Cetak Biru bagi Pengembangan Wisata Mengamati Paus dan Lumba-lumba
Oleh Erich Hoyt
Global Ocean
Cetak Biru bagi Pengembangan Wisata Mengamati Paus dan Lumba-lumba
Oleh Erich Hoyt Diterjemahkan oleh Dina Shona Laila
Global Ocean
Ucapan Terima Kasih Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Naomi Rose dan Luke Ney (Humane Society International) dan Stefan Austermühle (Mundo Azul) untuk kesempatan bekerja pada proyek yang penuh tantangan ini. Ketiganya telah memberi komentar dan masukan yang berharga bagi draf akhir dokumen ini. Angela Moxley dan Mike Blankenship (The Humane Society of the United States) telah menbantu mengedit draf akhir. Saya juga menerima saran-saran yang sangat membantu dari Jaime Bolaños dan Birgit Winning, serta dari Philippa Gill dan Wally Stone di Whale Watch Kaikoura. Terima kasih juga kepada Vanessa Williams-Grey, Mark Simmonds, Nicolas Entrup dan Chris Butler-Stroud dari WDCS, Masyarakat Pelestarian Paus dan Lumbalumba (Whale and Dolphin Conservation Society) dan kepada Carole Carlson. Latar belakang dari laporan ini dikembangkan dari kerja saya untuk WDCS, Dana Internasional bagi Kesejahteraan Satwa (International Fund for Animal Welfare) dan yang lainnya, serta untuk konferensi, lokakarya, dan pidato mengenai wisata mengamati paus di banyak negara selama kurun dua dasawarsa ini. —Erich Hoyt
Daftar Isi
Rangkuman Eksekutif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .1 Pendahuluan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .3 Cetak Biru bagi Wisata Mengamati Paus yang Bermutu Tinggi dan Berkesinambungan . . . . . . .7 Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .19 Studi Kasus 1: Kaikoura, Selandia Baru . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .20 Studi Kasus 2: Cagar Biosfir El Vizcaino, Meksiko . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .26 Daftar Pustaka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .27 Mengenai Penulis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .28
Rangkuman Eksekutif
W
isata mengamati paus (whale watching) dan wisata lingkungan kelautan (marine ecoturism) yang bermutu tinggi dan berkesinambungan telah sering dibahas dalam berbagai penerbitan dan konferensi internasional akhir-akhir ini, antara lain di Argentina, Jepang, Afrika Selatan, Taiwan dan negara-negara lain (Hoyt 2001, 2004, 2005b, 2005c). Wisata mengamati paus dan lumba-lumba itu sendiri didefinisikan sebagai wisata dengan kapal/perahu, atau melalui udara, atau dari darat dengan tujuan komersial, untuk melihat atau mendengar satu atau lebih dari 86 spesies paus, lumbalumba dan sejenisnya (Hoyt 2002; IFAW, Thetys Research Institute dan European Conservation, 1995). Dengan definisi ini, paling tidak ada 10 juta orang pertahun yang bepergian ke 500 komunitas di seluruh penjuru dunia untuk melakukan wisata mengamati paus, membelanjakan lebih dari AS $1,25 milyar (Hoyt 2001). Akan tetapi dengan sedemikian banyaknya orang yang terlibat, bagaimana dengan masalah kesinambungan? Apakah kegiatan mengamati paus telah menjadi pariwisata masal, ataukah kegiatan ini masih mampu bertahan sebagai pariwisata lingkungan yang berkesinambungan? Jawaban terhadap pertanyaan ini sangatlah bergantung pada bagaimana wisata mengamati paus ini ditata - yaitu cetak birunya. Elemen kunci dari wisata mengamati paus yang bermutu tinggi dan berkesinambungan atau "wisata kelautan yang berkesinambungan" adalah (1) pengelolaan keuangan jangka panjang yang baik, (2) masukan dan keluaran yang ilmiah, (3) perhatian terhadap konservasi, (4) investasi sumber daya manusia, setempat dan pendatang, pelayanan konsumen dan hubungan masyarakat yang baik, (5) masukan dan
keluaran yang bernilai pendidikan, (6) peningkatan manfaat, dan (7) penurunan biaya. Manfaat dan biaya (mencakup aspek sosial, ekologi dan keuangan) dapat dievaluasi menggunakan analisis biaya-manfaat. Rencana cetak biru berikut dipresentasikan dalam urutan kronologis yang longgar sebagai daftar tugas yang praktis, yang perlu dilakukan untuk menjamin keberhasilan pengembangan wisata mengamati paus yang bermutu tinggi dan berkesinambungan. Meskipun demikian, beberapa langkah dapat dilakukan secara bersamaan atau dapat juga dimulai berdasarkan kesempatan, tergantung pada keadaan. Cetak biru ini dipandang sebagai rencana yang pada awalnya dibentuk dan diadopsi pada lingkup nasional dan kemudian dikembangkan ke dalam rencana kerja oleh masyarakat ataupun kelompok masyarakat yang mencoba memulai kegiatan wisata mengamati paus ini, yang secara idealnya dibantu dengan arahan, dana, koordinasi dan penerapan secara nasional dan internasional, sebagaimana yang diperlukan. Berikut ini adalah 14 tugas pokok yang perlu dilengkapi untuk mengembangkan wisata mengamati paus yang bermutu tinggi dan berkesinambungan.
Perencanaan dan Penilaian Awal (peneliti, organisasi non pemerintah (ORNOP / NGOs) dan perwakilan pemerintah memegang pimpinan; pemegang saham lainnya membantu) ■
Pengidentifikasian dan pembentukan kelompok perencana untuk menyempurnakan dan menyetujui rancangan rencana kerja (nasional, regional, dan/ atau lokal) dimulai dari rencana 14-langkah yang dipresentasikan di sini.
Cetak Biru untuk Pengembangan Wisata Mengamati Paus dan Lumba-lumba
1
■
Pembentukan dan penerapan strategi untuk melibatkan pemegang saham.
■ Mengorganisasikan penelitian dasar mengenai paus dan lumba-lumba ■
Melengkapi analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL - environmental impact assessment / EIA) dan penilaian sosio-ekonomi.
Pemasaran dan Perancangan Wisata (agen wisata, operator, dan usaha penunjang memegang pimpinan; pemegang saham lainnya membantu) ■
■
Menganalisis prasarana yang tersedia untuk wisata dan mengenali kekurangan yang ada. Membuat dokumen investigasi wisata dan studi kelayakan bagi atraksi setempat yang ada sekarang dan yang akan datang. Melakukan analisis pemasaran wisata (mencakup juga harapan dan latar belakang pengunjung)
■
Merancang paket wisata mengamati paus / wisata lingkungan kelautan atau "produk wisata".
■
Membentuk merek dan rencana pemasaran yang menyeluruh bagi komunitas dan wilayah.
Titik Tumpu pada Usaha (operator, usaha penunjang dan agen wisata memegang pimpinan; pemegang saham lainnya membantu) ■
Menyiapkan pengembangan usaha, pelatihan, program-program perbantuan dan mengadakan lokakarya bagi operator wisata pengamatan paus.
■
Megembangkan rencangan usaha untuk pariwisata mengamati paus yang berkesinambungan. Memberi
2
perhatian khusus pada teknik peningkatan nilai tambah dan strategi mengurangi dampak.
Pengelolaan Sumber Daya (pemerintah termasuk agen pariwisata serta ORNOP dan peneliti memegang pimpinan; pemegang saham lainnya membantu) ■
Menetapkan aturan menyeluruh mengenai pengelolaan industri (perizinan bagi operator dan kapal, merancang dan menetapkan aturan-aturan). Menetapkan batas atas bagi wisata mengamati paus.
■
Menguji perangkat hukum untuk pengelolaan industri dan menerapkannya.
■
Menanamkan unsur pendidikan dan penelitian, serta pengawasan terhadap perkembangan wisata mengamati paus (untuk menentukan dampak pada satwa yang diamati)
■
Mengembangkan mekanisme evaluasi yang berkesinambungan, baik evaluasi mandiri maupun evaluasi dari luar yang berkala (melingkupi pertimbangan atas garis besar analisis kesinambungan).
Rencana 14-langkah ini merupakan inti dari cetak biru. Dokumen ini memberikan uraian penuh untuk tiap poin, dengan contoh positif dan negatif. Cetak biru ini dipersiapkan sebagai dokumen generik. Rinciannya perlu disesuaikan secara penuh pada situasi nasional dan kemudian diselaraskan dengan komunitas pantai yang bersangkutan, idealnya oleh pemegang saham. Pada kenyataannya, jika manfaat tidak terkumpul terutama bagi masyarakat setempat, industri yang berkesinambungan, yang layak disebut sebagai "wisata lingkungan" tidak mungkin tercipta.
Cetak Biru untuk Pengembangan Wisata Mengamati Paus dan Lumba-lumba
Pendahuluan
W
isata mengamati paus telah terbukti sebagai salah satu jenis atraksi wisata yang paling berhasil dan fleksibel di dunia, yang menjanjikan manfaat secara ekonomi dan manfaat yang besar bagi masyarakat, pendidikan, penelitian, dan pelestarian atau konservasi. Sejak akhir tahun 1980-an, wisata mengamati paus telah berkembang pesat dengan 12 persen pertumbuhan tahunan sepanjang 1990-an - sebanding dengan tiga hingga empat kali laju pertumbuhan wisata secara keseluruhan (Hoyt 2001). Selanjutnya, wisata mengamati paus telah mengubah ratusan kelompok
Kesuksesan ini boleh dikatakan tertumpu pada kekuatan karismatik paus, lumba-lumba dan sejenisnya.
DEB YOUNG, COURTESY OF O’BRIEN’S WHALE AND BIRD TOURS
Antara tahun 2005 - 2006, wisata mengamati paus mengalami pertumbuhan yang pesat dan daya tarik yang kuat di seluruh kawasan Amerika Latin. Tentu saja, ini bukan berarti wisata mengamati paus ini akan juga merupakan kegiatan yang terbaik dan paling sesuai di setiap kawasan, seperti halnya tidak semua kawasan sesuai untuk pengembangan wisata. Namun, ini berarti bahwa adanya pertumbuhan pesat jumlah wisatawan pengamat paus di seluruh dunia, yang sangat berminat pada pengalaman ini dan menikmati petualangan, kejutan, dan keakraban yang dirasakan pada wisata mengamati paus.
Wisata mengamati paus tumbuh menjadi terkenal setiap tahun. Ada cara yang benar dan cara yang salah dalam bertingkah laku di sekitar satwa ini.
masyarakat di seluruh dunia, mencakup sekitar 87 negara dan daerah koloni. Wisata mengamati paus telah menunjukkan ketangguhan terhadap ketidakstabilan ekonomi dan politik, kemampuan untuk menarik wisatawan asing dari tempat yang jauh, dan kemampuan beradaptasi yang menakjubkan terhadap berbagai corak budaya dan tingkatan prasarana.
Akan tetapi dengan sedemikian banyaknya jumlah orang yang terlibat, bagaimana dengan masalah kesinambungan? Apakah kegiatan mengamati paus telah menjadi pariwisata masal, ataukah kegiatan ini masih mampu bertahan sebagai pariwisata lingkungan, yang pada dasarnya adalah berkesinambungan? Jawaban terhadap pertanyaan ini sangatlah tergantung pada bagaimana wisata mengamati paus ini ditata - yaitu cetak birunya. Wisata mengamati paus dan wisata lingkungan kelautan yang bermutu tinggi dan berkesinambungan telah didiskusikan dalam berbagai publikasi dan konferensi internasional di Argentina, Irlandia, Jepang, Afrika Selatan, Taiwan, dan negara-negara lainnya (Hoyt 2001, 2004, 2005b, 2005c). Wisata mengamati paus didefinisikan sebagai wisata udara, kapal, ataupun darat dengan beberapa aspek komersial, untuk melihat atau mendengar satu atau lebih dari 86 spesies paus, lumba-lumba atau sejenisnya (Hoyt 2002; IFAW, Tethys Research Institute, dan European Conservation, 1995). Dengan definisi ini, paling tidak ada 10 juta orang pertahun yang bepergian ke 500 komunitas untuk melakukan wisata mengamati paus, membelanjakan lebih dari AS $1,25 milyar (Hoyt 2001).
Cetak Biru untuk Pengembangan Wisata Mengamati Paus dan Lumba-lumba
3
DEB YOUNG, COURTESY OF O’BRIEN’S WHALE AND BIRD TOURS DEB YOUNG, COURTESY OF O’BRIEN’S WHALE AND BIRD TOURS
Kapal kecil biasanya lebih cepat dari kapal besar. Kapal yang manapun, jika dioperasikan dengan tidak hati-hati, dapat mengganggu paus atau lumba-lumba.
SAMUEL HUNG, HONG KONG DOLPHIN CONSERVATION SOCIETY
Sebuah kapal besar mengangkut banyak penumpang akan lebih tidak mengganggu dibanding dengan banyak kapal kecil dengan sedikit penumpang pada setiap kapal.
Lumba-lumba "merah muda" dari Hongkong dikenal di kalangan wisatawan Barat, namun pariwisata yang bertanggung jawab dapat membantu menyelamatkan satwa ini dari kepunahan.
4
Elemen kunci dari wisata mengamati paus yang bermutu tinggi dan berkesinambungan (Tabel 1, hal. 5) dan wisata lingkungan mengamati paus (Tabel 2, hal. 5) ini adalah (1) pengelolaan keuangan jangka panjang yang baik, (2) masukan dan keluaran yang ilmiah, (3) perhatian terhadap konservasi, (4) investasi sumber daya manusia, setempat dan pendatang, pelayanan konsumen dan hubungan masyarakat yang baik, (5) masukan dan keluaran yang bernilai pendidikan, (6) peningkatan manfaat (Tabel 4, hal. 9), dan (7) penurunan biaya (Tabel 5, hal. 11). Wisata mengamati paus yang bermutu tinggi juga mencakup konsep pengurangan dampak lingkungan (Tabel 1, hal. 5). Ketika wisatawan pengamat paus di seluruh dunia hanya berjumlah 100.000 orang, pemikiran mengenai pembatasan dampak wisata mengamati paus ini terhadap paus dan lingkungan tidaklah begitu diperlukan. Namun, dengan jumlah 10 juta pengamat paus di seluruh dunia per tahun - dan jumlah ini tampaknya terus bertambah - upaya pengurangan dampak lingkungan menjadi penting (Hoyt 2003). Wisata mengamati paus dengan dampak rendah merupakan bagian dari pendekatan ekologis yang meluaskan dampak dari wisata mengamati paus ini terhadap mamalia laut lainnya, ikan, burung, penyu, dan bahkan spesies darat di pantai. Ini mencakup juga upaya mendorong wisata mengamati paus dari daratan, pengamatan jarak jauh, wisata hanya untuk mendengarkan, dan kunjungan ke museum atau pusat perpausan, serta menerapkan aturan tempat dan waktu satu berbanding tiga, dimana sepertiga dari waktu dalam sehari dan sepertiga dari wilayah dikhususkan hanya untuk paus (tanpa kapal-kapal) untuk menjaga perilaku alami dan untuk memberi kesempatan paus beristirahat dari pengamatan. Agar upaya ini berjalan, diperlukan komponen hukum dengan aturan-aturan, penegakan hukum, pendidikan, dimulai dengan penekanan penuh pada petunjuk pengelolaan alam yang baik. Sebuah diskusi mengenai wisata lingkungan paus yang diadakan pada bulan Juni 2005 oleh Komisi Perpausan Internasional (International Whaling Commission - IWC) Sub-Komisi Wisata Mengamati Paus menghasilkan beberapa definisi kerja yang membantu membenahi ide mengenai wisata mengamati paus dan wisata lingkungan yang bermutu tinggi sebagai sebuah aktivitas komersial dengan komponen pelestarian yang bertujuan untuk mengurangi dampak lingkungan (Tabel 2, hal. 5). Suatu hal yang tidak sesuai dengan kegiatan wisata mengamati paus adalah perburuan paus dan lumbalumba (Hoyt and Hvenegaard 2002; Parsons et al.
