Tugas
Cara Pengambilan Sampel Merkuri (Hg) Dalam Air
OLEH NAMA
: WIDYA PUSPASARI A. KAHAR
NPM
:032910134
KELAS
:C
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE 2011
I.
Latar Belakang Merkuri adalah suatu unsur alami yang umumnya ditemukan seperti merkuri sulfide
(sinabar, HgS), tidak dapat larut dan stabil. Merkuri berwarna putih-silver ( logam cair), putih (merkuri padat), tidak berbau, tidak mudah terbakar. Terdapat di kerak bumi rata-rata 0.5 ppm, tetapi nyatanya konsentrasinya bervariasi tergantung tempatnya. Biji merkuri prosesnya tidak mahal untuk menghasilkan metalik merkuri. Titik didihnya rendah, dan dapat disuling dengan memanaskan biji dan memadatkan uap logamnya untuk membentuk metalik mercuri. Dengan metoda ini efisiensi sampai 95% dan menghasilkan merkuri murni 99.9%. Ketika unsur ini bebas dari suatu area yang besar, seperti dari pabrik industri, atau dari suatu kontainer, seperti botol atau drum, yang masuk ke lingkungan. Pelepasan/Release ini tidak selalu menyebabkan paparan. Kita dapat terpapar unsur ini hanya bila kita kontak langsung. Kita mungkin dapat terpapar melalui pernafasan, makan atau minum yang mengandung unsur ini atau melalui kontak dengan kulit.
II.
Tinjauan Pustaka
2.1.
Sumber dan Penggunaanya Merkuri (air raksa, Hg) adalah salah satu jenis logam yang banyak ditemukan di alam dan
tersebar dalam batu – batuan, biji tambang, tanah, air dan udara sebagai senyawa anorganik dan organik. Umumnya kadar dalam tanah, air dan udara relatif rendah. Berbagai jenis aktivitas manusia dapat meningkatkan kadar ini, misalnya aktivitas penambangan yang dapat menghasilkan merkuri sebanyak 10.000 ton / tahun. Pekerja yang mengalami pemaparan terus menerus terhadap kadar 0,05 Hg mg / m3 udara menunjukkan gejala nonspesifik berupa neurastenia, sedangkan pada kadar 0,1 – 0,2 mg/m3 menyebabkan tremor. Dosis fatal garam merkuri adalah 1 gr.( Alfian Z , 2008)
2.2.
Sifat Fisika Kimia Merkuri merupakan logam yang dalam keadaan normal berbentuk cairan berwarna abu-
abu, tidak berbau dengan berat molekul 200,59. Tidak larut dalam air, alkohol, eter, asam hidroklorida, hidrogen bromida dan hidrogen iodide; Larut dalam asam nitrat, asam sulfurik
panas dan lipid. Tidak tercampurkan dengan oksidator, halogen, bahan-bahan yang mudah terbakar, logam, asam, logam carbide dan amine. Toksisitas merkuri berbeda sesuai bentuk kimianya, misalnya merkuri inorganik bersifat toksik pada ginjal, sedangkan merkuri organik seperti metil merkuri bersifat toksis pada sistim syaraf pusat.Dikenal 3 bentuk merkuri, yaitu: 1. Merkuri elemental (Hg): terdapat dalam gelas termometer, tensimeter air raksa, amalgam gigi, alat elektrik, batu batere dan cat. Juga digunakan sebagai katalisator dalam produksi soda kaustik dan desinfektan serta untuk produksi klorin dari sodium klorida. 2. Merkuri inorganik: dalam bentuk Hg++ (Mercuric) dan Hg+ (Mercurous) Misalnya: Merkuri klorida (HgCl2) termasuk bentuk Hg inorganik yang sangat toksik, kaustik dan digunakan sebagai desinfektan -Mercurous chloride (HgCl) yang digunakan untuk teething powder dan laksansia (calomel) -Mercurous fulminate yang bersifat mudah terbakar.( Peregrino , 2011). 3. Merkuri organik: terdapat dalam beberapa bentuk, antara lain :
Metil merkuri dan etil merkuri yang keduanya termasuk bentuk alkil rantai pendek dijumpai sebagai kontaminan logam di lingkungan. Misalnya memakan ikan yang tercemar zat tsb. dapat menyebabkan gangguan neurologis dan kongenital.
