Cultural Reengineering: dalam Proses Bisnis Pegadaian Menuju World Class Organization
Dr. Amin Wibowo, MBA
Introduction Organizational Culture (OC): – As a complex set of values, beliefs, assumptions, and symbols that define the way in which a firm conducts its business
Reengineering: – Radical redesign of an organization’s processes
Organizational Culture Culture berdampak besar pada organisasi karena: – Tidak saja menjadi penentu siapa karyawan, kustomer, pemasok dan pesaingnya, – Tetapi juga, penentu bagaimana perusahaan akan berinteraksi dgn aktor-aktor tersebut
Organizational Culture Organizational Culture Mengikat Anggota Organisasi (Komitmen) – Semakin kuat mengikat, semakin kuat OC – Muncullah Strong Culture
Strong Culture: – Homogeneous – Thick and widely shared – Cohesive and tight-knit – Congruent – Stable and more intense
Dampak dari Strong Culture Lihat Studi Peters dan Waterman (1982) – 500 perusahaan excellent dlm Fortune berprestasi bagus karena STRONG CULTURE! – Strong culture membuat: Setiap anggota organisasi paham akan tujuan korporasi dan mereka bekerja untuk merealisasikanya
Di sisi lain ada Reengineering Esensi reengineering – Radical redesign pada proses organisasi – Pada proses organisasi ini keterlibatan culture sangat menonjol. Menentukan bagaimana organisasi akan berinteraksi
Isu yang Didiskusikan Bagaimana sesuatu yang mengikat dengan kuat sebuah organisasi harus secara radikal didesain ulang? Apa alasan strong culture yang membantu pencapaian excellence 500 perusahaan dalam Fortune harus didesain ulang? Jangan-jangan dengan mendesain ulang secara radikal culture tersebut membawa keburukan bagi organisasi?
Kinerja Excellence Excellence dalam kinerja tidak bisa dilihat pada satu titik (temporer) Harus sustainable – How to achieve sustainability? Karena kharakteristik pasar atau karena kharakteristik perusahaan? Karena faktor ‘just lucky’ atau successful firm in attractive market?
Kinerja Excellence Riset empiris membuktikan: – Sukses perusahaan lebih ditentukan oleh faktor organisasi dibanding faktor daya tarik industri. – Dalam faktor organisasi ada organizational culture
Tidak lama setelah studi Peters dan Waterman (1982), puluhan perusahaan yang masuk dalam kategori exellence mengalami masalah finansial yang serius. – Apa penyebabnya?
AHA Organizational culture mereka tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan yang berubah dengan dinamis. Strong culture menjadi kaku terhadap perubahan. Reengineering organizational culture menjadi tuntutan. Bagaimana melakukannya?
Cultural Reengineering
Organizational Culture Inventory (OCI) Terdiri atas 12 norma perilaku Norma yang berkaitan dengan 3 tipe umum organizational culture – Constructive – Passive/Defensive – Aggressive/Defensive
Norma perilaku ini menuntun cara anggota organisasi melakukan pendekatan pada pekerjaan dan berinteraksi dengan lainnya
Gambar OCI
Dimensi OCI Fulfilling higher-order satisfaction vs. Protecting and maintaining lowerorder security needs
Satisfaction vs. Security Needs
Higher Order Needs
Lower Order Needs
Dimensi OCI Concern for People vs. Concern for Task
Task vs. People Orientation
Task-Centered
People-Centered
Berdasar 2 dimensi ini, 12 norma perilaku dapat dikelompokkan menjadi 3 type organizational culture – Constructive – Passive/Defensive – Aggressive/Defensive
Tipe-tipe Organizational Culture Constructive Culture, bercirikan norma: – Achievement Anggota menentukan tujuan yg menantang tapi realistis, rencana untuk mencapainya, dan meraihnya dgn entusiame yg tinggi.
– Self-Actualizing Anggota menikmati pekerjaanya, mengembangkan diri, dan mencari tugas yg baru dan menarik.
– Humanistic-Encouraging Anggota suportif, konstruktif dan terbuka untuk bersama lain maju bersama.
– Affiliative Behaviors Anggota ramah, kooperatif dan sensitif terhadap kepuasan grup kerjanya
Konsekuensi Mendorong interaksi dgn orang dan melihat pekerjaan dengan semangat yang akan membantu pencapaian higher-order satisfaction needs
Tipe-tipe Organizational Culture Passive/Defensive Culture, bercirikan norma: – Approval Anggota bersetuju dgn, memperoleh persetujuan dari, dan disukai yg lain.
