Ade Rahmawati Siregar : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006
USU Repository © 2006
DAFTAR ISI
Daftar Isi
i
Kata Pengantar
ii
BAB I. PENDAHULUAN
1
BAB II LANDASAN TEORI II.A. Motivasi Berprestasi II.A.1. Pengertian Motivasi II.A.2. Pengertian Motif II.A.3. Jenis-Jenis Motivasi II.A.4. Pengertian Motivasi Berprestasi II.A.5. Ciri-ciri Motivasi Berprestasi II.A.6. Perkembangan Motivasi Berprestasi II.A.7. Faktor-faktor yang mempengaruhi Motivasi Berprestasi II.B. Pola Asuh II.B.1. Pola Asuh Orangtua II.B.2. Pengertian Pola Asuh Orangtua II.B.3. Jenis-jenis Pola Asuh Orangtua II.B.4.Faktor-faktor yang mempengaruhi Pola Asuh Orangtua II.C. Remaja II.C.1. Pengertian Remaja II.C.2. Perkembangan Remaja II.C.3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja II.D. Mahasiswa. II.D.1. Pengertian Mahasiswa II.D.2. Ciri-ciri Mahasiswa
6 6 6 6 7 8 8 9 10 12 12 12 13 15 16 16 17 17 18 18 18
BAB III KESIMPULAN DAN PENUTUP
20
DAFTAR PUSTAKA
Ade Rahmawati Siregar : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006
USU Repository © 2006
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberi Penulis kekuatan dan kemudahan dalam menyelesaikan makalah ini sehinggga dapat diselesaikan di tengah kesibukan yang tiada hentinya. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas fungsional sebagai tenaga pengajar di Universitas Sumtera Utara, namun demikian Penulis berharap bahwa makalah ini tidak hanya bermanfaat bagi penulis tapi juga dapat menambah wawasan bagi semua pihak . Penulis menyadari bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan, karena ini penulis berharap masukan dari pembaca agar makalah ini menjadi lebih sempurna. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Ketua PS. Psikologi Universitas Sumatera Utara yang telah memberi penulis kesempatan untuk mengabdikan diri di lingkungan Universitas Sumatera Utara. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Fatma Kartika Sary Nst, S.Psi dan rekan-rekan sejawat di USU yang cukup memberi kehangatan persaudaraan. Secara khusus, Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Iskandar yang senantiasa mengingatkan dan memberi motivasi kepada Penulis untuk segera menyelesaikan makalah ini, semoga Allah membalas beliau semua dengan kebaikan yang berlipat ganda,amin.
Medan, 6 Agustus 2006 Ade Rahmawati Siregar, S.Psi NIP. 132 315 378
Ade Rahmawati Siregar : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006
USU Repository © 2006
BAB I PENDAHULUAN Masa remaja adalah masa yang indah. Penuh dengan segala suka cita, keunikan, keceriaan, menyenangkan. Hampir tidak ada manusia yang dapat melupakan masa remaja yang dilaluinya, baik masa-masa yang menyenangkan maupun masa yang menyulitkan atau menyedihkan. Kartono (1985) menyatakan masa remaja merupakan masa gejolak dimana seseorang menghadapi banyak persoalan dan tantangan, konflik seta kebingungan dalam prosese menemukan diri dan menemukan tempatnya di masayarakat. Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas, tidak termasuk golongan anak, tetapi tidak pula termasuk golongan orang dewasa ataupun golongan tua. Remaja masih belum mampu untuk menguasai fungsi-fungsi fisik dan psikisnya. Ditinjau dari segi tersebut remaja masih digolongkan pada golongan kanak-kanak. Pada umumnya remaja masih belajar disekolah Menengah ataupun Perguruan Tinggi(Monks,1999). Remaja yang menuntut ilmu di Perguruan Tinggi disebut juga dengan Mahasiswa. Masa mahasiswa ini merupakan masa yang penuh tantangan dan kesukaran, masa yang menuntut remaja menentukan sikap dan pilihan, masa yang menuntut kemampuan untuk menyesuaikan diri (Kartono,1985). Mahasiswa merupkan elite masyarakat yang mempunyai ciri intelektualitas yang lebih kompleks dibandingkan kelompok seusia mereka yang bukan mahasiswa, ataupun kelompok usia dibawah dan diatas mereka. Ciri intelektualitas tersebut adalah kemampuan mereka dalam menghadapi, memahami dan mencari cara pemecahan berbagai masalah secara lebih sistematis (Azwar,1998). Dunia mahasiswa berbeda dengan SMU, terutama pada cara belajarnya yng lebih menuntut keaktifan dan kemandirian. Menurut Nawawi & Martini (1994), perguruan tinggi merupakan satuan pendidikan yang menjadi terminal terakhir bagi seseorang yang berpeluang belajar setinggi-tingginya melalui jalur pendidikan sekolah. Diperguruan Tinggi
transfer pengetahuan selain dilakukan melalui
kuliah juga melalui seminar, diskusi, ceramah dan lain sebagainya (Marwaty,2003). Jumlah mahasiswa pada Perguruan Tinggi selalu bertambah setiap tahunnya. Hal inidapat dilihat dalam data statistik Indonesia tahun 1999 (Badan Pusat Statistik,2000). Salah satu contohnya adalah Universitas Sumatera Utara, pada tahun 1999 jumlah mahasiswa yang mendaftar
Ade Rahmawati Siregar : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006
USU Repository © 2006
