UNDIP PRESS
ANALISIS TINGKAT KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA TANI MENURUT POLA PENDAPATAN DAN PENGELUARAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI GALEH, KABUPATEN SEMARANG Ahmad Rifai dan Sarjana Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah
[email protected]
ABSTRAK Suatu penelitian dengan metode survey dilakukan di Desa Genting, Rejosari, Brongkol, Kemambang, Ngrapah, dan Rowoboni. Lokasi penelitian dipilih secara purposive sampling yaitu daerah yang termasuk catchment area Daerah Aliran Sungai (DAS) Galeh Kabupaten Semarang. Responden sebanyak 120 keluarga di 6 desa tersebut ditentukan dengan cara random sampling. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pendapatan rumahtangga tani diperoleh dari berbagai sumber, yaitu pendapatan dari usahatani dan luar usahatani. Pendapatan rata-rata rumahtangga tani dalam satu tahun di DAS Galeh adalah Rp 22.533.790,00 yang berasal dari usahatani Rp 13.000.070,00 (57,69%) dan dari luar usahatani Rp 9.533.720,00 (42,31%). Pengeluaran rumahtangga tani di DAS Galeh masih didominasi oleh pengeluaran untuk kebutuhan pangan, rata-rata mencapai 52,63% atau Rp 10.197.568,33 dalam satu tahun, sedangkan pengeluaran non pangan didominasi oleh biaya pendidikan anak yang mencapai rata-rata 10,71% dari total pengeluaran dalam satu tahun. Secara umum tingkat ketahanan pangan rumahtangga tergolong mantap, atau dalam kriteria surplus yang mencapai angka 1,27 atau memroduksi 1.857,15 kg setara beras dan mengonsumsi 1.456,80 kg setara beras. Dengan rata-rata penguasaan lahan kebun dan pekarangan 0,21 ha/rumahtangga, ketahanan pangan rumahtangga, akan menjadi lebih mantap, jika lahan pekarangan dapat dimanfaatkan secara optimal. Kata kunci : pendapatan, pengeluaran, ketahanan pangan
PENDAHULUAN Pendapatan rumatangga masyarakat di perdesaan dapat diperoleh dari sumber pendapatan usahatani dan luar usahatani. Sumber pendapatan dari usahatani terdiri dari usahatani sawah, usahatani tegal, usahatani kebun/pekarangan, usaha ternak dan usaha perikanan. Sumber pendapatan dari luar usahatani terdiri dari buruh tani, persewaan asset, perdagangan, industri rumahtangga, buruh bangunan, buruh pabrik, jasa, kiriman dan pendapatan lainnya. Variabel-variabel yang mempengaruhi pendapatan rumahtangga tani selama setahun terdiri dari dua faktor, yaitu faktor sumber daya alam (SDA) yang dikuasai dan sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki. SDA terdiri dari penguasaan lahan, kemudahan dalam memperoleh air irigasi bagi usahataninya dan
cuaca. SDM terdiri dari jumlah anggota keluarga yang bekerja, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan pengalaman dalam berusahatani. Pengeluaran rumahtangga juga dapat dibedakan untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan kebutuhan non pangan. Kebutuhan pangan adalah kebutuhan barang yang dikonsumsi yang terdiri dari beras dan non beras (mie, ubi, jagung, terigu, dll), lauk pauk, sayuran dan buah, minuman (kopi, susu, gula, teh, dll), rokok, minyak goreng, bumbu dapur, jajanan dan pangan lainnya. Kebutuhan non pangan adalah kebutuhan selain barang yang dikonsumsi terdiri dari pakaian, pendidikan, kesehatan, listrik, air dan telephon, bahan bakar masak, sabun mandi, odol, kosmetik, rehab rumah, kegiatan sosial, bantu keluarga, transportasi, pajak, rekreasi, hiburan dan iuran lainnya. Ketahanan pangan rumahtangga diukur dari
“Optimalisasi Lahan Pekarangan Untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat dan Pengembangan Agribisnis”