Cetak Biru untuk Pengembangan Wisata Mengamati Paus dan Lumba-lumba
Table 1—Aspek dari Wisata Mengamati
Table 2—Aspek Wisata Lingkungan Mengamati Paus
Paus yang Bermutu Tinggi WISATA MENGAMATI PAUS YANG BERMUTU TINGGI: ■
Merupakan pengalaman pendidikan dan rekreasi utama yang memotivasi peserta untuk peduli terhadap paus dan laut dan untuk berperan bagi pelestarian kelautan.
■
Menyediakan informasi ilmiah mengenai cetacean melalui peneliti kepada para pengelola dan masyarakat umum.
■
■
■
■
Dibangun dekat dengan pencinta alam dan pemandu alam yang dapat memberikan informasi yang baik dan akurat; membantu menemukan paus dan menerangkan perilaku mereka; dan membangun jembatan antara wisatawan yang datang dari perkotaan dengan komunitas laut. Dapat dipraktekkan oleh usaha mandiri, peneliti, masyarakat, kelompok pelestarian, atau dengan kerja sama dan terkelola dengan baik. Berupaya untuk mengurangi dampak pada paus sehingga pengamatan dilakukan dengan meninggalkan "jejak" sesedikit mungkin. Melibatkan masyarakat atau daerah setempat sehingga mereka memiliki ketertarikan pribadi dan finansial terhadap pengamatan paus dan pelestarian cetacean dan laut.
Sumber: Hoyt 2005c
2003). Meskipun beberapa kegiatan wisata mengamati paus ada di Norwegia, negara yang memperbolehkan perburuan paus, dan di Jepang yang memperbolehkan perburuan paus dan lumba-lumba, kegiatan ini dilakukan di kawasan yang terbatas yang jauh dari daerah perburuan. Ada bukti kuat bahwa perburuan yang terus menerus telah menghambat pertumbuhan wisata mengamati paus di negara-negara tersebut, dan ini juga telah menjadikan masalah bagi pengembangan wisata mengamati paus yang bermutu tinggi. Sejumlah wisatawan lingkungan kelas atas menghindari lokasilokasi semacam ini ketika memilih liburan mereka, meskipun dukungan terhadap pengelola kegiatan pengamatan paus di negera-negara tersebut dapat membantu mengurangi daya tarik untuk perburuan. Cara yang berguna untuk mempromosikan kegiatan wisata mengamati paus yang bermutu tinggi adalah melalui analisis yang lengkap terhadap seluruh nilai dan biaya kegiatan ini, yang diikuti dengan upaya sistematis untuk meningkatkan manfaat dan menurunkan biaya (Hoyt 2004, 2005b, 2005c). Manfaat dan biaya ini (Tabel 4 dan 5, hal. 9 dan 11) mencakup bukan hanya dari segi keuangan tapi juga secara luas melingkupi segi ekologi dan sosial, dimana sebanya mungkin manfaat
WISATA LINGKUNGAN MENGAMATI PAUS: ■
Merujuk pada operasi komersial yang dapat mencakup usaha wisata yang berkaitan dengan paus seperti pusat pengunjung dan museum.
■
Melingkupi semua spesies cetacean, bukan hanya paus.
■
Membantu secara aktif pelestarian sumber daya cetacean, misalnya bekerja sama dengan kelompok atau proyek penelitian dan ilmuwan lainnya dengan cara membolehkan mereka menggunakan kapal.
■
Menyediakan kegiatan atau bahan pendidikan dan penerjemahan yang rinci, akurat dan tepat sasaran bagi wisatawan, mengenai cetacean yang diamati dan habitat yang berkaitan dengan mereka.
■
Meminimalkan dampak lingkungan (misalnya dengan cara menurunkan emisi atau membuang limbah dengan cara yang benar).
■
Berpegang teguh pada aturan kegiatan mengamati paus atau petunjuk yang tepat, jika aturan yang khusus tidak tersedia.
■
Memberikan manfaat kepada masyarakat tuan rumah, misalnya mengutamakan untuk memperkerjakan penduduk setempat, menjual hasil kerajinan lokal, atau mendukung (baik secara finansial maupun melalui sumbangan jasa) kegiatan atau proyek pelestarian, pendidikan, kebudayaan dan sosial yang berbasis masyarakat setempat (misalnya mendukung pelayanan penyelamat laut sukarela atau menyediakan perjalanan bagi sekolah-sekolah setempat).
Sumber: Disadur dari Komisi Ilmiah ICW 2005
dan biaya terkumpul terutama di wilayah tujuan dan juga di daerah transit dan pendukung. Tujuan dari wisata mengamati paus yang bermutu tinggi dan berkesinambungan ini bukanlah hanya untuk mencapai kesuksesan dan kesinambungan komersial, meskipun ini juga penting. Banyak orang yang merasa bahwa wisata mengamati paus ini memiliki misi pokok untuk memberi pendidikan kepada orang banyak mengenai laut dan kepentingan pelestariannya. Dalam skenario ini masyarakat secara efektif diserahi misi untuk bertindak sebagai jembatan bagi penduduk perkotaan (yang telah kehilangan kontak dengan alam) untuk menyadarkan kembali rasa kecintaan mereka terhadap alam dan untuk memberi ilham kepada mereka untuk membantu menjaga dan memelihara lingkungan kelautan. Cetak biru bagi pengembangan wisata mengamati paus yang bermutu tinggi dan berkesinambungan didedikasikan untuk memenuhi visi tersebut.
Cetak Biru untuk Pengembangan Wisata Mengamati Paus dan Lumba-lumba
5
GREMM
Cetak Biru bagi Wisata Mengamati Paus yang Bermutu Tinggi dan Berkesinambungan
R
encana cetak biru berikut dipresentasikan dalam urutan kronologis yang longgar sebagai daftar tugas yang praktis, yang perlu dilakukan untuk menjamin keberhasilan pengembangan wisata mengamati paus yang bermutu tinggi dan berkesinambungan. Meskipun demikian, beberapa langkah dapat dilakukan secara bersamaan atau dapat juga dimulai berdasarkan kesempatan, tergantung pada keadaan. Cetak biru ini dipandang sebagai rencana yang pada awalnya dibentuk dan diadopsi pada lingkup nasional dan kemudian dikembangkan ke dalam rencana kerja oleh masyarakat ataupun kelompok masyarakat yang mencoba memulai kegiatan wisata mengamati paus ini, yang secara idealnya dibantu dengan arahan, dana, koordinasi dan penerapan secara nasional dan internasional, sebagaimana yang diperlukan. Cetak biru ini menggunakan asumsi bahwa ada satu atau lebih (atau idealnya sebagian besar) pemegang saham yang sangat berminat dalam mengembangkan kegiatan ini dan menyediakan dana pengembangan atau mencarikan sumber dana. Jumlah dana yang diperlukan beragam tergantung pada keadaan. Jika prasarana wisata ini telah tersedia dan pengelola telah memiliki kapal yang dapat digunakan, penanaman modal terutama hanyalah waktu dan tenaga untuk dapat memulai kegiatan ini dengan pengembangan selanjutnya melalui menambahan modal usaha. Jika prospek industri wisata mengamati paus ini sepenuhnya didorong dari luar, atau secara internasional, kemungkinan akan perlu penyediaan dana untuk keseluruhan proses. Meskipun demikian, idealnya masyarakat yang lebih luas (kota, wilayah atau negara)
akan merasakan manfaat secara substansial dari wisata mengamati paus ini dan akan dapat juga membantu melakukan kerja yang diperlukan untuk menjalankan cetak biru ini. Tentunya, tujuan akhir - dan sebagai bagian terpenting dalam membangun wisata mengamati paus yang benar-benar berkesinambungan - adalah bagi komunitas yang lebih luas untuk menyediakan pembiayaan untuk rencana pengelolaan dan inisiatif lainnya yang muncul dari cetak biru ini, misalnya tarif kunjungan, manfaat, pajak, atau kombinasi dari ketiganya. Di bawah ini adalah 14 tugas pokok yang perlu diperhatikan untuk mengembangkan wisata mengamati paus yang bermutu tinggi dan berkesinambungan. Tugastugas ini dibagi menjadi empat kategori: perencanaan dan penilaian awal (poin 1 - 4), perancangan wisata dan pemasaran (poin 5 - 8), titik pusat pada usaha (poin 9 dan 10), dan pengelolaan sumber daya (poin 11 - 14). Untuk tiap kategori ini, berbagai kelompok pemegang saham akan memimpin (Tabel 3, hal. 8).
Perencanaan dan Penilaian Awal Empat langkah pertama terpusat pada perencanaan dan penilaian awal yang diperlukan untuk menentukan apakah wisata mengamati paus ini mungkin dilakukan, dan jika ya, dalam kondisi seperti apa. Untuk poin-poin ini, peneliti, organisasi non pemerintah (ORNOP / NGOs) dan perwakilan pemerintah memegang pimpinan, sementara pemegang saham lainnya didorong untuk membantu, sambil mereka diidentifikasi dan dilibatkan dalam proses.
Cetak Biru untuk Pengembangan Wisata Mengamati Paus dan Lumba-lumba
7
Table 3— Pemegang Saham Wisata Mengamati Paus JENIS PEMEGANG SAHAM
CONTOH*
Pelaku Perorangan
Pencinta alam atau pemandu alam lautan; pemandu kegiatan mengamati paus dan lintas alam berbasis darat; pemandu wisata kayak laut; pelatih menyelam scuba; operator penyewaan kapal penangkap ikan; kapal nelayan kecil dan pemancing; kapal kecil pengamat paus.
Pelaku Ukuran Sedang
Kapal pengamat paus; perusahaan wisata mengamati alam lautan; perusahaan penyewaan kapal layar.
Perusahaan Besar dan Multinasional
Perusahaan kapal pesiar.
akan tergantung sebahagian pada dana dan orang yang tersedia untuk poin tertentu dan juga pada permasalahan pragmatis lainnya. Dalam beberapa kasus, bahkan sebelum rapat pertama, kemajuan besar dapat dibuat dan kerja awal dapat diselesaikan, seperti studi pustaka pada poin 3 atau sebagian dari poin 4, 5 dan 6.
Menjadikan pemegang saham sebagain titik awal dari perencanaan ini sangatlah penting untuk Otoritas pengelola taman laut; petugas pengendali pengangkapan ikan; memaksimalkan fokus lokal Agen Pemerintah pengelola papan promosi dan pemasaran wisata; badan penegak hukum; dan pengendalian dan organisasi penyelamatan kelautan (patroli pantai, angkatan laut, dsb) untuk memastikan bahwa manfaat terkumpul bagi Kelompok penyelam scuba, penyelamat peselancar, pengguna perahu layar, masyarakat. Studi kasus Organisasi Non peselancar angin, peselancar, dan penangkap ikan; kelompok pemerhati Pemerintah (ORNOP) burung; kelompok pelestarian paus dan lumba-lumba; kelompok pelestarian seperti Belize (France 1997, lainnya yang terlibat dalam penyelamatan ekosistem dan kehidupan liar. 98-101) menunjukkan bahwa masyarakat seringkali Peneliti Pakar biologi kehidupan liar; pakar ekologi; pakar kelautan; peneliti pariwisata. mesti berjuang untuk mendapatkan atau Sumber: disadur dari Orams 1999 dan Hoyt 2005b * Ini hanya merupakan contoh, yang menunjukkan jangkauan yang luas kemungkinan pemegang saham; beberapa komunitas memegang kendali bagi mungkin hanya memiliki sedikit dari daftar ini pada tahap awal, dan lebih banyak pemegang saham dapat bergabung belakangan. industri wisata lingkungan 1. Pengidentifikasian dan pembentukan kelompok mereka. Permasalahan kunci lainnya adalah perencana untuk menyempurnakan dan menyetujui "kebocoran" pendapatan wisata dari masyarakat daerah rancangan rencana kerja (nasional, regional, dan/atau tujuan kembali ke negara asal, seperti Amerika Serikat, lokal) dimulai dari rencana 14-langkah yang Jepang, atau negara-negara Eropa. Bank Dunia dipresentasikan di sini. Dalam komunitas yang kecil, memperkirakan sekitar 55 persen dari pendapatan kelompok perencana ini dapat terdiri dari semua kotor wisata di negara berkembang bocor ke negara pemegang saham dan anggota masyarakat yang maju, dengan kebocoran dari Amerika Latin dan berminat. Dalam komunitas yang besar, akan lebih Karibia berkisar antara 45-90 persen (Mowforth dan bijaksana untuk mengangkat atau memilih kelompok Munt 1998, 194). Untuk menjadikan wisata pengarah (steering group) yang terdiri dari orang-orang lingkungan berjalan baik, pemegang saham haruslah penting yang mewakili tiap sektor (dan dalam kasus tetap fokus untuk mempertahankan pendapatan wisata tertentu satu wakil untuk beberapa sektor). Lihat Tabel 3 sebanyak mungkin, dan pada saat yang bersamaan (di atas) untuk daftar pemegang saham yang potensial, mengenali adanya tawar-menawar (misalnya, meskipun beberapa wilayah dunia akan hanya memiliki melibatkan kerjasama dengan perusahaan asing atau sebagian, terutama pada tahap awal. membayar orang lain untuk pemasaran daripada melakukan sendiri pemasaran internasional). Kelompok pemegang saham perencana ini kemudian Bagaimanapun juga masyarakat tidak memiliki bertemu untuk berdiskusi, memilah dan maskapai penerbangan sendiri, sehingga tidaklah mengalokasikan tugas selebihnya dalam daftar. Ini akan mungkin untuk mendapatkan 100 persen pendapatan menjadi rancangan rencana kerja. Kelompok perencana wisata. Adanya 25-40 persen kebocoran, sementara ini juga hendaknya mempersiapkan jadwal produksi masyarakat mendapatkan 60-75 persen pendapatan untuk memperlihatkan adanya tumpang tindih kotor, secara umum dapat dikatakan sebagai kisah kerangka waktu untuk tiap tugas. Kerangka waktu ini sukses. Usaha-usaha Penunjang
8
Penginapan pantai; toko pengisian tangki penyelam; pemasok peralatan menangkap ikan; penyedia layanan feri antar pulau; toko cindera mata; bengkel perawatan kapal; fotografer dan artis; pengumpul sampah dan limbah.
Cetak Biru untuk Pengembangan Wisata Mengamati Paus dan Lumba-lumba
Table 4—Contoh Nilai-nilai dari Wisata Mengamati Paus JENIS NILAI-NILAI Rekreasi Ilmiah
KETERANGAN Memberikan rasa senang Menumbuhkan peningkatan pengetahuan tentang paus, habitat mereka dsb, termasuk juga informasi mengenai layanan ekologi yang diberikan oleh cetacean, melalui kegiatan mengamati paus ("layanan ekologi" berarti fungsi penunjang kehidupan manusia yang diberikan dengan bertahan hidup terus menerusnya paus di ekosistem laut; lihat definisi secara penuh di bawah).
Pendidikan
Menumbuhkan nilai pendidikan.
Keuangan
Menyumbangkan pemasukan uang dan arus ekonomi.
Kebudayaan Warisan
Menyumbangkan nilai budaya (solidaritas dan identitas masyarakat). Dapat memainkan peranan penting dalam dan menyumbang pada nilai warisan (manfaat bagi masyarakat dan budaya setempat).
Sosial
Menyumbangkan nilai sosial melalui kesempatan bersama keluarga dan teman-teman; mencakup juga pengalaman sosial penduduk setempat dan dampak pada permasalahan seperti kesetaraan sosial dan penyebaran pendapatan yang disebabkan oleh adanya perubahan dalam industri wisata mengamati paus setempat.
Estetika
Menyumbangkan nilai estetika (keindahan pemandangan, paus dan kehidupan liar lainnya, pengalaman rasa damai lautan).
Spiritual/Kejiwaan
Nilai yang muncul melalui perasaan dari hubungan yang berbasis pada aspek budaya, mitos, dan psikologis seperti meningkatnya harga diri, rasa puas dan manfaat pada kesehatan.