sebanyak 4197 orang (dalam Universitas Sumatera Utara 1999) dan pada tahun 2000 adalah 7384 orang (dalam Universitas Sumatera Utara 2000). Dalam setiap fakultas ataupun jurusan pada suatu universitas jarang sekali bahkan tidak pernah terjadi dimana jumlah mahasiswa yang diterima akan mengakhiri masa perkuliahannya pada waktu bersaman dengan jumlah yang sama pula pada saat diterima di fakultas tersebut. Banyak hal yang dapat menyebabkan hal tersebut terjadi antar lain sebelum mengakhiri masa perkuliahannya seorang mahasiswa ada yang sudah meninggalkan bangku kuliahnya atau mengundurkan diri, ada yang mengalami DO (drop out) atau transfer dari jenjang S-1 ke jenjang D-3. Diperguruan tinggi, mahasiswa diharapkan bukan saja mampu memproduksi kuliah yang diterimanya melainkan mampu mengembangkan apa yang diterima dosen secara kreatif. Sukses tidaknya seorang mahasiswa di perguruan tinggi sangat dipengaruhi oleh banyak menyatakan bahwa mahasiswa diharapkan mempunyai semangat hidup yang tinggi, rasa optimis yang besar dan motif sukses yang tinggi pula sehingga diharapkan mahasiswa dapat sukses dalam menjalani kehidupan di Perguruan Tinggi dan mempunyai prestasi yang optimal. Kenyataannya yang dihadapi mahasiswa tidak seperti yang diharapkan. Banyak masalah yang dihadapi mahasiswa dan tidak sedikit mahasiswa yangmengalami gangguan psikologis seperti stress dan bahkan depresi. Kondisi ini menyebabkan mahasiswa persimis terhadap masa depannya, keinginan untuk suksesnya semakin lama semakin surut yang pada akhirnya dapat mempengaruhi motivasi berprestasinya. Mu’tadin(2003) mengatakan bahwa kesulitan-kesulitan yang sering dialami oleh mahasiswa diantaranya adalah kesulitan dalam mencari judul untuk skripsi, kesulitan untuk mencari literatur atau bahan bacaan, dana yang terbatas atau takut menjumpai dosen pembimbing. Kesulitan ini yang akhirnya menyebabkan mahasiswa tertekan kehilangan motivasi dengan kata lain tidak dapat mencapai prestasi yang diharapkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh McCormick & Carrol (2003) terhadap mahasiswa Universitas Saint Louis, menunjukkan bahwa rata-rata 30 % dari jumlah mahasiwa tingkat pertama gagal untuk lulus ke tingkat berikutnya, selain itu 50 % dari jumlah mahasiswa yang gagal untuk menyelesaikan masa studinya di Perguruan Tinggi dalam jangka waktu 5 tahun. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya motivasi berprestasi pada mahasiswa tersebut.
Ade Rahmawati Siregar : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006
USU Repository © 2006
Banyak dijumpai seseorang yang memiliki intelegensi tinggi tetapi prestasi yang dicapainya rendah, akibat kemampuan inteletual yang dimilikinya kurang berfungsi secara optimal. Salah satu faktor pendukung agar kemampuan intelektual anak dapat berfungsi secara optimal adalah adanya motivasi untuk berprestasi yang tinggi dalam dirinya (Sadli, 1986). Seseorang akan berusaha kuat apanila dia memiliki motivasi yang besar untuk mencapai tujuan belajar. Motivasi menurut Donald (dalam Hardjo & Badjuri,2002) merupakan perubahan tenaga dalam diri seseorang yang ditandai oleh dorongan afektif dan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan. Motif inilah yang mendorong seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam bersaing dengan suatu standar keunggulan tertentu. Ukuran standar keunggulan antara lain karena prestasi individu itu sendiri, prestasi orang lain, ataupun presatasi untuk menyelesaikan tugas (Hechkhausen dalam Monks,1999). Schultz dan Schultz (1994) mengatakan bahwa motivasi yang ada pada setiap individu berbeda-beda satu dengan yang lain. Perbedaan ini disebabkan karena manusia pada dasarnya adalah unik, berbeda-beda satu dengan yang lainnya termasuk motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi menurut McClelland adalah motif yang mengarahkan tingkah laku seseorang dengan titik berat bagaimana prestasi tersebut tercapai. Perbedaan motivasi berprestasi pada setiap individu dipengaruhi oleh banyak faktor. McClelland (dalam Sopah,1999) mengatakan bahwa pola asuh orangtua mempunyai pengaruh terhadap motivasi berprestasi . Pendapat yang sama dikemukan oleh Estwood (1983) yng mengatakan bahwa motivasi berpresatasi dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya seperti orangtua, teman dan sebagainya. Bagaimana cara orangtua mendidik ataupun pola asuh seperti apa yang diterapakn pada anak diindikasikan menyumbang dalam pembentukan motif prestasi pada anak. Keluarga adalah salah satu faktor motivasi eksternal. Setiap keluarga memiliki cara tersendiri dalam mengasuh, mendidik, dan membimbing anggota keluarga khususnya anak, dan pola asuh ini berbeda antara satu kelurga dengan keluarga lainnya. Pola asuh adalah proses penanaman nilai positif oleh orangtua mengenai tujuan hidup, hak-hak orang lain, amsa depan dan kegembiraan bersama. Anak akan menerima nilai tersebut , jika orangtua memegang nilai tersebut. Tidak hanya koreksi terhadap perilaku anak saja yang dibutuhkan tetapi juga p;eraturan harus diimplementasikan terlebih dahulu oleh orangtua atau siapa saja yang berhubungan dengan anak. Menurut Hersey & Blanchard (1987) pola asuh orangtua terdiri
Ade Rahmawati Siregar : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006
USU Repository © 2006
