Ade Rahmawati Siregar : Harga Diri Pada Remaja Obesitas, 2006
USU Repository © 2006
DAFTAR ISI Daftar Isi
i
Kata Pengantar
ii
BAB I. PENDAHULUAN
1
BAB II LANDASAN TEORI II.A.Harga Diri II.A.1. Pengertian Harga Diri II.A.2. Komponen-Komponen Harga Diri. II.A.3. Karakteristik Harga Diri II.A.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Harga Diri II.B. Obesitas II.B.1. Pengertian Obesitas II.B.2. Etilogi II.B.3. Klasifikasi II.B.4. Resiko II.C. Remaja II.C.1. Pengertian Remaja II.C.2. Ciri-Ciri Masa Remaja II.C.3. Perkembangan Remaja II.C.4. Tugas-tugas Perkembangan
4 4 4 5 6 6 9 9 10 11 11 12 12 14 17 18
BAB III KESIMPULAN DAN PENUTUP
19
DAFTAR PUSTAKA
Ade Rahmawati Siregar : Harga Diri Pada Remaja Obesitas, 2006
USU Repository © 2006
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberi Penulis kekuatan dan kemudahan dalam menyelesaikan makalah ini sehinggga dapat diselesaikan di tengah kesibukan yang tiada hentinya. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas fungsional sebagai tenaga pengajar di Universitas Sumtera Utara, namun demikian Penulis berharap bahwa makalah ini tidak hanya bermanfaat bagi penulis tapi juga dapat menambah wawasan bagi semua pihak . Penulis menyadari bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan, karena ini penulis berharap masukan dari pembaca agar makalah ini menjadi lebih sempurna. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Ketua PS. Psikologi Universitas Sumatera Utara yang telah memberi penulis kesempatan untuk mengabdikan diri di lingkungan Universitas Sumatera Utara. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan sejawat di USU yang cukup memberi kehangatan persaudaraan. Secara khusus, Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Iskandar yang senantiasa mengingatkan dan memberi motivasi kepada Penulis untuk segera menyelesaikan makalah ini, semoga Allah membalas beliau semua dengan kebaikan yang berlipat ganda,amin.
Medan, 6 Agustus 2006 Ade Rahmawati Siregar, S.Psi NIP. 132 315 378
Ade Rahmawati Siregar : Harga Diri Pada Remaja Obesitas, 2006
USU Repository © 2006
BAB I PENDAHULUAN Akhir-akhir ini banyak bermunculan obat penurun lemak tubuh di berbagai media komunikasi baik televisi maupun koran. Obat-obat tersebut dijual dalam berbagai bentuk mulai dari berbentuk krim hingga tablet. Kemunculan
berbagai obat penurun lemak ini
disebabkan banyaknya konsumen yang tertarik membelinya, terutama bagi individu yang mengalami kegemukan. Kegemukan merupakan suatu momok bagi setiap individu selain berbahaya bagi kesehatan juga dapat membuat seseorang tidak menarik dari segi fisik. Pada saat ini diperkirakan sebanyak lebih dari 100 juta penduduk dunia menderita kegemukkan. Berdasarkan data yang diterima oleh WHO (World Health Organization) kian hari, kian bertambah jumlah penderita yang mengalami masalah kelebihan berat badan. Menurut data peneltian terakhir di Amerika Serikat sekitar 30 % orang dewasa menderita obesitas dan 1 dari 7 anak menderita masalah yang sama. Center of Disease Control menyebut ini sebagai wabah (Cita-Cinta, September 2003). Sedangkan di Indonesia sendiri Direktorat Bina Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan RI mencatat diperkirakan 210 juta penduduk Indonesia pada tahun 2000, jumlah penduduk yang overweight diperkirakan 76.7 juta (17,5%) dan penderita obesitas berjumlah lebih dari 9.8 juta (4,7 %). Berdasarkan Penelitian yang dilakukan pada tahun 2000 di Jakarta, tingkat prevalensi obesitas pada anak remaja 12-18 tahun ditemukan 6,2 % dan pada umur 17-18 tahun 11,4%. Kasus obesitas pada remaja l4ebih banyak ditemukan pada wanita (10,2%) dibandingkan pria (3,1%) (Sjarif,2000). Obesitas adalah simpanan energi yang berlebihan dalam bentuk lemak, yang berdampak buruk pada kesehatan dan perpanjangan usia (Wurtman&Wurtman, 1996). Obesitas menurut klinis adalah suatu kondisi tubuh abnormal dimana terdapat penumpukkan lemak pada jaringan adipose samapai pada taraf mengganggu kesehatan (Soegih,2002). Sementara obesitas menurut psikologis adalah simpanan energi yang berlebihan dalam bentuk lemak yang berdampak buruk pada kesehatan (Sarafino,1998). Obesitas terjadi karena adanya akumulasi jaringan lemak dibawah kulit yang berlebihan diseluruh tubuh. Jika “tempat” yang tersedia di bawah kulit sudah penuh dengan lemak , tidak menutup kemungkinan lemak itu juga dapat menempati berbagai organ lainnya seperti jantung dan ginjal sehingga beresiko terhadap penyakit kardiovaskuler, tekanan tinggi dan lain-lain (Soegih,2002). Ade Rahmawati Siregar : Harga Diri Pada Remaja Obesitas, 2006
USU Repository © 2006
Selain berdampak buruk bagi kesehatan, kegemukan juga berpengaruh terhadap kesehatan mental. Menurut penelitian Schacter (dalam Sarafino,1998), orang yang mengalami obesitas cenderung lebih sensitif dalam berinteraksi dibanding dengan orang yang tidak mengalami obesitas. Penelitian Bray,1984;Brownell,1986 menghasilkan bahwa orang yang mengalami obesitas mempunyai dampak yang buruk pada kesehatan dan interaksi sosial yang berlangsung selama rentang usia anak-anak hingga dewasa (Sarafino,1998). Hal yang umum secara psikologis muncul bersamaan dengan kegemukan adalah Body Image Dispragement yaitu seseorang yang kegemukan merasa bahwa tubuhnya aneh sekali dan tidak disukai sehingga orang lain memandangnya dengan jijik dan permusuhan (Stunkard & Medelson dalam Goodstein,1983). Keadaan ini memberi anggapan bahwa dunia memandang orang gemuk dengan penghinaan. Konsekuensinya, seseorang dengan keadaan tersebut cenderung untuk menarik diri, malu dan secara sosial tidak dewasa (Brownell dalam Goodstein,1983). Saat ini sebagian remaja putra dan putri di lingkungan masyarakat mengalami masalah kegemukan. Kegemukan dapat menjadi masalah yang penting bagi siklus perkembangan remaja. Menurut Conger & Petersen dalam Sarafino (1998), pada masa remaja biasanya mulai bersibuk diri terhadap penampilan fisiknya dan ingin mengubah penampilan mereka dengan memberikan perhatian yang lebih terhadap masalah-masalah kulit, ingin memiliki tubuh yang ideal, ingin lebih tinggi atau pendek dan tentu saja memiliki berat badan yang ideal. Keinginan ini disebabkan karena remaja sering merasa tidak puas terhadap penampilan dirinya. Ketidak puasan ini akhirnya membuat remaja merasa tidak percaya diri dan menganggap penampilannya sebagai suatu yang menakutkan. Pada remaja yang sangat mementingkan penampilan,penyimpangan dari tipe tubuh mereka dapat diasosiasikan dengan kehilangan harga diri (Sprinthall & Collins,1995). Harga Diri adalah evaluasi mengenai diri individu yang dilakukan oleh individu itu sendiri (Taylor, Peplau & Sears,2000). Harga diri disini berkaitan dengan bagaimana individu mempersepsikan dirinya dalam arti penghargaan secara keseluruhan. Pada penelitian terhadap remaja obesitas oleh Mendelson & White dalam Sarafino, 1994, bahwa remaja obesitas cenderung menurun secara konsisten harga dirinya. Harga diri memiliki hubungan yang erat terhadap berat badan ideal seorang remaja. Remaja yang memiliki berat badan yang ideal cenderung dapat diterima lingkungan, sehingga remaja tersebut memiliki rasa percaya diri dan Ade Rahmawati Siregar : Harga Diri Pada Remaja Obesitas, 2006
USU Repository © 2006
harga diri yang tinggi. Begitu juga sebaliknya , apabila remaja tersebut memiliki berat badan yang kurang ideal oleh lingkungannya, maka dapat membuat remaja tersebut menjadi tidak percaya
diri
dan
akhirnya
merasa
harga
dirinya
rendah
(www.psikologi.com/remaja/130503.htm) Dengan melihat fenomena tersebut, tidaklah berlebihan jika obesitas merupakan salah satu masalah rumit yang seringkali dihadapi remaja. Tidak jarang seorang remaja bereaksi secara berlebihan, mereka menjadi frustasi karena meskipun melakukan diet ketat tapi ternyata berat badan tidak berkurang. Berdasarkan uraian di atas, melalui makalah ini penulis mencoba untuk menjelaskan bagaimana seorang remaja obesitas menghargai dirinya sendiri dalam lingkungan sosial.
