Programme
POLICY PAPER 20, Agustus 2013
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
DAFTAR NEGATIF INVESTASI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERKEMBANGAN INVESTASI DI INDONESIA
Daftar Isi Team
○
○
○
○
○
○
○
i
Pendahuluan
○
○
○
○
○
○
○
1
Pengertian Penanaman Modal
○
○
○
○
○
○
○
1
Gambaran Umum DNI dan Penanaman Modal
○
○
○
○
○
○
○
3
○
○
○
○
○
○
○
14
○
○
○
○
○
○
○
15
Dampak Penanaman Modal dan DNI terhadap Output Industri Saran dan Rekomendasi Daftar Pustaka
○
○
○
○
○
○
○
17
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
Programme
Team
Penulis : Rasidin Sitepu Steering Commitee 1. Hariyadi B. Sukamdani 2. Emirsyah Satar 3. Maxi Gunawan 4. Rahardjo Jamtomo Active Team 1. Didik J. Rachbini - Executive Director 2. Tulus Tambunan - Senior Economist and Project Team Leader 3. Rasidin Sitepu - Junior Economist 4. M. Hakim - Legal Councel 5. Yohanna M.L Gultom - Social Scientist 6. Aslim Nurhasan - PR Professional/Expert
Tulisan ini merupakan hasil pemikiran Tim Advokasi Program ACTIVE. Pertanyaan yang berkaitan dengan tulisan ini dapat diajukan kepada Tim ACTIVE Kadin Indonesia di
[email protected]
i
Lahirnya UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, diharapkan akan dapat meningkatkan jumlah investasi yang ditanamkan oleh para investor khususnya investor asing di Indonesia. Karena selain memberikan kemudahan-kemudahan, serta fasilitas. UU-PM ini juga menjamin adanya perlakuan yang sama antara investor asing dan domestik sebagai prinsip dasar dalam penyusunan kebijakan penanaman modal di Indonesia dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional. Salah satu bentuk kebijakan pemerintah dalam menjaga kepentingan Nasional adalah diterbitkannya Perpres Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal atau yang lebih dikenal dengan Daftar Negatif Investasi (DNI). Dalam kegiatan penanaman modal di Indonesia dapat disebutkan bahwa Daftar Negatif Investasi (DNI) merupakan acuan pertama kali dan terpenting bagi calon investor, baik investor asing maupun investor domestik sebelum melakukan penanaman modal, karena
2. Pengertian Penanaman Modal Penanaman modal pada suatu perusahaan dalam bahasa Inggrisnya disebut dengan investment, dimana dalam perkembangannya kita sering menyebutnya dengan istilah investasi. Investasi merupakan salah satu akselerator dalam perekonomian suatu negara karena besar kecilnya suatu investasi akan terkait dengan aktifitas atau variabel ekonomi lain seperti tingkat kesempatan kerja, laju pertumbuhan dan pendapatan suatu negara. Peningkatan investasi akan mampu mendorong laju pertumbuhan ekonomi menjadi lebih cepat sehingga pendapatan nasional yang tinggi dapat dicapai. Investasi dapat diartikan sebagai suatu aktifitas atau kegiatan yang diharapkan pada masa akan datang akan memberikan return yang lebih besar (Romer, 1996). Investasi dapat dibagi dua bagian berdasarkan pelakunya yaitu (1) autonomous invesment yang biasanya dilakukan pemerintah karena membutuhkan dana besar dan lebih berorientasi pada peningkatan pelayanan masyarakat meskipun kadangkadang aspek profit juga dipertimbangkan, dan (2) Induced Invesment (investasi dorongan) yang biasanya dilakukan oleh swasta baik
1
Programme
Komponen dari PDB nasional di lihat dari sisi pengeluaran adalah konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan net export. Artinya bahwa investasi merupakan salah satu komponen pertumbuhanan ekonomi. Konsumsi dan investasi merupakan dua aktivitas yang berhubungan erat. Penundaan konsumsi sekarang dapat diartikan sebagai investasi untuk konsumsi masa yang akan datang. Walaupun pengorbanan konsumsi masa sekarang dapat diartikan sebagai konsumsi untuk investasi untuk masa yang akan datang, namun pengertian investasi yang luas membutuhkan kesempatan produksi yang efisien untuk mengubah satu unit konsumsi yang ditunda untuk dihasilkan menjadi lebih dari satu unit konsumsi mendatang.
Daftar Negatif Investasi (DNI) merupakan suatu daftar yang mengatur mengenai bidangbidang usaha apa saja yang terbuka untuk penanaman modal dan bidang-bidang usaha apa saja yang tertutup bagi penanaman modal. Kompleksnya hubungan antara kebijakan Daftar Negatif Investasi (DNI) dalam kegiatan penanaman modal di Indonesia, maka tulisan ini mencoba menelaah Tinjauan Kebijakan Daftar Negatif Investasi dalam Kegiatan Penanaman Modal di Indonesia dan bagaimana dampak DNI terhadap kinerja penanaman modal dan output industri manufaktur di Indonesia.
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
1. Pendahuluan
Programme
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
individu maupun perusahaan dan biasanya lebih memperhatikan aspek profit yang akan dicapai. Investasi dalam pendapatan nasional (GNP) merupakan salah satu variabel penentu disamping Konsumsi (C), Pengeluaran Pemerintah (G) dan Ekspor-Impor (X). Pengeluaran untuk investasi dalam perhitungan pendapatan nasional merupakan total belanja sektor swasta untuk barang-barang kapital atau yang lebih dikenal dengan Investasi Swasta (Private Invesment). Investasi swasta di Indonesia sebagaimana negara lain dapat berasal dari negara lain (Foreig Investment) yang lebih dikenal dengan Penanaman Modal Asing (PMA) dan investasi dari dalam negeri (Domestic Investment) atau yang lebih dikenal dengan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Melihat pentingnya investasi swasta ini maka pemerintah membentuk suatu badan khusus yang mengatur kegiatan investasi di Indonesia yang disebut dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dengan tugas tidak hanya mengontrol tetapi juga melakukan promosi investasi dan mengeluarkan izin investasi. Penanaman modal dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia, definisi ini juga senada dalam Pasal 1 Peraturan Presiden No 76 Tahun 2007 tentang Kriteria Dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal. Modal dalam negeri adalah modal yang dimiliki oleh Negara Republik Indonesia, perseorangan warga negara Indonesia, atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum (Pasal 1 Ayat (9)
2
Peraturan Presiden No.76 Tahun 2007 tentang kriteria dan persyaratan penyusunan bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal). Berbeda dengan pengertian diatas, dalam Pasal 1 Ayat (2) UU Penanaman Modal memberikan pengertiannya sendiri bahwa: “penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri”. Penanaman modal asing juda dapat didefinisikan sebagai kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri (Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal). Umumnya setiap Negara membutuhkan modal pembangunan nasional melalui penanaman modal, sehingga kehadiran para investor tidak mungkin dihindari. Permasalahannya kehadiran investor sangat dipengaruhi kondisi internal negara, seperti stabilitas ekonomi, politik negara, dan penegakan hukum. Untuk memenuhi harapan tersebut, pemerintah dan masyarakat dituntut menciptakan iklim yang kondusif untuk investasi bagi pertumbuhan perindustrian nasional Indonesia. Usaha-usaha yang dilakukan pemerintah antara lain adalah dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan kebijaksanaan pemerintah yang pada dasarnya tidak akan merugikan kepentingan nasional dan kepentingan investor. Tujuan penyelenggaraan penanaman modal sebagaimana ditetapkan Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007, antara lain (1) meningkatkan
Daftar Negatif Investasi (DNI) yang ada sekarang dahulu disebut Daftar Skala Prioritas (DSP), Daftar Negatif Investasi (DNI) merupakan hasil perubahan Daftar Skala Prioritas (DSP) yang dilakukan dalam rangka penyederhanaan. Daftar Skala Prioritas Bidang-bidang Usaha Penanaman Modal, terdiri dari:
1.
Daftar Skala Prioritas Bidang Usaha Penanaman Modal Asing
3. Gambaran Umum DNI dan Penanaman Modal
2.
Daftar Skala Prioritas Bidang Usaha Penanaman Modal Dalam Negeri;
3.1. Perkembangan Daftar Negatif Investasi (DNI)
3.
Daftar Bidang Usaha di luar Undangundang Penanaman Modal Asing dan Undang-undang Penanaman Modal Dalam Negeri
4.
Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup.