atas empat macam, yaitu pola asuh telling, pola asuh selling, pola asuh paricipating dan pola asuh delegating. Kebanyakan anak yang berhasil setelah menjadi dewasa berasal dari keluarga dengan orangtua yang bersikap positif, yang mana sikap ini disebut sebagai pola asuh orangtua yang bersikap positif, yang mana sikap ini disebut sebagai pola asuh orangtua pada anak. Lingkungan tempat dimana anak tinggal (keluarga) inilah yang berkaitan dengan faktor pola asuh yang diterapkan orangtua pada anaknya , salah satunya dalam hal mendidik anaknya. Pola asuh yang diterapkan orangtua pada anak mempengaruhi tindakan anak selanjutnya. Namun, banyak orangtua yang tidak mengetahui apa yang harus mereka mulai apabila anak mereka telah berusia 18 tahun dan telah lulus dari SLTA. Mereka mengetahui kebutuhan anak untuk mandiri dan tidak ingin dicampuri, sedangkan mereka sadar bahwa anaknya belum siap untuk mandiriutuh. Peran orangtua pada masa ini adalah sebagai konsultan pendukung dan fasilitator (Presetyawati,2000). Ketika anak menjadi orang dewasa, orangtua hendaknya secara bertahap mengubah dari mengontrol dan mendikte anak kepada pemberian kesempatan anak untuk memutuskan sendiri dan bertanggung jawab atas keputusaan tersebut. Kehilangan kontrol tersebut bukanlah hal yang menyenangkan bagi orangtua. Hubungan orangtua dan anak akan lebih berhasil bila didasarkan pada rasa saling menghormati, saling percaya, perhatian dan cinta (Hersey&Blanchard,1978). Kesulitan-kesulitan yang terjadi pada mahasiswa menuntut mahasiswa untuk menyelesaikannya. Misalnya seperti tugas-tugas, skripsi, yang mana penyelesaian dari semua masalah tersebut merupakan salah satu perwujudan atau bentuk dari prestasinya individu/mahasiswa harus menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Tantangan dan hambatan ini sering menyebabkan individu menjadi tertekan, cemas, bahkan stress yang mengakibatkan aspek fisik dan psikologis individu tersebut terganggu dan motivasi untuk berprestasi menjadi berkurang bahkan hilang. Walaupun mahasiswa tersebut tampaknya begitu yakin dalam menghadapi tantangan kehidupan, namun dalam hati selalu merasa memerlukan pendamping terutama orangtua. Setelah membaca uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pola asuh yang diterapkan oleh orangtua akan menghasilkan motivasi berprestasi yang berbeda antara individu yang satu dengan yang lainnya. Hal ini dikarenakan setiap orangtua menerapkan pola asuh yang berbeda bagi anak-anaknya.
Ade Rahmawati Siregar : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006
USU Repository © 2006
Tujuan dari penulisan makalah adalah untuk mengetahui dinamika pola asuh yang berdeda akan membentuk motivasi berprestasi berbeda pula. Perbedaan motivasi berprestasi mahasiswa ditinjau dari pola asuh orangtua baik, telling, selling, participating, maupun delegating.
Ade Rahmawati Siregar : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006
USU Repository © 2006
BAB II LANDASAN TEORI II.A. MOTIVASI BERPRESTASI II. A.1. Pengertian Motivasi Morgan (1986) mengemukakan motivasi sebagai dorongan yang mendorong individu untuk menampilkan tingkahlaku yang persisten yang diarahkan untuk mencapai tujuan. Sementara Atkinson (1996) menyatakan bahwa motivasi
adalah faktor-faktor yang
menguatkan perilaku dan memberikan arahannya. Defenisi yang mirip juga dikemukakan oleh Chaplin (1997) bahwa motivasi adalah satu variabel penyelang (yang ikut campur tangan) yang digunakan untuk menimbulkan faktor-faktor tertentu didalam organisme,yang membangkitkan, mengelola,mempertahankan, dan menyalurkan tingkah laku menuju satu sarana. Donald (dalam Hardjo&Badjuri 2002) menyatakan bahwa motivasi merupakan perubahan tenaga didalam diri seseorang yang ditandai oleh dorongan afektif dan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan. Menurut Djiwandono (2002), kata motivasi digunakan untuk menggambarkan suatua dorongan, kebutuhan atau keinginan untuk melakukan sesuatu yang khusus atau umum. Motivasi juga menggambarkan kecenderungan umum seseorang dalam usahnya mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan uraian pengertian tersebut terdapat 3 unsur penting yang terkandung didalam motivasi yaitu keadaan dimana terdapat need,drive dan motif individu, kemudian perilaku dan yang terakhir tujuan atau goal individu tersebut.
II. A. 2. Pengertian Motif Motif
berasal dari bahasa latin yaitu movere yang berarti bergerak atau to
move,karena itu motif dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang mendorong untuk berbuat atau merupakan driving force (Branca dalam Walgito,1997). Walgito (1997) juga menyatakan bahwa motif
sebagai pendorong pada umumnya tidak
berdiri sendiri, tetapi saling kait mengait dengan faktor-faktor lain. Sedangkan Atkinson &
Ade Rahmawati Siregar : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006
USU Repository © 2006
Reitman (dalam Supardi, 1987) mengemukan bahwa need atau motif diartikan sebagai suatu yang mendorong individu untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Hersey, Blanchard & Jhonson (dalam Rivai,2003) motivasi seseorang tergantung pada kekuatan motifnya. Motif adalah kebutuhan, keinginan, dorongan atau gerak hati dalam diri individu atau apa yang menggerakkan seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu atau sekurang-kurangnya mengembangkan seseuatu (Hodgets dalam Rivai,2003).
