KEBIJAKAN MENYANGGA ANJLOKNYA HARGA GABAH PADA PANEN RAYA BULAN FEBRUARI S/D APRIL 2007
Pendahuluan 1.
Produksi padi di Indonesia mengikuti siklus musim, dimana panen raya dimulai pada bulan Februari sampai April yang diperkirakan mencapai 42 persen dari total produksi padi nasional. Produksi pada panen raya menjadi masalah karena jauh di atas kebutuhan konsumsi domestik, sehingga menimbulkan surplus yang begitu besar sekitar 5,4 juta ton beras, sedangkan panen pada bulan lainnya justru mengalami defisit yang dimulai pada bulan September sampai Januari sekitar 5,4 juta ton juga (gambar 1). Oleh karena produksi padi pada panen raya menimbulkan surplus yang demikian besar, maka akan menekan harga gabah yang di beberapa daerah sering di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP).
2.
Dari sisi pedagang, pada saat musim hujan mereka umumnya lebih menyukai membeli gabah dalam bentuk Gabah Kering Giling (GKG) karena secara ratarata, margin keuntungan yang diperoleh pedagang lebih besar untuk GKG dibandingkan GKP (lihat tabel 1). Pada saat musim kemarau, biaya yang dikeluarkan bagi pembelian dalam bentuk GKP ataupun GKG relatif sama, perbedaannya hanya untuk biaya jemur dan itu jumlahnya relatif kecil (tabel 2). Keadaan ini membawa konsekuensi besar bagi margin keuntungan yang diperoleh pedagang. Pada saat musim hujan, rata-rata margin keuntungan dari GKG sekitar 30 persen sampai tiga kali lipat dari keuntungan GKP. Inilah faktor lain yang menyebabkan kenapa harga jual GKP semakin terpuruk pada saat musim hujan, selain jumlah produksi melimpah, pedagang kurang mempunyai insentif untuk membeli dalam bentuk GKP
3.
Hal lain yang menyebabkan rendahnya harga gabah di tingkat petani adalah masih dominannya sistem pembelian secara tebasan, terutama untuk beberapa lokasi di Jawa. Perhitungan sederhana yang dilakukan pada beberapa responden yang menjual secara tebasan di D. I. Yogyakarta dan datanya kami konfirmasikan pada para penebas, didapat informasi seperti pada tabel 3. Perbedaan harga di tingkat petani dengan harga yang diterima penebas berkisar 8 persen. Upaya berbagai kalangan untuk menghapus pola panen
42
tebasan ini belum sepenuhnya berhasil, karena antara penebas dan petani telah lama terikat dalam berbagai kegiatan. 4.
Bertolak dari keadaan di atas bila pasar gabah, terutama pada saat musim hujan, sepenuhnya diserahkan pada mekanisme pasar, maka akan selalu terjadi penurunan harga terutama GKP. Karena itu diperlukan campur tangan pemerintah untuk melindungi petani. Salah satu upaya untuk mempertahankan harga gabah pada saat panen raya tidak anjlok, perlu dilakukan upaya meningkatkan kapasitas penyimpanan riil masyarakat menjadii sekitar 5,4 juta ton melalui berbagai program dan menjualnya pada bulan-bulan defisit.
A.
Kebijakan Jangka Pendek Tahun 2007
Advokasi Gerakan Penyimpanan beras oleh Petani melalui Media Massa dan Penyuluhan. a.
Sasaran kebijakan ini adalah untuk menggugah kesadaran masyarakat tentang pentingnya menyimpan beras pada panen raya dan menjualnya pada bulan-bulan tidak panen untuk menjaga agar harga gabah tidak anjlok.
b.
Instrumen kebijakan ini adalah IKLAN atau tayangan lainnya bersifat himbauan serta penyuluhan kepada petani.
B.
Kebijakan Jangka Menengah dan panjang
Kebijakan jangka menengah dan panjang adalah memberdayakan petani untuk melakukan pengeringan dan penyimpanan sendiri secara berkelompok dan menjualnya pada musim tidak panen. Kebijakan ini dapat dilakukan melalui pengembangan teknologi pengeringan dan pergudangan kapasitas mikro secara berkelompok.
1. Pra-Syarat Bagi Kelompok Tani Yang Dilibatkan
1) Pada prinsipnya upaya pelibatan kelompok tani dalam menjaga stabilitas harga gabah ditingkat petani, terutama pada saat musim hujan, bukanlah suatu ide yang baru. Berbagai program sejenis telah dikembangkan oleh Departemen Pertanian sendiri (Badan Ketahanan Pangan) sejak tahun 2002 melalui program pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat dan
43
Pengembagan
Sistem
Tunda
Jual.