Sebelum memutuskan untuk melakukan investasi atau penanaman modal di suatu negara, biasanya para investor akan memperhatikan beberapa hal guna meminimalisasi resiko dalam berinvestasi. Salah satunya adalah melalui transparansi, yaitu kejelasan mengenai peraturan perundangundangan, prosedur administrasi yang berlaku serta kebijakan investasi di negara penerima modal (host country). Tujuan transparansi atau keterbukaan adalah membuka ketertutupan informasi, agar tidak menimbulkan ketidakpastian bagi investor. Ketidakpastian dapat mengakibatkan investor sulit untuk mengambil keputusan untuk berinvestasi. Sebagai wujud pelaksanaan prinsip keterbukaan (transparansi) yang tersebut dalam Pasal 3 ayat (1) huruf (b) Undang-Undang No. 25 Tahun 2007, pemerintah telah mengeluarkan Daftar Negatif Investasi (DNI) yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal yang ditetapkan pada tanggal 25 Mei 2010. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 menggantikan Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007 dan Perpres No 111 Tahun 2007 yang telah dinyatakan
Programme
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sejak berlakunya Perpres Nomor 36 Tahun 2010.
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
pertumbuhan ekonomi nasional; (2) menciptakan lapangan kerja; (3) meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan; (4) meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional; (5) meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional; (6) mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan; (7) mengolah ekonomi potensial menjadi ekonomi riil dengan menggunakan dana dari dalam negeri maupun dari luar negeri; dan (8) meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pada tahun 1998, Daftar Negatif Investasi (DNI) diatur dalam Keppres Nomor 96 Tahun 1998 dan Keppres Nomor 99 Tahun 1998, kemudian kedua peraturan tersebut diubah dengan Keppres Nomor 96 Tahun 2000, Keppres Nomor 96 Tahun 2000 kemudian diubah lagi dengan Keppres Nomor 118 Tahun 2000. Dan pada tahun 2007 Daftar Negatif Investasi (DNI) diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanamaan Modal (Perpres No. 77 Tahun 2007) dan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2007 tentang Perubahan Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan (Perpres No. 111 Tahun 2007). Dan pada saat ini Daftar Negatif Investasi (DNI) diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010. Berkaitan dengan pengaturan DNI, pemerintah sebelumnya telah mengeluarkan pengaturan mengenai kriteria dan persyaratan
3
Programme
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
bidang usaha yakni Perpres No 76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal (Perpres Nomor 76 Tahun 2007), dan pada saat ini DNI diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010. Pada pasal 3 Peraturan Presiden No 76 Tahun 2007, Penentuan kriteria dan persyaratan penyusunan bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan (DNI) bertujuan untuk: 1.
meletakkan landasan hukum yang pasti bagi penyusunan peraturan yang terkait dengan penanaman modal;
2.
menjamin transparansi dalam proses penyusunan daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan;
3.
memberikan pedoman dalam menyusun dan menetapkan bidang usaha tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan;
4.
memberikan pedoman dalam melakukan pengkajian ulang atas daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyratan, dan
5.
memberikan pedoman apabila terjadi perbedaan penafsiran atas daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan
Tabel 1. Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Untuk Penanaman Modal No 1
Sektor Kebudayaan & Pariwisata
2 3 4
Kehutanan Kelautan dan Perikanan Komunikasi dan Informatika
5
Perhubungan
6
Perindustrian
Bidang Usaha Perjudian/Kasino Peninggalan Sejarah danPurbakala (candi, keraton,prasasti, petilasan, bangunankuno,temuan bawah laut, dsb) Museum Pemukiman/Lingkungan Adat Monumen Obyek Ziarah( Tempat peribadatan, petilasan, makam dsb) Pemanfaatan (pengambilan) Koral Alam Penangkapan Spesies Ikan dalam Appendix 1 CITES Manajemen dan Penyelenggaraan Stasiun Monitoring Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Radio dan Televisi Penyediaan dan Penyelenggaraan Terminal Pemasangan dan Pemeliharaan Perlengkapan Jalan Penyelengaraan dan Pengoperasian Jembatan Timbang Penyelengaraan Pengujian Tipe Kendaraan Bermotor Penyelenggaraan Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor Telekomunikasi/Sarana Bantu Navigasi Pelayaran Vessel Traffic Information System (VTIS)
Pemanduan Lalu Lintas Udara (ATS) Provider Industri Bahan Kimia yang Dapat Merusak Lingkungan Industri Bahan Kimia Skedul-1 Konvensi Senjata Kimia Industri Minuman Mengandung Alkohol
7
Pertanian
Industri Pembuat Chlor Alkali dengan Bahan Mengandung Merkuri Industri Siklamat Dan Sakarin Industri Logam Dasar Bukan Besi (Timah Hitam) Budidaya Ganja
Sumber: Peraturan Presiden No 77 Tahun 2007
4
KBLI 92429 92323 92321 92323 92324 92439 01501 05011 64223 92131 63310 45326 63390 63390 63390 63321 63321 63322 63223 63330 24212 24119 24119 15510 15520 15530 24111 24119 27201 01119
Dalam perpres No 77 Tahun 2007, terdapat 7 sektor yang tertutup untuk penanaman modal yaitu sektor (1) Kebudayaan & Pariwisata, (2) Kehutanan, (3) Kelautan dan Perikanan, (4) Komunikasi dan Informatika, (5) Perhubungan, (6) Perindustrian, dan (7) Pertanian, (secara lengkap di Tabel 1).
Programme
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2007 Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal, pada Pasal (1) menjelaskan bahwa Bidang usaha yang tertutup merupakan bidang usaha tertentu yang dilarang diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal (Lihat Tabel 1).
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
Lebih lanjut di Pasal 5 Perpres No 76 Tahun 2007 menjelaskan bahwa Penentuan bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan menggunakan prinsip-prinsip dasar sebagai berikut (1) Penyederhanaan (2) Kepatuhan terhadap perjanjian atau komitmen internasional, (3) Transparansi, (4) Kepastian hukum, dan (5) Kesatuan wilayah Indonesia sebagai pasar tunggal.
Perpres No 77 Tahun 2007 di setuaikan kembali dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2010 Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal. Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup yang tertuang dalam Perpres No 36 Tahun 2010 ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Untuk Penanaman Modal No 1 2
3
Sektor Pertanian Kehutanan
Perindustrian
Bidang Usaha
01289 01701 03119
1.
11010 11020 11030 20111
Industri Minuman Mengandung Alkohol (Minuman Keras, Anggur, dan Minuman Mengandung Malt)
2. 3.
4
5 6
Perhubungan
Komunikasi dan Informatika Kebudayaan dan Pariwisata
KBLI
Budidaya Ganja 1. Penangkapan Spesies Ikan Yang Tercantum dalam Appendix I CITES 2. Pemanfaatan (pengambilan) koral/karang dari alam untuk bahan bangunan/kapur/kalsium dan souvenir/perhiasan, serta koral hidup atau koral mati (recent death coral) dari alam.
Industri Pembuat Chlor Alkali dengan Proses Merkuri Industri Bahan Kimia Yang Dapat Merusak Lingkungan, seperti: • Halon dan lainnya • Penta Chlorophenol, Dichloro Diphenyl Trichloro Elhane (DDT), Dieldrin, Chlordane, Carbon Tetra Chloride, Methyl Chloroform, Methyl Bromide, Chloro Fluoro Carbon (CFC) 4. Industri Bahan Kimia Schedule 1 Konvensi Senjata Kimia (Sarin, Soman, Tabun Mustard, Levisite, Ricine, Saxitoxin, VX, DLL) 1. Penyediaan dan Penyelenggaraan Terminal Darat 2. Penyelenggaraan dan Pengoperasian Jembatan Timbang 3. Penyelenggaraan Pengujian Tipe Kendaraan Bermotor 4. Penyelenggaraan Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor 5. Telekomunikasi/Sarana Bantu Navigasi Pelayaran 6. Vessel Traffic Information System (VTIS) 7. Jasa Pemanduan Lalu Lintas Udara Manajemen dan Penyelenggaraan Stasiun Monitoring Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit 1. Museum Pemerintah 2. Peninggalan Sejarah dan Purbakala (candi, keraton, prasasti, petilasan, bangunan kuno, dsb) 3. Pemukiman/Lingkungan Adat 4. Monumen 5. Perjudian/Kasino
03119
20114 20119 20119 52211 52219 71203 71203 52221 52221 52230 61300 91021 91023 91023 91023 92000
Sumber: Peraturan Presiden No 36 Tahun 2010
5
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
Programme
Secara umum sejauh ini hanya satu sektor yang awalnya di tutup untuk penanaman modal pada Perpres No 77 Tahun 2007 yaitu Sektor Kelautan dan Perikanan, dan pada Perpres No 36 Tahun 2010 sektor tersebut telah dibuka terutama diutamakan untuk penanaman modal domestik yang Dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi. Ada tiga sub bidang usaha di sektor Kelauatan dan perikanan yang diterbuka untuk penanaman modal asing tentu dengan persyaratan persyaratan yang minta dalam peraturan tesrebut, yaitu sub bidang:
1. Usaha Perikanan Tangkap dengan menggunakan kapal penangkap ikan berukuran 100 GT dan/atau lebih besar di wilayah penangkapan ZEEI
2. Pemanfaatan
(pengambilan) dan peredaran koral/karang hias dari alam untuk akuarium*)
3. Pengangkatan Benda Berharga asal Muatan Kapal yang Tenggelam Dan terdapat tiga sub bidang usaha di sektor Kelauatan dan perikanan yang diterbuka hanya untuk penanaman modal domestik yaitu sub bidang:
1. Usaha perikanan tangkap dengan menggunakan kapal penangkap ikan berukuran 100 GT dan/atau lebih besar di wilayah penangkapan laut lepas
2. Perikanan tangkap dengan menggunakan kapal penangkap ikan berukuran di atas 30 GT, di wilayah perairan di atas 12 Mil.
