lain akan akan membuka peluang meningkatnya kualitas hidup masyarakat. Pekekerja bebas, yang berusaha sendiri di Kabupaten Kutai Timur cenderung meningkat, ini memberi gambaran bahwa para pekerja formal mungkin sudah relatif jenuh atau tidak ada kesempatan kerja yang memadai bagi masyarakat sehingga pilihannya adalah bekerja sendiri, dengan modal sendiri dengan tenaga kerja yang berasal dari anggota rumah tangganya sendiri yang jam kerja dan upahnya tidak sesuai dengan UMR. Inilah tantangan yang serius bagi masa depan Kabupaten Kutai Timur. Adanya kerentanan dalam lapangan kerja terutama di sektor informal yang semakin meningkat yang merupakan tenaga kerja yang berada dalam resiko tidak dibayar, tidak bisa menikmati perlindungan sosial dan bekerja tanpa aturan yang jelas. Pemerintah daerah Kabupaten Kutai Timur melaksanakan Program Peningkatan Kesempatan Kerja dan Pengembangan Informasi Ketenagakerjaan dengan beberapa kegiatan (i) Penyelenggaraan Bursa Kerja Online, (ii) Monitoring/Evaluasi Penempatan Tenaga Kerja di Perusahaan-perusahaan, (iii) Perencanaan Tenaga Kerja /Pengumpulan, Updating, dan Analisa Data Tenaga Kerja. Juga melaksanakan program Program Penigkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja (BLK Mandiri) yang memiliki kegiatan (i) Pendidikan dan Pelatihan Keterampilan bagi Pencari Kerja di Bidang Listrik (BLK Mandiri). Program Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja (BLKM Sangatta), (i) Pendidikan dan Pelatihan Bagi Pencari Kerja Kejuruan Otomotif (Kendaraan Ringan); (ii) Pendidikan dan Pelatihan Bagi Pencari Kerja Kejuruan Las (iii) Pendidikan dan Pelatihan Bagi Pencari Kerja Kejuruan Otomotif (Sepeda Motor), (iv) Pendidikan dan Pelatihan Bagi Pencari Kerja Kejuruan Otomotif (Mekanik Alat Berat).
27
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
3.1.3. Target 1C : Menurunkan Hingga Setengahnya Proporsi yang Menderita Kelaparan dalam Kurun Waktu 1990-2015
Indikator
2010
2013
Target MDG 2015
Status
Penduduk
Sumber
TUJUAN 1. MENANGGULANGI KEMISKINAN DAN KELAPARAN Target 1 C : Menurunkan hingga setengahnya proporsi penduduk yang menderita kelaparan dalam kurun waktu 1990-2015 Profil Kesehatan Prevalensi balita dengan berat 1,8 Kabupaten Kutai 5,07 badan rendah/kekurangan gizi 14,6% Timur 2013 0.07 1.8a Prevalensi balita gizi buruk 1.8b Prevalensi balita gizi kurang 5,0 1,9 Proporsi penduduk dengan Tabulasi Indikator asupan kalori di bawah tingkat MDGs konsumsi minimum : 11,39 29,55 Kabupaten/Kota Tahun 2011 1.400 Kkal/kapita/hari (%) 29.55 2013 Kementrian 2.000 Kkal/kapita/hari (%) 74.06 PPN/Bappenas Status:
Sudah tercapai;
Akan tercapai;
Perlu Perhatian Khusus
Berkait dengan target 1C yang berupaya untuk menurunkan hingga setengahnya proporsi penduduk yang menderita kelaparan, beberapa hal sudah tercapai terutama untuk menurunkan balita gizi buruk. Namun berkait dengan konsumsi energi baik di bawah 1400 kkl maupun di bawah 2000 kkal belum memenuhi target.
3.1.3.1.
KEADAAN DAN KECENDERUNGAN
3.1.3.1.1. Indikator 1.8: Prevalensi Balita Dengan Berat Badan Rendah atau Kekurangan Gizi, Dibandingkan dengan Seluruh Jumlah Balita Status gizi diperoleh melalui indeks berat badan, umur, dan jenis kelamin. Indikator ini digunakan secara universal untuk memonitor status ketahanan pangan dan kesehatan penduduk. Indikator ini pun terbagi dua untuk melihat proporsi balita yang mengalami gizi buruk atau severe underweight under five age, dan proporsi balita dengan gizi kurang atau moderate underweight under five age. Di sepanjang tahun 2013 di Kabupaten Kutai Timur terdapat 7 Kasus gizi buruk. Kasus gizi buruk ini terjadi di Kecamatan Sangatta Selatan 3 balita, Kecamatan Kombeng 2 balita, Kecamatan Muara Wahau dan Batu Ampar dengan masing – masing 1 kasus gizi buruk balita. Sedangkan pada kasus gizi kurang, proporsi terbesar kasus terjadi di Wilayah Puskesmas Muara Bengkal sebesar
28
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
21,64%, Long Mesangat sebesar 16,45%, dan Puskesmas Sangatta Selatan sebesar 14,05%. Sedangkan untuk jumlah kasus gizi kurang terbanyak terjadi di wilayah Puskesmas Sangatta Selatan sebanyak 120 balita, Puskesmas Muara Bengkal sebanyak 95 balita, dan Puskesmas Sangatta Utara sebanyak 81 balita. Sedangkan proporsi kasus gizi kurang terkecil terjadi di Puskesmas Kaubun yaitu sebesar 1,79%, Puskesmas Sepaso sebesar 0,71%, dan Telen sebesar 0,52%.
Grafik 3.6. Status Gizi Balita (BB/TB) di Kutai Timur Tahun 2013
94.93% Gizi Baik Gizi Kurang Gizi Buruk
0.07%
5.00%
Sumber : Seksi Perbaikan Gizi Masyarakat Bidang Bina Kesehatan Masyarakat, Tahun 2013
3.1.3.1.2. Indikator 1.9: Proporsi Penduduk dengan Asupan Kalori di Bawah Tingkat Konsumsi Minimum Konsumsi energi rata-rata yang dianjurkan adalah 2.000 kkal per kapita per hari, dan konsumsi energi minimum adalah 1.400kkl per kapita per hari (70%).
Indikator ini digunakan untuk mengukur
besarnya penduduk yang mempunyai konsumsi energi yang sangat rendah sehingga memerlukan prioritas di dalam upaya perbaikan pangan dan gizi. Pencapaian Kabupaten Kutai Timur terhadap indikator ini meskipun menurun namun terlihat masih jauh dari target 2015. Menurut hasil pencapaian tujuan pertama MDG’s di tabel bawah ini,
pada umumnya telah
memperlihatkan perbaikan dan penurunan. Pada tahun 2011 terdapat 34.97% penduduk dengan konsumsi di bawah 1400 kkal, cenderung menurun pada tahun 2012 dan menurun tajam hingga 29.55% di tahun 2013. Sementara itu Konsumsi Penduduk di Bawah 2000 kkal memberi gambaran di tahun 2011 sebesar 72.5, meningkat menjadi 77.58 di tahun 2012 namun kembali menurun menjadi sebesar 74.06 di tahun 2013. Hal ini mencerminkan bahwa pemerintah telah mengusahakan untuk mencapainya dan terus melaksanakan pemantauan dan usaha lebih dengan waktu yang tersisa.
29
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Grafik 3.7. Konsumsi Penduduk di Bawah 1400 Kkl Kabupaten Kutai Timur 2011 - 2013
Konsumsi Penduduk di Bawah 1400 Kkl Kabupaten Kutai Timur 2011 -2013 36 35 34 33 32 31 30 29 28 27 26
34.97
34.57
29.55
Th 2011
Th 2012
Th 2013
Sumber: Laporan Hasiikator MDGs Kabupaten/Kota Tahun 2011 -2013 Kementrian PPN Bappenas
Grafik 3.8. Konsumsi Penduduk di Bawah 2000 kkal Kabupaten Kutai Timur 2011 - 2013
Konsumsi Penduduk di Bawah 2000 kkal Kabupaten Kutai Timur 2011 - 2013 78
77.58
76 74.06
74 72.5
72 70 68 2011
2012
2013
Sumber: Laporan Hasiikator MDGs Kabupaten/Kota Tahun 2011 -2013 Kementrian PPN Bappenas
Selain itu masih banyak penduduk yang hidup dengan konsumsi energi di bawah asupan kalori minimum dan rata-rata sehingga terdapat banyak masyarakat yang hidup dalam ketidakamanan secara ekonomi dan pangan yang dapat menyebabkan banyak hal lagi seperti kesehatan yang buruk dan tingkat produktivitas yang rendah. Pemerintah berupaya sekuat tenaga untuk memberantas
30
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
kemiskinan dan kelaparan yang mengancam kehidupan masyarakat, dan juga sebagai perwujudan komitmen kepada masyarakat global.
3.1.3.2.
TANTANGAN DAN UPAYA YANG DILAKUKAN
Kasus kekurangan gizi pada anak balita yang diukur dengan prevalensi anak balita gizi kurang dan gizi buruk digunakan sebagai indikator kelaparan, karena mempunyai keterkaitan yang erat dengan kondisi kerawanan pangan di masyarakat. Indikator kelaparan lainnya adalah tingkat konsumsi rata-rata energi penduduk di bawah 70 persen dari angka kecukupan gizi. Kondisi ini berdampak nyata terhadap pencapaian tujuan MDGs lainnya, seperti angka kematian anak dan akses terhadap pendidikan. Dalam penanganan masalah gizi, beberapa faktor yang mempengaruhi, antara lain, adalah masih tingginya angka kemiskinan; rendahnya kesehatan lingkungan; belum optimalnya kerjasama lintas sektor dan lintas program, melemahnya partisipasi masyarakat; terbatasnya aksesibilitas pangan pada tingkat keluarga terutama pada keluarga miskin; masih tingginya penyakit infeksi; belum memadainya pola asuh ibu; dan rendahnya akses keluarga terhadap pelayanan kesehatan dasar. Tantangan yang dihadapi pemerintah kabupaten Kutai Timur adalah kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap pangan yang sehat dan bergizi. Konsumsi pangan belum cukup beragam dan bergizi seimbang dan diverisifikasi pangan belum sesuai harapan. Rendahnya Keamanan Pangan Segar dan Pangan Olahan yang higienis. Oleh karena itu perlu dilaksanakan upaya peningkatan pengetahuan, keterampilan, sikap serta perubahan perilaku/budaya konsumsi pangan masyarakat kearah konsumsi pangan yang semakin beragam, bergizi seimbang, dan aman. Kekurangan gizi pada anak balita dan ibu hamil akan meningkatkan pengeluaran rumah tangga dan pemerintah untuk biaya kesehatan karena banyak warga yang mudah jatuh sakit akibat kurang gizi. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan pangan dalam rumah tangga terutama pada ibu hamil dan anak balita akan berakibat pada kekurangan gizi yang berdampak pada lahirnya generasi muda yang tidak berkualitas. Apabila masalah ini tidak diatasi maka dalam jangka menengah dan panjang akan terjadi kehilangan generasi (generation lost) yang dapat mengganggu kelangsungan berbagai kepentingan bangsa dan negara. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta tangkas dan cerdas. Bukti empiris menunjukkan bahwa hal ini sangat ditentukan oleh status gizi yang baik, dan status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah dan kualitas asupan pangan yang dikonsumsi. Masalah gizi kurang
31
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
dan buruk dipengaruhi langsung oleh faktor konsumsi makanan dan penyakit infeksi. Secara tidak langsung dipengaruhi oleh pola asuh, ketersediaan dan konsumsi pangan beragam, faktor sosialekonomi, budaya dan politik. Gizi kurang dan gizi buruk yang terus terjadi dapat menjadi faktor penghambat dalam pembangunan nasional. Dengan diperbaiknya konsumsi pangan dan statusi gizi, produktivitas masyarakat miskin dapat ditingkatkan sebagai modal untuk memperbaiki ekonominya dan mengentaskan diri dari lingkaran kemiskinan-kekurangan gizi-kemiskinan. Semakin banyak rakyat miskin yang diperbaiki konsumsi pangan dan status gizinya, akan semakin berkurang jumlah rakyat miskin. Upaya penanggulangan kemiskinan yang dapat meningkatkan akses rumah tangga terhadap pangan akan mempunyai daya ungkit yang besar dalam meningkatkan kesehatan dan produktivitas (Bank Dunia, 2006). Investasi gizi berperan penting untuk memutuskan lingkaran setan kemiskinan dan kurang gizi sebagai upaya peningkatan kualitas SDM. Beberapa dampak buruk kurang gizi adalah: rendahnya produktivitas kerja, kehilangan kesempatan sekolah, dan kehilangan sumberdaya karena biaya kesehatan yang tinggi. Dalam upaya untuk menurunkan gizi buruk Pemerintah Kabupaten Kutai Timur telah melaksanakan berbagai macam program, antara lain (i) Pemantauan Pertumbuhan Balita, Balita Bawah Garis Merah (BGM) dan Perawatan Balita Gizi Buruk; (ii) Pemantauan Garam Beryodium Tingkat Rumah Tangga; (iii) Penambahan Kapsul Vitamin A bagi Bayi, Balita dan Ibu Nifas dan Pemberian Tablet (Fe) pada Ibu Hamil; (iv) Pemantauan ASI Esklusif pada Anak Usia 0-6 Bulan; (v) Pendampingan Manajeman dan Operasional Kesehatan (BOK) Di Kabupaten dan (vi) Penanggulangan Kasus Gizi Buruk pada Balita. Pemerintah Kutai Timur juga berupaya untuk meningkatkan Gizi masyarakat dan kewaspadaan pangan dengan meningkatkan cadangan pangan daerah untuk mengantisipasi peningkatan kebutuhan lokal yang meliputi kebijakan untuk (i) Meningkatkan ketahanan pangan berbasis pada sumber daya alam yang dapat diperbaharui dengan memanfaatkan potensi sumber daya lokal dan perwilayahan komoditas pertanian; (ii) mengembangkan dan memperkuat kemampuan pengelolaan cadangan pangan daerah. Di sisi lain, berkaitan dengan akses pangan, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur juga telah menyusun kebijakan Peningkatan akses pangan beragam yang meliputi (i) Mengembangkan usaha budidaya keanekaragaman bahan pangan daerah; (ii) Melakukan diversifikasi produk dan konsumsi pangan. Berkait dengan kualitas pangan juga disusun kebijakan yang meliputi Mengembangkan produk pertanian yang memenuhi standar mutu pangan.
32
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
3.2.
TUJUAN 2: MENCAPAI PENDIDIKAN DASAR UNTUK SEMUA TUJUAN 2: MENCAPAI PENDIDIKAN DASAR UNTUK SEMUA
3.2.1. Target 2A: Menjamin Pada 2015 Semua Anak-Anak, Laki-Laki Maupun Perempuan Di Manapun Dapat Menyelesaikan Pendidikan Dasar Indikator
2010
2013
Target MDG 2015
Status
Sumber
Target 2A: Menjamin Pada 2015 Semua Anak-Anak, Laki-Laki maupun Perempuan di Manapun Dapat Menyelesaikan Pendidikan Dasar 2.1 Partisipasi di tingkat SD (APM) 97.30 96,38 100 2.1a Partisipasi di tingkat SMP (APM) 75,13 76,96 100 2.1b Partisipasi di tingkat SMA (APM) 47,18 69.03 100 BAPPEDA Dinas Proporsi Murid yang bersekolah hingga 2.2 100 100 Pendidikan kelas 5 2.2a Proporsi Murid yang tamat SD 100 100 2.3 Melek Huruf Usia 15-24 tahun 97.76 100 100 Status:
Sudah tercapai;
Akan tercapai;
Perlu Perhatian Khusus
Tabel di atas menunjukkan bahwa Proporsi Murid yang bersekolah hingga kelas 5 SD dan menamatkan pendidikan SD serta jumlah penduduk yang melek huruf telah mencapai target yang diharapkan. Sebaliknya, Angka Partisipasi Murni (APM) SD masih diperlukan perhatian khusus. Sementara itu, APM SMP dan SMA mengalami peningkatan meskipun masih cukup jauh dari target yang diharapkan.
3.2.1.1.
KEADAAN DAN KECENDERUNGAN
APM (Angka Partisipasi Murni) menunjukkan seberapa banyak penduduk usia sekolah yang sudah dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan sesuai dengan usia pada jenjang pendidikannya. Jika dilihat APM SD di Kabupaten Kutai Timur pada rentang antara tahun 2010 hingga 2013 terjadi peningkatan. Peningkatan paling signifikan terjadi adalah pada tahun 2010 ke 2011 yaitu dari 97.30% menjadi 99.51%. Sementara itu, kenaikan sejak tahun 2011 hingga tahun 2013 tidak sedemikian signifikan yaitu 99.58% (2012) dan 99.66% (2013). Pada jenjang berikutnya – SMP - APM pada kurun tahun 2010 hingga 2013 mengalami kenaikan dan penurunan yang cukup signifikan. Penurunan terjadi pada 2010 ke 2011 yaitu dari 75.13% menjadi 62.53%. Namun demikian, pada kurun berikutnya terjadi peningkatan yang signifikan yaitu 84.29% (2012) dan 97.01% (2013). Sementara itu, APM pada jenjang
33
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
SMA mengalami kenaikan – dan bahkan melebihi target – yang cukup signifikan namun sekaligus juga penurunan. Penurunan terjadi pada kurun waktu tahun 2012 ke 2013 yaitu dari 111.64 menjadi 96.03. Bila dilihat dari sisi acuan dasar APM maka rata-rata anak SD, SMP, hingga SMA di Kabupaten Kutai Timur, dapat dikatakan, hampir semuanya tidak pernah tinggal kelas. Dengan kata lain, APM SD dan SMP di Kabupaten Kutai Timur cukup baik. Berikut ini gambarannya dalam tabel. Tabel 3.1. Angka Partisipasi Murni Kabupaten Kutai Timur 2011 - 2013 No
APM
2010
2011
2012
2013
1
Sekolah Dasar (SD)
97,30
99,51
99,58
99,66
2
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)
75,13
62,58
84,29
97,01
3
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)
47.18
80.91
111.64
96.03
Sumber: BAPPEDA Kabupaten Kutai Timur 2013
Program wajib belajar 9 tahun merupakan pendidikan yang seyogyanya diperoleh dan ditempuh oleh seluruh anggota masyarakat Indonesia. Oleh sebab itulah, melihat data APM di atas, dapatlah dikatakan bahwa program tersebut mampu berjalan dengan baik. Di samping itu, data di atas juga menunjukkan bahwa anak-anak usia 6 hingga 15 tahun yang tinggal di Kabupaten Kutai Timur, secara umum, dari tahun ke tahun mampu mengakses seluruh fasilitas pendidikan yang ada. Namun demikian, akses pendidikan tidak hanya dinikmati oleh mereka yang berusia 6 hingga 15 tahun. Hal ini dapat dibuktikan dengan Angka Partisipasi Kasar (APK) di Kabupaten Kutai Timur dimana APK tahun 2010 adalah 114.47%, selanjutnya 120.36% (2011), 125.52% (2012), dan 119.88% (2013). Meskipun bukan ―berita baik‖, namun data tersebut, setidaknya, menunjukkan bahwa fasilitas pendidikan yang ada di Kabupaten Kutai Timur cukup mampu menopang kebutuhan masyarakat akan pendidikan. Secara keseluruhan, sarana pendidikan baik sejak TK, SD hingga ke tingkat menengah ke atas semakin meningkat dari tahun ke tahun. Baik sarana pendidikan mulai dari TK hingga ke tingkat menengah ke atas, jumlahnya semakin meningkat. Jumlah TK meningkat dari tahun ke tahun, dari 125 unit di tahun 2011 meningkat menjadi 135 unit di tahun 2012. Demikian pula dengan jumlah SD, dari 178 unit pada tahun 2011 meningkat menjadi 190 pada tahun 2012. Jumlah sekolah setingkat SLTP meningkat dari 72 menjadi 74 unit di tahun 2012. Namun di tingkat SLTA justru mengalami penyusutan, dari 38 unit menjadi 23 unit di tahun 2012. Pada tahun 2013 terjadi peningkatan jumlah sekolah baik pada tingkat SD, SLTP maupun SLTA. Untuk tingkat SD terdapat kenaikan dari 190 SD menjadi 204, sedangkan SLTP dari 74 menjadi 82 dan untuk jenjang pendidikan SLTA masih seperti kondisi tahun 2012.
