BAB II PENGATURAN INVESTASI LANGSUNG DI INDONESIA
A. Pengertian dan Dasar Hukum Investasi Langsung di Indonesia Dalam berbagai kepustakaan hukum ekonomi atau hukum bisnis, terminologi penanaman modal dapat berarti pananaman modal yang dilakukan secara langsung oleh investor lokal (domestic investor), investor asing (Foreign Direct Investment, FDI) dan penanaman modal yang dilakukan secara tidak langsung oleh pihak asing (Foreign Indirect Investment, FII). Untuk yang terakhir ini dikenal dengan istilah penanaman modal dalam bentuk portofolio, yakni pembelian efek lewat Lembaga Pasar Modal (Capital Market). 30 Istilah hukum investasi berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu investment of law. Dalam peraturan perundang-undangan tidak ditemukan pengertian hukum investasi. Untuk mengetahui pengertian hukum investasi, kita harus mencari dari berbagai pandangan para ahli dan kamus hukum. Ida Bagus Wyasa Putra, dkk., mengemukakan pengertian hukum investasi. Hukum investasi adalah: “norma-norma
hukum
mengenai
kemungkinan-kemungkinan
dapat
dilakukannya investasi, syarat-syarat investasi, perlindungan dan yang terpenting mengarahkan agar investasi dapat mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat” 31
30 31
Hendrik Budi Untung., op.cit., hal. 1. Salim HS & Budi Sutrisno., op.cit., hal. 9.
Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM) dikemukakan, penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia. 32 Secara umum investasi atau penanaman modal dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan baik oleh orang pribadi (natural person) maupun badan hukum (juridical person) dalam upaya untuk meningkatkan dan / atau mempertahankan nilai modalnya, baik yang berbentuk uang tunai (cash money), peralatan (equipment), aset tidak bergerak, hak atas kekayaan intelektual, maupun keahlian. 33 Istilah
investasi
sering
digunakan
berkaitan
dengan
hubungan
internasional. Sedangkan istilah penanaman modal lebih sering kita temukan dalam berbagai ketentuan perundang-undangan. Meskipun di
Indonesia
kementrian yang membidangi penanaman modal disebut dengan Menteri Investasi (Menivers) selaku Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Dengan demikian pemakaian istilah tersebut tampak adanya ketidakkonsistenan dalam penggunaan kedua istilah tersebut. Oleh karena itu, kedua istilah penanaman modal/investasi tersebut sah-sah saja untuk digunakan, baik investasi ataupun penanaman modal. 34
32
Pasal 1 butir (1) Undang-Undang 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Ana Rokhmatussa’dyah & Suratman., Hukum Investasi dan Pasar Modal, (Malang:Sinar Grafika, 2009), hal. 1. 34 Rosyidah Rakhmawati, op.cit, hal. 3. 33
Dalam praktik istilah investasi sendiri seringkali dipergunakan dalam arti yang berbeda-beda. Oleh karena itu, Komaruddin memberikan pengertian investasi tersebut dalam tiga (3) arti: 35 a. suatu tindakan untuk membeli saham, obligasi atau surat penyertaan lainnya. b. Suatu tindakan untuk membeli barang-barang modal. c. Pemanfaatan dana yang tersedia untuk produksi dengan hasil pendapatan dimasa yang akan datang. Untuk investasi langsung (direct investment), yakni investasi yang dilaksanakan dengan kepemilikan proyek yang kelihatan wujudnya, kajian mengenai resiko dan hasil yang akan diterima dari investasi tersebut dilakukan melalui studi kelayakan investasi yang menyangkut semua aspek seperti aspek keuangan, aspek ekonomi/sosial, aspek pemasaran, aspek teknis/produksi, aspek hukum, serta aspek organisasi dan manajemen. 36 Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah mengemukakan bahwa investasi langsung adalah penyertaan modal dan/atau pemberian pinjaman oleh badan investasi Pemerintah untuk membiayai kegiatan usaha. 37 Investasi langsung bisa juga diartikan sebagai suatu pemilikan surat berharga secara langsung dalam suatu entitas yang secara resmi telah go public
35
Ibid., hal. 3. Jonker Sihombing, op.cit., hal. 160. 37 Pasal 1 butir (3) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Investasi Pemerintah. 36
dengan harapan dapat memperoleh keuntungan berupa penghasilan deviden atau capital gains. 38
B. Manfaat Investasi Langsung Bagi Indonesia Sebagaimana dimaklumi, pembangunan ekonomi Indonesia di era globalisasi dewasa ini memerlukan dana yang cukup besar dan membutuhkan tambahan sumber-sumber pembiayaan pembangunan. Disadari bahwa investasi yang bersumber dari dalam negeri tidak cukup untuk mendorong pembangunan ekonomi nasional dalam skala yang lebih besar. Oleh karena itu, dibutuhkan kehadiran investasi asing untuk mendampingi investasi dalam negeri untuk mempercepat pembangunan ekonomi. Di era global dewasa ini, dana yang dimiliki oleh pihak asing sebenarnya tersedia dalam jumlah yang cukup besar untuk diinvestasikan di negara-negara berkembang, termasuk untuk diinvestasikan di Indonesia. Namun, investasi asing akan mencari negara-negara yang mempunyai daya tarik yang tinggi ditinjau dari berbagai hal. Infrastruktur yang memadai, iklim investasi yang kondusif, stabilitas keamanan dan politik, stabilitas ekonomi makro, penegakan hukum, transparansi di pasar modal, dan pasar keuangan yang bekerja dengan efisien tanpa adanya distorsi dari Pemerintah menjadi pertimbangan bagi kehadiran investasi asing. 39 Umumnya investasi langsung asing atau Foreign Direct Investment (FDI) dianggap positif. Sejak dua dekade terakhir, berbarengan dengan penurunan jumlah utang berbunga rendah yang menjadi sumber utama dana pembangunan di 38
“Pasar Uang, Pasar Modal, dan IPO”, http://masodah.staff.gunadarma.ac.id, terakhir kali diakses tanggal 8 januari 2011. 39 Jonker Sihombing, op.cit., hal. 169-170.