sektor investasi yang dibatasi. Prinsipnya harus banyak memberikan peluang terhadap swasta. Sebetulnya bukan dibuka, tapi lebih dilonggarkan. Dulu persyaratannya X persen untuk asing sekarang X minus. Misalnya 49% menjadi 65%. Namun secara umum tujuan pemerintah melonggarkan DNI adalah dalam rangka untuk meningkatkan PMA dan PMDN di Indonesia. Ketidakpastian mengenai proses perubahan dan transisi serta bagaimana perubahan DN ini dapat diaplikasikan dimasa depan akan menjadi masalah tersendiri bagi perusahaan asing, contoh, apa yang terjadi bila sebuah perusahan yang telah berdiri ingin melakukan ekspansi? Apakah mereka harus mengikuti peraturan DNI yang baru atau mengikuti peraturan yang berlaku pada saat perusahaan tersebut berdiri? Diperlukan sebuah dasar pemikiran yang lebih rasional atau lebih filosofi yang melatar belakangi keputusan penentuan kriteria perubahan pada Daftar Negatif Investasi, karena perubahan DNI ini secara langsung mempengaruhi kondisi perusahaan, jika DNI tidak konsisten maka dapat dipastikan akan menurunkan minat investor ke Indonesia. Mengingat DNI mempunyai sifat strategis yaitu untuk melindungi kepentingan nasional dalam kerangka penciptaan iklim investasi yang sehat serta mempertimbangkan masalahnya yang bersifat lintas sektor, maka penyusunan DNI perlu dilakukan oleh tim khusus yang bertanggung jawab kepada Presiden.
3. Penggalian Pasir Laut Pemerintah melonggarkan aturan Daftar Negatif Investasi (DNI) untuk beberapa sektor. Sektornya mencakup bidang kesehatan, perindustrian, pariwisata dan ekonomi kreatif (parekraf), perdagangan, dan kehutanan. Revisi tersebut dibuat untuk melonggarkan aturan DNI yang terbilang ketat untuk beberapa
6
3.2. Realisasi Penanaman Modal Nilai investasi Triwulan II 2013 merupakan realisasi investasi yang dilakukan selama 3 bulan periode laporan (April–Juni 2013) berdasarkan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) yang diterima BKPM. Diluar
Programme
Nilai investasi dalam Rp.Triliun (T) dan Kurs US$.1=Rp.9.300,-. Realisasi investasi pada Triwulan II 2013: Rp.99,8T, meningkat 7,3% dari Triwulan I 2013 (Rp.93,0T) atau meningkat 29,8% dari Triwulan II 2012 (Rp.76,9T). Realisasi investasi pada Januari–Juni 2013: Rp.192,8T, meningkat 30,2% dari tahun sebelumnya yaitu Januari–Juni 2012 (Rp.148,1T) (Gambar 1).
Penyerapan tenaga kerja Indonesia secara langsung pada periode Triwulan II 2013 sebanyak 626.376 orang. Penyerapan tertinggi oleh PMA, yaitu sebesar 386.566 orang (61,71% dari total tenaga kerja). Keberadaan investasi PMDN dan PMA diperkirakan akan dapat mengakibatkan efek ganda terhadap penyerapan tenaga kerja secara tidak langsung yaitu sebesar 4 kali. Sejauh ini hubugan antara investasi dengan penyerapan tenaga kerja masih positif dan searah dengan perkembangan investasi.
Gambar 1. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Triwulan II Tahun 2013
Sumber: BKPM, Juli 2013 (diolah) 3.3.
Realisasi Penanaman Berdasarkan Sektor
Modal
Minat investasi dari PMA terlihat masih terbesar di sector sekunder yaitu sebesar US $ 3,459.5 Juta (48.23% terhadap total investasi PMA), yang tersebar di sektor (1) Ind. Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain, (2) Industri Makanan, dan (3) Ind. Kimia dan Farmasi (Tabel 3).
Sementara di sektor primer yang menyumbang sebesar US $ 1,646.1 Juta (22.95% dari total investasi PMA), terbesar hanya di sektor pertambangan, yaitu US $ 1,242.0 Juta (17.32% dari total Investasi PMA atau sebesar 75.5% dari total investasi PMA di sector Primer) dan kedua diikuti oleh sektor Tanaman Pangan & Perkebunan yang menyumbang sebesar US $ 372.6 juta (22.6% dari total Investasi PMA di sektor Primer).
7
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
investasi Migas, Perbankan, Lembaga Keuangan NonBank, Asuransi, Sewa Guna Usaha, dan Industri Rumah Tangga.
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
Programme
Tabel 3. Perkembangan Realisasi Investasi PMA Berdasarkan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) Menurut Sektor Triwulan II 2013 2010 NO.
2011
2012
Q1 2013
Q2 2013
S E K T O R / Se c t o r P
I
P
I
P
I
P
I
P
I
I
SEKTOR PRIMER / Pr imar y Sector
428
3,033.9
713
4,883.2
734
5,933.1
361
1,694.9
400
1,646.1
1 2
Tanaman Pangan & Perkebunan / Food Crops & Plantation Peternakan / Livestock
159 11
751.0 25.0
264 14
1,222.5 21.1
261 14
1,601.9 19.8
127 3
314.3 1.7
146 10
372.6 8.2
3 4 5
Kehutanan / Forestry Perikanan / Fishery Pertambangan / Mining
12 19 227
39.4 18.0 2,200.5
15 29 391
10.3 10.0 3,619.2
16 31 412
26.9 29.0 4,255.4
11 13 207
1.4 1.2 1,376.3
9 27 208
22.6 0.6 1,242.0
II
SEKTOR SEKUNDER / Secondary Sector
1,091
3,337.3
1,643
6,789.6
1,714
11,770.0
608
4,552.2
986
3,459.5
6 7
Industri Makanan / Food Industry Industri Tekstil / Textile Industry
194 110
1,025.7 154.8
308 166
1,104.6 497.3
347 149
1,782.9 473.1
156 42
405.5 234.3
223 66
542.2 160.5
8
Ind. Barang Dari Kulit & Alas Kaki / Leather Goods & Footwear Industry Industri Kayu / Wood Industry Ind. Kertas dan Percetakan/Paper and Printing Industry
30
130.4
59
255.0
73
158.9
19
25.4
25
3.8
9 10
31 32
43.1 46.4
29 42
51.1 257.5
38 57
76.3 1,306.6
5 20
0.9 579.3
29 34
12.7 180.4
11 12
Ind. Kimia dan Farmasi / Chemical and Pharmaceutical Industry Ind. Karet dan Plastik / Rubber and Pl astic Industry
159 100
793.4 104.3
223 148
1,467.4 370.0
230 147
2,769.8 660.3
90 41
1,228.2 122.1
136 72
545.0 74.3
13 14
Ind. Mineral Non Logam / Non Metallic Mineral Industry Ind. Logam, Mesin & Elektronik / Metal, Machinery & Electronic Industry Ind. Instru. Kedokteran, Presisi & Optik &Jam/Medical Preci. & Optical Instru, Watches & Clock Industry Ind. Kendaraan Bermotor &Alat Transportasi Lain/Motor Vehicles & Other Transport Equip. Industry
8 269
28.4 589.5
46 383
137.1 1,772.8
48 364
145.8 2,452.6
25 121
30.0 1,041.9
43 192
220.2 684.1
15 16 17
Industri Lainnya / Other Industry
2
-
5
41.9
4
3.4
3
0.1
2
-
97
393.8
147
770.1
163
1,840.0
49
866.4
103
1,005.9
59
27.6
87
64.7
94
100.2
37
18.1
61
30.3
III
SEKTOR TERSIER / Tertiary Sector
1,557
9,843.6
1,986
7,801.7
2,131
6,861.7
1,044
801.2
1,448
2,067.0
18 19 20
Listrik, Gas dan Air / Electricity, Gas & Water Supply Konstruksi / Construction Perdagangan & Reparasi / Trade & Repair
42 65 735
1,428.6 618.4 773.6
64 63 899
1,864.9 353.7 826.0
65 77 983
1,514.6 239.6 483.6
34 28 500
218.0 30.7 215.5
51 52 649
470.4 334.8 130.3
21 22 23
Hotel & Restoran / Hotel &Restaurant Transportasi, Gudang & Komunikasi/Transport, Storage & Perumahan, Kawasan Ind & Perkantoran/Real Estate, Ind. Estate & Business Activities
181 87 71
346.6 5,072.1 1,050.4
205 86 109
242.2 3,798.9 198.7
223 93 131
768.2 2,808.2 401.8
107 33 79
31.2 51.8 116.7
133 68 85
65.7 760.2 250.4
24
Jasa Lainnya / Other Services
376
553.9
560
517.3
559
645.8
263
137.3
410
55.2
3,076
16,214.8
4,342
19,474.5
4,579
24,564.7
2,013
7,048.2
2,834
7,172.5
JUMLAH / Total
Sumber: BKPM, Juli 2013 1. Diluar Investasi Sektor Minyak & Gas Bumi, Perbankan, Lembaga Keuangan Non Bank, Asuransi, Sewa Guna Usaha, Investasi yang perizinannya dikeluarkan oleh instansi teknis/sektor, Investasi Porto Folio (Pasar Modal) dan Investasi Rumah Tangga 2. P : Jumlah Proyek 3. I
: Nilai Investasi dalam US $. Juta
Sedangkan sektor Tersier, investasi PMA adalah sebesar US $ 2,067.0 juta (28.82% terhadap total investasi PMA). Investasi PMA terbesar di sektor ini adalah sector Transportasi, Gudang & Komunikasi (36.78%), Listrik, Gas dan Air (22.76%) dan sektor Kontruksi (16.20%) (Lihat Tabel 3). Total Investasi PMDN berdasarkan sektor terbesar disumbangkan oleh sektor Sekunder Rp. 15,989.9 M (48.27%), kedua diikuti oleh sektor Tersier sebesar Rp 10,057.3 M dan ketiga adalah sektor primer Rp.7,080.8 M (21.37%).
