54 Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret-Agustus 2016
ISOLASI DAN KARAKTERISASI RUNUTAN SENYAWA METABOLIT SEKUNDER FRAKSI ETIL ASETAT DARI UMBI BINAHONG (Anredera
cordifolia [Tenore] steenis) Wahyu Diah Proborini PS. Teknik Kimia, Fak. Teknik. Universitas Tribhuwana Tunggadewi
Abstract Plant secondary metabolites, as products of secondary metabolism, are a tremendous available resource for pharmacy whether traditional or modern medicine system. Binahong (Anredera cordifolia [Tenore] steenis), also known as Madeira vine, is a medicinal plant that has been empirically recognized for several pharmacological compounds. This plant has also been utilized widely in the society for years as anti-oxidant, antiinflammation, anti-fungal, anti-bacteria, anti-diabetic and anti-cancer. Specifically, the research is aiming to identify molecular structure of secondary metabolite compound in ethyl acetate fraction of binahong roots using analytical HPLC while structure elucidation was done by LC-ESI MS, H-NMR and C-NMR. Analytical HPLC of ethyl acetate fraction has showed major peak on its separated derivative fraction, that is coded Ef 1.2 and Ef 1.3, on time retention 37,7 and 37,4 respectively. Considering the significant amount of Ef 1.2 fraction, then it is used in continued analysis rather than Ef 1.3 fraction. In addition, determination of molecular weight using LC-ESI MS resulted the number of molecular weight of Ef 1.2 fraction which is 296,22 Da (m/z). The molecular weight has closest possibility with empirical formula that is loaded from http://www.chemspider.com, is C20H34O. Characterization through H-NMR and C-NMR for its carbon-hydrogen framework was confirmed that the compound of Ef 1.2 is terpenoid named phenanthrena. Keyword: binahong roots, ethyl acetate fraction, H-NMR, C-NMR PENDAHULUAN
tanaman. Tanaman merupakan sumber
Indonesia merupakan negara tropis dan
terbaik senyawaan metabolit sekunder
memiliki
dimana perkiraan total jumlah metabolit
keanekaragaman
spesies
55 Wahyu Diah Proborini / Jurnal Reka Buana Vol 1 No 2, 54-66, 2016
sekunder secara keseluruhan
adalah
diidentifikasi dari tanaman (Zhang, et.al.,
lebih dari 500.000 dan kurang lebih
2004).
100.000 senyawa metabolit sekunder
Analisis sifat farmakologis metabolit
dengan berat molekul (BM) rendah telah
sekunder dari tanaman dengan cara
screening
penemuan
karena itu, identifikasi senyawa bioaktif
senyawaan obat yang terbukti klinis
tanaman serta analisis aktivitas dan
memiliki
farmakologisnya
menghasilkan peran
penting
dalam
masih
merupakan
pengobatan penyakit pada manusia.
tantangan besar yang harus dilakukan
Obat-obatan dari industri farmasi besar
untuk mengembangkan keberagaman
mengandung 25% senyawa aktif hasil
molekul yang bersifat farmakologis yang
ekstraksi dan isolasi tanaman obat
akan menjadi standar sediaan farmasi.
(Supriadi, 2011) dan 60% obat anti
Tanaman binahong (Anredera cordifolia
tumor dan anti infeksi yang secara
[Tenore] steenis) – Madeira vine, sebagai
komersial telah beredar atau masih dalam
salah satu tanaman obat yang dikenal
taraf uji coba klinis merupakan senyawa
luas
hasil isolasi dari tanaman (Clardy and
mengandung banyak senyawaan kimia
Walsh, 2014). Selain itu tanaman masih
yang bersifat bioaktif. Penelitian Uchida
menadi sumber utama bahan baklu obat
2003,
yang sangat inovatif terutama untuk
kandungan asam askorbat dan total fenol
kanker, lipid-disoders, immunomodulatin
yang cukup tinggi dan memiliki aktivitas
dan
yang
sebagai antioksidan. Binahong diketahui
disebabkan oleh jamur atau bakteri
mampu melawan bakteri gram positif
(Muller, et.al., 2001) sehingga hal ini
seperti Bacillus cereus, Bacillus pumilus,
menunjukan
obat
Bacillus subtilis dan Staphylococcus aureus,
memberikan kontribusi besar dalam
selain itu juga mampu melawan bakteri
perkembangan obat-obatan.
gram negatif seperti Enterobacter cloacae,
Kebutuhan obat-obatan inovatif dalam
Escherichia
industri farmasi masih sangat besar.