banyak negara berkembang, terjadi peningkatan FDI. Ketika dana publik untuk biaya pembangunan tidak mencukupi, kita perlu mencari alternatif dana dari sumber lain. Terkait hal ini, oleh banyak pihak, FDI dianggap paling bermanfaat dari segi pembangunan. Dalam kondisi ideal, sebuah perusahaan asing yang melakukan investasi di negara berkembang memuluskan transfer teknologi, membuka lapangan kerja, menstimulasi industri, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Diyakini FDI selain tidak meningkatkan utang luar negeri juga tidak mudah hengkang saat krisis. 40 Terlepas dari pendapat pro dan kontra terhadap kehadiran investasi asing, namun secara teoretis kiranya dapat dikemukakan, bahwa kehadiran investor asing di suatu negara mempunyai manfaat yang cukup luas (multiplier effect). Manfaat yang dimaksud, yakni kehadiran investor asing dapat menyerap tenaga kerja di negara penerima modal, dapat menciptakan demand bagi produk dalam negeri sebagai bahan baku, menambah devisa apalagi investor asing yang berorientasi ekspor, dapat menambah penghasilan negara dari sektor pajak, adanya alih teknologi (transfer of technology) maupun alih pengetahuan (transfer of know how). Dilihat dari sudut pandang ini terlihat bahwa, kehadiran investor cukup berperan dalam pembangunan ekonomi suatu negara, khususnya pembangunan ekonomi di daerah dimana FDI menjalankan aktivitasnya. Arti pentingnya kehadiran investor asing dikemukakan oleh Gunarto Suhardi:
40
Ivan A Hadar, ”Perlu Menimbang Manfaat Investasi Langsung”, http://inprogres.wordpress.com/2009/11/02/perlu-menimbang-manfaat-investasi-langsung/, terakhir kali diakses tanggal 8 Januari 2011.
“Investasi langsung lebih baik jika dibandingkan dengan investasi portofolio, karena langsung lebih permanen. Selain itu, investasi langsung: 41 a. memberikan kesempatan kerja bagi penduduk; b. mempunyai kekuatan penggandaan dalam ekonomi lokal; c. memberikan residu baik berupa peralatan maupun alih teknologi; d. apabila produksi diekspor memberikan jalan atau jalur pemasaran yang dapat dirunut oleh pengusaha lokal di samping seketika memberikan tambahan devisa dan pajak bagi negara; e. lebih tahan terhadap fluktuasi bunga dan valuta asing; f. memberikan perlindungan politik dan keamanan wilayah karena bila investor berasal dari negara kuat niscaya bantuan keamanan juga akan diberikan”. Sekalipun kehadiran investor membawa manfaat bagi negara penerima modal, disisi lain investor yang hendak menanamkan modalnya juga tidak lepas dari orientasi bisnis (business oriented), apakah modal yang diinvestasikan aman dan bisa menghasilkan keuntungan. Oleh karena itu, terdapat beberapa faktor penentu bagi investor dalam berinvestasi yaitu apakah investasi memberikan tambahan nilai kepada perusahaan melalui penjualan produknya. Demikian juga halnya, suku bunga merupakan harga atau biaya yang harus dibayar dalam meminjamkan uang untuk suatu periode tertentu dan ekspekstasi keuntungan. Dengan demikian para investor melakukan investasi untuk mendapatkan keuntungan atas investasi yang dilakukan. Selain pertimbangan ekonomi, investor juga mempertimbangkan nonekonomi seperti jaminan keamanan, stabilitas politik,
41
Hendrik Budi Untung., op.cit., hal. 41-42.
penegakan hukum dan sosial budaya merupakan faktor penentu yang tidak kalah pentingnya
untuk
menentukan
keberhasilan
investasi.
