DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR . .......................................................................................
ii
DAFTAR ISI........................................................................................................
iii
I
PENDAHULUAN . .......................... .......................................................
1
II.
ISU UTAMA DAN TUJUAN ......... .......................................................
1
III
TINJAUAN MENGENAI EKOSISTEM TERUMBU KARANG .........
2
IV.
KERUSAKAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN PRODUKTIVITAS
…………………………………………………………………………………... V.
8
UPAYA PENANGANAN KERUSAKAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG
……………………………………………………………………………………
7
VI
PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR . ..............
7
VII.
PENUTUP ........................................ .......................................................
9
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...
9
PENANGGULANGAN KERUSAKAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG MELALUI PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DAN KELAUTAN
oleh Rahmawati, S.Hut,MSi
1. PENDAHULUAN Sejak pelita VI rejim orde baru, sektor Kelautan mulai diperhatikan oleh pemerintah Indonesia dalam pembangunan. Sejak kemerdekaan sampai awal pelita VI tersebut, pemerintah lebih memperhatikan eksploitasi sumberdaya daratan, karena pada masa tersebut daratan masih mempunyai potensi yang sangat besar baik sumberdaya mineral maupun sumberdaya hayati seperti hutan. Narmm setelah hutan ditebang habis sedangkan sumberdaya minyak dan gas bumi sulit dtemukan di daratan, pemerintah orde baru mulai berpaling kepada sektor kelautan (Budiharsono S., 2001). Indonesia memiliki potensi KeIautan yang sangat besar dan beragam yakni memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km dan 5,8 juta km2 laut atau 70 persen dari luas total Indonesia. Potensi tersebut tercermin dengan besamya keanekaragaman hayati, selain potensi budidaya perikanan pantai di laut serta pariwisata bahari (Budiharsono S., 2001). Potensi lestari sumberdaya perikanan laut Indonesia sebesar 6.167.940 ton/tahun dengan porsi terbesar dari jenis ikan pelagis kecil (52,54 %), jenis ikan demersal (28,96 %) dan perikanan pelagis besar (15,81 %) komoditi. Selain potensi tersebut masih tersimpan potensi paikanan yang bernilai ekonomi tinggi seperti kepiting, rumput laut dan rajungan (Budiharsono S., 2001). Potensi yang besar tersebut akan menjadi suatu kenyataan dan bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat dan bangsa Indonesia jika ekosistem pesisir dan laut tidak dirusak karena perencanaan den pengadaan wilayah pesisir dan laut serta daerah aliran sungai (DAS) yang tidak terarah, termasuk didalam ekosistem terumbu karang.
1
Terumbu karang di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan dan mengalami kerusakan. Kondisi ini semakin lama semakin mengkhawatirkan dan apabila keadaan ini tidak segera ditanggulangi akan membawa bencana besar bagi kehidupan biota laut dan kesejahteraan masyarakat dan bangsa Indonesia Menurut Ministery of State for Environment (1996) dari luas terumbu karang yang ada di Indonesia sekitar 50.000 km2 dperkirakan hanya 7 % terumbu karang yang kondisinya sangat baik, 33 % baik, 46 % rusak den 15 % lainnya kondisinya sudah kritis (Supriharyono, 2000). Kerusakan terumbu karang ini dipastikan sebagai akibat aktivitas manusia yang secara langsung dan tidak langsung, sengaja atau tidak tanpa memperhitungkan dampak negatif yang mungkin ditimbulkannya.
II. ISU UTAMA DAN TUJUAN. Dalam pengelolaan terumbu karang harus terkait dengan pengelolaan wilayah pesisir secara lestari dan berkelanjutan. Isu utama dalam pengelolaan terumbu karang adalah : (1) Kesejahteraan masyarakat pesisir pada umumnya tergolong rendah dan kebanyakan dikategorikan sebagai nelayan tradisional (2) Sering terjadi banjir dan erosi akibat lahan atas dimanfaatkan untuk area perladangan (3) masih ditemukan penangkapan ikan dengan menggunakan potasium dan bahan peledak atau bom (4) Masih terjadinya aktivitas pengambilan karang untuk dijadikan kapur bangunan dan (5) Sering terjadinya konflik pemanfaatan ruang antara nelayan. Dalam pengelolaan terumbu karang tidak mungkin di lepaskan dari unsur ekonomi masyarakat pesisir dengan demikian isu utama masyarakat pesisir yang terkait dengan kegiatan ekonominya adalah (1) modalnya terbatas dan tidak memiliki akses untuk mendapatkan modal luar (2) terbatasnya sarana produksi seperti benih (benur, bibit rumput laut) (3) tidak terdapatnya kelompok usaha bersama (4) Penataan ruang pesisir yang belum dilakukan dan (5) masih rendahnya ketrampilan masyarakat pesisir dalam budidaya pesisir seperti rumput laut, lobster, mutiara, ikan hias dan lain-lain.
