CURAHAN KERJA, KONTRIBUSI ANGGOTA KELUARGA DALAM PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN POLA PENGELUARAN NELAYAN TRADISIONAL DI KABUPATEN BREBES JAWA TENGAH
INDRA ROCHMADI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul:
CURAHAN KERJA, KONTRIBUSI ANGGOTA KELUARGA DALAM PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN POLA PENGELUARAN NELAYAN TRADISIONAL DI KABUPATEN BREBES JAWA TENGAH
merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan bimbingan komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi manapun.
Semua data dan informasi yang digunakan telah
dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Agustus 2010
Indra Rochmadi NRP. H351060101
ABSTRACT
INDRA ROCHMADI. Working Time Allocation, Contribution of Family Members to Household Income and Traditional Expenditure Patterns in Brebes Regency (SJAFRI MANGKUPRAWIRA as the Chairman and RINA OKTAVIANI as the Member of the Advisory Committee) A number of studies on fishermen’s lives generally focus on poverty and economic uncertainty as a result of living difficulties faced by fishermen and their families. At present, most households do not have only one income source but several sources. In other words, they do diversified jobs or have various income sources. However, the problem is that the opportunity cost or any possible activities the fishermen can do when they do not catch fish is very low and they tend to do the activities although they are not profitable and efficient. The objectives of this research were to analyze the factors that affect the allocation of working time among the households of traditional fishermen who use payang as a catching tool and to examine the factors that influence their income and expenditure. This study used cross sectional data. The model built in this study was intended to be able to identify the economic behaviors among the households of traditional fishermen in Brebes Regency, Central Java, based on the existing data and the results of previous studies with the support of relevant theories. Keywords: traditional fishermen, households, working time allocation, income
RINGKASAN INDRA ROCHMADI. Curahan Kerja, Kontribusi Anggota Keluarga dalam Pendapatan Rumahtangga dan Pola Pengeluaran Nelayan Tradisional di Kabupaten Brebes Jawa Tengah (SJAFRI MANGKUPRAWIRA sebagai Ketua dan RINA OKTAVIANI sebagai Anggota Komisi Pembimbing). Secara teoritis, dengan potensi perikanan yang demikian besar, nelayan seharusnya mampu hidup berkecukupan. Namun kenyataannya, hanya segelintir nelayan yang hidup berkecukupan, selebihnya sebagian besar yang lain dapat dikatakan bukan saja belum berkecukupan, melainkan juga masih terbelakang. Berbagai kajian mengenai kehidupan nelayan umumnya menekankan pada kemiskinan dan ketidakpastian perekonomian, karena kesulitan hidup yang dihadapi nelayan dan keluarganya Dewasa ini sumber pendapatan sebagian besar rumahtangga tidak hanya satu, melainkan dari beberapa sumber atau dikatakan rumahtangga tersebut melakukan diversifikasi pekerjaan atau memiliki aneka ragam sumber pendapatan Namun yang menjadi permasalahan adalah opportunity cost atau kemungkinan lain yang bisa dikerjakan nelayan bila saja mereka tidak menangkap ikan sangat rendah, maka nelayan cenderung tetap melaksanakan usahanya meskipun usaha tersebut tidak lagi menguntungkan dan efisien. Keputusan pencurahan waktu kerja oleh anggota rumahtangga baik di dalam maupun di luar sub sektor perikanan akan mempengaruhi besar kecilnya tingkat pendapatan yang diperoleh rumahtangga dan pendapatan rumahtangga akan mempengaruhi pola pengeluaran. Keputusan rumahtangga dalam mencurahkan waktu kerja, pendapatan dan pengeluaran merupakan perilaku rumahtangga. Penelitian ini bertujuan untuk: menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap curahan kerja pada rumahtangga nelayan tradisional dengan alat tangkap payang dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan dan pengeluaran rumahtangga nelayan tradisional dengan alat tangkap payang. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kerat lintang (cross section). Model yang dibangun diarahkan untuk tujuan agar mampu mengkaji fenomena perilaku ekonomi rumahtangga nelayan tradisional di Kabupaten Brebes Jawa Tengah, berdasarkan data yang ada maupun hasil penelitian sebelumnya, disertai dengan dukungan teori yang relevan. Estimasi model digunakan metode 2 SLS. Mengingat jumlah persamaan yang ada, maka estimasi model tidak dilakukan secara terpisah, namun secara serempak (simultan) dengan rnenggunakan program aplikasi komputer SAS versi 9.2. Kegiatan melaut yang dilakukan oleh suami dan anak laki-laki merupakan subtitusi untuk kegiatan nonmelaut. Apabila suami dan anak laki-laki lebih memilih bekerja melaut maka akan mengurangi waktu kerjanya di nonmelaut. Dengan alternatif pekerjaan menangkap ikan (opportunity cost) yang sangat sedikit, maka pendidikan merupakan faktor yang penting dalam meningkatkan pendapatan, tetapi pada kenyataannya suami akan tetap melaut walaupun memiliki pendidikan yang tinggi, hal ini dikarenakan pendapatan dari nonmelaut (tukang ojek, tukang batu dan buruh angkat tanah) tidak signifikan dibandingkan
dengan melaut. Sedangkan anak laki-laki dan perempuan akan memilih untuk bekerja di nonmelaut apabila memiliki pendidikan yang tinggi. Jumlah balita tidak mempengaruhi curahan tenaga kerja istri, dengan curahan waktu kerja yang tinggi, istri mempunyai kontribusi pendapatan pada kegiatan nonmelaut paling tinggi. Sebaliknya anak perempuan akan mengurangi jam kerjanya untuk mengurus balita. Kontribusi pendapatan suami dan anak lakilaki dalam rumahtangga nelayan tradisional payang tidak berbeda jauh, hal ini dikarenakan adanya pembagian pendapatan yang sama antara suami dan anak laki-laki dalam satu unit alat penangkapan (perahu) Kata kunci: nelayan tradisional, curahan kerja, pendapatan, pengeluaran
Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
CURAHAN KERJA, KONTRIBUSI ANGGOTA KELUARGA DALAM PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN POLA PENGELUARAN NELAYAN TRADISIONAL DI KABUPATEN BREBES JAWA TENGAH
INDRA ROCHMADI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Penguji Luar Komisi: Dr.Ir.Nunung Kusnadi, MS
Penguji Wakil Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian dan Pimpinan Sidang: Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS
Judul Tesis
:
Curahan Kerja, Kontribusi Anggota Keluarga dalam Pendapatan Rumahtangga dan Pola Pengeluaran Nelayan Tradisional di Kabupaten Brebes Jawa Tengah
Nama Mahasiswa :
Indra Rochmadi
Nomor Pokok
:
H351060101
Program Studi
:
Ilmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir.Tb. Sjafri Mangkuprawira Ketua
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian: 23 Juli 2010
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Surakarta, pada tanggal 20 Februari 1982 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Djumadi dan Widowati. Penulis
menyelesaikan
pendidikan
dasar
pada
tahun
1994
di
SDN Wonosari 103 Surakarta, pendidikan menengah pertama pada tahun 1997 di SMP Batik 1 Surakarta dan pendidikan menengah atas pada tahun 2000 di SMAN Batik 1 Surakarta. Penulis menerima gelar sarjana perikanan (S.Pi) di Universitas Diponegoro Semarang pada tahun 2006. Pada tahun 2006 penulis melanjutkan studi S2 di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..............................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR .........................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................
viii
I. PENDAHULUAN ...............................................................................
1
1.1. Latar Belakang ..............................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah.................................................................... ..
4
1.3. Tujuan Penelitian ..........................................................................
6
1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ................................
7
1.4.1. Ruang Lingkup ....................................................................
7
1.4.2. Keterbatasan ........................................................................
8
II. TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................
9
2.1. Nelayan Tradisional .....................................................................
9
2.1.1. Nelayan Tradisional .............................................................
9
2.1.2. Nelayan Tradisional Payang ................................................
11
2.2. Curahan Tenaga Kerja...................................................................
12
2.3. Pendapatan dan Pengeluaran .........................................................
14
2.4. Ekonomi Rumahtangga Nelayan...................................................
16
III. KERANGKA PEMIKIRAN ..............................................................
18
3.1. Tinjauan Teoritis ............................................................................
18
3.1.1 Curahan Tenaga Kerja.......................................................
18
3.1.2 Pendapatan dan Konsumsi ................................................
22
3.2. Tinjauan Studi Empirik .................................................................
26
3.3. Kerangka Pemikiran Teoritis .........................................................
31
3.3.1. Model Ekonomi Rumahtangga Nelayan ..............................
31
3.3.2. Alur Pemikiran Penelitian ....................................................
37
IV. METODE PENELITIAN ..................................................................
41
4.1. Lokasi Penelitian ..........................................................................
41
4.2. Jenis dan Sumber Data ..................................................................
41
i
4.3. Metode Pengambilan Contoh ........................................................
42
4.4. Model.............................................................................................
43
4.4.1. Tahapan Membangun Model ..............................................
43
4.4.2. Spesifikasi Model dan Hipotesis .........................................
44
4.4.2.1. Curahan Kerja Rumahtangga Nelayan ...................
44
4.4.2.2. Pendapatan Rumahtangga Nelayan .......................
52
4.4.2.3. Pengeluaran Rumahtangga ....................................
58
4.4.2.4. Produksi .................................................................
61
4.5. Prosedur Analisis ...........................................................................
63
4.5.1. Metode Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Nelayan Tradisional ...........................................................
63
4.5.2. Definisi Operasional ............................................................
64
V. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................
66
5.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian ...............................................
66
5.1.1. Letak Geografis dan Administrasi .....................................
66
5.1.2. Keadaan Penduduk ............................................................
67
5.1.3. Kondisi Sosisal Ekonomi dan Budaya Masyarakat Pesisir Kabupaten Brebes ..................................................
72
5.1.4. Kondisi Umum Sektor Kelautan dan Perikanan ................
74
5.1.4.1. Keadaan Topografi, Morfologi dan Geologi Wilayah Pesisir Brebes ................................................
74
5.1.4.2. Kondisi Klimatologis dan Angin Kabupaten Brebes ..
76
5.1.4.3. Kondisi Pantai Perairan Brebes ...................................
77
5.1.4.4. Potensi Perikanan Kabupaten Brebes ..........................
78
5.2. Ekonomi Rumahtangga Nelayan ...................................................
80
5.2.1. Alokasi Waktu Anggota Rumahtangga Nelayan ..............
80
5.2.2. Kontribusi Anggota Keluarga dalam Pendapatan Rumahtangga Nelayan ......................................................
82
5.2.3. Pola Pengeluaran Rumahtangga Nelayan ..........................
83
5.3. Hasil Pendugaan Model Ekonomi Rumahtangga Nelayan ...........
84
5.3.1. Curahan Kerja Rumahtangga Nelayan .............................
84
5.3.1.1. Curahan Tenaga Kerja Suami Melaut ........................
84
5.3.1.2. Curahan Tenaga Kerja Suami Nonmelaut .................
86
5.3.1.3. Curahan Tenaga Kerja Istri Nonmelaut......................
88
ii
5.3.1.4. Curahan Tenaga Kerja Anak Perempuan Nonmelaut
90
5.3.1.5. Curahan Kerja Anak Laki-laki Melaut ......................
92
5.3.1.6. Curahan Tenaga Kerja Anak Laki-laki Nonmelaut ....
94
5.3.2. Pendapatan Anggota Keluarga .........................................
95
5.3.2.1. Pendapatan Suami Melaut .........................................
96
5.3.2.2. Pendapatan Suami Nonmelaut ...................................
98
5.3.2.3. Pendapatan Istri Nonmelaut ......................................
99
5.3.2.4. Pendapatan Anak Perempuan Nonmelaut .................
101
5.3.2.5. Pendapatan Anak Laki-laki Melaut ...........................
102
5.3.2.6. Pendapatan Anak Laki-laki Nonmelaut ....................
104
5.3.3. Pengeluaran Rumahtangga ...............................................
105
5.3.3.1. Konsumsi Pangan ......................................................
105
5.3.3.2. Konsumsi Nonpangan ...............................................
106
5.3.4. Produksi Ikan ....................................................................
107
5.3.4.1. Biaya Bahan Bakar Minyak ......................................
109
5.3.4.2. Biaya Perbekalan Melaut ...........................................
109
VI. KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................
111
7.1. Kesimpulan ...............................................................................
111
7.2. Saran ..........................................................................................
111
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................
113
iii
DAFTAR TABEL Nomor 1.
Halaman
Penggolongan Nelayan Menurut Jarak, Ukuran Kapal, dan Jenis Alat Tangkap di Kabupaten Brebes Tahun 2008 ......................
10
Jumlah Perahu/Kapal Perikanan Laut Menurut Kategori dan Ukuran Kapal di Indonesia Tahun 2005-2009 ..................................
37
3.
Luas Wilayah dan Jumlah Desa di Kabupaten Brebes Tahun 2008 ..
66
4.
Jumlah dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pesisir Kabupaten Brebes Tahun 2008 ............................................................................
68
Perumbuhan dan Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Brebes Tahun 1998-2008 ..................................................................
69
Proyeksi Jumlah Penduduk Wilayah Pesisir Kabupaten Brebes Tahun 2014 ...........................................................................
70
Pertumbuhan Penduduk di Lima Kecamatan Pesisir Kabupaten Brebes Tahun 2003-2008 ..................................................................
71
Tingkat Pendidikan Penduduk Umur 10 Tahun ke Atas Wilayah Pesisir Kabupaten Brebes Tahun 2007 .............................................
72
Jumlah Penduduk Kabupaten Brebes yang Bergerak di Bidang Perikanan Tahun 2007-2008 .............................................................
73
Jumlah Keluarga Miskin di Wilayah Pesisir Kabupaten Brebes Tahun 2002-2006 ..............................................................................
74
Luas Wilayah Menurut Ketinggian Per Kecamatan di Wilayah Pesisir Kabupaten Brebes Tahun 2007 .............................................
74
Luas Lereng Per Kecamatan di Pesisir Kabupaten Brebes Tahun 2007 .......................................................................................
75
13.
Banyaknya Curah Hujan di Wilayah Pesisir Brebes Tahun 2007 ....
76
14.
Produksi Perikanan Kabupaten Brebes dalam Tahun 2006 ..............
79
15.
Jenis dan Jumlah Alat Tangkap Nelayan Kabupaten Brebes Tahun 2006 ........................................................................................
80
16.
Jumlah Armada Kapal di Kabupaten Brebes Tahun 2006 .................
80
17.
Alokasi Waktu Anggota Rumahtangga Nelayan Tradisional di Kabupaten Brebes Tahun 2008 ......................................................
81
2.
5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
iv
18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33.
Kontribusi Anggota Keluarga dalam Pendapatan Rumahtangga Nelayan Tradisional di Kabupaten Brebes Tahun 2008 ....................
82
Pola Pengeluaran Rumahtangga Nelayan di Kabupaten Brebes Tahun 2008 .......................................................................................
83
Hasil Pendugaan Parameter Curahan Tenaga Kerja Suami pada Kegiatan Melaut di Kabupaten Brebes Tahun 2008 .........................
85
Hasil Pendugaan Parameter Curahan Tenaga Kerja Suami pada Kegiatan Nonmelaut di Kabupaten Brebes Tahun 2008 ....................
87
Hasil Pendugaan Parameter Curahan Tenaga Kerja Istri di Kabupaten Brebes pada Kegiatan Nonmelaut Tahun 2008 ...............
89
Hasil Pendugaan Parameter Curahan Tenaga Kerja Anak Perempuan di Kabupaten Brebes pada Kegiatan Nonmelaut Tahun 2008 ...........
91
Hasil Pendugaan Parameter Curahan Tenaga Kerja Anak Laki-laki di Kabupaten Brebes pada Kegiatan Melaut Tahun 2008 .
93
Hasil Pendugaan Parameter Curahan Tenaga Kerja Anak Laki-laki pada di Kabupaten Brebes pada Kegiatan Nonmelaut Tahun 2008...
95
Hasil Pendugaan Parameter Pendapatan Suami dari Kegiatan Melaut di Kabupaten Brebes Tahun 2008..........................................
97
Hasil Pendugaan Parameter Pendapatan Suami dari Kegiatan Nonmelaut di Kabupaten Brebes Tahun 2008 ...................................
98
Hasil Pendugaan Parameter Pendapatan Istri dari Kegiatan Nonmelaut di Kabupaten Brebes Tahun 2008 ...................................
100
Hasil Pendugaan Parameter Pendapatan Anak Perempuan dari Kegiatan Nonmelaut di Kabupaten Brebes Tahun 2008 ....................
101
Hasil Pendugaan Parameter Pendapatan Anak Laki-Laki dari Kegiatan Melaut di Kabupaten Brebes Tahun 2008 ..........................
103
Hasil Pendugaan Parameter Pendapatan Anak Laki-Laki dari Kegiatan Nonmelaut di Kabupaten Brebes Tahun 2008 ...................
104
Hasil Pendugaan Parameter Konsumsi Pangan Rumahtangga di Kabupaten Brebes Tahun 2008 ......................................................
105
Hasil Pendugaan Parameter Konsumsi Nonpangan Rumahtangga di Kabupaten Brebes Tahun 2008 ...............................
107
v
34. 35. 36.
Hasil Pendugaan Parameter Produksi Ikan di Kabupaten Brebes Tahun 2008 ............................................................................
108
Hasil Pendugaan Parameter Biaya Bahan Bakar Minyak di Kabupaten Brebes Tahun 2008 ......................................................
109
Hasil Pendugaan Parameter Biaya Perbekalan Melaut di Kabupaten Brebes Tahun 2008 ............................................................................
110
vi
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Fungsi Kepuasan Seorang Anggota Rumahtangga ............................. ..... 2.
19
Fungsi Kepuasan, Efek Pendapatan, Efek Subtitusi dan Efek Total .................................................................................... ....
20
Kurva Hubungan Pendapatan dengan Konsumsi ............................... ....
24
4. Alur Pemikiran Ekonomi Rumahtangga Nelayan dengan Alat Tangkap Payang di Kabupaten Brebes Tahun 2008 .................. ....
38
5. Bagan Penarikan Contoh Rumahtangga Nelayan Tradisional di Kabupaten Brebes Tahun 2008 ........................................................... ....
43
3.
vii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1. 2.
3.
Halaman
Diagram Langkah-Langkah Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Nelayan Tradisional ..................................................
114
Program Komputer Pendugaan Model Persamaan Simultan dengan Metode Two State Least Square (2SLS) SAS Versi 9.2 .......
115
Hasil Pendugaan Model Persamaan Simultan dengan Metode Two State Least Square (2SLS) SAS Versi 9.2 ........................................
117
viii
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam
perekonomian Indonesia karena beberapa alasan antara lain: (1) sumberdaya perikanan, sumberdaya perairan dan lahan tambak masih cukup melimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal, (2) Produk Domestik Bruto (PDB) sub sektor perikanan walaupun masih relatif kecil kontribusinya, akan tetapi menunjukkan
kecenderungan
yang
semakin
meningkat
dan
bahkan
peningkatannya tertinggi dibandingkan dengan sektor yang lain, (3) pola hidup masyarakat saat ini dicirikan dengan semakin selektifnya makanan yang disajikan dengan memenuhi kriteria gizi yang tinggi, mudah disajikan dan menjangkau masyarakat, dan (4) jumlah penduduk Indonesia yang semakin meningkat dan mencapai lebih dari 200 juta jiwa merupakan pasar yang potensial bagi produkproduk perikanan (Kusumaatmadja, 2000). Secara teoritis, dengan potensi perikanan yang demikian besar, nelayan seharusnya mampu hidup berkecukupan. Namun kenyataannya, hanya segelintir nelayan yang hidup berkecukupan, selebihnya sebagian besar yang lain dapat dikatakan bukan saja belum berkecukupan, melainkan juga masih terbelakang. Berbagai kajian mengenai kehidupan nelayan umumnya menekankan pada kemiskinan dan ketidakpastian perekonomian, karena kesulitan hidup yang dihadapi nelayan dan keluarganya (Emerson, 1980). Kehidupan nelayan dapat dikatakan tidak saja belum berkecukupan, melainkan juga masih terbelakang, termasuk dalam hal pendidikan. Keterbatasan sosial yang dialami nelayan memang tidak terwujud dalam bentuk keterasingan, karena secara fisik
2
masyarakat nelayan tidak dapat dikatakan terisolasi atau terasing. Namun lebih terwujud pada ketidakmampuan mereka dalam mengambil bagian dalam kegiatan ekonomi pasar secara menguntungkan, yang ditunjukkan oleh lemahnya mereka mengembangkan organisasi keluar lingkungan kerabat mereka atau komunitas lokal (Budiharsono, 1989). Pendapatan merupakan salah satu indikator kesejahteraan dalam ekonomi rumahtangga, dengan dasar skema waktu yang berbeda antara satuan waktu per bulan dan per tahun, diperoleh kesimpulan yang sama antara Aryani (1994) dan Reniati (1998) dalam hal: (1) anggota rumahtangga, yaitu istri dan anak, di samping suami selaku kepala rumahtangga, memegang peranan penting dalam berkontribusi untuk penerimaan rumahtangga nelayan, (2) dilihat dari curahan jam kerja, peranan istri cukup tinggi, dan (3) penerimaan nonmelaut memegang peranan menentukan dalam alokasi curahan kerja anggota keluarga dan kontribusinya terhadap penerimaan rumahtangga nelayan. Dewasa ini sumber pendapatan sebagian besar rumahtangga tidak hanya satu, melainkan dari beberapa sumber atau dikatakan rumahtangga tersebut melakukan diversifikasi pekerjaan atau memiliki aneka ragam sumber pendapatan (Susilowati 2002). Fenomena pencaharian pendapatan tambahan rumahtangga lazim dijumpai pada masyarakat pedesaan, hal ini menandai adanya keragaman dalam sumber pendapatan rumahtangga. Pendapatan rumahtangga berasal dari berbagai sumber yang selalu berubah sesuai dengan musim dan kesempatan, pasar tenaga kerja dan waktu luang setiap harinya. Dengan keadaan tersebut, maka pembagian pekerjaan relatif lentur diantara anggota rumahtangga konsekuensinya, yaitu terjadinya perubahan
3
struktur pekerjaan dan alokasi waktu kerja pada anggota rumahtangga nelayan yang pada gilirannya akan menyebabkan perubahan struktur pendapatan rumahtangga nelayan (Wiradi, 1985 dan White, 1980). Untuk memahami berbagai upaya dalam meningkatkan pendapatan nelayan tradisional diperlukan pendekatan yang memperhatikan pola pengambilan keputusan keluarga secara internal di samping juga pengaruh eksternal. Keterlibatan seorang anggota keluarga nelayan dalam upaya mengurangi kemiskinan ternyata tidak hanya didasarkan pada keputusan pribadi nelayan, melainkan secara bersama-sama oleh anggota keluarganya. Antunes (1998) melaporkan 60% angkatan kerja wanita di wilayah Bendar, Juwana Jawa Tengah bekerja dalam kegiatan perikanan. Menurut Susilowati (1998) partisipasi kerja istri atau wanita dalam menambah pendapatan dipengaruhi oleh pekerjaan dan posisi suami, jumlah anggota keluarga dan peranannya dalam proses pengambilan keputusan dalam rumahtangga nelayan. Rumahtangga disebut unit dasar pengambilan keputusan karena peranan rumahtangga hampir mirip dengan perusahaan dalam teori permintaan tenaga kerja. Anggota rumahtangga dianggap akan bekerja dengan melihat pertimbangan anggota lain. Jadi keputusan penawaran tenaga kerja oleh rumahtangga merupakan proses simultan menuju kepuasan maksimum dengan sumberdaya terbatas. Dalam pencurahan tenaga kerja rumahtangga nelayan tradisional bukanlah didasarkan pada keputusan pribadi nelayan (suami), melainkan secara bersama-sama dilakukan oleh anggota rumahtangga yaitu suami, istri dan anaknya.
4
1.2.
Perumusan Masalah Menurut Dinas Perikanan Jawa Tengah tahun 2008 jumlah nelayan di
Pantai Utara Jawa Tengah mencapai 176 969 orang, sedangkan jumlah nelayan terbanyak terdapat di Kabupaten Brebes, yaitu 23.503 orang dengan peningkatan rata-rata per tahun sebesar 56.46%. Nelayan tradisional merupakan istilah yang lazim digunakan untuk menggambarkan kondisi sosial nelayan yang dicirikan oleh sikap mental yang tidak mudah menerima inovasi teknologi baru, di samping pemilikan aset produktif yang sangat minimal, pendapatan rendah dan miskin, umumnya hanya memiliki perahu tanpa motor dengan alat tangkap yang sederhana atau hanya memiliki modal tenaga kerja. Istilah tersebut digunakan untuk membedakan dengan nelayan modern atau non tradisional (Bailey, 1992). Kondisi keterbatasan sosial dan kemiskinan yang diderita masyarakat nelayan disebabkan oleh faktor-faktor yang kompleks. Faktor-faktor tersebut tidak hanya berkaitan dengan fluktuasi musim ikan, keterbatasan sumber daya manusia, keterbatasan modal, kurangnya akses, dan jaringan perdagangan ikan yang cenderung eksploitatif terhadap nelayan sebagai produsen, serta dampak negatif modernisasi perikanan yang mendorong terkurasnya sumberdaya laut secara cepat dan berlebihan, serta terbatasnya peluang dan kesempatan nelayan untuk melakukan diverisifikasi pekerjaan, terutama di luar kegiatan pencarian ikan di laut. Sitorus (1994) mendapatkan bahwa seluruh kasus rumahtangga miskin menerapkan strategi sumber nafkah ganda. Artinya rumahtangga tidak hanya mengandalkan hidup pada satu jenis pekerjaan. Di desa pantai, nelayan menyadari bahwa ekonomi rumahtangga mereka sangat ditentukan oleh keadaan cuaca,
5
untuk itu terutama bagi rumahtangga yang mempunyai anak banyak, mereka mencari sumber pendapatan lain yang menambah penghasilan rumahtangga mereka. Hasibuan (1994) menunjukkan bahwa penduduk pedesaan baik petani maupun nelayan cenderung beragam bidang nafkah yang dapat dijadikan untuk mempertahankan kehidupan rumahtangganya. Dalam hal ini masalah utama yang mereka hadapi adalah semakin terbatasnya kesempatan kerja bagi penduduk untuk mendapatkan sumber penghasilan yang relatif tetap. Subade (1993) mengajukan argumen bahwa nelayan tetap tinggal pada kegiatan perikanan karena rendahnya opportunity cost pada kegiatan melaut di lingkungan mereka. Opportunity cost nelayan menurut definisi adalah kemungkinan atau alternatif kegiatan atau usaha ekonomi lain yang terbaik yang dapat diperoleh selain menangkap ikan. Dengan kata lain, opportunity cost adalah kemungkinan lain yang bisa dikerjakan nelayan bila saja mereka tidak menangkap ikan. Bila opportunity cost rendah maka nelayan cenderung tetap melaksanakan usahanya meskipun usaha tersebut tidak lagi menguntungkan dan efisien. Ada juga argumen yang mengatakan bahwa opportunity cost nelayan, khususnya di negara berkembang, sangat kecil dan cenderung mendekati nihil. Bila demikian maka nelayan tidak punya pilihan lain sebagai mata pencahariannya. Dengan demikian apa yang terjadi, nelayan tetap bekerja sebagai nelayan karena hanya itu yang bisa dikerjakan. Nelayan tradisional dihadapkan pada kenyataan bahwa mereka harus mencukupi kebutuhan rumahtangga mereka dengan tidak mengandalkan dari satu sumber pendapatan atau pekerjaan saja, melainkan dari berbagai sumber baik pekerjaan-pekerjaan yang masih berkait dengan kegiatan kenelayanan atau
6
pencarian ikan di laut, maupun kegiatan di luar sektor kenelayanan, seperti bertani, berkebun, penjual jasa, maupun tukang becak. Keputusan pencurahan waktu kerja oleh anggota rumahtangga baik di dalam maupun di luar sub sektor perikanan akan mempengaruhi besar kecilnya tingkat pendapatan yang diperoleh rumahtangga dan pendapatan rumahtangga akan
mempengaruhi
pola
pengeluaran.
Keputusan
rumahtangga
dalam
mencurahkan waktu kerja, pendapatan dan pengeluaran merupakan perilaku rumahtangga. Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang menyangkut perilaku rumahtangga nelayan tradisional yang perlu diteliti adalah: 1. Bagaimana setiap anggota rumahtangga nelayan tradisional melakukan pencurahan waktu kerjanya dengan terbatasnya kesempatan kerja di daerah pesisir? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keputusan ekonomi rumahtangga nelayan tradisional? 1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang dikemukakan, maka
penelitian ini secara umum bertujuan untuk mempelajari perilaku ekonomi rumahtangga nelayan tradisional. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap curahan kerja pada rumahtangga nelayan tradisional. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan dan pengeluaran rumahtangga nelayan tradisional.
7
Secara keseluruhan nelayan tradisional di Kabupaten Brebes Jawa Tengah didominasi oleh nelayan dengan alat tangkap payang, maka dalam tujuan penelitian ini rumahtangga yang dianalisis adalah rumahtangga nelayan tradisional dengan alat tangkap payang. 1.4.
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
1.4.1. Ruang Lingkup Hasil penelitian ekonomi rumahtangga nelayan yang dilakukan oleh Reniati (1998) menunjukkan bahwa penggunaan model ekonomi rumahtangga perikanan untuk kajian ekonomi rumahtangga nelayan memerlukan beberapa penyesuaian, khususnya adanya perbedaan perilaku rumahtangga nelayan dalam berproduksi dimana nelayan menghadapi kondisi ketidakpastian ketersediaan ikan dan kegiatan eksploitasi penangkapan ikan. 1. Penelitian ini dilakukan terhadap rumahtangga nelayan tradisional dengan alat tangkap payang. 2. Alokasi waktu kerja anggota rumahtangga yang dianalisis adalah waktu untuk bekerja produktif di pasar kerja (market production time) yaitu waktu yang digunakan untuk mencari nafkah (income earning market production) yang memungkinkan rumahtangga dapat membeli barang dan jasa di pasar. (Halide,1979) 3. Variabel dalam penelitian ini meliputi: pencurahan waktu tenaga kerja rumahtangga di dalam sub sektor perikanan (melaut) dan di luar sub sektor perikanan (nonmelaut), pendapatan rumahtangga dari dalam dan luar sub sektor perikanan, pengeluaran rumahtangga (pangan dan nonpangan) serta produksi .