– Conventional Anggota setia, mengikuti aturan dan membuat impresi yg bagus.
– Dependent Anggota mengerjakan apa yg diperintahkan dan patuh pada atasan.
– Avoidance Anggota mengalihkan tanggungjawab kepada yg lain, menghindari diri dari disalahkan.
Konsekuensi Mendorong interaksi dgn orang dengan semangat personal securitynya tidak terancam.
Tipe-tipe Organizational Culture Aggressive/Defensive, yang bercirikan norma: – Oppositional Anggota kritis thdp, melawan ide yg lain dan mebuat keputusan yg aman (tapi lemah/tidak memuaskan)
– Power Anggota mengambil peran, mengendalikan bawahan, menghasilkan permintaan akan atasan
– Competitive Anggota berkerja dlm rerangka ‘menang-kalah’, mengalahkan yg lain, dan berkerja melawan kolega.
– Perfectionist Anggota dianggap kompeten, mencoba tahu semuanya, dan bekerja lama untuk mencapai tujuan yg sempit.
Konsekuensi Mendorong untuk dengan kuat melihat pekerjaan untuk melindungi status dan security.
Menuju Ideal Culture
Cultural Assessment Current vs. “Ideal” Primary Organization Culture Style: Aggressive / Defensive • Focus on what / who is wrong • Diffuse Responsibility • Internally Competitive • Follow the Rules • Leader Dependent
Result
Primary Organization Culture Style: Constructive • Focus on what is right • Value Responsibility • Cooperation and Teamwork • Goal Setting and Achievement • Value Mentoring and Coaching
Result
• Low Initiative
• People "Go the Extra Mile“
• Low Accountability • Low Interdepartmental Teamwork • Difficult to Sustain Performance
• High Personal Responsibility • Cooperative Atmosphere • Sustained Excellence • Change is Favored
Mengapa a Constructive Culture? Perusahaan dgn Constructive Cultures memiliki accidents yg lebih sedikit Common values: – Tanggungjawab Interpersonal – Person centeredness – Kolega saling membantu dan suportif – Komunikasi yg terbuka – Inovasi dan kreatifitas – Tujuan yg jelas dan komitmen untuk mencapainya – Strong feelings of interpersonal trust – Blame-free environment – Berharap terus bekerjasama
Mengapa a Constructive Culture? It is Aligned with the Principles of Human Performance Excellence • Clear roles & responsibilities • Empowered • Everyone Eliminating Barriers • Safe to Challenge • Business Case/Vision • Recognition • Quality of Life • Challenging Work • Work Variety • Knowledge Transfer
Satisfaction
Security
• Input valued/appreciated • Teamwork / no silos • Alignment Good • Communication Good • Cooperation • Belief in outcomes • Positive Rewards • Input Valued • Feedback – frequent • Institutional Wisdom
OCI Ideal Culture Profile
H O W C U L T U R E
Antecedents
Operating Culture
Lever for Changes
OCI Norms
Resources Human Financial Knowledge Underlying Assumptions Espoused values (ideal culture) Philosophy Mission
W O R K S
Goals Strategies
Demands Performance Efficiency Adaptation
Structures Role Influence Decision-making System Training Appraisal Reinforcement Goal-setting Technology Job design Complexity Interdependence Skills/ Qualities Leadership Communication Bases of power
Outcomes
Individual Outcomes Motivation Performance Staisfaction Stress Group Outcomes Teamwork Inter-unit coordination Unit-level quality Organizational Outcomes
Organizationallevel quality Quality of customer service External adaptability
How Culture Works Ada disconnect antara underlying assumptions dan espoused values di satu sisi dengan operating cultures (norma dan perilaku) di sisi yg lain. Disconnect terjadi karena adanya pengaruh struktur, sistem, teknologi, skills/qualities. Pernyataan misi dan nilai bisa tidak dianggap penting bagi anggota organisasi. – E.g. enron
Norma yg muncul bukan fungsi langsung values and assumptions, tetapi muncul krn kondisi organisasi dan realitas yg dihadapi anggota organisasi sehari-hari.
