KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan Road Map Reformasi Birokrasi Kementerian Kehutanan untuk menuju pemerintahan yang baik dapat kami selesaikan. Road Map Reformasi Birokrasi Kementerian Kehutanan ini disusun mengacu kepada Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025 yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010, dan Road Map Reformasi Birokrasi 2010 – 2014 yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010. Dalam kedua peraturan tersebut ditegaskan bahwa reformasi birokrasi Indonesia harus dapat mencapai tata kelola pemerintahan yang baik pada tahun 2025. Reformasi Birokrasi di Kementerian Kehutanan pada dasarnya sudah dilakukan sejak tahun 2000 namun belum dilakukan secara sistematis dan intensif. Mulai tahun 2010, Reformasi Birokrasi di Kementerian Kehutanan sudah didasarkan atas Rencana Reformasi Birokrasi kementerian Kehutanan 2010 – 2014. Namun dengan diterbitkannya Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025 dan Road map Reformasi Birokrasi 2010 – 2014 yang baru, maka Rencana Reformasi Birokrasi Kementerian Kehutanan perlu disesuaikan kembali. Road map Reformasi Birokrasi Kementerian Kehutanan 2011 – 2014 ini bertujuan untuk memberikan arah pelaksanaan reformasi birokrasi Kementerian Kehutanan agar dalam pelaksanaannya dapat berjalan secara efektif, efisien, terukur, konsisten, terintegrasi, dan berkelanjutan. Kami menyadari bahwa road map ini masih banyak kekurangannya. Untuk itu kami menghargai semua masukan untuk menyempurnakannya di masa yang akan datang. Akhir kata, semoga road map ini dapat bermanfaat sebagai upaya percepatan reformasi birokrasi pada Kementerian Kehutanan. Jakarta,
Oktober 2011
i
DAFTAR ISI Ringkasan Eksekutif KATA PENGANTAR .............................................................................................
i
DAFTAR ISI ..........................................................................................................
ii
DAFTAR TABEL ...................................................................................................
iii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................
iv
I.
PENDAHULUAN ............................................................................................ A. Latar Belakang ........................................................................................ B. Maksud dan Tujuan .................................................................................
1 1 4
II.
5 KONDISI BIROKRASI .................................................................................... 5 A. Pelayanan Publik ..................................................................................... B. Tugas Umum Pemerintahan ................................................................... 16 C. Persoalan yang dihadapi ......................................................................... 17 D. Langkah-langkah Pembenahan .............................................................. 17
III. KONSOLIDASI RENCANA AKSI PROGRAM DAN KEGIATAN REFORMASI BIROKRASI ............................................................................. A. Pencapaian Reformasi birokrasi ……………........................................... B. Rencana Reformasi Birokrasi 2011-2014 ............................................... C. Kriteria Keberhasilan ............................................................................... D. Agenda Prioritas ...................................................................................... E. Waktu Pelaksanaan dan Tahapan Kerja ................................................. F. Penanggungjawab Kegiatan ................................................................... G. Rencana Anggaran .................................................................................
22 22 30 32 39 42 42 45
IV. PENUTUP ......................................................................................................
47
Lampiran-lampiran
ii
DAFTAR TABEL 1. Capaian Quick Wins s/d September 2011.....................................................
19
2. Capaian Rencana Jangka Pendek…………… ............................................
22
3. Capaian Rencana Jangka Menengah………………………. .........................
24
4. Indikator Keberhasilan tahun 2010 – 2014 ....................................................
28
5. Waktu Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Kementerian Kehutanan ..............
35
iii
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Uraian
Hal.
1. Perumusan Quick Wins Reformasi Birokrasi Kementerian Kehutanan ......
48
2. Penetapan Quick Wins ................................................................................
51
3. Pemilihan Quick Wins ..................................................................................
55
4. Rencana Penerapan Quick Wins .................................................................
60
iv
I. PENDAHULUAN A.
Latar Belakang
Terselenggaranya pemerintahan yang baik (good governance) merupakan tuntutan dalam administrasi publik dewasa ini dan sejalan dengan meningkatnya tingkat pengetahuan masyarakat serta semakin efektifnya interaksi internasional sebagai bagian dari aspek globalisasi. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik mensyaratkan kinerja birokrasi harus memiliki daya saing yang tinggi. Sistem birokrasi di Indonesia yang dicirikan dengan struktur, norma, nilai dan regulasi belum berpihak kepada kepentingan publik, rendahnya kualitas dan kuantitas dalam memberikan pelayanan publik, serta budaya pelayan publik yang belum berorientasi kepada kebutuhan pelanggan.Dalam sistem birokrasi yang seperti ini, praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme cenderung terjadi dan seperti hal yang lumrah. Situasi ini mengakibatkan masyarakat harus membayar lebih mahal atas layanan birokrasi (high cost economic), yang berimplikasi kepada penurunan minat investasi sehingga bermuara kepada penurunan pertumbuhan ekonomi nasional. Sistem birokrasi seperti ini juga terjadi di lingkungan Kementerian Kehutanan, sehingga ketidakpastian usaha, ketidakpastian hukum, dan ketidakjelasan pengelolaan hutan telah mengakibatkan degradasi hutan yang lajunya pada periode tahun 2003 - 2006 mencapai 1,17 juta ha/tahun.Hal ini dikarenakan birokrasi Kementerian Kehutanan masih menerapkan sistem birokrasi tradisional yang mana layanan birokrasinya belum mengakomodasikan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Penyebab utama rendahnya kinerja birokrasi di lingkungan Kementerian Kehutanan adalah : 1.
Organisasi yang belum tepat fungsi dan tepat ukuran. Berdasarkan tipologi organisasi bahwa organisasi Kementerian Kehutanan termasuk tipe organisasi yang terintegrasi (integrated type). Tipologi seperti ini mengamanatkan pembagian tugas dilakukan berdasarkan proses, dari mulai tahapan perencanaan hingga kepada tahapan pemasaran. Dalam perkembangannya duplikasi tugas masih terjadi, selain itu juga tugas yang tidak ditangani oleh unit manapun juga. Tugas yang berkaitan dengan penyelesaian konflik yang berkaitan dengan pemanfaatan hutan (tenurial kehutanan), hingga saat ini belum ada yang menanganinya. Persoalan tenurial telah menimbulkan kerugian secara sosial, ekonomi, dan politik sehingga mendesak untuk segera ditangani. Oleh karenanya pengalokasian tugas fungsi yang berkaitan dengan penyelesaian tenurial kehutanan, merupakan salah satu prioritas dalam penataan organisasi. Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional selama ini berperan sebagai lembaga yang koordinatif, sementara itu yang diperlukan adalah pembangunan kehutanan yang berbasis ekosistem regional. Oleh karenanya Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional akan diposisikan
1
sebagai regional planner dalam bidang kehutanan, berikut fasilitasi untuk mengaplikasikannya. Dalam rangka meningkatkan efektivitas tugas pemasaran hasil hutan adalah, diperlukan penanganan tugas yang berkaitan dengan sertifikasi hasil hutan. Informasi sertifikasi hasil hutan sangat diperlukan oleh Negaranegara pengimpor hasil hutan yang telah menerapkan green market, seperti Jepang, Amerika, dan negara Uni Eropa. Penataan tugas yang berkaitan dengan lincencing information unit merupakan prioritas untuk segera dibenahi. 2.
Ketatalaksanaan, masih belum mencerminkan sistem ketatalaksanaan yang transparan, akuntabel, dan terstandarisir. Sistem prosedur kerja saat ini telah tersedia pada masing-masing unit kerja akan tetapi belum secara keseluruhan dilakukan secara elektronik (e-government). Saat ini telah diterbitkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor. P.02/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Formulasi, Implementasi, Evaluasi Kinerja dan Revisi Kebijakan Publik di Lingkungan Kementerian Kehutanan, yang baru pada tahapan penyebarluasan.
3.
Peraturan Perundang-undangan yang tidak harmonis, tumpang tindih, inkonsisten, dan multitafsir. Peraturan yang kurang harmonis dengan peraturan bidang kehutanan adalah yang berkaitan dengan antara UU No. 41 Tahun 1999 dengan UU No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi, juga UU No. 41 Tahun 1999 dengan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Persoalan lainnya masih belum konsistennya dan multi tafsir dari peraturan yang berkaitan dengan karbon hutan.
4.
Sumberdaya Manusia Aparatur Kehutanan saat ini mencapai 17.456 orang yang tersebar pada 9 (sembilan) unit eselon I. Sumberdaya Manusia Kehutanan tersebut teralokasikan pada tingkat Kementerian (3.683 orang), pada UPT (13.773 orang), dan diperbantukan pada BUMN (210 orang). Sekitar 60,40 % Sumberdaya Manusia Kehutanan memiliki kualifikasi tingkat pendidikan menengah ke bawah. Permasalahan umum yang terjadi yang berkaitan dengan Sumberdaya Manusia Kehutanan adalah distribusi pegawai belum sesuai dengan beban tugas, kompetensi pegawai belum sesuai dengan kompetensi jabatan, ketimpangan dalam pengisian jabatan, dan masih banyaknya tenaga honorer dengan kompetensi rendah;
5.
Pengawasan masih lemah dikarenakan sistem pengendalian internal masih belum efektif. Akibat dari belum efektifnya sistem pengendalian internal tersebut masih ditemukan kelemahan administrasi, masih adanya hambatan dalam pelaksanaan tugas fungsi, penyimpangan dalam pelaksanaan anggaran, pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan, pelanggaran prosedur kerja, dan masih adanya kejadian-kejadian yang merugikan negara.
6.
Pelayanan Publik yang belum mampu memenuhi harapan publik. Salah satu tugas dan fungsi Kementerian Kehutanan adalah melaksanakan pelayanan publik. Pelayanan publik yang dilakukan Kementerian Kehutanan 2
berdasarkan jenisnya terdapat sekitar 59 buah, mulai dari pemberian perizinan usaha hingga kepada pencadangan areal kerja. Proses pemberian pelayanan publik masih terkesan lambat dan berbelit-belit, dan belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur kerja yang telah ditetapkan. Untuk penerbitan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu waktu yang diperlukan antara 2 – 3 tahun, demikian juga untuk penerbitan izin pinjam pakai kawasan hutan bisa mencapai 3 tahun. Situasi ini yang mengakibatkan in efisien. Peningkatkan kualitas pelayanan publik akan diupayakan dengan mengembangkan pelayanan yang berbasis elektronik untuk jenis-jenis pemberian izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (hutan alam dan hutan tanaman), penggunaan kawasan hutan, pelepasan kawasan hutan, dan untuk pengadaan barang/jasa. 7.
Akuntabilitas kinerja masih lemah yang ditunjukan masih belum melembaganya sistem kinerja (yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, pelaporan) sampai kepada unit organisasi terkecil. Akuntabilitas kinerja masih sebatas kepada unit organisasi pada tingkat Kementerian. Perbaikan akuntabilitas diarahkan untuk berjalannya sistem akuntabilitas kinerja organisasi yang efektif sampai kepada unit organisasi terkecil (SATKER).
8.
Pola pikir dan budaya kerja yang tidak efisien, tidak efektif, tidak produktif, tidak profesional, dan belum melayani masyarakat. Budaya kerja organisasi masih bersifat paternalistik, sehingga belum mampu mengantisipasi perubahan lingkungan global. Dalam era globalisasi organisasi Kementerian Kehutanan dituntut untuk selalu melakukan inovasi, sehingga organisasi Kementerian Kehutanan harus menjadikan pengetahuan sebagai asset utama, kreativitas design serta kapabilitas kunci, serta perubahan peran manajerial sebagai kebutuhan. Oleh karenanya budaya kerja organisasi harus mengalami perubahan dari paternalistik ke arah organisasi pembelajaran (learning organization).
Untuk meningkatkan kinerja birokrasi di lingkungan Kementerian Kehutanan, perlu dilakukan reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Kehutanan merupakan keharusan karena perbaikan kinerja birokrasi memiliki implikasi dan dampak yang luas dalam aspek-aspek sosial, politik, ekonomi, dan ekologi. Secara konseptual, reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Kehutanan diarahkan kepada debirokratisasi organisasi, perbaikan bisnis proses, serta peningkatan kemampuan sumber daya manusia aparatur. Melalui proses reformasi birokrasi seperti ini diharapkan pada tahun 2014 akan terwujud birokrasi Kementerian Kehutanan yang efisien, efektif, profesional, dan akuntabel.
3
B.
Maksud dan Tujuan
Road Map Reformasi Birokrasi di lingkungan Kementerian Kehutanan ini dimaksudkan sebagai arah pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Kehutanan secara sistematis dan konsisten untuk periode tahun 2011 - 2025. Tujuan Road Map Reformasi Birokrasi di lingkungan Kementerian Kehutanan adalah untuk mewujudkan birokrasi Kementerian Kehutanan yang profesional, berintegritas, akuntable, transparan serta berorientasi melayani masyarakat.
4
II. KONDISI BIROKRASI A. Pelayanan Publik Misi pokok Kementerian Kehutanan adalah menyelenggarakan tugas pemerintahan dan tugas pembangunan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara. Obyek yang dikelola oleh Kementerian Kehutanan meliputi sumberdaya hutan baik yang berada dalam hutan negara (kawasan hutan), hutan hak (hutan milik), sumberdaya lahan pada daerah aliran sungai (DAS), serta keanekaragaman hayati yang ada di seluruh wilayah Indonesia. Sumber daya alam tersebut memiliki berbagai manfaat yang dirasakan oleh publik baik langsung maupun tidak langsung. Manfaatnya dirasakan bukan oleh hanya masyarakat setempat, tetapi juga dirasakan oleh masyarakat regional, nasional, bahkan internasional. Dengan demikian maka pelayanan publik merupakan salah satu tugas dan fungsi yang melekat dalam menjalankan misi pokok Kementerian Kehutanan. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, terdapat 54 jenis pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Kementerian Kehutanan, mulai dari perizinan penggunaan kawasan hutan, pemanfaatan hutan, pemanfaatan hasil hutan, hingga kepada perizinan masuk kawasan hutan. Selain pelayanan publik seperti tersebut diatas, terdapat pelayanan publik yang akan berkembang di masa yang akan datang adalah pemanfaatan jasa lingkungan seperti pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan, serta pemanfaatan hutan untuk konservasi karbon. A.1. Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Pinjam pakai kawasan hutan bertujuan untuk mengatur penggunaan sebagian kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan diluar kegiatan kehutanan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan, dengan mempertimbangkan batasan luas, jangka waktu tertentu dan kelestarian lingkungan. Penggunaan kawasan hutan diberikan berdasarkan izin pinjam pakai kawasan hutan dari Menteri Kehutanan. Penggunaan kawasan hutan untuk pembangunan di luar kehutanan diatur dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan Pembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan yang berlaku pada Departemen Kehutanan, Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2011 tentang Penggunaan Kawasan Hutan Lindung untuk Penambangan Bawah Tanah, dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.18/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan. 5
Penggunaan kawasan hutan untuk pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan untuk kegiatan-kegiatan yang mempunyai tujuan strategis yang tidak dapat dielakan meliputi: (a) religi; (b) pertambangan; (c) instalasi pembangkit, transmisi, dan distribusi listrik serta teknologi energi baru dan terbarukan; (d) pembangunan jaringan komunikasi, stasiun pemancar radio, dan stasiun relay televisi; (e) jalan umum, jalan tol, dan jalan kereta api; (f) sarana transportasi yang tidak dikatagorikan sebagai transportasi umum untuk pengangkutan hasil produksi; (g) sarana prasarana sumberdaya air, pembangunan jaringan instalasi air, dan saluran air bersih atau air limbah; (h) fasilitas umum; (i) industri terkait kehutanan; (j) pertahanan dan keamanan; (k) sarana penunjang keselamatan umum; dan (l) penampungan sementara korban bencana alam. Tata waktu penyelesaian penerbitan persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan atau izin pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan survei dan eksplorasi paling lama 125 hari kerja, dan tata waktu penyelesaian izin pinjam pakai kawasan hutan (kegiatan operasi produksi) paling lama 215 hari kerja. Sampai dengan tahun 2010 telah diterbitkan persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan sebanyak 502 unit pada areal seluas 359.430,32 hektar, izin pinjam pakai kawasan hutan untuk eksplorasi sebanyak 245 unit pada areal seluas 1.505.312,68 hektar, dan izin pinjam pakai kawasan hutan sebanyak 302 unit pada areal seluas 243.127,88 hektar. A.2. Pelepasan Kawasan Hutan Dalam rangka melaksanakan pembangunan nasional yang tidak terpisahkan, Kementerian Kehutanan telah mengalokasikan sebagian hutan produksi yang dapat dikonversi untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan. Perubahan peruntukan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi bagi pembangunan nasional dilakukan melalui mekanisme pelepasan kawasan hutan. Pelepasan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.33/Menhut-II/2010 tentang Tata Cara Pelepasan Kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi jis Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.17/Menhut-II/2011 dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.44/Menhut-II/2011. Pelepasan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan antara lain untuk penempatan korban bencana alam, waduk dan bendungan, fasilitas pemakaman, fasilitas pendidikan, fasilitas keselamatan umum, rumah sakit umum dan pusat kesehatan masyarakat, 6
kantor Pemerintah dan/atau pemerintah daerah, pemukiman dan/atau perumahan, transmigrasi, bangunan industri, pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, terminal, pasar umum, pengembangan/pemekaran wilayah, pertanian tanaman pangan, budidaya pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, atau sarana olah raga. Secara normatif proses penyelesaian pelepasan kawasan hutan paling lama 306 hari, di mana 155 hari kerja diselesaikan di Kementerian Kehutanan sedangkan sisanya diselesaikan di tingkat Pemerintah Daerah. Dalam kenyataannya, untuk menerbitkan satu izin tersebut memerlukan waktu yang bervariasi antara 600 – 900 hari kerja. Hal ini dikarenakan rangkaian prosesnya cukup panjang, yang dimulai dari tingkat pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi, dan yang terakhir di tingkat Kementerian Kehutanan. Sampai dengan tahun 2010 telah diterbitkan persetujuan prinsip pelepasan kawasan hutan sebanyak 301 unit pada areal seluas 4.638.292,29 hektar, dan keputusan pelepasan kawasan hutan sebanyak 559 unit pada areal seluas 4.991.883,56 hektar. A.3. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam, Restorasi Ekosistem dan Hutan Tanaman Industri Sampai dengan tahun 2009, terdapat 304 perusahaan yang memiliki izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam, dengan areal mencakup 25,77 juta hektar, dengan jatah produksi 9,1 juta m3per tahun. Terdapat 231 perusahaan (206 izin definitif dan 25 izin sementara) yang telah memiliki izin pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman dengan areal 9,16 juta ha dan dengan realisasi tanaman seluas 4,31 juta ha. Proses penerbitan perizinan pemanfatan hasil hutan kayu pada hutan alam, hutan tanaman (baik hutan tanaman industri maupun hutan tanaman rakyat), dan pemanfaatan hasil hutan kayu restorasi ekosistem, diawali dengan Rekomendasi Bupati/Walikota dan Rekomendasi Gubernur, yang akhirnya bermuara kepada penerbitan izin oleh Menteri Kehutanan. Total waktu yang diperlukan untuk seluruh proses penerbitan perizinan pemanfaatan hasil hutan kayu hutan alam maupun hutan tanaman adalah sekitar 253 hari kerja. Kenyataannya, proses penerbitan rekomendasi dari kepala daerah hingga terbitnya izin definitif membutuhkan waktu antara 491 – 938 hari kerja. Proses penerbitan izin tersebut termasuk dengan proses penilaian analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) yang memerlukan waktu 150 – 180 hari. Apabila waktu untuk proses AMDAL ditiadakan, maka waktu yang diperlukan untuk proses penerbitan IUPHHK adalah 152 hari kerja, namun pada prakteknya membutuhkan waktu antara 311 – 758 hari kerja.