113
UNDIP PRESS
tingkat kemampuan rumahtangga dalam memenuhi kebutuhan pangan dan non pangan. Suatu rumahtangga tani dinyatakan tahan jika perbandingan antara pendapatan dan pengeluaran sama dengan 1 (disebut subsisten), disebut surplus jika lebih dari 1 dan sebaliknya jika kurang dari 1 disebut tidak tahan atau defisit. Ketahanan pangan mengandung tiga aspek penting yakni ketersediaan pangan, keterjangkauan pangan dan keterjaminan mendapatkan pangan. Ketersediaan pangan berkaitan erat dengan usaha produksi dan distribusi sehingga pangan dapat tersedia secara cukup dan terdistribusi secara proporsional, sedangkan keterjangkauan berarti pangan tersedia sesuai dengan daya beli masyarakat. Keterjaminan berkaitan erat dengan aspek ketersediaan dan keterjangkauan, yaitu kemampuan suatu daerah menyediakan pangan untuk masyarakatnya secara terus menerus di lokasi terdekat dengan harga yang terjangkau daya beli masyarakat (Yuwono et al, 2006). Untuk mengetahui ketahanan pangan rumahtangga tani di Daerah Aliran Sungai (DAS) Galeh, Kabupaten Semarang telah dilakukan suatu penelitian. Hasil penelitian tersebut dipaparkan dalam makalah ini. METODE Pengambilan sampel wilayah dilakukan dengan teknik purposive dan agar bisa mewakili bagian hulu, bagian tengah dan bagian hilir DAS Galeh, untuk itu pada masing-masing bagian DAS diambil 2 (dua) desa yaitu Desa Genting, Rejosari, Brongkol untuk Kecamatan Jambu dan Desa Kemambang, Ngrapah, Rowoboni untuk Kecamatan Banyubiru, sehingga terdapat 6 desa. Masing-masing desa dipilih sejumlah responden dengan cara random sampling yaitu sebanyak 20 rumahtangga per desa, sehingga akan diperoleh responden sebanyak 120 rumahtangga. Pengambilan data dilakukan dengan cara survei dan observasi lapang. Data primer dikumpulkan melalui wawancara di tingkat petani dengan menggunakan daftar pertanyaan terstruktur dalam sebuah kuisioner. Secara rinci data primer yang dikumpulkan meliputi: (1) pola pendapatan setahun rumahtangga petani yang dikelompokkan menjadi pendapatan dari usahatani dan pendapatan dari luar usahatani; (2) struktur pengeluaran/konsumsi rumahtangga
114
yang dibedakan menjadi dua yaitu konsumsi pangan dan non pangan. Data yang telah dikumpulkan dianalisis untuk mengetahui tingkat ketahanan pangan rumahtangga pertahun yang meliputi : 1. Perkembangan Struktur Pendapatan Struktur pendapatan menunjukkan sumber pendapatan utama keluarga petani dari sektor mana, apakah dari sektor pertanian atau sebaliknya dari non pertanian. Secara sederhana struktur pendapatan rumahtangga petani dari sektor pertanian ditentukan sebagai berikut: PPSP = (TPSP/TP) x 100% Dimana: PPSP = Pangsa pendapatan sektor pertanian (%) TPSP = Total pendapatan dari sektor pertanian (rp./th) TP = Total pendaptan rumahtangga petani (Rp./th) 2. Perkembangan Pengeluaran Untuk Pangan Semakin besar pangsa pengeluaran untuk pangan menunjukkan bahwa pendapatan rumahtangga petani masih terkonsentrasi untuk memenuhi kebutuhan dasar (subsisten). Sebaliknya semakin besar pangsa pengeluaran sektor sekunder (non pangan) mengindikasikan telah terjadi pergeseran posisi petani dari subsisten ke komersial. Artinya kebutuhan primer telah terpenuhi, kelebihan pendapatan dialokasikan untuk keperluan sekunder lainnya. Secara sederhana pangsa pengeluaran untuk pangan dapat dihitung sebagai berikut: PPEP = (PEP/TE) X 100% Dimana: PPEP = Pangsa pengeluaran untuk pangan (%) PEP = Pengeluaran untuk pangan (Rp./th) TE = Total pengeluaran tangga petani (Rp./th) 3. Perkembangan Ketahanan Pangan di Tingkat Rumahtangga Tani Perkembangan ketahanan pangan di tingkat rumahtangga tani merupakan indikator kesejahteraan petani. Semakin tinggi tingkat ketahanan pangan, yang ditunjukkan semakin kuatnya pemenuhan kebutuhan dari produksi sendiri, menunjukkan semakin sejahtera rumahtangga tani. Perkembangan tingkat ketahanan pangan rumahtangga tani secara sederhana dapat ditentukan sebagai berikut:
