Daftar Isi
catatan Kulit Teladan | 20 Ali, Eks TKI Pencetak Profesional Bergaji 2.300 Dolar
Kursusnya terkesan abal-abal, tapi hasilnya terbukti profesional. Kegiatan yang bermula dengan niat baik semata ini akhirnya mendapat pengakuan nasional. Kuncinya hanyalah kesungguhan dan dedikasi total. • Empati Yang Menginspirasi
M. Aji Surya Pemimpin Redaksi
Peluang | 24 Di Balik iPhone TKI di Rusia
Yang terlihat hanyalah kemewahan. Semua TKI di Rusia ber-gadget iPhone dan iPad. Di balik itu ternyata ada sebuah rahasia besar yang perlu dimengerti. m. aji surya
Event | 30 Tahun Pr Dengan Cara Blusukan
Laporan Utama
Kisah-Kisah di Tapal Batas
Penelusuran di berbagai tempat di Malaysia sungguh sangat mengagetkan. Banyak kenyataan yang tidak pernah terbayangkan oleh masyarakat awam. Inilah wilayah yang sensitif dan penuh dengan masalah perburuhan yang sangat kompleks. Tanpa campur tangan Pemerintah Pusat di Jakarta, keadaannya kemungkinan tidak akan membaik segera. Berikut ini sembilan catatan Pimred Peduli, M. Aji Surya. • Satu Setengah Juta TKI di Malaysia Belum Ada Solusinya
Hukum | 12 Lain di Aceh, Lain Pula di Myeik
Selama catur wulan pertama tahun 2014, sebanyak 102 nelayan ilegal Myanmar tertangkap di perairan Aceh. Di waktu yang hampir sama, navigasi kapal yang buruk mengakibatkan 55 nelayan Indonesia juga terdampar dan ditahan oleh otoritas Myanmar, bahkan vonispun telah dijatuhkan. Mungkinkah saling tukar tahanan? • Potensi Sengsara Tanpa Paspor
Kontemplasi | 16 Contoh Solusi Untuk Mengurangi TKI Non Formal
Koperasi masih tetap menjadi soko guru perekonomian. Dengan perputaran uang yang mencapai 1,2 milyar perbulan maka pengurusnya sering diundang ke manca negara. • Tatkala TKI Menjadi Tulang
Punggung Pembangunan
Wawancara
MENLU RETNO LP MARSUDI:
Perlindungan Terkait Nyawa Dan Marwah Bangsa
26
abun bunyamin
2
Peduli DESEMBER 2014
4
Namanya memang “kampanye”, tapi tidak terkait dengan partai politik. Akan lebih tepat disebut blusukan ke kantong-kantong TKI. Inilah aktifitas baru yang dilakukan Kemlu sejak medio 2014.
Peristiwa | 32 Waspadai Iming-iming Dolar
Suci dan Suminah ingin meraup keuntungan dengan mengadu nasib ke negeri orang. Apa lacur, keduanya mengalami kebangkrutan lahir dan batin. Perlu kehati-hatian. • Iseng Main Api Berbuntut Bencana
Retrospeksi | 36 Di Suriah Semua Angkat Tangan
Meski banyak organisasi internasional di Suriah, tak satupun yang berani membuat komitmen dengan KBRI Damaskus untuk bekerja sama merepatriasi TKI yang tersebar di 14 provinsi di Suriah. Hanya satu penyebabnya, faktor majikan. • Ingin Segera Pulang Ke Tripoli
Tips | 42 Mau Jadi TKI Sukses Jangan Cuma Cari Duit!
TKI ini berkeyakinan bahwa rejeki dari Allah SWT 75%-nya disiapkan bagi pengusaha. Untuk sukses maka harus banyak berderma bagi orang lain.
Catatan Akhir | 44 Tujuh Tahun Citizen Service: Dinamika, Capaian, Dan Tantangan
Pembaca yang baik hati,
T
idak terasa, ujung tahun telah datang. Umur majalah yang digagas Direktorat PWNI dan BHI awal 2014 ini, kini hadir lagi di tangan pembaca untuk yang keempat kalinya. Ini berarti, redaksi telah menuntaskan kewajibannya untuk menyambangi pembaca setiap tiga bulan sekali. Soal isinya, silakan saja untuk memberikan penilaian sendiri. Yang jelas, Peduli dengan awak media yang amatiran ini, terus berusaha untuk tampil lebih baik dan profesional. Kami sadar, bahwa konstituen umum Peduli bukanlah kaum berdasi, melainkan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang sering termarginalkan. Oleh karenanya, nuansa dan karakter sajian yang dibangun dalam majalah Peduli adalah kampanye penyadaran dan penggeloraan untuk mandiri, dengan bahasa yang relatif sederhana serta contoh yang sangat kongkrit. Redaksi sengaja menjauhkan diri dari berbagai teori yang sulit dipahami. Majalah edisi akhir tahun ini boleh dibilang sedikit terseok-seok. Pada saat persiapan, terdapat banyak sekali pekerjaan di direktorat yang mengharuskan awak Peduli untuk dinas luar kota dan luar negeri. Akibatnya, awal Desember baru mulai kelihatan hasilnya. Karena ma salah teknis yang lumayan rumit, akhirnya diputuskan perubahan tema laporan utama, dari “repatriasi” menjadi “masalah TKI di negeri jiran”. Bahkan, format dari laporan utama juga mengalami pergeseran yang semoga tetap dapat diterima. Terlepas dari berbagai kesulitan yang ada, kekuatan edisi ini adalah reportase langsung. Kisaran 60 persen dari laporan yang ada di Peduli 4 adalah hasil kunjungan dan wawancara langsung staf Peduli dengan nara sumber di berbagai daerah. Ada di Malang, Kendal, Kuching, sampai Kuala Lumpur. Semua hanya untuk mengonfirmasikan keseriusan redaksi dalam menggarap majalah ini. Bukan sekedar jadi majalah, apalagi abal-abal. Kita ingin majalah ini memberikan manfaat secara optimal. Diatas semua itu, redaksi boleh berbangga bahwa majalah Peduli merupakan inhouse magazine Kemlu yang pertama kali melakukan wawancara dengan Menlu dari Kabinet Kerja, HE. Retno Marsudi. Bukan untuk gagah-gagahan, tetapi sebagaimana dimaklumi, Kabinet baru ini telah menjadikan isu perlindungan WNI
(di luar negeri) sebagai salah satu agenda kerjanya. Ini artinya, Menlu akan menerjemahkannya kedalam kebijakan yang implementatif yang merupakan santapan pembaca majalah Peduli. Dalam beberapa kesempatan, redaksi juga mengikuti Menlu melakukan telekonferensi dengan aneka Perwakilan Indonesia di luar negeri sebagai tindaklanjut e-blusukan-nya Presiden Jokowi. Kelihatan sangat nyata, betapa mantan dubes untuk Belanda ini geregetan untuk ikut hands on atas berbagai masalah perlindungan WNI di luar negeri. Bahkan, Kepala Perwakilan diwanti-wanti untuk membuka hot line perlindungan selama 24 jam serta tidak akan menolerir adanya permainan yang tidak pantas terjadi. Hal lain yang menjadi sajian utama di edisi ini adalah mengenai kompleksitas masalah TKI di negeri jiran alias Malaysia. Dari perjalanan reportase di sepanjang Kalimantan Utara hingga Semenanjung Malaysia, terdapat benang merah bahwa problematika TKI hanya bisa diurai melalui peningkatan kesejahteraan di dalam negeri. Tanpa hal tersebut, maka sangat tidak mungkin untuk menghalang-halangi TKI ilegal datang ke negeri tersebut. Maklumlah, di Kalimantan sendiri lebih dari 1.500 km perbatasan tidak berpagar, belum lagi pantai-pantai di Semenanjung yang relatif terbuka. Disinilah berlaku hukum alam seperti sebuah pepatah: Ada gula, ada semut. Tidak lupa, redaksi juga menghadirkan beberapa tulisan menarik seputar keberhasilan TKI dan mantan TKI. Adalah sebuah kenyataan bahwa tidak semua TKI bercerita tentang kepiluan. Sebagian dari mereka hidup dalam kemakmuran karena kecerdikan yang dimilikinya. Oleh sebab itu, TKI atau calon TKI harus mengaca dan belajar kepada saudara-saudaranya yang sukses tersebut. Hal lain yang menjadi sajian berselera adalah soal repatriasi warga kita dari luar negeri. Tulisan ini hanya menggarisbawahi betapa repotnya pulang kampung saat negeri tempat para TKI itu bekerja terjadi guncangan peperangan. Disana ada dinamika sekaligus tantangan untuk koordinasi. Tidak sedikit pula warga kita yang lebih suka bertahan di tengah peperangan daripada pulang tidak bisa makan. Akhirul kalam, redaksi mengucapkan selamat menikmati edisi akhir tahun ini, sambil tidak lupa menyampaikan Selamat Natal bagi yang merayakan dan Selamat Tahun Baru 2015.
Susunan Redaksi Pembina: Dirjen Protokol dan Konsuler, Ahmad Rusdi Penanggung Jawab: Sekretaris Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler, Direktur Perlindungan WNI dan BHI Pemimpin Redaksi: M. Aji Surya Wakil Pemimpin Redaksi: Lalu Muhammad Iqbal Sekretaris: Rahmat Hindiarta Kusuma Anggota: Bonifasius Agung Nugroho, Ifan M. Sofiana, Joneri Alimin, Abun Bunyamin, Nurfika Wijayanti, Herman F.L. Munte, Bharata, Yudithia Nuansa, Dodo Hamdani, Misnawati, Lya Marlyana, Muhammad Sudrajat, Febri. Diterbitkan oleh Dit. Perlindungan WNI & BHI, Ditjen Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri, Jalan Taman Pejambon No. 6, Jakarta 10110 Telp: (021) - 3519379, 3813152, Fax: (021) - 3813152, email:
[email protected]
DESEMBER 2014 Peduli
3
◗ laporan utama
Kisah-Kisah di Tapal Batas Penelusuran di berbagai tempat di Malaysia sungguh sangat mengagetkan. Banyak kenyataan yang tidak pernah terbayangkan oleh masyarakat awam. Inilah wilayah yang sensitif dan penuh dengan masalah perburuhan yang sangat kompleks. Tanpa campur tangan Pemerintah Pusat di Jakarta, keadaannya kemungkinan tidak akan membaik segera. Berikut ini sembilan catatan Pimred Peduli, M. Aji Surya. Suasana pelayanan kekonsuleran di Konsulat Republik Indonesia (KRI) Tawau
PERBATASAN PANJANG JADI SUMBER MASALAH
P
ersoalan TKI ada di hampir se mua wilayah Malaysia. Khusus di Serawak, sumbernya adalah perba tasan yang nyaris tidak terjaga sehingga memudahkan TKI ilegal keluar masuk. Sejauh ini belum ada solusi yang cespleng. Berdasarkan informasi dari Kon sulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Kuching, Negara Bagian Serawak memang sangat luas, atau hampir segede Pulau Jawa. Wilayah yang berada di bagian utara Kalimantan itu memiliki perbatasan dengan Indonesia nyaris 1.000 km yang rata-rata berupa hutan belantara. Sejauh ini, hanya terdapat 2 Kan tor Imigrasi yang melayani pelintas batas secara legal. Sisanya, tidak ada dinding pemisah atau pagar yang menghalangi orang untuk melintas. “Hampir setiap dua
4
Peduli DESEMBER 2014
kilometer terdapat “jalan tikus” yang bisa dilalui,” ujar Marisa, pejabat Konsulat. Akibatnya bisa diduga. Aliran ma nusia yang ingin kerja di Serawak bagaikan bah di musim hujan. Meskipun setiap bulan puluhan TKI dideportasi, namun sebanyak itu pula TKI ilegal yang datang. Mereka dinanti-nanti oleh pemilik perkebunan karena bayaran yang relatif murah. KJRI menengarai, saat ini terdapat lebih 200 ribu TKI ilegal di Serawak. Namun, imigrasi setempat hanya menga kui 20 ribu saja. Sulitnya menghitung TKI ilegal karena mereka datang sembunyisembunyi dan tidak pernah melapor ke KJRI. Uniknya, tidak sedikit dari TKI ter sebut datang ke tempat mereka bekerja de ngan membawa keluarga. Diduga terdapat ribuan anak Indonesia yang kini menga lami masalah dengan pendidikan karena berada di tengah hutan atau perkebunan.
PAGI DIDEPORTASI, SORE SUDAH NGOPI DI TAWAU
S
etiap bulan terdapat kisaran 500 WNI yang dideportasi dari Negara Bagian Sabah ke Nunukan. Ajaibnya, banyak diantara yang dipulangkan oleh Pemerintah Malaysia itu sore harinya sudah ngopi di Tawau. Mereka menyebut pemulangannya itu hanya sekedar nasib buruk alias apes. Konsul Indonesia untuk Tawau, Muhammad Soleh, awalnya hanya bisa geleng-geleng kepala melihat fenomena tersebut. Ia menduga bahwa perbatasan darat dan laut yang sedemikian terbuka telah memberikan peluang bagi masya rakat kedua bangsa saling berkunjung
tanpa harus ribet dengan aneka dokumen. Maklumlah, dari Tawau hanya perlu 15 menit naik speed boat hingga sampai di pulau terdepan Indonesia, Sebatik. Bukan hanya itu, pulau Sebatik juga dibagi menjadi dua bagian. Separuh milik Indonesia dan sisanya milik Malaysia. Uniknya lagi, antara kedua wilayah da rat tersebut nyaris tidak ada pagarnya sehingga lalu lalang warga kedua negara adalah sesuatu hal yang jamak. Bahkan, tidak sedikit, rumah penduduk yang ada di dua wilayah: ruang tamu di Indonesia sedangkan dapurnya di Malaysia. Terlepas dari itu, ternyata ada keunikan tersendiri dari sisi sejarah. Ditengarai, suku Bugis dengan kapal Phinisi-nya telah sampai di Tawau pada tahun 1812 dan diantara mereka terus berm ukim di Negara Bagian Sabah. Mereka lalu beranak pinak dan merasa Sabah bagian dari sejarah hidupnya. “Jadi, banyak diantara WNI yang kembali ke Tawau itu tidak merasa sebagai pendatang ilegal, tapi seperti pulang ke kampung orang tua atau neneknya saja. Kenyataan itu dipermudah dengan akses yang sedemikian terbuka di perbatasan kedua negara,” ujar Soleh. Menurut seorang warga negara Indonesia yang sudah bermukim disana cukup lama, pelabuhan Batu-Batu me rupakan “terminal” kedatangan terbesar dari WNI. Disini, tiap pagi hari datang dengan speed boat atau kapal kayu yang mengangkut kisaran 100-200 orang dari Indonesia. Banyak diantaranya tanpa dokumen perjalanan resmi. Soleh mengatakan, pihaknya terus melakukan kegiatan penyuluhan dan peningkatan kesadaran masyarakat Indon esia yang rata-rata bekerja di kebun-kebun kelapa sawit, tentang pentingnya kepemilikan dokumen dan memenuhi aturan yang diterapkan pemerintah setempat. Melalui radio,
selebaran maupun pendekatan langsung, masyarakat Indonesia yang diperkirakan mencapai 200 ribu itu didekati oleh semua staf Konsulat Indonesia. “Saya mengimbau kepada Peme rintah Pusat Indonesia untuk melakukan pemerataan pembangunan, khususnya bidang ekonomi dan pendidikan di wila yah-wilayah perbatasan. Itu semua bisa menjadi rem bagi kedatangan WNI ke negara jiran tanpa dokumen yang dapat merepotkan banyak pihak,” ujar Soleh.
RIBUAN ANAK TIDAK MENGENAL SEKOLAH
S
ementara di Indonesia diterapkan 9 tahun wajib belajar, ribuan anak TKI di Malaysia justru tidak kenal bangku sekolah. Sejumlah Community Learning Centres (CLC) tidak mampu menampung kebutuhan mereka. Anakanak itu akhirnya banyak yang “bekerja”
foto-foto: m. aji surya
Patok perbatasan yang ringkih
Tidak hanya itu, masalah yang di timbulkan oleh para TKI juga beraneka macam. Mulai dari lari dari pemilik perkebunan, pencurian, natkotika, pe lacuran hingga pembunuhan. Semua menjadi perhatian KJRI dalam rangka perlindungan terhadap WNI di luar negeri. Marisa lebih lanjut mengatakan, untuk menangani kasus-kasus dengan profil tinggi seperti narkotika dan pem bunuhan, KJRI dalam setahun harus merogoh anggaran hampir setengah milyar rupiah. “Itu baru untuk menyewa pengacara. Belum termasuk biaya tempat penampungan mereka yang bermasalah,” ujarnya. Dalam sebulan, sekitar 30-an TKI mengirimkan SOS dan ke m u dian ditampung di KJRI sampai selesai masalahnya. Diakui, selama perbatasan masih penuh lobang tikus dan kemak muran di sekitar perbatasan masih tim pang maka diplomasi KJRI lebih pada urusan TKI yang bermasalah.
sebelum waktunya. Persoalan pendidikan anak-anak TKI memang telah lama menjadi isu sen t ral di Sabah. Bagaimana tidak, aturan yang ada memungkinkan pekerja ladang kelapa sawit membawa keluarga, sedangkan fasilitas pendidikan bagi anakanaknya sangat tidak memadai. Akibatnya, mudah ditebak. Tidak sedikit anak-anak Indonesia di Serawak yang tidak melek huruf. Punya hape tapi tidak bisa SMS. Bisa beli makanan di warung namun tidak pandai menghitung. Sebagian dari mereka kini ditam pung dalam pendidikan semacam kejar paket yang dinamakam Community Learning Centres (CLC) dengan guru camp uran, Indonesia dan Malaysia. Sayangnya, CLC ini jumlahnya baru mencapai 207 dengan 23.824 murid. Menurut Konsul Jenderal RI di Kota Kinabalu, Akhmad Irfan, terdapat sekitar 30 ribu anak usia sekolah yang tidak ter tampung dalam sistem CLC. Mereka saat ini menganggur, bekerja seadanya atau bermain-main saja. Kekosongan tersebut bahkan dalam batas-batas tertentu telah mendorong sebagian diantaranya untuk bertindak kriminal. “Saya kira masalah ini bukan hanya domain pemerintah Indonesia tetapi juga Malaysia. Sebab kalau anak-anak itu tidak dididik dengan baik maka berpotensi bi kin masalah dimanapun ia berada. Mere ka kan sedang tumbuh dengan adrenalin yang tinggi,” ujarnya. Diakui, untuk mendirikan CLC baru sepertinya Pemerintah Sabah agak eng gan mengeluarkan izin, dengan berbagai
Salah satu rumah yang disediakan untuk para TKI
DESEMBER 2014 Peduli
5
◗ laporan utama
ANTARA SUNGAI NYAMUK DAN BATU-BATU
T
erlalu banyak jalur tikus yang bisa digunakan TKI masuk ke Malaysia secara ilegal. Namun salah satu yang populer adalah Sungai Nyamuk - pe labuhan Batu-Batu. Saking ramainya ja lur ini, kadang dibilang “jalur sutera”. Mengapa? Seorang staf Konsulat RI di Tawau, Afsar (7/11) menyatakan kekesalanya. Ia mendapati seorang TKI yang dideportasi tiba-tiba nongol di Tawau. TKI itu apes ketangkap lagi dan kembali dideportasi ke Nunukan. Eh, tidak sampai dua hari ia sudah balik lagi sudah dengan nama lain. “Jadi TKI yang disini itu kemungkinan besar adalah orang-orang yang pernah dideportasi,” ujarnya. Menurutnya, ratusan orang tiap bulan dideportasi oleh Pemerintah Ma laysia itu biasanya sampai Nunukan jam 19.00 sore. Disana didata oleh BP3TKI lalu diberi nasehat secukupnya. Setelah itu mereka bisa pergi dengan seorang pen jamin yang biasanya mengaku saudara. Sayangnya, tidak semua pulang kampung. Tapi diam-diam kembali ke Sabah Malaysia. Dan orang yang suka mengak u saudara tersebut rata-rata adalah calo tenaga kerja. Lalu bagaimana jalur balik ke Tawau? Pertama, malam setelah lepas itu sang TKI bisa memesan ferry dari Nunukan ke Pelabuhan Tawau dengan ongkos kisaran Rp 150 ribu. Bila jalur ini yang ditempuh, maka TKI harus sudah 6
Peduli DESEMBER 2014
Pelabuhan Sungai Nyamuk dilengkapi dokumen resmi. Bagaimana bila tidak mau keluar uang untuk dokumen resmi? Mereka da pat segera naik angkutan dari Nunukan ke Bambangan dengan ongkos Rp 50 ribu. Dari situ, yang bersangkutan lalu menyeberang ke salah satu wilayah Malaysia di pulau Sebatik yang disebut Sungai Nyamuk dengan tiket Rp 70 ribu. Kemudian dengan kapal kayu (Rp 100 ribu atau 30 RM) mereka melenggang ke pelabuhan Batu-Batu. Jalur Sungai Nyamuk ke BatuBatu bisa dikatakan sebagai jalur sutera. Sebab ketika berangkat dari Sebatik pada dasarnya kapal kayu tersebut sudah berada di wilayah Malaysia sehingga ke tika menyeberang menuju Batu-Batu jarang mengalami pemeriksaan. Lain lagi kalau berangkat dari Sungai Nyamuk wilayah Indonesia. Walaupun hanya 15 menit menuju Batu-Batu, namun kapal patroli Indonesia dan Diraja Malaysia banyak berjaga dan sang kapten kapal harus melapor sana-sini. Walaupun begitu, kadang penjagaan disana, khususnya ma lam hari, juga tidak ketat. Salah satu penyebab “kebocoran” ini adalah sangat longgarnya perbatasan laut maupun darat di pulau Sebatik yang membuat pergerakan manusia sangat le luasa. Selain itu, di wilayah paling terdepan Indonesia tersebut, khususnya di Sungai Nyamuk, tidak terlihat kantor imigrasi. Yang ada disana hanyalah pos Polsek dengan kekuatan kurang dari 10 personel. Padahal luas cakupan wilayah yang harus dijaga adalah seperempat pulau dengan kisaran 30 ribu penduduk.
Mengunjungi Walfrida di rumah sakit “Damai”, Johor Bahru “Saya kira, kalau ada kantor imigrasi disini keadaan akan menjadi lebih baik. Apalagi kalau personel kami ditambah,” ujar seorang polisi yang setengah kan tornya masih berdinding triplek. Di masa Pemerintahan baru Indo nesia yang berjanji memberikan perhati an lebih dalam soal maritim diharapkan memperbaiki hal-hal diatas.
Walfrida Masih Harus Bersabar
W
alfrida Soik harus banyakbanyak berdoa untuk bisa pulang ke tanah air. Pasalnya, masih ada dua langkah lagi yang harus dilalui tanpa batas waktu. Harus ada “pendekatan khusus” agar yang ber sangkutan dilepaskan lebih cepat. Demikian hasil kunjungan Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (BHI) Kemlu, Tatang Budie Utama Razak dan Konsul Jenderal RI Johor Bahru, Taufiqur Rijal pada Walfrida Soik di rumah sakit kejiwaan Permai di pinggir kota Johor (26/11). Hadir dalam kesempatan itu pengurus rumah sakit tempat Walfrida dirawat. Wanita yang sempat bikin heboh lalu dilepaskan dari ancaman hukuman mati tersebut sudah tujuh bulan meng huni rumah sakit kejiwaan itu. Wajahnya makin cerah meski masih terlihat aura kesedihan. Kepindahan dari Kuala Lum pur ini diilakukan berdasarkan amanat Qanun Seksyen Jinayah 348 (1). “Walfrida sekarang merupakan tahanan dibawah perintah Sultan,” ujarnya.
Menurut pengurus rumah sakit yang dihuni 123 orang tersebut, saat ini masih ditunggu pelaksanaan pasal 384 (2), yakni pengiriman dokumen dari Mahkamah Tinggi kepada Setia Usaha Kerajaan Kelantan. Kalau pengiriman dokumen telah telaksana tinggal me nunggu kebaikan Sultan saja. Masalahnya, tidak ada pasal yang mengatur tenggat waktu pengiriman do kumen dan pengampunan oleh Raja. Ini lah yang kemudian menjadi PR pe merintah untuk melakukan pendekatan melalui jalur-jalur tertentu. Tatang Razak yang lagi bersiap menjadi Dubes RI untuk Kuwait, berjanji untuk mencari segala upaya yang me mungkinkan untuk memulangkan Wal frida dalam waktu relatif singkat. Pria berbadan gempal ini yakin bahwa masa lah ini akan terselesaikan dengan segera. “Pemerintah sangat concern ma salah dilepaskannya Walfrida Soik. Kami akan minta KBRI Kuala Lumpur dan KJRI Johor untuk segera mengambil langkahlangkah yang dibutuhkan,” ujarnya. Sambil menunggu semua proses yang terus berjalan, Konjen RI Johor Bahru, Taufiqur Rijal akan memberikan perhatian khusus kepada Walfrida. Setiap dua tiga bulan sekali akan dilakukan kunjungan oleh staf konsulat. Walfrida saat ini dinilai dokter dan perawatnya semakin sehat. Sudah jarang terlihat murung dan berdiam diri. Kegiatan hariannya adalah melakukan kebersihan lingkungannya dengan upah 200 ringgit (Rp 650 ribu) per-bulan.
Kepada Peduli, wanita berkulit hitam manis ini hanya mengumbar senyum tanpa henti. Ia kelihatan optimis kalau tidak lama lagi akan pulang ke kampung halamannya.