7
Proses perizinan pemanfaatan hasil hutan kayu hutan alam memiliki tiga tahapan, yaitu tahapan di Pemerintahan Kabupaten/Kota untuk kegiatan pemberian rekomendasi dan proses AMDAL, tahapan di Pemerintah Provinsi untuk proses rekomendasi Gubernur, dan tahapan di Kementerian Kehutanan untuk proses perijinannya. Di Kementerian Kehutanan sendiri, proses tersebut memiliki 3 (tiga) tahap yaitu izin prinsip (SP1), SP2, dan izin definitif (SP3). Untuk sampai pada tahap SP1, diperlukan telahaan terhadap berbagai kelengkapan administrasi dan persyaratan teknis. Setelah kelengkapan administrasi dan persyaratan teknis dipenuhi, proses selanjutnya adalah diterbitkan Surat Perintah kepada pemohon untuk melaksanakan AMDAL. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan AMDAL bervariasi antara 150 – 180 hari kerja, dan pada beberapa kasus bisa lebih lama lagi. Setelah dokumen AMDAL disetujui oleh Tim Daerah, maka dokumen AMDAL disampaikan kepada Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan, guna diterbitkan SP2 yaitu surat yang ditujukan kepada Direktur Jenderal Planologi Kehutanan untuk menerbitkan Working Area Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan working area mencapai 36 – 60 hari kerja. Setelah Working Area diterbitkan oleh Direktur Jenderal Planologi Kehutanan, maka Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan akan memproses penerbitan Keputusan Menteri tentang Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu. Setelah diterbitkan Surat Keputusan Pemberian Izin Usaha, pemohon wajib membayar iuran izin pemanfaatan hasil hutan kayu kepada Pemerintah. Setelah iuran izin tersebut dilunasi oleh pemohon (bukti setor kepada Bank yang ditunjuk), barulah Izin definitif tersebut diberikan kepada pemohon (SP3). Rangkaian proses pemberian izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan alam seperti ini membutuhkan waktu yang relatif lama. A.4. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Rakyat Pemberian izin pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman rakyat diatur berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.23/MenhutII/2007 tentang Tata Cara Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Rakyat Dalam Hutan Tanaman jo. No. P.5/Menhut-II/2008. Izin pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman rakyat dimaksudkan untuk mendorong dan meningkatkan enterpreunership masyarakat lokal melalui usaha hutan tanaman, yang alokasi arealnya maksimum 15 ha/KK. Sampai pertengahan tahun 2011 telah dicadangkan areal hutan tanaman rakyat seluas 650.663 ha, dan telah diterbitkan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman rakyat (definitif) untuk areal seluas 126.978 ha.
8
Terdapat 2 (dua) tahapan kegiatan penerbitan perizinan pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman rakyat, yaitu tahapan pencadangan areal oleh Menteri Kehutanan, dan tahapan pemberian izin yang diterbitkan oleh Bupati. Prosedur pemberian izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman rakyat adalah sebagai berikut: A.4.1. Tahapan Pencadangan Areal Tahap pencadangan areal diawali dengan arahan indikatif lokasi hutan tanaman rakyat per provinsi yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, yang disampaikan kepada Bupati. Berdasarkan arahan indikatif tersebut, Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota memberikan pertimbangan teknis kepada Bupati, setelah terlebih dahulu mendapat asistensi perpetaan dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan. Berdasarkan pertimbangan teknis dari Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota, selanjutnya Bupati/Walikota menyampaikan usulan rencana pembangunan hutan tanaman rakyat kepada Menteri Kehutanan dengan dilampiri peta 1 : 50.000. Atas dasar usulan Bupati/Walikota, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan melakukan verifikasi peta usulan dan melakukan verifikasi teknis administratif. Apabila hasil verifikasinya dianggap layak, maka Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan menyiapkan konsep peta pencadangan areal hutan tanaman rakyat, untuk selanjutnya ditetapkan oleh Menteri Kehutanan. Selanjutnya, peta areal pencadangan yang telah ditetapkan Menteri Kehutanan tersebut disampaikan kepada Bupati guna diproses pemberian izin definitifnya. A.4.2. Tahapan Pemberian Izin Proses pemberian izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman rakyat diawali dengan sosialisasi kepada masyarakat mengenai areal yang akan dialokasikan untuk pembangunan hutan tanaman rakyat. Selanjutnya, pemohon melengkapi persyaratannya berupa keterangan dari Kepala Desa, dan pembuatan sketsa areal yang dimohon, yang difasilitasi oleh penyuluh kehutanan atau pejabat yang ditunjuk. Setelah kelengkapan persyaratan dipenuhi, selanjutnya pemohon melalui Kepala Desa mengajukan permohonan kepada Bupati/Walikota. Kepala Desa melakukan verifikasi terhadap keabsahan permohonan, yang selanjutnya memberikan rekomendasi kepada Bupati/Walikota. Paralel dengan proses sosialisasi, Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi melakukan verifikasi persyaratan administratif dan sketsa peta areal kerja yang dimohon berkoordinasi dengan Balai 9
Pemantapan Kawasan Hutan. Proses selanjutnya Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi memberikan pertimbangan teknis kepada Bupati. Atas dasar pertimbangan teknis Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi dan hasil verifikasi Kepala Desa, selanjutnya Bupati menerbitkan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman rakyat. Tahapan pemberian izin tersebut terkesan panjang rentang kendalinya bahkan dalam hal verifikasi terjadi duplikasi antara yang dilakukan Kepala Desa dengan yang dilakukan Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi. Demikian juga dalam hal persyaratan permohonan yang terkait dengan pembuatan sketsa areal, yang mana prosesnya harus difasilitasi penyuluh atau pejabat yang ditunjuk. Sketsa areal kerja tersebut diverifikasi oleh Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi dan Balai Pemantapan Kawasan Hutan. A.5. Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan Hutan kemasyarakatan dimaksudkan untuk pengembangan kapasitas dan pemberian akses kepada masyarakat setempat untuk mengelola hutan secara lestari guna menjamin ketersediaan lapangan kerja bagi masyarakat setempat. Dengan lain perkataan bahwa kebijakan hutan kemasyarakatan adalah kebijakan yang ditujukan untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat lokal melalui pemberian akses untuk mengelola hutan negara sesuai prinsip pengelolaan hutan secara lestari. Bentuk pemberian akses kepada masyarakat tersebut dalam bentuk pemberian izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan. Pemberian izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan diatur berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan yang disempurnakan dengan P.18/Menhut-II/2009 dan yang terakhir dengan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.13/Menhut-II/2010. Hingga saat ini tercatat areal yang telah ditetapkan sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan seluas 172.214,36 ha, dan yang telah diberikan IUPHKm secara definitif kepada kelompok masyarakat seluas 35.130,55 ha. Hingga pertengahan tahun 2011 terdapat kawasan hutan seluas 276.185,02 ha yang sedang dalam proses verifikasi untuk ditetapkan sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan, dan seluas 102.503,94 ha telah selesai diverifikasi untuk ditetapkan sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan oleh Menteri Kehutanan. A.5.1. Tahapan Penetapan Areal Kerja Penetapan areal kerja hutan kemasyarakatan didahului dengan peran pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Upaya yang dilakukan pemerintah melalui Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai melakukan koordinasi dengan UPT Kementerian 10
Kehutanan terkait dan Pemerintah Daerah untuk menentukan calon areal kerja HKm dan memfasilitasi masyarakat setempat untuk membuat permohonan. Proses berikutnya, masyarakat setempat dengan melampirkan peta skala 1 : 50.000 dan deskripsi wilayah mengajukan permohonan kepada Bupati/Walikota, untuk selanjutnya oleh Bupati/Walikota diusulkan kepada Menteri Kehutanan. Tahapan berikutnya Menteri Kehutanan menugaskan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial untuk melakukan verifikasi terhadap usulan Bupati/Walikota. Verifikasi dilakukan oleh Tim yang dibentuk Direktur Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial, untuk melakukan pencermatan kepastian lahan bebas dari segala hak/izin serta kesesuaian dengan fungsi kawasan. Berdasarkan hasil verifikasi, Tim dapat menolak atau menerima seluruh atau sebagian usulan penetapan areal kerja hutan kemasyarakatan. Apabila ditolak maka Tim membuat surat penolakan yang ditujukan kepada Bupati/Walikota. Apabila hasil verifikasi diterima, maka diproses lebih lanjut guna ditetapkan sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan oleh Menteri Kehutanan. Hasil penetapan areal kerja tersebut disampaikan kepada Bupati/Walikota, dan selanjutnya Bupati/Walikota menerbitkan Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan kepada pemohon. A.5.2. Tahapan Pemberian Izin Berdasarkan Areal Kerja Hutan Kemasyarakatan yang telah ditetapkan oleh Menteri, maka Bupati menerbitkan izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan kepada kelompok masyarakat yang mengajukan tersebut. Apabila telah mendapatkan izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan, pemegang izin usaha telah memperoleh kepastian akan areal kerjanya, akan tetapi pemegang izin belum dapat memanfaatkan hasil hutan berupa kayu, yang dapat dimanfaatkan hanyalah hasil tanaman sela (tumpangsari), serta kegiatan penanaman terhadap areal kerjanya. Apabila pemegang izin usaha akan memanfaatkan kayunya, maka pemegang izin usaha harus mengajukan izin pemanfaatan hasil hutan kayu hutan kemasyarakatan. Situasi seperti ini terkesan bahwa upaya untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat terkendala dengan peraturan yang ada (Peraturan Pemerintah No. 6/2007), disisi lain pemberian izin pemanfaatan hasil hutan kayu yang diperuntukkan bagi pelaku usaha menengah keatas cukup dengan 1 (satu) tahapan izin dan sudah bisa langsung memanfaatkan kayunya.
11
A.6. Izin Pengelolaan Hutan Desa Pemberian izin pengelolaan hutan desa diatur berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.49/Menhut-II/2008 tentang Hutan Desa yang disempurnakan dengan P.14/Menhut-II/2010. Proses pemberian izin pengelolaan hutan desa sama dengan proses pemberian izin usaha pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan, yaitu melalui 2 (dua) tahapan proses, yaitu tahapan pencadangan areal oleh Menteri Kehutanan dan tahapan pemberian izin yang diterbitkan oleh Gubernur. Yang membedakan dengan hutan kemasyarakatan adalah bentuk izinnya, yang mana untuk hutan desa adalah hak pengelolaan hutan desa yang diberikan kepada lembaga desa. Proses untuk untuk pemanfaatan kayunya dilakukan dalam 2 (dua) tahap perijinan seperti halnya hutan pada hutan kemasyarakatan. A.6.1. Tahapan Penetapan Areal Kerja Pengembangan kegiatan hutan desa dilandasi oleh upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Upaya yang dilakukan pemerintah yang dilakukan oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang berkoordinasi dengan UPT Kementerian Kehutanan terkait dan Pemerintah Daerah untuk menentukan calon areal kerja hutan desa dan memfasilitasi masyarakat setempat untuk membuat permohonan. Proses berikutnya, masyarakat setempat mengajukan permohonan kepada Bupati/Walikota dengan dilampiri peta skala 1 : 50.000 dan deskripsi wilayah. Selanjutnya Bupati/Walikota mengusulkan permohonan tersebut kepada Menteri Kehutanan. Tahapan berikutnya, Menteri Kehutanan menugaskan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial untuk melakukan verifikasi terhadap usulan Bupati/Walikota. Verifikasi dilakukan oleh Tim yang dibentuk oleh Direktur Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial, untuk melakukan pencermatan kepastian bahwa areal yang dimohon bukan merupakan areal yang telah dibebani hak/izin, serta kesesuaian tujuan permohonan tersebut dengan fungsi kawasan. Berdasarkan hasil verifikasi tersebut, Tim dapat menolak atau menerima seluruh atau sebagian usulan penetapan areal kerja hutan desa. Apabila ditolak, maka Tim membuat surat penolakan yang ditujukan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Gubernur. Apabila hasil verifikasi diterima, maka permohonan tersebut diproses lebih lanjut guna penetapan areal kerja hutan desa oleh Menteri Kehutanan. Hasil penetapan areal kerja tersebut disampaikan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota guna diterbitkan Hak Pengelolaan Hutan Desa kepada pemohon.
12
A.6.2. Tahapan Pemberian Izin Lembaga Desa mengajukan permohonan Hak Pengelolaan Hutan Desa kepada Gubernur melalui Bupati/Walikota dengan melampirkan persyaratan : 1. Peraturan desa tentang penetapan lembaga desa; 2.
Surat pernyataan dari Kepala Desa yang diketahui Camat bahwa areal yang dimohon termasuk kedalam wilayah administrasi desa yang bersangkutan;
3.
Luas areal kerja yang dimohon;
4.
Rencana kegiatan dan bidang usaha lembaga desa.
Bupati/Walikota meneruskan permohonan Hak Pengelolaan Hutan Desa ke Gubernur dengan melampirkan surat rekomendasi yang menerangkan bahwa Lembaga Desa yang bersangkutan telah: (a) Mendapatkan fasilitasi; (b) Siap mengelola hutan desa; (c) Areal kerjanya telah ditetapkan oleh Menteri Kehutanan. Proses selanjutnya Gubernur melakukan verifikasi atas permohonan yang dikirimkan oleh Bupati/Walikota. Terhadap hasil yang tidak memenuhi syarat, Gubernur menyampaikan surat pemberitahuan kepada pemohon untuk melengkapi persyaratan. Terhadap verifikasi yang memenuhi syarat, Gubernur menerbitkan hak pengelolaan hutan desa dalam bentuk Surat Keputusan Pemberian Hak Pengelolaan Hutan Desa, dengan tembusan kepada Menteri Kehutanan dan Bupati/Walikota yang bersangkutan. A.7. Izin Masuk Kawasan Konservasi Salah satu layanan publik yang disediakan oleh Kementerian Kehutanan kepada masyarakat adalah memberikan izin masuk kawasan konservasi (kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, dan taman buru), disingkat Simaksi. Jenis kegiatan masuk kawasan konservasi meliputi kegiatan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan dan pendidikan, pembuatan film, pembuatan foto, ekspedisi, dan jurnalistik. Tata cara memasuki kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, dan taman buru diatur berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Izin untuk kegiatan memasuki kawasan konservasi bagi warga negara asing dengan tujuan lokasi yang berada didalam wilayah kerja 2 (dua) Unit Pelaksana Teknis (UPT) atau lebih diterbitkan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal PHKA. Izin untuk memasuki kawasan konservasi bagi warga negara Indonesia, dan bagi warga negara asing dengan tujuan lokasi yang berada didalam wilayah kerja 1 (satu) UPT diterbitkan oleh Kepala UPT yang bersangkutan (UPT Konservasi Sumber Daya Alam/ Taman Nasional). 13
A.8. Izin Pengusahaan Pariwisata Alam Proses pemberian perizinan pengusahaan pariwisata alam diatur dengan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.48/Menhut-II/2010. Secara normatif waktu yang diperlukan untuk menerbitkan Izin Pengusahaan Pariwisata Alam adalah sekitar 60 hari kerja, yang prosesnya diawali dengan permohonan dari pemohon kepada Menteri Kehutanan. Atas permohonan tersebut, Menteri menugaskan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam untuk melakukan penilaian teknis maupun administratif. Apabila hasil penilaian tersebut dapat diterima maka proses permohonan dilanjutkan, sedangkan bila hasil penilaiannya berupa tidak memenuhi persyaratan maka permohonan tersebut dikembalikan lagi kepada pemohon. Berdasarkan hasil penilaian, selanjutnya Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam memberikan pertimbangan teknis kepada Menteri Kehutanan. Proses berikutnya berdasarkan pertimbangan teknis tersebut Menteri Kehutanan menerbitkan izin prinsip. Setelah izin prinsip diterbitkan, selanjutnya Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam menerbitkan SPP-IUPJSWA (Surat perintah bayar IUPJSWA) kepada pemohon. Setelah melunasi IUPJSWA, maka Menteri kehutanan akan menerbitkan izin definitif Pengusahaan Pariwisata Alam. Namun apabila dalam waktu 1 (satu) tahun pemohon tidak memenuhi kewajiban membayar SPP IUPJSWA, maka persetujuan prinsip akan dibatalkan. Pemanfaatan jasa lingkungan utamanya difokuskan pada 50 Taman Nasional. Hal ini sejalan dengan implementasi 6 program prioritas Kementerian Kehutanan tahun 2010-2014. Taman Nasional selain sebagai habitat keanekaragaman hayati, juga pada umumnya merupakan wilayah yang memberikan pengaruh besar terhadap tata air, yang tentunya diharapkan dapat memberikan manfaat yang optimal terhadap perekonomian secara berkelanjutan. Potensi permintaan pasar terhadap jasa lingkungan hutan sangat tinggi, sebagai contoh adalah permintaan terhadap penyimpanan dan penyerapan karbon sebesar 8.200 juta ton CO2 dengan nilai sebesar US $ 8.400 milyar. Total nilai ekonomi Taman Nasional dari potensi pemanfaatan jasa lingkungan adalah Rp. 596,5 trilyun/tahun dengan potensi PNBP sebesar Rp. 7,9 trilyun/tahun. Untuk mewujudkan target penerimaan PNBP tersebut diperlukan investasi total sebesar Rp. 26 trilyun/tahun baik dari pemerintah maupun swasta, penyediaan tenaga profesional sebanyak 21.917 orang untuk 19 TN Mandiri, serta 2.319 orang untuk 31 TN yang dikelola dengan skenario business as usual. Disamping itu, dibutuhkan dana tambahan dari APBN untuk pengelolaan Taman Nasional sebesar Rp. 7,5 trilyun/tahun. Untuk itu, Kementerian Kehutanan telah membuka 14
kesempatan pemanfaatan jasa lingkungan di kawasan konservasi baik di kawasan pelestarian alam (KPA) maupun di kawasan suaka alam (KSA), melalui revisi PP 68 tahun 1998 menjadi PP 28 tahun 2011 tentang KSA dan KPA. Pemanfaatan jasa lingkungan tersebut antara lain adalah pemanfaatan jasa lingkungan air (massa, panas, energi), geotermal, dan karbon. A.9. Izin Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar Pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar dapat dilakukan dalam bentuk pengkajian, penelitian dan pengembangan, penangkaran, perdagangan, peragaan, pertukaran, budidaya tanaman obat-obatan, pemeliharaan untuk kesenangan, dan perburuan (PP No. 8 Tahun 1999 pasal 3). Kebijakan pemanfaatan spesies tumbuhan dan satwa liar lebih ditekankan pada upaya konservasi ex-situ. Konservasi ex-situ merupakan pengelolaan keanekaragaman hayati di luar habitat alamnya untuk mendukung konservasi in-situ. Bagi jenis-jenis yang telah terancam punah, maka konservasi ex-situ sangat diperlukan sebagai pembantu untuk memulihkan populasi dengan reintroduksi hasil penangkaran ke habitat alaminya. Untuk konservasi tumbuhan, di beberapa tempat telah dilakukan upaya pengkayaan tanaman (enrichment planting). Selain itu, upaya penangkaran untuk jenis-jenis langka yang permintaannya tinggi, maka konservasi ex-situ ditujukan bagi pemenuhan kebutuhan pasar disamping sebagai penyangga agar tekanan terhadap populasi di alam dapat dikurangi. Dalam kaitan dengan tujuan tersebut, Kementerian Kehutanan mempunyai misi untuk menyelamatkan sumberdaya alam tersebut agar tidak punah, sehingga pemangku kepentingan (stakesholders) lainnya, baik pemerintah maupun dunia usaha dan organisasi non pemerintah dapat mengembangkannya untuk berbagai kepentingan bagi kesejahteraan masyarakat. Sejalan dengan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, dan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, konservasi ex-situ dilakukan dalam bentuk pengembangbiakan jenis di luar habitat alami antara lain melalui kegiatan penangkaran dan budidaya tumbuhan obat, dan pengembangbiakan di lembaga-lembaga konservasi. Saat ini telah tercatat 323 unit penangkaran dan 48 unit lembaga konservasi. Dalam Rencana Strategis Ditjen PHKA 2010 – 2014, kegiatan penangkaran dan pemanfaatan TSL diharapkan meningkat sebanyak 5%. Kenaikan 5% itu diterjemahkan sebagai peningkatan jumlah unit penangkaran dan jenis yang ditangkarkan, jumlah unit lembaga konservasi, jumlah unit pengelolaan perburuan, dan jumlah unit pengedar tumbuhan dan satwa liar sebesar masing-masing 5%, yang pada gilirannya berimplikasi pada peningkatan perolehan devisa negara.