Pseudomonas aeruginosa, Serratia marcescens
Penemuan struktur molekul baru dari
dan Enterobacter aerogenes (Jadulco, 2002).
senyawaan metabolit sekunder tanaman
Hal ini disebabkan karena binahong
yang bersifat bioaktif akan mendukung
memiliki kandungan asam oleanolik
perkembangan kimia medisinal. Oleh
(Harborne,
penyakit-penyakit
bahwa
infeksi
tanaman
oleh
masyarakat
menjelaskan
coli,
bahwa
Klebsiella
2007).
Asam
Indonesia
terdapat
pneumonia,
oleanolik
56 Wahyu Diah Proborini / Jurnal Reka Buana Vol 1 No 2, 54-66, 2016
tersebut juga memiliki kemampuan
Fraksi etil asetat diperoleh dari fraksinasi
sebagai anti inflamasi dan mengurangi
ekstrak
rasa nyeri pada luka bakar (Tshiklange,
binahong. Fraksi etil asetat difraksinasi
2007).
menggunakan
Asam
oleanolik
merupakan
metanol
pekat
dari
metode
umbi
Kromatografi
golongan triterpenoid yang merupakan
Cair vakum (KCV) dengan fase diam
antioksidan pada tanaman. Triterpenoid
silica gel dan fase gerak diklorometana :
adalah golongan senyawa terpenoid hasil
isopropanol berdasarkan perbandingan
metabolism sekunder pada tanaman
eluen pada tabel 1.
dimana
Tabel 1
golongan
terpenoid
ini
merupakan minyak atsiri yang dapat berfungsi
sebagai
pelindung
bagi
No
Kod
.
e
Elue
Perbandinga
Volum
Fraks
n
n (%)
e (L)
tanaman dari gangguan hama (Lenny, 2006). Chuang, et.al., 2007 menemukan
Fase gerak
i 1
Ef 1
D
100
2
adanya protein ancordin dengan berat
2
Ef 2
D: I
98 : 2
2
molekul (BM) besar sekitar 23 kDa pada
3
Ef 3
D: I
95 : 5
2
tanaman binahong. Protein tersebut
4
Ef 4
D: I
90 : 10
2
mampu menstimulasi produksi nitrit
5
Ef 5
D: I
80 : 20
2
6
Ef 6
D: I
70 : 30
2
7
Ef 7
D: I
50 : 50
2
8
Ef 8
I
100
2
oksida.
Binahong
triterpenoid
mengandung
saponin
seperti
boussingoside A1 yang mempunyai
Keterangan :
Ef = ethyl acetate fraction
aktivitas hipoglikemik dimana beberapa
D = diklorometana
boussingoside
I = isopropanol
yang
mengandung
triterpenoid lainnya adalah larreagenin A merupakan derivate asam oleanolat dan
Isolasi Senyawa Utama
asam ursolat (Harborne, 2007). Hasil
Eluat hasil fraksinasi (Ef 1 – Ef 8)
penelitian
2008,
dianalisis dengan menggunakan HPLC
disebutkan bahwa fraksi etil asetat dari
analitik detektor PDA dimana fraksi
umbi binahong memiliki bioaktivitas
yang mengandung peak senyawa utama
paling tinggi.
pada ekstrak metanol akan digunakan
Nurhadiyanta
dalam fraksinasi lanjutan. METODE PENELITIAN
Fraksinasi
lanjutan
menggunakan
Ekstraksi dan Fraksinasi
kromatografi kolom sephadex LH-20
57 Wahyu Diah Proborini / Jurnal Reka Buana Vol 1 No 2, 54-66, 2016
dan dikonfirmasi dengan kromatografi
HPLC analitik detector PDA dimana
lapis tipis (KLT) menggunakan el;uen
pada kromatogramnya muncul puncak
hasil optimasi yaitu diklorometana :
dominan pada waktu retensi 41,55 menit
isopropanol : asam asetat 1% = 20 : 75 :
dimana waktu retensi tersebut digunakan
5 kemudian dikelompokan berdasarkan
sebagai rujukan untuk runutan senyawa
profil KLT. Fraksi gabungan dipekatkan
utama, seperti ditunjukan pada gambar 1.
