E D I S I
Penasehat :
I
S E M E S T E R
1 - 2 0 1 2
DAFTAR ISI
Ceppie Kurniadi Sumadilaga Penanggung Jawab:
BAGIAN I – Perkembangan Koperasi dan UMKM
Adhi Putra Alfian Tim Redaksi: Roni Dwi Susanto
Perkembangan Koperasi
Leonardo A.A.T. Sambodo
Perkembangan UMKM
Mahastuti Gusti Rosvia Wardhani
Akses KUMKM ke Pembiayaan
Gayatri Waditra Nirwesti
BAGIAN II –ISU TERKINI
Mariska
Revitalisasi Koperasi
Harry Lesmana
BAGIAN III–TOKOH
Alamat: Bappenas, Gedung Madiun Lt.6 Jl. Taman Suropati No. 2 Jakarta 10310, Indonesia
Sri Edi Swasono: Kooperativisme dalam Revitalisasi Koperasi BAGIAN IV–CERITA SUKSES
Telp: (+6221) 31934511 Email:
[email protected]
Koperasi Batur Jaya“Koperasi Setangguh Logam” Kata Pengantar
Edisi Perdana Warta KUMKM diterbitkan dalam rangka Hari Koperasi yang ke-65 yang jatuh pada tanggal 12 Juli 2012. Tujuan penerbitan Warta KUMKM adalah sebagai media informasi yang menjadi bagian dari upaya pengenalan dan peningkatan pemahaman tentang perkembangan koperasi dan UMKM yang disajikan secara ringkas, padat, dan terkini. Media informasi ini terbit dua kali dalam setahun. Tema pada edisi pertama Semester I 2012 ini yaitu Revitalisasi Koperasi, yang sengaja dipilih untuk mengedepankan kesadaran pemangku kepentingan tentang kebutuhan perbaikan koperasi ke depan. Tema ini juga dipilih sejalan dengan penetapan tahun 2012 sebagai Tahun Koperasi Internasional oleh PBB, yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran publik tentang peran dan kontribusi koperasi dalam penanggulangan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja dan integrasi sosial. Untuk itu ulasan singkat mengenai revitalisasi koperasi ditampilkan pada edisi kali ini, serta dilengkapi dengan opini tokoh koperasi Indonesia mengenai isu-isu terkait perkoperasian dan satu kisah sukses koperasi di Indonesia. Tim Redaksi berharap dengan terbitnya media ini dapat memenuhi keingintahuan pembaca mengenai koperasi dan UMKM. Kami dari Tim Redaksi mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan dan selamat Hari Raya Idul Fitri 1433 H, mohon maaf lahir dan batin. Jakarta, Juli 2012 Redaksi
D I R E K T O R A T
P E M B E R D A Y A A N
K O P E R A S I
D A N
U K M ,
K E M E N T E R I A N
P P N / B A P P E N A S
2
PERKEMBANGAN KOPERASI DAN UMKM PERKEMBANGAN KOPERASI Koperasi sebagai wahana usaha produktif masyarakat terus mengalami perkembangan yang positif selama tiga tahun terakhir.Jumlah koperasi aktif terus meningkat sehingga pada tahun 2011 mencapai lebih dari 188 ribu unit.Rata‐rata koperasi aktif memiliki sekitar 164 anggota, jauh lebih tinggi dibandingkan dibandingkan ketentuan minimal anggota koperasi sebanyak 20 orang. Usaha koperasi juga terus berkembang dengan rata‐rata peningka‐ tan volume usaha sebesar 9,4 persen. Manfaat yang diterima anggota dalam bentuk sisa hasil usaha (SHU) juga meningkat rata‐rata 2,8 persen.
Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM (2012)
Namun kualitas koperasi masih perlu diperbaiki; dimulai dari penataan koperasi yang sudah tidak aktif, serta pendampingan bagi koperasi agar akuntabel dalam melaporkan kinerja usahanya, dan disiplin dalam melak‐ sanakan Rapat Anggota Tahunan (RAT). Penguatan manajemen koperasi juga masih perlu terus ditingkatkan, karena saat ini baru 25,7 persen koperasi yang sudah memiliki manajer. Anggota koperasi juga perlu dididik tentang hak dan kewajibannya sehingga mampu berpartisipasi dalam mema‐
D I R E K T O R A T
P E M B E R D A Y A A N
K O P E R A S I
D A N
U K M ,
K E M E N T E R I A N
P P N / B A P P E N A S
3
PERKEMBANGAN KOPERASI DAN UMKM jukan koperasi.Pelaksanaan Gerakan Sadar Koperasi (Gemaskop) dan revi‐ talisasi koperasi diharapkan mampu meningkatkan kualitas dan kinerja koperasi, serta minat masyarakat untuk menjadikan koperasi sebagai wa‐ hana peningkatan efisiensi dan posisi tawar usaha mereka.
