DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM………………………………………………………. PERSYARATAN GELAR ……………………………………………… LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………. SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT………………………… UCAPAN TERIMA KASIH ……………………………………………. ABSTRAK………………………………………………………………... ABSTRACT………………………………………………………………. RINGKASAN……………………………………………………………. DAFTAR ISI……………………………………………………………… DAFTAR TABEL ……………………………………………………….. DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………. DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………………………………………….. 1.2 Rumusan Masalah………………………………………. 1.3 Tujuan Penelitian................................................................ 1.4 Kegunaan Penelitian…………………………………… 1.4.1 Kegunaan teoritis ………………………………… 1.4.2 Kegunaan Praktis…………………………………..
1 21 22 23 23 24
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan Karakteristik Perusahaan Keluarga…….. 2.2 Teori Perusahaan Keluarga……………………………. 2.3 Suksesi Perusahaan Keluarga…………………………… 2.4 Perencanaan Suksesi ……………………………………. 2.5 Nilai-nilai (Values)………………………………………. 2.6 Karakteristik Suksesor………………………………….. 2.7 Kinerja Suksesor………………………………………… BAB III
Halaman i ii iii iv v vii viii ix xii xv xvii
KERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENEITIAN 3.1 Kerangka Berpikir……………………………………….. 3.2 Kerangka Konsep………………………………………… 3.3 Hipotesis Penelitian……………………………………….
25 32 34 45 52 58 61
67 71 73
2
3.3.1
Pengaruh Nilai-nilai terhadap Karakteristik Suksesor pada Perusahaan Keluarga.................. 3.3.2 Pengaruh Nilai-nilai terhadap Perencanaan Suksesi pada Perusahaan keluarga.................... 3.3.3 Pengaruh Karakteristik Suksesor terhadap Perencanaan Suksesi pada Perusahaan Keluarga .............................................................. 3.3.4 Pengaruh Nilai-nilai terhadap Kinerja Suksesor pada Perusahaan Keluarga.................................. 3.3.5 Pengaruh Karakteristik Suksesor terhadap Kinerja Suksesor pada Perusahaan Keluarga................................................................. . 3.3.6 Pengaruh Perencanaan Suksesi terhadap Kinerja Suksesor pada Perusahaan Keluarga................................................................. 3.3.7 Peran Karakteristik Suksesor sebagai Mediasi antara Nilai-nilai terhadap Kinerja Suksesor................................................................. 3.3.8 Peran Perencanaan Suksesi sebagai Mediasi antara Nilai-nilai terhadap Kinerja Suksesor...... 3.3.9 Peran Perencanaan Suksesi sebagai Mediasi antara Karakteristik Suksesor terhadap Kinerja Suksesor.................................................................. . 3.3.10 Peran Karakteristik Suksesor sebagai Mediasi Pengaruh antara Nilai-nilai terhadap Perencanaan Suksesi ............................................. BAB IV
73 74 75
76 78
78
79
81 82
83
METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian………………………………. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian……………………….. 4.3 Identifikasi Variabel………………………………… 4.4 Definisi Operasional Variabel……………………….
4.5
4.4.1 Nilai-nilai (Values) (X) ………………………. 4.4.2 Karakteristik Suksesor (Y1)………………….. 4.4.3 Perencanaan Suksesi (Y2)…………………… 4.4.4 Kinerja Suksesor (Y3)………………………… Jenis dan Sumber Data………………………………
85 86 87 88 89 90 90 91 91
3
4.6 4.7
Populasi dan Sampel………………………………… Metode Pengumpulan Data………………………… 4.7.1. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen…… 4.8 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian……………………………………………. 4.9 Metode Analisis Data ………………………………. 4.9.1 Analisis Deskriptif ………………………….. 4.9.2 Analisis Kuantitatif…………………………. BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Profil Lokasi Penelitian…………………….. 5.1.2 Karakteristik Responden…………………… 5.1.3 Deskripsi Variabel Penelitian………………. 5.2 Hasil Analisis Inferensial………………………….. 5.2.1 Uji Konstruk Outer-Model………………….. 5.2.2 Evaluasi Kelayakan Konstruk Formatif…… 5.3 Profil Variabel Penelitian…………………………. 5.3.1 Profil Nilai-nilai (X)……………………….. 5.3.2 Profil Karakteristik Suksesor (Y1)………. 5.3.3 Profil Perencanaan Suksesi (Y2)…………. 5.3.4. Profil Variabel Kinerja Suksesor (Y3)……. 5.4 Pengujian Hipotesis Inner-Model………………… 5.5 Uji Hipotesis Penelitian…………………………… 5.6 Pembahasan ……………………………………….. 5.6.1 Pengaruh Nilai-nilai terhadap Karakteristik Suksesor…………………………………… 5.6.2 Pengaruh Nilai-nilai terhadap Perencanaan Suksesi……………………………………….. 5.6.3 Pengaruh Karakteristik Suksesor terhadap Perencanaan Suksesi ……………………….. 5.6.4 Pengaruh Nilai-nilai terhadap Kinerja Suksesor…………………………………… 5.6.5 Pengaruh Karakteristik Suksesor terhadap Kinerja Suksesor……………………………. 5.6.6 Pengaruh Perencanaan Suksesi terhadap Kinerja Suksesor…………………………….. 5.7 Keterbaharuan Penelitian………………………… 5.7.1 Peran Mediasi Ganda Nilai-Nilai Terhadap Kinerja Suksesor……………………………. 5.7.2 Peran Mediasi Karakteristik Suksesor…….. 5.7.3 Peran Mediasi Perencanaan Suksesi……...... 5.8 Keterbatasan Penelitian……………………………
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan……………………………………………….
92 94 95 96 99 99 100
101 101 103 107 113 113 123 123 128 129 130 131 132 135 144 144 150 152 157 161 163 167 167 168 169 169
