DAFTAR ISI
2 3
DARI REDAKSI Saatnya Melakukan Perubahan
17
PROFIL Ir. Iskandar Abubakar, M.Sc Menjadi Profesional dan Berwibawa
OPINI • Pelaksanaan Pengawasan pada BLU di Lingkungan Kementerian Perhubungan • Peranan SDM dalam Pelaksanaan Pengawasan Intern di Lingkungan Kementerian Perhubungan
24
NARASUMBER • Konsekuensi Sebuah Perubahan Paradigma • Perubahan Paradigma Pengawasan Intern di Mata Auditi
34 6
FOKUS Paradigma Pengawasan Intern: dari Watchdog Menuju Quality Assurance
11
AUDITING Audit Prakontrak (Pre-Award Audit) untuk Mencegah Korupsi pada Pengadaan Barang/Jasa
PERATURAN • Disiplin Pegawai Negeri Sipil • Standar Kompetensi Auditor
45
SERBA-SERBI • Cara Mudah Menghitung Berat Besi Beton Tanpa Tabel • “Kondisi” Sama atau Terkesan Sama dengan “Akibat” ? • Jangan Jadi Ketimun Bungkuk
PELINDUNG Inspektur Jenderal - PENASIHAT Sekretaris Inspektorat Jenderal - PEMBINA Inspektur I, Inspektur II, Inspektur III, Inspektur IV, Inspektur Khusus - PEMIMPIN UMUM Dra. Endang Indarwati, M. Si PEMIMPIN REDAKSI Drs. Pepen Supendi Yusup, M.Si - WAKIL PEMIMPIN REDAKSI Wasis Danardono, S.Psi, MBA, - REDAKTUR PELAKSANA Ani Susilaningsih, SE - SEKRETARIS REDAKSI Nihayatul Muna, SH - REDAKTUR PRA CETAK Ully Rada Putra, ST, ME, Haeril Bardan, ST - KORESPONDEN Drs. Boedi Prihandono, M.Si, Meta Haryani, SE, Yopi Sumantri, SH - KONTRIBUTOR Amin Hudaya, ST. MT, Amirulloh, S.SiT, M.MTr - EDITOR Ir. Santausa Purnama Salim, Helma Agnes Dinantia, M. Sofiyuddin, ST - LAY OUT/ SETTING Ivan Alamsyah, S.Kom, Donny Kurniawan, S. Kom - PRODUKSI DAN DISTRIBUSI Lely Kurnia Sadikin, S.Pd, Darma Sanjaya, SH
transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
1
DARI REDAKSI
editorial
JURNAL TRANSPARANSI
Saatnya Melakukan Perubahan.....
E
sensi dasar dari manusia dan kehidupan adalah berubah. Segala hal berubah dan tak ada yang berubah kecuali perubahan itu sendiri. Perubahan pada hakikatnya adalah sunatullah yang berlangsung konstan dan tidak bisa dilawan sebagai wujud dari kuasa-Nya. Namun perubahan yang dikendaki, tentulah perubahan menuju kemajuan. Arah perubahan adalah menuju lebih baik. Bukan perubahan jika arahnya justru menuju keburukan. Perubahan juga harus dilakukan dengan berdasar pada kondisi saat ini dan berkesinambungan, yang dalam prosesnya tahap demi tahap harus selalu dilakukan evaluasi dan penelaahan untuk perbaikan berikutnya. Namun yang banyak terjadi saat ini adalah dorongan kenyamanan untuk tetap seperti sedia kala, tidak berubah untuk tetap ber-status-quo. Hal ini berlaku juga untuk sebuah pekerjaan yang menjadi tanggung jawab utama kita : Pengawasan Intern. Pengawasan harus selalu berubah sesuai kondisi dan lingkungan baik internal maupun eksternal. Trend perubahan yang selalu didengungkan saat ini adalah perubahan paradigma pengawasan intern dari sekedar “wacthdog” menjadi sosok konsultan pendamping dan “quality assurance” bagi kinerja auditi. Perubahan adalah sebuah tuntutan untuk penyesuaian diri dengan lingkungan dan kebutuhan yang telah banyak berubah variabelnya. Namun, sepertinya pergerakan 2
menuju ke arah yang lebih baik itu berjalan lamban dan terseok-seok. Apa sebabnya? Sulit menjawab pertanyaan tersebut, namun pertanyaan tersebut memunculkan sederet pertanyaan yang lainnya : Apakah kita tidak siap? Apakah kita tidak mampu? Apakah karena banyak dari kita yang tidak tahu harus memulai perubahan itu dari mana? Atau justru jangan-jangan kita tidak mau berubah? Sederet pertanyaan di atas mewakili kesiapan yang ada pada diri kita untuk menyambut perubahan tersebut, mewakili modal yang kita miliki untuk memulai perubahan : SDM, uang, serta sistem yang ada. Untuk mencapai kemajuan, setiap orang harus merencanakan perubahan. Dan perubahan itu harus datang dan dimulai dari diri sendiri. Perubahan sejatinya tidak dapat dipaksakan dari luar, tetapi merupakan revolusi kesadaran yang lahir dari dalam. Perubahan dari dalam dan dari diri sendiri merupakan pangkal segala perubahan. Perubahan dalam diri manusia dimulai dari perubahan cara pandang atau perubahan paradigma pikir (mindset), yang selanjutnya disertai dengan perubahan dalam penguasaan ilmu dan ketrampilan. Dari semua itu ada dua cercah harapan dimana kita bersandar untuk melangkah menuju perubahan paradigma tersebut: kemauan dan kebersamaan. Tanpa itu, sehebat apapun dan seberapun banyaknya modal yang kita miliki tidak ada artinya. Saat ini, untuk mewujudkan dua hal itu tampak begitu sulit karena mata dan hati kita tidak berada pada satu titik, yaitu satu titik untuk memulai perubahan. Kita tidak akan bisa melakukan perubahan jika kita belum berada pada titik tersebut. Kapan? Suatu saat kita akan sampai pada titik itu. (Redaksi) transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
PROFIL Ir. Iskandar Abubakar, M. Sc Inspektur Jenderal Kementerian Perhubungan
MENJADI PROFESIONAL DAN BERWIBAWA
M
engawali karirnya dari golongan II/b ikatan dinas pada tahun 1978, pria penggemar motor gede ini tidak menyangka akan diterima sebagai PNS di Kementerian Perhubungan. Kala itu bersama sang kakak yang masih menempuh pendidikan di fakultas ekonomi, Iskandar Abubakar mencoba peruntungan menjadi PNS. Rupanya keberuntungan lebih memihak padanya, sedangkan sang kakak tidak lulus tes. Melihat latar belakang keluarga yang jauh dari dunia PNS terutama ayahnya yang seorang Akuntan dan pernah menduduki posisi sebagai Direktur sebuah Bank di Medan, sebenarnya agak sulit untuk menyesuaikan diri menjadi PNS. Namun tidak ada yang tidak bisa dilakukan apabila ada kemauan yang kuat untuk belajar. Dengan kemauan belajar yang kuat pulalah beliau mengikuti kursus pertamanya pada akhir tahun 1979 di Departemen Pekerjaan Umum selama 3 (tiga) bulan, lalu pada tahun 1980 mengikuti kursus Traffic Enginering di Kanada selama 2 (dua) bulan. Kemudian dilanjutkan dengan mengikuti kursus-kursus lainnya yang menunjang kariernya di Direktorat Jenderal Perhubungan Darat.
gan waktu yang sangat singkat yaitu selama 1(satu) tahun kuliah. Banyak hal yang dipelajari selama belajar di Inggris, salah satunya yaitu belajar bagaimana cara berbicara dan cara menjawab pertanyaan. Yang selalu teringat adalah perkataan salah satu dosennya yang mengatakan “You have to be honest”, jadi apabila kita tidak tahu katakan tidak tahu jangan tidak tahu tapi bilang tahu. Sepulangnya dari Inggris beliau alih tugas ke Badan Diklat Perhubungan (sekarang Badan Pengembangan SDM Perhubungan), yang hal ini menjadi salah satu persyaratan untuk mendapatkan beasiswa pendidikan S-2 ke Inggris.
Pria kelahiran Medan tanggal 27 Juni 1953 yang sangat menjunjung tinggi keprofesionalan dan mempunyai prinsip berani mengambil risiko, mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan S-2 di IMP College London pada tahun 1984. Tanpa pikir panjang kesempatan itu diambilnya den-
Selama 6 (enam) tahun menjabat Dirjen Perhubungan Darat, banyak keputusan beresiko diambil, misal tahun 2003 mengeluarkan wacana penggunaan safety belt untuk pengendara mobil dan penggunaan helm berstandar SNI (Standar Nasional Indonesia) untuk pengendara motor.
transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
Dalam perjalanan karir di Kementerian Perhubungan, berbagai jabatan penting pernah diamanahkan kepadanya, sebut saja Kasi Pengaturan Lalu Lintas (1982-1985), Kasubag Umum (1985-1988), Kasubdit Angkutan Perkotaan (1989), Kadit Bina Sistem Lalu Lintas (1996-2002), Direktur Jenderal Perhubungan Darat (2002-2008), Staf Ahli Menhub Bidang Ekonomi dan Kemitraan (2008-2010), dan saat ini menjabat sebagai Inspektur Jenderal.
3
PROFIL
Keputusan tersebut memunculkan banyak pro dan kontra dari berbagai pihak, namun beliau pantang menyurutkan langkah, tetap konsisten, tidak berkecil hati dan terus berkarya karena keselamatan dalam berkendaraan sangat penting dan harus mendapat prioritas perhatian. Walaupun harus mengeluarkan cost yang lebih besar sekarang masyarakat merasakan begitu pentingnya menggunakan helm dan safety belt guna keselamatan berkendaraan. Di sela waktu luangnya di luar jam kantor, anak bungsu dari 5 (lima) bersaudara ini mempunyai hobi mengendarai dan memodifikasi motor gede, renang dan melukis. Hobi yang menarik minat lainnya yaitu diving, suatu kegiatan yang dinilainya banyak mengandung resiko yang dapat menjadi media berlatih mengambil risiko dalam suatu penugasan. 4
Menurut pandangannya dalam setiap manajemen di tingkat apapun pasti ada fungsi kontrol atau pengawasan, dimana pada Kementerian Perhubungan fungsi pengawasan itu berada di Inspektorat Jenderal. Sejalan dengan perkembangan paradigma pengawasan, fungsi Inspektorat Jenderal harus diubah dari kesan mencari-cari kesalahan (watchdog). Perlu disadari bahwa orang cenderung tidak senang untuk diawasi, untuk itu perlu diadakan pendekatan terlebih dahulu dan pengenalan/sosialisasi lebih mendalam agar pihak-pihak terkait tidak merasa diawasi. Fungsi pengawasan dapat diperankan oleh Inspektorat Jenderal secara optimal dengan dukungan sumber daya manusia dan sistem yang terorganisasi dengan baik. Kedua hal tersebut sa ling berkorelasi, sistem tidak dapat berjalan dengan baik apabila sumber daya manusia tidak berkualitas begitupun sebaliknya. transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
PROFIL
Di era teknologi informasi yang sudah berkembang sedemikian pesat saat ini, menjadi tuntutan sekaligus tantangan bagi segenap insan Inspektorat Jenderal untuk mampu menjadikan teknologi khususnya internet sebagai sarana untuk mempermudah pekerjaan dan mempercepat penyampaian informasi baik yang bersifat umum maupun terbatas.Terlebih saat ini Inspektorat Jenderal telah membangun Sistem Informasi Pengawasan (SIP) - aplikasi Sistem Informasi berbasiskan web untuk mendukung pelaksanaan kegiatan pengawasan Inspektorat Jenderal yang dapat diakses melalui internet dan intranet. Lebih jauh selaku Inspektur Jenderal, beliau mengangankan Inspektorat Jenderal menjadi institusi di lingkungan Kementerian Perhubungan yang profesional dan berwibawa. Untuk menjadi profesional dapat diperoleh dengan menimba ilmu dan memperbanyak pengetahuan melalui berbagai pelatihan, di samping bekerja sebaik mungkin dan dapat memberikan manfaat baik bagi diri sendiri maupun orang-orang yang berada di sekeliling. Citra Inspektorat Jenderal yang positif membuatnya sebagai institusi yang berwibawa dan disegani. Harapan ini kiranya dapat merasuk kedalam hati dan pikiran setiap insan Inspektorat Jenderal, sehingga cita-cita untuk menjadikan Inspektorat Jenderal yang profesional dan berwibawa terwujud. Tim Jurnal
INSERT E-AUDIT
S
ecara garis besar pengertian e-audit tidak berbeda dengan pengertian audit secara umum. Arens et.al. (2001) mendefinisikan auditing adalah pengumpulan serta pengevaluasian bukti-bukti atas informasi untuk menentukan serta melaporkan tingkat kesesuaian informasi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan. Definisi e-audit tidak jauh beda hanya saja proses pengumpulan bukti, serta evaluasi buktinya dilakukan dengan bantuan komputer. Bukti yang dikumpulkan untuk dievaluasi tidak lagi berupa hard copy melainkan berbentuk file data komputer. Beberapa kelebihan penerapan e-audit antara lain : pelaksanaan pengumpulan data lebih cepat karena dapat dilakukan sewaktu-waktu dan real time online, serta dapat digunakan untuk mengembangkan cakupan pemeriksaan yang lebih luas dan mendalam. e-audit akan meningkatkan transparansi dalam proses audit, memperkecil kemungkinan kontak antara auditor dan auditi. Jika kontak diminimalisasi kemungkinan penyimpangan bisa ditekan. Karena datanya berupa paperless, maka eaudit mempunyai keunggulan : retensi dokumen lebih lama dan andal (> 10 tahun), akses data yang lebih cepat, analisa cross section lebih mudah, interoperability, serta long distance collaboration & supervision. Sedangkan kelemahannya adalah adanya risiko keamanan data karena sistem yang digunakan menggunakan jaringan internet. Kelemahan lain terkait dengan data komputer yaitu adanya perubahan manajemen, biaya pengadaan software yang mahal, dan fleksibilitas software. Prasyarat utama agar pelaksanaan e-audit dapat berjalan baik antara lain : ketersediaan jaringan internet yang memadai hal ini merupakan syarat utama karena pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan akses jaringan internet, SDM yang memiliki pengetahuan komputer baik dari sisi institusi pengawasan maupun auditi, dukungan pihak terkait seperti penyediaan sarana, SDM, dorongan atau motivasi, serta bimbingan teknis atau sosialisasi mengenai pelaksanaan e-audit. (dari berbagai sumber internet)
transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
5
FOKUS
Konsepsi Pengawasan Pengawasan pada dasarnya diarahkan untuk menghindari adanya kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai. Melalui pengawasan diharapkan dapat membantu melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan secara efektif dan efisien. Sebagai salah satu fungsi manajemen, mekanisme pengawasan di dalam suatu organisasi mutlak diperlukan. Pelaksanaan suatu rencana atau program tanpa diiringi dengan suatu sistem pengawasan yang baik dan berkesinambungan, akan mengakibatkan lambatnya atau bahkan tidak tercapainya sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia dikenal terminologi pengawasan melekat, pengawasan fungsional yang meliputi pengawasan intern dan pengawasan ekstern, pengawasan masyarakat serta pengawasan legislatif yang dapat digambarkan sebagai lapisan-lapisan unsur pengawasan nasional. Pengawasan Intern Pengawasan intern menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah adalah seluruh proses kegiatan audit,
6
reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pe- ngawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepen-tingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik. Dalam penyelenggaraan pengawasan intern, kegiatan-kegiatan di luar kegiatan audit mempunyai kedudukan dan manfaat yang sama pentingnya dengan kegiatan audit, karena seluruh kegiatan tersebut bersifat membantu pimpinan instansi pemerintah dalam me-ningkatkan kinerja organisasi. Pengawasan intern mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pengendalian intern karena pengawasan intern merupakan bagian dari pengendalian intern instansi pemerintah yang bersifat menyeluruh. Pengawasan intern dibutuhkan oleh pimpinan instansi pemerintah untuk memberikan keyakinan bahwa sistem pengendalian intern di dalam instansi yang dipimpinnya telah berjalan secara efektif. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) melakukan evaluasi terhadap kehandalan dan efektivitas pengendalian intern yang hasilnya disampaikan kepada pimpinan instansi dan unsur-unsur pimpinan lainnya yang dipandang perlu untuk menindaklanjuti hasil evaluasi dan pengawasan tersebut.
transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
FOKUS
Hasil pengawasan intern dapat memberikan penilaian yang bersifat independen dan objektif tentang keandalan sistem pengendalian intern, tingkat pencapaian kinerja (efektivitas, efisiensi, dan kehematan), hambatan, kelemahan dan penyimpangan yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan kegiatan. Apabila hasil pengawasan mengidentifikasikan adanya temuan tersebut, pimpinan organisasi dapat mengambil tindakan korektif untuk meyakinkan bahwa temuan tersebut tidak terulang lagi. Perubahan Paradigma Terdapat pergeseran filosofi pengawasan intern dari paradigma lama menuju paradigma baru, yang ditandai dengan perubahan orientasi dan peran auditor intern. Pada saat ini auditor intern lebih berorientasi untuk memberikan kepuasan kepada jajaran manajemen. Auditor intern tidak dapat lagi hanya berperan sebagai watchdog, namun harus dapat berperan sebagai mitra bagi manajemen. Hal ini sejalan dengan definisi/ pengertian audit internal yang mengalami perubahan dari waktu ke waktu.