Politik
Dampak politik yang disebabkan oleh hadirnya industri wisata mengamati paus ini dan dari informasi yang didapat oleh peserta pada wisata mengamati paus ini.
Membagi Pengalaman
Pengalaman dari mendengar cerita mereka yang telah mengikuti wisata mengamati paus.
Memandang dari Kejauhan
Nilai-nilai yang didapat dari mengamati paus di TV, Internet, DVD, dan buku serta majalah, yang tidak akan terjadi tanpa adanya wisata mengamati paus.
Mutu Lingkungan (Kenyamanan)*
Berkaitan erat atau sebahagian dengan kondisi fungsional, mutu fisik dari lingkungan itu sendiri merupakan pelayanan langsung yang dapat dinilai oleh masyarakat; mencakup mutu gangguan lingkungan, yang didefinisikan di bawah.
Fungsi Ekologis (Pelayanan)*
Terdiri dari banyak komponen, dari aliran keluar air laut hingga kehidupan tumbuhan laut; anggota bidang keilmuan dari tim penilai mesti memaparkan daftar lengkap fungsi-fungsi ini dan mengenali dampak setiap pilihan pada setiap fungsi.
Mutu Gangguan Lingkungan*
Suatu lingkungan dapat digunakan dalam tata cara yang berkesinambungan dari segi ekologi, dengan mutu lingkungan yang baik, ketika sangat diganggu oleh kegiatan manusia; tingkat gangguan lingkungan yang rendah dapat memberi kontribusi pada layanan fisik yang diberikan.
Nilai Perpaduan
Dalam perpaduan, beberapa dari nilai-nilai ini berharga lebih dari penjumlah masing-masing bagian; misalnya, pemandangan yang indah dipadu dengan nilai lainnya pada taraf yang tinggi, lebih berharga dari kedua nilai jika dipisahkan.
Sumber: Disadur dari IFAW 1999 * Nilai mutu lingkungan, mutu gangguan lingkungan, dan fungsi ekologis kadangkala dijadikan satu sebagai nilai pelayanan ekologi. Pada kenyataannya, nilai pelayanan ekologis dapat dikatakan terdiri dari ketiga komponen ini. Keadaan fisik dari lingkungan di sekitar situs wisata mengamati paus ini memberikan layanan pada kemanusiaan yang dinamakan "nilai-nilai". Ketiga komponen ini bertujuan untuk menguraikan sifat fisik obyek yang disebut sebagai "lingkungan" yang memiliki nilai masing-masing.
Cetak Biru untuk Pengembangan Wisata Mengamati Paus dan Lumba-lumba
9
Beberapa cikal bakal komunitas wisata mengamati paus yang mulai dari nol mungkin akan mengalami masalah untuk mengidentifikasi dan melibatkan pemegang saham yang potensial. Dalam hal ini mungkin masalah dari mana atau bagaimana untuk memulai tidaklah begitu penting. Pelajaran yang dapat diambil dari pantai tengah Venezuela (Bolanos, komunikasi dengan nara sumber) adalah untuk meningkatkan kepedulian para guru dan anak-anak terhadap paus dan lumba-lumba dan untuk meyakinkan otoritas lingkungan dan wisata setempat dan regional akan nilai potensial wisata mengamati paus. Skala waktu untuk memulai usaha wisata mengamati paus ini berkisar sekitar satu hingga tiga tahun. 2. Pembentukan dan penerapan strategi untuk melibatkan pemegang saham. Kunci bagi kesinambungan adalah mempertahankan keterlibatan pemegang saham dalam membantu mengelola sumber daya. Strategi untuk melakukan hal ini mencakup pertemuan berkala (pada sebelum atau sesudah tiap musim), mengadakan festival lumba-lumba atau paus dan acara khusus lainnya, dan program untuk mendorong pemegang saham menanamkan modalnya dalam penelitian, pendidikan, dan pelestarian sumber daya (paus, lumba-lumba dan ekosistem kelautan). Para pemegang saham juga sangat perlu bertemu untuk mengevaluasi keberhasilan dan kegagalan usaha mereka dan untuk memperbaiki rencana mereka dan mengembangkan strategi baru. 3. Mengorganisasikan penelitian dasar mengenai paus dan lumba-lumba. Lakukan studi pustaka. Kenali studi yang perlu dilakukan. Studi perlu dijalankan untuk menilai distribusi dan musim cetacean (paus-pausan) dalam jangkauan ketersediaan kapal-kapal untuk pelabuhan yang ada (atau yang mungkin dibangun). Studi ini perlu dilakukan berdasarkan musim untuk mencakup lebih dari satu tahun dan memastikan konsistensi. Studi ini hendaknya bertujuan praktis, di satu sisi untuk menentukan apakah wisata mengamati paus ini memungkinkan dan spesies apa yang dapat diamati, dimana dan kapan (informasi yang berguna bagi operator dan pengamat paus), namun di sisi lain studi ini juga seharusnya memberi informasi yang berguna bagi penilaian dampak lingkungan (lihat poin 4) dan untuk segi pengelolaan suber daya keseluruhan (poin 11-14). 4. Melengkapi analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL - environmental impact assessment / EIA) dan penilaian sosio-ekonomi. AMDAL and dampak sosioekonomi mestilah dilengkapi, melihat bukan hanya pada sumber daya, tetapi juga pada dampak sosial, ekonomi dan lingkungan secara keseluruhan dari wisata mengamati paus ini pada masyarakat setempat. Semua
10
pemegang saham yang merupakan pengguna pada sektor kelautan akan perlu dipertimbangkan: penangkap ikan komersial atau nelayan, pehobi dan olahragawan pemancing; penyelam komersial dan rekreasional; pemilik kapal komersial, pelancongan dan rekreasional; serta para agen penambangan mineral, minyak dan gas. Perlu ada juga pertimbangan terhadap area yang khusus dilindungi atau yang dicanangkan untuk perlindungan, misalnya bagaimana wisata mengamati paus ini akan mempengaruhi area perlindungan kelautan yang telah ada maupun yang dicanangkan. Mesti ada tingkat analisis yang berbeda berdasarkan ukuran potensial usaha ini, juga kerangka waktu yang diperkirakan untuk perkembangan usaha ini dan juga prasarana yang terkait. AMDAL merupakan istilah yang lazim dipakai, namun, sebagai contoh, di Venezuela, digunakan evaluasi lingkungan yang spesifik, yang merupakan bentuk sederhana dari AMDAL. Ini mungkin dapat diterima, sejauh mencakup poin utama analisis yang diperlukan. Di Venezuela, evaluasi dilakukan sebagai bagian dari proyek mahasiswa (karya siswa). Dengan bimbingan yang cukup, ini dapat merupakan cara yang murah untuk mendapatkan sekaligus AMDAL dan penilaian sosio-ekonomi.
Pemasaran dan Perancangan Wisata Untuk keempat poin berikut, agen wisata, operator, dan usaha penunjang biasanya memimpin, sementara pemegang saham lainnya membantu sebagaimana diperlukan. 5. Menganalisis prasarana yang tersedia untuk wisata dan mengenali kekurangan yang ada. Membuat dokumen investigasi wisata dan studi kelayakan bagi atraksi setempat yang ada sekarang dan yang akan datang. Penelitian mengenai prasarana hendaklah mencakup jumlah kamar hotel, rumah makan, galangan dengan fasilitas kapal, kapal, jalan, dan lapangan parkir. Di beberapa tempat, ini mungkin hanya berupa pekerjaan mencocokkan (check mark execise). Di tempat lain, ini dapat menghasilkan daftar tugas yang perlu dilakukan. Dalam hal ini laporan investigasi dan rapat dengan masyarakat diperlukan untuk menentukan arah dan jangkauan pengembangan wisata yang diinginkan. Sebagai contoh, sebuah hotel dengan 400 kamar dapat dibangun di desa pantai untuk menambah kapasitas wisatawan, namun pada saat bersamaan ini akan mengganggu ekologi pantai yang asli dan ini akan membuat wisatawan yang ingin mengamati paus menjauh. Beberapa tahun yang lalu, masyarakat Kaikoura, Selandia Baru, telah menghadapi dilema ini.
Cetak Biru untuk Pengembangan Wisata Mengamati Paus dan Lumba-lumba
Pemegang saham telah memperdebatkan apakah mereka akan mendorong wisatawan untuk tinggal sehari lebih lama dengan membangun pusat perpausan yang lengkap - namun menyadari bahwa dengan adanya pusat ini akan memerlukan lebih banyak hotel dan losmen, rumah makan, tempat parkir dan pengumpulan sampah, menempatkan daerah tersebut ke tingkat pariwisata yang lebih tinggi dan kemungkinan menurunkan upaya wisata yang inti dari daerah tersebut. Atraksi dalam kegiatan ini mencakup corak alam, budaya, sejarah dan geologi, serta atraksi lain yang ada dan yang potensial di masa depan, yang dapat dijadikan paket dalam wisata mengamati paus ini. Contohnya, pusat perpausan atau museum, tempat memandang paus di tepi pantai, toko atau pusat cindera mata dengan barang lokal serta atraksi sejarah dan budaya adalah bagian dari "pengalaman mengamati paus" yang lebih luas. Sejumlah atraksi ini berperan menarik lebih banyak orang ke suatu wilayah, namun diperlukan juga analisis prasarana yang cermat. Di Islandia, pembentukan Pusat Perpausan Húsavík (Húsavík Whale Center) yang berkelas dunia telah menarik perhatian dan menarik pengunjuk ke Húsavík, dengan manfaat bagi komunitas yang lebih luas. Fasilitas ini berperan sebagai pusat pengkoordinasian wisata mengamati paus di seluruh Islandia dengan berbagai lokakarya dan acara khusus, membantu industri ini secara internasional, juga lokal dan nasional. Namun sebelum pusat dan atraksi lain dibangun, mutlak juga dipertimbangkan poin 6 dan 7.
Table 5—Contoh Pembiayaan Wisata Mengamati Paus JENIS PEMBIAYAAN
KETERANGAN
Daerah Tujuan
Ekologi
Penggunaan gas pada kapal, pencemaran air, sampah di perairan dan dari wisatawan pengamat paus, gangguan terhadap paus dan kehidupan liar lainnya (biaya jangka pendek dan panjang)
Sosial
Kehilangan pekerjaan di beberapa sektor; kehilangan layanan setempat karena banyaknya wisatawan yang datang; konflik dengan nelayan setempat, kapal, dan kepentingan masyarakat yang lainnya; "penjajahan" dari wisatawan pengamat paus.
Ekonomi
Masalah prasarana karena banyaknya wisatawan pengamat paus; implikasi biaya pengelolaan sektor perairan; kesempatan yang kemungkinan terlepas.
Daerah Transit Ekologi
Emisi pesawat jet dan mobil (efek rumah kaca)
Sosial
Akibat dari pilihan sarana sarana angkutan jika alat angkut yang lebih ramah lingkungan tidak digunakan.
Ekonomi
Akibat dari pilihan sarana sarana angkutan jika alat angkut yang lebih ramah lingkungan tidak digunakan.
Sumber: Berdasarkan pada Hoyt 2004 menggunakan model wisata Leiper 1990.
6. Melakukan analisis pemasaran wisata (mencakup juga harapan dan latar belakang pengunjung). Menyelidiki jenis wisatawan yang datang ke negara dan wilayah bersangkutan, apakah mereka akan tertarik untuk mengamati paus. Jika mereka tertarik, jenis atraksi apa dan berapa lama mereka akan tinggal berdasarkan pada atraksi yang ada dan yang potensial di masa depan. Apakah wisatawan baru akan datang ke negara tersebut jika wisata mengamati paus tersedia? Analisis ini juga perlu melihat persaingan regional, termasuk negara tetangga yang juga memiliki pantai untuk mengamati paus. Apakah wisatawan yang datang ke negara tetangga akan juga berkunjung jika ditawarkan wisata mengamati paus? Adakan juga evaluasi pasar yang lainnya. 7. Merancang paket wisata mengamati paus / wisata lingkungan kelautan atau atau "produk wisata". Produk wisata ini hendaknya berbasis pada riset logistik dan analisis pasar dan prasarana, termasuk pertimbangan dari dan kemungkinan integrasi dengan produk wisata yang ada di dalam komunitas, wilayah, dan negara tersebut
(poin 3-6). Analisis pasar hendaklah menjadi faktor kunci dalam menentukan jenis wisata yang akan disediakan. Sebagai contoh, apakah pengunjung menginginkan perjalanan sehari penuh atau hanya dua jam? Apakah mereka menginginkan wisata mengamati paus saja atau wisata alam dan budaya yang lebih luas? Apakah mereka akan mempertimbangkan untuk memperpanjang wisata mereka dan bermalam di bagian lain dari kawasan pantai jika hanya ada kegiatan mengamati paus saja, atau apakah ini hanya dilakukan jika tersedia atraksi lainnya? Perlu juga dipertimbangkan apa yang diinginkan dan yang dapat disediakan oleh para operator wisata. 8. Membentuk merek dan rencana pemasaran yang menyeluruh bagi komunitas dan wilayah. Berdasarkan pada analisis pasar dan perancangan produk wisata, adakan kampanye bagi komunitas dan wilayah untuk memasarkan wisata mengamati paus ini secara nasional, regional, dan internasional. Pendekatan yang diambil dapat bervariasi; ahli pemasaran dapat membantu
Cetak Biru untuk Pengembangan Wisata Mengamati Paus dan Lumba-lumba
11
membentuk pandangan dan pendekatan. Jika daerah tersebut merupakan daerah perlindungan kelautan (poin 12), ini dapat menjadi "merek" yang kuat yang akan menarik banyak orang ke daerah tersebut. Sebagai contoh, pada tahun 1986 perancangan Penangkaran Paus Bungkuk Pantai Perak (Silver Bank Humpback Whale Sanctuary) di Republik Dominika menarik wisatawan baru dan berperan dalam perkembangan yang cepat kegiatan mengamati paus di Semenanjung Samaná, meskipun hanya sedikit pengunjung yang datang ke penangkaran itu sendiri (Hoyt 2005a). Contoh lainnya, Afrika Selatan telah berhasil dengan Jalan Paus-nya dan kota Hermanus kini memiliki reputasi internasional dengan wisata mengamati paus berbasis pantainya, yang bahkan mungkin dilakukan dari tempat tidur di kamar hotel, dengan pengamatan paus yang tepat sepanjang pantai yang diumumkan oleh bunyi peluit pemanggil paus (whale crier's horn). Pada intinya, pemasaran harus membantu operator dan penduduk setempat untuk bersaing dalam industri wisata dunia, menunjukkan pada mereka bagaimana mempengaruhi perilaku pelanggan yang berada (dan membuat keputusan perjalanan) pada jarak ribuan kilometer (Mowforth dan Munt 1998, 194).