Ade Rahmawati Siregar : Harga Diri Pada Remaja Obesitas, 2006
USU Repository © 2006
BAB II LANDASAN TEORI II.A Harga Diri II.A.1 Pengertian Harga Diri Salah satu faktor penting dalam perkembangan kepribadian remaja adalah harga diri. Baron-Byrne,(1994) mengatakan harga diri adalah bagaimana cara kita mengevaluasi diri kita. Seseorang yang memiliki harga diri yang tinggi merasa dirinya berharga dan berkemampuan sedangkan seseorang yang memiliki harga diri yang rendah memandang dirinya sebagai orang yang tidak berguna,tidak kemampuan dan tidak berharga. Harga diri merupakan bagian dari konsep diri seperti yang diutarakan oleh Beane &Lipka (1986) bahwa harga diri adalah penilaian yang individu berikan kepada konsep dirinya. Coopersmith (dalam Asmaradewi,2002) mendefenisikan harga diri sebagai suatu penilaian yang dilakukan oleh individu terhadap dirinya sendiri. Penilaian tersebut mencerminkan sikap penerimaan atau penolakan dan menunjukkan seberapa jauh individu percaya bahwa dirinya mampu, penting, berhasil dan berharga. Kesadaran tentang diri dan perasaan terhadap diri sendiri itu akan menimbulkan suatu penilaian terhadap diri sendiri baik itu positif maupun negatif. Individu yang mampu menilai dirinya sebagaimana adanya menunjukkan yang baik pada dirinya. Individu yang dapat menghargai dirinya adalah individu yang memiliki harga diri yang positif. Individu yang memiliki harga diri yang positif akan menghargai dirinya, merasa dirinya berharga sebagai orang yang memiliki keterbatasan serta berusaha untuk mengembangkan dirinya. Sedangkan individu yang memiliki harga diri yang rendah atau negatif biasanya akan merasa kurang puas, kurang mampu, kurang berharga, kurang berdaya, dan rendah diri serta merasa bersalah, malu dan depresi (Coppersmith Asmaradewi,2002) Menurut Hurlock (1999) harga diri merupakan evaluasi diri yang dibuat dan dipertahankan oleh seseorang yang berasal dari interaksi sosial dalam keluarga serta penghargaan, perlakuan, dan penerimaanya dari orang lain.
Ade Rahmawati Siregar : Harga Diri Pada Remaja Obesitas, 2006
USU Repository © 2006
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa harga diri merupakan penilaian individu yang diberikan kepada dirinya sendiri yang meliputi penilaian positif atau negatif yang dinyatakan oleh sikap menghargai atau tidak menghargai.
II.A.2 Komponen – komponen dalam Harga Diri Menurut Felker (dalam Asmaradewi,2002) ada 3 komponen dalam pembentukan harga diri, yaitu: 1. Feeling of belonging, perasaan individu bahwa dirinya merupakan bagian dari suatu kelompok dan bahwa ia diterima serta dihargai oleh anggota kelompoknya. Individu akan memiliki nilai positif akan dirinya bila mengalami perasaan diterima atau menilai dirinya bagian dari kelompoknya. Begitu juga sebaliknya, individu akan merasa memiliki nilai yang negatif apabila mengalami perasaan tidak diterima. 2. Feeling of competence, yaitu perasaan individu bahwa ia mampu mencapai suatu hasil yang diharapkannya. Bila individu merasa telah mencapai tujuan secara efisien , maka individu tersebut akan memberikan penilaian yang positif pada dirinya. 3. Feeling of worth, perasaan individu bahwa dirinya berharga. Perasaan ini seringkali muncul dalam bentuk pernyataan yang sifatnya pribadi seperti pandai, cantik, menawan, langsing, dan lain-lain. Individu yang mempunyai perasaan berharga akan menilai dirinya positif daripada yang tidak berharga. Sementara Harter (dalam Papalia&Olds,1998) harga diri itu bersumber dari 2 hal yaitu: 1. Bagaimana individu melihat kemampuan dirinya akan berbagai aspek kehidupan. 2. Seberapa besar dukungan sosial yang didapat dari orang lain. Kemampuan diri terbagi atas lima domain yaitu: •
Kemampuan di sekolah
•
Penampilan fisik
•
Penerimaan sosial
•
Perilaku
•
Atletis
Ade Rahmawati Siregar : Harga Diri Pada Remaja Obesitas, 2006
USU Repository © 2006
Dari hal di atas yang memberikan kontibusi yang besar dalam pembentukan harga diri adalah seberapa besar individu menerima penghargaan atau dukungan dari orang tertentu dan berarti dalam hidupnya. Orang yang berpengaruh dalam memberikan dukungan ataupun penghargaan adalah orangtua, teman sekelas, teman dan guru (Papalia&Olds,1998)
II.A.3. Karakteristik Harga Diri Coopersmith (dalam Dusek,1996) membedakan tiga jenis harga diri menurut karakteristik individu, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Karakteristik-karakteristik tersebut adalah: •
Individu dengan harga diri tinggi o Aktif dan dapat mengekspresikandiri dengan baik. o Berhasil dalam bidang akademik, terlebih dalam mengadakan hubungan sosial. o Dapat menerima kritik dengan baik. o Percaya terhadap persepsi dan dirinya sendiri. o Tidak terpaku pada dirinya sendiri atau tidak hanya memikirkan kesulitannya sendiri. o Keyakinan akan dirinya tidak berdasarkan pada fantasinya, karena memang mempunyai kemampuan, kecakapan sosial dan kualitas diri yang tinggi. o Tidak terpengaruh pada penilaian dari orang lain tentang sifat atau kepribadiannya, baik itu positif ataupun negatif. o Akan menyesuaikan diri dengan mudah pada suatu lingkungan yang belum jelas. o Akan lebih banyak menghasilkan suasana yang berhubungan dengan kesukaan sehingga tercipta tingkat kecemasan dan perasaan tidak aman yang rendah serta memiliki daya pertahanan yang seimbang.