8
1.4.2. Keterbatasan Validitas data yang dikumpulkan sangat tergantung kepada daya ingat dan kejujuran rumahtangga respoden. Suatu penelitian tentang alokasi waktu kerja, kontribusi pendapatan dan pola pengeluaran dalam setahun tentu membutuhkan cara pengumpulan data yang sangat teliti dari satu waktu ke waktu berikutnya dalam berbagai jenis kegiatan secara lengkap dan sistematis. Hal ini tentu membutuhkan waktu, biaya dan tenaga yang lebih banyak. Seperti yang pernah dilakukan oleh Halide (1979), karena keterbatasan dalam hal-hal tersebut maka penelitian ini dilakukan dengan mengambil data rata-rata setahun dari kebiasaan aktivitas per hari, per minggu maupun per bulan. Alokasi waktu kerja dianalisis secara deskriptif dari data primer.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Nelayan
2.1.1. Nelayan Tradisional Seperti telah diketahui bahwa sumberdaya utama yang dimiliki oleh sebagian besar rumahtangga di negara berkembang, terutama rumahtangga miskin adalah waktu untuk bekerja. Modal berupa uang dan kekayaan lainnya hanya sedikit mereka miliki sehingga kecil artinya dalam proses memperoleh barang dan jasa. Sudah menjadi anggapan umum bahwa nelayan tradisional merupakan golongan masyarakat yang mempunyai pendapatan rendah. Hasibuan (1993) menunjukkan bahwa pendapatan rata-rata keluarga di desa pantai umumnya lebih rendah dari pendapatan keluarga di desa sawah dan lahan kering. Menurut Smith (1979), rendahnya pendapatan nelayan tradisional berkaitan dengan beberapa faktor, yaitu: (1) terbatasnya sumberdaya perikanan, (2) unit penangkapan yang masih sangat sederhana, (3) lemahnya kekuatan pasar, dan (4) bagi hasil yang masih kecil. Pemecahan masalah nelayan tersebut adalah dengan meningkatkan pendapatan dari usaha penangkapan ikan, yaitu dengan melalui usaha memperbesar jumlah tangkapan, peningkatan harga, memperkecil ongkos atau memperbesar persentase bagi hasil. Usaha penangkapan ikan sangat bergantung dari hasil penangkapan ikan di laut. Menurut Hermanto (1986) hasil penangkapan ikan di laut dipengaruhi oleh: (1) tersedianya populasi ikan disuatu daerah penangkapan (fishing ground), (2) keadaan cuaca, (3) posisi bulan terhadap bumi, dan (4) efektifitas alat tangkap yang digunakan. Manurung (1983) mengemukakan kriteria nelayan kecil lewat
10
pendekatan aspek ekonomi, yaitu penguasaan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat inovasi nelayan yang terdiri dari: (1) nelayan yang tidak memiliki alat produksi seperti perahu dan alat penangkapan, (2) nelayan kecil umumnya memiliki tenaga kerja keluarga yang dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan keluaraga, dan (3) modal usaha penangkapan relatif kecil sehingga untuk melakukan usaha penagkapan terbatas hanya di pesisir pantai dan muaramuara sungai. Menurut Dinas Perikanan Jawa Tengah (2008), perbedaan nelayan tradisional dengan nelayan modern dapat dilihat juga dari jarak dalam melakukan penangkapan ikan, nelayan tradisional hanya 0-3 mil dari pantai sedangkan nelayan modern lebih dari 12 mil, sedangkan ukuran kapal 0-5 GT untuk nelayan tradisional dan lebih dari 30 GT untuk nelayan modern, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Penggolongan Nelayan Menurut Jarak, Ukuran Kapal, dan Jenis Alat Tangkap di Kabupaten Brebes Tahun 2008 Jarak dari Pantai (Mil)
Ukuran (GT)
0–3
3–6
Jenis Alat Tangkap
Golongan
0 – 5 (dan Motor Tempel)
trammel net, jaring loang, pejer, rajungan, ciker, bundes, dogol, bagan, payang, dan gill net monofilament
Nelayan Tradisional
5 – 10
payang, lampara, gill net, gill net millenium, gill net monofilament
6 – 12
10 – 30
prawe, gill net, mini purse sein, bubu
> 12
> 30
mini purse sein, gill net cakalang, cantrang besar, prawe, purse sein, long line.
Sumber : Buku Statistik Perikanan Tangkap Jawa Tengah, 2008
Nelayan Semi Modern
Nelayan Modern
11
2.1.2. Nelayan Tradisional Payang Payang merupakan alat penangkapan ikan yang sudah lama dikenal dan dioperasikan di Indonesia. Alat tangkap payang merupakan alat penangkapan yang dikhususkan untuk menangkap ikan-ikan pelagis kecil dan tergolong alat tangkap aktif dilihat dari cara mengoperasikannya. Alat tangkap payang ini secara teknologi belum banyak mengalami perkembangan pesat dan pengopersiannya masih bersifat tradisional karena dalam usaha penangkapannya hanya mengandalkan pengamatan mata atau visual yang dilakukan oleh nelayan. Payang adalah alat tangkap ikan yang sudah lama dikenal dan digunakan oleh nelayan Indonesia. Alat tangkap ini dapat dikategorikan sebagai alat yang memiliki produktivitas tinggi dan dapat digolongkan sebagai alat penangkap ikan tradisional, mengingat alat tangkap ini sudah lama digunakan oleh nelayan Indonesia. Keberadaan unit penangkapan payang di dalam perikanan laut Indonesia dianggap penting baik dilihat dari produktivitas maupun jumlah tenaga kerja yang terlibat (Subani dan Barus, 1989) Alat tangkap payang termasuk dalam kelompok seine net atau danish net. Seine net adalah alat penangkap ikan yang mempunyai bagian badan, sayap dan tali penarik yang sangat panjang dengan atau tanpa kantong. Alat penangkap ikan ini dioperasikan dengan cara melingkari area seluas-luasnya dan kemudian menarik alat ke kapal atau ke pantai. Payang merupakan salah satu dari seine net yang dioperasikan dengan cara melingkari kawasan ikan lalu ditarik ke atas kapal yang tidak bergerak. Alat ini sesuai perkembangan dimodifikasi dengan daerah penangkapan dan spesies ikan yang ditangkap (Von Brandt, 1984)
12
Alat tangkap yang termasuk ke dalam kelompok payang adalah payang teri atau tongkol (boat seine), dogol dan pukat pantai (beach seine). Umumnya jaring pada payang terdiri dari kantong, dua sayap, dua tali ris, tali salembar serta pelampung dan pemberat (Monintja, 1991) Daerah operasi penangkapan payang biasanya tidak jauh dari pantai dan kedalaman yang relatif dangkal, ini dikarenakan keterbatasan perahu yang digunakan berukuran kecil sehingga tidak dapat dioperasikan pada perairan dengan gelombang besar. Ukuran kapal 3.56 - 5 GT dengan ukuran panjang 912m, lebar 2.5-3m, dan dalam 0.75 - 1m. Tahap-tahap persiapan sampai dengan penangkapan oleh nelayan dengan menggunakan payang. 1. Tahap Persiapan Persiapan yang harus dilakukan nelayan meliputi: persiapan perbekalan (bahan bakar, makan dan minum), persiapan peralatan untuk perbaikan jaring yang rusak pada saat ditengah laut, pemasangan mesin motor di kapal, pemasangan pemberat di tali ris serta penataan jaring agar jaring siap dioperasikan. 2. Menentukan daerah penangkapan ikan Dapat ditentukan berdasarkan operasi penangkapan sebelumnya. 3. Setting atau penurunan jaring 4. Pengangkatan jaring 2.2.
Curahan Tenaga Kerja Mangkuprawira (1984) mengkaji alokasi dan kontribusi kerja anggota
keluarga di Sukabumi Jawa Barat. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa tampak nyata alokasi suami dan istri dalam mencari nafkah dipengaruhi oleh
13
faktor-faktor demografis, ekonomi dan ekologi. Namun faktor imbalan kerja suami dan istri berpengaruh nyata dan positif terhadap alokasi waktu suami dan istri dalam mencari nafkah. Sedangkan pola pengeluaran rumahtangga berhubungan nyata dengan faktor-faktor pendapatan rumahtangga, pendidikan suami, tipe alokasi dan musim. Tingkat partisipasi wanita diduga tergantung pada tiga faktor. Pertama, dalam masyarakat yang tingkat fertilisasinya tinggi sehingga ukuran tenaga kerja normal adalah besar, wanita muda tidak berkarir dan tidak akses pada pendidikan dan pelatihan. Kedua, jika rata-rata tingkat fertilisasi tinggi, fertilisasi menekan aktivitas wanita. Kondisi tenaga kerja anak bisa digunakan sebagai subtitusi bagi bentuk tenaga kerja yang lain, ini bisa timbul pada masyarakat kota maupun desa yang berpenghasilan rendah. Pembatasan penggunaan tenaga kerja anak, akan meningkatkan partisipasi tenaga kerja wanita, yang semestinya disubtitusikan oleh tenaga kerja anak. Oleh karena itu bukan hanya dengan menggalakkan penurunan tingkat kesuburan wanita, tetapi juga perbaikan posisi bersaing wanita dalam pasar tenaga kerja sehingga meningkatkan partisipasi tenaga kerja wanita. Ketiga, aktivitas ekonomi wanita dibatasi oleh aktivitas pemeliharaan anak. Hal ini tergantung ketersediaan tenaga kerja alternatif untuk aktifitas pemeliharaan anak, terutama peluang biaya relatif pemeliharaan anak terhadap pendapatan wanita (Standing, 1978). Menurut Susilowati (1992) faktor yang dapat memacu peran perempuan dalam usaha perikanan di Indonesia adalah: (1) faktor sosial: keyakinan agama, ethnis, hubungan kewenangan antara suami istri dalam keluarga, basis usaha produktif keluarga dan aktifitas sosial dalam masyarakat nelayan, (2) faktor
14
ekonomi: kebutuhan, differensiasi akses perempuan atas sumberdaya yang bernilai ekonomi tinggi, permodalan dan arti pendapatan bagi rumahtangga, akses kredit atau kebijakan pemerintah, (3) faktor teknis: perubahan teknologi, keterampilan yang dengan mudah dikuasai dan dilakukan bahan baku lokal dan intensitas penggunaan tenaga kerja yang dibutuhkan, (4) faktor ekologis: musim ikan kondisi lingkungan pantai yang ada, dan (5) faktor lainnya: umur, status perkawinan, curahan waktu yang tersedia, penguasaan aset produktif dan pendapatannya dan tingkat pendidikannya. Para istri dalam rumahtangga nelayan adalah bekerja untuk kegiatan produksi pengolahan dan perdagangan ikan, di samping bekerja pada kegiatan ekonomi yang tidak terkait dengan pemanfaatan nilai tambah komoditi perikanan, seperti tukang, pertanian dan lainnya. 2.3.
Pendapatan dan Pengeluaran Pengeluaran
rumahtangga
ditentukan
oleh
pendapatan
total
dan
karakteristik rumahtangga. Makin besar jumlah anggota rumahtangga, makin besar pula jumlah pengeluaran rumahtangga. Mengingat adanya variabilitas individu anggota rumahtangga menurut umur maupun seks, maka dalam pendekatan ekonomi rumahtangga teori konsumsi individu yang lazim adalah sangat sulit digunakan, karena perilaku permintaan rumahtangga tidak konsisten dengan model yang didasarkan pada perilaku individu dalam rumahtangga. Sementara itu, para ahli ilmu-ilmu sosial melihat tingkat kesejahteraan rumahtangga tidak saja berhubungan dengan tingkat pengeluaran konsumsi pangan, tetapi juga konsumsi kebutuhan pokok (basic needs) lainnya, yaitu di samping kebutuhan pangan adalah: pakaian, perumahan, kesehatan dan
15
pendidikan. Reniati (1998) melakukan pengelompokan perilaku konsumsi rumahtangga nelayan menjadi konsumsi pangan dan nonpangan. Secara khusus di dalam rumahtangga nelayan sendiri terdapat variasi yang membedakan dengan pendapatan pada rumahtangga yang lain, yaitu: 1. anggota rumahtangga, yaitu istri dan anak di samping suami selaku kepala rumahtangga pemegang peranan penting dalam berkontribusi untuk penerimaan rumahtangga nelayan. 2. dilihat dari curahan kerja, peranan istri cukup tinggi. 3. penerimaan nonmelaut memegang peranan menentukan dalam alokasi curahan kerja anggota keluarga dan kontribusinya terhadap penerimaan rumahtangga nelayan. Hasil penelitian Aryani (1994) dan Reniati (1998) menunjukkan bahwa peranan perempuan untuk mendukung pendapatan nonmelaut adalah cukup berarti. Suami, istri dan anak dalam rumahtangga nelayan memiliki keahlian, ketrampilan, peran, tugas dan kewajiban yang berbeda di pasar kerja, bekerja di rumah dan penggunaan waktu senggangnya. Kegiatan agroindustri kecil yang umum diusahakan adalah usaha pemindangan dan pengeringan ikan, karena kegiatan usaha tersebut dengan mudah dapat dikelola oleh para perempuan nelayan, Hal ini dapat dijelaskan karena kegiatan tersebut sangat sederhana dan mudah dikelola dengan tingkat pendidikan perempuan nelayan yang ada saat ini (Erizal, 1995). Menurut Saragih (1998) agroindustri adalah merupakan motor penggerak dalam sistem agribisnis pertanian dalam arti luas, termasuk perikanan. Oleh karena itu, para nelayan perlu dipacu agar mengembangkan usahanya dengan pendekatan agribisnis.
16
Kegiatan ekonomi rumahtangga nelayan dalam meningkatkan pendapatan rumahtangganya
pada
umumnya
menangani
kegiatan
pengolahan
dan
perdagangan ikan, di samping kegiatan produktif nonperikanan, seperti tukang, pertanian dan lainnya (Dirjen Perikanan, 1993; Antunes, 1998 dan Pranadji, 1995). 2.4.
Ekonomi Rumahtangga Nelayan Becker (1965) mengembangkan teori untuk mempelajari model ekonomi
rumahtangga petani (Agricultural Household Models), dimana kegiatan produksi dan konsumsi tidak terpisah dan penggunaan tenaga kerja keluarga lebih diutamakan. Teori ini memandang rumahtangga sebagai pengambil keputusan dalam kegiatan produksi dan konsumsi, serta hubungannya dengan alokasi waktu dan pendapatan rumahtangga yang dianalisis secara simultan. Asumsi yang digunakan adalah bahwa dalam mengkonsumsi, kepuasan rumahtangga bukan hanya ditentukan oleh barang dan jasa yang dapat diperoleh di pasar, tetapi juga dari berbagai komoditi yang dihasilkan dalam rumahtangga. Selain itu ada beberapa asumsi yang dipakai dalam agricultural household models, yaitu: (1) waktu dan barang atau jasa merupakan unsur kepuasan, (2) waktu dan barang atau jasa dapat dipakai sebagai faktor produksi dalam fungsi produksi rumahtangga, dan (3) rumahtangga bertindak sebagai produsen dan sebagai konsumen. Model ekonomi rumahtangga petani telah dicoba diaplikasikan dengan beberapa modifikasi untuk menjelaskan perilaku ekonomi rumahtangga nelayan oleh beberapa peneliti seperti Aryani (1994) dan Reniati (1998). Kedua peneliti menganalisis perilaku ekonomi rumahtangga nelayan dalam kegiatan berproduksi, curahan kerja, pendapatan dan pengeluaran secara simultan. Kedua peneliti
17
tersebut menggunakan model yang digunakan untuk ekonomi rumahtangga petani yang diturunkan dari teori ekonomi rumahtangga atas dasar model yang disusun oleh Singh (1986) dengan memasukkan peubah relevan dengan kondisi ekonomi rumahtangga nelayan di pedesaan pantai.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1.
Tinjauan Teoritis
3.1.1. Curahan Tenaga Kerja Secara sederhana, tenaga kerja diartikan sebagai upaya manusia untuk melakukan usaha. Usaha tersebut dalam hubungannya dengan perikanan adalah usaha melaut dan nonmelaut. Dalam usaha tersebut terdapat perbedaan penggunaan tenaga kerja, antara lain: 1. penggunaan tenaga kerja dalam perikanan bersifat tidak tetap dan tidak berkelanjutan, sedangkan dalam perindustrian bersifat lebih tetap. 2. penggunaan tenaga kerja melaut sebagian besar adalah pria dan untuk industri perikanan adalah wanita. 3. kegiatan dalam perikanan pada dasarnya harus disesuaikan dengan alam, sedangkan dalam perindustrian dapat berlangsung sepanjang tahun. Sumber tenaga kerja dalam perikanan dapat diperoleh dari dalam keluarga dan dari luar keluarga. Sumber tenaga kerja dari dalam keluarga yaitu: suami, istri, anak-anak, orang tua dan orang lain yang hidup serumah dan mendapatkan fasilitas dari rumahtangga nelayan tersebut, sedangkan tenaga kerja dari luar diperoleh dari luar rumahtangga nelayan. Analisis tentang curahan tenaga kerja merupakan analisis tentang penawaran tenaga kerja, yang pada prinsipnya membahas tentang keputusankeputusan anggota rumahtangga dalam pilihan jam kerjanya. Anggota rumahtangga (individu-individu) dalam mengalokasikan jam kerja akan bertindak rasional yaitu memaksimumkan utilitasnya.
19
Maksimasi utilitas rumahtangga dilakukan dengan mengkombinasikan waktu santai dan barang konsumsi untuk memaksimumkan kepuasan. Setiap angkatan kerja anggota rumahtangga dihadapkan pada pilihan bekerja atau tidak. Apabila memilih bekerja berarti akan memberikan nilai guna pendapatan yang lebih tinggi dan akan lebih mencurahkan waktunya bagi pencapaian kebutuhan konsumsi. Sebaliknya jika tidak bekerja, maka waktu santai akan mempunyai nilai guna lebih tinggi dari pada pendapatan (Mangkuprawira, 1984). Adanya kedua pilihan tersebut akan menghasilkan berbagai kombinasi untuk mencapai kepuasan yang maksimum, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1. Barang Konsumsi
B2 B1 U2 B0 U1 U0 O
W0 W1
Waktu Santai
W3
Sumber: Mangkuprawira (1984) Gambar 1. Fungsi Kepuasan Seorang Anggota Rumahtangga Anggota
rumahtangga
akan
mengkonsumsi
B0
dan
W0
untuk
mendapatkan tingkat kepuasan U 0 . Jika makin banyak B dan W yang dikonsumsi maka makin tinggi kepuasan U yang dicapai (U 2 > U 1 > U 0 ). Dalam mengkonsumsi barang dan waktu santai, anggota rumahtangga (individu) akan menghadapi dua kendala yaitu waktu yang jumlahnya terbatas (24 jam per hari)
20
dan anggota rumahtangga yang menawarkan tenaga kerja dalam suatu pasar bersaing sempurna sehingga tidak akan mempengaruhi tingkat upah yang berlaku, kedua kendala tersebut adalah kendala anggaran. Untuk memperoleh kombinasi maksimum dengan mempertimbangkan kendala yang ada, maka kombinasi optimum terletak pada garis anggaran yang menyinggung kurva indiferent. Apabila terjadi kenaikan tingkat upah berarti terdapat tambahan pendapatan. Dengan status ekonomi yang lebih tinggi seseorang cenderung meningkatkan konsumsi dan waktu santainya yang berarti pengurangan jam kerja (efek pendapatan). Dilain pihak kenaikan tingkat upah berarti harga waktu santai menjadi lebih mahal dan mendorong anggota rumahtangga mensubtitusikan waktu santainya dengan lebih banyak bekerja untuk menambah konsumsi barang (efek subtitusi). Efek total dari perubahan tingkat upah adalah selisih dari efek pendapatan dan subtitusi, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2. Upah, Barang konsumsi
C2
C”
E3 U2
E2 C1 E1
U1
F A
B”
B
0
D3
D1
D2
H Waktu Santai
Sumber: Simanjuntak (1985) Gambar 2. Fungsi Kepuasan, Efek Pendapatan, Efek Subtitusi dan Efek Total
21
Misalkan suatu rumahtangga mempunyai pendapatan OA=HB di luar hasil pekerjaan (non earned income, misalnya sewa, warisan). Apabila seluruh waktu yang tersedia OH digunakan untuk waktu luang maka pendapatan rumahtangga tersebut hanya OA=HB. OD menunjukkan jumlah waktu yang digunakan rumahtangga untuk waktu luang dan HD 1 merupakan waktu yang digunakan untuk bekerja (waktu luang diukur dari titik O ke titik H dan waktu bekerja diukur dari H ke O). Dengan bekerja sebanyak HD 1 jam maka rumahtangga memperoleh pendapatan senilai barang konsumsi AF. Jumlah barang konsumsi rumahtangga adalah jumlah barang senilai hasil kerja ditambah jumlah barang senilai pendapatan di luar hasil kerja yakni: OF = OA + AF. Nilai barang konsumsi yang dapat dibelu dari hasil kerja satu jam dinamakan tingkat upah yang dicerminkan dengan kecenderungan (slope) dari budget line. Semakin tinggi tingkat upah maka akan semakin besar slope dari budget line. Rasio tingkat upah awal (barang konsumsi per waktu luang) ditunjukkan oleh slope garis anggaran BC 1 dengan kondisi keseimbangan pada titik E dengan utilitas U 1 . Apabila upah meningkat, maka budget line berubah dari BC 1 menjadi BC 2 . Perubahan tingkat upah tersebut akan menghasilkan pertambahan pendapatan sebagaimana dilukiskan dengan garis B”C” yang sejajar dengan BC 1 . Pertambahan pendapatan akan menambah waktu luang (OD 1 ke OD 2 ) sehingga tingkat utilitas meningkat menjadi U 2 (U 1 ke U 2 ) pada titik keseimbangan E 2 . Hal ini merupakan efek pendapatan (income effect). Apabila upah meningkat maka untuk mendapatkan pertambahan barang konsumsi harus mengorbankan waktu luang (waktu untuk bekerja ditambah dari HD 2 ke HD 3 ) supaya berbeda pada tingkat utilitas yang sama yaitu tingkat utilitas U 2 pada titik keseimbangan E 3 .
22
Uraian di atas menyimpulkan bahwa adanya penyediaan waktu bekerja sehubungan dengan perubahan tingkat upah merupakan teori penawaran tenaga kerja. Dalam analisis penawaran tenaga kerja, rumahtangga memainkan peranan yang sama dengan perusahaan pada teori permintaan tenaga kerja.
Artinya,
keputusan anggota rumahtangga untuk masuk dalam angkatan kerja bukanlah semata-mata ditetapkan oleh pribadi seseorang akan tetapi secara bersama-sama oleh anggota rumahtangga. Dengan demikian, penawaran tenaga kerja rumahtangga merupakan hasil proses simultan untuk mencapai kepuasan maksimum bagi rumahtangga dengan sumberdaya yang terbatas. Mangkuprawira (1984) menyimpulkan bahwa meskipun wanita (istri) memiliki peluang yang sama dengan laki-laki (suami), namun suami sebagai kepala
rumahtangga
masih
lebih
besar
tingkat
partisipasinya
dalam
mengalokasikan waktu kerja. Hal ini bisa dikatakan suami memberikan kontribusi pendapatan yang lebih besar terhadap total pendapatan rumahtangga. 3.1.2. Pendapatan dan Konsumsi Menurut Sadoulet dan Janvry (1995) analisis model ekonomi rumahtangga perlu memperhatikan dua hal, yaitu: (1) apakah barang dan jasa yang dikonsumsi rumahtangga sesuai dengan harga pasar, dan (2) perilaku produksi dan konsumsi apakah separable. Jika sistem persamaan produksi dan konsumsi pada model ekonomi rumahtangga separable, maka pendugaan sistem persamaan konsumsi dan produksi dapat dilakukan secara bebas dan terpisah mengacu pendekatan pendugaan sistem persamaan konsumsi dan produksi yang baku, seperti penggunaan fungsi keuntungan yang umum digunakan. Pendekatan ekonomi rumahtangga adalah berguna sekiranya sisi konsumsi dikaitkan dengan sisi
23
produksi melalui pengaruh pendapatan. Hanya saja patut diperhatikan, menurut Sadoulet dan Janvry (1995), bahwa manfaat dari pendekatan ekonomi rumahtangga, bahkan akan menghasilkan kesimpulan yang berlawanan dengan kesimpulan yang dapat diperoleh dengan pendekatan teori konsumsi murni, jika perilaku ekonomi rumahtangga tersebut menunjukkan hal-hal sebagai berikut : 1. Dampak keuntungan karena perubahan harga adalah sangat besar. 2. Sumbangan keuntungan seluruh pendapatan rumahtangga sangat besar. Apabila sistem persamaan produksi, curahan kerja dan konsumsi nonseparable dan disusun dalam model ekonometrika, dimana terdapat keterkaitan antara peubah, sehingga perilaku ekonomi rumahtangga dalam produksi, curahan kerja dan konsumsi adalah saling terkait secara simultan, maka pendugaan model ekonomi rumahtangga yang demikian adalah lebih kompleks. Pendapatan yang diperoleh dari korbanan waktu anggota rumahtangga dalam angkatan kerja akan berbeda-beda. Perubahan pendapatan rumahtangga akan menghasilkan garis anggaran baru yang akan berpengaruh terhadap tingkat konsumsi rumahtangga tersebut. Hubungan ini dapat dijelaskan dengan kurva ICC (Income Consumption Curve), atau dinamakan juga kurva Engel, untuk mengingatkan pada Ernst Engel sebagai seorang pertama yang meneliti hubungan perubahan pendapatan dengan jumlah yang diminta (Kelana, 1994). Pada Gambar 3 peningkatan pendapatan ditandai dengan perubahan I 1 ke I 2 (dimana I 2 lebih tinggi dari I 1 ), maka diperoleh garis anggaran baru dari B 1 ke B 2 (keduanya paralel) dengan equilibrium A dan B. Lebih jauh lagi Engel menjelaskan bahwa terdapat perbedaan antara permintaan terhadap barang perikanan atau barang yang bersifat mudah rusak (perishable goods) dan permintaan barang industri sehubungan dengan perubahan pendapatan.
24
Qy B3 ICC
B2 C B1
B
I3
A
I2 I1
0
QX
Sumber: Kelana (1994) Gambar 3. Kurva Hubungan Pendapatan dengan Konsumsi Perubahan kenaikan pendapatan tidak menyebabkan permintaan terhadap barang perikanan meningkat secara progresif. Misalnya pendapatan meningkat dua kali, maka permintaan terhadap ikan tidak akan meningkat sebanyak dua kali juga, sehingga dapat dikatakan elastisitas pendapatan terhadap permintaan ikan rendah. Sebaliknya, peningkatan pendapatan akan menyebabkan permintaan terhadap barang industri lebih progresif, dapat dimaklumi jika pendapatan konsumen naik maka permintaan terhadap barang elektronik dan kebutuhan akan barang mewah juga akan meningkat seiring dengan peningkatan pendapatannya. Miller dan Meiners (1997) mengemukakan beberapa sebab terjadinya ketimpangan pendapatan riil. 1. Perbedaan usia Sampai batas tertentu pendapatan meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan masa kerja seseorang, lewat dari batas tersebut pertambahan usia akan diiringi dengan penurunan pendapatan.
25
2. Keberanian mengambil resiko. Seseorang yang bekerja di lingkungan kerja dengan pekerjaan yang berbahaya, ceteris paribus biasanya memperoleh pendapatan yang lebih tinggi. 3. Ketidakpastian dan variasi pendapatan Bidang-bidang kerja yang hasilnya serba tidak pasti, misalnya bidang pemasaran mengandung resiko yang besar. Seseorang yang menekuni bidang ini akan menuntut dan menerima pendapatan yang lebih tinggi. 4. Bobot pendidikan dan latihan Pendidikan dan pelatihan sangat erat hubungannya dengan keterampilan seseorang sehingga dia mampu menghasilkan produk fisik marginal yang lebih tinggi. 5. Kekayaan warisan Seseorang yang memang berasal dari rumahtangga kaya mempunyai kesempatan yang lebih baik dibandingkan dengamereka yang tidak mempunyai kekayaan warisan, sekalipun kemampuan dan pendidikan mereka setara. 6. Ketidaksempurnaan pasar Monopoli, monopsoni, kebijakan sepihak serikat buruh, penetapan tingkat upah minimum oleh pemerintah, ketentuan syarat-syarat lisensi, sertifikasi dan sebagainya turut mengakibatkan perbedaan-perbedaan pendapatan di kalangan kelas-kelas pekerja. 7. Diskriminasi Berbagai penelitian yang mencoba mengoreksi perbedaan produktivitas kelaskelas marginal yang dikelompok atas dasar ras atau jenis kelamin umumnya mendapati adanya faktor “residual” yang tidak bisa dijelaskan yang
26
diakibatkan oleh deskriminasi tersebut. Dengan kata lain, meskipun semua faktor kuantitas dan kualitas pendidikan dan berbagai bentuk latihan kerja, usia, masa kerja dan sebagainya, antara tenaga kerja perempuan dan laki-laki sama, tetapi tingkat pendapatan mereka dari bidang pekerjaan yang sama tetap saja berbeda. 3.2.
Tinjauan Studi Empirik Model ekonomi rumahtangga petani (agricultural household model) telah
dicoba diaplikasikan dengan beberapa modifikasi untuk menjelaskan perilaku ekonomi rumahtangga nelayan oleh beberap peneliti seperti Aryani (1994) dan Reniati (1998). Kedua peneliti menganalisis perilaku ekonomi rumahtangga nelayan dalam kegiatan berproduski, curahan kerja, pendapatan dan pengeluaran secara simultan. Kedua peneliti tersebut menggunakan model yang digunakan untuk ekonomi rumahtangga yang diturunkan dari teori ekonomi rumahtangga atas dasar model yang disusun oleh Bagi dan Singh, dengan memasukkan peubah relevan dengan kondisi ekonomi rumahtangga nelayan di pedesaan pantai. Dalam penelitian tersebut, baik Aryani (1994) maupun Reniati (1998) mendisagregasi rumahtangga nelayan menjadi nelayan juragan dan nelayan buruh secara terpisah, sementara besarnya penerimaan sebagai pendapatan nelayan buruh dari kegiatan melaut adalah terkait erat dengan penerimaan juragan dari kegiatan kerja melaut, karena besarnya pendapatan juragan dan pendega (nelayan buruh) didasarkan pada sistem bagi hasil yang berlaku (Direktorat Jenderal Perikanan, 1993; Pranadji, 1995). Dalam penelitian ini nelayan yang menjadi responden adalah nelayan tradisional yang tidak terikat dengan juragan, sedangkan pendapatan melaut tidak ditentukan oleh upah ataupun bagi hasil,
27
pendapatan nelayan tradisional ditentukan oleh produksi atau jumlah yang didapat saat melakukan penangkapan di laut. Para istri dan angkatan kerja perempuan lainnya dalam rumahtangga nelayan sebagaimana ditunjukkan oleh kedua peneliti adalah bekerja untuk kegiatan produksi pengolahan dan perdagangan ikan, di samping bekerja pada kegiatan ekonomi yang tidak terkait dengan pemanfaatan nilai tambah komoditi perikanan, seperti pertanian tanaman pangan, industri batik, dan lainnya. Kegiatan ekonomi rumahtangga nelayan dalam meningkatkan pendapatan rumahtangganya pada umumnya menangani kegiatan pengolahan dan perdagangan ikan, di samping kegiatan produktif nonperikanan, seperti tukang, pertanian dan lainnya (Direktorat Jenderal Perikanan, 1993; Antunes, 1998, dan Pranadji, 1995). Bahkan menurut Antunes (1998) sebagian para perempuan anggota keluarga nelayan benar-benar menjadi pengusaha perikanan yang berhasil. Di Muncar, Jawa Timur sebagian istri nelayan adalah bertindak sebagai pembantu utama dalam usaha produksi ikan olahan pindang atau ikan kering (Tim Peneliti Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya, 1999). Kegiatan agroindustri kecil yang umum diusahakan adalah pemindangan dan pengeringan ikan, karena kegiatan tersebut dengan mudah dapat dikelola oleh para perempuan nelayan, karena proses pengolahan sederhana dan mudah dikelola dengan tingkat pendidikan perempuan nelayan yang ada saat ini (Erizal, 1995). Menurut Saragih (1998), agroindustri adalah merupakan motor peggerak dalam sistem agribisnis pertanian dalam arti luas, termasuk perikanan. Oleh karena itu, para petani atau nelayan perlu dipacu agar mengembangkan usahanya dengan pendekatan agribisnis.