2. Menurut Institute of Internal Auditor (IIA) 2 “Internal auditing is an independent, objective asssurance dan consulting activity designed to add value and improve an organization’s operations. Its helps an organization accomplish its objectives by bringing a systematic, disciplined approach to evaluate ang improve the effectiveness of risk management, control, and governance process.” (Internal audit adalah suatu aktivitas independen yang memberikan jaminan keyakinan serta konsultasi yang dirancang untuk memberikan suatu nilai tambah serta meningkatkan kegiatan operasi organisasi. Internal auditing membantu organisasi dalam usaha mencapai tujuannya dengan cara memberikan suatu pendekatan disiplin yang sistematis untuk mengevaluasi dan meningkatkan keefektivan manajemen risiko, pengendalian proses, dan proses pengaturan dan pengelolaan organisasi).
1. Menurut Sawyer 1 “Internal auditing is an independen appraisal function established within an organization to examine and evaluate its activities as a service to organization” (Internal audit adalah suatu fungsi penilaian independen yang dibentuk dalam suatu organisasi untuk mengkaji dan mengevaluasi aktivitas organisasi sebagai bentuk jasa yang diberikan bagi organisasi).
Dari definisi tersebut, dalam perkembangannya orientasi dan mekanisme audit intern telah bergeser. Pada masa lalu fokus utama peran auditor intern adalah sebagai “watchdog”, sedangkan pada masa kini dan masa mendatang proses audit intern telah bergeser menjadi konsultan intern (internal consultant) yang memberi masukan berupa pikiran-pikiran untuk perbaikan serta berperan sebagai katalis (catalyst).
1 Sawyer, 2003.
2 ---------, The Profesional Practices Framework, The IIA Research Foundation, 2007.
transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
Perbedaan paradigma lama dengan paradigma baru dapat digambarkan dalam tabel sebagai berikut :
7
FOKUS
Peran “watchdog” yang meliputi aktivitas inspeksi, observasi, perhitungan, pengujian transaksi yang bertujuan untuk memastikan ketaatan/kepatuhan terhadap ketentuan, peraturan atau kebijakan yang telah ditetapkan, membuat kehadirannya kurang disukai auditi. Auditi seringkali merasa bahwa keberadaan auditor intern hanya akan mendatangkan cost yang lebih besar dibandingkan benefit yang akan diterima. Sebenarnya hal ini merupakan konsekuensi logis dari profesi auditor intern yang tugasnya memang tidak dapat dilepaskan dari fungsi audit, dimana auditor dan auditi berada pada posisi yang saling berhadapan. Peran auditor intern sebagai konsultan diharapkan dapat memberikan manfaat berupa nasehat (advice) dalam pengelolaan sumber daya (resources) organisasi, sehingga dapat membantu tugas para pimpinan di tingkat operasional. Peran konsultan mengharuskan auditor intern untuk selalu meningkatkan pengetahuan di bidang audit dan pemahaman terhadap proses bisnis organisasi, sehingga dapat membantu manajemen organisasi dalam memecahkan masalah. Pada saat ini, kon8
sultasi internal merupakan aktivitas yang sangat dibutuhkan oleh manajemen yang perlu dilakukan oleh auditor intern . Selain sebagai konsultan, auditor intern harus mampu berperan sebagai katalis yaitu memberikan jasa kepada manajemen melalui saran-saran yang bersifat konstrukstif dan dapat diaplikasikan bagi kemajuan organisasi, namun tidak ikut dalam aktivitas operasional yang dilaksanakan manajemen. Peran auditor intern sebagai katalis berkaitan dengan quality assurance yaitu menjamin bahwa suatu kegiatan dapat berjalan secara efisien, efektif, sesuai dengan aturannya, guna mencapai tujuan organisasi. Dalam peran katalis, auditor intern bertindak sebagai fasilitator dan agen perubahan (agent of change). Impact dari peran katalis bersifat jangka panjang, karena fokus katalis adalah nilai jangka panjang (long term value) dari organisasi, terutama berkaitan dengan tujuan organisasi yang dapat memenuhi kepuasan pelanggan (customer satisfaction) dan masyarakat (stake holder). Tuntutan peran auditor intern tersebut juga sejalan dengan amanat Pasal 11 PP Nomor transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
FOKUS
60 Tahun 2008 yang memberikan gambaran mengenai peran APIP yang efektif, yaitu APIP yang mampu : 1. Memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah; 2. Memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah; dan 3. Memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah. Berkaitan dengan peran yang harus dilakukan APIP, dalam Pasal 48 PP Nomor 60 Tahun 2008 dinyatakan bahwa pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah dilakukan oleh APIP yang mencakup kegiatan yang berkaitan langsung dengan penjaminan kualitas (quality assurance) yaitu audit, reviu, evaluasi dan pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya yang merupakan kegiatan yang berkaitan dengan bantuan saran (consultancy) antara lain sosialisasi pengawasan, pendidikan dan pelatihan pengawasan, pembimbingan dan konsultnasi, pengelolaan hasil pengawasan, dan pemaparan hasil pengawasan. Prasyarat Mewujudkan APIP yang Efektif Untuk mewujudkan peran APIP yang efektif mensyaratkan beberapa kriteria minimum yang harus dimiliki APIP, yaitu 3 :
3 The IIA, The Role of Auditing in Public Sector Governance 2006.
transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
1. Independesi kelembagaan APIP dapat melaksanakan tugasnya bebas dari pengaruh pihak manapun, sehingga auditor mampu bekerja sesuai standar profesi dan menghasilkan laporan yang andal dan berkualitas. 2. Mandat formal yang cukup Kewenangan, tugas dan fungsi APIP harus dinyatakan dengan jelas dalam peraturan perundang-undangan termasuk kewajiban instansi pemerintah untuk bekerja sama dengan APIP. 3. Akses yang memadai Akses terhadap informasi merupakan salah satu elemen vital dalam pelaksanaan tugas APIP. Seringkali, sebagai bagian dari orang dalam, akses informasi penting justru tidak diperoleh. Diperlukan kemampuan teknis yang memadai dari auditor untuk memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan audit. 4. Kecukupan anggaran Anggaran yang disediakan harus memungkinkan APIP untuk melaksanakan tugasnya sesuai ruang lingkup tanggung jawabnya. 5. Kepemimpinan yang kompeten Pimpinan APIP harus mampu secara efektif merekrut dan mengelola pegawai berkeahlian tinggi. Selain itu pimpinan APIP juga mampu menjadi articulate public spokesperson bagi fungsi pengawasan. 6. Pegawai yang kompeten Auditor APIP secara kolektif harus memiliki seluruh kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas pengawasan dan memenuhi persyaratan minimum pendidikan berkelanjutan sesuai standar dan ketentuan organisasi profesi.
9
FOKUS
7. Dukungan seluruh pihak yang berkepentingan (stakeholders) Dukungan konstruktif dari stakeholders turut mempengaruhi pencapaian tujuan pengawasan APIP karena pada dasarnya internal auditor adalah bagian dari organisasi yang akhirnya akan bermuara pada stakeholders. 8. Standar audit Eksistensi dan aplikasi standar audit akan memberikan jaminan/keyakinan yang memadai bahwa kegiatan APIP memiliki derajat kualitas yang dapat dipertanggungjawabkan baik dari sisi keilmuan maupun profesi. PP Nomor 60 Tahun 2008 mensyaratkan beberapa hal tekait dengan aspek bisnis proses dan SDM APIP yaitu : 1. Audit intern harus dilaksanakan oleh pejabat yang mempunyai tugas melaksanakan pengawasan dan telah memenuhi syarat kompetensi keahlian sebagai auditor (pasal 51). 2. Adanya kode etik APIP untuk menjaga perilaku auditor (pasal 52). 3. Adanya standar audit untuk menjaga mutu audit (pasal 53). 4. Kewajiban membuat dan menyampai kan laporan hasil pengawasan dan menyampaikan kepada pimpinan instansi pemerintah yang diawasi (pasal 54). 5. Untuk menjaga mutu hasil audit APIP, secara berkala dilaksanakan telaahan sejawat yaitu kegiatan yang dilaksanakan unit pengawas yang ditunjuk guna mendapatkan keyakinan bahwa pelaksanaan kegiatan audit telah sesuai dengan standar audit (pasal 55).
10
Penutup Paradigma pengawasan intern mengalami pergeseran dari peran watchdog menjadi konsultan dan katalis. Sebagai konsultan, Inspektorat Jenderal diharapkan mampu tidak hanya menyajikan temuan, namun juga memberikan bimbingan atas kendala dan permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas audiiti. Sedangkan sebagai katalis, Inspektorat Jenderal diharapkan mampu mendorong terwujudnya kepemerintahan yang baik (good governance) di lingkungan Kementerian Perhubungan. Prasyarat minimal menuju peran APIP yang efektif dengan paradigma baru sebagai quality assurance perlu upaya pencapaian secara terus-menerus karena peran ideal pengawasan adalah sebagai quality assurance yaitu menjamin suatu kegiatan dapat berjalan secara efisien, efektif, sesuai dengan aturan guna mencapai tujuan organisasi.
Daftar Referensi : 1. BPKP, Modul Konferensi Nasional APIP Tahun 2010, Mewujudkan APIP yang Efektif dalam Rangka Meningkakan Efisiensi dan Efektivitas Pengelolaaan Keuangan Negara dan Pencegahan Korupsi, Jakarta : BPKP, 2010. 2. Pusdiklatwas BPKP, Audit Berpeduli Risiko, Edisi Keempat, Jakarta : Pusdiklatwas BPKP, 2007.
transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
AUDITING
Pendahuluan Pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan salah satu instrument pendorong laju roda pembangunan nasional yang melibatkan berbagai pihak yaitu pemerintah, penyedia barang/jasa, konsultan dan masyarakat. Dalam setiap tahunnya, alokasi anggaran pengadaan barang/jasa mencapai 35% dari total APBN/APBD. Oleh karenanya penyerapan anggaran melalui pengadaan barang/jasa menjadi sangat penting. Namun, tidak kalah pentingnya adalah pelaksanaan pengadaan barang/ jasa yang efektif, efektif dan ekonomis untuk mendapatkan manfaat yang optimal dari penggunaan anggaran. Banyak sorotan diarahkan pada berbagai masalah di seputar pengadaan barang/ jasa antara lain karena banyaknya penyimpangan dalam baik dalam perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasannya. Survey oleh lembaga independen seperti Transparancy International maupun Bank Dunia dan ADB, mengggolongkan Indonesia dalam negara yang tingkat korupsinya tinggi yang salah satu sumbernya adalah kebocoran pada sektor pengadaan barang/jasa. Indonesia Procurement Watch (IPW) mensinyalir terjadi kebocoran sekitar 60% anggaran pengadaan barang/jasa. Dalam periode 2005-2009 pengaduan tentang penyimpangan pengadaan barang/jasa ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencapai 2.100 kasus. Menurut KPK potensi kerugian negara dalam pengadaan barang/jasa mencapai 35% transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
dari nilai pengadaan dengan modus operandi yang paling banyak dilakukan adalah penunjukan langsung (mencapai 94%) dan selebihnya penggelembungan harga. Kondisi pengadaan barang/jasa seperti tersebut di atas, menuntut Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) selaku auditor internal pemerintah untuk lebih berperan dalam pengawasan pengadaan barang/jasa sebagai perwujudan pelaksanaan Pasal 116 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang mewajibkan kepada pimpinan instansi pemerintah untuk melakukan pengawasan terhadap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Unit Layanan Pengadaan (ULP)/Pejabat Pengadaan di lingkungan instansi masing-masing, dan menugaskan aparat pengawasan intern yang bersangkutan untuk melakukan audit sesuai dengan ketentuan. Untuk membantu pimpinan instansi pemerintah dalam pengelolaan dan penetapan kontrak pengadaan barang/jasa, APIP dapat memberikan saran dan rekomendasi terutama tentang efisiensi dan efektivitas kontrak serta ketaatan terhadap ketentuan yang berlaku dengan terlebih dahulu melakukan audit atas kontrak. Audit atas kontrak pengadaan barang/jasa dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu audit sebelum kontrak ditandatangani (preaward audit) dan audit setelah kontrak ditandatangani (post award audit).