•
Individu dengan harga diri sedang o Karakteristik individu dengan harga diri sedang hampir sama dengan yang memiliki harga diri tinggi, terutama dalam kualitas, perilaku dan sikap. Pernyataan diri mereka memang positif, namun cenderung Ade Rahmawati Siregar : Harga Diri Pada Remaja Obesitas, 2006
USU Repository © 2006
kurang moderat. Menurut Coopersmith (dalam Asmaradewi,2002), individu dengan harga diri sedang cenderung memandang dirinya lebih baik dari kebanyakan orang. •
Individu dengan harga diri rendah o Memiliki perasaan yang inferior o Takut dan mengalami kegagalan dalam mengadakan hubungan sosial. o Terlihat sebagai orang yang putus asa dan depresi o Merasa diasingkan dan tidak diperhatikan o Kurang dapat mengekspresikan diri o Sangat tergantung kepada lingkungan. o Tidak konsisten o Secara pasif akan selalu mengikuti apa yang ada di lingkungannya o Menggunakan banyak taktik pertahanan diri o Mudah mengakui kesalahan
II.A.4. Faktor-faktor Mempengaruhi Harga Diri Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya harga diri sesorang (dalam Dusek,1996) antara lain: a. Jenis Kelamin Beberapa penelitian menunjukkan bahwa remaja putri mudah terkena gangguan terhadap bentuk tubuh dibanding dengan kelompok usia lainnya. Secara khusus harga diri mereka cenderung rendah (Rosenberg & Simmons dalam Asmaradewi,2000). Sebagai contoh, remaja putri lebih mudah merasa khawatir terhadap kondisi tubuhnya. Penyebabnya adalah sangat bermaknanya harga diri fisik agar dapat diterima oleh kelompoknya. b. Kelas Sosial Penelitian menunjukkan bahwa kelas sosial remaja yang ditandai oleh pekerjaan, pendidikan dan penghasilan orangtua merupakan penentu yang penting dari harga diri, khususnya individu yang berpindah dari tahap remaja menengah ke remaja akhir. Pada umumnya, remaja dengan kelas sosial menengah memiliki harga diri yang lebih tinggi dibanding kelompok remaja menengah ke bawah. Ade Rahmawati Siregar : Harga Diri Pada Remaja Obesitas, 2006
USU Repository © 2006
c. Pengasuhan Salah satu faktor yang menentukan tinggi-rendahnya harga diri pada remaja adalah pengasuhan. Dari penelitian yang dilakukan Coopersmith dalam Dusek 1996 ditemukan bahwa individu yang diasuh dengan penerimaan dan kehangatan serta memiliki suasana rumah yang memahami dan toleran memiliki harga diri yang tinggi dibandingkan dengan remaja yang diasuh dengan orangtua permisif dan oteriter.