menggunakan rotavapor dan dianalisis
Etil asetat binahong 700
40
rangkap,
gugus
kromofor dan keberadaan electron terkonjugasi
51.933 52.367 52.717 53.067 53.550 43 53.900 44 45 54.967 55.167 4746 55.983 48 49 50 51
42 45.650
44.083
41
37
38 39.467
33 32.817 33.300 33.833 34.700 34 35 36
24 25
26 27 24.017 24.733
9 10.267
12.033 10 12.733 13.500 11 12 14.883 13 15.733 14 16.750 17.250 15 17.717 18.100 16 18.983 17 18 19.633 19 20.117 20.583 20 21 21.383 22 22.267 23
7 8
3.617 3
5.050 5 5.500
32
39
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
Gambar 1. Profil HPLC fraksi etil asetat Fraksi
etil
asetat
menggunakan
dipisahkan
Kromatografi
Cair
Vakum (KCV) sehingga diperoleh 8 fraksi turunan dimana masing-masing fraksi memiliki kepolaran yang berbeda
LC-MS Isolat dianalisis menggunakan metode LC-MS untuk mengetahui komponen senyawa dan berat molekulnya.
berdasarkan eluen yang digunakan pada tabel 1. Hasil pemisahan dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2
HNMR dan CNMR Isolat dianalisis menggunakan HNMR
No
Kod
.
e
Elue
Per-
Vo
(gra
Frak
n
banding
l
m)
an (%)
(L)
100
2
dan CNMR untuk mengetahui kerangka keseluruhan
100
41.433
untuk
menentukan panjang gelombang serapan
karbon
200
Minutes
UV-Vis
ikatan
4
1.017 1.267 0
Isolat dianalisis menggunakan metode
maksimum,
300
0
Spektrofotometri UV-Vis spektrofotometri
7.117
1.717
100
6
300
dari
si
struktur
molekul senyawa metabolit sekunder. HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum dilakukan fraksinasi lanjutan, fraksi etil asetat dianalisis menggunakan
Fase gerak
1
Ef 1
D
Hasil
0,503 0
2
Ef 2
D:
98 : 2
2
I 3
Ef 3
D: I
0,101 5
95 : 5
2
0,200 2
mAU
400
26.267 26.700 27.333 28 28.217 29 30 30.267 31 30.650
500
400
2.567 21 3.317
mAU
500
200
Karakterisasi Hasil Isolasi
600
41.683
menggunakan HPLC analitik detektor PDA.
700
600
58 Wahyu Diah Proborini / Jurnal Reka Buana Vol 1 No 2, 54-66, 2016
4
Ef 4
D:
90 : 10
2
0,546
I 5
Ef 5
D:
8 80 : 20
2
1,107
I 6
Ef 6
D:
2 70 : 30
2
0,849
Ef 7
D:
50 : 50
2
Ef 8
I
100
2
menunjukan
bahwa
puncak dominan fraksi etil asetat pada waktu retensi 41,55 menit muncul
1,954
Berdasarkan hasil tersebut maka analisis
5
runutan senyawa utama dilakukan pada
7,607
fraksi Ef 1 dan Ef 2. Total berat fraksi Ef
5 Keterangan :
fraksi
kembali pada fraksi Ef 1 dan Ef 2.
I 8
delapan
9
I 7
Analisis kualitatif HPLC analitik pada
Ef = ethyl acetate fraction
2
terlalu
sedikit
untuk
dilakukan
D = diklorometana
pemisahan lanjutan maka analisis hanya
I = isopropanol
dilakukan pada fraksi Ef 1. Profil HPLC untuk fraksi Ef 1 dan Ef 2 dapat dilihat pada gambar 2.