8
Sektor primer investasi PMDN hanya tersebar di dua sektor yaitu sektor Pertambangan (73.92%) dan Tanaman Pangan & Perkebunan (23.51%). Sementara di sektor Peternakan hanya menyumbang sebesar (2.58%), sedangkan sektor Kehutanan dan Perikanan sampai pada Q2 tahun 2013 adalah nol persen. Ini mengindikasikan bahwa kedua sektor tersebut PMA dan PMDN tidak tertarik untuk menanamkan modalnya di sektor tersebut dan juga karena pemberlakuan DNI yang sebelumnya sektor kelautan dan perikanan
2011
2012
Q 1 2013
Q2 2013
S E K T O R /S e k t o r P
I
P
I
P
I
P
I
P
I
I
SE KTO R P RIM ER / P rim ary Sector
253
12,131.4
363
16,526.3
266
20, 369. 1
85
7,246.2
139
7,080.8
1 2 3 4 5
Tanaman P angan & Perkebunan / Food Crops & P lantation Pet ernakan / Livestock Kehutanan / Forestry Perikanan / Fi shery Pertam bangan / M ining
166 59 8 2 18
8,727.3 156.5 171.6 1.0 3,075.0
255 62 11 5 30
9,367.3 247.2 12.5 0.1 6,899.2
180 31 9 7 39
9, 631. 5 97. 4 144. 5 14. 7 10, 480. 9
57 5 1 22
1,259.7 15.5 5,971.0
87 20 5 7 20
1,664.6 182.4 5,233.8
II
SE KTO R S EKUNDER / Secondary Sector
419
25,612.6
706
38,533.8
714
49, 888. 9
241
10,926.4
372
15,989.9
6 7 8 9 10 11
Indust ri Makanan / Food Industry Indust ri Tekst il / Tex t ile Indus try Ind. B arang Dari Kulit & Alas K aki / Leat her G oods & Foot wear Indust ri K ayu / Wood I ndust ry Ind. K ertas dan P ercetakan/ Paper and P rint ing Industry Ind. K im ia dan Farmasi / Chem ical and P harm aceutical Indust ry
166 26 4 6 25 64
16,405.4 431.7 12.5 451.3 1,102.8 3,266.0
258 52 3 14 53 106
7,940.9 999.2 13.5 514.9 9,296.3 2,711.9
222 51 9 15 64 94
11, 166. 7 4, 450. 9 76. 7 57. 0 7, 561. 0 5, 069. 5
81 22 1 4 20 33
3,978.9 811.9 49.4 956.1 1,522.0
143 28 4 5 40 56
4,957.5 174.5 0.1 3,917.7 1,268.6
12 13 14
Ind. K aret dan P lastik / Rubber and P lastic I ndust ry Ind. Mineral Non Logam / Non M etallic M ineral Industry Ind. Logam, Mes in & E lekt ronik / M et al, Machinery & Electronic Industry Ind. I nst ru. K edokteran, P resisi & Optik & Jam/ Medical P reci. &
48 13 50
522.8 2,264.6 789.6
81 39 76
2,295.7 7,440.5 6,787.0
110 37 81
2, 855. 0 10, 730. 7 7, 225. 7
25 15 28
482.8 1,288.2 1,769.7
36 15 29
60.5 2,147.2 2,803.6
633.2
15
17
Optical Instru, Watc hes & Clock Industry Ind. K endaraan B erm otor & Al at Trans port asi Lain/ Mot or Vehicles & Ot her T ransport E quip. I ndus t ry Indust ri Lainnya / Ot her Indust ry
III
SE KTO R T ERS IE R / Tertiary S ecto r
18 19 20 21 22
Listrik, Gas dan Air / Electricity, Gas & Water S upply Konstruksi / Const ructi on Perdagangan & Reparasi / T rade & Repair Hot el & Restoran / Hot el & Restaurant Transportasi, Gudang & K omunikasi/ Transport, S torage & Comm unicat ion Perum ahan, Kawas an Ind & P erkant oran/ Real Est at e, I nd. E stat e & Bus iness A ct ivities Jasa Lainnya / O ther S ervices
16
23 24
JUM LAH / T o t a l
-
-
1
-
-
-
1
5.5
15
362.2
16
529.1
21
664. 4
6
39.6
12
2
3.7
7
4.8
10
31. 5
5
22.3
4
27.1
203
22,882.2
244
20,940.6
230
21, 924. 0
108
9,324.9
130
10,057.3
31 7 32 27 34
4,929.8 67.6 116.4 390.3 13,787.7
49 8 31 26 27
9,134.7 598.2 328.6 394.4 8,130.1
42 17 35 34 33
3, 796. 8 4, 586. 6 1, 030. 4 1, 015. 0 8, 612. 0
10 7 26 16 26
1,725.3 101.0 3.9 53.4 5,970.5
25 9 17 27 25
3,021.1 2,106.2 769.3 169.9 3,550.8
3
261.7
8
732.7
6
58. 0
7
1,450.0
7
190.2
69
3,328.6
95
1,621.9
63
2, 825. 1
16
20.9
20
249.9
875
60,626.3
1, 313
76,000.7
1,210
92, 182. 0
434
27,497.5
641
33,128.0
Sumber: BKPM, Juli 2013
tertutup untuk penanaman Modal. Disektor tersier masih terbesar disumbankan oleh sektor Industri Makanan, Ind. Kertas dan Percetakan, Ind. Logam, Mesin & Elektronik, dan Ind. Mineral Non Logam. Sementara di sektor tersier, perilaku PMA dan PMDN hampir sama, yang di dominasi oleh sektor Transportasi, Gudang & Komunikasi, Listrik, Gas dan dan sector Kontruksi (Lihat Tabel 4). 3.4. Realisasi Penanaman Modal Berdasarkan Lokasi Nilai PMA berdasarkan lokasi terbesar masih terdapat di pulau Jawa yaitu sebesar US $. 4,787.0 juta (66.74% terhadap total investasi PMA) kemudian diikuti oleh pulau Kalimantan US $ 11.24 juta, pulau Sumatera sebesar US $ 9.17 juta dan Papua sebesar US $ 7.52 juta selebihnya pulau Bali, Sulawesi, dan Maluku kurang dari 5% dari total investasi PMA (Tabel 5).
