ISSN 1412-579X
Ed uca re Jurnal Pendidikan dan Sudaya
Voi
No.z
Oktober 2005
EDUCARE adalah
-
Desember 2005
jurnal ilmiah yang terbit setiap tiga bulan sekali, bertujuan untuk meningkatkan
apresiast dan menyebarluaskan konsep-konsep pendidikan dan budaya
PELINOUNG
ReKtor UNLA PENASEHAT
Pembantu Rektor I Ketua Pe,rclitian dan Pengembangar UNLA
Daftar Isi Pengantar Redaksi Membangun Karakter Bangsa Melalui Spirituaiisasi
PENA.NGGUNG JAWAB Dekan FKIP UNLA
Pendidikail. Oleh: Eki
TIM ASISTENSI
Pendid!kan Dalam Jabatan Bagi Tenaga Kependidikan.
Pembantu Dekan I FKIP UNLA Pembanfu DeKan II FKIP UNLA Pembanfu O€Kan III FKIP UNLA
Eaihaki.
..........1
Oleh: Hj. filiany Spadih..
TIM AHLI
Membangun Organisasi Dengan Pemberdayaan. Sumber Daya Manusia/ Empoweriag People
Prof. H. E.T. Ruseffendi,S. pd.,M.Sc.,ph.d.
Oleh: Hj.
Prof. H. Aas Saefudin, Ors.,M.A. Eki Baihaki, Drs.,M.Si. Hl. Erliany Syaodih, Dia.,l,t.Pd. H. Erman Suherman, Drs.,M.Pd. PIIvIPINA
I
REDAKST
Hj. Rita Zahara, Dra.,M.Pd.
Nb
Zahara......
Lingkup Penelitian Akuntansi. Oleh: Dadang
5ade1i...............
I
......................13
..............19
Asesmen (Penilaian) Pembelajaran Matematika Berdasarkan Kurikulum 20fi . Oleh: Mumun Syaban..
.25
Peranan Gtrru dan Tantangannya dalam Dunia Pendidikan Oleh: Sungging Handoko.
..37
SEKRETARIS
Popon Mariam, S.Pd. REDAKTUR KHUSUS PIPS Ketua ]Urusan PIPS FKIP UNLA Euas
Ani Arlinah, s.Pd.
REDAKTUR KHUSUS PMIPA Ketua ]uIUsan PMIPA FKIP UNLA
Irmawan,S.Pd, Elly Ratnaningrum, Dra.,M.pd. PIMPINAN TATA USAHA Puii Eudi Lestari, Dra.,M.Pd. EENOAHARA
Hj. Ria Herdhiana, Dra. SIRKULASI Tatang Sopari, S.Pd, Budi Rusyanto, S.H. Cucu Usnawati, S.Pd.
Pembelajaran Eerbasis Konstektual dan Implementasinya ttlelalui Direct instukion dalam Prahikum Biologi Oleh: Taufik Rahman. Konflik Organisasi dan Negosiasi Oleh: B. Annantha Sritumini.
43
...52
Kurikulum Berbasis Kompetensi Suatu Tinjauan Dalam Inovasi Pendidikan Oleh: Iwa ...................63
Kuntadi.............
Redaksi menerima tulisan dengan panjang tulisan maksimal 6000 kata dan sudah ditulis dan dikemas dalam disket dengan for,Tat Microsoft word. Isi tulisan ilmiah populer, hasil penelitian, atau gagasan orisinal pada bidang pendidikan dan budaya. Isi tulisan, secara yuridis formal menjadi tanggung jawab penulis. Naskah yang dikirim ke Redaksi menjadi milik redaksi lurnal Educare.
Alamat l(edaksi
:
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Langlangbuana Bandung lalan Karapitan No. 116 Bandung 40261. e-mail
[email protected] hftp://www.e-fkipunla.info
:
Du^f"4^f/^,,
kfu.lrd"
legala puji bagi Allah Subhananhu Watahla, Zat yang mengajari manusia dengan perantaraan kalam. Dia{ah yang memberikan kekuatan kepada pikiran dan rasa untuk mengungkapkan kata-kata. Dan semoga Allah senantiasa menuntun ungkapan kata (termasuk kata yang ada didalam jurnal Educare ini) semoga senantiasa bermakna dan
terbebas dari kesia-siaan.