Anak-Anak “Percuma”
D
alam setahun terakhir KJRI Johor Bahru mendapatkan fenomena baru. Banyak warga Malaysia yang akan mengadopsi anak Indonesia yang
ditinggal orang tuanya. Lagi-lagi ini meru pakan ekses dari TKI non profesional. Meutia, seorang pejabat Konsuler KJRI Johor mengatakan, setiap satu bulan ada saja satu-dua warga Malaysia yang datang kepadanya untuk meminta keterangan warga negara bagi anak yang dibawanya. Rata-rata mereka mengaku dititipi anak tersebut oleh orang tuanya (warga Indonesia) yang kemudian pergi tanpa meninggalkan jejak. “Seolah mere ka memberikan anak itu secara percuma (gratis),” ujar Meutia menirukan. Masalahnya, Konsulat Indonesia sering merasa kesulitan untuk membe rikan surat keterangan bagi anak tersebut. Maklumlah, semua harus berdasar buktibukti yang sahih dan bisa diverifikasi, se dangkan orang tuanya sudah pergi entah kemana. Menurut pengamatan KJRI, anakanak yang digratiskan tersebut umumnya akibat dari hubungan gelap atau karena sang orang tua tidak mampu membiayai perawatannya. Modusnya, orang tua menitipkan sementara kepada warga Malaysia lalu kabur tanpa meninggalkan keterangan. Menanggapi masalah ini, Direktur pelindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (BHI) Kemlu, Tatang Ra zak, meminta konsulat agar tidak ge gabah memberikan surat keterangan kewarganegaraan. Harus dilakukan check and double check tentang orang tua, pengadopsi dan para saksi.
foto-foto: m. aji surya
dalih. CLC yang ada di dalam kota pun di minta untuk ditutup karena tidak sesuai dengan aturan. Selain itu, ada beberapa perusahaan kelapa sawit yang enggan mengeluarkan CSR-nya dalam bentuk bangunan CLC. Ini menambah makin suramnya masa depan sebagian anak-anak TKI. Karenanya, saat ini sedang dipersiap kan pendirian sekolah di perbatasan dengan sistem pemondokan. Meskipun begitu, be lum ada jaminan bahwa anak-anak tersebut mau berjauhan dari orang tuanya. Di sisi lain, mendirikan sekolah pasti perlu waktu dan dana yang tidak sedikit. “Kalau tidak ditangani secara tuntas maka ini sama saja dengan menyemai masalah bagi Indonesia di masa depan. Anak-anak tersebut akan segera dewasa dengan kebutuhan yang kompleks sedang kan kemampuan mereka sangat minim. Persoalan ini bisa menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu siap meledak,” ujarnya.
Anak-anak TKI di Serawak
DESEMBER 2014 Peduli
7
◗ laporan utama
membongkar sindikat perdagangan WNI. Semua harus bergerak bersama-sama dan melakukannya secara serius,” ujar Tatang dengan mimik serius.
“Kasus di Kuala Lumpur ini menggarisbawahi pentingnya polisi, Kemlu dan pihak-pihak terkait beker jasama secara erat dan sangat serius dalam memberantas TPPO,” ujar Tatang. Ke-53 orang WNI korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) akan dipulangkan ke Indonesia akhir Nopember dan awal Desember 2014. Pada saat ked atangan di Jakarta nanti, Kemlu, Bareskrim Polri dan pihak terkait lainnya akan siap mela kukan pengamanan.
Jalur Entikong Rawan Pelintas Batas
S
D
istimewa
ipercayai banyak kalangan, IM ini adalah warga Yordania dan sudah lama malang me lintang dalam dunia perdagangan ratusan manusia, khususnya WNI. Untuk memuluskan modusnya, pria bertubuh tambun ini sempat meni kahi seorang wanita manis asal Jawa Timur berinisial BW. Sudah lebih 4 tahun, beberapa Kedutaan Indonesia di luar negeri ge ram atas kelakuan pasangan tersebut. Maklumlah, mereka berdua seringkali mengirim TKW tanpa prosedur baku yang berakhir dengan masalah dan kesengsa raan. Rata-rata dikirim ke negara yang tidak stabil secara politik dan ekonomi (perang) dan diberlakukan moratorium pengiriman TKI informal. Salah satu negara tujuan adalah
BW, tersangka pedagang manusia
8
Peduli DESEMBER 2014
istimewa
D
IM, tersangka pedagang manusia
Suriah yang sampai saat ini sedang ber gejolak. Para korban ini seringkali ter bengkalai di bandara atau yang sering terjadi tidak mendapatkan hak-hak yang dijanjikan. Akhir-akhir ini negara tujuan diperluas antara lain ke Libya dan Mesir. Dalam memperdagangkan WNI, IM memiliki banyak kaki tangan di Indonesia. Mereka bahkan berani memberikan uang kisaran Rp 4 juta kepada orang tua korban. Lalu melalui Jakarta atau Batam, korban dikirim ke Kuala Lumpur. Di ibukota negeri jiran inilah sindikat IM mencarikan visa ke negeri tujuan. “Untuk satu WNI, diperkirakan IM meraup keuntungan 3.000-5.000 dolar AS,” ujar seorang staf Kedutaan RI di Kuala Lumpur. KBRI dan Kemlu sudah beberapa kali melaporkan tindak pidana IM namun belum berhasil memasukkan ke hotel prodeo. Bisa jadi, IM sangat licin sehingga tidak didapatkan bukti yang mencukupi untuk menjeratnya. “Seperti bulan Maret lalu, IM bisa lolos dari jerat hukum Malaysia de ngan jaminan. Kali inipun, IM diper kirakan hanya bisa dikenakan pasal penyekapan, bukan perdagangan orang. Dia ini memang belut,” ujar Direktur Perlindungan WNI Kemlu, Tatang Razak. IM sendiri sudah lama tidak berani datang ke Indonesia. Yang bersangkutan kemudian melakukan operasi jarak jauh, dari Kuala Lumpur, namun tetap menggunakan jaringan WNI di tanah air. “Saya kira, saat ini waktu yang tepat bagi kalangan terkait di Indonesia untuk
alah satu pintu pergerakan manusia dari Kalimantan Barat ke Serawak PP adalah perbatasan Entikong. Disini semua aparat terkait, seperti imigrasi, karantina hingga BNP2TKI, senantiasa siaga. Sayang, melintas per batasan ini terasa longgar. Kadang hanya butuh lambaian tangan saja. Pengalaman Peduli melintas per batasan ini sungguh unik. Dengan gaya sok akrab maka tidak ada yang menghentikan kendaraan kita. Seorang petugas hanya melihat isi mobil sesaat tanpa meminta untuk mengecap paspor. Hal yang sama juga terjadi di cek poin seberang di Malay sia yang dikenal dengan sebutan Tebedu. Namun bagi mereka yang kurang pandai berakting atau tidak punya “kenalan” maka melintas perbatasan ini harus memenuhi semua ketentuan keluar masuk sebuah negara. Karenanya, selalu terlihat juga banyak orang yang mengantri di depan loket imigrasi. “Mereka itu warga sekitar sini. Kami sudah hapal wajahnya,” kata seorang petugas tentang lolosnya beberapa orang tanpa pemeriksaan. Jadi, boleh dibilang pemeriksaan
pelintas batas disini bersifat relatif acak saja. Ada yang harus memenuhi prosedur, namun tidak sedikit yang cukup berakrab ria. Semua tergantung nasib dan kemauan petugas. Bahkan, relatif jarang petugas ka rantina muncul untuk memeriksa isi kendaraan. Padahal para pelintas batas ada yang membawa aneka buah-buahan yang bisa menularkan berbagai hama penyakit. Tidak sedikit dari mereka yang melenggang begitu saja. Menurut petugas BP3TKI, setiap harinya rata-rata terdapat 40-an calon TKI legal yang melintas. Di perbatasan ini mereka harus melakukan validasi atas dokumennya. Didata semua TKI legal yg pulang dan pergi. Petugas itu mengaku tidak bisa menghitung berapa jumlah TKI ilegal yang melintas dan masuk Wilayah Serawak setiap harinya. Maklum, memasuki Ma laysia sangat mudah dengan dalih melan cong, meski nantinya jadi pekerja PATI (Pendatang Asing Tanpa Izin). “Yang jelas, tiap shubuh ada lebih 10 bus dari Pontianak yang memasuki Serawak. Bisa jadi diantara mereka yang akan mencari kerja. Saya disini hanya tanggungjawab pada TKI resmi,” ujarnya. Bagi mereka yang punya paspor ma ka melintas batas Entikong untuk kerja di Serawak terasa enteng. Sedangkan yang tidak berdokumen umumnya melalui “jalur tikus” di sepanjang 1.000 km per batasan Kalimantan dan Serawak.
m. aji surya
Mengenal Sang Pedagang Manusia
istimewa
Paling penting yang harus dila kukan adalah pengecekan apakah anak tersebut memang benar-benar keturunan warga Indonesia. Apabila benar adanya baru diverifikasi apakah orang yang mengadopsi memiliki niat baik (sayang -red). “Saya khawatir, kalau tidak hati-hati menangani masalah ini, bisa terjadi tindak pidana perdagangan anak Indonesia ataupun eksploitasi,” ujarnya dengan mimik serius. Saat ini ditengarai terdapat sekitar 2.500 anak Indonesia di wi layah KJRI Johor Bahru yang tidak mengenyam pen d idikan sekolah. Mereka tumbuh dan berkembang di zaman IT ini tanpa mampu baca dan tulis. Hal yang sama, di Kalimantan Utara terdapat 30 ribuan anak TKI yang tidak sekolah. Soal pendidikan anak TKI hanyalah sebagian kecil dari banyaknya masalah yang ditimbulkan oleh TKI non profesional di luar negeri. Karenanya, KJRI Johor Bahru saat ini sedang menyiapkan tempat Sebagian dari korban perdagangan manusia belajar bagi anak-anak Indonesia agar setidaknya mengenyam pendidikan di Prodeo Kepolisian Malaysia. 9 tahun. Kalau tempat belajar sudah siap KBRI Kuala Lumpur mencatat, maka tahun depan proses belajar mengajar 53 korban WNI tersebut dalam keadaan akan segera dimulai. “Agar tidak ada sehat. Mereka rencananya akan dikirim lagi anak yang digratiskan,” ujar Konjen ke Mesir, Syria, Libya, Uni Emirat Arab Taufiqur Rijal. (UAE) dan Yordania. Adapun rutenya adalah Jakarta, atau Batam, Kuala Lum KBRI Kuala Lumpur pur lalu menuju negara tujuan. Selamatkan 53 WNI Korban “Salah satu korban yang berasal dari Banten masih berumur 18 tahun namun Perdagangan Manusia ditulis 24 tahun dalam paspor yang dibuat iam-diam Polis Diraja Malaysia oleh Kantor Imigrasi Bogor,” ujar Wakil bekerja sama dengan KBRI Kuala Duta Besar, Hermono. Lumpur telah menyelamatkan 53 Para korban juga mengaku telah WNI korban perdagangan manusia yang dikutip oleh sindikat IM antara Rp 3-5 siap dikirim ke negara rawan di Timur juta per-orang. Mereka rencananya akan Tengah. Dalam kesempatan itu dicokok ditampung di Malaysia dua hari hingga pula dua orang yang terindikasi sebagai dua bulan menunggu pengurusan visa ke dedengkot tindak pidana perdagangan negara-negara di Timur Tangah. orang (TPPO). IM yang kabarnya beristrikan se Penggerebekan dilakukan pada 11 orang WNI ini pernah ditangkap oleh Nopember 2014 di tempat penampungan kepolisian Malaysia untuk kasus penye WNI di kawasan Mines Resort, Malaysia. kapan pada Maret 2013. Namun yang Aksi ala James Bond tersebut merupakan berangkutan akhirnya dikeluarkan dengan pengembangan info rahasia yang diki jaminan. “Kejadian kali ini menunjukkan rimkan salah satu KBRI di Timur Tengah bahwa IM masih aktif melakukan perda sehari sebelumnya. gangan manusia,” tambah Hermono. Dalam kesempatan itu, ditangkap Menurut Direktur Perlindungan IM, seorang WN Yordania yang sudah WNI dan Badan Hukum Indonesia (BHI), lama ditengarai menjadi otak perdagang Tatang Budie Utama Razak, Kemlu sudah an manusia asal Indonesia. Bersama IM, lama menginformasikan kepada pihak dibekuk juga seorang WNI berinisial terkait Indonesia tentang sepak terjang LS yang diduga keras sebagai operator komplotan IM, namun masih minim jaringan IM. Keduanya saat ini meringkuk tanggapan.
Penyelundupan yang sangat terbuka di Entikong DESEMBER 2014 Peduli
9
◗ laporan utama
Satu Setengah Juta TKI
di Malaysia Belum Ada Solusinya
S
uasana malam itu, 2 Nopember 2014, terasa da m ai ketika Tim Peduli men yamb angi Wakil Duta Besar RI untuk Malaysia, Hermono di ke diaman resminya, Wisma Damai, Kuala Lumpur. Dengan lugas, bapak 2 anak ini menuturkan permasalahan TKI di Malaysia yang seakan tiada habisnya kepada Pimred Majalah Peduli, M. Aji Surya dan staf redaksi, Herman FL Munte. Sembari menikmati kue-kue ba sah dan kering buatan sang istri, perbin cangan Tim Peduli dengan sang tuan rumah berlangsung sampai pagi hari. Mengenakan kaos dan celana panjang 10
Peduli DESEMBER 2014
m. aji surya
Hermono, Wakil Duta Besar RI untuk Malaysia
training, ringan saja ia menuturkan “rahasia dapur” aparat di negeri jiran tersebut, termasuk menyoroti kinerja salah satu lembaga di Indonesia yang mengurusi masalah per-TKI-an. Apa catatan Anda terhadap permasalahan TKI di Malaysia da lam setahun terakhir? Setahun ini kondisinya tidak banyak berubah ya, tetap masih didominasi oleh TKI ilegal. Belum ada kemauan yang kuat dari kedua negara untuk menyelesaikan masalah ini, bahkan muncul kesan bahwa persoalan TKI ilegal ini sengaja dibiarkan. Seperti yang diketahui, banyak pihak
yang diuntungkan dari mengalirnya TKI ilegal ke Malaysia, baik oknum-oknum di Malaysia maupun di Indonesia. Pe nanganan terhadap masalah ini harus diselesaikan secara bersama-sama, tidak bisa dari pihak Indonesia atau Malaysia saja, harus dari kedua sisi. Ada satu hal yang penting dan telah berulang kali ditekankan oleh KBRI, Malaysia perlu untuk mengirimkan sinyal lebih jelas kepada publik bahwa negara itu tidak akan menerima mempekerjakan TKI ilegal. Ini satu hal yang sampai saat ini belum dilakukan Malaysia. Apa dampak dari ilegalitas ini? Yang pasti mereka (TKI-red) tidak
akan terproteksi, rentan eksploitasi, gaji tidak dibayar, rentan penyiksaan dan se bagainya. Jadi semua hanya tergantung pada budi baik majikan saja dalam mem perlakukan mereka. Kalau begitu Pemerintah Ma laysia memberlakukan semacam double standard dalam hal ini? Yang kita lihat memang demikian. Penegakan hukum terhadap majikan yang mempekerjakan TKI ilegal sangat lemah. Selama ini hanya TKI-nya saja yang dikejar-kejar, namun majikan yang mempekerjakannya, hampir-hampir tidak tersentuh. Sepanjang tahun ini kami ketahui hanya 365 majikan yang dikenakan sanksi. Jumlah ini tentunya sangat kecil dibandingkan dengan jumlah TKI ilegal yang dipekerjakan. Itu dari Malaysia, kalau dari kita sendiri kekurangannya apa? Pertama, tidak tampak penegakan hukum yang efektif terhadap mereka yang melakukan pengiriman TKI secara ilegal. Kedua, proses pemberian paspor yang sangat-sangat longgar. Terkait hal ini kami mengapresiasi langkah Ditjen Imigrasi yang telah mengeluarkan surat edaran yang intinya agar menolak pe mohon paspor yang terindikasi akan bekerja secara ilegal. Jika hal ini kon sisten dilakukan, akan relatif banyak membantu. Namun di sisi lain, jika proses pe nerbitan paspor diperketat tetapi peng awasan terhadap jalur-jalur tikus tidak ikut diperkuat, ini akan mendorong orang-orang yang sulit mendapatkan paspor masuk Malaysia tanpa dokumen sama sekali. Kita paham di Malaysia me reka dapat bekerja tanpa dokumen sama sekali. Ada yang lain? Yang utama adalah kedua hal itu. Kalau kita lihat alur TKI ilegal, dimulainya kan dari rekrutmen, kemudian pembuat an paspor, dan terakhir dikirim. Tapi jika di bagian pembuatan paspor telah berhasil kita kunci, alurnya menjadi berubah; da ri rekrutmen langsung dikirim. Hal ini sangat membahayakan karena mereka kemudian akan dikirim lewat jalur-jalur tikus yang penuh resiko. Siapa yang harus bertanggung jawab dalam hal penegakan hukum? Imigrasi plus kepolisian. Jika kita mencegat para calon TKI ilegal ini di daerah perbatasan, mengembalikannya juga susah. Semestinya pencegahan su dah dilakukan di daerah asal. Aspek prevention-lah yang harus lebih diper kuat, dibanding aspek response-nya.
Kalau semua itu dilakukan, lalu langkah kongkrit apa yang dila kukan KBRI? KBRI di sini sifatnya hanya mem berikan feedback bagi instansi-instansi di dalam negeri. Justru yang kita harapkan, instansi-instansi tersebutlah yang melakukan penguatan aspek prevention ini secara terkoordinasi. Perbandingan antara TKI legal dan ilegal sendiri bagaimana per sentasenya? Paling tidak fifty-fifty ya. Jumlah TKI legal saat ini sekitar 1,3 juta, diperkirakan mereka yang ilegal minimal 1,3 juta juga. Bahkan tidak menutup kemungkinan dapat mencapai 1,5 hingga 2 juta orang. Wallahu a’lam bissawab, hanya Tuhan yang tahu.
Kami saat ini tengah mengkaji skema G to G dalam hal penempatan TKI. Skema G to G ini telah dilakukan Malaysia dengan Bangladesh dalam hal pekerja sektor perladangan, sehingga hanya pemerintah yang dapat menempatkan buruh migran sektor perladangan, tidak ada swasta yang terlibat. Ada jurus-jurus jitu yang bisa dimainkan? Sebagai kelanjutan dari program 6P (program pemutihan dan pemulangan oleh Pemerintah Malaysia terhadap TKI ilegal), dari bulan Januari 2014 hingga Desember 2014, Pemerintah Malaysia telah melakukan langkah pengusiran. Dari Pasir Gudang, Johor saja, sampai bulan September 2014 sudah dipulangkan 20.000 TKI, belum lagi mereka yang pulang mandiri. KBRI telah menyurati Pemerintah Malaysia agar dilakukan proses pemutihan bagi TKI sektor konstruksi. Usulan ini pada prinsipnya disetujui oleh Menteri Pekerjaaan Umum Malaysia, namun dalam Sidang Kabinet akhirnya ditolak dengan alasan kesempatan pemutihan telah selesai. Perlu juga dipikirkan bagaimana membuat suatu mekanisme penempat an TKI yang mudah dan cepat. Banyak di temui salah satu alasan para TKI memilih berangkat secara ilegal dikarenakan pro
ses legalnya yang susah dan berbelit-belit. Kami saat ini tengah mengkaji skema G to G dalam hal penempatan TKI. Skema G to G ini telah dilakukan Malaysia de ngan Bangladesh dalam hal pekerja sek tor perladangan, sehingga hanya peme rintah yang dapat menempatkan buruh migran sektor perladangan, tidak ada swasta yang terlibat. Skema ini efek tif menekan biaya dan waktu yang di butuhkan dalam proses penempatan. Malaysia sendiri telah mengusulkan ke Indonesia untuk menggunakan skema penempatan tersebut. Namun sepertinya pertimbangan Pemerintah Indonesia skema tersebut dapat menutup peluang swasta untuk berperan serta dalam pe nempatan TKI. Berarti satu setengah juta WNI/TKI tersebut belum ada solusinya hingga sekarang? Belum ada. Karena Pemerintah Malaysia telah memutuskan bahwa hingga Desember 2014 akan dilakukan pengusiran. Kini yang harus difokuskan adalah pada penanganan tahun 2015 nanti. Malaysia saat ini tengah menjadi sorotan dunia internasional karena peringkatnya terkait penanganan antitrafficking. Disinyalir negeri ini banyak menggunakan tenaga kerja ilegal demi mendapatkan tenaga kerja murah. Inilah yang harus dapat kita manfaatkan Bagaimana prediksi Anda tentang TKI di Malaysia tahun depan? Tahun 2015 akan terdapat sejumlah peluang yang seharusnya dapat kita manfaatkan. Di satu sisi, Indonesia se benarnya mempunyai daya tawar yang lebih baik dibanding Malaysia. Sektor konstruksi, perladangan, elektronik dan domestik dikuasai oleh pekerja migran Indonesia. Ini yang harus bisa kita manfaatkan. Kalau hal ini ditambah lagi dengan penanganan internal yang semakin baik, seperti di sektor imigrasi yang saya sebutkan tadi, hal ini tentu sangat banyak membantu. Yang perlu juga dilakukan adalah mengkaji ulang kelembagaan BNP2TKI. Pada akhirnya BNP2TKI-lah yang akan menjadi pelaksana dari UU no. 39/2004 tentang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri. Namun sejak didirikan pada tahun 2007 hingga sekarang, kita belum lihat kinerjanya yang luar biasa. Karena itu momentum emas tahun 2015 jangan sampai terlewat. Ada peluang di kedua sisi, baik Indonesia maupun Ma laysia. Jangan sampai kita lepaskan.
DESEMBER 2014 Peduli
11
HUKUM
Lain di Aceh, Lain Pula di Myeik Selama catur wulan pertama tahun 2014, sebanyak 102 nelayan ilegal Myanmar tertangkap di perairan Aceh. Di waktu yang hampir sama, navigasi kapal yang buruk mengakibatkan 55 nelayan Indonesia juga terdampar dan ditahan oleh otoritas Myanmar, bahkan vonispun telah dijatuhkan. Mungkinkah saling tukar tahanan?