171
4
6.2 Saran…………………………………………………… 6.2.1 Peneliti selanjutnya ……………………………. 6.2.2 Pemilik dan Suksesor Perusahaan Keluarga…..
DAFTAR PUSTAKA
174 174 175
176 ABTSRAK
SUKSESI PERUSAHAAN KELUARGA UNTUK MENINGKATKAN KINERJA SUKSESOR (STUDI PADA PERUSAHAAN KELUARGA DI PROVINSI BALI) Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan 1) pengaruh nilai-nilai terhadap karakteristik suksesor, 2) pengaruh nilai-nilai terhadap perencanaan suksesi, 3) pengaruh karakteristik suksesor terhadap perencanaan suksesi, 4) pengaruh nilai-nilai terhadap kinerja suksesor, 5) pengaruh karakteristik suksesor terhadap kinerja suksesor, 6) pengaruh perencanaan suksesi terhadap kinerja suksesor, 7) peran mediasi karakteristik suksesor pada pengaruh nilai-nilai terhadap kinerja suksesor, 8) peran mediasi perencanaan suksesi pada pengaruh nilai-nilai terhadap kinerja suksesor, 9) peran mediasi perencanaan suksesi pada pengaruh karakteristik suksesor terhadap kinerja suksesor, dan 10) peran mediasi karakteristik suksesor pada pengaruh nilainilai terhadap perencanaan suksesi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan keluarga yang bergerak pada industri tekstil di 9 Kota/Kabupaten di Provinsi Bali yang berjumlah 1.756 unit. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan adalah Partial Least Squares (PLS) dengan Program Smart PLS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) nilai-nilai berpengaruh positif terhadap karakteristik suksesor, 2) nilai-nilai tidak berpengaruh terhadap perencanaan suksesi, 3) karakteristik suksesor berpengaruh positif terhadap perencanaan suksesi, 4) nilai-nilai tidak berpengaruh terhadap kinerja suksesor, 5) karakteristik suksesor berpengaruh positif terhadap kinerja suksesor, 6) perencanaan suksesi berpengaruh positif terhadap kinerja suksesor, 7) karakteristik suksesor dan perencanaan suksesi muncul sebagai mediator ganda yang memediasi penuh pengaruh nilai-nilai terhadap kinerja suksesor, 8) nilai-nilai tidak berpengaruh langsung terhadap perencanaan suksesi, dan 9) peran mediasi perencanaan suksesi antara pengaruh karakteristik
5
suksesor terhadap kinerja suksesor bersifat parsial. Kata-kata Kunci : perusahaan keluarga, nilai-nilai, karakteristik suksesor, perencanaan suksesi, dan kinerja.
ABSTRACT
SUCCESSION OF FAMILY BUSINESS TO IMPROVE SUCCESSOR PERFORMANCE (A STUDY OF FAMILY BUSINESS IN BALI PROVINCE) The aims of this study is to expalin 1) the effect of values on successor characteristics, 2) the effect of values on succession plan, 3) the effect of successor characteristics on succession plan, 4) the effect of values on successor performance, 5) the effect of successor characteristics on successor performance, 6) the effect of succession plan on successor performance, 7) the mediating role of successor characteristics at the effect of values on successor performance, 8) the mediating role of succession plan at the effect of values on successor performance, 9) the mediating role of succession plan at the effect of successor characteristics on successor performance, and 10) the mediating role of successor characteristics at the effect of values on succession plan. The population of this study are all family business at textile industry in the nine city/regencies in Bali Province to amount to 1,756 units. Technique of analysis used to test the hypotheses was Partial Least Squares (PLS) with Smart PLS. The results show that 1) values positively influences successor characteristic, 2) values does not affect succession plan, 3) successor characteristics positively influences succession plan,
6
4) values does not influence successor performance, 5) successor characteristics influences successor performance, 6) succession plan positively affects successor performance, 7) successor characteristics and succession plan emerges as multimediating variables which fully mediate the effect of values on successor performance, 8) values does not affect succession plan, and 9) succession plan partially mediates the effect of successor characteristics on successor performanc. Keywords: family business, values, successor charactersitics, succession plan, and performance.
7
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Perusahaan keluarga merupakan perusahaan yang dimiliki, dikontrol, dan
dijalankan oleh satu atau beberapa keluarga yang dikelola oleh anggota-anggota keluarganya. Tetapi bukan berarti semua pekerja dalam perusahaan merupakan anggota keluarga. Banyak perusahaan keluarga, terutama perusahaan-perusahaan kecil, memperkerjakan orang lain untuk menempati posisi rendahan, sementara posisi tinggi (top manager) dipegang oleh orang dari dalam keluarga pemilik perusahaan. Partisipasi keluarga dalam perusahaan dapat memperkuat perusahaan tersebut karena biasanya anggota keluarga sangat loyal dan berdedikasi tinggi terhadap perusahaan milik keluarganya. Meskipun demikian, seringkali timbul masalah-masalah dalam mengatur perusahaan keluarga, perusahaan akan cenderung mempertahankan seorang anggota keluarga untuk bekerja meskipun kurang
kompeten
dalam
pekerjaannya
sehingga
akan
membahayakan
kelangsungan hidup perusahaan, selanjutnya permasalahan yang paling utama dihadapi perusahaan keluarga adalah ketika terjadi pergantian kepemimpinan atau suksesi kepemimpiman perusahaan, karena hal ini menyangkut keberlanjutan dari perusahaan keluarga tersebut.
8
Perusahaan keluarga telah menjadi penggerak penting bagi modernisasi industri seperti perusahaan keluarga Carnegy di Amerika Serikat, Louis Vuitton di Eropa, Li Ka-Shing di Hong Kong dan Sumitomo di Jepang (Hall & Nordqvist, 2008). Banyak negara dunia juga memberi perhatian pada peran perusahaan keluarga untuk mengatasi kemiskinan dan pengangguran (Zahra & Sharma, 2004). Sejumlah penelitian telah mencatatkan peran yang sangat signifikan dari perusahaan keluarga atas pertumbuhan ekonomi suatu negara. Perusahaan keluarga telah memberi kontribusi yang sangat besar bagi kegiatan ekonomi. Berbeda dengan perusahaan-perusahaan bukan keluarga yang mengalami pasang surut pertumbuhan, perusahaan keluarga justru menunjukkan kinerja yang stabil dan cenderung meningkat. Sebagai dampak dari itu, perusahaan keluarga mampu memberi sumbangan antara 45% sampai 70% dari Produk Domestik Kotor (GDP) dan banyak menyerap tenaga kerja di banyak negara (Glassop & Waddell, 2005). Poza (2007) mengatakan bahwa 80-98% bisnis di dunia merupakan usaha keluarga, perusahaan keluarga menciptakan 64% GDP di Amerika Serikat dan diperkirakan memiliki andil dalam penciptaan GDP negara lain sebesar 75%. Di Australia, perusahaan keluarga berperan penting bagi perekonomian, dengan persentase sebesar sekitar 67% dari keseluruhan perusahaan swasta dan mempekerjakan lebih dari 50% angkatan kerja. Di Jerman, di mana sektor manufakturnya didominasi oleh perusahaan multinasional besar, sebanyak 90,431 dari 107,094 perusahaan yang ada dimiliki keluarga dan dipimpin oleh anggota keluarga (Lamsfub & Wallau, 2012).