Hal yang sama juga terjadi pada PMDN dimana, kontribusi terbesar masih terdapat dipulau Jawa yaitu sebesar Rp 16,412.1 M (49.54%), kemudian diikuti oleh pulau Sumatera Rp 6,882.0 M (20.77%), Kalimantan Rp.5,688.5 M (17.17%) dan pulau Bali-Nusa Tenggara Rp 2,401.3 M (7.25%). Sementera pulau-pulau lainnya di Indonesia nilai PMDN masih kurang dari 5% dari total investasi PMDN (Lihat Tabel 6). Rendahnya invesasi di bagian timur, seperi Pulau Maluku dan Papua Barat adalah disebabkan karena iklim investasi yang kurang memadai di tambah dengan kondisi infrastruktur daerah yang masih relatif kurang memadai. Berdasarkan Koridor Ekonomi pada periode Januari Juni 2013, realisasi PMDN dan PMA tertinggi ada di Koridor Jawa. Realisasi PMDN terbesar berikutnya berada di Koridor Kalimantan, Sumatera, Bali dan Nusa Tenggara, Sulawesi, serta Maluku dan Papua. Sedangkan PMA terbesa rberikutnya berada di Koridor
9
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
2010 NO.
Programme
Tabel 4.Perkembangan Realisasi Investasi PMDN Berdasarkan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) Menurut Sektor Triwulan II 2013 (Rp Miliar)
Programme
Tabel 5. Perkembangan Realisasi Investasi PMA Berdasarkan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) Menurut Lokasi Triwulan II 2013 2010 N O.
P
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
2011
2012
Q1 2013
Q2 2013
LOK ASI / L ocati on
I
SU M AT E RA / S um ater a
1
I
P
I
P
I
P
I
P
I
359
747.1
667
2,076.6
695
3,729.3
206
1,084. 3
385
NA NGGROE ACEH DA R US SA LAM / NA D
13
4.6
40
22.5
26
172.3
18
40. 4
19
29. 4
2
SU MATE R A UT ARA / North Sum atera
78
181.1
115
753.7
133
645.3
51
175. 3
112
230. 8
3 4 5 6 7 8 9 10
SU MATE R A BA RAT / W est S umatera R I A U / Riau JA MBI / J am bi SU MATE R A SE LATA N / S out h S umatera BE NGKULU / B engkulu LAMP UNG / Lampung BA NGK A BE LITUNG / B angka Belitung KE P ULAU AN R IA U / Ri au Is lands
10 45 12 51 11 31 22 86
7.9 86.6 37.2 186.3 25.1 30.7 22.0 165.7 11,498.8 6,429.3 1,692.0 59.1 4.9 1,769.2 1,544.2 502.7 278.3 220.5 3.8 2,011.4 170.4 546.6 202.2 1,092.2 859.1
43 64 31 99 18 54 48 155
22.9 212.3 19.5 557.3 43.1 79.5 146.0 219.7
45 81 30 107 21 57 30 165
75.0 1,152.9 156.3 786.4 30.4 114.3 59.2 537.1
20 30 12 27 6 11 12 19
15. 2 588. 7 16. 4 112. 6 13. 2 7. 5 10. 9 104. 2
29 54 17 48 12 16 12 66
16. 3 132. 9 6. 1 83. 1 3. 8 10. 8 47. 6 97. 0
2,632
12,324.5
2, 807
13, 659.9
1,275
3,779. 4
1,744
4, 787. 0
1,094 825 122 22 208 361
4,824.1 3,839.4 175.0 2.4 1,312.0 2,171.7
1, 148 682 141 28 403 405
4,107.7 4,210.7 241.5 84.9 2,298.8 2,716.3
715 239 47 15 116 143
477. 4 1,339. 2 241. 4 7. 0 605. 0 1,109. 3
872 400 52 24 245 151
960. 7 1, 653. 9 91. 1 4. 6 812. 6 1, 264. 0
474
952.7
477
1,126.6
169
224. 9
330
109. 9
337 113 24
482.1 465.1 5.5
324 133 20
482.0 635.8 8.7
83 80 6
11. 1 211. 5 2. 2
230 80 20
50. 3 57. 7 1. 9
331
1,918.8
355
3,208.6
216
338. 3
247
805. 9
47 91 47 146
500.7 543.7 272.1 602.4
45 89 54 167
397.5 524.7 272.3 2,014.1
33 67 38 78
116. 8 48. 5 36. 6 136. 3
44 65 33 105
134. 7 124. 7 59. 4 487. 2
II
JAWA / Java
11 12 13 14 15 16
DKI JA KA RT A / Jakarta Capital Territory JA WA BA RA T / W est Java JA WA TE NGAH / C entral Jav a D.I YOGY AKA R TA / S pecial Region of Yogy ak arta JA WA TIMUR / Eas t J av a BA NT EN / B anten
1,973 885 595 83 20 110 280
III
BALI & NUS A TE NGG ARA / Bali & Nusa T enggara
372
17 18 19
B A L I / Bali NU S A T ENGGARA BARA T / W es t N us a Tenggara NU S A T ENGGARA TIMUR / East Nusa Tenggara
279 81 12
IV
KALI MAN TAN / Kalim an tan
254
20 21 22 23
KA LIMANT AN B ARAT / W est Kalim antan KA LIMANT AN TE NGA H / Central K alim antan KA LIMANT AN S ELAT AN / South Kalim antan KA LIMANT AN TIMUR / E ast K alim ant an
50 62 44 98
V
SU L AWES I / S ulawesi
80
24 25 26 27 28 29
SU LAW ES I UTAR A / Nort h S ulawes i SU LAW ES I T ENGAH / Central S ulawes i SU LAW ES I S ELA TAN / S out h S ulawes i SU LAW ES I T ENGGAR A / Sout h E ast S ulawes i GORONTALO / Gorontalo SU LAW ES I B ARAT / Wes t Sulawesi
25 7 33 10 1 4
VI
MA LUK U / M aluku
10
30 31
MALUKU / M al uk u MALUKU UTAR A / Nort h M aluk u
VII
PA PUA / Papu a
32 33
146
715.3
187
1,507.0
98
719. 9
60
189. 6
40 18 36 28 19 5
220.2 370.4 89.6 17.0 12.5 5.6
70 27 29 41 17 3
46.7 806.5 582.6 35.7 35.3 0.2
36 14 21 23 3 1
19. 1 516. 8 166. 3 17. 8 0. 0
15 4 17 17 6 1
15. 4 0. 0 151. 0 19. 3 3. 8 83. 1
18 10
226.8 138.5 441.8 14.0 0.8 37.3 248.9 2.9 246.0 346.8 329.6 17.2
36 25
1,312.0 33.1
21 18
1,202.4 32.0
18 11
832. 9 4. 7
22 18
514. 4 24. 8
3,076
16,214.8
4,342
19,474.5
4, 579
24, 564.7
2,013
7,048. 2
2,834
7, 172. 5
5 5 28
PA PUA / P apua IRIAN J AYA B ARAT / W es t I rian JU ML AH / To tal
657. 8
31
141.5
19
98.8
20
63. 8
28
15 16
11.7 129.8
10 9
8.5 90.3
13 7
5. 0 58. 8
19 9
4. 1 79. 0
61
1,345.1
39
1,234.5
29
837. 6
40
539. 2
Sumber: BKPM, Juli 2013
Tabel 6. Perkembangan Realisasi Investasi PMDN Berdasarkan Laporan Kegiatan Penanaman 2010 NO.