S
12
Peduli DESEMBER 2014
perairan Aceh Barat oleh Polisi Air dan Udara, Polres Aceh Barat. Seluruhnya ditangkap bersama 10 WN Thailand. Di seberang sana, KBRI Yangon tak pernah lelah mencari cara paling jitu untuk membebaskan 55 nelayan Indo nesia yang ditangkap otoritas Myanmar sejak tanggal 15 Februari 2014. Mereka masuk ke wilayah perairan Myanmar
rahmat
orak sorai pendukung terdengar kencang ketika bola smash pemain berkucir itu masuk ke bidang yang kosong. Ya, se bagian nelayan asal Myanmar itu terlihat sangat menikmati permainan bola voli di lapangan sederhana yang ter letak di dalam komplek tahanan. Sebagian lainnya duduk berjejer di depan kamar tahanan untuk menonton atau duduk santai sambil ngobrol dalam bahasa yang hanya mereka pahami. Mungkin karena cuaca yang cukup panas, hampir semua tahanan bertelanjang dada. Sekilas mengintip bilik-bilik pen jara yang mereka tempati, kondisinya tak ubahnya seperti kapal pecah. Baju, sarung, dan celana berserakan di mana-mana. Kasur-kasur tidak tertata rapi. Sampah tidak dibersihkan. Bau comberan di dekat dapur pun menyengat. Rupanya hidup apa adanya di negara asal mereka sebagai nelayan tidak cukup untuk membekali mereka hidup secara lebih teratur. Itulah suasana di Lembaga Pe masyarakatan Klas II Meulaboh, Aceh, tempat ditahannya 57 nelayan Myanmar. Mereka merupakan tahanan titipan dari Kantor Imigrasi Klas II Meulaboh yang sudah tidak kebagian ruang rumah detensi Imigrasi (rudenim), baik di Provinsi Aceh maupun di Provinsi Sumatera Utara. Ditangkapnya 102 nelayan Myan mar di wilayah perairan Aceh terjadi pa da awal April 2014. Sebanyak 45 orang ditangkap di perairan Aceh Utara oleh Satuan Operasi TNI-AL Lanal Lhok seumawe dan 57 lainnya ditangkap di
menggunakan 3 (tiga) kapal berbendera Indonesia bernama Citra Nusantara 06, Citra Nusantara 101, dan Rezeki Baru, serta 1 (satu) kapal berbendera Taiwan bernama Yi Hong-66. Sejak ditangkap, seluruhnya ditempatkan di penjara Myeik Tanintharyi Region, Myanmar. Mereka dituduh memasuki wilayah Myanmar secara ilegal serta melanggar Undangundang Keimigrasian dan Perikanan Myanmar. KBRI Yangon berkali-kali menjelas kan kepada otoritas negeri seribu pagoda, bahwa para nelayan memasuki perairan Myanmar secara tidak sengaja. Namun pemerintah setempat tidak bergeming, bahkan kasus penangkapan itu diproses di meja hijau dengan tuduhan pelanggaran keimigrasian dan illegal fishing. Tidak main-main, empat bulan sejak penangkapan tepatnya tanggal 10 Juni 2014, sebanyak 51 orang WNI secara bervariasi telah dijatuhi hukuman 3-4 tahun penjara berdasarkan pasal no. 3 (1)/13 (1) Undang-undang Keimigrasian Republik Uni Myanmar dan pasal 38 (B) Undang-undang Perikanan Republik Uni Myanmar dengan denda 20.000 kyats (eq. Rp. 200.000,-). Sedangkan 4 orang kapten kapal dijatuhi hukuman 6 tahun penjara berdasarkan pasal 38 (A) Undang-undang Perikanan Republik Uni
Nelayan Myanmar di Lembaga Pemasyarakatan Klas II Meulaboh, Aceh
Myanmar dengan denda 200.000 kyats (eq. Rp. 2.000.000,-). Meskipun vonis telah dijatuhkan, upaya untuk membebaskan mereka terus dilakukan. Tanggal 22 Juli 2014, Duta Besar RI Yangon melakukan pertemuan dengan Menteri Imigrasi dan Populasi Myanmar, U Khin Yi. Kepada Menteri Imigrasi dan Populasi, Duta Besar RI, Ito Sumardi, mengajukan permohonan agar Pemerintah Myanmar mengampuni dan membebaskan para nelayan Indonesia. “Pengampunan dan pembebasan itu akan sangat berarti bagi keluarga mereka, mengingat para nelayan tersebut berasal dari masyarakat berpenghasilan rendah dan merupakan tulang punggung ke luarga,” terang Duta Besar RI. Demi memperoleh pembebasan dan pengampunan, Duta Besar bahkan menyatakan kesanggupannya untuk memulangkan 55 nelayan tersebut ke Indonesia, lalu menyerahkan perma salahan hukum mereka sesuai ketentuan yang berlaku di tanah air. Pada pertemuan ini, Duta Besar juga mulai menyinggung keberadaan para nelayan Myanmar di Aceh. “Saya siap membantu dan bekerja sama untuk proses pemulangan para nelayan Myanmar melalui tindakan resiprokal,” lanjut Duta Besar RI. Tanggapan Menteri Imigrasi dan Populasi tampak biasa saja. Yang bersang kutan hanya meminta informasi lebih rin ci terkait nama, kondisi, dan keberada an para nelayan Myanmar dimaksud dalam waktu segera. Menteri Imigrasi juga menyatakan kesediaan Pemerintah Myanmar untuk mendiskusikan upaya resiprokal terhadap pembebasan para nelayan kedua negara. Namun kare na telah dijatuhi vonis, Pemerintah Myanmar akan membicarakannya di tingkat kementerian terkait dan hasilnya akan disampaikan terlebih dahulu kepada Presiden Myanmar. Menjajaki kemungkinan resiprokal ini, Peduli mengikuti wakil Direktorat Perlindungan WNI dan BHI, Kementeri an Luar Negeri RI menyambangi Banda Aceh dan Meulaboh pada 16-17 Oktober 2014. Kedatangan tersebut diterima oleh Achmad Samadan, S.H., Kepala Divisi Keimigrasian didampingi Erzan Effendi, S.H., Kelapa Bidang Lalu lintas, Izin Tinggal, dan Status Keimigrasian. Kedua pejabat Kanwil Kemkum ham Aceh menerima wakil Direktorat Perlindungan WNI dan BHI dan Peduli sambil menikmati sruputan kopi Aceh. Kedua pejabat tersebut mengenakan baju olahraga karena usai mengikuti
agenda rutin olahraga tiap Jum’at pagi. Dengan panjang lebar, kedua pejabat Kanwil Kemkumham menyampaikan kebijakan dan kondisi nelayan Myanmar di Aceh, termasuk kemungkinan langkah resiprokal. “Sebanyak 102 nelayan Myanmar di Aceh ditahan di 2 (dua) tempat, yaitu Rudenim Lhokseumawe sebanyak 45 nelayan dan di LP Meulaboh 57 nelayan. Dari 45 nelayan tersebut, 1 orang telah meninggal dunia karena HIV/AIDS, 2 orang telah melarikan diri, dan 19 orang dipulangkan ke Myanmar pada tanggal 16 Oktober 2014 melalui kerja sama dengan International Organization for Migration (IOM) Medan. Sedangkan 57 orang yang menempati LP Meulaboh merupakan tahanan titipan, sehubungan tidak mencukupinya kapasitas Rudenim, baik di wilayah Aceh maupun Medan”, terang Erzan Effendi, S.H. Terkait penanganan para nelayan Myanmar yang ditangkap, mereka ter lebih dahulu menjalani tahap pember kasan. Namun karena kendala bahasa, maka Kanwil Kemkumham berkoor dinasi dengan Kementerian Luar Ne geri c.q. Direktorat Konsuler serta Ke du t aan Besar Myanmar di Jakarta untuk keperluan identifikasi, verifikasi data, dan penerbitan dokumen. Apabila diantara mereka terindikasi melakukan pelanggaran hukum maka dapat diproses secara hukum, lalu dideportasi setelah menjalani masa hukuman. Namun apa bila mereka terindikasi sebagai awak kapal yang mematuhi perintah kapten, maka mereka bisa langsung dibebaskan setelah mendapatkan dokumen perjalanan dari Kedutaan Besar Myanmar di Jakarta. Terkait tuntutan hukum, para ne layan Myanmar hanya dikenakan UU No. 6 tentang Keimigrasian Pasal 83, 84, dan 85. Dengan demikian, mereka yang dalam kategori awak kapal hanya berstatus deteni. Artinya, semakin cepat Kedutaan Besar Myanmar merampungkan doku men mereka, maka lebih cepat pula me reka dapat dipulangkan ke negara asal. Ke-19 nelayan yang telah dipulangkan masuk dalam kategori deteni dan yang lainnya saat ini justru sedang menunggu perlakuan yang sama. Sementara pihak yang dikenakan tindakan pro yustisia karena dianggap melanggar ketentuan pidana adalah para kapten kapal yang kebanyakan justru WN Thailand. Untuk pihak ini, ancaman pidananya juga cukup ringan. UU No. 6 tentang Keimigrasian Pasal 113, 114, dan 115 UU hanya menetapkan masa
hukuman paling lama 1-2 tahun dan/ atau denda paling banyak antara Rp. 100.000.000,- s/d 200.000.000,-. Repotnya, 55 nelayan Indonesia di Myanmar dikenakan pasal berlapis, yaitu keimigrasian dan perikanan. Jika saja para nelayan Myanmar di Aceh dikenakan pasal perikanan, akan cukup membuat mereka jera. Sebenarnya, Indonesia me miliki perangkat hukum di bidang per ikanan yang lengkap, seperti rumusan sanksi pidana dalam pasal UU Nomor 31 Tahun 2004 dan perubahannya UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan yang memiliki sanksi pidana denda yang sangat berat dibandingkan dengan ketentuan pidana yang lain. Ancaman hu kuman penjara yang paling berat 6 (enam) tahun bagi pelaku yang melakukan pe nangkapan ikan tanpa memiliki atau membawa SIPI (Surat Ijin Penangkapan Ikan) dan paling berat 7 (tujuh) tahun bagi yang melakukan pemalsuan dan memakai izin palsu berupa SIUP, SIPI, SIKPI. Pidana denda yang paling banyak Rp. 20.000.000.000,- (dua puluh milyar rupiah). “Kanwil Kemkumham memahami concern KBRI Yangon dan pada prin sipnya menyetujui hal itu serta siap untuk bekerja sama. Namun lebih lan jut Kemkumham memandang perlu nya koordinasi antar berbagai instansi terk ait baik di Aceh maupun Pusat, sehingga penanganan nelayan Myanmar tidak hanya dibebankan pada Kanwil Kemkumham Provinsi Aceh”, ujar Achmad Samadan, S.H. mencermati usulan resiprokal. “Koordinasi antar instansi di Aceh dan pusat-daerah terkait penanganan nelayan Myanmar, sangat kurang. Untuk kebutuhan tahanan saja, saya harus ber koordinasi secara pribadi dengan Kepala LP Meulaboh agar seluruh nelayan Myanmar itu dapat ditempatkan di blok yang kosong. Demikian pula untuk kebutuhan logistik seperti makan seharihari, saya harus mencari bantuan dari IOM,” keluh Herfi Adli, S.H. Sebelum meninggalkan penjara, Kepala LP Sulistiono sempat menunjuk kan pagar tahanan yang sudah 8 tahun su dah diusulkan ke Pusat namun tidak juga mendapat tanggapan. Oalah, koordinasi, koordinasi. Koordinasi merupakan satu masalah klasik yang menghantui birokrasi Indo nesia. Akankah langkah resiprokal ta hanan bisa dilakukan di tengah masih eksisnya ego sektoral? (Rahmat dan Boni)
DESEMBER 2014 Peduli
13
HUKUM
Potensi Sengsara Tanpa Paspor
S
etiap orang, mulai dari Presiden, gubernur, guru, orang kantoran, pengusaha, sampai dengan TKI, pasti harus mempunyai paspor jika akan bepergian ke luar negeri. Tapi banyak orang yang tidak habis pikir kenapa seperti itu. Buktinya, tidak sedikit TKI menyeberang batas negara tanpa membawa dokumen secuilpun. Adakalanya para pejabat akan me ngatakan bahwa paspor itu seperti KTP kita di luar negeri. Lha jika seperti itu, paspor tidak penting-penting banget dong. Kalau sekali waktu dimintai KTP tapi kebetulan kita tidak bawa, masih bisa digantikan dengan SIM. Banyak orang yang tidak punya KTP atau KTPnya sudah mati, tidak menghadapi masalah. Ada juga yang sampai punya KTP lebih dari satu. Beda dengan paspor. Bikinnya saja ribet, harus punya ini itu. Jadi KTP tidak sama dengan paspor. Mungkin lebih tepat, jika paspor itu dibilang seperti tiket kereta api, entah itu kereta ekonomi, bisnis atau eksekutif. Coba lihat saja di setiap stasiun kereta di seluruh Indonesia sekarang ini. Jangankan naik keretanya, jika ada orang yang coba-coba masuk ke stasiun tanpa membawa tiket pasti langsung diusir oleh petugas di pintu masuk. Dan jangan salah. Tiket kereta tidak hanya diperiksa di pintu masuk stasiun. Saat akan masuk ke dalam gerbong ke reta terkadang sudah ada petugas yang dengan ramah menanyakan karcis sambil mengecek “Bapak di gerbong berapa?”. Kemudian tidak lama sebelum kereta diberangkatkan, biasanya akan ada petugas berpakaian seperti satpam menanyakan karcis. Itupun tidak selesai sampai di situ. Setelah kereta berjalan, 14
Peduli DESEMBER 2014
barulah kondektur didampingi Polsuska (Polisi khusus kereta api – red) berkeliling mengecek tiket setiap penumpang. Jika ada penumpang yang tidak mempunyai tiket, para petugas tidak akan segan-segan menurunkannya di stasiun berikutnya Seperti itulah pentingnya paspor bagi orang yang akan bepergian ke luar negeri. Contohnya di Bandara Inter nasional Soekarno Hatta atau Cengka reng, Jakarta. Saat check in ke maskapai, pasti paspor akan diminta. Lepas dari counter check in, paspor akan dicek dan dicap di imigrasi. Kemudian paspor akan diperiksa kembali saat akan masuk ke area gate keberangkatan. Begitu tiba di negara tujuan, yang pertama kali harus kita lalui adalah pos imigrasi. Tebak saja apa yang akan diperiksa? Tentulah paspor. Seperti di Jakarta, setelah diperiksa, paspor akan dicap oleh petugas. Selanjutnya selama berada di ne gara lain, paspor masih ditanyakan jika kita hendak mengurus sesuatu. Hendak menginap di hotel, paspor diminta. Akan menukarkan uang, seringkali harus me nunjukkan paspor. Membuka rekening bank, mustahil dilakukan tanpa paspor. Beli tiket untuk pulang ke Indonesia, pasti paspor akan ditanyakan. Belum lagi jika ada masalah dengan pihak kepolisian setempat, bakal repot urusannya jika tidak memiliki paspor. Di beberapa negara, pihak kepo lisian dan imigrasi seringkali melakukan razia terhadap orang asing. Yang di periksa adalah paspor dan ijin tinggal atau visa orang tersebut. Apabila paspor sudah tidak berlaku atau ijin tinggalnya dianggap tidak sesuai ketentuan, salahsalah orang tersebut akan ditahan dan dideportasi ke Indonesia. Terkadang
ANTARA/Ismar Patrizki/Koz/ama
Di luar negeri, paspor tidak hanya seperti KTP. Malah lebih penting dari sekedar uang dolar.
Peluncuran electronic paspor (e-paspor) atau paspor yang pembuatannya bisa diakses melalui email yang bersangkutan dimasukkan dalam daftar cekal, dus tidak akan pernah bisa lagi mengunjungi negara tersebut. Itulah pentingnya paspor. Lalu bagaimana asal mula adanya paspor? Menurut banyak sumber, paspor sudah ada sejak tahun 450 Sebelum Masehi, sebagaimana tercantum dalam kitab suci Yahudi. Surat Nehemiah 2: 7-9 menyebutkan bahwa Nehemiah ada lah perwakilan dari raja Persia, Arta xerxes I. Pada saat Raja Artaxerxes I memerintahkan Nehemiah untuk pergi ke Judea, ia dibekali surat yang ditujuk an kepada penguasa Judea untuk mem berikan perlindungan kepada Nehemiah selama berada di negeri tersebut. Di jaman kekhalifahan Islam, dokumen sejenis paspor sudah diber
lakukan, yang dikenal dengan istilah bara’a. Bara’a sebenarnya merupakan bukti pembayaran pajak. Namun karena terdapat kebijakan bahwa hanya mereka yang telah membayar pajak (zakat untuk kaum muslim dan jizya untuk non muslim – red) yang bisa bepergian ke seluruh penjuru wilayah kekhalifahan, maka bara’a pun menjadi salah bentuk paspor. Beberapa sumber sejarah menye butkan bahwa paspor berasal dari bahasa Prancis, passerporte. Porte sendiri bukan lah port atau pelabuhan, melainkan ger bang kota. Pada abad pertengahan, setiap kota dikelilingi benteng dan jalan masuk ke kota itu berupa gerbang atau porte. Website Direktorat Jenderal Imi grasi menyebutkan bahwa dokumen per
jalanan yang pertama kali diterbitkan di Indonesia adalah “Surat Keterangan dianggap sebagai Paspor” bagi delegasi Indonesia yang dipimpin oleh H. Agus Salim ke India. Delegasi tersebut meng hadiri Inter Asian Relation Conference di New Delhi, India, pada tahun 1947.
Pembuatan Paspor
Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 8 Tahun 2014 tentang Paspor Biasa dan Surat Per jalanan Laksana Paspor, permohonan paspor biasa bagi calon TKI dapat diproses pada Kantor Imigrasi sesuai domisili (tempat tinggal – red). Persyaratan yang diperlukan adalah KTP yang masih berlaku atau surat keterangan pindah ke luar negeri; Kartu Keluarga; surat pe
netapan ganti nama (bagi yang telah mengganti nama); surat rekomendasi permohonan paspor dari Dinas Tenaga Kerja Provinsi atau Kabupaten/Kota; dan paspor lama (jika sebelumnya sudah memiliki paspor). Pembuatan paspor dapat dilakukan secara manual (datang langsung) atau elektronik (melalui website). Tahapan yang harus dilalui adalah pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan persyaratan; pembayaran biaya paspor; pengambilan foto dan sidik jari; wawancara; verifikasi; dan adjudikasi (pencocokan data bio metrik dengan data dalam sistem infor masi manajemen keimigrasian). Lama proses penerbitan paspor biasa adalah 4 hari sejak dilakukan wa wancara, terkecuali untuk penggantian paspor biasa dengan alasan rusak, hilang atau penggantian paspor duplikasi. Hal ini berlaku juga untuk penerbitan paspor di Perwakilan RI (KBRI, KJRI atau KRI). Masa berlaku paspor paling lama 5 tahun sejak tanggal penerbitan. Peng gantian paspor biasa dapat dilakukan jika masa berlaku paspor akan atau telah habis; halaman penuh; hilang atau rusak. Bagi WNI yang tengah berada di luar ne geri, penggantian paspor biasa dapat dila kukan melalui Perwakilan RI terdekat. Pada saat bepergian ke luar negeri, TKI harus berhati-hati dalam menyimpan paspor yang dimiliki. Akan lebih baik apabila seorang TKI membuat minimal 2 buah salinan atau fotokopi paspor milik nya. Jika memungkinkan, pihak keluarga di Indonesia pun sebaiknya dapat diberi kan salinan paspor tersebut. Saat tiba di negara tujuan, TKI hen daknya sesegera mungkin melakukan lapor diri pada Perwakilan RI baik secara lang sung maupun online, antara lain dengan menyampaikan data paspor yang dimiliki. Hal ini demi mempermudah Perwakilan RI dalam memberikan perlindungan maupun pelayanan saat diperlukan. Selama berada di negara tujuan, TKI perlu memastikan bahwa paspor serta dokumen-dokumen penting lainnya tersimpan di tempat yang aman. Selain itu TKI harus sesering mungkin memeriksa masa berlaku visa atau ijin tinggalnya. Jika masa berlaku visa atau ijin tinggal akan atau telah habis, sebaiknya TKI memberitahukan kepada majik an atau agen agar segera diproses per panjangannya, Apabila paspor habis masa berlaku, penuh, hilang atau rusak, hendaknya TKI segera menghubungi Perwakilan RI terdekat. (Bharata)
DESEMBER 2014 Peduli
15
kontemplasi
Untuk Mengurangi TKI Non Formal
bharata
Koperasi masih tetap menjadi soko guru perekonomian. Dengan perputaran uang yang mencapai 1,2 milyar perbulan maka pengurusnya sering diundang ke manca negara. Koperasi yang ditukangi oleh dua mantan TKI ini telah tumbuh subur dan layak jadi teladan di tingkat nasional.
K
ebijakan tegas moratorium pengiriman TKI ke be b e ra p a negara, tak mampu membendung derasnya arus para TKI non formal yang ber maksud mengadu nasib di negeri orang. Kebutuhan ekonomi selalu menjadi alasan klasik. Peribahasa daripada hujan emas di negeri orang, lebih baik hujan batu di negeri sendiri seolah tak bermakna bagi mereka. Pada akhirnya Pemerintah yang dipersalahkan karena dipandang tidak 16
Peduli DESEMBER 2014
dapat menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup dan layak. Di tengah mendung itu, secercah asa muncul di Desa Arjowilangun, Kecamatan Kalipare, Kabupaten Malang. Harapan itu berupa Koperasi Posdaya Purna TKI Senang Hati. Koperasi purna TKI ini di rintis oleh almarhum Manaf Yuswanto dan Mudiyono, yang keduanya pernah bekerja sebagai TKI di Korea Selatan. Koperasi Senang Hati diresmikan pada tanggal 4 Juli 2012, dihadiri oleh
selalu digadang-gadang sebagai salah satu contoh koperasi purna TKI yang berhasil. Koperasi yang awalnya dinamakan kelompok Usaha Bina Mandiri ini, men dapatkan penghargaan Damandiri Award tahun 2013, sebagaimana dilansir Majalah Gemari bulan Februari 2013 yang lalu. Haryono Suyono, mantan Menko Kesra dan Taskin, secara khusus memuat tulisan mengenai Koperasi Senang Hati dalam website pribadinya. “Warga di Arjowilangun sangat tanggap terhadap gagasan pemberdayaan dengan program utama pengentasan kemiskinan. Mereka masih ingat bahwa di masa lalu hidupnya miskin. Dan karena kemiskinan itu me reka terpaksa mau bekerja di luar negeri meninggalkan semua yang mereka cintai di tanah air,” demikian sepenggal kalimat dalam artikel yang dimuat tanggal 31 Juli 2012 tersebut. Haryono Suyono lebih lanjut me nuliskan bahwa para mantan TKI di desa Arjowilangun juga sadar masih banyak saudara sekampungnya yang miskin dan perlu pendampingan agar tidak miskin lagi. Untuk itu, mereka sepakat mengembangkan usaha dalam wadah Koperasi Senang Hati. Melalui koperasi ini mereka mengajak anggota keluarga yang tidak sempat bekerja di luar negeri untuk bergabung dan sekaligus menikmati hasil keringat saudaranya yang pernah di luar negeri. “Dari TKI membangun koperasi”, demikian judul artikel tersebut. Harapan yang cukup tinggi sem pat dilontarkan Haryono Suyono saat menghadiri kegiatan bersih desa di Arjo wilangun tahun 2012 yang lalu. “Koperasi Arjowilangun ini bersama Posdaya bisa menjadi motor pembangunan desa untuk meningkatkan kesejahteraan, kemajuan dan kemandirian masyarakat,” harap Bapak Keluarga Berencana (KB) ini. Saat itu Haryono Suyono secara khusus meminta Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Malang untuk membina koperasi Senang Hati dengan baik.”Siapa tahu Menteri Koperasi dan UKM berkenan berkunjung dan terheranheran melihat Koperasi Purna TKI Posdaya Senang Hati Arjowilangun tumbuh dengan baik dan kemiskinan dapat dientaskan secara bertahap,” katanya. Bupati Malang, Rendra Kresna, juga tak kalah dalam memberikan dukungan atas keberadaan koperasi Senang Hati. Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Malang tersebut menyebut Koperasi Se nang Hati sebagai contoh koperasi yang sukses dalam mengembangkan usahanya. “Uang yang bergulir lewat koperasi itu
Desa Arjowilangun, Kecamatan Kalipare, Kabupaten Malang
wikipedia.org
Contoh Solusi
Bupati Malang, Sekretaris Daerah pro vinsi Jawa Timur, Rektor Universitas Merdeka Malang, Direktur Bank UMKM Jawa Timur dan Haryono Soeyono selaku Ketua Yayasan Damandiri. Pendanaan koperasi purna TKI yang masih tergolong langka di Indonesia ini, dibantu Yayasan Dana Sejahtera Mandiri melalui Bank UMKM Jawa Timur. Pemerintah kabupaten Malang pada masa awal berdirinya Koperasi Senang Hati mampu mengucurkan mo dal usaha sebesar 813 juta rupiah kepada 19 kelompok yang meliputi 181 mantan TKI. Berdasarkan informasi dari Afifa Yuswanto, istri almarhum Manaf Yus wanto, saat ini sedikitnya Koperasi Senang Hati menaungi lebih dari 25 kelompok, yang masing-masing terdiri dari 10 orang. Kelompok-kelompok anggota ko perasi Senang Hati tersebut bergerak di berbagai jenis kegiatan ekonomi mikro, mulai dari ritel, katering, konveksi, furnitur, budidaya jamur, sampai dengan batako. Produk anggota koperasi Senang Hati ini bahkan telah bisa mencapai pasar di luar wilayah Pulau Jawa, yaitu produk batako apung, yang telah dipasarkan sam pai ke Pulau Batam. Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Malang, Bambang Sumantri menyatakan bahwa perputaran uang di Koperasi Senang Hati mencapai ang ka yang cukup fantastis, yakni 1,2 mil yar rupiah setiap bulannya. Menurut Mudiyono, yang saat itu merupakan wakil ketua pengurus, kontribusi terbesar dalam perputaran uang koperasi tersebut berasal dari simpan pinjam dan kredit. Bunga pinjaman koperasi tidak ter lalu tinggi, yakni 0,9 persen hingga bu nga terendah 0,4 persen. “Kami berharap para TKI ini mampu membuka usaha dengan dana pinjaman dari koperasi dan mengembangkannya, sehingga tidak ada keinginan lagi untuk kembali bekerja di luar negeri sebagai TKI,” ujar Mudiyono. Sistem pinjaman yang diberlakukan Koperasi Senang Hati bersifat tanggung renteng, dimana pinjaman diberikan kepada individu sebesar 2 juta rupiah per orang dengan suku bunga 12% untuk jangka waktu 2 tahun. Permasalahan angsuran akan ditangani oleh masingmasing kelompok. Tak hanya simpan pinjam dan kredit, Koperasi Senang Hati pun acap kali bekerjasama dengan Universitas Merdeka Malang untuk menggelar berbagai pelatihan keteram pilan bagi warga desa Arjowilangun, baik purna TKI maupun masyarakat umum. Tak urung Koperasi Senang Hati
pun tidak hanya bisa dinikmati oleh ang gotanya yang mantan TKI saja, tapi juga masyarakat di sekitarnya,” lanjutnya. Rendra Kresna mendorong agar para TKI di daerahnya mengikuti teladan Koperasi Senang Hati. “Bila perlu di setiap kecamatan nantinya ada koperasi TKI dan semuanya harus maju,” tegas pria yang menerima Bintang Jasa Koperasi di tahun 2013 ini. Diharapkan dengan adanya ko perasi purna TKI semacam ini, budaya konsumtif bisa dikurangi. Tak hanya itu, para TKI pun diharapkan tidak selamanya bekerja di negara lain, melainkan pada saatnya nanti kembali bekerja di kampung halamannya. Koperasi Senang Hati pun sudah go international. Pada bulan November 2013, situs kindo.hk memuat berita bah wa Koperasi Senang Hati mendapatkan kucuran dana sebesar hampir 35 juta Rupiah dari APPIH, asosiasi agen tenaga kerja Indonesia di Hong Kong. Mudiyono, ketua Koperasi Senang Hati saat ini, kerap diundang ke Hong Kong untuk memberikan penyuluhan wirausaha ke pada para TKI. Hal ini merupakan salah satu bukti nyata pengakuan terhadap keberhasilan Koperasi Senang Hati. TKI di daerah lain tak perlu sung kan untuk meniru keberhasilan Koperasi Senang Hati, karena banyaknya pihak yang mendukung wacana pendirian koperasi purna TKI di berbagai daerah. Situs siagaindonesia.com bulan Agustus 2014 yang lalu mengabarkan bahwa Ke menterian Koperasi dan UKM akan terus mengupayakan untuk mendorong agar para TKI Purna bisa mendirikan wadah kop erasi bagi pengembangan usaha-
usaha produktif yang mereka kembang kan selama ini. “Kami sud ah sering mengadakan pelatihan kewirausahaan TKI di Hong Kong dan di Indonesia,” ujar Sekretaris Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Agus Muh arram ditemui usai acara HUT 3 Investor Daily bertema Sejahtera dengan Kekuatan Ekonomi Mikro di Jakarta, Rabu (13/8/14). Sementara itu Direktur Bisnis UMKM BRI, Djarot Kusumajati me nambahkan bahwa pihaknya sangat mendukung dan memberikan apresiasi atas langkah-langkah yang di jalankan pihak BNP2TKI dalam membentuk ke wirasusahaan bagi para Calon TKI, mau pun TKI purna melalui Program Pem berdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Di sisi lain pihak Bank UMKM Jawa Timur, yang sebelumnya dikenal sebagai Bank BPR Jatim, sedang mengembangkan koperasi purna TKI di daerah-daerah yang menjadi kantong TKI seperti di Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, dan Nganjuk. “Bahkan, kami punya cita-cita berekspansi mengembangkan koperasi purna-TKI di Jawa Tengah dan Yogya karta agar mereka mau belajar di Koperasi Senang Hati,” kata Soeroso, Direktur Utama Bank UMKM Jawa Timur, seba gaimana dikutip Tempo bulan Oktober 2012 yang lalu. Tak tanggung-tanggung, saat itu Bank UMKM Jawa Timur bahkan siap menyalurkan dana kredit sampai dengan lebih dari 1 trilyun rupiah unuk berbagai jenis koperasi dan kelompok usaha kecil mikro di Jawa Timur. (Bharata dan Ifan Mahdiyat Sofiana)
DESEMBER 2014 Peduli
17
id.wikipedia.org
kontemplasi
Gapura Desa Arjowilangun, Kecamatan Kalipare, Malang
Tatkala TKI Menjadi Tulang Punggung Pembangunan Keberhasilan pembangunan memerlukan partisipasi aktif warganya. Namun Pemerintah masih tetap harus cawe-cawe karena banyak ekses yang tidak pernah terbayangkan.