9
Perusahaan keluarga juga memiliki peran yang signifikan di negara berkembang seperti di India (Basu, 2006). Sementara di Jepang, Allouche et al. (2008) menyatakan bahwa ada sekitar 42.68% perusahaan yang terdaftar di tahun 2003 merupakan perusahaan keluarga. Hal yang serupa juga berlaku di wilayah Timur Tengah, tercatat 98 % dari kegiatan komersial dalam Gulf Cooperation Council, di mana termasuk di dalamnya negara Saudi Arabia, Kuwait dan hampir seluruh negara di kawasan Teluk Persia merupakan usaha yang dijalankan oleh keluarga (Waheed, 2007). Moores & Barrett (2002) mendefinisikan bahwa suksesi adalah peralihan kepemilikan perusahaan keluarga kepada suksesor. Perusahaan keluarga seringkali mempunyai masalah dalam suksesi ketika pendiri bisnis atau generasi pertama telah begitu lama mengelola perusahaan keluarganya dan mendekati masa pensiun. Keberlanjutan perusahaan keluarga tergantung pada suksesnya suksesi, sehingga tidak bisa dipungkiri bahwa masa depan perusahaan keluarga tergantung pada keberhasilan suksesi. Penelitian yang dilakukan Hall & Nordqvist (2008) menunjukkan sekitar 71 persen perusahaan keluarga di Australia dimiliki generasi pertama, sekitar 20 persen oleh generasi kedua, dan hanya sekitar 9 persen yang dimiliki generasi ketiga. Ward (2004) melakukan penelitian selama 25 tahun berkenaan dengan suksesi dalam perusahaan keluarga dan diperoleh hasil analisis bahwa hanya sekitar 5% sampai dengan 10% perusahaan keluarga sampai pada tahap sibling ownership, yaitu tahap di mana perusahaan keluarga dikelola oleh keturunan pertama dari pendiri perusahaan.
10
Dari sisi keuangan, penelitian yang dilakukan Monash University pada tahun 1997 menunjukkan, rata-rata kekayaan generasi pertama sebesar sekitar 690 juta dollar AS, kekayaan generasi kedua menurun menjadi sekitar 293 dollar AS, dan kekayaan generasi ketiga tinggal sekitar 170 juta dollar AS (Triyatna, 2007). Hal tersebut merupakan wujud nyata dari jargon yang sering mengemukan yakni ”generasi pertama merintis dan membangun, generasi kedua menikmati, sedangkan generasi ketiga menghabiskan,” istilah ini dikenal sebagai sindrom dale stalle (Marpa, 2010). Mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Family Firm Institute oleh Hall & Nordqvist (2008), diketahui bahwa hanya 30% dari keseluruhan perusahaan yang dimiliki oleh keluarga bisa bertahan pada masa transisi antar generasi pada generasi ke-dua, sementara itu hanya 12% mampu bertahan pada generasi ke-tiga dan hanya 3% saja yang mampu berkembang sampai pada generasi ke-empat dan seterusnya. Hal ini yang membuat bertumbuh suburnya idiom dalam perusahaan keluarga bahwa: “generasi pertama yang mendirikan, generasi ke-dua yang membangun, dan generasi ke-tiga yang merusak”. Walaupun perencanaan suksesi sangat penting, terbukti di Amerika Serikat, hanya 28 persen perusahaan keluarga yang mempunyai perencanaan suksesi (Susanto et al., 2008). Kaslow (2006) juga menemukan bukti bahwa kegiatan pendampingan kandidat suksesor oleh pendahulu (incumbent’s mentoring) yang merupakan salah satu bagian dari persiapan dan perencanaan suksesi, sangat efektif dalam mengenalkan dan mengajarkan bisnis kepada suksesor. Kandidat suksesor ternyata menunjukkan hubungan yang lebih baik
11
dengan pendahulunya secara signifikan dengan adanya pendampingan tersebut. Para pendahulu memperkenalkan bisnis di usia dini (early age) dan kandidat suksesor diajak untuk ikut bekerja secara full-time dalam bisnis keluarga sejak usia dini. Di sisi lain, karakteristik individu suksesor merupakan cerminan dari kemampuan penerus (suksesor) terhadap kesiapan suksesor untuk meneruskan perusahaan.
Marpa (2010) dalam penelitiannya menemukan karakteristik
suksesor memberikan pengaruh terhadap
keberhasilan perencanaan suksesi
perusahaan keluarga dan hasil penelitian Barach & Ganitsky (1995); Chrisman et al. (1998); dan Morris et al. (1997); menemukan karakteristik suksesor seperti; pengalaman di luar perusahaan; lama magang di perusahaan memiliki korelasi yang positif terhadap efektivitas perencanaan suksesi, dari hasil penelitian tersebut dapat juga dijelaskan bahwa, pengalaman yang kurang, magang yang kurang dapat menurunkan efektifitas perencanaan suksesi. Hal ini mendukung teori yang dikemukakan oleh King et al. (2001) yang lebih menekankan kualitas kepemimpinan suksesor dalam perusahaan keluarga. Karakteristik suksesor juga ditentukan oleh tingkat hubungan yang terjadi dalam keluarga atau sistem keluarga yang dianut (Lee, 2003). Dalam perusahaan keluarga terdapat saling ketergantungan antara keluarga dan perusahaan. Sebagaimana sifat perusahaan keluarga, sistem keluarga memiliki saling ketergantungan yang sangat dekat dan mendalam antara sistem keluarga dan sistem perusahaan (Kepner, 2013). Perusahaan
keluarga
merupakan
keterpaduan
dua
bersinggungan (Beckard & Dyer, 1983; Lansberg, 1999).