11
AUDITING
Pencegahan Korupsi Pengadaan Barang/Jasa Proses pengadaan barang/jasa dimulai dari perencanaan, pemrograman, penganggaran, pengadaan, pelaksanaan kontrak dan pembayaran, penyerahan pekerjaan, pemanfaatan dan pemeliharaan. Prosedur dan persyaratan pengadaan tersebut telah diatur dan ditetapkan terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Namun dalam pelaksanaannya, masih ditemukan permasalahan yang mengakibatkan terjadinya kerugian negara seperti misalnya pengadaan barang dengan harga yang tidak wajar karena jauh di atas harga pasar, sehingga dapat merugikan keuangan negara sebesar selisih harga pembelian dengan harga pasar atau harga yang wajar. Dalam rangka pencegahan korupsi pengadaan barang/jasa, KPK mendorong seluruh lembaga/instansi pemerintah menerapkan proses lelang/tender atau pengadaan barang/jasa secara elektronik atau dikenal dengan e-procurement. Selain itu, salah satu Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi dan Rencana Aksi Pemberantasan Korupsi (Stranas dan RANPK) 2010-2025 adalah melaksanakan upaya-upaya pencegahan dengan percepatan reformasi manajemen keuangan negara dan pengadaan barang dan jasa publik melalui penyempurnaan sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah termasuk memperkuat mekanisme pengawasan. Mencegah penyimpangan atau kesalahan dalam dalam suatu proses manajemen sejak dari perencanaan hingga pelaksanaan seyogyanya selalu diupayakan semaksimal mungkin agar tidak terlalu fokus pada tujuan akhir. Apabila terlalu fokus pada tujuan 12
akhir kemudian terjadi penyimpangan atau kesalahan dalam proses, maka hasil yang dicapai bisa dipastikan tidak sesuai atau kurang optimal dari apa yang telah ditetapkan dalam perencanaan. Terkait dengan manajemen risiko, bila tindakan pencegahan dilaksanakan, maka kemungkinan ancaman kegagalan akan jauh bisa dihindari dibanding tidak sama sekali melakukan antisipasi dini. Di samping itu, apabila proses suatu kegiatan dapat terkawal dengan benar sejak awal, maka dapat dicegah berbagai pemborosan yang tidak perlu dibanding apabila dilakukan pengawasan untuk memeriksa atau menemukan penyimpangan atau kesalahan. Dengan berubahnya paradigma pengawasan intern dimana fungsi internal auditor adalah mitra manajemen/konsultan intern yang membantu pemecahan masalah dengan saran konstruktif serta menjamin kegiatan berjalan efisien dan efektif sesuai ketentuan (quality assurance), maka APIP harus bertindak sebagai quality assurance sekaligus memberikan early warning system dalam proses pengadaan barang/jasa. Secara lebih spesifik dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap pengadaan barang/jasa, Inspektorat Jenderal dapat melakukan pre-award audit (selanjutnya disebut audit prakontrak). Audit prakontrak dapat didefinisikan sebagai audit yang dilaksanakan sebelum penandatanganan kontrak pengadaan barang/jasa untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa calon penyedia barang/jasa yang ditetapkan oleh Unit Layanan Pengadaan (ULP) memiliki kelayakan /kemampuan kontrak, harga yang ditawarkan adalah wajar dan secara ekonomis menguntungkan negara serta proses pengadaan barang/ jasa sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku. transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
AUDITING
Tujuan Audit Pra Kontrak Tujuan audit prakontrak adalah sebagai salah satu upaya preventif untuk mengurangi korupsi, kolusi dan nepotisme dalam proses pengadaan barang/jasa dan memberikan pendapat (assurance) kepada Kepala Daerah/Pimpinan Kementerian/Lembaga/Pengelola Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran/Pejabat Pembuat Komitmen dalam proses pengadaan barang/jasa mengenai ketaatan atas peraturan perundang-undangan, kemampuan penyedia barang/jasa dan kewajaran harga barang/jasa. Sasaran Audit Prakontrak Sasaran audit prakontrak adalah pengadaan barang/jasa yang dibiayai dari APBN/APBD pada Kementerian/LPNK, Instansi Pemerintah Daerah dan instansi lainnya termasuk Bank Indonesia, BHMN dan BUMN/BUMD yang pembiayaan pengadaan barang/jasanya sebagian atau seluruhnya dibebankan pada APBN/APBD dan bernilai strategis. Berdasarkan Simpulan Konferensi Nasional Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2010 penentuan kriteria strategis adalah berdasarkan pertimbangan profesional auditor dan tidak perlu ditetapkan dalam suatu peraturan atau surat keputusan Pimpinan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah. Pertimbangan Pelaksanaan Audit Prakontrak Audit prakontrak dilaksanakan untuk pengadaan barang/jasa yang bernilai strategis dan atau selektif. Faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan kebutuhan audit prakontrak antara lain : 1. Data yang disampaikan calon penyedia barang/jasa tidak mencukupi untuk menilai kewajaran penawaran; transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
2. Metode yang digunakan calon penyedia barang/jasa dalam menentukan harga penawaran tidak jelas; 3. Adanya temuan audit yang menyatakan adanya kelemahan pengendalian intern dalam pengadaan barang/jasa. Waktu Pelaksanaan Audit Prakontrak Waktu pelaksanaan audit prakontrak harus mencukupi, sehingga auditor dapat bekerja secara profesional sesuai dengan standar audit dan menghasilkan output sebagaimana diharapkan. Dengan mempertimbangkan pengaturan waktu dalam proses pengadaan barang/jasa, pelaksanaan audit prakontrak dapat dimulai setelah ULP membuat Berita Acara Hasil Pelelangan (BAHP) dan berakhir sebelum penerbitan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) oleh PPK. Penambahan waktu dapat dilakukan pada tahap antara penetapan pemenang dan pengumuman pemenang dengan catatan bahwa hal ini sudah ditetapkan sejak awal dan disampaikan kepada calon penyedia barang/jasa sebelum proses pengadaan barang/jasa dimulai. Teknik Audit Prakontrak Teknik audit yang dapat digunakan pada audit prakontrak antara lain : 1. Analisis yaitu mengurai data/informasi ke dalam unsur-unsur yang lebih kecil atau bagian-bagian sehingga dapat diketahui pola hubungan antar unsur atau unsur penting yang tersembunyi; 2. Pengujian substantif, yaitu penelitian secara mendalam terhadap hal yang esensial atau penting; 3. Desk audit, yaitu penelaahan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai acuan atas audit yang dilakukan atas berbagai dokumen yang 13
AUDITING
berkaitan dengan pengadaan barang/ jasa, serta mengidentifikasikan kelemahan dalam sistem pengadaan barang/ jasa; 4. Benchmarking, yaitu pembandingan harga kontrak dengan harga pasar yang wajar atau pedoman harga satuan yang telah ditetapkan oleh Instansi Teknis, Pemerintah Daerah atau BUMN/BUMD. Output dan Outcome Audit Prakontrak Output audit prakontrak adalah Laporan Hasil Audit Prakontak atas pelaksanaan audit prakontrak yang akan disampaikan oleh APIP kepada Kepala Daerah/Pimpinan Kementerian/Lembaga/PA/KPA/PPK. Outcome yang diharapkan dari pelaksanaan audit prakontrak adalah dimanfaatkannya Laporan Hasil Audit Prakontrak sebagai salah satu pertimbangan bagi PA/KPA sebelum menetapkan pemenang serta bagi PPK sebelum menerbitkan SPPBJ dan menandatangani kontrak. Pelaksana Audit Prakontrak Pelaksanaan audit prakontrak harus dilakukan oleh pihak yang kompeten. Mengacu pada Pasal 116 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, audit prakontrak dilaksanakan oleh auditor APIP di masingmasing Kementerian/LPNK dan Pemerintah Daerah. Salah satu kualifikasi yang harus dimiliki oleh auditor adalah telah memiliki sertifikat pengadaan barang/jasa atau telah mengikuti diklat audit pengadaan barang/ jasa.Persyaratan tersebut bersifat kolektif dalam artian cukup dimiliki oleh minimal salah satu anggota tim audit. Tanggungjawab Auditor dalam Audit Prakontrak 14
Tanggungjawab auditor terbatas pada pendapat yang disampaikannya. Auditor dapat meminta saran ataupun bantuan lain yang diperlukan dari pihak yang kompeten dalam hal auditor tidak memiliki pengetahuan/ketrampilan yang diperlukan untuk melaksanakan seluruh ataupun sebagian penugasan audit prakontrak. Auditor tidak diperkenankan mempengaruhi kemandirian ULP dalam melaksanakan tugasnya. PPK bertanggungjawab penuh (administrasi, fisik, keuangan dan fungsional) atas segala keputusan yang diambil dalam pengadaan barang/jasa yang dilaksanakannya. Pendapat Auditor Pada pokoknya pendapat yang diberikan auditor berupa : 1. Pengadaan barang/jasa telah sesuai dengan ketentuan. 2. Pengadaan barang/jasa tidak sesuai ketentuan. Dalam hal pengadaan barang/jasa tidak sesuai ketentuan, terdapat 3 (tiga) kemungkinan kondisi, yaitu : 1. Pelelangan memenuhi kriteria gagal, sehingga direkomendasikan untuk dilakukan pelelangan ulang, yaitu jika ditemukan kondisi : • kemungkinan terjadinya persekongkolan; • adanya persyaratan yang diskriminatif; • spesifikasi teknis terlalu tinggi; • spesifikasi mengarah pada suatu merk/produk tertentu, kecuali suku cadang; • nilai total HPS pengadaan terlalu rendah; • nilai dan/atau ruang lingkup pekerjaan terlalu luas/besar; dan/atau • kecurangan dalam pengumuman. transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
AUDITING
2. Pelaksanaan pelelangan tidak sesuai dengan ketentuan dalam dokumen pengadaan sehingga direkomendasikan untuk dilakukan evaluasi ulang. Pelelangan direkomendasikan untuk dibatalkan, yaitu jika ditemui kondisi : a. Pengadaan barang/jasa belum atau kurang dianggarkan yaitu : • Kode akun yang tercantum dalam dokumen anggaran tidak sesuai dengan peruntukan dan jenis pengeluaran; • Perkiraan jumlah anggaran yang tersedia untuk paket pekerjaan dalam dokumen anggaran tidak mencukupi kebutuhan pelaksanaan pekerjaan.
b. Barang/jasa yang akan dilelang tidak sesuai dengan kebutuhan. Apabila barang/jasa yang akan dilelang ternyata tidak sesuai dengan kebutuhan, maka direkomendasikan agar proses pelelangan dibatalkan dan PA/KPA melakukan perubahan rencana umum pengadaan dengan mempertimbangkan kelayakan barang/jasa yang telah ada/dimiliki/dikuasai, atau riwayat kebutuhan barang/jasa dari kegiatan yang sama, untuk memperoleh kebutuhan riil. c. Waktu pelaksanaan proses pengadaan barang/jasa dianggap tidak mencukupi termasuk di dalamnya pertimbangan kecukupan jangka waktu untuk pelaksanaan pekerjaan setelah kontrak ditandatangani.
Mekanisme Audit Prakontrak Mekanisme pelaksanaan audit prakontrak adalah sebagai berikut :
transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
15
AUDITING
Penutup Pengadaan barang/jasa pemerintah mempunyai peran penting sebagai penggerak roda perekonomian, namun di sisi lain pengadaan barang/jasa rawan terhadap korupsi. Sebagai upaya preventif untuk mencegah penyimpangan/korupsi pengadaan barang/jasa di lingkungan Kementerian Perhubungan, Inspektorat Jenderal perlu melakukan audit pra kontrak terhadap pengadaan barang/jasa terutama yang bersifat strategis. Pencegahan penyimpangan jauh lebih berarti dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) dibandingkan melakukan pengawasan setelah terjadi penyimpangan. Ketika audit pra kontrak terhadap pengadaan barang/jasa dapat terlaksana secara efektif dan efisien, disamping post audit yang sudah berjalan, penyimpangan pada pengadaan barang/jasa yang dapat menimbulkan kerugian keuangan negara dapat dicegah dan tuntutan peran Inspektorat Jenderal sebagai early warning system dan quality assurance dapat terpenuhi. 16
Daftar Referensi : 1. BPKP, Modul Konferensi Nasional APIP Tahun 2010, Mewujudkan APIP yang Efektif dalam rangka Meningkakan Efisiensi dan Efektivitas Pengelolaaan Keuangan Negara dan Pencegahan Korupsi, Jakarta : BPKP, 2010. 2. BPKP, Pedoman Audit Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Jakarta : BPKP, 2007. 3. Buku Panduan Mencegah Korupsi Dalam Pengadaan Barang dan Jasa Publik, Jakarta : Transparency International, 2006. 4. Dokumen Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi dan Rencana Aksi Pemberantasan Korupsi 2010-2025, Jakarta : BAPPENAS, 2010. 5. Paparan “Audit Prakontrak atas Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah” BPKP pada Workshop Pre-award Audit di Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan, 2010. 6. Simpulan Konferensi Nasional Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2010.
Endang Indarwati Ani Susilaningsih transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
OPINI
PELAKSANAAN PENGAWASAN PADA BADAN LAYANAN UMUM (BLU) DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN Pendahuluan alah satu agenda reformasi keuangan negara adalah adanya pergeseran dari pengganggaran tradisional menjadi penganggaran berbasis kinerja. Dengan basis kinerja ini, arah penggunaan dana pemerintah tidak lagi berorientasi pada input, tetapi pada output. Perubahan ini penting dalam rangka proses pembelajaran untuk menggunakan sumber daya pemerintah yang makin terbatas, tetapi tetap dapat memenuhi kebutuhan dana yang makin tinggi.
S
Penganggaran yang berorientasi pada output merupakan praktik yang telah dianut luas oleh pemerintahan modern di berbagai negara. Pendekatan penganggaran yang demikian sangat diperlukan bagi satuan kerja instansi pemerintah yang memberikan pelayanan kepada publik. Salah satu alternatif untuk mendorong peningkatan pelayanan publik adalah dengan mewiraswastakan pemerintah. Mewiraswastakan Pemerintah (Enterprising The Government) adalah paradigma yang memberi arah yang tepat bagi sektor keuangan publik. Ketentuan tentang penganggaran tersebut telah dituangkan dalam UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara1. Selanjutnya, UU Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara membuka koridor baru bagi penerapan basis kinerja
di lingkungan pemerintah. Dengan Pasal 68 dan Pasal 69 Undang-Undang tersebut, instansi pemerintah yang tugas dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas. Prinsip-prinsip pokok yang tertuang dalam kedua Undang-Undang tersebut menjadi dasar penetapan instansi pemerintah untuk menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK-BLU). BLU ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat . Pengertian Badan Layanan Umum Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, yang dimaksud dengan BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/ atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Sedangkan PKBLU, adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkat-
1 www.pkblu.perbendaharaan.go.id
transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
17
OPINI
kan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan negara pada umumnya. BLU di lingkungan Kementerian Perhubungan yang telah dan akan dibentuk terdapat di Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan (dulu Badan Diklat Perhubungan), diantaranya Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) telah ditetapkan sebagai PK-BLU dengan Status Penuh sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan No.26/KMK.05/2009 per tanggal 5 Pebruari 20092 dan dikukuhkan oleh Peraturan Menteri Perhubung-an Nomor 20 Tahun 2010 tentang Status Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) menjadi Badan Layanan Umum. Pembentukan BLU didasari oleh UndangUndang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharan Negara Pasal 68, yaitu : (1) BLU dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. (2) Kekayaan BLU merupakan kekayaan negara/daerah yang tidak dipisahkan serta dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan BLU. (3) Pembinaan keuangan BLU Pemerintah Pusat dilakukan oleh Menteri Keuangan dan pembinaan teknis dilakukan oleh Menteri yang bertanggungjawab atas bidang pemerintahan yang bersangkutan. 2 www.stipjakarta.ac.id
18
Selanjutnya berdasarkan pasal 69 dinyatakan bahwa : (1) Setiap BLU wajib menyusun Rencana Kerja dan Anggaran tahunan. (2) Rencana Kerja dan Anggaran serta Laporan Keuangan dan Kinerja BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Kerja dan Anggaran serta Laporan Keuangan dan Kinerja Kementerian Negara/Lembaga/ Pemda. (3) Pendapatan dan Belanja BLU dalam Rencana Kerja dan Anggaran tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikonsolidasikan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/ lembaga/Pemda ybs. (4) Pendapatan yang diperoleh BLU sehubungan dengan jasa layanan yang diberikan merupakan pendapatan negara/daerah. (5) BLU dapat memperoleh hibah atau sumbangan dari masyarakat atau badan lain. (6) Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat digunakan untuk membiayai belanja BLU yang bersangkutan. Pengelolaan Keuangan BLU Bentuk Pengelolaan Keuangan Negara dibagi menjadi 2 (dua) yaitu tidak dipisahkan dan dipisahkan.3 Pengelolaan Keuangan Negara yang tidak dipisahkan adalah : a. Dikelola melalui sistem APBN. b. Tunduk sepenuhnya pada perundangundangan Keuangan Negara. c. Berlaku prinsip-prinsip umum pengelo laan keuangan negara, antara lain asas bruto, universalitas, non afektasi dan non kontraksi. 3 Paparan Direktorat PK-BLU tentang “Implementasi Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum”
transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
OPINI
Pengelolaan Keuangan Negara yang dipisahkan tunduk pada rezim perundangundangan tersendiri, yaitu Undang-Undang BUMN. Pengelolaan Keuangan BLU menggunakan bentuk pengelolaan yang tidak dipisahkan dengan alasan utama untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik. PK-BLU sendiri merupakan implementasi Reinventing Government (Mewirausahakan Birokrasi) yaitu mentransformasi semangat wirausaha ke dalam sektor publik dan penganggaran berbasis kinerja dan diharapkan menjadi daya tarik tersendiri bagi Pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Tujuan dan Sasaran PK-BLU BLU adalah alat untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik melalui penerapan manajemen keuangan berbasis pada hasil, dan bukanlah semata-mata sarana untuk mengejar fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan. Sehingga untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat/publik dengan tarif/ harga layanan yang terjangkau masyarakat dengan kualitas layanan yang baik, cepat, efisien dan efektif dapat diterapkan PK-BLU dengan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktikpraktik bisnis yang sehat.4 1. Sebagai bagian dari fleksibilitas pengelolaan keuangan BLU, pendapatan operasional BLU (seluruh pendapatan tersebut adalah PNBP) dapat digunakan langsung, sesuai Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA)-nya tanpa terlebih dahulu disetorkan ke Rekening Kas Negara/Daerah.