II. A.3. Jenis-jenis Motivasi Monks(1999) dapat membedakan motivasi menjadi dua, yaitu: 1. Motivasi Intrinsik Berarti bahwa sesuatu perbuatan memang diinginkan karena seseorang senang melakukannya. Dalam hal ini, motivasi datang dari dalam diri orang itu sendiri. Orang tersebut senang melakukan perbuatan itu demi perbuatan itu sendiri. Terdapat beberapa komponen dari motivasi intrinsik,antara lain: a. Dorongan ingin tahu b. Tingkat aspirasi 2. Motivasi Ekstrinsik Berarti bahwa sesuatu perbuatan dilakukan atas dorongan atau perasaan dari luar. Orang melakukan perbuatan itu karena ia didorong atau dipaksa dari luar. Chaplin(1997)menyatakan bahwa motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang tidak menjadi bagian yang melekat pada tingkah laku itu sendiri. Menyiibukkan diri dalam suatu kegiatan demi perolehan ganjaran materil tertentu untuk dirinya, merupakan motivasi ekstrinsik. Menyibukkan diri dalam aktivitas karena menyenanginya merupakan motivasi ekstrinsik.
II.A.4. Pengertian Motivasi Berprestasi Motivasi adalah kondisi internal yang spesifik dan mengarahkan perilaku seseorang ke suatu tujuan (Alhadza,2003). Achievement atau prestasi diartikan sebagai kesuksean setelah didahului oleh suatu usaha. Prestasi merupakan dorongan untuk mengatasi kendala,
Ade Rahmawati Siregar : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006
USU Repository © 2006
melaksanakan kekuasan, berjuang untuk melakukan sesuatu yang sulit sebaik dan secepat mungkin (Alhadza,2003). Maslow berasumsi bahwa perilaku manusia termotivasi kearah self-fulfillment (dalam Alhadza,2003). Setiap orang mempunyai motif bawaan yang selalu diperjuangkan untuk dipenuhi yang bergerak dari motif bawaan yang selalu diperjuangkan untuk dipenuhi yang bergerak dari motif yang paling sederhana yaitu kebutuhan fisiologis sampai kebutuhan aktualiasasi diri( Arends,2004). McClelland memperkenalkan teori motivasi berprestasi (Achievement motivation) dimana motivasi berprestasi dimulai dari hirarki ke 3 sampai aktualisasi diri (Alhadza 2003). McClelland membagi teori motivasi berprestasi menjadi beberapa kebutuhan yaitu: 1. Kebutuhan berprestasi (n-Ach) 2. Kebutuhan dan kekuasan (n-Pow) 3. Kebutuhan akan afliliasi (n-Aff) Menurut McClleland dan Atkinson (dalam Djiwandono,2002), motivasi yang paling penting untuk pendidikan adalah motivasi berprestasi, dimana seseorang cenderung berjuang untuk mencapai sukses atau memilih suatu kegiatan yang berorientasi untuk tujuan sukses atau gagal.
II.A.5. Ciri-ciri Motivasi Berprestasi McClelland mengatakan bahwa ciri-ciri individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi adalah: 1. Berprestasi yang dihubungkan dengan seperangkat standar. 2. Memiliki tanggung jawab pribadi terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukannya. 3. Adanya kebutuhan untuk mendapatkan umpan balik atas pekerjaan yang dilakukannya sehingga dapat diketahui dengan cepat bahwa hasil yang diperoleh dari kegiatannya lebih baik atau buruk. 4. Menghindari tugas-tugas yang terlalu sulit atau terlalu mudah, tetapi akan memilih tugas-tugas yang tingkat kesukarannya sedang. 5. Inovatif yaitu dalam melakukan suatu pekerjaan dilakukan dengan cara yang berbeda, efisien dan lebih baik daripada sebelumnya. Hal ini dilakukan agar individu mendapatkan cara-cara yang lebih menguntungkan dalam pencapaian tujuan.
Ade Rahmawati Siregar : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006
USU Repository © 2006
6. Tidak menyukai keberhasilan yang bersifat kebetulan atau karena tindakan orang lain dan ingin merasakan sukses atau kegagalan disebabkan tindakan individu itu sendiri.
II. A. 6. Perkembangan Motivasi Berprestasi McClelland (dalam Schultz & Schultz,1994) menyatakan bahwa motivasi berprestasi dapat terbentuk melalui proses belajar. Lebih lanjut McClelland menyatakan bahwa dalam kegiatan perkuliahan motivasi sangat penting karena dapat berfungsi sebagai: 1. energizer, yaitu motor penggerak yang mendorong mahasiswa untuk bernuat sesuatu misalnya perbuatan belajar. 2. directedness, yaitu menentukan arah tujuan yang ingin dicapai. 3. patterning, yaitu menyelesaikan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan (dalam Rivai,2003). Mahasiswa sering merasa tidak mamapu mengikuti kuliah tertentu padahal belum mencobanya. Akibatnya keyakinan yang telah ditanamnya tersebut maka ia gagal dalam kuliah tersebut. Untuk meraih prestasi yang baik maka harus ditanankan motivasi dan keyakinan diri yang kuat (Marwaty,2003). Mahasiswa sering mengalami masalah salah satunya seperti mata kuliah yang telah diulang beberapa kali tetapi masih juga belum lulus,hal ini dapat menyebabkan mahasiswa akan pesismis terhadap masa depannya, keinginan untuk sukses semakin surut, yang akhirnya dapat mempengaruhi motif untuk berprestasi (Prabandari,1989). Bagi mahasiswa , motivasi untuk berhasil berprestasi dan tampil baik merupakan factor penting bagi keberhasilan dibangku kuliah maupun interaksi dengan teman sebaya (Ariyanto &Prawasti,1999). Untuk mengembangkan motivasi berprestasi perlu peran orangtua yang menetapkan suatu standar performance yang tinggi (McClelland dalam Schultz&Schultz, 1994). Harapan orangtua terhadap anak merupakan salah satu hal penting dalam perkembangan motivasi berprestasi (Eccless, dalam Morgan,1986). Seorang anak akan belajar memperhatikan perilaku orangtuanya dan orang lain yang menjadi panutan bagi dirinya. Berdasarkan hal tersebut ( Bandura&Walters dalam Morgan,1986) mengatakan bahwa seorang anak akan mengadopsi karakteristik yang dimiliki panutannya. Salah satu karakteristik yang diadopsi didalamnya termasuk kebutuhan berprestasi (Eccless, dalam Morgan 1986).