18
Peduli DESEMBER 2014
J
alan kaki atau menaiki kenda raan di desa ini seperti layaknya di kota besar di Eropa saja. Jalanan licin tidak berlobang apalagi berk ubang. Rumahrumahnya sud ah permanen dengan penerangan listrik yang cukup. Bahkan mencari apapun ada disini karena banyak toko di semua pojok desa. Maklumlah, motto desa ini: Tiada Hari
Tanpa Membangun. Desa Arjowilangun terletak sekitar 28 kilometer di sebelah barat kota Ke panjen, ibukota Kabupaten Malang. Pada tahun 2011, desa yang mempunyai lokasi berdekatan dengan bendungan Ir. Sutami (dikenal pula sebagai waduk Karangkates – Red) tersebut masuk dalam nominasi desa terbaik di provinsi JawaTimur. Salah satu indikatornya adalah kondisi jalan maupun gang di desa ini telah beraspal mulus. Jumlah rumah permanen berukur an relatif besar dengan arsitektur yang cukup modern pun tak terhitung jum lahnya. Perekonomian di desa dengan luas 1.356.324 hektar ini pun tergolong maju, dimana berbagai jenis usaha terus berkembang, mulai dari minimarket, usa h a percetakan, toko bangunan sampai dengan warung internet. Orang awam yang tidak menge tahui secara persis mengenai desa Arjo wilangun, dipastikan akan bertanyatanya bagaimana desa ini bisa begitu maju. Sementara desa yang masuk di bawah wilayah Kecamatan Kalipare ter sebut, lebih dikenal sebagai salah satu kantong Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Jawa Timur. Hasil studi Lembaga Penelitian Semeru yang didanai BAPPENAS dan AUSAID pada bulan November 2009 yang lalu, memperkirakan hampir separuh dari jumlah keseluruhan keluarga di desa tersebut mempunyai anggota keluarga yang pernah atau tengah menjadi TKI. Jadi inilah desa TKI yang sukses. Dalam kesempatan wawancara dengan Redaksi Peduli, Kusbianto, Kepala Desa Arjowilangun, menyatakan bahwa cukup banyak warganya yang merantau keluar daerah maupun keluar negeri sebagai TKI. Pria ramah berkumis tebal ini menggambarkan bahwa kondisi alam sekitar desa Arjowilangun yang be rupa pegunungan kapur, yang sulit di manfaatkan untuk pertanian. “Terlebih lagi jika musim kemarau seperti saat ini. Banyak tanah yang istilah Jawanya mbedah-mbedah (pecah-pecah – Red), “ tutur Kusbianto saat ditemui di kediamannya. Karena itulah banyak warga Arjo wilangun yang memilih merantau keluar negeri, sebagai upaya memperbaiki kondisi ekonomi keluarganya. Awalnya mereka memilih bekerja sebagai TKI di kawasan Timur Tengah. Namun karena penghasilan yang diperoleh dipandang kurang mencukupi, kemudian warga Arjowilangun lebih memilih merantau
ke Korea Selatan. Biasanya para TKI asal Arjowila ngun memanfaatkan penghasilannya untukmembangun atau memperbaiki rumah tinggalnya dan menyekolahkan anak, bahkan sampai perguruan tinggi. Baru kemudian menggunakan sisanya untuk modal usaha. “Biasanya digunakan untuk pertanian, usaha toko, juga ada yang digunakan untuk peternakan, per cetakan maupun toko emas,“ jelas kepala desa yang menetap di Dusun Lodalem ini. Salah satu efek dari banyaknya warga Arjowilangun yang mengadu nasib di negeri orang, adalah harga tanah di sekitar Arjowilangun yang nilainya terus melesat. Menurut Kusbianto, kebanyak an TKI asal Arjowilangun tidak segan membeli tanah di desanya, meskipun har ga jualnya sudah membumbung tinggi. Kusbianto menuturkan bahwa saat ini jumlah warga Arjowilangun yang masih aktif sebagai TKI mencapai 750 orang. Sementara yang pernah mengadu nasib di negeri orang lebih dari 1.500 orang. Hal ini dibenarkan oleh salah se orang warga desa Arjowilangun, Afifa Yuswanto, yang menyebutkan, “Di setiap rumah di desa ini (Arjowilangun – Red), setidaknya ada satu anggota keluarga yang menjadi TKI”. Warga Arjowilangun yang ada di perantauan tersebut ternyata memiliki peran yang cukup vital dalam memajukan desa yang berpenduduk hampir 13 ribu jiwa tersebut. Kegiatan desa seperti selamatan desa atau pengaspalan jalan, acap kali dibiayai secara swadaya oleh masyarakat, meskipun memerlukan dana ratusan juta rupiah. Kusbianto tidak menampik bahwa selain berbagai hal positif sebagai akibat banyak warganya yang menjadi TKI, terdapat pula sisi-sisi negatif. Misalnya adalah terbengkalainya lahan pertanian di desa yang memiliki acara tahunan bersih deso (bersih desa – Red) ini. Tenaga kerja di sektor pertanian sulit ditemui, sehingga biasanya meminta tarif yang cukup mahal, minimal 40 ribu rupiah per hari, yang tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh. Kusbianto menuturkan perm a salahan lain terkait TKI asal desanya adalah sering terjadinya keretakan rumah tangga. Perceraian terjadi antara lain akibat pasangan suami istri terpisah dalam waktu yang cukup lama karena salah satu atau keduanya bekerja di luar Arjowilangun. Terkait dengan TKI asal Arjo wi l angun yang mengalami perma
salahan saat bekerja di luar negeri, Kusb ianto menjelaskan bahwa kasus keten agakerjaan relatif tidak banyak kar ena tidak banyak warganya yang bekerja di Malaysia ataupun Timur Tengah. Menurut Afifa Yuswanto, istri seorang mantan TKI asal Arjowilangun, hal ini dikarenakan rata-rata warga Ar jowilangun beranggapan bahwa bekerja di Malaysia maupun Timur Tengah lebih rentan masalah. Kasus TKI bermasalah yang per nah terjadi antara lain adalah warganya yang bekerja secara illegal setelah masa kontraknya usai, yang kemudian secara sengaja menyerahkan diri pada pihak berw enang agar dideportasi. Untuk warga Arjowilangun yang bekerja di Hong Kong, Kusbianto menuturkan permasalahan yang sering terjadi ialah warga yang menjadi TKI yang menghabiskan penghasilannya hanya untuk hura-hura. Ke depan, Kusbianto berharap pihak instansi pemerintah terkait perlu memberikan pembinaan pada para TKI, agar mereka tidak menghamburkan ga jinya saat di luar negeri. Hal ini diamini oleh Basori, seorang mantan TKI yang kini menjadi pemilik toko serba ada Arjowilangun. Menurut Basori, seharus nya mereka yang menjadi TKI berangkat hanya untuk mengumpulkan modal usa ha, bukan hanya mencari uang semata. Selain itu diperlukan sosialisasi mengenai proses perceraian. “lek cerai kudu balik neng ngomah dhisik (jika mau bercerai, harus pulang ke rumah dulu – Red),” ujar Kusbianto. Hal lain adalah pengawasan terhadap potongan gaji oleh PJTKI di Indonesia. Demikian pula kepergian TKI yang tanpa sepengetahuan pihak keluarga. Pendataan TKI yang lebih lengkap pun dianggap bisa meminimalisir jumlah TKI yang bermasalah. Berkaitan dengan wacana mora torium, Kusbianto mengingatkan bah wa cukup banyak sisi positif dari pengi riman TKI ke luar negeri yang tidak bisa diabaikan. Yang perlu ditingkatkan justru pembinaan dan pengawasan dari Pemerintah terhadap PJTKI yang memberangkatkan. Demikian pula mengenai kualitas TKI yang diberangkatkan, khususnya melalui tahap persiapan pemberangkatan yang lebih baik. “Jangan sekedar pokoke ono wong diberangkatke (asal ada orang lalu diberangkatkan – Red),” ujar Kusbianto. (Bharata dan Ifan Mahdiyat Sofiana)
DESEMBER 2014 Peduli
19
teladan
Ali, Eks TKI Pencetak Profe sional Bergaji 2.300 Dolar Kursusnya terkesan abal-abal, tapi hasilnya terbukti profesional. Kegiatan yang bermula dengan niat baik semata ini akhirnya mendapat pengakuan nasional. Kuncinya hanyalah kesungguhan dan dedikasi total.
20
Peduli DESEMBER 2014
boni
B
angunan sederhana itu ber dinding kayu longgar sehingga sinar matahari masih bisa me nembus celah diantara din ding-dindingnya. Dua kipas angin yang terletak di tengah ruang kelas tersebut terasa jauh dari cukup untuk mengusir hawa panas di dalam ruangan yang dipadati 33 murid. Itulah bangunan Lembaga Pelatihan Keterampilan (LPK) Bina Muda yang terletak di sebuah desa terpencil di kecamatan Penawangan, ka bupaten Grobogan, sekitar 2 jam perja lanan mobil dari kota Semarang. Meskipun begitu bersahaja, para pemuda dan pemudi yang mengikuti kursus bahasa Korea tersebut terlihat begitu serius menyimak rekaman pem bicaraan dalam bahasa Korea dan fokus melihat layar yang menyajikan latihan soal EPS-TOPIK (Test of Proficiency in Korean). Walau berpeluh keringat, wajah para pemuda itu tampak bersemangat dan penuh konsentrasi dalam belajar. Dibalik semua kebersahajaan itu muncul mutiara prestasi yang berhasil menghantarkan banyak pemuda pemudi dari desa-desa di sekitarnya untuk casciscus bahasa Korea. Kabarnya, banyak alumni LPK Bina Muda yang berhasil lolos dalam seleksi ketat dari BNP2TKI untuk bekerja sebagai TKI terampil di Korea Selatan. Sebagai contoh, pada tahun 2013, dari 124 siswa berhasil lolos 41 siswa yang berangkat ke Korea. Secara nasional, terdapat 30.000 pendaftar yang memperebutkan 2400 lowongan bekerja di Korea. Semua kisah sukses itu berawal dari pengalaman pahit seorang pemuda asal desa Winong, kecamatan Penawangan, Grobogan, bernama Ali Mashudi. Pria berperawakan kekar itu bertekad untuk keluar dari lingkaran kemiskinan dengan cara mengadu nasib bersama kakaknya bekerja sebagai TKI di Korea Selatan. Namun malangnya, pemuda ini tertipu oleh sponsor perekrut TKI hingga kehilangan
Ali di depan murid-muridnya uang sebesar Rp 25 juta. Selanjutnya, modal yang tersisa hanyalah sebuah motor bebek supra tahun 1999. Selanjutnya, diputuskan oleh orang tuanya bahwa Ali-lah yang akan bekerja di luar negeri, namun bukan di Korea Selatan melainkan di Malaysia mengingat keterbatasan dana. Dengan modal penjualan Honda Supra satu satu nya itu, berangkatlah Ali ke Malaysia dan bekerja sebagai penjaga gudang. Gaji selama bekerja di negeri jiran kemudian ia gunakan untuk membiayai kakaknya berangkat ke Korea. Di kemudian hari, kakaknyalah yang menganjurkan sang adik untuk berpindah kerja ke Korea mengingat kesejahteraan yang lebih baik. Ali kemu dian bekerja selama lima tahun di Korea Selatan, dari tahun 2005 hingga 2010. Sepulang dari Korea, pria berambut cepak ini mengalami kebingungan untuk
menentukan bidang usaha apa yang akan digelutinya. Walaupun berhasil membawa tabungan hingga 90 juta, ia belum tahu bagaimana menggunakan uang itu. Usaha pertama yang dicobanya adalah beternak burung jenis love bird. Ia menggunakan hampir seluruh tabungannya sebesar 80 juta sebagai modal usaha. Usaha ini cukup berhasil sehingga ternak burungnya semakin berkembang. Namun demikian, Ali belum puas dengan apa yang diraihnya. Ia mere nungkan kembali pengalaman hidupnya yang harus bersusah payah untuk bisa berangkat ke Korea. Peluang kerja ke Korea Selatan sesungguhnya terbuka lebar bagi pencari kerja di Indonesia, namun kendala biaya dan kesulitan ber adaptasi, khususnya kelemahan bahasa, menjadi faktor yang mempersulit ke
mungkinan bekerja di sana. Atas dasar pengalamannya sendiri, Ali memutuskan untuk mengajarkan bahasa Korea di rumahnya dengan mengutip biaya kursus yang relatif terjangkau. Jika dahulu ia harus membayar Rp 50 juta sebagai biaya belajar bahasa Korea selama seminggu dan mengurus keperluan lain, kini ia hanya menetapkan tarif Rp 1,5 juta untuk belajar bahasa Korea selama 3 bulan penuh. Bagi mereka yang belum lulus tes bahasa Korea setelah kursus 3 bulan, maka ia akan memberi kesempatan lagi untuk kursus gratis selama 3 bulan berikutnya. Gratis? “Ya, 100 % gratis pak. Saya ingin mengurangi pengangguran di desa saya”, ujarnya. Bagi Ali, kegiatan kursus bahasa Korea ini bukan sekedar usaha bisnis biasa melainkan sebuah upaya untuk me m erangi kemiskinan di daerah asalnya. Ia tidak ingin pemuda-pemuda lain mengulang pengalaman buruk yang pernah terjadi padanya, dimana ia menjadi korban penipuan sponsor yang tidak bertanggungjawab dan harus membayar biaya yang sangat mahal untuk bekeja di Korea. Belum lagi kesulitan adaptasi karena rendahnya keterampilan berbahasa Korea mengingat persiapan kursus bahasa yang hanya seminggu. Belum cukup memberikan garansi kursus gratis bagi yang belum lulus tes kemahiran berbahasa Korea, ia juga merencanakan untuk membuka usa ha pembuatan batako yang akan mem pekerjakan para murid selama mereka menunggu proses penempatan ke Korea yang bisa memakan waktu hingga ber bulan bulan. Selain itu, ia juga membe rikan pinjaman uang bagi para yatim piatu yang hendak menempuh ujian ke sempatan bekerja di Korea, yang saat ini dapat menelan biaya hingga belasan juta rupiah. Semua itu didorong oleh satu prinsip hidup bahwa dengan lebih banyak memberi dan berbagi, ia akan menerima lebih banyak di kemudian hari. Di masa depan, Ali juga menjajaki kemungkinan untuk membentuk usaha bersama yang modalnya merupakan gabungan darinya dan para mantan muridnya yang telah selesai bekerja di Korea. “Saya ingin mem buka usaha Alfamart atau Indomart yang
modalnya berasal dari urunan mantan murid saya setelah pulang ke tanah air,” ujarnya. Selain mengajarkan keterampilan berbahasa Korea, Ali juga membagikan pengalamannya dalam menjalani tahapan proses persiapan, ujian keterampilan bekerja di Korea hingga proses kepu langan ke tanah air. Sebagai contoh, ia mengajarkan para siswa bagaimana mengurus visa, tips menghadapi ujian, dan menekankan pentingnya disiplin diri agar mampu bekerja dengan baik. Berkat ketekunan, disiplin dan kerja keras, usaha kursus ini semakin berkembang. Dari yang awalnya hanya 7 murid kini jumlah muridnya telah membludak dan berhasil memiliki lebih dari 100 murid. Muridnya bukan hanya berasal dari desa–desa sekitar, namun juga datang dari kota kota lain seperti Semarang, Jombang bahkan Lampung. Kini rumahnya sudah tidak mampu lagi menampung sedemiki an banyak murid sehingga ia harus menye wa sebuah gedung sederhana milik sauda ra iparnya sebagai lokasi kursus. Berkat perkembangan yang pesat tersebut kini ia telah membuka satu cabang baru LPK Bina Muda di wilayah lain di Kabupaten Grobogan. Seluruh tenaga pengajarnya adalah sesama eks TKI Korea. “Bagi kami, pak Ali merupakan sumber inspirasi untuk meraih masa depan,” kata salah seorang muridnya dengan penuh kebanggaan. Saat ini telah terdapat ratusan alumni LPK Bina Muda yang bekerja di Korea Selatan. Banyak dari mereka berbagi cerita kisah kesuksesan di negeri ginseng itu. Hal ini tidaklah mengejutkan mengingat tingginya kesejahteraan pe k erja terampil di Korea. Sebagai gambaran, pada tahun 2013 gaji di Korea per bulan untuk TKI pemula sekitar Rp 9 juta sampai Rp 11 juta, tergantung bidang pekerjaannya. Bagi TKI yang sudah lama bekerja dengan tingkat keahlian dan profesional yang memadai, gaji per bulannya bisa mencapai 2.300 dollar Amerika atau kurang lebih Rp 27 juta dengan asumsi nilai tukar 1 dollar Amerika sebesar Rp 12.000. Itu merupakan jumlah gaji bersih mengingat makanan dan akomodasi telah disediakan perusahaan. Tidak mengherankan jika
ada beberapa mantan muridnya yang kini secara rutin mampu mengirimkan uang ke keluarga di desa asal hingga Rp 36 juta per dua bulan. Keberhasilannya tersebut telah menarik perhatian beberapa pihak ter kait. Sebagai contoh, pada tahun 2013 Ke pala BNP2 TKI, Jumhur Hidayat, pernah mengadakan kunjungan ke desa Winong dalam rangka safari Ramadhan. Selain itu, BNP juga memberikan apresiasi kepada LPM Bina Muda dengan pemberian peng hargaan bagi LPM Bina Muda sebagai salah satu dari 7 LPK berprestasi tingkat nasional. Sebuah prestasi yang sangat membanggakan di tengah keterbatasan yang ada. Selain itu, keberhasilan ini telah mengangkat kesejahteraan masyarakat desa Winong secara umum mengingat banyaknya pemuda desa yang bekerja di Korea. Hal ini dapat terlihat dari kondisi sebagian besar rumah penduduk di desa tersebut yang layak huni dengan mobil yang terparkir di halamannya. Bagi para calon TKI, Ali berpesan agar mereka selalu berhati-hati dalam memilih bidang pekerjaan serta negara tujuan bekerja. Mereka harus banyak bertanya dan menggali informasi, khu susnya kepada para eks TKI yang telah kembali ke tanah air, sebelum mereka memutuskan untuk merantau sebagai TKI di luar negeri. Setelah mendapatkan informasi yang cukup, para calon TKI itu harus mempersiapkan diri secara sungguh sungguh untuk mempelajari berbagi ke terampilan teknis dan ketrampilan ber bahasa asing, sesuai kebutuhan di negara tujuan. Setelah kembali ke tanah air, diha rapkan para TKI dapat membuka usaha mandiri dan tidak perlu lagi mencari nafkah di luar negeri. Ali membayangkan, seandainya setiap TKI eks Korea yang pulang ke Indonesia dapat membuka usaha yang menyerap 10 orang saja, maka efek peningkatan kesejahteraan dan penyerapan tenaga kerja di Indonesia akan sangat dahsyat. Negeri ini membutuhkan ribuan Ali lain yang dengan semangat pantang menyerah berusaha menaklukan keterbatasan dan memberikan manfaat bagi masyarakat di sekitarnya. (Boni)
DESEMBER 2014 Peduli
21
laura
TELADAN
Batik model Jambearum
Empati Yang Menginspirasi “
B
udhe, budhe, mau pergi lagi kemana?” teriak si kecil di depan pagar sambil sambil terus me manggil. Setiap pagi, hati sang budhe teriris-iris melihat wajah polos balita yang dengan setia menunggunya lewat. Ia, seolah menjadi pengganti ibu si anak yang kini jauh dari dari rumah. Jadi TKW di negeri seberang. Maraknya permasalahan TKW di Luar Negeri serta kenyataan bahwa para TKW yang sudah berkeluarga harus meninggalkan keluarga membuatnya merasa semakin prihatin. Sang budhe mengaku termotivasi untuk membantu para wanita di desanya karena melihat 22
Peduli DESEMBER 2014
Panggilan mungil itu ternyata sebuah energi yang luar biasa. Mampu menggerakan sebuah tekad dan mengubah cara pandang. Selamat datang di desa wisata Jambearum.
anak tetangganya yang masih berusia dua tahun sudah ditinggal oleh ibunya yang menjadi TKW di Arab Saudi. Rumah sang budhe tak jauh ber beda dengan hunian lainnya di sebuah desa kecil di Kendal, Jawa Tengah. Yang membedakan adalah kedermawanan sang pemilik rumah yang walau hidup dengan
sangat sederhana, namun masih bersedia meluangkan waktu dan tenaga untuk pe duli kepada masyarakat sekitarnya, ter utama pada kaum perempuan yang tak memiliki mata pencaharian. Di depan rumah tampak spanduk berukuran sedang bertuliskan ‘Sanggar Batik Jambekusuma’, yang menjadi tempat
para wanita desa setempat berkreasi menghasilkan batik-batik yang kini telah diekspor keluar negeri. Semua itu berawal dari seorang wanita sederhana yang prihatin dengan kondisi keluarga para TKW, khususnya anak-anak kecil yang harus tumbuh tanpa kehadiran sang ibu. Wanita tersebut bernama lengkap Sri Lestari (34) wargadesa Jambearum, Kecamatan Patebon, Kendal, Jawa Tengah. Semangat yang luar biasa tampak pada wanita yang berjuang bagi desanya ini. Wanita bertubuh ramping ini tak kenal lelah memberikan wejangan-wejangan ringan namun penuh manfaat bagi para wanita yang tekun membatik di halaman rumahnya. Rumah yang dikelilingi oleh rerumputan tersebut kini menjadi rumah yang paling dikenal di desa Jambearum, Kendal, karena aktivitas batiknya yang menjadi trademark wisata desa tersebut. Ibu dua anak ini bercita-cita me man d irikan desanya terutama para wanita yang bekerja sebagai TKW untuk beralih membuka usaha di tanah air. Tari, begitu ia kerap disapa, tahu persis bahwa ada resiko yang sangat besar bagi wanita yang memutuskan untuk pergi menjadi TKW keluar negeri. Menyadari bahwa pada dasarnya para wanita dari desa Jambearum memi liki potensi dan kreatifitas yang tinggi, Sri Lestari yang bekerja sebagai PNS pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Kendal itu, memutuskan untuk berjuang mengangkat kehidupan para wanita tersebut lewat batik. Adalah kenyataan bahwa hampir setiap rumah di desa Jambearum mengirimkan anggota keluarga perempuan untuk berangkat menjadi TKW. Bagi Tari, hal tersebut bukan merupakan suatu prestasi. Menurut pengamatannya, warga desa Jambearum banyak yang kreatif jika dilatih dengan berbagai ketrampilan. Kalau dapat membuka usaha, maka mereka tak perlu lagi pergi menjadi TKW. Dengan demikian, tentu para wanita tersebut dapat terus mengurus keluarganya dan mengikuti tumbuh kembang anak dengan baik. Hal inilah yang kemudian menggugah hatinya untuk mencari pihak- pihak yang dapat memberikan pelatihan menjahit atau membatik bagi para wanita tersebut. Tari mengetahui bahwa salah seorang eks TKW sangat mahir menjahit namun terbentur pada keterbatasan sa
rana prasarana. Ia berusaha mencari informasi pelatihan menjahit yang mungkin tersedia. Ia kemudian mendaf tarkan eks TKW tersebut untuk dapat belajar membatik di Disnakertrans. Kini wanita berkacamata ini boleh berbangga, pasalnya tetangga eks TKW tersebut kini menjadi sangat sukses, dimulai dengan usaha membatik dan kini berkembang menjadi usaha menjahit baju batik dengan omzet yang mencapai belasan juta. Dimulai dari seorang wanita eks TKW yang diajaknya untuk mengikuti pelatihan membatik di Disnakertrans pada tahun 2010, kini di sanggarnya sudah ada 15 pembatik dimana 7 diantaranya adalah eks TKW yang memutuskan untuk tidak lagi berangkat keluar negeri karena kini telah memiliki pemasukan yang memadai. Ia mengembangkan motif baru batik dengan gambar pohon jambe. “Meski begitu, jujur saja masih ada TKW yang sudah pulang namun memilih untuk berangkat lagi,” ungkapnya. Atas kegigihannya, Desa Jambearum kini dikenal sebagai DesaWisata khususnya dalam hal batik. Tari mengaku tidak ada sama sekali niat lain se lain berusaha menyalurkan potensi para wanita desa yang sebelumnya banyak menjadi TKW. Usaha batiknya dimulai dengan merogoh kocek senilai Rp 400.000,- yang harus ia relakan sebagai modal awal untuk seorang eks TKW mem buat batik. Baginya, tidak masalah karena sebagai permulaan dibutuhkan motivasi yang tinggi. “Saya bilang, setidaknya un tuk bisa dipakai sendiri dulu untuk modal,” jelasnya seraya mengingat-ingat masamasa awal perjuangannya. Kini ia dapat tersenyum melihat begitu banyak batik yang sudah dihasilkan dan memberikan manfaat bagi para wanita di desanya. Kegiatan membatik kini menjadi kegiatan rutin yang menjadi trademark desa Jambearum. Di rumah Tari sendiri, setidaknya ada 3 sampai 4 pembatik yang membatik di teras rumah setiap harinya. Atas usahanya pula berdiri sebuah sanggar yang menjadi tempat singgah utama para pembatik. Sanggar batik tersebut terbuka bagi siapa saja yang memiliki minat untuk belajar membatik. Sanggar itu dinamai sanggar Jambe Kusuma yang artinya desa perkasa, karena banyak wanita perkasa yang tadinya adalah TKW kini sukses menjahit dan membatik dan memiliki penghasilan
sendiri. Perkasa betul memang wanita ini. Sederhana namun masih bisa peduli pada orang lain. “Kalau untuk kepentingan sosial kita dahulukan, rezeki ngikut sendiri. Siapa menanam pasti menuai, jangan kuatir kita tidak menuai disitu, di suatu tempat pasti ada. Itu prinsip hidup saya yang diajarkan oleh orang tua saya,” ujarnya. Tari bercerita mengenai tetanggatetangganya yang menjadi TKW dan harus menerima perlakuan yang buruk oleh majikannya. Ia mengaku tidak tega mendengar kisah pilu mereka. Namun ia kini lega karena kontribusinya telah berbuah nyata. Berawal dari kain yang dimodalinya kepada seorang eks TKW. Kain-kain tersebutlah yang kini berhasil meyakinkan beberapa TKW di desanya untuk memiliki usaha batik dan hidup dari usaha batik tersebut. Berkat usaha serta kegigihannya da lam melestarikan batik serta meningkat kan taraf kehidupan para wanita khusus nya TKW di desanya, pada April 2013 Dinas Pariwisata Jawa Tengah menetapkan desa Jambearum sebagai desa Batik. Produksi batik di desa tersebut kini sudah cukup besar, terdiri dari batik cap dan batik tulis baik yang berupa bahan maupun baju jadi. Berawal dari modal Rp 400.000,- yang dikeluarkan oleh Tari, kini satu orang mampu memperoleh keuntungan kurang lebihRp 2 juta setiap bulannya. Oleh karena pemasukan yang cukup baik, para mantan TKW tersebut tidak lagi berkeinginan berangkat keluar negeri. Lebih lanjut, Tari menyebutkan bahwa kini sanggarnya juga sudah mulai bisa memberikan pelatihan membatik pada warga lain lintas desa lintas kecamatan. Untuk memberikan pelatihan, Tari mengaku tak pernah mematok biaya tertentu. Baginya, sudah merupakan kebahagiaan jika keterampilan membatik dapat diajarkan kepada banyak orang khususnya para eks TKW. Ia mengatakan bahwa jika ada desa atau kecamatan yang minta diajari namun tidak memiliki anggaran, ia siap mengeluarkan biaya dari kas yang dimiliki sanggarnya. “Dalam perjalanan hidup saya, meskipun secara ekonomi saya tidak banyak, tapi saya selalu bertemu dengan orang baik. Saya percaya di dunia ini banyak orang baik. Kalau anda belum menemukan, dimulai dari diri Anda sendiri. Jadilah orang baik, pasti anda akan banyak menemukan orang-orang yang baik,” ujarnya dengan penuh keyakinan. (Laura)
DESEMBER 2014 Peduli
23
peluang
Di Balik iPhone TKI di Rusia
S
alah satu kemeriahan HUT RI di Moskow Agustus 2014 lalu adalah kehadiran 200an TKI terapis spa yang umumnya berasal dari Bali. Berbondongbondong mereka datang ke kedutaan sejak matahari baru mulai membuka matanya. Mereka menggunakan pakaian daerah walau suhu melorot hingga 10 derajat Celcius. Terpancar jelas keceriaan di wajah mereka. Dalam beberapa tahun terakhir ini orang Rusia memang lagi gandrung
spa Bali. Di bawah bendera perusahaan 7Krasok, atau sering diucapkan Simkra sok, bisnis ini merambah ke lebih 4 kota besar dengan pemijat, sejauh ini kalau dijumlah, pada kisaran 300 wanita. Bahkan dalam setahun belakangan mu lai muncul juga usaha jasa spa lain yang mencoba mengekor perusahaan pe mula. “Kedatangan orang Rusia di Bali sejak beberapa tahun lalu memberikan pengaruh tersendiri atas maraknya jasa massage Bali di sini,” ujar Dubes RI, Djauhari Oratmangun.