28
Susilowati (1998) memfokuskan pada faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi
perempuan
dalam
kegiatan
ekonomi
rumahtangga,
dengan
kesimpulan: (1) berhubungan positif dalam peran perempuan untuk pengambilan keputusan rumahtangga nelayan, dan (2) berhubungan negatif dalam faktor pendidikan (tidak nyata), pekerjaan suaminya, posisi (status sosial) suami dalam masyarakat nelayan dan jumlah anggota keluarga yang jadi tanggung jawabnya. Makin tinggi pendapatan dan status sosial suami serta jumlah anggota keluaraga yang menjadi tanggung jawabnya, maka makin rendah partisipasi perempuan nelayan dalam kegiatan ekonomi. Seperti halnya Erizal (1995), di Kabupaten Brebes sebagian besar istri dan anak perempuan bekerja pada kegiatan pascapanen yaitu membersihkan ikan (beteti) serta menjemur, sedangkan suami dalam melakukan kegiatan seperti halnya Aryani (1994) dan Reniati (1998) melakukan kegiatan seperti tukang, buruh, tukang ojek dan lain-lain Reniati (1998) memasukkan peubah tingkat perkembangan perekonomian desa, yaitu dipilih desa miskin dan tidak miskin. Dengan melakukan disagregasi wilayan desa dengan tingkat ekonomi yang berbeda tersebut, Reniati (1998) menganalisis perilaku rumahtangga nelayan (juragan dan pendega) untuk kondisi ekonomi yang berbeda di desa miskin dan tidak miskin. Dalam penelitian ini pemilihan kabupaten atau desa didasarkan dengan jumlah nelayan terbanyak, hal ini dilakukan untuk dapat memotret dengan jelas perilaku rumahtangga nelayan dengan segala variasi ataupun cara untuk mendapatkan pendapatan dan mengatur pengeluaran rumahtangganya.
29
Sementara itu, Muhammad (2002) memasukan kebijakan pemerintah dalam pembangunan perikanan di pedesaan pantai dengan pengembangan teknologi dan prasarana pelabuhan perikanan atau tempat pendaratan ikan (Direktorat Jenderal Perikanan, 1993). Dengan demikian, pengembangan prasarana pelabuhan di samping membentuk pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di pedesaan pantai, juga berorientasi pada pengembangan kelautan untuk memacu pengembangan teknologi perikanan dan memberikan kemudahan kapal ikan mendaratkan hasil tangkapan dari laut, sehingga wilayah desa tersebut tumbuh menjadi kaya. Adanya pelabuhan atau tempat pendaratan ikan telah memacu petumbuhan ekonomi perikanan di pedesaan pantai Utara Jawa, karena pelabuhan atau tempat pendaratan ikan tersebut dapat berfungsi semacam pusat pertumbuhan (growth center atau growth pole) ekonomi. Pendekatan pusat-pusat pertumbuhan memegang peranan penting dalam perspekif pembangunan wilayah desa pada era otonomi daerah (Azis, 1994), karena desa dimana pelabuhan perikanan berada akan tumbuh menjadi desa kaya dan menjadi salah satu lokasi yang menyediakan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui retribusi perikanan yang dapat dipungut oleh pemerintah daerah. Di samping itu, pelabuhan perikanan di pantai Utara Jawa biasa dilengkapi dengan tempat pelelangan ikan (TPI), dimana para nelayan menjual hasil tangkapannya. Di tempat ini, nelayan dapat memperoleh layanan dan barangbarang yang diperlukan untuk operasi penangkapan ikan dan kegiatan ekonomi wilayah akan tumbuh berkembang. Dengan demikian, diagregasi klasifikasi desa memerlukan pengembangan yang dikaitkan dengan alternatif kebijakan
30
pemerintah dalam pengembangan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan tersebut. Dengan background didominasi oleh nelayan tradisional di Kabupaten Brebes pelabuhan tempat bersadarnya kapal masih sangat sederhana, sedangkan proses jual beli yang terjadi antara nelayan dengan pedagang tidak dilakukan di TPI, mereka sudah mempunyai pengumpul sendiri untuk hasil-hasil tangkapanya. Nelayan tradisional juga tidak mengenal pajak sebagai retribusi bagi pemerintah daerah. Berbeda dengan model yang dibuat oleh Aryani (1994), Reniati (1998) yang mengelompokkan perilaku konsumsi rumahtangga nelayan menjadi konsumsi pangan dan nonpangan. Muhammad (2002) mencoba mengelompokkan konsumsi dengan kebutuhan dasar (basic needs), yaitu pangan, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan sebagai indikator kesejahteraan sosial (Ginting, 1996). Sebenarnya dalam pengelompokkan perilaku konsumsi rumahtangga nelayan, baik menggunakan pangan dan nonpangan serta kebutuhan dasar semuanya dapat merangkum dengan jelas tentang pola pengeluaran rumahtangga, dalam penelitian ini digunakan pendekatan pengeluaran dengan pengelompokkan konsumsi pangan dan nonpangan Dalam penelitian Aryani (1994) dan Reniati (1998), kedua peneliti tersebut belum memasukkan perilaku rumahtangga menabung dan berinvestasi. Oleh karena itu agar memiliki implikasi kebijakan dalam peningkatan kesejahteraan nelayan, maka dalam penelitian ini digunakan pendekatan untuk melakukan saving. Model ekonomi rumahtangga nelayan tradisional, seperti halnya pada model ekonomi rumahtangga petani, terdapat 4 (empat) komponen
31
variabel yang menjadi unsur utama yang membentuk keterkaitan perilaku ekonomi rumahtangga nelayan, yaitu: kegiatan produksi, curahan kerja, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga. 3.3.
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.3.1. Model Ekonomi Rumahtangga Nelayan Pendekatan ekonomi rumahtangga telah dimulai sejak tahun 1920 oleh Chayanov di Rusia, kemudian Becker (1965) menyusunnya dalam bentuk "new home economics". Dalam ekonomi rumahtangga, alokasi waktu dan konsumsi barang dapat dibeli di pasar, atau dapat juga dihasilkan oleh rumahtangga. Ciri utama yang membedakan perilaku individu dan perilaku rumahtangga sebagai konsumen adalah bahwa pada saat yang sama anggota rumahtangga juga dapat berperan sebagai produsen sebagaimana suatu perusahaan (Evenson, 1976). Menurut Evenson (1976), formula yang disusun oleh Becker (1965) secara mendasar melihat perilaku konsumsi rumahtangga sebagai proses dalam dua tingkat, yaitu: (1) tingkat pertama, menjelaskan perilaku rumahtangga menghadapi fungsi produksi rumahtangga, dimana waktu dan modal yang tersedia dalam rumahtangga digunakan untuk memproduksi barang dan jasa yang dapat dikonsumsi rumahtangga, dan (2) tingkat kedua, menjelaskan proses keputusan pilihan konsumsi, anggota rumahtangga berperilaku sebagaimana perilaku individu konsumen, dimana aksioma perilaku konsumen konvensional dapat diaplikasikan. Rumahtangga dalam memaksimumkan kepuasannya dibatasi oleh kendala produksi, waktu dan pendapatan. Pendapatan seluruhnya dibelanjakan untuk konsumsi (persyaratan adding up). Barnum dan Squire (1978) menyatakan bahwa
32
model ekonomi rumahtangga adalah menjembatani ekonomi perusahaan pertanian yang seluruhnya mempekerjakan tenaga yang diupah dan menjual hasilnya ke pasar, dengan pertanian subsisten yang menggunakan hanya tenaga kerja keluarga dan tidak menghasilkan "marketed surplus ". Model ekonomi rumahtangga yang dirumuskan oleh Becker (1965), kemudian Barnum dan Square (1978) membuat model ekonomi rumahtangga yang lebih lengkap dan menyimpulkan bahwa dalam pembuatan kebijakan sangat penting untuk mengintegrasikan perilaku rumahtangga dalam keputusan produksi dan konsumsi. Mengingat pengaruh perubahan peubah eksogen, dimana sisi produksi mempengaruhi sisi konsumsi rumahtangga, maka diperlukan teori yang terintegrasi khususnya jika elastisitas pengeluaran cukup besar atau jika pengaruh produksi dominan. Singh et al. (1986) menyusun Agricultural Household Models sebagai model
dasar
ekonomi
rumahtangga.
Dalam
model
tersebut, kepuasan
rumahtangga (U) adalah fungsi dari konsumsi barang yang dihasilkan oleh rumahtangga (X a ), konsumsi barang yang dibeli di pasar (X m ) dan konsumsi waktu santai (X l ), sehingga diperoleh persamaan : U = U (X a , X m, X 1 )............................................................................. ( 3.5) Rumahtangga
nelayan
diasumsikan
sebagai
konsumen
yang
akan
memaksimumkan kepuasannya dengan kendala produksi, waktu dan pendapatan, sebagaimana ditunjukkan pada persamaan berikut : Produksi Q = Q(L,A) .....................................................................................(3.6)
33
Alokasi waktu T = X l + F ......................................................................................... (3.7) Pendapatan P m . X m = P a . (Q - X a ) - w. (L - F) .............................................. ....... (3.8) dimana: Xm
= konsumsi barang yang dibeli di pasar
Xa
= barang yang dihasilkan rumahtangga
Xl
= konsumsi waktu santai
Pm
= harga barang dan jasa yang dibeli di pasar
Pa
= harga barang yang dihasilkan oleh rumahtangga
(Q - X a ) = surplus produksi untuk dipasarkan Q
= produksi rumahtangga
A
= jumlah faktor produksi tetap (lahan) dalam rumahtangga
w
= upah di pasar tenaga kerja
L
= total tenaga kerja
F
= penggunaan tenaga kerja rumahtangga
w. (L-F) = pengeluaran upah untuk tenaga kerja luar rumahtangga Jika (L-F) positif berarti terdapat tenaga kerja luar rumahtangga yang diupah. Jika negatif, terdapat penawaran tenaga kerja keluarga untuk di luar pertanian. Semua kendala yang dihadapi rumahtangga tersebut dapat disatukan dengan melakukan substitusi kendala produksi dan waktu ke dalam kendala pendapatan, sehingga akan dihasilkan persamaan sebagai berikut : P m . X m + P a . X a + w. X l = w. T + π .................................... ...... .(3.9) dimana: π = P a . Q(L,A) - w. L (π = keuntungan) ................................... ...(3.10) Persamaan di atas menunjukkan bahwa pada sisi kiri merupakan pengeluaran total rumahtangga untuk barang yang dibeli di pasar (X m ) dan barang
34
yang diproduksi rumahtangga (X a ), serta waktu (X l ) yang dikonsumsi rumahtangga. Sedangkan pada sisi kanan persamaan tersebut adalah merupakan pengembangan dari konsep pendapatan penuh, dimana nilai waktu yang tersedia dicatat secara eksplisit. Di samping itu, Singh et al. (1986) juga melakukan pengembangan dengan memasukkan pengukuran tingkat keuntungan usaha, yaitu π = P a .Q(L,A) - w.L, dimana semua tenaga kerja dihitung berdasarkan upah pasar. Rumahtangga
dalam memaksimumkan
kepuasan
memilih
tingkat
konsumsi dari barang yang dibeli di pasar (X m ) dan barang yang diproduksi rumahtangga (Xa), waktu yang dikonsumsi rumahtangga (X l ) dan tenaga kerja (L) yang digunakan dalam kegiatan produksi. Kondisi turunan pertama (first order condition) untuk mengoptimalkan penggunaan tenaga kerja adalah : P a . ∂Q /. ∂L = w ......................................................................... ... .(3.11) Rumahtangga akan menyamakan penerimaan produk marginal dari tenaga kerja dengan upah pasar. Selanjutnya penggunaan tenaga kerja (L) sebagai fungsi dari Pa, w, dan A, seperti ditunjukkan pada persamaan sebagai berikut: L = L ( w , P a , A) ...................................................................... ..... .(3.12) Dari persamaan di bawah ini dapat dilihat bahwa persamaan terdiri dari konsumsi komoditi pasar (P m .X m ), komoditi pertanian yang dihasilkan rumahtangga (P a X a ) dan konsumsi waktu santai dalam rumahtangga (w.X t ), adanya Y. Pm
Xm
+
Pa
Xa
+
w.
Xt
=
Y
.................................................................(3.13) dimana, Y adalah pendapatan potensial (penuh). Maksimisasi kepuasan untuk
35
memenuhi persamaan (3.13) dengan kendala yang ada diperoleh turunan pertama (first order condition) mengikuti prosedur perilaku konsumsi individu dalam memaksimumkan kepuasannya untuk sejumlah (n) komoditi sebagai berikut: U = U (x 1 , x 2 ... x n ) .................................................................... ...... (3.14) Kendala anggaran : m
∑ Pi Xi = Y ............................................................................ ....... (3.15) i =1
Maksimisasi tujuan dari persamaan (3.14), dengan memperhatikan kendala, menghasilkan kondisi prasyarat sebagai berikut : ∂Φ / ∂x i = ∂U / ∂x i – λ. p i =0 .............................................................(3.16) ∂Φ / ∂λ = -(∑ p i x i – Y) = 0 ...............................................................(3.17) dimana: Φ = U – λ (∑ p i x i – Y ), λ = Langrangian multiplier Kondisi keseimbangan dari fungsi kepuasan diatas dapat dinyatakan sebagai berikut : ∂U / ∂x i = MUi = λ. p i ......i = 1, ......................n...................................(3.18) dimana: ∂U / ∂x i = kepuasan marginal (MUi) dari barang dan jasa ke i pi
= harga barang dan jasa ke i
λ
= kepuasan marginal dari pendapatan
Mengacu prosedur pada persamaan (3.14) - (3.18), untuk konsumsi barang yang dibeli di pasar (X m ), barang yang diproduksi rumahtangga (X a ) dan waktu yang disediakan oleh rumahtangga (X t ) masing-masing diperoleh turunan
36
pertama pada persamaan (3.19) - (3.21) adalah merupakan kondisi yang umum kita kenal dalam teori permintaan konsumen (Singh, Squire dan Strauss, 1986).
∂U / ∂X m = λ . p m ...................................................................................(3.19) ∂U / ∂X a = λ . p a .....................................................................................(3.20) ∂U / ∂X l = λ . w......................................................................................(3.21) Dengan dasar persamaan (3.19) - (3.21), dapat dinyatakan bahwa konsumsi barang yang dihasilkan oleh rumahtangga (X a ), konsumsi barang yang dibeli di pasar (X m ) dan konsumsi waktu santai (X i ) adalah dipengaruhi oleh harga, upah dan pendapatan, yang selanjutnya masing-masing dapat ditulis sebagaimana pada persamaan (3.22) - (3.24). X a = X a (p m, p a, w, Y*)..........................................................................(3.22) X m = X m (p m, p a, w, Y*).........................................................................(3.23) X l = X l (p m, p a, w, Y*)..........................................................................(3.24) Dalam persamaan di atas permintaan barang, jasa dan waktu santai tergantung pada harga, upah dan pendapatan rumhtangga. Jika diasumsikan harga hasil pertanian yang diproduksi rumahtangga meningkat, maka dampaknya terhadap keuntungan dapat kita perhatikan pada persamaan (3.25) berikut: dXa/dpa = ∂Xa/∂pa + ∂Xa/∂Y * .∂Y * /∂pa ................................... ......... (3.25)
Bagian pertama sebelah kanan persamaan (3.25) merupakan hasil yang
37
umum kita kenal dalam teori permintaan konsumen, yaitu untuk barang normal memiliki slope negatif, yaitu jika harga meningkat permintaan barang dan jasa tersebut akan menurun. Sedangkan bagian kedua sebelah kanan persamaan (3.25) mencerminkan efek keuntungan. Perubahan dalam harga barang yang diproduksi rumahtangga meningkat, maka keuntungan akan meningkat demikian juga pendapatan penuh rumahtangga juga akan meningkat.
3.3.2. Alur Pemikiran Penelitian Nelayan tradisional merupakan nelayan yang masih menggunakan alat tangkap dan cara menangkap ikan dengan sangat sederhana. Menurut dinas perikanan Jawa Tengah, perbedaan nelayan tradisional dengan nelayan modern dapat dilihat juga dari jarak dalam melakukan penangkapan ikan, nelayan tradisional hanya 0-3 mil dari pantai sedangkan nelayan modern lebih dari 12 mil, sedangkan ukuran kapal 0-5 GT untuk nelayan tradisional dan lebih dari 30 GT untuk nelayan modern. Data dari Departemen Kelautan dan Perikanan (2009) menunjukkan bahwa dari tahun 2005 – 2009 jumlah perahu nelayan tradisional dengan ukuran <5 GT selalu menduduki urutan pertama (Tabel 2). Hal tersebut dapat diartikan bahwa kegiatan penangkapan ikan di perairan Indonesia masih didominasi oleh nelayan tradisional. Tabel 2. Jumlah Perahu/Kapal Perikanan Laut Menurut Kategori dan Ukuran Kapal di Indonesia Tahun 2005 – 2009 Ukuran Kapal < 5 GT 5 - 10 GT
2005 102.456 26.841
2006 106.609 29.899
Tahun 2007 114.273 30.617
2008 107.934 29.936
2009 109.590 30.400
38
10 - 20 GT 6.968 8.190 8.194 20 - 30 GT 4.553 5.037 5.345 30 - 50 GT 1.092 970 913 50 - 100 GT 2.160 1.926 1.832 100 - 200 GT 1.403 1.381 1.322 > 200 GT 323 367 420 Sumber: Kelautan dan Perikanan Dalam Angka, 2009.
7.728 5.200 747 1.665 1.230 406
7.910 5.280 750 1.670 1.230 410
Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan Kabupaten Brebes (2008) jumlah armada penangkapan ikan tradisional di kabupaten Brebes adalah 16. 119 unit, terbanyak dibandingkan dengan armada kapal semi modern ataupun modern yang hanya 1.243 dan 894 unit. Nelayan tradisional di kabupaten brebes mempunyai jumlah prosentase terbanyak yaitu 85.78%, dan sebagian besar didominasi oleh nelayan dengan alat tangkap payang.
Nelayan Tradisional
Nelayan Alat Tangkap Payang
Karakteristik SDM Umur, Pendidikan, Pengalaman Keja, Jumlah Anggota Rumahtangga dan Jumlah Balita
Alokasi WaktuKerja
Nonmelaut
Melaut Suami dan Anak laki-laki
Penerimaan Melaut
Suami,Istri,Anak lakilaki dan perempuan
Biaya Melaut Bahan bakar minyak dan Biaya Perbekalan
Pendapatan Melaut
Pendapatan Nonmelaut
39
Gambar 4. Alur Pemikiran Ekonomi Rumahtangga Nelayan dengan Alat Tangkap Payang di Kabupaten Brebes Tahun 2008 Rumahtangga nelayan tradisional dengan alat tangkap payang mempunyai karakteristik tersendiri dibandingkan dengan nelayan modern, hal ini dapat dilihat dari tingkat pendidikan yang di tempuh, yang rata-rata sangat rendah. Dalam rumahtangga nelayan tradisional anak yang mempunyai umur yang relatif masih muda sudah diajarkan untuk melakukan pekerjaan melaut, sedangkan untuk suami umur yang sudah lanjutpun masih melakukan kegiatan melaut. Alokasi waktu kerja dalam rumahtangga nelayan tradisonal dibagi menjadi dua, yaitu melaut dan nonmelaut. Pada kegiatan melaut anggota rumahtangga yang melakukan hanya suami dan anak laki-laki. Biaya-biaya dalam kegiatan melaut adalah bahan bakar minyak dan perbekalan. Semua anggota rumahtangga nelayan berperan dalam kegiatan nonmelaut, suami dan anak laki-laki biasanya bekerja sebagai tukang, buruh ataupun tukang ojek, sedangkan istri dan anak perempuan bekerja pada kegiatan pascapanen dalam sub sektor perikanan, kegiatan tersebut erat kaitannya dengan kegiatan pengolahan ikan di desa pantai. Kegiatan pengolahan ikan pascapanen bertujuan untuk mempertahankan kualitas ikan agar dapat dikonsumsi dalam waktu lebih lama. Selain itu, pengolahan juga bertujuan untuk menghasilkan produk baru yang
40
karakteristiknya jauh berbeda dari ikan segar. Anonim (2002) jenis pengolahan ikan ada yang sifatnya masih tradisional dan ada yang sudah lebih maju. Termasuk pengolahan tradisional, adalah pengeringan dengan sinar matahari, pengasinan, fermentasi dan pemindangan. Pada pengolahan yang sifatnya lebih maju telah memasukkan unsur teknologi yang lebih tinggi, misalnya pendinginan dan pembekuan.
Terdapat dua sumber pendapatan dalam rumahtangga nelayan yaitu pendapatan melaut dan nonmelaut. Menurut Muhammad (2002) pendapatan nonmelaut mempunyai kontribusi yang sangat besar dalam rumahtangga nelayan. Pengeluaran rumahtangga nelayan disesuaikan dengan pendapatan yang didapat setiap anggota rumahtangga, dalam penelitian ini pengeluaran rumahtangga dianalisis berdasarkan pengeluaran pangan dan nonpangan.
IV. METODE PENELITIAN
4.1.
Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Bulakamba Kabupaten Brebes Provinsi
Jawa Tengah. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan melihat banyaknya rumahtangga nelayan, tiga desa yang dijadikan tempat penelitian adalah desa Pulogading, Grinting dan Kluwut, hal ini didasarkan bahwa ketiga desa tersebut mempunyai rumahtangga nelayan tradisional paling banyak. 4.2.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kerat lintang
(cross section). Data cross section digunakan untuk menggambarkan keadaan obyek penelitian mengenai fakta-fakta yang terjadi pada selang waktu tertentu yang dikumpulkan dari berbagai sumber (responden). Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode survei di lingkungan desa/pantai dengan cara mengadakan wawancara terhadap rumahtangga nelayan menggunakan instrumen kuisioner. Data primer yang diperlukan antara lain: identitas rumahtangga nelayan, curahan waktu kerja, pendapatan, dan pengeluaran nelayan dalam kegiatan melaut dan non melaut, serta jumlah produksi. Data primer digunakan untuk deskripsi dan kajian perilaku rumahtangga nelayan. Data sekunder bersumber dari Dinas Perikanan Jawa Tengah, Dinas Perikanan Kabupaten Brebes, kantor desa dan kecamatan, Badan Statistik dan lembaga lain yang terikat dengan penelitian ini, baik berupa literatur, hasil penelitian maupun laporan yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan.
42
4.3.
Metode Pengambilan Contoh Pengambilan contoh sampel dilakukan dengan cara menentukan secara
purposive kabupaten, kecamatan dan desa berdasarkan jumlah nelayan tradisional terbanyak, setelah itu mencari data nelayan tradisional dari 3 desa yang telah ditentukan (Desa Pulogading, Grinting dan Kluwut). Pengambilan contoh dilakukan simple random sampling, dengan responden rumahtangga nelayan tradisional Desa Pulogading, Grinting dan Kluwut. Seluruh responden di data dan diberi nomor, lalu dilakukan pengundian sebanyak 60 responden rumahtangga. Pengambilan contoh dengan tehnik ini dilakukan karena responden merupakan rumahtangga nelayan tradisional yang memiliki perilaku ekonomi yang relatif sama (homogen). Populasi yang relatif homogen tersebut akan terdistribusi mendekati normal, yang menurut teorema batas sentral (central limit theorem) untuk ukuran contoh yang cukup besar (n≥ 30), rata -rata contoh akan terdistribusi di sekitar rata-rata populasi yang mendekati distribusi normal (Cooper dan Emory, 1996). Disimpulkan, pengembilan contoh sebanyak 60 rumahtangga sudah memenuhi batas minimum contoh (30 contoh) yang dapat digunakan untuk menduga karakteristik (variasi) dari populasi. Apabila terdapat lebih dari satu kegiatan atau pekerjaan yang berbeda dalam periode waktu yang sama, maka untuk mengetahui curahan waktu masingmasing kegiatan secara riil digunakan rumus Mangkuprawira sebagai berikut: Waktu riil melakukan kegiatan Waktu tidak riil melakukan kegiatan
X Waktu melakukan kegiatan
43
Hal ini juga dilakukan untuk menghindari kelebihan waktu dalam satu hari (24 jam) yang dilakukan setiap anggota rumahtangga dalam melakukan kegiatan atau pekerjaannya. Provinsi Jawa Tengah
Purposive
Kabupaten Brebes
Purposive
Purposive
Kecamatan
Desa Pulogading
Desa Grinting
Desa Kluwut
Purposive
Rumahtangga
Rumahtangga
Rumahtangga
Acak
Gambar 5. Bagan Penarikan Contoh Rumahtangga Nelayan Tradisional di Kabupaten Brebes Tahun 2008 4.4.
Model
4.4.1. Tahapan Membangun Model Model yang dibangun diarahkan untuk tujuan agar mampu mengkaji fenomena perilaku ekonomi rumahtangga nelayan tradisional di Kabupaten Brebes Jawa Tengah, berdasarkan data yang ada maupun hasil penelitian sebelumnya, disertai dengan dukungan teori yang relevan. Tahapan kerja untuk mengetahui perilaku ekonomi rumahtangga nelayan di Kabupaten Brebes Jawa Tengah adalah sebagai berikut :
44
1. Tahap pertama: melakukan penilaian kondisi umum wilayah Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Dari hasil penilaian dengan data sekunder tersebut diperoleh gambaran tentang: jumlah nelayan tradisional serta daerah tempat tinggal, setelah itu dilakukan pengambilan data. 2. Tahap kedua: membangun model perilaku rumahtangga nelayan tradisional di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. 3. Tahap ketiga : melakukan estimasi dan evaluasi model. 4.4.2. Spesifikasi Model dan Hipotesis Pada rumahtangga nelayan tradisional segala perilaku dari anggota rumahtangga, yaitu suami, istri, anak laki-laki dan perempuan, yang dianalisis adalah perilaku pencurahan tenaga kerja, pendapatan, pengeluaran dan produksi rumahtangga di dalam dan di luar sub sektor perikanan. 4.4.2.1. Curahan Kerja Rumahtangga Nelayan Suami,
istri
dan
anak
dalam
rumahtangga
nelayan
sama-sama
berkontribusi dalam bentuk curahan kerja untuk menunjang pendapatan keluarga nelayan tradisional. Reniati (1998) kontribusi curahan tenaga kerja anak melampaui curahan tenaga kerja orang tua mereka (suami-istri). Aryani (1994) penerimaan melaut di Desa Pasir Baru mencapai 70%, tetapi hasil penemuan Reniati (1998) di Pekalongan menunjukkan kontribusi kegiatan melaut terhadap pendapatan rumahtangga nelayan hanya 40%. Dalam penelitian tersebut masih nampak adanya permasalahan definisi tentang sub sektor yang hanya dibatasi oleh kegiatan rumahtangga nelayan untuk melaut. Penelitian Susilowati (1998) di Juwana, Jawa Tengah memfokuskan pada faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi perempuan dalam kegiatan ekonomi
45
rumahtangga, dengan kesimpulan: (1) berhubungan positif dalam hal peran perempuan dalam pengambilan keputusan rumahtangga nelayan, dan (2) berhubungan negatif dalam faktor pendidikan (tidak nyata), pekerjaan suami, posisi (status sosial) suami dalam masyarakat nelayan, dan jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggung jawabnya. Menurut Susilowati (1998) semakin tinggi pendapatan suami, status sosial suami, dan jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggung jawabnya, maka makin rendah partisipasi perempuan dalam kegiatan nelayan. 1. Curahan Tenaga Kerja Suami Melaut Kegitan melaut dalam usaha penangkapan ikan adalah semua curahan kerja nelayan dimulai dari persiapan untuk menyiapkan perbekalan dan BBM, berangkat beroperasi melaut dan kembali ke pangkalan dan terakhir menjual ikan ke penampung serta perawatan kapal. Dengan demikian, yang dimaksud dengan curahan tenaga kerja melaut dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu: (1) curahan kerja yang dilakukan di darat, dan (2) curahan kerja yang benar-benar dilaukan di laut. Dalam mencurahkan tenaga kerjanya suami dihadapkan pada pilihan untuk melakukan kegiatan melaut atau nonmelaut. Apabila suami melakukan kegiatan melaut maka suami akan mengurangi waktu kerjanya pada kegiatan nonmelaut (kompetisi). Semakin tinggi umur suami maka tenaganya akan semakin berkurang, sehingga akan mengurangi curahan kerjanya juga. Apabila suami mempunyai pendidikan yang tinggi, maka suami akan mencoba mencari pekerjaan yang lebih mapan atau paling tidak mempunyai pendapatan yang sudah pasti.