Sumber: BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM (2012) *Keterangan: Perhitungan nilai PDB dan investasi didasarkan harga konstan tahun 2000, dan hasil perhitungan nilai PDB, ekspor dan investasi pada ta‐ hun 2011 belum dirilis PERKEMBANGAN UMKM Jumlah UMKM yang merupakan 99,9 persen dari pelaku usaha di Indone‐ sia menjadikan UMKM sebagai wujud kehidupan ekonomi sebagian besar rakyat Indonesia. UMKM juga menjadi sumber penghidupan bagi sekitar 97,2 persen total tenaga kerja di Indonesia pada tahun 2011. Kontribusi UMKM dalam perekonomian tahun 2010 juga cukup besar, seperti yang ditunjukkan oleh sumbangan UMKM pada pembentukan PDB (57,8 persen), nilai ekspor non migas (15,8 persen), dan pembentukan modal tetap atau investasi (48,3 persen). Kontribusi yang besar tersebut juga diikuti dengan pertumbuhan tenaga kerja UMKM sebesar 3,4 persen, PDB sebesar 5,6 persen, nilai ekspor non migas sebesar 8,4 persen, dan investasi sebesar 6,1 persen pada tahun 2009‐2010.
D I R E K T O R A T
P E M B E R D A Y A A N
K O P E R A S I
D A N
U K M ,
K E M E N T E R I A N
P P N / B A P P E N A S
4
PERKEMBANGAN KOPERASI DAN UMKM
1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 2. Petambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuanganm Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa‐jasa Swasta
Sumber: BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM (2012) AKSES KUMKM KE PEMBIAYAAN Akses koperasi dan UMKM (KUMKM) kepada pembiayaan merupakan salah satu fokus perhatian dari upaya untuk meningkatkan kinerja koperasi dan produktivitas UMKM. Pembiayaan dalam bentuk modal kerja dan inves‐ tasi dibutuhkan oleh KUMKM untuk pengadaan bahan baku dan proses pro‐ duksi, penanganan pasca produksi, pemasaran, dan standardisasi produk. Namun akses KUMKM pada sumber‐sumber pembiayaan formal pada umumnya masih rendah karena adanya masalah agunan, suku bunga, dan prosedur untuk mendapatkan kredit yang masih rumit. Salah satu upaya untuk meningkatkan akses KUMKM pada sumber pem‐ biayaan formal (bank) dilaksanakan melalui Program Kredit Usaha Rakyat (KUR).Dalam Program KUR, Pemerintah menyediakan dukungan penjaminan untuk kredit UMKM yang berasal dari dana perbankan. KUMKM dapat mengakses KUR apabila usahanya layak namun tidak memiliki agunan yang cukup untuk dapat melakukan peminjaman kepada bank.Agunan pokok KUR
D I R E K T O R A T
P E M B E R D A Y A A N
K O P E R A S I
D A N
U K M ,
K E M E N T E R I A N
P P N / B A P P E N A S
5
PERKEMBANGAN KOPERASI DAN UMKM adalah kelayakan usaha itu sendiri, sedangkan agunan tambahannya dijamin Pemerintah sebesar 70 persen dari plafon KUR, kecuali KUR di sektor pertanian, kelautan dan perikanan, kehutanan dan industri kecil mendapat penjaminan sebesar 80 persen. Plafon penyaluran KUR yaitu (1) setinggi‐ tingginya Rp.20 juta untuk KUR Mikro, dan (2) di atas Rp.20 juta sampai dengan Rp.500 juta untuk KUR Ritel.
Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (2012) Penyaluran KUR sejak tahun 2007 sampai dengan 30Juni 2012 telah mencapai hampir Rp.79,2 triliun, dan diterima oleh sekitar 6,64juta debitur, denganrata‐rata kredit sebesar Rp.11,9 juta. Tingkat non‐performing loan (NPL)KUR saat ini hanya sebesar 3,4 persen. Sebagian besar KUR disalurkan untuk UMKM di sektor perdagangan, restoran dan hotel (58,6 persen) dan di sektor pertanian (16,9 persen). Berdasarkan wilayah, KUR sebagian besar disalurkan di provinsi dengan populasi KUMKM terbesar seperti di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, dan DKI Jakarta. Saat ini bank penyalur KUR terdiri dari 7 bank umum (BNI, BRI, Mandiri, BTN, Bukopin, Bank Syariah Mandiri dan BNI Syariah) dan 26 Bank Pembangunan Daerah (BPD). KUR juga disalurkan melalui pola linkage yang merupakan kerja sama antara bank dan lembaga keuangan mikro, termasuk koperasi. Bagi UMKM yang belum memiliki kelayakan usaha yang memadai untuk D I R E K T O R A T
P E M B E R D A Y A A N
K O P E R A S I
D A N
U K M ,
K E M E N T E R I A N
P P N / B A P P E N A S
6
PERKEMBANGAN KOPERASI DAN UMKM mengakses kredit perbankan, Pemerintah juga menyediakan skema pem‐ biayaan dana bergulir yang disalurkan melalui Lembaga Pengelola Dana Ber‐ gulir KUMKM (LPDB‐KUMKM). Pada tahun 2011 sekitar Rp.1,0 triliun dana bergulir telah disalurkan kepada 102.032 UMKM yang tersebar di 33 provinsi. Penyaluran dana bergulir ini dilaksanakan melalui kerja sama antara LPDB‐ KUMKM dan 656 mitra yang terdiri dari Koperasi Primer, Koperasi Sekunder, Perusahaan Modal Ventura (PMV), bank, serta kelompok UMKM Strategis. Dukungan pembiayaan dalam berbagai skema tersebut diharapkan dapat meningkatkan kapasitas KUMKM untuk secara bertahap “naik kelas” se‐ hingga bisa mengakses kredit komersial yang disediakan bank umum. Kajian yang dilakukan BRI dan UKM Center pada tahun 2009 di antaranya menye‐ butkan bahwa sekitar 400.000 debitur KUR sudah naik kelas dan dapat men‐ gakses kredit komersial. Jumlah ini tentunya diharapkan terus meningkat seiring dengan meningkatnya volume penyaluran KUR.Pada saat yang ber‐ samaan, beberapa kelompok yang mendapatkan bantuan pendanaan melalui Program PNPM juga mulai diarahkan untuk mengakses KUR karena usaha yang mereka jalankan sudah layak. 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 2. Petambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuanganm Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa‐jasa Swasta
Sumber: Bank Indonesia (2012)
Sementara itu, penyaluran kredit bank umum untuk UMKM (kredit ko‐ mersial non‐KUR) pada tahun 2011 mencapai sebesar Rp.479,9 triliun, yang digunakan untuk modal kerja (78,6 persen) dan investasi (21,3 persen). Kredit tersebut sebagian besar disalurkan untuk UMKM di sektor perdagan‐ gan (46,8 persen) dan jasa (18,5 persen).
D I R E K T O R A T
P E M B E R D A Y A A N
K O P E R A S I
D A N
U K M ,
K E M E N T E R I A N
P P N / B A P P E N A S
7
ISU TERKINI: REVITALISASI KOPERASI Dinamika perubahan lingkungan baik global maupun domestik yang begitu cepat dan bahkan acapkali tidak terduga, tentunya akan berimplikasi kepada perkembangan dan keberadaan dari koperasi di Indonesia. Jika dicermati pada tataran perkembangan koperasi secara makro yang ditandai dengan jumlah koperasi dan jumlah anggota koperasi serta volume usaha, terasa seperti tidak ada yang perlu dipermasalahkan, dimana pada tahun 2011 jumlah koperasi telah mencapai 188.181 unit dan jumlah anggota koperasi berkembang cukup pesat mencapai 30,9 juta orang serta volume usaha koperasi baru mencapai Rp. 95,1 triliun. Namun ukuran‐ukuran tersebut belumlah dapat merepresentasikan kondisi riil dan harapan masyarakat dari keberadaan koperasi di Indonesia. Padahal koperasi kedepan diharapkan akan semakin meningkat perannya dalam pembangunan ekonomi termasuk