Subcomandante Marcos (1995), penyair dan pemberontak dari sebuah negara di Amerika Latin, dalam tulisannya yang inspiratif menyatakan "Penguasa menggunikan kata untuk
rnenata imperiurn diam. Kita menggunakan kata untuk memperbaiki airi tita. Kata adalah senjata". Bagi dosen, selaku tenaga pengajar di perguruan tinggi, kata adalah media untuk membentuk makna, melalui pembicaraan maupun tulisan. liamun kenyataanya kata sebagai senjata dalam bentuk tulisan, belumlah menjadi senjata andalan yang efekiif bagi seorang dosen. Hal ini Ciperkuat hasil penelitian Dirjen Dikti, yang menunjukan masih sed-ikit dosen yang. r{in dan mampu menulis apalagi dipublikasikan. Barangkali motto atau ungkapan yang sudah mentradisi di perguruan tinggi di AS yaitu "PUBUSH oi- pERISH" teibitkan atau
minggirlah, nampaknya layak dipertimbangkan untuk ditradisikan secara bertahap di perguruan tinggi Indonesia, agar dosen "dipaksa', mampu menulis bagi peningkatan
profesionalisme pengaMiannya.
Menulis dengan baik dan benar ternyata bukanlah hal mudah. Keticiakmudahan ini disebabkan belum dimilikinya tradisi menulis yang meiembaga, sehingga tanpa adanya "paksaan dan keberanian menulis", terutama menulis di media cetak dan Juinal Ilmiah rasanya sulit diwujudkan. Meski diinsyafi menulis adalah salah satu seniata psnting ya;rg harus dimiiikioleh seorang penga;ar terlebih pegajar di perguruan Tinggi. Kami berpendapat mempublikasikan karya tulis, bagi kepentingan banyak pihak adalah lebih baik bagi seorang dosen, daripada Cipaksa "mundur". Kami berharap Educare adalah "jembatan" bagi para dosen FKIP khususnya dan pengajar UNI-A lainnya untuk melewati "keterbatasan" yang dimilikinya dalam memoublikasi karya ilmiah, menuju pencerahan. Kami mempersilahkan manfaatkan space yang ada di Educare bagi kepentingan bersama, tidak hanya sebagai pembaca
!
Educare, Vol 3,
No 2.
Otober 2OO5
-
Desember 2OO5
I
MEMBANCUN I(AMKTER BANCSA MEL.ALUI
sPt
RIruAUsAst
PENDIDIKAN El..i Baihaki
abstrak Kita semua meyakini agama memiliki energi sebgai sumber ruhaniah bagi umatnya untuk menggerakkan ke arah sikap dan tindakan positif bagi kemaslahatan kehidupan di dunia dan ahirat. Namun ketika kita dihadapkin pa1a aktualitas hasil pendidikan yang dilatcnnakan selama ini, kita masih menyaksikan adanya paradok akualisasi pendidikn, yang seara umum
masih menggambarkan, bahwa pendidikan selama
ini
masih
betum
memberikan kontribusi yang bermakna dalam membangun karakter bangsa, yang beriman kuat. Kebijakan pndiditcan kdepan perlu mengembangkan
dan mengacu pada integnsi multi krcrdasan termasuk didatamnya kecerdasan spintuat (sQ) agar pendidikan mampu memberikan solusi ying bermakna dalam mengatasi pernasalahanan bangsa yang semakin kompleks. A. Pendahuluan Membangun karakter bangsa saat ini, memiliki makna yang relevan, pada saat bangsa kita sedang mengalami proses transisi pada berbagai aspek kehidupan, Ketika kita sebagai bangsa ada pada situasi krisis multi dimensi, posisi bangsa dan negara diantara persimpangan jalan keselamatan atau jalan kehancuran. Dan bila proses transisi ini tidak dapat dilalui dengan baik, ancaman yang kita hadapi tidak saja proses disintegrnsi (lepasnya wilayah tertentu dari negara), yang diawali oleh terjadinya disintegtrasi
sosial, atau hancurnya sosial bond (kerekatan sosial) dalam masyarakat. Bila sosial bond hancur, akan tumbuh
sosial distrust (iklim tidak saling mempercayai) yang akan tumbuh sr.rbur diantara kelompok sosial, sehingga kelompok yang satu dengan yang lain saling curiga, saling
bermusuhan bahkan
meniadakan
yang
saling
selanjutnyi eksistensi bangsa dan negara menjadi taruhannya.