sistem
yang
saling
12
Nilai-nilai keluarga pemilik perusahaan sangatlah mempengaruhi budaya perusahaan dari sebuah perusahaan keluarga (Soedibyo, 2007), sehingga latar belakang sang pemilik , termasuk latar belakang etnik juga sering memberi nilainilai pada budaya perusahaan yang diperantarai oleh nilai yang diyakini oleh sang pemilik (Susanto & Sujanto, 2008). Nilai-nilai yang ada dalam perusahaan adalah salah satu faktor kunci yang merupakan "efek keluarga," istilah yang digunakan oleh Dyer (1988) ketika mengacu pada dampak keluarga terhadap kinerja. Dikatakannya nilai-nilai (values) yang ada dalam keluarga pemilik perusahaan adalah salah satu faktor yang berdampak terhadap kinerja pengelola. Sementara itu, Miller & Le Breton-Miller (2005) mengidentifikasi bahwa nilai-nilai yang berasal pendiri atau pemilik perusahaan merupakan dorongan bagi karyawan sebagai hal yang mutlak untuk menjadikan bisnis keluarga berumur panjang, dan transfer values dipentingkan agar penerusnya mengikuti apa yang diinginkan pendiri. Penelitian La Porta et al. (1999) memang menunjukkan bahwa kebiasaan keluarga mempengaruhi kinerja pimpinan perusahaan tergantung pada tingkat transparansi dan regulasi yang diterapkan termasuk perencanaan suksesi di dalamnya. Di sisi lain, Gibson et al. (2008) menyatakan sistem yang menembus nilai-nilai, keyakinan, dan norma yang ada di setiap organisasi dapat mendorong atau menurunkan efektifitas sebuah organisasi. Pentingnya perencanan suksesi untuk keberhasilan perusahaan keluarga diteliti oleh Miller & Le Breton-Miller (2006) dan Kaslow (2006). Miller & Le Breton-Miller (2006) menyatakan bahwa suksesi bisnis yang baik merupakan
13
indikator yang valid terhadap kinerja bisnis. Sementara Kaslow (2006) menemukan bukti bahwa kegiatan pendampingan kandidat suksesor oleh pendahulu (incumbent’s mentoring) yang merupakan salah satu bagian dari persiapan dan perencanaan suksesi, sangat efektif dalam mengenalkan dan mengajarkan bisnis kepada suksesor. Sejumlah penelitian tentang karakteristik suksesor dalam perusahaan keluarga dilakukan oleh Malone & Jenster (2014), Levinson (2001) dan Morris (2007) yang menyatakan bahwa karakteristik pribadi seorang suksesor dapat mempengaruhinya dalam pengelolaan perusahaan. Penelitian Marpa (2010) menemukan karakteristik suksesor memberikan pengaruh terhadap keberhasilan perusahaan keluarga untuk tetap hidup dan berkembang. Hal ini mendukung konsep yang dikemukakan oleh King et al. (2001), dimana kualitas kepemimpinan suksesor ditekankan dalam mencapai keberhasilan perusahaan keluarga. Banyak penelitian telah dilakukan tentang keberhasilan suksesi perusahaan keluarga, namun masih sedikit yang mengkaitkan dengan nilai-nilai yang dianut oleh keluarga pemilik perusahaan. Nilai-nilai yang dianut keluarga dalam organisasi bisnis yang dimiliki diakui sebagai kekuatan dalam mengintergrasikan struktur, proses dan strategi dalam mencapai kinerja yang maksimal. Sulistyo (2012) menyatakan bahwa kehadiran tata nilai yang dikemas dengan apik terbukti membuat organisasi berkarakter dan mampu menunjukkan eksistensi, sehingga membentengi perusahaan dari berbagai krisis. Dyer (1998) menyatakan nilai-nilai (values) adalah salah satu faktor kunci pada dampak keluarga terhadap kinerja pengelola, demikian juga Soedibyo (2007) menyatakan
14
bahwa nilai-nilai keluarga pemilik perusahaan sangatlah mempengaruhi budaya sebuah perusahaan keluarga, yang akhirnya dapat menjadikan perusahaan tersebut hidup dan berkembang. Perusahaan keluarga pada umumnya cenderung memiliki sudut pandang jangka panjang terhadap bisnisnya dibandingkan dengan perusahaan publik. Pada perusahaan publik seringkali banyak bertumpu pada pertimbangan-pertimbangan jangka pendek karena terkait dengan fluktuasi usaha. Sementara pemimpin dalam perusahaan keluarga tentu memiliki pandangan dan tindakan yang berbeda dibandingkan karyawan, pelanggan, komunitas, maupun stakeholders penting lainnya, yang tentu juga akan memberi dampak positif terhadap kinerja perusahaan. Nilai, norma dan sikap yang berlaku dalam perusahaan dari sisi budaya organisasi menentukan semangat keluarga, sementara nilai anggota keluarga mengekspresikan penciptaan suatu tujuan umum bagi karyawan dan membantu terbentuknya rasa identifikasi dan komitmen (Susanto, 2008). Dalam perusahaan keluarga yang sudah berjalan secara berkesinambungan, umumnya karyawan memiliki perasaan sebagai bagian dari keluarga, yang pada gilirannya akan menciptakan atmosfir lebih peduli terhadap perusahaan. Karena relatif tidak birokratif, maka akses karyawan kepada manajemen senior lebih mudah dan pengambilan keputusan lebih cepat dan lebih efektif (Susanto, 2008). Sebagai contoh, penuturan Sid Lowe dalam menggambarkan Overseas Chinese Family Business (OCFB) di Hongkong, dilakukan hibridisasi budaya antara modernis barat dan tradisionalis timur (Susanto, 2008). Hibridisasi nilai-
15
nilai dari kedua budaya merupakan ciri khas sekaligus merupakan salah satu keunggulan nilai-nilai yang ada pada budaya OCFB, yang diserap dari nilai dan budaya masyarakat setempat. Akibatnya, mempermudah dalam beradaptasi dan mengembangkan usaha dalam konteks budaya dimana perusahaan berada. Nilai-nilai ini juga nampak pada Chinese Family-owned Enterprise (CFEs) di Singapura yang berhasil dalam menghadapi krisis ekonomi dan kemudian bangkit menjadi motor penggerak ekonomi. Harus diakui, beberapa karakteristik CFEs tidak semua dianggap cocok bagi manajemen modern. Diantaranya adalah tiadanya pemisahan antara kepemilikan dan pengawasan, adanya nepotisme, manajemen yang konservatif, ketidakpercayaan terhadap bukan anggota keluarga, derajat otorianisme yang tinggi, berlandaskan kehematan dan kerja keras, penerapan jalur patrilinear, dan berdasarkan bisnis etik Cina, khususnya Xinyong (saling percaya). Menurut Fukuyama (2005), beberapa ciri keluarga ini dapat menghambat pertumbuhan bisnis keluarga Cina. Demikian pula Redding (2012: 7-10) menyatakan bahwa bentuk bisnis keluarga Cina mengandung suatu hambatan untuk tumbuh. Kenyataannya, banyak bisnis keluarga Cina yang masih eksis, sehingga pendapatnya terkesan pesimistik. Perkembangan dan kesinambungan Chinese Family Enterprises (CFEs) di Singapura terutama merupakan hasil dari kesuksesan peralihan kepemimpinan, pengawasan, dan pengelolaan dari generasi pertama anggota keluarga menuju kepada anggota keluarga generasi kedua, dan dalam kasus lainnya menuju ke generasi ketiga. Anggota generasi kedua ini, telah terlatih secara profesional dan terbuka terhadap teori manajemen baru yang digabungkan ke dalam nilai-nilai