34
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Usaha untuk mewujudkan Tujuan 2 dalam MDGs ini juga ditempuh oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Timur melalui cara lain. Data di muka juga menunjukkan kenyataan lain dimana proporsi murid yang bersekolah hingga kelas 5 SD dan yang mampu menamatkan SD pada tahun 2013 mencapai 100%. Sementara itu, jumlah penduduk yang melek huruf pada usia 15 hingga 24 tahun dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, meski tidak begitu signifikan. Pada tahun 2010, jumlah penduduk usia 15 hingga 24 tahun yang melek huruf adalah 97.76%, berikutnya 98.00% (2011), 98.23% (2012), dan 100% (2013). Masyarakat yang literate memberi kesempatan mereka untuk membuka cakrawala pandang yang, dengan cara demikian itu, mereka akan mampu berinovasi maupun berkreasi yang lebih baik. Oleh sebab itu, angka melek huruf yang terus meningkat tersebut menjanjikan sebuah proses perkembangan dan hasil yang lebih baik.
3.2.1.2.
TANTANGAN DAN UPAYA YANG DILAKUKAN
Pendidikan bertujuan mempersiapkan masyarakat untuk memproleh masa depan yang lebih baik. Oleh karena itu penyediaan sarana dan prasarana pendidikan menjadi salah satu jalan untuk mendorong terwujudnya tujuan di atas. Di seluruh kecamatan di Kabupaten Timur telah terdapat sekolah dari tingkat TK hingga ke SMU atau SMK. Hampir semua kecamatan memiliki sekolah setingkat SLTA, baik itu SMA maupun SMK, meskipun jumlahnya terbatas. Namun demikian, harus diakui, banyak hal lain yang berkait dengan penyelenggaraan sarana dan prasarana pendidikan demi meningkatkan dan mewujudkan tujuan pendidikan untuk semua. Untuk itu, beberapa upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Timur. Beberapa upaya tersebut antara lain adalah: 1.
Program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
2.
Program Pendidikan Non Formal
3.
Program Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan
4.
Program Manajemen Pelayanan Pendidikan
5.
Program Wajib Belajar 12 Tahun Pendidikan Dasar dan Menengah
6.
Program Pendidikan Luar Biasa
7.
Program Peningkatan Pendidikan Agama
8.
Program Pembinaan dan Pemasyarakatan Olah Raga
9.
Program Pengawas Sekolah
Dalam program PAUD ada beberapa kegiatan yang dilaksanakan. Di antara 9 kegiatan yang dilaksanakan dalam program ini, 6 di antaranya dapat dikatakan cukup efisien, 1 kegiatan selesai sesuai rencana, dan 2 di antaranya tidak tuntas. Dua kegiatan tersebut terakhir adalah:
35
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
1). Penyelenggaraan pendidikan anak usia dini; 2). Pengembangan Kurikulum Bahan Ajar dan Modul Pembelajaran TK. Dari pendanaan yang ada, kegiatan pertama hanya mampu menyerap 67.71% dengan realisasi fisik 67.71% pula. Sementara kegiatan yang kedua tersebut hanya mampu menyerap dana 72.40% dengan realisasi fisik 72.40%. Beberapa hal yang diperkirakan dapat menghambat terserapnya dana dan realisasi fisiknya. Hal-hal tersebut antara lain persoalan administrasi, sistem keuangan, dan kinerja para petugas yang bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan tersebut. Program lain yang telah dilaksanakan namun juga mengalami persoalan yang serupa adalah Program Wajib Belajar 12 Tahun Pendidikan Dasar dan Menengah. Di dalam program ini terdapat 3 kegiatan yang tidak tuntas yaitu: 1). Pembangunan Pagar, Taman, Lapangan Upacara, Fasilitas Parkir Untuk Pendidikan Dasar; 2). Monitoring Penerimaan Siswa Baru Pada Pendidikan Menengah; 3). Pengadaan Buku Teks Pelajaran (BSE) SD dan SMP. Masing-masing kegiatan tersebut hanya mampu menyerap dan menyelesaikan kegiatan: 91.54% dan 96.00%, 98.23% dan 94.00%, 96.90% dan 97.00%. Data ini menunjukkan bahwa kegiatan monitoring (kegiatan 2) bahkan menyerap dana yang lebih banyak dari hasil fisik yang terealisasi. Diduga, persoalan yang sama dengan di atas – administrasi, keuangan, dan kinerja petugas yang bertanggung jawab pada kegiatan – menjadi penyebab ketidaktuntasan ketiga kegiatan tersebut. Sebagaimana yang telah terurai di atas, dapat dikatakan bahwa seluruh upaya yang dilakukan telah cukup berhasil dengan efisien. Hanya ada dua program yang mesti mendapat perhatian bagi semua pihak untuk diubah, dirancang ulang, dan atau dikelola dengan lebih profesional. Pendidikan telah menjadi indikator yang cukup signifikan untuk kemajuan suatu daerah. Oleh sebab itu, pengelolaan seluruh program dan kegiatan masti dilakukan secara sungguh-sungguh dan dengan membangun kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait dan beneficieries.
36
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
3.3.
TUJUAN 3: MENDORONG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
KESETARAAN
GENDER
DAN
TUJUAN 3. MENDORONG KESETARAAN GENDER DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
Acuan (2010)
Target MDG Status Saat Ini Sumber 2015 (2013) Target 3A: Menghilangkan Ketimpangan Gender di Tingkat Pendidikan Dasar dan Lanjutan Pada Tahun 2005 dan di Semua Jenjang Pendidikan Tidak Lebih Dari Tahun 2015 Rasio Anak perempuan di Sekolah 100 3.1 101.68 98.81 Dasar Indikator
3.1a 3.1b 3.1c 3.2 3.3 3.4 Status:
Rasio Anak perempuan di Sekolah Menengah Pertama Rasio Anak perempuan di Sekolah Menengah Atas Rasio Anak perempuan di Perguruan Tinggi Rasio melek huruf Perempuan usia 15-24 Thn Kontribusi perempuan dalam pekerjaan upahan di sektor non pertanian Perempuan di DPRD Sudah tercapai;
Akan tercapai;
97.96
92.04
100
97.34
98.24
100 100
6.50 90.15
100.00
100
30.00
23.37
100
7.15
13,33
10
BAPPEDA Dinas Pendidikan
Perlu Perhatian Khusus
Tabel di atas menunjukkan bahwa Rasio Anak Perempuan baik di SD dan SMP masih perlu memperoleh perhatian, meskipun tidak jauh dari target yang diharapkan. Rasio Anak Perempuan di SMA mengalami peningkatan namun perlu upaya agar dalam waktu kurang dari setahun ini dapat mencapai target yang diharapkan. Sementara itu, Kontribusi Perempuan dalam Pekerjaan Upahan di Sektor Non Pertanian mengalami penurunan dan memerlukan perhatian khusus karena masih jauh dari target yang diharapkan. Sebaliknya, hanya Rasio Melek Huruf Perempuan dan keterlibatan Perempuan di DPRD yang telah mencapai target yang diharapkan.
37
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
3.3.1. KEADAAN DAN KECENDERUNGAN Gender adalah pemberian makna dan peran tertentu kepada jenis kelamin 2 dengan segala sesuatu yang tidak berkait sama sekali dengan hal itu dalam kehidupan sehari-hari. Karakter biologis manusia, sejak dilahirkan ke dunia, tidak diperlengkapi dengan hak, kewajiban, serta perannya di dalam masyarakat. Tiga karakter yang disebut terakhir tersebut diberikan oleh masyarakat di mana seseorang kemudian hidup dan tumbuh sebagai manusia di tengah masyarakatnya. Seseorang yang tumbuh dan berkembang dengan jenis kelamin perempuan (vagina), misalnya, dalam kehidupan sehari-hari mesti mengasuh anak, membersihkan rumah, dan memasak. Sementara itu, jika ia berjenis kelamin laki-laki (penis) maka di kemudian hari akan menjadi kepala keluarga yang berkewajiban memenuhi nafkah dan kebutuhan keluarganya. Kondisi dan situasi tersebut pun terjadi di Kabupaten Kutai Timur. Data hasil house-hold survey 2014 menunjukkan fakta seperti berikut. Tabel 3.2. Aktivitas yang dikerjakan suami jika ia berada di rumah AKTIVITAS YANG DIKERJAKAN SUAMI JIKA IA BERADA DI RUMAH Merawat Anak Mencuci pakaian Menyetrika Pakaian Memasak Membersihkan rumah Memelihara/memperbaiki rumah Menampung air Pengumpulan kayu bakar/bahan bakar Belanja Lainnya
Tidak Ada N % 72 14,4 65 13,0 72 14,4 54 10,8 58 11,6 26 5,2 36 7,2 30 6,0 58 11,6 452 90,4
Sering N 117 31 17 35 80 214 246 165 45 0
% 23,4 6,2 3,4 7,0 16,0 42,8 49,2 33,0 9,0 ,0
Tidak Pernah N % 92 18,4 168 33,6 283 56,6 169 33,8 67 13,4 28 5,6 50 10,0 231 46,2 132 26,4 48 9,6
Total N 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500
% 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
Sumber: Hasil Survei Rumah Tangga 2014
Data dalam tabel di atas menjadi fakta yang jelas dimana pemberian makna pada jenis kelamin memiliki konsekuensi dalam peran yang dijalankan oleh masing-masing jenis kelamin dalam kehidupan sehari-hari di dalam keluarga. Data di atas menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak beraktivitas yang berkaitan dengan ―kewajibannya‖ sebagai kepala keluarga seperti, memelihara/memperbaiki rumah, menampung air, dan pengumpulan kayu bakar/bahan bakar, tiga aktivitas untuk melindungi dan menjaga kelangsungan hidup seluruh anggota keluarganya. Dengan melekati setiap orang dengan hak, kewajiban, dan perannya masing-masing, muncul pula pandangan-pandangan khas terhadap perempuan dan laki-laki. Pada titik ini, muncullah pandangan bahwa oleh sebab laki-laki akan dan
2
Vagina atau penis, karakter biologis pada manusia yang membedakan seseorang disebut sebagai perempuan atau laki-laki.
38
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
harus menjadi kepala keluarga maka ia ―lebih berhak‖ untuk menjadi kuat secara fisik – untuk menjelajahi hutan dan gunung demi memperoleh makanan untuk istri dan anak-anaknya - dan memperoleh pendidikan yang lebih layak – untuk bekal mencari pekerjaan yang lebih baik demi menafkahi anak-istrinya - daripada perempuan yang nantinya ―hanya‖ akan menjadi isteri dan ibu bagi anak-anaknya yang hampir seluruh aktivitas ―wajib‖-nya dikerjakan di rumah. Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika salah satu tujuan pembangunan manusia di Indonesia adalah mencapai kesetaraan gender di berbagai bidang pembangunan, pekerjaan, dan politik. Pencapaian kesetaraan gender tersebut akan mendukung upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, baik laki-laki maupun perempuan dan di bidang pendidikan, upaya untuk meningkatkan kesetaraan gender dilakukan dengan memberikan akses dan kesempatan yang sama bagi perempuan dan laki-laki. Akses dan kesempatan yang diberikan kepada perempuan maupun laki-laki yang paling tampak memang dalam bidang pendidikan. Sampai saat ini, masyarakat dunia masih meyakini bahwa melalui pendidikanlah manusia dapat berkembang dan mampu berkontribusi dalam mengembangkan lingkungan sekitarnya. Data dalam tabel MDGs Target 3A di muka menunjukkan bahwa kondisi kesetaraan gender di Kabupaten Kutai Timur pada jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA berbeda satu dengan yang lain. Pada jenjang pendidikan SD dan SMP, kesetaraan gender peserta didiknya masih dapat dipandang secara optimis dimana diantara 100 murid laki-laki di SD dan SMP terdapat 98 dan 92 orang murid perempuan. Sementara di jenjang SMA, sumber data yang sama menunjukkan fakta dimana diantara 100 orang murid laki-laki terdapat sekitar 98 orang murid perempuan. Berikut ini data antarwaktu selengkapnya. Tabel 3.3. Rasio Perempuan dan Laki-laki dalam Pendidikan Indikator Rasio Anak perempuan di Sekolah Dasar Rasio Anak perempuan di Sekolah Menengah Pertama Rasio Anak perempuan di Sekolah Menengah Atas Rasio Anak perempuan di Perguruan Tinggi Rasio melek huruf Perempuan usia 15-24 Thn Kontribusi perempuan dalam pekerjaan upahan di sektor nonpertanian
Tahun 2010 101.68
2011 107.22
2012 102.19
2013 98.81
97.96
113.41
93.14
92.04
97.34
80.91
111.64
98.24
6.50
Tidak ada data
Tidak ada data
Tidak ada data
90.15
100.00
100.00
100.00
30.00
23.37
19.42
22.33
Sumber: BAPPEDA Kabupaten Kutai Timur 2014
Data antarwaktu di atas menunjukkan fenomena yang berbeda dengan data yang ditunjukkan dalam tabel MDGs Target 3A di muka. Data di atas menunjukkan adanya kenaikan dan sekaligus penurunan
39
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Rasio Anak Perempuan, dari jenjang SD, SMP hingga SMA. Kenaikan di jenjang SD terjadi dari tahun 2010 (101.68%) ke tahun 2011 (107.22%). Namun demikian, pada tahun-tahun berikutnya terjadi penurunan yang cukup signifikan. Fenomena yang sama juga terjadi pada jenjang SMP, meningkat pada kurun tahun 2010 ke tahun 2011 dan mengalami penurunan setelah itu. Pada jenjang SMA, perubahan rasio anak perempuan ini agak berbeda: menurun – meningkat – dan menurun lagi. Perubahan fluktuatif dalam rasio antara perempuan dengan laki-laki dalam pendidikan setidaknya berkait dengan dua hal. Pertama, migrasi. Sebagai sebuah kabupaten hasil pemekaran, Kutai Timur tidak hanya menjanjikan harapan hidup lebih baik bagi penduduk yang telah ada di wilayah tersebut melainkan juga bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya dan, bahkan, orang-orang dari luar Kalimantan Timur dan Kalimantan secara umum. Namun demikian, sebaliknya, tentulah tidak sedikit pula penduduk yang keluar dari Kutai Timur untuk menempuh pendidikan dan atau mencari pekerjaan ke kota besar, baik di Kalimantan Timur maupun luar Kalimantan. Migrasi yang tak terelakkan tersebut – datang ke dan pergi dari Kutai Timur - seringkali juga tidak mesti disertai perpindahan dan atau penghapusan status kependudukan di Kutai Timur. Sementara itu, pada sisi yang lain, penghitungan rasio antara perempuan dengan laki-laki dalam pendidikan hanya didasarkan kepada jumlah murid yang ada pada masing-masing sekolah tanpa melihat identitas kependudukan murid-murid tersebut. Dengan cara demikian itulah, rasio antara murid perempuan dengan laki-laki dapat berubah secara fluktuatif. Kedua, berkait dengan cara pandang sebagaimana telah terurai terdahulu. Harus diakui, masih tidak mudah mengubah cara pandang masyarakat yang lebih sering menempatkan perempuan ―di belakang‖ laki-laki. Di dalam keluarga-keluarga yang mengalami kesulitan secara ekonomis, di berbagai tempat di Indonesia, jika menyangkut biaya sekolah maka anak laki-laki akan lebih diprioritaskan untuk sekolah daripada anak perempuan. Atau, ―tradisi emas kawin‖ yang telah diubah dalam bentuk rupiah, seringkali menyulitkan posisi perempuan di dalam keluarganya. Jika perempuan terdidik maka ―harga‖ emas kawinnya akan mahal dan jika mahal maka bisa jadi banyak laki-laki yang mesti mempertimbangkan ulang (tepatnya, berhitung) kalau berkehendak mengawini perempuan tersebut. Dengan kata lain, dalam keluarga miskin, lebih baik anak perempuan tidak sekolah terlalu tinggi agar ia bisa segera menikah sehingga dapat mengurangi beban keluarganya. Tidak mengherankan, dengan demikian, jika masih lebih banyak perempuan yang hanya mampu baca tulis daripada yang memiliki kemampuan lebih.
40
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
3.3.2. TANTANGAN DAN UPAYA YANG DILAKUKAN Sebagaimana telah diungkapkan di muka bahwa salah satu tujuan pembangunan manusia di Indonesia adalah mencapai kesetaraan gender di berbagai bidang pembangunan, pekerjaan, dan politik. Pencapaian kesetaraan gender tersebut akan mendukung upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Namun demikian, upaya tersebut tentu tidaklah mudah. Utamanya, kesadaran gender yang terwujud dalam pengarusutamaan gender (PUG) setiap program dan kegiatan pembangunan masih dapat dikatakan kurang. Dengan kata lain, program dan kegiatan yang berkait dengan kesataraan gender masih dibebankan kepada badan atau institusi yang menangani pemberdayaan perempuan. Meski begitu, program dan kegiatan yang dilaksanakan tidak mesti berkait dengan pembangunan kesadaran gender secara langsung. Terlepas dari itu, berikut ini upaya-upaya yang telah dilaksanakan oleh Kabupaten Kutai Timur dalam rangka pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Beberapa upaya yang telah dilaksanakan oleh Kabupaten Kutai Timur dalam kaitannya dengan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak antara lain adalah: 1.