Adanya
berbagai
pertimbangan yang dilakukan bagi investor sebelum mengambil keputusan berinvestasi atau tidak cukup beralasan, sebab investasi yang dilakukan dalam jangka panjang. 42 Keberadaan investasi yang ditanamkan oleh investor, terutama modal asing, ternyata memberikan dampak positif di dalam pembangunan. Adi Harsono, mengemukakan dampak dari adanya investasi asing atau perusahaan asing di berbagai negara. Dampak yang dikemukakan oleh Adi Harsono didasarkan buktibukti dari keberadaan investasi asing atau perusahaan asing. Bukti-bukti tersebut disajikan berikut ini: 43 1. Masalah gaji. Perusahaan asing membayar gaji pegawainya lebih tinggi dibandingkan gaji rata-rata nasional. Di Amerika misalnya, perusahaan asing membayar 4% lebih tinggi pada tahun 1989 dan 6% lebih tinggi pada tahun 1996 dibandingkan perusahaan domestik. 2. Perusahaan asing menciptakan lapangan pekerjaan lebih cepat dibandingkan perusahaan domestik sejenis. Di Amerika, jumlah lapangan kerja yang diciptakan perusahaan asing mencapai 1,4% per tahun dari 1989 sampai dengan 1996. Bandingkan dengan 0,8% yang diciptakan oleh perusahaan domestik. Di Inggris dan Prancis, lapangan kerja di perusahaan asing naik 1,7% per tahun, sebaliknya lapangan kerja di perusahaan domestik justru 42 43
Sentosa Sembiring, Hukum Investasi, (Bandung:Nuasa Aulia, 2010), hal. 9. Salim HS & Budi Sutrisno, op.cit., hal. 84-85.
menyusut 2,7%. Hanya di Jerman dan Belanda, perusahaan asing tidak banyak beda dengan perusahaan domestik. 3. Perusahaan asing tidak segan-segan mengeluarkan biaya di bidang pendidikan. Jumlah pelatihan dan di bidang penelitian (R&D) di negara tempat mereka menanamkan investasinya mencapai 12% dari total pengeluaran R&D di Amerika Serikat, di Prancis 19% dan 40% di Inggris. 4. Perusahaan asing cenderung mengekspor lebih banyak dibandingkan perusahaan domestik. Tahun 1996, perusahaan asing di Irlandia mengekspor 89% dari produksinya. Bandingkan dengan 34% yang dilakukan perusahaan domestik. Di Belanda perbandingannya adalah 64% dan 37%, Prancis 35,2% dan 33,6%, dan Jepang 13,1% dan 10,6%. Akan tetapi, keadaannya terbalik di Amerika. Perusahaan domestik nasional mengekspor 15,3% dari total produksi mereka, sedangkan asing hanya 10,7%. Negara-negara miskin OECD menerima berkah lebih besar dari adanya investasi asing. Ambil contoh negara Turki. Gaji pekerja perusahaan asing adalah 124% di atas rata-rata domestik nasional. Jumlah pekerja juga meningkat 11,5% per tahun dibandingkan dengan 0,6% rata-rata domestik. Lebih rinci lagi dapat disebutkan bahwa manfaat investasi bagi pembangunan ekonomi, yaitu: 44 a. Investasi dapat menjadi salah satu alternatif untuk memecahkan kesulitan modal yang sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan pembangunan nasional.
44
Jonker Sihombing, op.cit., hal. 164-165.
b. Industri yang dibangun dengan investasi akan berkontribusi dalam perbaikan sarana dan prasarana, yang pada gilirannya akan menunjang pertumbuhan industri-industri turutan di wilayah sekitarnya. c. Investasi turut serta membantu Pemerintah memecahkan masalah lapangan kerja, yakni akan menciptakan lowongan kerja untuk tenaga kerja terampil maupun untuk tenaga kerja yang tidak terampil. d. Investasi akan memperkenalkan teknologi dan pengetahuan baru yang bermanfaat bagi peningkatan keterampilan pekerja dan efisiensi produksi. e. Investasi akan memperbesar perolehan devisa yang didapatkan dari industri yang hasil produksinya sebagian besar ditujukan untuk ekspor. Dari hal-hal yang dikemukakan di atas kelihatan bahwa investasi langsung maupun investasi tidak langsung sangat penting peranannya dalam pembangunan ekonomi. Baik investasi yang dilakukan oleh investor dalam negeri maupun yang dilakukan oleh investor asing sama-sama berperan dalam meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB), dan kedua-duanya tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Tentunya yang diprioritaskan dalam pembangunan ekonomi nasional adalah investasi yang berasal dari kekuatan sendiri. 45
45
Ibid., hal. 165.