Bahwa pendidikan selama ini. yang diharapkan mampu membangun karakter bangsa yang unggul, pada kenyataannya masih belum mampu memberikan kontribusi yang bermakna dalam membangun karakter bangsa,
yang beriman kuat. Ketua
MpR
Hidayat Nur Wahid meng-ilustrasikan (2A0q, adanya tipologi kontradiktif
dari
masyarakat
kita saat
ini,
diantaranya ada tipologi "yang khusuk
beribadah,
tetapi khusuk
pula
korupsi". Hal senada juga disampaikan
oleh Ary Ginanjar (dalam Nebula, Oktober 2005) yang menegaskan masalah-masalah yang timbul dinegara
kita, diakibatkan dari krisis manusia yang sudah tidak mengenal lagi diri dan Tuhannya, sehingga korupsi sudah merasuk hingga level yang
Membangun krakter ( Eki Baihaki. Dn t4.5i
)
paling bawah. Lebih lanjut Ary, mengatakan masalah korupsi,
ying menjalani satu kesatuan riwayat, dan sekarang memiliki kemauan,
merupakan masalah moral bangsa, hal tersebut terjadi karena pelaku korupsi dan KKN pada umumnya meragukan keberadaan Tuhannya, dan tidak lagi memikirkan tanggung jawab apa yang akan ia berikan ketika hari kematian menjemputnya. A.danya kontradiksi lersebut
keinginan hidup menjadi satu menuju
menunjukkan
bahwa
proses pendidikan yang dilaksanakan selama ini belum mampu secara optimal untuk
membimbing peserta didik untuk mampu mengenal diri dan Tuhannya, dalam melakukan "inner journey" dalam menemukan nilai terdalam dalam dimensi spiritual manusia, yang disebut "God conciousness" nilai imani yang kemudian menjadi value system
bagi setiap peserta didik
pedoman
sebagai
kehidupan yang sesungguhnya yang senantiasa terkait dengan dimensi spiritual, Karakter bangsa perlu dibangun dan dipelihara melalui pendioikan untuk meningkatkan dan menrelihara nation and character building, yang sejak kemerdekaan menjadi agenda penting yang harus terus dibina dan ditumbuhkan oleh para pendiri bangsa. Bung Karno, misalnya (lihat Soekarno, Dibawah Bendera
Revolusi
1963) membangun i-asa kebangsaan dengan
membangkitkansentimen nasionalisme yang menggerakkan "suatu itikad, suatu keinsyafan rakyat, bahwa rakyat
itu
adalah satu golongan,
satu
bangsa". Lebih lanjut dengan mengacu pendapat, Ernest Renan, Bung Karno mengatakan bahwa keberadaan suatu bangsa hanya mungkin terladi bila ia memiliki nyawa, suatu asas-akal, yang tumbuh dalam jiwa rakyat sebelumnya
kehidupan
yang lebih baik
dan
bermakna.
Bagi Bung Karno, keinginan hidup menjacli satu bangsa itu dasarnya bukan nasionalisme sempit atas kesatuan ras, bahasa, agama, persamaan butuh, ataupun sekadai'
batas-batas neger!, namun lebih didasarkan pada nasionalisme yang longgar, nasionalisme yang luhur, nasionalisme yang mementingkan
kesejahteraan manusia indonesia, dan persahabatan ciengan semua kelompok (inklusif). tsung Karno pun mengutip ucapan Karamchand Gandhi, "Buat saya, maka cinta saya pada tanah itu, masuklah dalarn cinta pada segala manusia. Saya ini seorang patriot, oleh karena saya manusia dan berbicara manusia. Saya tidak mengecualikan siapa juga." Dengan demikiarr, Bung menolak Karno secara yang ia sebut berslfat nasionalisme "chauvinis" yang sempit. Nasionalisme anggap sebagai semacam ini, bentuk "assyabiyah yang dikutuk Allah."
yang mengutamakan
air
tegas
ia
Menurut sosiolog, Imam
B.