59 Wahyu Diah Proborini / Jurnal Reka Buana Vol 1 No 2, 54-66, 2016
Gambar 2. Profil HPLC fraksi Ef 1 dan Ef 2 Fraksi
Ef
1
dipisahkan
dengan
kromatografi kolom menggunakan fase
Tabel 3 Hasil kolom sephadex fraksi Ef 1
diam sephadex dan fase gerak metanol
Kode
Berat
dimana senyawa-senyawa pada fraksi Ef
Fraksi
(g)
1 akan terpisah berdasarkan berat
Ef 1.1
0,0009
Ef 1.2
0,0019
Ef 1.3
0,0003
Ef 1.4
0,0271
molekulnya.
Dimensi
kolom
yang
digunakan yaitu panjang kolom 30 cm dengan diameter 2 cm. Hasil dari kromatografi fraksi.
kolom
Fraksi
diperoleh
yang
123
diperoleh
digabungkan berdasarkan hasil KLT plat silica gel 60 F254 menggunakan eluen hasil optimasi diklormetana : isopropanol : asam asetat 1% = 20 : 75 : 5 menghasilkan 4 fraksi seperti pada Tabel 3.
Analisis
secara
Bentuk, Warna Cairan kental, Putih Cairan kental, Merah kecoklatan Cairan kental, Hijau kekuningan Cairan kental, Putih kehijauan
kualitatif
terhadap
keempat fraksi yang diperoleh dilakukan dengan HPLC analitik untuk melihat kemurnian isolat. Komposisi eluen yang
60 Wahyu Diah Proborini / Jurnal Reka Buana Vol 1 No 2, 54-66, 2016
digunakan dalam analisis HPLC fraksi Ef
37
0,5
15
85
1.2 dengan menggunakan detektor PDA
45
0,5
15
85
47
0,5
0
100
55
0,5
0
100
57
0,5
80
20
65
0,5
80
20
adalah seperti pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi eluen pada analisis HPLC analitik untuk fraksi Ef 1.2 Waktu
Laju Alir
Air
Metanol
(Menit)
ml/menit
(%)
(%)
0
0,5
80
20
5
0,5
80
20
7
0,5
70
30
Ef 1.2 dan Ef1.3 pada waktu retensi 37,3
10
0,5
70
30
dan 37,4 menit dimana kelimpahan
12
0,5
55
45
(abundance) pada fraksi Ef 1.2 lbih tinggi
20
0,5
55
45
dibandingkan pada Ef 1.3 sedangkan
22
0,5
40
60
27
0,5
40
60
30
0,5
30
70
35
0,5
30
70
Hasil HPLC dari 4 fraksi menunjukan adanya puncak tunggal yang muncul di
pada Ef 1.1 dan Ef 1.4 puncak tunggal tersebut
tidak
terlalu
tampak.
Berdasarkan hal tersebut maka runutan senyawa dilakukan pada fraksi Ef 1.2. 14684136
Ef 1.2 K-2800[1] Binahong
900
Retention Time Area
37.3
800
700
600
mAU
500
400
100
30.6 19501 67720 239236 31.5 30162 32.1 44775 32.7 33.1 98836 33.7 34.4 92300 35.7 188636 194223 112192 77413 269663 86238 38.7 72881 372711 39.0 39.5 39.8 39.9 261113 40.2 40.5 41.2 90481 42.1 91821 84681 42.9 96281 43.5 52316 43.8 61187 44.2 44.9 45.2 9982 4023 46.5 46.7 457232 177707 108333 154078 48756 250650 97428 49.4 49.8 50.0 96565 50.2 52458 50.5 78044 50.7 51.1 45226 51.5 36623 51.8 13979 52.1 52.5 52.8 9137 53.1 53.5 1272 54.1 536 54.4