Merkuri dalam bentuk alkil dan aryl rantai panjang dijumpai sebagai antiseptik dan fungisida.( Euro Chlor, 2009)
2.3. Bahaya Utama Terhadap Kesehatan 1. Merkuri elemental (Hg)
Inhalasi: paling sering menyebabkan keracunan
Tertelan ternyata tidak menyebabkan efek toksik karena absorpsinya yang rendah kecuali jika ada fistula atau penyakit inflamasi gastrointestinal atau jika merkuri tersimpan untuk waktu lama di saluran gastrointestinal.
Intravena dapat menyebabkan emboli paru. Karena bersifat larut dalam lemak, bentuk merkuri ini mudah melalui sawar otak dan plasenta. Di otak ia akan berakumulasi di korteks cerebrum dan cerebellum dimana ia akan teroksidasi menjadi bentuk merkurik (Hg++ ) ion merkurik ini akan berikatan dengan sulfhidril dari protein enzim dan protein seluler sehingga menggangu fungsi enzim dan transport sel. Pemanasan logam merkuri membentuk uap merkuri oksida yang bersifat korosif pada kulit, selaput mukosa mata, mulut, dan saluran pernafasan.()
2. Merkuri inorganic Sering diabsorpsi melalui gastrointestinal, paru-paru dan kulit. Pemaparan akut dan kadar tinggi dapat menyebabkan gagal ginjal sedangkan pada pemaparan kronis dengan dosis rendah dapat menyebabkan proteinuri, sindroma nefrotik dan nefropati yang berhubungan dengan gangguan imunologis. (Zhang D, 1999)
3. Merkuri organic terutama bentuk rantai pendek alkil (metil merkuri) dapat menimbulkan degenerasi neuron di korteks cerebri dan cerebellum dan mengakibatkan parestesi distal, ataksia, disartria, tuli dan penyempitan lapang pandang. Metil merkuri mudah pula melalui plasenta dan berakumulasi dalam fetus yang mengakibatkan kematian dalam kandungan dan cerebral palsy. (Zhang D, 1999) 2.4.
Cold Vapour Spekroskopi Serapan Atom Metode Spekroskopi Serapan Atom digunakan untuk menganalisis unsur berupa logam,
baik logam alkali, alkalitanah, maupun logam berat. Saat ini perkembangan metode SSA sangat pesat dengan menggabungkan teknik yang baru seperti STAT (Slotted Tube Atom Trap), metode analisis hidrida, dan metode analisis uap dingin, dimana penggabungan teknik atau metode tersebut dimaksudkan untuk memperoleh hasil analisis yang lebih akurat.Seperti halnya penetapan unsur merkuri, oleh Hatch dan Ott (1986) telah melaporkan cara penentuan logam
raksa dengan menggunakan alat SSA yang digabungkan dengan metode bejana uap dingin dan memperoleh kepekaan hingga mencapai ppb (µg/l) .Beberapa teknik digunakan untuk penetapan raksa, termasuk flame absorbsi spektrometri, elektrothermal atom absorbsi spektrometri, induksi plasma digabung spektrometri massa, induksi plasma digabung spektrometer emisi atom, spektrometer flouresensi atom, dan cold vapour spektrometer serapan atom, Masing-masing metode memiliki keuntungan dan kerugian dengan berdasarkan sensitifitas, selektifitas, ataupun kecepatan analisisnya.Selain teknik tersebut dapat juga digunakan metode pembakaran grafit spektrometer serapan atom, atau cold vapour spektrometer flouresensi atom, akan tetapi cold vapour spektrometer serapan atom adalah teknik yang paling banyak digunakan untuk analisis kuantitatif raksa dalam jumlah kecil dalam berbagai jenis sampel atau bahan.Titik didih yang relatif rendah dan sifat yang mudah menguap menyebabkan raksa memungkinkan untuk diukur tanpa melibatkan penggunaan energi panas atau pemanasan elektrotermal. (Silva M.F, 2006) III.