berperan aktif dalam penanggulangan kemiskinan. Secara garis besar, permasalahan yang dihadapi koperasi saat ini bertitik tolak dari masih lemahnya kualitas tata kelola kelembagaan koperasi yang salah satunya ditandai belum solidnya hubungan antar tingkatan koperasi yaitu koperasi primer, koperasi sekunder dan koperasi tersier; belum meluasnya diversifikasi usaha koperasi; dan rendahnya kualitas anggota koperasi yang ditandai rendahnya proporsi koperasi dalam melaksanakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) yang masih berkisar 43,4 persen pada tahun 2011. Hal ini berarti masih lemahnya kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai anggota koperasi. Akumulasi ke‐3 (tiga) permasalahan pokok tersebut menyebabkan secara perlahan tergerusnya kemampuan koperasi untuk dapat bertahan dalam menghadapi perubahan perekonomian baik domestik maupun global. Banyak hasil penelitian yang dilakukan berbagai pihak mengatakan bahwa koperasi yang berhasil memupuk SHU besar, memiliki banyak aset, modal kuat, menjadi perusahaan besar, termasuk mendapat predikat terbaik, belum tentu mampu meningkatkan kesejahteraan anggotanya sehingga tidak ada korelasi yang linier. Bahkan sebaiknya jangan dulu berbangga ketika koperasi memiliki banyak anggota atau unit usaha besar. Indikator keberhasilan koperasi bukan seperti itu, tetapi bagaimana koperasi bisa meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Oleh karena itu, peringatan Harlah ke 65 Koperasi yang jatuh pada tanggal 12 Juli 2012 baru lalu dapat dijadikan momentum untuk membulatkan tekad bagi dimulainya Revitalisasi Koperasi oleh seluruh
D I R E K T O R A T
P E M B E R D A Y A A N
K O P E R A S I
D A N
U K M ,
K E M E N T E R I A N
P P N / B A P P E N A S
8
ISU TERKINI: REVITALISASI KOPERASI pemangku kepentingan baik bagi gerakan koperasi maupun Pemerintah sebagai Pembina Koperasi. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, Revitalisasi berarti proses, cara, dan perbuatan menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya kurang berdaya. Sehingga Revitalisasi Koperasi perlu difokuskan untuk dapat mengembalikan jatidiri koperasi (nilai dan prinsip) sebagai pengemban amanah untuk memajukan kesejahteraan anggota dan sekaligus menjadi lembaga usaha yang berbasis kepada kualitas tata kelola, partisipasi anggota, diversifikasi usaha dan peningkatan kompetensi dari seluruh anggota koperasi. Seiring dengan momentum peringatan hari Koperasi ke‐65 dan Prinsip‐prinsip Koperasi (Pasal 5 UU siklus perencanaan lima (5) tahun 25/1992 tentang Perkoperasian): mendatang yaitu untuk periode 1. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka 2015‐2019, maka adanya suatu 2. Pengelolaan dilakukan secara konsepsi (blue print) dan rencana demokratis aksi (action plan) dari Revitalisasi Koperasi,sebagai bagian yang tidak 3. Pembagian sisa hasil usaha dila‐ kukan secara adil sebanding den‐ terpisahkan dari Grand Design gan besarnya jasa usaha masing‐ Pembangunan Koperasi Indonesia, masing anggota merupakan kebutuhan bersama bagi semua pemangku kepentingan 4. Pemberian balas jasa yang terba‐ tas terhadap modal untuk mewujudkannya. Hal ini tentunya akan menjadi pijakan dan 5. Kemandirian sekaligus mendorong adanya 6. Pendidikan perkoperasian kesatuan gerak langkah dari semua 7. Kerjasama antar koperasi pihak yaitu para Pembina Koperasi dan Gerakan Koperasi baik di pusat NIlai: maupun di daerah dalam Koperasi melandaskan nilai‐nilai meningkatkan peran Koperasi di menolong diri sendiri, bertanggung jawab kepada diri sendiri, de‐ masa mendatang. mokrasi, persamaan, keadilan dan Sekali lagi Viva Koperasi di hari solidaritas. Berdasarkan tradisi para pendirinya, para anggota koperasi jadinya ke‐65. percaya pada nilai‐nilai etis: kejuju‐ ran, keterbukaan, tanggung jawab Adhi Putra Alfian sosial dan peduli pada orang lain.