Sementara
itu
Departemen
Perdagangan melalui Undang-Undang nomor 9 tahun 2006, tentang Sistem Resi Gudang, telah mengembangkan satu mekanisme yang memungkinkan petani menunda penjualan gabahnya pada saat panen raya. 2) Persoalannya lebih pada masih rendahnya efektivitas dari berbagai kelembagaan di atas dalam upaya menjaga stabilitas harga gabah di tingkat petani. Salah satu persoalan mendasar pada program lumbung pangan yang memanfaatkan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM), adalah terbatasnya jumlah gabah yang dapat dibeli dan rendahnya margin keuntungan yang diperoleh kelompok yang melakukan pembelian gabah selama panen raya. Akibatnya perputaran modal yang ada lebih banyak untuk usaha simpan pinjam bagi anggota kelompok. Selain itu tidak ada tenaga khusus yang menjalankan kegiatan usaha dan kelompok tani yang menerima
BLM
bagi
program
lumbung
pangan
kurang
mendapat
pembinaan sebagaimana mestinya, sehingga kegiatan kelompok tidak berjalan seperti yang diharapkan. 3) Bercermin dari keberhasilan upaya sejenis dari program Resi Gudang pada Panguyuban Patra Mekar dan UPJA Sri Mulya Desa Sleman Lor, Kecamatan Sliyeg, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Maka prasyarat
utama bagi terlaksananya upaya ini adalah adanya keinginan yang kuat dari petani
pada
satu
hamparan
(minimal
10
hektar
sawah)
untuk
mempersatukan diri dalam kelompok untuk pengaturan manajemen gabah yang mereka hasilkan. Tersedianya modal dan fasilitas penyimpanan/ gudang yang memadai, dengan kapasitas minimal 50 ton juga merupakan prasyarat lainnya yang harus tersedia. 4) Selain itu ada tenaga khusus yang mengelola gabah tersebut, sehingga dapat dijual dengan harga yang lebih baik pada saat musim panceklik. Dari aspek keuntungan yang diperoleh, ada kejelasan pembagian keuntungan antara petani pemilik gabah, pemilik modal, pengelola dan pihak lain yang terlibat. Kesepakatan tentang pembagian keuntungan ini dilakukan pada awal kegiatan usaha. Terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah adanya mekanisme kontrol terhadap pengelola, serta pendampingan yang intensif dari petugas dinas terkait selama masa inisiasi awal sampai kelompok dianggap sudah dapat mandiri.
44
2. Langkah-Langkah Yang Perlu Diambil 1) Bercermin pada pra-syarat di atas, maka langkah awal yang diperlukan adalah identifikasi lokasi dan kelompok yang membutuhkan adanya kebersamaan dalam menjaga stabilisasi harga gabah pada saat panen raya. Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia bersama Badan Litbang Pertanian melalui BPTP dan komponen lainnya dapat melakukan hal ini. Diharapkan satu kelompok hamparan minimal 10 hektar lahan sawah dengan maksimal penyimpanan gabah 50 ton per musim. Identifikasi ini dapat juga disertai penyuluhan untuk penumbuhan kesadaran pada kelompok yang dianggap perlu adanya kelompok semacam ini. Program semacam ini tidak dapat dibuat seragam pada semua lokasi. Hal-hal spesifik yang perlu diperhatikan adalah kemampuan petani secara berkelompok dalam menyimpan gabah dalam waktu lama, perkembangan kemampuan manajerial kelompok, dan ketersedian tenaga khusus yang mengelola kegiatan ini. 2) Langkah berikutnya adalah pendampingan dan pembinaan dari dinas terkait (Dinas Kabupaten dan Penyuluh Lapangan), bersamaan dengan upaya melihat berbagai peluang yang dapat dikerjasamakan, selain pengadaan gabah. Kesadaran akan manfaat dari kerjasama ini merupakan langkah awal
yang
sangat
menentukan
keberlanjutan
kegiatan
kelompok.
Bersamaan dengan pembinaan ini perlu diidentifikasi anggota kelompok yang dapat dipercaya dalam mengelola gabah yang akan disimpan. Pengelola ini minimal terdiri dari tiga orang, yaitu seorang ketua, sekretaris yang mencatat keluar masuknya gabah dan seorang bendahara yang mendata tentang keuangan lumbung. Ketua adalah orang yang memahami tentang penyimpanan gabah dalam waktu lama dan mengetahui alternatif pasar gabah dan beras yang ada di wilayah itu dan wilayah sekitarnya. 3) Bila telah teridentifikasi dengan baik, diupayakan adanya musyawarah kelompok yang merencanakan bentuk kegiatan kelompok dan memufakati berbagai ketentuan yang terkait dengan kegiatan kelompok dan pembagian keuntungan usaha. Bila ini telah dilakukan, maka barulah modal pinjaman dikucurkan, dengan perjanjian pemilik modal akan mendapat bagian pembagian keuntungan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pola pembagian keuntungan ini sedapat mungkin memberikan margin yang cukup besar bagi petani yang menyimpan gabahnya dalam kelompok
45
4) Dari pengalaman program di panguyuban Patra Mekar Indramayu, jumlah gabah yang berhasil dihimpun kelompok adalah 40.000 kilogram dan modal yang digulirkan sebesar Rp 55 juta, sementara taksiran nilai gabah adalah Rp.80 juta. Pengelola kegiatan ini dapat menjual gabah untuk bibit dan dalam bentuk beras dan memberikan perbedaan harga sekitar Rp 350,untuk setiap kilogram gabah yang disimpan petani (4 bulan penyimpanan). Pembagian keuntungan yang disepakati pada awal kegiatan adalah: Untuk petani yang menyimpan gabah sebesar 54 persen, pengelola gudang 8,5 persen, untuk pengelola/pemilik dana 18,5 persen dan dana pengembangan 19 persen. 5) Salah satu kunci dari keberhasilan pendekatan semacam ini adalah adanya saling kepercayaan antara berbagai pihak yang terkait. Selain itu pendampingan yang intensif untuk menumbuhkan kesadaran petani tentang manfaat yang akan diperoleh melalui upaya ini.