Ade Rahmawati Siregar : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006
USU Repository © 2006
Heckhausen & Roelofsen (dalam Monks,1999) menyatakan bahwa anak-anak mulai usia 3,5 tahun sudah mampu membandingkan prestasi mereka dengan orang lain. Penafsiran mereka
mengenai prestasi orang lain ini menyebabkan anak mencoba untuk melakukan
tugasnya lebih cepat dan lebih baik dari orang lain. Menurut Bruner (dalam Rivai,2003), seseorang yang motivasi berprestasi tinggi cenderung menjadi lebih pintar sewaktu mereka dewasa. Perbedaan motif berprestasi individu sudah dapat diketahui sejak seseorang berusia lima tahun. Dan yang menyebabkan perbedaan tersebut adalah hubungan ibu dan anak (McClleland dalam Supardi,1987).
II.A.7. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi seseorang, yaitu: 1. Keluarga dan Kebudayaan Motivasi berprestasi seseorang dapat dipengaruhi oleh lingkungan sosial seperti orangtua dan teman (Eastwood,1983). Sedangkan McClelland (dalam Schultz & Schultz,1994) menyatakan bahwa bagaimana cara orangtua mengasuh anak mempunyai pengaruh terhadap motivasi berprestasi anak. Bernstein (1988) menyatakan bahwa kebudayaan pada suatu negara seperti cerita rakyat atau hikayathikayat sering mengandung tema-tema prestasi yang dapat meningkatkan semangat masyarakatnnya (Fernald&Fernald,1999). 2. Konsep diri Konsep diri merupakan bagaimana seseorang berfikir mengenai dirinya sendiri. Apabila individu percaya bahwa dirinya mampu untuk melakukan sesuatu, maka individu akan termotivasi untuk melakukan hal tersebut sehingga berpengaruh dalam bertingkah laku. 3. Jenis kelamin Prestasi yang tinggi biasanya diidentikkan dengan maskulinitas, sehingga banyak para wanita belajar tidak maksimal khususnya jika wanita tersebut berada diantara para pria, yang menurut Stein & Bailey sering disebut sebagai motivasi menghindari kesuksesan (Fernald&Fernald,1999). Morgan (1986) menyatakan bahwa banyak perempuan dengan motivasi berprestasi tinggi namun tidak menampilkan karakteristik perilaku berprestasi layaknya laki-laki.
Ade Rahmawati Siregar : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006
USU Repository © 2006
4. Pengakuan dan prestasi Individu akan lebih termotivasi untuk nekerja lebih keras apabila dirinya merasa dipedulikanatau diperhatikan oleh orang lain. Selain itu dalam setiap motif individu dapat ditemukan dua struktur dasar yang merupakan faktor-faktor yang menjadi sebab utama motivasi berprestasi (Monks,1999) yaitu: 1. Pengharapan akan sukses Berarti bahwa bila ada sesuatu yang baik, yang menyenagkan atau bernilai maka orang juga ingin mendapatkan atau mencapainya. 2. Ketakutan akan gagal Berarti bahwa bila ada sesuatu yang tidak enak, tidak menyenangkan atau sukar, maka orang akan berusaha untuk menghindarinya.
II.B. POLA ASUH II.B.1. Pola Asuh Orangtua Seperti yang kita ketahui lingkungan paling dekat dengan anak dan tempat dimana anak berinteraksi pertama kali adalah lingkungan keluarganya. Terdapat banyak faktor dalam keluarga yang dapat mempengaruhi perkembangan anak. Salah satu faktor tersebut adalah pola asuh yang diterapkan orangtua pada anaknya. Dalam menerapkan pola asuh yang sukses berbeda dengan pola asuh yang efektif. Pola asuh yang sukses adalah jika orangtua tertarik pada kesuksesan, mereka cenderung menekan pada power mereka sebagai orangtua dan hanya peduli pada apa yang dilakukan anak dimana hal tersebut merupakan sesuatu yang diinginkan orangtua untuk dikerjakan anak segera. Sedangkan pola asuh efektif adalah dimana orangtua mendapatkan perilaku yang diinginkan dan juga dalam hubungan dengan anaknya terdapat rasa hormat dan saling percaya ( Hersey & Blanchard,1978).
II.B.2. Pengertian Pola Asuh Orangtua Pola asuh menurut Darling (1999) adalah aktivitas kompleks yang melibatkan banyak perilaku spesifik yang bekerja secara individual dan bersama-sama untuk mempengaruhi anak. Sedangkan Huxley (2002) pola asuh merupakan cara dimana orangtua
Ade Rahmawati Siregar : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006
USU Repository © 2006
menyampaikan/menetapkan kepercayaan mereka tentang bagaimana menjadi orangtua yang baik atau buruk. Sementara itu Gunarsa (1995) bahwa pola asuh merupakan cara orangtua bertindak sebagai orangtua terhadap anak-anaknya dimana mereka melakukan serangkaian usaha aktif. Hersey & Blanchard (1978) mengemukakan bahwa pola asuh merupakan bentuk dari kepemimpinan yaitu proses yang mempengaruhi seseorang. Dalam hal ini peran kepemimpinan orangtua adalah ketikamereka mencoba memberi pengaruh yang kuat pada anaknya. Lain halnya pengertian pola asuh menurut Arendell (1997) menyatakan bahwa pola asuh adalah sebuah payung atau pelindung, tempat dimana aktivitas–aktivitas dan keahliankeahlian orang dewasa ditampilkan dalam merawat anak. Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa pola asuh adalah proses yang mempengaruhi seseorang, dimana orangtua menanamkan nilai-nilai yang dipercayai kepada anak dalam bentuk interaksi yang meliputi kepemimpinan, pengasuhan, mendidik, membimbing dan melindungi anak.