Prasojo, mengutip pandangan John
Obert Voll, walaupun doktrin nasionalisme Bung Karno ini lebih diilhami oleh sumber-sumber sekuler sehingga kurang tersentuh oleh nilainilai transcendental, namun semangat Bung Karno yang anti-nasionalisme sempit itu sebenarnya sejajar dengan doktrin tauhid dalam Islam. Dalam
kajian sosiologis, doktrin tauhid (shahadah) La ilaha illa 'Llah,
Muhammad ur-Rasul ahLah (tiada
Educare, Vol 3, No.
2,
Otober 2OO5
-
Desember 2OO5
Tuhan selain Allah, Muhammad rasul
Allah) dilihat sebagai bentuk
manifestasi penolakan tegas terhadap segala bentuk loyalitas kelompok dan pemimpinyang semata-mata bertumpu pada ikatan-ikatan primordial. Karena itu, saat ajaran tauhid diperkenalkan pertama kali pada masyarakat Arab yang sangat berstrukur tribalistik, atau kesukuan, John Obeft Voll (1982) melihatnya sebagai "serangan langsung pada prestise dan posisi para pemimpin lokal" masyarakat Arab saat itu. Abad ke-21 dan semakin kuatnya globalisasi menuju tatanan dunia baru, sering disebut juga sebagai "abad ruhaniah" atau era spiritual, yang mempersaksikan tingkat kegairahan baru umat manusia dalam meyakini dan mengamalkan agama, sebagai muara keseimbangan hidup manusia antara yang material dan spiritual. Namun di luar optimisme ifu, muncul pula pendapat bemada peringatan bahwa dalam kehidupan yang bersifat global di abad baru yang serba modern itu terbuka peluang pula mekamya sekularisasi, sekularisme, dan mungkin ateisme yang se@ra diametral mengancam kehadiran,agama-agama. Boleh jadi melahirkan nihilisme terhadap agama (agnotis) dan bahkan anti tuhan (ateis).
bagi
Perkembangan modernitas yang rnakin kuat dalam kehiduBan global
akan membawa sekularisasi
dan
bahkan sekularisme yang rnenisbikan kehadiran agama. Menurut Wlson (1996), menyeluruh dari sekularisasi dalam dunia modem ialah ketika masyarakat tidak mempunyai
arti
3
yang beraSal dari landasan bagi terbentuknya nilai-nilai
prakonsepsi agama yang menjadi
organisasi sosial
dan tindakan-
tindakan sosial. Dalam
.kondisi
demikian, "secular society has little
direct regard for religion', bahwa agama sediKit sekali pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat sekular.
Memang masyarakat sekularyang total atau sepenuhnya (the completely secularized society) tidak
akan dijumpai keberadaannya dan masyarakat modern di manapun. Modernitas yang canggih sekalipun
juga tidak akan sepenuhnya berfungsi sendiri, sehingga mociemisme yang
pongah pun tetap memiliki cacat bawaan. Dalam era kehidupan modem dan sekuler itu agama
mengalarni penisbian dan penegasian baik pada Ungkat pemikiran, institusi, maupun praKik kehidupan. B.