C. Pengaturan Pokok Investasi Langsung di Indonesia 1. Asas-Asas Penyelenggaraan Penanaman Modal Hal lain yang menarik dalam Undang-Undang Penanaman Modal adalah dicantumkannya sejumlah asas yang menjiwai norma yang ada dalam undangundang penanaman modal. Tampaknya pembentuk undang-undang berupaya untuk menangkap nilai-nilai yang hidup dalam tatanan pergaulan masyarakat baik di tingkat nasional maupun di dunia internasional. Artinya dengan keikutsertaan Indonesia dalam berbagai forum internasional, maka berbagai nilai yang dianggap telah menjadi norma universal diakomodasikan ke dalam hukum nasional. Di era globalisasi ini penerapan tata kelola Pemerintahan yang bersih dan baik serta tata kelola perusahaan yang baik sudah menjadi acuan berbagai pihak dalam memberi layanan publik maupun dalam menjalankan aktivitas bisnis. Adapun prinsip dasar yang terkandung dalam tata Pemerintahan dan tata kelola perusahaan yang baik satu di antaranya adalah adanya kepastian hukum. Demikian juga halnya dalam Undang-Undang Penanaman Modal pun dicantumkan sejumlah asas. 46 Menurut Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal pasal 3 ayat (1) menyatakan bahwa penanaman modal diselenggarakan berdasarkan asas: 47 a. Kepastian hukum Yang dimaksud dengan “asas kepastian hukum” adalah asas dalam negara hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan
46 47
Sentosa Sembiring, op.cit., hal. 132. Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam bidang penanaman modal. b. Keterbukaan Yang dimaksud dengan “asas keterbukaan” adalah asas yang terbuka terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal. c. Akuntabilitas Yang dimaksud dengan “asas akuntabilitas” adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari penyelenggaraan penanaman modal harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. d. Perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara Yang dimaksud dengan “asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara” adalah asas perlakuan pelayanan nondiskriminasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, baik antara penanam modal dlam negeri dan penanam modal asing maupun antara penanam modal dari satu negara asing dan penanam modal dari negara asing lainnya. e. Kebersamaan Yang dimaksud dengan “asas kebersamaan” adalah asas yang mendorong peran seluruh penanam modal secara bersama-sama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
f. Efisiensi berkeadilan Yang dimaksud “asas efisiensi berkeadilan” adalah asas yang mendasari pelaksanaan penanaman modal dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha untuk mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing. g. Berkelanjutan Yang dimaksud dengan “asas berkelanjutan” adalah asas yang secara terencana
mengupayakan
berjalannya
proses
pembangunan
melalui
penanaman modal untuk menjamin kesejahteraan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan, baik untuk masa kini maupun yang akan datang. h. Berwawasan lingkungan Yang dimaksud dengan “asas berwawasan lingkungan” adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup. i. Kemandirian Yang dimaksud dengan “asas kemandirian” adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada masuknya modal asing demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi.
j. Keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Yang dimaksud dengan “asas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional” adalah asas yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dalam kesatuan ekonomi nasional. Di samping asas-asas hukum di atas, dalam Agreement on Trade Related Investment Measures (TRIMs) telah ditentukan sebuah asas, yaitu asas nondiskriminasi, yaitu asas di dalam penanaman investasi tidak membedakan antara investasi asing maupun lokal mengingat investasi itu sendiri bersifat state borderless (tidak mengenal batas negara). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa investasi yang ditanamkan oleh investor tidak dibedakan antara investasi asing dengan investasi lokal. Asas ini telah dimasukkan ke dalam pasal 3 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam ketentuan ini, tidak dibedakan antara investasi asing dengan investasi domestik. 48 Untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia diperlukan peningkatan penanaman modal untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan modal yang berasal baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Untuk itu, penanaman modal harus menjadi bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional. 49
48
Salim HS & Budi Sutrisno, op.cit., hal. 15-16. Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2007), Hal. 106. 49
2. Ketentuan Bidang Usaha Ketentuan bidang usaha diatur di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang menyebutkan bahwa semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan. 50 Bidang usaha atau jenis usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan ditetapkan melalui Peraturan Presiden disusun dalam suatu daftar yang berdasarkan standar klasifikasi tentang bidang usaha atau jenis usaha yang berlaku di Indonesia, yaitu klasifikasi berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dan/atau International Standard for Industrial Classification (ISIC). 51 Selain itu, bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal asing adalah: 52 a. produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang b. bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang. Selanjutnya, Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden menetapkan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri, dengan berdasarkan kriteria kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan nasional, serta kepentingan nasional lainnya. 53
50
Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Penjelasan Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 52 Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 53 Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 51
Kriteria dan persyaratan bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan serta daftar bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan masing-masing akan diatur dengan Peraturan Presiden. 54 Menurut Peraturan presiden Nomor 36 Tahun 2010 menyebutkan bahwa bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah bidang usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal dengan syarat tertentu, yaitu bidang usaha yang dicadangkan untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan, bidang usaha yang dipersyaratkan kepemilikan modalnya, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan lokasi tertentu, dan bidang usaha yang dipersyaratkan dengan perizinan khusus. 55 Penanaman modal pada bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan harus memenuhi persyaratan lokasi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang tata ruang dan lingkungan hidup. 56 Dalam hal izin penanaman modal, telah ditetapkan lokasi usahanya dan penanam modal bermaksud memperluas usaha dengan melakukan kegiatan usaha yang sama di luar lokasi yang sudah ditetapkan dalam izin penanaman modal tersebut, penanam modal harus memenuhi persyaratan lokasi sebagaimana dimaksud pada
54
Pasal 12 ayat (4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Pasal 2 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal. 56 Pasal 3 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal. 55
pasal 3 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010. 57 Untuk memenuhi persyaratan lokasi tersebut, penanam modal tidak diwajibkan untuk mendirikan badan usaha baru atau mendapatkan izin usaha baru, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang. 58 Dalam hal ini Pemerintah menetapkan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan berdasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam, perlindungan, pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerja sama dengan badan usaha yang ditunjuk Pemerintah. 59 Dalam hal terjadi perubahan kepemilikan modal akibat penggabungan, pengambilalihan, atau peleburan dalam perusahaan penanaman modal yang bergerak di bidang usaha yang sama, berlaku ketentuan sebagai berikut: 60 a. Batasan kepemilikan modal penanam modal asing dalam perusahaan penanaman modal yang menerima penggabungan adalah sebagaimana yang tercantum dalam surat persetujuan perusahaan tersebut. b. Batasan kepemilikan modal penanam modal asing dalam perusahaan penanaman modal yang mengambil alih adalah sebagaimana tercantum dalam surat persetujuan perusahaan tersebut. 57
Pasal 3 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal. 58 Pasal 3 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal. 59 Pasal 12 ayat (5) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 60 Pasal 5 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal.