II.B. OBESITAS II.B.1. Pengertian Obesitas Obesitas dan overweight menurut Sjarif (2002) adalah dua istilah yang sering digunakan untuk menyatakan adanya kelebihan berat badan. Kedua istilah ini sebenarnya mempunyai pengertian yang berbeda. Kata obesitas yang berasal dari bahasa latin mempunyai arti makan berlebihan, tetapi saat ini obesitas atau gemuk didefinisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan. Overweigth adalah kelebihan berat badan dibandingkan dengan berat badan ideal yang dapat disebab oleh penimbunan jaringan lemak atau jaringan non-lemak, misalnya seorang atlit binaragawan kelebihan berat badan dapat disebabkan oleh hipertrofi otot (dalam Sjarif,2002). Obesitas dalam psikologis menurut Wurtman & Wurtman (1996) adalah simpanan energi yang berlebihan dalam bentuk lemak, yang berdampak buruk pada kesehatan dan perpanjangan usia. Sarafino (1998) juga mengemukakan obesitas sebagai suatu simpanan yang berlebihan dalam bentuk lemak yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan. Secara klinis obesitas dengan mudah dapat dikenali karena adanya tanda dan gejala yang khas, antara lain wajah membulat, pipi tembem, dagu rangkap, relative pendek, dada yang menggembung dengan payudara yang membesar mengandung jaringan lemak, perut membuncit dan dinding perut berlipat-lipat serta kedua tungkai umumnya berbentuk X dan kedua pangkal paha bagian dalam saling menempel menyebab laserasi dan ulserasi yang dapat menimbulkan bau yang kurang sedap . Sedangkan pada anak-anak laki-laki, dapat dilihat dengan penis yang tampak kecil karena terkubur dalam jaringan lemak supra-pubik, hal yang sering kali menyebabkan orang tua sangat khawatir (dalam Nasar,1995).
Ade Rahmawati Siregar : Harga Diri Pada Remaja Obesitas, 2006
USU Repository © 2006
II.B.2. Etilogi Umumnya terdapat 3 faktor yang berpengaruh terhadap berkembangnya obesitas: 1. Faktor Genetik Banyak laporan yang menunjukkan adanya pola keturunan dalam terjadinya obesitas antara lain dalam penelitian Mayers mendapatkan bahwa kemungkinan seorang anak menjadi gemuk 40 % bila salah seorang dari orangtuanya gemuk dan sebesar 80% bila kedua orangtuanya gemuk serta 7% bila kedua orangtuanya tidak gemuk. 2. Faktor Lingkungan Pola makan, jumlah dan komposisi nutrient dalam makanan serta intensitas aktivitas tubuh merupakan hal yang paling penting berpengaruh dalam terjadinya obesitas. Gaya hidup modern dan santai seringkali tidak menyadari jumlah masukan kalori di samping kurang memperhatikan kaidah gizi seimbang. Restoran cepat saji merupakan acara sehari-sehari, mengkonsumsi
makanan berkalori tinggi dan karbohidrat pada saat
menonton bioskop atau televisi dan sebagainya. 3. Faktor Neuro-Psikologi Stress merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi berat badan. Perlakuan lingkungan terhadap anak obesitas seperti mengejek, menertawakan, mengganggu, mempermainkan, dan sebagainya sehingga menyebabkan anak mengalami yang obesitas semakin menarik diri dari pergaulan dan aktivitas permainan, sehingga makin kurang aktivitas fisiknya. Hal ini justru dapat memperberat kegemukannya. Pola asuh yang salah misalnya anak selalu dimanjakan, selalu dituruti keinginannya seringkali merupakan faktor penting dalam mendorong terjadinya obesitas pada remaja (dalam Nasar,1995)
II.B.3. Klasifikasi Obesitas dapat diklasifikasikan menurut tingkat keparahannya dan tipenya. Menurut tingkat keparahannya: 1. Moderate obesity, yaitu bila berat badan antara 120-170% dari berat badan ideal 2. Severe obesity, yaitu bila berat badan lebih dari 170% dari berat badan ideal.
Ade Rahmawati Siregar : Harga Diri Pada Remaja Obesitas, 2006
USU Repository © 2006
Menurut tipenya: 1. Inappropiate eating habits Di sini faktor utama terjadinya obesitas adalah karena adanya kelebihan masukan makanan, biasanya terjadi pada masa bayi dan remaja. 2. High “set point” for fat stores Di sini ada kecenderungan terjadinya peningkatan penumpukkan lemak, biasanya dimulai pada masa bayi dan selalu terdapat adanya faktor keturunan. 3. Simptomatis Pada keadaan ini terdapat suatu penyebab, misalnya adanya masalah psikologis maupun karena kelainan fisik 4. Endokrin Biasanya selalu disertai dengan gangguan pertumbuhan seperti pada Cushings syndrome. 5. Rare syndrome Pada keadaan ini selalu disertai adanya retardasi mental dan short stature. (dalam Sinaga,1985)
II.B.4. Resiko Dampak obesitas yang terjadi dalam jangka pendek maupun jangka panjang seperti yang tertera di bawah ini: 1. Gangguan psiko-sosial: Rasa rendah diri, depresif dan menarik diri dari lingkungan. Hal ini dikarenakan anak obesitas seringkali menjadi bahan hinaan teman sepermainan dan teman sekolah. Dapat pula karena ketidakmampuan untuk melaksanakan suatu tugas/kegiatan terutama olahraga akibat adanya hambatan pergerakan oleh kegemukannya. 2. Pertumbuhan fisik/linear yang lebih cepat dan usia tulang yang lebih lanjut dibanding usia biologinya. 3. Masalah ortopedi: Seringkali terjadi slipped capital femoral epiphysis dan penyakit Blount sebagai akibat beban tubuh yang terlalu berat.