16
kultural Cina, seperti hemat dan sederhana, gigih, dan memodifikasinya ke dalam dunia kerja yang berada di dalam konteks modern yang berubah cepat, dipandu oleh nilai-nilai dan standar profesional dari contoh manajemen yang ditunjukkan oleh manajer profesional bukan keluarga. Selain
itu,
generasi
kedua
anggota
keluarga
tetap
giat
untuk
mempertahankan fungsi entrepreneurial dalam perusahaannya, juga mampu mengubah nilai-nilai Cina tradisional yang tidak menaruh kepercayaan terhadap bukan anggota keluarga dan mengikis ketidakpercayaan terhadap tanggung jawab administratif. Pemberian tanggung jawab diberikan kepada manajer profesional bukan keluarga yang terlatih dan memiliki kapabilitas (kemampuan). Di Indonesia, sumbangan perusahaan keluarga terhadap pembentukan GNP adalah sebesar 80% (Casillas et al., 2007), berdasarkan publikasi yang dikeluarkan Indonesia Institute for Corporate Directorship (IICD), lebih dari 95 persen bisnis di Indonesia merupakan perusahaan yang dimiliki maupun dikendalikan oleh keluarga (Handoyo, 2010). Hal itu dapat dikatakan bahwa kegiatan bisnis keluarga telah lama memberi kontribusi cukup besar terhadap pembangunan ekonomi nasional. Bahkan di saat krisis ekonomi pada tahun 19971998 dan 2008, bisnis keluarga terus menunjukkan eksistensinya sebagai penopang sekaligus sebagai modal kekuatan dalam pemulihan ekonomi nasional. Hal senada juga dinyatakan oleh Jakarta Consulting Group (2008) dirumuskan bahwa 88 persen perusahaan swasta nasional berada di tangan keluarga. Untuk eksekutif perusahaan swasta yang ada, mayoritas atau sekitar 90 persen pengusaha Indonesia merupakan eksekutif yang menjalankan bisnis keluarga (Kompas,
17
2010). Sebagai bisnis yang dimiliki dan dikendalikan oleh keluarga, maka manajemen maupun kinerja pada perusahaan keluarga, baik yang berskala kecil maupun besar, banyak dipengaruhi oleh visi maupun misi keluarga. Mengingat
peran
perusahaan
keluarga
yang
signifikan
dalam
perekonomian, maka peneliti berpendapat bahwa keberlanjutan dari perusahaan keluarga tersebut sangat perlu untuk dijaga. Pola manajemen keluarga yang diterapkan dalam bisnis keluarga harus terus berkembang dan berubah menyesuaikan kebutuhan dan tingkat kinerja. Dalam perjalanannya, ada perusahaan keluarga yang berkembang pesat, ada yang biasa-biasa saja tetapi tidak sedikit juga yang gagal. Bisnis keluarga yang sukses adalah bisnis yang berjalan dari generasi ke generasi dan berjalan dengan kemampuan yang lebih besar, serta berdaya tahan cukup baik. Kurang lebih 30% bisnis keluarga dikelola oleh generasi kedua keluarganya, dan 10% dikelola oleh generasi ketiga (Lansberg, 2007). Jakarta Consulting Group (dalam Susanto, 2008) menyatakan terdapat 7 (tujuh) mitos perusahaan keluarga yang terkait dengan suksesi, yaitu: (1) perusahaan keluarga tidak profesional; (2) tidak adanya pemisahan antara keuangan perusahaan dan keuangan pribadi; (3) perusahaan keluarga dianggap tidak dapat menerapkan sistem dan prosedur yang sehat; (4) perusahaan keluarga hanya memberikan kesempatan kepada kerabat keluarga saja untuk menduduki posisi kunci; (5) kinerja tidaklah penting, tetapi yang lebih penting adalah kemampuan membina hubungan yang dekat dengan pemilik; (6) perusahaan keluarga akan berakhir di tangan generasi kedua, dan (7) perusahaan keluarga
18
tidak memandang SDM sebagai aset perusahaan yang penting. Dengan memperhatikan banyaknya perusahan keluarga di Indonesia dan terutama pada mitos perusahaan keluarga, maka sangat menarik untuk dilakukan studi empirik tentang hal tersebut. Hasil penelitian dari The Jakarta Consulting Group (dalam Susanto, 2007) menyatakan bahwa banyak perusahaan yang mengalami kegagalan ketika ditangani oleh generasi penerus. Misalnya PT. Mantrust yang pernah merajai agro bisnis di Indonesia sekarang tinggal nama seiring dengan meninggalnya Teguh Sutantyo, sang pendiri. Hal yang sama juga terjadi pada PT. Pardedetex setelah ditinggal Pardede. Di Indonesia, walaupun banyak perusahaan keluarga yang gagal pada kepemimpinan generasi kedua, banyak pula yang sukses, bahkan menjadi besar setelah dikelola oleh generasi kedua akibat keberhasilan dalam proses suksesi, misalnya Grup Djarum, Grup Gunung Sewu, Grup Dexa Medica. Beberapa perusahaan keluarga telah berhasil bertahan sampai lebih dari 100 tahun seperti Hotel Savoy Homan yang berdiri tahun 1888, Jamu Iboe berdiri tahun 1910, Sampoerna berdiri tahun 1913 dan Jamu Nyonya Meneer berdiri sejak tahun 1919 (Pambudi, 2007). Berdasarkan fenomena tersebut, tampak bahwa alih generasi (suksesi) kepemimpinan dalam perusahaan keluarga merupakan faktor yang penting di dalam keberlanjutan perusahaan. Suksesi kepemimpinan dalam perusahaan keluarga tidak selamanya berakhir pada kegagalan dan membawa kemunduran perusahaan, hal itu terbukti bahwa masih ada perusahaan-perusahaan yang dapat
19
bertahan sampai dengan beberapa generasi. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti dan berpendapat bahwa perlu kiranya bagi perusahaan keluarga untuk mempersiapkan dan merencanakan suksesi kepemimpinan sebaik dan sedini mungkin untuk menghindari kegagalan dalam transformasi kepemimpinan dimaksud. Beberapa peneliti mengakui bahwa pendiri memberikan pengaruh yang besar terhadap budaya (culture), nilai-nilai (value) dan kinerja (performance), selama dan setelah masa jabatan dan kekhasan bisnis keluarga dalam hal nilainilai (values) juga dipengaruhi oleh peran pendiri (Sharma, 2004). Nilai-nilai keluarga pemilik sangatlah mempengaruhi budaya perusahaan keluarga. Dengan demikian, latar belakang pemilik sangat menentukan. Latar belakang etnik juga sering memberi warna kepada budaya perusahaan yang diperkuat oleh nilai yang diyakini oleh sang pemilik dalam melakukan rencana pergantian kepemimpinan dalam perusahaan keluarga (Susanto & Sujanto, 2008). Nilai-nilai yang ada dalam perusahaan adalah salah satu faktor kunci yang merupakan "efek keluarga," istilah yang digunakan oleh Dyer (1988) ketika mengacu pada dampak keluarga terhadap kinerja pengelola. Dyer (1988) menggarisbawahi bahwa nilai-nilai dalam keluarga memberikan kontribusi terhadap kinerja yang tinggi, dalam hal memfasilitasi biaya agensi yang lebih rendah karena kepercayaan yang mendalam dan nilai-nilai bersama antara anggota keluarga, meskipun dia juga melihat bahwa dalam beberapa kasus nilai-nilai keluarga dapat mendorong nepotisme.