200
8.9 76495 10.3 33728 11.5 12.4 16373 1793 112927 12.9 240 13.3 31727 13.8 38951 14.3 81942 15.1 15.5 98461 15.8 69010 16.8 54077 72293 17.0 49733 17.9 18.3 18.8 42144 19.9 22102 21.1 79459 95176 22.2 162384 22.9 56044 60143 82065 24.5 19074 23336 24.9 25.1 48472 25.5 54988 26.0 21241 26.3 26.7 27.0 32842 27.5 2666 28.3 1804 159768 28.6 29.1
10261 1.3 1.7 1.8 2996 7231 12509 3.0 6091 11703 3.4 12552 3.7 16158 4.2 4.7 36191 5.3 5.6 5.9 35530 7.3 287635
373283 269518 667424
300
0
0
5
10
15
20
25
30
Minutes
35
40
45
50
55
61 Wahyu Diah Proborini / Jurnal Reka Buana Vol 1 No 2, 54-66, 2016
Ef 1.3 140
1925610
K-2800[1] Binahong
Retention Time Area
100
0.3 1.3 6856 1.7 1.8 24101 3.0 29714 6425 4.7 5.0 40366 5.8 13672 7.3 82064 8.9 10.4 8417 11.5 5211 12.2 64488 38757 65401 14.8 21578 15.1 43618 15.6 65192 16.2 38790 16.7 24416 17.1 11242 18.0 19296 18.3 18.8 24792 19.1 20.3 6761 16979 21.1 16745 17552 22.3 22.6 23.0 94627 35864 59162 24.5 23065 24.9 25.4 13006 26.0 9938 26.7 26.9 1047 28.4 1933 29.1 35527
434293 685460 271711 695
40
20
0
-20
-40
-60 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
Minutes
Gambar 3. Profil HPLC fraksi Ef 1.2 dan Ef 1.3 Fraksi
hasil
Hasil pemisahan LC fraksi Ef 1.2
pemisahan Ef 1 pada gradient pelarut
menunjukan adanya 5 puncak pada
diklorometana : isopropanol = 100 : 1.
waktu retensi 1,8; 2,5; 2,9; 6,0 dan 8,49
Hal ini menunjukan bahwa puncak
menit. Puncak utama ditunjukan pada
dominan pada fraksi Ef 1.2 adalah
waktu
senyawa nonpolar sesuai dengan sifat
ditunjukan pada gambar 4.
Ef
1.2
merupakan
retensi
2,9
menit,
seperti
gradient pelarutnya. BPI=>NR(2.00) T2.9
100
1354.0
90 80 70
% Intensity
mAU
60
30.8 31302 90675 33773 32.3 23533 32.6 32.9 65784 181599 33.4 83355 33.9 34.4 35.2 100371 4889 36.7 135968 111775
80
38.1 88390 82446 231704 476105 38.8 179375 39.1 39.5 39.6 71917 214439 40.5 40.2 41.0 41.2 90271 136784 42.127332 42.9 43.4 33788 43.8 28658 45.0 1990 45.4 3743 46.0 10423 46.3 47.1 376265 294631 169404 49.4 347115 49.9 108919 46079 50.7 51.134593 46375 52.0 52355 52.3 52.8 53.1 44853 53.5 54.5
37.4
120
60 50 40 30 20
T1.9 T2.5
10 0
T6.0
0
4
T8.5
8
12
16
0 20
Retention Time (Min)
Gambar 4. Kromatogram LC fraksi Ef 1.2 Berdasarkan perunutan senyawa utama
Spektrum MS puncak utama pada
dari fraksi Ef 1.2 maka puncak ini
chromatogram hasil LC dapat dilihat
dianalisis menggunakan metode ESI-MS
pada gambar 5.
untuk mengetahui berat molekulnya.