Ade Rahmawati Siregar : Harga Diri Pada Remaja Obesitas, 2006
USU Repository © 2006
4. Gangguan pernafasan: Sering terserang infeksi saluran nafas, tidur ngorok, kadangkadang apnea sewaktu tidur, sering ngantuk siang hari. Bila gangguan sangat berat disebut sindrom Pickwickian, yaitu adanya hipoventilasi alveolar. 5. Gangguan endokrin: Menars lebih cepat terjadi di samping faktor emosional, untuk terjadinya menars diperlukan jumlah lemak tertentu sehingga anak obesitas dimana lemak tubuh sudah cukup tersedia, menars akan terjadi lebih dini. 6. Obesitas akan melanjut sampai dewasa, terutama bila obesitas mulai pada masa prapubertal. 7. Penyakit degeneratif dan penyakit metabolik: hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, hiperlipoproteinemia, hiperkolesterolemia (dalam Nasar,1995).
II.C. Remaja II.C.1. Pengertian Remaja Remaja atau adolescene berasal dari bahasa latin adolescere yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Istilah ini mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock,1999). Menurut Piaget (dalam Hurlock, 1999) secara psikologis masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa. Masa remaja adalah usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang dewasa melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak, integrasi dalam masyarakat, mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber. Termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok, tranformasi yang khas dari cara berpikir remaja memungkinkan untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan. Pada tahun 1974, WHO memberikan definisi tentang remaja lebih konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan 3 kriteria yaitu biologis, psikologis dan sosial ekonomi. Remaja adalah suatu masa dimana: 1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai ia mencapai kematangan seksual. 2. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. Ade Rahmawati Siregar : Harga Diri Pada Remaja Obesitas, 2006
USU Repository © 2006
3. Terjadi peralihan ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada yang relatif mandiri. Ditinjau dari kesehatan WHO menetapakan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja. Selanjutnya WHO menyatakan walaupun definisi di atas didasarkan pada usia kesuburan wanita, batasan tersebut berlaku juga untuk remaja pria dan WHO membagi kurun usia tersebut dalam 2 bagian yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun. Sementara itu definisi remaja untuk masyarakat indonesia adalah menggunakan batasan usia 11-24 tahun dan belum menikah dengan pertimbangan sebagai berikut: 1. Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai tampak(kriteria fisik). 2. Dibanyak masyarakat indonesia, usia dianggap akil balik, baik menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan mereka sebagai anakanak(kriteria sosial). 3. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas diri (ego identity, menurut Erik Erikson),tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual (Freud) dan tercapainya puncak perkembangan kognitif (Piaget) maupun moral (Kohlberg) (kriteria psikologis). 4. Batas usia 24 tahun merupakn batas maksimal yaitu untuk memberi peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih menggantungkan diri pada orangtua. 5. Dalam definisi di atas, status perkawinan sangat menentukan karena arti perkawinan masih sangat penting di masyarakat kita secara menyeluruh. Seorang yang sudah menikah, pada usia berapa pun dianggap dan diperlakukan sebagai orang dewasa penuh, baik secara hukum maupun kehidupan bermasyarakat dan keluarga. Karena itu definisi remaja disini dibatasi khusus untuk yang belum menikah (Sarwono,2000).