46
Persamaan pencurahan tenaga kerja suami melaut merupakan fungsi dari pendapatan suami melaut, curahan tenaga kerja suami nonmelaut, umur suami, pendidikan suami, jarak daerah penangkapan ikan dari pangkalan pendaratan ikan dan jumlah anggota rumahtangga. Persamaan tersebut dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut: CRMS = a 0 + a 1 PDMS + a 2 CRNS + a 3 UKS + a 4 EDS + a 5 DPI + a 6 JAR +U 1... (1) Dimana : CRMS = Curahan tenaga kerja suami melaut (HOK/Tahun) PDMS = Pendapatan suami melaut (Rupiah/Tahun) CRNS = Curahan tenaga kerja suami nonmelaut (HOK/Tahun) UKS = Umur suami (Tahun) EDS
= Pendidikan suami (Tahun)
DPI
= Jarak daerah penangkapan ikan dari pangkalan pendaratan ikan (Km)
JAR
= Jumlah anggota rumahtangga (Orang)
Hipotesis paramater estimasi : a 1 , a 5, a 6 > 0; a 2 , a 3 , a 4 < O. 2. Curahan Tenaga Kerja Suami Nonmelaut Reniati (1998) menunjukkan bahwa peluang suami maupun istri untuk bekerja di luar sub sektor perikanan ditentukan oleh berbagai hal antara lain: faktor tingkat pendapatan di luar sektor, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, kondisi ekonomi lokal, umur, dan angkatan kerja keluarga. Suami biasanya melakukan kegiatan nonmelaut saat angin ataupun ombak sedang besar, kegiatan nonmelaut suami biasanya adalah sebagai tukang, buruh ataupun tukang ojek. Muhammad (2002) mengatakan bahwa kegiatan melaut pada nelayan buruh (pandega) mempunyai kontribusi yang besar terhadap pendapatan
47
rumahtangga. Pekerjaan nonmelaut biasanya merupakan pekerjaan kasar yang mengandalkan fisik dari seseorang sehingga semakin bertambah umur suami maka curahan kerjanya akan semakin sedikit. Persamaan pencurahan tenaga kerja suami nonmelaut merupakan fungsi dari pendapatan suami nonmelaut, curahan tenaga kerja anak laki-laki melaut, umur suami dan pendidikan suami. Persamaan tersebut dituliskan sebagai berikut: CRNS = a 0 + a 1 PDNS + a 2 CRML + a 3 UKS + a 4 EDS + U 2 ................... ......(2) Dimana: CRNS = Curahan tenaga kerja suami nonmelaut (HOK/Tahun) PDNS = Pendapatan suami nonmelaut (Rupiah/Tahun) CRML = Curahan tenaga kerja anak laki-laki melaut (HOK/Tahun) UKS = Umur suami (Tahun) EDS
= Pendidikan suami (Tahun)
Hipotesis paramater estimasi : a 1 , a 2 , a 4 > 0;
a 3 < O.
3. Curahan Total Tenaga Kerja Suami Curahan total tenaga kerja suami merupakan penjumlahan dari curahan tenaga kerja suami melaut dan curahan tenaga kerja suami nonmelaut. Sehingga persamaannya menjadi : CRTS = CRMS + CRNS ............................................................................. .....(3) Dimana: CRTS = Curahan total tenaga kerja suami (HOK/Tahun) CRMS = Curahan tenaga kerja suami melaut (HOK/Tahun) CRNS = Curahan tenaga kerja suami nonmelaut (HOK/Tahun) 4.Curahan Tenaga Kerja Istri Nonmelaut
48
Kemunduran kemampuan perekonomian rumahtangga nelayan pada akhirnya menuntut peran dari seorang istri nelayan dalam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rumahtangganya. Dalam kondisi demikian, posisi perempuan memegang peranan cukup penting. Beragam pekerjaan bisa dimasuki oleh istri-istri nelayan untuk menambah penghasilan, seperti sebagai pengumpul kerang-kerangan, pengolah hasil ikan, pembersih perahu/kapal yang baru mendarat, pengumpul nener, pekerja pada perusahaan penyimpanan udang beku atau industri rumah tangga untuk pengolahan ikan, pembuat jaring, pedagang ikan eceran, pedagang (ikan) perantara, beternak, berkebun, dan pemilik warung (Poernomo, 1992). Curahan tenaga kerja istri nonmelaut merupakan fungsi dari pendapatan istri nonmelaut, umur istri, curahan tenaga kerja suami melaut, curahan tenaga kerja anak laki-laki nonmelaut, pendidikan istri, pengalaman kerja istri dan jumlah anggota rumahtangga. Persamaan tersebut dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut: CRNI = a 0 + a 1 PDNI + a 2 UKI + a 3 CRMS + a 4 CRNL + a 5 EDI + a 6 PKNI + a 7 JAB + U 3 ................................................................................ .... (4) Dimana: CRNI = Curahan tenaga kerja istri nonmelaut (HOK/Tahun) PDNI = Pendapatan istri nonmelaut (Rupiah/Tahun) UKI
= Umur istri (Tahun)
CRMS = Curahan tenaga kerja suami melaut (HOK/Tahun) CRNL = Curahan tenaga kerja anak laki-laki nonmelaut (HOK/Tahun) EDI
= Pendidikan istri (Tahun)
PKNI = Pengalaman kerja istri (Tahun) JAR
= Jumlah anggota rumahtangga (Orang)
49
Hipotesis paramater estimasi : a 1, a 5 , a 6 , a 7 > 0; a 2 , a 3 , a 4 < O.
5. Curahan Tenaga Kerja Anak Perempuan Nonmelaut Dalam rumahtangga nelayan tradisional baik anak laki-laki maupun anak perempuan mempunyai tanggung jawab yang sama dengan anggota lain (suami dan istri), dalam melakukan pekerjaannya anak perempuan dihadapkan pada jumlah balita yang ada dalam rumahtangga, apabila istri melakukan pekerjaanya maka balita diserahkan pada anak perempuan. Persamaan pencurahan tenaga kerja anak perempuan nonmelaut merupakan fungsi dari pendapatan anak perempuan nonmelaut, pengalaman kerja anak perempuan, jumlah balita, umur anak perempuan, pendidikan anak perempuan, curahan tenaga kerja suami melaut dan curahan tenaga kerja anak laki-laki melaut. Persamaan tersebut dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut: CRNP = a 0 + a 1 PDNP + a 2 PKNP + a 3 JAB + a 4 UKP + a 5 EDP + a 6 CRMS + a 7 CRML + U 4 .................................................................................. (5) Dimana: CRNP = Curahan tenaga kerja anak perempuan nonmelaut (HOK/Tahun) PDNP = Pendapatan anak perempuan nonmelaut (Rupiah/Tahun) PKNP = Pengalaman kerja anak perempuan nonmelaut (Tahun) JAB
= Jumlah balita (Orang)
UKP = Umur anak perempuan (Tahun) EDP
= Pendidikan anak perempuan (Tahun)
CRMS = Curahan tenaga kerja suami melaut (HOK/tahun) CRML = Curahan tenaga kerja anak laki-laki melaut (HOK/tahun) Hipotesis paramater estimasi : a 1, a 2, a 5 > 0; a 3, a 4, a 6, a 7, < O.
50
6. Curahan Tenaga Kerja Anak Laki-Laki Melaut Rumahtangga nelayan tradisional hanya menggunakan tenaga kerja dalam keluarga, antara anak laki-laki dan suami dalam melakukan kegiatan melaut sangat erat sekali hubunganya. Anak laki-laki akan selalu membantu suami pada saat melaut, semakin tinggi curahan anak laki-laki maka diharapkan hasil yang didapat semakin banyak sehingga pendapatan akan semakin tinggi. Persamaan pencurahan tenaga kerja anak laki-laki melaut merupakan fungsi dari curahan tenaga kerja suami melaut, pendapatan total melaut, umur anak laki-laki, pendidikan anak laki-laki, dan pengalaman kerja anak laki-laki melaut. Persamaan tersebut dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut: CRML = a 0 + a 1 CRMS + a 2 PDTM + a 3 UKL + a 4 EDL + a 5 PKML + U 5 .....(6) Dimana: CRML = Curahan tenaga kerja anak laki-laki melaut (HOK/Tahun) CRMS = Curahan tenaga kerja suami melaut (HOK/Tahun) PDTM = Pendapatan total melaut (Rupiah/Tahun) UKL = Umur anak laki-laki (Tahun) EDL
= Pendidikan anak laki-laki (Tahun)
PKML = Pengalaman kerja anak laki-laki melaut (Tahun) Hipotesis paramater estimasi : a 2 , a 3, a 5 > 0; a 1 , a 4 < O. 7. Curahan Tenaga Kerja Anak Laki-Laki Nonmelaut Pendapatan nonmelaut merupakan tawaran bagi anak laki-laki untuk lebih mencurahkan waktunya dalam kegiatan nonmelaut. Semakin tinggi pendapatan
51
maka anak laki-laki akan semakin banyak mencurahkan jam kerjanya. Persamaan pencurahan tenaga kerja anak laki-laki nonmelaut merupakan fungsi dari pendapatan anak laki-laki nonmelaut, pengalaman kerja anak laki-laki nonmelaut, umur anak laki-laki dan jumlah anggota rumahtangga. Persamaan tersebut dituliskan sebagai berikut: CRNL = a 0 + a 1 PDNL + a 2 PKNL + a 3 UKL + a 4 JAR + U 6 ........................... (7) Dimana: CRNL = Curahan tenaga kerja anak laki-laki nonmelaut (HOK/Tahun) PDNL = Pendapatan anak laki-laki nonmelaut (Rupiah/Tahun) PKNL = Pengalaman kerja anak laki-laki nonmelaut (Tahun) UKL = Umur anak laki-laki (Tahun) JAR
= Jumlah anggota rumahtangga (Orang)
Hipotesis paramater estimasi : a 1, a 2, a 4 > 0; a 3 < O. 8. Curahan Total Tenaga Kerja Anak Laki-Laki Curahan total tenaga kerja anak laki-laki merupakan penjumlahan dari curahan tenaga kerja anak laki-laki melaut dan curahan tenaga kerja anak laki-laki nonmelaut. Sehingga persamaannya menjadi: CRTL = CRML + CRNL .................................................................................. (8) Dimana: CRTL = Curahan total tenaga kerja anak laki-laki (HOK/Tahun) CRML = Curahan tenaga kerja anak laki-laki melaut (HOK/Tahun) CRNL = Curahan tenaga kerja anak laki-laki nonmelaut (HOK/Tahun) 9. Total Curahan Tenaga Kerja Melaut Total curahan tenaga kerja melaut merupakan penjumlahan dari curahan tenaga kerja suami melaut dan curahan tenaga kerja anak laki-laki melaut,
52
sehingga persamaannya menjadi: CRTM = CRMS + CRML ........................................................................... .....(9) Dimana: CRTM = Total curahan tenaga kerja melaut (HOK/Tahun) CRMS = Curahan total tenaga kerja suami melaut (HOK/Tahun) CRML = Curahan tenaga kerja anak laki-laki melaut (HOK/Tahun) 10. Total Curahan Tenaga Kerja Nonmelaut Total curahan tenaga kerja nonmelaut merupakan penjumlahan dari curahan tenaga kerja suami nonmelaut, curahan tenaga kerja istri nonmelaut, curahan tenaga kerja anak laki-laki nonmelaut, dan curahan tenaga kerja anak perempuan nonmelaut, sehingga persamaannya menjadi: CRTN = CRNS + CRNI + CRNL + CRNP .....................................................(10) Dimana: CRTN = Total curahan tenaga kerja nonmelaut (HOK/Tahun) CRNS = Curahan total tenaga kerja suami nonmelaut (HOK/Tahun) CRNI = Curahan tenaga kerja istri nonmelaut (HOK/Tahun) CRNL = Curahan tenaga kerja anak laki-laki nonmelaut (HOK/tahun) CRNP = Curahan tenaga kerja anak perempuan nonmelaut (HOK/Tahun) 4.4.2.2. Pendapatan Rumahtangga Nelayan Pendapatan merupakan salah satu indikator kesejahteraan dalam ekonomi rumahtangga, dengan dasar skema waktu pengamatan yang berbeda antara satu waktu per bulan dan per tahun diperoleh kesimpulan yang sama antara Aryani (1994) dan Reniati (1998) dalam hal: (1) anggota rumahtangga, yaitu istri dan anak di samping suami selaku kepala rumahtangga, memegang peranan yang penting dalam kontribusi untuk penerimaan rumahtangga nelayan, (2) dilihat dari
53
curahan kerja, peran istri cukup tinggi, (3) penerimaan nonmelaut memegang peranan
menentukan dalam alokasi curahan kerja anggota keluarga dan
kontribusinya terhadap penerimaan rumahtangga nelayan. Perilaku rumahtangga demikian menurut Roch et al. (1998) merupakan strategi rumahtangga nelayan dalam pemandaatan ekonomi rumahtangga dalam menghadapi resiko yang selanjutnya disebut “pluriactivity strategy”. 1. Pendapatan Suami Melaut Dengan biaya yang kecil dalam melakukan kegiatan melaut, maka pendapatan suami melaut akan semakin tinggi. Karena dalam melakukan kegiatan melaut suami selalu dibantu oleh anak laki-laki maka pendapatan yang didapat dari hasil melaut akan dibagi rata antara suami degan anak laki-laki. Persamaan pendapatan suami melaut merupakan fungsi dari pendapatan anak laki-laki melaut, biaya bahan bakar melaut dan penerimaan melaut. Persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut: PDMS = a 0 + a 1 PDML + a 2 BBM + a 3 PRM + U 7 ................................... ...(11) Dimana: PDMS = Pendapatan suami melaut (Rupiah/Tahun) PDML = Pendapatan anak laki-laki melaut (Rupiah/Tahun) BBM = Biaya bahan bakar melaut (Tahun) PRM
= Pendidikan suami (Tahun)
Hipotesis paramater estimasi : a 3 > 0; a 1 , a 2 < 0 2. Pendapatan Suami Nonmelaut Semakin tinggi curahan kerja suami dalam kegiatan melaut maka akan semakin tinggi pula pendapatan suami nonmelaut, dengan kondisi pendapatan rumahtangga yang masih kurang maka setiap anggota akan berusaha semaksimal
54
mungkin dalam melakukan kontribusi untuk pendapatan rumahtangga. Persamaan pendapatan suami nonmelaut merupakan fungsi curahan tenaga kerja suami nonmelaut, pendapatan anak laki-laki nonmelaut, umur suami, pendidikan suami dan pengalaman kerja suami nonmelaut. Persamaan tersebut dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut: PDNS = a 0 + a 1 CRNS + a 2 PDNL + a 3 EDS + a 4 UKS + a 5 PKNS + U 8 (12) Dimana: PDNS = Pendapatan suami nonmelaut (Rupiah/Tahun) CRNS = Curahan tenaga kerja suami nonmelaut (HOK/Tahun) PDNL = Pendapatan anak laki-laki nonmelaut (Rupiah/Tahun) EDS
= Pendidikan suami (Tahun)
UKS = Umur suami (Tahun) PKNS = Pengalaman kerja suami nonmelaut (Tahun) Hipotesis paramater estimasi : a 1 , a 2 , a 3 , a 5 > 0;
a4 < 0
3. Pendapatan Total Suami Pendapatan suami merupakan penjumlahan dari pendapatan suami melaut dan pendapatan suami nonmelaut, sehingga persamaannya adalah: PDTS = PDMS + PDNS ....................................................................................(13) Dimana: PDTS = Pendapatan total suami PDMS = Pendapatan suami melaut (Rupiah/Tahun) PDNS = Pendapatan suami nonmelaut (Rupiah/Tahun) 4. Pendapatan Istri Nonmelaut Apabila curahan tenaga kerja anak perempuan berkurang maka curahan tenaga kerja istri akan naik sehingga pendapatan istri juga akan meningkat. Hal ini dapat dijelaskan bahwa apabila istri bekerja maka seluruh pekerjaan dan tanggung
55
jawab rumahtangga akan serahkan sepenuhnya oleh anak perempuan. Persamaan pendapatan istri nonmelaut merupakan fungsi curahan tenaga kerja istri nonmelaut, curahan tenaga kerja anak perempuan nonmelaut, umur istri dan pendidikan istri. Persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut: PDNI = a 0 + a 1 CRNI + a 2 CRNP + a 3 UKI + a 4 EDI + U 9 ..............................(14) Dimana: PDNI = Pendapatan istri nonmelaut (Rupiah/Tahun) CRNI = Curahan tenaga kerja istri nonmelaut (Rupiah/Tahun) CRNP = Curahan tenaga kerja anak perempuan nonmelaut (Rupiah/Tahun) UKI
= Umur istri (Tahun)
EDI
= Pendidikan istri (Tahun)
Hipotesis paramater estimasi : a 1, a 4 > 0; a 2 , a 3 < O. 5. Pendapatan Anak Perempuan Nonmelaut Semakin tinggi curahan tenaga kerja anak perempuan dalam kegiatan nonmelaut maka pendapatan juga akan besar, sedangkan umur anak perempuan yang semakin tinggi akan menaikkan hasilnya sehingga pendapatan tinggi. Hal ini dapat dijelaskan bahwa peningkatan umur anak perempuan akan masih dalam umur yang potensial untuk bekerja. Persamaan pendapatan anak perempuan nonmelaut merupakan fungsi curahan tenaga kerja anak perempuan nonmelaut, curahan tenaga kerja istri nonmelaut, umur anak perempuan, pendidikan anak perempuan, dan jumlah balita. Persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut: PDNP = a 0 + a 1 CRNP + a 2 CRNI + a 3 UKP + a 4 EDP + a 5 JAB + U 10 ........(15) Dimana: PDNP = Pendapatan anak perempuan nonmelaut (Rupiah/Tahun) CRNP = Curahan tenaga kerja anak perempuan nonmelaut (HOK/Tahun) CRNI = Curahan tenaga kerja istri nonmelaut (HOK/Tahun)
56
UKP = Umur anak perempuan (Tahun) EDP
= Pendidikan anak perempuan (Tahun)
JAB
= Jumlah balita (Orang)
Hipotesis paramater estimasi : a 1, a 4, a 3 > 0; a 2 , a 5, < O. 6. Pendapatan Anak Laki-Laki Melaut Pendapatan suami dan anak dalam kegiatan melaut akan dibagi rata dengan adanya peningkatan harga ikan, maka pendapatan anak laki-laki melaut akan semakin tinggi. Umur yang masih potensial akan memberikan curahan kerja yang banyak sehingga pendapatan yang didapat juga akan semakin besar pula. Persamaan pendapatan anak laki-laki melaut merupakan fungsi dari curahan tenaga kerja anak laki-laki melaut, curahan tenaga kerja suami melaut, umur anak laki-laki, pendidikan anak laki-laki dan harga ikan. Persamaan tersebut dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut: PDML = a 0 + a 1 CRML + a 2 CRMS + a 3 UKL + a 4 EDL + a 5 HRG + U 11 ......(16) Dimana: CRML = Curahan tenaga kerja anak laki-laki melaut (HOK/Tahun) CRMS = Pendapatan suami melaut (Rupiah/Tahun) UKL
= Umur anak laki-laki (Tahun)
EDL
= Pendidikan anak laki-laki (Tahun)
HRG
= Harga ikan (Rupiah)
Hipotesis paramater estimasi : a 1 , a 2 , a 3 , a 5 > 0; a 4 < O. 7. Pendapatan Anak Laki-Laki Nonmelaut Dalam melakukan kegiatan nonmelaut sangat dibutuhkan ketrampilan dan pengalaman kerja yang tinggi, misalnya tukang batu dengan pekerjaan sehari-hari melakukan kegiatan melaut, maka nelayan diwajibkan untuk dapat menguasai tehnik dalam menjadi tukang batu. Pekerjaan nonmelaut sangat luas, sehingga
57
apabila pendidikan seorang nelayan tinggi, maka mereka akan mempunyai kesempatan yang lebih dalam pekerjaan di luar sektor perikanan Persamaan pendapatan anak laki-laki nonmelaut merupakan fungsi curahan tenaga kerja anak laki-laki nonmelaut, pengalaman kerja anak laki-laki nonmelaut, umur anak laki-laki, pendidikan anak laki-laki. Persamaan tersebut dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut: PDNL = a 0 + a 1 CRNL + a 2 PKNL + a 3 UKL + a 4 EDL+U 12 ............................(17) Dimana: PDNL = Pendapatan anak laki-laki nonmelaut (Rupiah/Tahun) CRNL = Curahan tenaga kerja anak laki-laki nonmelaut (HOK/Tahun) PKNL = Pengalaman kerja anak laki-laki nonmelaut (Tahun) UKL
= Umur anak laki-laki (Tahun)
EDL
= Pendidikan anak laki-laki (Tahun)
Hipotesis paramater estimasi : a 1, a 2 , a 4 > 0; a 3 < O. 8. Pendapatan Total Anak Laki-Laki Pendapatan total anak laki-laki merupakan penjumlahan dari pendapatan anak laki-laki melaut dan pendapatan anak laki-laki nonmelaut. Sehingga persamaannya menjadi: PDTL = PDML + PDNL ................................................................................... (18) Dimana: PDTL
= Pendapatan total anak laki-laki
PDML = Pendapatan anak laki-laki melaut (Rupiah/Tahun) PDNL 9.
= Pendapatan anak laki-laki nonmelaut (Rupiah/Tahun)
Pendapatan Total Melaut Pendapatan total melaut merupakan selisih dari penerimaan melaut dengan
biaya operasional melaut, dan persamaannya adalah :
58
PDTM = PRM - BOM ....................................................................................... (19) Dimana: PDTM = Pendapatan total melaut (Rupiah/Tahun) PRM
= Penerimaan melaut (Rupiah/Tahun)
BOM
= Biaya operasional melaut (Rupiah/Tahun)
10. Pendapatan Total Nonmelaut Pendapatan total nonmelaut merupakan penjumlahan dari dengan biaya operasional melaut, dan persamaannya adalah : PDTN = PDNS+PDNI+PDNL+PDNP.............................................................. (20) Dimana: PDTN
= Pendapatan total nonmelaut (Rupiah/Tahun)
PDNS
= Pendapatan suami nonmelaut (Rupiah/Tahun)
PDNI
= Pendapatan istri nonmelaut (Rupiah/Tahun)
PDNL
= Pendapatan anak laki-laki nonmelaut (Rupiah/Tahun)
PDNP
= Pendapatan anak peremnpuan nonmelaut (Rupiah/Tahun)
11. Total Pendapatan Rumahtangga Total pendapatan rumahtangga merupakan penjumlahan dari pendapatan total suami, pendapatan istri nonmelaut, pendapatan anak perempuan nonmelaut, pendapatan total anak laki-laki. Maka persamaannya adalah: PDTR = PDTM + PDTN.................................................................................. (21) Dimana: PDTR
= Total pendapatan rumahtangga (Rupiah/Tahun)
PDTM = Pendapatan total melaut (Rupiah/Tahun) PDTN
= Pendapatan total nonmelaut (Rupiah/Tahun)
4.4.2.3. Pengeluaran Rumahtangga
59
Pengeluaran rumahtangga ditentukan oleh pendapatan dan karakteristik rumahtangga seperti jumlah anggota keluarga. Makin besar jumlah anggota rumahtangga, makin besar pula jumlah pengeluaran rumahtangga tersebut. Mengingat adanya variabilitas individu anggota rumahtangga menurut umur maupun seks, maka dalam pendekatan ekonomi rumahtangga teori konsumsi individu yang lazim adalah sangat sulit digunakan, karena perilaku permintaan rumahtangga tidak konsisten dengan model yang didasarkan pada perilaku individu dalam rumahtangga tersebut (Slesnick, 1998). Muhammad (2002) dalam penelitian ekonomi rumahtangga, pengeluaran dapat didisagregasi menjadi konsumsi pangan dan nonpangan, ada juga yang membagi berdasarkan konsumsi kebutuhan pokok (basic needs) lainnya, yaitu di samping kebutuhan pangan adalah pakaian, perumahan, kesehatan, dan pendidikan. Pengelompokan pengeluaran rumahtangga dikelompokkan menjadi: (1) konsumsi pokok pangan, (2) konsumsi pokok nonpangan, dan (3) konsumsi nonpokok. 1.
Pengeluaran Konsumsi Pangan Rumahtangga Pengeluaran rumahtangga akan disesuaikan dengan total pendapatan
dalam suatu rumahtangga. Apabila pengeluaran pangan dalam suatu rumahtangga besar maka pengeluran nonpangan akan sediki (kompetisi), semakin banyak jumlah anggota rumahtangga maka pengeluaran pangan akan semakin tinggi. Persamaan konsumsi pangan rumahtangga nelayan tradisional dapat didefinisikan sebagai fungsi dari biaya operasional melaut, pendapatan total rumahtangga, jumlah anggota rumah tangga dan pengeluaran konsumsi nonpangan rumahtangga. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:
60
PCPR = c 0 + c 1 BOM + c 2 PDTR + c 3 PCNR + c 4 JAR + U 13 ........................(22) Dimana: PCPR = Pengeluaran konsumsi pangan rumahtangga (Rupiah /Tahun) BOM
= Biaya operasioanl melaut (Rupiah/Tahun)
PDTR = Total pendapatan rumahtangga (Rupiah /Tahun) PCNR = Pengeluaran konsumsi nonpangan rumahtangga (Rupiah /Tahun) JAR
= Jumlah anggota rumahtangga (Orang)
Hipotesis parameter estimasi : c 2 , c 4 > 0 ; c 1 , c 3 < 0 2.
Pengeluaran Konsumsi Nonpangan Rumahtangga Rumahtangga akan memenuhi kebutuhan pangannya terlebih dahulu
sebelum melakukan konsumsi nonpangan. Apabila pendapatan rumahtangga besar maka pengeluaran nonpangan juga akan mengikutinya. Persamaan konsumsi nonpangan rumahtangga nelayan tradisional dapat didefinisikan sebagai fungsi dari pendapatan total rumahtangga, jumlah anggota rumahtangga dan pengeluaran pangan rumahtangga. Sehingga persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut: PCNR = d 0 + d 1 PCPR + d 2 PDTR + d 3 JAR +U 14 .......... ................................ . (23) Dimana: PCNR = Pengeluaran konsumsi nonpangan rumahtangga (Rupiah/Tahun) PDTR = Pendapatan total rumahtangga (Rupiah /Tahun) JAR
= Jumlah anggota rumahtangga (Orang)
PCPR = Pengeluaran konsumsi pangan rumahtangga (Rupiah /Tahun) Hipotesis parameter estimasi: d 1 , d 2 > 0; d 3 < 0 3.
Total Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga Persamaan pengeluaran konsumsi rumahtangga merupakan penjumlahan
dari pengeluaran konsumsi pangan dan nonpangan rumahtangga. PCTR = PCPR + PCNR .....................................................................................(24)
61
Dimana: PCTR = Total pengeluaran konsumsi rumahtangga pendega (Rupiah /Tahun) PCPR = Pengeluaran konsumsi pangan rumahtangga (Rupiah /Tahun) PCNR = Pengeluaran konsumsi nonpangan rumahtangga (Rupiah /Tahun) 4.
Tabungan Rumahtangga Tabungan rumahtangga merupakan selisih dari pendapatan total
rumahtangga dengan pengeluaran konsumsi rumahtangga. TRTP = PDTR – PCTR......................................................................................(25) Dimana: TRTP = Tabungan rumahtangga (Rupiah /Tahun) PDTR = Pendapatan total rumahtangga (Rupiah /Tahun) PCTR = Total pengeluaran konsumsi rumahtangga (Rupiah /Tahun) 4.4.2.4. Produksi Dilihat dari fenomena penangkapan ikan terdapat beberapa peubah endogen maupun eksogen yang menunjukkan perbedaan jika dibandingkan dengan model ekonomi rumahtangga pertanian, yaitu: (1) hasil yang didapat sangat bergantung sekali dengan alam, (2) daerah penangkapan ikan yang berubah, dan (3) pengalaman kerja sangat dibutuhkan. Pada umumnya para peneliti rumahtangga perikanan menghadapi kenyataan yang sulit untuk memperoleh data produksi dan penerimaan rumahtangga selama setahun, di samping nelayan tidak memiliki catatan yang lengkap dan juga ingatan mereka dalam jangka waktu satu tahun bisa salah, terlebih lagi kegiatan penangkapan ikan dilakukan trip per hari selama setahun. Oleh karena itu keterbatasan tersebut seperti dialami oleh Reniati (1998) perlu dipahami. 1.
Produksi
62
Persamaan produksi merupakan fungsi dari biaya operasional melaut, curahan tenaga kerja melaut dan pengalaman kerja suami melaut. Nelayan dihadapkan pada hasil tangkapan ikan yang tidak menentu, dengan bahan bakar minyak dan perbekalan yang semakin banyak maka nelayan dapat melaut lebih lama dan dapat mencari ikan di fishing ground yang ada. Persamaan ini dapat dituliskan sebagai berikut : PROD = a 0 + a 1 BOM + a 2 CRTM + a 3 PKMS +U 15 .......... ............................................................................................................................ . (26 ) Dimana : PROD = Produksi ikan (Ton/Tahun) BOM
= Biaya operasional melaut (Rupiah/Tahun)
PKMS = Pengalaman kerja suami melaut (Tahun) Hipotesis parameter estimasi : a 2 , a 3 > 0 ; a 1 < 0 2.
Biaya Bahan Bakar Melaut Bahan bakar merupakan faktor utama dalam usaha penangkapan ikan,
semakin jauh kapal dari pelabuhan maka bahan bakar yang ahrus digunakan juga akan banyak, begitu juga dengan semakin seringnya nelayan melakukan kegiatan melaut. Persamaan biaya bahan bakar melaut merupakan fungsi dari daerah penangkapan ikan dan frekuensi melaut. Persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut : BBM = b 0 + b 1 DPI + b 2 FKMS +U 16 .......... ............................................................................................................................ . (27 ) Dimana :
63
BBM = Biaya bahan bakar melaut (Rupiah /Tahun) DPI
= Jarak daerah penangkapan ikan dari pangkalan pendaratan ikan (Km)
FKMS = Frekuensi melaut (Kali/Tahun) Hipotesis parameter estimasi : b 1 , b 2 > 0 3.
Biaya Perbekalan Melaut Dalam melakukan kegiatan melaut nelayan akan membawa bekal untuk
makan ataupun minum saat berada di laut. Perbekalan yang dibawa biasanya adalah beras/nasi, teh, gula dan rokok, sehingga konsumsi pangan rumahtangga akan berpengaruh dengan kegiatan nelayan untuk mencari ikan. Persamaan biaya perbekalan melaut merupakan fungsi dari jarak daerah penangkapan ikan dari pangkalan pendaratan ikan, frekuensi melaut dan pengeluaran konsumsi pangan rumahtangga. Persamaan ini dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut : BBKL = c 0 + c 1 DPI + c 2 FKMS + c 3 PCPR + U 17 ........................................... . (28) Dimana :
BBKL = Biaya perbekalan melaut (Rupiah/Tahun) DPI
= Jarak daerah penangkapan ikan dari pangkalan pendaratan ikan (Km)
FKMS = Frekuensi melaut (Kali/Tahun) PCPR = Pengeluaran konsumsi pangan rumahtangga (Rupiah/Tahun) Hipotesis parameter estimasi : c 1 , c 2 > 0 ; c 3 < 0 4.5.