Program Penguatan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender dan Anak
2.
Program Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan
3.
Program Peningkatan Peran Serta dan Kesetaraan Gender dalam Pembangunan
Di antara berbagai kegiatan yang ada dalam masing-masing program, hanya satu kegiatan yang mampu diselesaikan secara tuntas, baik dari realisasi dana dan fisiknya, yaitu Pengembangan Materi dan Pelaksanaan KIE Tentang Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) dalam program Penguatan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender dan Anak. Berikut ini program dan kegiatan yang kurang dapat menyerap dana yang ada dan tidak berhasil merealisasikan kegiatannya secara fisik. 1. Program Penguatan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender dan Anak
41
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Tabel 3.4. Realisasi Program Penguatan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender dan Anak No
Kegiatan
Dana (Rp)
1. 2.
Advokasi dan Fasilitasi PUG Bagi Perempuan Pengembangan Materi dan Pelaksanaan KIE Tentang Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) Pembuatan Peraturan Pengarusutamaan Gender Peringatan Hari Anak Pelatihan Tenaga Pendamping KDRT Pemberdayaan Forum Anak Peningkatan SDM Pengurus P2TP2A Rantis KLA dan Penyususnan Perbup. Tentang Percepatan Kutim Menuju Kabupaten Layak Anak Seleksi Tunas Muda Pemimpin Indonesia Sosiaisasi KDRT dan P2TP2A Peningkatan Pengadaan dan Pelayanan Sekeretariat P2TP2A Kab. Kutai Timur Peringatan Hari Ibu Ke-85
80.000.000
Realisasi (%) Keu. Fisik 96,16 96,16
24.185.450
100,00
100,00
89.910.000 162.005.000 104.875.000 131.650.000 100.000.000
96,33 83,92 99,85 87,59 95,94
96,33 83,92 99,85 87,59 95,94
197.685.500
73,83
73,83
131.759.500 173.350.000
84,32 97,51
84,32 97,51
52.000.000
50,73
50,73
281.775.000
59,65
59,65
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Sumber: Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB Kabupaten Kutai Timur Tahun 2014
2. Program Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan
Tabel 3.5. Program Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan No
Kegiatan
1. 2.
Peringatan Hari Kartini Pembinaan dan Penilaian Peningkatan Pera Wanita Menuju Keluarga Sehat Sejahtera (P2WKSS) Pembinaan dan Penilaian Kebijakan Perlindungan Tenaga Kerja Wanita
3.
Realisasi (%) Keu. Fisik 98,91 98,91 95,90
95,90
99,10
99,10
3. Program Peningkatan Peran Serta dan Kesetaraan Gender dalam Pembangunan
Tabel 3.6. Realisasi Program Peningkatan Peran Serta dan Kesetaraan Gender dalam Pembangunan No
Kegiatan
1.
Kegiatan Bimbingan Manajemen Usaha Bagi Perempun Dalam Mengelola Usaha
2.
Promosi Hasil Karya Perempuan dibidang Pembangunan Pembentukan Model Desa Prima (Perempuan Indonesia Maju Mandiri)
3.
Dana (Rp)
Realisasi (%) Keu. Fisik
42.903.000
84,65
84,65
245.000.000
98,22
98,22
100.000.000
94,83
94,83
Sumber: Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB Kabupaten Kutai Timur Tahun 2014
42
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Data dalam ketiga tabel program di atas menunjukkan hasil yang masih jauh dari memuaskan. Faktor-faktor umum yang menyebabkan kekurangberhasilan kegiatan di atas antara lain adalah administrasi, sistem keuangan, dan kinerja petugas-petugas yang menangani kegiatan tersebut. Pada titik inilah tantangan pembangunan kesetaraan gender di Kabupaten Kutai Timur masih cukup panjang. Tantangan pun tidak hanya berhenti sampai di situ. Pendataan terhadap segala sesuatu yang berkait dengan upaya membangun kesadaran gender ini juga lemah. Hal ini terbukti tidak adanya data Rasio Anak perempuan di Perguruan Tinggi dan Rasio melek huruf Perempuan usia 15-24 tahun. Setidaknya, ada tiga hal berkait dengan hal itu. Pertama, boleh jadi kemampuan petugas pendatanya tidak memiliki ketrampilan yang memadai.
Kedua, pengarsipan/penyimpanan/
storing data
tidak dilakukan dengan baik. Ketiga, kedua data tersebut – rasio perempuan di perguruan tinggi dan perempuan melek huruf – dipandang tidak penting. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan untuk membangun kesetaraan gender, namun tampaknya tantangan ke depan belumlah akan hilang. Kerja keras masih sangat dibutuhkan.
43
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
3.4.
TUJUAN 4: MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN ANAK
4 TUJUAN 4: MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN ANAK
TARGET 4A:
MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN BALITA (AKABA) HINGGA DUA PERTIGA DALAM KURUN WAKTU 1990- 2015
Acuan Dasar (2010)
Indikator
Saat Ini (2013)
Target Status MDG 2015
Sumber
TUJUAN 4: MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN ANAK Llll Target 4A: Menurunkan Angka Kematian Balita (AKABA) hingga dua pertiga dalam kurun waktu 1990-2015 4.1 Angka Kematian Balita per 1000 32 16 32 kelahiran hidup Profil 4.2 Angka Kematian Bayi (AKB) per 1000 Kesehatan 17 14 23 kelahiran hidup 2014, RAD MDGS 4.2a Angka Kematian Neonatal per 1000 11 13 Menurun Kutim, kelahiran hidup 2011 4.3 Persentase anak usia 1 tahun yang diimunisasi campak Status:
Sudah tercapai;
90,0% Akan tercapai;
116,29% Meningkat
Perlu Perhatian Khusus
Dalam upaya untuk menurunkan angka kematian anak ini beberapa indikator telah tercapai, yakni angka kematian balita per 1000 kelahiran telah tercapai, juga menurunkan angka kematian bayi per 1000 kelahiran maupun presentasi anak usia 1 tahun yang telah diimunisasi campak. Akan tetapi upaya untuk menurunkan angka kematian Neonatal per 1000 kelahiran belum tercapai dan memerlukan perhatian khusus.
3.4.1 KEADAAN DAN KECENDERUNGAN 3.4.1.1.
Angka Kematian Balita
Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah anak yang meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun yang dinyatakan sebagai angka per 1.000 kelahiran hidup. AKABA merepresentasikan risiko terjadinya kematian pada fase antara kelahiran dan sebelum umur 5 tahun. Capaian AKABA Kabupaten Kutai Timur pada tahun 2013 sebesar 16 per 1.000 Kelahiran hidup. Capaian ini sejalan dengan
44
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
estimasi AKABA Provinsi Kalimantan Timur, dimana menurut SDKI Provinsi Kalimantan Timur akan mengalami penurunan AKABA dan telah mencapai target MDG’s 2015 yaitu tidak lebih dari 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Kematian Balita Kabupaten Kutai Timur tahun 2013 pada masing-masing Puskesmas, ditunjukkan pada gambar berikut :
Grafik 3.9. Kematian Balita Berdasarkan Puskesmas di Kutai Timur Tahun 2013
Sumber : Profil Kesehatan Kutai Timur Tahun 2014
Selama
tahun
2013
tercatat
terdapat
5
Puskesmas
memiliki
kasus
kematian
tinggi
(berkisar 8 – 13 kasus). Jumlah Kematian tertinggi terjaedi di Kecamatan Bengalon yang diwakili oleh Puskesmas Sepaso yaitu sebesar 13 kasus, disusul Puskesmas Karangan dengan 10 Kasus, Puskesmas Kongbeng dengan 9 kasus, Puskesmas Kaliorang dan Muara Bengkal dengan 8 kasus. Hasil kajian terhadap angka kematian anak sebagai besar disebabkan oleh kematian yang disebabkan oleh memburuknya kondisi kemiskinan keluarga serta terbatasnya akses pelayanan kesehatan anak.
3.4.1.2.
Angka Kematian Bayi
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah penduduk yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun yang dinyatakan dalam 1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. Usia bayi merupakan kondisi yang rentan baik terhadap kesakitan maupun kematian. Angka Kematian Bayi ini merupakan indikator utama dalam menilai status sosial ekonomi keluarga, kondisi pelayanan kesehatan anak serta kondisi makro ekonomi daerah. Semakin banyak bayi yang meninggal akan mengindikasi semakin
45
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
memburuknya kondisi ekonomi pada tingkat keluarga maupun masyarakat. Kabupaten Kutai Timur selama tahun 2013 berdasarkan sistem pelaporan Pemantauan Wilayah Sekitar Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA) didapatkan jumlah kematian bayi sebesar 91 kasus dari 6.378 kelahiran hidup di tahun 2013 dengan demikian tingkat kematian bayi adalah sebesar 14 per 1.000 kelahiran hidup. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan Angka Kematian Bayi pada tahun 2012 yaitu sebesar 18 per 1.000 kelahiran hidup. Angka ini juga masih lebih rendah dari angka Provinsi Kalimantan Timur, dan telah mencapai target MDGs untuk AKB pada tahun 2015 sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup.
3.4.1.3.
Angka Kematian Neonatal
Apabila dilihat dari sisi kelompok umur penyebab kematian Balita, maka dapat terlihat bahwa kelompok usia 0 – 28 Hari (Neonatal) merupakan kelompok dengan penyumbang kematian Balita terbesar disusul kelompok usia 1 – 12 bulan (Bayi). Kematian neonatal yang mendominasi kematian balita sebesar 84% dengan jumlah absolut 85 kasus, disebabkan oleh 28 kasus aspiksia, 24 kasus kelahiran prematur, 9 kasus berat bayi lahir rendah (BBLR), 3 kasus akibat infeksi, dan 20 kasus akibat kasus lain. Berbagai upaya dapat dilakukan agar adanya penurunan kematian balita. Pada usia neonatal yaitu meningkatkan keterjangkauan akses pelayanan neonatal, inisiasi menyusui dini dan perlindungan tetanus nenatorum. Untuk kelompok Bayi dan anak balita upaya yang dapat dilakukan berupa peningkatan cakupan imunisasi dasar, dan dukungan peningkatan akses pelayanan kesehatan bagi bayi dan anak balita.
Grafik. 3.10. Kematian Bayi Berdasarkan Puskesmas Di Kutai Timur Tahun 2013
Sumber : Profil Kesehatan Kutai Timur Tahun 2014
46
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Kecamatan Bengalon yang diwakili oleh Puskesmas Sepaso menjadi daerah dengan kematian bayi terbesar yaitu sebanyak 12 bayi berbanding 479 kelahiran hidup. Semua kematian bayi yang terjadi di Puskesmas Sepaso merupakan bayi yang belum mencapai usia 1 bulan atau neonatal. Selain Puskesmas Sepaso terdapat pula 5 puskesmas lain yang tergolong memiliki jumlah kematian bayi tinggi di Kutai Timur, yaitu Puskesmas Kongbeng dan Karangan dengan kematian 9 bayi, Puskesmas Muara Bengkal dengan 8 bayi, serta Puskesmas Muara Ancalong dan Kaliorang dengan 7 bayi.
3.4.1.4.
Tingkat Imunisasi Campak
Program imunisasi merupakan salah satu upaya untuk melindungi penduduk terhadap penyakit tertentu. Beberapa penyakit menular yang termasuk ke dalam penyakit yang dapat dicegah dengan Imunisasi (PD3I) antara lain : Difteri, Tetanus, Hepatitis B, radang selaput otak, radang paru-paru, pertusis, dan polio. Proses perjalanan penyakit diawali ketika virus/ bakteri/ protozoa/ jamur, masuk ke dalam tubuh. Setiap mahluk hidup yang masuk ke dalam tubuh manusia akan dianggap benda asing oleh tubuh atau yang disebut dengan antigen. Secara alamiah sistem kekebalan tubuh akan membentuk zat anti yang disebut antibodi untuk melumpuhkan antigen. Pada saat pertama kali antibodi ―berinteraksi‖ dengan antigen, respon yang diberikan tidak terlalu kuat. Hal ini disebabkan antibodi belum ―mengenali‖ antigen. Pada interaksi antibodi-antigen yang ke-2 dan seterusnya, sistem kekebalan tubuh sudah memiliki ―memori‖ untuk mengenali antigen yang masuk ke dalam tubuh, sehingga antibodi yang terbentuk lebih banyak dan dalam waktu yang lebih cepat. Proses pembentukan antibodi untuk melawan antigen secara alamiah disebut imunisasi alamiah. Sedangkan program imunisasi melalui pemberian vaksin adalah upaya stimulasi terhadap sistem kekebalan tubuh untuk menghasilkan antibodi dalam upaya melawan penyakit dengan melumpuhkan ―antigen‖ dilemahkan yang berasal dari vaksin. Program imunisasi campak diberikan merupakan kelengkapan anak mendapatkan pelayanan imunisasi. Sebagai salah satu kelompok yang menjadi sasaran program imunisasi, setiap bayi wajib mendapatkan lima imunisasi dasar lengkap (LIL) yang terdiri dari : 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis polio, 1 dosis hepatitis B, dan 1 dosis campak. Dari kelima imunisasi dasar lengkap yang diwajibkan tersebut, campak merupakan imunisasi yang mendapat perhatian lebih yang dibuktikan dengan komitmen Indonesia pada lingkup ASEAN dan SEARO untuk mempertahankan cakupan imunisasi campak sebesar 90%. Hal ini terkait dengan realita bahwa campak adalah penyebab utama kematian pada balita. Dengan demikian pencegahan campak memiliki peran signifikan dalam penurunan angka kematian balita. Kutai Timur pada tahun 2013 menunjukkan bahwa capaian imunisasi campak untuk
47
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
anak di bawah 1 tahun adalah 116,29%. Capaian tersebut telah memenuhi target 90% yang menjadi komitmen Indonesia pada lingkup regional. Terdapat 4 Puskesmas yang memiliki capaian di bawah target yaitu : Puskesmas Muara Wahau, Kaliorang, Teluk Pandan dan Batu Ampar, namun tidak ada disparitas antar capaian puskesmas. Capaian terendah terdapat di Puskesmas Kaliorang dengan capaian 78,9%, sedangkan capaian tertinggi terdapat di Puskesmas Muara Wahau II dengan 262,2%.
3.4.2 TANTANGAN DAN UPAYA YANG DILAKUKAN MDGs menargetkan pengurangan sekitar sepertiga dari kondisi angka kematian bayi pada tahun 2015. Hal ini berarti bahwa angka kematian bayi pada tingkat nasinal berkisar 32 per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan angka kematian anak, pemerintah merujuk pada anak di bawah usia lima tahun (balita). Ini merupakan pembedaan yang bermanfaat, yang menunjukkan proporsi anak yang meninggal, baik ketika masih bayi ataupun sebelum mencapai usia lima tahun. Guna mencapai tujuan ini maka salah satu hal yang paling penting adalah pengurangan angka kemiskinan pada tingkat keluarga. Hal ini berarti tumbuh berkembang anak akan sangat tergantung pada lingkungan yang lebih sejahtera dan sehat. Semakin sejahtera sebuah keluarga maka akan semakin tinggi pula kemungkinan anak-anak bertahan hidup. Karena itu, terdapat kecenderungan angka kematian anak banyak terjadi di daerah-daerah kantong kemiskinan. Di samping kondisi lingkungan ekonomi keluarga, maka layanan kesehatan juga mempunyai pengaruh sangat besar, khususnya program imunisasi. Saat ini pemerintah memang memberikan imunisasi untuk hampir semua anak. Namun, belum semua anak mendapatkan layanan imunisasi secara lengkap. Imunisasi tidak hanya tergantung pada para orang tua untuk memastikan bahwa anak-anak mereka memperoleh vaksinasi, tapi diperlukan sistem kesehatan yang terkelola dengan baik. Penduduk miskin, khususnya yang tergantung pada layanan publik, akan menderita jika investasi untuk puskesmas berikut staf kurang memadai. Kematian anak bukan terjadi hanya pada tahun pertama, tetapi juga cukup banyak terjadi pada minggu atau bahkan hari-hari pertama kehidupan mereka. Artinya, seseorang harus memperbaiki kualitas layanan kesehatan ibu dan anak, khususnya sepanjang kehamilan dan segera setelah persalinan. Jika mereka bertahan hidup selama masa tersebut, resiko terbesar yang mereka hadapi adalah infeksi saluran pernafasan akut dan diare. Keduanya dapat disembuhkan jika penanganan dini dilakukan. Secara keseluruhan, kesehatan anak sangat terkait dengan kesehatan ibu mereka.
48
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Tantangan utama dalam upaya penurunan anak tidak saja tergantung pada penurunan angka kemiskinan pada tingkat keluarga akan tetapi juga menyangkut peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan anak. Arah kebijakan untuk mencapai target penurunan angka kematian balita (AKBA) hingga tahun 2015, adalah : 1.
Memfasilitasi peningkatan cakupan dan mutu pelayanan rumah sakit, puskesmas serta fasilitas (sarana dan prasarana) pelayanan kesehatan lainnya dan mengembangkan jaringan pelayanan yang terintegrasi
2.
Memfasilitasi penyediaan pelayanan puskesmas 24 jam yang lengkap dengan ruang rawat inap dan unit gawat darurat (UGD) mencakup penyediaan sarana dan prasarananya
3.
Mengembangkan manajemen mutu di unit pelaksana teknis yang mendorong peningkatan pelayanan prima.
4.
Mengembangkan regulasi yang mendorong terlaksananya pelayanan kesehatan berkualitas secara merata.
5.
Peningkatan upaya-upaya pencegahan penyakit melalui pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat (imunisasi, kesehatan jiwa, kesehatan olah raga), peningkatan kesiapsiagaan kegawatdaruratan, bencana dan matra serta penanggulangan kejadian luar biasa/wabah dan peningkatan sistem surveilan epidemiologi berbasis masyarakat dan fasilitas kesehatan
6.
Peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat dengan meningkatkan kualitas rumah tangga yang sehat, peningkatan hygiene sanitasi lingkungan perumahan dan tempat-tempat umum lainnya
Strategi percepatan penurunan angka kematian balita (AKABA) hingga tahun 2015, adalah : 1.
Memfasilitasi peningkatan dan pemerataan jumlah sarana/fasilitas/jaringan dan kualitas pelayanan kesehatan, termasuk daerah perbatasan dan terpencil untuk meningkatkan akses pelayanan yang berkualitas
2.
Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat di bidang kesehatan melalui peningkatan pemahaman, kesadaran, kemauan masyarakat untuk hidup sehat sebagai upaya menurunkan Angka Kematian Ibu dan meningkatkan Usia Harapan Hidup
3.