20
Sejumlah penelitian lain yang mengkaji perusahan keluarga menunjukkan bahwa kinerja pada perusahaan keluarga dipengaruhi oleh perencanaan suksesi yang baik. Seperti yang diungkapkan oleh Miller dan Le Breton-Miller (2005), bahwa suksesi bisnis yang baik merupakan indikator yang valid terhadap kinerja bisnis. Dalam masa perpindahan kepemimpinan bisnis keluarga akan terjadi dengan lancar bila suksesor (pengganti) telah disiapkan dengan lebih baik. Hal tersebut diantaranya dilakukan dengan mempersiapkan suksesor dengan ramah (affable) dan diikutkan dalam proses perencanaan suksesi termasuk di dalamnya adalah proses perpindahan kekayaan dan hak kepemilikan serta hal-hal yang berpotensi mendatangkan kekayaan (wealth-transfer). Sebagian pemilik perusahaan memang telah sadar bahwa suksesi sangat penting dalam kelangsungan hidup perusahaan sehingga perlu direncanakan untuk menjamin kelangsungan dan keberhasilan perusahaan di masa mendatang. Namun tidak banyak pemilik perusahaan yang berbuat dan melakukan perencanaan suksesi pada perusahaannya. Ada penelitian yang dilakukan terhadap 178 perusahaan ditemukan bahwa hanya 34% yang memiliki rencana tertulis mengenai suksesi perusahaannya (Bowman-Upton, 1988). Seidmam (dalam Marpa, 2010) melakukan penelitian terhadap 1.873 perusahaan keluarga, menemukan bahwa 76% dari perusahaan tidak memiliki perencanaan suksesi. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Fieldman tahun 1989 di King County, Washington menunjukkan bahwa 57% perusahaan tidak memiliki rencana, baik untuk suksesi kepemilikan maupun untuk alih kepemimpinan.
21
Semementara di Indonesia, dari hasil penelitian The Jakarta Consulting Group (Susanto, 2008), menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan keluarga di Indonesia belum semuanya menyiapkan penerus melalui perencanaan suksesi untuk memimpin perusahaan. Perusahaan keluarga yang telah menyiapkan penerus melalui perencanaan suksesi sebanyak 67,8% sedangkan yang lain (32,2%) tidak atau belum menyiapkannya. Perencanaan suksesi sangat penting untuk mempertahankan dan mengembangkan standard of excellence dari performansi perusahaan dan kompetensi yang dimiliki, serta menjawab kebutuhan persiapan eksekutif masa depan, maka perencanaan suksesi merupakan kebutuhan yang tak terelakkan. Fenomena empiris dan teoritis yang dijelaskan sebelumnya, dialami juga oleh perusahaan keluarga yang terdapat di Bali. Tumbuhnya perusahaan keluarga di Bali dimulai saat semakin maraknya pendirian perusahaan-perusahaan pada awal tahun 1980an, saat industri pariwisata semakin menggeliat. Pendirian perusahaan-perusahaan tersebut tidak hanya terbatas pada industri jasa pariwisata, namun juga industri-industri lainnya, seperti tekstil, kerajinan kayu, perdagangan, keuangan dan jasa. Industri tekstil dan kerajian kayu, mendapatkan dukungan yang kuat dari Pemerintah Provinsi Bali, karena banyak menyerap tenaga kerja, investasi yang sangat signifikan, sebagai penggerak ekonomi masyarakat, serta sebagian besar berorientasi ekspor. Perusahaan keluarga yang muncul itu, hingga kini masih banyak dikelola secara tradisional oleh pihak keluarga. Pengelolaan perusahaan-perusahaan
tersebut
sebagian
besar
kini
sudah
beralih
22
kepememimpinan ke generasi kedua, bahkan ada beberapa yang sudah ke generasi ketiga. Penelitian suksesi persahaan keluarga yang dilakukan oleh Marpa (2010) menemukan beberapa perusahaan keluarga di Bali berkembang lebih cepat dibandingkan perkembangan penyiapan organisasi dan manajemen yang disebabkan oleh pesatnya perkembangan industri pariwisata, serta sebagian besar masih dikelola secara konvensional dengan rata-rata pemahaman mengenai manajemen modern yang masih relatif rendah. Selain itu, perusahaan keluarga di Bali sebagian besar masih dipimpin dan dikelola oleh generasi pertama, sehingga belum memiliki pola dan pengalaman suksesi yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk melakukan transfer kepemimpinan. Survei awal yang telah dilakukan pada 30 perusahaan keluarga yang ada di Denpasar, Badung, dan Gianyar menunjukkan bahwa suksesi sudah dilakukan ke generasi kedua. Sebagian besar responden, yakni sebesar 26 orang atau 86,60 %, menyatakan telah merencanakan suksesi kepemimpinan perusahaannya. Sebagian besar perencaan suksesi dilakukan dengan pendampingan sebanyak 23 orang atau 76,66 %, menyekolahkan 5 orang atau 16,66 % dan sisanya dilakukan dengan cara magang sebanyak 2 orang atau 6,68 %. Dalam pengalihan kepemimpinan, para pendahulu mewariskan nilai-nilai kepada suksesor yakni berupa kejujuran, taat pada hukum, mengutamakan kualitas, bersikap melayani, bertanggung jawab dan pentingnya inovasi dalam berbisnis. Suksesor dalam menjalankan bisnisnya mengutamakan karakter berupa kreativitas sebanyak 21 orang atau 70,00 %, integritas sebanyak 7 orang atau 23,33 % dan agresif sebanyak 2 orang atau 6,66
23
%. Sementara itu, untuk mengukur kinerja usaha para responden menggunakan tolok ukur persentase peningkatan omset, peningkatan jumlah pelanggan, adanya inovasi produk, kontribusi pada lingkungan sekitar dan adanya efisiensi manajemen. Dengan memperhatikan fakta bahwa hanya sedikit perusahaan keluarga di dunia dapat bertahan pada generasi kedua, dan belum adanya perencanaan suksesi yang memadai pada sebagian besar perusahaan keluarga di Bali, maka ada kekhawatiran dari sebagian besar pemilik dan pemimpin perusahaan keluarga di Bali bahwa proses suksesi kepemimpinan pada perusahaan-perusahaan tersebut tidak berjalan dengan baik. Dapat dibayangkan jika perusahaan-perusahaan keluarga di Bali yang saat ini memiliki peran cukup signifikan dalam menopang perekonomian daerah Bali dan menyediakan banyak lapangan kerja, mengalami kegagalan dalam melakukan suksesi kepemimpinan dikarenakan kurangnya pernecanaan yang baik. Dalam menjaga keberlangsungan hidup perusahaan dan menjadikan kinerja semakin baik setelah terjadinya suksesi, maka diperlukan kajian lebih mendalam, misalnya nilai-nilai yang ada di masyarakat yang kemudian menjadi nilai-nilai yang dianut oleh keluarga pemilik perusahaan. Sementara hal yang berkaitan dengan perencanaan dan pelaksanaan suksesi perusahaan keluarga, tidak dapat dipisahkan tiga faktor penting yakni faktor dari dalam keluarga, faktor calon penerus (suksesor) dan faktor dari perusahaan (Marpa, 2010). Faktor keluarga antara lain keharmonisan keluarga, faktor individu dapat berupa karakteristik