Pereparasi Sampel
3.1.
Prinsip dasar Semua bentuk sampel yang mengandung merkuri, termasuk bahan organik, terlebih
dahulu mengalami pre-oksidasi menjadi senyawa ionik merkuri (II), hal ini dapat dicapai dengan mendidihkan sampel 5 – 10 menit dengan satu reagen pengoksidasi. Setelah didinginkan, kelebihan reagen pengoksidasi dihilangkan dengan penambahan ammonium hidroksida, dan kemudian senyawa merkuri yang terbentuk direduksi dengan Timah (II) Chlorida (SnCl2), dan selanjutnya secara langsung ditentukan kadarnya dengan CVAAS (Cold Vapour Atom Absorbsi Spektometer) . Metode AAS berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom, atom-atom akan menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Misalkan merkuri (Hg) menyerap pada 357,3 nm . Apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu sel yang mengandung atom-atom bebas, maka sebagian cahaya tersebut akan diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom bebas logam yang berada pada sel. Hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi diturunkan dari:
Hukum Lambert: bila suatu sumber sinar monkromatik melewati medium transparan, maka intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan bertambahnya ketebalan medium yang mengabsorbsi. Hukum Beer: Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar tersebut. Dari kedua hukum tersebut diperoleh suatu persamaan: A = a.b.c Dimana: a = absortivitas molar b = panjang medium c = konsentrasi atom-atom yang menyerap sinar A = absorbansi Dari persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa absorbansi cahaya berbanding lurus dengan konsentrasi atom. 1. Instrumentasi Gambar skematis instrument Cold Vapour Atom Absorbsi Spektrometer sebagai berikut :
skematis instrument Komponen penyusun Cold Vapour Atom Absorbsi Spektrometer : 1. R adalah wadah bahan pereduksi, S adalah wadah sampel, dan C adalah wadah larutan pembawa 2. V (Valves selenoid) adalah katub yang menahan sampel V3, larutan pembawa(V2), dan bahan pereduksi (V1) untuk langsung masuk ke dalam rangkaian instrumen 3. P (Peristaltik pump) adalah pompa yang mengontrol penginjeksian secara otomatis dalam volume tertentu dari sampel (V3), larutan pembawa (V2), dan bahan pereduksi (V1) masuk ke dalam Reaction coil. V3 dan V1 bersamaan terbuka, dan setelah 20 detik V2 akan terbuka yang mendorong campuran larutan sampel dan bahan pereduksi masuk ke Reaction Coil.. 4. RC (Reaction coil) adalah tempat terjadinya reaksi oksidasi reduksi dari sampel dan bahan pereduksi yang panjangnya 30 cm. 5. Ar (Sumber gas Argon/gas pembawa) adalah gas inert yang mendorong masuknya hasil reaksi dari sampel dan bahan pereduksi masuk ke Gas-Liquid Separator. 6. GLS (Gas-Liquid Separtor) adalah tempat terjadi pemisahan dari gas dan larutan hasil reaksi., di mana gas Argon akan mendorong gas hasil reaksi masuk ke Atom Absorbsi Spektrometer. 7. AAS (Atom Absorbsi Spektrometer) adalah instrument yang digunakan untuk menganalisis kadar logam, yang terdiri dari komponen : Quartz Cell (tampat gas Hg), heater (pemanas), sumber radiasi (lampu katoda mercuri 253,7 nm), monokromator, detektor, ampifair.