Memfasilitasi pemerataan dan pengembangan sumber daya tenaga kesehatan serta mengembangkan sistem pembiayaan dan regulasi yang mampu meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan
49
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
3.5 TUJUAN 5: MENINGKATKAN KESEHATAN IBU TUJUAN 5: MENINGKATKAN KESEHATAN IBU
TARGET 5A:
MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN IBU HINGGA TIGA PEREMPAT DALAM KURUN WAKTU 1990 - 2015
TARGET 5B:
MEWUJUDKAN AKSES KESEHATAN REPRODUKSI BAGI SEMUA PADA TAHUN 2015 Indikator
(2010
(2013
Target MDG 2015
Status
Sumber
TUJUAN 5: MENINGKATKAN KESEHATAN IBU Target 5A: Menurunkan Angka Kematian Ibu hingga tiga per empat dalam kurun waktu 1990-2015 Profil Angka Kematian Ibu per 100.000 442 188 102 Kesehatan kelahiran hidup 5 2013 . Profil Proporsi kelahiran yang ditolong 99,78% Meningkat 1 60,55% Kesehatan tenaga kesehatan terlatih 5 2013 . Target 5B: Mewujudkan akses kesehatan reproduksi bagi semua pada tahun 2015 2 Angka pemakaian kontrasepsi /CPR Meningkat bagi perempuan menikah usia 1557,91% 5 49, semua cara . 3 Angka pemakaian kontrasepsi (CPR) 5.3a pada perempuan menikah usia 15-49 58,0% 59,28% Meningkat tahun saat ini, cara modern 5.4 5.5
5.6 Status:
Proporsi kelahiran remaja (perempuan usia 15-19 tahun) per 1000 perempuan usia 15-19 tahun Cakupan pelayanan Antenatal (sedikitnya satu kali kunjungan dan empat kali kunjungan) -
1 kunjungan:
-
4 kunjungan:
92,5%
54
Akan tercapai;
Menurun
123,3% 81,5%
Unmet Need (kebutuhan keluarga berencana/ KB yang tidak terpenuhi) Sudah tercapai;
34
7,70% 80,6% (2011)
Meningkat
Profil Kesehatan 2013 RAD MDGs, 2011
Menurun
Perlu Perhatian Khusus
Dalam upaya mencapai Target 5A: Menurunkan Angka Kematian Ibu hingga tiga per empat dalam kurun waktu 1990-2015, dua hal telah tercapai yakni upaya menurunkan
Angka Kematian Ibu
50
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
per 100.000 kelahiran dan Proporsi kelahiran yang ditolong tenaga kesehatan terlatih telah memenuhi target di tahun 2013. Di sisi lain, Target 5B: Mewujudkan akses kesehatan reproduksi bagi semua pada tahun 2015, berkait dengan Angka pemakaian kontrasepsi (CPR) pada perempuan menikah usia 15-49 tahun, dan cakupan pelayanan Antenatal (sedikitnya satu kali kunjungan dan empat kali kunjungan) baik 1 kali maupun 4 kali kunjungan tersebut telah tercapai. Akan tetapi upaya untuk menurunkan Proporsi kelahiran remaja (perempuan usia 15-19 tahun) per 1000 perempuan usia 15-19 tahun dan upaya untuk menurunkan Unmet Need (kebutuhan keluarga berencana/KB yang tidak terpenuhi) belum tercapai dan masih membutuhkan perhatian khusus.
3.4.2. KEADAAN DAN KECENDERUNGAN 3.4.2.1.
Angka Kematian Ibu
Angka Kematian Ibu (AKI) juga menjadi salah satu indikator penting dari derajat kesehatan masyarakat. AKI menggambarkan jumlah wanita yang meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup. AKI juga dapat digunakan dalam pemantauan kematian terkait dengan kehamilan. Indikator ini dipengaruhi status kesehatan secara umum, pendidikan dan pelayanan selama kehamilan dan melahirkan. Sensitivitas AKI terhadap perbaikan pelayanan kesehatan menjadikannya indikator keberhasilan pembangunan sektor kesehatan. Untuk kabupaten Kutai Timur, AKI pada 5 tahun terakhir menunjukkan tren yang berbeda, sempat meningkat di periode tahun 2009 – 2010, dan menurun di periode 2010 – 2013.
51
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Grafik 3.11. Angka Kematian Ibu Di Kabupaten Kutai Timur Tahun 2009 – 2013
Angka Kematian Ibu 500 400
442
430
352 317
300 188
200 100 0 2009
2010
2011
2012
2013
Sumber : Profil Kesehatan Kutai Timur Tahun 2014
Pada tahun 2013 terjadi kasus kematian ibu sebanyak 12 ibu meninggal dunia berbanding kelahiran hidup di tahun 2013 sebanyak 6.378 kelahiran hidup, sehingga AKI 2013 adalah 188 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini jika dibandingkan tahun 2012 maupun tahun 2011 menurun, dimana pada tahun 2011 AKI sebesar 430 per 100.000 kelahiran hidup dan pada tahun 2012 turun 317 per 100.000 kelahiran hidup. Dengan melihat tren ini Dinas Kesehatan Kabupaten Kutai Timur optimis mampu mencapai target MDG’s pada tahun 2015 yaitu kematian ibu sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan kelompok umur ibu, dari 12 Kasus kematian ibu yang terjadi di tahun 2013 terdistribusi sebanyak 1 kasus kematian terjadi pada kelompok umur Kurang dari 20 tahun, kemudian sebanyak 8 kasus terjadi pada kelompok umur 20 - 34 tahun dan 3 kasus kematian terjadi pada kelompok umur lebih dari 35 tahun. Berdasarkan puskesmas, paga gambar 3.8 terlihat bahwa wilayah kerja Puskesmas Telen menjadi yang terbesar, yaitu sebanyak 3 kasus kematian terjadi pada ibu usia 20 - 34 tahun. Kemudian Pukesmas Rantau Pulung dan Sangkulirang dengan masing – masing 2 kasus kematian ibu. Kematian ibu juga terjadi pada Puskesmas Muara Bengkal, Sepaso, dan Sandaran dengan jumlah 1 kasus pada tiap-tiap puskesmas.
52
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Grafik 3.12. Kematian Ibu Di Kuta Timur Tahun 2013
Sumber : Profil Kesehatan Kutai Timur Tahun 2014
3.4.2.2.
Kelahiran dengan Tenaga Terlatih
Upaya kesehatan ibu bersalin dilaksanakan dalam rangka mendorong agar setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih dan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan. Pertolongan persalinan adalah proses pelayanan persalinan dimulai pada kala I sampai dengan kala IV persalinan. Pencapaian upaya kesehatan ibu bersalin diukur melalui indikator persentase persalinan ditolong tenaga kesehatan terlatih (Cakupan Kn). Indikator ini memperlihatkan tingkat kemampuan Pemerintah dalam menyediakan pelayanan persalinan berkualitas yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan selama 5 tahun cenderung meningkat. Hal ini dapat terlihat dari peningkatan cakupan, dimana pada tahun 2009 sebesar 71,88% meningkat menjadi 99,78% di tahun 2013. Angka ini juga telah melewati target RPJMD Kabupaten Kutai Timur yaitu sebesar 56%. Keberhasilan ini tidak lepas dari adanya program kemitraan bidan dan dukun yang telah berjanan dengan baik. Kemitraan bidan dan dukun adalah suatu bentuk kerjasama bidan dengan dukun yang salin menguntungkan dengan prinsip keterbukaan, kesetaraan, dan kepercayaan dalam upaya menyelamatkan ibu dan bayi, dengan menempatkan bidan sebagai penolong persalinan dan mengalihfungsikan dukun dari penolong persalinan menjadi mitra dalam merawat ibu dan bayi pada masa nifas.
53
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Grafik 3.13. Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Di Kutai Timur Tahun 2009 – 2013 120 99.78
100 90.1
%
80
71.88
72.9
60
60.55
40 20 0 2009
2010
2011
2012
2013
Sumber : Profil Kesehatan Kutai Timur Tahun 2014
3.4.2.3.
Kunjungan Persalinan/Nifas
Nifas adalah periode mulai dari 6 jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan. Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan pada ibu nifas sesuai standar yang dilakukan sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali sesuai jadwal yang dianjurkan, yaitu pada 6 jam sampai dengan 3 hari pasca persalinan, pada hari ke-4 sampai dengan hari ke-28 pasca persalinan, dan pada hari ke-29 sampai dengan hari ke-42 pasca persalinan. Kabupaten Kutai Timur cakupan pelayanan ibu nifas pada tahun 2013 sebesar 88,9%. Angka ini lebih tinggi dari capaian tingkat propinsi pada tahun 2012 dan telah mendekati target SPM Kementerian Kesehatan RI sebesar 90%. Meskipun demikian terdapat kecenderungan bahwa cakupan kunjungan persalinan terus mengalami kenaikkan terutama sejak tahun 2011 hingga tahun 2013. Angka ini menunjukkan bahwa pelayanan nifas di Kutai Timur menunjukkan tren yang membaik.
54
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Grafik 3.14. Cakupan Kunjungan Nifas (Kf – 3) Di Kutai Timur Tahun 2010 – 2013 100 90
88.9
80
76.46
70
64.93
%
60
51.1
50 40 30 20 10 0 2010
2011
2012
2013
Sumber : Profil Kesehatan Kutai Timur Tahun 2014
Apabila dilihat dari sebaran pada masing-masing puskesmas terlihat bahwa masih ada 3 Puskesmas yang tergolong capaian rendah yaitu di Puskesmas Sepaso, Sandaran, dan Long Mesangat. Rendahnya cakupan kunjungan nifas ini sebagian besar disebabkan oleh terbatasnya tenaga kesehatan, di samping itu faktor akses transportasi juga merupakan hambatan bagi pelayanan nifas.
Grafik 3.15. Cakupan Kunjungan Nifas (Kf – 3) Per Puskesmas Di Kutai Timur Tahun 2013
Sumber : Profil Kesehatan Kutai Timur Tahun 2014
55
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
3.4.2.4.
Pemakaian Alat Kontrasepsi
Program Keluarga Berencana (KB) dilakukan dalam rangka mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan kelahiran. Sasaran program KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang lebih dititikberatkan pada kelompok Wanita Usia Subur (WUS) yang berada pada kisaran usia 15-49 tahun. Keberhasilan program KB dapat diukur dengan melihat cakupan KB aktif dan KB baru. Cakupan KB aktif menggambarkan proporsi pasangan usia subur (PUS) yang sedang menggunakan alat/metode kontrasepsi terhadap jumlah PUS yang ada. Sedangkan cakupan KB baru adalah jumlah PUS yang baru menggunakan alat/metode kontrasepsi terhadap jumlah PUS. Tren peserta KB aktif selama 4 tahun terakhir di Kutai Timur menunjukkan bahwa pada awalnya capaian mengalami penurunan yaitu dari 57,91% di tahun 2010 menjadi 43,11 di tahun 2011. Pada periode tahun berikutnya capaian KB aktif relatif mengalami peningkatan hingga di tahun 2013 sebesar 59,28%. Meskipun angka ini masih di bawah cakupan nasional sebesar 76,39% dan Provinsi Kalimantan Timur sebesar 72,28%.
Grafik 3.16. Cakupan KB Aktif di Kutai Timur Tahun 2010 – 2013
100 80 59.28
57.91
50.61
%
60 40
43.11
20 0 2010
2011
2012
2013
Sumber : Profil Kesehatan Kutai Timur Tahun 2014
Penggunaan metode kontrasepsi pada KB terdiri dari beberapa jenis. Kepesertaan KB menurut penggunaan metode kontrasepsi pada tahun 2013 menunjukkan bahwa sebagian besar peserta KB memilih untuk menggunakan metode kontrasepsi jangka pendek melalui suntikan. Hanya sedikit PUS yang memilih untuk menggunakan Metode Operatif Pria (MOP) pada tahun 2013.
56
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Grafik 3.17. Persentase Pemilihan Metode Kontrasepsi di Kutai Timur Tahun 2013
IUD
64.57%
MOP MOW 26.05%
IMPLAN KONDOM SUNTIK
4.84%
PIL 3.05% 0.18%
0.02%
1.30%
Sumber : Profil Kesehatan Kutai Timur Tahun 2014
3.4.3. TANTANGAN DAN UPAYA YANG DILAKUKAN Tujuan kelima MDGs difokuskan pada kesehatan ibu, untuk mengurangi ―kematian ibu‖. Sebagian besar kelahiran berlangsung normal, namun bisa saja tidak, seperti akibat pendarahan dan kelahiran yang sulit. Persoalan yang sering muncul, persalinan merupakan peristiwa (kesehatan) besar, sehingga komplikasinya dapat menimbulkan konsekuensi sangat serius. Sejumlah komplikasi sewaktu melahirkan bisa dicegah, misalnya komplikasi akibat aborsi yang tidak aman. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengurangi angka kematian ibu adalah dengan melatih bidan untuk membantu memberikan layanan persalinan yang aman dan bersih. Selain itu, ada masalah terkait kualitas. Para bidan desa mungkin tidak mendapatkan pelatihan yang cukup atau mungkin kekurangan peralatan. Jika mereka bekerja di komunitas-komunitas kecil, mereka mungkin tidak menghadapi banyak persalinan, sehingga tidak mendapat pengalaman yang cukup. Namun salah satu dari masalah utamanya adalah jika disuruh memilih, banyak keluarga yang memilih tenaga persalinan tradisional. Kenyataannya, perempuan manapun dapat mengalami komplikasi kehamilan, kaya maupun miskin, di perkotaan atau di perdesaan, tidak peduli apakah sehat atau cukup gizi. Ini artinya pemerintah harus memperlakukan setiap persalinan sebagai satu potensi keadaan darurat yang mungkin memerlukan perhatian di sebuah pusat kesehatan atau rumah sakit, untuk penanganan cepat. Tidak semua kelahiran adalah darurat, namun berpotensi menjadi keadaan darurat. Ini artinya akan baik kalau ada seseorang yang mengamati dan dapat mengenali adanya tanda-tanda bahaya.
57
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Anemia adalah rendahnya kadar zat besi dalam darah. Ini dapat terjadi selama kehamilan ketika tubuh ibu memerlukan lebih banyak zat besi. Anemia membuat perempuan jauh lebih rentan untuk sakit dan meninggal. Namun demikian, mereka dapat mengganti kekurangan zat besi tersebut jika mereka mendatangi klinik pra persalinan dimana mereka menerima suplemen zat besi. Perempuan yang secara rutin mendatangi klinik pra persalinan biasanya mengetahui apa yang harus mereka lakukan apabila terjadi keadaan darurat. Selain melindungi kesehatan ibu, perawatan pra dan pasca persalinan juga memberi manfaat pada anak-anak. Arah kebijakan untuk mencapai target penurunan angka kematian ibu hingga tahun 2015, adalah : 1.
Memfasilitasi peningkatan cakupan dan mutu pelayanan rumah sakit, puskesmas serta fasilitas (sarana dan prasarana) pelayanan kesehatan lainnya dan mengembangkan jaringan pelayanan yang terintegrasi
2.
Memfasilitasi penyediaan pelayanan puskesmas 24 jam yang lengkap dengan ruang rawat inap dan unit gawat darurat (UGD) mencakup penyediaan sarana dan prasarananya
3.
Mengembangkan manajemen mutu di unit pelaksana teknis yang mendorong peningkatan pelayanan prima
4.
Mengembangkan regulasi yang mendorong terlaksananya pelayanan kesehatan berkualitas secara merata
5.
Peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat dengan meningkatkan kualitas rumah tangga yang sehat, peningkatan hygiene sanitasi lingkungan perumahan dan tempat-tempat umum lainnya
6.
Peningkatan pencapaian derajat kesehatan melalui promosi cara hidup sehat dan membangun kemitraan untuk mengembangkan upaya kesehatan berbasis masyarakat (Usaha Kesehatan Sekolah, Swasta, Pos Kesehatan Pesantren dan Pos Kesehatan Desa)
Sedangkan arah kebijakan untuk mencapai target terwujudnya akses kesehatan reproduksi bagi semua hingga tahun 2015, adalah : 1.
Pengembangan kualitas pelayanan Keluarga Berencana di Kabupaten Kutai Timur
2.
Peningkatan pembinaan dan kesertaan ber KB jalur pemerintah dan jalur swasta.
3.
Peningkatan pembinaan dan kesertaan ber KB di daerah tertinggal, terpencil dan perbatasan, wilayah khusus dan sasaran khusus.
4.
Penguatan jejaring kemitraan pelayanan KHIBA dengan SKPD KB dan Rumah Sakit.
5.
Pengembangan advokasi dan KIE
6.
Pengembangan dan pembinaan ketahanan keluarga.
58
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
7.
Pemberdayaan ekonomi keluarga dan sosial masyarakat.
8.
Pengembangan data dan informasi.
59
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
3.6.
TUJUAN 6: MEMERANGI HIV/AIDS, MALARIA DAN PENYAKIT MENULAR LAINNYA TUJUAN 6: MEMERANGI HIV/AIDS, MALARIA DAN PENYAKIT MENULAR LAINNYA
TARGET 6A:
MENGENDALIKAN PENYEBARAN DAN MULAI MENURUNKAN JUMLAH KASUS BARU HIV/AIDS HINGGA TAHUN 2015
TARGET 6B:
MEWUJUDKAN AKSES TERHADAP PENGOBATAN HIV/AIDS BAGI SEMUA YANG MEMBUTUHKAN SAMPAI DENGAN TAHUN 2015
Target Status Sumber MDG 2015 TUJUAN 6: MEMERANGI HIV/AIDS, MALARIA DAN PENYAKIT MENULAR LAINNYA Target 6A: Mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus baru HIV/AIDS hingga tahun 2015 2010
Indikator
6.1
Kasus HIV/AIDS
2013
7
Penggunaan kondom pada hubungan seks berisiko tinggi terakhir
36
Menurun
Perempuan: 8,50%
Meningkat
KPA Kutim 2013 Proporsi jumlah penduduk usia 15tahun yang memiliki 6.3 24 30% pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS Target 6B: Mewujudkan akses terhadap pengobatan HIV/AIDS bagi semua yang membutuhkan sampai dengan tahun 2010 6.2
Laki-laki:
Proporsi penduduk terinfeksi HIV yang memiliki akses pada 6.5 lanjut 30% KPA Kutim 2013 obat-obatan antiretroviral Target 6C: Mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus baru Malaria dan penyakit utamanya lainnya hingga tahun 2015 6.6a Angka kejadian malaria/per 1000 penduduk
8,02
2,43
Menurun
6.9a Angka Kejadian Tuberculosis
261
757
Menurun Menurun
6.10a Proporsi jumlah kasus TBC yang terdeteksi dalam program DOTS
239
317
Meningkat
90,3%
97,5%
Meningkat
6.10b Proporsi jumlah kasus TBC yang diobati dan sembuh dalam program DOTS Status:
Sudah tercapai;
Akan tercapai;
Dinas Kesehatan
Perlu Perhatian Khusus
Dalam kaitannya dengan Target 6A: Mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus baru HIV/AIDS hingga tahun 2015, menunjukkan bahwa target untuk menurunkan Kasus HIV/AIDS belum tercapai dan membutuhkan perhatian khusus. Sedangkan dalam Target 6C: Mengendalikan
60
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus baru Malaria dan penyakit utamanya lainnya hingga tahun 2015 di antara beberapa indikator, hanya satu saja yang telah tercapai yakni menurunkan Angka kejadian malaria/per 1000 penduduk. Sementara itu indikator-indikator lain dalam tujuan 6 ini yakni : memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya tidak ditemukan datanya.