Spiritralisasi Pendidihn Kontradiksif lainnya pada
era mengalami berbagai segi
global, manusiq, akan
objeKivikasi dalam kehidupan, sehingga menurut Toffier
(1970) manusia aKan menjadi The Mdular-Man Manusia )rang terdiri
atas
komponen-komponen bendawi
seperti mesin, yang
berhubungan secara organik tanpa bgrusaha saling
mengenal dan memahami, dan akhimya dapat dibuang seperti
sampah atau barang
bekas (disposrble). Pada peftembangan dunia yang mengglobal itu nraka yang diperlukan sebenamya bukan sekadar persiapanperciapan teknis yang melibatkan kemampuan-kemampuan kognisi dan
Membangun Karal:ter ( Eki Barhaki, Dts
tu1.5i
skill semata sePerti banYak dipublikasikan selama ini secara gencar. Namun tidak kalah pentingnya diperlukan tatanan-tatanan nilai dan
moral baru yang justru harus makin kckoh agar manusia cii era global itu tidak kehilangan keseimbanEan Can
makna-makna hakiki
yang
fundamental sebagai makhluk Tuhan yang berperadaban tinggi dan mulia di muka bumi ini. Adanya deklarasi nasional tckoh
lintas agama (Islam,
Katolik,
Protestan, Hindu dan Budha) yang
menggagas"Pendidikan adalah ibadah" pada tahun 2004 di Jakafta, harus kita sambut dengan baik. Deklarasi ini memuat dua butir pernyataan penting. Pertama. Pendidikan sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan masyarakat adalah kegiatan yang bernilai wajib dan mulia, serta bernilai ibadah untuk kehidupan dunia dan agama ahirat, Oleh karena umatnya menganjurkan meningkatkan peran serta dalam pendidikan. Kedua, Pendidikan selain memberikan kecerdasan dan menumbuhkan keterampilan, kekuatan iman bagi anak didi( agar menjadi manusia yang cerdas dan berahlak mulia yang membawa kesejahteraan bagi masyarakat Upaya menghadirkan agama dengan meningkatkan Pendidikan, pada realitasnya sangat dipengaruhi oleh adanya pemahaman terhadaP pemaknaan masyarakat atas hakekat ibadah secara umum. Yang menganggap kegiatan yang bernilai ibadah adalah kegiatan yang berdimensi ritual sakral, seperti sembahyang , berdoa, membaca kitab srtci.Sementara pendidikan, penelitian,
itu agai'
juga
4
)
menuntut ilmu umrim, dan berbagai proses penyelsnggaraan pendidikan,
maslh banyak yang meng-anggap sebagai kegiatan duniawi (profan) yano tidak bernilai agama. pendidikan sekedar aktifitas tidak lebih dalam bingkai sosial budaya,ekonomi dan kaitannya dengan dunia kerja. Pada umumnya masyarakat Indonesia yang religius, juga masih ada yang memiliki persepsi, yarlg memandang ilmu-ilmu agama bersifat wajib bagi individual, daripada ilmuilmu umum yang wajib secara kolektif. Sehingga timbul pemahaman yang dikotomis terhadap ilmu agama dan ilmu umum. Padahal sesungguhnya menuntut ilmu adalah keurajiban yang diperintahkan semua agama, Semestinya dalam kehidupan rnodern, ketika kehidupan manusia banyak mengalami paradoks budaya,
dari
nilai-nilai agama melalui proses pendiCikan harus mampu menjadi
faktor pencerahan sebagaimana pesan
luhur agama. Pencerahan
yang menumbuhkan moralitas, keadilan, kedamaian, demokrasi, Pemenuhan hak-hak dasar manusia, dan tegaknya nilai-nilai luhur dalam kehidupan umat manusia baik pada level individual, kelompo( hingga ke Ungkat sistem ekonomi, politi( dan budaYa Bagi umat Islam misalnya, dalam pandangan Kuntowijoyo (1991) harapan akan fungsi agama yang
bersifat profetlk dan transformatif
tersebut dapat dipenuhi atau dijawab mengingat konsep agama dalam Islam bukan semata-rnata teologi, sehingga
serba pemikiran teologi
bukanlah
karakter Islam. Nilai-nilai Islam pada dasarnya bersifat all-einbracing bagi penataan sistem kehiduPan sosial,
Educare, Vol 3, No.
2,
Otober 2OO5
-
Daember 2OO5
politik, ekonomi, dan budaya. Karena itu tugas terbesar Islam sesungguhnya ialah melakukan transformasi sosial dan budaya dengan nilai-nilai Islam itu. Dalam konteks itulah Islam akan
lahir menjadi sistem
hurnanisme
teosentris, yang berbeda dengan humanisme yang lahir di dunia modern barat yang antroposentis Transformasi Islam itu dilakukan melalui objektivasi nilai- nilai ajaran ke dalam teori dan praksis, sebagai per-paduan antara hablunina Allah
dan hablum min an-Nas (QS.