How Culture Works Norma perilaku yg muncul di organisasi merupakan produk dari collective learning dari anggota. Resource dan demands for performance berperan besar dlm membuat culture works
How Culture Works Struktur membentuk operating culture dgn membuatnya mungkin atau mensyaratkan perilaku tertentu saja yg diterima, dan melarang jenis perilaku tertentu. Sistem berpengaruh pada norma dan harapan. Teknologi menyebarkan dan menguatkan constructive operating culture. Skills/qualities membentuk, menguatkan, dan merubah culture. Managers dianggap sbg role models.
Munculan/Outcomes Excellence yang konsisten dan awet (sustainable) Excellent safety dan tingkat kesalahan yg rendah Industry leading standards Kerjasama time yg excellent Leadership bench strength Highly engaged employees
Pertimbangan Kunci Integrasikan strategi perubahan culture kedalam aktifitas rutin—don’t keep them separate Perubahan Culture adalah perubahan people’s attitudes and assumptions developed over many years by changing leader behaviors Pemimpin harus orang pertama yang perilakunya berubah Tidak ada cara short cut – Proactively change out a few key leaders – Use replacement opportunities preciously – Concentrate on developing the team
Be ready for a long journey—persevere!
Core Values Ditunjukkan dgn perilaku/aksi yang konstruktif Masukan kedalam – Business Plan – Job Performance Appraisals – Routine Leadership Continuing Training
Hidupkan dengan mengakui perilaku/aksi yang diinginkan
Vision and Plan for Excellence Penyataan visi diujicobakan pada focus groups Business Plan goals diturunkan ke level kontribusi individual Intermediate goals berbasis Excellence Rencana Perbaikan Kinerja Kunci – Format/content facilitates commitment – Tested with key questions
Effective Leadership Team Tambahkan penggunaan constructive leader attributes untuk melengkapi leadership positions (360-degree surveys, Selection Advisory Panels) Rencana aksi to close gaps in 360degree surveys Dorong dan terapkan cross functional teams Fasilitasi inter-group coaching
Engaged Employees Culture Surveys mengidentifikasi hambatan untuk merubah employee attitudes and assumptions and progress toward the desired culture Ambil tindakan untuk remove the barriers – Libatkan karyawan dlm overhaul of our compensation & recognition programs – Lancarkan komunikasi – Lakukan “Healthy Accountability”
Engaged Employees Ambil tindakan untuk remove the barriers, cont’d – Proactively listening to our employees Leaders in the work place Engagement Meetings Closing the loop and acting on feedback is key
– Joint Labor & management and benefits committees – Building Trust training—initial and continuing
Healthy Accountability Pemimpin accountable untuk: – Appropriate, clear and effectively communicated expectations – Tools and resources to meet those expectations – Coaching and assistance to address challenges
Anggota accountable to meet those expectations and to provide adequate notice of a challenge to doing so
Healthy Accountability Pertemuan bulanan tentang Excellence & Accountability mendorong alignment and accountability to achieve goals and effectively complete key initiatives up, down and across organization Continuing Crucial Conversations Training Mengintegrasikan sistem to automatically populate individual performance plans and performance appraisals with appropriate goals and initiative plan actions
Healthy Accountability Dorong lebih banyak untuk more accountable for meeting expectations – More aggressive performance management – More personnel placed on Performance Improvement Plans – Hasilnya clearly improving performance
Effective Processes and Structures Streamlining work processes adalah kunci inisitiatif.
Diskusi
Siapa ‘pengoperasi/penggerak’ organizational culture? Apa yang organisasi dapat lakukan untuk menyiapkan penggerak yang handal?
Sustainaibility Operating/Constructive Culture Agar operating culture menjadi sumber Sustainable Competitive Advantage (SCA), tiga attribute culture berikut harus ada: – Culture harus valuable – Culture harus rare – Culture harus imperfectly imitable
Culture harus Valuable Culture yang memungkinkan perusahaan melakukan sesuatu yang mengarah pada: – Penjualan yg tinggi – Biaya yang rendah – Margin yang tinggi
Culture yang memungkinkan perusahaan berperilaku konsisten dengan situasi kompetitif perusahaan
Culture yang Rare Jika banyak perusahaan memiliki culture yang mirip, maka mereka akan berperilaku mirip, yang konsekuensinya tidak ada satupun yang memiliki SCA berdasar culture – Competitive Parity
Culture harus Imperfectly Imitable Culture yang mudah diimitasi tidak akan menghasilkan SCA
Maturnuwun