3.2. Tahapan Pelaksanaan 3.2.1. Sampel preparasi Ada dua metode system oksidasi basah yang dapat dilakukan dalam sampel preparasi, di mana memberikan akurasi dan presisi yang tidak signifikan (Perring L., 2001) yaitu : 1. High Pressure Ashing (HPA) Menggunakan tekanan maksimum 150 bar, suhu maksimum 320o C, volume bejana kuarsa 15 ml dengan cetakan rongga pemanasan 14 sampai 21, dengan menggunakan asam nitrat 10% sebagai pengoksidasi . 2. Mycrowave Digestion (MDS) Menggunakan bejana kuarsa atau bejana Teflon sebagai tempat sampel yang ditambahkan reagen pengoksidasi 3 ml HNO3 65% dan 0,5 ml H2O2 30%, dengan daya 600 W, pada suhu kamar, selama 30 menit . Ada beberapa penelitian yang mengunakan metode Mycrowave Digestion (MDS) : 1. (Chen Y., 2008) Menggunakan bejana Teflon tahan tekanan dengan besar daya 1000 W, tekanan yang digunakan 400 kPa, pada suhu 250oC, Reagen pengoksidasi yang digunakan : HNO3, HNO3 + H2O2 (1 : 1), Aqua regia (HCL+ HNO3), HNO3 + HClO4, di mana dari ke empat pengoksidasi tersebut, yang paling tinggi nilai recoverinya dan yang membutuhkan waktu yang cepat adalah HNO3 + H2O2 (1 : 1), membutuhkan waktu 6 menit 2. (Peregrino C.P., 2011), menggunakan 8 ml HNO3 65% dan 2 ml H2O2 30%, dengan daya 600 W, pada suhu 200o C selama 35 menit, dan dilanjut 600 W, suhu 100o C selama 10 menit. 3. (Zhang D., 1999) menggunakan bejana PTFE dengan pengoksidasi 5 ml HNO3 dan 3 ml HCLO4, dan dipanaskan dalam oven selama 7 jam pada suhu 170oC. 4. (Silva M.F., 2006), mengunakan labu digestion dengan pengoksidasi 10 ml H2SO4 pekat, didiamkan semalam , lalu KMnO4 5% ditambahkan sampai warna pink dibiarkan selama
4 jam, kelebihan KMnO4 dihilangkan dengan penambahan 10% m/v hydroxylamine hydrochloride solution, dikerjakan pada suhu kamar, Dari kedua metode ini tersebut diatas yang banyak digunakan adalah Mycrowave Digestion karena untuk analisis logam dalam jumlah kecil atau sangat kecil, dengan temperature tinggi, pada bejana tertutup, dan penyiapan sampel yang sangat cepat, serta menggunaan asam yang sedikit dan penguapan elemen dapat ditahan Dalam preparasi sampel reaksi yang terjadi adalah reaksi oksidasi reduksi di mana senyawa merkuri, baik berupa organik merkuri diubah menjadi ionik merkuri (II). 3.2.2. Pengukuran dan pengamatan Setelah proses sampel preparasi, maka sampel tersebut didinginkan pada suhu kamar, kemudian dimasukkan dalam labu ukur 25 ml, kemudian ditambahkan asam klorida HCl 0,2 M sampai tanda ,Dibuat larutan pereduksi Timah II chloride (SnCl2) 10% dalam asam klorida, dipilih SnCl2 karena berdasarkan penelitian Perring L. dan Andrey D., 2001, bahwa penggunaan SnCl2 dapat mengurangi pengaruh gangguan dari logam berat lain dalam melakukan analisis, dengan nilai recovery SnCl4 mencapai 100% sedangkan untuk NaBH4 hanya 80%, dan konsentrasi SnCl2 10% karena mulai 8 % sampai 12 % hasil