Titik Tumpu pada Usaha Dua poin yang berikutnya sangat penting bagi kesuksesan akhir wisata mengamati paus. Dalam beberapa kasus, operator dapat belajar dari pekerjaan yang dilakukan atau menyesuaikan kecakapan yang telah dipelajari dari bisnis usaha lainnya, namun dalam kasus lainnya pelatihan ataupun bahkan pelatihan kembali mutlak diperlukan. Kepemimpinan hendaklah dipegang oleh operator sendiri, juga usaha penunjang, agen wisata, dan dalam beberapa kasus departemen pemerintahan bersama dengan pemegang saham lainnya membantu dan menyediakan dukungan. 9. Menyiapkan pengembangan usaha, pelatihan, program-program perbantuan dan mengadakan lokakarya bagi operator wisata pengamatan paus. Para pemegang saham yang akan menjadi operator wisata mengamati paus ini (baik yang berbasis lautan ataupun daratan) dan pemilik toko mungkin juga membutuhkan pelatihan pada satu atau lebih keahlian yang diperlukan untuk menjalankan usaha wisata kecil yang berhasil. Kapten atau pemilik kapal nelayan yang beralih ke usaha wisata mengamati paus ini (seperti misalnya di Newfoundland, Kanada dan Ogata, Jepang) memiliki pengetahuan tentang kapal dan laut, namun cenderung
12
kurang ramah dan sadar akan kebutuhan para wisatawan disbanding dengan misalnya operator kapal wisata yang beralih ke usaha wisata mengamati paus. Operator yang ingin berhasil juga mendapatkan manfaat dari mempelajari tentang dasar praktek usaha di industri pariwisata. Salah satu permasalahan, misalnya, mengenai menangani sifat musiman. Di kota Westport di bagian barat negara bagian Washington di Amerika Serikat, banyak operator yang membawa wisatawan melihat migrasi paus abu-abu menjadi nelayan atau menawarkan wisata pemandangan dan alam secara umum di luar musim migrasi. Operator yang baru di bidang wisata mengamati paus ini (dan bahkan banyak juga yang telah memulai) harus mempelajari teknik-teknik berikut: mendekati paus tanpa mengganggu mereka, bekerja dengan arahan pencinta alam (naturalist), memenuhi apa yang diharapkan pelanggan dan melayani pelanggan dengan baik, serta menyediakan perjalanan mengamati paus yang akan menciptakan cerita dari mulut ke mulut yang baik and membuat pelanggan kembali lagi. Salah satu cara untuk melakukan ini adalah dengan mewawancara operator wisata mengamati paus yang potensial untuk mengetahui apa yang menjadi harapan dan keinginan mereka, dengan penekanan pada manfaat wisata mengamati paus yang bermutu tinggi dan berdampak rendah. Demonstrasi praktis dapat mencakup instruksi di atas air. Lokakarya kelompok mungkin akan lebih praktis jika jumlah operator telah diketahui. Masyarakat Pelestarian Paus dan Lumba-lumba (Whale and Dolphin Conservation Society - WDCS) di Inggris dan Argentina telah mengembangkan lokakarya beberapa hari yang dirancang untuk mengajarkan para operator (lokakarya ini telah dilaksanakan dengan berhasil di Kepulauan Kenari (Canary Islands), Kostarika, Islandia, Panama dan Spanyol). Lokakarya WDCS pada bulan Juni 1995 di Islandia, yang dihadiri oleh sebagian besar operator yang kini bekerja di negara tersebut, telah dipercaya untuk membantu meluncurkan industri wisata mengamati paus yang kini telah menjadi besar dan berhasil. Operator wisata mengamati paus yang pertama di Kalifornia dan New England di Amerika Serikat berasal dari industri nelayan, dimana kapal nelayan di luar musim melaut digunakan untuk mengangkut wisatawan. Lebih dari itu, krisis yang terjadi telah mengarahkan para nelayan untuk mempertimbangkan usaha mengamati paus ini (di wilayah ini maupun di wilayah lainnya seperti Islandia, Jepang, Newfoundland, dan Skotlandia) (Hoyt 2001). Kadangkala, seperti pada kasus ikan cod (codfish) di Newfoundland, musim melaut sangatlah berkurang atau bahkan tidak ada lagi, atau juga pembatasan dan
Cetak Biru untuk Pengembangan Wisata Mengamati Paus dan Lumba-lumba
biaya melaut telah menjadi hambatan, dan ini mendorong pemilik kapal nelayan mencoba wisata mengamati paus. Perubahan ini terjadi di wilayah di mana para nelayan menganggur di rumah dan tidak menggunakan kapal mereka, sementara paus dan lumbalumba dapat ditemukan dengan mudah. Biasanya satu nelayan mencoba usaha ini, kemudian beritanya menyebar. Di beberapa bagian dunia, para nelayan yang bergeser ke wisata mengamati paus atau lumba-lumba atau wisata laut lainnya berpindah secara penuh, mendapatkan pendapatan yang lebih mudah dan lebih tetap dengan wisata mengamati paus ini. Bagaimanapun, pendekatan yang terbaik adalah dengan menjaga fleksibilitas dan jika mungkin mengembangkan pilihan untuk mendapatkan uang di luar musim melaut atau pada tahun-tahun di mana kegiatan pariwisata menurun karena satu dan lain hal. 10. Megembangkan rencangan usaha untuk pariwisata mengamati paus yang berkesinambungan. Memberi perhatian khusus pada teknik peningkatan nilai tambah dan strategi mengurangi dampak. Hal ini mengacu terutama pada rencana usaha operator dan komunitas tertentu, namun dapat juga pada rencana usaha keseluruhan wilayah atau nasional. Kebanyakan operasi wisata mengamati paus ini beroperasi sebagai kepemilikan tunggal, kongsi, atau perusahaan kecil, walaupun model lainnya yang kadang juga dipakai seperti usaha nelayan, koperasi masyarakat (seperti di Ogata, Jepang), dan juga usaha nirlaba yang dijalankan oleh kelompok pelestarian ataupun peneliti (contohnya wisata "kagetan" WDCS di Argentina dan negara lainnya serta Studi Cetacean Pulau Mingan Richard Sears - Richard Sears' Mingan Island Cetacean Study - di Kanada dan Meksiko). Tidak ada satu sistem yang lebih baik dari yang lain, namun untuk setiap model adalah mutlak diperlukan adanya rencana yang tertata rapi yang menggunakan elemen dari cetak biru ini. Adalah penting untuk menentukan apakah perlu diadakan pengujian selama satu atau dua musim. Ini menghilangkan desakan untuk berhasil, pada saat yang sama memberi kesempatan pada usaha ini untuk dimulai dalam suasana yang mendukung dan tidak terlalu menekan. Adalah ide yang baik juga untuk mendorong para operator untuk membentuk perhimpunan operator untuk mendukung komunikasi dan praktek yang terbaik. Setiap operator hendaklah mengembangkan pernyataan misi yang ditinjau kembali, diperbaiki dan ditingkatkan setiap tahun. Untuk mempertahankan pemasukan sebanyak mungkin bagi penduduk setempat dan negara, perusahaan pariwisata lokal dapat dibentuk untuk menjual paket wisata atau paling tidak untuk membangun kerjasama dengan perusahaan pariwisata asing yang memasarkan wisata
mengamati paus ini secara internasional. Salah satu cara untuk mempertahankan kesinambungan adalah dengan melakukan analisis pembiayaan dan manfaat dari industri mengamati paus masyarakat ini, yang diikuti oleh program untuk meningkatkan manfaat dan menurunkan pembiayaan. Memberi nilai tambah terhadap wisata ini berarti meningkatan nilai pendidikan dan keilmuan dari wisata ini, dengan menambahkan pemandu dan peneliti dan mendirikan pusat perpausan. Penurunan dampak mencakup penurunan stress pada paus yang diakibatkan oleh penggunaan kapal, misalnya dengan memeratakan dampak wisata mengamati paus ini juga kepada spesies laut dan corak budaya lainnya; mengadopsi wisata mengamati paus berbasis daratan sebagai komponen dari perjalanan wisata; mempromosikan aturan ruang dan waktu satu berbanding tiga dimana sepertiga dari setiap hari dan sepertiga dari kawasan dikhususkan bagi paus untuk tidak diganggu, untuk melindungi pola perilaku yang alami.
Pengelolaan Sumber Daya Empat poin yang terakhir adalah sangat vital untuk menciptakan industri yang terkelola baik dan berkesinambungan. Kadangkala poin-poin ini terabaikan atau tertunda hingga beberapa tahun setelah kegiatan wisata mengamati paus dimulai, hingga ketika berbagai masalah mulai muncul. Poin-poin ini ditempatkan di bagian akhir dari ke-14 langkah yang direkomendasikan, namun jika memungkinkan poin-poin tersebut hendaknya dimulai bersamaan dengan poin-poin awal sehingga segala sesuatunya telah tertata ketika wisata mengamati paus dimulai. Untuk poin-poin ini pemerintah lokal dan nasional, termasuk juga agen pariwisata, serta ORNOP dan para peneliti selayaknya memimpin, sementara pemegang saham lainnya membantu. 11. Menetapkan aturan menyeluruh mengenai pengelolaan industri (perizinan bagi operator dan kapal, merancang dan menetapkan aturan-aturan). Menetapkan batas atas bagi wisata mengamati paus. Aturan pengelolaan yang menyeluruh perlu ditetapkan. Dengan mempertimbangkan batas atas (keterangan lebih lanjut diberikan di bawah), pengelolaan perlu untuk (a) menetapkan izin atau sistem pengendalian perizinan lainnya (pembatasan jumlah kapal dan/atau operator yang diizinkan untuk mengamati paus), (b) membuat aturan untuk mengamati paus, (c) merekomendasikan tata cara dan panduan untuk mengamati paus, dan (d) membuat perangkat pendidikan dan penegakan hukum (pengawasan kapal).
Cetak Biru untuk Pengembangan Wisata Mengamati Paus dan Lumba-lumba
13
DEB YOUNG, COURTESY OF O’BRIEN’S WHALE AND BIRD TOURS
MICHAEL LÜCK MICHAEL LÜCK
Pelaksanaan wisata mengamati paus yang terbaik memiliki pencinta alam di atas kapal untuk menerangkan perilaku satwa ini dan menjawab pertanyaan.
LUKE NEY
Wisata mengamati paus dan lumba-lumba dapat membangkitkan manfaat yang berhubungan dengan pariwisata lainnya dan pendapatan bagi masyarakat setempat.
Paus yang dengan sendirinya mendekati kapal yang sedang terbawa arus dapat menjadi kejadian yang paling menakjubkan bersama satwa tersebut bagi wisatawan.
Memberi pendidikan pada operator kapal, petugas setempat dan pemegang saham lainnya mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam wisata mengamati paus adalah sangat penting.
Ketika aturan hukum mutlak diperlukan, tata cara dan panduan juga dapat memainkan peranan penting (Holden 2000, 154-160). Di beberapa tempat di dunia, seperti Jepang, Tonga dan Venezuela, tata cara ini memberikan arahan yang berguna ketika aturan hukum tidak ada atau masih dalam proses ditetapkan sebagai perundangan. Yang paling penting dari seluruh penyediaan pengelolaan ini adalah perizinan dan pembatasan jumlah operator yang hanya sedikit di setiap daerah (maksimum 1-3 operator beroperasi di setiap daerah kemungkinan adalah baik untuk permulaaan, tergantung pada luas wilayah dan intensitas penggunaan). Hanya sangat sedikit negara yang telah menerapkan pendekatan yang sederhana ini, seperti Selandia Baru dan Afrika Selatan, dimana keduanya membatasi izin bagi
hanya 1-2 operator di sebagian besar wilayah. Pada kedua kasus ini pembatasan telah membantu membatasi dampak terhadap paus dan juga memungkinkan usaha wisata untuk tumbuh tanpa melakukan perang harga. Dalam lingkup yang lebih kecil, pembatasan juga telah mendorong usaha untuk menanamkan modal dalam pengembangan mutu produk.
14
Baik Selandia Baru maupun Afrika Selatan juga membuat peraturan wisata mengamati paus di samping perizinan. Chubut, Argentina, sedang berupaya dalam hal ini dan membutuhkan keduanya, baik peraturan dan juga satuan penegak hukum. Propinsi ini memiliki peraturan yang membatasi jumlah operator tak lebih dari enam di Piramida Puerto (tidak satupun diperbolehkan di sekitar
Cetak Biru untuk Pengembangan Wisata Mengamati Paus dan Lumba-lumba
Table 6 —Persyaratan Kawasan Konservasi Laut (KKL)
MICHAEL LÜCK
UNTUK HASIL YANG TERBAIK, SEBUAH KKL HARUS MEMILIKI:
pemukiman). Pembatasan ini secara garis besar bernilai positif, namun telah menjadikan 60 persen usaha terpusat di tangan satu operator, yang telah dapat membeli dan mengoperasikan banyak kapal. Pendekatan yang dipakai di Selandia Baru dalam pengatur jumlah operator dan kapal tampaknya sangatlah berguna dan memungkinkan bagi aturan pengendali lainnya. (Dimungkinkan juga untuk mengendalikan ukuran dan jenis kapal, membolehkan atau mendorong kapal yang terbaik bagi paus serta wisata mengamati paus). Namun, tahap sejauh yang dicapai oleh wisata mengamati paus yang berjalan di Chubut ini (yang secara umum berhasil), adalah hasil langsung dari upaya pembatasan jumlah izin hanya kepada enam operator selama kurun dua puluh tahun terakhir. Selandia Baru meminta pemegang izin menunjukkan mutu pendidikan bagi wisata mereka namun tampaknya tidak menerima atau menolak permohonan izin atas dasar ini. Sistem perizinan yang kuat yang berdasarkan pada keharusan adanya pencinta alam, program pendidikan yang bermutu tinggi, dan kerjasama dengan peneliti akan mengarah pada penciptaan wisata mengamati paus yang bermutu tinggi. Sisi lain dari spektrum ini tampak pada dua contoh berikut, satu dari Kepulauan Kenari di Tenerife dan yang lainnya di Taiwan. Jauh di selatan Tenerife, di kawasan yang terbatas di mana paus pilot dan lumbalumba hidung botol sangat mungkin dijumpai di perairan dekat pantai, wisata mengamati paus tumbuh dalam 4-5 tahun, tanpa perizinan ataupun aturan, dari tidak ada sama sekali menjadi lebih dari 150 kapal yang beroperasi di perairan. Tidak hanya bahwa kapal-kapal itu tidak berizin dan tak terkendali dari sudut pandang wisata mengamati paus, namun ada cukup banyak juga kapal-kapal yang tidak memiliki izin untuk mengangkut wisatawan atau bahkan untuk beroperasi di perairan Spanyol atau Kepulauan Kenari. Perahu layar asing muncul di daerah kepulauan ini, memancangkan tanda menawarkan wisata mengamati
■
Penelitian latar belakang yang ilmiah mengenai tentang persyaratan habitat yang sangat penting bagi cetacea dan spesies lainnya.
■
Masukan awal dari berbagai disiplin untuk memilih, merencanakan, menerapkan dan meninjau kembali KKL.
■
Hubungan yang baik antara anggota masyarakat setempat dan pemegang saham lainnya dalam proses KKL karena mereka dapat melihat manfaat secara fisik bagi mereka sendiri dan orang lain.
■
Batas yang dapat diterima atau jaringan dari sisi spesies, ekosistem, dan proses-proses dalam ekosistem yang dilindungi.
■
Rancangan KKL yang baik, yang dibangun di sekitar daerah pusat Kategori I Persatuan Konservasi Dunia (World Conservation Union / IUCN Category I core areas), dengan wilayah atau tingkat perlindungan tambahan seperti pada model sebuah cagar biosfir.
■
Rencana pengelolaan berdasarkan ekosistem dan sosio-ekonomi yang mendalam.
■
Pengakuan hukum serta penerimaan masyarakat secara luas.
■
Program pendidikan yang interaktif, timbal balik, dan terusmenerus bagi mereka yang menggunakan, melintasi, atau mengunjungi kawasan yang dilindungi, yang ditujukan bagi masyarakat yang hidup di dekat kawasan tersebut, nelayan, wisatawan, dan pengguna komersial laut yang lainnya di dalam dan di luar KKL.
■
Pengelolaan pencemaran, baik yang berbasis laut maupun darat (dari daerah daratan sekitarnya).
■
Program penegakan hukum.
■
Pemantauan dan peninjauan kembali (baik mandiri maupun oleh pihak ketiga) secara berkala disertai masukan dari pemegang saham.