P I 1
SUMATERA / Sumatera NANGGROE ACEH DARUSSALAM / Nanggroe Aceh Darussalam
I
222
P
2012
4,224.2
I
370 16
P
Q1 2013
16,334.3 259.4
I
287
P
Q2 2013 I
14,256.2
55
P
4,034.3
I
196
6,882.0
5
40.9
11
60.2
19
1,522.1
9
746.5
2
SUMATERA UTARA / North Sumatera
41
662.7
79
1,673.0
61
2,550.3
7
1,991.0
68
1,410.7
3 4 5 6 7 8 9 10
SUMATERA BARAT / West Sumatera R I A U / Riau JAMBI / Jambi SUMATERA SELATAN / South Sumatera BENGKULU / Bengkulu LAMPUNG / Lampung BANGKA BELITUNG / Bangka Belitung KEPULAUAN RIAU / Riau Islands
11 52 17 29 2 32 5 28
73.8 1,037.1 223.3 1,738.4 8.5 272.3 0.4 166.9
24 56 30 48 2 58 7 50
1,026.2 7,462.6 2,134.9 1,068.9 824.4 514.4 1,370.4
22 51 24 32 1 48 4 33
885.3 5,450.4 1,445.7 2,930.6 52.6 304.2 533.5 43.5
3 2 11 1 2 1 9
5.8 149.4 281.9 27.6 14.5 28.2 13.9
9 34 19 14 1 11 2 29
239.0 1,985.8 1,302.7 533.5 82.0 162.5 95.8 323.6
35,140.3
II
JAWA / Java
397
601
37,176.2
636
52,692.9
257
13,506.3
301
16,412.1
11 12 13 14 15 16
DKI JAKARTA / Jakarta Capital Territory JAWA BARAT / West Java JAWA TENGAH / Central Java D.I YOGYAKARTA / Special Region of Yogyakarta JAWA TIMUR / East Java BANTEN / Banten
86 103 40 3 89 76
4,598.5 15,799.8 795.4 10.0 8,084.1 5,852.5
84 170 100 7 157 83
9,256.4 11,194.3 2,737.8 1.6 9,687.5 4,298.6
72 125 78 6 289 66
8,540.1 11,384.0 5,797.1 334.0 21,520.3 5,117.5
44 37 53 1 103 19
1,872.8 867.8 1,012.7 15.1 9,011.9 726.0
37 55 29 10 145 25
1,279.3 1,628.3 595.2 107.3 10,500.2 2,301.8
III
BALI & NUSA TENGGARA / Bali & Nusa Tenggara
39
2,119.3
32
356.7
29
3,167.8
15
50.0
26
2,401.3
19 16 4
313.4 1,805.8 0.1
18 11 3
313.4 42.3 1.0
15 11 3
3,108.0 45.4 14.4
5 9 1
25.0 14.8 10.3
15 9 2
1,065.0 1,329.9 6.5
149
14,575.6
198
13,467.4
183
16,739.7
79
9,145.5
79
5,688.5
43 34 26 46
1,171.7 3,507.7 2,015.0 7,881.3
56 55 39 48
1,404.0 3,376.0 2,118.3 6,569.1
53 46 40 44
2,811.0 4,529.6 3,509.8 5,889.3
13 32 10 24
202.7 676.7 3,420.3 4,845.9
8 23 21 27
172.3 548.8 1,686.8 3,280.7
17 B A L I / Bali 18 NUSA TENGGARA BARAT / West Nusa Tenggara 19 NUSA TENGGARA TIMUR / East Nusa Tenggara IV
KALIMANTAN / Kalimantan
20 21 22 23
KALIMANTAN BARAT / West Kalimantan KALIMANTAN TENGAH / Central Kalimantan KALIMANTAN SELATAN / South Kalimantan KALIMANTAN TIMUR / East Kalimantan
V
SULAWESI / Sulawesi
58
4,337.6
82
7,227.5
59
4,901.0
20
622.0
25
1,284.5
24 25 26 27 28 29
SULAWESI UTARA / North Sulawesi SULAWESI TENGAH / Central Sulawesi SULAWESI SELATAN / South Sulawesi SULAWESI TENGGARA / South East Sulawesi GORONTALO / Gorontalo SULAWESI BARAT / West Sulawesi
13 7 23 5 3 7
95.8 153.6 3,212.3 19.2 16.7 840.0
11 12 42 8 3 6
331.6 2,620.2 3,986.3 59.0 11.8 218.6
8 2 34 6 2 7
678.5 602.8 2,318.9 907.3 164.9 228.6
5 2 9 3 1
43.6 43.9 78.0 324.3 132.2
2 2 13 2 1 5
3.6 153.8 367.5 234.0 84.4 441.2
VI
MALUKU / Maluku
279.7
2
0.0
4
13.6
4
323.9
3
82.4
2
30 MALUKU / Maluku 31 MALUKU UTARA / North Maluku
1 1
-
2 2
0.1 13.5
2 2
3.4 320.5
2 1
82.4
1 1
279.7
VII PAPUA / Papua
8
229.3
26
1,425.0
12
100.5
5
56.9
12
180.0
32 PAPUA / Papua 33 PAPUA BARAT / West Papua
7 1
178.0 51.3
21 5
1,377.9 47.2
7 5
54.7 45.8
1 4
13.7 43.2
7 5
160.4 19.6
1,313
76,000.7
1,210
92,182.0
434
27,497.5
641
33,128.0
JUMLAH / Total
Sumber: BKPM, 2013
10
2011
LOKASI / LOCATION
875
60,626.3
Gambar 2. Nilai Realisasi PMDN dan PMA Berdasarkan Koridor Ekonomi
Sumber: BKPM, Juli 2013 3.5. Realisasi Penanaman Modal Asing Berdasarkan Negara Asal Realisasi penanaman modal asing dilihat berdasarkan Negara asal terbesar di sumbangkan oleh Negara-negara Asia yaitu pada kwartal kedua (Q2) Tahun 2013 sebesar 51.74% (dengan nilai investasi sebasar Rp 3,710.9 Miliar dengan jumlah proyek sebanyak 1,436) (Lihat Tabel 7). Dari negara asean terbesar realisasi investasi terbesar disumbangkan oleh negara Singpura (19.02%) sementara di Negara asia
diluar asen terbesa disumbangkan oleh Negara Jepang (16.10%) dengan total Realisasi investasi sebesar Rp 1,154.6 M. Di luar Negaranegara asia, terbesar kedua diikuti oleh Negara Amerika yaitu sebesar 11.61% (Rp 832.7 M). Secara garis besar, peranan penanaman modal asing terhadap pembangunan negara Indonesia antara lain (1) Sumber dana eksternal (modal asing) dapat dimanfaatkan oleh negara sedang berkembang sebagai dasar untuk mempercepat investasi dan pertumbuhan ekonomi, (2) Pertumbuhan
11
Programme
Perlu upaya yang serius dari pemerintah dalam melaukan pemerataan investasi di seluruh wilayah Indonesia. Jika investasi hanya terfokus pada daerah bagian barat, maka kesenjangan antara daerah pun akan semakin tinggi, dan ini tidak akan mendukung perbaikan
iklim investasi ke depan. Menumpukkan investasi di pulau Jawa-Sumatera, sebenarnya sudah masalah klasik. Investasi sebenarnya dapat diarahkan ke wilayah timur Indonesia, jika dan hanya jika di dukung oleh infrastruktur, iklim investasi yang baik, dukungan dari pemda setempat (dalam rangka otonomi daerah), dan keberpihakan pemerintah terhadap PMDN dan PMA tentu tanpa harus mengorbankan nilai budaya-budaya masyarakat yang ada di wilayah Indonesia.
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
Sumatera, Maluku dan Papua, Kalimantan, Sulawesi, serta Bali dan Nusa Tenggara. Ini menunjukkan bahwa sebaran PMDN dan PMA juga masih terbesar di pulau Jawa (Gambar 2)
Programme
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
Tabel 7. Perkembangan Realisasi Investasi PMA Berdasarkan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) Menurut Negara Triwulan II 2013 2010
2011
2012
Q1 2013
Q2 2013
NO.