62 Wahyu Diah Proborini / Jurnal Reka Buana Vol 1 No 2, 54-66, 2016
Mariner Spec /75:75 (T /2.86:2.86) -70:71 (T -2.86:2.86) ASC=>CT[BP = 297.2, 9639] 297.22
100
9.6E+3
90 80
% Intensity
70 60 50 40 30
613.65
20 10
327.10
0 99.0
319.2
908.94
615.63 539.4
759.6
0 1200.0
979.8
Mass (m/z)
Mariner Spec /75:75 (T /2.86:2.86) -70:71 (T -2.86:2.86) ASC=>CT[BP = 297.2, 9639] 297.22
100
9.6E+3
90 80
% Intensity
70 60 50 40 30 298.22
20 10
297.63
0 284.0
298.4
319.10 312.8
327.10 327.2
0 356.0
341.6
Mass (m/z) Mariner Spec /75:75 (T /2.86:2.86) -70:71 (T -2.86:2.86) ASC=>CT[BP = 297.2, 9639] 613.65
100
2428.7
90 80
% Intensity
70 60 50 40 614.64
30 20 10 0 598.0
615.63 606.6
615.2
623.8
0 641.0
632.4
Mass (m/z)
Gambar 5. Spektrum MS puncak dominan pada waktu retensi 2,9 menit dari fraksi Ef 1.2 Ion molekul terprotonasi oleh ion H+
(M – H)+ dalam bentuk ionisasi
memiliki rumus (M + H)+ atau (M +1)+
negative. Spektrum m/z dari puncak
dalam bentuk ionisasi positif dan ion
dominan yang muncul pada waktu
molekul terprotonasi dengan rumus
retensi
2,9
menit
fraksi
Ef
1.2
63 Wahyu Diah Proborini / Jurnal Reka Buana Vol 1 No 2, 54-66, 2016
menunukan ion dominan (base puncak) pada m/z 297,22 Da dimana nilai ini
Tabel 5 (ppm)
sesuai dengan ion molekul terprotonasi
Jumlah
Perkiraan
puncak
Konstanta Kopling
yang diharapkan (M + H)+. Hal ini disebabkan
karena
proses
ionisasi
(J) Upfield (shielded)
dilakukan di bawah kondisi positif.
3,7992
Singlet
-
Ion molekul terprotonasi pada m/z
2,4449
Singlet
-
297,22 Da tersebut bermuatan tunggal
2,2347
Singlet
-
sehingga dapet diasumsikan sebagai
0,7777
Doublet
22 Hz
0,9440
Triplet
berat molekul (BM) dimana nilai z (jumlah muatan) adalah 1. Berdasarkan
Downfield (unshielded) 7,5821
hal tersebut, senyawa utama fraksi Ef 1.2
Double doublet
memiliki BM 296,22 Da dimana nilai ini
Puncak-puncak singlet pada pergeseran
merupakan nilai teoritis.
kimia di kisaran upfield (shielded) yaitu
Hasil analisis H-NMR menunjukan
0,9440; 0,7777; 2,2347; 2,4449 dan
keberadaan
dengan
3,7992 ppm merupakan posisi untuk
pergeseran kimia dan konstanta kopling
gugus alkil dan hidroksil (R-OH), seperti
yang khas, seperti ditunukan pada
pada gambar 6.
puncak-puncak
tabel 5.
Gambar 6. Daerah pergeseran kimia proton pada analisis H-NMR
64 Wahyu Diah Proborini / Jurnal Reka Buana Vol 1 No 2, 54-66, 2016
Gugus
alkil
menunjukan
kisaran
pergeseran kimia yang lebar tergantung pada gugus fungsi yang diikat. Gugus fungsional tersebut akan menyebabkan pergeseran kimia posisi resonansi dari proton pada gugus alkil, dimana efek ini dinamakan efek shielding (Daley and Daley, 2005). Semakin besar efek shielding maka posisi resonansi proton
Gambar 7. Kemungkinan struktur
akan semakin mengarah ke pergeseran
molekul
kimia yang lebih kecil konsentrasinya. Hasil
analisis
spektroskopi
LC-MS
Kemungkinan struktur molekul hasil
menunjukan berat molekul senyawa
penelusuran
utama tersebut adalah 296 Da(m/z)
chemspider.com didukung oleh data
dengan perkiraan rumus empiris adalah
spektrum C13-NMR. Sinyal pergeseran
C20H34O. Berdasarkan data tersebut
kimia pada 48,75; 48,92; 49,09; 49,27 dan
melalui
http://
49,44 ppm merupakan sinyal dari pelarut maka dilakukan pencarian kemungkinan
CDCl3. Senyawa utama dari fraksi Ef 1.2
golongan dan struktur molekul dasar dari
yang
senyawa utama dengan menggunakan
pergeseran kimia 17,23; 18,50; 57,40;
instrumen search engine.