Prosedur Analisis
4.5.1. Metode Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Nelayan Tradisional Sebelum dilakukan estimasi model, maka terlebih dahulu dilakukan identifikasi model sehingga dapat ditentukan metode estimasi yang akan dipakai.
64
Ada dua kondisi yang harus dipenuhi oleh setiap persamaan agar dapat diidentifikasi, yaitu kondisi order dan rank. Untuk keperluan identifikasi setiap persamaan perilaku, dalam penelitian ini hanya didasarkan pada kondisi order. Persyaratan agar suatu persamaan dikatakan teridentifikasi (identified) adalah jika jumlah total peubah yang tidak termasuk dalam persamaan tersebut, tapi termasuk dalam persamaan-persamaan lainnya, paling kurang sebanyak jumlah persamaan yang ada dalam model (sistem persamaan) dikurangi satu. Secara matematis pada persamaan di bawah ini (K- M) ≥ (G - 1) .....................................................................................(29) dimana: K
= jumlah keseluruhan peubah endogen dan predetermined,
M
= jumlah peubah endogen dan eksogen di setiap persamaan yang diidentifikasi
G
= jumlah keseluruhan persamaan (Koutsoyiannis, 1977).
Dengan memperhatikan jumlah peubah pada masing-masing persamaan yang diidentifikasi, maka apabila: (K-M) = (G-1), persamaan perilaku dalam model dikatakan exactly identified. (K-M) < (G-1), persamaan dalam model tersebut dikatakan unidentified. (K-M) > (G-1), persamaan dalam model dikatakan over identified. Dalam penelitian ini, model yang digunakan terdapat 28 persamaan rumahtangga nelayan tradisional, terdiri dari 17 persamaan struktural dan 11 persamaan identitas. Jumlah peubah endogen (G) adalah (19 buah) dan peubah predetermined adalah (19 buah), sehingga total peubah dalam model (K) adalah (38 buah). Model tersusun dengan jumlah peubah endogen dan eksogen (M) untuk setiap persamaan berkisar antara 3 - 7 peubah, maka setiap persamaan perilaku
65
dalam model adalah over identified. Oleh karena semua persamaan perilaku adalah over identified, dengan pertimbangan ketersediaan data contoh yang tidak terlalu besar dan kemungkinan adanya spesifikasi model secara berulang untuk mencari parameter yang konsisten dengan teori, maka dalam penelitian ini estimasi model digunakan metode 2 SLS. Mengingat jumlah persamaan yang ada, maka estimasi model tidak dilakukan secara
terpisah, namun
secara serempak
(simultan) dengan
rnenggunakan program aplikasi komputer SAS versi 9.2. 4.5.2. Definisi Operasional 1. Nelayan tradisional adalah orang yang secara langsung aktif melakukan kegiatan usaha dan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan di laut dengan mengunakan kapal motor tempel berkapasitas 0-5 GT dan alat tangkap misalnya: payang dan trammelnet. 2. Rumahtangga nelayan adalah rumahtangga inti ditambah dengan orang lain, baik kerabat maupun bukan, yang tinggal bersama paling sedikit seorang anggotanya memiliki status nelayan. 3. Curahan kerja adalah jumlah jam kerja yang dicurahkan atau digunakan oleh rumahtangga untuk mendapatkan penghasilan dari aktivitas sub sektor perikanan dan luar sub sektor perikanan. 4. Produksi adalah penerimaan yang diperoleh nelayan dari hasil tangkapan ikan yang dijual. Ikan dan udang merupakan komoditi yang ditangkap nelayan tradisional. 5. Curahan kerja melaut adalah penggunaan waktu kerja oleh rumahtangga mulai dari menyiapkan perbekalan operasi me1aut, operasi me1aut dan menjual hasil
66
tangkapan dari melaut, dengan batasan sampai dengan 8 jam kerja di darat maupun di laut adalah setara dengan 1 (satu) hari kerja. 6. Usia kerja adalah penduduk yang berusia 12 tahun atau lebih dengan tidak membedakan antara yang sedang bersekolah, mengurus rumahtangga, pensiun atau sakit. 7. Aktivitas pendidikan adalah alokasi waktu seseorang untuk kegiatan pendidikan formal dan nonformal.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1.
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
5.1.1. Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Brebes merupakan kabupaten yang terletak di pesisir utara ujung barat wilayah Provinsi Jawa Tengah. Letaknya berada di jalur lalu lintas Pantai Utara Jawa (Pantura) dan merupakan pintu gerbang ke Jawa Tengah dari arah barat sekaligus berbatasan langsung dengan Jawa Barat. Hal tersebut menjadikan Brebes sebagai lintasan yang cukup penting. Secara geografis, Kabupaten Brebes terletak diantara 108011’37.7” – 109011’28.92” bujur timur dan 7044’6.55” – 7020’51.48” lintang selatan. Secara administratif Kabupaten Brebes dibatasi oleh : 1. Sebelah Barat : Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Kuningan 2. Sebelah Timur : Kabupaten Tegal 3. Sebelah Utara : Laut Jawa 4. Sebelah Selatan : Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Banyumas Kabupaten Brebes memiliki luas wilayah administrasi 166 177 ha yang terbagi dalam 17 kecamatan, 292 desa dan 5 kelurahan dengan kecamatan terluas adalah Kecamatan Bantar Kawung dengan luas 20 500 ha dan terkecil kecamatan Kersana dengan luas 2 523 ha (BPS, 2008). Wilayah pesisir Kabupaten Brebes terdiri dari lima kecamatan seperti yang tertera pada Tabel 3. Tabel 3. Luas Wilayah dan Jumlah Desa di Kabupaten Brebes Tahun 2008 No Nama Kecamatan
Luas Wilayah (ha)
Jumlah Desa
8 132 2 890 10 156 6 819 8 943 36 940
23 20 19 18 22 102
1 Brebes 2 Wanasari 3 Bulukamba 4 Tanjung 5 Losari Jumlah Sumber: Kabupaten Brebes Dalam Angka Tahun 2008
67
Dalam pola perwilayahan pembangunan Jawa Tengah, Kabupaten Brebes terletak pada wilayah pembangunan II dengan pusat di Tegal. Kabupaten Brebes sendiri dibagi menjadi tiga Sub Wilayah Pembangunan (SWP), yaitu sebagai berikut : 1. SWP Ia: Pusatnya di kota Brebes, meliputi Kecamatan Brebes, Wanasari, Jatibarang dan Songgom. sektor yang dapat dikembangkan adalah pertanian, khususnya sub sektor perdagangan atau jasa, pemerintahan dan perikanan. 2. SWP Ib: Pusatnya di kota Tanjung meliputi Kecamatan Tanjung, Losari dan Bulakamba. Sektor yang dapat dikembangkan adalah sektor perdagangan dan pertanian khususnya perikanan. 3. SWP
II:
Pusatnya
di
kota
Ketanggungan,
meliputi
Kecamatan
Ketanggungan, Banjarharjo, Laranga dan Karsana. Sektor yang dapat dikembangkan di wilayah ini adalah sektor pertanian khususnya sub sektor tanaman pangan antara lain meliputi sayur-mayur, bawang merah dan lombok serta sektor pemerintahan. 4. SWP III: Pusatnya di kota Bumiayu, meliputi Kecamatan Bumiayu, Tonjong, Sirampog, Paguyangan, Bantarkawung dan Salem. Sektor yang dikembangkan adalah sektor pertanian, industri kecil, pariwisata dan perdagangan. 5.1.2. Keadaan Penduduk Jumlah penduduk Kabupaten Brebes pada tahun 2008 tercatat 1.747.430 jiwa, terdiri dari 871.067 jiwa penduduk laki-laki dan 876.363 jiwa penduduk perempuan. Dari tahun ke tahun jumlah penduduk Kabupaten Brebes terus bertambah, jika dibandingkan dengan tahun yang lalu (2007) telah bertambah
68
sebanyak 4.235 jiwa atau sebesar 0.24 persen. Sedangkan bila dibandingkan dengan kondisi lima tahun yang lalu penduduk Kabupaten Brebes bertambah sebesar 15.124 jiwa atau pertumbuhan rata-rata per tahun 0.17 persen, sehingga walaupun jumlah penduduk semakin tahun semakin bertambah namun pertumbuhan dari tahun ke tahun mempunyai kecenderungan menurun. Penduduk Kabupaten Brebes sebagian besar tinggal di dareah pedesaan, namun demikian sering terjadi perpindahan dari daerah pedesaan ke perkotaan (urbanisasi), karena peluang untuk mendapatkan pekerjaan di daerah pedesaan relatif kecil, jadi dengan kata lain urbanisasi ada dua macam, pertama urbanisasi penduduk dari desa ke kota dan kedua perubahan status desa menjadi kota. Oleh karena itu, pemerintah Kabupaten Brebes berupaya memacu pengembangan pembangunan daerah agar dareahnya tidak ketinggalan dengan daerah lain. Distribusi penduduk Kabupaten Brebes belum tersebar secara merata, dimana sebaran penduduk terbanyak di Kabupaten Brebes adalah Kecamatan Bulakamba 158.412 jiwa (9.06%), Kecamatan Brebes 155.718 jiwa (8.91%), dan Kecamatan Larangan sebanyak 140.087 jiwa (8.02%), sedangkan sebaran penduduk terkecil adalah Kecamatan Salem 56.552 jiwa (3.23%). Sebaran penduduk terkecil di daerah pesisir adalah Kecamatan Tanjung 95.118 jiwa. Tabel 4. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pesisir Kabupaten Brebes Tahun 2008 Kecamatan Losari Tanjung Bulakamba Wanasari Brebes Total Kab. Brebes
Jumlah (jiwa) 123 941 95 118 158 412 137 901 155 718 651 024 1 747 430
Sumber: Kabupaten Brebes Dalam Angka Tahun 2008
Kepadatan (jiwa/ km2) 1 386 1 404 1 539 1 853 1 923 1 621 1 051
69
Kepadatan penduduk di wilayah pesisir yaitu 1.621 jiwa/km2, masih di atas kepadatan rata-rata penduduk di Kabupaten Brebes (1.051 jiwa/km2) dengan kecamatan terpadat adalah Kecamatan Brebes yaitu 1 923 jiwa/km2, sedangkan penduduk yang paling jarang terdapat di Kabupaten Tunjung yaitu sekitar 1 404 jiwa/ km2. Perhitungan jumlah penduduk wilayah pesisir Kabupaten Brebes dilakukan berdasarkan angka laju pertumbuhan Kabupaten Brebes. Faktor pertumbuhan penduduk di wilayah pantai dan laut sangat dominan terhadap angka pertumbuhan penduduk Kabupaten Brebes, dinamika kependudukan di Kabupaten Brebes cenderung stabil. Tabel 5. Pertumbuhan dan Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Brebes Tahun 1998-2008 Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Jumlah Penduduk Pertumbuhan Penduduk Laju pertumbuhan 1.572.878 5 834 0.47 1.570.073 2 805 0.40 1.698.635 128 562 8.38 1.705.433 6 798 1.77 1.711.657 6 224 1.63 1.717.103 5 446 0.15 1.722.306 5 203 0.14 1.727.708 5 402 0.15 1.736.401 8 693 2.56 1.743.195 6794 1.28 1.747.430 4235 1.60 Laju Pertumbuhan Penduduk Rata-rata 1.68
Sumber: Kabupaten Brebes Dalam Angka Tahun 2008
Berdasarkan data mengenai jumlah penduduk Kabupaten Brebes dari tahun 1998 sampai tahun 2008 dapat disimpulkan bahwa perkembangan jumlah penduduk Kabupaten Brebes secara absolut cenderung fluktuatif meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata 1.68%, namun laju pertumbuhan cenderung menurun sekitar 0.75% per tahun. Jika dibandingkan dengan pertumbuhan
70
penduduk Provinsi Jawa Tengah, laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Brebes ini lebih tinggi, yaitu sekitar 0.98%, seperti yang ditampilkan dalam Tabel 5. Apabila dilakukan perhitungan proyeksi untuk tahun 2014 dengan memakai bunga berganda, maka jumlah penduduk di wilayah pesisir Kabupaten Brebes menjadi 790.466 jiwa (Tabel 6). Rata-rata pertumbuhan penduduk Kabupaten Brebes per tahun sejak tahun 1996 sampai dengan tahun 2006 sebesar 23 017 jiwa atau sebesar 1.89% per tahun. Tabel 6. Proyeksi Jumlah Penduduk Wilayah Pesisir Kabupaten Brebes Tahun 2014 Kecamatan Losari Tanjung Bulakamba Wanasari Brebes Total
Jumlah Penduduk Tahun 2008 Tahun 2014 123 941 146 492 95 118 107 291 158 412 187 523 137 901 159 182 155 718 189 987 651 024 790 466
Sumber: Laporan Akhir Pemerintahan Kabupaten Brebes Tahun 2008
Pertumbuhan penduduk di lima kecamatan wilayah pesisir, sejak tahun 2003 sampai tahun 2008 sebesar 12 005 atau sebesar 1.93%. Hal tersebut berarti persentase pertumbuhan penduduk di 5 kecamatan pesisir relatif tinggi dibandingkan pertumbuhan penduduk Kabupaten Brebes. Tabel 7 menunjukkan angka petumbuhan penduduk di kecamatan pesisir Kabupaten Brebes. Penduduk merupakan faktor yang sangat penting dalam perencanaan pembangunan wilayah pesisir karena penduduk bukan saja sebagai objek, tetapi juga menjadi subjek bagi pembangunan. Banyak dan sedikitnya penduduk akan mempengaruhi partisipasi pembangunan yang terdapat di wilayah pesisir. Perencanaan apapun yang dibuat di suatu wilayah pada akhirnya akan digunakan untuk menunjang kehidupan penduduk. Faktor kependudukan bagi wilayah pesisir
71
Kabupaten Brebes berpengaruh pada proses perencanaan pembangunan pesisir. Faktor tersebut antara lain: jumlah dan distribusi penduduk, pertumbuhan penduduk, karakteristik penduduk, pendidikan, serta ketenagakerjaan penduduk yang tinggal di wilayah pesisir Kabupaten Brebes. Faktor-faktor tersebut merupakan faktor yang utama bagi proses pembangunan wilayah pesisir. Tabel 7. Pertumbuhan Penduduk di Lima Kecamatan Pesisir Kabupaten Brebes Tahun 2003-2008 No
Kecamatan
2003
2004
2005
2006
2007
2008
1
Brebes
145.159
144.960
144.882
155 474
155 531
155 718
2
Wanasari
119.331
119.650
120.502
130.799
131 667
137 901
3
Bulakamba
139.721
140.211
140.798
156 218
150 121
158 412
4
Tanjung
77.517
78.882
80.392
88.161
90 531
95 118
5
Losari
108.885
109.150
109.080
120.372
121 043
123 941
Jumlah
590.997
592.863
595.654
649.523
648 893
651 024
Kab. Brebes
1.572.070
1.576.962
1.585.425
1.698.635
1.743.195
1 747 430
Rata-rata pertumbuhan per tahun Kabupaten Brebes
35.072 jiwa
1.89%
Rata-rata pertumbuhan lima kecamatan pesisir
12.005.4 jiwa
1.93%
Sumber: Laporan Akhir Pemda Kabupaten Brebes Tahun 2008
Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu dalam perkembangan tingkat usaha nelayan dan budidaya tambak baik tradisional maupun modern, karena pendidikan mampu menunjang kemajuan usaha tersebut. Semakin tinggi tingkat pedidikan yang dimiliki seseorang ada kecenderungan semakin besar kemampuan untuk menyerap ilmu pengetahuan dan mudah menerima pembaharuan serta pengarahan untuk memperbaiki mutu kehidupan. Kelompok penduduk menurut tingkat pendidikan di wilayah pesisir Kabupaten Brebes, memberikan gambaran tentang kualitas penduduk wilayah tersebut. Semakin tinggi tingkat pendidikannya semakin besar pula dukungan
72
sumberdaya manusia di wilayah pesisir Kabupaten Brebes dalam proses perencanaan pembangunan. Sebagian besar penduduk wilayah pesisir Kabupaten Brebes baru menyelesaikan pendidikan hingga tahap SD, yaitu 33.6% sedangkan yang lainnya tidak atau belum tamat SD sebesar 32.1% (Tabel 8). Hal ini dikhawatirkan akan menghambat pengembangan wilayah pesisir Kabupaten Brebes. Tabel 8. Tingkat Pendidikan Penduduk Umur 10 Tahun ke Atas Wilayah Pesisir Kabupaten Brebes Tahun 2007 Kecamatan
Tamat SMU
Tamat SLTP
Tamat SD
Losari Tanjung Bulakamba Wanasari Brebes
286 293 596 8 372 20 073
1 927 916 2 218 11 258 17 937
1 982 1 636 2 584 2 253 41 096
26 368 26 154 25 797 30 498 28 680
Tidak Pernah Sekolah 10 760 6 786 9 961 12 977 9 240
Total
52.879
64.379
199.632
137.497
49.724
Tidak/Blm Tamat SD
Jumlah 95 732 70 452 121 159 104 368 123 117 514.828
Sumber : Kabupaten Brebes Dalam Angka Tahun 2007
5.1.3. Kondisi Sosisal Ekonomi dan Budaya Masyarakat Pesisir Kabupaten Brebes Model solidaritas yang tidak pernah pudar pada masyarakat pesisir Kabupaten Brebes adalah kegiatan gotong royong dengan dasar kewajiban bersama yang terdapat dalam kerangka hubungan di dalam keluarga antarkerabat dan antarwarga. Solidaritas kelompok seperti ini berfungsi sebagai jaminan sosial dan kesejahteraan masyarakat ketika menghadapi masa panceklik terutama pada masa-masa krisis, seperti kesulitan pangan, kesulitan uang, bahkan kesulitan melakukan upacara kematian. Dalam solidaritas untuk mengatasi kesulitan pangan dan keuangan, didapati sistem pinjam meminjam dengan asas kepercayaan dan tidak didapati sistem bunga, tetapi setiap komoditas dari usaha yang dihasilkan
73
dijual kepada orang yang meminjamkan. Kondisi seperti ini merupakan kegiatan yang sudah turun-menurun dan menjadi ciri khas masyarakat pesisir Kabupaten Brebes. Aktifitas sosial dan ekonomi masyarakat pesisir Kabupaten Brebes sangat tergantung pada kondisi lingkungan, musim dan pasar. Ketergantungan kehidupan masyarakat pada lingkungan menyebabkan mereka tidak banyak memiliki alternatif lain, sehingga gangguan terhadap lingkungan dapat mempengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat. Ketergantungan tersebut disebabkan karena komoditas yang dihasilkan oleh mereka harus dijual terlebih dahulu baru bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Karakteristik tersebut mempunyai implikasi ekonomis yakni masyarakat petambak sangat peka terhadap harga sehingga fluktuasi harga produk perikanan akan mempengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir yang pada akhirnya akan mempengaruhi pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir. Jumlah penduduk yang bergerak di bidang perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Brebes ditampilkan pada Tabel 9. Tabel 9. Jumlah Penduduk Kabupaten Brebes yang Bergerak di Bidang Perikanan Tahun 2007 dan 2008 Kecamatan Losari Tanjung Bulakamba Wanasari Brebes Total
Jumlah Nelayan Tahun 2007 Tahun 2008 3.629 3.089 1.581 2.606 11.841 10.590 5.426 4.564 2.943 2.654 25.420 23.503
Sumber: Kabupaten Brebes Dalam Angka Tahun 2008
Jumlah penduduk miskin di wilayah pesisir Kabupaten Brebes mulai tahun 2002-2007 mengalami peningkatan, demikian pula persentase penduduk miskin terhadap jumlah penduduk keseluruhan mengalami peningkatan dari 25% pada tahun 2002 menjadi 30% pada tahun 2007. Apabila dilihat per kecamatan,
74
maka penduduk miskin di setiap kecamatan mengalami peningkatan kecuali di Kecamatan Wanasari dan Brebes. Peningkatan jumlah penduduk di Kecamatan Bulakamba merupakan yang terbesar. Jumlah penduduk miskin di lima kecamatan wilayah pesisir Kabupaten Brebes disajikan pada Tabel 10 di bawah ini. Tabel 10. Jumlah Keluarga Miskin di Wilayah Pesisir Kabupaten Brebes Tahun 2002-2007 Kecamatan Losari Tanjung Bulakamba Wanasari Brebes Total
Tahun 2002 Jumlah KK Jumlah Penduduk Miskin Miskin 8 521 32 336 4 224 21 884 5 998 25 805 8 726 37 106 8 460 36 527 35 929 153 618
Tahun 2007 Jumlah KK Jumlah Penduduk Miskin Miskin 10 516 39 768 8 444 32 437 14 831 59 219 7 825 29 077 8 923 34 399 50 593 194 900
Sumber: Laporan Akhir Pemda Kabupaten Brebes Tahun 2007
5.1.4. Kondisi Umum Sektor Kelautan dan Perikanan 5.1.4.1. Keadaan Topografi, Morfologi dan Geologi Wilayah Pesisir Brebes Ditinjau dari segi topografinya, wilayah pesisir Brebes termasuk ke dalam daerah pantai dan dataran rendah dengan ketinggian 1 – 3 mdpl. Dengan keadaan topografi yang demikian, masalah drainase dan banjir merupakan masalah yang serius bagi wilayah pesisir Brebes. Luas wilayah di pesisir Kabupaten Brebes dapat digambarkan dalam Tabel 11 berikut ini. Tabel 11. Luas Wilayah Menurut Ketinggian per Kecamatan di Wilayah Pesisir Kabupaten Brebes Tahun 2007 Ketinggian Tempat (meter) 0 -25 25- 100 100-500 1000-1500 1500-2000 >2000 1 Losari 8 943 0 0 0 0 0 2 Tanjung 6 819 0 0 0 0 0 3 Bulukamba 10 155 0 0 0 0 0 4 Wanasari 7 226 0 0 0 0 0 5 Brebes 8 230 0 0 0 0 0 Jumlah 41 373 0 0 0 0 0 Sumber: Laporan Akhir Pemda Kabupaten Brebes Tahun 2007 No
Kecamatan
Jml 8 943 6 819 10 155 7 226 8 230 41 373
75
Dari segi morfologinya, wilayah Kabupaten Brebes terbagi dalam empat kategori kemiringan, yaitu: 1.
0-2° sebanyak 71 236 ha atau 42.97%
2.
2-15° sebanyak 30 604 ha atau 18.46%
3.
15-20° sebanyak 38 404 ha atau 23.17%
4.
> 40° sebanyak 25 540 ha atau 15.40% Berdasarkan morfologi, Kabupaten Brebes dibedakan menjadi 3 bagian,
yaitu: 1.
Dataran Alluvial yang merupakan daerah rendah dan berlereng datar, umumnya menempati daerah endapan, sebagian besar berada pada wilayah pesisir bagian utara Kabupaten Brebes yang meliputi: Kecamatan Brebes, Wanasari, Bulakamba, Tanjung dan Losari.
2.
Daerah perbukitan berlereng sedang, umumnya ditempati batuan gamping sebagian besar berada di bagian selatan.
3.
Daerah pegunungan berlereng curam yang dibentuk oleh batuan lava, sebagian besar berada di bagian selatan.
Tabel 12. Luas Lereng per Kecamatan di Pesisir Kabupaten Brebes Tahun 2007 No
Kecamatan
1 2 3 4 5
Losari Tanjung Bulukamba Wanasari Brebes Jumlah
0-2% 8 943 6 819 10 155 7 226 8 230 41 373
Kemiringan atau Lereng (ha) 2-15% 15-20% > 40% 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah 8 943 6 819 10 155 7 226 8 230 41 373
Sumber: Laporan Akhir Pemda Kabupaten Brebes Tahun 2007
Kondisi kawasan pesisir Kabupaten Brebes menunjukkan adanya keseragaman unsur geologi dan relief. Endapan sepanjang pantai umumnya berupa dataran rendah pantai yang tersusun dari sedimen kuarter. Sedimen
76
tersebut merupakan kombinasi antara endapan-endapan sungai, delta, pantai, alluvial dan endapan lumpur (Bappeda, 2007). 5.1.4.2.
Kondisi Klimatologis dan Angin Kabupaten Brebes Iklim didefinisikan sebagai keadaan rata-rata suhu atau temperatur udara
suatu wilayah yang luas dalam waktu yang lama. Sedangkan cuaca adalah keadaan rata-rata udara di suatu wilayah yang relatif sempit dalam waktu yang relatif singkat. Iklim dan cuaca dapat terbentuk karena ada unsur-unsur pembentuknya yang terdiri dari suhu atau temperatur udara, tekanan udara, kelembaban udara dan angin. Kabupaten Brebes yang beriklim tropis memiliki curah hujan yang cukup tinggi dengan rata-rata curah hujan harian 18.94 mm, curah hujan maksimum 420 mm dan curah hujan minimum 2 mm. Musim hujan umumnya dimulai pada bulan November dan berakhir pada bulan April, sedangkan musim kemarau dimulai pada bulan Mei sampai dengan Oktober. Curah hujan di wilayah pesisir Brebes dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Banyaknya Curah Hujan di Wilayah Pesisir Brebes Tahun 2007 No 1 2 3 4 5
Nama Kecamatan Brebes Wanasari Bulukamba Tanjung Losari Jumlah
Jumlah curah hujan (mm/tahun) 2.056 4.379 3.719 4.139 3.566 14.519
Rata-rata curah hujan (mm/bulan) 171 365 310 345 297 298
Sumber: Kabupaten Brebes Dalam Angka Tahun 2007
Kondisi angin di wilayah pesisir Kabupaten Brebes secara umum terdapat 2 jenis angin yang penting bagi kehidupan di wilayah pesisir, yaitu angin darat dan angin laut. Angin darat adalah angin yang bertiup dari darat ke laut, terjadi
77
pada malam hari, yaitu saat tekanan udara di darat lebih tinggi daripada tekanan udara di laut. Angin ini banyak dimanfaatkan oleh nelayan tradisional sebagai penggerak perahu layar ke laut untuk mencari ikan. Sedangkan angin laut adalah angin yang bertiup dari laut ke darat terjadi pada siang hari yaitu pada saat tekanan udara di laut lebih tinggi daripada tekanan udara di darat. Angin ini dimanfaatkan nelayan untuk menggerakan perahu kembali ke darat. Berdasarkan pada kondisi musim yang berpengaruh di wilayah Kabupaten Brebes, maka kondisi angin yang bertiup di wilayah pesisir Kabupaten Brebes dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Angin Barat terjadi pada bulan Desember – April dengan frekuensi tertinggi bulan Februari dan Maret 2. Angin Timur terjadi pada bulan Mei – Oktober dengan frekuensi tertinggi pada bulan Juli dan Agustus 3. Angin Peralihan (transisi) terjadi pada bulan Mei dan November 5.1.4.3. Kondisi Pantai Perairan Brebes Perairan pantai utara (Pantura) merupakan pantai dangkal, terjadi karena daerah pantai tersebut merupakan dataran alluvial akibat beberapa aktifitas sungai besar dan kecil yang bermuara di perairan tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi perairan pantai Brebes tidak berbeda jauh dengan perairan Pantura secara keseluruhan. Namun, perairan pantai Brebes sebelah barat relatif dangkal, untuk mencapai kedalaman 5 m berjarak kurang lebih 2.25 km dari garis pantai (Syaifudin, 2006). Hal tersebut terjadi karena tingkat sedimentasi di perairan Brebes bagian barat lebih tinggi dibandingkan dengan perairan bagian timur. Karakteristik garis pantai pesisir Brebes berupa hutan mangrove, dataran lumpur dan gosong pasir. Karekteristik yang tersusun oleh hutan mangrove umumnya
78
dijumpai di muara-muara sungai dan sering berasosiasi dengan dataran lumpur serta pasir pantai. Menurut Hakim (2004), pantai di pesisir Brebes terbagi menjadi dua jenis. Jenis pantai pertama tersebar mulai dari pantai Losari hingga sekitar Muara Kawad, Desa Pulo Gading, Kecamatan Bulukumba. Pada tipe pantai ini sangat banyak dijumpai tumbuhan bakau pada garis pantainya. Bagian pesisirnya tersusun dari endapan, alluvium dengan relief rendah. Karekteristik pantai umumnya berupa dataran lumpur berselingan dengan tumbuhan mangrove dan terdapat juga pasir. Dataran lumpur di daerah Tanjung Losari menunjukkan majunya garis pantai yang sangat intensif, yang disebabkan oleh proses sedimentasi yang sangat aktif dari sungai Losari. Demikian pula di sekitar muara Kali Kluwut, pantai mengalami proses akresi yang ditunjukkan oleh banyaknya tumbuhan mangrove yang terus bertambah ke arah laut. Jenis pantai yang kedua tersebar mulai dari sekitar muara Kawad sampai sekitar muara kali Gangsa di Kecamatan Brebes. Jenis pantai ini dicirikan oleh endapan alluvium serta relief dataran pantai. Ciri yang menonjol dari jenis pantai ini adalah terdapatnya pasir di pantai, banyak dijumpai gosong pasir seperti gosong pasir yang terdapat di muara Kali Pemali dan sekitar muara Kali Nippon. Di muara Kali Beting, Desa Pandan Sari, Kecamatan Wanasari, gosong pasir ini telah menjorok ke arah barat daya – timur laut. Di bagian timur muara Kali Pemali garis pantai mengalami abrasi. 5.1.4.4. Potensi Perikanan Kabupaten Brebes Kabupaten Brebes mempunyai potensi perikanan yang cukup potensial meliputi perikanan laut dengan panjang pantai 52 km, perikanan air payau,
79
perikanan darat/air tawar dan perikanan umum. Dalam tahun 2006 produksi perikanan yang dicapai seperti ditampilkan pada Tabel 14 dibawah ini. Tabel 14. Produksi Perikanan Kabupaten Brebes dalam Tahun 2006 No Asal Produksi 1 Penangkapan di laut 2 Penangkapan di perairan umum Jumlah
Volume (Ton) 2 930 948 356 273 19 667 937
Nilai (Rp) 7 980 920 600 2 295 777 000 173 689 332 600
Sumber: DKP Kabupaten Brebes Tahun 2006
Sedangkan untuk usaha perikanan tangkap di wilayah pesisir Kabupaten Brebes diarahkan supaya dapat menjangkau daerah penangkapan di wilayah pantai yang masih cukup potensial sumberdaya ikannya. Selain itu perikanan tangkap diarahkan agar dapat mengutamakan hasil tangkap jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis dan peluang pasar yang tinggi terutama komoditas ekspor. Sumberdaya perikanan di laut Kabupaten Brebes ini didominasi oleh ikan demersial dan ikan pelagis kecil. Pada tahun 2006 jumlah volume penangkapan di laut meningkat dibandingkan tahun 2005 karena adanya musim ikan yang baik namun komoditas yang ditangkap bernilai ekonomis rendah sehingga nilai nominalnya turun, tetapi untuk volume naik 9.9% dan nilai ikan berkurang -3.67%. Komoditas andalan dari perikanan tangkap yaitu teri nasi. Produksi penangkapan ikan diperoleh dari hasil pelelangan di 8 TPI yang ada di Kabupaten Brebes. Usaha perikanan laut di Kabupaten Brebes terpusat pada wilayah Kecamatan Bulakamba, Losari, Tanjung, Wanasari dan Brebes. Alat tangkap yang dominan digunakan adalah payang, rawe, trammel net dan jaring arad, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 15.