15
Pengembangan sistem basis data lembaga konservasi dalam rangka tertib administrasi dan kemudahan pengawasan keberadaan fisik satwa liar di Lembaga Konservasi termasuk pengenalan program International Species Inventory System (ISIS program) juga tengah dilakukan, serta penetapan 20 (dua puluh) orang studbook keeper nasional untuk spesies terancam punah prioritas (14 spesies) yang akan ditingkatkan populasinya. Selain kegiatan pemberian perizinan-perizinan tersebut, terdapat bentuk pelayanan publik lainnya yang diterbitkan oleh Kementerian Kehutanan seperti pengesahan rencana karya usaha pemanfaatan hasil hutan, penerbitan izin usaha industri pengolahan hasil hutan, perizinan angkut tumbuhan dan satwa liar, perizinan di bidang perbenihan tanaman hutan, dan perizinan yang berkaitan dengan penangkaran tumbuhan dan satwa liar. Dari keseluruhan pelayanan publik yang diterbitkan oleh Kementerian Kehutanan, secara keseluruhan masih dilakukan dengan menggunakan paradigma tradisional yang mana prosesnya terkesan berbelit-belit dan rantainya panjang. Situasi seperti ini diakibatkan masih rendahnya kualitas aparatur penyelenggara pelayanan publik terhadap makna pelayanan publik itu sendiri. Prinsip pelayanan publik yang dilaksanakan oleh Kementerian Kehutanan belum sepenuhnya merujuk kepada prinsip-prinsip kesederhanaan, kejelasan, kepastian waktu, akurasi, dan keamanan, serta belum didukung oleh sarana prasarana pelayanan publik yang memadai. Makna pengaturan pelayanan publik di lingkungan Kementerian Kehutanan pada dasarnya adalah untuk menjamin agar distribusi manfaat sumberdaya hutan teralokasikan kepada masyarakat secara berkeadilan. Makna tersebut tentunya akan berimplikasi kepada harus diterapkannya prinsip better service dan memenuhi persyaratan Good Governance dalam pelayanan publik di lingkungan Kementerian Kehutanan. B. Tugas Umum Pemerintahan Disamping tugas yang berkaitan dengan pelayanan publik dalam bentuk perizinan-perizinan, Kementerian Kehutanan memiliki tugas pembangunan dalam rangka meningkatkan kualitas dan fungsi hutan, serta kualitas daerah aliran sungai agar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat. Permasalahan pokok di dalam melaksanakan tugas umum pemerintahan adalah yang berkaitan dengan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang diindikasikan dari opini atas laporan keuangan. Sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2008, laporan keuangan Kementerian Kehutanan mendapatkan opini Disclaimer, namun pada tahun 2009 dan 2010 Laporan Keuangan Kementerian Kehutanan telah memperoleh predikat Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
16
Persoalan dalam pelaksanaan APBN adalah karena sistem informasi manajemen akuntansi Kementerian Kehutanan yang terkait dengan barang milik negara, belum sepenuhnya dipahami. C. Persoalan yang dihadapi Dari gambaran tersebut maka persoalan mendasar dalam birokrasi di Kementerian Kehutanan adalah pelayanan publik maupun pelayanan umum belum dilakukan secara optimal. Situasi ini diindikasikan dengan berkurangnya investasi dalam usaha bidang kehutanan, serta menurunnya kualitas hutan. Persoalan tersebut dipicu oleh kelembagaan yang belum tepat antara ukuran dengan fungsi, sistem ketatalaksanaan dalam bidang layanan publik maupun layanan umum yang belum optimal, sumberdaya manusia yang rendah kompetensinya, dan sistem reward/punishment yang belum diimplementasikan secara konsekuen, merupakan faktor pendorong terjadinya praktek birokrasi yang tidak sesuai prinsip-prinsip good governance. D. Langkah-langkah Pembenahan Untuk mengatasi persoalan birokrasi Kementerian Kehutanan, akan dilakukan pembenahan secara sistimatik, sistemik, terintegrasi dan berkesinambungan, meliputi 8 (delapan) area perubahan, yaitu: D.1. Penataan Organisasi Organisasi diarahkan meningkatnya efektivitas dan efisiensi pelaksanaan tugas dan fungsi dan terhindarkannya duplikasi tugas dan fungsi yang dapat mendorong percepatan reformasi birokrasi. Indikator kinerja kegiatan adalah tersedianya peta tugas dan fungsi unit kerja yang tepat fungsi dan tepat ukuran (right sizing), dan terbentuknya unit organisasi yang menangani pelayanan perizinan secara online. Penataan organisasi dilakukan dengan cara penataan tugas, yang meliputi penataan tugas yang berkaitan dengan penanganan konflik tenurial, penanganan sertikasi produk hasil hutan (lincencing information unit), serta peningkatan peran dan fungsi Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional sebagai regional planner, penerapan regional planning, dan sebagai fasilitator dalam rangka harmonisasi pelaksanaan tugas antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Penataan organisasi juga dilakukan dengan menata kembali sistem sarana dan peralatan Kehutanan, sehingga akan terintegrasi antara tugas teknis operasional dengan sarana dan peralatan. Pembentukan Pusat Sarana dan Peralatan Kehutanan adalah salah satu upaya meng-integrasikan kegiatan operasi kehutanan dengan sarana dan peralatan. Juga akan dibangun kelembagaan procurement yang berbasis elektronik.
17
Disamping melakukan penataan organisasi, juga akan dilakukan penguatan organisasi dalam bentuk perubahan budaya kerja organisasi yang menerapkan learning organization. D.2. Penataan Ketatalaksanaan Penataan ketatalaksanaan (business process) adalah kegiatan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem, proses, dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien dan terukur. Proses perbaikan dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas manajemen pemerintahan sehingga meningkatkan daya saing usaha bidang kehutanan dalam pasar global. Proses perbaikan ketatalaksanaan dilakukan dengan 2 (dua) tingkatan, yaitu proses inti (core process), dan proses pendukung (supporting process). Kriteria proses inti adalah sebagai berikut : (1) Berperan langsung dalam memenuhi kebutuhan pengguna; (2) berpengaruh terhadap keberhasilan organisasi; dan (3) memberikan respon dan memenuhi kebutuhan pengguna. Proses pendukung (supporting process) adalah : (1) memenuhi kebutuhan pengguna internal, para pelaku, atau fungsi di proses inti; (2) tidak memiliki kaitan langsung dengan nilai manfaat organisasi. Perbaikan ketatalaksanaan didasarkan kepada hasil evaluasi atas tata laksana yang telah diimplementasikan, dan berbagai masukan dari pemangku kepentingan. Sedangkan tujuan dari perbaikan ketatalaksanaan adalah sebagai berikut : (1) penurunan biaya transaksi; (2) peningkatan kualitas output; (3) peningkatan kualitas layanan publik; dan (4) peningkatan kecepatan delivery. Substansi kegiatan yang menjadi target proses inti (core process) penataan ketatalaksanaan adalah berbagai jenis peraturan yang berkaitan dengan pelayanan publik di bidang kehutanan, seperti pemberian izin pinjam pakai kawasan hutan, izin pelepasan kawasan hutan, izin pemanfaatan hasil hutan kayu, sampai kepada perizinan masuk kawasan konservasi. Penggunaan teknologi informasi dalam proses penyelenggaraan manajemen pemerintahan merupakan kondisi yang diyakini dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses manajemen pemerintahan sehingga kinerjanya meningkat. Target yang ingin dicapai dari penataan ketatalaksanaan adalah: 1. 2.
Meningkatnya penggunaan teknologi informasi dalam proses penyelenggaraan manajemen kementerian. Meningkatnya efisiensi dan efektivitas proses manajemen kementerian.
18
D.3. Penataan Peraturan Perundang-undangan Undang-undang yang menjadi landasan kerja Kementerian Kehutanan yang utamanya adalah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta Undangundang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Pelaksanaan kedua undang-undang tersebut belum sepenuhnya efektif karena peraturan pelaksanaannya yang merupakan turunan dari kedua undang-undang tersebut belum sepenuhnya tersedia. Peraturan pelaksanaan yang tersedia baru kurang lebih 50% dari seharusnya. Penyelesaian peraturan pelaksanaan dari kedua undang-undang tersebut menjadi salah satu target dalam upaya reformasi birokrasi jangka panjang. Harmonisasi antara UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dengan UU No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi, dan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, akan terus dilakukan. Juga meningkatkan harmonisasi peraturan dengan karbon hutan, akan terus dilakukan. Melalui kegiatan penataan peraturan perundang-undangan, diharapkan tercipta kondisi yang ideal, tidak tumpang tindih, serta harmonis satu sama lain. Indikator kinerja pencapaiannya diukur dari 3 (tiga) unsur, yaitu : (1) teridentifikasinya peraturan perundang-undangan; (2) teridentifikasinya peraturan perundang-undangan yang tidak harmonis; (3) teridentifikasinya peraturan perundang-undangan yang terimplementasikan. D.4. Penataan Sumberdaya Manusia Aparatur Sumberdaya Manusia di Kementerian Kehutanan diarahkan pada pengembangan aparatur yang berbasis kompetensi sehingga Kementerian Kehutanan ke depan akan memiliki aparatur yang profesional, berintegritas dan bertanggung jawab dan berorientasi melayani masyarakat. Sistem rekrutmen secara transparan dan penerapan sistem reward and punishment secara konsekuen dan konsisten menjadi prasyarat utama dalam mensukseskan reformasi birokrasi. Keseimbangan distribusi baik dari aspek kuantitas maupun kualitas aparatur.Target yang ingin dicapai adalah: 1. 2. 3. 4.
Meningkatnya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan Sumberdaaya Manusia Aparatur. Meningkatnya disiplin Sumberdaya Manusia Aparatur. Meningkatnya efektivitas manajemen Sumberdaya Manusia Aparatur. Meningkatnya profesionalisme Sumberdaya Manusia Aparatur.
Indikator kinerja penataan sumberdaya manusia adalah : (1) terbangunnya sistem rekrutmen yang terbuka, transparan, akuntabel dan berbasis kompetensi; (2) tersedianya uraian dan peringkat jabatan; (3) 19
tersedianya dokumen standar kompetensi jabatan; (4) tersedianya peta profil kompetensi individu; (5) tersedianya indikator kinerja individu yang terukur; (6) tersedianya data pegawai yang mutakhir dan akurat. D.5. Penguatan Pengawasan Guna meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, strategi yang dikembangkan adalah menerapkan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah di semua unit organisasi secara konsisten dan konsekuen. Acuan dalam mengembangkan Sistem Pengendalian Internal ini adalan Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Melalui peningkatan pengawasan, diharapkan kepatuhan terhadap pengelolaan keuangan negara menjadi lebih baik, sehingga efektivitas pembangunan dapat lebih optimal, dan opini BPK – RI terhadap laporan keuangan Kementerian Kehutanan Tahun 2011 menjadi wajar tanpa pengecualiaan (WTP). Hal-hal yang ingin dicapai dari program ini adalah: 1. Meningkatnya kepatuhan terhadap pengelolaan keuangan negara. 2. Meningkatnya efektivitas pengelolaan keuangan negara. 3. Meningkatnya status opini BPK atas laporan keuangan. 4. Menurunnya tingkat penyalahgunaan wewenang. D.6. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Pelayanan publik di Kementerian Kehutanan yang saat ini masih belum memuaskan masyarakat. Melalui reformasi birokrasi, diharapkan kualitas pelayanan publik menjadi lebih baik, lebih cepat, lebih murah, lebih mudah, dan aman. Standardisasi pelayanan di semua unit organisasi dengan standar internasional merupakan langkah yang akan mendorong perbaikan pelayanan publik.Indikator lainnya meningkatkan kepuasan masyarakat atas layanan yang diberikan oleh Kementerian Kehutanan, sehingga terjadinya peningkatan investasi di bidang kehutanan. Indikator kinerja kegiatan ini adalah : (1) terimplementasinya penggunaan standar pelayanan dalam pelayanan publik; (2) terimplementasinya penggunaan SPM; (3) peningkatan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik. D.7. Peningkatan Akuntabilitas Perbaikan akuntabilitas diarahkan untuk berjalannya sistem akuntabilitas kinerja organisasi yang efektif sampai kepada unit organisasi terkecil (SATKER). Indikator kinerja dari kegiatan ini adalah : (1) peningkatan kualitas perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan laporan akuntabilitas kinerja sampai unit organisasi yang terkecil; (2) terbangunnya sistem perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan yang mampu mendorong tercapainya kinerja organisasi yang terukur sampai kepada unit 20
kerja terkecil; (3) tersusunnya Indikator Kinerja Utama (IKU) sampai unit organisasi terkecil. D.8. Pola Pikir dan Budaya Kerja Manajemen perubahan bertujuan untuk melakukan perubahan secara sistematis, konsekuen, dan berkelanjutan dari sistem dan mekanisme kerja organisasi serta pola pikir dan budaya kerja baik individu maupun unit kerja, sehingga tujuan dan sasaran reformasi birokrasi dapat dicapai dengan baik. Terdapat dua hal yang sangat penting dalam pelaksanaan reformasi birokrasi, yaitu: 1.
Meningkatnya komitmen pimpinan dan semua pegawai dalam melakukan reformasi birokrasi.
2.
Terjadinya perubahan pola pikir dan budaya kerja ke arah yang lebih baik.
Budaya kerja inovatif, produktif, efisien dan efektif akan menunjang peningkatan capaian kinerja organisasi Kementerian Kehutanan pada era globalisasi yang harus diisi dengan berbagai inovasi. Perubahan budaya dari pola paternalistik kepada pola inovatif, tentunya memerlukan perubahan paradigma dari segenap unsur organisasi.
21
III.
KONSOLIDASI RENCANA AKSI PROGRAM DAN KEGIATAN REFORMASI BIROKRASI
Program reformasi birokrasi di Kementerian Kehutanan merupakan bagian dari reformasi birokrasi nasional. Pelaksanaan reformasi birokrasi Kementerian Kehutanan menyangkut aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (administration process), dan peningkatan manajemen sumber daya manusia (sdm), dalam rangka membangun dan atau membentuk birokrasi yang bersih, birokrasi yang efisien, efektif dan produktif, birokrasi yang transparan dan birokrasi yang melayani masyarakat, serta birokrasi yang akuntabel. Hal tersebut di atas terutama didasarkan pada kesadaran, bahwa birokrasi Kementerian Kehutanan yang ada sekarang ini masih memerlukan pembenahan, untuk mengubah persepsi masyarakat yang negatif terhadap kinerja Kementerian Kehutanan. Mengubah persepsi negatif di mata masyarakat memerlukan suatu pendekatan yang sistematis, konseptual, dan visioner, serta kerjasama yang baik antara sesama instansi pemerintah, sebagai wujud keinginan bersama untuk melakukan perubahan dari paradigma yang berorientasi pada kekuasaan, menuju paradigma yang berorientasi pada pelayanan publik yang dapat memuaskan masyarakat. Reformasi birokrasi sebagai upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan di Kementerian Kehutanan sudah dilakukan sejak 2000, namun secara terencana dan sistimatis dimulai sejak tahun 2010. Beberapa capaian dan rencana reformasi tersebut adalah sebagai berikut: A.
