Chapter 4 The Act of Leader Bab 39 Wealth Soul, Great Leader Membangun Diri Menjadi Jiwa-Jiwa yang Agung Kalau kita perhatikan di seluruh kisah orang-orang yang people)
diagung-agungkan dunia
seperti
(orang para
besar/great
Nabi,
pejuang
kemanusiaan, ilmuwan legendaris, ulama besar, dan para pemimpin besar dunia di berbagai bidang kehidupan, semuanya memiliki satu kesamaan yakni mereka berjiwa besar. Mereka menjadi orang besar karena mereka memiliki jiwa yang besar. Namun seperti apa jiwa yang besar itu? Anda tentu pernah atau mungkin sering membaca atau mendengar orang-orang dan buku yang menuliskan kata “berjiwa besar” tetapi sayangnya sedikit sekali yang menjelaskannya secara konkrit seperti apa itu jiwa yang besar dan bagaimana pembentukannya? Dan bagaimana prakteknya di dalam kehidupan? Bab ini menjawab pertanyaan-
pertanyaan tersebut sehingga kita bisa mengerti dengan baik dan bisa mempraktekkan cara pembentukannya. Tanda-Tanda Jiwa Yang Besar Orang yang berjiwa besar pada umumnya akan berperilaku seperti ini : 1. Berani mengakui kesalahan dan meminta maaf (gentle) 2. Berani mengakui kekalahan dan memberi ucapan selamat kepada rivalnya 3. Merasa senang mengakui kelebihan dan keunggulan orang lain kemudian mengakuinyas 4. Tidak mudah tersinggung 5. Tidak mudah marah (penyabar) 6. Mudah memberi maaf (pemaaf) 7. Mampu berbuat baik kepada orang yang tidak berbuat baik kepadanya 8. Gemar memberi bahkan kepada yang kikir padanya 9. Mudah memuji bahkan kepada yang menghinanya 10. Rela membantu orang lain bahkan kepada orang yang telah berbuat tidak baik kepadanya
2
11. Tenang 12. Kokoh dalam menghadapi kritikan maupun pujian 13. dan perilaku-perilaku lainnya yang kita tahu bahwa itu perbuatan yang luarbiasa dan hanya orang-orang (berjiwa) hebat yang bisa melakukannya. Cobalah cari contoh yang lain yang menurut Anda adalah perilaku (akhlak) yang luarbiasa mengagumkan. Perilaku-perilaku tersebut dapat kita saksikan di kisah-kisah para Nabi dan orang-orang besar dunia. Seperti kisah Nabi Muhammad Saw yang setiap subuh rutin memberi makan pengemis buta yang setiap hari kerjaannya adalah menghina, mencaci maki, dan menjelek-jelekkan beliau Saw. # Kisah Buya Hamka Seperti kisah Buya Hamka yang diserang “habishabisan” (ini bahasa saya, jika dirasa pemilihan kata kurang tepat mohon dibenarkan) melalui media cetak oleh Pramoedya Ananta Toer namun ketika Pramoedya Ananta Toer meminta bantuan Buya
Hamka,
Buya
Hamka
tetap
berkenan 3
membantu beliau. Buya Hamka juga pernah dipenjara oleh Presiden Soekarno selama 2 tahun lebih namun ketika Presiden Soekarno meminta Buya Hamka menjadi imam untuk menshalati jenazah beliau, Buya Hamka berkenan memenuhi permintaan Presiden Soekarno. Begitu pula ketika Mr. Moh. Yamin yang notabene “lawan sengit” Buya Hamka ketika pada akhir hayatnya meminta Buya Hamka mendampingi beliau menjelang ajalnya
dan
Buya
Hamka
mau
memenuhi
permintaan Mr. Moh. Yamin tersebut. Sepenggal kisah tentang kebesaran jiwa Buya Hamka bisa Anda pelajari secara lengkap di mataharinews.com. Saya juga tidak tahu seberapa tepat kebenaran tulisan
tersebut
tetapi
yang
hendak
kami
sampaikan adalah seperti itulah penggambaran perilaku orang-orang yang berjiwa besar. Pertanyaannya
adalah
kenapa
orang-orang
(berjiwa) besar bisa berperilaku seperti itu? ; begitu
4
mudah memaafkan, tidak mudah tersinggung, tidak memiliki dendam, membalas perbuatan buruk orang lain dengan perbuatan baik, begitu dermawan, dan perilaku-perilaku luarbiasa lainnya? Kenapa bisa seperti itu? Mari kita pahami hal tersebut dengan beberapa analogi … Analogi Perbendaharaan Kekayaan Analogi Perbendaharaan Kekayaan ini sangat memudahkan kita untuk mengerti tentang perilaku orang-orang yang berjiwa besar : # Keterangan Analogi Jumlah uang (kekayaan) adalah gambaran ukuran besarnya jiwa seseorang. Hal atau tindakan yang menyakiti orang tersebut kita gambarkan sebagai tindakan
mencuri
atau
tindakan
yang
menghilangkan kekayaan jiwanya. Sedang hal atau tindakan yang baik yang didapat orang tersebut kita gambarkan sebagai tindakan yang menambah kekayaan jiwanya.