2
Berdasarkan isu tersebut tulisan ini mencaba menelaah dengan menggunakan metoda kepustakaan tentang “Penanggulangan Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang Melalui Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir” dengan tujuan (1) untuk mengkaji secara mantik beberapa aktivitas manusia yang berdampak negatif terhadap kerusakan terumbu karang dan produktivitas (2) mencoba memberikan altematif skenario penanganan kerusakan terumbu karang (3) Menjelaskan pendekatan yang digunakan untuk peningkatan pendapatan masyarakat pesisir.
III. TINJAUAN NENGENAI EKOSISTEM TERUMBU KARANG Karang tergolong dalam dalam jenis mahluk hidup (hewan) yaitu sebagai individu organisme atau konponen dari masyarakat hewan. Terumbu karang (coral reefs) sebagai suatu ekosistem termasuk dalam organisme-organisme karang. Dawes (1981) mengatakan terumbu karang (coral reefs) rnerupakan masyarakat organisme yang hidup di dasar perairan dan berupa bentukan batuan kapur (CaCO3) yang cukup kuat menahan gaya gelombang laut. Selanjutnya
Bengen
D.G.
(2001)
menyataken
terumbu
karang
terbentuk
dari
endepan-endapan masif kalsium karbonat yang dihasilkan oleh organisme karang pembentuk terumbu (karang hermatipik) dari filum Coridaria, ordo Scleractinia yang hidup bersimbiosis dengan zooxantellae dan sedikit tambahan alga berkapur serta organisms lain yang menyereksi kalsium karbonat. Karang hermatipik (Hermatypic corals) yang bersimbiosis dengan alga melaksanakan fotosintesis, sehingga peranan cahaya sinar matahari penting sekali bagi Hermatypic corals. Hermatypic corals biasanya hidup di perairan pantai/laut yang cukup dangkal di mana penetrasi cahaya matahari masih sampai ke dasar perairan, selain itu untuk hidup lebih baik binatang karang membutuhkan suhu air yang hangat berkisar antara 25-32 °C
IV. KERUSAKAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN PRODUKTIVITAS Kerusakan ekosistem terumbu karang tidak terlepas dari aktivitas manusia baik di daratan maupun pada ekosistem pesisir dan lautan. Kegiatan manusia di daratan seperti industri, pertanian, rumah tangga akhirnya dapat menimbulkan dampak negatif bukan saja
3
pada perairan sungai tetapi juga pada ekosistem terumbu karang atau pesisir dan lautan. Menurut UNEP (1990) dalam Dahuri R..et al (2001) sebagian besar (80 %) bahan pencemar yang ditemukan di laut berasal dari kegiatan manusia di daratan (land basic activities). Sebagai contoh kegiatan pengolahan pertanian dan kehutanan (up land) yang buruk tidak saja merusak ekosistem sungai melalui banjir dan erosi tetapi juga akan menimbulkan dampak negatif pada perairan pesisir dan lautan. Melalui penggunaan pupuk anorganik dan pestisida dari tahun ke tahun yang terus mengalami peningkatan telah menimbulkan masalah besar bagi wilayah pesisir dan lautan (Supriharyono, 2000). Pada tahun 1972 penggunaan pupuk nitrogen untuk seluruh kegiatan pertanian di Indonesia tercatat sekitar 350.000;- ton, maka pada tahun 1990 jumlah tersebut meningkat menjadi 1.500.000;- ton. Total penggunaan pestisida (insektisida) pada tahun 1975 sebesar 2.000 ton, kemudian pada tahun 1984 mencapai 16.000,- ton (Dahuri R.et al. 2001). Di pesisir dan lautan, kegiatan manusia seperti penambangan karang dengan atau tanpa bahan peledak, pengerukan di sekitar terumbu karang, penangkapan ikan dengan bahan peledak (Bengen D.G., 2001), lalulintas pelayaran, pertambakan dan lainnya telah menimbulkan masalah besar bagi kerusakan terumbu karang. Sebagai contoh kegiatan pelayaran di Teluk Jakarta, Selat Melaka, Semarang, Surabaya, Lhokseumawe dan Balikpapan sudah memprihatinkan. Konsentrasi logam berat Hg di perairan Teluk Jakarta pada tahun 1977-1978 berkisar antara 0,002-0,35 ppm (Dahuri R.et al. 2001). Menurut Nybakken dalam Dahuri R.et al.(2000), terumbu karang memiliki produktivitas organik yang tinggi, Stoddart (1969) dalam Supriharyano (2000) mengatakan secara biologis terumbu karang merupakan ekosistem yang paling produktif di perairan tropis dan bahkan mungkin diseluruh ekosistem baik di laut maupun di daratan karena kemampuan terumbu karang untuk menahan nutrient dalam sistem dan berperan sebagai kolam untuk menampung segala masukan dari luar. Selain itu terumbu karang yang sehat memiliki keragaman spesies penghuninya dan ikan merupakan organisme yang jumlahnya terbanyak.