80
Tabel 15. Jenis dan Jumlah Alat Tangkap Nelayan Kabupaten Brebes Tahun 2006 No Jenis alat tangkap 1 Mini Purse Seine 2 Jaring Ampera/lampera 3 Cantrang 4 Jaring Gampo 5 Jaring Kejer 6 Jaring Arad 7 Tramel Net 8 Koncong 9 Rawe 10 Rampus/Loang 11 Bagan 12 Garok 13 Lain-lain Jumlah
Jumlah (unit) 86 35 212 476 773 678 735 81 846 132 105 403 26 4 588
Sumber: DKP Kabupaten Brebes Tahun 2006
Kegiatan penangkapan ikan selain menggunakan alat tangkap terdapat juga armada kapal. Di wilayah Kabupaten Brebes terdapat 2 jenis armada penangkapan ikan yaitu kapal motor dan perahu motor. Perahu motor merupakan armada yang mendominasi di kabupaten Brebes yaitu terdapat 2 041 unit sedangkan kapal motor 270 unit, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Jumlah Armada Kapal di Kabupaten Brebes Tahun2006 No Kapal Penangkap Ikan 1 Kapal Motor 2 Perahu Motor Jumlah
Jumlah (unit) 270 2 041 2 671
Sumber: DKP Kabupaten Brebes Tahun 2006
5.2.
Ekonomi Rumahtangga Nelayan
5.2.1. Alokasi Waktu Anggota Rumahtangga Nelayan Anggota rumahtangga dalam usia kerja (12 tahun keatas) pada umumnya ikut menyumbang terhadap pendapatan rumahtangga dari kerja yang dilakukan, baik dalam kegiatan melaut ataupun non melaut. Keputusan alokasi waktu untuk kegiatan produktif langsung (kegiatan mencari nafkah), produktif tidak langsung
81
(kegiatan di rumahtangga), kegiatan pribadi ataupun waktu luang akan di pengaruhi oleh kepuasan memperoleh pendapatan atau kepuasan menikmati waktu luang. Tabel 17. Alokasi Waktu Anggota Rumahtangga Nelayan Tradisional di Kabupaten Brebes Tahun 2008 (HOK/Tahun)
No 1 2 3 4
Anggota Rumahtangga Suami Istri Anak Perempuan Anak Laki-laki
Melaut 202.07
167.65
Curahan Tenaga Kerja (%) Non Melaut 87.96 27.65 159.35 129.40 86.17 26.90
(%) 12.04 100 100 13.83
Sumber: data diolah
Berdasarkan data yang diperoleh dapat dilihat alokasi waktu tiap anggota rumahtangga untuk masing-masing kegiatan. Pada Tabel 17 dapat dilihat alokasi waktu masing-masing anggota rumahtangga untuk kegiatan melaut ataupun nonmelaut. Kegiatan melaut hanya dilakukan oleh suami dan anak laki-laki, jika dilihat dari proporsinya antara anak laki-laki dan suami tidak jauh berbeda dalam curahan tenaga kerja melaut, hal ini disebabkan pada rumahtangga nelayan tradisional, dalam melakukan kegiaatan melaut suami akan dibantu oleh anggota rumahtangga lain yaitu anak laki-laki. Kegiatan nonmelaut merupakan kegiatan yang dapat dilakukan oleh semua anggota rumahtangga, istri memegang peranan yang cukup penting dalam kegiatan nonmelaut, persentasenya adalah 46.42%. Kegiatan yang dilakukan istri pada kegiatan nonmelaut biasanya adalah kegiatan pascapanen pada sub sektor perikanan, misalnya: pembersihan ikan, pengeringan, pemindangan dan lain-lain. Seperti halnya istri anak perempuan juga melakukan kegiatan yang sama, yaitu melakukan pekerjaan pada kegiatan pascapanen.
82
5.2.2. Kontribusi Anggota Keluarga Dalam Pendapatan Rumahtangga Nelayan Lamanya waktu yang digunakan untuk kegiatan mencari nafkah akan sangat berpengaruh terhadap proporsi sumbangan masing-masing anggota keluarga terhadap pendapatan rumahtangga. Kegiatan yang dilakukan oleh nelayan tradisional yaitu kegiatan melaut dan nonmelaut, suami mencurahkan lebih banyak waktunya untuk melakukan kegiatan melaut, sehingga pendapatan yang diperoleh suami juga lebih besar dibandingkan dengan anak laki-laki. Tabel 18. Kontribusi Anggota Keluarga dalam Pendapatan Rumahtangga Nelayan Tradisional di Kabupaten Brebes Tahun 2008 (Rp/Tahun)
No 1 2 3 4
Anggota Rumahtangga Suami Istri Anak Perempuan
Anak Laki-laki TOTAL Sumber: data diolah
Pendapatan Rumahtangga Melaut (%) Nonmelaut 6 123 045 55.07 775 300 4 868 800 2 628 200 4 995 886 11 118 931
44.93 100.00
726 400 8 998 700
(%) 8.62 54.11 29.21 8.07 100.00
Perbandingan besarnya jumlah pendapatan anak laki-laki dan suami tidak terlalu jauh, hal ini juga didasarkan dari sistem bagi hasil yang diterapkan oleh nelayan dalam setiap pekerjaannya. Setiap pekerja yang berada dalam satu kapal akan mendapatkan pembagian pendapatan yang sama setelah dikurangi dengan biaya-biaya produksi. Pendapatan suami dalam kegiatan melaut yaitu Rp. 6.123.045 per tahun yang mempunyai porsi sebesar 55.07% dalam pendapatan rumahtangga untuk kegiatan melaut. Pendapatan pada kegiatan non melaut didominasi oleh istri, yaitu Rp. 4.868.800 atau sekitar 54.11% dari total pendapatan masing-masing anggota rumahtangga. Anak perempuan juga mempunyai andil yang cukup besar pada
83
kegiatan nonmelaut, dalam pekerjaan sehari-harinya anak perempuan mempunyai pekerjaan yang relatif sama dengan istri, yaitu sebagai pekerja pada bidang pascapanen. Apabila terdapat balita dalam suatu rumahtangga maka anak perempuan akan mengasuhnya dan istri akan tetap bekerja. Dalam kegiatan pascapanen pengalaman merupakan kunci meningkatkan produktivitas, sehingga dengan meningkatnya produktivitas maka pendapatan juga akan meningkat. 5.2.3. Pola Pengeluaran Rumahtangga Nelayan Selain sebagi unit produksi (menyediakan tenaga kerja) rumahtangga juga berperilaku sebagai unit konsumsi. Setiap rumahtangga mempunyai pola pendapatan dan pengeluaran yang berbeda-beda yang merupakan cerminan dari pola kebudayaan masyarakat dimana rumahtangga berada. Dalam penelitian ini pengeluaran rumahtangga dibagi menjadi dua kelompok, yaitu pengeluaran pangan dan nonpangan. Berdasarkan kebiasaan dan pikiran logis anggota rumahtangga akan berusaha memenuhi kebutuhan untuk konsumsi pangannya terlebih dahulu. Hal ini dapat diartikan bahwa apabila anggota keluarga dalam keadaan sehat maka dapat melakukan pekerjaan dengan baik sehingga pendapatan keluarga juga akan bertambah. Setelah kebutuhan tersebut terpenuhi maka anggota rumahtangga baru akan memenuhi kebutuhan lainnya. Tabel 19. Pola Pengeluaran Rumahtangga Nelayan Tradisional di Kabupaten Brebes Tahun 2008 No 1 2
Jenis Pengeluaran Pangan
Pengeluaran Nonpangan TOTAL Sumber: data diolah
Pengeluaran Rumahtangga Jumlah (%) 7 491 000
46.60
8 583 000
53.40
16 074 000
100.00
84
Pada Tabel 19 dapat dilihat bahwa pengeluaran nonpangan rumahtangga lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran pangan, walaupun tidak terpaut terlalu jauh, yaitu sebesar Rp. 8.583.000. 5.3.
Hasil Pendugaan Model Ekonomi Rumahtangga Nelayan Model yang digunakan dalam penelitian ini termasuk overidentified
(teridentifikasi berlebih). Metode analisis yang digunakan adalah 2 SLS (Two Stage Least Squares) karena metode ini menghasilkan taksiran yang konsisten, lebih sederhana dan mudah dalam penerapannya. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan diperoleh hasil pendugaan seperti dijelaskan berikut ini. Hasil Pendugaan model alokasi waktu, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga memperlihatkan hasil yang cukup baik. Nilai koefisien determinasi (R2) dari masing-masing persamaan berkisar antara 0.52 sampai 0.91. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum variasi variabel-variabel penjelas yang digunakan mampu menjelaskan variasi perilaku variabel-variabel endogen dalam model bentuk. 5.3.1. Curahan Kerja Rumahtangga Nelayan 5.3.1.1.Curahan Tenaga Kerja Suami Melaut Peran dan fungsi nelayan sebagai suami dalam suatu rumahtangga sangat penting yaitu sebagai kepala keluarga yang memiliki tanggung jawab untuk memimpin rumahtangga dan sebagai tulang punggung keluarga untuk memberi nafkah istri dan anak-anaknya. Nelayan mencurahkan waktunya untuk bekerja pada kegiatan melaut dan nonmelaut.
85
Pada Tabel 20 dapat dilihat bahwa pendapatan suami melaut merupakan tawaran bagi nelayan untuk menambah curahan kerjanya. Posisi suami nelayan tradisional payang di Kabupaten Brebes berada pada keadaan increasing sehingga pendapatan yang tinggi merupakan motivasi ataupun tawaran bagi suami untuk menambah waktu kerjanya pada kegiatan melaut. Sedangkan kegiatan nonmelaut merupakan suatu kompetisi, sehingga apabila suami lebih banyak mencurahkan waktu kerjanya pada kegiatan melaut maka otomatis akan mengurangi waktu kerjanya pada kegiatan nonmelaut. Fenomena yang terjadi pada daerah penelitian adalah bahwa pendidikan formal rata-rata suami sangatlah rendah, sehingga kesempatan atau peluang kerja pada sektor lain selain perikanan sangatlah minim sehingga suami tetap memilih melaut sebagai pekerjaan utamanya. Tabel 20. Hasil Pendugaan Parameter Curahan Tenaga Kerja Suami pada Kegiatan Melaut di Kabupaten Brebes Tahun 2008 Variabel Intercept Pendapatan suami melaut Curahan tenaga kerja suami nonmelaut Umur suami Pendidikan suami Jarak daerah penangkapan ikan dari pangkalan pendaratan ikan Jumlah anggota rumahtangga R square F value
Keterangan: taraf uji α= 0.1
Parameter Dugaan 154.3900 4.336E-6 -1.10775 0.786972 4.134205
0.0023 0.0782 0.0002 0.4495 0.0389
4.407650 -8.69873
0.0101 0.0482
Pr > |t|
Elastisitas 0.1314 -0.1516 0.0641 0.2516 -0.2346
0.51217 9.27
Dalam rumahtangga nelayan tradisional, tenaga kerja yang dipakai adalah tenaga kerja dalam rumahtangga tidak pernah memakai tenaga kerja luar rumahtangga. Dengan terbatasnya alat tangkap yang dimiliki oleh nelayan
86
tradisional, maka anak laki-laki dalam suatu rumahtangga akan mensubtitusi tenaga kerja suami dalam pekerjaan melaut. Perhitungan nilai elastisitas menunjukkan bahwa pengaruh variabelvariabel penjelas bersifat inelastis (nilai elastisnya kurang dari satu). Untuk menambah pendapatan melaut maka seorang nelayan akan menambah waktu melautnya, peningkatan pendapatan suami melaut sebesar 1 persen akan menambah waktu kerja nelayan sebesar 0.13 persen. Kegiatan melaut mempunyai hubungan subtitusi dengan kegiatan non melaut, sehingga penambahan curahan waktu kerja suami non melaut sebesar 1 persen akan mengurangi alokasi waktu suami dalam kegiatan melaut sebesar 0.15 persen. Rata-rata pendidikan nelayan di Kabupaten Brebes sangat rendah dengan dominasi tamat sekolah dasar. Dengan pendidikan formal yang sangat rendah tersebut maka kesempatan untuk mencari pekerjaan selain melaut juga akan sangat terbatas. Nilai elastisitas pendidikan terhadap curahan waktu kerja suami melaut sangat kecil, peningkatan pendidikan sebesar 1 persen akan menambah curahan waktu kerja suami melaut sebesar 0.06 persen. 5.3.1.2.Curahan Tenaga Kerja Suami Nonmelaut Menurut Sitorus (1994) seluruh kasus rumahtangga miskin menerapkan strategi nafkah ganda yaitu tidak mengharapkan hanya dari satu pekerjaan, melainkan dari beberapa macam pekerjaan tergantung musim dan kesempatan. Melihat kenyataan tersebut maka pengembangan kegiatan di dalam dan di luar sektor melaut perlu diberikan perhatian yang lebih besar guna meningkatkan pendapatan nelayan dan kesejahteraan nelayan.
87
Karena adanya ketidakpastian dalam melakukan kegiatan melaut, biasanya nelayan tradisional tidak akan melakukan spekulasi untuk melaut pada saat musim paceklik. Agar dapat mencukupi kebutuhan rumahtangga pada saat tidak melaut maka suami akan mencurahkan waktunya pada kegiatan nonmelaut. Tabel 21. Hasil Pendugaan Parameter Curahan Tenaga Kerja Suami pada Kegiatan Nonmelaut di Kabupaten Brebes Tahun 2008 Variabel Intercept Pendapatan suami nonmelaut Curahan tenaga kerja anak laki-laki melaut Umur suami Pendidikan suami R square F value
Keterangan: taraf uji α= 0.1
Parameter Dugaan -10.9270 0.000029 0.015400 0.334016 -0.43680
Pr > |t|
Elastisitas
0.1942 <.0001
6.4212
0.2555 0.0623 0.2226 0.91186 142.25
0.5431
Seperti dilihat pada Tabel 21 di atas bahwa semakin tinggi pendidikan yang dimiliki seorang suami, maka curahan tenaga kerja non melaut yang dilakukan suami akan semakin rendah, walaupun dalam fenomena yang ada di daerah pesisir Kabupaten Brebes pendidikan suami nelayan tradisional sebagian besar hanya memiliki pendidikan setara sekolah dasar. Faktor lain yang berpengaruh adalah adanya alternatif pekerjaan di pesisir pantai Kabupaten Brebes sangat kurang, sehingga walaupun seorang suami mempunyai pendidikan setinggi apapun, maka tetap tidak bisa mencurahkan waktu kerjanya pada kegiatan nonmelaut. Keadaan semacam ini, menyebabkan suami yang mempunyai tanggung jawab besar terhadap rumahtangganya akan tetap melakukan kegiatan melaut setiap waktu walaupun memang bukan musim penangkapan. Dengan kondisi ekonomi rumahtangga nelayan yang sangat rendah, maka setiap anggota rumahtangga akan mencurahkan waktu sebanyak-banyaknya untuk
88
meningkatkan pendapatan. Suami mempunyai tanggung jawab paling besar dalam rumahtangga, semakin besar umur suami, maka beban yang ditanggungnya juga akan semakin besar, baik karena jumlah keluarga yang bertambah ataupun karena kebutuhan keluarga yang semakin meningkat. Penambahan umur suami nelayan Kabupaten Brebes sebesar 1 persen akan meningkatkan curahan kerja nonmelaut suami sebesar 0.54 persen. 5.3.1.3.Curahan Tenaga Kerja Istri Nonmelaut Peran dan fungsi istri dalam rumahtangga adalah pelaksana unsur rumahtangga selain kepala rumahtangga atau suami yang mengurus rumahtangga dan memelihara anak-anak. Dalam rumahtangga nelayan tradisional peran istri tidak hanya sebagai seorang istri, tetapi sebagai sumberdaya manusia yang memiliki potensi sebagai tenaga kerja yang dapat menghasilkan pendapatan sehingga pendapatan istri dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan pendapatan total keluarga. Dalam kondisi demikian, posisi perempuan memegang peranan cukup penting. Beragam pekerjaan bisa dimasuki oleh istri-istri nelayan untuk menambah penghasilan, seperti sebagai pengumpul kerang-kerangan, pengolah hasil ikan, pembersih perahu/kapal yang baru mendarat, pengumpul nener, pekerja pada perusahaan penyimpanan udang beku atau industri rumahtangga untuk pengolahan ikan, pembuat jaring, pedagang ikan eceran, pedagang (ikan) perantara, beternak, dan berkebun (Poernomo, 1992). Ragam pekerjaan yang bisa dimasuki oleh perempuan sebagian besar masih terkait dengan kegiatan perikanan, walaupun ada yang bekerja sebagai buruh cuci, buruh tani, berdagang dan lain-lain tetapi hanya sedikit yang menggelutinya.
89
Seperti halnya keluarga nelayan tradisional yang ada di daerah lain, keluarga nelayan tradisional di Kabupaten Brebes masih relatif miskin. seluruh anggota keluarga semaksimal mungkin mencurahkan waktu kerjanya untuk mendapatkan pendapatan sebesar-besarnya. Pada Tabel 22 dapat dilihat bahwa curahan tenaga kerja anak laki-laki non melaut yang semakin tinggi akan menambah curahan tenaga kerja istri pada kegiatan non melaut juga. Anak lakilaki akan berusaha semaksimal mungkin untuk berkontribusi dalam pendapatan rumahtangganya, karena mempunyai tanggung jawab yang cukup besar dalam keluarga. Tabel 22. Hasil Pendugaan Parameter Curahan Tenaga Kerja Istri di Kabupaten Brebes pada Kegiatan Nonmelaut Tahun 2008 Variabel Intercept Pendapatan istri nonmelaut Umur istri Curahan tenaga kerja suami melaut Curahan tenaga kerja anak laki-laki nonmelaut Pendidikan istri Pengalaman kerja istri Jumlah balita R square F value
Parameter Dugaan 23.19070 0.000030 -0.70831 0.151670 0.898940 -4.30352 -0.75354 1.184277
Pr > |t| 0.7064 <.0001 0.6207 0.1826 0.0027 0.0302 0.4691 0.8815 0.61003 11.62
Elastisitas 0.9166
0.1518 -0.1130
Keterangan: taraf uji α= 0.1
Dengan terbatasnya pendidikan formal yang ditempuh oleh istri nelayan tradisional, maka hanya pekerjaan nonmelaut di sektor perikanan saja yang bisa digeluti. Terbatasnya pendidikan yang dimiliki nelayan tradisional salah satu sebabnya adalah masih rendahnya kemampuan sosial ekonomi orang tua mereka. Keterbatasan pendidikan formal nelayan tradisional terutama istri menyebabkan
90
kesulitan untuk mencari pekerjaan lain yang menuntut adanya ijazah pendidikan yang lebih tinggi, sehingga para istri memilih untuk bekerja sebagai buruh. Perhitungan nilai elastisitas menunjukkan bahwa pengaruh variabelvariabel penjelas bersifat inelastis. Istri mempunyai peran yang besar juga dalam kontribusi pendapatan rumahtangga, dengan dominasi pekerjaan sebagai pekerja dalam kegiatan pasca panen (membersihkan kotoran ikan), seorang istri akan di upah sesuai dengan banyaknya hasil yang didapat. Variabel pendapatan istri nonmelaut berpengaruh cukup besar, dimana peningkatan pendapatan sebesar 1 persen akan menambah waktu kerjanya sebesar 0.91 persen. Dengan pendidikan yang tinggi seorang istri akan mencari pekerjaan di luar sektor perikanan. Pekerjaan di luar sektor perikanan akan menjamin kepastian dalam mendapatkan upah, sehingga pendapatan rumahtangga tidak tergantung dengan musim. Penambahan pendidikan istri sebesar 1 persen akan mengurangi alokasi waktu istri dalam kegiatan nonmelaut sebesar 0.12 persen. 5.3.1.4.Curahan Tenaga Kerja Anak Perempuan Nonmelaut Keadaan ekonomi keluarga nelayan sebagian besar masih dalam belenggu kemiskinan, untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup setiap individu anggota keluarga atau rumahtangga nelayan dituntut untuk berusaha semaksimal mungkin dan bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan dasar rumahtangga, sehingga kelangsungan hidupnya terpelihara. Setiap individu rumahtangga harus memiliki kemauan untuk mencari nafkah, bagaimanapun kecilnya penghasilan itu. Setiap anggota
rumahtangga
bisa
memasuki
beragam
pekerjaan
(occupational
multiplicity) yang dapat diakses. Dalam situasi penuh tekanan sistem pembagian
91
kerja rumahtangga nelayan tidak lagi rigid, tetapi bersifat fleksibel. Hal tersebut bisa dipandang sebagai strategi adaptasi terhadap lingkungan yang mengitarinya. Tabel 23. Hasil Pendugaan Parameter Curahan Tenaga Kerja Anak Perempuan di Kabupaten Brebes pada Kegiatan Nonmelaut Tahun 2008 Variabel Intercept Pendapatan anak perempuan nonmelaut Pengalaman kerja anak perempuan nonmelaut Jumlah balita Umur anak perempuan Pendidikan anak perempuan Curahan tenaga kerja suami melaut Curahan tenaga kerja anak laki-laki melaut R square F value
Parameter Dugaan 29.11170 0.000042
Pr > |t|
Elastisitas
0.3995 0.0012
0.8530
13.99625 -40.1563 -6.66460 12.01421 0.020397
<.0001 0.0029 0.0123 0.0029 0.8997
-0.04560
0.6956 0.71180 18.35
0.4507 -0.1810 -0.8429 0.5277
Keterangan: taraf uji α= 0.1
Curahan tenaga kerja anak perempuan dipengaruhi oleh pendapatan anak perempuan pada kegiatan nonmelaut, pengalaman kerja anak perempuan nonmelaut, jumlah balita, umur anak perempuan, pendidikan anak perempuan, curahan tenaga kerja suami melaut, dan curahan tenaga kerja anak laki-laki melaut. Pada Tabel 23 di atas, bahwa kondisi anak perempuan nelayan tradisional di Kabupaten Brebes dapat dikatakan dalam keadaan increasing, dan memungkinkan untuk terus menambah pendapatan dengan mencurahkan lebih banyak waktu kerja pada kegiatan nonmelaut. Kondisi rumahtangga nelayan tradisional yang masih memerlukan tambahan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, maka anak perempuan yang sudah berpengalaman dalam pekerjaannya akan menambah jam kerjanya untuk mendapatkan uang sebanyakbanyaknya. Dalam rumahtangga nelayan tradisional, anak perempuan juga
92
merupakan sumberdaya yang dapat menghasilkan pendapatan untuk membantu ekonomi rumahtangga. Pekerjaan yang dilakukan oleh anak perempuan biasanya cenderung mengikuti pekerjaan istri. Dalam suatu rumahtangga, anak balita memerlukan perhatian dan waktu luang yang besar dari orangtuanya ataupun anggota keluarga perempuan lainnya untuk pemeliharaan. Dengan kondisi rumahtangga nelayan tradisional yang masih miskin, maka seorang istri yang mempunyai pengalaman bekerja yang lebih banyak akan mencurahkan waktu kerjanya untuk mendapatkan pendapatan yang sebanyak-banyaknya, sedangkan untuk mengurus balita diserahkan tanggung jawabnya kepada anak perempuan. Sehingga curahan tenaga kerja anak perempuan akan berkurang apabila terdapat balita dalam rumahtangga nelayan. Dengan pengalaman yang tinggi anak perempuan akan lebih produktif, sehingga
dengan
modal
pengalaman
tersebut
anak
perempuan
akan
memaksimalkan waktu kerjanya untuk menambah pendapatan yang lebih tinggi. Peningkatan pengalaman kerja anak perempuan dalam kegiatan nonmelaut sebesar 1 persen akan meningkatkan alokasi waktu bekerjanya sebesar 0.45 persen. Dengan tanggung jawab balita yang dibebankan kepada anak perempuan, maka penambahan jumlah balita dalam rumahtangga sebesar 1 persen akan mengurangi alokasi waktu bekerja anak perempuan sebesar 0.18 persen. 5.3.1.5.Curahan Kerja Anak Laki-laki Melaut Anak laki-laki mempunyai tanggung jawab yang besar untuk membantu suami dalam memenuhi kebutuhan rumahtangga. Dalam melakukan kegiatan melaut biasanya digunakan tenaga kerja rumahtangga, sehingga anak laki-laki merupakan tumpuan utama dalam membantu suami melakukan kegiatan melaut.
93
Anak laki-laki dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan memilih pekerjaan yang lain selain melaut. Sehingga kesempatan anak laki-laki untuk mencari pekerjaan di tempat atau daerah lain yang banyak membutuhkan tenaga kerja masih sangat terbuka. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 24, dimana semakin tinggi pendidikan anak laki-laki, maka semakin rendah curahan tenaga kerja melautnya. Karakteristik
nelayan
tradisional
adalah
pemberdayaan
anggota
rumahtangga dalam melaksanakan kegiatan melaut, sehingga antara suami dan anak laki-laki akan bekerjasama dalam satu kapal untuk melaksanakan kegiatan melaut. Apabila suami mencurahkan lebih waktu kerjanya dalam melaut, maka anak laki-laki akan merespon dengan lebih mencurahan waktu kerja pada kegiatan melaut. Tabel 24. Hasil Pendugaan Parameter Curahan Tenaga Kerja Anak Laki-laki di Kabupaten Brebes pada Kegiatan Melaut Tahun 2008 Variabel Intercept Curahan tenaga kerja suami melaut Pendapatan bersih total melaut Umur anak laki-laki Pendidikan anak laki-laki Pengalaman kerja anak laki-laki melaut R square F value
Parameter Dugaan -74.3740 0.404984 3.718E-6 11.49808 -3.68114 -10.9084
Pr > |t| 0.0056 0.0015 0.0057 <.0001 0.2170 <.0001 0.77515 37.23
Elastisitas 0.4881 0.2466 1.2036 -0.3871
Keterangan: taraf uji α= 0.1
Semakin tinggi umur anak laki-laki, maka curahan kerja melaut yang dilakukan oleh anak laki-laki juga akan semakin banyak. Kondisi anak laki-laki masih sangat potensial, maka kekuatan tubuh dan fikiranya masih sangat tinggi, di samping itu anak laki-laki mempunyai tanggung jawab yang besar dalam keluarga
94
nelayan tradisional selain suami sehingga akan dapat mencurahkan waktu kerjanya dalam kegiatan melaut. Pada Tabel 24 di atas juga dapat dilihat bahwa dengan pengalaman kerja yang semakin banyak, maka anak laki-laki akan sangat menghemat waktu kerja. Pengalaman kerja dalam melaut akan sangat berguna untuk menunjukkan fishing ground yang bagus sehingga dapat mencapai hasil yang maksimal dalam melaut, dan juga akan menghemat bahan bakar minyak dan perbekalan. Pekerjaan melaut yang dilakukan oleh nelayan tradisional di Kabupaten Brebes hanya menggunakan tenaga kerja dari dalam rumahtangga. Suami dalam melakukan kegiatan melaut akan dibantu hanya oleh anak laki-laki ataupun saudara laki-laki dalam satu keluarga. Sehingga peningkatan sebesar 1 persen curahan tenaga kerja suami melaut akan menambah curahan kerja anak laki-laki melaut sebesar 0.48 persen. 5.3.1.6.Curahan Tenaga Kerja Anak Laki-laki Nonmelaut Curahan tenaga kerja nonmelaut merupakan mata pencaharian alternatif yang diarahkan untuk mengalihkan profesi nelayan atau sebagai tambahan pendapatan. Pengembangan mata pencaharian alternatif bukan saja dalam bidang perikanan, seperti pengolahan, pemasaran, atau budidaya ikan tetapi patut diarahkan ke kegiatan nonperikanan/melaut. Kegiatan-kegiatan nonmelaut yang dilakukan oleh anak laki-laki lebih fleksibel dibandingkan dengan suami, hal ini disebabkan karena kegiatan nonmelaut yang dilakukan suami/anak laki-laki berhubungan dengan fisik, sehingga anak laki-laki lebih mendominasi. Pekerjaanpekerjaan yang ada antara lain: buruh bangunan, buruh angkut tanah, buruh kebun, tukang ojek dan lain-lain.