Pencapaian Reformasi Birokrasi
Reformasi birokrasi di Kementerian Kehutanan sudah dimulai sejak tahun 2000, tetapi secara sistematis dan terencana telah dimulai terhitung sejak tahun 2010. Sampai dengan Bulan September 2011, capaian pelaksanaan reformasi birokrasi Kementerian Kehutanan periode 2011 – 2025 adalah sebagai berikut: A.1. Capaian Rencana Quick Wins Dari keempat agenda quick wins Kementerian Kehutanan yang telah ditetapkan, capaian sampai dengan September 2011 sebagaimana tertuang dalam Tabel 1 dibawah ini. Tabel 1. Capaian Rencana Quick Wins s/d September 2011. Quick Wins
1. Penataan Sistem
Informasi Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan
Capaian Persen
Produk
80 %
• P.50/MenhutII/2010
Dampak
• Pemohon puas • Ada kejelasan waktu • Efisien – dapat dipantau dr 22
Quick Wins
Capaian Persen
Produk
Alam 2. Penataan Sistem
Informasi Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman
Dampak
website • Profesional 80 %
• P 50/MenhutII/2010 • Proses izin paling lama 226 hari
• Pemohon puas • Ada kejelasan waktu • Efisien – dapat dipantau dr website • Profesional
3. Penataan Sistem
Informasi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Dengan Kompensasi Membayar PNBP Penggunaan Kawasan Hutan
4. Penataan Sistem
Informasi Pelepasan Kawasan Hutan untuk Budidaya Perkebunan
75 %
• P.18/MenhutII/2011 • Waktu proses sampai terbit izin pinjam pakai untuk eksplorasi 125 hari • Waktu proses sampai terbit izin pinjam pakai Operasi Produksi 215 hari
75 %
• P.33/MenhutII/2010 jo P. 17/MenhutII/2011.jo 44/MenhutII/2011 • Waktu proses sampai dengan terbit pelepasan kawasan hutan
• Kepuasan pemohon meningkat dengan indikasi meningkatnya permohonan • Efisien dan transparan dapat dipantau melalui website • Efektif dengan izin pinjam pakai sekaligus berlaku sebagai izin pemanfaatan kayu, izin masuk dan penggunaan alat • Profesionalisme unit layanan meningkat • Kepuasan pemohon meningkat, • Efisien dan transparan dapat dipantau melalui website • Efektif • Profesionalisme unit layanan meningkat 23
Quick Wins
Capaian Persen
Produk
Dampak
155 hari Secara keseluruhan, capaian penyelesaian rencana kegiatan yang termasuk kedalam quick win ssampai dengan bulan September 2011 telah dicapai 75 % dari target. Capaian tersebut memberikan dampak terhadap beberapa pelayanan publik sebagai berikut: 1.
Penataan Sistem Informasi Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam. Perubahan bisnis proses menjadi Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.20/Menhut-II/2007 jo. P.12/Menhut-II/2008 tentang Tata Cara Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi Melalui Permohonan kepada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.50/Menhut-II/2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Perluasan Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Dalam Hutan Alam, Restorasi Ekosistem, atau IUPHHK Hutan Tanaman Industri pada Hutan Produksi, telah meningkatkan kepastian waktu proses, efisiensi, dan transparansi. Kejelasan waktu proses memacu kepada peningkatan profesionalisme aparatur pelaksana layanan publik izin pemanfaatan hasil hutan kayu hutan alam. Efisiensi dan transparansi, karena pemohon tidak harus datang ke kantor Kementerian Kehutanan tapi cukup dengan memantau dari website. Perbaikan yang sedang dilakukan telah menimbulkan kepuasan di kalangan pemohon izin pemanfaatan hasil hutan kayu hutan alam.
2.
Penataan Sistem Informasi Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman. Perubahan bisnis proses menjadi Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.19/Menhut-II/2007 jo. P.11/Menhut-II/2008 tentang Tata Cara Pemberian Izin dan Perluasan Areal Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri Dalam Hutan Tanaman pada Hutan Produksi kepada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.50/Menhut-II/2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Perluasan Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Dalam Hutan Alam, Restorasi Ekosistem, atau IUPHHK Hutan Tanaman Industri pada Hutan Produksi, telah meningkatkan kepastian waktu proses, efisiensi, dan transparansi. Kejelasan waktu proses memacu kepada peningkatan profesionalisme aparatur pelaksana layanan publik izin pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman. Efisiensi dan transparansi, karena pemohon tidak harus datang ke kantor Kementerian Kehutanan tapi cukup dengan memantau dari website. Perbaikan yang sedang dilakukan telah 24
menimbulkan kepuasan di kalangan pemohon izin pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman. 3.
Penataan Sistem Informasi Izin Pinjam Pakai kawasan hutan dengan kompensasi membayar PNBP Penggunaan Kawasan Hutan. Perubahan bisnis proses dari Peraturan Menteri Kehutanan No. P.43/Menhut-II/2008 kepada Peraturan Menteri Kehutanan No. P.18/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan, telah terjadi peningkatan kepastian waktu proses, dan peningkatan efektivitas izin. Kejelasan waktu proses tersebut memicu kepada peningkatan profesionalisme aparatur pelaksana layanan publik Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Peningkatan efisiensi dan transparansi, yaitu pemohon dapat memantau proses melalui website tanpa harus datang ke kantor Kementerian Kehutanan. Peningkatan efektivitas izin adalah satu buah izin (pinjam pakai kawasan hutan) oleh penerima izin dapat digunakan untuk 3 (tiga) kegiatan yang bersamaan, yaitu pinjam pakai kawasan hutan, pemanfaatan kayu, dan pemasukan dan penggunaan alat berat untuk kegiatan usahanya. Perubahan sistem informasi tersebut memicu kepada peningkatan kepuasan pelanggan dalam hal ini pemohon izin pinjam pakai.
4.
Penataan Sistem Informasi Pelepasan kawasan hutan untuk budidaya perkebunan. Perubahan bisnis proses dari 7 (tujuh) Peraturan Menteri Kehutanan yang terkait dengan proses pelepasan hutan menjadi 1 (satu) buah Peraturan Menteri Kehutanan No. P.33/Menhut-II/2010 jo P.17/Menhut-II/2011 jo P.44/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Pelepasan Kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi, telah terjadi peningkatan kepastian waktu, efektivitas, dan efisiensi proses. Kejelasan waktu proses tersebut memicu kepada peningkatan profesionalisme aparatur pelaksana layanan publik pelepasan kawasan hutan karena setiap aparatur pelaksana memiliki kepastian waktu dalam memproses setiap permohonan. Peningkatan efisiensi dan transparansi, karena pemohon dapat memantau proses tanpa harus datang ke Kementerian Kehutanan cukup dengan melalui website. Perubahan sistem informasi tersebut memicu kepada peningkatan kepuasan pelanggan dalam hal ini permohonan pelepasan kawasan hutan untuk kegiatan budidaya perkebunan.
A.2. Capaian Rencana Jangka Pendek Hingga September 2011 perkembangan pelaksanaan kegiatan reformasi birokrasi Kementerian Kehutanan yang termasuk kedalam rencana jangka pendek adalah sebagai berikut :
25
Tabel 2. Capaian Rencana Jangka Pendek s/d September 2011. Capaian
Sasaran Jangka Pendek Persen
1. Percepatan proses sertifikasi mutu sumber benih dan bibit tanaman hutan
2. Penyempurnaan penetapan areal kerja hutan kemasyarakatan
75 %
100 %
3. Percepatan penetapan areal kerja hutan desa
100 %
4. Penyederhanaan izin usaha industri primer hasil hutan
25 %
5. Penyempurnaan pencadangan areal hutan tanaman rakyat (HTR)
30 %
6. Penataan izin usaha penyediaan jasa dan sarana wisata alam (IUPJSWA) di hutan lindung.
40%
Produk
Dampak
• Permenhut Nomor P 02/VSet/2010. • Waktu dari 15 hari menjadi 7 hari • Revisi Permenhut No. P 37/MenhutII/2009 jo P 18/MenhutII/2009
Tahapan sosialisasi
• Revisi Perdirjen No. P 07/VSet/2009 • Waktu proses 60 hari kerja • Revisi terhadap Permenhut No. 49/MenhutII/2008 • Waktu proses 60 hari kerja • P.9/MenhutII/2010 •
•
P.23/MenhutII/2007 jo. P.5/MenhutII/2008 Waktu proses 7 hari kerja
Draft Permenhut tentang Pedoman kegiatan usaha pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam pada hutan
Telah terjadi peningkatan kesepahaman pemroses dan stakeholders.
Telah terjadi peningkatan kesepahaman para pemroses.
Kesepahaman dengan stakeholders Tahapan pengkajian
• Efisien • Efektif • Kemanfaatan meningkat
26
Capaian
Sasaran Jangka Pendek Persen
Produk
Dampak
lindung 7. Penataan Izin Usaha Penyediaan Jasa dan Sarana Wisata Alam (IUPJSWA) di KSA dan KPA
75%
• PP 26 Tahun 2010 • Permenhut No. P.48/MenhutII/2010
• Efisien • Efektivitas • Kemanfaatan meningkat
• Perdirjen No. P.02/IV-Set/2011 tentang Pedoman Pemberian Tanda Batas Areal Pengusahaan PA • Perdirjen No. P.03/IV-Set/2011 tentang Pedoman Penyusunan Design Tapak Pengelolaan PA • Permenhut pemanfaatan air dan energi air di KSA dan KPA
• Efisien • Efektif • Kemanfaatan meningkat
8. Penataan izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan airdi KSA dan KPA
40%
9. Pengaturan sistem peminjaman jenis satwa liar dilindungi ke luar negeri untuk kepentingan konservasi (conservation loan)
40%
Permenhut tentang • Efisien peminjaman jenis • Efektif satwa liar dilindungi • Kemanfaatan ke luar negeri untuk meningkat kepentingan konservasi (Conservation Loan)
10. Penyederhanaan sistem peragaan tumbuhan dan satwa liar dilindungi
40%
• Efisien • Efektif • Kemanfaatan meningkat
11. Penyempurnaan pengaturan lembaga konservasi
40%
Revisi Permenhut No. P.52/MenhutII/2006 tentang peragaan jenis tumbuhan dan satwa liar dilindungi Revisi Permenhut No. P.53/MenhutII/2006
12. Penyederhanaan
40%
Permenhut tentang
• Efisien
• Efisien • Efektif • Kemanfaatan meningkat
27
Capaian
Sasaran Jangka Pendek Persen
sistem pertukaran jenis tumbuhan atau satwa dilindungi dengan lembaga konservasi di luar negeri
Produk
Dampak
pertukaran jenis tumbuhan atau satwa dilindungi dengan lembaga konservasi di luar negeri
• Efektif • Kemanfaatan meningkat
Secara keseluruhan capaian pelaksanaan kegiatan reformasi birokrasi Kementerian Kehutanan periode jangka pendek berkisar antara 25 – 100 %. Variasi capaian tersebut dikarenakan dalam proses pemberian izin yang diberikan oleh Kementerian Kehutanan selalu terintegrasi dengan seluruh unit eselon I maupun dengan Pemerintah Daerah, sehingga dalam proses pelaksanaannya perlu waktu untuk mendapatkan pemahaman yang sama. A.3. Capaian Rencana Jangka Menengah Capaian hasil perkembangan pelaksanaan rencana jangka menengah kegiatan Reformasi Birokrasi Kementerian Kehutanan adalah sebagaimana tertuang dalam Tabel 3 berikut ini : Tabel 3. Capaian Rencana Jangka Menengah s/d September 2011. Sasaran Jangka Menengah
Capaian Persen
Produk
Dampak
1. Penyederhanaan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan kemasyarakatan
20 %
• Resume Rapat dengan stakeholders • Naskah Akademis RPP Perubahan PP 6/2007
• Analisis permasalahan • Rekomendasi penyelesaian masalah • Naskah akademis • Pemegang izin dapat memanen secara legal • Peraturan tersosialisasi ke stakeholders • Jumlah IUPHHK HKm meningkat
2. Penyederhanaan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada
20 %
• Resume Rapat dengan stakeholders
• Analisis permasalahan • Rekomendasi 28
hutan desa
• Naskah Akademis RPP Perubahan PP 6/2007
penyelesaian masalah • Naskah akademis • Pemegang izin dapat memanen secara legal • Peraturan tersosialisasi ke stakeholders • Jumlah IUPHHKHD meningkat
3. Penataan Izin Usaha Pemanfaatan Jasa dan Lingkungan Geotermal di KSA dan KPA
40%
Permenhut tentang Pemanfaatan Kondisi Lingkungan Geotermal di KSA dan KPA
• Efisien • Efektivitas • Kemanfaatan
4. Percepatan Perizinan Pengambilan atau Penangkapan serta Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar
25%
• Revisi Kepmenhut No.SK.447/M enhut-II/2003
• Efisien • Efektif • Kemanfaatan meningkat
5. Penyusunan mekanisme tata cara perizinan perolehan TSL dilindungi dan atau termasuk Appendix I CITES yang bersumber dari Lembaga Konservasi
25%
• Revisi Kepmenhut No.SK.447/M enhut-II/2003
• Kepastian waktu • Kepastian proses
6. Penyempurnaan sistem penilaian kinerja pegawai
10 %
Konsep penilaian • Prosedur kerja kinerja individu penilaian kinerja individu • Pemahaman persepsi • Kinerja individu pegawai yang lebih terukur
29
Capaian pelaksanaan rencana kerja Reformasi Birokrasi Kementerian Kehutanan jangka menengah baru mencapai rata-rata 12,5%. Hampir semua kegiatan baru memasuki tahap persiapan atau perencanaan. B.
Rencana Reformasi Birokrasi 2011 - 2014
Reformasi Birokrasi Kementerian Kehutanan periode 2011 s/d 2025 merupakan kegiatan yang terus berlanjut, serta akan dilaksanakan melalui 4 (empat) tahap kegiatan, yaitu : 1.
Tahap percepatan (quick wins), September 2011 s/d 2012.
2.
Tahap jangka pendek (short term), September 2011 s/d 2013.
3.
Tahap jangka menengah (medium term), September 2011 s/d 2014.
4.
Tahap jangka panjang (long term), September 2011 s/d 2025.
Salah satu prioritas dalam pelaksanaan reformasi birokrasi Kementerian Kehutanan adalah program percepatan atau quick wins. Program quick wins ini merupakan program yang mengawali proses reformasi birokrasi, yang diharapkan dalam waktu yang singkat dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat (public trust building) terhadap Kementerian Kehutanan. Untuk itu program quick wins harus memiliki daya ungkit (key leverage) yang potensial untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat, berkaitan dengan produk utama dari Kementerian Kehutanan, serta harus bersentuhan langsung dengan kepentingan publik. Sasarannya adalah merubah pola pikir dan budaya kerja serta manajemen Kementerian Kehutanan. Strategi implementasi dari program percepatan adalah: 1.
Menggunakan pendekatan pragmatis.
2.
Kegiatan dilaksanakan oleh para pejabat pengambil keputusan di tingkat pusat sampai dengan tingkat unit pelaksana teknis, dan para pelaksana di lapangan.
3.
Adanya komitmen seluruh pejabat dan semua pegawai.
Program percepatan (Quick Win) akan menjadi prioritas utama dalam agenda reformasi birokrasi Kementerian Kehutanan. Dalam rangka mengubah pola pikir, dan memastikan berjalannya sistem dan terjadinya perubahan menuju good governance, Kementerian Kehutanan juga mengagendakan program-program yang akan dilaksanakan dalam rangkaian reformasi birokrasi, jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. B.1. Program Percepatan (Quick wins) Quick wins merupakan program yang mengawali proses reformasi birokrasi, dan diharapkan dalam waktu yang singkat dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat (public trust building) terhadap Kementerian 30
Kehutanan. Quick wins yang dikembangkan diupayakan agar memiliki daya ungkit (key leverage) yang potensial untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Kementerian Kehutanan. Pemilihan produk layanan (public services) yang akan dijadikan quick wins menjadi sangat krusial, karena harus bersentuhan langsung dengan kepentingan publik. Target dari quick wins adalah melakukan perubahan pola pikir dan budaya kerja serta manajemen aparatur Kementerian Kehutanan. Secara umum kriteria quick wins adalah sebagai berikut : (1) merupakan program reformasi birokrasi; (2) merupakan bagian utama dari peran, tugas, fungsi dan karakteristik; (3) memberikan dampak perubahan yang besar; (4) manfaat perbaikan dan perubahan dapat dirasakan secepatnya. Berdasarkan hasil perumusan dengan stakeholders, telah ditetapkan program quick wins Kementerian Kehutanan adalah sebagai berikut : 1.
Penataan sistem informasi izin pemanfaatan hasil hutan kayu hutan alam.
2.
Penataan sistem informasi izin pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman.
3.
Penataan sistem informasi izin pinjam pakai kawasan hutan dengan kompensasi membayar PNBP Penggunaan Kawasan Hutan.
4.
Penataan sistem informasi pelepasan kawasan hutan untuk budidaya perkebunan.
B.2. Rencana Jangka Pendek Kegiatan reformasi birokrasi Kementerian Kehutanan yang termasuk kedalam rencana jangka pendek adalah sebagai berikut : 1.
Percepatan proses sertifikasi mutu sumber benih dan bibit tanaman hutan.
2.
Percepatan penetapan areal kerja hutan kemasyarakatan.
3.
Percepatan penetapan areal kerja hutan desa.
4.
Penyederhanaan izin usaha industri primer hasil hutan.
5.
Menyempurnakan pencadangan areal hutan tanaman rakyat.
6.
Penataan izin usaha penyediaan jasa dan sarana wisata alam (IUPJSWA) di hutan lindung.
7.
Penataan izin usaha penyediaan jasa dan sarana wisata alam (IUPJSWA) di kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam.
8.
Penataan izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan air di kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam.
31
9.
Pengaturan sistem peminjaman jenis satwa liar dilindungi ke luar negeri untuk kepentingan konservasi (conservation loan).
10. Penyederhanaan sistem peragaan tumbuhan dan satwa liar dilindungi. 11. Penyempurnaan pengaturan lembaga konservasi. 12. Penyederhanaan sistem pertukaran jenis tumbuhan atau satwa dilindungi dengan lembaga konservasi di luar negeri. B.3. Rencana Jangka Menengah Rencana jangka menengah yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Kehutanan mencakup Aspek Kelembagaan, Aspek Ketatalaksanaan dan Aspek SDM Aparatur adalah sebagai berikut : 1.
Penyederhanaan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan kemasyarakatan.
2.
Penyederhanaan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan desa.
3.
Penataan izin usaha pemanfaatan jasa dan lingkungan geotermal di kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam.
4.
Percepatan perizinan pengambilan peredaran tumbuhan dan satwa liar.
5.
Penyusunan mekanisme tata cara perizinan perolehan tsl dilindungi dan atau termasuk appendix I CITES yang bersumber dari lembaga konservasi.
6.