4 www.pkblu.perbendaharaan.go.id op.cit
transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
Anggaran BLU dimasukkan dalam RKAKL dan RBA definitif BLU merupakan lampiran DIPA BLU. Dengan demikian penggunaan PNBP harus sesuai dengan peruntukan yang telah ditetapkan dalam DIPA dan RBA BLU. Khusus untuk BLU di lingkungan Pemerintah Pusat, selanjutnya setiap triwulan, BLU tersebut wajib mempertanggungjawabkan penggunaan dana secara langsung tersebut, dengan menyampaikan Surat Perintah Membayar (SPM) pengesahan yang dilampiri Surat Pernyataan Tanggung Jawab (SPTJ) kepada KPPN selambat-lambatnya tanggal 10 setelah akhir triwulan yang bersangkutan untuk memperoleh pengesahan.5 2. BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan Kementerian Negara/Lembaga/Pemerintah Daerah dan karenanya status hukum BLU tidak terpisahkan dari Kementerian Negara/ Lembaga/Pemerintah Daerah sebagai instansi induk, atau dengan kata lain, BLU berperan sebagai agen dari Menteri/Pimpinan Lembaga induknya, yang ditandai dengan penandatanganan kontrak kinerja (a contractual performance agreement) oleh kedua belah pihak, Menteri/Pimpinan Lembaga induk bertanggung jawab atas kebijakan layanan yang hendak dihasilkan kepada publik dan BLU bertanggung jawab untuk memberikan layanan.6 3. Badan Layanan Umum harus dikelola secara profesional ala bisnis, oleh karena itu, pegawai BLU harus tenaga profesional. Tenaga profesional ini bisa PNS maupun Non PNS. Komposisi jumlah PNS maupun non PNS dalam suatu BLU dapat disesuaikan dengan 5 ibid 6 ibid
19
OPINI
kebutuhan. Pegawai BLU terdiri dari Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, Pengawas Internal dan Pelaksana. Kepada Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, Pengawas Internal, dan Pelaksana BLU dapat diberikan remunerasi berdasarkan tingkat tanggung jawab dan tuntutan profesionalisme yang diperlukan, setelah ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan/Gubernur/Bupati/Walikota atas usulan Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Satuan Kerja Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya. Besaran remunerasi didasarkan pada kemampuan keuangan BLU. Pelaksanaan Pengawasan Dalam Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2005 dinyatakan bahwa : (1) Pembinaan teknis BLU dilakukan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala SKPD terkait. (2) Pembinaan keuangan BLU dilakukan oleh Menteri Keuangan/PPKD sesuai dengan kewenangannya. (3) Dalam pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dibentuk dewan pengawas. (4) Pembentukan dewan pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku hanya pada BLU yang memiliki realisasi nilai omzet tahunan menurut laporan realisasi anggaran atau nilai aset menurut neraca yang memenuhi syarat minimum yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. (5) Dewan pengawas BLU di lingkungan pemerintah pusat dibentuk dengan keputusan menteri/pimpinan lembaga atas persetujuan Menteri Keuangan. Di dalam penjelasan pasal 3 ayat (1) PP Nomor 23 tahun 2005, dinyatakan 20
“Kementerian Negara/Lembaga/Pemerintah daerah tetap bertanggung jawab atas pelaksanaan kewenangan yang didelegasikannya kepada BLU. Oleh karena itu, Kementerian Negara/Lembaga/Pemerintah Daerah harus menjalankan peran pengawasan terhadap kinerja layanan dan pelaksanaan kewenangan yang didelegasikan”. Sedangkan di dalam Pasal 35 PP No 23 Tahun 2005, Pemeriksaan intern BLU dilaksanakan oleh Satuan Pemeriksaan Intern (SPI) yang merupakan unit kerja yang berkedudukan langsung di bawah pemimpin BLU, sedangkan Pemeriksaan ekstern terhadap BLU dilaksanakan oleh pemeriksa ekstern sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 20 tahun 2010 Pasal 54 ayat (1) menyatakan bahwa “Satuan Pemeriksaan Internal (SPI) merupakan unit kerja yang berkedudukan langsung di bawah Ketua STIP yang dibentuk sebagai unit kerja pengawasan intern untuk membantu Ke-tua STIP dengan tugas pokok melaksa-nakan audit intern keuangan pengelolaan rencana strategis bisnis, rencana bisnis dan anggaran, dan pelaksanaannya”. Berdasarkan uraian di atas, maka peran Inspektorat Jenderal dalam pelaksanaan Pengawasan terhadap BLU adalah sebagai berikut : a. Bahwa tugas pembinaan teknis berada pada Menteri terkait; b. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh BLU (dalam hal ini STIP) merupakan tugas dan fungsi unit kerja yang menjadi BLU, sehingga produktivitas dari BLU menjadi bagian dari produktivitas
transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
OPINI
Unit Kerja, sehingga Inspektorat Jenderal secara inherent harus melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut, dan apabila dikaitkan dengan pernyataan bahwa BLU berperan sebagai agen dari Menteri induknya, yang ditandai dengan penandatanganan kontrak kinerja (a contractual performance agreement) oleh kedua belah pihak, Menteri bertanggung jawab atas kebijakan layanan yang hendak dihasilkan kepada publik dan BLU bertanggung jawab untuk memberikan layanan, maka Inspektorat Jenderal berkewajiban untuk melakukan pengawasan. Sampai saat ini Dewan Pengawas BLU di lingkungan Badan Pengembangan SDM Perhubungan belum terbentuk, sedangkan SPI telah dibentuk namun dalam pelaksanaannya masih melibatkan Inspektorat Jenderal. Diharapkan kedepan antara Inspektorat Jenderal dengan SPI dan Dewan Pengawas BLU dapat melaksanakan pengawasan sesuai kewenangannnya demi mencapai tujuan yang diinginkan. Dengan demikian Inspektorat Jenderal dalam melakukan pengawasan terhadap BLU yang berada di bawah Kementerian Perhubungan merupakan pengawasan yang bersifat bawaan/melekat (inherent) sekaligus merupakan kepanjangan tangan dari Pimpinan Kementerian Negara yang harus menjalankan peran pengawasan terhadap kinerja layanan dan pelaksanaan kewenangan yang didelegasikan. Darma Sanjaya
INSERT
SURVEY INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK OLEH KPK
S
urvey Integritas Sektor Publik (SISP) dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk optimalisasi pencegahan korupsi di sektor pelayanan publik serta mendorong dan membantu lembaga publik mempersiapkan upaya-upaya pencegahan korupsi yang efektif pada wilayah dan layanan yang rentan terjadi korupsi. Survey dilakukan setiap tahun dan dimulai pada tahun 2007. Survey akan terus dilakukan untuk memantau sejauhmana efektivitas pengendalian terjadinya korupsi di layanan publik sebagai check & balance antara penyedia dan pengguna layanan publik sekaligus memberi peringatan awal kepada instansi pusat dan daerah. Penilaian survey dilakukan dengan menggabungkan 2 (dua) unsur, Pertama pengalaman integritas (bobot 0,667) yaitu pengalaman responden terhadap tingkat korupsi yang dialaminya. Kedua Potensial Integritas (bobot 0,333) yaitu faktor-faktor yang berpotensi menyebabkan terjadinya korupsi yang dipersepsikan oleh responden. Standar minimal integritas yang ditetapkan KPK sebesar 6 dari skala 0-10. Semakin besar nilai, semakin baik integritasnya. Indeks Integritas Nasional tahun 2010 mengalami penurunan dibanding tahun 2009 yaitu dari 6,5 di tahun 2009 menjadi 5,42 di tahun 2010. Layanan Izin Trayek Angkutan Darat Antar Provinsi dan layanan Surat Izin Usaha Perusahaan Angkutan Laut sebagai objek survey di lingkungan Kementerian Perhubungan pada tahun 2010 masih mendapatkan nilai integritas di bawah 6. (sumber : www.kpk.go.id/modules/news/article).
transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
21
OPINI
PERANAN SUMBER DAYA MANUSIA DALAM PELAKSANAAN PENGAWASAN INTERN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
S
alah satu alasan yang menyebabkan suatu organisasi gagal untuk mencapai tujuannya adalah karena kurangnya pengawasan yang memadai. Secara umum, pengawasan adalah kegiatan memperoleh kepastian dari suatu rencana awal, dimana pelaksanaannya sesuai dengan tujuan yang diharapkan, sehingga dapat dikatakan bahwa suatu organisasi berhasil dalam melaksanakan program kerja tersebut. Fungsi pengawasan penting dalam setiap organisasi untuk meminimalisasi kesalahan dan untuk mengevaluasi atas hasil kegiatan yang telah dilakukan. Adapun tujuan pengawasan adalah menjamin ketepatan pelaksanaan sesuai rencana, kebijakan dan perintah (aturan yang berlaku), menertibkan koordinasi kegiatan, mencegah pemborosan dan penyimpangan, serta menjamin terwujudnya kepuasan dan kepercayaan pada suatu organisasi. Di lingkungan Pemerintahan, pengawasan menjadi hal penting yang harus dilakukan agar pelaksanaan kegiatan pemerintahan terjamin jalannya sesuai dengan rencana dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Aparat pengawasan di Pemerintahan terdiri dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal, Inspektorat Provinsi dan Inspektorat Kabupaten/Kota. Pengawasan intern terhadap seluruh kegiatan tugas dan fungsi 22
masing-masing instansi yang didanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara menjadi tugas dan kewenangan Inspektorat Jenderal sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Auditor merupakan Sumber Daya Manusia di bidang pengawasan, dalam melaksanakan tugas terutama audit disyaratkan memiliki kompetensi yang sesuai dengan jenjang jabatan dan peranan dalam melaksanakan audit. Seorang Auditor tentunya harus mengembangkan kompetensi maupun kemampuan yang sudah dimiliki. Bila Auditor kurang memiliki pengetahuan yang cukup mengenai peraturan terkait dengan auditi tentunya akan mempengaruhi kualitas dari suatu temuan. Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kompetensi Auditor, Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan bekerjasama dengan BPKP dan Pengelola Diklat Sub Sektor/Badan di lingkungan Kementerian Perhubungan menyelenggarakan Diklat Jabatan Fungsional Auditor (JFA) dan Diklat Teknis Pengawasan. Di samping dituntut untuk mengembangkan pengetahuan, Auditor harus memiliki 3 (tiga) aspek standar kompetensi, yaitu Pertama aspek pengetahuan yang meliputi bidang pengetahuan seperti Hukum (peraturan dan perundang-undangan), Akuntansi, serta teori dan perilaku organisasi. Yang Kedua adalah aspek keterampilan, yang berkaitan transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
OPINI
dengan bidang pengawasan seperti teknik pengumpulan data dan teknis analisis. Ketiga adalah aspek sikap perilaku dimana seorang auditor memiliki kode etik yang harus memiliki integritas tinggi dalam bekerja. Selain ketiga aspek tersebut, seorang auditor diharapkan mampu berkomunikasi dengan auditi, sehingga informasi yang disampaikan dapat diterima dan dimengerti oleh auditi. Dalam perkembangan sampai dengan tahun 2009, pengawasan intern yang semula dikenal Pengawasan Melekat (Waskat), dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), maka Inspektorat Jenderal selaku APIP) dituntut mempunyai SDM yang berkualitas dalam melakukan kegiatan pengawasan. Dengan demikian dalam rangka mengikuti perkembangan paradigma pengawasan, unsur SPIP akan dapat terlaksana apabila didukung SDM APIP yang mempunyai integritas, profesionalisme dan mempunyai kompetensi yang sesuai dengan tugas dan fungsinya. Peran SDM dan pengelolaannya merupakan salah satu aspek penting untuk disiapkan guna mencapai keberhasilan pelaksanaan pengawasan di lingkungan Kementerian Perhubungan karena akan mempengaruhi hasil atau temuan dari kegiatan pengawasan. Diharapkan pula dengan adanya berbagai diklat bagi auditor dapat menambah kompetensi yang berguna dalam melaksanakan tugas dan fungsi. Arie Darmawan Erlina A. D. Khatarina Tyas K. A. Sandya Dipta P. Wahyu Hardono
transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
INSERT
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
T
IK adalah payung besar terminologi yang mencakup seluruh peralatan teknis untuk memproses dan menyampaikan informasi. TIK mencakup 2 (dua) aspek yaitu teknologi informasi dan teknologi komunikasi. Teknologi informasi meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan sebagai alat bantu, manipulasi, dan pengelolaan informasi. Sedangkan teknologi komunikasi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu untuk memproses dan mentransfer data dari perangkat yang satu ke lainnya. Istilah TIK muncul setelah adanya perpaduan antara teknologi komputer (baik perangkat keras maupun perangkat lunak) dengan teknologi komunikasi pada pertengahan abad ke-20. Ada beberapa tonggak perkembangan teknologi yang secara nyata memberi sumbangan terhadap perkembangan TIK hingga saat ini. Pertama temuan telepon oleh Alexander Graham Bell pada tahun 1875 yang merupakan infrastruktur masif pertama yang dibangun manusia untuk komunikasi global. Memasuki abad ke-20 (1910-1920), terwujud sebuah transmisi suara tanpa kabel melalui siaran radio AM yang pertama yang segera berkembang pesat diikuti transmisi audio visual tanpa kabel yang berwujud siaran televisi pada tahun 1940. Komputer elektronik pertama beroperasi pada tahun 1943, lalu diikuti miniaturisasi komponen elektronik melalui penemuan transistor pada tahun 1947 dan rangkaian terpadu pada tahun 1957. Perkembangan teknologi elektronika yang merupakan cikal bakal TIK saat ini, mendapat momen emasnya pada era Perang Dingin. Miniaturisasi komponen elektronik melalui penciptaan rangkaian terpadu, pada puncaknya melahirkan mikroprosesor yang menjadi ‘otak’ perangkat keras komputer dan terus berevolusi sampai saat ini. Perangkat telekomukasi berkembang pesat saat teknologi digital mulai digunakan menggantikan teknologi analog. Digitalisasi perangkat komunikasi kemudian berkonvergensi dengan perangkat komputer yang menciptakan mesin-mesin yang mengganti ‘otak’ manusia, inilah yang menjadi ciri abad ke-21. (sumber :http://id.wikipedia.org.wiki/Teknologi_ Informasi_Komunikasi)
23
NARA SUMBER
KONSEKUENSI SEBUAH PERUBAHAN PARADIGMA
A
khir-akhir ini, sering kali ditemui artikel maupun diskusi di beberapa media massa yang membahas tentang pentingnya sebuah perubahan paradigma. Perubahan paradigma pemerintahan, perubahan paradigma pendidikan, perubahan paradigma pengelolaan sumber daya alam, perubahan paradigma pembangunan, perubahan paradigma pengawasan, perubahan paradigma hukum, perubahan paradigma beragama hingga perubahan paradigma tatto adalah contoh sebagian artikel/diskusi yang berbicara mengenai perubahan paradigma, yang diharapkan mampu mengubah warna yang telah lama exist. Hal utama yang diharapkan dari perubahan paradigma dimaksud adalah domino effect yang berdampak pada perubahan pandangan, perubahan sistem, perubahan budaya hingga perubahan output, outcome, impact dan benefit dari sebuah kegiatan, hingga tak lagi jauh berdeviasi negatif terhadap ekspektasi. Agaknya, perubahan paradigma ini disinyalir mampu memberikan andil yang cukup besar dalam “mengubah” imej sebuah kegiatan bahkan kinerja sebuah organisasi. Perubahan, -yang merupakan kesejatian dalam hidup- pada hakekatnya merupakan reaksi atas sebuah eksistensi keadaan/ kegiatan/organisasi, untuk dapat mempertahankan keberadaannya dalam lingkungan yang terus dinamis. Paradigma sendiri merupakan sebuah istilah serapan yang jamak digunakan dalam bahasa Indonesia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, paradigma didefinisikan sebagai model 24
dari teori ilmu pengetahuan atau dapat pula diartikan sebagai kerangka berfikir. Wikipedia, mengartikan istilah paradigma (dalam disiplin intelektual) sebagai cara pandang seseorang terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku. Masih menurut Wikipedia, paradigma juga dapat diartikan sebagai seperangkat asumsi, konsep, nilai dan praktek yang diterapkan dalam memandang realitas sebuah komunitas yang sama. Karenanya, istilah “perubahan paradigma” secara empiris dapat dipahami sebagai sebuah reaksi atas keadaan lingkungan yang dinamis dengan memberikan value tambahan maupun mengubah value pada konsep/kerangka berfikir yang telah ada, agar keadaan/ kegiatan/organisasi selanjutnya -setelah mengalami perubahan- lebih mampu memenuhi ekspektasi. Pekerjaan mengimplementasikan perubahan paradigma seperti disebutkan di atas bukanlah pekerjaan yang mudah. Dibutuhkan “kemauan politik” yang kuat dari para pengambil kebijakan untuk mengubah keadaan. “Kemauan politik” tersebut harus didukung dengan semangat dan motivasi dari segenap komponen serta stakeholder terkait, sehingga tidak hanya sekadar menjadi slogan dan retorika belaka. Lain halnya yang terjadi pada sisi grass root hingga middle management, kemauan politik ini bertransformasi menjadi sebuah kewajiban inherent yang dibebankan top management atas nama sebuah perubahan paradigma. transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
NARA SUMBER
Dalam tulisan ini, perubahan paradigma pengendalian, khususnya dalam roda pemerintahan menjadi fokus yang cukup menarik untuk didalami. Karena sifat dan lingkup pengendalian yang dinamis serta mencakup berbagai aspek di semua lini dalam kegiatan berorganisasi, mulai dari penentu kebijakan/top management hingga grass root, maka pembahasan ini menjadi semakin menarik, terlebih lagi dielaborasikan dengan praktek pengendalian secara praktis -hasil diskusi dengan Kepala Bandar Udara Sentani (Sukardjo Widjojo) dan Kepala Bandar Udara Oksibil (Herryzal) sebagai bagian dari manajer-manajer madya dalam organisasi Kementerian Perhubungan-yang banyak mengungkap betapa dinamisnya lingkungan organisasi Kementerian Perhubungan. Tidak dapat disangkal bahwa kedudukan sebuah pengendalian memang cukup penting dalam kelangsungan berorganisasi apalagi dalam tata kelola pemerintahan. Tanpanya, dapat langsung dipahami bersama bahwa takkan ada sebuah keteraturan dalam mencapai suatu tujuan. Sebenarnya, telah banyak diungkap dalam artikel hingga diskusi menarik yang mudah ditemui di berbagai media massa hingga obrolan hangat “warung kopi” akan bahasan turunan mengenai topik pengendalian ini, mulai dari fungsi pengawasan -yang seringkali diidentikkan dengan pengendalian-, korupsi, money laundry, pungutan liar, pelayanan publik, remunerasi dan lain-lain. Harus diakui bahwa terdapat ketidakpuasan publik akan pelayanan yang diberikan pemerintah dalam kewajibannya melayani masyarakat. Hal inilah yang idealnya menjadi tolok ukur utama kinerja pemerintransparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