Prosiding Seminar Nasional Optimalisasi Pekarangan, Semarang 6 November 2012
UNDIP PRESS
TKP = PB/KB Dimana: TKP = tingkat ketahanan pangan PB = produksi dari usahatani sendiri setara beras KB = kebutuhan setara beras HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Wilayah DAS Galeh termasuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Semarang (Gambar 2) yang meliputi Kecamatan Banyubiru: Desa Wirogomo, Kemambang, Sepakung, Kebondowo, Banyubiru, Ngrapah, Rowoboni, Kebumen dan Tegaron; Kecamatan Jambu : Desa Gemawang, Bedono, Kelurahan, Brongkol, Jambu, Gondoriyo, Kuwarasan, Kebondalem, Rejosari dan Genting; Kecamatan Sumowono : Kebon Agung, Ngadikerso, Lanjan dan Candigaron; dan Kecamatan Ambarawa adalah Desa Bejalan (Suratman et al, 2010:30).
Gambar 1. Peta Administrasi DAS Galeh Luas catchment area DAS Galeh yang masuk wilayah Kabupaten Semarang mencapai 6.354,447 ha. Mata air Galeh DAS berada di sekitar Gunung Galeh Kecamatan Sumowono dan Sungai Klegung yang berhulu di punggung Gunung Telomoyo. Debit DAS Galeh pada musim kemarau 0,159 m3 /detik sedangkan pada musim hujan meningkat menjadi 11,379 m3 /detik. Debit rata-rata 2,734 m3 /detik (Bappeda Propinsi Jawa Tengah, 2006 dalam Suratman et al, 2010:30). Hilir DAS Galeh bermuara di Rawa Pening. Penguasaan Lahan Pertanian Secara umum rata-rata penguasaan lahan
penduduk DAS Galeh disajikan pada Tabel 1 dibawah ini. Rata-rata kepemilikan lahan tegalan dan kebun oleh penduduk DAS Galeh seluas 0,215 dan 0,210 ha. Pada DAS Galeh bagian hulu, penduduknya sebagian besar melakukan usahatani dalam bidang tanaman tahunan, diantaranya yang paling banyak adalah tanaman kopi, durian, lengkeng, sengon, dan tanaman obat seperti kunyit dan kapulogo, serta usahatani cabai. Tabel 1. Rata-rata Penguasaan Lahan Pertanian Di DAS Galeh Jenis Lahan Rata-rata penguasaan 1. Sawah (ha) 0,26 2. Tegalan (ha) 0,215 3. Kebun/pekarangan (ha) 0,21 4. Lainnya (ha) 0,01 Sumber : Analisis data primer
Untuk DAS Galeh bagian tengah, usahatani yang dilakukan penduduknya lebih bervariasi mulai dari usahatani sawah, tegalan, kebun dan juga ternak sesuai dengan jenis kepemilikan lahan yang dikuasai. Rata-rata kepemilikan lahan sawah, penduduk DAS Galeh adalah 0,26 ha. Pada wilayah DAS Galeh bagian hilir, dengan penguasaan lahan sawah yang relatif lebih luas, maka usahatani yang dominan adalah padi. Demikian juga dengan mata pencaharian penduduknya yang kebanyakan adalah petani dan buruh tani. Pangsa pendapatan rumahtangga tani Pendapatan rumahtangga tani secara umum disajikan pada Tabel 2. Pendapatan rata-rata rumahtangga tani dalam satu tahun di DAS Galeh adalah Rp 22.533.790,00 yang diperoleh dari usahatani Rp 13.000.070,00 (57,69%) dan dari luar usahatani Rp 9.533.720,00 (42,31%). Rata-rata pendapatan rumahtangga tani dari luar usahtani di DAS Galeh adalah Rp 9.533.720,00 (42,31%). Bila dibandingkan antara kedua sumber pendapatan, maka sumber pendapatan terbesar rumahtangga tani di DAS Galeh masih berasal dari sektor pertanian. Untuk sumber diluar usahatani, secara umum buruh pabrik meyumbang pangsa pendapatan terbesar bagi rumahtangga di DAS Galeh yang mencapai 20,92%.