Penyempurnaan sistem penilaian kinerja pegawai.
atau
penangkapan
serta
B.4. Rencana Jangka Panjang Program jangka panjang yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Kehutanan, yaitu aspek-aspek Kelembagaan, Ketatalaksanaan dan Kepegawaian yang menunjang kepada perbaikan birokrasi sampai dengan tahun 2025. C. Kriteria Keberhasilan Secara keseluruhan bahwa kriteria keberhasilan reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Kehutanan, adalah mengacu kepada kriteria yang ditetapkan berdasarkan Peraturan MENPAN dan RB No. 11 Tahun 2011, seperti dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini.
32
Tabel 4. Indikator Keberhasilan Tahun 2011 – 2014.
No. A
Tahapan Kegiatan
Kriteria Keberhasilan
QUICK WINS 1
Penataan Sistem Informasi Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam
• • •
•
2
3
4
B
Penataan Sistem Informasi Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman
•
Penataan Sistem Informasi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Dengan Kompensasi Membayar PNPB Penggunaan Kawasan Hutan
•
• •
• • •
Penataan Sistem Informasi Pelepasan • Kawasan Hutan Untuk Budidaya • Perkebunan •
Waktu pelayanan semakin cepat Transparansi proses Peningkatan tingkat kepuasan dalam pelayanan penerbitan izin Terimplementasinya penerapan standar unit layanan Waktu pelayanan semakin cepat Transparansi proses Terimplementasinya penerapan standar unit layanan Waktu pelayanan tepat waktu Transparansi proses Efektif Terimplementasinya penerapan standar unit layanan Waktu pelayanan tepat waktu Transparansi proses Terimplementasinya penerapan standar unit layanan
JANGKA PENDEK 1
2
Percepatan Proses Sertifikasi Mutu Sumber Benih dan Bibit Tanaman Hutan
Percepatan penetapan areal kerja
• • • • •
Tersedia data hasil analisis permasalahan Rekomendasi penyelesaian masalah Naskah Akademis Waktu proses makin cepat Tersedia data hasil analisis permasalahan 33
No.
Tahapan Kegiatan hutan kemasyarakatan
Kriteria Keberhasilan • •
• • • • 3
Percepatan penetapan areal kerja hutan desa
• • •
• • • • 4
Penyederhanaan izin usaha industri primer hasil hutan
• •
•
5
Menyempurnakan pencadangan
•
Rekomendasi penyelesaian masalah Kesesuaian isi draft akademis dengan permasalahan penetapan areal kerja hutan kemasyarakatan Masukan penyempurnaan draft akademis Proses penetapan areal kerja semakin baik Peraturan diketahui oleh stakeholders Jumlah penetapan AKHKm meningkat Tersedia data hasil analisis permasalahan Rekomendasi penyelesaian masalah Kesesuaian isi draft akademis dengan permasalahan penetapan areal kerja hutan kemasyarakatan Masukan penyempurnaan draft akademis Proses penetapan areal kerja semakin baik Peraturan diketahui oleh stakeholders Jumlah penetapan AKHD meningkat Waktu pelayanan semakin singkat Peningkatan tingkat kepuasan dalam pelayanan penerbitan ijin Terimplementasinya penerapan standar unit layanan Waktu pelayanan semakin cepat 34
No.
Tahapan Kegiatan
Kriteria Keberhasilan
areal hutan tanaman rakyat (HTR)
• •
6.
Penataan sistem informasi izin usaha penyediaan jasa dan sarana dan sarana wisata alam (IUPJSWA) di hutan lindung.
• • • •
Transparansi proses Terimplementasinya penerapan standar unit layanan Pengetahuan SDM Rekomendasi pemanfaatan Naskah Akademis Permenhut
7.
Penataan izin usaha penyediaan jasa wisata alam (IUPJSWA) di kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam
• • • •
Pengetahuan SDM Rekomendasi pemanfaatan Naskah Akademis Permenhut
8.
Penataan izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan air di kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam
• • • •
Pengetahuan SDM Rekomendasi pemanfaatan Naskah Akademis Permenhut
9
Pengaturan izin peminjaman jenis satwa liar dilindungi ke luar negeri untuk kepentingan konservasi (Conservation Loan)
• •
Gap analisis komprehensif Pengkayaan materi dari para pemangku kepentingan Perolehan manfaat bagi negara dalam bentuk inkind (in-kind contribution) untuk konservasi spesies Panduan proses dankepastian waktu proses pelayanan perizinan Pemahaman publik terhadap peraturan perundangan meningkat Adanya feedback konstruktif tentang kepuasan pelanggan dari implementasi kebijakan publik
•
•
•
•
10.
Penyederhanaan sistem peragaan tumbuhan dan satwa liar dilindungi
• •
Gap analisis komprehensif Pengkayaan materi dari para pemangku 35
No.
Tahapan Kegiatan
Kriteria Keberhasilan
• •
•
•
11
Penyempurnaan pengaturan lembaga konservasi
• •
•
•
•
•
12
Penyederhanaan sistem pertukaran jenis tumbuhan atau satwa dilindungi dengan lembaga konservasi di luar negeri
• •
•
•
kepentingan Tertibnya tata niaga pemanfaatan TSL Panduan proses dan kepastian waktu proses pelayanan perizinan Pemahaman publik terhadap peraturan perundangan meningkat Adanya feedback konstruktif tentang kepuasan pelanggan dari implementasi kebijakan publik Gap analisis komprehensif Pengkayaan materi dari para pemangku kepentingan Perolehan manfaat bagi negara dalam bentuk inkind (in-kind contribution) untuk konservasi spesies Panduan proses dan kepastian waktu proses pelayanan perizinan Pemahaman publik terhadap peraturan perundangan meningkat Adanya feed back konstruktif tentang kepuasan pelanggan dari implementasi kebijakan publik Gap analysis komprehensif Pengkayaan materi dari para pemangku kepentingan Perolehan manfaat bagi negara dalam bentuk inkind (in-kind contribution) untuk konservasi spesies Panduan proses dan 36
No.
Tahapan Kegiatan
Kriteria Keberhasilan
•
•
C
kepastian waktu proses pelayanan perizinan Pemahaman publik terhadap peraturan perundangan meningkat Adanya feed back konstruktif tentang kepuasan pelanggan dari implementasi kebijakan publik
JANGKA MENENGAH 1
Penyederhanaan izin pemanfaatan hasil hutan kayu hutan kemasyarakatan
• • • • • •
2
Penyederhanaan izin pemanfaatan hasil hutan kayu hutan desa
• • • • • •
3
Penataan izin usaha pemanfaatan jasa dan lingkungan geotermal di kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam
•
•
• •
Analisis permasalahan Rekomendasi penyelesaian masalah Naskah Akademis Pemegang izin dapat memanen secara legal Peraturan tersosialisasi ke stakeholders Jumlah IUPHHK HKm meningkat Analisis permasalahan Rekomendasi penyelesaian masalah Naskah Akademis Pemegang izin dapat memanen secara legal Peraturan tersosialisasi ke stakeholders Jumlah IUPHHK HD meningkat Tertingkatkannya capacity building/keilmuan pemanfaatan jasling geotermal. Teridentifikasinya potensi dan kelayakan usaha pemanfaatan jasling. Terumuskannya masalah proses pemanfaatan jasling. Draft Permenhut 37
No.
Tahapan Kegiatan
Kriteria Keberhasilan •
•
4.
Percepatan perizinan pengambilan atau penangkapan serta peredaran tumbuhan dan satwa liar
• •
• •
•
•
5.
Penyusunan mekanisme tata cara perizinan perolehan TSL dilindungi dan atau termasuk Appendix I CITES yang bersumber dari Lembaga Konservasi
• •
•
•
•
•
Unit layanan melakukan pelayanan sesuai prosedur kerja Pemegang IUPJG melaksanakan ijin sesuai dengan aturan Gap analisis komprehensif Pengkayaan materi dari para pemangku kepentingan Tertibnya tata niaga pemanfaatan TSL Panduan proses dan kepastian waktu proses pelayanan perizinan Pemahaman publik terhadap peraturan perundangan meningkat Adanya feed back konstruktif tentang kepuasan pelanggan dari implementasi kebijakan publik Gap analisis komprehensif Pengkayaan materi dari para pemangku kepentingan Tertib administrasi legalitas asal usul koleksi TSL di unit Lembaga Konservasi Panduan proses dan kepastian waktu proses pelayanan perizinan Pemahaman publik terhadap peraturan perundangan meningkat Adanya feedback konstruktif tentang kepuasan pelanggan dari implementasi kebijakan publik
38
No. 6
Tahapan Kegiatan Penyempurnaan sistem penilaian kinerja pegawai
Kriteria Keberhasilan •
• •
Prosedur kerja penilaian kinerja individu yang obyektif Adanya pemahaman persepsi Kinerja organisasi efektif
Indikator keberhasilan pada tahun 2025 adalah menghasilkan governance yang berkualitas yang diindikasikan sebagai berikut : 1. Tidak ada korupsi. 2. Tidak ada pelanggaran hukum. 3. APBN telah dilakukan secara baik. 4. Seluruh program diselesaikan dengan baik. 5. Seluruh perizinan selesai dengan cepat dan tepat. 6. Komunikasi dengan publik relatif baik. 7. Penggunaan waktu kerja yang efektif dan produktif. 8. Sistem reward and punishment diterapkan secara konsisten dan berkelanjutan. 9. Hasil pembangunan nyata (pro growth, pro poor, pro job dan pro environment). D.
Agenda Prioritas
Prioritas Reformasi Birokrasi Kementerian Kehutanan adalah seiring dengan sasaran Reformasi Birokrasi Nasional pada tahun 2014, yaitu penguatan birokrasi dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih, dan bebas KKN, meningkatkan kualitas pelayanan publik, serta meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi. Prioritas pertama adalah penguatan birokrasi diutamakan untuk mewujudkan peningkatan kualitas pelayanan publik yang menjadi tuntutan stakeholders. Prioritas kedua adalah penguatan birokrasi dalam rangka meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas birokrasi. Sedangkan prioritas yang ketiga penguatan birokrasi dalam rangka pemerintahan yang bersih, dan bebas KKN.
39
D.1. Agenda Prioritas 1 adalah peningkatan kualitas pelayanan publik, penguatan organisasi dan ketatalaksanaan Unsur-unsur untuk menerapkan agenda prioritas pertama, meliputi area-area Pelayanan Publik, Penataan Ketatalaksanaan, dan Penguatan Organisasi. Adapun tahapan kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1.
Pelaksanaan Quick Wins Reformasi Birokrasi Kementerian Kehutanan yang mana sistem informasi perizinan telah berjalan pada tahun 2012. Adapun yang dilaksanakan pada tahapan ini adalah melakukan penataan sistem pemberian perizinan secara elektronik untuk 4 (empat) bidang usaha, yaitu : (a) izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan alam; (b) izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman; (c) izin pinjam pakai kawasan hutan dengan kompensasi membayar PNBP penggunaan kawasan hutan; dan (d) pelepasan kawasan hutan untuk kegiatan budidaya perkebunan.
2.
Persiapan Pelaksanaan Rencana Jangka Pendek, berupa perumusan konsep peraturan yang berkaitan dengan bidang-bidang pelayanan publik sebagaimana tercantum dalam rencana jangka pendek, yaitu : (a) percepatan proses sertifikasi mutu sumber benih dan bibit tanaman hutan; (b) percepatan penetapan areal kerja hutan kemasyarakatan; (c) percepatan penetapan areal kerja hutan desa; (d) penyederhanaan izin usaha industri primer hasil hutan; (e) menyempurnakan pencadangan areal hutan tanaman rakyat; (f) penataan izin usaha penyediaan jasa dan sarana wisata alam (IUPJSWA) di hutan lindung; (g) penataan izin usaha penyediaan jasa dan sarana wisata alam (IUPJSWA) di kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam; (h) penataan izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan air di kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam; (i) pengaturan sistem peminjaman jenis satwa liar dilindungi ke luar negeri untuk kepentingan konservasi (conservation loan); (j) penyederhanaan sistem peragaan tumbuhan dan satwa liar dilindungi; (k) penyempurnaan pengaturan lembaga konservasi; dan (l) penyederhanaan sistem pertukaran jenis tumbuhan atau satwa dilindungi dengan lembaga konservasi di luar negeri.
3.
Penataan Organisasi, dimulai dengan melakukan penataan tugas pada unit-unit organisasi di lingkungan Sekretariat Jenderal, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan, dan Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Kehutanan, termasuk pembentukan Lembaga Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik (LPSE). Penataan organisasi tersebut diharapkan akan terselesaikan pada tahun 2012.
4.
Penataan Ketatalaksanaan, dimulai pada tahun 2011 dengan mengintroduksi sistem pelayanan publik secara elektronik yang meliputi sistem informasi perizinan, pengadaan barang dan jasa secara elektronik, serta sistem informasi verifikasi legalilitas kayu (lincencing information units). Penataan sistem ini diharapkan selesai pada bulan September 2012.
40
5.
Penyiapan Pelaksanaan Rencana Jangka Menengah, yang dimulai sejak pertengahan tahun 2011, yang meliputi : (a) Penyederhanaan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan kemasyarakatan; (b) penyederhanaan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan desa; (c) penataan izin usaha pemanfaatan jasa dan lingkungan geotermal di kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam; (d) percepatan perizinan pengambilan atau penangkapan serta peredaran tumbuhan dan satwa liar; (e) penyusunan mekanisme tata cara perizinan perolehan TSL dilindungi dan atau termasuk appendix I CITES yang bersumber dari lembaga konservasi; dan (f) penyempurnaan sistem penilaian kinerja pegawai.
D.2. Agenda Prioritas 2 adalah peningkatan kapasitas dan akuntabilitas, sumberdaya manusia, serta perubahan pola pikir dan budaya Unsur-unsur yang terkait dengan agenda prioritas 2 adalah area-area terkait peningkatan kapasitas dan akuntabilitas Sumberdaya Manusia, serta Perubahan Pola Pikir dan Budaya Kerja. Sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa salah satu target area perubahan bidang sumberdaya manusia meningkatnya disiplin dan profesionalisme aparatur Kementerian Kehutanan. Target dalam area perubahan pola pikir dan budaya kerja adalah meningkatnya komitmen unsur-unsur organisasi untuk melakukan reformasi birokrasi, serta tumbuh kembangnya budaya organisasi yang produktif, inovatif dan berorientasi kepada masyarakat. Target dalam akuntabilitas adalah mempertanggungjawabkan tugas-tugas organisasi baik dari aspek proses maupun hasil kerja. Agenda prioritas 2 tersebut akan dilaksanakan secara serentak mulai tahun anggaran 2011. D.3. Agenda Prioritas 3 adalah peningkatan pengawasan dan penataan peraturan perundang-undangan Unsur-unsur perubahan yang terkait dengan agenda perioritas 3 adalah pengawasan dan penataan organisasi. Urutan kegiatannya adalah pada tahun anggaran 2011 dimulai peningkatan pengawasan. Sedangkan penataan peraturan perundang-undangan mulai dilakukan pada tahun anggaran 2013.
41
E. Waktu Pelaksanaan dan Tahapan Kerja Waktu pelaksanaan kegiatan reformasi birokrasi di Kementerian Kehutanan dimulai awal tahun 2011 hingga tahun 2025, dengan tahapan kerja sebagaimana tercantum dalam Tabel 5 dibawah ini. Tabel 5. Waktu Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Kementerian Kehutanan. No
Kegiatan
Tahun 2011
1.
Tahapan Perencanaan Reformasi Birokrasi, yang meliputi kegiatan yang berkaitan dengan penyusunan dokumen usulan, road map, dan job grading berikut persetujuannya, serta penilaian atas capaian reformasi birokrasi yang telah dilakukan.
2
Tahapan Pelaksanaan kegiatan Reformasi Birokrasi yang meliputi penyusunan peraturan baru, sosialisasi, penerapannya, dan pengukuran output dan outcomes, serta tingkat kepuasan masyarakat.
3
Monitoring dan evaluasi.
2012
2013
2014
2015
F. Penanggungjawab Kegiatan Penanggungjawab kegiatan reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Kehutanan adalah Sekretaris Jenderal, sedangkan dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Tim Reformasi Birokrasi Kementerian Kehutanan yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. SK. 25/Menhut-II/2011 tanggal 31 Januari 2011. Secara lengkap susunan tim kerja reformasi birokrasi Kementerian Kehutanan adalah sebagai berikut:
42
Tim Pengarah: Ketua
: Menteri Kehutanan
Sekretaris
: Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan
Anggota
: 1. Inspektur Jenderal Kementerian Kehutanan 2. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan 3. Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam 4. Direktur Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial 5. Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan 6. Kepala Badan Penyuluhan dan Sumberdaya Manusia Kehutanan
Pengembangan
7. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Tim Pelaksana: Ketua
: Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan
Wakil Ketua
: Inspektur Jenderal Kementerian Kehutanan
Ketua Harian
: Staf Khusus Menteri Kehutanan Bidang Pengembangan Sumberdaya Manusia dan Reformasi Birokrasi
Sekretaris I
: Kepala Biro Hukum dan Organisasi
Sekretaris II
: Sekretaris Inspektorat Jenderal
Anggota
:
1. Kepala Biro Kepegawaian 2. Kepala Biro Keuangan 3. Sekretaris Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam 4. Sekretaris Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan 5. Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial 6. Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan 7. Sekretaris Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Kehutanan 8. Sekretaris Badan Kehutanan
Penelitian
dan
Pengembangan
43
Tim Teknis
:
Ketua
:
Krisna Rya, SH, MH
Wakil Ketua
:
Ir. Mujihanto Soemarmo, MM
Sekretaris
:
Dr. Ir. Suhaeri
Anggota
:
1. Ir. Edi Muchtar Rosjadi 2. Ir. Abdul Hakim, M.For.ST 3. Ir. Samidi, M.Sc 4. Ir. Wijanarko, MM 5. Dewi Yuniarti, SH, MM 6. Hendra Noviandry, ST, MMSI 7. Ricky Budiman Faried, S.Sos
Nara Sumber
:
1. Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Revitalisasi Industri Kehutanan 2. Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Ekonomi dan Perdagangan Internasional 3. Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Lingkungan dan Perubahan Iklim 4. Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Hubungan Antar Lembaga 5. Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Keamanan hutan
Dalam pelaksanaan kegiatan Reformasi Birokrasi, pelaksana penyusunan konsep adalah dari masing-masing penanggungjawab kegiatan di setiap eselon I yang terkait dan dipimpin oleh pejabat eselon II yang bersangkutan. Peran tim pelaksana reformasi birokrasi adalah mendorong terjadinya reformasi birokrasi di Kementerian Kehutanan dan mendorong agar para pelaksana dapat melaksanakan reformasi birokrasi di masing-masing unit kerjanya.