Sumber: Hoyt 2005a
paus dan menghasilkan uang cepat sebelum berpindah. Di pantai timur laut Taiwan, wisata mengamati paus yang tanpa peraturan menyebabkan perang harga di antara para operator yang berlomba menjaring wisatawan. Perjalanan wisata ini singkat, tanpa pemandu dan sangat murah sehingga operator banyak kehilangan uang namun terpaksa terus beroperasi untuk melunasi kapalnya. Sebagai bagian dari penetapan aturan pengelolaan adalah penentuan dana untuk pengelolaan yang memadai, yang mencakup program penelitian dan pendidikan serta penegakan hukum. Pendanaan ini dapat diperoleh dari
Cetak Biru untuk Pengembangan Wisata Mengamati Paus dan Lumba-lumba
15
DEB YOUNG, COURTESY OF O’BRIEN’S WHALE AND BIRD TOURS
Bagi beberapa wisatawan, perjalanan mengamati paus menjadi pengalaman tak terlupakan seumur hidup mereka.
biaya perizinan, pajak, denda dan tarif kunjungan. Idealnya, gabungan dari semua ini dapat mendanai upaya pelestarian, penelitian dan penegakan hukum. Konsep "pengguna membayar" dapat diterapkan untuk mendukung dan menjual pengadaan tarif kunjungan. Mengacu pada AMDAL dan penilaian sosio-ekonomi (poin 4), batas atas yang direkomendasikan untuk wisata lingkungan mengamati paus ini (kadang juga disebut sebagai kapasitas tampung atau batas dari perubahan yang wajar) hendaklah ditetapkan untuk menjamin agar wisata mengamati paus ini tetap berkesinambungan di masa depan (Hoyt 2004, 2005b; Mowforth dan Munt 1998, 105-111, 250). Batas atas ini didefinisikan sebagai (a) jumlah maksimum kapal yang diizinkan untuk beroperasi, (b) jumlah maksimum pengamat paus atau total wisatawan di suatu wilayah perhari, (c) jumlah maksimum izin yang diperbolehkan, atau (d) faktor lainnya; batas atas ini idealnya mempertimbangkan semua hal di atas. Batas atas atau tahap yang direkomendasikan mestilah dibentuk berdasarkan bagaimana perasaan masyarakat terhadap pengembangan yang ada, menggunakan pendekatan yang cermat dan hati-hati dengan batas kesalahan (error margin) yang longgar, dan hendaknya ditinjau kembali secara berkala (misalnya setiap 2-5 tahun). Karena lahan tempat wisata mengamati paus ini hanyalah titik awal dari pemikiran mengenai penetapan batas, beberapa pola jangka panjang dapat digunakan sebagai contoh, kecuali lokasi seperti Kaikoura, Selandia Baru, dimana batas-batas telah didefinisikan oleh (a) dan (c) (lihat studi kasus 1, hal. 20). 12. Menguji perangkat hukum untuk pengelolaan industri dan menerapkannya. Perangkat ini mencakup
16
aturan bukan hanya untuk melindungi paus dari wisata mengamati paus yang buruk dan berlebihan, namun juga untuk melindungi paus dan kehidupan laut lainnya dari pencemaran, penangkapan ikan yang berlebihan, penjaringan liar, dan ancaman lainnya. Sebagian dari aturan ini dapat diterapkan namun perlu kekuatan yang lebih, yaitu penegakan hukum (yang membutuhkan dana). Yang menjadi pertimbangan pokok adalah apakah kawasan konservasi laut (KKL, marine protected area / MPA) memang diperlukan dan/atau berguna dalam hal (a) melindungi habitat paus yang kritis dan juga ekosistemnya, (b) meningkatkan kemampuan untuk mengelola wisata mengamati paus dan fungsi lain dari ekosistem kelautan melalui pembentukan wilayahwilayah, (c) menarik wisatawan dan pengamat paus melalui daya tarik "merek" KKL (Hoyt 2005a). Lihat Table 6 (hal. 15) untuk rangkuman dari syarat utama untuk membentuk sebuah KKL. (Pengacara dan pakar hukum lainnya, serta pakar KKL dan perwakilan pemerintah, perlu ikut serta bersama pemegang saham dalam beberapa pertemuan yang diadakan, terutama ketika mencari bentuk perlindungan hukum yang sebenarnya). Perangkat hukum juga hendaknya benar-benar ditujukan untuk melindungi industri ini, memaksimalkan kendali lokal, dan meminimalkan "kebocoran" seperti yang dibahas pada poin 1. Sebagai contoh, pembatasan kepemilikan perusahaan lokal serta jenis dan ukuran kapal merupakan perangkat hukum yang telah berhasil dalam membantu mempertahankan pendapatan wisata di dalam suatu komunitas atau negara. Contoh perangkat hukum yang baik untuk melindungi sebuah industri ada di Baja California Sur di Meksiko, dimana dipersyaratkan hanya orang Meksiko yang boleh mengemudikan perahu motor terbuka (panga) di lagunalaguna (lihat studi kasus 2, hal. 25). Aturan ini secara efektif mendatangkan uang ke kantong-kantong lokal. Di negara lain - misalnya di Tonga - ada batasan kepemilikan kapal dan perusahaan bagi orang asing; pemilik asing harus memiliki rekan usaha yang berkebangsaan Tonga untuk mendapatkan izin. Di Kepulauan Kenari, segalanya bebas untuk semua orang (tanpa ada aturan sama sekali), dengan banyak kapal asing yang beroperasi sebagai kapal gelap, hingga akhir tahun 1990an, pada saat aturan akhirnya dibuat dan diberlakukan, mengusir keluar banyak kapal-kapal oportunis sehinga lebih banyak pendapatan yang diterima masyarakat setempat. Mutu wisata mengamati paus juga meningkat dengan berkurangnya masalah akibat terlampau ramainya kapal di perairan di sekitar kelompok paus yang sama.
Cetak Biru untuk Pengembangan Wisata Mengamati Paus dan Lumba-lumba
Table 7—Kepentingan Kunci dari Pemandu Pencinta Alam Mungkin tak ada yang lebih penting bagi keberhasilan wisata mengamati paus daripada seorang pemandu pencinta alam. Di luar dugaan, sejumlah besar wisata tergantung pada kapten kapal atau operator sebagai pemandu satu-satunya (Hoyt 1998). Ini kadang mutlak diperlukan dalam jangka waktu pendek karena kapasitas penumpang yang kecil atau faktor ekonomi. Dalam beberapa kasus, ini mungkin juga karena sang kapten adalah orang yang menarik, berpengetahuan, dan bersahabat. Namun ini sangatlah jarang merupakan kasus ideal atau bahkan cocok untuk jangka panjang. Kapten atau operator kapal perlu berkonsentrasi mengemudikan dan mengarahkan kapal secara hati-hati pada saat paus dan lumbalumba ada di sekitar. Penumpang menghargai uraian pendek dari kapten untuk memberi rasa percaya diri dalam perjalanan dengan kapal (seringkali menjadi sumber kecemasan bagi mereka yang baru pertama kali mengamati paus) dan menghargai pemikiran kapten, namun tugas memandu penumpang sepanjang perjalanan hendaknya menjadi tugas penuh bagi seorang atau lebih pemandu pencinta alam. Dalam kondisi ideal, pemandu (atau petugas pemandu pada kapal pesiar yang besar) yang ramah, berpengetahuan dan terlatih dapat melakukan semua atau sebagian besar dari tugas-tugas berikut: ■
Mengelola pelayanan penumpang dan menjawab pertanyaan sebelum, selama dan sesudah perjalanan.
■
Memberi pengenalan keselamatan sebelum perjalanan dan menjelaskan mengenai kapal yang ditumpangi kepada penumpang untuk membuat mereka merasa nyaman dan aman (termasuk juga cara menangani mabuk laut).
■
Memperkenalkan penumpang pada corak alam, budaya, geologi, dan kelautan daerah yang diarungi.
■
Menjadi jembatan antara dunia perkotaan dari sebagian besar penumpang dengan dunia alam dari paus, lumba-lumba dan lautan.
■
Menyampaikan pesan konservasi yang penting untuk dibawa pulang.
■
Membantu penumpang dengan tips pengambilan foto.
■
Menceritakan kisah yang menarik tentang laut dan paus dan bersifat menghibur.
■
Membantu menciptakan keterkaitan yang sangat penting antara penumpang dan laut dan memastikan bahwa perjalanan wisata mengamati paus mereka yang pertama kali mencapai keberhasilan, tak peduli berapa banyak paus yang teramati atau bahkan jika tak ada seekor paus pun yang terlihat.
■
Menunjukkan pada penumpang bagaimana mencirikan setiap satwa, menyebutkan nama satwa tersebut, ciri terperinci dan sejarah hidup paus tersebut jika diketahui.
■
Menjadikan penumpang menyadari nilai alamiah wisata mengamati paus - tak ada yang pasti dan setiap perjalanan adalah berbeda; semakin panjang waktu dan semakin banyak perjalanan yang dilakukan, semakin besar kemungkinan seseorang mengalami sesuatu yang menakjubkan.
Kebanyakan industri pariwisata memiliki contoh kendali hukum (beberapa paling tidak berhasil sebagian, ada juga yang tidak berjalan dengan baik) yang diterapkan untuk menghindari operator asing menjadi pemegang kendali. Pengendalian ini juga dapat diterapkan untuk membantu wisata mengamati paus. Bagaimanapun kesetimbangan mestilah ditujukan antara melindungi usaha setempat - meskipun praktek ini dapat mengurangi minat penanaman modal asing dan kemampuan untuk menggunakan ahli pemasaran dari operator yang berbasis asing. 13. Menanamkan unsur pendidikan dan penelitian, serta pengawasan terhadap perkembangan wisata mengamati paus (untuk menentukan dampak pada satwa yang diamati). Langkah ini sangatlah penting pada setiap tahap pengembangan wisata mengamati paus, dari awal hingga menjadi industri yang mapan. Program pendidikan yang luas perlu menjadi bagian yang umum dari wisata mengamati paus di setiap komunitas (IFAW, WWF dan WDCS 1997). Biasanya orang menganggap wisatawanlah yang perlu dididik, namun pendidikan harus dimulai dari para operator (lihat poin 9), serta pemandu, anggota masyarakat setempat, termasuk juga perwakilan pariwisata regional dan lokal dan kadangkala para peneliti. Konferensi yang diadakan tahunan atau setiap dua tahun, seminar atau lokakarya bagi masyarakat, atau festival paus atau lumba-lumba disertai presentasi oleh peneliti setempat dan yang lainnya merupakan titik awal yang baik. Pendidikan memberi fasilitas umpan balik dari peneliti dan meningkatkan ketertarikan masyarakat dan "laku" untuk pengembangan wisata mengamati paus. Bagaimanapun juga, kebutuhan yang terutama adalah pelatihan pemandu alam (Tabel 7, kiri), yang merupakan penyaji utama informasi pendidikan ini. Mutu dari apa yang mereka sajikan bertanggung jawab, boleh dikatakan lebih dari yang lainnya, bagi keberhasilan setiap wisata mengamati paus (dari segi kepuasan wisatawan dan mengembangkan kabar dari mulut ke mulut dan kelangsungan usaha). Pelatihan pendidikan bagi pemandu alam dapat diadakan dalam skala lokal, nasional, atau internasional (beberapa inisiatif telah ada melalui kerja WDCS di Kosta Rika, Panama, dan negara lainnya, namun dibutuhkan lebih banyak lagi). Sebagian dari rencana usaha perusahaan dan masyarakat dan program pendidikan hendaklah melingkupi perancangan dan pembuatan brosur pendidikan, selebaran informasi, situs Internet dan papan informasi yang akurat dan bermutu tinggi. Isinya hendaklah mengikuti poin 7 (perancangan produk wisata) dan poin 8 (merek dan rencana pemasaran).
Sumber: Kutipan dari Hoyt 2006.
Cetak Biru untuk Pengembangan Wisata Mengamati Paus dan Lumba-lumba
17
Selain itu, program pengawasan dan penelitian hendaknya memperluas dan dapat membandingkan hasil dengan penelitian dasar (poin 3). Ini tidak hanya menguak perilaku dan biologi yang menakjubkan dari cetacean yang diamati - yang menjadi daya tarik utama bagi operator, pemandu, anggota masyarakat setempat dan wisatawan pengamat paus - namun juga dapat memberi petunjuk apakah jumlah paus dan lumbalumba ini berkurang akibat polusi, salah tangkap oleh jaring nelayan or bahkan juga karena terganggu oleh kehadiran pengamat paus yang mempengaruhi pola perilaku jangka pendek dan kelestarian jangka panjang mereka. Hasil penelitian dan pengamatan ini kemudian perlu dipertimbangkan sebagai bagian dari peninjauan rencana pengelolaan yang berkala. 14. Mengembangkan mekanisme evaluasi yang berkesinambungan, baik evaluasi mandiri maupun evaluasi dari luar yang berkala (melingkupi pertimbangan atas garis besar analisis kesinambungan). Untuk mengevaluasi keberhasilan mungkin akan dibutuhkan pengembangan kartu laporan kesinambungan (lihat Tabel 8, kanan) serta analisis pembiayaan - manfaat dan sistem lainnya. Penelitian dan pengawasan (poin 13) akan membantu pengevaluasian dalam hal cetacean, namun penurunan mutu lingkungan juga perlu dipertimbangkan dalam evaluasi kesinambungan yang sungguh-sungguh. Tentunya definisi dari "keberhasilan", "perubahan yang wajar", dan "kesinambungan" harus dikembangkan untuk melakukan evaluasi. Ketika upaya pada umumnya dipusatkan untuk mencapai tujuan di tingkat nasional dan terutama di tingkat lokal, untuk kesinambungan yang sesungguhnya mesti ada pertimbangan dalam gambaran yang besar juga - seperti dari mana wisatawan berasal, dengan sarana apa mereka bepergian, dan jika ada, perubahan perilaku apa yang terjadi setelah melakukan wisata mengamati paus. Wisata mengamati paus dan wisata lingkungan secara idealnya hendaklah membantu menciptakan kesadaran lingkungan yang murni bagi wisatawan. Apakah industri wisata mengamati paus yang dikembangkan memiliki kemampuan menjaga kenetralan karbon, tidak hanya pada tingkat lokal namun juga dari segi perjalanan udara oleh wisatawan? Mungkin ada gunanya menyelidiki pemeliharaan iklim dan skema lainnya untuk kesinambungan, namun menemukan cara sehingga industri ini tertata menjadi lebih berkesinambungan adalah mutlak diperlukan juga. Bagi operator dan pemegang saham lainnya adalah sama pentingnya untuk melakukan evaluasi mandiri atau mengundang para pakar kegiatan mengamati paus dan wisata lingkungan untuk melakukan evaluasi.
Table 8 —Kartu Laporan Kesinambungan Di bawah ini adalah saran-saran yang menjadi titik awal bagi Kartu Laporan Kesinambungan, yang akan perlu dikembangkan lebih jauh, kemungkinan dengan metoda pemberian skor. DAMPAK KEGIATAN MENGAMATI PAUS Apakah sumber daya kehidupan liar mengalami penurunan atau dalam proses mengalami penurunan?
APA YANG PERLU DIPERHATIKAN ■
Apakah pertumbuhan populasi (kelahiran dikurangi kematian) bernilai positif?
■
Apakah laju pertumbuhan populasi/ laju kelahiran/ laju kematian sama, meningkat atau menurun?
■
Apakah para satwa meninggalkan kawasan tersebut?
■
Apakah satwa didekati atau diamati dari jarak sangat dekat, sehingga menyebabkan mereka mengalami perubahan perilaku, meskipun tidak begitu kentara?
Apakah lingkungan keseluruhan mengalami penurunan?
■
Bagaimana mutu sistem pengolahan air?
Bagaimanakah jenis wisatawan yang datang?
Bagaimanakah karakter operator dan pencinta alam?
■
Bagaimana dengan aliran keluar?
■
Diperlukan penilaian terhadap pencemaran perairan dan pantai lokal (penilaian daerah secara berkala terhadap pantai kadang dapat juga dipakai sebagai alat ukur).
■
Apakah mereka wisatawan lokal, nasional, ataukah internasional.
■
Apakah wisatawan menggunakan alat angkutan udara? Berapa jauh?
■
Apakah wisatawan datang dengan kendaraan pribadi (mobil) atau alat angkutan umum (bis, kereta api)?
■
Apakah mereka memiliki pengetahuan tentang mamalia laut, budaya dan lingkungan setempat, dan kegiatan mengamati paus?
■
Apakah mereka menarik dan merupakan guru yang baik?
■
Apakah mereka memiliki rasa tanggungjawab terhadap kegiatan wisatawan yang di bawah panduan mereka?