“Optimalisasi Lahan Pekarangan Untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat dan Pengembangan Agribisnis”
115
UNDIP PRESS
Tabel 2. Rata-rata Struktur Pendapatan Rumahtangga Tani Di DAS Galeh Dalam Setahun Rata-rata Rp Pangsa Variabel (x1.000) (%) 1. Usahatani: 13.000,07 57,69 - Sawah 4.553,83 20,21 - Tegalan 1.318,69 5,85 - Kebun/pekarangan 4.819,83 21,39 - Ternak/ikan 2.321,04 10,30 2. Luar usaha tani : 9.533,73 42,31 - Buruh tani 474,29 2,10 - Persewaan asset 60,42 0,27 - Perdagangan 1.293,25 5,74 - Industri rumahtangga 320,71 1,42 - Buruh bangunan 670,79 2,98 - Buruh pabrik 4.715,10 20,92 - Jasa transportasi 475,54 2,11 - Kiriman 57,50 0,26 - Lainnya 1.466,13 6,51 3. Total Pendapatan 22.533,79 100,00 Sumber: Analisis data primer
Pengeluaran Rumahtangga Berdasarkan hasil perhitungan pengeluaran rumahtangga tani di DAS Galeh, dengan jumlah anggota rumahtangga berkisar antara 3-4 orang, secara umum Tabel 3pengeluaran penduduk dalam sebulan masih dibawah pengeluaran penduduk per kapita Kabupaten Semarang tahun 2010 yang mencapai sebesar Rp 473.174 kecuali DAS Galeh bagian tengah yang mencapai Rp 499.858. Tabel 3. Pengeluaran Per Kapita Sebulan DAS Galeh Menurut Kelompok Barang Bagian DAS Kelompok RataBarang rata Hulu Tengah Hilir Makanan Non Makanan Jumlah
224.851 277.618 174.547 225.672 219.876 222.240 163.943 202.020 444.727 499.858 338.490 427.692
Sumber : Analisis data primer
Pangsa pengeluaran rumahtangga di DAS Galeh didominasi oleh pengeluaran untuk pangan, yang dalam satu tahun rata-rata mencapai 52,63% dari total pengeluaran atau Rp 10.197.568,33. DAS hilir merupakan daerah produsen padi terbesar dibanding dengan daerah lain di DAS Galeh, tetapi pada saat panen
116
kebanyakan petani menjual langsung hasil panennya di sawah (ditebas) dan tidak membawa pulang gabah sebagai bahan persediaan pangan. Rumahtangga tani dengan demikian harus mengeluarkan alokasi dana yang lebih besar untuk membeli beras dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan. Untuk daerah hulu, dikarenakan produksi padinya rendah, maka rumahtangga di daerah ini juga mengalokasikan dana lebih besar untuk memenuhi kebutuhan pangan. Pengeluaran untuk pangan terbesar adalah pembelian beras yang mencapai Rp 2.090.483,33 atau 10,79% dari total pengeluaran rumahtangga dalam setahun. Tabel 4. Struktur Pengeluaran Pangan Rumahtangga Pangsa Variabel Rata-rata (Rp) (%) 1. Beras 2.090.483,33 10,79 2. Non beras (mie, ubi, jagung, terigu, dll) 545.887,75 2,82 3. Lauk –pauk 1.381.066,67 7,13 4. Sayuran dan buah 999.233,33 5,16 5. Minuman (kopi, susu, gula, teh, dll) 1.216.333,33 6,28 6. Rokok 910.966,67 4,70 7. Minyak goreng 669.341,67 3,45 8. Bumbu 640.958,33 3,31 9. Jajanan 1.049.041,67 5,41 10. Lainnya 533.333,33 2,75 Total 10.197.568,33 52,63 Sumber : Analisis data primer