M. Aji Surya
Yang terlihat hanyalah kemewahan. Semua TKI di Rusia ber-gadget iPhone dan iPad. Di balik itu ternyata ada sebuah rahasia besar yang perlu dimengerti.
Para pemijat Spa asal Indonesia di Moskwa 24
Peduli DESEMBER 2014
Satya, wanita tengah baya asal Bali misalnya, mengaku telah berada di Rusia lebih dari 8 tahun. Ia krasan-krasan saja karena tiap bulan bisa menabung minimal 1.000 dolar AS. Wanita berkulit sawo matang ini adalah pionir spa Bali di Rusia dan karenanya memiliki sertifikat paling tinggi: grand master. Kalau mau pijat sama Satya mesti rela ngantri beberapa hari. “Kami di sini aman semua karena legal. Perusahaan juga mengurusi ma kanan, kesehatan hingga uang liburan kami. Yang penting kami kerja keras dan jujur,” tukasnya dengan muka berbinar. Tidak hanya Satya, semua temantemannya juga mengaku tidak memiliki masalah. Tantangan yang ada hanyalah musim dingin yang kadang bisa sampai minus 30 derajat Celcius. “Tapi kalau dingin dan lagi tidak ada tamu, bos menyuruh kami beristirahat di ruangan yang hangat, supaya kalau ada tamu kita dalam keadaan fresh. Bahkan bos menyediakan selimut,” celetuk lainnya. Rupanya manajemen perusahan sangat perhatian atas kebugaan para pemijat. Karena punya lumayan banyak duit, maka hampir semua TKI spa di Rusia memiliki gadget yang top marko top. Minimal menggenggam Iphone 4 dan rata-rata memakai Iphone 5. Bahkan tidak sedikit yang menenteng iPad retina display. Kemanapun pergi, tangannya selalu memainkan tut-tut hape tercang gih atau berkomunikasi melalui media sosial, khususnya facebook. “Kami membeli semua ini di Rusia untuk komunikasi. Harga gadget yang rata-rata dibeli mulai dari 8 juta rupiah hingga 16 juta. Pokoknya kami senang di Rusia ini,” ujar Satya yang diamini se mua temannya. Kemudian mereka ber gerombol lalu minta dijepret barengbareng. “Ciiiiiiis,” teriaknya. Dalam sebuah riset jajak pendapat yang dilakukan oleh Direktorat Per lindungan WNI dan BHI baru-baru ini ditemukan sebuah kenyataan yang men stabilo pernyataan Satya. Sebanyak 99 persen TKI di Rusia menyatakan nyaman tinggal di negeri beruang putih. Ada 64 persen mengaku punya hubungan sangat baik dengan manajemen dan tak seorang pun yang memiliki hubungan buruk. Atas pendapatan yang diperoleh selama ini, 23 persen dari mereka menga ku sangat puas, 76 persen sedang. Di sisi lain, 100 persen responden mengaku memiliki rasa aman selama tinggal di negeri ujung dunia tersebut serta 99 persen puas dalam berhubungan dengan
KBRI Moskow. Tidak heran, alias bisa dimaklumi kalau 36 persen responden ingin kem bali ke Rusia setelah selesai kontrak, 56 persen pikir-pikir dan 5 persen tidak ingin kembali. Ini benar-benar menggaris bawahi tentang kenyamanan hidup serta perlindungan yang sangat cukup dari KBRI di Moskow. Dampak dari itu semua dapat diterka. Arus pekerja Indonesia ke Rusia di bidang spa kemungkinan akan naik. Sebanyak 40 persen responden menyam paikan bahwa banyak teman-temannya dari Indonesia tertarik bekerja di Rusia setelah mendengar cerita mereka. Pengin mencicipi dolar sambil menikmati musim dingin yang luar biasa eksotisnya. Satu rahasia umum paling penting di balik aneka kegembiraan yang tampak adalah soal kepatuhan hukum. Pekerja spa di Rusia direkrut melalui sebuah agen yang ada di Bali. Merekalah yang bertanggungjawab atas ketrampilan, dokumen keimigrasian hingga kebe rangkatan ke Rusia. Termasuk di da lam n ya kemampuan berkomunikasi dasar dalam Bahasa Rusia. Jadi tidak ada dokumen abal-abal. Bahkan mereka diberangkatkan dengan menggenggam Kartu Tanda Kerja Luar Negeri (KTKLN) yang dikeluarkan Kemnakertrans. Ketika tiba di negeri tujuan, peru sah an perekrut juga memperlakukan secara benar. Kepada mereka diberikan kamar yang sangat layak. Satu kamar berempat. Vitamin untuk menjaga vitalitas diberikan setiap saat. Obatobatan ringan gratis. Beras disediakan secara cukup. Meskipun tidak dibekali asuransi, namun dalam prakteknya, ada seorang pemijat yang terkena stroke dan menelan biaya lebih dari sepuluh ribu dolar, diberesi oleh sang majikan. Jadi, sejauh ini boleh dibilang dalam keadaan aman dan terkendali. Gaji paling rendah yang diterima sebagai pemijat dengan sertifikat master adalah 515 dolar per-bulan. Di samping itu, mereka masih berhak mendapatkan bonus yang berbeda-beda untuk setiap paket pijat yang diminta oleh pelanggan. Ada yang bonusnya 5 dolar, ada pula 12,5 dolar. Dengan demikian akumulasi gaji plus bonus untuk pemijat pemula bisa pada kisaran 800-1000 dolar per-bulan. Khusus di ibukota Moskow, pendapatan segitu dianggap sangat biasa, alias tidak rame pelanggan. “Gaji dan bonus itu diberikan dalam bentuk dolar AS setiap bulan. Dan selama saya bekerja di sini belum pernah saya
tukarkan dengan uang setempat. Untuk hidup keseharian, saya dan kawan-kawan sangat cukup dari tips yang diberikan pe langgan,” ujar seorang pemijat di kota ujung Rusia, St. Petersburg. Kontrak kerja yang mereka teken minimal dua tahun. Namun karena ba nyak yang betah sehingga tidak sedikit yang berani kontrak hingga 6 tahun. Tentu saja gaji terus meningkat dan setiap tahun diberikan cuti sebulan pulang ke Indonesia dengan tiket dari kantor. Diperkirakan, bisnis pijat ini menghasilkan banyak uang dan manajemen perusahaan cukup tahu bagaimana memanjakan para pelanggannya. Kalau sempat melongok ke tempat mereka kerja, maka terlihat perusahaan spa 7Krasok misalnya, relatif profesional. Untuk ukuran Indonesia, tempatnya ter golong sangat bersih dan luks. Semua ruangan tercium bau wewangian aroma therapi. Lampu dan perkakas lain sangat modern. Jauh dari urusan yang berbau esek-esek. Soal keamanan pemijat juga di perhatikan. Kepada mereka dibolehkan “memukul” manakala ada tamu yang usil. “Saya pernah nonjok pelanggan sampai hidungnya berdarah karena berani nyoel ini saya,” ujar seorang pemijat sambil menunjuk bagian dadanya yang gembul. Khusus di kota Moskow, kepada para tamu disediakan jamu Indonesia agar terasa lebih sehat. Menurut mana jemen, para tamu sangat suka dengan jamu karena rasanya yang eksotik. Di Indonesia, aneka jamu itu mirip beras kencur namun disajikan dengan cara yang menarik. Dalam kesempatan tujuh belasan di taman KBRI Moskow itu, wakil dari Kemlu, seorang pejabat dari Direktorat Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemlu menggarisbawahi bah wa semua TKI harus berhati-hati dalam menggunakan uang. Harus ada rencana investasi di Indonesia, baik untuk usaha atau pendidikan. Tidak lupa kepada me reka diingatkan tentang anak, suami dan keluarga yang senantiasa menanti kehadiran mereka. Sementara itu, Dubes RI untuk Rusia dan Belarusia, Djauhari Orat mangun juga tidak henti menasehati agar mereka tidak berfoya-foya. Harus men taati aturan setempat dan senantiasa berkomunikasi dengan staf KBRI. “Ada semut yang sempat gigit kalian, segera laporkan kepada saya biar saya beresi,” ujarnya. (M. Aji Surya)
DESEMBER 2014 Peduli
25
wawancara
MENLU RETNO LP MARSUDI:
abun bunyamin
Perlindungan Terkait Nyawa Dan Marwah Bangsa
26
Peduli DESEMBER 2014
DESEMBER 2014 Peduli
27
wawancara
abun bunyamin
Tidak perlu mempermasalahkan urutan. Namun yang saya dapat sampai kan bahwa isu utama politik luar negeri (polugri –red) kita itu meliputi isu ke daulatan, isu perlindungan WNI, isu eko nomi, dan engagement Indonesia dalam forum regional dan global. Sudah tidak bisa diragukan, perlindungan menjadi salah satu isu prioritas dalam polugri Indonesia. Kita akan kerjakan dengan semaksimal mungkin.
A
lhamdulillah. Tanggal 4 Desember 2014 telah men jad i hari istimewa. Menlu wanita pertama di tanah air, HE. Retno LP Marsudi, ber kenan bertandang ke markas Peduli di Direktorat Perlindungan WNI dan BHI, pinggir Kali Pejambon. Selama le bih dari setengah jam, aneka masalah krusial tentang perlindungan WNI men jadi bahan perbincangan. Ditemani se gelas air putih, kepada Pimred M. Aji Surya dan staf redaksi, Joneri Alimin dan Abun Bunyamin, alumnus UGM ini menekankan tekadnya untuk mem bereskan urusan di sektor hilir perlin dungan. “Dalam hal ini saya tidak akan menolerir terjadinya korupsi dalam bentuk apapun,” tegasnya. Lebih detail, berikut ini petikannya: Pertama, atas nama redaksi, kami mengucapkan selamat atas penugasan Ibu sebagai Menlu wa nita pertama di Indonesia. Sesuatu banget. 28
Peduli DESEMBER 2014
Matur nuwun. Mohon dukungan nya selalu. Dengan bersama-sama kita akan mampu menyelesaikan tugas se berat apapun. Di era Kabinet Kerja sekarang ini, tiba-tiba Menlu sangat hands on pada urusan perlindungan WNI di luar negeri. Bahkan, tidak jarang terlihat ingin tahu detail setiap ma salah yang ada. Apakah ada pesan khusus yang disampaikan Presiden Jokowi tentang perlindungan? Ceritanya itu begini loh. Pada hari pertama rapat kabinet, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa pemerintah ha nya memiliki satu visi dan misi, yaitu visi dan misinya presiden dan wa kil presiden . Nah, para menteri kabi net hanya menerjemahkan dan meng implementasikan visi dan misi tersebut berdasarkan tugas dan fungsinya masingmasing. Dalam visi dan misi presiden itu terlihat bahwa perlindungan warga negara dan buruh migran Indonesia menjadi hal yang utama. Oleh karena
itu, Kemlu dalam mengimplementasikan visi dan misi tersebut menempatkan perlindungan warga negara Indonesia sebagai isu prioritas dalam menjalankan politik luar negeri. Tidak dapat kita pungkiri bahwa warga negara kita di luar negeri sangat besar jumlahnya. Sebagian dari mere ka membutuhkan bantuan dan perlin dungan dari pemerintah. Minggu lalu, Presiden Jokowi melakukan e-blusukan ke beberapa titik dimana buruh migran banyak berada. Presiden memperoleh masukan yang sangat banyak dari para buruh migran yang perlu di address baik dari hulu maupun dari hilir. Saya menyambut baik pernyataan komitmen untuk memperbaiki sektor hulu. Sebab kalau hulunya tidak beres, maka di hilirnya akan muncul masalah besar. Dari e-blusukan itu saya telah menindaklanjuti yang menjadi bagian kita. Boleh tahu, isu perlindungan WNI ada pada urutan prioritas ke berapa di Kemlu?
Apa makna perlindungan da lam konteks kekinian? Perlindungan itu maknanya bah wa setiap WNI di luar negeri harus me rasakan keberadaan Pemerintah dimana saja ia berada. Maksudnya, WNI terus me rasa nyaman karena mereka tahu bahwa pemerintah ada dan peduli terhadap mereka. Jadi mereka selalu seperti berada di rumah sendiri walaupun di negeri orang. Kita, misalnya, punya terobosan yang sedang disiapkan. Setiap provider telepon akan diminta untuk membuat layanan pesan pendek (SMS) otomatis kepada setiap WNI yang baru tiba di sebuah negara, seketika setelah menya lakan telepon genggamnya. Katakanlah ada WNI yang melakukan perjalanan ke Singapura, nah ketika yang bersangkutan tiba di Changi International Airport dan menyalakan handphone-nya maka akan muncul pesan singkat yang menginformasikan alamat KBRI Singapura. Diharapkan seluruh WNI yang ada di luar negeri mengetahui bah wa perwakilan RI di luar negeri adalah tempat pertama kali mereka mengadu apabila mendapat permasalahan. Dengan demikian mereka akan merasa aman dan nyaman dan tidak perlu bingung kemana harus mengadu. Untuk implementasi ide ini, saya telah berbicara dengan Menteri Kom info. Mereka kemudian akan mendis kusikannya dengan beberapa provider telepon di Indonesia untuk menyediakan pelayanan baru dimaksud. Saya harap hal ini dapat terealisir dalam waktu tidak lama lagi. WNI di luar negeri berhak mendapat perlindungan, namun bagaimana batasan perlindungan itu sendiri? Sulit menerjemahkannya secara kongkrit, namun saya lebih cenderung bermain di ruhnya, bahwa semua WNI harus dilindungi. Dalam pelaksanaannya, Kemlu tidak bisa bekerja sendiri, namun
memerlukan koordinasi dan sinergi yang kuat dengan berbagai instasi dan lembaga terkait lainnya. Misalnya, terdapat sejumlah masalah TKI di luar negeri, Kemlu akan hadir dalam penanganan permasalahan tersebut dimana fungsi Kemlu akan jelas. Saya telah berdiskusi panjang lebar dengan Menaker dan Kepala BNP2TKI untuk mengedepankan masalah perlindungan di sektor hulu. Kita sendiri telah berkomitmen bahwa sektor hilir menjadi tanggung jawab Kemlu. Apabila Kemlu bertanggung jawab di hilir, apakah staf Kemlu masih perlu melakukan blusukan sampai kabupaten dan kecamatan? Bukanlah ini tidak akan overlapp ing dengan pekerjaan Kementerian atau Lembaga lain? Begini ya. Benar bahwa beberapa instansi di hulu telah memiliki perpan jangan tangan yang mampu menjangkau kabupaten bahkan ke kecamatan-ke camatan di seluruh pelosok Indonesia. Namun keberadaan Kemlu di daerah se benarnya hanya untuk memastikan bahwa permasalahan yang muncul di hilir telah tertangani dengan baik sampai tuntas. Dengan demikian kehadiran kita di hulu tidak akan mengambil alih lahan tetangga. Sekarang pindah ke morato rium. Telah terjadi pro dan kontra atas kebijakan ini mengingat banyak pihak yang punya kepentingan. Ba gaimana kedepannya? Jawaban saya singkat saja. Selagi negara penerima tersebut belum memiliki instrumen yang kita anggap mampu me lindungi buruh migran Indonesia di negaranya, moratorium tersebut tidak akan dicabut. Kita jangan main spekulasi karena ini banyak terkait dengan nyawa dan juga marwah bangsa. Bagaimana dengan ada nya fakta bahwa meskipun mora tor ium diberlakukan, namun oknum-oknum yang tidak ber tanggungjawab tetap memberang katkan TKI, bahkan ke negara ra wan sekalipun? Jadi tetap saja ada kebocoran. Kita sadari bahwa permasalah ini ada di hulu. Namun Kemlu harus tetap aktif dalam memberantas segala bentuk tindakan kriminal yang merugikan TKI bahkan negara. Saya sudah menyampaikan ke seluruh perwakilan untuk terus berupaya meminimalisir kasus ini sesuai dengan kewenangan yang kita miliki. Di pusat juga
kita harus memperkuat koordinasi dan sinergi dengan kementerian dan lembaga terkait dan tidak jera men-sounding isu ini pada setiap kesempatan. Melihat masalah yang di tangani oleh DIrektorat Perlin dungan WNI dan BHI yang setahun nya berkisar 17 ribu kasus, adakah rencana Ibu untuk meningkatkan status direktorat atau setidaknya menambah jumlah staf? Kalau untuk memeningkatkan status direktorat untuk menjadi lebih tinggi sepertinya tidak. Kan kabinet sekarang ini mengedepankan efisiensi. Namun seperti yang saya sampaikan tadi, perlindungan WNI adalah salah satu isu prioritas, karenanya kita akan melakukan optimalisasi pada Direktorat PWNI dan BHI. Baik itu sumberdaya manusianya maupun sistemnya. Menlu terus menekankan kepada kepala perwakilan tentang zero tolerance terhadap korupsi, harus adanya hot line 24 jam dan perwakilan harus selalu hands on terhadap perlindungan. Ada apa di balik semua pesan tersebut? Salah satu tugas saya adalah mengingatkan. Ini perlu dilakukan karena memang manusia tempatnya lupa dan salah. Sebelum terlanjur lupa dan salah maka biarkan saya selalu mengingatkan. Namun kalau sudah diingatkan beberapa kali masih juga lupa, maka tentunya ada sanksi yang harus diterapkan. Saya akan tegas dalam hal ini. Akar masalah TKI adalah ke miskinan, kebodohan dan eksplo itasi. Adakah resep yang bisa dite rapkan untuk mengatasi masalah TKI di luar negeri? Saran saya, lakukan edukasi ke pada mereka melalui kampanye kepe dulian masyarakat. Kampanye harus terintegrasi, sistematis, tepat sasaran dan berkesinambungan. Tentunya edu kasi jangan hanya di masyarakat kota namun harus sampai ke kecamatan-ke camatan. Mintalah bantuan kepada to koh masyarakat dan jangan lupa kaum intelektual dilibatkan. Pertanyaan terakhir, apa pe san Menlu kepada staf yang melak sanakan pekerjaan perlindungan di Kemlu? Kedepankan empat hal: kepedulian, keberpihakan, empati dan ikhlas.
DESEMBER 2014 Peduli
29
event
Namanya memang kampanye, tapi tidak terkait dengan partai politik. Akan lebih tepat disebut blusukan ke kantong-kantong TKI. Inilah aktifitas baru yang dilakukan Kemlu sejak medio 2014.
30
Peduli DESEMBER 2014
Tahun Pr Dengan Cara Blusukan apalagi sebagai pembantu rumah tangga. Maklumlah, dalam dua pekerjaan itu posisi pekerja menjadi sangat rawan perlindungan. Untuk melengkapinya, dibuat juga partisi buku “6 jurus jitu TKI”dan buku saku “”99 Tips Menjadi TKI Sukses”. Semua produk cetak tersebut secara periodik dikirimkan ke banyak pihak, mulai pengambil kep ut usan hingga para TKI.
Kunjungan ke daerah-daerah di lakukan secara integratif yang langsung merangkul semua kalangan. Dalam dua hari kunjungan minimal dapat dilakukan 8 kegiatan, mulai pemasangan baliho berdurasi satu bulan, dialog interaktif di radio dan teve lokal, kunjungan ke redaksi media cetak dan pertemuan dengan tokoh masyarakat, kampus dan juga pemerhati TKI. Kegiatan terpadu tersebut telah berlangsung di berbagai kota seperti Surabaya, Malang, Madura, Batam, Nunukan, Yogyakarta dan lainnya. Di tingkat nasional, kerjasama dengan RRI Pro-3 FM dirasakan man faatnya. Melalui bincang-bincang yang
foto-foto: M. Aji surya
S
uasana Direktorat Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indo nesia (bhi) sontak menjadi sedikit lain. Bukan hanya me nerima pengaduan para TKI dan keluarganya tentang gaji yang belum dibayar. Tidak juga hanya mengurus uang diyat yang segede gambreng. Tiba-tiba, beberapa staf bertemu dengan orangorang yang berkecimpung dalam bisnis radio, televisi dan juga para pengusaha baliho. Ada juga yang mulai melakukan membangun jaringan melalui media sosial. Pun, kegiatan tulis menulis menjadi marak. Memang, sejak Juli 2014, Direkto rat yang berlokasi di pinggir Kali Pejam bon ini sedang menyiapkan sebuah ke g iatan blusukan yang dinamakan kampanye penyaradaran publik, atau kerennya disebut PAC (public awareness campaign). Target kegiatan ini memang bukan hanya kalangan TKI, namun juga mereka yang diperkirakan mampu memberikan pengaruh positif bagi masyarakat yang ingin menjadi tenaga kerja di luar negeri. Sang direktur, Tatang Budie Utama Razak, menegaskan bahwa kegiatan blusukan ini wajib hukumnya dan harus dilakukan secara serius. Rupanya dimak lumi, tanpa kesadaran publik yang lebih baik tentang bekerja di luar negeri maka Kementerian Luar Negeri akan terus me nerus kebanjiran masalah yang terkait dengan TKI. “Tahun ini adalah tahun public relations (PR),” ujarnya dalam berbagai acara. Kegiatan blusukan itu, antara lain, diejawantahkan dengan menjaga ritme penerbitan majalah Peduli yang memang di design sedemikian rupa untuk menggugah kesadaran d an me m u nc u l k a n semangat tidak pergi di luar negeri untuk pekerjaan kasar,
disiarkan ke seluruh pelosok Indonesia tersebut, berbagai tema dibicarakan. Persoalan hukuman mati, penyelundupan manusia, bermigrasi yang aman dan ba gaimana menjadi TKI sukses, hanyalah beberapa contoh tema yang mendapatkan sambutan hangat dari masyarakat. Direktorat PWNI dan BHI Kemlu mencoba untuk menggunakan mantan TKI yang sukses, Nuryati Solapari, menjadi “duta perlindungan”. Di program “Bukan Empat Mata” yang dengan host Tukul Arwana misalnya, dosen yang sebentar lagi menjadi doktor tersebut menjadi salah satu bintang yang mampu mengungkapkan kegigihannya dalam mengarungi kehidup an hingga saat ini menapaki karir sebagai dosen. Nuryati juga seringkali diajak wawancara dalam berbagai acara.
