CORAK ETIKA PENDIDIKAN POLITIK PERSFEKTIF ISLAM Oleh : Drs. Sobri. A, M.Ag ABSTRAK PENDIDIKAN POLITIK pada lembaga pendidikan kita, telah diperkenalkan dalam materi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, tetapi konsentrasinya adalah masih terbatas pada sebuah kajian tentang sistem dan bentuk pemerintah dan lembaga serta proses politik yamg di sebut Ilmu Politik atau politikologi. Isue ini sebenarnya telah dikenal oleh ummat manusia sejak zaman Plato dengan gagasan “REPUBLIK” nya, dan dilanjutkan oleh Aristoteles dengan sebutan “POLITIK”, kemudian berkembang terus sampai pada teori-teori politik terkenal seperti teori Machiavell, Bodin, Hobbes, Locke, Montesquieu, Bantham dan Karl Marx. Pada umumnya, kajian yang mereka lakukan oleh tokoh atau pakar tersebut berkenaan dengan sifat negara, kedaulatan dan pemerintahan. Namun, dewasa ini studi ini lebih ditekankan pada perhimpunan masyarakat, watak kelompok-kelompok kepentingan dan proses pengambilan keputusan. Pada tulisan ini, kami tidak akan membahas Ilmu Politik tersebut, karena secara umum teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli tentang masalahmasalah pemerintahan suatu negara boleh dikatakan tidak ada problem. Tapi pada dataran aplikasi dari teori itu banyak menimbulkan persoalan yang pada gilirannya dapat memicu kerawanan sosial, kekacauan, kegaduhan dan tak mustahil mengakibatkan rusaknya tatanan sosial, disintegrasi bangsa, suku,agama, infrastruktur negara dan sebagainya. Bahkan bisa menimbulkan api perpecahan antar kelompok, suku bahkan antar bangsa dan negara. Kondisi seperti ini yang digambarkan itulah yang menyebabkan timbulnya berbagai kekerasan ditengah masyarakat sebagaimana fotret dalam berbagai aktivitas anarkis yang marak akhir-akhir ini di tanah air kita, bahkan sampai sekarang belum terlihat tanda-tanda akan berakhir. Pada tingkat Internasional, kondisi tersebut juga terjadi, seperti tampak kekerasan yang dilakukan oleh Rusia, Serbia,Israel dan Amerika dan lain-lain. Fakta yang dikemukan itu membuktikan bahwa dunia sekarang sudah tidak bersahabat lagi, kedamaian yang didambakan oleh setiap insan tampak makin jauh dari harapan. Apakah dengan makin maraknya pembentukan partaipartai baru di dunia perpolitikan di Indonesia akan makin aman ???. Atau malah sebaliknya, situasi akan makin kacau, visi misi reformasi belum mmenuhi harapan publik, harga sembako selalu naik, sering terjadi sengketa hasil pilkada, listrik sering eror,tingkat pemerkosaan hukum makin banyak, bahkan yang memilukan hati kita Partai itu sendiri yang menabuhkan dilema sehingga iklim bangsa dan negara tidak kondusif, dan lain sebagainya. Dan muaranya rakyat juga yang menjadi korban ???. Jika ini yang terjadi dihadapan kita, apa artinya mendirikan Partai Politik ???. problematika realitas inilah yang akan penulis bedah dengan berpijak pada landasan al-Qur’an dan Hadits.