44
G. Rencana Anggaran Untuk melaksanakan program Reformasi Birokrasi di lingkungan Kementerian Kehutanan sampai dengan jangka menengah diperlukan anggaran sebesar Rp 57.544.601.390,- yang rinciannya tertuang pada Tabel 6 di bawah ini. Tabel 6. Rencana Kegiatan dan Anggaran No.
Pelaksanaan Kegiatan
Rencana Anggaran (Rupiah)
1.
Tahapan percepatan
13.329.462.000,-
2.
Tahapan jangka pendek
29.767.949.390.-
3.
Tahapan jangka menengah
14.447.190..000.-
4.
Tunjangan kinerja/tahun
924.085.600.000,-
Sedangkan rata-rata anggaran belanja Kementerian Kehutanan per tahun adalah sekitar Rp. 6,106 trilyun/tahun, yang rinciannya adalah sebagaimana tertuang dalam Tabel 7 di bawah ini. Tabel 7. Anggaran Belanja Kementerian Kehutanan Periode Tahun 2010 – 2014 No.
Program
Alokasi Anggaran Baseline (Miliar Rupiah) 2010
2011
2012
2013
2014
Total
1.
Perencanaan Makro Bidang Kehutanan dan Pemantapan Kawasan Hutan
331,25
371,62
378,48
385,71
390,97
1.858,03
2.
Peningkatan Usaha Kehutanan
298,83
340,78
347,08
353,71
358,54
1.698,94
3.
Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Perlindungan Hutan
1.354,21
1.288,21
1.312,02
1.337,10
1.355,33
6.646,87
4.
Peningkatan Fungsi dan Daya Dukung DAS berbasis Pemberdayaan Masyarakat
3.098,07
3.017,49
3.073,25
3.132,02
3.174,71
15.495,54
5.
Penelitian dan Pengembangan
212,26
265,58
270,49
275,66
279,42
1.303.41
45
No.
Program
Alokasi Anggaran Baseline (Miliar Rupiah) 2010
2011
2012
2013
2014
Total
Kementerian Kehutanan 6.
Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Kehutanan
41,41
54,24
55,24
56,30
57,07
264,26
7.
Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Sekretariat Jenderal Kementerian Kehutanan
546,56
425,53
433,39
441,68
447,70
2.294,86
8.
Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kehutanan
-
236,58
240,95
245,56
248,91
972,00
5.882,59
6.000,03
6.110,90
6.222,74
6.312,65
30.533,91
JUMLAH
Pelaksanaan Reformasi Birokrasi sampai dengan tahun 2014 membutuhkan dana sebesar Rp. 57.544.601.390,- atau sebesar Rp. 19,81 milyar/tahun. Dengan demikian maka anggararan pelaksanaan Reformasi Birokrasi di Kementerian Kehutanan hanya sekitar 0,32 % dari nilai anggaran Kementerian Kehutanan setiap tahunnya. Sementara itu kebutuhan tunjangan kinerja yang nilainya disesuaikan dengan Keputusan Kepala BKN No 20 Tahun 2011 tentang Pedoman Penghitungan Tunjangan Kinerja PNS, yaitu adalah sebesar Rp. 924,085 milyar/tahun, sehingga total kebutuhan anggaran reformasi birokrasi Kementerian Kehutanan adalah Rp. 943,895 milyar/tahun atau sekitar 15,46 % dari total anggaran Kementerian Kehutanan. Anggaran Reformasi Birokrasi Kementerian Kehutanan akan diperoleh dengan melakukan dan mengefektifkan anggaran yang ada, melalui melakukan penghematan terhadap kegiatan kegiatan yang tidak sesuai dengan Indikator Kinerja Utama unit organisasi.
46
IV. PENUTUP Road Map Reformasi Birokrasi Kementerian Kehutanan 2011 – 2014 merupakan arah pelaksanaan Reformasi Birokrasi di Kementerian Kehutanan untuk periode 2011 – 2014. Road map ini juga merupakan penyempurnaan dari Road Map Reformasi Birokrasi Nasional Kementerian Kehutanan periode 2010 – 2014 yang disusun berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2011. Road map Reformasi Birokrasi ini disusun dalam setiap 5 (lima) tahun sekali yang merupakan rencana terinci reformasi birokrasi dari tahun ke tahun berikutnya secara terus menerus. Sasaran tahun pertama menjadi landasan kerja pada tahun berikutnya, dan demikian selanjutnya. Dalam perjalanan pelaksanaannya, road map ini dapat saja disempurnakan bila dipandang perlu untuk dapat mencapai tujuan yang diharapkan secara efisien dan efektif. Namun penyempurnaan yang dilakukan tetap selaras dengan tujuan reformasi birokrasi itu sendiri, yaitu mencapai tata kelola pemerintahan yang baik. Pelaksanaan reformasi birokrasi dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan untuk menghasilkan kinerja reformasi yang maksimal. Keberhasilan reformasi birokrasi ini memerlukan komitmen dan tanggung jawab pimpinan dan seluruh jajaran aparatur Kementerian Kehutanan. Namun demikian, reformasi birokrasi ini tidak akan optimal bila tidak didukung oleh para pihak yang terkait dengan sektor kehutanan, baik aparatur pemerintah lainnya, masyarakat, dan para pelaku bisnis. Road Map reformasi Birokrasi Kementerian Kehutanan 2011 – 2014 merupakan instrumen dalam rangka percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi di Kementerian Kehutanan. Road map ini menjadi pedoman bagi semua aparatur Kementerian Kehutanan dalam melaksanakan reformasi birokrasi di lingkungan masing-masing.
47
Lampiran 1.
No.
Perumusan Quick Wins Reformasi Birokrasi Kementerian Kehutanan
Keluaran Utama Kementerian
Pemangku Kepentingan Utama
Harapan Pemangku Kepentingan Utama
Tingkat Kinerja Saat Ini
1.
Izin usaha pemanfaatan BUMN/Swasta/Ko hasil hutan kayu pada perasi hutan alam
Kepastian waktu dan kepastian biaya
3
2.
Izin usaha pemanfaatan BUMN/Swasta/Ko hasil hutan kayu pada perasi hutan tanaman
Kepastian waktu dan kepastian biaya
3
3.
Izin usaha pemanfaatan Swasta/Koperasi hasil hutan kayu restorasi ekosistem
Kepastian waktu dan kepastian biaya
3
4.
Izin pinjam pakai kawasan hutan dengankompensasi membayar PNBP penggunaan kawasan hutan
Pemerintah/Pemda /BUMN/BUMS/BU MD/Koperasi/Yaya san
Kepastian waktu dan kepastian biaya
3
5.
Pelepasan kawasan hutan untuk budidaya perkebunan
Pemerintah/Pemda /BUMN/BUMS/BU MD/Koperasi/Yaya san
Kepastian waktu dan kepastian biaya
3
6.
Izin industri primer pengolahan hasil hutan
BUMN/Swasta/Ko perasi/Perorangan
Kepastian waktu dan kepastian biaya
3
7
Pencadangan areal kerja hutan tanaman rakyat
Swasta/Perorangan /Koperasi
Kepastian waktu dan prosedur sederhana
2
8.
Penetapan areal kerja hutan kemasyarakatan
Pemda/Masyarakat /Koperasi
Percepatan waktu
3
9.
Penetapan areal kerja hutan desa
Pemda/Masyarakat
Percepatan waktu
3
10
Izin pemanfaatan hasil hutan kayu hutan kemasyarakatan
Masyarakat
Penyederhanaan prosedur, tidak perlu perizinan dilakukan dalam 2 tahapan
3
48
No.
Keluaran Utama Kementerian
Pemangku Kepentingan Utama
Harapan Pemangku Kepentingan Utama
11.
Tingkat Kinerja Saat Ini
Izin pemanfaatan hasil hutan kayu hutan desa
Lembaga desa
Penyederhanaan prosedur, tidak perlu perizinan dilakukan dalam 2 tahapan
3
12
Perizinan pengusahaan pariwisata alam pada hutan konservasi dan hutan lindung
Swasta/Koperasi
Penyederhanaan prosedur
3
13
Izin masuk kawasan konservasi
Masyarakat/Peneliti Asing
Penyederhanaan prosedur
3
14
Pengesahan rencana karya usaha izin pemanfaatan hasil hutan kayu hutan alam
BUMN/Swasta/Ko perasi
Kepastian waktu, dan biaya
3
15
Pengesahan rencana karya usaha izin pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman
BUMN/Swasta/kop erasi
Kepastian waktu, dan biaya
3
16
Pengesahan rencana karya usaha izin pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman rakyat
Swasta/koperasi/Pe rorangan
Kepastian waktu, dan biaya
3
17
Izin ekspor benih/bibit tanaman hutan
Swasta
Kepastian waktu
3
18
Izinimpor benih/bibit tanaman hutan
Swasta
Kepastian waktu
3
19.
Perizinan peminjaman jenis satwa liar dilindungi ke luar negeri untuk kepentingan konservasi (Conservation Loan)
Lembaga Konservasi
Kepastian waktu
3
20.
Perizinan peragaan tumbuhan dan satwa
Lembaga Konservasi / Lembaga
Kepastian waktu
3
49
No.
Keluaran Utama Kementerian
Pemangku Kepentingan Utama
Harapan Pemangku Kepentingan Utama
Tingkat Kinerja Saat Ini
liar dilindungi
Pendidikan Formal
21.
Perizinan pengambilan pengembalian atau penangkapan serta peredaran tumbuhan dan satwa liar
Swasta/Perorangan
Kepastian waktu
3
22.
Penyempurnaan pengaturan lembaga konservasi
BUMN/ BUMD/ BUMS/Lembaga Penelitian/Lembaga Pendidikan Formal/ Koperasi/ Yayasan
Kepastian waktu
3
23.
Perizinan pertukaran jenis tumbuhan atau satwa dilindungi dengan lembaga konservasi di luar negeri
Lembaga Konservasi
Kepastian waktu
3
24.
Penilaian keberhasilan penangkaran reptil dan karang hias
Swasta/Perorangan
Kepastian waktu
3
25.
Pengembangan indikator kinerja individu pegawai
Aparatur Kementerian Kehutanan
Obyektivitas penilaian kinerja aparatur
3
26.
Penataan Sistem Informasi Izin Usaha Penyediaan Jasa dan Sarana Wisata Alam (IUPJSWA) di TN, TWA, TAHURA, dan SM.
Swasta/Koperasi
Kepastian waktu dan kepastian biaya
3
50
Lampiran 2. Penetapan Quick Wins No.
Keluaran Utama Yang Perlu Ditingkatkan Kinerjanya
Dapat Ditingkatkan
Y
T
Tingkat Estimasi Perbaikan %
Dalam Kendali
Y
T
Bagian dari Reformasi Birokrasi Y
T
Kurang dari 12 Bulan Y
T
Kandidat Quick Wins Y
T
1
Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam
Ya
50
Ya
Ya
Ya
Ya
2
Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman
Ya
50
Ya
Ya
Ya
Ya
3
Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu restorasi ekosistem
Ya
50
Ya
Ya
Ya
Tidak
4
Izin pinjam pakai kawasan hutan dengan kompensasi membayar PNBP penggunaan kawasan hutan
Ya
50
Ya
Ya
Ya
Ya
5
Pelepasan kawasan hutan untuk budidaya perkebunan
Ya
50
Ya
Ya
Ya
Ya
6
Izin industri primer pengolahan hasil hutan
Ya
40
Ya
Ya
Ya
Tidak
7
Pencadangan areal kerja hutan tanaman rakyat
Ya
40
Ya
Ya
Ya
Tidak
51
Keluaran Utama Yang Perlu Ditingkatkan Kinerjanya
Dapat Ditingkatkan
8
Penetapan areal kerja hutan kemasyarakatan
Ya
40
Ya
Ya
Ya
Tidak
9
Penetapan areal kerja hutan desa
Ya
40
Ya
Ya
Ya
Tidak
10
Izin pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman
Ya
75
Ya
Ya
Ya
Tidak
11
Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan kemasyarakata n
Ya
50
Ya
Ya
Ya
Ya
12
Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan desa
Ya
50
Ya
Ya
Ya
Ya
13
Izin pengusahaan pariwisata alam pada hutan konservasi dan hutan lindung
Ya
50
Ya
Ya
Ya
Tidak
14
Izin masuk kawasan konservasi
Ya
75
Ya
Ya
Ya
Ya
15
Pengesahan rencana karya usaha izin pemanfaatan hasil hutan kayu hutan alam
Ya
40
Ya
Ya
Ya
Ya
No.
Y
T
Tingkat Estimasi Perbaikan %
Dalam Kendali
Y
T
Bagian dari Reformasi Birokrasi Y
T
Kurang dari 12 Bulan Y
T
Kandidat Quick Wins Y
T
52
Keluaran Utama Yang Perlu Ditingkatkan Kinerjanya
Dapat Ditingkatkan
16
Pengesahan rencana karya usaha izin pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman
Ya
40
Ya
Ya
Ya
Ya
17
Pengesahan rencana karya usaha izin pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman rakyat
Ya
40
Ya
Ya
Ya
Tidak
18
Izin ekspor benih/bibit tanaman hutan
Ya
75
Ya
Ya
Ya
Ya
19
Izin impor benih/bibit tanaman hutan
Ya
75
Ya
Ya
Ya
Ya
20
Perizinan peminjaman jenis satwa liar dilindungi ke luar negeri untuk kepentingan konservasi (Conservation Loan)
Ya
40
Ya
Ya
Ya
Ya
21
Perizinan peragaan tumbuhan dan satwa liar dilindungi
Ya
40
Ya
Ya
Ya
Ya
22
Perizinan pengambilan penangkapan serta peredaran tumbuhan dan
Ya
40
Ya
Ya
Ya
Tidak
No.
Y
T
Tingkat Estimasi Perbaikan %
Dalam Kendali
Y
T
Bagian dari Reformasi Birokrasi Y
T
Kurang dari 12 Bulan Y
T
Kandidat Quick Wins Y
T
53
No.
Keluaran Utama Yang Perlu Ditingkatkan Kinerjanya
Dapat Ditingkatkan
Y
T
Tingkat Estimasi Perbaikan %
Dalam Kendali
Y
T
Bagian dari Reformasi Birokrasi Y
T
Kurang dari 12 Bulan Y
T
Kandidat Quick Wins Y
T
satwa liar 23
Perizinan pertukaran jenis tumbuhan atau satwa dilindungi dengan lembaga konservasi di luar negeri
Ya
30
Ya
Ya
Ya
Ya
24
Penyempurna an izin lembaga konservasi
Ya
30
Ya
Ya
Ya
Tidak
25
Penilaian keberhasilan penangkaran reptil dan karang hias
Ya
30
Ya
Ya
Ya
Tidak
26
Penataan Sistem Informasi Izin Usaha Penyediaan Jasa dan Sarana Wisata Alam (IUPJSWA) di TN, TWA, TAHURA, dan SM.
Ya
50
Ya
Ya
Ya
Ya
54
Lampiran 3. Pemilihan Quick Wins No.
1.
Kandidat Quick Wins Penataan sistem informasi izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam
Apa yang Harus Diperbaiki Memperbaiki prosedur perizinan
Database
Penerapan standar layanan
2.
Penataan sistem informasi izin usaha pemanfaatan hasil hutan
Memperbaiki prosedur perizinan
Bagaimana Memperbaikinya
Tingkat Kesulitan Perbaikan
Sumberdaya yang Tersedia
Mengevaluasi peraturan yang menghambat
Sedang
Tersedia SDM yang memiliki keahlian
Merumuskan konsep perbaikan prosedur perizinan
Sedang
Tersedia SDM yang memiliki keahlian dan prosedur perumusan kebijakan telah terbakukan
Membahas dan uji publik konsep perbaikan prosedur perizinan
Sedang
Tersedia SDM yang memiliki keahlian dan tersedia dana serta prosedur uji publik telah terbakukan
Legislasi konsep perbaikan prosedur perizinan
Sedang
Prosedur legislasi telah terbakukan
Membangun sistem database
Sedang
Tersedia SDM, dana dan pelaksanaan pembangunan oleh pihak ketiga
Membuka akses informasi kepada pengguna terkait perizinan
Sedang
Pembukaan akses dilakukan dengan mengembangkan sistem kearsipan yang online
Unit layanan melakukan pelayanan sesuai dengan prosedur kerja
Sedang
Tersedia standar fasilitas, dana yang memadai, dan pelaksanaannya oleh pihak ketiga
Peningkatan kapasitas aparatur unit layanan
Sedang
Tersedia dana dan pelatihan dilakukan secara berkala
Mengevaluasi peraturan yang menghambat
Sedang
Tersedia SDM yang memiliki keahlian
55
No.
Kandidat Quick Wins
Apa yang Harus Diperbaiki
Bagaimana Memperbaikinya
Tingkat Kesulitan Perbaikan
Sumberdaya yang Tersedia
Merumuskan konsep perbaikan prosedur perizinan
Sedang
Tersedia SDM yang memiliki keahlian dan prosedur perumusan kebijakan telah terbakukan
Membahas dan uji publik konsep perbaikan prosedur perizinan
Sedang
Tersedia SDM yang memiliki keahlian dan tersedia dana serta prosedur uji publik telah terbakukan
Legislasi konsep perbaikan prosedur perizinan
Sedang
Prosedur legislasi telah terbakukan
Membangun sistem database
Sedang
Tersedia SDM, dana dan pelaksanaan pembangunan oleh pihak ketiga
Membuka akses informasi kepada pengguna terkait perizinan
Sedang
Pembukaan akses dilakukan dengan mengembangkan sistem kearsipan yang online
Unit layanan melakukan pelayanan sesuai dengan prosedur kerja
Sedang
Tersedia standar fasilitas, dana yang memadai, dan pelaksanaannya oleh pihak ketiga
Peningkatan kapasitas aparatur unit layanan
Sedang
Tersedia dana dan pelatihan dilakukan secara berkala
Mengevaluasi peraturan yang menghambat
Sedang
Tersedia SDM yang memiliki keahlian
Merumuskan konsep perbaikan prosedur perizinan
Sedang
Tersedia SDM yang memiliki keahlian dan prosedur perumusan
kayu pada hutan tanaman
Database
Penerapan standar layanan
3.
Penataan sistem informasi izin pinjam pakai kawasan hutan dengan kompensasi membayar PNBP penggunaan kawasan hutan
Memperbaiki prosedur perizinan
56
No.