5
# Skenari Orang Kaya Anggap saja kita memiliki kekayaan materi sebesar Rp 1 Trilyun kemudian dicuri/ditipu orang sebesar Rp 1 juta. Tentunya kita tidak akan ambil pusing dengan “musibah” hilangnya Rp 1 juta. Toh kita masih punya banyak dan sangat bisa menghasilkan kembali Rp 1 juta tersebut bahkan sangat bisa untuk menghasilkan lebih dari angka Rp 1 juta. Seperti itulah jiwa-jiwa yang besar, mereka kaya karena memiliki “perbendaharaan” diri yang sangat berlimpah dan “kemampuan” yang besar dalam memproduksi kembali “perbendaharaan” (materi) yang hilang ; jadi mereka tidak pusing dan tidak uring-uringan dengan Rp 1 juta yang hilang itu karena masih ada Rp 999, 9 Milyar sisanya. Dengan Rp 999,9 Milyar yang masih di tangannya itulah mereka fokus mengalokasikan energinya untuk menghasilkan lebih banyak lagi harta dibanding memusingkan (mengurus) Rp 1 juta yang hilang itu.
6
Tentu sangat mudah sekali mendapatkan uang sejumlah Rp 1 juta dengan menggunakan Rp 999,9 Milyar sebagai modal. Mudah sekali dan bahkan menghasilkan berlebih-lebih dari angka yang hanya Rp 1 juta yang hilang. Begitulah gambaran orang-orang yang berjiwa besar. Jiwanya kaya sekali (Rp 1 Trilyun) sehingga ketika disakiti (kebahagiaannya dicuri) entah dengan kritikan, hinaan, cacian, makian, atau bentuk-bentuk penyiksaan lainnya mereka dengan mudah merelakan apa yang hilang (Rp 1 juta). Mereka tidak marah, tidak tersinggung, tetap tenang, tidak mempermasalahkannya, legowo, memaafkan, dan sekedar tersenyum geli melihat kelakuan sang pelaku (pencuri) karena mereka toh masih
punya
banyak
sekali
perbendarahaan
“kekayaan jiwa” (Rp 999,9 Milyar) yang masih tersisa di dalam dirinya. Mereka tidak sempat mengurusi apa yang hilang tersebut karena
7
jumlahnya bagi mereka teramat kecil sekali untuk dipusingkan dibanding apa yang mereka miliki. Selain itu mereka memiliki kemampuan untuk menghasilkan kekayaan jiwa beratus-ratus kali lipat dalam waktu yang cepat (mungkin Rp 100 juta dalam waktu sehari) dibanding apa yang telah hilang darinya sehingga mereka dengan cepat menambah
atau
melipatgandakan
kekayaan
jiwanya dan seolah-olah hilangnya Rp 1 juta tersebut tidak pernah ada. Dengan kekayaan jiwa yang
mereka
miliki
dan
kemampuan
melipatgandakan kekayaan jiwanya alhasil mereka tidak pernah kekurangan kekayaan ; mereka akan selalu lebih kaya, lebih kaya, dan lebih kaya meski banyak orang yang mencuri darinya. Dengan kondisi yang seperti itu mereka kokoh, tak tergoyahkan, dan mampu “memberi”, memberi, dan terus-menerus memberi. Stok kekayaan mereka tidak pernah habis. Itulah kenapa mereka
8
mudah sekali “memberi” maaf dan pujian kepada orang lain karena mereka masih punya banyak sekali stok perbendaharaan kekayaan dalam bentuk kemuliaan diri, hal-hal terpuji, kekuatan yang berlimpah, ilmu yang tinggi, iman yang kokoh, dan bentuk-bentuk kekayaan-kekayaan lainnya di dalam dirinya (jiwa). Itulah juga kenapa mereka selalu bersikap tenang. Ya bagaimana mereka akan gelisah, khawatir, atau marah kalau mereka tahu bahwa harta (perbendaraan) kekayaannya akan selalu berlimpah dan tidak akan pernah habis. Kehilangan Rp 1 juta atau "memberi” Rp 1 juta entah dalam bentuk memberi maaf, pujian, atau dalam bentuk lainnya tidak akan menjadi masalah bagi mereka. Mereka tidak akan terganggu jiwanya dengan hanya memberi Rp 1 juta kepada orang lain karena mereka kaya sekali. Seperti itulah jiwa yang besar …
9
# Skenario Orang Miskin Mari bayangkan bersama jika kita hanya memiliki perbendaharaan kekayaan sebesar Rp 1,5 juta saja. Kemudian hilang (entah karena tertipu atau dicuri orang lain) sebesar Rp 1 juta sehingga hanya tersisa Rp 500.00 saja. Kejadian hilangnya kekayaan Rp 1 juta itu membuat stok kekayaan kita langsung hampir habis, benar kan? Sifat dasar manusia ketika ia tahu bahwa stok kekayaannya hampir habis ia akan merasa tidak aman (insecure) dan terguncang jiwanya. Ketika ia merasa insecure dan terguncang ia akan bersikap melindungi dirinya dengan cara menyerang orang lain sebagai sikap perlindungan diri atau sebagai ekspresi frustasi akan kejadian yang menimpanya. Sikap perlindungan diri dan ekspresi frustasi itu biasanya diungkapkan dengan sikap marah-marah, bersikap pelit, susah memberi (tidak dermawan), mudah tersinggung, tidak sabaran, susah memberi maaf (bersambung)
10