PENDAHULUAN
Berdasarkan beberapa referensi yang kami kutip, antara lain yang berjudul Tafsir Maudhu’i Solusi Qur’ani atas Masalah Sosial Kontemporer Karangan Prof. Dr. Nashruddin Baidan, Prof bidang Tafsir dosen tetap STAIN Surakarta, dan juga sebagai dosen Penulis pada Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Solo Jawa Tengah, tesis (penelitian) tentang Partai Politik terhadap al-Qur’an yang terdiri dari 6666 ayat, 114 Surah dan sebanyak 30 Juz itu, mulai dari surah al-Fatihah sampai surah yang terakhir alNas, tidak akan ditemukan indikasi satu kata pun yang melarang ummatnya mendirikan Partai Politik. Demikian pula di dalam hadits-haditsnya, Rasul tidak pernah melarang mendirikan Partai. Malah Nabi sendiri bertindak sebagai Kepala Negara meskipun bukan hasil pemilihan umum atau pilihan rakyat. Artinya eksistensi dan perbuatan beliau itu membuktikan kepada kita, bahwa ummat merindukan dan membutuhkan seorang sosok pemimpin yang bisa membawa mereka kepada jalan yang benar sesuai dengan petunjuk al-Qur’an, tampa pemimpin mereka akan kebingungan atau kehilangan kompas, dan boleh jadi mereka akan terjerumus ke dalam kebebasan aksi negatif yang dapat menghancurkan sistem kehidupan mereka dunia dan akhirat. Pada abad modern seperti sekarang, khususnya di negara-negara yang menganut sistem demokrasi, untuk mengangkat pemimpin (Kepala Negara) tidak lagi sesederhana sebagaimana pada masa nabi atau abad Klasik. Hal itu harus melaLui proses pencalonan yang diajukan oleh Partatai Politik (Parpol), itulah yang dipilih oleh rakyat, baik secara langsung seperti yang berlaku di negaranegara demokrasi liberal semisal Amerika Serikat, atau melalui pemilihan langsung oleh rakyat seperti yang berlaku di Indonesia. Berdasarkan fakta itu, dapat disimpulkan bahwa tidak adanya partai politik di masa Nabi, bukan berarti karena dilarang, melainkan disebabkan mereka tidak membutuhkannya. Karena sistem pemerintahan yang mereka terapkan ialah Sistem pemerintahan yang berlandaskan langsung pada hukum tuhan (teokrasi), jelas tidak membutuhkan perlemen, karena ia merupakan pemerintahan TUHAN
di muka bumi yang dilaksanan oleh Rasul-Nya. Jadi sangat berbeda dengan sistem pemerintah demokrasi yang diterapkan di abad modern ini, yakni “ Pemerintah Uuntuk Rakyat Oleh Rakyat dan Dari Rakyar “.
PEMBAHASAN Kondisi faktual inilah yang memotivasi dan memaksa kita untuk mendirikan parpol demi menampung aspirasi dan memberikan kebebasan kepada rakyat untuk menentukan pilihan mereka tentang siapa yang akan mereka angkat atau dipilih, didukung untuk menjadi seorang pemimpin (Kepala Negara) sesuai dengan aspirasi dan keinginan mereka tanpa unsur terpaksa atau intervensi oleh pihak manapun. Dengan demikian, mendirikan Parpol di negara yang menganut sistem demokrasi merupakan suatu keharusan demi mencapai cita-cita bersama, yakni mewujudkan negara yang aman dan makmur untuk kesejahteraan warganegara, memperbaiki moralitas bangsa pada khususnya, dan ummat manusia pada umumnya. Jadi mendirikan Parpol itu ibaratnya menyiapkan sarana atau jalan untuk mencapai tujuan tersebut. Jelas, tanpa sarana tidak mungkin kita akan sampai pada tujuan. Dalam kaitan inilah kaedah ushul Fikih berkata : “Tidak Sempurna yang Wajib Kecuali dengan Melakukan Sesuatu, Maka Melakukan Sesuatu itu Menjadi Wajib Pula “ Sampai pada tingkat teori sebagaimana dikemukan di atas tidak ada problem, karena al-Qur’an tidak bertentangan dengan upaya mendirikan Parpol, demikian pula hadits Nabi. Tapi …!!! Dalam penerapan teori itu banyak menimbulkan konflik dan tak mustahil dapat membawa perpecahan antara satu golongan dengan golongan lain, atau antara pendukung suatu Parpol dengan pendukung
Parpol
yang
dipahami,dievaluasi dan
lain.