Media sosial tidak bisa ditinggalkan dalam kampanye di zaman tekonologi informasi sekarang ini. Selain sebagai wahana untuk melakukan komunikasi antar anggota, facebook yang beralamat di
[email protected] dan twitter di @PeduliTKI telah dijadikan wadah berbagai informasi per-TKI-an. Hampir semua informasi media yang terkait TKI selalu ter-update. Pada per kembangannya, para TKI rupanya lebih banyak memilih menggunakan facebook dibanding twitter. Dalam 4 bulan sejak kelahiraannya FB peduli tki telah me miliki 3.050 anggota sedangkan di twitter sebanyak 147 orang. Semua upaya untuk penyadaran publik, khususnya terkait dengan perlin dungan warga negara Indonesia di luar
negeri memang masih sangat jauh dari sempurna. Harus terus dilakukan se cara konsisten dan berkesinambungan. Apa yang dilakukan oleh Direktorat Per lindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia hanyalah setitik upaya yang perlu didukung oleh pihak terkait lainnya. Tanpa kebersamaan sangat sulit mewu judkan perlindungan yang optimal. (M. Aji Surya)
DESEMBER 2014 Peduli
31
PERISTIWA
T
idak berbeda dengan hari biasa, terminal kedatangan internasional 2D Bandara Soekarno-Hatta terlihat ramai sore itu. Tampak orang asing yang lalu-lalang setelah menyelesaikan urusan di bagian imigrasi, pramugari yang mengenakan seragam warna-warni serta para porter yang menawarkan jasa untuk membantu penumpang meng angkut barang bawaan mereka. Dian tara orang-orang yang berseliweran me menuhi daerah kedatangan bandara, tampak juga seorang lelaki setengah baya yang memegang kertas bertuliskan ‘KBRI Abu Dhabi’. Pria berbadan kurus itu adalah sa lah satu petugas Kementerian Luar Negeri yang menjemput para TKI yang baru di pulangkan dari Abu Dhabi – Persatuan Emirat Arab (PEA). Wajahnya terlihat sangat serius mengamati wajah setiap penumpang yang lewat, mencari pertanda dari TKI yang harus dijemputnya. Tidak lama berselang, seorang wanita berwajah tirus menghampirinya, diikuti oleh be berapa wanita lain hingga semuanya mencapai 20 orang. “Kami dari KBRI Abu Dhabi pak,” salah seorang dari kerumunan TKW itu setengah berteriak. Mereka terlihat bingung dan lelah. Beberapa diantaranya bergumam kalau ponselnya tidak bisa digunakan. Ada yang sibuk memeriksa kembali barang bawaan dan ada juga yang menanyakan tempat penukaran uang. Wajah mereka seakan-akan diwarnai kecemasan, entah karena mereka tidak membawa pulang banyak uang seperti yang diharapkan atau karena tidak tahu harus pergi ke mana. Banyak dari mereka yang berasal dari daerah yang jauh dari Jakarta, bahkan di luar pulau Jawa, se perti Lombok atau Sumbawa. Untuk kembali pulang ke kampung halaman tanpa uang yang cukup di kantong, tentu merupakan perkara yang membuat pu sing tujuh keliling. Kelompok wanita diatas hanyalah sedikit dari ribuan TKI yang dipulangkan oleh pemerintah ke tanah air. Ada bera gam alasan yang membuat para TKI dipulangkan ke tanah air. Yang paling sering terdengar adalah kabur dari ma 32
Peduli DESEMBER 2014
Suci dan Suminah ingin meraup keuntungan dengan mengadu nasib ke negeri orang. Apa lacur, keduanya mengalami kebangkrutan lahir dan batin. Perlu kehati-hatian.
jikan karena disiksa, tidak dapat gaji, atau tidak ada waktu untuk istirahat alias kerja terus menerus tanpa henti. Banyak TKW yang mengalami nasib buruk, sering dimarahi majikan bahkan dianiaya secara fisik dan mental. Bisa jadi, para TKW itu mendapatkan perlakuan kurang baik karena kurang dalam penguasaan bahasa setempat serta lemah dalam penguasaan keterampilan kerja seperti memandikan anak, memasak, menyeterika atau menggunakan alat listrik yang baru. Alhasil, para majikan gregetan sehingga melampiaskannya dengan pukulan, jambakan, atau bahkan setrikaan yang kadang menempel di badan. Terka dang, penderitaan mereka tidak cukup sampai di situ saja. Buntutnya, gaji yang dijanjikan pun tidak kunjung mereka terima, sehingga tidak ada pilihan selain kabur dari majikan menuju kedutaan Indonesia. Hal ini tentu merupakan ke nyataan sangat menyakitkan hati. Sudah jauh-jauh merantau ke negeri orang demi sesuap nasi, tapi apa daya, malah dirundung malang hingga harus pulang sebelum waktunya dengan tangan kosong alias tanpa gaji. Dengan bermodal ketrampilan seadanya, pengetahuan bahasa lokal yang pas-pasan atau bahkan sama sekali tidak dikuasai, mereka tetap nekat berangkat ke negeri asing yang cara hidup dan adat budayanya jauh berbeda dengan kehidupan di kampung halaman. Dengan semua kondisi itu, bisa dipastikan sangat sulit untuk bisa bekerja dengan baik dan memahami keinginan majikan. Iming-iming gaji besar mem butak an mata para TKI dari resiko yang menanti di negeri seberang. Para calo memanfaatkan keluguan mereka dengan janji manis sehingga terbuailah mereka dengan harapan-harapan yang
membumbung tinggi. Impian untuk membawa banyak uang ke kampung halaman membuat mereka nekad menga du nasib ke luar negeri. Namun dunia nyata beda cerita dengan alam anganangan. Begitu sampai di luar negeri, hal yang dijanjikan sang calo pun sirna. Yang ada justru majikan yang ringan tangan
menjadi Suci dalam debu. Suci ditonjok majikan karena ker janya kurang beres. Hal itu karena Suci kurang mengerti apa yang disampaikan oleh majikan. Karena tidak paham apa maunya majikan, ujung-ujungnya tangan yang berbicara. Namun demikian, Suci bisa dikatakan beruntung karena ia tidak mengalami luka serius. Masih banyak TKI lain yang bernasib lebih malang dari dirinya. Bukan hanya ditonjok, tetapi bahkan disetrika di badan, disiram dengan air keras atau diperkosa hingga berbadan dua. Tanpa bekal yang cukup seperti ke terampilan dasar untuk jadi pembantu yang baik dan pengetahuan mengenai kondisi negara setempat, nasib para TKI akan tetap sama. Seharusnya mereka tidak hanya melihat lembaran dollar yang menyilaukan mata, namun juga harus melihat resiko yang bersembunyi di balik iming-iming gaji besar itu. Tujuan bekerja ke luar negeri adalah untuk memperbaiki kehidupan
fritz pelenkahu
Waspadai Iming-iming Dolar
alias suka main pukul, pekerjaan yang tiada habisnya, dan gaji pas pasan bahkan sering tidak dibayarkan. Salah satu TKI yang dipulangkan dari Abu Dhabi, Suci, mengaku bahwa dirinya berada di sana selama lima bulan, itupun tanpa gaji dan sudah mendapat banyak pukulan dari majikannya. “Hape saya disita. Gaji juga tidak ada,” ungkap nya dengan wajah lesu, “Majikan saya sering main pukul,” lanjutnya sambil menunjuk pipi kirinya yang masih kebirubiruan. Suci menambahkan bahwa ia hanya tahan bekerja selama lima bulan dikare nakan jam kerja yang melebihi batas serta beban kerja yang terlalu berat. “Saya juga tidak paham dengan bahasa setempat,” ujarnya. Ada ribuan Suci-Suci lain yang tidak memahami bahasa Arab namun tetap dikirim ke wilayah Timur Tengah. Ujung-ujungnya bukannya pulang dengan banyak duit, eh malah tambah kere. Bukannya menjadi Suci yang bergelimang kemakmuran, tapi malah
keluarga. Tak seorang pun yang ingin ditonjok mukanya atau disiram dengan air keras. Kalau memang merasa tidak cukup pengetahuan dan ketrampilan, alangkah bijaksananya jika dipikirkan dahulu masak-masak untuk mengadu peruntungan ke negeri orang. Masih banyak pekerjaan yang lebih kayak di Indonesia. Lain lagi cerita Suminah. Wanita yang baru saja selesai menyelesaikan sekolah menengah atas ini menggadaikan sertifikat tanah orang tuanya di Kendal senilai Rp 100 juta. Targetnya adalah menjadi pembantu rumah tangga di Australia dengan membayar Rp 70 juta. Kabarnya, uang segepok itu akan kembali kurang dari setahun. Sisanya tinggal “panen” saja. Sayang seribu sayang, janji sang calo bak pepesan kosong. Setelah ditunggu setahun tidak ada kabar beritanya. Uang yang masih ditangan akhirnya juga habis entah untuk apa. Dan kini yang tersisa hanya kisah pilu: rumahnya akan segera disita!. Akar masalah sesungguhnya ada pada diri TKI sendiri, tidak tahan godaan dengan iming-iming para calo. Percuma kalau pemerintah melakukan penyadaran masyarakat tapi mereka sendiri tetap cuek dan lebih memilih ikut calo dan terbuai oleh ribuan janji palsu. Memang, pemerintah harus bekerja keras untuk memberantas para calo yang tidak bertanggung jawab dan jaringannya yang telah menggurita. Namun di sisi lain, para pencari kerja seharusnya juga memiliki kekritisan berpikir untuk mencari sebanyak mungkin informasi dan rajin bertanya ke berbagai pihak, sebelum mengambil keputusan besar merantau ke luar negeri. Disiksa majikan dan gaji tidak di bayarkan sepertinya sudah menjadi sesuatu yang jamak. Sesungguhnya, kalau mereka bisa berkomunikasi dalam bahasa setempat, setidaknya kesalahpahaman akan jauh berkurang dan otomatis ma jikan akan lebih sayang. Kalau majikan senang, gaji pun dibayar dan urusan akan berjalan dengan lancar. Ada baiknya para calon TKI di ta nah air berpikir seribu kali sebelum meninggalkan kampung halaman. Ne geri seberang tidaklah seindah yang di bayangkan. Sebagus-bagusnya rumah orang lain, masih lebih nyaman di ru mah sendiri. Selain itu, membekali di ri sendiri dengan pengetahuan dan ke trampilan yang memadai dipastikan akan menghindarkan dari permasalahan. (Yuni)
DESEMBER 2014 Peduli
33
Iseng Main Api Berbuntut Bencana Persaudaraan dua TKI ini harus berakhir tragis. Saling curhat berlanjut menjadi saling hujat. Maklumlah, keisengan telah menyebabkan hilangnya nyawa salah satu dari keduanya.
Ayah Lyla bersama cucunya, putri dari Lyla
A
dalah 2 orang TKI pembantu rumah tangga yang bekerja pada seorang majikan yang sama di Abu Dhabi, Persatuan Emirat Arab (PEA), Lyla dan Raisa (bukan nama sebenarnya). Lyla bekerja lebih dulu pada majikan tersebut, sejak April 2012. Tujuh bulan kemudian datanglah Raisa bekerja di rumah itu. Oleh majikannya Raisa ditempatkan pada kamar tidur yang sama dengan Lyla. Walaupun usia mereka terpaut 8 tahun jauhnya, dengan cepat mereka menjadi akrab. Apalagi mereka sama-sama berasal dari Cianjur, klop sudah. Semakin hari mereka semakin dekat, bahkan Raisa sudah menganggap
34
Peduli DESEMBER 2014
Lyla seperti adiknya sendiri. Selain ber asal dari daerah yang sama, mereka juga berbagi satu kesamaan lainnya, mereka berdua adalah ibu dari seorang putri. Lyla memiliki seorang putri yang berumur 4 tahun, sementara putri Raisa telah beran jak dewasa, Alisia namanya. Raisa amat sayang pada Alisia. Dialah alasan sang ibu rela berulang kali mengadu nasib keluar negeri sebagai TKI. Waktu merambat mendekati peng hujung tahun 2012. Sudah menjadi tradi si kalau majikan mereka berdua rutin mengadakan pesta perayaan tahun baru di kediamannya. Pada malam pergantian tahun, majikan akan mengundang ke rabat dan sahabat-sahabat terdekatnya
menghadiri pesta barbeque kecil-kecilan di halaman rumah. Lewat dini hari pesta berakhir, Lyla dan Raisa pun membereskan sisa-sisa pesta. Kebetulan udara malam itu sangat dingin. Terbesit pikiran untuk mengambil arang sisa pesta barbeque tersebut dan menggunakannya sebagai penghangat kamar. Menjelang tidur, arang mereka nyalakan di dalam kamar. Uap panas ha s il pembakaran arang memenuhi seluruh ruangan. Terbuai kehangatan, tak menunggu lama mereka langsung terlelap. Pagi harinya keluarga majikan me nemukan kedua pembantunya sudah terkulai lemas di kamarnya. Rupanya jendela-jendela dan pintu kamar tidak dibuka sehingga keduanya menghirup gas karbon monoksida sepanjang malam. Seketika itu juga majikan melarikan ke duanya ke rumah sakit terdekat. Tragis, Raisa meninggal dunia dalam perjalanan ke rumah sakit. Sementara Lyla masih lebih beruntung, nyawanya dapat disela matkan tim dokter. Kurang lebih tiga minggu Lyla dirawat di rumah sakit tersebut. Semen tara itu pada kurun waktu yang sama jenazah Raisa, atas permintaan Alisia putrinya, dipulangkan ke Indonesia dan dimakamkan di dekat tempat tinggal Alisia di Sukabumi. Ketika akhirnya Lyla cukup sehat untuk keluar dari rumah sakit, Ia langsung dihadapkan pada proses penyelidikan atas kasus ini. Dari hasil penyelidikan polisi, Lyla dinyatakan secara sah ter bukti sebagai pihak yang melakukan pembakaran arang di dalam kamar tidur mereka. Pengadilan memutuskan Lyla bersalah melakukan perbuatan tidak sengaja yang menyebabkan orang lain meninggal dunia. Sebagai konsekuensi hukum, Ia dijatuhi hukuman kurungan penjara 6 bulan. Atas jaminan majikan, Lyla tidak harus ditahan di penjara namun tinggal bersama majikan. Namun untuk kemu dahan koordinasi, untuk seterusnya Lyla ditampung di penampungan KBRI Abu Dhabi. Selain hukuman penjara, Lyla juga diganjar denda (diyat) sebesar 50.000 dirham. Jika diasumsikan 1 dirham se besar Rp 3.400,-, maka 50.000 dirham ekuivalen dengan 170 juta rupiah. Jumlah yang relatif besar tentunya. Jumlah sebesar itu adalah pu tusan minimal yang dapat di j a t uh kan pengadilan, dimana hakim mem per timbangkan fakta bahwa Lyla melakukan perbuatan tersebut tanpa sengaja dan tanpa mengetahui akibat
foto-foto: herman munte
PERISTIWA
Rumah dari Keluarga Lyla yang sederhana yang ditimbulkannya. Upaya hukum KBRI untuk meringankan hukuman Lyla pun tidak berhasil sebab uang tersebut merupakan hak dari ahli waris Raisa. KBRI mengeksplorasi segala ke mung k inan pengurangan hukuman. Sembari terus melobi dan berkonsultasi dengan pengadilan, KBRI juga mencoba mengupayakan surat pernyataan pemaaf an dan tidak menuntut dari ahli waris almh. Raisa, Alisia. Diharapkan surat tersebut dapat menjadi pertimbangan bagi hakim untuk menghapuskan ke wajiban diyat. Tim Dit. Perlindungan WNI dan BHI beberapa kali diterjunkan ke Sukabumi demi mendapatkan surat tersebut. Singkat cerita, Alisia menolak untuk memberikan pemaafan. Tim Dit. Perlindungan WNI beberapa kali mene mui Alisia di Sukabumi, mencoba mem persuasi putri Raisa tersebut. Namun pendiriannya tak pernah goyah. Ia merasa
pihak keluarga Lyla di Indonesia tidak pernah bersungguh-sungguh memohon pemaafan. Tiada yang menyangka di balik wajah sendu perempuan tersebut, tersimpan dendam yang menyala-nyala. Memang kalau diperhatikan secara jujur, keluarga dari Lyla terkesan pasrah dalam menghadapi permasalahan yang menimpa Lyla. Mang Ujang, ayah Lyla, tak pernah sekalipun mendatangi kediaman Alisia di Sukabumi jika tidak difasilitasi oleh tim Dit. Perlindungan WNI dan BHI. Hal ini bukannya tidak disadari olehnya. Dalam pertemuan dengan Tim, pria bertubuh kurus ini menyampaikan permintaan maaf ka rena merasa dirinya tidak terlalu aktif mengupayakan pemaafan dari Alisia. Dia menyatakan keterbatasan keuangannya yang menyebabkan keluarga tidak pernah bisa datang ke Sukabumi seperti yang diinginkan Alisia. Dengan penghasilan sebanyak lima puluh ribu rupiah per
minggu yang didapatkan dari profesinya sebagai tukang bangunan serabutan, memang masuk akal jika Mang Ujang ke sulitan untuk datang ke Sukabumi, Lyla memang menjadi bagian penting dalam perekonomian keluar ganya. Uang yang dia kirim hasil be kerja di luar negeri tiap bulannya ba nyak membantu keluarga memenuhi ke b utuhan sehari-hari. Jadi ketika Lyla menjadi tahanan rumah dan tidak bisa mengirimkan uang lagi ke rumah, perekonomian keluarga menjadi pincang. Menemui jalan buntu tersebut, Dit. Perlindungan WNI dan BHI kemu dian berusaha melacak lagi jejak ahli waris almh. Raisa lainnya. Diketahui almarhumah masih memiliki seorang anak laki-laki yang kini tinggal bersama sanak keluarga lainnya di Cianjur bagian Selatan. Belum sempat Tim diterjunkan ke sana, datang perkembangan terbaru dari Abu Dhabi. KBRI Abu Dhabi memberi kabar bahwa surat pernyataan me m aaf kan dan tidak menuntut apapun dari ahli waris Raisa hanya dapat menjadi bahan pertimbangan hakim untuk mengurangi hukuman, namun tidak dapat menghapuskan tuntutan diyat yang dikenakan pada Lyla. Mau tidak mau, diyat 50.000 dirham harus dipenuhi oleh Lyla. Selama diyat itu tidak dibayarkan, Lyla tidak diizinkan meninggalkan PEA. Sudah hampir 2 tahun sejak pe ristiwa meninggalnya Raisa. Kini Lyla menghabiskan hari-harinya di penam pungan KBRI Abu Dhabi. Selalu saja ia terlihat murung. Ia terus berharap dapat pulang ke Indonesia berkumpul kembali dengan ayah dan putrinya. Hampir setiap hari pula ia menanyakan perkembangan kasusnya pada para staf KBRI Abu Dhabi yang tidak dapat memberikan jawaban memuaskan. Keharusan membayar diyat ter se b ut seakan menjadi jalan buntu bagi usaha untuk memulangkan Lyla. Kebijakan terbaru Pemerintah RI yang menangguhkan dan mengevaluasi kem bali opsi pembayaran diyat pasca kasus Satinah membuat pilihan semakin ter batas. Sementara uluran tangan para do natur tak kunjung berhasil didapatkan. Kisah pilu yang dihadapi Lyla dapat memberikan hikmah bagi semua calon TKI yang hendak bekerja ke luar negeri. Dalam setiap tindakan harus dipahami apa akibat yang akan ditimbulkan. Semoga ke depannya akan semakin sedikit kisah-kisah seperti Lyla. (Herman Munte)
DESEMBER 2014 Peduli
35
RETROSPEKSI
Di Suriah Semua Angkat Tangan
36
Peduli DESEMBER 2014
Rahmat Hindiarta
M
elalui siaran televisi, jutaan pasang mata di dunia menyaksikan demonstrasi anti rezim Presiden Bashar AlAssad usai shalat Jum’at, 18 Maret 2011 di Provinsi Dar’aa. Aksi jalanan tersebut seakan menjungkirbalikkan pernyataan Presiden Suriah dalam wawancaranya dengan Wall Street Journal 31 Januari 2011, bahwa Suriah ‘immune’ dari ‘Arab Spring’. Ketika aparat mengedepankan pendekatan keamanan, aksi demonstrasi berubah menjadi anarkis yang akhirnya mengantarkan Suriah semakin carut marut hingga saat ini. Dari hari ke hari, gangguan ke amanan di Suriah makin mengkhawa tirkan. Ledakan bom mobil, mortir salah sasaran, dan selongsong peluru yang tiba-tiba jatuh, makin sering terjadi di Damaskus, tak terkecuali di sekitar KBRI yang berlokasi sekitar 2 km dari Bandara Militer Mazzeh. Bunyi rentetan tembakan, gelegar suara peluncuran roket, dan dentuman moncong tank terdengar makin dekat dengan KBRI Damaskus yang juga berada sekitar 3 km dari istana presiden Suriah. Bahkan tidak jarang, lantai dan kaca KBRI bergetar akibat suatu ledakan. Dan tiap kali ada ledakan, staf KBRI lalu menyisir rumah sakit-rumah sakit rujukan di sean tero kota untuk memastikan ada tidaknya korban dari kalangan WNI. Waktu terasa makin sempit. Per wakilan-perwakilan Asing di Ibukota Suriah satu demi satu ditutup. Semua berlomba cepat-cepat keluar dari Suriah. Kementerian Luar Negeri RI sejak Juni 2012 juga sudah memerintahkan agar seluruh keluarga diplomat dan staf KBRI Damaskus dipulangkan ke tanah air. Saat itu, pertempuran berada sekitar 100 meter dari gedung KBRI. Namun demi 12.572 warganya, KBRI Damaskus tetap beroperasi hingga 2014 dan entah sampai kapan. Misi KBRI Damaskus menjalan kan pelayanan dan perlindungan WNI di Suriah sedang menghadapi tantangan
Area Sekolah Indonesia Damaskus berubah menjadi penampungan bagi ratusan TKI/PRT
Meski banyak organisasi internasional di Suriah, tak satupun yang berani membuat komitmen dengan KBRI Damaskus untuk bekerja sama merepatriasi TKI yang tersebar di 14 provinsi di Suriah. Hanya satu penyebabnya, faktor majikan.