D I R E K T O R A T
P E M B E R D A Y A A N
K O P E R A S I
D A N
U K M ,
K E M E N T E R I A N
P P N / B A P P E N A S
9
TOKOH: SRI EDI SWASONO Kooperativisme dalam Revitalisasi Koperasi Dalam perjalanannya, koperasi di Indonesia mengalami pasang surut mulai dari era kebangkitan koperasi pada masa Orde Lama hingga reformasi. Masa kejayaan koperasi melalui Koperasi Unit Desa (KUD) di era Orde Baru seharusnya mampu mengantarkan koperasi Indonesia sebagai penggerak ekonomi kerakyatan yang memang sudah mengakar di masyarakat kita. Namun realitas berbicara lain, pergerakan koperasi kita sangat lambat bahkan mengalami stagnasi. Pencanangan Revitalisasi Koperasi oleh Presiden RI pada puncak peringatan Hari Koperasi Nasional pada 12 Juli tahun 2011 yang lalu merupakan momentum dan memberikan gairah dan tantangan tersendiri dalam membangkitkan koperasi ditengah derasnya laju individualisme dan liberalisasi. Revitalisasi Koperasi dimaknai sebagai rangkaian kegiatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Gerakan Koperasi, dan pemangku kepentingan terkait lainnya, secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan berkesinambungan untuk menggiatkan kembali, mengembangkan dan memperbaharui organisasi, permodalan, dan kegiatan usaha koperasi sesuai dengan jatidiri koperasi dalam rangka meningkatkan peran koperasi dalam perekonomian nasional. Beranjak dari landasan pola‐pikir konstitusi Indonesia yang berdasar kooperativisme, yaitu paham kebersamaan mutualism and brotherhood – Pasal‐Pasal 33, 34, 27 ayat 2 UUD 1945, seharusnya masyarakat memandang bahwa efisiensi tidak hanya dapat dicapai melalui persaingan (di mana yang kuat pasti yang menang, yang miskin dan lemah pasti tersingkir), tetapi justru bisa dicapai dengan bekerjasama yang akan menghasilkan sinergi. Rumusan Pasal 33 Ayat 1 juga secara jelas menyatakan bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan”, yang tak lain menunjukkan paham ekonomi nasional kita mengutamakan kooperativisme. Lebih dari itu ditegaskan dalam penjelasan Pasal 33: ”… bangun perusahaan yang sesuai adalah koperasi…”. UUD 1945 Amandemen (2002) tidak memiliki penjelasan, tetapi untuk pasal atau ayat‐ayat UUD 1945 (asli) yang tak diamandemen, penjelasan tetap berlaku. Hal ini dibenarkan oleh Prof. Maria Farida (kini anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi). Berarti kata ”koperasi” tak hilang.Perkataan “perekonomian”, sebagaimana bunyi Ayat (1) Pasal 33 UUD 1945, tentu meliputi keseluruhan usaha ekonomi, formal–informal, ekonomi rakyat, swasta, BUMN, dan koperasi. Keseluruhan itu harus disusun sebagai usaha bersama (mutualism)
D I R E K T O R A T
P E M B E R D A Y A A N
K O P E R A S I
D A N
U K M ,
K E M E N T E R I A N
P P N / B A P P E N A S
10
TOKOH: SRI EDI SWASONO dan asas kekeluargaan (brotherhood), tidak berkompetisi untuk saling mematikan. Konsekuensi dari pola pikir konstitusi tersebut yaitu Pemerintah harus menegakkan makna Pasal 33 ayat 1 UUD 1945, yang artinya menghidupkan dan menyelenggarakan perekonomian berdasar paham kooperativisme dan menolak neoliberalisme kapitalistik. Baru sesudah itu secara otomatis, Pemerintah tidak menganaktirikan koperasi sebagai wadah ekonomi rakyat, dan secara otomatis pula pemerintah melakukan fasilitasi sebagai upaya strategis membangun perekonomian nasional, bukan melakukan belas kasih (yang altruisme‐filantropis kepada ekonomi rakyat atau ekonomi koperasi). Apa itu ekonomi rakyat? Dan mengapa ekonomi rakyat merupakan bagian strategis dan integratif dalam perekonomian nasional?Ekonomi Rakyat atau grass‐roots economy adalah derivat dari Doktrin Kerakyatan Indonesia. Ekonomi rakyat adalah wujud dari ekonomi berbasis rakyat (people‐based economy) dan ekonomi terpusat pada kepentingan rakyat (people‐based economy) dan ekonomi terpusat pada kepen‐tingan rakyat (people‐centered economy) yang merupakan inti dari Pasal 33 UUD 1945, terutama ayat (1) dan ayat (2), “Perekonomian