tah dalam berkaca dan berbenah diri untuk terus meningkatkan performanya sehingga mampu memberikan “service” yang optimal. Inefisensi dan inefektifitas pengelolaan pemerintahan adalah sebuah kendala yang dialami oleh seluruh negara didunia, tentunya dengan intensitas dan sumber masalah yang tak sama, namun disinyalir serupa. Kembali perlu kita ingat bersama, bahwa posisi/kedudukan pemerintah tak lebih dari sebuah kaki tripod yang tak mungkin dapat berdiri tanpa adanya keterlibatan masyarakat dan swasta. Artinya bahwa, keterlibatan kedua pilar ini (masyarakat dan swasta) dalam aktivitas bernegara pasti mempengaruhi kinerja pemerintah dalam menjalankan pekerjaannya, no action without reaction. Terlepas dari hal-hal tersebut, upaya perbaikan dalam pelaksanaan pemerintahan terus digalakkan dengan melakukan berbagai perbaikan mulai dari sisi perencanaan hingga pelaksanaan (termasuk sisi pengawasan di dalamnya) sebagai bentuk penguatan pengendalian terhadap penurunan deviasi pencapaian tujuan. Upaya ini dilakukan tentunya mengadopsi trend perbaikan yang terjadi di dunia. Pendekatan sistemik adalah salah satu pola yang sering dilakukan pada awal-awal langkah penguatan digulirkan, terkait adanya premis awal yang mengatakan bahwa sistem yang ada, terlalu kaku dan statis menghadapi perubahan lingkungan. Penguatan dan perbaikan berbasis sistem ini secara riil berupa penyempurnaan aturan, kejelasan prosedur dari hulu hingga hilir. Mungkin lebih mudah dikatakan mulai dari implementasi birokrasi hingga upaya perbaikan yang terus menerus, yang dikenal dengan reformasi birokrasi. Perbaikan tak hanya berjalan di25
NARA SUMBER
satu sisi ini saja, penguatan berbasis proses adalah sisi lain yang juga mendapatkan perhatian, guna mengetahui kelemahan yang terjadi pada tiap-tiap aktivitas/kegiatan berorganisasi. Peningkatan efisiensi dalam aktifitas berorganisasi ini diharapkan mampu menyumbangkan informasi yang akurat bagi manajemen sehingga dapat menentukan kebijakan lanjutan yang tepat. Terkait dengan proses yang berlangsung di tubuh birokrasi pemerintahan di Indonesia, terdapat pendapat yang mengatakan bahwa kendala utama rendahnya kinerja birokrat disebabkan dangkalnya peran dan fungsi job description yang telah dibuat. Padahal job description ini seharusnya digunakan pula sebagai instrumen kendali proses untuk mengukur kinerja dari proses itu sendiri maupun untuk menakar kesesuaian antara kompetensi personal pelaksana job description tersebut dengan target/goal yang harus dicapainya. Jadi, job description tak hanya melulu merupakan penggambaran tugas, tanggung jawab dan fungsi umum suatu jabatan tanpa mengaitkannya secara terintegrasi dengan aspek kompetensi individu/group yang meng-handle-nya. Intinya adalah, pelaksanaan segala kegiatan berorganisasi dalam pemerintahan tak lepas dari faktor Sumber Daya Manusia (SDM). Sehingga trend terakhir yang bergulir dalam perbaikan tata kepemerintahan mulai mempertimbangkan keterlibatan/peran SDM lebih dalam lagi. Mungkin karena disadari akan pentingnya pengaruh perubahan di lingkungan sekitar, maka pola pendekatan kaku semisal penguatan sistem maupun proses secara parsial itu kemudian terus berevolusi dengan mengadaptasi perkembangan/perubahan lingkungan seperti ilmu pengetahuan, 26
teknologi, kapasitas sumber daya manusia, dll. Dalam dunia pengawasan-pengendalian khususnya bagi pilar pemerintahan di Indonesia, dinamisasi pengendalian dikenal kini dengan sebutan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). SPIP ini dipayungi oleh Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) yang bertujuan untuk memberikan keyakinan memadai (reasonable assurance) bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ini merupakan bentuk sinergi dari berbagai penguatan yang lebih holistik, dengan menggabungkan berbagai elemen dasar organisasi, mulai dari sistem, proses, aturan yang mengedepankan pendekatan dinamis “human factor” sebagai aktor penggerak organisasi. Sehingga kendala “job description” seperti telah diurai diatas dapat terurai dengan mengembangkan job description menjadi lebih deskriptif, konkrit dan spesifik -misi jabatan yang diemban, kompetensi yang dibutuhkan dari sisi skill, knowledge maupun attitude, ilustrasi rinci tentang fungsi jabatan terkait-, secara holistik saling terikat dan terkait. Penguatan semisal ini dapat dikuantitatifkan menjadi sebuah key performance indikator (KPI) dan dapat dijadikan acuan dalam melakukan evaluasi kinerja pada tiap personil juga eksistensi jabatannya. Perlu dipahami bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 ini merupakan sebuah langkah konkrit pertama yang ditujukan untuk membentuk built in control, sebuah bentuk pengawasan by system yang dinamis terhadap perubahan transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
NARA SUMBER
lingkungan baik di sisi ilmu pengetahuan, teknologi maupun manusianya. Diharapkan sistem baru yang menggabungkan soft dan hard control ini dapat self sustainable dan dinamis mengadaptasi perubahan lingkungan, guna mencapai visi, misi serta tujuan organisasi dalam tatanan fungsional dalam arti sempit dan pula mencapai visi, misi dan tujuan bernegara sebagai tatanan organisasional yang lebih luas lagi. Kedepan, kala implementasi SPIP telah berjalan sebagaimana mestinya dalam melakukan fungsi pengendalian, secara otomatis akan membentuk “internal control culture” sebagai pola hidup berorganisasi khususnya dalam roda pemerintahan di Indonesia yang sesuai norma, nilai serta aturan yang berlaku. Dalam berorganisasi, khususnya di Kementerian Perhubungan, pola-pola tersebut sebenarnya -baik disadari maupun tidak- telah dilakukan oleh para manajer mulai dari level rendah hingga level atas. Dari diskusi dengan Kepala Bandar Udara Sentani -Sukardjo Widjojo-, yang antusias berbicara mengenai pentingnya pengelolaan sumber daya manusia, diketahui bahwa dalam pandangannya pengendalian secara holistik mutlak diperlukan, namun faktor SDM yang berada didalamnya perlu mendapatkan perhatian yang tak seadanya. Dalam pengalamannya, kapasitas SDM adalah hal pertama yang harus dipertimbangkan dalam mengelola sebuah organisasi, apalagi seperti kantor yang menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Perhubungan yang diberikan amanat untuk memberikan pelayanan sektor transportasi yang sangat dinamis oleh negara. Tanpanya dapat diyakinkan bahwa pelaksanaan tugas dan fungsi berproses transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
semestinya sehingga berefek langsung pada kinerja pencapaian misi dan tujuan organisasi. Pengelolaan SDM menurut hemat Kepala Bandara Sentani, Sukardjo Widjojo, mutlak diperhatikan lebih intensif sejak tahap awal rekruitmen hingga penempatan -mutasi, rotasi, promosi, demosi dan terminasi-, peningkatan kapasitas SDM serta remunerasi, harus direviu dan dievaluasi secara berkala dan terus menerus. Lebih jauh lagi, Sukardjo Widjojo mendukung dilaksanakannya reviu berkala mengenai pengelolaan SDM di Kementerian Perhubungan, terkait tugas dan fungsinya yang teramat crucial dalam memastikan keselamatan dan keamanan pengguna jasa transportasi kala bersentuhan dengan jasa perhubungan. Bahkan, dalam pandangan beliau sudah saatnya dilakukan penajaman fungsi kelembagaan terkait pengelolaan dan reviu SDM, baik di tatanan kementerian juga di tatanan fungsional pengawasan seperti Inspektorat Jenderal. Pengalaman, sebagai bagian dari kapasitas SDM, dalam pandangan beliau adalah suatu keniscayaan yang mutlak berperan dalam pengelolaan pelayanan publik khususnya di sektor perhubungan yang demikian dinamis dan unik serta menuntut keluwesan hingga ketegasan di saat yang tepat. Konsep ini sejalan dengan konsep umum SPIP secara praktis, yang memprioritaskan potensi SDM sebagai langkah awal implementasi SPIP. Dengan pengembangan sumber daya manusia yang terarah dan terencana disertai pengelolaan yang baik akan dapat menghemat sumber daya lainnya atau setidak-tidaknya pengolahan dan pemakaian sumber daya organisasi dapat secara berdaya guna dan berhasil guna. Sesuai 27
NARA SUMBER
amanat Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008, diperlukan beberapa elemen utama guna memuluskan implementasi SPIP, yaitu : 1. Good man for good system Seperti telah dikupas sebelumnya, manajemen SDM secara holistik-komprehensif adalah crucial dan mutlak dilaksanakan secara kaffah, sehingga dalam Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 ini, kebijakan SDM sangat diperhatikan melalui penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang SDM. Ini dilakukan dengan memperhatikan penetapan kebijakan dan prosedur sejak rekrutmen sampai dengan pemberhentian personil, termasuk didalamnya penelusuran latar belakang dalam proses rekrutmen yang disertai supervisi yang memadai. Internal control culture hanya dapat tercipta dengan pengawalan dan dukungan dari personil yang memiliki integritas dan komitmen tinggi serta didukung kompetensi yang memadai untuk mengimplementasikan good system. 2. Risk based internal control Pasal 13 s.d. 17 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 menekankan pentingnya aktivitas penilaian risiko yang mencakup identifikasi dan analisis risiko sekaligus menetapkan action plan yang relevan dan tepat guna mengatasi risiko yang dapat terjadi. Ini dilakukan dalam rangka memetakan efek dan resiko yang dapat terjadi atas pelaksanaan suatu kegiatan melalui perencanaan pengelolaan resiko lebih awal.
28
3. Continous improvement of internal audit quality Peningkatan kualitas proses pengawasan dapat dilakukan dengan melakukan pengawasan secara holistik-terintegrasi melalui koordinasi antar sub sektor maupun lintas sektoral. Sedangkan budaya pengendalian intern dapat dilakukan dengan kerjasama penilaian/revieu audit intern antar sektor, sehingga dapat saling memberikan masukan dan penilaian yang independen atas pelaksanaan audit satu sama lain. Pendapat serupa dilontarkan oleh Kepala Bandar Udara Oksibil Papua, Herryzal, terkait pentingnya kualitas aparatur perhubungan dalam melaksanakan tugas negara yang telah diamanatkan padanya. Aparatur pemerintah yang berperan sebagai operator pelaksana teknis pemerintahan harus terus mengalami penguatan, pengayaan dan peningkatan kapasitas agar dapat meningkatkan kinerjanya dalam memberikan pelayanan terbaik bagi pengguna jasa perhubungan. Beliau juga menyambut baik pergeseran paradigma pengawasan yang dilaksanakan Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan –yang merupakan bagian dari fungsi pengendalian– ke arah pembinaan UPT di lingkungan Kementerian Perhubungan, dengan mengutamakan fungsinya sebagai quality assurance. Menurut pandangan Herryzal, perubahan ini menjadi salah satu cara capacity building bagi birokrat yang diaudit oleh Inspektorat Jenderal. Betapa tidak, keberadaannya menjadi sumber informasi dan alih kompetensi yang berharga bagi personil Aparatur Perhubungan hingga UPT-UPT terpencil seperti di Oksibil transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
NARA SUMBER
- Papua. Sehingga dukungan beliau juga mengalir bagi peningkatan kapasitas auditor baik secara teknis maupun non teknis (interpersonal skill) sehingga mampu mendalami fungsinya lebih baik lagi. Hal ini sejalan dengan poin ke 3 (tiga) dalam elemen utama yang diperlukan dalam mengimplementasikan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), yaitu “Continous improvement of internal audit quality” atau perbaikan berkelanjutan pada kualitas internal audit baik secara organisasi maupun dari sisi fungsi. Dari pandangan yang diutarakan Kepala Bandar Udara Oksibil tersebut, dapat diketahui lebih jelas bahwa dalam kehidupan berorganisasi, tiap elemen, tiap kegiatan dan tiap pencapaian adalah saling berkaitan satu dengan lainnya. Pemahaman seperti inilah yang diharapkan dalam menjalankan sebuah organisasi, baik yang kecil apalagi yang besar seperti birokrasi pemerintahan yang dampaknya massive terhadap kehidupan bernegara. Karenanya, Herryzal mengharapkan segala kegiatan pengawasan/pengendalian di alur birokrasi dapat pula bercorak dinamis dan dapat mengambil area yang tepat melalui pendampingan sejak tahap perencanaan, pengawalan saat pra pelaksanaan kegiatan, pre audit hingga reviu berkala saat pelaksanaan kegiatan berakhir guna memantau output bahkan outcome.
lah sulitnya guna mengubah budaya yang telah mengakar lama. Dengan kata lain, perubahan paradigma berimbas langsung pada perubahan budaya berorganisasi, yang pasti menimbulkan resistensi dari humanware yang menapakinya. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah adalah salah satu dari perubahan paradigma tersebut, namun strategi yang dimilikinya, yang termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 berusaha meminimalisir segala friksi dan efek yang mungkin terjadi. 5 (lima) unsur SPIP, yaitu Lingkungan Pengendalian, Penilaian Resiko, Kegiatan Pengendalian, Informasi dan Komunikasi serta Pemantauan Pengendalian Intern yang memberdayakan segala elemen organisasi untuk bergerak secara simultan, sistemik, holistik-komprehensif, terintegrasi antara satu dengan yang lain, berupaya mewujudkan potensi humanis dengan aura positif secara nyata ke dalam pembangunan ulang birokrasi, sehingga tak lagi mandul dalam kinerja. “Namun jauh di luar bahasa dewa itu semua, satu hal yang pasti konsekuensi sebuah pe rubahan paradigma membutuhkan usaha nyata”. Haeril Bardan Wasis Danardono Amirulloh
Perubahan paradigma, riilnya memakan segala sumber daya, seperti waktu, biaya hingga kerelaan mengubah keadaan. Mencoba menghilangkan segala deadlock system, celah penyimpangan ataupun cacat berorganisasi lainnya. Namun, utama-nya diperlukan usaha yang tak katransparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
29
NARA SUMBER
PERUBAHAN PARADIGMA PENGAWASAN INTERN DI MATA AUDITI
G
una mewujudkan tujuan dan citacita berbangsa dan bernegara sebagaimana amanat UUD 1945 diperlukan adanya birokrasi pemerintah yang mampu mengemban visi dan misi bernegara, bermoral, profesional, efisien dan efektif. Birokrasi pemerintahan dituntut mampu mengemban tugas-tugas pemerintahan melalui manajemen pemerintahan yang dinamis yang berperan melakukan transformasi nilai mengarah pada pencapaian tujuan dan cita-cita bernegara. Agar pertanggungjawaban dari manajemen pemerintahan yang kompleks dan dinamis menjadi kredibel diperlukan suatu sistem pengawasan dengan misi utama mewujudkan good governance. Keberadaan pengawasan baik intern maupun ekstern sudah dikenal dan diakui kegunaannya dalam praktik manajemen pemerintahan. Lembaga pengawasan intern berada pada tiap tingkatan manajemen pemerintahan mulai dari Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati dan Walikota. Hasil pelaksanaan pengawasan intern yang disampaikan secara berkala ataupun sesuai kebutuhan dimanfaatkan oleh manajemen pemerintahan untuk meningkatkan kinerja, efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan. Oleh karena itu pengawasan intern dilakukan tidak hanya pada saat akhir proses manajemen saja, melainkan pada setiap tahapan dari sejak tahap perencanaan sudah dilakukan pengawasan. 30
Perubahan paradigma pengawasan intern yang telah meluas dari sekedar watchdog yang cenderung berfokus pada penemuan kesalahan/penyimpangan ke posisi yang lebih luas yaitu pada efektivitas pencapaian tujuan organisasi, mendorong pelaksanaan pengawasan ke arah pemberian nilai tambah (value added). Pengawasan intern menekankan pada pemberian bantuan kepada manajemen dalam pengelolaan risiko yang dapat menghambat pencapaian tujuan organisasi, memberikan alternatif peningkatan efisiensi dan efektivitas, serta pencegahan atas potensi kegagalan. Pengawasan intern juga berperan dalam kegiatan pemberian konsultasi/pembinaan dan sebagai katalis dalam perwujuan manajemen pemerintahan yang baik. Pada tataran lebih ideal, pengawasan intern harus mampu memberikan nilai tambah (value added) bagi peningkatan kinerja penyelenggaraan manajemen pemerintahan, mengingat keberadaan pengawasan intern adalah untuk menjembatani hubungan antara pemimpin tertinggi dengan para manajemen dan staf guna mereduksi kesenjangan informasi diantara mereka. Hal demikian mencerminkan bahwa pengawasan intern haruslah berorientasi pada peningkatan mutu (quality assurance) yang dilakukan secara independen dan objektif dengan menggunakan professional judgement sebagai seorang auditor.
transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
NARA SUMBER
Sebagai salah satu mata rantai manajemen di lingkungan Kementerian Perhubungan dan dalam perannya sebagai pemberi masukan bagi pembuat kebijakan, Inspektorat Jenderal perlu mendapat umpan balik (feed back) dari auditi-nya agar kualitas hasil pengawasan senantiasa memberikan kontribusi yang optimal bagi Kementerian Perhubungan. Jurnal Transparansi mencoba mengangkat pandangan auditi yang diharapkan dapat menjadi feedback kinerja Inspektorat Jenderal dari 2 (dua) auditi yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, yaitu Administrator Pelabuhan Makassar dan Kantor Pelabuhan Biringkasi Sulawesi Selatan. Dalam pandangan Kepala Administrator Pelabuhan Makassar DR. Drs. Sukardi, M.Si, pengawasan merupakan salah satu unsur manajemen yang mutlak harus ada dalam suatu organisasi. Apapun organisasinya dan apapun kegiatannya tetap dibutuhkan pengawasan. Namun pengawasan khususnya pengawasan intern yang dilakukan Inspektorat Jenderal terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi unit kerja di lingkungan Kementerian hendaknya tidak lagi mengedepankan watchdog yang mencari-cari kesalahan, menakut-nakuti, dan mengancam. Inspektorat Jenderal harus mampu mentransformasi diri seiring berubahnya paradigma pengawasan intern menjadi institusi yang melakukan pembinaan, memberikan saran dan mencarikan jalan keluar bagi auditi. Tentu bukan perkara mudah untuk sampai pada tataran memberi saran terlebih lagi memberi solusi
transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
karena dibutuhkan pemahaman ‘lebih’ dari auditinya untuk munculnya sebuah saran dan solusi. Seseorang dapat memberikan saran dan solusi apabila terdapat pemahaman yang intens baik terhadap personil yang diberi saran maupun substansi permasalahan. Dalam kaitannya dengan SDM untuk mendukung pelaksanaan pengawasan, kualitas SDM (baca : auditor) Inspektorat Jenderal harus ditingkatkan terutama dalam pemahaman terhadap operasional di lapangan pada unit kerja yang diaudit. Kondisi di lapangan bersifat spesifik, sangat mungkin berbeda antara wilayah satu dengan lainnya akibat faktor sosial budaya yang berbeda serta beragamnya kepentingan stakeholder. Rotasi/mutasi pegawai antar unit kerja di lingkungan Kementerian Perhubungan dapat menjadi salah satu alternatif peningkatan pemahaman/penguasaan operasional di lapangan. Lepas dari itu Kepala Administrator Pelabuhan Makassar optimis terwujudnya good governance melalui peran pengawasan di dalamnya, baik itu pengawasan intern oleh Inspektorat Jenderal dan BPKP maupun pengawasan ekstern oleh BPK-RI serta pengawasan dari LSM dan masyarakat. Peran dan fungsi lembaga pengawasan intern dan ekstern meskipun sangat berbeda, tetapi keduanya saling melengkapi, keduanya merupakan unsur penting yang diperlukan dan tidak saling menggantikan untuk terselenggaranya good governance.