c. Batasan kepemilikan modal penanam modal asing dalam perusahaan baru hasil peleburan adalah sebagaimana ketentuan yang berlaku pada saat terbentuknya perusahaan baru hasil peleburan dimaksud. Dalam hal penanaman modal asing melakukan perluasan kegiatan usaha dalam bidang usaha yang sama dan perluasan kegiatan usaha tersebut membutuhkan penambahan modal melalui penerbitan saham dengan hak memesan efek terlebih dahulu (rights issue) dan penanam modal dalam negeri tidak dapat berpartisipasi dalam penambahan modal tersebut, maka berlaku ketentuan mengenai hak mendahului bagi penanam modal asing, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perseroan terbatas. 61 Dalam hal penambahan modal sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No. 36 Tahun 2010, mengakibatkan jumlah kepemilikan modal asing melebihi batasan maksimum yang tercantum dalam Surat Persetujuan, maka dalam jangka waktu 2 (dua) tahun, kelebihan jumlah kepemilikan modal asing tersebut harus disesuaikan dengan batas maksimum yang tercantum dalam surat persetujuan, melalui cara: 62 a. Penanam modal asing menjual kelebihan saham yang dimilikinya kepada penanam modal dalam negeri;
61
Pasal 6 ayat (1) Usaha Yang Tertutup dan Penanaman Modal. 62 Pasal 6 ayat (2) Usaha Yang Tertutup dan Penanaman Modal.
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang
b. Penanam modal asing menjual kelebihan sahamnya melalui penawaran umum yang dilakukan oleh perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh penanam modal asing tersebut pada pasar modal dalam negeri; atau c. Perusahaan membeli kelebihan jumlah saham yang dimiliki penanam modal asing
tersebut
dan
diperlakukan
sebagai
treasury
stocks,
dengan
memperhatikan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Sebagai pelaksanaan ketentuan-ketentuan tersebut di atas Pemerintah telah mengeluarkan, Peraturan Presiden. Pertama, Peraturan Presiden No. 76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal. Kedua, Peraturan Presiden No. 77 Tahun 2007 Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal jo. Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden No. 77 Tahun 2007 Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal. 63
63
Erman Rajagukguk, “Hukum Investasi dan Pasar Modal”, http://www.ermanhukum.com/Kuliah/Hukum%20Investasi%20Materi%20Kul%20III.pdf, terakhir kali diakses tanggal 8 Januari 2011.
Pasal 2 Peraturan Presiden No. 76 Tahun 2007 menyatakan : 64 1) Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan. 2) Bidang usaha yang tertutup adalah jenis usaha tertentu yang dilarang diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal oleh penanam modal. 3) Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah jenis usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal dengan persyaratan tertentu.
3. Fasilitas Penanaman Modal Fasilitas penanaman modal sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 dapat diberikan kepada penanaman modal yang: 65 a. melakukan perluasan usaha b. melakukan penanaman modal baru. Penanaman modal yang mendapat fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah yang sekurang-kurangnya memenuhi salah satu kriteria berikut ini: 66 a. menyerap banyak tenaga kerja b. termasuk skala prioritas tinggi 64
Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 Tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal. 65 Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 66 Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
c. termasuk pembangunan infrastruktur d. melakukan alih teknologi e. melakukan industri prionir f. berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain yang dianggap perlu g. menjaga kelestarian lingkungan hidup h. melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi i. bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi j. industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri. Bentuk fasilitas yang diberikan kepada penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dalam Undang-Undang Penanaman Modal dapat berupa: 67 a. pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan neto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu; b. pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri; c. pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu; 67
Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
d. pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang modal atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu; e. penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; dan f. keringanan Pajak Bumi dan Bangunan, khususnya untuk bidang usaha tertentu, pada wilayah atau daerah atau kawasan tertentu. Pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan dalam jumlah dan waktu tertentu hanya dapat diberikan kepada penanaman modal baru yang merupakan industri pionir, yaitu industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi yang baru, serta memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional. 68 Bagi penanaman modal yang sedang berlangsung yang melakukan penggantian mesin atau barang modal lainnya, dapat diberikan fasilitas berupa keringanan atau pembebasan bea masuk. 69 Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian fasilitas fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. 70 Fasilitas yang dimaksudkan dalam Pasal 18 dalam UUPM tidak berlaku bagi penanaman modal asing yang tidak berbentuk perseroan terbatas. 71 Selain fasilitas tersebut, Pemerintah memberikan kemudahan pelayanan dan/atau perizinan kepada perusahaan penanaman modal untuk memperoleh: 72 a. hak atas tanah 68
Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 70 Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 71 Pasal 20 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 72 Pasal 21 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 69
b. fasilitas pelayanan keimigrasian c. fasilitas perizinan impor. Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan atas fasilitas keimigrasian tersebut dapat diberikan untuk: 73 a. penanaman modal yang membutuhkan tenaga kerja asing dalam merealisasikan penanaman modal b. penanaman modal yang membutuhkan tenaga kerja asing yang bersifat sementara dalam rangka perbaikan mesin, alat bantu produksi lainnya, dan pelayanan purnajual c. calon penanam modal yang akan melakukan penjajakan modal. Kemudian di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 juga disebutkan bahwa untuk penanam modal asing diberikan fasilitas, yaitu: 74 a. pemberian izin tinggal terbatas bagi penanam modal asing selama 2 (dua) tahun b. pemberian alih status izin tinggal terbatas bagi penanam modal menjadi izin tinggal tetap dapat dilakukan setelah tinggal di Indonesia selama 2 (dua) tahun berturut-turut c. pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal terbatas dan dengan masa berlaku 1 (satu) tahun diberikan untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak izin tinggal terbatas diberikan
73 74
Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Pasal 23 ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
d. pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal terbatas dengan masa berlaku 2 (dua) tahun diberikan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak izin tinggal terbatas diberikan e. pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal tetap diberikan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak izin tinggal tetap diberikan.