■
Apakah praktek usaha yang dilakukan sejalan dengan pariwisata yang berkesinambungan?
■
Apakah kegiatan wisata mengamati kehidupan laut liar ini memberi sumbangan berarti bagi masyarakat?
Sumber: Hoyt 2005b
18
Cetak Biru untuk Pengembangan Wisata Mengamati Paus dan Lumba-lumba
Kesimpulan
R
encana 14-langkah ini merupakan inti dari cetak biru. Setelah peninjauan kembali, persetujuan, dan pengadopsian rencana ini pada tingkat nasional, masingmasing poin dan rincian dari dokumen generik ini perlu diselaraskan dengan komunitas pantai di negara yang bersangkutan, melalui proses dimana pemegang saham menyesuaikan rencana ini dengan situasi setempat mereka. Yang menjadi tantangan adalah bagaimana menciptakan industri yang berkesinambungan yang dapat memaksimalkan manfaat bagi masyarakat setempat. Jika manfaat tidak terkumpul terutama bagi masyarakat setempat, industri yang berkesinambungan, yang layak disebut sebagai "wisata lingkungan" tidak mungkin tercipta. Dalam ke-14 poin atau langkah di atas, telah diberikan contoh-contoh dari berbagai komunitas wisata mengamati paus yang ada di dunia. Adalah penting untuk menekankan bahwa setiap komunitas memulai dari tanpa memiliki satupun kegiatan mengamati paus
dan dengan berbagai hambatan yang harus dihadapi untuk memulai wisata mengamati paus. Hanya setelah selang beberapa waktu wisata mengamati paus ini menjadi usaha yang berjangka panjang dan berhasil. Salah satu dari kisah keberhasilan yang tidak biasa adalah komunitas Kaikoura, Selandia baru, dimana penduduk Maori setempat berubah dari yang tadinya berupa masyarakat yang tertekan menjadi tujuan wisata mengamati paus yang menarik dan ramah dalam kurun waktu beberapa tahun. Studi kasus terperinci yang menganalisis keberhasilan Kaikoura disajikan di sini (lihat studi kasus 1, hal. 20). Studi kasus kedua - dari sisi seberang Samudera Pasifik, di semenanjung Baja, Meksiko - menguji dampak KKL dalam pengelolaan wisata mengamati paus, serta pengelolaan wisata mengamati paus di tempat dimana operator wisata yang lebih besar mengancam untuk mengambil alih dan mengepinggirkan pertimbangan sosial dan ekonomi setempat.
Cetak Biru untuk Pengembangan Wisata Mengamati Paus dan Lumba-lumba
19
Studi Kasus
Studi Kasus 1: Kaikoura, Selandia Baru Sumber: kutipan dari Hoyt, dalam persiapan
Di Kaikoura, Selandia Baru, antara tahun 1986 dan 1991, penduduk kota kecil ini telah mengubah kondisi ekonomi yang tadinya sangat tertekan melalui usaha wisata mengamati lumba-lumba dan paus. Mengikuti keberhasilan yang diraih Kaikoura, tujuh komunitas lainnya di Selandia Baru memulai usaha wisata mengamati paus dan lumba-lumba pada awal tahun 1990-an. Pada tahun 2000, lebih dari 30 komunitas turut serta dalam usaha pariwisata lingkungan kelautan, yang mencakup cetacean dan mamalia laut lainnya. Kini, sekitar 1 dari 12 wisatawan yang berkunjung ke Selandia Baru melakukan wisata mengamati paus dan 1 dari 7 melakukan wisata mengamati lumba-lumba. Bagaimanakah Selandia Baru, sebuah negara yang jauh dari semua pasar wisatawan lainnya, berhasil menarik sangat banyak pengamat paus dan lumba-lumba? Apa rahasianya? Perubahan ini dimulai di sebuah kota kecil Kaikoura, yang berpenduduk 3.400 jiwa, pada tahun 1980-an. Sebelum dimulainya usaha wisata mengamati paus, penduduk hidup dari pekerjaan campuran antara sebagai nelayan dan petani dan sebagian memegang posisi di pemerintahan, meskipun banyak yang hidup dari tunjangan sosial atau berpendapatan rendah. Restrukturisasi pemerintahan lokal telah mengakibatkan hilangnya banyak pekerjaan di sektor pemerintahan dan menyebabkan tingginya tingkat pengangguran. Penduduk yang masih memiliki semangat mulai mempertimbangkan kemungkinan usaha wisata mengamati paus dan lumba-lumba, meskipun hanya sedikit yang berkeyakinan bahwa wisatawan akan berdatangan hanya untuk kegiatan ini. Tak seorangpun menyangka bahwa usaha ini menjadi sesukses sekarang dalam waktu singkat. Hanya dalam kurun waktu 6 tahun, wisata mengamati paus telah mengubah komunitas masyarakat ini. Menurut Bronwen Golder (komunikasi dengan nara sumber), yang melakukan tiga buah studi mengenai wisata mengamati paus di Kaikoura pada awal tahun 1990-an, "Paus dan lumba-lumba telah benar-benar mengubah wajah dan nasib Kaikoura".
20
Dari tahun 1986 hingga 1991, Golder menemukan bahwa wisata mengamati paus telah menambah lebih dari 44 usaha baru di masyarakat ini - meliputi rumah makan, galeri, toko cindera mata, operator wisata kelautan, ditambah 30 buah sarana akomodasi baru. Meskipun dengan tambahan sejumlah besar kamar, tingkat kepenuhan hotel meningkat dari 55 ke 75 persen. Pada tahun 1998, lebih dari 100 usaha baru telah dimulai di Kaikoura. Peningkatan keseluruhan dalam kegiatan pariwisata di kota ini dapat diperkirakan dari penghitungan jumlah pengunjung di pusat wisatawan setempat. Pada tahun 1986 sebelum wisata mengamati paus dimulai, ada 3.400 orang berkunjung. Pada tahun 1992, lebih dari 10 kali lipat pengunjung yang datang - sekitar 37.000 wisatawan pertahun. Pada tahun 1993, jumlah wisatawan lebih dari dua kali lipat, menjadi sekitar 80.000 orang. Dari responden pada jajak pendapat terhadap pengunjung pada tahun 1993, 68 persen datang ke Kaikoura untuk melakukan wisata mengamati paus atau lumba-lumba. Sebagian dari pengamat paus (79-83 persen) datang dari luar Selandia Baru. Pasar utama bagi wisatawan pengamat paus ke Kaikoura adalah Inggris, diikuti oleh Eropa dan bagian dunia lainnya, yang terbagi dalam persentasi yang seimbang. Bahkan 17-21 persen wisatawan pengamat paus dalam negeri datang dari tempat yang jauh, karena Kaikoura terletak di lokasi yang cukup terpencil dari pusat populasi yang besar di Selandia Baru (Simmons dan Fairweather 1998). Pada tahun 1998, menurut Simmons dan Fairweather, jumlah total wisatawan ke Kaikoura mencapai angka menakjubkan 873.000 pertahun, dengan 356.000 orang menginap, 137.000 berkunjung selama antara dua jam hingga sehari, dan 380.000 berkunjung kurang dari dua jam. Kira-kira sebanyak 278.000 menyatakan minat melakukan wisata mengamati paus dan 130.000 wisatawan (beberapa bertumpang tindih dengan 278.000) ingin melakukan wisata mengamati lumbalumba atau berenang.
Cetak Biru untuk Pengembangan Wisata Mengamati Paus dan Lumba-lumba
Kemungkinan mendirikan usaha pariwisata mengamati paus di Kaikoura dipertimbangkan pertama kalinya pada tahun 1980-an. Pada tahun 1982 pakar biologi Steve Leatherwood mengatakan pada saya bahwa Kaikoura mungkin merupakan tempat yang bagus untuk pengamatan lumba-lumba dan paus sperma (atau dikenal dengan nama koteklema dalam dialek setempat wilayah Nusa Tenggara Timur), dan saya sertakan juga satu halaman mengenai kemungkinan wisata mengamati paus berbasis daratan di Kaikoura dalam edisi pertama The Whale Watcher's Handbook (Hoyt 1984). Dalam kurun 1986-1987, sekelompok keluarga setempat (yang selanjutnya mendirikan Kaikoura Tours) meminta izin Departemen Konservasi Selandia Baru (New Zealand Department of Conservation - DOC) untuk mendirikan operasi wisata mengamati paus komersial di Kaikoura. Bersadarkan rekomendasi dari DOC, fotografer Barbara Todd dan sekelompok peneliti yang dipimpin oleh Steve Dawson dan Liz Slooten diminta untuk membantu melihat kelayakan untuk menjalankan usaha wisata mengamati paus komersial. Tak lama setalah ini, Barbara Todd mendirikan Nature Tours. Ini kemudian diikuti oleh Kaikoura Tours, yang akhirnya menjadi Whale Watch Kaikoura Ltd. dan mengoperasikan baik Nature Tours maupun Kaikoura Tours. Pada saat yang sama, DOC mengindikasikan bahwa badan ini hanya akan membolehkan satu izin usaha wisata mengamati paus berbasis kapal (satu perusahaan namun dapat memiliki banyak kapal). Tindakan ini, yang bersifat melindungi baik sumber daya maupun usaha, adalah sangat penting, terutama pada tahap awal. Tentu saja, sejalan dengan waktu terdapat ketidaksepahaman
WILLIAM ROSSITER, Cetacean SOCIETY INTERNATIONAL
DAVID SELLWOOD
Perkiraan jumlah wisatawan pengamat paus di seluruh Selandia Baru pada tahun 1998 berkisar antara 230.000330.000 selama setahun. Kurang lebih ada 64 persen pengamat lumba-lumba dan 36 persen pengamat paus (Hoyt 2001). Baru-baru ini (2004) jumlahnya mencapai 425.000 pengamat paus dan lumba-lumba dengan AS $22 juta pembelanjaan langsung dan AS $72 juta pembelanjaan total (Economist@Large & Associates 2005; lihat Tabel 9, hal. 22).
antara pemerintah, masyarakat Maori, dan operator wisata lainnya yang ingin mendapatkan izin di Kaikoura. Pada tahun 1993 telah ada 13 pengajuan izin untuk menjadi perusahaan wisata mengamati paus berbasis kapal yang kedua dan ada banyak lagi setelah itu, namun DOC tidak memberi izin kepada operator lainnya. Whale Watch Kaikoura, meskipun didirikan sebagai suatu badan usaha, lebih banyak dioperasikan oleh masyarakat Maori. Sebagian dari keberhasilan mereka adalah kemampuan untuk menggunakan secara praktis bakat dan kemampuan yang ada dalam masyarakat Kaikoura secara luas, tanpa memperhatikan apakah penduduk keturunan Maori atau bukan. Pada tahun 1992, Whale Watch Kaikoura telah berkembang dengan 30 karyawan penuh dan 20 karyawan paruh waktu untuk menangani sekitar 30.000 wisatawan pengamat paus pada tahun tersebut. Pada saat yang sama, DOC menberi izin kepada beberapa perusahaan pariwisata setempat lainnya untuk menjalankan wisata mengamati lumba-lumba saja dan wisata mengamati paus berbasis udara. Setiap perusahaan pariwisata menambah beberapa lapangan kerja, dan semua lapangan kerja "langsung" ini kemudian diikuti oleh lapangan kerja wisata yang baru dari ekonomi lokal yang berkembang yang dibutuhkan untuk menunjang wisata mengamati paus. Pada tahun 2000, ada 73 lowongan kerja penuh dan 45 lowongan kerja paruh waktu di Kaikoura yang diciptakan oleh industri wisata mengamati paus dan lumba-lumba. Industri ini bergantung pada dua spesies, paus sperma (koteklema) dan lumba-lumba dusky. Paus sperma merupakan obyek satu-satunya pada wisata mengamati paus (ditemukan melalui sistem yang pintar dan murah dengan menempatkan hidropon dalam pipa tembaga yang dibengkokkan, memasukkan pipa ini ke bawah air dan memutar-mutarnya untuk menemukan lokasi dan sumber suara terkeras dari paus; keseluruhannya seharga NZ $125). Pariwisata ini menampilkan suara "klik" ikan paus yang keras yang menggema dari lembah yang dalam pada saat mereka mencari cumi-cumi, suara yang oleh operator wisata telah dipelajari untuk dibaca - suara klik yang keras dan lambat diikuti oleh keheningan dapat
Cetak Biru untuk Pengembangan Wisata Mengamati Paus dan Lumba-lumba
21
Table 9 — Angka-angka Wisata Mengamati Paus dan Lumba-lumba di Selandia Baru
TAHUN
permukaan 550 fathom (1.000 meter) di Kaikoura hanya berjarak 2 kilometer dari pantai. Semua wisata mengamati paus bertempat sekitar 56 km (30 nm) dari pantai.
JUMLAH PEMBELANJAAN PEMBELANJAAN PENGAMAT PAUS LANGSUNG* TOTAL*
1991
40,000
$1,095,000
$8,400,000
1994
90,000
$3,900,000
$12,500,000
1998
230,000
$7,503,000
$48,736,000
2004
425,432
$22,477,154
$72,338,157
■
Lumba-lumba juga muncul dan dapat diamati hampir sepanjang tahun. Lumba-lumba dusky merupakan "lumba-lumba daftar A" seperti juga kebanyakan populasi Tursiop di seluruh dunia - mereka suka bermain, berakrobat, dan cukup mudah diamati.
■
Menawarkan beberapa jenis wisata dengan kapal, serta wisata udara (helikopter dan pesawat) dan bahkan wisata mengamati paus dan lumba-lumba berbasis daratan, yang membantu menciptakan kesempatan yang beragam. Sebagian orang lebih menyukai lumba-lumba daripada paus, sementara yang lainnya ingin mencoba kedua jenis wisata kapal ini, serta wisata kayak (sejenis sampan) dan udara. Memilah-milah jenis wisata ke dalam berbagai usaha menciptakan keanekaragaman wisata mengamati paus dan memberikan kemungkinan pemasukan yang lebih besar dan alasan yang lebih banyak bagi wisatawan untuk menginap atau tinggal beberapa hari.
■
Sistem perizinan Selandia Baru yang membantu mengendalikan jumlah usaha pariwisata dan kapal untuk melindungi sumber daya dan usaha itu sendiri. Pada awalnya ini dilakukan demi alasan kelestarian, namun terdapat manfaat yang berharga bagi iklim usaha, karena industri yang masih muda dan sedang tumbuh dapat terlindungi dari persaingan yang terlalu ketat dan sifat wisata lingkungan pun terpelihara.
■
Bandar udara internasional yang terletak dalam jarak 2-3 jam perjalanan dengan mobil dan adanya jaringan jalan raya yang baik. Meskipun Kaikoura bukanlah tujuan wisata internasional yang utama - dan pada kenyataannya kota ini tumbuh dari bukan sebuah daerah tujuan wisata sama sekali - namun mudah dijangkau. Kebanyakan wisatawan yang mengunjungi daerah lain di Selandia Baru dapat mengunjungi tempat ini dengan hanya menambah 1-2 hari liburan mereka. Kebanyakan wisatawan internasional hanya tinggal selama satu malam di Kaikoura pada awal tahun 1990-an; Pada akhir tahun 1990-an, dengan fasilitas yang semakin baik dan keanekaragaman wisata, banyak wisatawan yang tinggal selama 2-3 hari atau lebih.