I
ASIA / ASIA ASEAN / ASEAN
1 2 3
MALAYSIA / Malaysia SINGAPURA / Singapore Lainnya ASIA DILUAR ASEAN / Asia Excluding ASEAN HONG KONG / Hong Kong (SAR) INDIA / India JEPANG / Japan KOREA SELATAN / South Korea R. R. CHINA / People's Republic of China TAIWAN / Taiwan EROPA / Europe BELANDA / Netherlands INGGRIS / United Kingdom Lainnya AMERIKA / America AMERIKA SERIKAT/United States of America BRITISH VIRGIN ISLANDS / British Virgin Islands Lainnya AUSTRALIA / Australia AUSTRALIA / Australia Lainnya AFRIKA / Africa MAURITIUS / Mauritius SEYCHEL / Seychelles Lainnya GABUNGAN NEGARA / Joint Countries
1 2 3 4 5 6 II 1 2 3 III 1 2 3 IV 1 2 V 1 2 3 VI
Total
P
I
P
I
P
I
P
I
P
I
1,628 641
7,977.8 6,131.9
2,311 994
9,135.5 5,841.8
2,364 1,069
11,098.4 5,460.0
1,053 475
2,914.5 779.0
1,436 693
3,710.9 1,595.7
198 418 25 987 62 44 321 355 113 72 456 106 132 218 234 100 99 35 104 94 10 45 20 12 13 609
472.1 5,565.0 95 1,845.9 566.1 8.9 712.6 328.5 173.6 47.5 1,302.3 608.3 276.2 418 2,715.0 930.9 1,615.9 168 239.2 214.2 25 150.0 23.3 8.4 118 3,830.4
275 679 40 1,317 104 58 421 456 160 87 538 118 156 264 302 112 151 39 142 123 19 57 20 19 18 992
618.3 5,123.0 100 3,293.6 135.0 41.9 1,516.1 1,218.7 128.2 243.2 2,179.9 1,354.4 419.0 407 2,018.9 1,487.8 517.1 14 112.1 89.7 22 202.1 72.5 79.7 50 5,826.0
237 805 27 1,295 105 58 405 421 190 85 520 131 97 292 345 97 168 80 144 137 7 42 23 11 8 1,164
529.6 4,856.4 74 5,638.4 309.6 78.1 2,456.9 1,949.7 141.0 646.9 2,573.9 966.5 934.4 673 2,139.5 1,238.3 855.9 45 745.4 743.6 2 1,195.7 1,058.8 136.2 1 6,811.8
126 331 18 578 55 33 168 174 99 31 211 50 48 113 113 44 58 11 70 70 15 11 2 2 551
155.4 616.0 8 2,135.5 45.9 29.7 1,151.7 774.7 60.2 7.7 1,139.0 330.5 544.0 264 1,109.7 885.7 151.1 73 134.5 134.5 12.5 12.5 1,738.1
164 519 10 743 53 26 278 215 96 55 337 70 87 180 203 70 89 44 79 73 6 34 23 7 4 745
222.8 1,364.2 9 2,115.3 188.8 27.4 1,154.6 454.2 113.7 142.4 469.4 267.9 112.6 89 832.7 467.2 82.4 283 5.8 4.5 1 451.6 440.9 10.5 0 1,702.1
3,076
16,214.8
4,342
19,474.5
4,579
24,564.7
2,013
7,048.2
2,834
7,172.5
Sumber BKPM 2013 (diloah)
ekonomi yang meningkat perlu diikuti dengan perpindahan struktur produksi dan perdagangan, (3) Modal asing dapat berperan penting dalam memobilisasi dana maupun transformasi structural, dan (4) investasi swasta yang tidak tidak mampu memulai membangun industri-industri berat dan industri strategis, adanya modal asing akan sangat membantu untuk dapat mendirikan pabrik-pabik baja, alat-alat mesin, pabrik elektronik, industri kimia dasar dan sebagainya. Sehingga, diperlukan pembangunan membantu pembangunan
12
kehadiran PMA sangat untuk mempercepat ekonomi. Modal asing dalam industrialisasi, modal dan menciptakan
kesempatan kerja, serta keterampilan teknik. Melalui modal asing terbuka daerah-daerah dan tergarap sumber-sumber baru. Resiko dan kerugian pada tahap perintisan juga tertanggung, selanjutnya modal asing mendorong pengusaha setempat untuk bekerjasama. Modal asing juga membantu mengurangi problem neraca pembayaran dan tingkat inflasi, sehingga akan memperkuat sektor usaha negara dan swasta domestik dari negara tuan rumah (host country).
3.6. Realisasi Penanaman Modal Berdasarkan Industri Manufactur Jika dilihat lebih detail Realisasi investasi berdasarkan status kepemilikan modal di
Programme
swasta nasional yaitu sebear 57.57% dan asing sebesar 42.43%. Sementara kepemilikan modal terbesar yang dimilki oleh pemerintah adalah industri Alat angkutan, selain kendaraan bermotor R2 dan R4, dan Industri Batu Bara, Minyak dan gas. Meskipun demikian, kedua industri tersebut kepemilikan pemerintah pusat maupan daerah tidak lebih dari 10%, kedua industri tersebut tetap dikuasasi oleh swasta nasional (Tabel 8).
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
industri manufaktur, terlihat bahwa hamper seluruh sektor dikuasai oleh Swasta Nasional. Kecuali untuk industry Radio, Televisi dan Peralatan Komunikasi kepemilikan modal dikuasai oleh Asing sebesar 57.99%, sementara swasta nasional memiliki kepemilikan modal sebesar 41.99%, sebelihnya dimiliki oleh pemerintah daerah sebear 0.02%. Hal yang hampir sama untuk industri Industri Mesin & Peralatan Kantor, Akuntansi & Pengolah Data, dimana kepemilikan modal hanya dikuasi oleh
Tabel 8. Realisasi Penanaman Modal Pemerintah, Swasta dan Modal Asing bersadarkan Kode ISIC Digit 2 di Indonesia
ISIC
Pemerintah
Swasta
Asing
Total
Pusat
Daerah
Nasional
Makanan dan minuman
2.34
0.81
92.91
3.94
100
Tembakau
0.33
0.30
98.94
0.42
100
Tekstil
0.25
0.49
94.36
4.93
100
Pakaian jadi
0.07
0.76
90.61
8.56
100
Kulit dan barang dari kulit
0.24
0.37
90.39
8.99
100
Kayu, Barang dari Kayu dan Barang Anyaman
0.51
0.84
93.87
4.78
100
Kertas dan barang dari kertas
0.67
1.33
89.54
8.46
100
Penerbitan, percetakan dan reproduksi media rekaman
0.91
2.35
94.78
1.96
100
Industri Batu Bara, Minyak dan gas
5.35
2.76
80.73
11.16
100
Kimia dan barang-barang dari bahan kimia
2.34
1.61
80.12
15.92
100
Karet dan barang dari karet
2.58
2.38
85.59
9.45
100
Barang galian bukan logam
0.89
0.44
95.17
3.50
100
Logam dasar
2.11
0.43
78.49
18.97
100
Barang-barang dari logam
0.23
1.46
84.65
13.66
100
Mesin dan perlengkapannya
1.09
0.28
72.71
25.92
100
Industri Mesin & Peralatan Kantor, Akuntansi & Peng. Data
0.00
0.00
57.57
42.43
100
Mesin listrik lainnya dan perlengkapannya
0.13
0.41
70.32
29.14
100
Radio, televisi, dan peralatan komunikasi
0.00
0.02
41.99
57.99
100
Peralatan Kedokteran
0.00
0.00
73.59
26.41
100
Kendaraan bermotor
0.39
0.47
76.03
23.11
100
Alat angkutan, selain kendaraan bermotor R2 dan R4
5.80
1.10
77.93
15.17
100
Furnitur dan industri pengolahan lainnya
0.11
0.44
91.62
7.83
100
Daur ulang
0.00
0.83
94.40
4.76
100
Sumber: IBS, 2010 (diolah)
13
Programme
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
3. Industri Mesin dan perlengkapannya, dan
terjadi hanya jika parameter α+β=1, jika > 1 maka fungsi disebut sebagai increasing dan jika < 1 maka fungsi bersifat decreasing. Dalam tulisan modal diagresi menjadi penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA), untuk memudahkan fungsi diestimasi dengan melakukan transformasi logaritma dalam bentuk double-log, yang dituliskan sebagai berikut:
4. Industri Peralatan Kedokteran
Ln Y = δ + α 1 Log ( PMDN ) + α 2 Log ( PMA) + β Log ( L) + ε (1)
Jika dilihat lebih jauh dari keempat sektor tersebut, ada indikasi bahwa tingginya status kepemilikan modal asing disektor tersebut disebabkan karena keterbatasn SDM domestik dan industri yang menggunakan teknologi tinggi. Untuk merebut pangsa tersebut tidak bagi swasta nasional, tanpa dukungan dari pemerintah.