4. Hak, Kewajiban, dan Tanggung Jawab Menurut Pasal 14 UUPM, setiap penanam modal berhak mendapat: 75 a. kepastian hak, hukum, dan perlindungan; b. informasi
yang
terbuka
mengenai
bidang
usaha
yang
dijalankannya; c. hak pelayanan; dan d. berbagai bentuk fasilitas kemudahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam
UUPM
menyebutkan
bahwa
setiap
penanam
modal
berkewajiban: 76 a. menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Maksudnya disini adalah bahwa peningkatan peran penanaman modal tersebut harus tetap dalam koridor kebijakan pembangunan nasional yang direncanakan dengan tahap memperhatian kestabilan 75 76
Pasal 14 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Pasal 15 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
makro ekonomi dan keseimbangan ekonomi antarwilayah, sektor, pelaku usaha, dan kelompok masyarakat, mendukung peran usaha nasional, serta memenuhi kaidah tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). 77 b. melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Yang dimaksud dengan “tanggung jawab sosial perusahaan” adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat. 78 c. membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal. Laporan kegiatan penanam modal yang memuat perkembangan penanaman modal dan kendala yang dihadapi penanam modal disampaikan secara berkala kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal dan pemerintah daerah yang bertanggung jawab di bidang penanaman modal. 79 d. menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal.
77
Pither Ponda Barany, “Aspek Yuridis Penanaman Modal”, http://advokatpitherponda.blogspot.com, terakhir kali diakses tanggal 2 Februari 2011. 78 Penjelasan Pasal 15 huruf b Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 79 Penjelasan Pasal 15 huruf c Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Hal
ini
dilakukan
agar
dapat
menjadi
instrumen
untuk
meminimalisir potensi konflik yang sering terjadi antara pihak investor dengan masyarakat setempat yang berakibat pada kurang kondusifnya pihak investor dalam melakukan aktivitasnya. 80 e. mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan. Maksudnya disini adalah bahwa dalam pelaksanaan penanaman modal harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Termasuk pula pengawasan penggunaan fasilitas fiskal serta melakukan koreksi terhadap penyimpangan yang dilakukan perusahaan. 81 Selanjutnya, setiap penanam modal bertanggung jawab: 82 a. Menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan b. Menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam modal menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan kegiatan usahanya secara sepihak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan c. Menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktik monopoli, dan hal lain yang merugikan negara d. Menjaga kelestarian lingkungan hidup e. Menciptakan
keselamatan,
kesehatan,
kenyamanan,
dan
kesejahteraan pekerja 80
Taqwaddin, ”Aspek Hukum Pertambangan di Aceh”, www.greenaceh.wordpress.com, terakhir kali diakses tanggal 4 Februari 2011. 81 “Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal”, www.forum-penanamanmodal.blogspot.com, terakhir kali diakses tanggal 4 februari 2011. 82 Pasal 16 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
f. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Penyelesaian Sengketa Satu hal yang sering menjadi pertimbangan calon investor, jika ia ingin menanamkan modalnya di luar negeri adalah, eksistensi lembaga penyelesaian sengketa antara investor dengan negara tuan rumah. Sebenarnya secara konvensional di negara maupun di dunia ini telah tersedia lembaga penyelesaian sengketa yakni lembaga peradilan, yang dalam teori hukum ketatanegaraan dikenal sebagai lembaga yudikatif. Hanya saja, jika penyelesaian sengketa antara investor dengan negara tuan rumah diselesaikan lewat lembaga peradilan ada keraguan di kalangan calon investor asing. 83 Penyelesaian sengketa dalam hal ini diatur dalam Pasal 32 UUPM yang menyatakan bahwa dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal, para pihak terlebih dahulu menyelesaikan sengketa tersebut melalui musyawarah dan mufakat. 84 Apabila penyelesaian sengketa melalui musyawarah dan mufakat tidak tercapai, maka penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 85 Kemudian apabila terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal dalam negeri, para pihak dapat menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase berdasarkan kesepakatan para pihak, dan jika 83
Sentosa Sembiring, op.cit., hal 238. Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 85 Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 84
penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak disepakati, penyelesaian sengketa tersebut akan dilakukan di pengadilan. 86 Selanjutnya, dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para pihak. 87 Dalam penyelesaian sengketa berkenaan dengan penanaman modal asing di Indonesia terdapat kecenderungan bahwa pilihan forum penyelesaian sengketa yang disepakati dipilih sebagai forum penyelesaian sengketa adalah arbitrase, bahkan negara-negara masyarakat hukum internasional telah membentuk arbitrase khusus mengenai penyelesaian sengketa penanaman modal, dengan adanya konvensi Multilateral Investment Guarantee Agreement (MIGA) maupun International Centre of Settlement of Investment Disputes (ICSID) demikian juga terdapat pengakuan dan penerimaan putusan badan/dewan arbitrase internasional yang dapat di eksekusi di negara lain sesama peserta yang bersangkutan, misalnya konvensi New York 1958. 88 Secara teoretis, dengan diratifikasinya Konvensi New York 1958 tersebut oleh Pemerintah Indonesia, maka konvensi tersebut menjadi hukum nasional. Hal ini berarti putusan arbitrase asing secara otomatis akan diakui dan dapat dilaksanakan di Indonesia. Namun, dalam kenyataannya, putusan pelaksanaan arbitrase asing tersebut belum sepenuhnya berjalan sebagaimana yang diharapkan.