II.B.3. Jenis-Jenis Pola Asuh Orangtua Ada 4 pola asuh yang dikemukan oleh Baumrind, yaitu: 1. Authoritative 2. Authoritarian 3. Permissive 4. Uninvolved. Sedangkan Schaefer (dalam Hughes & Noppe,1985) mengemukan dua kontinum dalam pola pengasuhan anak yang relevan dengan pola asuh Baumrind, yaitu love vs hostility dan autonomy vs control. Pola asuh menurut Hersey & Blanchard (1978) dapat didasrakan atas beberapa hal yang saling berhubungan yaitu: 1. Directive Behavior Melibatkan komunikasi searah dimanan orangtua menguraikan peran anak dan memberitahu anak apa yang harus mereka lakukan, dimana, kapan dan bagaimana melakukan suatu tugas. 2. Suppotive Behavior
Ade Rahmawati Siregar : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006
USU Repository © 2006
Melibatkan komunikasi dua arah. Dimana orangtua mendengarkan anak, memberikan dorongan, membesarkan hati, memberikan teguran positif dan membantu mengarahkan perilaku anak. Selain dari beberapa hal diatas, terdapat faktor lain yang menentukan pola asuh apa yang sesuai untuk diterapkan pada anak yaitu Maturity. Maturity atau kematangan didefinisikan dengan kemauan dan kemampuan anak untuk bertanggung jawab dalam mengarahkan perilaku mereka sendiri.
Terdapat 2 komponen Maturity: a.Ability or Skill Kemampuan anak untuk melakukan sesuatu, dimana anak memiliki kemampuan, pengetahuan dan pengalaman untuk melakukan tugas-tugas dalam kehidupannya tanpa arahan dari orang lain. b.Willingness or Motivation Motivasi anak untuk melakukan sesuatu. Anak bersedia melakukan sesuatu dalam lingkungannya karena anak berfikir bahwa lingkungannya penting dan menunjukkan kepercayaan diri serta berfikir positif tentang diri mereka. Terdapat 4 kombinasi dari faktor-faktor diatas: 1. Anak yang tidak memiliki kemampuan (able) dan kesediaan (willing) untuk bertanggung jawab terhadap perilakunya. Anak tersebut memiliki maturity yang rendah (M1). Jenis pola asuh yang memungkinkan untuk menjadi efektif bagi anak yang memiliki maturity rendah adalah ”telling”. 2. Anak yang bersedia (willing) namun tidak mampu (able) untuk bertanggung jawab terhadap perilakunya. Anak tersebut memiliki tingkat maturity yang rendah menuju sedang (M2). Jenis pola asuh yang memungkinkan untuk menjadi efektif bagi anak yang memiliki maturity tersebut adalah ”selling”. 3. Anak yang memiliki kemampuan (able) tetapi tidak bersedia (willing) untuk bertanggung jawab terhadap perilakunya. Anak tersebut memiliki tingkat maturity
Ade Rahmawati Siregar : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006
USU Repository © 2006
yang sedang menuju tinggi (M3). Jenis pola asuh yang memungkinkan untuk menjadi efektif bagi anak yang memiliki maturity tersebut ” partcipating”. 4. Anak yang memiliki kemampuan (able) dan kesediaan (willing) untuk bertanggung jawab terhadap perilakunya. Anak tersebut memiliki tingkat maturity yang tinggi (M4). Jenis pola asuh yang memungkinkan untuk efektif bagi anak yang memiliki maturity tersebut adalah ”delegating”. Berdasarkan dimensi supportive dan directive behavior, Hersey & Blanchard membagi pola asuh dalam 4 jenis:
1. Telling Perilaku orangtua yang directivenya tinggi dan supportive rendah karena dikarakteristikan dengan komunikasi satu arah antara orangtua dan anak. Dimana orangtua menentukan peran anak dan mengatakan apa,bagaimana, kapan dan dimana anak harus melakukan tugas. 2. Selling Perilaku orangtua yang directive dan supportivenya tinggi karena sebahagian besar arahan yang ada diberikan orangtua. Orangtua juga berusaha melalui komunikasi dua arah yang membolehkan anak untuk mengajukan pertanyaan dan memberikan dukungan dan dorongan. 3. Participating Perilaku orangtua yang directivenya rendah dan supportivenya tinggi karena orangtua dan anak saling berbagi dalam membuat keputusan melalui komunikasi dua arah. Anak memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk berbagi ide tentang bagaimana suatu masalah itu dipecahkan untuk membuat kesapakatan dengan orangtua dengan apa yang harus dilakukan. 4. Delegating Perilaku orangtua yang directive dan supportive rendah karena meskipun orangtua tetap menetapkan apa yang harus dilakukan dalam menghadapi suatu masalah, namun anak diperbolehkan untuk menjalankan apa yang diinginkannya dan memutuskan kapan,dimana dan bagaimana mereka melakukan suatu hal.
Ade Rahmawati Siregar : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006
USU Repository © 2006
II.B.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Orangtua a. Jenis Kelamin Orangtua pada umumnya cenderung lebih keras terhadap anak wanita dibanding terhadap anak laki-laki. b. Kebudayaan Latar belakang budaya menciptakan perbedaan dalam pola pengasuhan anak. Hal ini juga terkait dengan perbedaan peran antara perempuan dan laki-laki didalam suatu kebudayaan masyarakat. c. Status sosial Orangtua kelas menengah dan rendah cenderung lebih keras, memaksa dan kurang toleran dibanding mereka yang dari kelas atas, tetapi mereka lebih konsisten.