II.C.2 Ciri-Ciri Masa Remaja 1. Masa remaja sebagai periode yang penting Dianggap periode yang penting karena fisik dan akibat psikologis. Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang cepat, terutama pada awal masa remaja. Semua perkembangan ini menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru. Ade Rahmawati Siregar : Harga Diri Pada Remaja Obesitas, 2006
USU Repository © 2006
2. Masa remaja sebagai periode peralihan. Dalam periode peralihan, status individu tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada masa ini, remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa. Status yang tidak jelas ini menguntungkan karena status memberi waktu kepadanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai bagi dirinya. 3. Masa remaja sebagai periode perubahan. Ada lima perubahan yang dialami oleh remaja yaitu; ▪ Pertama, meningginya emosi. ▪ Kedua, perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial. ▪ Ketiga, remaja selalu merasa ditimbuni banyak masalah. ▪ Keempat, dengan berubahnya minat dan pola maka nilai-nilai berubah. ▪ Kelima, sebagian remaja bersikap ambivalen terhadap perubahan. 4. Masa remaja sebagai usia bermasalah. Ada dua hal yang menyebabkan kesulitan mengatasi masalah baik pria maupun wanita, yaitu; ▪ Pertama, sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian diselesaikan oleh orangtua dan guru, sehingga banyak remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. ▪ Kedua, karena para remaja merasa diri mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan dari orangtua dan guru. 5. Masa remaja sebagai masa mencari identitas. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan Erik Erikson, yaitu masa mencari identitas diri seperti usaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa perannya dalam masyarakat. Erikson menjelaskan pencarian identitas ini mempengaruhi perilaku remaja. 6. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan. Anggapan streotipe budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan berperilaku merusak,menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja normal. 7. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik. Ade Rahmawati Siregar : Harga Diri Pada Remaja Obesitas, 2006
USU Repository © 2006
Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kaca berwarna merah jambu. Ia melihat dirinya dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak realistik ini hanya bagi dirinya juga bagi keluarga dan teman-temannya, menyebabkan meningginya emosi yang merupakan ciri dari awal masa remaja. 8. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa. Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan streotipe belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Berpakaian dan bertindak sebagai orang dewasa ternyata tidaklah cukup. Oleh karena itu, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status orang dewasa seperti merokok, minum-minuman keras, dan menggunakan obat-obatan. Mereka berharap perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan (Hurlock,1999). Monks (1999) juga membagi remaja atas tiga kelompok usia tahap perkembangan, yaitu: 1. Early Adolescence (Remaja Awal) Berada pada rentang usia 12 sampai 15 tahun. Merupakan masa negatif karena menurut Buhler (dalam Mappiare,1982) pada masa ini terdapat sikap dan sifat negatif yang belum terlihat dalam masa kanak-kanak. Individu sering merasa bingung, cemas, takut dan gelisah. 2. Middle Adolescence (Remaja Pertengahan) Dengan rentang usia 15 sampai 18 tahun. Pada masa ini individu menginginkan atau mendambakan sesuatu dan mencari-cari sesuatu. Merasa sunyi dan merasa tidak bisa mengerti dan tidak dimengerti oleh orang lain. Pada rentang usia ini perubahan fisiik membawa efek perubahan terhadap harga diri remaja. Selain itu sering muncul keprihatinan akan perubahan fisik oleh remaja itu sendiri.Keprihatinan ini disebabkan remaja tidak puas akan bentuk fisiknya. Pada masa ini remaja telah memikirkan konsep diri, dan konsep dirinya relatif stabil. Dalam hal ini bersamaan dalam pembentukkan harga diri dan penerimaan diri (Burns,1993).
Ade Rahmawati Siregar : Harga Diri Pada Remaja Obesitas, 2006
USU Repository © 2006
3. Late Adolescence Berkisar pada usia 18 sampai 21 tahun. Pada masa ini individu mulai merasa stabil. Mulai mengenal dirinya, mulai memahami arah hidup dan menyadari tujuan hidupnya. Mempunyai pendirian tertentu berdasarkan satu pola hidup jelas.
II. C.3. Perkembangan Remaja Masa remaja ditandai dengan terjadinya berbagai proses perkembangan yang secara global meliputi perkembangan jasmani dan rohani. Perkembangan jasmani terlihat dari perubahan-perubahan bentuk tubuh dari kecil menjadi besar sedangkan rohani tampak dari emosi, sikap dan juga intelektual. Perkembangan yang dialami remaja adalah : 1. Perkembangan fisik. Menurut Hurlock (1999) perkembangan fisik pada masa remaja mengarah pada pencapaian bentuk-bentuk badan orang dewasa. Perkembangan fisik terlihat jelas dari perubahan tinggi badan, bentuk badan dan berkembangnya otot-otot tubuh. 2. Perkembangan Seksual. Perkembangan seksual ditandai dengan munculnya tandatanda kelamin primer dan sekunder. 3. Perkembangan heteroseksual. Pada masa remaja mulai timbul rasa ketertarikan terhadap lawan jenis. 4. Perkembangan emosional. Keadaan emosional pada masa remaja tidak stabil. 5. Perkembangan Kognisi. 6. Perkembangan identitas diri. Proses pembentukan identitas diri telah dimulai sejak kanak-kanak dan mencapai puncaknya pada masa remaja. Secara umum identitas diri adalah perasaan individualitas yang mantap dimana individu tidak tenggelam dalam peran sosial yang dimainkan tetapi tetap dihayati sebagai pribadi diri sendiri (Monks,1999).