24
suksesor maupun pemilik-pengelola, dan beberapa fraktor dari dalam perusahaan mencakup faktor organisasi, budaya serta adanya perencanaan suksesi yang baik. Nilai-nilai dan tradisi keluarga (family values and tradition) memberikan pengaruh yang besar terhadap penerus saat perusahaan akan mengambil keputusan bisnis. Seperti yang dikatakan oleh Stavrou (1998) yang menyatakan kompleksitas dalam nilai-nilai, tradisi dan hubungan keluarga (family relationship) berpengaruh pada penerus secara efektif dapat mengembangkan perannya dalam perusahaan keluarga. Kekhasan bisnis keluarga dalam hal nilai-nilai umumnya berasal dari nilai-nilai yang dimiliki oleh pendiri. Para peneliti mengakui bahwa pendiri memberikan pengaruh yang besar terhadap budaya (culture), nilai-nilai (value) dan kinerja (performance), selama dan setelah masa jabatan (Sharma, 2004). Pengukuran kinerja perusahaan selama ini menggunakan pendekatan keuangan (financial) seperti Return on Asset (ROA), Return on Equity (ROE), Return on Investment (ROI) dan pendekatan Balance Score Card (BSC) untuk individu perusahaan. Sementara penelitian ini akan mengukur kinerja suksesor dengan menggunakan pendekatan dari Dempsey et al. (1997), yang mengelaborasi kinerja dalam integrated performance measurement systems dengan pendekatan kualitatif, yakni dari sisi: (1) keuangan; (2) kualitas produk dan kepuasan pelanggan; (3) efisiensi proses; (4) inovasi produk dan proses; (5) lingkungan yang kompetitif; (6) efisiensi manajemen; (7) manajemen sumber daya manusia; dan (8) tanggung jawab sosial. Beberapa fakta yang diungkap dalam beberapa penelitian tersebut di atas, merupakan research gap penelitian perusahaan keluarga, yaitu Triyatna (2007)
25
menyatakan ”generasi pertama merintis dan membangun, generasi kedua menikmati, sedangkan generasi ketiga menghabiskan. Hall & Nordqvist (2008), menemukan 30% perusahaan keluarga bisa bertahan pada masa transisi antar generasi pada generasi ke-dua, dan hanya 12% mampu bertahan pada generasi ketiga. Di Amerika Serikat, hanya 28 persen perusahaan keluarga mempunyai perencanaan suksesi (Susanto et al., 2008). Miller & Le Breton-Miller (2006) menemukan perencanan suksesi
yang baik
merupakan keberhasilan kinerja
perusahaan. Di Indonesia, ditemukan banyak perusahaan keluarga yang gagal pada kepemimpinan generasi kedua, tetapi banyak sukses, bahkan menjadi besar setelah dikelola oleh generasi kedua akibat keberhasilan perencanaan suksesi. Sejumlah penelitian menemukan perusahan keluarga menunjukkan bahwa kinerja pada perusahaan keluarga dipengaruhi oleh perencanaan suksesi dan nilai-nilai keluarga pemilik berpengaruh terhadap budaya perusahaan. Selanjutnya penelitian Marpa (2010) menemukan perencanaan dan pelaksanaan suksesi perusahaan keluarga, dipengaruhi tiga faktor penting yakni faktor dari dalam keluarga, faktor calon penerus (karakteristik suksesor) dan faktor dari perusahaan. Beberapa hasil penelitian tersebut di atas menunjukan bahwa, suksesi kepemimpinan dalam perusahaan keluarga merupakan faktor yang penting di dalam keberlanjutan perusahaan. Oleh karena itu perusahaan keluarga perlu merencanakan suksesi perusahaan sebaik dan sedini mungkin. Perencanaan suksesi, nilai-nilai, dan karakteristik pengganti (suksesor) akan berpengaruh terhadap keberlanjutan perusahaan. Kompleksitas dalam nilai-nilai dan hubungan
26
keluarga (family relationship) akan berpengaruh pada apakah penerus akan secara efektif dapat mengembangkan perannya dalam perusahaan keluarga. Sharma (2004) menyatakan suksesi kepemimpinan dalam perusahaan keluarga sangat ditentukan oleh adanya keinginan pendiri (pemilik) untuk memberikan kewenangan mengelola kepada generasi penerusnya, adanya komitmen keluarga, kepercayaan terhadap calon penerus dan dimilikinya jiwa kepemimpinan bagi calon pengganti (suksesor). Bradley & Burroughs (2010) mengatakan ada lima langkah dalam perencanaan suksesi, yaitu: (1) menentukan tujuan jangka panjang dari pemilik; (2) menentukan kebutuhan finansial dari pemilik perusahaan beserta pasangannya untuk kemudian membentuk perencanaan keberlanjutan yang menjamin kemanan finansial mereka; (3) menentukan siapa yang akan mengelola bisnis dan mengembangkan tim manajemen; (4) menentukan siapa yang akan memiliki bisnis yang memiliki kepentingan yang sama; dan (5) meminimalisir pajak penghasilan dan merencanakan kepemilikan yang tepat.
Namun demikian
menurut Brockhaus (2004) dan Sharma et al. (2003) ada 5 (lima) indikator yang dapat dipakai sebagai indikator perencanan suksesi, yaitu sikap, keinginan pendahulu (incumbent), komitmen, kepercayaan dan kepemimpinan. Berdasarkan bukti empirik bahwa nilai-nilai berpengaruh terhadap karakteristik suksessor (Miller & Le Bretton-Miller, 2005); Stavrou (1998), karakteristik suksessor berpengaruh terhadap kinerja suksesor (De Alwis, 2012); Marpa (2010); King et al. ( 2001); Malone & Jenster (2008); Morris (2007), serta nilai-nilai berpengaruh terhadap kinerja suksesor ( Dyer, 1988); Gibson et al.