Ali
Imrart: 112). Pada titik inilah agama (Islam) dapat hadir sebagal kekuatan baru yang memainkan fungsi profetik, kriti(l iberasi. ema nsipasi,su blimasi,humanisasi, dan transendensi di tengahtengah berbagai ]
inovatif. Menurut Rohmat
Mulyana
(2004), program yang dikembangkan dari pemikiran yang komplementer dalam penyadaran nilai agama juga memiliki peran yang strategis dalam mengisikekosongan ilmu pengetahuan. perkembangan ilmu pengetahuan yang dibangun atas dasar keyakinan ilmiah terkadang membuat hubungan antara nilai-nilai kebenaran ilmiah dengan irfaniah menjadi retak. Keretakan .tersebut seringkali berdampak luas terhadap proses pembelajaran sekolah. Pembenaran ilmiah secara sepihak yang mengabaikan nilai universal agama, khususnya pada wilayah
Karena
di
5
aksiologi ilmu pengetahuan sangat ootensial terjadi pada pembelajaran ilmu pengetahuan alam, oleh karena iitu perlu diimbangi oleh kecerdasan spiritual yang irfaniah. Gagasan inovatif UNESCO yang dilaporkan oleh Delors (1977) yang meliputi empat pilar pendidikan, yaitu belajar mengetahui (learning to know), bela_iar berbuat (leaming to do ), belajar menjadi diri sendiri (learning to
be ), dan betajar hidup bersama
(leaming to life together). Empat pilar yang digagas dalam rangka menata
kembali dunia pendidikan yang menEalami persoalan serius,
Empat pilar pendidikan
yang merupakan kerangka
di
atas
umum,
sesungguhnya dapat disisi oleh beragam nilai kehidupan, termasuk nilai theistic. Qodri Aziz,i (2002) membahasakan empat pilar UNESCO
dalam bahasa agama.
Belajai-
mengetahui (leaming to knovfi dapat dimaknai dengan 'afala bQilun dan yabhkkarun yang terdapat dalam alQuran, dan prinsip belajar seumur
ila al-lahd ). Belajar berindak dan berbuat (learning to do) dimaknai dari perintah agama kepada hambanya untuk senantiasa hidup (min al-mahd
beramal sholeh seperti bezakat,
berinfaq,serta amaliah lainnya, sefta tekun dan kerja keras dalam bekerja. Belajar menjadi diri sendiri (learning to be) dimaknai dari konteks man 'arofa nafsah fagod 'arofa rabbah,
(barang siapa mengetahui dirinya
sendiri ia akan mengetahui Tuhannya) sedangkan untuk pilar belajar hidup bercama (learning to life together ) yang menekankan perlunya hidup berdampingan dengan komunitas agama yang berbeda. Islam dengan
tuiembangun
krakter (
Eki Eaihaki,
6
Dn M Si )
jelas mengajarkan realitas perbedaan igama dalam da,;,l lakum dinukum wa liyadiin (agamamu untukmu, agamaku untukku) dan memandang Perbedaan sebagai rahmat,
bemikian juga dalam hal teori kecerdasan manusia Yang semakin lama semakin lengkaP, Hingga tahun 1990-an teori kecerdasan intelektual atau yang disebut IQ $ntelligent
Quotienfi masih
meruPakan keunggulan kajian mental manusia. Hingga berkembang teori-teori baru
yang menjelaskan adanYa dinamika mental manusia yang terCapat adanya
kekuatan
lain Yang tak
kalah
pentingnya dari IQ. Goleman (1998)
mengungkap adanYa
kekuatan kecerCasan emosi atau yang disebut EQ (Emosional Quoitend hingga tak lama kemudian Zohar dan Marshal menemukan kecerdasan wilaYah Psikologi manusia SQ $piritual yang disebut traspersonal
(2000)
dari
Quoitent)
Setiap kecerdasan
memiliki
keunikan masing-masing. IQ adalah kecerdasan manusia Yang berada di
luar otak dan jaringan syaraf sampai
fungsi lobus temPoral,
temPat
bersemayamnya "God sPot" kecerdasan emosional, Pengendalian emosi merupakan factor yang cukup dominan dalarn menentukan kematangan prilaku seseorang. Seseorang tidak akan dapat hiduP harmonis jika memiliki emosi yang tidak stabit. Oleh karena itu pengendalian emosi agar manusia tidak menjadi "budak nafsu"
Dalam teori
merupakan
hal Penting Yang
Perlu menjadiperhatian lembaga pendidikan. Demikian juga teori kecerdasan spiritual yang melihat kemamPuan seseorang dalam menjalin hubungan transcendental adalah hal penting dalam kebangkitan kesadaran manusia uitimate terhadap makna meaning). PenYadaran terhadaP makna akhir meruPakan bagian terpenting dari proses pendewasaan manusia.