Rata-rata pangsa pengeluaran yang tinggi untuk kebutuhan pangan rumahtangga di DAS Galeh selanjutnya adalah untuk pemenuhan laukpauk yang mencapai 7,13% diikuti dengan pemenuhan kebutuhan minuman 6,28%, jajanan 5,41% , sayura dan buah 5,16% dan rokok 4,70% dalam satu tahun. Pengeluaran non pangan rumahtangga tani di DAS Galeh didominasi oleh biaya pendidikan anak, yaitu mencapai rata-rata 10,71% (Rp 2.074.967,00) dalam setahun. Selanjutnya pengeluaran non pangan yang juga tinggi adalah untuk pengeluran transportasi (6,23%) dan kegiatan sosial (7,23%). Tingkat Ketahanan Pangan Rumahtangga Tani Secara umum tingkat ketahanan pangan
Prosiding Seminar Nasional Optimalisasi Pekarangan, Semarang 6 November 2012
UNDIP PRESS
Tabel 5. Struktur Pengeluaran Non-pangan Rumahtangga Pangsa Variabel Rata-rata (Rp) (%) 1. Pakaian 890.625,00 4,60 2. Pendidikan 2.074.966,67 10,71 3. Kesehatan 357.883,33 1,85 4. Listrik, air, dan telephon 724.183,33 3,74 5. Bahan bakar masak 752.958,33 3,89 6. Sabun mandi, kosmetik, odol, dll 627.133,33 3,24 7. Rehab rumah 193.475,83 1,00 8. Kegiatan social 1.401.583,33 7,23 9. Bantu keluarga 116.333,33 0,60 10. Transportasi 1.206.566,67 6,23 11. Pajak (PBB, kendaraan, dll) 406.687,50 2,10 12. Rekreasi/ hiburan/ wisata ziarah 291.416,67 1,50 13. Iuran lainnya 137.467,50 0,71 Total 9.178.287,50 47,37 Sumber: Analisis data primer
rumahtangga di DAS Galeh, Kabupaten Semarang (Tabel 6) tergolong mantap, atau dalam kriteria surplus yang mencapai angka 1,27. Rumahtangga tani memroduksi setara beras 1.857,15 kg sementara konsumsinya 1.456,80 kg setara beras. Tabel 6. Ketahanan Pangan Rumahtangga Tani Di DAS Galeh Bagian DAS RataUraian rata Hulu Tengah Hilir Produksi sendiri setara beras 1.737,23 2.331,29 1.502,95 1.857,15 Kebutuhan setara Beras 1.493,56 1.802,72 1.074,11 1.456,80 Tingkat Ketahanan Pangan 1,16 1,29 1,40 1,27 Sumber : Analisis data primer
Tingkat ketahanan pangan yang paling rendah terdapat di DAS Galeh bagian Hulu, yang hanya mencapai angka 1,16. Tetapi angka tersebut masih masuk dalam kriteria surplus. DAS Galeh bagian hilir merupakan daerah dengan tingkat ketahanan pangan rumahtangga
tani yang paling tinggi, mencapai angka 1,40. Hal ini berbanding lurus dengan penguasaan lahan sawah yang dari DAS Galeh hulu sampai hilir semakin luas dan digunakan untuk usahatani padi. KESIMPULAN KEBIJAKAN
DAN
IMPLIKASI
Tingkat pendapatan rumahtangga tani di DAS Galeh dalam satu tahun mencapai Rp 22.533.792,00. Tingkat pendapatan dipengaruhi oleh variasi sumber penghasilan penduduk masing-masing bagian DAS Galeh. Pangsa pengeluaran rumahtangga tani di DAS Galeh masih didominasi oleh pengeluaran untuk kebutuhan pangan, yang rata-rata mencapai 52,63% sedangkan pengeluaran non pangan didominasi oleh biaya pendidikan anak yang mencapai rata-rata 10,71% dari total pengeluaran dalam satu tahun. Secara umum tingkat ketahanan pangan rumahtangga di DAS Galeh Kabupaten Semarang tergolong mantap dalam kriteria surplus mencapai angka 1,27 dimana dalam setahun mampu memroduksi 1.857,15 kg setara beras dan mengonsumsi 1.456,80 kg setara beras. Rata-rata penguasaan lahan kebun dan pekarangan yang mencapai 0,21 ha/rumahtangga, ketahanan pangan rumahtangga dapat ditingkatkan jika lahan pekarangan tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal. DAFTAR PUSTAKA Badan