Dimana ε unsur error. Hasil estimasi dengan menggunakan OLS dan menggunakan IBS 2010 menunjukkan bahwa penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA), berpengaruh positif dan signifikan terhadap penciptaan output. Persamaan (1) diestimasi dengan menggunakan Ordinari Least Quares (Verbeek, 2000; Intrilligator, 1996 hasilnya adalah
4. Dampak Penanaman Modal dan DNI terhadap Output Industri
Ln Y = - 2.580 + 0.119 PMDN + 0.250 PMA + 0.709 L......(2)
Empat sektor industri yang memiliki status kepemilikan modal Asing lebih dari 25% adalah:
1. Industri Mesin & Peralatan Kantor, Akuntansi & Peng. Data
2. Industri Radio, televisi, dan peralatan komunikasi
Dalam teori produksi maupun dalam teori makro dijelaskan bahwa output di pengaruhi oleh modal (capital) dan tenaga kerja (labor). Secara signkat dalam bentuk fungsi cobb douglas dituliskan sebagai berikut:
Y = A K α Lβ Dimana A adalah teknologi, K adalah modal dan L adalah jumlah tenaga kerja, sementara α dan β koefisien parameter untuk modal (PMA dan PMDN) dan tenaga kerja. Salah properties dari fungsi produksi Cobb-Douglass yaitu homogenous of degree one. Suatu fungsi memiliki homogenous of degre one maka fungsi tersebut memiliki constant return to scale. Suatu fungsi homogenous of degree lebih besar dari satu disebut increasing return to scale dan jika lebih kecil dari satu disebut decreasing return to scale (Debertin., 1986). Constant return to scale
14
tstat
(-9.49)
(4.35)
(7.90)
(14.51)
R2 = 0.5968
Sama halnya dengan faktor tenaga kerja, yang secara statisitik juga signifikan mempegaruhi output industri. Untuk melihat dampak dari kebijakan DNI, dalam model diproxy dengen menggunkan dummy variabel di sector yang memiliki konstribusi terbesar dalam hal permodalan asing seperti industri Industri Mesin & Peralatan Kantor, Akuntansi & Pengolahan Data dan Radio, televisi, dan peralatan komunikasi. Ln Y =
tstat
0.115 PMDN + 0.242 PMA + 0.752 L – 2.963 DNI .....(3)
(4.16)
(7.65)
(15.37)
(-10.88)
R2 = 0.5957
Hasilnya (persamaan 3) menujukkan bahwa kebijakan DNI memberikan dampak negatif bagi penciptaan output secara keseluruhan. Dengan adanya kebijakan DNI akan tingkat output akan berbeda sebesar Rp 2.96 Miliar, dibandingkan
Dari kedua persamaan (2) dan (3) menunjukkan bahwa koefisien parameter PMA, PMDN dan tenaga kerja masing masing adalah lebih dari 1 (α+β > 1), yaitu secara berturutturut 1.080 dan 1.110. Hal ini mengindikasikan bahwa output industri di Indonesia tidak memiliki properties constant return to scale (CRS) melainkan bersifat increasing return to scale. Dari ini dapat dijelaskan bahwa kenaikan input factor produksi di industri berupa modal (baik modal asing maupun domestik, dan tenaga kerja) masih memberikan kanaikan hasil terhadap output industri secara signifikan. Sebaliknya jika hasil estimasi menunjukkan bahwa α+β < 1, maka industri kita telah berapa pada kondisi irrasional, yang ditunjukkan bahwa kenaiakn faktor produksi seperti modal PMA dan PMDN atau tenaga kerja, akan menurunkan jumlah output industri. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa industri manufaktur Indonesia masih berapa pada fase 1, dimana kenaikan tambahan penerimaan industry lebih besar dari tambahan biaya yang dikeluarkan. Dengan kata lain bahwa PMA dan PMDN memiliki peran penting dalam penciptaan output di industri manufaktur. Secara umum setiap kebijakan baru pemerintah akan berefek kepada biaya bagi perusahaan, baik administrasi maupun produksi. Chavas (1994) menunjukkan bahwa kehadiran sunk cost dan informasi baru yang timbul akibat biaya transaksi dan adanya temporal uncertainty secara parsial tidak memberikan dampak terhadap efisiensi produksi tetapi kombinasi keduanya tidak menjamin adanya alokasi pareto-optimal.
5. Saran dan Rekomendasi Peranan PMDN dan PMA di Indonesia cukup besar dalam mendukung perkembangan perekonomian Indonesia. Terdapat empat faktor yang paling besar mempengaruhi investasi yang dijadikan pertimbangan investor dalam menanamkan modalnya, yaitu (1) infrastruktur, (2) ketersedian SDM, (3) stabilitas politik, dan (4) kebijakan pemerintah. Kelemahan dari keempat faktor tersebut menyebabkan investor asing enggan masuk ke Indonesia yang telah disetujui oleh pemerintah serta terjadinya relokasi industri ke negara lain yang berakibat adanya pelarian modal (capital flight). DNI seharusnya mencakup bidang-bidang usaha yang bersifat strategis. Dengan demikian DNI berlaku pada setiap daerah. Sebaliknya bidang usaha yang tidak termasuk dalam DNI bersifat terbuka bagi semua daerah. Penetapan bidang-bidang usaha yang ditutup perlu
15
Programme
Interpretasi secara intiutif firma mencoba mengantisipasi pengaruh informasi baru dalam rencana entry-exit dan dalam usahanya untuk menghadapi sunk cost yang terkait dengan keputusan entry-exit akan berubah sepanjang waktu. Semakin tinggi sunk cost, semakin tinggi efek dari informasi baru, akan semakin sedikit usaha untuk mengubah keputusan entry-exit yang selanjutnya memperkecil mobilitas sumber daya. Sunk cost salah satu jenis biaya yang dikenal di dunia ekonomi. Sunk cost adalah biaya investasi yang sudah dikeluarkan oleh seseorang dan tidak dapat dipulihkan kembali. Di dalam konteks perusahaan, definisi sunk cost sedikit berbeda, yaitu suatu biaya yang telah dikeluarkan, tetapi tidak memiliki hubungan langsung dengan proses produksi yang terjadi di dalam perusahaan. Secara sederhana dapat diartikan bahwa perubahan kebijakan pemerintah (DNI) akan membawa efek bagi keputusan investor ke Indonesia.
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
dengan tanpa kebijakan DNI. Hasil ini tidak mengejutkan karena memang secara logika ketika DNI diberlakukan maka tidak semua investor asing dapat menanamkan modalnya di secara penuh, melainkan dengan cara syarat atau bahka tertutup untuk PMA maupaun PMDN.
Programme
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
mempunyai pertimbangan yang jelas. Untuk itu penetapan DNI dalam bentuk keppres perlu dilampiri dengan pertimbanganpertimbangan pokok ditutupnya suatu bidang usaha. Pertimbangan tersebut harus menggambarkan urgensi nasional dan dapat dipertanggungjawabkan, maka penutupan beberapa bidang usaha tidak akan mempengaruhi iklim investasi. Karena dari hasil estimasi diketahui bahwa DNI memberikan pengaruh negatif bagi perkembangan PMDN dan PMA, oleh karena itu pemerintah harus lebih memperhatikan kebijakan DNI untuk mendukung adanya penanaman modal asing dan domestik di Indonesia. Sehingga dalam proses penyusunan DNI, usulan departemen teknis diharuskan mencantumkan pertimbangan-pertimbangan pokok disertai dengan dampak-dampak negatifnya apabila suatu bidang usaha ditutup untuk PMA. Mengingat DNI mempunyai sifat strategis yaitu untuk melindungi kepentingan nasional dalam kerangka penciptaan iklim
16
investasi yang sehat serta mempertimbangkan masalahnya yang bersifat lintas sektor. Karena dalam setiap proses perubahan kebijakan berdampak pada biaya peruahaan maka, ketidakpastian mengenai proses perubahan dan transisi serta bagaimana perubahan DNI harus transparan dan konsisten agar dapat diaplikasikan dimasa depan, dan sekali lagi penysunan DNI harus memiliki dasar pemikiran yang rasional atau filosofi yang melatarbelakangi DNI. Berdasarkan kondisi perkembangan investasi swasta di Indonesia beberapa hal yang perlu diperhatikan pemerintah untuk menarik minat investasi adalah menciptakan iklim investasi yang kondusif melalui penegakan hukum dan jaminan keamanan investor. Penggalian sumber dana domestik perlu terus dilakukan dengan perlakuan yang sama bagi setiap individu dan mengurangi biaya transaksi yang menjadi penghambat minat investasi domestik serta penyusunan DNI yang logis dan konsisten.
BKPM, Realisasi Penanaman Modal PMDN–PMA, Triwulan II dan Januari–Juni Tahun 2013. Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia 23 Juli 2013. Jakarta. Chavas, J.P. 1994. Production and Invesment Decisions Under Sunk Cost and Temporal Uncertainty. American Journal of Agricultural Economics, Edisi Februari 1994. Volume 76 No. 1 : 114-127. Claessens, S. 1995. The Emergency of Equity Investment in Developing Conutry; Overview. The Word Bank Economic Review, Edisi Januari 1995. Vol. 9. No. 1 : 1-18. Debertin, D. L. 1986. Agricultural Production Economics. Macmillan Publishing Company, New York. Greenwood, J. Z. Hercowitz dan G. W. Huffman, 1988. Investment, Capacity Utilization, dan Real Business Cycle, The American Economic Review, Edisi Juni 1988 Vol. 78 No. 3 : 402-417. Intrilligator, M. D., R. G. Bodkin, and C. Hsiao, 1996. Econometric Models, Techniques, and Applications. Second Edition. Prentice-Hall, Inc. Upper Saddle River, New Jersey. Pindyck, R. S., and D. L. Rubinfeld. 1991. Econometric Models and Economic Forecasts. Third Edition. McGraw-Hill, Inc. Singapore. Romer, D. 1996. Advanced Macroeconomics, University of California - The McGraw-Hill Companies, Inc. New York. Sitepu, R. K. 2002. Dampak Kebijakan Ekonomi dan Liberalisasi Perdagangan Terhadap Penawaran dan Permintaan Beras di Indonesia. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor (tidak dipublikasikan). Verbeek, M. 2000. A Guide to Modern Econometrics. John Wiley & Son, Ltd. England.
17
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
BKPM, Realisasi Penanaman Modal PMDN–PMA, Triwulan I Tahun 2013. Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia 22 April 2013. Jakarta
Programme
Daftar Pustaka