akhir
Lebih lanjut Rohmat MulYana (2004), berPendaPat karena kedua teori ini, dibangun atas dasar
diuraikan secara sistimatis berdasarkan wilayah berfikir otak kanan dan otak
kebenaran dan keyakinan ilmiah yang netral, keduanya perlu diberi muatan sesuai dengan konteks nilai, etika, dan keyakinan yang dimiliki oleh bangsa kita. Atas dasar inilah tampaknya Ary Ginanjar Agustian (2001) merangkai
berfikir intuitif dan kreatif, sedangkan
bermakna dengan
wilayah mental intelektual. Dalam teori kecerdasan ini, kemamPuan manusia
untuk
menggunakan
PikirannYa
kiri. Otak kanan adalah wilaYah
suatu gagasan inovatif Yang
otak kiri untuk berPikir logis dan rasio:ral. Tetapi, teori otak manjadi kaya dengan adanya teori EQ Yang
menjelaskan proses berfikir sebagai pintu rnasuk persepsi sampai pada
nrenggabungkan EQ dan SQ dalam perspeKif Islam sehingga melahirkan ESQ (Emotional-Spiritual Quotient) berdasarkan 6 rukun iman dan 5 rukun Islam. Dengan dimasukan nilai religi,
disebut dan amigdala. Demikian pula kedua teori
yang semula belum berwarna (netral) menjadi berwarna Putih bersih.
Pusat kontrol otak Yang thalamus, korteks visual
,
ini diperkuat oleh teori anatomi
sisi
kini dua Pandangan mental
lebih cara
manusia
Educare, Vol 3, No.
2,
Otober 2OO5
-
1
Desember 2OO5
D, Penutup
I4embangun karakter
bangsa
yang unggul, melalui pendidikan yang berbasis ispiritual, juga terpulang kepada kita semua, terlebih khususnya parc pendidik sebagai Human transtbrmer, yang diharapkan mampu merubah manusia (pesefta didik dengan penuh keihlasan) terutama
pada pandangan dunianya dan komitmen hidup dan komitmen
terhadap bangsanya oan negaranya
dengan menjadikan spiritualilitas sebagai dasar yang senantiasa mewarnai semua proses dan hasil
pendidikan,
untuk
menghasilkan sumberdaya manusia yang cerdas, teranrpil, dan tentu saja memiiiki karakter yang didasari iman yang kuat, yang diharapkan rnampu menahan godaan duniawi yang menyesatkan. Wallahu?lam bissawab.-
DaftarPustaka Agustian, A.G. 2001. ESQ, Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, Jakarta Arga Wijaya Permda. Azizy, A.Q. 2002. Pendidikan Agama Untuk
Membangun
Etika
Sosial,
Semarang CV Aneka Ilmu Delors, J. L997, Learning The Treasure Within, Pans: UNESCO Huntington, Benturan
S.P. 2002.
Alih Bahasa M. Sadat Ismail, Jogjakarta: CV Peradaban,
Kalam
Kuntowijoyo, Paradigma
Islam
Interpretasi Untuk
:
aksi,
Bandung, Mizan
Mulyana, R. 2004, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Bandung: Penerbit Alfabeta Toffier, Alvin, 1980 ,Future Shock. London Pan Books Ltd