yang makin hebat nan berat. Bagaimana tidak, Pemerintah Suriah tidak pernah membantah ataupun mengiyakan kebe naran informasi yang selama ini beredar terkait jumlah WNI di Suriah yang mencapai 80 ribu orang dan tersebar di pelosok-pelosok Suriah. Koordinasi yang lemah antara Kementerian Dalam Negeri yang membawahi Imigrasi dan Kementerian Perburuhan Suriah, meng akibatkan keluar-masuknya tenaga kerja migran, termasuk TKI, tidak termonitor dengan baik. Pada gilirannya, KBRI Damaskus justru mendapatkan data WNI by name berdasarkan dokumen-dokumen per janjian kerja (PK) TKI, lapor diri WNI, dan menagih kewajiban PPTKIS menyetorkan daftar nama PRT yang diberangkatkan, sebagaimana tercantum dalam UU No. 39 Tahun 2004. Peran otoritas Suriah ha nya verifikasi jumlah, itupun perkiraan. Agen tenaga kerja Suriah yang awalnya bersedia memberikan data TKI, tiba-tiba urung, karena ancaman penutupan usaha dari Kementerian Perburuhan Suriah. Dari data TKI yang terkumpul, se luruhnya dikirimi pesan melalui sms berisi pentingnya lapor diri, anjuran agar pulang ke Indonesia, dan selalu kontak dengan KBRI. Ada pesan yang delivered, pending, namun tidak sedikit yang failed. Respon TKI dan majikan pun beragam. Ada yang membalas baik-baik, mendatangi KBRI dengan ramah, namun ada juga yang marah-marah bahkan ada majikan yang melaporkan KBRI Da maskus ke Kementerian Luar Negeri dan Ekspatriat Suriah, karena Kedutaan dianggap telah mengganggu privacy dan security majikan. “SARC tidak bisa memasuki wila yah privat seperti berunding dengan ma jikan. Tapi kita siap membawa WNI ke tempat yang aman,” terang Mr. Marwan Abdullah, Executive Director SARC (Syrian Arab Red Crescent / Bulan Sabit Merah Arab Suriah) di kantornya ketika menanggapi wacana kerja sama repatriasi TKI dari wilayah-wilayah konflik. Tanpa lupa memasang kewas
DESEMBER 2014 Peduli
37
padaan tingkat tinggi untuk provinsi lainnya, upaya repatriasi WNI hingga awal tahun 2012 diprioritaskan untuk 5 wilayah terdampak konflik paling hebat, yaitu Dar’aa, Homs, Hama, Idlib, dan Damascus Countryside. Namun menjelang akhir tahun 2012, repatriasi dilakukan di seluruh wilayah Suriah bah kan dengan cara apapun melalui mana pun. Yang penting, jiwa WNI selamat dan sebisa mungkin hak-haknya selesai sebelum repatriasi ke tanah air. “Misi PBB tidak memiliki mandat untuk penyelamatan semacam itu. Program kami lebih mengutamakan penyelamatan warga setempat”, ujar Elio Tamburi, UNDG Officer-in-Charge di Hotel Sheraton Damaskus ketika dimintai kerja sama repatriasi TKI ketika PBB menjalankan misinya di wilayah terdampak konflik Suriah. Telepon dan hotline milik KBRI Damaskus tidak pernah henti berdering. Bahkan seluruh handphone milik diplo mat dan staf Kedutaan harus standby, kapanpun dan dimanapun. Tidak boleh off. Rupanya, permintaan bantuan tidak hanya dari TKI di Suriah, namun juga dari keluarga TKI di tanah air. Bahkan ada juga LSM yang mendampingi. Pada umumnya, permintaannya hanya satu, “pulangkan TKI beserta hak-haknya”. Simpel memang. Tapi di lapangan, belum tentu sesimpel itu. Salah satu upaya penyelamatan paling berbahaya yang dilakukan KBRI terjadi di Homs. Ketika itu, negosiasi antara pemerintah dan oposisi di Homs berakhir dengan kegagalan. Kota dengan konsentrasi TKI nomor tiga terbesar di Suriah itupun berkobar. Penduduknya kocar-kacir menyelamatkan diri. Nasib PRT asal Indonesiapun bermacammacam. Dibawa majikan yang menye lamatkan diri, namun ada juga yang terkurung di dalam rumah majikan, me larikan diri namun kesasar, dan masih banyak lagi. Pemerintah dan pasukan keamanan Suriah melarang semua personil per wakilan asing bertandang ke lokasilokasi konflik apapun alasannya, tak terkecuali bagi personil KBRI Damaskus. Puluhan checkpoint disebar di berbagai tempat sehingga kecil kemungkinan bisa memaksa masuk. Situasi terbatasnya pergerakan itu sudah diantisipasi jauhjauh hari dengan menunjuk WN Suriah sebagai contact person. Tidak mudah mencari orang lokal yang mau bekerja untuk perlindungan WNI di saat-saat sulit seperti itu. Kalaupun mau, bayarannya 38
Peduli DESEMBER 2014
Rahmat Hindiarta
RETROSPEKSI
TKI siap diterbangkan ke tanah air melalui KBRI Beirut juga tinggi. Namun pertemanan dan networking yang sudah dibangun sebelumnya terbukti bisa menciptakan orang-orang lokal yang loyal dengan kepentingan Indonesia. “aslm mlkm selamat pagi pa apa kabar baik alhamdulillah pa tolong cepat ambil paridah bt pendi sama teman 2nya kasihan dia sudah ketakutan banget pokonya tolong ama bapa cepat ambil parida ama teman nya”, sms tanggal 12 Juni 2012 tanpa menyebutkan lokasi pengambilan. Sms seperti ini sudah jamak dijumpai. Namun apapun sms-nya, tetap harus ditindaklanjuti. Setelah verifikasi, sms itu ternyata bera sal dari seorang PRT di Aleppo yang melaporkan anaknya yang juga PRT di Homs. Beruntung salah satu dari 4 PRT yang dilaporkan memiliki HP. Komunikasi terus berlangsung. Selain Parida, ada Teti Haryati, Ana Rohayati, dan Farida Musonif. KBRI memerintahkan agar mereka
tetap di ruang tertutup, sampai bantuan datang. Tidak boleh coba-coba bergerak tanpa komando. Karena akan sangat berbahaya. Merekapun manut. Contact person Maher, WN Suriah yang tinggal di Homs diperintahkan untuk segera bergerak. Hari pertama belum bisa menembus blokade, demikian pula di hari kedua. Keempatnya sudah berteriak, namun tetap bisa diberi pengertian. Hari ketiga, keempatnya sama sekali tidak bisa dihubungi. Was-was juga. Rupanya, Homs sedang mengalami pemutusan sinyal seluler dan pemadaman aliran listrik secara total. Siaran televisi sedang memberitakan pertempuran sengit terjadi di Baba Amr, Homs. Hari keempat, contact person sudah bisa menjangkau mereka. Itupun hanya 2 PRT yang bisa diangkut. Pasalnya, koperkoper mereka luar biasa besar. Ternyata di tengah situasi genting ini, para PRT masih sempat-sempatnya packing! Sedangkan 2 PRT lainnya baru dapat diambil keesokan
harinya oleh Asisten CP bernama Yolla. Area para PRT itu sudah diblokade aparat keamanan dan hanya para perempuan saja yang diperbolehkan masuk, itupun hanya menggunakan kendaraan kecil, sejenis sedan. Keempat PRT itu tidak bisa serta merta dibawa ke KBRI Damaskus. Karena rute Homs – Damaskus sejauh 162 km rawan pertempuran. Keempatnya diinapkan terlebih dahulu di pinggiran kota hingga situasi benar-benar kondusif untuk bergerak ke ibukota yang memang dijaga sangat ketat. Keempatnya baru bisa dibawa ke Damaskus, 5 hari kemudian. Situasi mencekam juga terjadi di Aleppo, kota dengan konsentrasi TKI terbesar kedua di Suriah yang berjarak ± 355 km utara Damaskus. Bila Homs berbatasan dengan Lebanon, Aleppo berbatasan dengan Turki. Adalah Koni, seorang PRT asal Serang yang dilaporkan oleh ayahnya telah berada di Aleppo sejak 5 tahun silam. Bolak-balik sang ayah
menanyakan perkembangan penelusuran anaknya di kota tersebut. Tidak ada petunjuk yang bisa digunakan oleh KBRI Damaskus, ke cuali hanya nama PRT. Itupun sang ayah tidak yakin dengan ejaannya di paspor. Nomor telepon milik PRT dan majikannya tidak diketahui. PPTKIS yang memberangkatkannya juga ge lap. Sponsornya sudah lari dari kam pung halaman. Lengkap sudah ketidak lengkapan ini. Pengacara dan contact person di Aleppo harus bolak-balik ke database imigrasi setempat yang sudah serba darurat itu. Perjalanan ke sana sama saja dengan menerjang bahaya. Karena semua institusi pemerintah adalah target oposisi. Ternyata ada sekian puluh Koni. Ditelusurilah satu per satu. Di tanah air, rupanya LSM pendamping sudah tidak sabar dan mengancam akan memberitakan kasus Koni ke pers. Sekali lagi, ancaman kayak gituan cuekin aja! Proses terus berlanjut. Dan setelah 7 bulan, akhirnya ketemu juga. Dia dijemput supir taksi relasi KBRI. Para PRT yang telah diselamatkan dibawa terlebih dahulu ke shelter Cabang Konsuler Aleppo. Setelah terkumpul beberapa orang, rombongan dibawa dalam satu bus menuju shelter KBRI Damaskus. Membawa rombongan sekitar 40 orang melalui rute Aleppo – Damaskus bukan hal mudah. Karena ada lebih dari 80 checkpoint baik dari pasukan pemerintah maupun pasukan oposisi. Waktu perjalanan juga makin panjang, dari yang semula 4 jam menjadi 14 jam! Perkembangan situasi juga bisa saja berubah mendadak. Akraa yang seharusnya berfungsi sebagai pengacara KBRI, terpaksa harus menjalankan banyak fungsi, termasuk menjadi negosiator di setiap checkpoint. Bahkan ketika jalanan menuju Damaskus sudah sangat rawan dilalui, sang pengacara mengeluarkan para PRT eks Aleppo melalui Turki lewat berbagai pintu. Perjuangan yang sungguh luar biasa! Para PRT yang sudah berada di KBRI Damaskus, tidak bisa juga langsung dipulangkan. Exit permit dan hak yang belum dipenuhi menjadi hambatan terbesar repatriasi TKI/PRT ke Indonesia. Majikan tetap memegang peranan besar. Meskipun Suriah luluh lantak karena perang, namun pemerintahan di Damaskus masih berdiri. Selama itu pula, birokrasi tetap berjalan termasuk untuk repatriasi PRT. Exit permit terbit setelah majikan
merekomendasi. Izin tinggal yang belum dibayarkan harus ditanggung KBRI sebesar USD 65 – 1.000. Denda-denda juga harus dibayarkan USD 15-25, seperti karena terlambat bayar izin tinggal dan biaya pengadilan. Disamping itu, PRT yang masih dalam masa kontrak harus ditebus. Majikan dan agen ingin dapat tebusan sebanyak-banyaknya, tapi KBRI Damaskus tegas mematok angka USD 100 untuk tiap bulannya. Para PRT yang sudah siap dipulangkan, tidak bisa diterbangkan melalui Bandara Internasional Damaskus yang sudah sangat rawan sejak akhir November 2012. KBRI Damaskus segera mengalihkan rute pemulangan melalui Beirut. Di Beirut, para PRT memiliki waktu transit maksimal 30 hari sejak kedatangan dari Damaskus. Tiket SuriahIndonesia via Lebanon juga ditanggung Pemerintah RI sebesar USD 600 – 800. Repatriasi WNI dari Suriah tidak bisa mengharapkan bantuan dari manamana, seperti Organisasi Internasional untuk Pengungsi (UNHCR), Organisasi Palang Merah Internasional (ICRC), atau United Nations Supervision Mission in Syria (UNSMIS). “IOM hanya memiliki program pemulangan kelompok paling rentan ke negara asal. Untuk pengurusan berbagai hal di Suriah, diserahkan sepenuhnya kepada perwakilan masingmasing”, beber Mr. Firas Hamarneh, Operations Support Officer IOM Damaskus. Padahal pengurusan TKI/ PRT hingga siap pulang yang justru berliku dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Untuk dapat dipulangkan, tiap PRT membutuhkan dana yang tidak sedikit. Biaya USD 1.000 hingga USD 2.000 per kepala, belum lagi ditambah biaya makan, pengobatan, dan kebutuhan harian selama di shelter. Itu juga belum masuk biaya pemindahan PRT dari satu tempat ke tempat lainnya yang lebih aman. Biaya itu akan terus membengkak manakala wacana sewa pesawat benar-benar diwujudkan sekitar Rp. 5 milyar-an. Hingga pertengahan Desember 2014, jumlah WNI yang telah direpatriasi dari Suriah ke Indonesia sebesar 11.395 orang. Sebanyak 7.811 direpatriasi me lalui biaya Pemerintah RI termasuk di dalamnya 80 orang yang diberi tiket oleh IOM. Sedangkan 3.584 orang lainnya direpatriasi melalui biaya majikan. Masihkah ibu pertiwi mengharap kan Timur Tengah sebagai kawasan anak negeri mengais sisa-sisa rejeki? (Rahmat Hindiarta)
DESEMBER 2014 Peduli
39
Ingin Segera Pulang Ke Tripoli Hasrat membara untuk mengejar ilmu masih terus bergelora di hati Jupriadi. Sayang, ia banyak terantuk di negeri sendiri. Perlu upaya serius pemerintah untuk mengakomodasi impian mereka tanpa harus kembali ke negara-negara yang sedang dilanda konflik bersenjata.
40
Peduli DESEMBER 2014
boni
S
uasana warung kopi Zakir di jalan Keutapang, Banda Aceh pagi itu masih sepi. Jupriadi, eks mahasiswa yang dievakuasi dari Libya akhir Juli 2014 lalu, terlihat begitu menikmati kopi hitam khas Banda Aceh sambil menyantap roti cane yang masih hangat di salah satu sudut warung kopi Zakir. Pemuda asli Aceh yang berbadan kurus, berambut ikal dan berkulit coklat kegelapan ini tampak tegar saat bercerita tentang lika-liku perjalanan hidupnya. Walaupun berasal dari latar bela kang keluarga yang sederhana, Jupriadi adalah seorang pemuda yang berprestasi tinggi. Saat kuliah di Universitas Suma tera Utara (USU) tahun 2013, lulusan Pesantren Islam Anak Bangsa Banda Aceh ini pernah mengharumkan nama almamaternya dan membawa USU menjadi juara umum MTQ mahasiswa nasional ke XIII di Padang. Sebuah pencapaian yang tidak mudah mengingat ia harus bersaing dengan para pemuda terbaik dari seluruh tanah air. Atas prestasinya tersebut, pemuda berusia 20 tahun ini dijanjikan akan memperoleh beasiswa untuk melanjutkan kuliahnya di USU. Namun sayangnya, beasiswa yang merupakan penghargaan atas prestasinya itu tidak pernah terwujud menjadi kenyataan. Ia telah berupaya untuk menanyakan kelanjutan beasiswa ini kepada Kantor Wilayah Kementerian Agama maupun Dinas Pendidikan kota Medan dan Banda Aceh. Apa dikata, tidak pernah ada kejelasan tentang beasiswa yang sangat ditunggu-tunggunya itu. Karena kesulitan membiayai biaya hidup dan ongkos kuliah, dengan sangat ter
Jupriadi paksa ia berhenti kuliah dan kembali ke kampung halaman di Banda Aceh. Tidak putus asa, ia mencoba mengadu peruntungannya untuk mencari beasiswa di Timur Tengah. Bagi Jupriadi, melanjutkan sekolah ke luar negeri adalah impian yang telah ia dambakan sejak masih anak-anak. Untuk mewujudkan impian itu, Jupriadi tekun belajar ba hasa Arab sebagai modal utama untuk membuka jalan mewujudkan hasratnya. Impian itu akhirnya terwujud ketika ia berhasil memperoleh beasiswa penuh dari International Islamic Call College di Tripoli untuk belajar di bidang Islamic Studies. Dengan bekal semangat yang membara, Jupriadi berangkat ke Libya pada akhir 2013.
Pria lajang ini sangat menikmati masa-masa kuliahnya di negeri asing Libya. Suasana Libya yang relatif tenang waktu itu, lingkungan kampus yang bersih dan biaya hidup yang tidak terlalu mahal menciptakan suasana belajar yang sangat kondusif bagi mahasiswa asli Aceh ini. Namun takdir berkata lain ketika tiba-tiba situasi keamanan di Libya pecah oleh gelombang revolusi yang menerjang salah satu negeri Arab di Afrika Utara ini. Setelah 7 bulan di Libya, ia bersama 16 mahasiswa Indonesia lainnya kembali ke tanah air melalui upaya evakuasi KBRI Tripoli pada 29 Juli 2014. Proses evakuasi saat itu tidaklah mu dah dan penuh risiko. Terlebih lagi saat itu sang diktator Muammar Gaddafi begitu gigih mempertahankan cengkeraman kekuasaannya di seluruh negeri. Tak segan-segan ia memerintahkan pesawat tempurnya untuk membom kota-kota pusat perlawanan pemberontak, yang mengakibatkan jatuhnya korban sipil yang tidak sedikit. Gedung-gedung apartemen, pusat perbelanjaan modern hingga pasar tradisional tidak luput dari keganasan serangan pesawat tempur pe merintah. Akhirnya, timah panas yang menghujam tubuh Gaddafi pada Oktober 2011 mengakhiri perlawanan rezim sang penguasa. Namun demikian, kerusuhan di negeri Libya tidak juga reda dan justru semakin panas pasca tewasnya sang diktator. Menghadapi perkembangan ini, Kemlu mengambil langkah cepat untuk menyelamatkan para WNI yang masih terjebak di tengah-tengah pergolakan politik dan sosial di Libya. KBRI Tripoli bertindak taktis untuk mengidentifikasi dan menyelamatkan para WNI yang terjebak dalam situasi mencekam di Libya. Namun demikian, banyak WNI yang sesungguhnya masih ragu-ragu untuk kembali ke tanah air. Mereka masih memendam keinginan untuk tetap melanjutkan belajar atau bekerja di Libya. “Sejujurnya, muncul penyesalan mendalam saat saya memikirkan kembali tentang kepulangan saya ke Indonesia”, demikian ungkapan hati terdalam yang disampaikan Jupriadi. Walaupun demikian, ia sangat berterimakasih atas segala bantuan yang diberikan pemerintah selama ini, khususnya selama situasi genting di Libya. Sepulang dari evakuasi di Libya, ia mengisi waktu dengan membantu orang tuanya mengelola warung makan Baruna Jaya di Jalan Keutapang, Banda Aceh. Walaupun sibuk membantu
REUTERS/Aimen Elsahli
RETROSPEKSI
Bandara Internasional Tripoli yang digempur pesawat terbang asing usaha warung makan keluarga, pemuda kurus ini tetap mencari jalan untuk bisa melanjutkan kembali kuliahnya. Citacita untuk meraih ilmu setinggi mungkin tidak pernah padam dalam diri pemuda tanah rencong ini.
Kembali ke Tripoli
“Saya sedang menunggu pengurus an visa saya pak. Insya Allah, saya akan kuliah lagi pada akhir tahun ini. Namun saya harus mencari uang tambahan sebesar 8 juta rupiah untuk kembali ke sana”, ujar Jupriadi. Secara total dibutuhkan dana hingga 9 juta rupiah untuk membiayai tiket dan berbagai keperluan lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan dana yang cukup besar ini, tak kenal lelah ia telah berkeliling dan mengajukan proposal dana ke berbagai instansi di kota Banda Aceh. Sejauh ini, baru Yayasan Dompet Dhuafa yang bersedia mengulurkan tangan dan memberikan bantuan dana sebesar 1 juta rupiah. Masih diperlukan 8 juta rupiah lagi untuk menutup berbagi pengeluaran agar ia bisa kembali belajar di Libya. Libya menjadi tujuan favorit Jupriadi karena biaya hidup yang relatif murah dan banyaknya Hafiz Al Quran di Libya. Ia menambahkan,
walaupun terdapat negara negara lain di Timur Tengah yang menyediakan beasiswa, namun rata-rata beasiswa yang disediakan bersifat parsial. Sejauh ini hanya International Islamic Call College Tripoli yang membuka peluang bagi Jupriadi dengan menyediakan beasiswa penuh hingga lulus kuliah. Berita-berita tentang kerusuhan di Libya yang terus muncul di berbagai media massa mau tak mau menimbulkan keraguan di hatinya untuk kembali belajar di Libya. Di sisi lain, update informasi terkini dari kolega yang masih berada di Tripoli dan kenyataan bahwa pihak kampus telah menerbitkan surat pengantar pembuatan visa memperkuat keyakinannya bahwa situasi keamanan di Libya, khususnya di Tripoli sudah jauh lebih baik. Kini, Jupradi terus memantau perkembangan situasi keamanan di Libya dari detik ke detik. Selain itu, dia juga terus melakukan kontak dengan pihak kampus serta rajin menghubungi seorang sahabatnya, mahasiwa asal Pakistan yang mengambil program s3 di International Islamic Call College Tripoli. Keluarga Jupriadi, khususnya sang ibunda, selalu mendukung apapun langkah yang akan diambil Jupriadi untuk mengejar ilmu setinggi-tingginya.
Walaupun terus memberikan dukungan moril dan materiil, ibunda Jupriadi tidak dapat menyembunyikan rasa khawatirnya terhadap kondisi keamanan di Libya. Sambil mempersiapkan menu makanan bagi para pengunjung restoran Baruna Jaya yang mempunyai menu special sop ikan hiu, ibunda Jupriadi tak henti – hentinya menanyakan situasi keamanan terakhir di Libya. Berdasarkan diskusi dengan se sama mahasiswa eks Libya yang di evak uasi pada tahun 2014, Jupriadi menyampaikan bahwa sebagian besar rekan-rekannya tersebut juga ingin kembali belajar ke Libya. Bahkan ren cananya ada dua teman Jupriadi asal Aceh yang untuk pertama kalinya akan ikut bersama Jupriadi menimba ilmu di Libya. Walaupun demikian, mereka masih mempertimbangkan alternatif lain. “Teman teman mahasiswa eks Libya sebenarnya bersedia melanjutkan kuliah di Indonesia seandainya ada beasiswa yang dapat kami terima”, ujar Jupriadi. Sudah sepantasnya kalau semangat belajar anak-anak muda yang haus ilmu itu diakomodasi oleh pihak-pihak terkait di tanah air tanpa perlu mengambil risiko yang membahayakan jiwa. (Boni)
DESEMBER 2014 Peduli
41
Mau Jadi TKI Sukses Jangan Cuma Cari Duit! TKI ini berkeyakinan bahwa rejeki dari Allah SWT 75%-nya disiapkan bagi pengusaha. Untuk sukses maka harus banyak berderma bagi orang lain.