3.6.1. KEADAAN DAN KECENDERUNGAN 3.6.1.1.
Pengendalian HIV/AIDS
HIV dan AIDS menjadi salah satu penyakit menular yang pengendaliannya dipantau melalui komitmen global MDGs. Kegiatan pengendalian penyakit ini dilakukan melalui pencegahan infeksi, penularan, penemuan penderita secara dini yang kemudian dilanjutkan dengan kegiatan konseling hingga perawatan dan pengobatan. Upaya penemuan penderita dilakukan melalui skrining HIV dan AIDS terhadap darah donor, pemantauan pada kelompok berisiko penderita Penyakit Menular Seksual (PMS) seperti Wanita Penjaja Seks (WPS), penyalahguna NAPZA dengan suntikan (IDUs), penghuni Lapas (Lembaga Pemasyarakatan) atau penelitian pada kelompok berisiko rendah seperti ibu rumah tangga dan sebagainya. Jumlah Kasus HIV dan AIDS di Kutai Timur yang ditemukan pada tahun 2013. Kegiatan utama pemberantasan penyakit kelamin dan HIV/AIDS di Kutai Timur adalah zero survei terhadap kelompok resiko tinggi dan rendah yang disertai dengan penyuluhan langsung kepada kelompok sasaran tersebut. Berdasarkan hasil pemeriksaan darah yang dilakukan di Tim Dinas Kesehatan Kabupaten dan Provinsi di lokalisasi di wilayah kerja Puskesmas yang merupakan kelompok resiko, pemeriksaan dilakukan pada lokalisasi dan ditemukan sebesar 25 penderita HIV/AIDS. Hal ini menunjukkan bahwa di Kabupaten Kutai Timur juga tidak terlepas dari penyebaran virus HIV, jadi diperlukan tindakan yang lebih konkret lagi mengingat HIV/AIDS yang merupakan fenomena gunung es.
61
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Grafik 3.18. Data Kasus HIV dan AIDS, Tahun 2006-2013 50 43
45 40
35
36
35 30 25 20
14
15 10 5
16
1
4
Kasus
7 1
0 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Sumber : KPA Kutim, 2014
Dalam perjalanan penyakit dari HIV positif menjadi AIDS dikenal istilah ”window periods” yang tidak diketahui dengan pasti periodisasinya sehingga kelompok ini menjadi sangat potensial dalam menularkan penyakit. Pada kelompok ini di samping dilakukan pengobatan, yang lebih utama adalah dilakukan konseling untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam ikut aktif mencegah terjadinya penularan lebih lanjut. Dalam rangka mengendalikan penyebaran dan menurunkan jumlah kasus baru HIV dan AIDS, diperlukan upaya khusus yang difokuskan pada kelompok remaja. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan remaja terkait HIV dan AIDS adalah melalui kampanye "Aku Bangga Aku Tahu" (ABAT). Kampanye ABAT merupakan sosialisasi mengenai perilaku seksual yang harus dihindari sebelum ada komitmen melalui pernikahan dan penyadaran tentang cara penularan penyakit HIV dan AIDS. Upaya lain yang dilakukan dalam rangka pengendalian HIV dan AIDS yaitu peningkatan akses masyarakat terhadap pengobatan dan penyediaan layanan terpadu/komprehensif HIV dan AIDS. Dengan upaya penyediaan layanan terpadu tersebut, upaya pencegahan, perawatan, dan pelayanan kasus HIV dan AIDS termasuk layanan konseling dan tes, layanan perawatan, dukungan dan pengobatan, serta pengurangan dampak buruk dapat dilakukan di satu titik layanan. Beberapa bentuk layanan HIV dan AIDS yang terdapat di Kutai Timur sampai dengan tahun 2013 yaitu :
62
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
1.
Layanan konseling tes HIV sukarela (KTS) konseling dan tes HIV yang diprakarsai oleh petugas kesehatan
2.
Layanan Perawatan Dukungan dan Pengobatan (PDP) yang aktif melakukan pengobatan ARV.
3.
Layanan Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM)
4.
Layanan Infeksi Menular Seksual (IMS), Sampai saat ini telah terbentuk hingga ke tingkat Puskesmas, yaitu: Puskesmas Sangatta Selatan, Teluk Lingga, Teluk Pandan, Sepaso, Wahau I, dan Sangkulirang.
3.6.1.2.
Pengendalian Penyakit Malaria
Malaria masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat khususnya yang terkait dengan resistensi Plasmodium falciparum terhadap pengobatan klorokuin. Permasalahan lainnya yang menyebabkan malaria masih menjadi beban kesehatan masyarakat adalah meluasnya daerah perindukan vektor akibat perubahan lingkungan, penambahan jumlah vektor akibat perubahan iklim yang menyebabkan musim hujan lebih panjang daripada musim kemarau, dan peningkatan penularan karena mobilitas penduduk yang tinggi. Salah satu bentuk komitmen pemerintah terhadap upaya pengendalian malaria, telah diterbitkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 293/MENKES/ SK/IV/2009 tanggal 28 April 2009 tentang Eliminasi Malaria di Indonesia. Eliminasi malaria bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang hidup sehat, yang terbebas dari penularan malaria secara bertahap sampai dengan tahun 2030. Eliminasi malaria memiliki kegiatan utama yang terdiri dari : 1.
Peningkatan kualitas dan akses terhadap penemuan dini dan pengobatan malaria
2.
Penjaminan kualitas diagnosis malaria melalui pemeriksaan laboratorium maupun Rapid Diagnostic Test (RDT)
3.
Perlindungan terhadap kelompok rentan terutama ibu hamil dan balita di daerah endemis tinggi
4.
Penguatan penanganan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan surveilens kasus malaria
5.
Intervensi vektor termasuk surveilans vector
6.
Penguatan sistem pengelolaan logistik Malaria
Berdasarkan cakupan konfirmasi laboratorium belum semua suspek malaria dilakukan pemeriksaan sediaan darahnya baik secara mikroskopis (laboratorium) maupun dengan Rapid Diagnosis Test (RDT) Malaria. Dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2013, jumlah pemeriksaan sediaan darah relatif
63
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
meningkat yaitu pada tahun 2010 sebanyak 1.972 sampel menjadi 2.574 sampel di tahun 2013. Setiap tersangka malaria diharapkan menjalani pemeriksaan sediaan darah dan apabila hasilnya positif maka diobati menggunakan Artemisinin-based Combination Therapy (ACT).
3.6.1.3.
Pengendalian TBC
Upaya dalam menanggulangi TB Paru setiap tahunnya semakin menunjukkan kemajuan. Hal ini dapat terlihat dari meningkatnya jumlah penderita yang ditemukan dan disembuhkan setiap tahun. Menurut standar, persentase BTA+ diperkirakan 10% dari suspek yang diperkirakan di masyarakat dengan nilai yang ditoleransi antara 5-15%. Bila angka ini terlalu kecil (< 5%) kemungkinan disebabkan penjaringan suspek terlalu longgar. Banyak orang yang tidak memenuhi kriteria suspek atau ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (negatif palsu). Sedangkan bila angka ini terlalu besar (> 15%) kemungkinan disebabkan penjaringan terlalu ketat atau ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (positif palsu). Angka keberhasilan pengobatan (Success Rate) TB paru ditentukan oleh kepatuhan dan keteraturan dalam berobat, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Angka keberhasilan pengobatan semenjak 2000-2013 di Kutai Timur menunjukkan peningkatan capaian, dari 57,80% ditahun 2009 menjadi 96,08% di tahun 2013.
Grafik 3.19. Angka Success Rate TB Tahun 2009 – 2013 100.00
88.76
100.00
96.08
2011
2012
2013
80.00 57.80
72.00
2009
2010
%
60.00 40.00 20.00 0.00
Sumber : Profil Kesehatan Kutai Timur Tahun 2014
Angka keberhasilan pengobatan TB paru di Kabupaten Kutai Timur tahun 2013 sebesar 96,08% meskipun lebih rendah dari tahun 2012 sebesar 100%, namun telah mampu mencapai target keberhasilan pengobatan yang distandarkan oleh WHO yaitu minimal 85%. Bahkan angka ini juga telah mampu melewati capaian keberhasilan pengobatan secara nasional tahun 2012 yaitu 90,2%, juga melewati Provpinsi Kalimantan Timur yang di Tahun tersebut sebesar 84,6%.
64
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Dalam penanganan program, semua penderita TB yang ditemukan ditindaklanjuti dengan paket-paket pengobatan intensif. Melalui paket yang diminum secara teratur dan lengkap,diharapakan penderita akan dapat disembuhkan dari penyakit TB yang dideritanya. Namun demikian dalam proses selanjutnya tidak tertutup kemungkinan terjadinya kegagalan pengobatan akibat dari paket pengobatan yang tidak terselesaikan atau drop out (DO), terjadinya resistensi obat atau kegagalan dalam penegakan diagnosa diakhir pengobatan.
3.6.1.4.
Pengendalian Penyakit Malaria
Malaria masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat khususnya yang terkait dengan resistensi Plasmodium falciparum terhadap pengobatan klorokuin. Permasalahan lainnya yang menyebabkan malaria masih menjadi beban kesehatan masyarakat adalah meluasnya daerah perindukan vektor akibat perubahan lingkungan, penambahan jumlah vektor akibat perubahan iklim yang menyebabkan musim hujan lebih panjang daripada musim kemarau, dan peningkatan penularan karena mobilitas penduduk yang tinggi. Salah satu bentuk komitmen pemerintah terhadap upaya pengendalian malaria, telah diterbitkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 293/MENKES/ SK/IV/2009 tanggal 28 April 2009 tentang Eliminasi Malaria di Indonesia. Eliminasi malaria bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang hidup sehat, yang terbebas dari penularan malaria secara bertahap sampai dengan tahun 2030. Berdasarkan cakupan konfirmasi laboratorium belum semua suspek malaria dilakukan pemeriksaan sediaan darahnya baik secara mikroskopis (laboratorium) maupun dengan Rapid Diagnosis Test (RDT) Malaria. Dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2013, jumlah pemeriksaan sediaan darah relatif meningkat yaitu pada tahun 2010 sebanyak 1.972 sampel menjadi 2.574 sampel di tahun 2013. Setiap tersangka malaria diharapkan menjalani pemeriksaan sediaan darah dan apabila hasilnya positif maka diobati menggunakan Artemisinin-based Combination Therapy (ACT).
3.6.2. TANTANGAN DAN UPAYA YANG DILAKUKAN Tujuan keenam dalam MDGs menangani berbagai penyakit menular paling berbahaya. Pada urutan teratas adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV), yaitu virus penyebab Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS)–terutama karena penyakit ini dapat membawa dampak yang menghancurkan, bukan hanya terhadap kesehatan masyarakat namun juga terhadap negara secara keseluruhan.
65
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
HIV tidak menyebar melalui sentuhan. Seseorang tidak akan positif tertular HIV hanya dengan hidup bersama atau bekerja bersama seseorang yang hidup dengan HIV. Virus HIV tidak menular melalui sentuhan, bahkan ciuman dengan orang yang tertular HIV. Dalam kenyataannya, stigma tentang HIV muncul karena orang tidak memahami bagaimana cara penularannya dari satu orang ke orang lain. Resiko terbesar adalah melalui kontak langsung dengan darah yang tertular atau melalui hubungan seks tanpa pelindung. Para pengguna narkoba beresiko tinggi karena mereka sering tukar menukar jarum, sehingga memungkinkan penularan dari sisa darah pada alat suntik yang baru digunakan dari satu orang
ke orang lain.
Target MDGs untuk HIV dan AIDS adalah menghentikan laju penyebaran serta membalikkan kecenderungannya pada 2015. Saat ini, kita belum dapat mengatakan telah melakukan dua hal tersebut karena di hampir semua daerah keadaannya tidak terkendalikan. Masalah utama saat ini adalah rendahnya kesadaran tentang isu-isu HIV dan AIDS serta terbatasnya layanan untuk menjalankan tes dan pengobatan. Selain itu, kurangnya pengalaman untuk menanganinya dan anggapan bahwa ini hanyalah masalah kelompok resiko tinggi ataupun mereka yang sudah tertular. Stigma yang masih kuat menganggap bahwa HIV hanya akan menular pada orang-orang tidak bermoral. Menjadi sebuah tantangan untuk mengajak semua pihak merasakan ini sebagai masalah yang perlu dihadapi bersama. Kondisi ini dapat terlihat secara jelas jika dibandingkan dengan respon terhadap penyakit-penyakit lain seperti malaria dan Tuberculosis (TBC), dimana lebih mudah melibatkan masyarakat karena tidak ada stigma dan diskriminasi terhadap penyakit-penyakit tersebut. Seringkali karena orang berhenti meminum obat ketika mereka merasa lebih sehat. Namun ini tidak berarti bahwa mereka sudah sembuh. Untuk sembuh total, mereka harus menjalani proses penuh. Berhenti meminum obat tidak baik untuk mereka dan untuk orang lain, karena hal itu akan mendorong timbulnya turunan (strain) TBC yang kebal terhadap obat-obatan yang ada saat ini. Ini adalah kasus di mana pengobatan yang tidak tuntas lebih buruk daripada tidak diobati. TBC masih merupakan masalah sangat besar. Lebih dari setengah juta penduduk masih terinfeksi setiap tahun. Tantangan utamanya adalah memperluas program DOTS - yang saat ini lebih banyak dikonsentrasikan di pusat-pusat kesehatan—dengan melibatkan lebih banyak komunitas, LSM dan pihak lain. Juga penting untuk memastikan bahwa kita tetap menyimpan pasokan obat-obatan yang diperlukan dan bahwa pasien terus menjalani proses penyembuhan secara penuh. Secara khusus, kita harus lebih banyak menjangkau daerah-daerah terpencil. Malaria memang menurunkan kesehatan, khususnya anak-anak dan ibu-ibu hamil. Malaria membuat mereka lebih rentan terhadap penyakit lain, dan memiliki dampak ekonomi yang sangat besar.
66
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Malaria dapat membuat orang tidak bisa bekerja—yang diperkirakan menimbulkan kerugian karena hilangnya pendapatan. Arah kebijakan dalam rangka mengendalikan penyebaran dan tercapainya penurunan jumlah kasus baru HIV/AIDS hingga tahun 2015, adalah : 1.
Terjangkaunya seluruh lapisan masyarakat oleh upaya penanggulangan khususnya promosi dan pencegahan sehingga setiap orang dapat melindungi diri dari penularan HIV.
2.
Terjangkaunya kelompok sasaran khususnya kelompok berisiko tertular dan kelompok tertular dengan upaya-upaya khusus baik untuk pencegahan penularan maupun konseling dan tes secara sukarela (VCT = Voluntary Counseling and Testing).
3.
Terlayaninya ODHA oleh pelayanan yang meliputi perawatan dukungan dan pengobatan (CST= Care Support and Treatment), konseling berkelanjutan, pendampingan dan dukungan lingkungan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup ODHA.
4.
Terwujudnya dukungan, partisipasi dan komitmen berbagai pihak termasuk lembaga pemerintah, LSM, KDS, dunia usaha, organisasi profesi dan lembaga donor terhadap upaya penanggulangan HIV dan AIDS.
5.
Terbentuknya dan berfungsinya KPA Provinsi maupun KPA Kabupaten/Kota.
Arah kebijakan dalam rangka mengendalikan dan tercapainya target penurunan jumlah kasus baru Malaria dan penyakit utama lainnya hingga tahun 2015, adalah : 1.
Peningkatan upaya-upaya pencegahan penyakit melalui pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat (imunisasi, kesehatan jiwa, kesehatan olah raga), peningkatan kesiapsiagaan
kegawatdaruratan, bencana dan matra serta penanggulangan kejadian
luar biasa/wabah dan peningkatan sistem surveilan epidemiologi berbasis masyarakat dan fasilitas kesehatan 2.
Peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat dengan meningkatkan kualitas rumah tangga yang sehat, peningkatan hygiene sanitasi lingkungan perumahan dan tempat-tempat umum lainnya.
3.
Mengurangi morbiditas dan kematian yang diakibatkan oleh malaria dengan memperkecil penularannya ke tingkat terendah secara intervensi epidemiologi di Kabupaten Kutai Timur.
67
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
3.7.
Tujuan 7 : Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup
TUJUAN 7: MEMASTIKAN KELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP
TARGET 7A:
MEMADUKAN PRINSIP-PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DENGAN KEBIJAKAN DAN PROGRAM NASIONAL SERTA MENGEMBALIKAN SUMBERDAYA LINGKUNGAN YANG HILANG
3.7.1. Tujuan 7A : Memadukan prinsip-prinsip pembangunan yang berkesinambungan dengan kebijakan dan program nasional serta mengembalikan sumberdaya lingkungan yang hilang Indikator
2010
Saat Ini 2013
Target MDG 2015
Status
Sumber
TUJUAN 7: MEMASTIKAN KELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP Target 7A: Memadukan prinsip-prinsip pembangunan yang berkesinambungan dengan kebijakan dan program nasional serta mengembalikan sumberdaya lingkungan yang hilang Rasio luas kawasan tertutup 7.1 pepohonan berdasarkan hasil Meningkat Dinas Kehutanan 61,70% 59,97% pemotretan citra satelit dan survei foto udara terhadap luas daratan 7.2
Jumlah emisi karbon dioksida (CO2)
7.3
Jumlah konsumsi bahan perusak ozon (BPO) dalam metrik ton
Status:
3.7.1.1.