disusun sebagai usaha ber‐ sama berdasar atas asas keke¬luargaan; (2) Cabang‐cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalam‐ nya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar‐besar kemakmu‐ ran rakyat.” Ekonomi rakyat adalah riil dan konkret. Oleh karena itu lebih tepat apabila kita meninjaunya dari segi kenyataan yang ada secara sederhana, melalui common sense, yaitu bahwa kita memiliki pertanian rak‐yat, per‐ kebunan rakyat, perikanan rakyat, tambak rakyat, pelayar‐an rakyat, kerajinan rakyat, industri rakyat, peng‐galian rakyat, pertambangan rakyat, pertukangan rakyat, bahkan yang teramat penting bagi kehidupan sehari‐hari adalah bahwa kita memiliki dan hidup dari pasar‐pasar rakyat. Kita kenal pula ekonomi rakyat yang berbasis komoditi seperti kopra rakyat, kopi rakyat, karet rakyat, cengkeh rakyat, tembakau rakyat, dan seterusnya, yang men‐‐ jadi pe‐nyangga/sokoguru bagi industri prosesing di atasnya. Keberadaan ekonomi rakyat justru tidak boleh dilihat dari segi pemihakan semata‐mata, apalagi dari segi caritas‐filantropis. Ekonomi rakyat justru mempunyai peran strategis di dalam sistem dan struktur ekonomi daerah dan ekonomi nasional. Melaksanakan pembangunan ekonomi rakyat
D I R E K T O R A T
P E M B E R D A Y A A N
K O P E R A S I
D A N
U K M ,
K E M E N T E R I A N
P P N / B A P P E N A S
11
TOKOH: SRI EDI SWASONO pada hakikatnya me‐laksanakan Doktrin Kebangsaan dan Doktrin Kerakyatan. Makna ekonomi rakyat sebagai strategi pembangunan itu, antara lain: Pertama, dengan rakyat yang berkesempatan aktif dalam kegiatan ekonomi akan lebih menjamin nilai‐tambah ekonomi optimal yang mereka hasilkan dapat secara langsung diterima oleh rakyat. Pemerataan akan terjadi seiring dengan pertumbuhan. Kedua, memberdayakan rakyat merupakan tugas nasional untuk meningkat‐ kan produktivitas rakyat sehingga rakyat lebih secara konkret menjadi aset aktif pembangunan. Subsidi dan proteksi kepada rakyat untuk membangun diri dan kehidupan ekonominya merupakan investasi ekonomi nasional dalam bentuk investasi sumber insani manusia (human investment), bukan pemborosan atau inefficiency, serta mendorong tumbuhnya kelas menengah yang berbasis akar rumput (grass‐roots). Ketiga, pembangunan ekonomi rakyat meningkatkan daya‐beli rakyat yang kemudian akan menjadi energi rakyat untuk lebih mampu membangun dirin‐ yasendiri (self‐empowering), sehingga rakyat mampu meraih “nilai‐tambah ekonomi” dan sekaligus “nilai‐tambah sosial” (nilai‐tambah kemartabatan). Keempat, pembangunan ekonomi rakyat sebagai pemberdayaan rakyat se‐ cara bersama‐sama (berjemaah) akan merupakan peningkatan posisi tawar kolektif (collective bargaining position) untuk lebih mampu mencegah ek‐ sploitasi dan subordinasi ekonomi terhadap rakyat. Kelima, dengan rakyat yang lebih aktif dan lebih produktif dalam kegiatan ekonomi maka nilai‐tambah ekonomi akan sebanyak mungkin terjadi di dalam‐negeri dan untuk kepentingan ekonomi dalam‐negeri. Keenam, pembangunan ekonomi rakyat akan lebih menyesuaikan kemam‐ puan rakyat yang ada dengan sumber‐sumber dalam‐negeri yang tersedia (endowment factor Indonesia), artinya berdasar strategi yang hanya meng‐ gunakan sumber‐sumber lokal (resources‐based) dan terpusat pada rakyat (people‐centered). Ketujuh, pembangunan ekonomi rakyat akan lebih menyerap tenaga kerja. Kedelapan, pembangunan ekonomi rakyat akan bersifat lebih “cepat menghasilkan” (quick‐yielding) dalam suasana ekonomi yang sulit dan langka modal. Pembangunan perekonomian rakyat sebagai sokoguru perekonomian nasional juga akan meningkatkan kemandirian ekonomi dalamnegeri, akan menekan sebanyak mungkin ketergantungan akan kandungan impor (import‐ contents) dan meningkatkan kandungan domestik (domestic‐contents) pro‐
D I R E K T O R A T
P E M B E R D A Y A A N
K O P E R A S I
D A N
U K M ,
K E M E N T E R I A N
P P N / B A P P E N A S
12