recoverynya mencapai 90%.Setelah Sampel dan bahan pereduksi sudah siap, selanjutnya Disiapkan larutan pembawa HCL 3%v/v, di mana larutan sampel dimasukkan dalam wadah V3, bahan pereduksi dalam V1, dan larutan pembawa V2. Kemudian dirangkai ke instrument CVAAS. Katub selang untuk V1 dan V3 dibuka secara bersamaan, sehingga sampel dan bahan preduksi dalam jumlah yang sama pada waktu bersamaan diinjeksikan atau mengalir masuk ke dalam rangkaian instrument dengan bantuan peristaltik pump P, sehingga sampel dan bahan pereduksi bercampur dan terjadi reaksi reduksi oksidasi dalam Reaction Coil (RC) sebagai berikut : Sn2+ + Hg2+
Sn4+ + Hg0
Hasil reaksi tersebut akan didorong oleh gas Argon masuk ke GLS (Gas-Liquid Separator) untuk memisahkan larutan dan gas yang terbentuk dari hasil reaksi, gas Hg yang terbentuk didorong oleh gas argon masuk ke cell quartz yang akan disinari lampu katoda dengan panjang gelombang 253,7 nm untuk mengetahui absorbannya. 3.2. 3. Analisis data Untuk mengukur konsentrasi dalam jumlah kecil, maka dibuat larutan baku markuri dengan konsentrasi 0.01–0.04 ppm, kemudian diukur absorbannya dan dibuat kurva baku antara konsentrasi dan absorban. Dari kurva baku tersebut dibuat persamaan garis lurus, di mana hasil penelitian Peregrino C.P, 2011, mendapatkan persamaan garis lurus
Abs = 0.0293 + 0.0041
CHg (ppm) dengan koofisien korelasi 0.9984, dan batas pencapaian pengukuran 0,005 ppm. Setelah mendapatkan persamaan garis lurus maka dilanjutkan dengan menghitung kadar Hg dari sampel sebagai berikut : Kadar Hg (CHg) = Abs Hg – 0,0293 / 0,0041 3.2. 4 Mengatasi logam pengganggu dalam analisis Selektivitas Cold Vapour Atom Absorpsi Spektrometer (CVAAS) dalam menganalisis Hg terhadap kehadiran beberapa logam lainnya telah diteliti oleh Perring L dan Andrey D., 2001, di mana didapatkan bahwa, jika menggunakan bahan pereduksi SnCl2 lebih dapat mengatasi gangguan kehadiran logam lain dalam analisis dibandingkan dengan NaBH 4, hal ini jika sampel Hg 0,005 mg/l dianalisis, dan dibandingkan dengan campuran sampel Ca (75 mg/L) , Na (50 mg/L),K (100 mg/L), Mg (25 mg/L), P (50 mg/L), Fe (2.5 mg/L), Zn (1 mg/L), Mn (0.0125mg/L), Cu (0.5 mg/L), Fe (0.1 mg/L), Sn (0.1 mg/L), Zn (0.1 mg/L), As (0.05 mg/L), Al (0.05 mg/L), Pb (0.02 mg/L), Cu (0.02 mg/L), Mo (0.02 mg/L), Cd (0.01 mg/L), Se (0.01 mg/L), Cr (0.01 mg/L), Mn (0.01 mg/L), and Hg (0.005 mg/L), maka didapatkan hasil recovery dari SnCl2 mencapai 100% sedangkan NaBH4 hanya sekitar 80%. Penelitian juga telah dilakukan oleh Zhang D., 1999, di mana didapatkan bahwa kehadiran logam Zn, Cd, Ar, Se, Te, Gr, dan Sn dalam jumlah tertentu tidak mengganggu dalam pengukuran atau
analisis Hg dengan Cold Vapour Atom Absorpsi Spektrometer, sedangkan untuk logam Cu, Ni, Fe, Mn, Co, dan Cr dapat dihilangkan dengan mereaksikan larutan sampel dengan 0,5 ml EDTA 2%. IV.