Sudah tercapai;
Akan tercapai;
<1-12 Ug/Nm/24 jam <20 Ug/Nm3
Data blm tersedia Data blm tersedia
Berkurang 26% pada 2020 mengurangi HCFCs
Kantor Lingkungan Hidup Kantor Lingkungan Hidup
Perlu Perhatian Khusus
KEADAAN DAN KECENDERUNGAN
Kelestarian lingkungan hidup merupakan prasyarat utama bagi kesejahteraan dan keberlangsungan kehidupan manusia. Kesejahteraan manusia dipenuhi melalui pembangunan, namun pembangunan itu harus dilaksanakan dengan tidak merusak lingkungan. Pembangunan yang dilaksanakan tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan dapat mengakibatkan penurunan daya dukung lingkungan yang dapat berdampak pada menurunnya kapasitas pemenuhan kebutuhan manusia untuk kesejahteraan. Untuk menjaga keberlanjutan kesejahteraan manusia, diperlukan upaya pembangunan
68
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
yang berkelanjutan (sustainable development), yaitu pembangunan yang dilaksanakan dengan memperhatikan keseimbangan tiga pilar pembangunan, yakni: sosial, ekonomi, dan lingkungan. Dalam rangka menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan telah ditetapkan berbagai kebijakan pengelolaan lingkungan hidup dengan tujuan untuk mewujudkan pembangunan yang selaras dengan upaya pelestarian lingkungan hidup. Melalui kebijakan tersebut diharapkan pembangunan yang dilaksanakan pada saat ini tetap dapat memberikan manfaat bagi generasi mendatang. Untuk itu, prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan telah diarusutamakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009 dan 2010-2014. Selain itu, upaya pengembangan kapasitas sumber daya manusia untuk pengelolaan lingkungan hidup yang lebih baik juga terus diupayakan. Salah satunya melalui pendidikan lingkungan untuk generasi muda melalui Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (Education for Sustainable Development). Keberhasilan dalam menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam pembangunan nasional antara lain ditunjukkan oleh indikator-indikator seperti luas kawasan yang masih tertutup pepohonan, intensitas penangkapan ikan, emisi karbon dioksida, pemakaian energi dan bahan perusak ozon. Luas kawasan yang masih tertutup pepohonan diindikasikan oleh rasio luas kawasan tersebut terhadap luas daratan berdasarkan hasil pemotretan citra satelit dan survei foto udara. Pemakaian energi diindikasikan oleh jumlah konsumsi energi primer per kapita, intensitas energi, elastisitas energi, dan bauran energi untuk energi terbarukan.
3.7.1.1.1. Rasio Luas Kawasan Tertutup Pepohonan Berdasarkan Hasil Pemotretan Citra Satelit Dan Survey Foto Udara terhadap Luas Daratan Kabupaten Kutai Timur memiliki luas wilayah 35.747,50 km² atau 17 % dari luas wilayah Provinsi Kalimantan Timur. Berdasarkan data Dinas Kehutanan Kutai Timur, luas hutan yang ada di wilayah Kutai Timur tercatat sebanyak 3.188.462,93 hektar yang tersebar di 18 kecamatan. Kawasan hutan menjadi dua yaitu hutan yang berada dalam pengawasan Unit Hamparan Pengkajian (UHP) serta hutan rakyat. Hutan Produksi dibedakan menjadi 3 macam yaitu: a) Kawasan hutan produksi terbatas, di mana eksploitasinya hanya dapat dengan tebang pilih dan tanam, b) Kawasan hutan produksi tetap, di mana eksploitasinya dapat dengan tebang habis dan tanam, c) Kawasan hutan produksi konversi di mana bilamana diperlukan dapat dialihkan. Pengaturan yang berlaku didalam hutan produksi meliputi: a) Hutan produksi yang telah ada berdasarkan peraturan/perundangan yang berlaku tetap
69
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
dipertahankan, b) Tanaman budidaya lainnya masih diperkenankan di kawasan hutan Produksi tersebut dengan sistem tumpang sari bila tidak mengganggu fungsi hutan tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka untuk hutan produksi tetap diperbolehkan melakukan produksi kayunya secara rutin sesuai dengan sifat produksinnya, sedangkan untuk kawasan produksi konversi yaitu kawasan hutan lindung tidak boleh melakukan produksi/ boleh melakukan produksi dengan jumlah terbatas dan dalam pengawasan khusus. Tabel di bawah ini menunjukkan luasan masing-masing kategori hutan sebagaimana dijelaskan. Tabel 3.7. Luas Wilayah Hutan Tahun 2012 – 2013 No
Indikator Kehutanan
1 2 3 4
Luas Wilayah Luas Hutan Luas Hutan tanaman Industri Luas Hutan Produksi Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Tetap Pertumbuhan Luas hutan Proporsi Luas Hutan
5 6
Satuan Ha Ha Ha Ha Ha Ha % %
Tahun 2012 3.574.760 2.194.482 434.310 1.708.251 787.652 920.599 0 61,39
2013 3.574.760 2.205.534 515.315 1.708.251 787.652 920.599 0 61,70
Sumber: LKPJ Tahun 2013
Berdasarkan tabel di atas, terlihat luas hutan di wilayah Kabupaten Kutai Timur pada Tahun 2013 bertambah 11.052 Ha atau 0,5% dibandingkan Tahun 2012, sementara luas hutan hutan produksi baik hutan produksi terbatas, maupun hutan produksi tetap tidak mengalami perubahan luasan, yaitu tetap seluas 1.708.251 Ha. Tabel diatas sekaligus menunjukkan bahwa, luas hutan tutupan di Kutai Timur mencapai 61,70%. Untuk luas tata guna hutan, jumlah perusahaan serta luas HPH dan HTI pada Tahun 2012 – 2013 tersaji pada tabel berikut:
70
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Tabel 3.8. Luas Tata Guna Hutan, Jumlah Perusahaan, Luas HPH dan HTI Tahun 2012 – 2013 No
Uraian
Satuan
Tahun 2012
2013
Ha Ha Ha Ha Ha Ha
270.489 215.742 787.652 920.599 2.297.664 1.043.716
270.489 215.742 787.652 920.599 2.205.534 1.043.716
Buah Ha Buah Ha
13 858.190 11 434.310
15 848.106 13 515.315
Luas Hutan Menurut Tata Guna Hutan 1 2 3 4 5 6
Hutan Lindung Hutan Suaka Alam dan Wisata Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Tetap Hutan Tetap Hutan Produksi Yang Dapat dikonversi
Jumlah Perusahaan dan Luas HPH dan HTI 1 Jumlah Perusahaan HPH 2 Luas 3 Jumlah Perusahaan HTI 4 Luas Sumber: LKPJ Tahun 2013
3.7.1.1.2. Jumlah Emisi Karbonmonoksida (CO) Jumlah Emisi Karbon Dioksida (CO2). Baseline emisi Indonesia pada tahun 2005 diperkirakan sebesar 2,1 Gt CO2e, dengan pertumbuhan sebesar 1,9% per tahun dan diperkirakan akan mencapai 2,5 Gt CO2e pada tahun 2020 dan 3,3 Gt CO2e pada tahun 2030. Dengan tingkat pertumbuhan seperti itu, Indonesia menjadi negara penghasil emisi ketiga terbesar di dunia setelah Amerika Serikat dan Tiongkok.3 Jika di tingkat global Indonesia digolongkan sebagai Negara penghasil emisi ketiga terbesar, secara nasional Kalimantan Timur digolongkan sebagai daerah penyumbang emisi ketiga terbesar setelah 4
Kalimantan Tengah (324 juta ton CO2e/tahun) dan Riau (258 juta CO2e/tahun) . Dan Kutai Timur merupakan pelepas emisi ketiga terbesar di Propinsi Kalimantan Timur setelah Kutai Kartanegara dan Kutai Barat. Tahun 2010, tingkat emisi gas rumah kaca di Kutai Timur mencapai total 43.6 MtCO 2e.5 Jumlah emisi yang dihasilkan oleh Kutai Timur berasal dari 3 sektor utama, yakni perkebunan kelapa sawit, pertanian, kehutanan, minyak dan gas, serta pertambangan batu bara. Ketiga sektor ini merupakan sektor yang banyak mendorong perubahan tata guna lahan dan deforestasi. Tetapi sayangnya data emisi Kutai Timur untuk tahun 2012 - 2013 tidak tersedia. 3
PEACE. 2007. Indonesia and Climate Charge: Current Status and Policies, hal.1 Dedy Handrianto: “IMPLEMENTASI RENCANA AKSI NASIONAL-PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA UNTUK BIDANG BERBASIS LAHAN: Mengintegrasikan data Regional dan MR ke MRV Nasional”, ICC-IPB Bogor, 4 Oktober 2011. 5 Ibid. 4
71
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Padahal, pada tahun 2010, Provinsi Kalimantan Timur, mendeklarasikan Kaltim Hijau. Kaltim Hijau ini merujuk pada pengembangan kondisi Kalimantan Timur yang memiliki perangkat kebijakan, tata kelola pemerintahan serta program-program pembangunan yang memberikan perlindungan sosial dan ekologis terhadap masyarakat Kalimantan Timur, serta memberikan jaminan jangka panjang terhadap keselamatan dan kesejahteraan masyarakat serta keberlanjutan lingkungan hidup. Kaltim Hijau merupakan suatu proses pelaksanaan pembangunan daerah yang berwawasan lingkungan (Green Development) dengan basis tata kelola pemerintahan yang berwawasan lingkungan (Green Governance). Tujuan Kaltim Hijau adalah6: 1.
Meningkatkan kualitas hidup masyarakat Kalimantan Timur secara menyeluruh dan seimbang, baik secara ekonomi, sosial, budaya dan kualitas lingkungan hidupnya.
2.
Mengurangi ancaman bencana ekologi, seperti banjir, longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan di seluruh wilayah Kalimantan Timur.
3.
Mengurangi terjadinya pencemaran dan pengrusakan kualitas ekosistem darat, air dan udara di Kalimantan Timur
4.
Meningkatkan pengetahuan dan melembagakan kesadaran di seluruh kalangan lembaga dan masyarakat Kalimantan Timur akan kepentingan pelestarian sumberdaya alam terbaharui serta pemanfaatan secara bijak sumberdaya alam tidak terbaharui
Lewat program Kaltim Hijau ini, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur berkomitmen menurunan emisi gas rumah kaca sebesar 15,6% tahun 2020 dari 1.594 juta ton CO2e ke 1.345 juta ton CO2e.7 Program ini dituangkan dalam RAD GRK (Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca) dan SRAP REDD+ dimulai dari tahun 2010. Komitmen penurunan emisi di tingkat Provinsi Kaltim, kemudian diterjemahkan ke dalam kebijakan Pengarusutamaan Kegiatan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dalam Perencanaan Pembangunan di Kabupaten Kutai Timur. Kebijakan ini meliputi: 1.
Penetapan RTRW Kab Kutim sebagai dasar perencanaan pembangunan
2.
Penetapan kawasan strategis dan ruang terbuka hijau
3.
Kab. Kutim mendukung program REDD+
4.
Peta Hutan Lindung Wehea seluas 38.000 ha
5.
Membangun jaringan prasarana sumber daya air dan zonasi limbah cair
6.
RAD GRK akan diterapkan di tiga sektor yaitu landbase, limbah, dan energi
6 7
Deklarasi Kaltim Hijau pada Kaltim Summit 7 Januari 2010 Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Kaltim, http://bappeda.kaltimprov.go.id/headlines/555-penurunanemisikaltim.html, 18 November 2014
72
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
7.
Identifikasi sumber emisi dan skenario mitigasi limbah padat domestik
8.
Mereduksi limbah padat sebesar 25 % untuk kepentingan industri
Tetapi sejauh ini, tidak terdapat laporan tentang implemntasi kebijakan tersebut sehingga tidak diketahui bagaimana dampak program ini terhadap tujuan penurunan emisi sebagaimana yang ditargetkan Pemerintah Kutai Timur dalam Program Millennium Development Goals (MDGs) ini.
3.7.1.1.3. Jumlah Konsumsi Bahan Perusak Ozon (BPO) Sama halnya dengan angka emisi CO2, data jumlah konsumsi bahan perusak ozon (BPO) untuk tahun 2010 - 2013 juga tidak tersedia. Tetapi, Pemerintah mengakui, pengamatan terhadap kecenderungan meningkatnya konsentrasi ozon perlu dilakukan secara kontinyu.
3.7.1.2.
TANTANGAN DAN UPAYA YANG DIPERLUKAN
Sama seperti daerah lain yang kaya akan sumber daya pertambangan dan galian, Pemerintah Kutai Timur juga menghadapi dilemma yang tidak mudah dalam memadukan prinsip-prinsip pembangunan yang berkesinambungan dengan upaya pelestarian lingkungan dan upaya mengembalikan sumberdaya lingkungan yang hilang. Kabupaten Kutai Timur adalah salah satu kabupaten di Provinsi Kalimantan Timur yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA) berupa batubara, minyak dan gas serta bahan tambang lainnya, akan tetapi komoditi tersebut adalah komoditi SDA yang tidak dapat terbaharui (unrenewable). Sementara itu, sektor pertambangan dan penggalian memberikan kontribusi terbesar dalam PDRB Kutai Timur sejak tahun 2009 hingga tahun 2013. Sumbangan sektor ini juga mengalami peningkatan di tiap tahunnya. Pada tahun 2012 sektor pertambangan dan penggalian menyumbang 87,86% terhadap PDRB Kutai Timur dan mengalami peningkatan sebesar 0,35% pada tahun 2013 menjadi 88,21%. Kontribusi sektor lain, seperti pertanian hanya 3,39%. Sedangkan sektor perdagangan, hotel serta restoran sebesar 3,38% hanya menempati urutan kedua dan ketiga.
73
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Tabel 3.9. Perkembangan PDRB Kabupaten Kutai Timur Tahun 2009 – 2013
Harga Berlaku
Harga Konstan 2000
Harga Berlaku
Harga Konstan 2000
Tanpa Migas & Batubara (Juta Rp) Harga Harga Berlaku Konstan 2000
2009
27.380.004,69
15.530.301,70
26.430.182,46
15.313.671,39
4.101.439,75
2.017.156,18
2010r
34.247.873,45
16.978.570,44
33.495.735,77
16.814.677,68
4.769.080,56
2.146.717,10
2011r
45.748.619,66
18.919.768,22
44.900.228,87
18.759.584,10
5.553.647,49
2.294.652,25
2012*
50.184.447,90
21.319.122,21
49.223.005,18
21.163.592,17
6.390.800,63
2.554.611,46
2013**
60.931.993,14
23.756.968,22
59.833.657,52
23.605.844,81
7.522.322,06
2.665.750,89
Dengan Migas (Juta Rp) Tahun
Tanpa Migas (Juta Rp)
Sumber: BPS Kabupaten KutaiTimur Tahun 2014 *) Angka sementara **) Angka sangat sementara
Dengan jenis kekayaan sumberdaya alam seperti ini, trend investasi di sektor pertambangan dan 8
galian terus meningkat. Peningkatan di sektor ini juga diikuti dengan peningkatan investasi di sektor perkebunan, utamanya kelapa sawit dan industri pengolahannya. Luas lahan tanam perkebunan dari tahun 2012-2013 bertambah seluas 52.381,06 Ha atau meningkat 16,19% dengan peningkatan produksi 793.769,27 ton atau meningkat 31,43%. Peningkatan produksi ini sangat ditunjang oleh peningkatan produksi kelapa sawit yang meningkat sebesar 795.238,65 ton atau 31,56% dengan proporsi penyerapan tenaga kerja sebesar 68.693 orang atau 86,41% dari jumlah tenaga kerja di sub sektor perkebunan pada tahun 2013.
8
Perusahaan pertambangan batubara yang beroperasi di Kalimantan Timur berjumlah 33 perusahaan dengan luas 1,3 juta hektar dan produksi 97,3 juta ton (2007). Ijin Kuasa Pertambangan yang sudah dikeluarkan sampai tahun 2012 berjumlah 1.180 ijin dengan luas 3.112.690,38 ha.
74
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Tabel 3.10. Luas Lahan Perkebunan Tahun 2012 – 2013 No
Tahun
Uraian
Luas Lahan perkebunan (Ha): 1 Karet 2 Kelapa 3 Kopi Robusta 4 Lada 5 Vanili 6 Kakao 7 Kelapa Sawit 8 Aren 9 Kemiri Jumlah
2012
2013
8.468,30 1.275,85 218,97 352,88 35,43 5.253,10 307.629,82 257,30 61,67 323.553,32
8.779,85 1.190,62 218,54 347,88 35,43 4.818,40 360.210,19 270,80 62,67 375.934,38
Sumber: Dinas Perkebunan Kabupaten Kutai Timur Tahun 2014
Perkembangan yang pesat pada perkebunan kelapa sawit di Kutai Timur, telah pula diikuti dengan berkembangnya industri hasil perkebunan kelapa sawit berupa pabrik pengolahan Crude Palm Oil (CPO) di beberapa kecamatan yang menjadi sentra pengembangan perkebunan sawit. Hingga Tahun 2013, telah terbangun 19 unit Pabrik CPO di Kutai Timur dengan total kapasitas produksi terpasang 940 ton/jam dan kapasitas terpakai 985 ton/jam, seperti terlihat pada tabel berikut: Tabel 3.11. Lokasi dan Kapasitas Pabrik Crude Palm Oil (CPO) Kelapa Sawit di Kabupaten Kutai Timur Tahun 2012 – 2013
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Kecamatan Muara Wahau Kongbeng Sangkulirang Karangan Telen Muara Bengkal Kaubun Bengalon Jumlah
2012 4 3 3 3 1 1 1 1 17
Kapasitas Terpakai (ton/jam)
Kapasitas Terpasang (ton/jam)
Jumlah 2013 5 3 3 3 1 1 1 2 19
2012 250 105 120 90 135 60 60 60 880
2013 310 105 120 90 135 60 60 105 985
2012 250 105 120 90 135 45 45 45 835
2013 310 105 120 90 135 45 45 90 940
Sumber: Dinas Perkebunan Kabupaten Kutai Timur Tahun 2014
Dari penjelasan panjang tentang pioritas pembangunan di Kutai Timur, terlihat bahwa upaya pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup berbenturan dengan pemenuhan kebutuhan energi dan pengembangan ekonomi serta penyediaan lapangan kerja. Sementara itu, luas lahan kritis
75
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
di Kutai Timur, seperti digambarkan dalam table di bawah ini, semakin tahun semakin memprihatinkan. Tabel 3.12. Lahan Kritis Kalimantan Timur 9 No
Kabupaten/Kota
1
Balikpapan
2
Berau
3
Bontang
4
Sangat Kritis
Kritis
Agak Kritis
Potensial Kritis
Tidak Kritis
Grand Total
1,888.80
3,331.88
22,495.61
127.32
28,187.85
56,031.46
53,346.92
72,016.69
240,067.78
274,088.54
1,561,255.41
2,200,775.34
168.84
723.96
7,721.27
879.65
6,583.34
16,077.06
Bulungan
31,233.68
46,395.92
168,305.72
218,135.25
857,015.79
1,321,086.35
5
Kutai Barat
55,305.74
106,106.47
552,192.13
509,577.76
1,865,079.72
3,088,261.82
6
Kutai Kartanegara
40,879.82
162,607.62
949,495.39
213,057.27
1,236,328.74
2,602,368.83
7
Kutai Timur
116,862.02
232,495.70
1,197,097.87
358,900.04
1,280,189.06
3,185,544.70
8
Malinau
41,089.02
47,712.42
158,777.25
1,447,614.32
2,286,209.87
3,981,402.88
9
Nunukan
92,369.86
40,835.81
149,288.78
333,273.31
870,727.52
1,486,495.29
49,156.79
124,362.76
299,304.82
76,584.59
535,953.41
1,085,362.38
11 Penajam Paser Utara
4,583.22
16,855.11
101,985.02
20,957.90
176,346.50
320,727.74
12 Samarinda
2,214.76
7,541.98
36,070.19
1,885.63
23,885.94
71,598.50
13 Tanah Tidung
2,928.70
12,018.01
65,528.68
5,184.57
221,987.37
307,647.32
1,171.52 493,199.69
774.84 873,779.18
6,494.01 3,954,824.51
515.78 3,460,781.93
10 Paser
14 Tarakan Grand Total
16,280.29 25,236.44 10,966,030.79 19,748,616.10
Padahal, peluang terbesar untuk mengurangi emisi adalah: 1.