TOKOH: SRI EDI SWASONO duk‐produk industri dalam‐negeri, yang selanjutnya akan lebih mampu mengembangkan pasaran dalamnegeri. Selanjutnya, pemberdayaan pereko‐ nomian rakyat yang akan lebih mampu memperkukuh pasaran dalam‐negeri yang akan menjadi dasar bagi pengembangan pasaran luar negeri. Pembangunan perekonomian rakyat juga akan menjadi akar bagi pen‐ guatan fundamental ekonomi nasional dan menjadi dasar utama bagi re‐ alisasi nasionalisme ekonomi. Dalam konteks ini, pembangunan perekono‐ mian rakyat berbicara mengenai perlunya mempertahankan “daulat rakyat”, bukan “daulat pasar”. Misi pembangunan perekonomian rakyat juga meru‐ pakan misi politik dalam melaksanakan “demokratisasi ekonomi” sebagai sumber rasionalitas bagi pengutamaan dan pemihakan kepada rakyat kecil. Peninjauan ulang strategi‐strategi pembangunan oleh Development Strate‐ gies Reconsidered, Overseas Development Council (1987) dan ajakan yang mutakhir oleh The Frontiers of Development Economics (Meier & Striglitz, 2001) juga menegaskan perlunya pergeseran paradigma‐paradigma dalam pemikiran ekonomi, dimana perekonomian rakyat memperoleh tempat dalam rekonsiderasinya. Secara keseluruhan, makna ekonomi rakyat sebagai strategi pemban‐ gunan akan lebih menjamin terjadinya pembangunan Indonesia, bukan seka‐ dar pembangunan di Indonesia, dimana pembangunan bertumpu pada plat‐ form bahwa yang dibangun adalah rakyat, bangsa dan negara. Pada ken‐ yataannya, ekonomi rakyat mampu menghidupi, memberikan lapangan kerja dan juga memberi kehidupan murah (low cost economy dan low cost of living) bagi sebagian terbesar dari rakyat Indonesia, di tengah‐tengah pasang ‐surutnya sektor perekonomian formalmodern, sejak awal kemerdekaan hingga saat ini. Pendekatan kooperativisme dalam membangun ekonomi rakyat akan menumbuhkan kekuatan ekonomi berganda‐ganda (sinergisme propagatif). Dan seterusnya, wadah ekonomi rakyat dengan peran strategis semacam ini haruslah koperasi. Demikian juga UKM‐UKM harus dibangun dalam rangka peningkatan kemampuan dan kapasitas untuk bekerjasama di bawah payung koperasi/sistem kooperatif, kalau tidak akan menjadi pembibitan kapitalis‐ kapitalis kecil. Pada peringatan 100 tahun International Cooperative Association/ICA di Manchester tahun 1995 di mana yang berbicara sebagai keynote speakers ditentukan hanya dari dua negara, yaitu USSR dan Indonesia – di mana saya mewakili Indonesia, sudah saya tegaskan bahwa kesanggupan koperasi untuk
D I R E K T O R A T
P E M B E R D A Y A A N
K O P E R A S I
D A N
U K M ,
K E M E N T E R I A N
P P N / B A P P E N A S
13
TOKOH: SRI EDI SWASONO menghadapi globalisasi tidak perlu dipertanyakan. Namundua tahun lalu International Cooperative Alliance (ICA) menerbitkan laporan mengenai 300 Koperasi‐Koperasi Kelas Dunia dengan omset puluhan milyar US$, tetapi Indonesia tidak satupun dianggap memiliki koperasi kelas dunia. Koperasi maju di seluruh dunia kecuali di Indonesia. Koperasi Jepang, Korea, Kanada, Inggris, negara‐negara Skandinavia, Jerman dst, dst maju karena liberalisme tidak sebrutal dan sepredatorik sebagaimana di Indonesia. Koperasi di Indoneisa cenderung mementingkan pertambahan kuantitas, meski tidak semuanya dengan roh kooperativisme. Pak Harto pernah berhasil merevitalisasi koperasi sampai ke tahun 1996 karena penegasan ideologis dan praxis‐nya yang tegas. Koperasi Indonesia dengan mudah terevitalisasi sendiri secara swadaya dan swakarsa bila Pemerintah mengakhiri memelihara neoliberalisme yang brutal sesuai dengan konsepsi Konsensus Washington‐nya IMF dan Bank Dunia. Pertanyaannya adalah jika koperasi Indonesia tidak bisa maju dengan model yang ada saat ini, sudah benarkah paham dan kemampuan koopera‐ tivisme diajarkan pada masyarakat di Indonesia? ————————————————————————————————‐ Sri Edi Swasono adalah Guru Besar Universitas Indonesia. Hasil wawancara tertulis dan saduran tulisan tokoh: “Koperasi dan Ekonomi Humanistik” dalam harian Kompas, dan “Koperasi dan Kooperativisme” dalam harian Suara Pembaharuan, Kamis 12 Juli 2012.