4
Tingginya produktivitas primer di perairan terumbu karang memungkinkan perairan ini sering merupakan tempat pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery ground) dan mencari makan (feeding ground) dari kebanyakan ikan. Oleh karena itu secara otomatis produksi ikan di daerah terumbu karang sangat tinggi. Menurut Salm (1984) dalam Supriharyono (2000), 16 % dart total hasil eksport ikan dari Indonesia berasal dari daerah karang. Secara rinci Bengen D.G. (2001) merinci danpak kerusakan terumbu karang sebagai akibat kegiatan manusia baik di darat maupun di pesisir dan lautan seperti terlihat pada Tabel 1. Kerusakan terumbu karang yang dakibatkan oleh aktivitas manusia harus sedapat mungkin di cegah, karena akan sangat berdampak pada terganggunya ekosistem lainnya dan menurunnya produksi ikan yang merupakan sumber protein hewani bagi kemaslahatan umat manusia. Untuk maksud tersebut masyarakat maupun stakeholders perlu diajak untuk duduk bersama dengan menyatukan visi dan misi sehingga wilayah pesisir dan lautan dapat dikelola secara terpadu dan berkelanjutan.
5
Visi pengelolaan terumbu karang yaitu terumbu karang merupakan sumber pertumbuhan ekonomi yang harus dikelola dengan bijaksana, terpadu dan berkelanjutan dengan memelihara daya dukung dan kualitas lingkungan melalui pemberdayaan masyarakat dan stakeholders (pengguna) guna memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat dan pengguna secara berkelanjutan (sustainable). Dalam upaya untuk mewujudkan visi tersebut make ada enpat tujuan pokok (1) tujuan sosial, yaitu meningkatkan kesadaran masyarakat dan stakeholders mengenai pentingnya pengelolaan terumbu karang secara terpadu dan berkelanjutan (2) tujuan konservasi ekologi yaitu melindungi dan memelihara ekosistem terumbu karang untuk menjamin pemanfaatan secara optimal dan berkelanjutan, (3) tujuan ekonomi yaitu meningkatkan pemanfaatan ekosistem terumbu karang secara efisien dan berkelanjutan untuk memperbaiki kesejateraan masyarakat dan stakeholders serta pembangunan ekonomi, (4) tujuan kelembagaan yaitu menciptakan sistem den mekanisme kelembagaan yang profesional, efektif dan efisien dalam merencanakan dan mengelola terumbu karang secara terpadu dan optimal.
V. UPAYA PENANGANAN KERUSAKAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG Berdasarkan tujuan pengelolaan terumbu karang tersebut maka target penanganannya adalah (1) target sosial, di mana meningkatnya status kesejahteraan masyarakat dan pargguna, tingkat partisipasi masyarakat dan pengguna dalam kegiatan dan pemanfaatan terumbu karang semakin meningkat, (2) target konservasi ekologi yaitu implementasi dan penegakan peraturan semakin membaik dan gejala over-exploitation terumbu karang semakin berkurang, menurunnya sedimentasi yang berasal dari aktivitas di daratan, (3) target ekonomi, yaitu pendapatan masyarakat dan stakholders meningkat, tingkat pengangguran semakin menurun, dan terwujudnya sistem pembagian hasil kegiatan usaha yang semakin adil (4) target kelembagaan, yaitu konflik pemanfaatan ruang antar masyarakat dan stakeholders semakin berkurang dan terbentuknya aturan yang dapat difahami, dihayati dan diamalkan oleh masyarakat dan stakeholders.