II.C REMAJA II.C.1. Pengertian Remaja Remaja atau adolescene berasal dari bahasa latin adolescere yang berarti ”tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa “. Istilah ini mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock,1999). Monks (1999) membagi remaja dakam tiga kelompok usia, yaitu: 1. Early Adolescence (Remaja Awal) Berada pada rentang usia 12 sampai 15 tahun. Merupakan masa negatif karena menurut Buhler (dalam Mappiare,1982) pada masa ini terdapat sikap dan sifat negatif yang belum terliahat dalam masa kanak-kanak. Individu sering merasa bingung, cemas, takut dan gelisah (Ahmadi,1991) 2. Middle Adolescence (Remaja Pertengahan) Dengan rentang usia 15 sampai 18 tahun. Pada masa ini individu menginginkan atau mendambakan sesuatu dan mencari-cari sesuatu. Merasa sunyi dan merasa tidak bisa mengerti dan tidak dimengerti oleh orang lain. (Ahmadi,1991)
Ade Rahmawati Siregar : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006
USU Repository © 2006
3. Late Adolescence Berkisar pada usia 18 sampai 21 tahun. Pada masa ini individu mulai merasa stabil. Mulai mengenal dirinya, mulai memahami arah hidup dan menyadari tujuan hidupnya. Mempunyai pendirian tertentu berdasarkan satu pola hidup jelas (Ahmadi,1991). II. C. 2. Perkembangan Remaja Masa remaja ditandai dengan terjadinya berbagai proses perkembangan yang secara global meliputi perkembangan jasmani dan rohani. Perkembangan jasmani terliahat dari perubahan-perubahan bentuk tubuh dari kecil menjadi besar sedangkan rohani tampak dari emosi, sikap dan juga intelektual. Perkembangan yang dialami remaja adalah : 1. Perkembangan fisik. Menurut Hurlock (1999) perkembangan fisik pada masa remaja mengarah pada pencapaian bentuk-bentuk badan orang dewasa. Perkembangan fisik terlihat jelas dari perubahan tinggi badan, bentuk badandan berkembangnya otot-otot tubuh. 2. Perkembangan Seksual. Perkembangan sesksual ditandai dengan munculnya tandatanda kelamin primer dan sekunder. 3. Perkembangan heteroseksual. Pada masa remaaj mulai timbul raasa ketertarikan terhadap lawan jenis. 4. Perkembangan emosional. Keadaan emosional pada masa remaja tidak stabil. 5. Perkembangan Kognisi. 6. Perkembangan identitas diri. Proses pembentukan identitas diri telah dimulai sejak kanak-kanak dan mencapai puncaknya pada masa remaja. Secara umum identitas diri adalah perasaan individualitas yang mantap dimana individu tidak tenggelam dalam peran sosial yang dimainkan tetapi tetap dihayati sebagai pribadi diri sendiri (Monks,1999).
II.C. 3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja Havighurst (dalam Sarwono,1997) merupakan tokoh yang menekankan adanya tugas perkembangan yang harus dicapai pada masa remaja akhir, yaitu: 1. Menerima kondisi fisiknya dan memanfaatkan tubuhnya secara efektif.
Ade Rahmawati Siregar : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006
USU Repository © 2006
2. Menerima hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya dari jenis kelamin manapun. 3. Menerima peran jenis kelamin masing-masing (laki-laki atau perempuan). 4. Berusaha melepaskan diri dari ketergantungan emosi terhadap orangtua dan orang dewasa lainnya. 5. Mempersiapkan karir ekonomi. 6. Mempersiapkan perkawinan dan kehidupan keluarga. 7. Merencanakan tingkah laku sosial yang bertanggung jawab. 8. Mencapai sistem nilai dan etika tertentu sebagai pedoman tingkah lakunya.
II. D. MAHASISWA II. D.1. Pengertian Mahasiswa Susantoro (2003) mengatakan bahwa mahasiswa adalah kalangan muda yang berumur antara 19-28 tahun yang memang dalam usia tersebut mengalami suatu peralihan dari tahap remaja ke tahap dewasa. Susantoro menyatakan bahwa sosok mahasiswa juga kental dengan nuansa kedinamisan dan sikap keilmuwannya yang dalam melihat sesuatu berdasarkan kenyataan objektif, sistematis dan rasional. Kenniston (dalam Morgan dkk,1986) mengatakan bahwa mahasiswa (youth) adalah suatu periode yang disebutnya dengan ”studenthood” (masa belajar) yang terjadi hanya pada individu yang memasuki post secondary education dan sebelum masuk kedalam dunia kerja yang menetap.
II. D. 2. Ciri-ciri Mahasiswa Mahasiswa merupakan anggota masyakat yang mempunyai ciri-ciri tertentu,antara lain (Kartono,1985): 1. Mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk belajar di perguruan tinggi, sehingga dapat digolongkan sebagai kaum intelegensia.
Ade Rahmawati Siregar : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006
USU Repository © 2006
2. Yang karena kesemapatan diatas diharapkan nantinya dapat bertindak sebagai pemimpin yang mampu dan terampil, baik sebagai pemimpin masyarakat ataupun dalam dunia kerja. 3. Diharapkan dapat menjadi ” daya penggerak yang dimanis bagi proses modernisasi ”. 4. Diharapkan dapat memasuki dunia kerja sebagai tenaga yang berkualitas dan profesional.