31
NARA SUMBER
Hal serupa disampaikan Kepala Kantor Pelabuhan Biringkasi Sulawesi Selatan Ilham Saenong, M.Si, disadari pentingnya fungsi pengawasan terhadap pengelolaan sumber daya organisasi yang apabila terdapat kekurangan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi dapat segera dilakukan perbaikan. Keberadaan Inspektorat Jenderal adalah memberikan pembinaan terhadap auditi, bukan lagi sebagai penyidik yang mencari-cari kesalahan. Sangat disayangkan apabila masih ada auditor yang hanya mencari kesalahan saja, sehingga muncul sifat sebagai penyidik bukan melakukan pembinaan. Sebagai auditi, harapannya adalah dapat dilakukan pembinaan dari berbagai aspek, apabila terdapat kesalahan semisal terdapat pelanggaran peraturan perundangan hendaknya dapat ditunjukkan bagian dari peraturan yang dilanggar secara detail dan jelas serta memberikan contoh maupun cara penyelesaian terhadap kasus yang ada. Dengan demikian Inspektorat Jenderal tidak hanya menemukan kesalahan akan tetapi menunjukkan dimana kesalahan tersebut kemudian memberikan contoh penyelesaian/solusi dengan cepat, sehingga kesalahan tersebut tidak menjadi temuan berulang-ulang.
mendapat porsi perhatian yang intens. Pun dengan SDM Inspektorat Jenderal untuk senantiasa meningkatkan kompetensi dan capability-nya untuk mengupas secara mendalam terhadap berbagai aspek/permasalahan teknis di lapangan ketika menjalankan tugas audit. Dari pandangan para auditi tersebut, mereka merespon positif perubahan paradigma pengawasan intern Inspektorat Jenderal yang sudah harus meninggalkan perannya sebagai wacthdog senyatanya pemberian konsultasi/pembinaan itulah yang diharapkannya. Inspektorat Jenderal diharapkan mampu meningkatkan kinerjanya dengan menghasilkan informasi pengawasan yang akurat guna pencegahan dan deteksi dini adanya penyimpangan serta lebih jauh mampu menjadi quality assurance terwujudnya tujuan unit kerja sesuai sasaran dan peraturan perundangan yang berlaku. Dalam tataran lebih makro di level Kementerian Perhubungan, Inspektorat Jenderal dapat mendorong terwujudnya good governance.
Endang Indarwati Ani Susilaningsih Nihayatul Muna Helma Agnes D
Berkaitan dengan SDM, ketika seseorang akan ditempatkan di suatu unit kerja terlebih-lebih penugasannya banyak berada di lapangan akan lebih efektif apabila sebelumnya sudah menjalani diklat terlebih dahulu sesuai bidang tugas yang akan diembannya. Tentu saja rekruitmen, mutasi, rotasi, promosi serta remunerasi harus pula 32
transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
INSERT
PENILAIAN INISIATIF ANTI KORUPSI (PIAK)
S
ebagai upaya menilai kemajuan suatu instansi publik dalam mengembangkan upaya pemberantasan korupsi di instansinya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki instrumen bernama Penilaian Inisiatif Antikorupsi (PIAK). PIAK adalah alat ukur untuk menilai kemajuan instansi publik dalam mengembangkan upaya pemberantasan korupsi di instansinya dengan menggabungkan penilaian indikator kuantitatif dan kualitatif. PIAK mengukur apakah suatu instansi telah menerapkan sistem dan mekanisme yang efektif untuk mencegah dan mengurangi korupsi di lingkungannya. PIAK merupakan modifikasi/pengembangan dari Anti Corruption Initiative Assesment (AIA) yang dibuat oleh lembaga antikorupsi Korea, Anti Corruption and The Civil Rights Commission (ACRC) sejak tahun 2002. KPK telah menyelenggarakan PIAK sejak tahun 2009 dan sebagai fungsi trigger mechanism dalam pemberantasan korupsi, KPK terus berupaya mendorong munculnya inisiatif instansi publik melakukan langkah nyata pemberantasan korupsi di lingkungan internalnya. KPK melakukan PIAK karena menganggap inisiatif internal suatu instansi/lembaga merupakan salah satu kunci penting keberhasilan upaya pemberantasan korupsi. Beberapa inisiatif seperti pembuatan dan penegakan kode etik, pengawasan atas pengadaan barang/jasa, serta rekruitmen pegawai merupakan upaya yang dianggap mampu mencegah terjadinya tindak pidana korupsi. Indikator penilaian PIAK tahun 2010 menggunakan 7 (tujuh) indikator kuantatif yang digunakan pada PIAK tahun 2009 yaitu Pertama Kode Etik Khusus, meliputi 3 (tiga) aspek yaitu ketersediaan dan bentuk kode etik khusus, mekanisme penerapan dan pelembagaan kode etik khusus serta penegakan kode etik. Kedua Peningkatan Transparansi dalam Manajemen SDM, meliputi 3 (tiga) aspek yaitu tersedianya proses rekruitmen yang terbuka dan transparan, tersedianya sistem penilaian kinerja yang objektif dan terukur serta tersedianya proses promosi dan pengisian jabatan yang terbuka dan transparan.
transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
Ketiga Peningkatan Transparansi dalam Pengadaan, meliputi 2 (dua) aspek yaitu penetapan pengadaan secara elektronik dan adanya mekanisme kontrol dari eksternal. Keempat Peningkatan Transparansi Penyelenggaraan Negara, meliputi 2 (dua) aspek yaitu pelaporan gratifikasi dan kepatuhan dalam pelaporan LHKPN. Kelima Peningkatan Akses Publik dalam memperoleh Informasi Unit Utama, meliputi 2 (dua) aspek yaitu keterbukaan unit utama dalam menyebarkan informasi dan tingkat keaktifan unit utama dalam menyebarkan informasi. Keenam Pelaksanaan Rekomendasi yang diberikan oleh KPK/BPK-RI/APIP, meliputi 2 (dua) aspek yaitu respon terhadap rekomendasi dari KPK/BPK-RI/APIP dan pelaksanaan rekomendasi dari KPK/BPK-RI/APIP. Ketujuh Kegiatan Promosi Antikorupsi, meliputi 2 (dua) aspek yaitu kegiatan promosi internal dan kegiatan promosi eksternal. Selain 7 (tujuh) indikator kuantitatif tersebut (bobot 0,865), total nilai PIAK ditambah dengan penilaian atas inisiatif antikorupsi lainnya yang merupakan indikator kualitatif (bobot 0,135). Nilai PIAK menggunakan skala penilain 1-10, semakin tinggi nilai PIAK semakin besar inisitif instansi tersebut dalam mencegah korupsi. Nilai rata-rata PIAK 2010 adalah 3,43, dengan nilai indikator terbesar untuk indikator akses publik mendapatkan informasi, yaitu 6,63. Indikator kode etik adalah yang terendah, yaitu 1,88. Rata-rata PIAK Kantor Pusat adalah 3,33, sedangkan nilai rata-rata PIAK untuk Pemerintahan Daerah adalah 4,51. Pada PIAK 2010 KPK menerima 117 laporan kuantitatif dan 55 laporan kualitatif dari seluruh peserta yang terdiri dari 18 Kementerian/Lembaga yang diwakili 80 unit utama, 2 Pemprov (Kalteng dan Gorontalo), 4 Pemkot (Palembang, Yogyakarta, Denpasar dan Makassar) dan 2 Pemkab (Sragen dan Jembrana). Dari 88 unit utama dan Pemda tersebut hanya 13 yang memperoleh nilai diatas 6, yaitu Ditjen Perbendaharaan (8,99), Ditjen Bea dan Cukai (8,86), Ditjen Anggaran (8,38), Ditjen Pajak (8,18), Pemkot Yogyakarta (7,88), Ditjen Perikanan Budidaya (7,77), Bapepam dan Lembaga Keuangan (7,65), Badan Diklat Keuangan (7,23), Badan Kebijakan Fiskal (7,16), Setjen Kementerian Kelautan dan Perikanan (6,69), Ditjen Pengelolaan Utang (6,34), Setjen Kementerian Perhubungan (6,25), Ditjen Perhubungan Laut (6,16). (sumber www.kpk.go.id/modules/news/article, ).
33
PERATURAN
DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL Pendahuluan Di tengah cibiran dan sindiran Pegawai Negeri Sipil (PNS) berkinerja buruk, tidak produktif, malas, mangkir saat jam kerja, tidak masuk tanpa alasan dan predikat negatif lainnya, pemerintah terus berupaya melakukan agenda reformasi birokrasi dengan tekad mewujudkan pemerintahan yang baik (good government). PNS yang ada harus dapat diwujudkan sebagai PNS yang handal, profesional dan bermoral dalam melaksanakan tugas sebagai aparatur negara dengan bersikap disiplin, jujur, adil, transparan dan akuntabel. Untuk menumbuhkan sikap disiplin PNS, pasal 30 Undang-Undang Nomor 43 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian mengamanatkan ditetapkannya Peraturan Pemerintah mengenai disiplin pegawai. Selama ini ketentuan mengenai disiplin PNS telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 (PP 30/1980) tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Namun mengingat PP tersebut telah berlaku selama 30 tahun lebih tentunya sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan situasi dan kondisi saat ini. Oleh karena itu Pemerintah pada tanggal 6 Juni 2010 menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 (PP 53/2010) sebagai pengganti PP 30/1980. Terdapat beberapa perbedaan yang mendasar antara PP 53/2010 dengan PP 30/1980, yaitu : 1. Adanya pengurangan pasal kewajiban dan larangan; 2. Adanya pencapaian kinerja bagi PNS; 34
3. Munculnya kejelasan kepastian penjatuhan hukuman pada setiap tingkatan hukuman disiplin; 4. Mengatur secara tegas pejabat yang berwenang menghukum dari wewenang Presiden sampai dengan pejabat struktural terendah; 5. Adanya pemberian hak bagi PNS yang dijatuhi hukuman disiplin untuk membela diri melalui upaya administratif. Perbedaan paling menyolok dari PP 53/2010 dibanding PP 30/1980 adalah mengenai hukuman disiplin untuk masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja. Pada PP 30/1980, seorang PNS baru dikenai hukuman disiplin berat pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS apabila selama 3 (tiga) bulan secara berturut-turut tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah. Sedangkan pada PP 53/2010, seorang PNS sudah dapat dikenai hukuman disiplin berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS apabila selama 46 (empat puluh enam) hari kerja atau lebih secara akumulatif dalam 1 (satu) tahun tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah. Disiplin Menurut Wikipedia, disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang dipercaya termasuk pekerjaan tertentu yang dirasakan menjadi tanggungjawab. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), disiplin adalah ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan (tata tertib, dsb). Jadi, bila disimpulkan secara umum, disiplin merupakan bentuk ketaatan dan kepatuhan kepada suatu peraturan yang telah dibuat. transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
PERATURAN
Disiplin PNS PP 53/2010 memberi pengertian Disipilin Pegawai Negeri Sipil sebagai kesanggupan PNS untuk mentaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin. PP 53/2010 mengatur tentang : 1. Kewajiban; 2. Larangan; 3. Tingkat dan Jenis Hukuman disiplin; 4. Pejabat yang berwenang menghukum; 5. Hak membela diri melalui upaya administratif. Kewajiban Pasal 3 PP 53/2010 mengatur kewajibankewajiban yang harus ditaati oleh setiap PNS. Setiap PNS wajib : 1. Mengucapkan sumpah/janji PNS; 2. Mengucapkan sumpah/janji jabatan; 3. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UUD Negara RI Tahun 1945, NKRI, dan Pemerintah; 4. Menaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan; 5. Melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggungjawab; 6. Menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah dan martabat PNS; 7. Mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang, dan/atau golongan; 8. Memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus dirahasiakan; 9. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara; transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
10. Melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara atau Pemerintah terutama di bidang keamanan, keuangan, dan materiil; 11. Masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja; 12. Mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan; 13. Menggunakan dan memelihara barangbarang milik negara dengan sebaikbaiknya; 14. Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat; 15. Membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas; 16. Memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan karier; dan 17. Menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang. Larangan Pasal 4 PP 53/2010 mengatur larangan yang tidak boleh dilanggar PNS. Setiap PNS dilarang : 1. Menyalahgunakan wewenang; 2. Menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain; 3. Tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional; 4. Bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya masyarakat asing, atau lembaga swadaya masyarakat asing; 5. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang-barang baik bergerak atau
35
PERATURAN
tidak bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah; 6. Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara; 7. Memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik secara langsung maupun tidak langsung dan dengan dalih apapun untuk diangkat dalam jabatan; 8. Menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya; 9. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya; 10. Melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani; 11. Menghalangi berjalannya tugas kedinasan; 12. Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, DPR, DPD, atau DPRD dengan cara : a. Ikut serta sebagai pelaksana kampanye; b. Menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS; c. Sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain; dan/atau d. Sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara. 13. Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden dengan cara : a. Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau
36
merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau; b. Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan ter hadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS`dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat. 14. Memberikan dukungan kepada calon anggota DPD atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai foto kopi KTP atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai peraturan perundang-undangan; dan 15. Memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara : a. Terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah; b. Menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye; c. Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau; d. Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan ter hadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingku ngan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat. transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
PERATURAN
Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada PNS karena melanggar peraturan disiplin PNS. Sedangkan pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan atau perbuatan PNS yang tidak mentaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja. Dengan tidak mengesampingkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pidana, PNS yang melakukan pelanggaran disiplin dijatuhi hukuman disiplin. Tingkat hukuman disiplin terdiri dari : 1. Hukuman disiplin ringan; 2. Hukuman disiplin sedang; dan 3. Hukuman disiplin berat. Jenis hukuman disiplin adalah sebagai berikut : 1. Hukuman disiplin ringan, terdiri dari : a. Teguran lisan; b. Teguran tertulis; c. Pernyataan tertulis tidak puas. 2. Hukuman disiplin sedang, terdiri dari : a. Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun; b. Penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; c. Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun. 3. Hukuman disiplin berat, terdiri dari : a. Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun; b. Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah; c. Pembebasan dari jabatan; d. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS; e. Pemberhentian dengan tidak hormat sebagai PNS. transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
Kewajiban Masuk Kerja dan Menaati Ketentuan Jam Kerja dan Sanksinya Satu hal yang penting dipahami adalah kewajiban dan sanksi yang diterima atas pelanggaran mengenai disiplin masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja. Yang dimaksud dengan kewajiban untuk masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja adalah setiap PNS wajib datang, melaksanakan tugas, dan pulang sesuai ketentuan jam kerja serta tidak berada di tempat umum bukan karena dinas. Apabila berhalangan wajib memberitahukan kepada pejabat yang berwenang. Keterlambatan masuk kerja dan/atau pulang cepat dihitung secara kumulatif dan dikonversi 7,5 (tujuh setengah) jam sama dengan 1 (satu) hari tidak masuk kerja. Pejabat yang Berwenang Menghukum : 1. Presiden; 2. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat; 3. Pejabat Struktural Eselon I dan Pejabat yang setara; 4. Pejabat Struktural Eselon II dan Pejabat yang setara; 5. Pejabat Struktural Eselon III dan Pejabat yang setara; 6. Pejabat Struktural Eselon IV dan Pejabat yang setara; 7. Pejabat Struktural Eselon V dan Pejabat yang setara; 8. Kepala Perwakilan RI; 9. Pejabat Pembina Kepeg. Daerah; 10.Gubernur selaku Wakil Pemerintah; 11.Pejabat Pembina Kepeg. Kabupaten/ Kota; 12.Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota. Hak Membela Diri melalui Upaya Administratif Upaya administratif adalah prosedur yang dapat ditempuh oleh PNS yang tidak puas terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan 37
PERATURAN
kepadanya berupa keberatan dan banding administratif. Keberatan adalah upaya administratif yang dapat ditempuh PNS yang tidak puas terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum. Banding administratif adalah upaya administratif yang dapat ditempuh PNS yang tidak puas terhadap hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaaan sendiri atau pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS yang dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian. Hukuman disiplin yang tidak dapat diajukan upaya administratif yaitu hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh : 1. Presiden; 2. Pejabat Pembina Kepegawaian untuk jenis hukuman disiplin ringan, hukuman disiplin sedang dan hukuman disiplin berat berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 tahun, pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah dan pembebasan dari jabatan; 3. Gubernur untuk jenis hukuman disiplin berat berupa pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah dan pembebasan dari jabatan; 4. Kepala Perwakilan RI; dan 5. Pejabat yang berwenang menghukum untuk jenis hukuman disiplin ringan. Hukuman disiplin yang dapat diajukan keberatan yaitu jenis hukuman disiplin sedang berupa penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 tahun dan penundaan kenaikan pangkat selama 1 tahun yang dijatuhkan oleh : 1. Pejabat Eselon I dan Pejabat yang setara ke bawah; 2. Sekretaris Daerah/Pejabat Eselon Il Ka38
bupaten/Kota ke bawah/Pejabat yang setara ke bawah; 3. Pejabat Eselon II ke bawah di lingkungan instansi vertikal dan unit setara dengan sebutan lain yang atasan langsungnya Pejabat Eselon I yang bukan Pejabat Pembina Kepegawaian; 4. Pejabat Eselon II ke bawah di lingkungan instansi vertikal dan Kantor Perwakilan Provinsi dan unit setara dengan sebutan lain yang berada di bawah Pejabat Pembina Kepegawaian Hukuman disiplin yang dapat diajukan banding administratif yaitu hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh : 1. Pejabat Pembina Kepegawaian untuk jenis hukuman disiplin berat berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS; 2. Gubernur untuk jenis hukuman disiplin berat berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS. Penutup PNS sebagai unsur aparatur negara dituntut dapat menjadi teladan bagi masyarakat dan mengetahui mana yang patut dan tidak patut dilakukan. Peraturan Disiplin PNS akan dapat berjalan efektif apabila ada kemauan untuk melaksanakan dengan baik serta adanya komitmen dari seluruh aparatur negara, tidak semata-mata tergantung pada adanya sanksi. Ani S.
transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
PERATURAN
STANDAR KOMPETENSI AUDITOR Pendahuluan Dalam rangka pelaksanaan tugas dan tanggung jawab auditor secara profesional, diperlukan kualifikasi kompetensi auditor untuk melaksanakan tugas pengawasan sesuai jenjang jabatannya. Kualifikasi kompetensi auditor dimaksud telah diatur dengan Peraturan Kepala BPKP Nomor PER-211/K/JF/2010 tanggal 13 April 2010 tentang Standar Kompetensi Auditor. Peraturan tersebut berlaku bagi semua auditor di lingkungan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) sesuai dengan jenjang jabatannya dan berlaku efektif selambatlambatnya 4 (empat) tahun sejak tanggal ditetapkan. Tujuan ditetapkannya Standar Kompetensi Auditor adalah untuk memastikan auditor memperoleh dan mempertahankan kemampuan tertentu yang dibutuhkan untuk dapat melaksanakan tugas sebagai auditor yang kompeten, profesional, efektif dan efisien. Standar Kompetensi Auditor berfungsi sebagai dasar pengangkatan; penyusunan/pengembangan program pendidikan, pelatihan, dan pengembangan profesionalisme auditor; penetapan pola sertifikasi auditor; pengembangan karier; penilaian kinerja; pemindahan dan pemberhentian PNS dari dan dalam Jabatan Fungsional Auditor; serta sebagai dasar penetapan remunerasi auditor. Pengertian Kompetensi Menurut Peraturan Kepala BPKP Nomor Nomor PER-211/K/JF/2010, kompetensi transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang PNS berupa pengetahuan, keahlian, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya. Prinsip-prinsip Dasar Prinsip-prinsip Dasar Standar Kompetensi Auditor adalah asumsi-asumsi dasar, prinsip-prinsip yang diterima secara umum, dan persyaratan yang digunakan dalam mengembangkan kompetensi auditor sesuai dengan jenjang jabatannya. Prinsipprinsip dasar ini diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) kategori sebagai berikut : 1. Kewajiban Auditor; 2. Kewajiban APIP; 3. Kerangka Konseptual Standar Kompetensi Auditor. Kewajiban Auditor Auditor mempunyai kewajiban untuk : 1. Memenuhi standar kompetensi yang dipersyaratkan untuk dapat melaksanakan tugas pengawasan sesuai jenjang jabatannya; 2. Mempertahankan kompetensi melalui pendidikan dan pelatihan profesional berkelanjutan (continuing professional education) guna menjamin kompetensi yang dimiliki sesuai dengan kebutuhan organisasi dan perkembangan lingkungan pengawasan. Auditor wajib memiliki kompetensi yang mencakup aspek pengetahuan (knowledge), ketrampilan/keahlian (skill), dan sikap perilaku (attitude).
39
PERATURAN
Kompetensi yang wajib dimiliki auditor bergradasi sesuai dengan tugas auditor pada setiap jenjang jabatan yang meliputi : 1. Melaksanakan tugas-tugas pengawasan sederhana oleh Auditor Pelaksana; 2. Melaksanakan tugas-tugas pengawasan dengan kompleksitas rendah oleh Auditor Pelaksana Lanjutan; 3. Melaksanakan tugas-tugas pengawasan dengan kompleksitas sedang oleh Auditor Penyelia; 4. Melaksanakan tugas-tugas pengawasan dengan kompleksitas tinggi oleh Auditor Pertama; 5. Memimpin pelaksanaan pengawasan oleh Auditor Muda; 6. Mengendalikan teknis pelaksanaan pengawasan oleh Auditor Madya; 7. Mengendalikan mutu pelaksanaan pengawasan oleh Auditor Utama. Diklat Profesional berkelanjutan merupakan bagian tidak terpisahkan dari pembelajaran terus-menerus yang sangat penting bagi auditor dalam mempertahankan kompetensinya. Auditor wajib memiliki pengetahuan dan akses atas informasi teraktual dalam standar, metodologi, prosedur, dan teknik audit. Diklat Profesional Berkelanjutan dapat diperoleh melalui keanggotaan dan partisipasi dalam asosiasi profesi, pendidikan sertifikasi jabatan fungsional auditor, konferensi, seminar, kursus, program pelatihan di kantor sendiri dan partisipasi dalam proyek penelitian yang memiliki substansi di bidang pengawasan. Kewajiban APIP APIP mempunyai kewajiban untuk : 1. Memastikan setiap penugasan pengawasan dilaksanakan oleh tim yang secara kolektif memiliki kompetensi yang
40
memadai untuk melaksanakan penugasan tersebut; 2. Meningkatkan kompetensi auditor sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pengawasan. Keberhasilan APIP dalam melaksanakan misinya tergantung pada apakah APIP tersebut memiliki staf yang kompeten dan terlatih atau tidak. APIP harus memastikan kompetensi secara kolektif dimiliki oleh tim dalam melaksanakan penugasan pengawasan, tetapi tidak mengharuskan setiap auditor memiliki kompetensi individu secara penuh dalam penugasan tersebut. APIP harus memiliki proses rekruitmen dan evaluasi untuk membantu memastikan terpenuhinya SDM dengan kompetensi yang cukup. Sifat dan formalitas proses tersebut tergantung dari beberapa faktor antara lain, besar kecilnya organisasi, sifat pekerjaan dan struktur organisasinya. Dalam hal penugasan yang bersifat khusus/ spesialis, pimpinan APIP wajib menetapkan kompetensi teknis apa saja yang diperlukan auditor untuk dapat secara kompeten melaksanakan penugasannya. APIP dapat menggunakan tenaga ahli apabila APIP tidak mempunyai keahlian yang diharapkan untuk melaksanakan penugasan. Pimpinan APIP wajib menggunakan advis dan bantuan dari pihak yang kompeten dalam hal auditor tidak memiliki pengetahuan, ketrampilan,dan lain-lain kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan seluruh atau sebagian penugasan. Pimpinan APIP wajib memfasilitasi auditor untuk mengikuti pendidikan, pelatihan dan pengembangan profesi serta ujian sertifikasi sesuai dengan ketentuan guna memas-
transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
PERATURAN
tikan auditor yang ditugaskan kompeten untuk melaksanakan tugas pengawasan sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bidang pengawasan. Kerangka Konseptual Standar Kompetensi Auditor Standar Kompetensi Auditor adalah ukuran kemampuan minimal yang harus dimiliki auditor yang mencakup aspek pengetahuan (knowledge), ketrampilan/keahlian (skill), dan sikap perilaku (attitude) untuk dapat melakukan tugas-tugas dalam Jabatan Fungsional Auditor dengan hasil baik.
2.
3.
Standar Kompetensi Auditor terdiri dari : 1. Kompetensi Umum; 2. Kompetensi Teknis Pengawasan. Kompetensi Umum Untuk menjabat sebagai auditor, setiap PNS wajib memenuhi persyaratan jasmani tertentu dan wajib memiliki kompetensi dasar bersikap dan berperilaku yang akan menjamin bahwa auditor tersebut memiliki kemampuan untuk dapat melaksanakan setiap penugasan yang menjadi tanggungjawabnya. Kompetensi umum meliputi unsurunsur : 1. Dorongan untuk berprestasi; 2. Pemikiran analitis; 3. Orientasi pengguna; 4. Kerja sama; 5. Manajemen stres; 6. Komitmen organisasi. Kompetensi Umum untuk Auditor Ahli 1. Dorongan untuk berprestasi : mampu membuat suatu perubahan spesifik dalam sistem atau metode kerja untuk meningkatkan prestasi kerja (bekerja
transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
4.
5.
6.
dengan lebih efisien, efektif, dan inovatif). Pemikiran Analitis : mampu membuat situasi atau ide yang kompleks menjadi jelas, sederhana, dan mudah dimengerti dengan menyusun suatu penjelasan yang berarti. Mampu menyampaikan observasi atau pengetahuan yang ada dengan cara sederhana. Mampu memadukan ide-ide dan informasi dan membuat gambaran yang lebih besar menjadi lebih lengkap dan jelas. Orientasi Pengguna : mempunyai inisiatif untuk mencari tahu kebutuhan jasa/layanan apa yang diinginkan dan bisa menyesuaikan jasa/layanan tersebut dengan kebutuhan penggguna. Kerja sama : memiliki rasa tanggungjawab terhadap tugas, permasalahan dan kemajuan kelompok serta mengajak orang lain untuk terlibat di dalam kegiatan kelompok. Manajemen stres : mampu menangani pekerjaan sehari-hari dengan percaya diri, mudah beradaptasi terhadap perubahan dan kebutuhan. Mampu menunjukkan kelenturan pada waktu dihadapkan pada tugas yang sulit atau berbeda pada saat yang bersamaan. Mampu menujukkan kinerja dalam situasi yang mendesak (darurat, periode yang sangat sibuk, tenggat waktu). Komitmen organisasi : memiliki kemampuan dan kemauan untuk mendukung organisasi secara aktif serta berusaha menjaga dan menampilkan citra organisasi yang baik.
41
PERATURAN
Kompetensi Umum untuk Auditor Terampil 1. Dorongan untuk berprestasi : mampu memenuhi standar prestasi atau target yang telah ditetapkan oleh manajemen/pimpinan. 2. Pemikiran Analitis : mampu bekerja dengan menggunakan aturan dasar, logika, dan pengalaman masa lampau, serta bekerja dengan pola kecenderungan (pattern) dalam mengidentifikasi masalah. 3. Orientasi Pengguna : mampu memenuhi permintaan pengguna dan memastikan apakah jasa/pelayanan yang diberikan tersebut telah sesuai dengan yang dibutuhkan pengguna. 4. Kerja sama : mampu bekerja sama dengan orang lain serta peduli dengan tugas dan permasalahan orang lain dengan cara memberikan saran, masukan, bahan pertimbangan, atau solusi. 5. Manajemen stres : mampu bekerja dalam situasi yang penuh tekanan dan keterbatasan dengan menerapkan metode bekerja sesuai standar. 6. Komitmen organisasi : memiliki kemampuan dan kemauan untuk menyelaraskan perilaku pribadi dengan kebutuhan, prioritas, dan sasaran organisasi. Kompetensi Teknis Pengawasan Untuk dapat melaksanakan penugasan pengawasan sesuai dengan jenjang jabatannya, auditor wajib memiliki kompetensi teknis pengawasan. Kompetensi teknis pengawasan meliputi 7 (tujuh) bidang kompetensi yang dikategorikan dalam : 1. Kompetensi Inti : a. Kompetensi Bidang Manajemen Risiko, Pengendalian Internal, dan Tata Kelola Sektor Publik, yaitu 42
kompetensi auditor yang terkait dengan pemahaman atas risiko, pengendalian, dan tata kelola sektor publik dan bagaimana ketiga unsur tersebut terkait dengan fungsi pengawasan internal; b. Kompetensi Bidang Strategi Pengawasan, yaitu kompetensi auditor yang terkait dengan bagaimana pengawasan dilaksanakan, serta teknik dan metode pengawasan seperti apa yang digunakan; c. Kompetensi Bidang Pelaporan Hasil Pengawasan, yaitu kompetensi auditor yang terkait dengan kegiatan pelaporan guna mengkomunikasikan hasil pengawasan sehingga memungkinkan dilakukannya perbaikan/peningkatan atas manajemen risiko, pengendalian internal, dan tata kelola organisasi, agar pengawasan yang dilakukan benar-benar dapat memberikan nilai tambah bagi organisasi ; d. Kompetensi Bidang Sikap Profesional, yaitu kompetensi auditor yang terkait dengan kemampuan untuk mengikuti perkembangan lingkungan dan proses bisnis organisasi, serta perkembangan profesi auditor internal yang mempengaruhi pelaksanaan pengawasan. 2. Kompetensi Pendukung : a. Kompetensi Bidang Komunikasi, yaitu kompetensi auditor yang terkait dengan kemampuan berkomunikasi guna memastikan komunikasi yang dilakukan jelas dan dapat dimengerti; b. Kompetensi Lingkungan Pemerintahan, yaitu kompetensi auditor yang terkait dengan pemahaman transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
PERATURAN
atas faktor-faktor dan isu-isu terkait pemerintahan baik pusat maupun daerah yang dapat mempengaruhi pelaksanaan pengawasan. 3. Kompetensi Manajerial, yaitu kompetensi Bidang Manajemen Pengawasan, merupakan kompetensi auditor yang terkait dengan kemampuan dalam mengelola pengawasan sehingga tujuan pengawasan dapat dicapai.
ke dalam Taksonomi Bloom digunakan sebagai alat untuk mengukur kompetensi auditor dan menentukan pola diklat auditor.
Setiap bidang kompetensi diuraikan unsur kompetensi dari aspek pengetahuan, ketrampilan/keahlian, dan sikap perilaku yang diperlukan untuk melaksanakan penugasan pengawasan pada setiap jenjang jabatan. Unsur kompetensi dikembangkan ke dalam 3 (tiga) ranah dalam Taksonomi Bloom1, yaitu : 1. Kognitif /Cognitive (C), berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian dan ketrampilan berpikir; 2. Psikomotor/Psychomotor (P), berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek ketrampilan motorik, seperti tulisan tangan, mengetik, berenang dan mengoperasikan mesin; 3. Afektif/Affective (A), berisi perilakuperilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap,apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
Ranah psikomotorik dikelompokkan dalam 5 (lima) tingkatan yang bergradasi dari yang paling sederhana sampai dengan yang pa ling tinggi, yaitu imitasi (P1), manipulasi (P2), presisi (P3), artikulasi (P4) dan naturalisasi (P5).
Ranah kognitif disusun dalam 6 (enam) tingkatan sesuai kompleksitas proses kognitif, yaitu bergradasi mulai dari tingkat pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6).