95
Tabel 25. Hasil Pendugaan Parameter Curahan Tenaga Kerja Anak Laki-laki di Kabupaten Brebes pada Kegiatan Nonmelaut Tahun 2008 Variabel Intercept Pendapatan anak laki-laki nonmelaut Pengalaman kerja anak laki-laki nonmelaut Umur anak laki-laki Jumlah anggota rumahtangga R square F value
Parameter Dugaan -6.22557 0.000034 -0.14801 0.159609 1.095353
Keterangan: taraf uji α= 0.1
Pr > |t|
Elastisitas
0.2681 <.0001
0.9181
0.6958 0.3390 0.2757 0.90067 124.68
Pada Tabel 25 di atas dapat dilihat bahwa pendapatan yang tinggi dalam kegiatan nonmelaut merupakan tawaran yang dapat diambil oleh anak laki-laki dengan menambahkan curahan waktu kerjanya dalam kegiatan nonmelaut. Semakin bertambah jumlah keluarga maka tanggung jawab seorang anak laki-laki akan semakin besar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di samping suami, maka anak laki-laki akan mencurahkan sebanyak mungkin waktu kerjanya selama tidak melaut untuk mencukupi kebutuhan rumahtangga. 5.3.2. Pendapatan Anggota Keluarga Alokasi waktu masing-masing anggota rumahtangga dalam mencari nafkah akan menentukan besarnya pendapatan yang diperoleh. Pendapatan rumahtangga dibentuk oleh sumbangan pendapatan setiap anggota rumahtangga dalam usia kerja (diatas 12 tahun), baik dari kegiatan di sektor malut maupun di nonmelaut. Hasil pendugaan terhadap pendapatan masing-masing anggota rumahtangga (suami, istri, anak laki-laki dan anak perempuan) adalah sebagai berikut:
96
5.3.2.1.Pendapatan Suami Melaut Fakor-faktor yang menyebabkan pendapatan nelayan rendah antara lain adalah unit penangkapan yang terbatas yang dikarenakan penguasaan teknologi yang rendah, skala usaha/modal yang dimiliki kecil dan masih bersifat tradisional, kemampuan nelayan dalam memanfaatkan peluang usaha dan mengatasi tantangan lingkungan yang rendah, dikarenakan masyarakat yang masih bergantung pada musim penangkapan, dalam penentuan fishing ground nelayan yang mempunyai izin untuk melakukan operasi di tempat tersebut akan memperoleh hasil yang banyak, tetapi bagi nelayan yang tidak memiliki akses ke lokasi yang produktif tersebut selain hasil tangkapan yang tidak maksimal juga biaya operasi yang tinggi. Eksternalitas teknologi terjadi karena nelayan cenderung melakukan penangkapan ikan pada lokasi yang sama atau setidaknya saling berdekatan satu dengan yang lain sehingga terjadi pertemuan antara alat tangkap ikan yang digunakan yang menjurus pada kerusakan atau perusakan (Nikijuluw, 2002). Karakteristik dari nelayan tradisional di Kabupaten Brebes adalah kegiatan melaut dilakukan suami dan anak laki-laki dengan mengusahakan satu unit kapal, dan pembagian hasil antara suami dan anak laki-laki adalah sama. Sehingga apabila pendapatan suami naik maka otomatis pendapatan anak laki-laki juga akan naik. Peningkatan penggunaan bahan bakar minyak untuk melaut akan menyebabkan penurunan pendapatan suami di dalam kegiatan melaut. Hal ini disebabkan karena bahan bakar minyak merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh nelayan dalam melakukan kegiatan melaut, semakin jauh seorang nelayan melakukan penangkapan maka bahan bakar minyak yang dikeluarkan akan besar
97
pula, sehingga pendapatan akan berkurang kecuali jika hasil yang didapat bertambah, hubungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 26 di bawah ini. Tabel 26. Hasil Pendugaan Parameter Pendapatan Suami dari Kegiatan Melaut di Kabupaten Brebes Tahun 2008 Variabel Intercept Pendapatan anak laki-laki melaut Biaya bahan bakar minyak Produksi Harga R square F value
Parameter Dugaan 1759682 0.03972 -1.46330 8278.752 -169.310
Keterangan: taraf uji α= 0.1
Pr > |t|
Elastisitas
0.7192 0.6554 <.0001 <.0001 0.7441 0.83002 67.14
-0.7482 1.7565
Produksi nelayan merupakan komponen penting dalam penentuan pendapatan nelayan atau suami dalam kegiatan melaut. Karena apabila produksi menurun, maka pendapatan nelayan juga akan menurun. Apabila kejadian ini berlangsung lama maka nelayan mengalami kerugian dan berusaha mencari tambahan pendapatan lain dari sub sektor di luar kegiatan melaut. Perbedaan jenis hasil tangkapan ikan yang diperoleh oleh nelayan tidak banyak mempengaruhi pendapatan nelayan, hal ini disebabkan karena hasil tangkapan yang didapat oleh nelayan tradisional yang berada di Kabupaten Brebes hampir semuanya sama, yaitu ikan–ikan pelagis kecil misalnya ikan kembung, layang, selar dan teri. Pada Tabel 26 di atas juga dapat dilihat bahwa apabila harga tinggi sudah dipastikan bahwa pendapatan nelayan akan rendah. Hal ini dikarenakan harga ikan sangat ditentukan oleh pasar, apabila stok kurang/langka maka harga ikan akan naik. Harga ikan naik biasanya pada saat musim paceklik ataupun pada saat cuaca tidak memungkinkan nelayan untuk melaut, sehingga nelayan tradisional tidak memiliki hasil/produksi yang dapat dijual ke pasar, hal ini juga yang membedakan antara usaha penangkapan dengan budidaya ikan.
98
Biaya tertinggi yang dikeluarkan nelayan tradisional di Kabupaten Brebes Jawa Tengah dalam melakukan kegiatan melaut adalah berasal dari biaya bahan bakar minyak. Perubahan 1 persen biaya bahan bakar minyak akan mengurangi pendapatan melaut suami sebesar 0.74 persen. 5.3.2.2.Pendapatan Suami Nonmelaut Rumahtangga nelayan sudah lama diketahui tergolong miskin, kemiskinan yang terjadi pada rumahtangga nelayan sebagian besar diakibatkan oleh penghasilan mereka yang semakin menurun. Keterpurukan penghasilan para nelayan memiliki dampak yang sangat besar bagi perekonomian rumahtangganya, dampak tersebut adalah dengan semakin menurunnya penghasilan seorang nelayan, maka akan semakin tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Mata pencaharian utama dari suami adalah dari melaut, tetapi apabila pendapatan yang diperoleh suami dari kegiatan melaut tidak dapat mencukupi untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, maka secara otomatis suami harus mencari pendapatan selain dari melaut. Tabel 27. Hasil Pendugaan Parameter Pendapatan Suami dari Nonmelaut di Kabupaten Brebes Tahun 2008 Variabel Intercept Curahan tenaga kerja suami nonmelaut Pendapatan anak laki-laki nonmelaut Pendidikan suami Umur suami Pengalaman kerja suami nonmelaut R square F value
Keterangan: taraf uji α= 0.1
Parameter Dugaan 70795.62 28092.12 0.139915 11427.33 -7813.00 7077.049
Pr > |t| 0.8071 <.0001 0.0169 0.3202 0.2326 0.0766 0.91043 109.78
Kegiatan Elastisitas 1.0020 0.1311
0.1826
Pada Tabel 27 dapat dilihat bahwa apabila pendapatan anak laki-laki nonmelaut tinggi maka pendapatan suami non melaut juga akan tinggi, hal ini
99
dapat dijelaskan bahwa dalam melakukan kegiatan melaut seorang suami hanya akan memanfaatkan anggota keluarganya. Apabila suami tidak melaut, maka anak laki-laki juga dipastikan tidak melaut dan akan bersama-sama atau terpisah melakukan kegiatan nonmelaut, sehingga apabila pendapatan nonmelaut suami meningkat, maka pendapatan anak laki-laki nonmelaut juga meningkat. Dengan bertambahnya pengalaman suami dalam kegiatan non melaut, maka pendapatan suami dalam kegiatan non melaut juga akan bertambah. Hal ini dikarenakan, pengalaman dibutuhkan untuk mengetahui kelemahan dan kekurangan dari suatu pekerjaan. Sehingga pekerjaan suami akan terlihat rapi dan cepat dan pendapatan akan semakin besar pula. Pekerjaan yang sering dilakukan oleh nelayan dalam kegiatan nonmelaut salah satunya adalah menjadi tukang batu atau buruh. Pengalaman yang lebih lama dalam menukang dapat membantu nelayan untuk mempercepat pekerjaanya serta hasil yang maksimal, yang pada akhirnya meningkatkan jumlah pendapatan dari kegiatan nonmelaut. Dengan adanya ketidakpastian dalam pekerjaan melaut, maka pengalaman sebagai seorang nelayan akan sangat dibutuhkan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Pendapatan suami nonmelaut meningkat sebesar 0.18 persen setiap peningkatan pengalaman kerja suami nonmelaut sebesar 1 persen. 5.3.2.3.Pendapatan Istri Nonmelaut Masyarakat pesisir khususnya para nelayan melakukan ekspektasi ekonomi melalui peningkatan pendapatan. Peningkatan pendapatan ini dilakukan salah satunya dengan memanfaatkan salah satu anggota keluarga dari nelayan untuk membantu para nelayan laki-laki dalam meningkatkan penghasilan keluarga nelayan. Upaya peningkatan penghasilan ini ditempuh dengan usaha produktivitas
100
seluruh sumberdaya manusia yang ada dalam keluarga nelayan, dan yang mempunyai peran paling besar adalah istri. Sebagian besar responden nelayan tradisional di Kabupaten Brebes antara istri dan anak melakukan kegiatan nonmelaut pada tempat yang sama dengan pola pekerjaan yang sama pula. Pada Tabel 28 pendidikan istri yang semakin tinggi akan menyebabkan pendapatan yang didapat akan semakin rendah, hal ini dikarenakan curahan kerja akan berkurang untuk melaksanakan pendidikan. Di Kabupaten Brebes Jawa Tengah, istri yang mempunyai pendidikan formal yang rendah, tidak memiliki banyak pilihan dalam bekerja, sehingga untuk menutupi penghasilan yang sedikit dari pekerjaan suami, maka istri akan mencurahkan tenaga kerjanya semakin banyak. Hal ini didukung juga dengan pekerjaan di kegiatan nonmelaut yang dilakukan istri nelayan tradisional di Kabupaten Brebes bersifat informal (pengolahan pascapanen produk perikanan), hanya membutuhkan ketrampilan dan pengalaman saja, tidak membutuhkan pendidikan yang tinggi. Tabel 28. Hasil Pendugaan Parameter Pendapatan Istri dari Kegiatan Nonmelaut di Kabupaten Brebes Tahun 2008 Variabel Intercept Curahan tenaga kerja istri nonmelaut Pendapatan anak perempuan nonmelaut Umur istri Pendidikan istri Rsquare F Value Keterangan: taraf uji α= 0.1
Parameter Dugaan -341401 38715.48 1414.476 2695.770 -300313
Pr > |t|
Elastisitas
0.8238 <.0001
1.2671
0.5398 0.9325 <.0001 0.68268 29.58
-0.2580
Istri nelayan tradisional di Kabupaten Brebes yang mempunyai pendidikan yang tinggi, cenderung akan meninggalkan kegiatan nonmelaut untuk mencari pekerjaan pada kegiatan di luar perikanan, sehingga peningkatan
101
pendidikan istri sebesar 1 persen akan mengurangi pendapatan istri dalam kegiatan nonmelaut sebesar 0.25 persen. 5.3.2.4.Pendapatan Anak Perempuan Nonmelaut Keluarga nelayan tradisional di Kabupaten Brebes banyak sekali yang mempunyai anak perempuan dalam anggota rumahtangganya. Anak perempuan biasanya melakukan pekerjaan hampir sama dengan istri yaitu melakukan kegiatan pascapanen, tetapi apabila anak perempuan nelayan mempunyai pendidikan yang relatif baik, maka terdapat peluang untuk dapat bekerja pada industri-industri di perkotaan. Pada Tabel 29 dapat dilihat bahwa semakin bertambahnya umur anak perempuan maka pendapatan dari kegiatan non melaut juga akan bertambah. Hal ini dikarenakan bahwa bertambahnya umur anak perempuan akan lebih banyak mengetahui cara kerja yang dilakukan dalam kegiatan nonmelaut dan pada umur yang lebih tua, beban anak perempuan semakin besar karena pendapatan anak perempuan juga dijadikan tumpuan untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga. Tabel 29. Hasil Pendugaan Parameter Pendapatan Anak Perempuan dari Kegiatan Nonmelaut di Kabupaten Brebes Tahun 2008 Variabel Intercept Curahan tenaga kerja anak perempuan nonmelaut Curahan tenaga kerja istri nonmelaut Umur anak perempuan Pendidikan anak perempuan Jumlah balita R square F value Keterangan: taraf uji α= 0.1
Parameter Dugaan -1528054 7353.241 7892.397 62787.57 95159.07 649108.8
Pr > |t|
Elastisitas
0.0437 0.0415 0.0432 0.0738 0.1765 0.0033 0.67781 22.72
0.3620 0.4785 0.3910 0.1441
102
Dengan pendidikan formal yang lebih tinggi diharapkan anak perempuan akan mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dengan tingkat upah yang lebih tinggi. Sehingga anak perempuan dengan pendidikan yang tinggi akan mendapatkan pendapatan/upah yang lebih. Pada tabel di atas juga dapat dilihat bahwa, semakin banyak jumlah balita maka pengeluaran dalam rumahtangga akan semakin besar, karena dalam merawat balita dibutuhkan pakaian dan makanan yang khusus, sehingga anak perempuan mempunyai tanggung jawab untuk meningkatkan pendapatannya agar kebutuhan rumahtangga tercukupi. Dengan adanya penambahan curahan kerja maka pendapatan anak perempuan juga akan meningkat. Peningkatan sebesar 1 persen pada curahan tenaga kerja anak perempuan non melaut akan memberikan kenaikan pendapatan sebesar 0.36 persen. 5.3.2.5.Pendapatan Anak Laki-laki Melaut Pendapatan anak laki-laki melaut didapat dari kegiatannya dalam membantu suami melakukan kegiatan melaut. Dengan pemberdayaan seluruh anggota keluarga diharapkan akan mengurangi cost dalam kegiatan melaut. Dalam kegiatan melaut anak laki-laki mempunyai jumlah pendapatan yang sama dengan suami. Pada Tabel 30 dapat dilihat bahwa, semakin tinggi umur anak laki-laki maka pendapatannya dalam kegiatan melaut akan semakin tinggi juga. Hal ini dikarenakan bahwa anak laki-laki dengan keadaan yang masih potensial akan dapat mencurahkan waktu kerja pada kegiatan melautnya dengan maksimal sehingga pendapatan yang diperoleh juga akan maksimal. Sedangkan semakin
103
tinggi pendidikan anak laki-laki maka pendapatan anak laki-laki dalam kegiatan melaut akan semakin rendah. Anak laki-laki nelayan tradisional di Kbupaten Brebes Jawa Tengah umumnya mempunyai pendidikan formal yang rendah, sehingga dengan pendidikan formal yang rendah tersebut, maka tidak ada pilihan lagi bagi anak laki-laki selain melaut, sehingga pencurahan waktu kerjanya juga akan banyak dan pengalamannya juga akan meningkat. Tabel 30. Hasil Pendugaan Parameter Pendapatan Anak Laki-laki dari Kegiatan Melaut di Kabupaten Brebes Tahun 2008 Variabel Intercept Curahan tenaga kerja anak laki-laki melaut Curahan tenaga kerja suami melaut Umur anak laki-laki Pendidikan anak laki-laki Harga ikan R square F value Keterangan: taraf uji α= 0.1
Parameter Dugaan -1.279E7 22219.31 -1318.13 119964.8 -53023.6 1310.616
Pr > |t|
Elastisitas
0.0649 0.0014 0.8386 0.0158 0.6001 0.0687 0.64969 20.03
0.7456 0.4214 2.4981
Dengan adanya peningkatan harga maka nelayan akan lebih banyak mencurahkan waktu kerja melautnya untuk mendapatkan hasil yang sebanyakbanyaknya, dengan meningkatnya harga ikan otomatis pendapatan nelayan juga akan meningkat. Dengan bertambahanya usia anak laki-laki maka pengalaman serta waktu kerja anak laki-laki akan meningkat, hal ini sangat berguna dalam melakukan kegiatan melaut untuk mendapatakan hasil yang maksimal. Peningkatan umur anak laki-laki sebesar 1 persen akan meningkatkan pendapatan anak laki-laki dari kegiatan melaut sebesar 0.42 persen. Sedangkan harga ikan bersifat elastis terhadap pendapatan melaut anak laki-laki, dimana peningkatan harga ikan sebesar 1 persen akan meningkatkan pendapatan melaut anak laki-laki sebesar 2.49 persen.
104
5.3.2.6.Pendapatan Anak Laki-laki Nonmelaut Perkembangan teknologi di luar sektor perikanan umumnya dapat menciptakan lapangan kerja yang baru. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh masyarakat desa atau pesisir untuk mendapatkan pendapatan tambahan, sektorsektor yang ada yaitu jasa, perdagangan, konstruksi dan industri. Waktu kerja yang dicurahkan oleh nelayan pada pekerjaan nonmelaut bertujuan untuk memperoleh tambahan pendapatan pada saat tidak melakukan kegiatan melaut dalam memenuhi kebutuhan rumahtangganya. Pada Tabel 31 dapat dilihat bahwa semakin lama pengalaman kerja anak laki-laki dalam kegiatan nonmelaut, maka pendapatannya akan semakin besar juga. Fenomena yang terjadi di daerah penelitian adalah bahwa kesempatan atau peluang kerja di daerah pesisir pantai sangat minim, sehingga pasar kerja yang ada hanya didominasi oleh orang-orang yang mempunyai pengalaman yang banyak, sehingga kesempatan anak laki-laki di daerah pantai semakin minim dan sangat memungkinkan hanya memiliki pekerjaan sebagai nelayan. Tabel 31. Hasil Pendugaan Parameter Pendapatan Anak Laki-Laki dari Kegiatan Nonmelaut di Kabupaten Brebes Tahun 2008 Variabel Intercept Curahan tenaga kerja anak laki-laki nonmelaut Pengalaman kerja anak laki-laki nonmelaut Umur anak laki-laki Pendidikan anak laki-laki R square F value Keterangan: taraf uji α= 0.1
Parameter Dugaan 37688.82
0.5968
26947.17
<.0001
16267.48 -9889.46 17692.26
0.1714 0.0836 0.2372 0.9122 142.85
Pr > |t|
Elastisitas
6.2193
-0.2389
105
Pekerjaan nonmelaut yang ada di pesisir pantai Kabupaten Brebes sebagian besar adalah pekerjaan yang menggunakan kekuatan fisik dengan sistem borongan. Pekerjaan-pekerjaan tersebut adalah tukang, kuli panggul urug, kuli di perkebunan dan tukang ojek. Nilai elastisitas curahan tenaga kerja anak laki-laki nonmelaut sangat responsif, yaitu sebesar 6.21. Hal tersebut berarti apabila curahan tenaga kerja anak laki-laki nonmelaut meningkat 1 persen, maka pendapatan anak laki-laki nonmelaut akan meningkat sebesar 6.21 persen. 5.3.3. Pengeluaran Rumahtangga 5.3.3.1.Konsumsi Pangan Dalam melakukan kegiatan melaut, maka nelayan tradisional membawa perbekalan yaitu beras/nasi, kopi/teh, gula dan rokok. Perbekalan mereka olah di atas kapal sambil menunggu penarikan jaring. Perbekalan melaut dibawa dari rumah nelayan, sehingga perbekalan sangat erat dengan konsumsi pangan rumahtangga. Tabel 32. Hasil Pendugaan Parameter Konsumsi Pangan Rumahtangga di Kabupaten Brebes Tahun 2008 Variabel Intercept Biaya total operasional melaut Pendapatan total rumahtangga Pengeluaran konsumsi nonpangan rumahtangga Jumlah anggota rumahtangga R square F value Keterangan: taraf uji α= 0.1
Parameter Dugaan 282395.8 0.358425 0.201523 0.238905 -208496
Pr > |t|
Elastisitas
0.8331 <.0001 0.0014
0.2991 0.5412
0.1570 0.3015 0.6323 23.65
Pada Tabel 32 dapat dilihat bahwa pengeluaran konsumsi nonpangan yang semakin tinggi akan mengakibatkan pengeluaran konsumsi pangan juga
106
meningkat. Faktor budaya dalam melakukan konsumsi sangat berpengaruh terhadap pengeluaran rumahtangga, terpenuhinya konsumsi pangan rumahtangga nelayan
tradisional
diikuti
dengan
terpenuhinya
konsumsi
nonpangan
rumahtangga. Apabila pendapatan total naik maka konsumsi pangan dan nonpangan juga akan naik. Variabel eksogen dugaan banyaknya anggota rumahtangga menyebabkan penurunan konsumsi pangan. Hal ini disebabkan kondisi miskin yang dialami oleh keluarga nelayan tradisional yang sulit memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari dengan banyaknya jumlah anggota keluarga yang ditanggung. Penambahan biaya operasi melaut akan meningkatkan pengeluaran konsumsi pangan rumahtangga, hal ini dapat diinterpretasikan bahwa dalam kegiatan operasi melaut terdapat biaya perbekalan yang berupa makanan. peningkatan pendapatan rumahtangga sebesar 1 persen akan meningkatkan konsumsi pangan rumahtangga sebesar 0.54 persen, hal ini berarti apabila rumahtangga mempunyai tambahan pendapatan maka akan dialokasikan terlebih dahulu untuk konsumsi pangan rumahtangga. 5.3.3.2.Konsumsi Nonpangan Pada Tabel 33 bahwa peningkatan pendapatan total rumahtangga nelayan tradisional akan meningkatkan jumlah konsumsi nonpangan. Semakin banyak pendapatan rumahtangga, maka anggota rumahtangga akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan sekunder yakni konsumsi nonpangan seperti biaya pendidikan, biaya air dan listrik, kebutuhan sandang serta keperluan kesehatan, selain itu rumahtangga nelayan juga membeli barang-barang elektronik atau perhiasan. Barang elektronik ataupun perhiasan merupakan barang superior yang
107
mengalami perubahan konsumsi yang sangat besar apabila terjadi perubahan pendapatan total rumahtangga. Tabel 33. Hasil Pendugaan Parameter Konsumsi Nonpangan Rumahtangga di Kabupaten Brebes Tahun 2008 Variabel Intercept Pengeluaran konsumsi pangan rumahtangga Pendapatan total rumahtangga Jumlah anggota rumahtangga R square F value Keterangan: taraf uji α= 0.1
Parameter Dugaan 270178.0 0.101453 0.355265 74451.02
Pr > |t|
Elastisitas
0.8272 0.4093 <.0001 0.6901 0.66702 37.39
0.8327
Semakin banyak jumlah anggota rumahtangga maka konsumsi non pangan juga akan bertambah, budaya pesisir yang akan membelanjakan pendapatannya untuk kebutuhan nonpangan masih sangat kental. Bahkan ada yang beranggapan bahwa dengan mempunyai barang-barang di dalam rumah yang semakin banyak maka penghargaan terhadap nelayan oleh masyarakat setempat akan bertambah juga, akan tetapi dalam penelitian nelayan tradisonal di Kabupaten Brebes hal ini berpengaruh nyata. 5.3.4. Produksi Ikan Nelayan tradisional melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan alat dan perahu yang sederhana, daerah penangkapannya juga relatif masih dekat dengan daratan (pantai), operasi penangkapanya di bawah 12 mil. Dengan alat yang sederhana, nelayan tradisional biasanya hanya menangkap ikan-ikan pelagis kecil. Hasil dari tangkapan sangat bergantung sekali dengan faktor alam, pada musim paceklik nelayan akan sangat susah untuk dapat menangkap ikan.
108
Tabel 34. Hasil Pendugaan Parameter Produksi Ikan di Kabupaten Brebes Tahun 2008 Variabel Intercept Biaya total operasional melaut Curahan total tenaga kerja rumahtangga melaut Pengalaman kerja suami melaut R square F value Keterangan: taraf uji α= 0.1
Parameter Dugaan 207.1065 0.000100 1.008052 3.003273
Pr > |t|
Elastisitas
0.3725 <.0001
0.4811
0.0305 0.6101 0.71576 47.00
0.2869
Biaya operasional melaut merupakan penjumlahan dari biaya bahan bakar dan biaya perbekalan melaut. Dalam melakukan pekerjaannya, nelayan bersifat berburu ikan yang menentukan hasil tangkapan ikan tidak menentu. Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil tangkapan yang lebih banyak, maka nelayan tradisional akan menambah fishing ground sehingga diperlukan adanya bekal yang lebih, selain itu kebutuhan bahan bakar pun juga akan semakin besar. Pada Tabel 34 dapat dilihat bahwa dengan pengalaman melaut yang tinggi, maka produksi yang didapat juga akan besar. Pengalaman melaut nelayan tradisional akan dapat dengan mudah menentukan fishing ground yang paling bagus untuk menangkap ikan. Dengan pengalaman itu pula nelayan dapat mengetahui dimana terdapat ikan yang banyak, misalnya pada saat banyak burung berterbangan di atas permukaan air laut maka di situ pasti akan banyak ikan. Nilai elastisitas variabel-variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi bersifat inelastis. Apabila biaya total operasional melaut meningkat 1 persen maka produksi akan meningkat sebesar 0.48 persen. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dengan biaya total melaut yang tinggi nelayan akan mempunyai kesempatan melaut yang cukup banyak untuk mendatangi fishing ground sehingga diharapkan akan mendapatkan ikan yang banyak pula. Curahan total tenaga kerja
109
rumahtangga melaut naik sebesar 1 persen, maka produksi akan merespon kenaikannya sebesar 0.28 persen. 5.3.4.1.Biaya Bahan Bakar Minyak Bahan bakar minyak merupakan komponen utama dalam usaha penangkapan ikan, pada nelayan tradisional biasanya bahan bakar yang digunakan adalah campuran bensin dan minyak tanah. Bensin biasanya dibeli di agen-agen sekitar desa pada hari sebelumnya, hal ini dikarenakan waktu berangkat nelayan yang masih terlalu pagi. Tabel 35. Hasil Pendugaan Parameter Biaya Bahan Bakar Minyak di Kabupaten Brebes Tahun 2008 Variabel Intercept Jarak daerah penangkapan ikan dari pangkalan pendaratan ikan Frekuensi melaut R square F value Keterangan: taraf uji α= 0.1
Parameter Dugaan -4448811 308374.4 17555.76
Pr > |t|
Elastisitas
<.0001 <.0001 <.0001 0.74398 82.82
1.1360 1.2850
Pada Tabel 35 dapat dilihat bahwa semakin jauh daerah penangkapan ikan, maka bahan bakar yang digunakan juga akan semakin banyak. Seorang nelayan yang handal akan mengetahui dimana daerah penangkapan (fishing ground) yang bagus, sehingga perahu akan langsung menuju daerah penangkapan tanpa harus memutar-mutar terlebih dahulu. Hal ini akan sangat berguna sekali untuk menghemat bahan bakar 5.3.4.2.Biaya Perbekalan Melaut Perbekalan yang dibawa pada saat melaut biasanya adalah beras/nasi, teh, gula dan rokok. Perbekalan dimasak atau disiapkan sambil menunggu penarikan jaring, biasanya di dalam kapal nelayan tradisional sudah terdapat kompor kecil
110
yang digunakan untuk memasak air ataupun menanak nasi. Tabel 36. Hasil Pendugaan Parameter Biaya Perbekalan Melaut di Kabupaten Brebes Tahun 2008 Variabel Intercept Jarak daerah penangkapan ikan dari pangkalanpendaratan ikan Frekuensi melaut Pengeluaran konsumsi pangan rumahtangga R square F value Keterangan: taraf uji α= 0.1
Parameter Dugaan -3651927
0.0011
135120.2 10660.04
0.0247 0.0096
0.4996 0.7830
0.369823
<.0001 0.55887 23.65
0.8881
Pr > |t|
Elastisitas
Pada Tabel 36 dapat dilihat apabila pengeluaran konsumsi pangan meningkat, maka biaya perbekalan juga akan meningkat. Hal ini dikarenakan perbekalan melaut nelayan tradisional merupakan bahan-bahan makanan yang ada pada rumahtangga nelayan. Perbekalan dalam kegiatan melaut sebagian besar adalah bahan pangan. Dalam rumahtangga nelayan tradisional di Kabupaten Brebes perbekalan melaut tidak dianggarkan sendiri, melainkan dengan mengambil bahan pangan yang ada di dalam rumahtangga, sehingga pengeluaran konsumsi pangan rumahtangga yang mempunyai nilai elastisitas sebesar 0.88, dapat diinterpretasikan bahwa peningkatan pengeluaran konsumsi pangan rumahtangga sebesar 1 persen akan meningkatkan biaya perbekalan sebesar 0.88 persen.
111
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Kegiatan melaut yang dilakukan oleh suami dan anak laki-laki merupakan subtitusi untuk kegiatan nonmelaut. Apabila suami dan anak laki-laki lebih memilih bekerja melaut maka akan mengurangi waktu kerjanya di nonmelaut. Dengan alternatif pekerjaan menangkap ikan (opportunity cost) yang sangat sedikit, maka pendidikan merupakan faktor yang penting dalam meningkatkan pendapatan, tetapi pada kenyataannya suami akan tetap melaut walaupun memiliki pendidikan yang tinggi, hal ini dikarenakan pendapatan dari nonmelaut (tukang ojek, tukang batu dan buruh angkat tanah) tidak signifikan dibandingkan dengan melaut. Sedangkan anak laki-laki dan perempuan akan memilih untuk bekerja di nonmelaut apabila memiliki pendidikan yang tinggi. 2. Jumlah balita tidak mempengaruhi curahan tenaga kerja istri, dengan curahan waktu kerja yang tinggi, istri mempunyai kontribusi pendapatan pada kegiatan nonmelaut paling tinggi. Sebaliknya anak perempuan akan mengurangi jam kerjanya untuk mengurus balita. Kontribusi pendapatan suami dan anak lakilaki dalam rumahtangga nelayan tradisional payang tidak berbeda jauh, hal ini dikarenakan adanya pembagian pendapatan yang sama antara suami dan anak laki-laki dalam satu unit alat penangkapan (perahu). 6.2. Saran 1. Kegiatan nonmelaut merupakan kegiatan untuk memberikan tambahan pendapatan bagi rumahtangga nelayan tradisional, tetapi di daerah pesisir pekerjaan nonmelaut masih sangat minim, bahkan tertutup untuk anak laki-
112
laki. Maka dari itu, diperlukan kreatifitas mencari peluang untuk membuka lapangan pekerjaan dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada. 2. Pendidikan formal untuk anak perempuan akan sangat berarti untuk dapat besaing dalam pekerjaan di luar sub sektor perikanan, sehingga diharapkan rumahtangga nelayan tradisional memprioritaskan pendidikan bagi anak perempuannya untuk memberikan tambahan pendapatan dalam ruahtangga.
DAFTAR PUSTAKA Anderson, L.G. 1986. The Economics of Fisheries Management. The Johns Hopkins University Press, Baltimore. Anonim, 1993. Laporan Investarisasi Modifikasi Desain Pukat di Pantai Utara Jawa Tengah. Balai Pengembangan Penangkapan Ikan Jawa Tengah, Semarang. Antunes, I. 1998. Setting the Seine : A Matter of Luck Knowledge and Beliefs of Purse Seine Captains in Juwana in Roch, J. (editor). Proceedings of SocioEconomic, Inovation and Management of The Java Sea Pelagic Fisheries, Seminar SOSEKIMA 4-7 December 1995, Bandungan. European UnionCentral Research Institute for Fisheries (CRIFI) – French Scientific Research Institute for Development through Cooperation (ORSTOM), Jakarta. 1998. Ladies Run a Gold Mind in Juwana Fish Auction Market in Roch, J. (editor). Proceedings of Socio-Economic, Inovation and Management of The Java Sea Pelagic Fisheries, Seminar SOSEKIMA 4-7 December 1995, Bandungan. European Union- Central Research Institute for Fisheries (CRIFI) – French Scientific Research Institute for Development through Cooperation (ORSTOM), Jakarta.