■
Sarana wisata dan akomodasi yang cukup baik mencakup perkemahan pengelana, wisma, losmen, pondokan, dan motel. Rumah makan dan warung kopi yang baik menghidangkan makanan yang biasa serta menu spesial setempat seperti kepiting. Kaikoura juga
Sumber; Hoyt 2001; Economists@Large & Associates 2005 * Pembelanjaan disajikan dalam mata uang Amerika Serikat
berarti bahwa paus akan muncul dalam 5-7 menit. Diperkirakan 60-80 ekor, sebagian besar paus sperma jantan yang masih muda, merupakan penghuni tak tetap, yang bergerak masuk dan keluar wilayah seluas 30 mil laut (nautical mile - nm). Selama musim semi dan musim panas di bumi bagian selatan, mereka berenang lebih jauh ke lepas pantai, menjadikan mereka lebih sulit untuk dijangkau oleh kapal wisata. Pemandu wisata mengenal nama lebih dari 20 paus sperma, dan kadangkala menceritakan penumpang kisah mengenai mereka. Lumba-lumba dusky ditemukan terutama dari bulan Oktober hingga bulan Maret. Mereka hidup dalam kelompok yang besar yang dapat mencapai 1.000 ekor satwa ini, walaupun lebih umum terdiri dari beberapa lusin. Mereka seringkali senang bermain dan berakrobat. Lumba-lumba Hector yang langka yang asli dari Selandia Baru juga kadangkala terlihat, juga beberapa spesies lumba-lumba lainnya, namun komunitas lainnya di sekitar Selandia Baru dimana spesies lainnya ini dapat lebih terlihat cenderung mengkhususkan wisata untuk melihat spesies tersebut. Wisata paus sperma dan lumbalumba dusky dapat menjanjikan keberhasilan rata-rata setinggi 97-98 persen, sehingga operator memusatkan diri pada dua spesies ini. Sajian tambahan yang penting bagi kapal wisata mengamati paus dan lumba-lumba ini adalah pemandangan Kaikoura yang menakjubkan dengan latar belakang puncak-puncak yang tertutup salju, serta kunjungan ke berbagai koloni burung dan pinniped (seperti singa laut dan anjing laut) sepanjang pulau karang tak jauh dari semenanjung ini. Unsur utama keberhasilan wisata mengamati paus dan lumba-lumba di Kaikoura adalah: ■
Paus hampir pasti muncul dan cukup dekat ke pantai. Paus sperma mencari makan di kedalaman 325-875 fathom (600-1.600 meter) yang merupakan daerah hidup cumi-cumi. Di kebanyakan daerah di muka bumi, ini berada jauh di lepas pantai, namun
22
Cetak Biru untuk Pengembangan Wisata Mengamati Paus dan Lumba-lumba
akan membangun hotel-hotel besar yang bermutu tinggi yang akan menjadi tujuan bermalam bagi paket wisata dan akan mulai mendorong wisatawan masal. Perdebatan di kota ini telah terpusat pada apakah akan mempertahankan sifat wisata lingkungan atau dikembangkan secara pasti menjadi wisata masal. Pada umumnya, sebagian besar penduduk dan operator lokal merasa bahwa pembatasan pada pengembangan kegiatan ini untuk mempertahankan sifat wisata lingkungan adalah penting, meskipun telah terjadi penurunan sifat ini selama dasawarsa terakhir. Perasaan saya dari dua kunjungan tambahan pada tahun 1995 dan 1997-1998 adalah kota "perebutan emas" wisata mengamati paus yang sangat menarik yang diminati oleh berbagai macam orang (beragam umur, pendapatan, kebangsaan, serta status mereka yang bujangan, berkeluarga dan pensiunan). Terdapat perasaan "menemukan" yang mengagumkan bagi orang yang datang ke kota tersebut dan menikmati bersantai di warung kopi di kota itu, berjalan menyusuri pantai, mendaki gunung, dan ikut serta dalam berbagai wisata mengamati paus dan lumba-lumba, dimana banyak orang yang melakukannya lebih dari sekali selama kunjungan mereka. ■
Motivasi kunci bagi wisatawan untuk berkunjung ke Kaikoura adalah (1) untuk melihat spesies mamalia laut, (2) suasana kota kecil tepi pantai di lingkungan alam yang tak tercemar, (3) keramahan dan penerimaan penduduk setempat (Simmons dan Faireather 1998). Terdapat kepuasan menyeluruh yang tinggi bagi wisatawan yang berkunjung ke Kaikoura dan juga rasa ingin untuk kembali dan menceritakan Kaikoura kepada yang lain.
Kaikoura telah mampu mengatasi berbagai faktor negatif dan penghambat dan mengubah faktor ini menjadi kelebihan atau menghilangkannya. Faktor penghambat yang awal mencakup kurangnya sarana rumah makan dan penginapan, tidak adanya pengalaman mengenai pariwisata dan kegiatan mengamati paus, dan jarak yang jauh dari pasar. Faktor penghambat atau negatif utama yang masih harus diatasi adalah faktor cuaca. Meskipun wisata mengamati paus di Kaikoura telah menjadi kegiatan sepanjang tahun, namun 20 persen perjalanan mengamati paus terpaksa dibatalkan terutama karena faktor cuaca. Namun demikian, cuaca dan kehadiran paus merupakan faktor pembatas pada kadar tertentu di setiap komunitas wisata mengamati paus. Beberapa komunitas wisata mengamati paus musiman (misalnya di Islandia) tetap berhasil meskipun beroperasi pada musim yang sangat lebih pendek dan tingkat pembatalan perjalanan yang lebih tinggi.
"Perubahan cepat yang terjadi pada masyarakat sebagai akibat dari usaha wisata mengamati paus yang dimulai oleh orang-orang Maori telah … kesulitan maupun penghargaan," kata Golder (komunikasi dengan nara sumber) "Kini jika masyarakat melihat pada proyeksi pertumbuhan jumlah pengunjung sepanjang dasawarsa mendatang dan meningkatnya persaingan dari semua wilayah di Selandia Baru, mereka menghadapi segala macam permasalahan yang baru." Pada pertengahan tahun 1990-an, Golder melakukan studi kelayakan tentang pendirian pusat kelautan yang berpotensi pariwisata senilai AS $2 juta bagi Kaikoura. Ini dirancang untuk memperkaya nilai pendidikan pariwisata yang ada dengan memberikan pengamat paus sebuah pengenalan untuk membantu mereka mengartikan dan menghargai apa yang mereka lihat di air. Ianya juga menyediakan kegiatan untuk dilakukan pada hari-hari dimana cuaca buruk, mendorong wisatawan untuk tinggal satu atau dua hari lebih lama dan memiliki kesempatan kedua untuk melakukan wisata mengamati paus. Idealnya, pusat kelautan ini menjadi daya tarik bagi lebih banyak wisatawan dari Selandia Baru dan juga internasional. Whale Watch Kaikoura dan operator wisata mengamati lumba-lumba milik Dennis Buurman bernama Dolphin Encounter, serta Pusat Wisatawan, semuanya meluaskan bangunan mereka untuk membuka ruang pameran untuk foto-foto dan papan informasi mengenai cetacean dan penelitian tentang cetacean sebagai bagian dari suasana toko cindera mata / tempat penjualan karcis. Hingga pada tingkat tertentu ini memenuhi kewajiban memberi pendidikan, namun tak diragukan bahwa sebuah pusat keilmuan kelautan yang menarik, dengan sajian pameran mengenai paus sperma dan lumba-lumba di sekitar Kaikoura, dapat memberikan sebagian solusi kepada masyarakat terhadap masalah cuaca buruk dan bahkan menarik lebih banyak wisatawan. Pusat kegiatan yang demikian dapat memperkaya pengalaman mengamati paus dengan pendidikan yang lebih baik dan memberi arahan terhadap penelitian di masa depan. Pada tahun 2007, rencana untuk membangun masih terus berjalan, namun persetujuan akhir belumlah dicapai. Kaikoura telah mengalami permasalahan yang terus membesar akibat pembangunan yang sangat cepat dan boleh dikatakan tak terencana dalam 15-20 tahun terakhir ini. Namun melihat manfaat dan kesempatan yang didapat dari pertumbuhan ini oleh masyarakat, kota ini mulai merencanakan masa depan yang tidak dimungkinkan tanpa adanya paus dan lumba-lumba. Wisata mengamati paus sangat berperan dalam menjadikan orang Maori untuk berubah dari keadaan yang tak berdaya dan status sosio-ekonomi yang rendah menjadi pekerja utama dan
Cetak Biru untuk Pengembangan Wisata Mengamati Paus dan Lumba-lumba
23
berkekuatan ekonomi penuh di dalam masyarakat (Hoyt 2001). Pelaksanaan pariwisata pada umumnya dan wisata mengamati paus pada khususnya, terutama dimiliki oleh pemilik setempat dan dijalankan oleh usaha-usaha berskala kecil, dengan manfaat dari pariwisata ini tersebar cukup merata bagi seluruh masyarakat (Simmons dan Fairweather 1998). Perlu juga disebutkan bahwa wisata mengamati paus di Kaikoura tidak hanya merupakan usaha yang berhasil; orang-orang Maori mengartikan kembali satwa yang penting secara budaya dan telah melihat apa yang timbul dari kemunculan baru kebudayaan (IFAW 1990). Sebagai tambahan dari apa yang dipaparkan di atas, ada beberapa pengamatan lain yang dapat dibuat mengenai Kaikoura dan Selandia Baru yang mungkin juga berguna bagi pengembangan wisata mengamati paus dan lumbalumba di daerah pantai di negara lainnya: ■
Memisahkan perizinan antara wisata mengamati paus dan mengamati lumba-lumba memberi kesempatan untuk lebih banyak pemasukan bagi masyarakat.
■
Meskipun wisata mengamati paus yang merupakan cetacean yang besar sangat diminati dan tersedia secara mudah di Selandia Baru, namun wisata mengamati lumba-lumba dua kali lipat lebih diminati. Tentu saja ini sebagian karena wisata mengamati lumba-lumba ditawarkan dari lebih banyak pelabuhan dibanding wisata mengamati paus. Namun ini menunjukkan bahwa wisata mengamati lumba-lumba memiliki kepopuleran alami, bahkan ketika bersaing dengan wisata mengamati paus. Di beberapa negara, mungkin juga lumba-lumba dekat pantai lebih cocok bagi pengamatan dengan perahu kecil, sementara pengamatan paus sperma dan jenis lainnya mesti dilakukan dengan kapal yang lebih besar (yaitu operator yang berbeda).
■
Selandia Baru memiliki beragam spesies lumba-lumba, yang semuanya merupakan titik pusat keberhasilan pariwisata, mencakup lumba-lumba dusky, hidung botol, dan lumba-lumba Hector. Ada juga kekhawatiran lumba-lumba yang sering secara tidak sengaja terperangkap jaring nelayan (seperti jenis Hector dan kadang yang lainnya) menjadi kurang dapat diamati, namun ini tampaknya tidak menjadi masalah. Tentu saja, terdapat bukti-bukti bahwa lumba-lumba dan paus di daerah dimana perburuan telah terjadi menjadi lebih takut dan cenderung menjauhi kapal. Bagaimanapun, kita mesti ingat bahwa hampir semua negara tempat wisata mengamati paus pernah melakukan eksploitasi paus dan lumbalumba pada satu masa dalam sejarah mereka. Masamasa tersebut terjadi bersamaan di banyak negara,
24
tidak hanya Islandia, Jepang dan Norwegia. Amerika Serikat, misalnya, melakukan eksploitasi paus abu-abu hingga awal tahun 1970-an, sekitar 17 tahun setelah wisata mengamati paus abu-abu dimulai. Daerah timur Karibia pada tingkat tertentu hingga kini melakukan eksploitasi lumba-lumba, namun operator biasanya dapat menjumpai cukup banyak lumbalumba yang dapat diamati untuk sebuah perjalanan wisata yang baik. Tentu saja, dengan menghilangnya eksploitasi, terdapat bukti-bukti bahwa para satwa tersebut menjadi lebih mudah diamati, sehingga keadaan pun memjadi semakin baik. Namun kenyataan bahwa populasi telah dieksplotasi akhirakhir ini tampaknya tidak mengurangi minat mendirikan industri wisata mengamati lumba-lumba. ■
Di Kaikoura, potongan tarif banyak ditawarkan ke sekolah-sekolah dan kelompok masyarakat untuk ikut serta dalam wisata alam kelautan; pada prakteknya, operator memberikan subsidi bagi pendidikan - ini merupakan manfaat wisata mengamati paus bagi masyarakat. Pada saat bersamaan, anak sekolah dan kelompok masyarakat setempat menjadi basis pelanggan yang kuat. Mereka juga merekomendasikan wisata ini kepada pendatang, berperan sebagai "duta" bagi komunitas mereka.
■
Kaikoura dan banyak tempat lainnya memiliki kekhawatiran mengenai cuaca mereka. Tentu saja, kebanyakan wisatawan lebih menyukai iklim yang cerah dan menghabiskan waktu di pantai, dan mereka tentunya mengharapkan cahaya matahari ketika bepergian ke daerah tropis. Namun dari pengalaman komunitas wisata mengamati paus di seluruh dunia, wisatawan tetap berdatangan untuk melihat paus dan lumba-lumba yang kharismatik dalam kondisi cuaca yang bagaimanapun. Bagi paus biru dan paus bungkuk, misalnya, pengamat paus di sekitar Islandia dan Québec seringkali mengalami kondisi cuaca yang sangat dingin dengan hujan lebat, ombak yang tinggi dan bahkan kadangkala salju. Wisata mengamati lumba-lumba hidung botol di Moray Firth di utara Skotlandia kadangkala dilakukan dalam kondisi yang berkabut, hujan dan dingin. Tentunya pengamat paus di daerah kunci yang paling diminati (Alaska; British Columbia; Semenanjung Valdes, Argentina; Tepi Stellwagen, di selatan New England; dan Sungai dan Teluk St Lawrence, Québec) selalu pergi ke laut dengan mengenakan jaket tebal, topi, dan sarung tangan serta menyiapkan jas hujan. Kondisi ini mewakili lebih dari separuh dari semua wisata mengamati paus di seluruh dunia. Daerah mengamati paus tropis yang cerah lebih merupakan pengecualian dibanding kelaziman. Yang paling penting adalah membuat wisatawan merasa
Cetak Biru untuk Pengembangan Wisata Mengamati Paus dan Lumba-lumba
nyaman. Mempersiapkan jas hujan dan sarung tangan tambahan dan menyediakan tempat naungan dan kenyamanan yang mudah dijangkau adalah upayaupaya untuk menciptakan lingkungan yang bersahabat untuk menghadapi tantangan cuaca dan hambatan lainnya. Juga, ketidaknyamanan, termasuk mabuk laut, biasanya terlupakan dengan segera ketika melihat dan menikmati lumba-lumba dan paus. ■
■
Apakah yang menjadi akibat dari kegiatan wisata mengamati paus di Kaikoura ini terhadap seluruh Selandia Baru, seperti yang banyak dilakukan oleh komunitas lainnya? Pada awalnya ada kekhawatiran bahwa penyebarannya ke komunitas masyarakat lain di Selandia Baru akan menyebabkan penurunan di Kaikoura, namun ini tidaklah terjadi; Kaikoura terus menunjukkan laju pertumbuhan yang tinggi. Paling tidak, kini ada 30 komunitas di Selandia Baru yang memiliki keterlibatan pada wisata mengamati lumbalumba dan paus. Empat dari daerah utama dengan 200.000 atau lebih wisatawan pengamat paus adalah Kaikoura dan Akaora (Banks Peninsula) di pantai timur Kepulauan Selatan, dan Bay of Islands dan Bay of Plenty di Kepulauan Utara (dan Fiordland juga telah menampakkan pertumbuhan yang kuat), namun beberapa wisata mengamati mamalia lautan ini meluas menjadi 10 dari 14 DOC yang ada di Selandia Baru, seringkali dipadukan dengan wisata mengamati anjing laut. Pada tahun 1998, ada lebih dari 50 operator yang menawarkan wisata mengamati paus dan lumba-lumba di Selandia Baru. Menurut Rob Suistead (Maret 1999, jajak pendapat DOC, komunikasi dengan nara sumber) ada sejumlah 82 izin usaha mengamati mamalia laut di Selandia Baru, dengan 21 masih dalam proses. Dua terfokus pada wisata mengamati paus dan 21 pada wisata mengamati lumba-lumba. Selebihnya terarah pada anjing laut atau mencakup paus dan lumba-lumba bersama dengan anjing laut dan kehidupan liar lautan lainnya. Beberapa perusahaan memiliki lebih dari satu izin dan mengoperasikan beberapa buah kapal; beberapa izin mencakup dua kapal. Pada tahun 2004 ada 90 buah izin yang masih berlaku untuk menjalankan usaha wisata mengamati paus dan lumba-lumba. Dari tahun 1998 hingga 2004 wisata mengamati paus tumbuh dengan laju pertumbuhan 11 persen pertahun, lebih tinggi dari laju kedatangan ke pelabuhan-pelabuhan Selandia Baru yang mencapai 7,9 persen pertahun dalam kurun waktu yang sama. Wisata mengamati paus dan lumba-lumba dapat dikatakan sebagai salah satu usaha yang paling cepat berkembang di Selandia Baru dalam 15 tahun terakhir (Economists@Large & Associates 2005). Sebagian dari keberhasilan yang penting dari wisata mengamati paus dan lumba-lumba di Kaikoura dan
seluruh Selandia Baru ini adalah karena kegiatan ini paa umumnya telah menarik wisatawan ke daerahdaerah di luar kota-kota utama yang berpenduduk jarang dan bukan tujuan wisata. Juga, meskipun pada umumnya bersifat musiman, kegiatan ini telah berhasil memperpanjang musim wisata ke penghujung bahkan keluar musim (Economists@Large & Associates 2005). Usaha pariwisata apapun yang dapat mengisi kapasitas di luar lokasi dan musim wisata utama sebuah negara tentunya sangat berharga secara khusus. Sebagai penutup, saya tampilkan kembali sebuah penilaian potensi wisata mengamati paus di Kaikoura yang ditulis pada tahun 2000 (dari Hoyt 2001). Penilaian ini menunjukkan bahwa bahkan setelah keberhasilan luas yang di luar semua dugaan, tetap masih ada permasalahan yang perlu diselesaikan dan dilema yang dihadapi. Pada tahun 2006, Kaikoura masih menghadapi masalah pergeseran menjadi sebuah daerah tujuan wisata mengamati paus yang matang, awet dan berkesinambungan, walaupun terlihat semua tanda-tanda ini akan tercapai. Pada umumnya, Selandia Baru merupakan negara model dalam hal pengelolaan pemerintah yang cermat untuk wisata mengamati paus, termasuk pendanaan penelitian dan persyaratan bahwa operator harus memiliki program pendidikan. Tetap saja, pendidikan yang ditawarkan dapat ditingkatkan dengan tambahan pencinta alam yang terlatih pada setiap kapal dan dengan program masyarakat yang lebih banyak. Sebagian orang akan berargumen bahwa telah telalu banyak izin yang diberikan di beberapa daerah, namun masih kurang banyak di beberapa tempat yang lainnya. Bagaimanapun, dengan wisata mengamati paus dan lumba-lumba bermekaran di Selandia Baru dan menjadi daya tarik utama bagi wisatawan internasional, masih terdapat potensi yang besar untuk meningkatkan manfaat sosio-ekonomi. Di Kaikoura, lebih dari dua kali lipat dari wisatawan yang berkunjung untuk melakukan wisata mengamati paus dan lumba-lumba namun tak dapat melakukannya karena tidak dapat melakukan pemesanan tempat atau karena cuaca buruk. Pertambahan jumlah wisatawan ke Kaikoura dan jenis motivasi para wisatawan, berarti bahwa kota ini menghadapi pilihan yang sulit untuk memutuskan apakah pertumbuhan ini mesti dibatasi atau akan menghadapi penurunan dan mungkin perusakan terhadap komunitas dan lingkungan yang pada awalnya membuat kota ini menjadi tujuan wisata yang berhasil.