Ade Rahmawati Siregar : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006
USU Repository © 2006
BAB III KESIMPULAN DAN PENUTUP Hubungan antara motivasi berprestasi mahasiswa dlitinjau dari sudut pola asuh orangtua dapat dilmulai dari teori motivasi berprestasi (achievement motivation) dari McClelland berdasarkan teori kebutuhan Maslow, dimana motivasi berprestasi dimulai dari hirarki ketiga sampai aktualisasi diri (dalam Alhadza,2003). Aktulisasi diri merupakan punsak motivasi dan prestasi dari seseorang (Arends,2004). Maslow mengemukan teori dengan menyebutkan 5 hirarki kebutuhan manusia, yaitu: 1.Psychological needs 2.Safety needs 3.Belongingness and love needs 4.Esteem needs 5.Self actulization (dalam Schultz&Schultz,1994) Hal ini didukung oleh Arends (2004) yang menyatakan bahwa ketika psychological needs, safety needs, love needs, dan esteem needs sudah terpenuhi maka individu akan berusaha lebih untuk dapat memenuhi kebutuhan selanjutnya. Jika ia tidak berhasil dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, maka ia tidak dapat memenuhi kebutuhan selanjutnya. Sebagai contoh, jika seseorang pelajar merasa tidak dicintai, dihargai dan dianggap tidak mampu, maka ia tidak mempunyai motivasi kuat untuk mencapai tujuan selanjutnya, seperti ingin mencari pengetahuan lebih lanjut untuk dirinya sendiri (aktulisasi diri) yang dalam hal ini merupakan cerminan dari motivasi berprestasi. Untuk dapat membantunya mengaktulisasi diri maka diperlukan peran orangtua didalamnya. Menurut Hersey & Blanchard (1978), hirarki kebutuhan Maslow berhubungan dengan pola asuh orangtua. Hal ini didukung juga oleh Hersey & Blanchard (1978) yang menyatakan bahwa setiap tingkat kebutuhan mendorong individu untuk berprestasi, berafiliasi dan berkuasa dan hal tersebut berhubungan dengan pola asuh orangtua. Dan lebih lanjut Hersey & Blanchard (1978) mengemukan bahwa orangtua memiliki peran untuk mengakari dan memotivasi anaknya yang mana untuk menjalankan peran tersebut tergantung pada pola asuh yang terapkan orangtua. Orangtua menghabiskan banyak waktu dalam mengajar dan
Ade Rahmawati Siregar : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006
USU Repository © 2006
memotivasi anaknya agar anak dapat mengembangkan keahliannya. Maka dalam hal ini orangtua menggunakan pola asuh “telling” dan “selling“yang lebih efektif. Menurut Gunarsa (1995) dorongan berprestasi yang berhubungan erat dengan aspek kepribadian perlu dibina sejak kecil khususnya dalam keluarga. Keluarga dan suasana keluarga menjadi ladang yang subur untuk menanamkan dan mengembangkan dorongan berprestasi. Bagaiman cara orangtua bertindak sebagai orangtua yang melakukan atau menerapkan pola asuh terhadap anak memegang peranan penting dalam menanamkan dan membina dorongan berprestasi pada anak. Lebih lanjut McClelland (dalam Bernstein,1988) mengungkapkan bahwa orangtua yang memiliki anak yang bermotivasi berprestasi yang tinggi adalah orangtua yang memberikan dorongan pada anak untuk berusaha pada tugas-tugas sulit, memberikan pujian atau hadiah kepada anak yang telah menyelesaikan tugas, mendorong anak untuk menemukan cara terbaik dalam meraih kesuksesan dan melarang anak untuk mengeluh dengan kegagalannya serta memberi saran untuk menyelesaikan sesuatu yang lebih menantang. Pola asuh orangtua yang diterapkan pada anak yang mencerminkan hubungan keluarga yang sehat dan bahagia menimbulkan dorongan untuk berprestasi pada anak. Hubungan keluarga yang sehat dan bahagia lebih dikenal sebagai hasil dari pola asuh demokratis (Hurlock,1999). Hubungan antarara pola asuh orangtua dengan motivasi berprestasi terjalin dari sikap dan penilaian orangtua terhadap kebutuhan anak khususnya dalam bidang pendidikan. Orangtua yang dapat menerima segala kelebihan dan kekurangan anak serta memenuhi kebutuhan anak dapat meningkatkan motivasi berprestasi anak. Namun, banyak orangtua yang tidak tahu apa yang harus mereka mulai biala anak mereka telah berusia 18 tahun dan lulus SLTA. Mereka mengetahui kebutuhan anak untuk mandiri dan tidak ingin dicampuri, sedangakan mereka sadar bahwa anaknya belum siap untuk mandiri secara utuh. Peran orangtua pada saat ini adalah sebagai konsultan dan fasilitator. Ketika anak menjadi orang dewasa, orangtua hendaknya secara bertahap mengubah dari mengontrol dan mendikte anak kepada pemberian kesempatan anak untuk memutuskan sendiri dan bertanggung jawab atas keputusan tersebut. Kehilangan kontrol bukan hal yang menyenangkan bagi orangtua. Hal seperti tidak mengetahui teman dan dosen anak atau tiadak dapat mengawasi jam belajar anak merupakan hal yang sulit. Hubungan orangtua dan anak
Ade Rahmawati Siregar : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006
USU Repository © 2006
akan lebih berhasil bila didasarkan pada rasa saling menghormati, saling percaya, perhatian dan cinta. Sukses tidaknya seorang mahasiswa banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari birokrasi, sistem perkuliahan, dosen, lingkungan, keluarga, maupun faktor dari diri individu tersebut. Sebagai mahasiswa, berprestasi dibidang akademik merupakan suatu keberhasilan (Marwaty,2003). Banyak kesulitan yang terjadi pada masa perkuliahan berlangsung yang menuntut mahasiswa harus menyelesaikannya, seperti pembuatan makalah, laporan kasus, pembuatan skripsi. Tantangan dan hambatan ini sering membuat mahasiswa menjadi cemas bahkan stress. Walaupun kelihatannya mahasiswa tampak begitu yakin dalam menghadapi tantangannya, namun dalam hati selalu memerlukan pendamping terutama orangtua.
Ade Rahmawati Siregar : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006
USU Repository © 2006