Pencegahan deforestasi (570 Mt)
2.
Pencegahan kebakaran di lahan gambut (310 Mt)
3.
Pencegahan oksidasi di lahan gambut melalui pengelolaan air dan rehabilitasi (250 Mt)
4.
Penerapan manajemen kehutanan yang berkelanjutan (SFM) (240 Mt)
5.
Penghutanan kembali lahan hutan marginal dan terdegradasi (150 Mt)
Oleh karena itu, upaya yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Timur dalam memadukan prinsip-prinsip pembangunan yang berkesinambungan dengan pelestarian lingkungan hidup adalah: 1.
Merumuskan prioritas pembangunan dengan mempertimbangkan kemampuan daya dukung lingkungan.
2.
Melakukan sinkronisasi kebijakan di masing-masing satuan kerja daerah dan koordinasi serta sinergi dalam pelaksanaan program
9
Awang Faroek Ishak: RENCANA AKSI ANTISIPASI PEMANASAN GLOBAL DAN MITIGASI PERUBAHAN IKLIM MELALUI KALTIM HIJAU, Tahun 2010 - 2014
76
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
3.
Menjalankan penegakan hukum (Law Enforcement) yang adil dan proporsional dalam menjalankan kebijakan pembangunan di seluruh sector
4.
Melakukan riset untuk mendapatkan teknologi yang dapat memanfaatkan gas yang dihasilkan dari batubara tanpa melakukan penggalian.
5.
Membangun kerjasama dengan perguruan tinggi dan lembaga-lembaga penelitian, sektor swasta dan masyarakat dalam pengembangan kebijakan pembangunan dan implementasinya.
77
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
3.7.2. Tujuan 7B: Mengurangi kehilangan keanekaragaman hayati dan mengurangi kehilangan yang signifikan pada tahun 2015
TARGET 7B:
MENGURANGI LAJU KEHILANGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI, DAN MENCAPAI PENGURANGAN YANG SIGNIFIKAN PADA 2015
Indikator
2010
2013
Target MDG 2015
Status
Sumber
TUJUAN 7: MEMASTIKAN KELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP Target 7A: Memadukan prinsip-prinsip pembangunan yang berkesinambungan dengan kebijakan dan program nasional serta mengembalikan sumberdaya lingkungan yang hilang 7.4
7.5
7.6
Proporsi tangkapan ikan yang berada dalam batasan biologis yang aman Rasio luas kawasan lindung untuk menjaga kelestarian keanekaragaman haya terhadap total luas kawasan hutan Rasio kawasan lindung perairan terhadap total luas perairan teritorial
Status:
3.7.2.1.
Sudah tercapai;
Akan tercapai;
10,3 ton (2012)
9,4 ton (2013)
53,87%
61,70%
85,0%
Ti dak melebihi batas
Dinas Kelautan dan Perikanan
Meningkat
Dinas Kehutanan
Meningkat
Dinas Kelautan dan Perikanan
Perlu Perhatian Khusus
KEADAAN DAN KECENDERUNGAN
3.7.2.1.1. Proporsi Tangkapan Ikan yang Berada dalam Batasan Biologis yang Aman Perikanan laut, pesisir dan perikanan darat di Kutai Timur mempunyai potensi yang cukup baik. Kawasan perikanan di Kabupaten Kutai Timur mencakup perikanan darat, laut dan tambak, dengan orientasi pengembangan pada pemanfaatan potensi, dengan upaya sebagai berikut: 1. Kawasan darat dikembangkan dengan pola budidaya berbentuk kolam/empang, atau sistem karamba di kali dan waduk 2. Kawasan pesisir dikembangkan pola tambak air tawar, air payau dan air laut dengan tetap mempertimbangkan ekosistem pesisir 3. Kawasan laut dengan optimalisasi wilayah 0-4 mil laut sebagai outlet dengan
pengembangan
dermaga ikan, TPI dan pasar ikan.
78
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Capaian kinerja bidang perikanan yang dilihat dari Jumlah Rumah Tangga Perikanan, Produksi dan Jumlah Alat Tangkap Tahun 2012- 2013 adalah sebagaimana pada tabel berikut: Tabel 3.13. Rumah Tangga Perikanan, Produksi dan Nilai Produksi Perikanan Tahun 2012-2013 No
Uraian
Satuan
Tahun 2012
2013
Rumah Tangga Perikanan: 1 2 3 4 5 6
Perikanan Laut Perikanan Perairan Umum Tambak Kolam Keramba Budidaya Pantai / Sawah Jumlah
RT RT RT RT RT RT RT
4.186 1.160 440 255 339 168 6.548
4.207 1.172 414 246 300 170 6.509
Ton Ton Ton Ton Ton Ton Ton
5.584,3 1.146,3 834,8 588,6 403,1 1.748,5 10.305,6
5.211,0 1.028,1 684,1 573,1 348,5 1.604,4 9.449,2
Unit Unit Unit Unit
1.439 793 1.969 4.201
1.367 833 2.067 4.267
Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah
282 1.412 60 1.592 302 1.059 4.707
296 1.483 63 1.672 317 1.112 4.943
Produksi Hasil Perikanan: 1 2 3 4 5 6
Perikanan Laut Perikanan Perairan Umum Tambak Kolam Keramba Budidaya Pantai / Sawah Jumlah
Banyaknya Perahu/Kapal Penangkap Ikan Laut: 1 2 3
Perahu tanpa motor Perahu motor temple Kapal Motor Jumlah
Banyaknya Alat penangkap ikan laut: 1 2 3 4 5 6
Pukat Jaring Insang Jaring Angkat Pancing Perangkap Lainnya Jumlah
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan KabupatenKutai Timur, 2014
Dengan panjang garis pantai 240 km yang terbentang dari perbatasan Bontang ke Tanjung Mangkaliat, dibandingkan dengan kemampuan tangkap serta jangkauan nelayan Kutai Timur boleh dikatakan proporsi tangkapan ikan di Kutai Timur masih berada dalam batasan biologis yang aman. Yang perlu dicermati adalah kerusakan terumbu karang dan hutan mangrove di pesisir Kutai Timur. Sebagai perbandingan, hutan mangrove di Kalimantan Timur memiliki luas 883.379 ha, yang mengalami rusak berat 329.579 ha, rusak ringan 328.695 ha, sedangkan yang kondisinya baik hanya tersisa 225.105 ha
79
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
10
(25,48%). Hal ini penting dikemukakan karena banyaknya pengajuan pembangunan dermaga untuk pengapalan batu bara yang diterima oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Timur. 3.7.2.1.2. Proporsi Kawasan Hutan Lindung yang Terkelola Baik Misi II Pembangunan Kutai Timur 2011-2015 adalah ―Memantapkan RTRW Kabupaten Yang Serasi dan Berwawasan Lingkungan‖. Misi ini kemudian dijabarkan dalam beberapa strategi berikut: 1.
Pengendalian pemanfaatan lahan berdasarkan tata guna lahan
2.
Pelestarian lingkungan hidup dalam rangka mempertahankan ekosistem hayati
3.
Pelaksanaan legalisasi rencana tata ruang
4.
Penataan tata ruang wilayah yang komprehensif yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan
5.
Peningkatan koordinasi lintas sektor dan antar level pemerintahan dalam pemberian perijinan pengelolaan lahan
6.
Pemantapan tata batas wilayah
7.
Peningkatan koordinasi dengan daerah perbatasan dalam penyelesaian batas wilayah
8.
Pengendalian pemanfaatan SDA yang tidak dapat diperbaharui
9.
Peningkatan manajemen pengelolaan tanah
10.
Pemanfaatan sumber daya alam (resources based) secara berkesinambungan dan berkelanjutan
11.
Peningkatan kuantitas dan kualitas SDM bidang lingkungan
12.
Peningkatan kualitas lingkungan hidup
Sebagaimana disebutkan di bagian sebelumnya, wilayah tutupan Kutai Timur masih mancapai 61,70% dari 3.574.760 ha total luas wilayah Kutai Timur. Dari luas wilayah tutupan ini, terdapat 2.205.534 ha hutan. Wilayah hutan seluas ini, terdapat Hutan Lindung seluas 270.489 ha, dan Hutan Suaka Alam dan Wisata 215.742 ha. Hutan Lindung dan Suaka Alam serta Wisata ini merupakan kawasan konservasi yang seyogyanya tidak digunakan untuk produksi dan kegiatan ekonomi lainya. Rasio Kawasan Lindung untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati terhadap total luas kawasan hutan. Sebaran hutan lindung di wilayah Kabupaten Kutai Timur terutama berada pada bagian barat, yaitu kecamatan Muara Wahau, Telen dan Kecamatan Busang karena pada kawasan tersebut banyak terdapat daerah dengan kemiringan lebih dari 40%. Persentase luas keseluruhan kawasan lindung adalah 39,37% dari luas seluruh wilayah.
10
Dewan Kehutanan Daerah Kalimantan Timur: “KALTIM HIJAUTAHUN 2013”, hal.5
80
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
3.7.2.2.
TANTANGAN DAN UPAYA YANG DIPERLUKAN
Tantangan yang dihadapi Kabupaten Kutai Timur dalam mengurangi kehilangan keanekaragaman hayati dan mengurangi kehilangan yang signifikan pada tahun 2015 1.
Kerjasama pemerintah dan masyarakat dalam melestarikan keanekaragaman hayati belum sinergi.
2.
Keterpaduan pemanfaatan sumber daya keanekaragaman hayati belum optimal.
3.
Kemiskinan dan kerentanan sosial penduduk sekitar hutan relatif tinggi yang dapat mempengaruhi tingkat pemanfaatan hutan.
4.
Adanya peraturan perundangan yang memperkenankan pemanfaatan kawasan hutan alam melalui proses pinjam pakai yang umumnya dimanfaatkan untuk kegiatan pertambangan.
Upaya yang diperlukan Kabupaten Kutai Timur dalam rangka menanggulangi kerusakan keanekaragaman hayati dan tercapainya penurunan tingkat kerusakan yang signifikan pada tahun 2015, adalah : 1.
Pelestarian lingkungan hidup dalam rangka mempertahankan ekosistem hayati dengan menertibkan lahan bermasalah yang tidak sesuai dengan tata guna lahan
2.
Pelestarian lingkungan hidup dalam rangka mempertahankan ekosistem hayati dengan memantapkan pengelolaan kawasan konservasi
3.
Pengendalian pemanfaatan SDA yang tidak dapat diperbaharui dengan pengendalian pemanfaatan ijin tambang
4.
Mendeteksi dini adanya pencemaran lingkungan
5.
Menata dan mengembangkan kawasan konservasi dan kawasan lindung
6.
Memberantas penebangan liar dan perambahan hutan
7.
Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM bidang lingkungan
81
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
3.7.3. Tujuan 7C : Menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap air minum layak dan sanitasi layak hingga tahun 2015
TARGET 7C:
MENURUNKAN HINGGA SETENGAHNYA PROPORSI RUMAH TANGGA TANPA AKSES BERKELANJUTAN TERHADAP AIR MINUM LAYAK DAN SANITASI LAYAK HINGGA TAHUN 2015
Indikator
2010
2013
Target MDG 2015
Status
Sumber
TUJUAN 7: MEMASTIKAN KELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP Target 7C: Menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap air minum layak dan sanitasi layak hingga tahun 2015 7.8
7.9
Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap air minum layak, perkotaan dan perdesaan Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap sanitasi layak, perkotaan dan perdesaan
Status:
3.7.3.1.
Sudah tercapai;
Akan tercapai;
10,09% (2010)
49,6%
5,69% (2010)
87,14%
68,87% Kantor Statistik
62,41%
Perlu Perhatian Khusus
BPS, Susenas
KEADAAN DAN KECENDERUNGAN
3.7.3.1.1. Proporsi Rumah Tangga dengan Akses Berkelanjutan terhadap Air Minum Layak Berdasarkan data BPS Kabupaten Kutai Timur tahun 2013, jumlah penduduk yang mendapatkan layanan air bersih mencapai 87.402 jiwa atau 15,76 % dari total penduduk Kutai Timur (554.751 jiwa). Sambungan pipa air bersih ke rumah (SR) mencapau 13.789 SR, dengan kapasitas terpasang secara keseluruhan hanya 350.000 liter/detik.
Padahal kebutuhan air di Indonesia rata-rata 144 liter
perhari/orang. Pemakaian terbesar adalah untuk keperluan mandi sebesar 60 liter per hari per orang atau 45 persen dari total pemakaian air.
11
11
http://www1.pu.go.id/uploads/berita/ppw050307ind.htm, 23 Oktober 2014.
82
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Menurut data survey yang dilakukan Pemerintah Kutim tahun 2014, sebanyak 38,8% rumah tangga menggunakan air kemasan sebagai sumber air minum keluarga. Sedangkan untuk mandi dan cuci, sebanyak 40,6% menggunakan sumur terlindungi.
12
Kotak 3.1. Capaian Air Bersih (PDAM) Kutai Timur 2013
Capaian Air Bersih (PDAM) untuk Kabupaten Kutai Timur sampai dengan per Desember 2013 mencapai 29.94 % 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Jumlah Penduduk Jumlah Penduduk yang terlayani Sambungan Rumah (SR) Kapasitas IPA terpasang keseluruhan Realisasi IPA rata-rata keseluruhan Cakupan pelayanan wilayah administrasi Cakupan pelayanan wilayah pelayanan
: : : : : : :
554.751 Jiwa 87.402 Jiwa 13.789 SR 350,00 l/dt 216,66 l/dt 21.42 % 36,87 %
Berdasarkan data tersebut maka realisasi proporsi rumahtangga dengan akses berkelanjutan terhadap air minum layak masih jauh dari target yang ditetapkan dalam RAD MDGs tahun 2013 sebesar 75,44%. Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap sanitasi dasar, perkotaan dan perdesaan. Rumah tinggal berakses sanitasi sekurang-kurangnya mempunyai: 1) Fasilitas air bersih, 2) Pembuangan air besar/tinja, 3) Pembuangan air limbah (air bekas) dan 4) pembuangan sampah. Sampai tahun 2013, sudah 77,8% rumah tangga di Kutai Timur yang memiliki dan menggunakan jamban pribadi, dimana 67,5% jamban tersebut sudah menggunakan kloset jongkok leher angsa. Tetapi masih ada sekitar 12,5% keluarga yang menggunakan sungai sebagai tempat buang air besar, dan 7,7% rumah tangga menggunakan MCK umum. Dari fasilitas MCK yang digunakan, 36,7% rumah tangga menggunakan septic tank sebagai tempat pembuangan akhir tinja, 31,7% menggunakan lubang di tanah (cubluk), dan 21,1% membuang di sungai dan laut. Survey rumah tangga yang dilakukan Bappeda Kutim tahun 2014 menunjukkan, 86,6% rumah tangga sudah memiliki dan menggunakan jamban sendiri. 75,1% jamban tersebut memiliki septic tank sebagai
12
Bappeda Kutim: “Survey Evaluasi Program Kemiskinan Kutai Timur”, Oktober, 2014.
83
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
tempat pembuangan akhir tinja, 12,9% menggunakan lubang di tanah (cemplung), dan 5,1% membuang ke sungai. Grafik 3.20. Pemilikan Jenis Jamban
Pemilikan dan Jenis Jamban 100 90
86.6
85
80 70 60 50 40 30 15
20 10 0 Memiliki jamban sendiri
Jamban septik tank
jamban cemplung
Sumber: Bappeda Kutim: “Survey Evaluasi Program Penanggulangan Kemiskinan Kutim”, 2014
Dari segi kepemilikan dan penggunaan jamban, terlihat bahwa target MDGs Kutai Timur tahun 2013 sebesar 70% rumah tangga memiliki jamban pribadi telah terlampaui.
3.7.3.2.
TANTANGAN DAN UPAYA YANG DIPERLUKAN
Daya tarik Kutai Timur sebagai daerah tujuan pencari kerja dan sumber penghidupan yang lebih baik, membuat lonjakan penduduk Kutai Timur terjadi begitu mendadak, khususnya pada periode awal pembentukan Kutai Timur sebagai Kabupaten baru. Laju pertumbuhan penduduk yang begitu cepat (rata-rata 21,86% dalam 5 tahun), tidak disertai dengan kesiapan pembangunan infrastruktur. Apalagi RTRW Kutai Timur sampai tahun 2014 belum juga disahkan. Hal ini antara lain mengakibatkan timpangnya infrastruktur (sarana dan prasarana) pelayanan publik, khususnya air bersih dan pemukiman yang sehat. Apalagi, konsentrasi pembangunan ekonomi Kutai Timur bertumpu pada sektor pertambangan dan perkebunan yang berkontribusi pada kerusakan lingkungan.
84
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Untuk menghadapi tantangan tersebut, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur perlu melakukan: 1.
Melakukan pendataan penduduk dan proyeksi jumlah penduduk
2.
Mengembangkan Tata Ruang dan tata guna lahan yang sesuai dengan perkembangan penduduk
3.
Menerapkan penegakan hukum secara konsisten terhadap implementasi Tata Ruang dan Tata Guna Lahan.
4.
Pengembangan kawasan perumahan dan pemukiman sesuai peruntukan dengan menyediakan fasilitas public dan infrastruktur yang dibutuhkan, khususnya air minum dan sanitasi
5.
Pembangunan dan pemerataan instalasi pengolahan air dan jaringannya
6.
Penguatan PDAM
7.
Melibatkan masyarakat dan swasta dalam perencanaan lingkungan.