“
T
oko Anggara Putra,” jawab Kusbianto, kepala desa Arjowilangun, dengan tegas saat menjawab per ta n yaan dari Redaksi Peduli mengenai contoh TKI sukses di desa yang terletak tak jauh dari waduk Karangkates itu. Toko Anggara Putra me rupakan minimarket yang berlokasi di dukuh Barisan, Desa Arjowilangun. Tak hanya menjual barang ke butuhan sehari-hari, toko milik Basori ini, juga menyediakan banyak pilihan pakaian, sepatu maupun tas model ter kini bagi warga di kecamatan Kalipare. Pelanggan yang datang pun tidak ter batas dari desa Arjowilangun semata, melainkan juga dari desa lain yang letaknya lumayan jauh. Jangan lupa, Basori, sang pemilik Anggara Putra, pernah mengadu nasib menjadi TKI di Korea Selatan. Ia berang kat ke Korea Selatan di tahun 2001 untuk bekerja di sebuah peru sahaan konveksi. Sebelum be rangkat ia harus menjalani tahapan pelatihan yang rela tif berat di Cianjur. “Pendi dikannya sampai satu bulan. Semi militer lah, kita harus lompat kodok atau guling-gu ling. Pokoke yo kalau kita tidak kuat, tidak akan berangkat ke Korea, “ ungkap pria yang bekerja di Korea Selatan selama 3,5 tahun itu. Berbeda dengan kebanyakan rekan nya, pria yang hanya mengenyam pen didikan sampai bangku SMP ini sudah membulatkan tekad bahwa kepergiannya ke Korea Selatan bukan hanya mencari uang, melainkan mencari modal untuk usaha. “Kalau kita mencari uang itu tidak akan pernah cukup, tidak ada habisnya, “ tuturnya. Selama di Korea Selatan pun, Basori
42
Peduli DESEMBER 2014
tidak hidup berhemat demi menabung lebih banyak. Ia tidak segan mentraktir rekannya sesama TKI. “Pada akhirnya teman-teman di sana yang kemudian menjadi pelanggan saya, hehehe,” ungkap Basori. Menurut Basori kebanyakan re kannya sesama TKI sepulang dari luar negeri menggunakan uangnya untuk membeli mobil, membangun rumah, atau bahkan hanya untuk sekedar jalan-jalan, yang terkadang tidak sesuai dengan kemampuan finansialnya. Saat tabungan yang dimiliki habis, mereka pun berangkat lagi sebagai TKI. Sementara Basori menggunakan tabungannya sebesar 75 juta rupiah se bagai modal usaha. Awalnya ia mencoba berjualan helm di kota Malang. Basori juga sempat berjualan ikan asin, udang, ikan mujair sampai dengan rokok. Jatuh bangun selama membangun bisnis pun telah ia lalui. Melihat adanya toko yang menjual kerajinan gerabah yang didatangkan dari Jogja selama berbisnis di kota Malang, Basori pun kemudian memiliki ide untuk membuka toko di desa Arjowilangun. Peluang bisnis yang ia lihat saat itu adalah adanya kebutuhan TKI asal Arjowilangun untuk mengisi rumah yang telah dibangun atau direnovasi dengan interior rumah, antara lain berupa guciguci. Sementara di desa Arjowilangun sendiri saat itu belum terdapat toko yang menjual interior rumah seperti itu. Pria kelahiran tahun 1975 ini kemudian mem buka toko seluas 4 kali 3 meter, dengan modal 10 juta rupiah. Sedikit demi sedikit, toko milik Basori pun semakin besar. Melihat kesuksesan Basori, banyak
orang mengira ia bekerja sebagai TKI lebih dari 10 tahun. Ia pun tidak hentihentinya mengajak rekan sesama TKI untuk mencoba berwirausaha. Ayah 3 anak ini berkeyakinan bahwa rejeki dari Allah SWT 75% diperuntukkan bagi pengusaha, sisanya untuk karyawan atau pekerja. Meskipun Basori tidak menafikan ada orang yang memang lebih berjiwa pekerja, tidak memiliki jiwa bisnis. Basori juga berpendapat bahwa kesempatan usaha di desa Arjowilangun masih sangat banyak. Salah satunya adalah daya beli warga Arjowilangun relatif tinggi. Sebagai ilustrasi, Basori mencontohkan banyak pelanggannya yang berbelanja sampai satu atau dua juta rupiah. Pakaian, sepatu ataupun tas bermerek pun termasuk barang-barang yang selalu laku terjual. Selain itu tenaga karyawan relatif murah, terlebih jika dibandingkan de ngan Kepanjen. Menurut Basori, salah satu peluang bisnis yang masih terbuka di desa Arjowilangun adalah usaha alat-alat listrik dan elektronik, yang sudah menjadi kebutuhan pokok Namun demikian banyak warganya yang sebenarnya mempunyai modal cukup tetapi tidak memiliki inisiatif. Sementara yang memiliki inisiatif untuk wirausaha, tidak mempunyai modal mencukupi. Namun itu tidak bisa dijadikan alasan “Modal itu nomor 78. Yang paling penting adalah kita menemukan jenis usaha yang sesuai dengan kita,“ tukas pria yang berasal dari keluarga kurang mampu ini. Kekurangan modal bisa diatasi dengan mengajukan kredit ke bank. Sebagai umat muslim, Basori juga berkeyakinan bahwa besar kecilnya re zeki seseorang tidak akan terlepas dari ba nyaknya zakat dan sedekah yang ia lakukan. “Itu lain dari hitungan bisnis, melainkan rumus keimanan,” jelas Basori. Pria yang kini berusia 39 tahun ini mencontohkan bahwa ia selalu memberikan shodaqoh pada anak yatim dan fakir miskin maupun membayar zakat maal. Basori pun mengisahkan bahwa ada beberapa orang yang salah paham, mengira ia mempunyai uang ratusan juta rupiah karena banyaknya jumlah uang yang ia sumbangkan untuk amal, baik dalam bentuk shodaqoh, zakat ataupun qurban. “Demi Allah, saya hanya punya tabungan paling 15 – 20 juta rupiah, itu untuk angsuran mobil. Saya hidup itu mengalir seperti air, selama saya mampu,“ tutur mantan TKI ini. Basori mengungkapkan keheranan nya apabila melihat pemberitaan adanya
bharata
tips
Toko Anggara Putra milik Basori pejabat yang korupsi sampai trilyunan rupiah. “Saya tidak habis pikir, apa dia itu tidak mencapai titik jenuh. Sementara saya yang hanya berpenghasilan lebih sedikit saja sudah jenuh. Aburizal Bakrie bisa beli sate, saya juga bisa beli sate,” seloroh Basori. Menarik untuk dicermati penga kuan Basori bahwa banyak hal yang ia pelajari selama tinggal di Korea Selatan, yang kini ia terapkan dalam menjalankan usahanya. “Di Korea itu, setiap pembeli yang datang ke suatu toko, pasti disambut seperti seorang raja. Meskipun pembeli itu adalah orang asing atau berpenampilan sederhana sekalipun,” jelasnya. Basori selalu mengingatkan seluruh karyawannya untuk melayani pembeli yang datang tanpa melihat penampilan nya semata. Bahkan pelanggan yang tidak membeli barang sekalipun, harus tetap disapa dan dilayani dengan baik. Pelayanan yang baik terhadap konsumen yang datang, dianggap sebagai salah satu kunci sukses toko millik Basori. “Kalau toko lain menjual barang dengan harga yang lebih murah, pelanggan pasti akan tetap lebih memilih berbelanja di Anggara. Karena mereka mendapatkan pelayanan yang lebih baik,” jelas pebisnis otodidak ini. Menurut Basori, usaha yang ia miliki dibesarkan oleh masukan dari konsumen. “Awalnya toko saya hanya menjual guci, stiker dan bunga plastik. Suatu ketika ada pelanggan yang mencari sabuk. Saya tidak mengatakan bahwa saya tidak menjual
sabuk, melainkan saya katakan bahwa persediaan sedang habis. Keesokan hari nya saya pun segera kulakan sabuk ke Malang,” ungkap Basori. Demikian pula saat ada pelanggan yang menanyakan sandal, hal serupa pun ia lakukan. Alhasil kini toko Anggara Putra berkembang menjadi toko serba ada. Masalah harga barang yang dijual perlu juga mendapatkan perhatian. Di awal menjalankan bisnis, kebanyakan konsumen toko Anggara Putra selalu menawar barang yang diperjualbelikan. Hal ini terjadi karena mereka terbiasa berbelanja di pasar, yang memang tidak menetapkan harga pas. Sementara Basori tidak mengambil untung terlalu banyak. Namun lambat laun pelanggannya tetap lebih memilih berbelanja di Anggara Putra, meskipun banyak toko lain di kecamatan Kalipare yang menjual barang yang sama dengan harga lebih murah. Hal lain yang tak kalah penting adalah karyawan. Basori membiasakan untuk mengadakan rapat dengan karya wan setiap bulan, setelah gaji dibayarkan. “Saya meminta karyawan saya untuk tidak memandang saya sebagai juragan atau bos mereka. Jika mereka merasa lapar, silahkan makan. Kesel leren, ngelak ngombe (jika merasa lelah silahkan istirahat, jika merasa haus silahkan minum – Red). Jadi saya terapkan sistem kekeluargaan, “ ungkap Basori. “Konsep itu ternyata sama dengan
teori bisnis yang bisa ditemukan di internet. Jika suatu perusahaan berkeinginan produk atau jasa yang ditawarkan laku di pasaran, fokus pelayanan tidak hanya ditujukan pada konsumen, melainkan juga kepada karyawan perusahaan,” lanjutnya. Jika karyawan dibina dan dikelola dengan baik serta diperlakukan secara manusiawi, mereka akan melaksanakan tugasnya sebaik mungkin. Ditanya mengenai kekuatiran ba nyak pebisnis baru akan kegagalan yang berujung pada kebangkrutan, Ba so ri berpendapat jika manajemen suatu perusahaan bagus, seharusnya permasa lahan finansial bisa dideteksi dan diatasi sejak dini, misalnya dari penurunan omset. Menurutnya, seseorang yang tidak mengenyam pendidikan tinggi sekalipun, bisa lebih sukses saat menjalankan suatu usaha. Hal ini dikarenakan begitu banyak hal yang baru bisa dipahami seorang pengusaha dari pengalaman bisnisnya sehari-hari. Lingkungan pergaulan juga mem pengaruhi jiwa seseorang. Jika bergaul dengan mereka yang berpendidikan tinggi, seseorang pun lambat laun akan belajar dari lingkungannya itu. Oleh karena itulah Basori selalu berusaha bergaul seluas-luasnya dengan seluruh kalangan. Sungguh pelajaran hidup yang sangat berharga, yang bisa dipetik dari seorang mantan TKI yang hanya lulusan SMP ini. (Bharata dan Ifan Mahdiyat Sofiana0)
DESEMBER 2014 Peduli
43
catatan akhir
Tujuh Tahun Citizen Service:
Dinamika, Capaian, Dan Tantangan
P Tatang B.U. Razak Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia, Kemlu
44
ada tanggal 29 Juli 2007 di KBRI Singapura, Menteri Luar Negeri (Menlu) Dr. N. Hassan Wirajuda meresmikan sejumlah Perwakilan RI di luar negeri sebagai Citizen Service. Saat itu, kami hadir sebagai Koordinator Fungsi Konsuler KBRI Kuala Lumpur. Selanjutnya, Menteri Luar Negeri mengeluarkan Peraturan Menteri Luar Negeri (Permenlu) No. 4 Tahun 2008 yang menetapkan 24 Perwakilan RI di luar negeri sebagai Citizen Service. Menlu Hassan Wirajuda pada saat itu telah merasakan dinamika atas tuntutan dan harapan rakyat Indonesia terhadap Pemerintah RI untuk menangani berbagai persoalan WNI di luar negeri yang mayoritas adalah Tenaga Kerja (TKI) yang cukup vulnerable, seperti Pembantu Rumah Tangga (PRT), buruh bangunan, pekerja perkebunan, dan Anak Buah Kapal (ABK) yang seringkali menghadapi masalah, baik “eksploitasi” ataupun terjerat masalah hukum di negara tempat mereka bekerja. Sebelum ditetapkannya Permenlu No. 4 Tahun 2008, pada tahun 2002, telah dibentuk terlebih dahulu Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) dan Badan Hukum Indonesia (BHI) untuk memberikan perhatian secara khusus dalam pelayanan dan perlindungan WNI, dengan mengedepankan kepedulian dan keberpihakan. Sebagai Koordinator Fungsi Konsuler KBRI Kuala Lumpur yang juga merangkap sebagai Ketua Satgas Pelayanan dan Perlindungan WNI, saat itu kami menghadapi berbagai persoalan yang berkaitan dengan WNI di Malaysia, termasuk pelayanan publik di KBRI Kuala Lumpur yang setiap harinya harus melayani tidak kurang dari 2.000 orang. Pada saat itu, KBRI Kuala Lumpur dipimpin oleh Bapak A.M. Fachir sebagai Wakil Kepala Perwakilan RI (Wakeppri) sekaligus Kuasa Usaha Ad Interim (KUAI). Beliau melakukan ber bagai upaya pembenahan di KBRI Kuala Lumpur untuk memenuhi harapan Pimpinan Kementerian Luar Negeri RI dan masyarakat Indonesia di Malaysia. Persoalan pada saat itu sangat berat, karena dalam waktu yang bersamaan, KBRI Kuala Lumpur tengah menghadapi kasus besar yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan mengantarkan 2 (dua) Duta Besar, se
Peduli DESEMBER 2014
jumlah Konsul Jenderal, sejumlah Atase Imigrasi, dan Staf Perwakilan harus berurusan dengan hukum yang pada akhirnya mendekam di penjara. Program “benah diri” yang dicanangkan oleh Menlu Hassan Wirajuda terus dikembangkan, baik di Kementerian Luar Negeri maupun di seluruh Perwakilan RI, terlebih lagi di KBRI Kuala Lumpur. Bapak A.M. Fachir yang saat ini menjabat sebagai Wakil Menteri Luar Negeri, pada saat itu melakukan perubahan secara terukur dan sistematis, na mun sangat tegas. Kami masih teringat kata-kata beliau saat itu, “Jika ada Pejabat atau Staf yang melakukan pelanggaran, tidak akan lagi diobati tapi diamputasi.” Tugas berat yang harus dihadapi oleh Bapak A.M. Fachir sebagai Wakeppri sekaligus merangkap KUAI sehubungan dengan kekosongan Duta Besar yang cukup lama, segera ditinggalkan karena beliau telah diangkat sebagai Duta Besar RI untuk Republik Arab Mesir. Kami yang pada saat itu belum genap satu tahun memegang posisi Koordinator Fungsi Konsuler dengan gelar diplomatik Counsellor (gelar 4 tingkat di bawah Duta Besar.red) harus menggantikan posisi beliau yang sangat berat itu. Berbekal empati, tanggung jawab, kerja keras, dan keberanian yang kami miliki serta keyakinan akan kekuasaan Tuhan secara istiqamah dan tawadhu’, kami memulai posisi baru sebagai Wakeppri sekaligus merangkap sebagai Kuasa Usaha Ad Interim karena posisi Duta Besar pada
saat itu masih kosong cukup lama. Kami meneruskan apa yang telah dirintis oleh pendahulu kami. Dalam kurun waktu yang relatif singkat, pelayanan publik di KBRI Kuala Lumpur yang sebelumnya memerlukan waktu 40 hari, dapat diselesaikan dalam waktu beberapa jam saja. Bukan hanya itu, tempat pelayanan tadinya “kurang manusiawi”, karena berada di luar dan dibawah atap seng/awning, dengan 6 loket pelayanan imigrasi, 2 loket konsuler, dan 1 loket ketenagakerjaan, tanpa ada nomor antrian. Dengan jumlah pemohon tidak kurang dari 2.000 orang tiap hari, maka dapat dibayangkan kondisi pelayanan saat itu, pastinya menimbulkan ketidaknyamanan dan tidak jarang terjadi kegaduhan, serta antrian panjang hingga tumpah ruah ke jalanan yang berakibat pada timbulnya kemacetan. Sebagaimana pusat kerumunan WNI yang jamak dijumpai di dalam negeri, hal yang sama di sekitaran KBRI Kuala Lumpur juga menimbulkan kesemrawutan, menjamurnya pedagang-pedagang liar, sampahpun bertebaran di banyak lokasi, dan bau pesing akibat buang air kencing sembarangan tercium di mana-mana. Akibatnya, komplain dari tetangga tak henti-hentinya berdatangan. Bahkan KBRI Kuala Lumpur berkali-kali mendapat surat teguran dari Walikota Kuala Lumpur dan masyarakat setempat atas kesemrawutan yang terjadi di depan KBRI Kuala Lumpur. Hal ini tentunya me nimbulkan citra yang tidak baik terhadap Indonesia, sehingga langsung atau tidak langsung menimbulkan kesan yang jauh dari positif terhadap ibu pertiwi. Di bidang perlindungan WNI, pada saat itu terdapat ratusan TKI PRT yang lari dari majikan dan ditampung di KBRI Kuala Lumpur. Karena penampungan yang tidak memadai,
mereka terpaksa berkeliaran dan tidur di basement parkiran mobil. Secara perlahan tapi pasti, kami bersama Satuan Tugas Pelayanan dan Perlindungan WNI menangani satu demi satu kasus-kasus yang dihadapi, seperti gaji yang tidak dibayar, tindak kekerasan, pelecehan seksual, dan kasus perdagangan orang. Melalui berbagai inovasi dan terobosan, kasus-kasus tersebut dapat ditangani secara optimal, walaupun tidak jarang ancaman sering datang karena langkah-langkah perbaikan di KBRI Kuala Lumpur dianggap telah mengganggu individu atau kelompok yang selama ini mendapat keuntungan dari kondisi tersebut. Selama 3 tahun 2 bulan sebagai Wakeppri termasuk hampir 1 tahun sebagai KUAI, banyak perubahan menuju perbaikan atas perlindungan WNI dan pelayanan publik yang sangat dirasakan oleh WNI di Malaysia. Banyak pihak memberikan apresiasi, bukan saja datang dari kalangan mahasiswa, ekspatriat, LSM, dan media, akan tetapi juga dari Presiden RI, yaitu berupa Piala Citra Pelayanan Prima pada tahun 2008. Pada tahun yang sama pula, kami mendapat penghargaan yang diserahkan di Istana Negara sebagai pelopor inovasi perbaikan pelayanan publik. Penugasan di KBRI Kuala Lumpur yang secara keseluruhan lebih dari 4 tahun, telah menjadikan training ground sebagai diplomat Indonesia. Kami di dalam internal Kementerian Luar Negeri yang sebelumnya dibesarkan di lingkungan Multilateral tidak pernah membayangkan kondisi masyarakat Indonesia yang sedemikian rupa. Kondisi itu juga telah membukakan mata dan hati kami untuk bekerja dengan hati dalam membela kepentingan WNI. Bagi kami, KBRI Kuala Lumpur telah memberikan arti yang sangat besar dalam perjalanan hidup kami dan karenanya kami sangat bersyukur telah ditugaskan di KBRI Kuala Lumpur sebagai Koordinator Fungsi Konsuler, walaupun pada awalnya kami merasa shock dan berkeberatan atas penugasan tersebut, karena sebelumnya kami tengah melakukan persiapan penempatan ke KBRI Washington DC. Disamping itu sebagaimana masih sering ter dengar dari kolega di unit-unit lain, pekerjaan pelayanan dan perlindungan WNI tidaklah prestisius. Apabila melihat kondisi KBRI Kuala Lumpur saat ini, rasanya tidak percaya apa yang telah dilakukan oleh Bapak A.M. Fachir dan kami serta seluruh jajaran KBRI Kuala Lumpur pada saat itu. Karena bukan saja fisik saat ini bangunan KBRI yang megah dan representatif, namun pelayanan publik juga tertata rapi dengan menggunakan queuing number serta dilayani di ruangan ber-AC dengan 30 loket. Antrian yang sebelumnya tumpah ruah di jalan dengan segala kesemrawutannya, sudah tidak ditemui lagi. Di samping itu, penampungan TKI PRT yang DESEMBER 2014 Peduli
45
catatan akhir
diberi nama “Rumah Kita” tampak sangat nyaman dan membuat penghuninya benar-benar leluasa. Program-program kegiatan di penampungan pun sangat konstruktif, bahkan Ibu Negara Ani Yudhoyono sangat terkesan ketika berkunjung ke “Rumah Kita” tersebut, sehingga menjadikan “Rumah Kita” sebagai percontohan dan menjadi bagian dari program Solidaritas Isteri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB). Ketika terjadi pergantian Menteri Luar Negeri dari Bapak Dr. N. Hassan Wirajuda kepada Bapak Dr. R.M. Marty M. Natalegawa, kami diminta untuk membantu beliau dalam menangani pelayanan dan perlindungan WNI di luar negeri dan pada awal September 2010, kami dilantik sebagai Direktur Perlindungan WNI dan BHI. Pada awal melaksanakan tugas, berbagai kasus yang sangat sensitif dan high profile TKI PRT muncul khususnya di Arab Saudi, seperti kasus penganiayaan berat atas Sumiati, kasus pembunuhan oleh majikan terhadap Kikim Komalasari, serta eksekusi hukuman mati terhadap Ruyati binti Satubi. Selain itu, muncul pula varian baru dalam perlindungan WNI yang sebelumnya tidak pernah terjadi dan harus dihadapi oleh Pemerintah Indonesia, yaitu evakuasi masif WNI dari berbagai negara di Timur Tengah akibat konflik politik yang terjadi di Tunisia, Mesir, Libya, Yaman, dan Suriah. Belum lagi evakuasi masif dari Jepang akibat bencana alam Tsunami. Dalam kurun waktu yang hampir bersamaan dan bertubi-tubi muncul pula ratusan WNI di luar negeri yang terancam hukuman mati. Ditambah lagi kasus penembakaan WNI di Malaysia yang pada saat itu hampir setiap bulan terjadi. Itu saja masih belum cukup, mencuat pula kasus-kasus lain yang harus ditangani, seperti trafficking in persons, people smuggling, ABK, berbagai kece lakaan pesawat dan kapal tenggelam, serta masih banyak kasus lain yang jumlahnya puluhan ribu. Menghadapi kasus-kasus tersebut, kami beserta staf yang jumlahnya tidak seimbang dengan ribuan persoalan yang dihadapi, dituntut untuk dapat bekerja siang malam, bahkan beberapa kali kami terpaksa harus tinggal di kantor selama berharihari. Bahkan bukan saja kami harus bekerja dengan staf, akan tetapi kami juga pernah bekerja hingga pukul 5 pagi di kantor bersama Menteri Luar Negeri. Mencermati berbagai persoalan tersebut, berbagai langkah dan upay a, terobosan dan inovasi, terus dikembangkan. Sejak tahun 2012, Grand Design Perlindungan WNI di Luar Negeri telah disusun, Integrated Database System terus dikembangkan, e-perlindungan disebarluaskan, majalah Peduli hingga saat ini telah naik cetak sebanyak 4 edisi, buku-buku bertemakan pelayanan dan perlindungan WNI juga diterbitkan. Mengingat koordinasi antar instansi merupakan salah satu titik krusial pelayanan dan perlindungan WNI, telah diselenggarakan pula Rapat Koordinasi Nasional Pelayanan dan Perlindungan WNI dan BHI yang menghadirkan wakil-wakil dari Perwakilan RI di luar negeri, Pemerintah Daerah, dan Pemangku 46
Peduli DESEMBER 2014
Kepentingan lainnya baik dari unsur Pemerintahan RI maupun Swasta, seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan media. Disamping itu kami juga telah mengadakan berbagai Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan para pemangku kepentingan terkait, baik di Pusat maupun Daerah dengan bermacam tema, seperti penanganan ABK, penyiapan Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (RUU PPILN), dan masih banyak lagi. Pada saat peluncuran majalah Peduli tanggal 23 April 2014, kami mencanangkan 2014 sebagai tahun public relations pelayanan dan perlindungan WNI. Tidak menunggu lama, kami langsung berpacu dengan waktu untuk melaksanakan kegiatan Kam panye Penyadaran Publik yang juga dimaksudkan sebagai langkah pencegahan. Kegiatan dimaksud diutamakan di kantong-kantong TKI PRT atau wilayah lain yang ditengarai memiliki peran penting dalam pergerakan pengiriman TKI PRT
Staf Perwakilan RI dengan menyelenggarakan Basic Training on Victim Identification for Indonesian Consular Officers and Staffs di Mataram-NTB, 12-16 Mei 2014 bekerja sama dengan International Labour Organization (ILO), International Organization for Migration (IOM), dan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC). Performance para Pejabat dan Staf Direktorat Perlindungan WNI dan BHI dapat dilihat melalui berbagai keterlibatan mereka di forum-forum bilateral, regional, dan multilateral. Disamping Direktur Perlindungan WNI dan BHI yang memimpin delegasi, Kepala Subdit-pun harus siap menjadi Ketua Delegasi RI, mengingat tingginya mobilitas kegiatan pelayanan dan perlindungan WNI. Satu hal menarik pernah terjadi, dimana seorang Kasubdit di Direktorat Perlindungan WNI dan BHI memimpin Delegasi RI beranggotakan seorang Direktur Jenderal dari instansi teknis dengan counterpart dari Malaysia adalah Sekretaris Jenderal Kementerian Sumber Daya Manusia. Pejabat setingkat Kasubdit juga saat ini menjadi Co-Chair pada Forum Bali Process Working Group. Sementara itu, kami sebagai Direktur antara lain telah
ke luar negeri, secara ilegal. Pelaksanaan kegiatan dilakukan secara integrated dalam bentuk dialog interaktif dengan pemangku kepentingan, LSM, redaksi media cetak; siaran interaktif di berbagai radio dan televisi baik pusat maupun daerah, public lecture di berbagai perguruan tinggi dan pondokpondok pesantren di tanah air, pemasangan baliho bertemakan perlindungan di lokasi-lokasi strategis baik di ibukota maupun di daerah-daerah. Mengingat dinamika dan varian permasalahan WNI di luar negeri, kami menyadari pentingnya capacity building bagi Pejabat dan Staf yang menangani perlindungan. Kami telah mengirim staf-staf ke berbagai pelatihan dan workshop, seperti ILO Maritime Labour Academy:Workshop on National Legal Implementation of ILO Maritime Labor Convention 2006 di Turin-Italia, The 9 th International Migration Law Course di Sanremo-Italia, dan UNHCR-JICA Exercise/Operating in Complex Security Environments di Fort Thanarat-Thailand. Tidak cukup itu, kami juga telah mengupayakan peningkatan capacity building bagi Pejabat dan
beberapa kali menjadi Ketua Tim Assessment di berbagai ne gara konflik dengan anggota dari berbagai instansi termasuk TNI dan BIN. Di Saudi Arabia untuk penanganan ratusan ribu WNI Overstayer, Malaysia untuk berbagai kasus hukuman mati, persiapan evakuasi masif WNI dari berbagai negara. Di dalam negeri, kami juga melakukan inisiasi pertemuan dengan berba gai instansi terkait untuk mendorong Kementerian dan Lembaga melaksanakan kewenangannya dan menangani berbagai per soalan WNI di luar negeri yang penyebabnya berasal dari hulu. Untuk memperkuat kinerja Perwakilan RI menghadapi tantangan perlindungan di luar negeri yang makin tidak mudah, berkali-kali dilakukan pengiriman Tim Perbantuan Teknis ke berbagai negara, seperti Suriah sebanyak 5 kali dengan durasi sekitar 1 bulan pada tiap penugasan untuk menangani evakuasi masif selama periode 2012-2013. Tim Perbantuan yang sama juga dikirimkan untuk evakuasi WNI dari Tunisia, Libya, Mesir, dan Yaman. Tidak hanya itu, Tim Perbantuan Teknis juga dikirimkan untuk supervisi penanganan berbagai kasus WNI, seperti di Arab Saudi (WNI Overstayer dan kasuskasus pending), Yordania (kasus-kasus pending), Malaysia (penanganan PATI), Oman (kasus-kasus pending), dan Persatuan Emirat Arab (residu moratorium). Disamping itu untuk pengembangan integrated database system, kami juga
mengirimkan beberapa kali Tim Sinkronisasi Data ke KJRI Jeddah sebagai salah satu barometer perlindungan WNI di luar negeri dan Perwakilan RI lainnya seperti Perwakilanperwakilan RI di Malaysia dan KBRI Oman. Pada saat ini, beberapa Perwakilan RI di luar negeri bahkan telah meminta bantuan Pusat untuk memperkuat e-perlindungan dalam kerangka memperkuat integrated database system. Kini, lebih dari 8 tahun kami menangani secara langsung pelayanan dan perlindungan WNI di luar negeri. Banyak capaian yang telah diraih oleh Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan RI. Hal itu nampak dari kasus yang muncul dari tahun ke tahun, yaitu 38.880 kasus (2011), 19.218 kasus (2012), 22.167 kasus (2013), dan 15.361 kasus (2014). Namun kita sadari masih banyak ruang yang perlu diperbaiki. Tantangan juga masih menghadang di depan mata, antara lain; a) Kesadaran masyarakat Indonesia dalam migrasi yang aman masih rendah, sementara kebebasan pergerakan manusia semakin tidak terkendali terutama dengan berlakunya ASEAN Community 2015 dan APEC Liberalization; b) Bagaimana mensinergikan kebijakan di dalam negeri, kewenangan di instansi terkait, seperti Kepolisian RI, Kejaksaan Agung, Kementerian Ketenagakerjaan, BNP2TKI, dan sebagainya, utamanya menyangkut penegakan hukum (law enforcement); c) Menyelaraskan pandangan bersama baik di Kementerian Luar Negeri maupun di Perwakilan RI untuk menciptakan mindset yang sama sesuai arahan Menteri Luar Negeri agar seluruh Pejabat dan Staf hands on dalam melaksanakan pelayanan dan perlindungan WNI; d) Negara-negara yang membutuhkan TKI, namun kurang memperhatikan aspekaspek perlindungan. Tulisan ini sebagai bagian dari catatan akhir kami sebagai Direktur Perlindungan WNI dan BHI. Tanpa terasa, lebih dari 4 tahun kami melaksanakan tugas yang penuh tantangan bahkan tidak jarang ancaman menghampiri, baik ketika sebagai Wakeppri dan KUAI di KBRI Kuala Lumpur maupun sebagai Direktur Perlindungan WNI dan BHI. Saat ini masih terbentang sejumlah permasalahan WNI yang sangat high profile, seperti TKI a.n. Satinah bt Jumadi Ahmad yang terancam hukuman mati di Arab Saudi karena membunuh majikannya dan melakukan perzinahan, TKI a.n. Karni bt Medi Tarsim yang menghadapi ancaman hukuman mati di Arab Saudi karena menyayat leher hingga tewas terhadap anak majikan yang berusia ± 4 tahun menggunakan pisau dapur, TKI a.n. Cicih bt Aing Tolib yang juga terancam hukuman mati di Abu Dhabi terkait tuduhan pembunuhan atas bayi majikan berusia ±4 bulan dengan cara membentur-benturkan kepala bayi, TKI a.n. Walfrida Soik yang saat ini telah dibebaskan dari ancaman hukuman mati di Malaysia, dan TKI a.n. Erwiana Sulistyaningsih yang menjadi korban penganiayaan berat majikan di Hong Kong. Kini tugas baru kami sebagai Duta Besar RI untuk Negara Kuwait, telah menanti. Insya Allah dengan berbekal pengalaman selama hampir 27 tahun mengabdi di Kementerian Luar Negeri RI, kami akan melaksanakan amanah dan tanggung jawab yang dibebankan kepada kami dengan sebaik-baiknya, terlebih lagi dengan komitmen dan sepak terjang Menteri Luar Negeri Ibu Retno LP Marsudi dalam menangani setiap kasus dan persoalan WNI di luar negeri akan lebih menggelorakan semangat kepedulian dan keberpihakan dalam melayani dan melindungi WNI di luar negeri. Jakarta, 15 Desember 2014
DESEMBER 2014 Peduli
47