------------------ .
Aryani, F. 1994. Analisis Curahan Kerja dan Kontribusi Penerimaan Keluarga Nelayan dalam Kegiatan Ekonomi di Desa Pantai. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Badan Pusat Statistik Kota Brebes. 2008. Brebes Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Brebes, Brebes. Bagi, F.S. and I. J. Singh. 1974. A Microeconemic Model of Farm Decision in an LDC: A Simultanous Equation Approch. Department of Agricultural Economics and Rural Sociology, The Ohio State University, Colombus. Bailey, C. 1992. Coasttal Aquaculture Development in Indonesia. Central Research Institute for Fisheries (CRIFI), Agency for Agriculture Research for Development (AARD), Departemen Pertanian, Jakarta. Barnum, H. N. and L. Squire. 1979. A Model of an Agricultural Household: Theory and Evidence. The Johns Hopkins University Press, Baltimore. _________________________ . 1987. An Econometric Application of The Theory of The Farm-Household. Journal of Development Economies, 6 (1): 79 – 102 Becker, G. 1965. A Theory of The Allocation of Time. Economic Journal, 299 (75): 493-517.
114
Budiharsono, S. 1989. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Teori Model Perencanaan dan Penerapannya. Tesis Megister Sains. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Brandt A, V. 1984. Fish Catching Methods of the World. Fishing News Book Ltd, Werwickshire. Cooper, R. D. and C. W. Emory. 1996. Business Research Methods. Megraw-hill Professional, United Kingdom. Cholik, F. 1996. Potensi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Ikan di Perairan Wilayah dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Direktorat Jendral Perikanan, Jakarta. Deaton, A. 1998. The Analysis of Household Surveys: A Microeconometric Approach to Development Policy. The Johns Hopkins University Press, Baltiomore. Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Jawa Tengah. 2008. Data Statistik Sosial Nelayan, 2008. Dinas Kelautan dan Perikanan, Daerah Tingkat 1 Propinsi Jawa Tengah, Semarang. __________________________________________. 2007. Statistik Perikanan Tangkap Jawa Tengah. 2007. Dinas Kelautan dan Perikanan, Daerah Tingkat 1 Propinsi Jawa Tengah, Semarang Direktorat Jendral Perikanan, Departemen Pertanian. 1975. Ketentuan Kerja Pengumpulan, Pengolahan, dan Penyajian Data Statistik Perikanan. Buku I dan II. Direktorat Jendral Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta. Direktorat Urusan Pesisir, Pantai, dan Pulau-Pulau Kecil. 2004. Penyusunan Pedoman Nasional Pengolahan Pulau-pulau Kecil. Direktorat Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Ellis, F. 1998. Paesant Economics: Farm Household and Agraria Development. Cambridge University Press, Cambridge. Emmerson, D. K. 1982 . Others of Meaning: Understanding Political Change in Fishing Community in Indonesia dalam Anderson, B. O. and Kahin, Audrey. Interpreting Indonesian Politics: Thirteen Contributions to the Debate. Cornell Modern Indonesian Profect, Ithaca. Erizal, J. 1995. Agroindustri Perikanan Laut di Indonesia, Peluang dan Tantangan Pengembangannya dalam Cholik, et al. (Editor). Prosiding Simposium Perikanan Indonesia I, 25-27 Agustus 1993, Jakarta. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan (PUSLITKAN) – Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia (ISPIKANI) – Japan Internasional Cooperation Agency (JICA), Jakarta.
115
Evenson, R. E. 1976. On The New Household Economics. Journal of Agricultural Economics and Development, 6 (1): 87-107. Fauzi, A. dan S. Anna. 2002. Evaluasi Status Keberlanjutan Pembangunan Perikanan: Aplikasi Pendekatan RAPFISH. Jurnal Sosial Ekonomi. Fakultas Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ginting, B. 1996. Respon Rumahtangga Nelayan Terhadap Program Pembangunan Bidang Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Halide, 1979. Pemanfaatan Waktu Luang Rumahtangga Petani di Daerah Aliran Sungai Jeneterang. Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hasibuan, M. 2003. Manajemen Sumberdaya Manusia. Bumi Aksara, Jakarta. Hermanto. 1986. Analisis Pendapatan dan Pencurahan Tenaga Kerja Nelayan di Desa Pantai (Studi Kasus di Muncar, Banyuwangi). Pusat Penelitian Agro Ekonomi, Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pertanian, Jakarta. Hilborn, R. and C. J. Walters. 1992. Quantitative Fisheries Stock Assesments: Choice, Dynamics and Uncertainty. Chapman and Hall, New York. Ilyas, S dan Budihardjo. 1995. Pengelo1aan Sumberdaya Perikanan Posisi Kunei dalam Pembangunan Perikanan dalam Cholik, et al. (editor). Prosiding Simposium Perikanan Indonesia I, 25 - 27 Agustus 1993, Jakarta Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan (PUSLITKAN) - Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia (ISPIKANI) - Japan International Cooperation Agency (JICA), Jakarta. Koutsoyiannis, A. 1977. Theory of Econometric: An Introductory Exspotion of Econometric Methods. Second Edition. Harper and Row Publishers. Inc, New York. Kusumaatmadja, S. 2000. Pembaharuan Pngelolaan Sumberdaya Alam yang Berkelanjutan. Prosiding Dialog Nasional Pembaharuan Pengelolaan Sumberdaya Alam Universitas Gajah Mada, Yoyakarta. Mangkuprawira, S. 1985. Alokasi Waktu dan Kontribusi Kerja Anggota Keluarga dalam Kegiatan Ekonomi Rumahtangga. Disertasi Doktor. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Manurung. V.T. 1983. Suatu Tinjauan Kriteria Nelayan Kecil dan Masalah Pembinaan di Jawa. Dalam Prosiding Workshop Sosial Ekonomi Perikanan Indonesia di Cisarua 2-4 November 1982. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Badan Peneliti dan Pengembangan Perikanan. Departemen Pertanian, Jakarta.
116
Miller, B.D. 1997. Social Class, Gender, and Intrahousehold Food Allocations to Childern in South Asia. Social Science and Medicine, 44 (11): 1685-1695. Monintja, D. R. 1991. Teknologi Pemanfaatan Sumberdaya Hayati Laut II. Diklat Kuliah. Bogor: Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi Institut Pertanian Bogor, Bogor. Muhammad, S. 2002. Ekonomi Rumahtangga Nelayan dan pemanfaatan Sumberdaya Perikanan di Jawa Timur: Suatu Analisis Simulasi Kebijakan. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nikijuluw, V.P.H. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Kerjasama PT Pustaka Cidesindo, Jakarta. O'Rourke, D. 1971. Economic Potensial of The California Trawl Fishery. Journal Agro Economics, 53 (4): 583 - 592. Poernomo, A. 1992. Site Selection for Sustainable Coastal Shrimp Ponds. The Central Research Institute for Fisheries, Agency for Agricultural Research and Development, Jakarta. Pranadji, T. 1995. Gejala Modemisasi dan Kelembagaan Bagi Hasil. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ranthy P. 2008. Analisis Perilaku Ekonomi Rumahtangga dan Peluang Kemiskinan Nelayan Tradisional di Kecamatan Kesemen Kabupaten Serang Propinsi Banten. Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Reniati. 1998. Faktor-faktor yang Mempengaruhi dan Keterkaitan Keputusan Kerja, Produksi dan Pengeluaran Rumahtangga Nelayan. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Roch, J. and R. Clignet. 1998. Income Uncertainties Management by the Java Purse Seiner’s Fishermen in Roch, J. (Editor). Proceedings of SocioEcnomics, Inovation and Management of the Java Sea Pelagic Fisheries. Seminar SOSEKIMA 4-7 December 1995, Bandungan. European Union Central Research Institute for Fisheries (CRIFI) - French Scientific Research Institute for Development through Cooperation (ORSTOM), Jakarta. Rosalinda. 2004. Kajian Curahan Tenaga Kerja, Produksi dan Konsumsi Rumahtangga Petani Lahan Kering di Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Sukabumi. Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sadoulet, E. and A. Janvry. 1995. Quantitatif Development Policy Analysis. The Johns Hopkins University Press Ltd, London.
117
Saragih, B. 1998. Agribisnis. Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertaniaan. Pusat Studi Pembangunan. Yayasan Mulia Persada Indonesia, lnstitut Pertanian Bogor, Bogor. Sari, R. 2002. Alokasi Waktu dan Pendapatan Tenaga Kerja Perempuan: Studi Kasus Rumahtangga Kerajinan Tenun di Kenegarian Pandai Sikeh Kabupaten Tanah Datar Provinsi Sumatera Barat. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Simanjutak, P. 1985. Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Singh, I., L.Squire and J. Strauss. 1986. Agricultural Household Models: Extensions, Applications and Policy. The Johns Hopkins University Press, Baltimore . Singh, I and S. Janakiram. 1986. Agricultural Household Modeling in a Multicrop Environment: Case Studies in Korea and Nigeria. In Singh et al. (editor). Agricultural Household Models: Extensons, Applications and Policy. The Johns Hopkins University Press, Baltimore. Sitorus, M.T.F. 1994. Peranan Ekonomi dalam Rumahtangga Nelayan Miskin di Pedesaan Indonesia. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, 21(8): 11-17. Slesnick, D. T. 1998. Emperical Approachs to The Measurement of Welfare. Jurnal of Economics and Literature, 36: 2108-2165. Smith, I.R. and N. Mines. 1982. Small-Scale Fisheries of San Miguel Bay, Philippines: Economics Production and Marketing. Institut of Fish, Development and Resources, College of Fishery, University of Philippines, Quezon City. Soepriati. 2006. Peranan Produksi Usahatani dan Gender Dalam Ekonomi Rumahangga Petani Lahan Sawah (Studi Kasus: di Kabupaten Bogor). Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Subade, F. R. 1993. The Case of Gillnetters in Negros Occidental and Iloilo City. Asian Fisheries Science, 6: 39-49. Subani, W. dan H. R. Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Perikanan Laut. Departemen Pertanian, Balai Penelitian Perikanan Laut, 50: 40-56
118
Susilowati, I. 1998. The Role of Woman in Fishing Household in Juwana SubDistrict, Pati Regency, Central Java, Indonesia. J. Roch, (Editor). Proceedings of Socio-Ecnomics, Inovation and Management of the Java Sea Pelagic Fisheries. Seminar SOSEKlMA 4-7 December 1995, Bandungan. European Union - Central Research Institute for Fisheries (CRlFI) - French Scientific Research Institute for Development Through Cooperation (ORSTOM), Jakarta Supanto. 1999. Model Ekonometrika Perikanan Indonesia: Analisis Simulasi Kebijakan pada Era Liberalisasi Perdagangan. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, lnstitiut Pertanian Bogor, Bogor. Wiradi. G. 1985. Ketenagakerjaan dalam Struktur Agraris di Pedesaan Jawa: Dalam Peter Hagul (Editor). 1985. Pembangunan Desa dan Lembaga Swadaya Masyarakat. CV Rajawali, Jakarta. White, B.N.F. dan E. Lestari. 1980. Different and Unequal: Male and Female Influence in Household and Community Affairs in Two West Javanese Village. Rural Dynamic Study Agro Economic Survey and Centre for Rural Sociological Research, Bogor Agricultural University, Bogor.
LAMPIRAN
120
Lampiran 1: Diagram Langkah-Langkah Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Nelayan Tradisional HASIL ESTIMASI DAN KONDISI UMUM DESA
DATA EKONOMI RUMAHTANGGA NELAYAN
MODEL EKONOMI Spesifikasi Model MODEL EKONOMITRIKA
ESTIMASI PARAMETER
EVALUASI MODEL Jika Tidak
Berlanjut VALIDASI MODEL
Kriteria : Ekonomi Statistika Ekonometrika
Tidak Berlanjut
MODEL YANG DIHASILKAN
IMPLEMENTASI HASIL
Jika Berlanjut (teruskan)
121
Lampiran 2. Program Komputer Pendugaan Model Persamaan Simultan dengan Metode Two State Least Square (2SLS) SAS Versi 9.2 Options nodate nonumber; data ikan; set work.mulan1; BOM=BBM+BBKL; CRTM=CRMS+CRML; CRTN=CRNI+CRNL+CRNP+CRNS; PDTM=(PDMS+PDML); PDTN=PDNS+PDNI+PDNL+PDNP; PDTR=PDTM+PDTN; CRTS=CRMS+CRNS; CRTL=CRML+CRNL; PCTR=PCPR+PCNR; TRTP=PDTR-PCTR;
LABEL CRMS = CRNS = CRNI = CRML = CRNL = CRNP = PDMS = PDNS = PDNI = PDML = PDNL = PDNP = EDS = EDI = EDL = EDP = UKS = UKI = UKL = UKP = PKMS = PKNI = PKML = PKNL = PCNR = PCPR = JAR = JAB = FKMS = DPI = CRTM = BOM = PDTR = HRG = PRM =
' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' '
Curahan tenaga kerja suami melaut ' Curahan tenaga kerja suami non-melaut ' Curahan tenaga kerja istri non-melaut ' Curahan tenaga kerja anak laki-laki melaut ' Curahan tenaga kerja anak laki-laki non-melaut ' Curahan tenaga kerja anak perempuan non-melaut ' Pendapatan suami melaut ' Pendapatan suami non-melaut ' Pendapatan istri non-melaut ' Pendapatan anak laki-laki melaut ' Pendapatan anak laki-laki non-melaut ' Pendapatan anak perempuan non-melaut ' Pendidikan suami ' Pendidikan istri ' Pendidikan anak laki-laki ' Pendidikan anak perempuan ' Umur suami ' Umur istri ' Umur anak laki-laki ' Umur anak perempuan ' Pengalaman kerja suami melaut ' Pengalaman kerja istri ' Pengalaman kerja anak laki-laki melaut ' Pengalaman kerja anak laki-laki non-melaut ' Pengeluaran konsumsi non-pangan rumahtangga ' Pengeluaran konsumsi pangan rumahtangga ' Jumlah anggota rumahtangga ' Jumlah balita ' Frekuensi melaut ' jarak daerah penangkapan dari pangkalan pendaratan ikan' Curahan total tenaga kerja rumahtangga melaut ' Biaya total operasional melaut ' Pendapatan total rumahtangga ' Harga ikan ' Penerimaan melaut '
122
Lampiran 2. Lanjutan PDTN = ' Pendapatan total non melaut ' PDTM = ' Pendapatan bersih total melaut ' PCTR = ' total pengeluaran konsumsi ' CRTN = ' Curahan total tenaga kerja rumahtangga non melaut ' CRTS = ' Curahan total tenaga kerja suami ' CRTL = ' Curahan total tenaga kerja anak laki-laki ' CTRP = ' Curahan total tenaga kerja rumahtangga ' PDTS = ' Pendapatan total suami ' PDTL = ' Pendapatan total anak laki-laki melaut ' PKNP = ' Pengalaman kerja anak perempuan non melaut ' PKNS = ' Pengalaman kerja suami non-melaut ' ; run; proc syslin 2sls data =ikan outest = hasil ; endogenous CRMS CRNS CRNI CRNP CRML CRNL PDMS PDNS PDNI PDNP PDML PDNL PCPR PCNR PROD BBM BBKL ; instruments UKS UKI UKL UKP EDL EDP JAR JAB PKMS PKNI PKML PKNL FKMS PRM HRG ; MODEL CRMS = PDMS CRNS MODEL CRNS = PDNS CRML MODEL CRNI = PDNI UKI MODEL CRNP = PDNP PKNP MODEL CRML = CRMS PDTM MODEL CRNL = PDNL PKNL MODEL PDMS = PDML BBM MODEL PDNS = CRNS PDNL MODEL PDNI = CRNI CRNP MODEL PDNP = CRNP CRNI MODEL PDML = CRML CRMS MODEL PDNL = CRNL PKNL MODEL PCPR = BOM PDTR MODEL PCNR = PCPR PDTR MODEL PROD = BOM CRTM MODEL BBM = DPI FKMS MODEL BBKL = DPI FKMS IDENTITY BOM=BOM+0; IDENTITY CRTM=CRTM+0; IDENTITY CRTN=CRTN+0; IDENTITY PDTM=PDTM+0; IDENTITY PDTN=PDTN+0; IDENTITY PDTR=PDTR+0; IDENTITY CRTS=CRTS+0; IDENTITY CRTL=CRTL+0; IDENTITY PCTR=PCTR+0; IDENTITY TRTP=TRTP+0; run ;
UKS EDS DPI JAR /DW ; UKS EDS /DW ; CRMS CRNL EDI PKNI JAB /DW ; JAB UKP EDP CRMS CRML /DW ; UKL EDL PKML /DW ; UKL JAR /DW ; PROD HRG /DW ; EDS UKS PKNS /DW ; UKI EDI /DW ; UKP EDP JAB /DW ; UKL EDL HRG /DW ; UKL EDL /DW ; PCNR JAR /DW ; JAR /DW ; PKMS /DW ; /DW ; PCPR /DW ;
123
Lampiran 3. Program Komputer SAS Versi 9.1 Pendugaan Model Persamaan Simultan dengan Metode Two State Least Square (2SLS) The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
CRMS CRMS Curahan tenaga kerja suami melaut
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
6 53 59
60941.51 58046.24 102199.9
10156.92 1095.212
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
33.09399 202.07500 16.37708
F Value
Pr > F
9.27
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.51217 0.45694
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept PDMS
1 1
154.3900 4.336E-6
48.14618 2.414E-6
3.21 1.80
0.0023 0.0782
CRNS
1
-1.10775
0.277329
-3.99
0.0002
UKS EDS DPI
1 1 1
0.786972 4.134205 4.407650
1.032992 1.952117 1.650886
0.76 2.12 2.67
0.4495 0.0389 0.0101
JAR
1
-8.69873
4.301366
-2.02
0.0482
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
2.348453 60 -0.17874
Variable Label Intercept Pendapatan suami melaut Curahan tenaga kerja suami nonmelaut Umur suami Pendidikan suami jarak daerah penangkapan ikan dari pangkalan pendaratan ikan Jumlah anggota rumahtangga
124
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
CRNS CRNS Curahan tenaga kerja suami nonmelaut Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
4 55 59
21560.48 2084.007 32180.21
5390.120 37.89103
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
6.15557 27.65360 22.25956
F Value
Pr > F
142.25
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.91186 0.90545
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept PDNS
1 1
-10.9270 0.000029
8.313184 1.357E-6
-1.31 21.24
0.1942 <.0001
CRML
1
0.015400
0.013402
1.15
0.2555
UKS EDS
1 1
0.334016 -0.43680
0.175509 0.354064
1.90 -1.23
0.0623 0.2226
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
2.067445 60 -0.04674
Variable Label Intercept Pendapatan suami nonmelaut Curahan tenaga kerja anak laki-laki melaut Umur suami Pendidikan suami
125
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
CRNI CRNI Curahan tenaga kerja istri nonmelaut Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
7 52 59
82405.39 52678.17 148326.1
11772.20 1013.042
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
31.82832 159.35000 19.97384
F Value
Pr > F
11.62
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.61003 0.55754
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept PDNI
1 1
23.19070 0.000030
61.23182 4.129E-6
0.38 7.38
0.7064 <.0001
UKI CRMS
1 1
-0.70831 0.151670
1.422971 0.112288
-0.50 1.35
0.6207 0.1826
CRNL
1
0.898940
0.284924
3.16
0.0027
EDI PKNI
1 1
-4.30352 -0.75354
1.930873 1.033161
-2.23 -0.73
0.0302 0.4691
JAB
1
1.184277
7.905909
0.15
0.8815
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.841435 60 0.066453
Variable Label Intercept Pendapatan istri nonmelaut Umur istri Curahan tenaga kerja suami melaut Curahan tenaga kerja anak laki-laki nonmelaut Pendidikan istri Pengalaman kerja istri Jumlah balita
126
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
CRNP CRNP Curahan tenaga kerja anak perempuan nonmelaut Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
7 52 59
244882.2 99148.30 359769.9
34983.17 1906.698
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
43.66575 129.40000 33.74479
F Value
Pr > F
18.35
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.71180 0.67301
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept PDNP
1 1
29.11170 0.000042
34.27057 0.000012
0.85 3.43
0.3995 0.0012
PKNP
1
13.99625
2.726183
5.13
<.0001
JAB UKP EDP
1 1 1
-40.1563 -6.66460 12.01421
12.86526 2.570386 3.842494
-3.12 -2.59 3.13
0.0029 0.0123 0.0029
CRMS
1
0.020397
0.160982
0.13
0.8997
CRML
1
-0.04560
0.115890
-0.39
0.6956
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.486729 60 0.235014
Variable Label Intercept Pendapatan anak perempuan non-melaut Pengalaman kerja anak perempuan non melaut Jumlah balita Umur anak perempuan Pendidikan anak perempuan Curahan tenaga kerja suami melaut Curahan tenaga kerja anak laki-laki melaut
127
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
CRML CRML Curahan tenaga kerja anak laki-laki melaut Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
5 54 59
214279.4 62156.38 276625.6
42855.88 1151.044
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
33.92704 167.65000 20.23683
F Value
Pr > F
37.23
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.77515 0.75433
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept CRMS
1 1
-74.3740 0.404984
25.79284 0.120909
-2.88 3.35
0.0056 0.0015
PDTM
1
3.718E-6
1.292E-6
2.88
0.0057
UKL EDL
1 1
11.49808 -3.68114
1.756569 2.947247
6.55 -1.25
<.0001 0.2170
PKML
1
-10.9084
2.418855
-4.51
<.0001
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.893531 60 0.052807
Variable Label Intercept Curahan tenaga kerja suami melaut Pendapatan bersih total melaut Umur anak laki-laki Pendidikan anak laki-laki Pengalaman kerja anak laki-laki melaut
128
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
CRNL CRNL Curahan tenaga kerja anak laki-laki nonmelaut Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
4 55 59
29094.35 3208.507 50781.90
7273.588 58.33648
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
7.63783 26.90000 28.39343
F Value
Pr > F
124.68
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.90067 0.89345
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept PDNL
1 1
-6.22557 0.000034
5.564661 1.888E-6
-1.12 18.10
0.2681 <.0001
PKNL
1
-0.14801
0.376542
-0.39
0.6958
UKL JAR
1 1
0.159609 1.095353
0.165466 0.994850
0.96 1.10
0.3390 0.2757
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.852032 60 0.032747
Variable Label Intercept Pendapatan anak laki-laki nonmelaut Pengalaman kerja anak laki-laki nonmelaut Umur anak laki-laki Jumlah anggota rumahtangga
129
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
PDMS PDMS Pendapatan suami melaut
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
4 55 59
2.214E14 4.533E13 3.041E14
5.534E13 8.243E11
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
907891.190 6123045.00 14.82745
F Value
Pr > F
67.14
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.83002 0.81766
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept PDML
1 1
1759682 -0.03972
4869716 0.088538
0.36 -0.45
0.7192 0.6554
BBM PROD HRG
1 1 1
-1.46330 8278.752 -169.310
0.270433 1029.237 516.1215
-5.41 8.04 -0.33
<.0001 <.0001 0.7441
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
2.142032 60 -0.09687
Variable Label Intercept Pendapatan anak laki-laki melaut BBM Produksi Harga ikan
130
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
PDNS PDNS Pendapatan suami nonmelaut
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
5 54 59
2.538E13 2.497E12 3.681E13
5.076E12 4.623E10
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
215019.722 775300.000 27.73374
F Value
Pr > F
109.78
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.91043 0.90214
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept CRNS
1 1
70795.62 28092.12
288537.1 2561.871
0.25 10.97
0.8071 <.0001
PDNL
1
0.139915
0.056773
2.46
0.0169
EDS UKS PKNS
1 1 1
11427.33 -7813.00 7077.049
11390.44 6471.839 3920.636
1.00 -1.21 1.81
0.3202 0.2326 0.0766
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
2.029131 60 -0.03367
Variable Label Intercept Curahan tenaga kerja suami nonmelaut Pendapatan anak laki-laki nonmelaut Pendidikan suami Umur suami Pengalaman kerja suami nonmelaut
131
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
PDNI PDNI Pendapatan istri nonmelaut
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
4 55 59
1.43E14 6.646E13 2.757E14
3.575E13 1.208E12
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
1099282.40 4868800.00 22.57810
F Value
Pr > F
29.58
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.68268 0.65960
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept CRNI
1 1
-341401 38715.48
1526293 4063.912
-0.22 9.53
0.8238 <.0001
CRNP
1
1414.476
2292.769
0.62
0.5398
UKI EDI
1 1
2695.770 -300313
31665.44 62704.64
0.09 -4.79
0.9325 <.0001
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
2.537772 60 -0.28188
Variable Label Intercept Curahan tenaga kerja istri nonmelaut Curahan tenaga kerja anak perempuan nonmelaut Umur istri Pendidikan istri
132
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
PDNP PDNP Pendapatan anak perempuan nonmelaut Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
5 54 59
1.055E14 5.013E13 1.741E14
2.109E13 9.283E11
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
963458.626 2628200.00 36.65850
F Value
Pr > F
22.72
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.67781 0.64798
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept CRNP
1 1
-1528054 7353.241
739899.8 3520.983
-2.07 2.09
0.0437 0.0415
CRNI
1
7892.397
3812.193
2.07
0.0432
UKP EDP
1 1
62787.57 95159.07
34442.83 69480.22
1.82 1.37
0.0738 0.1765
JAB
1
649108.8
210886.1
3.08
0.0033
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
2.164685 60 -0.0937
Variable Label Intercept Curahan tenaga kerja anak perempuan nonmelaut Curahan tenaga kerja istri nonmelaut Umur anak perempuan Pendidikan anak perempuan Jumlah balita
133
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
PDML PDML Pendapatan anak laki-laki melaut
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
5 54 59
2.498E14 1.347E14 4.044E14
4.997E13 2.495E12
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
1579485.40 4995886.49 31.61572
F Value
Pr > F
20.03
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.64969 0.61725
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept CRML
1 1
-1.279E7 22219.31
6787239 6617.817
-1.88 3.36
0.0649 0.0014
CRMS
1
-1318.13
6441.893
-0.20
0.8386
UKL EDL
1 1
119964.8 -53023.6
48122.51 100547.8
2.49 -0.53
0.0158 0.6001
HRG
1
1310.616
705.5586
1.86
0.0687
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
2.05957 60 -0.03362
Variable Label Intercept Curahan tenaga kerja anak laki-laki melaut Curahan tenaga kerja suami melaut Umur anak laki-laki Pendidikan anak laki-laki Harga ikan
134
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
PDNL PDNL Pendapatan anak laki-laki nonmelaut Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
4 55 59
2.391E13 2.301E12 3.768E13
5.976E12 4.184E10
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
204537.525 726400.000 28.15770
F Value
Pr > F
142.85
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.91220 0.90581
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept CRNL
1 1
37688.82 26947.17
70826.24 1717.907
0.53 15.69
0.5968 <.0001
PKNL
1
16267.48
11738.23
1.39
0.1714
UKL EDL
1 1
-9889.46 17692.26
5612.017 14805.13
-1.76 1.20
0.0836 0.2372
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.977461 60 -0.04584
Variable Label Intercept Curahan tenaga kerja anak laki-laki nonmelaut Pengalaman kerja anak laki-laki nonmelaut Umur anak laki-laki Pendidikan anak laki-laki
135
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
PCPR PCPR Pengeluaran konsumsi pangan rumahtangga Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
4 55 59
2.223E14 1.293E14 3.473E14
5.558E13 2.35E12
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
1533026.22 7491000.00 20.46491
F Value
Pr > F
23.65
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.63236 0.60562
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept BOM
1 1
282395.8 0.358425
1333367 0.083358
0.21 4.30
0.8331 <.0001
PDTR
1
0.201523
0.059978
3.36
0.0014
PCNR
1
0.238905
0.166498
1.43
0.1570
JAR
1
-208496
199897.7
-1.04
0.3015
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.773631 60 0.073685
Variable Label Intercept Biaya total operasional melaut Pendapatan total rumahtangga Pengeluaran konsumsi non-pangan rumahtangga Jumlah anggota rumahtangga
136
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
PCNR PCNR Pengeluaran konsumsi nonpangan rumahtangga Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
3 56 59
2.331E14 1.164E14 3.491E14
7.769E13 2.078E12
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
1441437.87 8583000.00 16.79410
F Value
Pr > F
37.39
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.66702 0.64919
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept PCPR
1 1
270178.0 0.101453
1232157 0.122024
0.22 0.83
0.8272 0.4093
PDTR
1
0.355265
0.050470
7.04
<.0001
JAR
1
74451.02
185782.0
0.40
0.6901
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
2.458533 60 -0.26776
Variable Label Intercept Pengeluaran konsumsi pangan rumahtangga Pendapatan total rumahtangga Jumlah anggota rumahtangga
137
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
PROD PROD PROD
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
3 56 59
6641236 2637407 9278643
2213745 47096.56
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
217.01742 1299.13333 16.70478
F Value
Pr > F
47.00
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.71576 0.70053
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept BOM
1 1
207.1065 0.000100
230.3764 0.000015
0.90 6.48
0.3725 <.0001
CRTM
1
1.008052
0.454149
2.22
0.0305
PKMS
1
3.003273
5.855720
0.51
0.6101
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.923859 60 0.035647
Variable Label Intercept Biaya total operasional melaut Curahan total tenaga kerja rumahtangga melaut Pengalaman kerja suami melaut
138
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
BBM BBM BBM
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
2 57 59
9.168E13 3.155E13 1.232E14
4.584E13 5.535E11
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
743971.266 3130675.00 23.76393
F Value
Pr > F
82.82
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.74398 0.73500
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept DPI
1 1
-4448811 308374.4
665602.4 31354.50
-6.68 9.84
<.0001 <.0001
FKMS
1
17555.76
2678.260
6.55
<.0001
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
2.253345 60 -0.12965
Variable Label Intercept jarak daerah penangkapan ikan dari pangkalan pendaratan ikan Frekuensi melaut
139
Lampiran 3.Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
BBKL BBKL BBKL
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
3 56 59
7.692E13 6.071E13 1.289E14
2.564E13 1.084E12
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
1041224.86 3119550.00 33.37741
F Value
Pr > F
23.65
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.55887 0.53524
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept DPI
1 1
-3651927 135120.2
1061264 58534.64
-3.44 2.31
0.0011 0.0247
FKMS PCPR
1 1
10660.04 0.369823
3974.117 0.087125
2.68 4.24
0.0096 <.0001
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
2.171143 60 -0.13271
Variable Label Intercept jarak daerah penangkapan ikan dari pangkalan pendaratan ikan Frekuensi melaut Pengeluaran konsumsi pangan rumahtangga