Cetak Biru untuk Pengembangan Wisata Mengamati Paus dan Lumba-lumba
25
Studi Kasus 2: Cagar Biosfir El Vizcaino, Meksiko Sumber: Hoyt 2005a
Cagar Biosfir El Vizcaino yang bermula sebagai tempat perlindungan sekelompok paus abu-abu di pantai barat Meksiko, menunjukkan bagaimana daerah perlindungan dapat berfungsi secara efektif dalam berbagai cara yang sejalan dengan wisata lingkugan kelautan. Pada bulan Januari 1972 Laguna Ojo de Liebre (Laguna Scammon) menjadi KKL pertama yang dibuat untuk melindungi cetacean (Hoyt 2005a). Didirikan oleh pemerintah Meksiko, tempat ini menarik perhatian paus abu-abu untuk tempat melakukan perkawinan dan melahirkan dan pada saat yang sama juga memberikan perlindungan, pada awalnya hanya di atas kertas. Pada tahun 1979 dan 1980, perlindungan di Laguna San Ignacio dan Guerrero Negro mengikuti, dan pada tahun 1988 seluruh kawasan laguna telah dirancang secara formal sebagai kawasan cagar biosfir di bawah program Manusia dan Biosfir oleh PBB (the United Nations Man and the Biosphere program). Status Warisan Dunia (World Heritage) dari Badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan (UNESCO) diperoleh pada tahun 1993. Pada mulanya, wisata mengamati paus tidak dikendalikan, namun belakangan KKL membantu menyediakan tenaga untuk menjalankan aturan dan penegakan hukum untuk mengendalikan lalu lintas kapal, perangkat dan jaring nelayan yang digunakan di laguna, pencemaran dari pemukiman setempat, dan penurunan lingkungan akibat industri di daratan sekitarnya. KKL juga menutup sepenuhnya bagi wisatawan, habitat paus abu-abu yang sensitif, dengan menyediakan kawasan perlindungan yang diyakini oleh para peneliti dan praktisi KKL merupakan cara terbaik untuk mengelola wisata mengamati paus. Dimulai pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970an, para operator wisata besar yang berbasis di Kalifornia mengadakan perjalanan wisata lengkap, selama 7-10 hari di laguna-laguna, berangkat dari San Diego. Ini merupakan wisata bermutu tinggi, seringkali dilengkapi dengan pemandu alam seperti Ray Gilmore dan belakangan juga Ken Norris. Dengan wisata ini, semakin banyak pengamat di AS yang melihat adanya pasar bagi wisata mengamati paus dan mereka menikmati wisata ini. Namun demikian, wisata ini meninggalkan hanya sedikit uang atau tidak sama sekali bagi Meksiko, dan tidak memberi dukungan ekonomi apapun bagi masyarakat setempat. Mengamati permasalahan yang meningkat dan keinginan kuat untuk membantu nelayan Baja yang kegiatan melautnya tergantung musim, Pemerintah Meksiko
26
mengeluarkan aturan hanya panga kecil yang diperbolehkan memasuki laguna. Ini otomatis berarti kapal besar harus berhenti di luar laguna dan menyewa panga. Penggunaan panga ini berarti pemasukan tambahan bagi nelayan, dan pada akhirnya mengarah pada pembangunan losmen, rumah makan, dan penginapan lainnya, sehingga sejumlah besar uang terkumpul di daerah ini. Perlu juga disebutkan bahwa bagaimanpun, operator wisata Amerika Serikat membantu mempopulerkan lokasi ini secara internasional dan memasyarakatkan kegiatan mengamati paus, sehingga peran mereka adalah penting. Nyatanya, kapal-kapal yang keluar dari San Diego terus membawa banyak wisatawan ke laguna, namun kini ada lebih banyak kerjasama dan kebersatuan dengan masyarakat setempat. Pada penerapannya operator Amerika Serikat menarik para "perintis wisata", pada wisatawan lingkungan yang awal, untuk mengunjungi laguna dan memberikan mereka wisata yang memuaskan sehingga wisatawan ini kemudian menceritakan pada yang lainnya dan menjadikan tempat tersebut terkenal. Operator Amerika Serikat terus melakukan pemasaran internasional yang baik, sehingga mereka masih bernilai bagi industri wisata mengamati paus di Meksiko. Tantangan bagi negara dimana wisata mengamati paus baru saja dimulai adalah bagaimana melibatkan lebih banyak kalangan usaha tanpa membuat mereka mengambil alih dan hanya bekerja untuk manfaat mereka sendiri. Dengan pengendalian dan pemberian peringatan, ini adalah mungkin. Hal yang penting adalah dengan memiliki sistem pengelolaan KKL atau sistem perizinan yang efektif, seperti yang telah didiskusikan di bagian lain dari dokumen ini, karena dengan ini pembatasan dapat dimasukkan ke dalam perizinan seperti membolehkan hanya satu pengusaha profesional di satu wilayah dan memberikan izin selebihnya pada penduduk setempat. Contoh dalam studi kasus Meksiko ini menunjukkan bahwa ini adalah dimungkinkan. Pada pertengahan tahun 1990-an, pertambangan garam Mitsubishi melobi pemerintah Meksiko untuk meluaskan aktivitas mereka di laguna-laguna tersebut. Mereka bertekad untuk maju terus untuk melakukan pembangunan di habitat perlindungan paus abu-abu. Namun sebuah kelompok pendukung internasional bergabung dengan Grupo de los Cien dari Meksiko, yang merupakan gabungan orang-orang yang berpengaruh di Meksiko, untuk melindungi laguna dan menghentikan Mitsubishi. Tidak biasanya, kampanye ini berhasil, menunjukkan bahwa dukungan terhadap paus abu-abu telah menjadi kokoh di Meksiko dan bahwa rancangan KKL adalah lebih dari sekedar tulisan di atas kertas. Rincian mengenai rencana pengelolaan El Vizcaino tersedia di http://conanp.gob.mx/anp/programas_manejo/vizcaino.pdf
Cetak Biru untuk Pengembangan Wisata Mengamati Paus dan Lumba-lumba
Daftar Pustaka
Economists@Large & Associates. 2005. The growth of the New Zealand whale watching industry: A socioeconomic assessment. Surry Hills, New South Wales: International Fund for Animal Welfare, 26 p.
Hoyt, E. 2006. Whale watching and marine ecotourism in Russia. Chippenham, Wiltshire, United Kingdom: Far East Russia Orca Project and WDCS, the Whale and Dolphin Conservation Society, 84 p.
France, L., ed. 1997. The Earthscan reader in sustainable tourism. London: Earthscan, 259 p.
Hoyt, E. and G. Hvenegaard. 2002. A review of whale watching and whaling with applications for the Caribbean. Coastal Management, 30, no. 4: 381–399.
Holden, A. 2000. Environment and tourism. London: Routledge, 225 p. Hoyt, E. 1984. The whale watcher’s handbook. New York and Toronto: Penguin and Doubleday, 216 p. Hoyt, E. 1998. Watch a whale; learn from a whale: Enhancing the educational value of whale watching. In Proceedings, Swan Festa, Third International Whale Watch Forum, July 1998, Muroran, Japan, 5–19. Hoyt, E. 2001. Whale watching 2001: Worldwide tourism numbers, expenditures, and expanding socioeconomic benefits. Yarmouth Port, Massachusetts: International Fund for Animal Welfare, 157 p. Hoyt, E. 2002. Whale watching. In Encyclopedia of marine mammals. Ed. W. F. Perrin, B. Würsig, and J. G. M. Thewissen. San Diego: Academic Press, 1305–1310. Hoyt, E. 2003. Toward a new ethic for experiencing dolphins and whales. In Between species: Celebrating the dolphin-human bond. Ed. T. Frohoff and B. Peterson. San Francisco: Sierra Club Books, 168–177. Hoyt, E. 2004. Socioeconomic research into whale watching: Is it helpful for recommending and implementing regulations and regulatory frameworks and for managing whale watching? Working paper WW/2004/os/2 presented at the Workshop on the Science for Sustainable Whalewatching, March 6–9, 2004, Breakwater Lodge, Cape Town, South Africa. Hoyt, E. 2005a. Marine protected areas for whales, dolphins, and porpoises: A world handbook for cetacean habitat conservation. London: Earthscan, 512 p. Hoyt, E. 2005b. Sustainable ecotourism on Atlantic islands, with special reference to whale watching, marine protected areas, and sanctuaries for cetaceans. In Biology and environment: Proceedings of the Royal Irish Academy, 105B, no. 3: 141–154. Hoyt, E. 2005c. Enhancing the value of whale watching: Strategies for true sustainability. Working paper presented at the First International Workshop on the Management and Non-Lethal Use of Cetaceans, September 27–29, 2005, Salón Municipal de Puerto Pirámides, Península Valdés, Chubut, Argentina.
International Fund for Animal Welfare (IFAW). 1999. Report of the workshop on the socioeconomic aspects of whale watching. Kaikoura, New Zealand: IFAW, 88 p. International Fund for Animal Welfare (IFAW), Tethys Research Institute, and Europe Conservation. 1995. Report of the workshop on the scientific aspects of managing whale watching. Paper presented as SC/47/018 to the annual meeting of the International Whaling Commission (IWC) Scientific Committee, May 1995, Dublin, Ireland, 40 p. International Fund for Animal Welfare (IFAW), World Wildlife Fund (WWF), and WDCS, the Whale and Dolphin Conservation Society. 1997. Report of the international workshop on the educational values of whale watching. Provincetown, Massachusetts: IFAW, WWF, and WDCS, 40 p. International Whaling Commission (IWC) Scientific Committee. 2005. Annex M: Report of the sub-committee on whalewatching. Ulsan, Korea: IWC. Leiper, N. 1990. The tourism system. Palmerston North, New Zealand: Massey University Press. Mowforth, M. and I. Munt. 1998. Tourism and sustainability: New tourism in the Third World. London: Routledge, 363 p. Orams, M. 1999. Marine tourism: Development, impacts, and management. London and New York: Routledge, Taylor & Francis Books, 136 p. Parsons, E. C. M., C. A. Warburton, A. Woods-Ballard, A. Hughes, P. Johnston, H. Bates, and M. Lück. 2003. Whalewatching tourists in West Scotland. Journal of Ecotourism, 2, no. 2: 93–113. Simmons, D. G. and J. R. Fairweather. 1998. Towards a tourism plan for Kaikoura. Tourism Research and Education Centre (TREC), Report no. 10. Lincoln University, New Zealand: TREC. Sejumlah pustaka dalam daftar ini tersedia dalam bentuk PDF melalui permintaan kepada
[email protected]
Cetak Biru untuk Pengembangan Wisata Mengamati Paus dan Lumba-lumba
27
Mengenai Penulis
Erich Hoyt adalah seorang dosen dan peneliti cetacean dan penulis lebih dari 450 publikasi, termasuk 15 buku (seperti Marine Protected Areas for Whales, Dolphins and Porpoises; Orca: The Whale Called Killer; Whales, Dolphins & Purpoises). Hasil karyanya telah diterjemahkan ke dalam 16 bahasa di 25 negara. Beliau juga aktif sebagai penasihat bagi pemerintah dan kelompok pelestarian KKL, kegiatan mengamati paus, dan wisata lingkungan kelautan. Seorang yang berkebangsaan ganda Amerika - Kanada, Erich kini berbasis di Skotlandia, dimana beliau bekerja sebagai seorang Peneliti Senior untuk WDCS, dan wakil direktur pada Far East Russia Orca Project. Beliau baru-baru ini diundang untuk bergabung dengan Kelompok Ahli Cetacea dari Persatuan Konservasi Dunia (Cetacean Specialist Group of the World Conservation Union - IUCN) dan Komisi Penyelamatan Spesies (Special Survival Commission), dan beliau juga menjabat sebagai pakar undangan bagi Komisi Ilmiah pada Perjanjian Konservasi Cetacean di Laut Hitam, Laut Mediterania dan daerah yang berbatasan dengan Atlantik (Scientific Committee of the Agreement on the Conservation of Cetaceans of the Black Sea, Mediterranean Sea and contiguous Atlantic area - ACCOBAMS). Penelitian terkini beliau adalah mengenai pencirian habitat cetacean yang kritis dan pembentukan KKL untuk seluruh daerah Laut Mediterania dan Laut Hitam dan di bagian bumi lainnya.
28
Cetak Biru untuk Pengembangan Wisata Mengamati Paus dan Lumba-lumba
ISBN: 978-1-901386-27-1
© 2008 HSUS/ HSI and Erich Hoyt. All rights reserved.
www.globalocean.eu
www.hsi.org
www.wdcs.org