62,27 ppm. Hal ini menunjukan bahwa
http://www.chemspider.com.
terdapat 3 tipe atom karbon pada
Kemungkinan struktur molekul yang
senyawa yang dirunut. Masing-masing
mendekati adalah turunan phenantrena
sinyal
golongan
nama
kerangka satu atom karbon (C) atau 2
sistematis (3S,5S,8R,9S,10S,13S,14S,17S)-
atau lebih atom karbon (C). Sinyal
3,10,13-trimethyl-
pergeseran
2,3,4,5,6,7,8,9,11,12,14,15,16,17-
(downfield – shielded) menunjukan tipe
tetradecahydro-1H-
kerangka karbon alkana yang terikat pada
terpenoid
dengan
cyclopenta[a]phenanthren-17-ol
ditunjukan oleh gambar 7.
seperti
dirunut
muncul
pergeseran
kimia
pada
kimia
pada
sinyal
mewakili
10-40ppm
atom C. Elektron-elektron pada alkana melindungi nukleus atom C sehingga mengurangi efek medan magnet dan
65 Wahyu Diah Proborini / Jurnal Reka Buana Vol 1 No 2, 54-66, 2016
membutuhkan frekuensi yang lebih rendah
untuk
beresonansi.
Sinyal
pergeseran kimia pada 57,40 ppm menunjukan adanya kerangka atom karbon yang terikat pada suatu atom yang
bersifat
elektronegatif.
Atom
elektronegatif menarik elektron atom C sehingga
nukleus
terlindungi
atom
(deshielded).
C Hal
tidak ini
menyebabkan nukleus atom C memiliki efek medan magnet yang lebih besar sehingga membutuhkan frekuensi yang lebih tinggi untuk beresonansi. Tipe kerangka atom karbon dan pergeseran kimianya dapat dilihat pada Tabel 6 Tabel 6 Tipe kerangka atom karbon (C) dan pergeseran kimia pada spektrum C13 – NMR Tipe Atom C
Pergeseran Kimia ( ppm)
Gambar 8 Pergeseran kimia pada spektrum C13-NMR Daftar Pustaka Chuang, MT., Lin, Y.S., and Hou, W.C., 2007, Ancordin, The Major Rhizome Protein
of
Madeira-vine,
with
Trypsin Inhibitory and Stimulatory Activities
in
Nitric
Oxide
Produstions, J.Peptides (Elsevier) 28, p. 1311 – 1316 Harborne,
J.B.,
2007,
Metode
CH3 (metil)
10 – 40
Fitokimia, ITB, Bandung
CH2
20 – 65
Jadulco, R.C., 2002, Isolation and Structure Elucidation of Bioactive
(metilen) C – OH
40 – 80
Secondary Metabolites from Marine Sponges and Sponge-derived Fungi,
Tipe kerangka atom karbon (C) tersebut
Dissertation,
berdasarkan pada Gambar 8 yaitu
Doktorgrades,
pergeseran kimia dari posisi sinyal TMS
Maximilians-Universität
pada = 0,00 ppm.
Würzburg
Naturwissenschaftlichen Bayerischen
Julius-
Würzburg,
Lenny, S., 2006, Senyawa Terpenoida dan Steroida, Karya Ilmiah, Jurusan Kimia, FMIPA-USU, Medan
66 Wahyu Diah Proborini / Jurnal Reka Buana Vol 1 No 2, 54-66, 2016
Müller, H., Brackhagen, O., Henkel, T., and Reichel, F., 2001, Natural Products in Drug Discovery, Ernst Schering Research Foundation Workshop 32: The Role of Natural Product in Drug Discovery, p. 205 – 216, Springer-Verlag Germany Supriadi, dkk., 2011, Tumbuhan Obat Indonesia:
Penggunaan
dan
Khasiatnya, Yayasan Obor Indonesia: xi-xxvii, Jakarta Tshikalange, T.E., 2007, In vitro antiHIV-1
Properties
Ethnobotanically
elected
of South
African Plants used in the Treatment of Sexually Transmitted Diseases, University of Pretoria, 2: 21-5 Uchida, S., 2003, Production of a Digital Map of the hazardeous Condition of Soil Erosion for the Sloping Indonesia
Lands
of
using
West
Java.
Geographic
Information System (GIS), JIRCAS