Solusi
4.1.
Dampak Yang Disebabkan Oleh Merkuri Telah kita ketahui merkuri digunakan dalam bidang perindustrtian, tetapi penggunaan
merkuri di dalam industri sering mengakibatkan pencemaran lingkungan, baik melalui air limbah maupun melalui sistem ventilasi udara. Merkuri yang terbuang mengkontaminasi ikan dan makhluk air lainnya, termasuk ganggang dan tumbuhan air. Selanjutnya ikan-ikan kecil dan makhluk air lainnya mungkin akan dimakan oleh ikan-ikan atau hewan air lainya yang lebih besar atau masuk ke dalam tubuh melalui insang. Kerang juga dapat mengumpulkan merkuri kedalam rumahnya. Ikan-ikan dan hewan air yang kemudain dikonsumsi oleh manusi asehingga manusia pun dapat mengumpulkan merkuri di dalam tubuhnya. FDA mentapkan batasan kandungan merkuri maksimum adalah 0,005 ppm untuk makanan, sedangkan WHO (World Health Organization) menetapkan batasan maksimum yang lebih rendah, yaitu 0,0001 ppm untuk air. Keracunan merkuri disebabkan oleh konsumsi ikan yang tercemar merkuri atau konsumsi biji-bijian yang diberi perlakuan dengan merkuri. Walaupun mekanisme keracunan merkuri di dalam tubuh belum diketahui dengan jelas, tetapi beberapa hal mengenai daya racun merkuri dalam jumlah yang cukup dapat diuraikan sebagai berikut : Semua komponen merkuri dalam jumlah cukup beracun terhadap tubuh.
Gejala keracunan Mercury : o Gangguan fungsi syaraf pusat ( motorik maupun sensorik ) koordinasi gerakan dan bicara, telinga berdenging,Tuli, kesemutan ditemui pada fase awal keracunan. o Gangguan Liver : Merusak sel2 liver. o Gangguan ginjal : fungsi ginjal terganggu sehingga menyebabkan gagal ginjal. Masing-masing komponen merkuri mempunyai perbedaan karakteristik dalam daya
racunnya, distribusi, akumulasi atau pengumpulan dan waktu resistensinya di dalam tubuh.
Transformasi biologi dapat terjadi di dalam lingkungan atau di dalam tubuh di mana komponen
merkuri
diubah
dari
satu
bentuk
ke
bentuk
yang
lainnya.
Pengaruh merkuri di dalam tubuh diduga karena dapat menghambat kemampuan kerja enzim dan menngakibatkan kerusakan sel yang disebabkan kemampuan merkuri untuk terikat dengan grup yang mengandung sulfur di dalam molekul yang terdapat di dalam enzim dan dinding sel. Keadaan ini mengakibatkan penghambatan aktivitas enzimdan reaksi kimia dikatalisasi oleh enzim tersebut.Kerusakan tubuh yang disebabkan oleh merkuri biasanya bersifat permanen dan sampai saat ini belum dapat disembuhkan. kronis oleh merkuri dapat terjadi akibat kontak kulit, makanan, minuman, dan pernafasan. Toksisitas kronis berupa gangguan sistem pencernaan dan sistem syaraf atau gingvitis. Akumulasi Hg dalam tubuh dapat menyebabkan tremor, parkinson, gangguan lensa mata berwarna abu-abu, serta anemia ringan, dilanjutkan dengan gangguan susunan syaraf yang sangat peka terhadap Hg dengan gejala pertama adalah parestesia, ataksia, disartria, ketulian, dan akhirnya kematian. Wanita hamil yang terpapar alkil merkuri bisa menyebabkan kerusakan pada otak janin sehingga mengakibatkan kecacatan pada bayi yang dilahirkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa otak janin lebih rentan terhadap metil merkuri dibandingkan dengan otak dewasa. Konsentrasi Hg 20 µgL dalam darah wanita hamil sudah dapat mengakibatkan kerusakan pada otak janinMerkuri memiliki afinitas yang tinggi terhadap fosfat, sistin, dan histidil yang merupakan rantai samping dari protein, purin, pirimidin, pteridin, dan porifirin. Dalam konsentrasi rendah ion Hg+ sudah mampu menghambat kerja 50 enzim yang menyebabkan metabolisme tubuh terganggu. Garam merkuri anorganik bisa mengakibatkan presipitasi protein, merusak mukosa saluran pencernaan, merusak membran ginjal maupun membran filter glomerulus.[ Toksisitas kronis dari merkuri organik ini dapat menyebabkan kelainan berkelanjutan berupa tremor, terasa pahit di mulut, gigi tidak kuat dan rontok, albuminuria, eksantema pada kulit, dekomposisi eritrosit, serta menurunkan tekanan darah. Keracunan metil merkuri pernah terjadi di Jepang, dikenal sebagai Minamata yang mengakibatkan kematian pada 110 orang.