6000000 5000000
ton
4000000 3000000 2000000 1000000
Produksi
Konsumsi
Gambar 1. Keseimbangan Produksi dan Konsumsi Beras tahun 2006.
46
Ju ni
Me i
Ap ril
Ag us tus Se pte mb er Ok tob er No ve mb De er se mb er Ja nu ari Pe bru ari Ma ret
Ju li
0
Tabel 1. Perhitungan input-output untuk setiap kilogram gabah kering panen (GKP) dan gabah kering giling (GKG) yang dibeli oleh Pedagang Desa (Penggilingan) dan diolah menjadi beras selama MH 2005/2006 di Beberapa Daerah Sentra Produksi Beras di Indonesia. Uraian
Sumbar GKP
1.Rata-rata harga pembelian gabah (Rp/Kg) 2.Rendemen GabahBeras 3. Nilai Beras (Rp)*) 4. Nilai Bekatul (Rp) 5. Biaya yang dikeluarkan (Rp)**) 6.Margin Keuntungan (Rp)
Jabar
GKG
GKP
DIY
GKG
GKP
Sulsel GKG
GKP
GKG
1.750
1.950
1.375
1.749
1.650
1.900
1.600
1.825
0,550
0,625
0,506
0,627
0,510
0,608
0,53
0,610
2.005 55
2.225 53
1.506 69,3
1.866 72,4
1.836 68,5
2.109,5 81,0
1.808 48,0
2.046 32,5
201
194,9
171,2
138,6
217,5
166,5
205,5
164
109
133,1
29,1
50,8
37
124
50,5
89,5
Keterangan : *) dihitung dari harga jual beras perkilogram dikali rendemen gabah-beras **) meliputi biaya bongkar muat, transportasi, jemur, giling dan lainnya.
Tabel 2. Perhitungan input-output untuk setiap kilogram gabah kering panen (GKP) dan gabah kering giling (GKG) yang dibeli oleh Pedagang Desa (Penggilingan) dan diolah menjadi beras selama MK 2006 di Sumatera Barat dan Jawa Barat. Sumbar
Uraian GKP 1.Rata-rata harga pembelian gabah (Rp/Kg) 2.Rendemen Gabah Beras 3. Nilai Beras (Rp)*) 4. Nilai Bekatul (Rp) 5. Biaya yang dikeluarkan (Rp)**) 6.Margin Keuntungan (Rp)
Jabar GKG
GKP
GKG
1.840
2.116
1.676
2.224
0,572
0,630
0,527
0,639
2.142,6 63,0
2.367 71,0
1.968 70,2
2.383 74.1
186,0
167,5
165,1
149,5
179
153,5
197,1
84,3
Keterangan : *) dihitung dari harga jual beras perkilogram dikali rendemen gabah-beras **) meliputi biaya bongkar muat, transportasi, jemur, giling dan lainnya.
47
Tabel 3.
Penaksiran yang Dilakukan Penebas untuk Setiap 1.000 Meter Areal Panen, di Kabupaten Bantul, D. I. Yogyakarta, Maret 2006
Uraian 1. Perkiraan harga tebasan 2. Perkiraan jumlah gabah yang didapat. 3. Biaya panen 4. Biaya transportasi 5. Jumlah yang dibeli oleh penggilingan 6. Keuntungan penebas Keterangan :
Fisik (kg)
Nilai/Satuan (Rp) 1.481**)
Total Nilai (Rp) 900.000
67,5 0*)
1.600
108.000***)
607,5
1.600
972.000
675,0
72.000
*) = Ditanggung pemilik penggilingan **) = Perkiraan HPP di tingkat petani.(dihitung dari Rp 900.000 dibagi dengan hasil bersih setelah dikurangi bawon, 607,5 kg). ***) = Buruh panen perorang menerima Rp 15.428,- (Rp 108.000 dibagi rata untuk 7 orang, upah laki-laki dan wanita sama. Sehingga dalam sehari dengan kemampuan memanen 2.000 meter mereka mendapat hasil bersih sekitar Rp 30.000,- , makan ditanggung pemilik lahan)
48