86
Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Pasal 32 ayat (4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 88 “Arbitrase Sebagai Penyelesaian Sengketa Dalam Penanaman Modal Asing”, http://www.scribd.com, terakhir kali diakses tanggal 8 Januari 2011. 87
Hal ini tampak dari pandangan lembaga peradilan di Indonesia dalam menyikapi putusan arbitrase yang akan dijalankan di negeri ini tidak konsisten. Alasan yang digunakan untuk menolak pelaksanaan putusan arbitrase asing bertentangan dengan kepentingan umum (public policy). 89
D. Perlindungan Terhadap Investor 1. Kepastian Hukum Perkembangan dan kemajuan suatu pasar modal, sangat ditentukan oleh adanya kepastian hukum bagi investor, baik nasional maupun investor internasional, para investor akan tertarik menanamkan modalnya di bursa efek apabila adanya perangkat aturan hukum yang menjamin adanya perlindungan, kepastian hukum dan keadilan, apabila bisnis pada perdagangan saham sangat mengandalkan kepercayaan investor. Salah satu kiat untuk menanamkan kepercayaan adalah keterbukaan informasi, terutama keterbukaan terhadap fakta materiel, yakni informasi penting dan relevan mengenai peristiwa/kejadian/fakta yang dapat mempengaruhi harga efek pada bursa efek, atau keputusan investor atau calon investor yang berkepentingan atas informasi tersebut. 90 Iklim investasi di lndonesia bertambah tidak kondusif karena stabilitas sosial dan politik serta jaminan keamanan dan penegakan hukum di dalam negeri masih rawan. Investor sering mengeluhkan masalah penegakan hukum. Hasil survey dari Political and Economic Risk Consultancy (PERC) menunjukkan
89
Sentosa Sembiring, op.cit., hal. 246. Syarief Oesman Ahimsa, ”Perlindungan Hukum Bagi Investor Terhadap Praktik Insider Trading Dalam Perdagangan Saham”, http://www.researchgate.net/ , terakhir kali diakses tanggal 8 Januari 2011. 90
bahwa lndonesia paling buruk dalam skor hukum di Asia. lndonesia berada pada posisi teratas dengan skor hampir 10. Tidak adanya kepastian hukum membuat para investor merasa tidak nyaman untuk menanamkan uangnya di lndonesia. Selain itu, banyak investor mengeluhkan masalah pelayanan perizinan dan birokrasi yang masih dianggap berbelit-belit dan memakan biaya yang besar. 91 Pemerintah yang kebijakan investasinya berubah-ubah dengan cepat atau tidak transparan dalam perundingan bisnis, akan kesulitan, bahkan mustahil menarik modal skala besar dan munculnya kegiatan anti investor dapat juga mempengaruhi lokasi dan jumlah modal perusahaan swasta di bar negeri. Ketidakstabilan politik dapat menutup operasi asing menjauhkan investasi baru. Di samping kebijakan yang berubah-ubah, Pemerintah yang tidak kompeten, lemah atau kolusif yang tidak mampu atau tidak mau menghilangkan perilaku yang membuat investor asing takut, maka sulit menemukan investasi asing dan kemajuan perekonomian. Hal ini juga nampak pada akses kebijakan Pemerintah Pusat, dalam hal kebijakan investasi asing, di mana seharusnya Pemerintah Daerah harus memahami bahwa investor asing mungkin saja membawa permasalahan investasi mereka kepada lembaga ICSID untuk mendapatkan perlindungan hukum dan akibatnya berdampak secara nasional. 92 Apa yang bisa membuat investor merasa tenang dalam berusaha adalah adanya kepastian hukum, karena dengan kepastian hukum investor dapat
91
Ridwan Khairandy, “Iklim Investasi dan Jaminan Kepastian Hukum dalam Era Otonomi Daerah”, http://jurnal.pdii.lipi.go.id, terakhir kali diakses tanggal 10 Januari 2011. 92 Ridwan Khairandy, “Iklim Investasi dan Jaminan Kepastian Hukum dalam Era Otonomi Daerah”, http://jurnal.pdii.lipi.go.id, terakhir kali diakses tanggal 10 Januari 2011.