85
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
3.7.4. TARGET 7D: Mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh (minimal 100 juta) pada tahun 2015
TARGET 7D:
MENCAPAI PENINGKATAN YANG SIGNIFIKAN DALAM KEHIDUPAN PENDUDUK MISKIN DI PERMUKIMAN KUMUH (MINIMAL 100 JUTA) PADA TAHUN 2015
2010
Indikator
2013
Target MDG 2015
Status
Sumber
TUJUAN 7: MEMASTIKAN KELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP Target 7D: Mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh tahun 2015 7.10 Rumah Layak Huni
5.68%
8.2%
Meningkat Kantor Statistik
7.11 Pemukiman Layak Huni
54,8%
Meningkat
7.12 Luas Pemukiman yang tertata
16,23%
Meningkat
Status:
3.7.4.1.
Sudah tercapai;
Akan tercapai;
Perlu Perhatian Khusus
BPS, Susenas
KEADAAN DAN KECENDERUNGAN
Salah satu fokus kebijakan penanggulangan kemiskinan Kutai Timur adalah penyediaan rumah layak huni bagi penduduk miskin. Program ini diluncurkan pertama kali tahun 2012. Sampai tahun 2013, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur telah membangun 802 unit rumah layak huni yang terdiri dari 350 Unit berasal dari APBD & P-APBD 2013 dan 452 dari dana CSR (Corporate Social Responsibility).
86
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Tabel 3.14. Capaian Pembangunan Rumah Layak Huni APBD Kutai Timur Tahun 2013 Capaian Pembangunan Rumah Layak Huni APBD Kutai Timur tahun 2013 No
Kecamatan
1 1 2 3 4 5 6 7
2 Sangatta Selatan Sangkulirang Telen Kaubun Ma Ancalong Kongbeng Bengalon
APBD 2012 Desa Unit 3 4 4 40 11 105 7 55
APBD 2013 Desa Unit 5 1 4 69 4 40 8 5
200
APBD – P 2013 Desa Unit 6 7
76 65
40 40 20 100
250
Total Unit 8 109 145 55 116 65 40 20 550
Sumber : Bappeda, 2013
Namun demikian, jika dilihat dari proporsi penduduk miskin Kutai Timur yang berjumlah 24.295 jiwa (6,12 %) dari total penduduk 527.723 jiwa tahun 2013, capaian pembangunan rumah layak huni bagi masyarakat miskin di Kutai Timur ini hanya 8,2% sehingga target MDGs tahun 2013 telah tercapai. Apalagi jika ketersediaan rumah layak huni ini dibandingkan dengan prilaku hidup sehat yang berpengaruh terhadap kondisi pemukinan penduduk. Menurut data dari Bappeda Kutai Timur tahun 2013, 93% rumah tangga tidak mengolah sampah dengan benar. 49% rumah tangga hanya membakar sampah, bahkan 27,5% rumah tangga membuang sampah ke sungai atau ke laut. Sehingga tidak mengherankan jika di lingkungan pemukiman, sampah terlihat berserakan.
13
Kotak 3.2. Kondisi Sampah di Lingkungan Rumah
1. 2. 3. 4. 5.
Kondisi Sampah di Lingkungan Rumah Sampah berserakan Banyak kucing, anjing datang Banyak tikus dan nyamuk Banyak lalat Menyumbat drainase
58,5 % 49,1 % 31,2 % 29,6 % 11,5 %
Kondisi lingkungan pemukiman seperti itu, tidak jarang membawa dampak pada terhambatnya drainase yang kemudian mengakibatkan genangan air dan banjir di lingkungan pemukiman. Ini terbukti dari fakta yang menyebutkan, 74,4% linkungan perumahan mengalami genangan air (banjir). Hanya
13
Pemerintah Kabupaten Timur: KONDISI INFRASTRUKTUR KABUPATEN KUTAI TIMUR, Oktober 2014
87
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
25,6% yang tidak mengalami genangan air. Dari data di atas, boleh dikatakan, dari total wilayah pemukiman di Kutai Timur, hanya 25,6% yang tertata dengan baik. Grafik 3.21. Lingkungan / Rumah Pernah Terkena Banjir
3.7.4.2.
TANTANGAN DAN UPAYA YANG DIPERLUKAN
Sama seperti tantangan yang dihadapi pada penyediaan fasiltas air minum dan sanitasi bagi penduduk Kutai Timur, upaya peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh juga dihadapkan pada masalah yang sama, yakni lonjakan jumlah penduduk dan ketidak-siapan Pemerintah dalam mengembangkan perumahan dan pemukiman yang layak huni.
Untuk itu,
Pemerintah perlu melakukan upaya: 1.
Sosialisasi Rencana Pembangunan dan Rencana Tata Ruang kepada publik
2.
Melibatkan masyarakat dan swasta dalam perencanaan pembangunan
3.
Menerapkan penegakan hukum secara konsisten terhadap implementasi Tata Ruang dan Tata Guna Lahan dan hasil Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL).
4.
Membatasi ijin pertambangan sesuai daya dukung lingkungan
5.
Pengembangan kawasan perumahan dan pemukiman sesuai peruntukan dengan menyediakan fasilitas publik dan infrastruktur khususnya sanitasi, drainase dan jalan raya.
88
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
Bab IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. 1.
KESIMPULAN Target capaian tujuan 1 A yang berupaya untuk menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di bawah US$1 (PPP) per hari menjadi setengahnya mampu tercapai. Tingkat kedalaman kemiskinan semakin menurun dan ada harapan untuk mencapai target untuk menurunkan proporsi penduduk miskin yang pada tahun 2013 ini sudah menampakkan penurunannya.
2.
Jumlah penduduk Kabupaten Kutai Timur meningkat dari tahun ke tahun. Dengan pertumbuhan penduduk sebesar 5.72% per tahun, dari tahun 2011 hingga tahun 2013. Jumlah penduduk tahun 2013 sebesar 302.100 meningkat dibandingkan jumlah penduduk Kutai Timur tahun 2012 sebesar 285.743 jiwa. Di sisi lain, persentase penduduk miskin di Kabupaten Kutai Timur menunjukkan tren menurun dari tahun ke tahun. Dari tahun 2011 sebesar 9.43% menurun signifikan menjadi 8.77% pada tahun 2012. Dari tahun 2012 ke 2013 meskipun tidak cukup signifikan tetapi menunjukkan tren yang menurun, penduduk miskin di Kutai Timur menjadi 8.59% pada tahun 2013.
3.
Indeks kedalaman kemiskinan di Kabupaten Kutai Timur dari tahun ke tahun menurun. Menurun dari 1.41 pada tahun 2011 menjadi sebesar 1.15 pada tahun 2013. Penurunan itu menunjukan perbaikan pada tingkat kesejahteraan penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.
4.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per tenaga kerja diperoleh dari total PDRB dibagi jumlah seluruh tenaga kerja di Kabupaten Kutai Timur. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per tenaga kerja dapat menunjukkan produktivitas tenaga kerja, sehingga laju PDRB per tenaga kerja memberikan gambaran mengenai kecepatan pertumbuhan produktivitas tenaga kerja. Pada tahun 2011 laju PDRB sebesar 6.89%. Kemudian pada tahun 2012 laju PDRB per tenaga kerja tercatat cukup tinggi yaitu mencapai 11.33%, namun demikian pada tahun 2013 laju PDRB per tenaga kerja tersebut mengalami penurunan hingga 3.43.
89
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
5.
Jumlah penduduk di atas usia 15 tahun meningkat selaras peningkatan jumlah penduduk Kutai Timur, dari 182.992 pada tahun 2011 meningkat menjadi 208.344 pada tahun 2013. Jumlah angkatan kerja pernah mengalami penurunan dari tahun 2011 sebesar 128.174 menjadi 125.523 pada tahun 2012, namun meningkat menjadi 136.475 pada tahun 2013. Mereka yang bekerja dari tahun ke tahun meningkat, dari 116.742 di tahun 2011, menjadi 117.380 pada tahun 2012 dan meningkat cukup signifikan pada tahun 2013 menjadi 128.164. Jumlah penduduk yang mencari kerja atau penganggur cenderung menurun signifikan dari tahun 2011 sebesar 12.132 menjadi 8.143 di tahun 2012 namun jumlah mereka yang menganggur atau mencari pekerjaan cenderung meningkat pada tahun 2013 menjadi sebesar 8.311 jiwa.
6.
Pada tahun 2011 terdapat 34.97% penduduk dengan konsumsi di bawah 1400 kkal, cenderung menurun pada tahun 2012 dan menurun tajam hingga 29.55% di tahun 2013. Sementara itu, Konsumsi Penduduk di bawah 2000 kkal memberi gambaran di tahun 2011 sebesar 72.5, meningkat menjadi 77.58 di tahun 2012 namun kembali menurun menjadi sebesar 74.06 di tahun 2013.
7.
APM SD di Kabupaten Kutai Timur pada rentang antara tahun 2010 hingga 2013 terjadi peningkatan. Peningkatan paling signifikan terjadi adalah pada tahun 2010 ke 2011 yaitu dari 97.30% menjadi 99.51%. Sementara itu, kenaikan sejak tahun 2011 hingga tahun 2013 tidak sedemikian signifikan yaitu 99.58% (2012) dan 99.66% (2013). Pada jenjang berikutnya – SMP APM pada kurun tahun 2010 hingga 2013 mengalami kenaikan dan penurunan yang cukup signifikan. Penurunan terjadi pada 2010 ke 2011 yaitu dari 75.13% menjadi 62.53%.
8.
Sarana pendidikan baik pada jenjang TK, SD hingga ke tingkat menengah ke atas semakin meningkat dari tahun ke tahun. Baik sarana pendidikan mulai dari TK hingga ke tingkat menengah ke atas, jumlahnya semakin meningkat. Jumlah TK meningkat dari tahun ke tahun, dari 125 unit di tahun 2011 meningkat menjadi 135 unit di tahun 2012. Demikian pula dengan jumlah SD, dari 178 unit pada tahun 2011 meningkat menjadi 190 pada tahun 2012. Jumlah sekolah setingkat SLTP meningkat dari 72 menjadi 74 unit di tahun 2012. Namun di tingkat SLTA justru mengalami penyusutan, dari 38 unit menjadi 23 unit di tahun 2012. Pada tahun 2013 terjadi peningkatan jumlah sekolah baik pada tingkat SD, SLTP maupun SLTA. Untuk tingkat SD terdapat kenaikan dari 190 SD menjadi 204, sedangkan SLTP dari 74 menjadi 82 dan untuk jenjang pendidikan SLTA masih seperti kondisi tahun 2012.
9.
Kondisi kesetaraan gender di Kabupaten Kutai Timur pada jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA berbeda satu dengan yang lain. Pada jenjang pendidikan SD dan SMP, kesetaraan gender
90
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
peserta didiknya masih dapat dipandang secara optimis dimana diantara 100 murid laki-laki di SD dan SMP terdapat 98 dan 92 orang murid perempuan. Sementara di jenjang SMA, sumber data yang sama menunjukkan fakta dimana diantara 100 orang murid laki-laki terdapat sekitar 98 orang murid perempuan. Berikut ini data antarwaktu selengkapnya. 10.
Capaian AKABA Kabupaten Kutai Timur pada tahun 2013 sebesar 16 per 1.000 kelahiran hidup. Capaian ini sejalan dengan estimasi AKABA Provinsi Kalimantan Timur, dimana menurut SDKI Propinsi Kalimantan Timur akan mengalami penurunan AKABA dan telah mencapai target MDG’s 2015 yaitu tidak lebih dari 32 kematian per 1.000 Kelahiran hidup.
11.
Kutai Timur selama tahun 2013 berdasarkan sistem pelaporan Pemantauan Wilayah Sekitar Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA) di dapatkan jumlah kematian bayi sebesar 91 kasus dari 6.378 kelahiran hidup di tahun 2013 dengan demikian tingkat kematian bayi adalah sebesar 14 per 1.000 kelahiran hidup. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan Angka Kematian Bayi pada tahun 2012 yaitu sebesar 18 per 1.000 kelahiran hidup. Angka ini juga masih lebih rendah dari angka Provinsi Kalimantan Timur, dan telah mencapai target MDGs untuk AKB pada tahun 2015 sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup.
12.
Apabila dilihat dari sisi kelompok umur penyebab kematian Balita, maka dapat terlihat bahwa kelompok usia 0 – 28 Hari (Neonatal) merupakan kelompok dengan penyumbang kematian Balita terbesar disusul kelompok usia 1 – 12 bulan (Bayi). Kematian neonatal yang mendominasi kematian balita sebesar 84% dengan jumlah absolute 85 kasus. disebabkan oleh : 28 kasus aspiksia, 24 kasus kelahiran prematur, 9 kasus berat bayi lahir rendah (BBLR), 3 kasus akibat infeksi, dan 20 kasus akibat kasus lain.
13.
Kutai Timur pada tahun 2013 menunjukkan bahwa capaian imunisasi campak untuk anak di bawah 1 tahun adalah 116,29%. Capaian tersebut telah memenuhi target 90% yang menjadi komitmen Indonesia pada lingkup regional. Terdapat 4 Puskesmas yang memiliki capaian di bawah target yaitu : Puskesmas Muara Wahau, Kaliorang, Teluk Pandan dan Batu Ampar, namun tidak ada disparitas antar capaian puskesmas. Capaian terendah terdapat di Puskesmas Kaliorang dengan capaian 78,9%, sedangkan capaian tertinggi terdapat di Puskesmas Muara Wahau II dengan 262,2%.
14.
Dalam upaya mencapai Target 5A: Menurunkan Angka Kematian Ibu hingga tiga per empat dalam kurun waktu 1990-2015, dua hal telah tercapai yakni upaya menurunkan Angka Kematian Ibu per 100.000 kelahiran dan Proporsi kelahiran yang ditolong tenaga kesehatan terlatih telah memenuhi target di tahun 2013. Di sisi lain, Target 5B: Mewujudkan akses kesehatan reproduksi bagi semua pada tahun 2015, berkait dengan Angka pemakaian kontrasepsi (CPR)
91
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
pada perempuan menikah usia 15 - 49 tahun, dan cakupan pelayanan Antenatal (sedikitnya satu kali kunjungan dan empat kali kunjungan) baik 1 kali maupun 4 kali kunjungan tersebut telah tercapai. Akan tetapi upaya untuk menurunkan 15.
Proporsi kelahiran remaja (perempuan usia 15 - 19 tahun) per 1000 perempuan usia 15 - 19 tahun dan upaya untuk menurunkan Unmet Need (kebutuhan keluarga berencana/ KB yang tidak terpenuhi) belum tercapai dan masih membutuhkan perhatian khusus.
16.
Pengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus baru HIV/AIDS hingga tahun 2015, menunjukkan bahwa target untuk menurunkan Kasus HIV/AIDS belum tercapai dan membutuhkan perhatian khusus.
Sedangkan Pengendalikan penyebaran dan mulai
menurunkan jumlah kasus baru Malaria dan penyakit utamanya lainnya hingga tahun 2015 di antara beberapa indikator, hanya satu saja yang telah tercapai yakni menurunkan Angka kejadian malaria/per 1000 penduduk. Sementara itu indikator-indikator lain dalam memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya tidak ditemukan datanya. 17.
Kabupaten Kutai Timur
memiliki luas wilayah 35.747,50 km² atau 17% dari luas wilayah
Provinsi Kalimantan Timur. Berdasarkan data Dinas Kehutanan Kutai Timur, luas hutan yang ada di wilayah Kutai Timur tercatat sebanyak 3.188.462,93 hektar yang tersebar di 18 kecamatan. 18.
Luas lahan tanam perkebunan dari tahun 2012-2013 bertambah seluas 52.381,06 Ha atau meningkat 16,19% dengan peningkatan produksi 793.769,27 ton atau meningkat 31,43%. Peningkatan produksi ini sangat ditunjang oleh peningkatan produksi kelapa sawit yang meningkat sebesar 795.238,65 ton atau 31,56% dengan proporsi penyerapan tenaga kerja sebesar 68.693 orang atau 86,41% dari jumlah tenaga kerja di sub sektor perkebunan pada tahun 2013.
4.2. 1.
SARAN Meningkatkan
keefektifan
dan
kemampuan
dalam
menegakkan
hubungan
industrial
yang manusiawi dan harmonis, meningkatkan perlindungan terhadap buruh, melindungi pekerja baik laki-laki maupun perempuan dalam menjamin keberlangsungan, keselamatan, dan keamanan kerja, dan meningkatkan kemitraan dalam rangka memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan perlindungan kerja. 2.
Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan pelayanan kesehatan masyarakat miskin, meningkatkan pengetahuan masyarakat miskin tentang pencegahan penyakit menular,
92
Laporan Evaluasi Pencapaian Indikator dan Target MDGs Kabupaten Kutai Timur 2014
lingkungan sehat, kelangsungan dan perkembangan anak, gizi keluarga, perilaku hidup sehat, meningkatkan kemampuan identifikasi masalah kesehatan masyarakat miskin, meningkatkan investasi kesehatan guna menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin di berbagai tingkat pemerintahan, dan meningkatkan alokasi anggaran untuk membiayai pelayanan kesehatan masyarakat miskin. 3.
Meningkatkan partisipasi pendidikan masyarakat miskin pada jenjang Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun melalui jalur formal atau nonformal termasuk melalui upaya penarikan kembali siswa putus sekolah jenjang SD. Upaya kedua adalah dengan menurunkan secara signifikan jumlah penduduk yang buta aksara melalui peningkatan intensifikasi perluasan akses dan kualitas penyelenggaraan pendidikan keaksaraan fungsional.
4.
Mengembangkan partisipasi masyarakat dalam penyediaan perumahan, menyempurnakan peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin perlindungan hak masyarakat miskin atas perumahan, meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam pembangunan rumah yang layak dan sehat, meningkatkan keterjangkauan (affordability) masyarakat miskin terhadap perumahan yang layak dan sehat.
5.
Pemenuhan Hak atas Air Bersih dan Aman serta Sanitasi Dasar. Diarahkan untuk (1) meningkatkan kepedulian akan pentingnya penyediaan air bersih, aman, dan sanitasi bagi masyarakat miskin, (2) meningkatkan kerja sama dalam pengembangan sistem penyediaan air minum yang bersih dan aman, serta pengembangan sarana sanitasi dasar yang berpihak pada masyarakat miskin, dan (3) meningkatkan pengetahuan masyarakat miskin mengenai pengelolaan sumber daya air dan pentingnya air minum yang bersih dan aman, serta sarana sanitasi dasar.
6.
Meningkatkan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah dan masyarakat dalam mendukung ketahanan pangan lokal, meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang diversifikasi konsumsi pangan dan konsumsi pangan yang tidak diskriminatif gender dalam keluarga, meningkatkan efisiensi produksi pangan petani dan hasil industri pengolahan dengan memperhatikan mutu produksi, meningkatkan pendapatan petani pangan.
93