6
Sebenarnya akar permasalahan kerusakan terumbu karang meliputi empat hal, yaitu (1) Kemiskinan masyarakat dan ketiadaan matapencaharian alternatif (2) ketidaktahuan dan ketidaksadaran masyarakat dan pengguna (3) lemahnya penegakan hukun (law enforcement) dan (4) kebijakan pemerintah yang belum menunjukkan perhatian yang optimal dalam mengelola sistem alami dan kualitas lingkungan kawasan pesisir dan lautan khususnya terumbu karang. Berdasarkan akar permasalahan kerusakan terumbu karang tersebut maka secara ringkas skenario penanganannya seperti tampak pada Gambar 1.
7
Produktivitas dalam suatu ekosistem terumbu karang dapat dibedakan antara produktivitas primer clan prodrldvitas sdarrder. Prodrddivdae primer dapat dartikkan sebagai kemampuan peraran untuk menghasilkan C (karbon) dan biasanya di ukur dalam satuan gram C/m2/tahun, sedangkan produktivitas sekunder diartikan sebagai kemampuan suatu perairan untuk menghasilkan ikan persatuan luas perairan selama dalam waktu tertentu (Supriharyono, 2000). Karena tulisan ini lebih diarahkan pada kajian yang bersifat ekonomi, maka produktivitas dapat disamakan dengan produksi dan dalam pengertian ini produksi sebagai suatu fungsi, diartikan sebagai fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi (Debertin D.L, 1986). Beanie dan Taylor (1994) mengatakan bahwa fungsi produksi adalah sebuah deskripsi matematis dari berbagai macam kemungkinan produksi teknis yang dihadapi oleh suatu organisasi perusahaan. Secara umum suatu fungsi produksi dapat diformulasikan sebagai berikut (Debertin D.L,1986)
Y=f (X) ............................ (1) Di mana Y = produksi X = input Dalam kaitan dengan produksi pada pengelolaan sumber daya pesisir dan laut pada sub ekosistem terumbu karang dimana produksi (hasil tangkap) dapat diformulasikan sebagai berikut (Gambar 1)
Y = f (X1, X2, X3, X4, X5) ............... (2) 8
Keterangan Y = Hasil produksi lestari (Sustainable Yield) X1= Ekosistem terumbu karang X2 = Teknologi penangkapan X3 = Tenapa kerja X4 = Modal X5 = Manajemen
Ekosistem terumbu karang (X1) dapat diartikan sebagai luasan terumbu karang (XII) dan tingkat kerusakan ekosistem terumbu karang (X12), dan tingkat kerusakan ini dapat di kelompokkan dari sangat sangat baik, baik, sedang, rusak dan sangat rusak. Sehingga formulasi (2) dapat diformulasikan menjadi formulasi tiga sebagai berikut :
Y = f(X11, X12, X2, X3, X4, X5) ......... (3)
Dalam kaitannya dengan ekosistem terumbu karang yang semakin lama semakin mengalami penurunan luasnya dan tingkat kerusakannya yang semakin tinggi, maka sangat mungkin di masa depan produktivitas biotanya menurun baik produktivitas primer maupun produktivitas sekunder. Keadaan ini akan berpengaruh dalam jangka panjang terhadap perekonomian masyarakat pesisir, ekonomi kawasan maupun ekonomi nasional. Dalam pemanfataan sumber daya pesisir dan laut khususnya pada ekosistem terumbu karang secara bijak, optimal dan berkelanjutan maka salah satu caranya adalah melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir. Ini didasarkan pada suatu kenyataan bahwa di antara faktor penyebab kerusakan terumbu karang adalah masyarakat pesisir.