Inilah
PR
kita
semua,
yang
perlu
diantisipasi agar tidak terjadi permusuhan dan
menurunnya nilai-nilai Ke Bhinekaan Tunggal Ika, serta berusaha menciptakan kondisi yang lebih kondusif, diantara sesama warganegara dan ummat Islam pada khususnya, yang hidup dalam multi Parpol. Untuk itu , Jauh sebelum ParpolParpol muncul ke-permukaan Sebenarnya al-Qur’an 14 abad lebih yang lalu
telah sinyal mengajarkan kepada ummat manusia tentang prinsip-prinsip dalam mengatur lalulintas kehidupan berbangsa dan bernegara, antara lain adalah :
1. Adil : Menegakkan keadilan merupakan suatu kewajiban yang tak dapat ditawar lagi, baik dalam kehidupan individual, berkeluarga, maupun berbagsa dan bernegara. Dalam kaitan itu dapat ditemukan pada Surah alBaqarah : 48,123,282. Surah an-Nisa’:3, 58, 129, 135 dan Surah alMaidah: 8, 95, serta pada surah-surah yang lain:
Surah Al-Baqarah ayat 48
Dan jagalah dirimu dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun; dan (begitu pula) tidak diterima syafa'at[46] dan tebusan dari padanya, dan tidaklah mereka akan ditolong.
Surah Al-Baqarah ayat 123 Dan takutlah kamu kepada suatu hari di waktu seseorang tidak dapat menggantikan[86] seseorang lain sedikitpun dan tidak akan diterima suatu tebusan daripadanya dan tidak akan memberi manfaat sesuatu syafa'at kepadanya dan tidak (pula) mereka akan ditolong.
Surah Al-Baqarah ayat 282 Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah[179] tidak secara
tunai
untuk
waktu
yang
ditentukan,
hendaklah
kamu
menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya
dengan
benar.
dan
janganlah
penulis
enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang
berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu
ridhai,
supaya
jika
seorang
lupa
Maka
yang
seorang
mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih
dekat
kepada
tidak
(menimbulkan)
keraguanmu.
(Tulislah
mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan
pada
dirimu.
dan
bertakwalah
kepada
Allah;
Allah
mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
Surah Al-Baqarah ayat 283 Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang[180] (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Surah Al-Baqarah ayat 233
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.
Surah An-Nisa ayat 3
Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil[265], Maka (kawinilah) seorang saja[266], atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
Surah An-Nisa ayat 58
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.
Surah An-Nisa ayat 129
Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara isteriisteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu Mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Surah An-Nisa ayat 135
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia[361] Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.
Surah Al-Maidah ayat 8
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan
janganlah
sekali-kali
kebencianmu
terhadap
sesuatu
kaum,
mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Surah Al-Maidah ayat 16
Dengan kitab Itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.
Surah Al-Maidah ayat 95 Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan [436], ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, Maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai had-yad[437] yang dibawa sampai ke Ka'bah[438] atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi Makan orang-orang miskin[439] atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu[440], supaya Dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu[441]. dan Barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa.
Apabila ayat-ayat yang dirujuk diatas diamati dengan saksama, salah satu pilar utama jika ingin menyelamatkan kehidupan manusia di muka bumi ini dan meraih sukses, tanpa menerapkan prinsip-prinsip keadilan tersebut jangan diharapkan masyarakat akan dapat hidup tenang dan tenteram. Jadi, jika Parpol itu ingin eksis dalam arti yang sesungguhnya, maka mau tidak mau mereka harus benar-benar menegakkan dan menerapkan keadilan, tidak hanya terhadap orang lain, tapi lebih-lebih lagi terhadap diri mereka sendiri tanpa membedakan antara pejabat tinggi atau rendah,atau antara rakyat kecil dan para pembesar, demikian pula tidak membedakan antara si miskin dengan si kaya (konglomerat) dan
seterusnya. Perlakuan yang tidak adil dikalangan mereka itulah kata Rasul Allah yang menghancurkan ummat-ummat sebelum kita.
2. Jujur : Faktor yang ikut mementukan keberhasilan suatu Parpol ialah, kejujuran. Kejujuran tersebut akan menarik simpati rakyat. Kata “Amanah” dalam berbagai konjugasinya terulang dalam al-Qur-an pada surah-surah al-Baqarah : 283, al-Nisa’ :58, al-Anfal : 27, al-Akhzab : 72 dan pada surah-surah yang lainnya. Surah Al-Baqarah ayat 283
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang[180] (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Surah Al-AnFaal ayat 27
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanatamanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.