Kandidat Quick Wins
Apa yang Harus Diperbaiki
Bagaimana Memperbaikinya
Tingkat Kesulitan Perbaikan
Sumberdaya yang Tersedia kebijakan telah terbakukan
Database
Penerapan standar layanan
4
Penataan sistem informasi pelepasan kawasan hutan untuk budidaya perkebunan
Memperbaiki prosedur pelepasan kawasan hutan
Membahas dan uji publik konsep perbaikan prosedur perizinan
Sedang
Tersedia SDM yang memiliki keahlian dan tersedia dana serta prosedur uji publik telah terbakukan
Legislasi konsep perbaikan prosedur perizinan
Sedang
Prosedur legislasi telah terbakukan
Membangun sistem database
Sedang
Tersedia SDM, dana dan pelaksanaan pembangunan oleh pihak ketiga
Membuka akses informasi kepada pengguna terkait perizinan
Sedang
Pembukaan akses dilakukan dengan mengembangkan sistem kearsipan yang online
Unit layanan melakukan pelayanan sesuai dengan prosedur kerja
Sedang
Tersedia standar fasilitas, dana yang memadai, dan pelaksanaannya oleh pihak ketiga
Peningkatan kapasitas aparatur unit layanan
Sedang
Tersedia dana dan pelatihan dilakukan secara berkala
Mengevaluasi peraturan yang menghambat
Sedang
Tersedia SDM yang memiliki keahlian
Merumuskan konsep perbaikan prosedur Pelepasan kawasan hutan
Sedang
Tersedia SDM yang memiliki keahlian dan prosedur perumusan kebijakan telah terbakukan
Membahas dan uji publik konsep perbaikan prosedur Pelepasan kawasan hutan
Sedang
Tersedia SDM yang memiliki keahlian dan tersedia dana serta prosedur uji publik telah terbakukan
57
No.
Kandidat Quick Wins
Apa yang Harus Diperbaiki
Database
Penerapansta ndar unit layanan
5
Penataan Sistem Informasi Izin Usaha Penyediaan Jasa dan Sarana Wisata Alam (IUPJSWA) di TN, TWA, TAHURA, dan SM.
Memperbaiki prosedur perizinan
Database
Bagaimana Memperbaikinya
Tingkat Kesulitan Perbaikan
Sumberdaya yang Tersedia
Legislasi konsep perbaikan prosedur Pelepasan kawasan hutan
Sedang
Prosedur legislasi telah terbakukan
Membangun sistem database
Sedang
Tersedia SDM, dana dan pelaksanaan pembangunan oleh pihak ketiga
Membuka akses informasi kepada pengguna terkait Pelepasan kawasan hutan
Sedang
Pembukaan akses dilakukan dengan mengembangkan sistem kearsipan yang online
Unit Layanan melakukan pelayanan sesuai prosedur kerja
Sedang
Tersedia standar fasilitas, dana yang memadai, dan pelaksanaannya oleh pihak ketiga
Peningkatan kapasitas aparatur unit layanan
Sedang
Tersedia dana dan pelatihan dilakukan secara berkala
Mengevaluasi peraturan yang menghambat
Sedang
Tersedia SDM yang memiliki keahlian
Merumuskan konsep perbaikan prosedur perizinan
Sedang
Tersedia SDM yang memiliki keahlian dan prosedur perumusan kebijakan telah terbakukan
Membahas dan uji publik konsep perbaikan prosedur perizinan
Sedang
Tersedia SDM yang memiliki keahlian dan tersedia dana serta prosedur uji publik telah terbakukan
Legislasi konsep perbaikan prosedur perizinan
Sedang
Prosedur legislasi telah terbakukan
Membangun sistem
Sedang
Tersedia SDM, dana
58
No.
Kandidat Quick Wins
Apa yang Harus Diperbaiki
Bagaimana Memperbaikinya
Tingkat Kesulitan Perbaikan
database
Penerapan layanan pada unit layanan sesuai dengan prosedur kerja
Sumberdaya yang Tersedia dan pelaksanaan pembangunan oleh pihak ketiga
Membuka akses informasi kepada pengguna terkait perizinan
Sedang
Pembukaan akses dilakukan dengan mengembangkan sistem kearsipan yang online
Membangun fasilitas unit layanan yang sesuai prosedur kerja
Sedang
Tersedia standar fasilitas, dana yang memadai, dan pelaksanaannya oleh pihak ketiga
Uji sertifikasi unit layanan
Tinggi
Lembaga penguji sertifikasi terbatas sehingga memerlukan waktu
Peningkatan kapasitas aparatur unit layanan
Sedang
Tersedia dana dan pelatihan dilakukan secara berkala
59
Lampiran 4:Rencana Penerapan Quick Wins No
1
Kegiatan
Penataan sistem informasi izin usaha pemanfa atan hasil hutan kayu pada hutan alam
Output Kegiatan
50 % pemohon izin meningkat kepuasan
Tahapan Kerja
Output Tahapa n Kerja
Kriteria Keberhasil an
Statu s
Peratur an Menteri ttg tatacara pemberi an izin
Kepastian waktu, kepastian biaya dan kepastian hukum izin
Sistem informa si pelayan an
Meningkatkan kompetensi unit pelayanan
Penyederhana an tatacara pemberian izin usaha melalui :
Penyederhana an tatacara pemberian izin usaha melalui : 1. Identifikasi permasalah an 2. Perumusan isu 3. Perumusan peraturan 4. Legislasi peraturan Pengembanga n Database : 1. Pembangun an sistem informasi 2. Membuka akses informasi
2
Penataan sistem informasi izin usaha pemanfa atan hasil hutan kayu pada hutan tanaman
50 % pemohon izin meningkat kepuasan
1.Identifikasi permasalah an 2.Perumusan isu 3.Perumusan peraturan 4.Legislasi peraturan Pengembanga n Database : 1. Pembangun an sistem informasi 2. Membuka akses informasi Meningkatkan kompetensi unit
Tahun 2011 - 2012
Rencan a Anggar an (ribu rupiah)
Penanggu ng Jawab
Suda h
3.921.23 8.
Ditjen Bina Usaha Kehutana n
Proses perizinan dapat dipantau secara transparan
Akan
125.000.
Setjen
Unit layanan member ikan layanan sesuai prosedu r kerja
Proses perizinan secara profesiona l dan akuntable
Suda h
Peratur an Menteri tatacara pemberi an izin
Kepastian waktu, kepastian biaya dan kepastian hukum izin
Suda h
7.141.02 4.
Ditjen Bina Usaha Kehutana n
Sistem informa si pelayan an
Proses perizinan dapat dipantau secara transparan
Akan
125.000.
Setjen
Unit layanan member
Proses perizinan secara
Suda h
8
10
12
2
4
6
Ditjen Bina Usaha Kehutana n
Ditjen Bina Usaha
60
No
3
Kegiatan
Penataan sistem informasi izin pinjam pakai kawasan hutan dengan kompens asi membay ar PNBP penggun aan kawasan hutan
Output Kegiatan
50 % pemohon izin meningkat kepuasan
Tahapan Kerja
Output Tahapa n Kerja
Kriteria Keberhasil an
pelayanan
ikan layanan sesuai prosedu r kerja
profesiona l dan akuntable
Penyederhana an tatacara pemberian izin usaha melalui :
Peratur an Menteri tatacara pemberi an izin penggu naan kawasa n hutan
Kepastian waktu, kepastian biaya dan kepastian hukum izin
Suda h
883.600.
Ditjen Planologi Kehutana n
Sistem informa si pelayan an
Proses perizinan dapat dipantau secara transparan
Akan
125.000.
Setjen
Meningkatkan kompetensi unit pelayanan
Unit layanan member ikan layanan sesuai prosedu r kerja
Proses perizinan secara profesiona l dan akuntable
Akan
Penyederhana an tatacara pemberian izin perubahan peruntukan melalui :
Peratur an Menteri tatacara pemberi an izin peruba han peruntu kan kawasa n hutan
Kepastian waktu, kepastian biaya dan kepastian hukum izin
Suda h
883.600.
Ditjen Planologi Kehutana n
Sistem informa si pelayan an
Proses perizinan dapat dipantau secara
Akan
125.000.
Setjen
1. Identifikasi permasalah an 2. Perumusan isu 3. Perumusan peraturan 4. Legislasi peraturan
Pengembanga n Database : 1. Pembangun an sistem informasi 2. Membuka akses informasi
4
Penataan sistem informasi pelepasa n kawasan hutan untuk budidaya perkebun an
50 % pemohon izin meningkat kepuasan
1. Identifikasi permasalah an 2. Perumusan isu 3. Perumusan peraturan 4. Legislasi peraturan Pengembanga n Database : 1. Pembangun an sistem informasi
Statu s
Tahun 2011 - 2012 8
10
12
2
4
6
Rencan a Anggar an (ribu rupiah)
Penanggu ng Jawab
Kehutana n
Ditjen Planologi Kehutana n
61
No
Kegiatan
Output Kegiatan
Tahapan Kerja
Output Tahapa n Kerja
2. Membuka akses informasi Meningkatkan kompetensi unit pelayanan
Kriteria Keberhasil an
Statu s
Tahun 2011 - 2012 8
10
12
2
4
6
Rencan a Anggar an (ribu rupiah)
Penanggu ng Jawab
transparan
Prosedu r kerja izin pinjam pakai kawasa n hutan
Proses perizinan sesuai prosedur
Akan
Ditjen Planologi Kehutana n
62
Program/Kegiatan, Output, Tahapan Kerja, Waktu Pelaksanaan, Kriteria Keberhasilan, Rencana Anggaran dan Penanggungjawab Reformasi Birokrasi Kementerian Kehutanan
No
PROGRAM/ KEGIATAN
A Quick Wins 1 Penataan Sistem Informasi Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam
TAHUN Output
Tahapan Kerja
Output
Kriteria Keberhasilan
2011
Status 8
Tertatanya manajemen sistem informasi perizinan pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam
Penyederhanaan tatacara pemberian izin usaha
Peraturan Menteri
Waktu pelayanan semakin cepat
Sdh
Memetakan permasalahan proses izin sistem online
Terbangunnya Sistem informasi perijinan secara on-line
Transparansi proses
Sdh
Sosialisasi tata cara pemberian ijin Tersebarnya informasi usaha pemanfaatan hasil hutan sistem pemberian ijin sistem online online
Peningkatan tingkat kepuasan dalam pelayanan penerbitan ijin
Akn
Pengembangan Database
Terbangunnya sistem
Transparansi proses
Sdh
Penerapan Standar unit layanan
Terimplementasinya Unit layanan melakukan pelayanan sesuai prosedur penerapan standar unit layanan kerja
9
10
2012 11
12
1
2
3
4
5
6
7
2013 8
9
10
11
12
1
2
3
4
5
6
7
2014 8
9
10
11
12
1
2
3
4
5
6
7
Penanggung jawab
Rencana Anggaran 8
9
10
11
12
Rp 3,921,238,000
Rp. 125.000.000
2
Penataan Sistem Informasi Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman
Tertatanya manajemen sistem informasi perizinan pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman
3
4
B 1
Penataan Sistem Informasi Izin Pinjam Pakai kawasan hutan dengan kompensasi membayar PNBP Penggunaan Kawasan Hutan
Penataan Sistem Informasi Pelepasan kawasan hutan untuk budidaya perkebunan
Jangka Pendek Percepatan proses sertifikasi mutu sumber benih dan bibit tanaman hutan
Tertatanya manajemen sistem informasi izin pinjam pakai kawasan hutan dengan kompensasi membayar PNBP Penggunaan Kawasan Hutan
Penyederhanaan tatacara pemberian izin usaha
Peraturan Menteri
Waktu pelayanan semakin cepat
Sdh
Terbangunnya Sistem informasi perijinan secara on-line Unit layanan melakukan pelayanan sesuai prosedur kerja Peraturan Menteri Kehutanan tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan
Transparansi proses
Akn
Terimplementasinya penerapan standar unit layanan Waktu pelayanan tepat waktu
Sdh
Tertatanya manajemen sistem pelepasan kawasan hutan untuk budidaya perkebunan
Mempercepat proses sertifikasi mutu sumber benih dan bibit tanaman hutan
Penyederhanaan pedoman penggunaan kawasan hutan: 1. Identifikasi masalahan 2. Perumusan Isu 3. Perumusan Peraturan 4. Penetapan Peraturan 5. Sosialisasi Peraturan
Transparansi proses Terbangunnya sistem informasi izin pinjam pakai kawasan hutan secara online
Akn
Penerapan Standar unit layanan
Unit layanan melakukan Terimplementasinya pelayanan sesuai prosedur penerapan standar unit kerja layanan
Akn
Peraturan Menteri Kehutanan tentang Tata Cara Pelepasan Kawasan Hutan
Waktu pelayanan tepat waktu
Pengembangan Database: 1. Pembangunan sistem informasi 2. Up dating data 3. Membuka akses informasi
Terbangunnya sistem informasi pelepasan kawasan hutan secara online
Transparansi proses
Penerapan Standar unit layanan
Unit layanan melakukan Terimplementasinya pelayanan sesuai prosedur penerapan standar unit kerja layanan
2
Percepatan penetapan Menyempurnakan proses areal kerja hutan penetapan areal kerja hutan kemasyarakatan kemasyarakatan
Direktorat Penggunaan Kawasan Hutan
Rp. 125.000.000
Biro Umum, Sekretariat Jenderal
Direktur - Penggunaan Kawasan Hutan Sdh Direktorat Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan, Ditjen Planologi
Rp. 883.600.000,-
Akn Rp. 125.000.000
Akn
Mengidentifikasi permasalahan proses Teridentifikasinya sertifikasi mutu sumber benih dan bibit permasalahan proses sertifikasi mutu benih tanaman hutan
Analisis permasalahan
Sdh
Memetakan permasalahan proses sertifikasi
Terpetakannya permasalahan
Rekomendasi penyelesaian masalah
Sdh
Konsultasi publik masalah proses sertifikasi mutu sumber benih
Terumuskannya masalah proses sertifikasi mutu sumber benih
Naskah akademis
Sdh
Waktu proses semakin singkat
Sdh
Akan
Peta permasalahan Rekomendasi penyelesaian penetapan areal kerja hutan masalah kemasyarakatan
Akan
Biro Umum, Sekretariat Jenderal
Direktorat Pengukuhan dan - Penatagunaan Kawasan Hutan, Ditjen Planologi
Rp15,986,496,000
Mengidentifikasi permasalahan proses Data permasalahan Tersedia data hasil Analisis penetapan areal kerja hutan Permasalahan penetapan areal kerja hutan kemasyarakatan kemasyarakatan Memetakan permasalahan proses penetapan areal kerja hutan kemasyarakatan
Dit. BUHT, Ditjen BUK
Biro Umum, Rp. 125.000.000 Sekretariat Jenderal
Sdh
Pengembangan Database: 1. Pembangunan sistem informasi 2. Up dating data 3. Membuka akses informasi
Penyusunan peraturan menteri tentang Peraturan Menteri Pedoman Penggunaan proses sertifikasi mutu sumber benih Kawasan Hutan dan bibit tanaman hutan
Rp 7,141,024,000
Rp. 883.600.000,-
Penyederhanaan tata cara pelepasan kawasan hutan: 1. Identifikasi masalahan 2. Perumusan Isu 3. Perumusan Peraturan 4. Penetapan Peraturan 5. Sosialisasi Peraturan
Biro Umum, Sekretariat Jenderal
Sdh
Pengembangan Database
Penerapan Standar unit layanan
Dit BUHA, Ditjen BUK
No
PROGRAM/ KEGIATAN
TAHUN Output
Tahapan Kerja
Draft akademis peraturan Kesuaian isi draft akademis penetapan areal kerja hutan dengan permasalahan kemasyarakatan penetapan areal kerja hutan kemasyarakatan
Akan
Konsultasi publik draft akademis penyempurnaan peraturan penetapan areal kerja hutan kemasyarakatan
Pelaksanaan konsultasi publik
Masukan penyempurnaan draft akademis
Akan
Penyempurnaan peraturan penetapan areal kerja Hutan Kemasyarakatan
Peraturan penetapan areal kerja hutan kemasyarakatan Pelaksanaan Sosialisasi/ diseminasi peraturan
Proses penetapan areal kerja semakin baik
Akan
Peraturan diketahui oleh stakeholders
Akan
Percepatan penetapan Mempercepat proses areal kerja hutan desa penetapan areal kerja hutan desa
Jajak pendapat terhadap penetapan AKHKm
Jumlah penetapan AKHKm meningkat
Akan
Tersedia data hasil Analisis Mengidentifikasi permasalahan proses Data permasalahan penetapan areal kerja hutan desa penetapan areal kerja hutan Permasalahan desa
Akan
Memetakan permasalahan proses penetapan areal kerja hutan desa
Rekomendasi penyelesaian masalah
Akan
Kesuaian isi draft akademis dengan permasalahan penetapan areal kerja hutan desa Masukan penyempurnaan draft akademis
Akan
Proses penetapan areal kerja semakin baik
Akan
Penyusunan draft akademis penyempurnaan peraturan penetapan areal kerja hutan desa
5
Penyederhanaan izin Memperpendek proses izin primer usaha industri p primer hasil usaha industri p hasil hutan hutan kayu
Memperpendek proses Penyempurnaan pencadangan areal HTR pencadangan areal hutan tanaman rakyat (HTR)
Penataan izin usaha penyediaan jasa dan sarana wisata alam (IUPJWA) di hutan lindung
Peta permasalahan penetapan areal kerja hutan desa Draft akademis peraturan penetapan areal kerja hutan desa
Konsultasi publik draft akademis penyempurnaan peraturan penetapan areal kerja hutan desa
Pelaksanaan konsultasi publik
Penyempurnaan peraturan penetapan areal kerja Hutan Desa
Peraturan penetapan areal kerja hutan kemasyarakatan
Sosialisasi/diseminasi peraturan
Pelaksanaan Sosialisasi/ diseminasi peraturan
Peraturan diketahui oleh stakeholders
Akan
Jajak pendapat terhadap penetapan AKHD
Jumlah penetapan AKHD meningkat
Akan
Penyederhanaan tatacara pemberian primer hasil hutan izin usaha industri p
Peraturan Menteri
Waktu proses semakin singkat
Akn
Sosialisasi tata cara pemberian ijin usaha pemanfaatan hasil hutan sistem online Penerapan Standar unit layanan
Terbangunnya Sistem informasi perijinan secara on-line Unit layanan melakukan l i d Peraturan Menteri
Peningkatan tingkat kepuasan dalam pelayanan penerbitan ijin Terimplementasinya t semakin d itsingkat Waktu Proses
Akn
peningkatan tingkat kepuasan dalam pelayanan penerbitan ijin HTR
Akn
Penyederhanaan tatacara proses pencadangan areal HTR
Penyusunan peraturan IUPS/JWA di hutan lindung
Penataan izin usaha penyediaan jasa dan sarana wisata alam (IUPJWA) di KSA dan KPA
Tertatanya manajemen Penyederhanaan tatacara pemberian perizinan usaha penyediaan izin usaha jasa dan sarana wisata alam Pengembangan Database di KSA dan KPA Penerapan Standar unit layanan
2012 11
12
1
2
3
4
5
6
7
2013 8
9
10
11
12
1
2
3
4
5
6
7
2014 8
9
10
11
12
1
2
3
4
5
6
7
Rencana Anggaran 8
9
10
11
12
Penanggung jawab
Rp 6,887,893,390
Tertingkatkannya capacity Pengetahuan SDM building/keilmuan pemanfaatan jasling wisata alam.