D I R E K T O R A T
P E M B E R D A Y A A N
K O P E R A S I
D A N
U K M ,
K E M E N T E R I A N
P P N / B A P P E N A S
14
CERITA SUKSES: “KOPERASI SETANGGUH LOGAM” Industri logam di Indonesia memiliki sejarah yang panjang dan mengalami pasang surut sejak tahun 1950‐an. Awalnya industri logam diperuntukkan bagi pembuatan alat‐alat pertanian yang diproduksi di DukuhBatur, Desa Tegalrejo, Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten. Industri ini terus berkembang seiring dengan bertumbuhnya jumlah pengusaha cor logam. Di tempat yang sama, pada tahun 1976Koperasi Pusat Permesinan dan Pengerjaan Logam “Batur Jaya” didirikan sebagai wadah bagi ratusan pengusaha dan pengrajin logam cor. Kegiatan koperasi ini meliputi pekerjaan pengecoran logam dan jasa permesinan, dengan produk‐produk seperti lampu antik, kursi antik, komponen permesinan, dan kerajinan logam lainnya. Seiring dengan perkembangan industri logam, Koperasi Batur Jaya tidak berkembang sendiri, tetapi turut bermitra dengan berbagai lembaga, termasuk universitas. Kerjasama bisnis diantaranya dilakukan dengan Departemen Pekerjaan Umum untuk produksi lampu taman, dan PT. KAI untuk pembuatan rel, tapal rem dan onderdil kereta api, serta dengan perusahan besar seperti PT. ASTRA Internasional. Peran dunia pendidikan pun dekat dengan koperasi, khususnya Politeknik Manufaktur Ceper yang banyak membantu alih teknologi permesinan. Namun berjaya di pasar industri logam sebagai pemasok hampir 60 persen kebutuhan logam nasional tidak menjamin industri ini kebal terhadap krisis. Koperasi harus berjuang menghadapi berbagai kondisi usaha selama lebih dari empat puluh tahun berkiprah. Contohnya saja, pada tahun 2008, Koperasi Batur Jaya ikut terpuruk akibat krisis ekonomi global. Walaupun konsumsi domestik adalah bagian yang dominan, namun kenaikan harga bahan baku, dan masalah permodalan menjadi ganjalan utama para pengrajin dan pengusaha untuk bertahan. Kondisi sentra industri logam Ceper dibawah Koperasi Batur Jaya saat ini mungkin belum lagi pulih dan sejaya dahulu, tetapi para pengrajin tetap bertahan dan optimis untuk tetap berkarya seiring dengan perbaikan kondisi perekonomian nasional. Bantuan yang tepat sasaran dibutuhkan, dan pemerintah menjadi faktor yang paling berperan dalam kondisi krisis seperti ini. Bantuan sudah diberikan oleh Kementerian Perindustrian dan Pemerintah Daerah melalui alih permesinan dari manual menjadi berbasis listrik. Diluar itu juga ada pembekalan organisasi koperasi melalui revitalisasi badan usaha dan pelatihan pemasaran dan komunikasi.
D I R E K T O R A T
P E M B E R D A Y A A N
K O P E R A S I
D A N
U K M ,
K E M E N T E R I A N
P P N / B A P P E N A S
15
CERITA SUKSES: “KOPERASI SETANGGUH LOGAM” Ke depan, demi kelanjutan industri logam‐khususnyadi Ceper, Koperasi Batur Jaya ingin lebih dilibatkan dalam pembagian kerja, pemenuhan bahan baku, dan sinergi dalam pemasaran produk dari anggotanya. Koperasi Batur Jaya yang kini beranggotakan 180 pengusaha dan pengrajin bersedia memberikan dukungan untuk pembuatan komponen‐komponen dalam pengembangan Mobil Esemka ke depan (Esemka adalah nama mobil hasil rakitan siswa Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Surakarta, Jawa Tengah yang diluncurkan pada tahun 2012). Kualitas komponen logam yang dihasilkan para UKM Ceper sudah memenuhi standar industri dan tidak kalah secara kualitas. Alangkah indahnya bila cita‐cita pengrajin dan karya anak bangsa mendapat dorongan dan dukungan dari pemerintah untuk menghasilkan produk dan menciptakan pasar yang menjanjikan untuk industri mobil yang 100 persen Indonesia. ————————————————————————————————‐ Disarikan dari berbagai sumber
D I R E K T O R A T
P E M B E R D A Y A A N
K O P E R A S I
D A N
U K M ,
K E M E N T E R I A N
P P N / B A P P E N A S
16
Direktorat Pemberdayaan Koperasi dan UKM Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas Gedung Madiun Lt.6 Jl. Taman Suropati No. 2 Jakarta 10310, Telp: (+6221) 31934511 Email:
[email protected]