Surah Al-Ahzab ayat 72
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat[1233] kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat
itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh, Untuk menggambarkan seorang yang jujur al-Qur’an menyebutnya “Amin” dan juga menggunakan kata “Shiddiq” atau “Shinddiqah”. Banyaknya ayat al-Qur’an yang membicarakan kejujuran dan orang yang jujur memberikan indikasi bahwa kejujuran amat dituntut dari setiap individu, sebagai warga dari suatu masyarakat atau bangsa. Keberhasilan Nabi Muhammad saw dalam membina ummat sehingga dalam jangka waktu dua dasawarsa, wajah negeri Arab berubah total, mulai dari penyembah berhala menjadi insan-insan yang bertauhid, dari terbelakang menjadi maju, dari buta huruf menjadi pandai tulis baca dan seterusnya. Berdasarkan kenyataan itu bila setiap Parpol menginginkan eksistensinya diakui dan programnya didukung oleh rakyat, maka mau tidak mau dia harus menunjukkan kejujuran yang tulus, tidak bersikap tendensius dan mau menang sendiri, apalagi suka menyebarkan isue-isue miring, membuat fitnah untuk meraih kemenangan.
3. Musyawarah : Sikap suka bermusyawarah biasanya lahir dari sikap adil dan jujur. Dengan kata lain, seseorang yang adil dan jujur dia akan melakukan musyawarah secara baik dan benar. Artinya musyawarah tersebut betul-betul berjalan sesuai dengan aturannya tanpa ada rekayasa atau intervensi dari pihak lain. Artinya tidak ada pesan sponsor. Bila hal ini
terjadi, tentu saja namanya bukan lagi musyawarah melainkan
pemaksaan kehendak yang disahkan (dilegitimasi) melalui undangundang.
Mengingat pentingnya penegakan prinsip musyawarah ini al-Qur’an pada priode Makkah telah membrikan rambu-rambu, sebagaimana yang terdapat di dalam surah al-Baqarah : 233, ali-Imran :159 dan al-Syura :38. Kecuali al-Qur’an banyak atsar kita temukan yang menganjurkan ummat untuk bermusyawarah,
misalnya “ Tiada Pernah Menyesal Orang Yang Mau Shalat Istikharah Dan Tak Pernah Kecewa Orang Yang Mau Bermusyawarah “
Surah Al-Baqarah ayat 233
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.
Surah Ali Imran ayat 159
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya
Surah Asy-Syura ayat 38
Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.
Apabila prinsip musyawarah itu diterapkan secara baik dan benar, maka kehadiran
Parpol
yang
amat
beragam
benar-benar
memperkaya
dan
menyemarakkan kehidupan barbangsa dan bernegara. Sebaliknya jika prinsip musyawarah tersebut hanya dibibir saja, tidak sampai pada tataran aplikatif, maka jangan berharap akan membawa angin segar dalam kehidupan kita ketatanegaraan kita, malah akan memperkeruh keadaan dan akan meningkatkan permusuhan antara satu parpol atau kelompok dengan yang lain, bahkan dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa, serta ummat Islam pada khususnya
4. Toleransi : Untuk terwujudnya kekompakan berbangsa dan bernegara ditengah masyarakat majemuk seperti Indonesia, maka sikap toleransi amat sangat dibutuhkan. Artinya setiap individu harus dapat menerima persatuan dalam perbedaan atau berbeda dalam persatuan, dalam semboyan “ Bhinneka Tunggal Ika “. Dalam kaitan ini amat tepat dan sejak republik ini didirikan telah didengungkan, namun sampai hari ini wujudnya masih perlu dipertanyakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Berkenaan dengan ini al-Qur’an dengan sangat gamblang meminta ummat agar bersikap toleransi, tanpa saling mencurigai antara satu kelompok dengan kelompok lain, antara satu golongan dengan golongan yang lain, antara individu dengan individu yang lain, tanpa memandang asal-usul keturunan atau agama yang dianut. Al-qur’an mengajarkan bahwa kita sesama ummat mausia adalah bersaudara tidak ada perbedaan antara satu kaum dengan yang lain kecuali