melakukan sejumlah prediksi terhadap rencana usaha yang dilakukannya. 93 Kepastian Hukum dalam penanaman modal diletakkan berdasarkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam setiap kebijakan dan tindakan Pemerintah. 94 Pasal 3 UU No. 25 Tahun 2007 menempatkan asas kepastian hukum dalam posisi teratas dari 10 asas penyelenggaran penanaman modal di Indonesia. Asas ini menekankan pada kedudukan Indonesia sebagai negara hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam bidang penanaman modal. Namun, masalah kepastian hukum dalam penyelenggaraan investasi tidak seluruhnya ditentukan oleh kaidah-kaidah hukum dalam UU tersebut. Kepastian hukum dalam pengertian substansi harus pula didukung pula oleh substansi hukum pada bidang hukum bisnis lainnya dan ditentukan pula aspek kepastian dalam struktur penegakan hukum. Dalam hal yang terakhir ini penerapan kaidah hukum dan peraturan perundang-undangan terkait investasi dalam peristiwa konkrit melalui putusan-putusan badan peradilan menjadi faktor sorotan adanya kepastian hukum. Pada perspektif ini dunia peradilanlah yang memberikan citra pada kepastian hukum tersebut. 95
93
Mahmul Siregar, “Kepastian Hukum Dalam Transaksi Internasional dan Implikasinya Terhadap Kegiatan Investasi Di Indonesia”, www.usu.ac.id, terakhir kali diakses tanggal 10 Januari 2011. 94 Yakub Adi Krisanto, “Asas dan Tujuan Penanaman Modal Menurut UU No. 25 Tahun 2007”, http://gubugpengetahuan.blogspot.com, terakhir kali diakses tanggal 6 Januari 2011. 95 Mahmul Siregar, “Kepastian Hukum Dalam Transaksi Internasional dan Implikasinya Terhadap Kegiatan Investasi Di Indonesia”, www.usu.ac.id, terakhir kali diakses tanggal 10 Januari 2011.
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) akan menerbitkan peraturan yang dapat meningkatkan perlindungan terhadap investor. Penetapan standar operasi dan kontrak investasi bagi investor menjadi fokus utama. Pembahasan peraturan ini akan menitikberatkan pada perlindungan nasabah. Peraturan perlindungan nasabah akan dipadukan dengan peraturan Self Regulatory Organizations (SRO). Perlindungan terhadap investor ini diperlukan karena selama ini banyak hak dan kewajiban serta aturan-aturan yang seharusnya disebarkan kepada pelaku pasar, namun nasabah kadang tidak mengetahui. Akibatnya, ketika terjadi masalah, nasabah merasa tertipu karena tidak mengetahui akibat aksi investasi mereka. Terkait perlindungan nasabah, Bapepam-LK juga memberikan standar dan kualitas pelaku pasar atau anggota bursa. Pengaturan tersebut difokuskan pada empat hal, yakni kualitas pelaku, manajemen risiko, produk dengan risiko terkendali serta aspek legal. Tuan dari pengaturan ini adalah untuk meminimalkan kerugian, walaupun resiko investasi juga tetap ada. 96
2. Nasionalisasi Nasionalisasi merupakan suatu tindakan Pemerintah (host country) yang mengambilalih perusahaan yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing. 97 Masalah nasionalisasi sangat erat kaitannya dengan kedaulatan negara. Negara yang berdaulat tentunya menjadi pelindung utama dari kepentingan umum
96
Arinto Tri Wibowo & Anda Nurlaila, ”Bapepam Fokuskan Perlindungan Investor”, http://bisnis.vivanews.com/ , terakhir kali diakses tanggal 8 Januari 2011. 97 “Hukum Penanaman Modal”, www.wordpress.com, terakhir kali diakses tanggal 11 Januari 2011.
di negara bersangkutan termasuk kesejahteraannya. Jadi perusahaan-perusahaan modal asing yang ada di wilayah suatu negara yang berdaulat dapat saja dinasionalisasi jika kepentingan negara ini menghendakinya. 98 Pemerintah tidak akan melakukan tindakan nasionalisasi/pencabutan hak milik secara menyeluruh atas perusahaan-perusahaan modal asing atau tindakantindakan yang mengurangi hak menguasai atau mengurus perusahaan yang bersangkutan, kecuali jika dengan undang-undang dinyatakan kepentingan negara menghendaki tindakan demikian. Jika diadakan tindakan seperti tersebut maka Pemerintah wajib memberikan kompensasi/ganti rugi yang jumlah, macam dan cara pembayarannya disetujui oleh kedua belah pihak sesuai dengan asas-asas hukum internasional yang berlaku. Apabila antara kedua belah pihak tidak terdapat persetujuan mengenai jumlah, macam dan cara pembayaran kompensasi tersebut, maka akan diadakan arbitrasi yang putusannya mengikat kedua belah pihak. Untuk menjamin ketenangan bekerja modal asing yang ditanam di Indonesia, maka akan ditetapkan bahwa Pemerintah tidak akan melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan modal asing, kecuali jika kepentingan negara menghendakinya. Tindakan demikian itu hanya dapat dilakukan dengan UndangUndang serta dengan pemberian kompensasi menurut prinsip-prinsip Hukum Internasional. 99
98
“Masalah Nasionalisasi Dalam Penanaman Modal Asing”, http://repository.unand.ac.id/, terakhir kali diakses tanggal 11 Januari 2011. 99 “Penanaman Modal Asing”, http://www.facebook.com, terakhir kali diakses tanggal 11 Januari 2011.