Ade Rahmawati Siregar : Harga Diri Pada Remaja Obesitas, 2006
USU Repository © 2006
II.C.4. Tugas-tugas Perkembangan Remaja Havighurst (dalam Sarwono,1997) merupakan tokoh yang menekankan adanya tugas perkembangan yang harus dicapai pada masa remaja akhir, yaitu: 1. Menerima kondisi fisiknya dan memanfaatkan tubuhnya secara efektif. 2. Menerima hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya dari jenis kelamin manapun. 3. Menerima peran jenis kelamin masing-masing (laki-laki atau perempuan). 4. Berusaha melepaskan diri dari ketergantungan emosi terhadap orangtua dan orang dewasa lainnya. 5. Mempersiapkan karir ekonomi. 6. Mempersiapkan perkawinan dan kehidupan keluarga. 7. Merencanakan tingkah laku sosial yang bertanggung jawab. 8. Mencapai sistem nilai dan etika tertentu sebagai pedoman tingkah lakunya
Ade Rahmawati Siregar : Harga Diri Pada Remaja Obesitas, 2006
USU Repository © 2006
BAB III KESIMPULAN Berdasarkan aspek perkembangan remaja, remaja pertengahan antara 15-18 tahun adalah masa yang telah memikirkan konsep diri yang sesuai dengan dirinya. Di dalam pembentukkan konsep diri 2 komponen yang mempengaruhi yaitu harga diri dan penerimaan diri. Apabila harga diri dan penerimaan diri seorang individu tinggi maka konsep diri yang terbentuk juga positif. Begitu juga sebaliknya, bila harga diri dan penerimaan diri seseorang rendah maka konsep diri yang terbentuk juga negatif. Jadi berdasarkan hal tersebut, rentang usia 15-18 tahun adalah masa terbentuknya harga diri seorang individu. Pada masa remaja pertengahan, perkembangan fisik dan seksual juga terlihat pertumbuhannya (Monks,1999). Remaja pada usia 15-18 tahun lebih memperhatikan bentuk tubuhnya dan berusaha menjaga penampilan dirinya sesuai dengan harapan lingkungannya (Furhmann,2000). Daya tarik mempunyai peranan yang penting pada hubungan sosial. Hubungan sosial yang baik antara individu dengan lingkungan sosialnya berdampak terhadap perkembangan diri, terutama harga diri individu yang tinggi. Lingkungan sosial ternyata telah memiliki harapan-harapan sendiri terhadap perkembangan seseorang termasuk di dalamnya bentuk tubuh( Furhmann,2000). Tetapi kenyataannya sebagian remaja merasa tidak puas dengan tubuhnya. Hal ini disebabkan karena bentuk tubuh remaja tersebut tidak sesuai dengan harapan lingkungan sosial (Hurlock,1999) Kegagalan kateksis tubuh atau perasaan tidak puas terhadap tubuh berhubungan dengan kelebihan berat badan yang dimiliki (Hurlock,1999). Salah satu bentuk kelebihan berat badan adalah obesitas. Obesitas adalah kondisi kelebihan lemak yang berdampak buruk pada kesehatan dan perpanjangan usia, dan ternyata obesitas menjadi gangguan yang berarti bagi sebagian remaja, data ini diperoleh dari penelitian FK USU (Sinaga,1985). Kelebihan berat badan dalam hal ini obesitas cenderung mengalami berbagai permasalahan pada remaja salah satunya remaja menjadi minder terhadap teman sepergaulannya sehingga membentuk harga diri yang rendah bagi remaja tersebut (Hurlock,1999). Hal yang sama juga dikemukan oleh Furhmann (2000)
Ade Rahmawati Siregar : Harga Diri Pada Remaja Obesitas, 2006
USU Repository © 2006
bahwa perkembangan harga diri remaja dipengaruhi oleh persepsi remaja terhadap keadaaan fisiknya dalam hal ini berat badan yaitu obesitas. Keadaan fisik adalah persepsi dan perasaan seseorang terhadap keadaan fisik, kesehatan, ketrampilan, penampilan diri dan gerak motorik (Fitts,1971). Hurlock (1999) juga menambahkan bahwa keadaan fisik yang tidak puas berdampak terhadap harga diri yang rendah. Jadi berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa keadaan fisik dalam hal ini berat badan yaitu obesitas hubungan terhadap harga diri remaja.
Ade Rahmawati Siregar : Harga Diri Pada Remaja Obesitas, 2006
USU Repository © 2006