kadar atau kualitas taqwanya (al-Hujurat : 10). Hal ini sangat masuk akal, karena semua kita berasal dari satu keturunan yaitu Adam, dan Adam tercipta dari tanah tegas Rasul Allah. Jadi natijahnya, kita semua berasal dari tanah. Jika demikian, maka sungguh teramat aneh bila ada orang atau sekolompok orang yang merasa dirinya lebih utama atau lebih mulia dari kelompok atau orang lain. Berdasarkan penomena itulah maka al-Qur’an melarang suatu kaum menghina atau mengejek kaum yang lain, demikian pula perempuan tidak boleh memandang rendah terhadap perempuan yang lain dan seterusnya. (al-Hujurat : 11). Dengan gambaran yang dikemukakan itu tampaklah dengan jelas bahwa al_Qur’an menganut paham egaliter yakni kesamaan derajat antara sesama manusia, tidak ada yang lebih mulia di sisi Allah kecuali karena Ketaqwaannya. Jadi pangkat, jabatan, gelar,keturunan, dan kekayaan bukanlah merupakan simbol kemuliaan yang dapat dibanggakan manusia, semua itu adalah sebatas hak pakai selama roh masih lengket pada jasmani kita.
Surah Al-Hujurat ayat 10
Orang-orang
beriman
itu
Sesungguhnya
bersaudara.
sebab
itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.
Surah Al Hujurat ayat 11
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri[1409] dan jangan memanggil
dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman[1410] dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim
Demikianlah paparan kami pada kali ini Mudah-mudahan dengan mengaplikasikan keempat prinsip pokok itu, maka besar kemungkinan kehadiran Parpol yang demikian banyak tumbuh dewasa ini,dengan berbagai latar belakang, berbagai corak visi dan misi,dan simbol-simbol lainnya, kiranya mampu untuk tidak akan menggoyahkan persatuan dan kesatuan berbangsa dan bernegara. Namun perlu diingat bahwa untuk menerapkan prinsip tersebut seseorang haruslah terlebih dahulu memilki iman yang kokoh dan ketaqwaan yang total terhadap Allah SWT.
KESIMPULAN
1. Partai politik di era Nabi Muhammad SAW tidak ada, bukan berarti karena dilarang, melainkan karena sistem pemerintahan yang mereka terapkan adalah
sistem pemerintahan yang berlandaskan langsung
pada hukum Tuhan (teokrasi), tidak membutuhkan perlemen, karena ia merupakan “Pemerintahan Tuhan” visi dan misinya di muka bumi sebagai Rahatal lil’alamin. 2. Mendirikan Parpol di negara yang menganut
sistem demokrasi
merupakan suatau keharusan untuk mencapai cita-cita bersama, yaitu mewujudkan negara yang aman, makmur, dan sejahtera,
serta
membina moralitas bangsa. 3. Prinsip-prinsif etika politik Islam yang signifikan dalam pemerintahan suatu
sistem
negara harus menjujung tinggi dan mapu
meralisasikan beberapa indikator nilai-nilai Islami yaitu, Keadilan, Kejujuran, Budaya Musyawarah, dan Toleransi dalam Setiap Kebaikan
DAFTAR PUSTAKA
1. Effendi, HM, SH, Falsafah Negara Pancasila, Semarang, Duta Grafika, Cet. Ke 3, 1993 2. Hassan Shadily, Ensiklopedi Indonesia, Jakarta, Ichtiar Baru, 1984 3. Soeprapto, M.Ed, (Kepala BP 7 Pusat), Bahan Penataran P4, UUD 45, GBHN, Jakarta BP7 Pusat, 1993. 4. Kaelani, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta, Paradigma, 2014 5. Nasruddin Baidan, Tafsir Maudhu’i Solusi Qur’ani atas Masalah Sosial Kontemporer, Yogyakarta, Pustaka pelajar, 2001.