VI. PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR Salah satu pendekatan yang dinilai efektif dan manpu meningkatkan produksi, pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir adalah .pendekatan agribisnis dan agroindustri. Kegiatan ini dengan melibatkan secara utuh subsistem input, subsistem produksi, subsistem pengolahan hasil, subsistem pemasaran dan subsistem kelembagaan 9
keuangan maupun kelembagaan penyuluhan. Sebagai upaya untuk mendorong penyediaan produk agribisris dan agroindustri agar mampu bersaing di paser global, maka pemerintah harus secara konsisten dan berkelanjutan melakukan berbagai langkah, salah satunya adalah meningkatkan perluasan dan penyebaran agribisnis dan agroindustri di pedesaan atau masyarakat pesisir. Pengembangannya dapat ditempuh melalui pengembangan unit Kelompok Usaha Bersama (KUB) yang dapat menyerap, melibatkan dan dimiliki oleh warga pesisir melalui suatu pola inti-plasma dengan mitra usahanya. Secara skematis pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir pada Gambar 2. Ada beberapa alasan kenapa pendekatan agribisnis-agroindustri menjadi hal yang diprioritaskan (a) dengan agribisnis-agroindustri peluang usaha yang menguntungkan masyarakat menjadi lebih banyak (b) dengan agribisnis-agroindustri masyarakat dapat meningkatkan nilai tambah produknya (c) dengan adanya agribisnis-agroindustri dapat menampung lebih banyak tenaga kerja (d) dengan adanya kegiatan ini dapat meningkatkan variabilitas produk yang dihasilkan masyarakat pesisir (e) dapat berdanpak pada peningkatan ekspor nonmigas dan devisa negara (f) dan dengan ini dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir beberapa upaya yang harus dilakukan meliputi pemberian bantuan modal yang dapat digulirkan (revolving fund) agar mereka dapat memperoleh segala kebutuhan input/modal seperti benih (benur, anak siput, bibit rumput laut), peningkatan ketrampilan dalam budidaya yang diinginkan oleh masyarakat sesuai tuntutan pasar, peningkatan ketrampilan pengolahan hasil, pembentukan dan pembinaan kelompak usaha bersama sebagai embrio pembentukan koperasi masyarakat pesisir. Selain itu juga pihak pemerintah dapat membangun sarana dan prasarana penunjang seperti lembaga keuangan yang khusus untuk bantuan permodalan bagi masyarakat pesisir, kelembagaan penyuluhan di wilayah pesisir, pembinaan penataan ruang untuk budidaya laut dan mendorong serta memfasilitasi adanya program kemitraan yang saling menguntungkan antara pihak masyarakat pesisir dengan pemilik modal dan teknologi.
10
Penyelenggaraan usaha agribisnis-agroindustri khususnya dalam pemilihan produk yang dikembangkan oleh masyarakat harus mengacu pada beberapa alasan yaitu (Amanto, B.S.1999): (a) menunjukkan kecenderungan permintaan yang meningkat di pasar ekspor,
11
(b) merupakan kebutuhan pokok masyarakat luas (c) mampu bersaing di pasar domestik, regional dan global (d) berdampak luas terhadap sektor ekonomi lainnya (e) berpeluang besar untuk dikembangkan (f) memberikan nilai tambah yang tinggi terhadap hasil perikanan atau hasil laut dan (g) mempunyai efek ganda (multiplier effect) terhadap peningkatan perekonomian wilayah dan nasional.
VII. PENUTUP Hubungan antara kegiatan manusia baik di darat maupun di pesisir dan laut selama ini sangat erat kaitannya dengan kerusakan ekosistem Terumbu karang dan kerusakan terumbu karang .berdampak luas terhadap menurunnya produktivitas biota (ikan) yang hidup pada ekosistem terumbu karang yang pada gilirannya hasil tangkap ikan akan semakin menurun, persiapan dan kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat pola menurun. Untuk menanggulangi permasalahan ini maka salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir dengan pendekatan agribisnis-agroindustri, sehingga di masa datang ekosistem terumbu karang lestari dan pendapatan masyarakat meningkat serta kemaslahatan dan kesejahteraan umat manusia meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Amanto B.S. 1999. Kajian Wilayah Pengembangan Agroindustri Perikanan Rakyat di Daerah Maluku. Thesis. PPS IPB. Bogor Indonesia.
Beattie BR dan Taylor C.R.,1994. Ekonomi Produksi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 386 p.
Bengen D.G., 2001. Sinopsis Ekosistem Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut Pusat Kajian Sumber daya Pesisir dan Lautan. IPB. Bogor. 62 p. 12
Budiharsono S., 2001. Teknik Analisis Pembangunan wilayah Pesisir dan Lautan. Pradnya Paramita. Jakarta. 159p.
Dahuri, Rokhmin; Rais J.; Ginting S.P. dan Sitepu M.J., 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta. 328 p.
Debertin D. L 1986. Agricultural Production Economics. University of Kentucky. Macmillan Publishing Company. New York. 366 p.
Ngangi, ELA. 2001. Kajian Intensifikasi dan Analisis Finansial Usaha Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) di Desa Bentenan-Tumbak Kecamatan Belang Propinsi Sulawesi Utara.Thesis. PPS IPB. Bogor, Indonesia.
Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 247 p.
13