Pusat Statistik. 2011a. Kabupaten Semarang Dalam Angka 2011. Kerjasama BAPPEDA Kabupaten Semarang dengan Badan Pusat Statistik Kabupaten Semarang. Katalog BPS : 1102001.3322 . 2011b. Kecamatan Banyubiru Dalam Angka 2011. Kerjasama BAPPEDA Kabupaten Semarang dengan Badan Pusat Statistik Kabupaten Semarang. Katalog BPS : 1403.3322.070 . 2011c. Kecamatan Jambu Dalam Angka 2011. Kerjasama BAPPEDA Kabupaten Semarang dengan Badan Pusat Statistik Kabupaten Semarang. Katalog BPS : 1403.3322.080
Hardono, G.S. 2005. Telaah Aspek Produksi,
“Optimalisasi Lahan Pekarangan Untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat dan Pengembangan Agribisnis”
117
UNDIP PRESS
Pendapatan dan Kecukupan Pangan Rumahtangga Pertanian. ICASEPS Working Paper No. 76 Maret 2005. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor Munarso S.J., Sarjana, A. Hermawan, M.E. Wulanjari, P. Sirait, Rusmadji, T.J. Setyo, I. Hadisubroto. 2007. Pemantauan Dinamika Ekonomi Pedesaan. Laporan Kegiatan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah. Ungaran. 37 hal. Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Jakarta. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan. Sarjana, Hermawan A, Basuki S, Warsana, Hadisubroto I, dan Musawati I. 2005. Pemantauan Indikator Pembangunan Pertanian Jawa Tengah. Laporan Kegiatan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah. Ungaran. Soekartawi, 1995, Analisis Usahatani. UI-Press. Jakarta. 110 hal. Sugiarto. 2008. Analisis Pendapatan, Pola Konsumsi dan Kesejahteraan Petani Padi pada Basis Agroekosistem Lahan Sawah
118
Irigasi di Pedesaan. Disampaikan pada Seminar Nasional “Dinamika Pembangunan Pertanian dan Perdesaan : Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani” Bogor, 19 Nopember 2008. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor Suratman, Suprayogi S, Arianti F.D, Sarjana. 2010. Pengembangan Model Pengelolaan Lahan Pertanian di Daerah Tangkapan Air Rawa Pening untuk Menekan Laju Erosi dan sedimentasi (30 %) serta untuk Mencapai Baku Mutu Air untuk Pertanian pada Tepian Perairan Rawa Pening Kabupaten Semarang. Laporan Hasil Kegiatan : Program KKP3T 2010. Badan Penelitaian dan Pengembangan Pertanian dan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Yuwono D.M., Subiharta, S. Junus, Rusmadji, Sularno, Warsana, Susanti. 2006. Analisis Permintaan dan Penawaran Komoditas Pangan Utama untuk Mendukung Penguatan Ketahanan Pangan di Kabupaten Temanggung dan Blora. Laporan Hasil Kegiatan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah. Ungaran.
Prosiding Seminar Nasional Optimalisasi Pekarangan, Semarang 6 November 2012