Sdg
Peraturan Menteri
Waktu pelayanan semakin cepat
Sdg
Rekomendasi Pemanfaatan
Sdg
Terbangunnya Sistem informasi perijinan secara on-line
Rp. 500.000.000
Rp. 50.000.000 PHKA
Rp. 300.000.000 SETJEN
Akn Rp. 200.000.000 PHKA
Terimplementasinya penerapan peraturan IPPA
Akn
Waktu pelayanan semakin cepat Transparansi proses
Sdh
Rp. 50.000.000 PHKA
Rp. 500.000.000 PHKA
Akn Rp. 200.000.000 SETJEN
Terimplementasi nya Unit layanan melakukan pelayanan sesuai prosedur penerapan standar unit layanan kerja
Bimbingan teknis pengusahaan wisata Pemegang ijin IUPS/JWA alam melaksanakan ijin sesuai dengan aturan
Dit. BUHT
Rp. 500.000.000 PHKA
Terumuskannya masalah Naskah akademis proses pemanfaatan jasling.
Peraturan Menteri
Rp150,800,000
Sdh
Sdh
Bimbingan teknis pengusahaan wisata Pemegang ijin IUPS/JWA alam melaksanakan ijin sesuai dengan aturan 7
Sdh
Terimplementasinya Unit layanan melakukan pelayanan sesuai prosedur penerapan standar unit layanan kerja
Identifikasi pemanfaatan jasling wisata Teridentifikasinya potensi alam. dan kelayakan usaha pemanfaatan jasling. Sosialisasi peraturan jasling wisata alam.
10
Dit. BPPHH
Sosialisasi tata cara pemberian ijin HTR Tersebarnya informasi pemberian ijin HTR
Mengatur mekanisme Konsultasi pemanfaatan jasling wisata perizinan usaha penyediaan alam. jasa dan sarana wisata alam di hutan lindung
9
Akan
Pengukuran dampak peraturan menteri
Penerapan Standar unit layanan
6
2011
Status
Penyusunan draft akademis penyempurnaan peraturan penetapan areal kerja hutan kemasyarakatan
Pengukuran dampak peraturan menteri
4
Kriteria Keberhasilan
8
Sosialisasi/diseminasi peraturan
3
Output
Terimplementasinya penerapan peraturan IPPA
Akn Rp. 200.000.000 PHKA Sdg Rp. 500.000.000 PHKA
No 8
9
PROGRAM/ KEGIATAN Penataan izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan air di kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam
TAHUN Output
Output
Kriteria Keberhasilan
2011
Status 8
Mengatur mekanisme perizinan usaha pemanfaatan jasling air
Pengaturan Izin Peraturan Menteri Peminjaman Jenis Satwa Liar Dilindungi ke Luar Negeri Untuk Kepentingan Konservasi (Conservation Loan)
10 Penyederhanaan sistem peragaan tumbuhan dan satwa liar dilindungi
Tahapan Kerja
Peraturan Menteri
Pembelajaran/studi banding pemanfaatan jasling air
Tertingkatkannya capacity Pengetahuan SDM building/keilmuan pemanfaatan jasling air
Sdg
Identifikasi pemanfaatan jasling air
Teridentifikasinya potensi dan kelayakan usaha pemanfaatan jasling.
Sdg
Penyusunan peraturan menteri tentang Terumuskannya draft izin usaha pemanfaatan jasling air Permenhut
Permenhut
Sdg
Pengembangan Database
Terbangunnya Sistem informasi perijinan secara on-line
Transparansi proses
Sdg
Penerapan Standar unit layanan
Unit layanan melakukan Terimplementasi nya pelayanan sesuai prosedur penerapan standar unit kerja layanan
Akn
Bimbingan teknis pengusahaan pemanfaatan jasling air
Pemegang ijin IUPJLA melaksanakan ijin sesuai dengan aturan
Terimplementasinya penerapan peraturan pemanfaatan jasling air
Akn
Mengidentifikasi dan memetakan permasalahan izin peminjaman jenis satwa liar Konsultasi publik
Naskah akademis
Gap analysis komprehensif
Sdh
Dokumen hasil konsultasi publik
Pengkayaan materi dari para pemangku kepentingan
Sdh
Penyusunan peraturan
Draft revisi Peraturan Menteri
Sdh
Penyusunan dan pengesahan SOP
SOP (dokumen internal Dit. KKH, ISO 9001:2008)
Perolehan manfaat bagi negara dalam bentuk in-kind (in-kind contribution) untuk konservasi spesies Panduan proses dan kepastian waktu proses pelayanan perizinan
Sosialisasi peraturan
Dokumen hasil sosialisasi
Evaluasi dan pengukuran dampak
Dokumen hasil evaluasi dan pengukuran dampak
Naskah akademis
2012 11
12
1
2
3
4
5
6
7
2013 8
9
10
11
12
1
2
3
4
5
6
7
2014 8
9
10
11
12
1
2
3
4
5
6
7
Rencana Anggaran 8
9
10
11
12
Penanggung jawab
Rp. 500.000.000 PHKA Sdg
Mengidentifikasi dan memetakan permasalahan izin peminjaman jenis tumbuhan dan satwa liar Konsultasi publik
10
Rp. 300.000.000 PHKA
Konsultasi publik pemanfaatan jasling Terumuskannya masalah Naskah akademis air proses pemanfaatan jasling.
Rp. 200.000.000 PHKA
Rp. 500.000.000 SETJEN
Rp. 200.000.000 SETJEN
Rp. 200.000.000 PHKA
PHKA
Rp. 126.500.000 akan Rp. 179.890.000 Direktorat KKH
Pemahaman publik terhadap peraturan t perundangan d meningkat Adanya feed back konstruktif tentang kepuasan pelanggan dari implementasi kebijakan publik
akan
Gap analysis komprehensif
Sdh
R 154.300.000 Rp. 154 300 000 Direktorat Di kt t KKH akan Direktorat KKH
Dokumen hasil konsultasi publik
Pengkayaan materi dari para pemangku kepentingan
Sdh
Penyusunan peraturan
Draft revisi Peraturan
Pendelegasian kewenangan untuk percepatan proses pelayanan publik tentang peragaan jenis TSL dilindungi
Sdh
Penyusunan dan pengesahan SOP
SOP (dokumen internal Dit. KKH, ISO 9001:2008) Dokumen hasil sosialisasi
Sosialisasi peraturan
11 Penyempurnaan Peraturan Menteri Pengaturan Lembaga Konservasi
Rekomendasi Pemanfaatan
9
Rp. 126.500.000
akan Pemahaman publik terhadap peraturan perundangan meningkat Adanya feed back konstruktif tentang kepuasan pelanggan dari implementasi kebijakan publik
akan
Rp. 179.890.000 Direktur KKH
akan Rp. 154.300.000 Direktur KKH
Evaluasi dan pengukuran dampak
Dokumen hasil evaluasi dan pengukuran dampak
Mengidentifikasi dan memetakan permasalahan lembaga konservasi Konsultasi publik
Naskah akademis
Gap analysis komprehensif
Sdh
Dokumen hasil konsultasi publik
Pengkayaan materi dari para pemangku kepentingan
Sdh
Penyusunan peraturan
Draft revisi Peraturan
Sdh
Penyusunan dan pengesahan SOP
SOP (dokumen internal Dit. KKH, ISO 9001:2008)
Perolehan manfaat bagi negara dalam bentuk in-kind (in-kind contribution) untuk konservasi spesies Panduan proses dan kepastian waktu proses pelayanan perizinan
Sosialisasi peraturan
Dokumen hasil sosialisasi
Pemahaman publik terhadap peraturan perundangan meningkat
akan
Evaluasi dan pengukuran dampak
Dokumen hasil evaluasi dan pengukuran dampak
Adanya feed back konstruktif tentang kepuasan pelanggan dari implementasi kebijakan publik
akan
Direktur KKH
Rp. 126.500.000 akan Rp. 179.890.000 Direktur KKH
Rp. 154.300.000 Direktur KKH
Direktur KKH
No 12
PROGRAM/ KEGIATAN Penyederhanaan sistem pertukaran jenis tumbuhan atau satwa dilindungi dengan lembaga konservasi di luar negeri
C Jangka Menengah 1 Penyederhanaan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada HKm
2
Penyederhanaan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada Hutan Desa
TAHUN Output
Tahapan Kerja
Penataan izin usaha pemanfaatan jasa dan lingkungan geothermal di KSA dan KPA
Kriteria Keberhasilan
2011
Status 8
Peraturan Menteri
Mengidentifikasi dan memetakan permasalahan pertukaran jenis tumbuhan atau satwa dilindungi Konsultasi publik
Penyusunan peraturan
Meningkatkan efektivitas izin IUPHHKm dari 2 Izin untuk 2 kegiatan menjadi 1 (satu) izin untuk 2 kegiatan dalam pengelolaan hutan kemasyarakatan
Gap analysis komprehensif
Sdh
Pengkayaan materi dari para pemangku kepentingan
Sdh
Draft revisi Peraturan
Pendelegasian kewenangan untuk percepatan proses pelayanan publik tentang pertukaran jenis TSL dilindungi Panduan proses dan kepastian waktu proses pelayanan perizinan
Sdh
Sosialisasi peraturan
Dokumen hasil sosialisasi
Pemahaman publik terhadap peraturan perundangan meningkat
akan
Evaluasi dan pengukuran dampak
Dokumen hasil evaluasi dan pengukuran dampak
Adanya feed back konstruktif tentang kepuasan pelanggan dari implementasi kebijakan publik
akan
Mengidentifikasi permasalahan proses Teridentifikasinya permasalahan
Analisis permasalahan
Akan
Memetakan permasalahan proses
Terpetakannya permaslahan
Rekomendasi penyelesaian masalah
Akan
Konsultasi publik masalah proses
Terumuskannya masalah
Naskah akademis
Akan
Penyusunan perubahan PP No. 6 Tahun 2007
PP Revisi PP No. 6 Tahun 2007
Net konsep RPP
Akan
Penyusunan peraturan menteri
Peraturan Menteri Kehutanan
Sosialisasi/diseminasi peraturan/pedoman
Tersosialisasinya
Pemegang izin hutan kemasyarakatan dapat memanen hasilnya dengan 1 (satu) izin Peraturan tersosialisasi ke stakeholders
Pengukuran dampak peraturan menteri
Meningkatnya IUPHHK HKm
Jumlah IUPHHK HKm meningkat
Akan
Teridentifikasinya permasalahan
Analisis permasalahan
Akan
Terpetakannya permaslahan
Rekomendasi penyelesaian masalah
Akan
Terumuskannya masalah
Naskah akademis
Akan
2012 11
12
1
2
3
4
5
6
7
2013 8
9
10
11
12
1
2
3
4
5
6
7
2014 8
9
10
11
12
1
2
3
4
5
6
7
Rencana Anggaran 8
9
10
11
12
Penanggung jawab
Rp. 179.890.000 Direktur KKH
Rp. 154.300.000 Direktur KKH
Direktur KKH
Rp. 2.500.000.000,-. Direktorat BPS Ditjen BPDASPS
Akan
Perubahan PP No. 6 Tahun Net konsep RPP 2007
Akan
Penyusunan peraturan menteri
1 (satu) izin pengelolaan Peraturan Menteri Pedoman Izin Pengelolaan untuk kegiatan pembangunan dan pemanfaatan hutan desa Hutan Desa
Akan
Sosialisasi/diseminasi peraturan/pedoman
Tersosialisasinya
Peraturan tersosialisasi ke stakeholders
Akan
Pengukuran dampak peraturan menteri
Meningkatnya IUPHHK HD
Jumlah IUPHHK HD meningkat
Akan
Pembelajaran/studi banding pemanfaatan jasling geotermal.
Tertingkatkannya capacity Pengetahuan SDM building/keilmuan pemanfaatan jasling geotermal.
Sdg
Identifikasi pemanfaatan jasling geotermal.
Teridentifikasinya potensi dan kelayakan usaha pemanfaatan jasling.
Sdg
Konsultasi publik/sosialisasi pemanfaatan jasling geotermal.
Terumuskannya masalah Naskah akademis proses pemanfaatan jasling.
Penyusunan peraturan menteri tentang Terumuskannya draft Permenhut izin usaha pemanfaatan jasling geotermal. Pengembangan Database Terbangunnya Sistem informasi perijinan secara on-line Penerapan Standar unit layanan Unit layanan melakukan pelayanan sesuai prosedur kerja Bimbingan teknis pengusahaan Pemegang ijin IUPJG pemanfaatan jasling geotermal melaksanakan ijin sesuai dengan aturan
10
akan
Penyusunan peraturan pemerintah
Rekomendasi Pemanfaatan
9
Rp. 126.500.000
SOP (dokumen internal Dit. KKH, ISO 9001:2008)
Mengidentifikasi permasalahan proses Meningkatkan efektivitas izin IUPHHD untuk 2 kegiatan menjadi 1 (satu) izin Memetakan permasalahan proses untuk 2 kegiatan dalam pengelolaan hutan desa
Mengatur mekanisme perizinan usaha pemanfaatan jasling geothermal
Naskah akademis
Dokumen hasil konsultasi publik
Penyusunan dan pengesahan SOP
Konsultasi publik masalah proses
3
Output
Rp. 2.500.000.000,Direktorat BPS Ditjen BPDASPS
Rp. 500.000.000
Rp. 5.000.000.000 PHKA
Rp. 300.000.000 PHKA Sdg Rp. 200.000.000 PHKA
Permenhut
Sdg
Transparansi proses
Sdg
Terimplementasi nya penerapan standar unit layanan Terimplementasinya penerapan peraturan pemanfaatan jasling geotermal
Akn
Rp. 500.000.000 SETJEN
Rp. 200.000.000 SETJEN
Rp. 200.000.000 PHKA Akn 90,000,000 PHKA
No 4
5
6
PROGRAM/ KEGIATAN
TAHUN Output
Output
Kriteria Keberhasilan
2011
Status 8
Percepatan Perizinan Peraturan Menteri Pengambilan atau Penangkapan serta Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar
Penyederhanaan izin Peraturan Menteri perolehan tumbuhan dan satwa laiar dilindungi dan atau termasuk Appendix I CITES yang Bersumber dari Lembaga Konservasi
Penyempurnaan sistem penilaian kinerja pegawai
Tahapan Kerja
Peraturan Menteri
Mengidentifikasi dan memetakan permasalahan perizinan pengambilan atau penangkapan serta peredaran tumbuhan dan satwa liar
Naskah akademis
Konsultasi publik
Dokumen hasil konsultasi publik
Pengkayaan materi dari para pemangku kepentingan
Sdh
Penyusunan peraturan
Draft revisi Peraturan
Sdh
Penyusunan dan pengesahan SOP
SOP (dokumen internal Dit. KKH, ISO 9001:2008)
Sosialisasi peraturan
Dokumen hasil sosialisasi
Evaluasi dan pengukuran dampak
Dokumen hasil evaluasi dan pengukuran dampak
Tertibnya tata niaga pemanfaatan TSL Panduan proses dan kepastian waktu proses pelayanan perizinan Pemahaman publik terhadap peraturan perundangan meningkat Adanya feed back konstruktif tentang kepuasan pelanggan dari implementasi kebijakan publik
Gap analysis komprehensif
2012 11
12
1
2
3
4
5
6
7
2013 8
9
10
11
12
1
2
3
4
5
6
7
2014 8
9
10
11
12
1
2
3
4
5
6
7
Rencana Anggaran 8
9
10
11
12
Penanggung jawab
200,000,000
150,000,000 Rp. 90.000.000
akan Rp. 200.000.000 Direktur KKH akan Rp. 150.000.000 Direktur KKH akan Rp. 105.000.000 Direktur KKH
Gap analysis komprehensif
akan
Dokumen hasil konsultasi publik
Pengkayaan materi dari para pemangku kepentingan
akan
Penyusunan peraturan
Draft Peraturan Menteri
akan
Penyusunan dan pengesahan SOP
SOP (dokumen internal Dit. KKH, ISO 9001:2008)
Tertib administrasi legalitas asal usul koleksi TSL di unit lembaga konservasi Panduan proses dan kepastian waktu proses pelayanan perizinan
Sosialisasi peraturan
Dokumen hasil sosialisasi
Pemahaman publik terhadap peraturan perundangan meningkat
akan
Evaluasi dan pengukuran dampak
Dokumen hasil evaluasi dan pengukuran dampak
Adanya feed back konstruktif tentang kepuasan pelanggan dari implementasi kebijakan publik
akan
Penyiapan mekanisme kerja penilaian kinerja individu pegawai
Pedoman penilaian kinerja Tersedianya prosedur kerja individu pegawai penilaian kinerja individu pegawai yang lebih obyektif
Sdg
Sosialisasi dan implementasi sistem penilaian kinerja individu pegawai
Penilaian kinerja individu pegawai
Akn
Pengukuran dampak perubahan dari penilaian kinerja individu pegawai di lingkungan Kementerian Kehutanan
10
Sdh
Naskah akademis
Mengidentifikasi dan memetakan permasalahan izin peminjaman jenis satwa liar Konsultasi publik
9
Rp. 107.500.000 Direktur KKH
Evaluasi (efektifitas dan efisiensi) hasil penilaian kinerja individu pegawai dengan menggunakan indikator penilaian yang baru
Terwujudnya pemahaman para pejabat struktural terhadap sistem penilaian kinerja individu pegawai yang baru Terwujudnya kinerja individu pegawai yang lebih terukur dan menjadikan kinerja organisasi yang lebih efektif
Rp. 126.500.000 Direktur KKH
Rp. 126.500.000 Direktur KKH akan Rp. 179.890.000 Direktur KKH
Rp. 154.300.000 Direktur KKH
Rp. 345.500.000 Direktur KKH
Rp. 394.000.000
Kepala Biro Kepegawaian
Rp. 128.000.000
Kepala Biro Kepegawaian
Akn Kepala Biro Kepegawaian