Ranah afektif dikelompokkan dalam 5 (lima) tingkatan dari yang paling sederhana sampai dengan yang paling tinggi, yaitu pengenalan (A1), pemberian respon (A2), penghargaan terhadap nilai (A3), pengorganisasian (A4) dan pengamalan (A5). Kompetensi Kumulatif Kompetensi pada tingkat atau jenjang jabatan yang lebih tinggi merupakan kumulatif dari kompetensi pada tingkat atau jenjang jabatan di bawahnya ditambah dengan kompetensi spesifik di jabatannya.
Unsur-unsur tersebut terukur dengan menggunakan tingkat C, P, dan A dalam Taksonomi Bloom atau disebut tingkat kompetensi. Pengembangan kompetensi
Kompetensi teknis pengawasan disusun per jenjang jabatan auditor dan dibuat berdasarkan premis auditor pada tingkat atau jenjang jabatan yang lebih tinggi sudah memenuhi kompetensi kumulatif dari tingkat atau jenjang jabatan sebelumnya.
1 Merupakan klasifikasi yang merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benyamin S.Bloom pada tahun 1958. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa ranah/ kawasan (domain) yaitu ranah kognitif (cognitive domain), ranah psikomotorik (psycomotor domain), ranah afektif (affective domain) dan setiap ranah tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya.
Kompetensi pada jenjang jabatan auditor pelaksana lanjutan merupakan kompetensi kumulatif dari kompetensi pada jenjang jabatan auditor pelaksana ditambah kompetensi spesifik pada jenjang jabatan au-
transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
43
PERATURAN
ditor pelaksana lanjutan. Kompetensi pada jenjang jabatan auditor penyelia merupakan kompetensi kumulatif dari kompetensi pada jenjang jabatan auditor pelaksana dan auditor pelaksana lanjutan ditambah kompetensi spesifik pada jenjang jabatan auditor penyelia. Kompetensi pada jenjang jabatan auditor muda merupakan kompetensi kumulatif dari kompetensi pada jenjang jabatan auditor pertama ditambah kompetensi spesifik pada jenjang jabatan auditor muda. Kompetensi pada jenjang jabatan auditor madya merupakan kompetensi kumulatif dari kompetensi pada jenjang jabatan auditor pertama dan auditor muda ditambah kompetensi spesifik pada jenjang jabatan auditor madya. Kompetensi pada jenjang jabatan auditor utama merupakan kompetensi kumulatif dari kompetensi pada jenjang jabatan auditor pertama, auditor muda dan auditor madya ditambah kompetensi spesifik pada jenjang jabatan auditor utama. Penutup Dengan telah disusunnya Standar Kompetensi Auditor APIP oleh BPKP, hal tersebut dapat dijadikan acuan penyusunan Standar Kompetensi Auditor Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan. Standar Kompetensi Auditor Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan sudah menjadi kebutuhan yang mendesak mengingat semakin kompleksnya tugas pengawasan dan menguatnya tuntutan akan adanya auditor yang kompeten yang mampu melaksanakan tugas pengawasan sesuai jenjang jabatannya. Ani S.
INSERT
e-tendering dan e-purchasing
P
engadaan barang/jasa pemerintah dapat dilakukan secara elektronik mengingat hal ini dimungkinkan melalui Perpres No.54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan terhadap semua informasi transaksi elektronik pada pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik mengacu pada UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pengadaan barang/jasa secara elektronik bertujuan untuk : memperbaiki transparansi dan akuntabilitas, meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat, memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan, mendukung proses monitoring dan audit, serta memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time. Pengadaan barang/ jasa pemerintah dapat dilakukan dengan e-tendering atau e-purchasing. e-tendering merupakan tata cara pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan secara terbuka dan dapat dikuti oleh semua penyedia barang/ jasa yang terdaftar pada sistem elektronik dengan cara menyampaikan satu kali penawaran sampai dengan waktu yang telah ditentukan. e-tendering meliputi proses pengumuman pengadaan barang/ jasa sampai dengan pengumuman pemenang, para pihak yang terlibat adalah PPK, ULP/Pejabat Pengadaan dan Penyedia Barang/Jasa, aplikasi etendering wajib memenuhi unsur perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan kerahasiaan dalam pertukaran dokumen serta tersedianya sistem keamanan dan penyimpanan dokumen elektronik yang menjamin hanya dapat dibaca pada waktu yang telah ditentukan. e-purchasing merupakan tata cara pembelian barang/jasa melalui sistem katalog elektronik. e-purchasing diselenggarakan dengan tujuan terciptanya proses pemilihan barang/jasa secara langsung melalui sistem katalog elektronik, sehingga memungkinkan semua ULP/Pejabat Pengadaan dapat memilih barang/jasa pada pilihan terbaik serta efisiensi biaya dan waktu proses pemilihan barang/jasa dari sisi penyedia barang/ jasa dan pengguna, diselenggarakan oleh LKPP dan sekurang-kurangnya memuat informasi spesifikasi dan harga barang/jasa, pemuatan informasi e-purchasing oleh LKPP dilakukan dengan membuat frame work content dengan penyedia barang/ jasa, barang/jasa yang diinformasikan ditentukan oleh LKPP . (sumber : http://www.lkpp.go.id/v2/content. php?mid=8474545499)
44
transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
SERBA SERBI
CARA MUDAH MENGHITUNG BERAT BESI BETON TANPA TABEL
T
ulisan ini terinspirasi oleh pertanyaan beberapa rekan mengenai “bagaimana caranya menghitung berat besi beton tanpa harus menggunakan tabel, sehingga tidak perlu kemana-mana membawa buku tabel karena tidak praktis” Memang saat ini banyak tersedia buku dan tabel yang berisi tentang berat besi beton dengan diameternya, dimana dalam tabel tersebut berat besi beton dihitung tiap 1 (satu) meter panjang (kg/m). Dalam analisa pengerjaan beton, faktor penentu tingginya harga beton per-m3 beton adalah koefesien berat besi beton tiap m3 besi beton dan harga satuan dasar besi beton / kg di pasaran.
Contoh Perhitungan : Menghitung berat besi Ø 10 mm per m1 >>10 mm = 0,01 m Sehingga menjadi : = 6.162,25 kg/m3 x 0,013 (m3) = 0,616225 kg/m1 Berat besi Ø 10 per- m1 = 0,616225 kg Untuk 1 lonjor besi Ø 10 : asumsi panjang 1 lonjor = 12 m1 = 0,616225 kg/m1 x 12 m1 = 7,3947 kg Berat besi Ø 10 per- lonjor = 7,3947 kg
Rumus ini disederhanakan, sehingga menjadi : Volume = 0.25 x 3.14 x Ø2 (m2) x Panjang (m1 x 7.850 kg/m3 = 6.162,25 kg/m3 x Ø2 (m2) x Panjang (m1) transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
Demikian cara mudah menghitung berat besi beton, semoga bermanfaat. M. Sofiyuddin, ST Anggota Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI)
45
SERBA SERBI
“KONDISI” SAMA ATAU TERKESAN SAMA DENGAN “AKIBAT” ?
D
ari unsur-unsur temuan audit yaitu Kondisi, Kriteria, Sebab, Akibat, dan Rekomendasi sering kita jumpai Kondisi ditulis sama atau terkesan sama dengan Akibat. Kekurangtepatan dalam penulisan tersebut belum tentu disebabkan oleh minimnya pemahaman penulis temuan, akan tetapi bisa saja terjadi lebih karena terlalu berkonsentrasi “mengonsep” Kondisi, Kriteria, dan Sebab, sehingga mungkin lupa, yang pada akhirnya pada saat menulis Akibat ditulis sama atau terkesan sama dengan Kondisi. Kondisi menunjukkan realitas yang ada dari suatu pelaksanaan kegiatan yang menunjukkan adanya kekurangan atau kelemahan. Kriteria menunjukkan apa yang seharusnya terjadi. Kriteria antara lain berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketentuan manajemen yang harus ditaati/dilaksanakan, pengendalian manajemen yang andal, tolok ukur keberhasilan, efisien dan kehematan, serta standar dan norma/kaidah. Sebab mengungkap mengapa terjadi ketidaksesuaian/perbedaan antara kondisi dan kriteria. Akibat menunjukkan apa akibat yang ditimbulkan dari adanya perbedaan antara kondisi dan kriteria. Materi unsur Akibat antara lain berupa ketidakekonomisan, ketidakefisienan dan ketidakefektifan serta ketidaklancaran pelayanan kepada masyarakat, ketidaklancaran pembangunan dan terjadi pencemaran lingkungan. Rekomendasi menunjukkan apa yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kekurangan atau kelemahan. 46
Untuk mengantisipasi kekurangtepatan penulisan tersebut, perlu ada cara-cara tertentu untuk membantu agar tidak terulang lagi penulisan Akibat yang sama atau terkesan sama dengan Kondisi. Adapun cara-cara tersebut diantaranya sebagai berikut : Kita asumsikan dahulu bahwa tanda panah kekiri ditinjau dari hadapan pembaca ( ) adalah arah Sebab, sedangkan tanda panah ke kanan dari hadapan pembaca ( ) adalah arah Akibat. Penulisan temuan biasanya disajikan berturut-turut adalah Kondisi, Kriteria, Sebab, Akibat dan Rekomendasi. Apabila disajikan dalam bentuk skema, maka kira-kira skemanya adalah : Skema 1 : Sebab Kondisi Akibat (panah ke kanan adalah arah Akibat) Skema 2 : Sebab Kondisi Akibat (Panah kekiri adalah arah Sebab) Dari Skema 1 dan 2 tersebut dapat dijelaskan bahwa : 1. Kondisi dapat disebut sebagai Sebab apabila ditinjau dari Akibat (seperti dapat dilihat dari skema 2, yaitu panah kekiri adalah arah Sebab); 2. Kondisi dapat dianggap sebagai Akibat apabila ditinjau dari Sebab (seperti dapat dilihat dari skema 1, yaitu panah ke kanan adalah arah Akibat). Untuk lebih jelasnya, dapat dicontohkan pada hubungan antara Input, Proses, Output, Outcomes, Benefit, dan Impact, yang jika disajikan dalam bentuk skema adalah sebagai berikut : transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
SERBA SERBI
Skema 3 : Input Output Outcomes Benefit Impact (panah ke kanan adalah arah Akibat) Skema 4 : Input Output Outcomes Benefit Impact (panah kekiri adalah arah Sebab) Contoh 1 : Andaikan kita asumsikan bahwa Output adalah Kondisi, maka Input adalah merupakan Sebab (keterangan : panah kekiri dari Output yaitu Input, adalah Sebab), sedangkan Outcomes adalah merupakan Akibat (keterangan : panah kekanan dari Output yaitu Outcomes, adalah Akibat). Seperti kita ketahui bahwa Output tidaklah sama dengan Outcomes, maka hal ini membuktikan bahwa Kondisi tidak sama dengan Akibat. Contoh 2 : Andaikan kita asumsikan bahwa Outcomes adalah Kondisi, maka Output adalah merupakan Sebab (keterangan : panah kekiri dari Outcomes yaitu Output, adalah Sebab), sedangkan Benefit adalah merupakan Akibat (keterangan : panah kekanan dari Outcomes yaitu Benefit, adalah Akibat). Seperti kita ketahui bahwa Outcomes tidaklah sama dengan Benefit, maka hal ini membuktikan bahwa Kondisi tidak sama dengan Akibat. Semoga tulisan yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat sebagai salah satu pertimbangan dalam menulis temuan, dengan harapan tidak ada lagi di masa mendatang penulisan (isi) Kondisi sama atau terkesan sama dengan penulisan (isi) Akibat. Kuncoro Supadi Wiguno
INSERT
e-government
M
enurut definisi dari World Bank, e-government adalah penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah seperti Wide Area Network, internet dan mobile computing yang memungkinkan pemerintah untuk mentransformasikan hubungan dengan masyarakat dunia bisnis dan pihak yang berkepentingan. Dalam prakteknya e-government adalah penggunaan internet untuk melaksanakan urusan pemerintah dan penyediaan pelayanan publik yang lebih baik dan cara yang berorientasi pada pelayanan masyarakat. Tujuan yang ingin dicapai dengan implementasi e-government adalah customer on line yaitu memberikan pelayanan tanpa adanya intervensi pegawai institusi publik dan sistem antrian yang panjang hanya untuk mendapatkan suatu pelayanan yang sederhana. e-government dapat memperluas partisipasi publik dimana masyarakat dimungkinkan untuk terlibat aktif dalam pengambilan keputusan/ kebijakan oleh pemerintah, juga diharapkan dapat memperbaiki produktivitas dan efisiensi birokrasi. Konsep dari e-government adalah menciptakan interaksi yang ramah, nyaman, transparan dan murah antara pemerintah dan masyarakat (G2C-government to citizens), pemerintah dan perusahaan bisnis (G2B-government to business enterprises) dan hubungan antar pemerintah (G2G-inter agency relationship). e-government di Indonesia diperkenalkan melalui Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2001 tentang Telekomunikasi, Media dan Informatika, yang menyatakan bahwa aparat pemerintah harus menggunakan teknologi telematika untuk mendukung good governance dan mempercepat proses demokrasi. e-government wajib diperkenalkan untuk tujuan yang berbeda di kantor-kantor pemerintahan. e-government dengan menyediakan pelayanan melalui internet dapat dibagi dalam beberapa tingkatan yaitu penyediaan informasi, interkasi 1(satu) arah, interaksi 2 (dua) arah dan transaksi. Berdasarkan fakta yang ada pelaksanaan e-government di Indonesia sebagian besar baru pada tahap publikasi situs oleh pemerintah atau baru pada tahap pemberian informasi.
(dari berbagai sumber internet)
transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
47
SERBA SERBI
JANGAN JADI KETIMUN BUNGKUK
S
eperti lazimnya sebuah organisasi, Inspektorat Jenderal adalah organisasi pemerintahan dimana di dalamnya terdapat orang-orang yang berperan sebagai pimpinan dan yang lainnya sebagai bawahan/ staf. Idealnya, pimpinan dan staf bekerjasama serta sama-sama bekerja dengan tugas dan tanggungjawab sesuai dengan perannya masing-masing, untuk kemajuan bersama dalam melaksanakan misi dan mengejar visi organisasi. Namun dalam kenyataannya, hampir disetiap organisasi banyak kita temukan orang-orang yang belum sesuai bahkan tidak sesuai dengan tuntutan organisasi. Hal ini dapat menganggu lingkungan dan suasana kerja, yang pada akhirnya dapat merusak citra organisasi. Dahulu dikenal istilah PGPS yaitu untuk Pegawai Negeri, yang Pintar, Goblok, Penghasilan Sama. Tentu saja pandangan seperti itu harus kita buang jauh-jauh karena kondisi saat ini sudah jauh berbeda, bila kita tidak memiliki kedisiplinan dan kemampuan/keterampilan maka kita akan tersisihkan. Sekecil apapun keterampilan positif yang kita miliki, tentu dapat memberikan kontribusi yang baik bagi jalannya roda organisasi. Dalam sebuah kesempatan, pimpinan kita mengharapkan Inspektorat Jenderal harus profesional dan berwibawa/disegani. Agar harapan tersebut dapat terwujud, maka kita harus mau untuk berbenah diri, memperbaiki kinerja dengan menambah ketrampilan dan pengetahuan serta berperilaku baik dan jujur. Kata profesional tentu saja kita sering dengar bahkan arti profesional mungkin sudah sangat diimengerti. Namun 48
ada baiknya bila kita menyimak dan memahami buah karya Jansen Sinamo, seorang Grand Master Training, pemegang lisensi pelatihan internasional, yang juga seorang Guru Etos Indonesia, dalam bukunya tentang 8 (delapan) Etos Kerja Profesional sebagai berikut : 1. Kerja adalah rahmat, yaitu aku bekerja dengan tulus dan penuh syukur. 2. Kerja adalah amanah, yaitu aku bekerja dengan benar penuh tanggung jawab. 3. Kerja adalah panggilan, yaitu aku bekerja tuntas penuh integritas. 4. Kerja adalah aktualisasi, yaitu aku bekerja keras penuh semangat. 5. Kerja adalah ibadah, yaitu aku bekerja serius penuh kecintaan. 6. Kerja adalah seni, yaitu aku bekerja cerdas penuh kreativitas. 7. Kerja adalah kehormatan, yaitu aku bekerja tekun penuh keunggulan. 8. Kerja adalah pelayanan, yaitu aku bekerja sempurna penuh kerendahan hati. Semoga saja ke 8 (delapan) etos kerja diatas dapat memberi motivasi bagi kita untuk segera merubah kemauan menjadi kemampuan, sehingga kehadiran kita dapat bermakna untuk lingkungan dan organisasi serta kita tidak mudah disisihkan atau dianggap hanya sebagai penggembira saja. Tentu kita tidak mau bernasib seperti KETIMUN BUNGKUK bagi petani (bagi petani, hanya ketimun lurus dan mulus yang memiliki nilai jual, sedang yang bungkuk hanya sebagai tambahan yang tidak diperhitungkan). Lely Kurnia
transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
transparansi Vol. 5/No. 1/Tahun 2010
49