27
(2008); La Porta et al. (1999); Miller & Le Bretton-Miller (2005); dan Sulistyo (2012). Peran mediasi bentuk kedua dari penelitian ini adalah nilai-nilai berpengaruh terhadap perencanaan suksesi (Miller & Le Bretton-Miller, 2005); Brockhaus (2004); La Porta et al. (1999), perencanaan suksesi berpengaruh pada kinerja suksesor (Miller & Le Briton-Miller, 2006); Bowman-Upton (1988); Saan et al. (2013); Garg & Weele (2012); Kaslow (2006), serta nilai-nilai berpengaruh terhadap kinerja suksesor (Dyer, 1988); Gibson et al. (2008); La Porta et al. (1999); dan Miller & Le Bretton-Miller (2005). Peran mediasi bentuk ketiga adalah karakteristik suksesor berpengaruh terhadap perencanaan suksesi (Barach & Ganitsky, 1995); Meijard et al. (2005); Chrisman et al. (1998); Morris et al. (1997); Sharma et al. (2003), perencanaan suksesi terhadap kinerja suksesor (Miller & Le Breton-Miller, 2006); BowmanUpton (1988); Saan et al. (2013), serta karakteristik suksesor berpengaruh terhadap kinerja suksesor (De Alwis, 2012); Marpa (2010); King et al. ( 2001); Malone & Jenster (2008); dan Morris (2007). Peran mediasi bentuk keempat adalah nilai-nilai berpengaruh terhadap karakteristik suksesor (Miller & Le Bretton-Miller, 2005); Stavrou (1998); karakteristik suksesor berpengaruh terhadap perencanaan suksesi (Barach & Ganitsky, 1995); Meijard et al. (2005); Chrisman et.al. (1998); Morris et al. (1997); Sharma et al. (2003) serta nilai-nilai terhadap perencanaan suksesi (Miller & Le Bretton-Miller, 2005); Brockhaus (2004); dan La Porta et al. (1999).
28
Maka dapat disimpulkan bahwa syarat mediasi telah terpenuhi berdasarkan Baron & Kinny (1986), Hair et al. (2010), Nitzl et al. (2012).
1.2 Rumusan Masalah Dari reseach gap, tersebut di atas, sangat menarik untuk diteliti tetang perencanaan suksesi perusahaan keluarga di Bali, yaitu dengan mengintegrasikan, model Saan (2013) tentang Conceptual Framework of Succession Planning and FOB Continuity, model Stravou (1998) Intergenerational Transition Decision Model, dan Model Chittoor & Das (2007) tentang Management Succession, dari penelitian ini diharapkan menemukan perencanaan suksesi pada perusahaan keluarga di Bali.
Penelitian ini merumuskan beberapa pokok permasalahan,
yakni: 1) Bagaimanakah pengaruh nilai-nilai terhadap karakteristik suksesor pada perusahaan keluarga ? 2) Bagaimanakah pengaruh nilai-nilai terhadap perencanaan suksesi pada perusahaan keluarga ? 3) Bagaimanakah pengaruh karakteristik suksesor terhadap perencanaan suksesi pada perusahaan keluarga ? 4) Bagaimanakah pengaruh nilai-nilai terhadap kinerja suksesor pada perusahaan keluarga ? 5) Bagaimanakah pengaruh karakteristik suksesor terhadap kinerja suksesor pada perusahaan keluarga ? 6) Bagaimanakah pengaruh perencanaan suksesi terhadap kinerja suksesor pada perusahaan keluarga ?
29
7) Bagaimanakah pengaruh nilai-nilai terhadap kinerja suksesor yang dimediasi oleh karakteristik suksessor 8) Bagaimanakah pengaruh nilai-nilai terhadap kinerja suksesor yang dimediasi oleh perencanaan suksesi. 9) Bagaimanakah pengaruh karakteristik suksesor terhadap kinerja suksesor yang dimediasi oleh perencanaan suksesi. 10) Bagaimanakah pengaruh nilai-nilai terhadap perencanaan suksesi yang dimediasi oleh karakteristik suksesor. 1.3
Tujuan Penelitian Untuk menjelaskan kinerja suksesor pada perusahaan keluarga di Bali,
penjelasan atas model ini dituangkan secara rinci pada tujuan sebagai berikut: 1) Untuk menjelaskan pengaruh nilai-nilai terhadap karakteristik suksesor pada perusahaan keluarga; 2) Untuk menjelaskan pengaruh nilai-nilai terhadap perencanaan suksesi pada perusahaan keluarga; 3) Untuk menjelaskan pengaruh karakteristik suksesor terhadap perencanaan suksesi perusahaan keluarga; 4) Untuk menjelaskan pengaruh nilai-nilai terhadap kinerja suksesor pada perusahaan keluarga; 5) Untuk menjelaskan pengaruh karakteristik suksesor terhadap kinerja suksesor pada perusahaan keluarga; 6) Untuk menjelaskan pengaruh perencanaan suksesi terhadap kinerja suksesor pada perusahaan keluarga.
30
7) Untuk menjelaskan dan membuktikan pengaruh nilai-nilai terhadap kinerja suksesor melalui peran mediasi karakteristik suksessor. 8) Untuk menjelaskan dan membuktikan pengaruh nilai-nilai terhadap kinerja suksesor melalui peran mediasi perencanaan suksesi 9) Untuk menjelaskan dan membuktikan pengaruh karakteristik suksesor terhadap kinerja suksesor melalui peran mediasi perencanaan suksesi. 10) Untuk
menjelaskan
dan
membuktikan
pengaruh
nilai-nilai
terhadap
perencanaan suksesi melalui peran mediasi karakteristik suksesor. 1.4
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan atau manfaat
secara teoritis dan praktis di antaranya: 1.4.1 Kegunaan teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan pemahaman yang komprehensif mengenai (1) suksesi dalam perusahaan keluarga yang terjadi selama ini, (2) faktor-faktor yang mempengaruhi suksesi perusahaan keluarga yang berhasil, serta (3) faktor kunci keberhasilan perusahaan keluarga tersebut. Teori-teori suksesi dalam perusahaan keluarga akan dielaborasi secara lebih rinci, serta akan dikaitkan dalam imlementasi di perusahaan keluarga yang ada di Bali, sehingga harapannya penelitian ini menghasilkan temuan baru mengenai faktor kunci dalam suksesi perusahaan keluarga di Bali. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada literatur dan teori ilmu manajemen, terutama penelitian mengenai strategi pengelolaan perusahaan keluarga yang sampai saat ini masih sedikit, baik di Indonesia maupun
31
di dunia, terutama di Provinsi Bali yang sampai saat ini belum ada penelitian mengenai suksesi perusahaan keluarga. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan keilmuan mengenai pengelolaan perusahaan keluarga dengan segala keistimewaan dan keunikannya.
1.4.2
Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi kepada perusahaan
keluarga yang ada di Indonesia sebagai pedoman dalam upaya pengelolaan, menjaga keharmonisan nilai perusahaan dan nilai keluarga. Penelitian ini dapat juga digunakan sebagai bahan masukan mengenai bagaimana suksesi atau regenerasi perusahaan keluarga serta menyiasati faktor-faktor yang mempengaruhi suksesi tersebut. Penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman bagi perusahaan keluarga yang melakukan pergantian pengelolaan (suksesi), yaitu dengan mengetahui faktor-faktor yang menentukan suksesi perusahaan kelurga. Penelitian ini dapat mengukur kinerja suksesor dari sisi kualitatif dan mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi kinerja suksesor.
32