4.2.
Cara Penanggulangannya/Pengendaliannya Pencemaran air oleh Mercury tidak bisa diatasi hanya dengan cara penyaringan,
koagulasi kopulasi, pengendapan, atau pemberian tawas. Hal ini karena Mercury di air berbentuk ion. Cara terbaik untuk menghilangkan Mercury dalam air ini adalah dengan pertukaran ion. Yaitu mempergunakan suatu resin yang mampu mengikat ion Mercury hingga menjadi jenuh, kemudian diregenerasi kembali dengan penambahan suatu asam, sehingga Mercury bisa dinetralisir. Namun karena biaya ionisasi ini sangat mahal, maka biaya termurah dan terbaik adalah dengan mencegah Mercury tidak masuk perairan. Cara lain, yaitu penyulingan. Tapi setali tiga
uang,
biaya
yang
akan
dikeluarkan
untuk
penyulingan
pun
sangat
mahal.
Penelitian tentang pengobatan keracunan merkuri sangat terbatas. Akhir- akhir ini dapat digunakan chelators N-acetyl-D,L-penicillamine (NAP), British Anti-Lewisite (BAL), 2,3dimercapto-1-propanesulfonic acid (DMPS), and dimercaptosuccinic acid (DMSA). Pada penelitian dengan sampel kecil dilakukan pada pekerja tambang yang ter ekpos air raksa diberikan DMSA dan NAP. Obat ini bekerja dengan cara memperkecil partikel air raksa,sehingga pengeluaran ke ginjal bisa di tingkatkan. Akan tetapi Pencegahan adalah lebih baik dari pengobatan. Artinya, ini kembali pada soal koordinasi unsur-unsur masyarakat terkait. Khususnya untuk kasus PETI (Penambangan Emas Tanpa Izin), kebijakan publik, Gubernur, Bupati, dan Departemen Pertambangan sangat menentukan dalam mengurangi pencemaran sungai. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan penyuluhan-penyuluhan pada masyarakat penambang. Tentu saja bukan perkara yang mudah, sebab penggunaan Mercury berkait dengan mata pencaharian serta juga pendapatan daerah. Tidak selalu pengobatan dapat berhasil dan kecacadan yang terjadi sudah permanen, oleh karena itu peran pemerintah untuk melakukan AMDAL terhadap suatu perusahaan yang menggunakan air raksa harus dilakukan dengan benar dan sanksi yang tegas apabila AMDALnya membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan. Pengendalian/penanggulangan pencemaran air di Indonesia telah diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas dan Pengendalian Pencemaran Air. Secara umum hal ini meliputi pencemaran air baik oleh instansi ataupun non-instansi. Salah satu upaya serius yang telah dilakukan Pemerintah dalam pengendalian pencemaran air adalah melalui Program Kali Bersih (PROKASIH).
Program ini merupakan upaya untuk menurunkan beban limbah cair khususnya yang berasal dari kegiatan usaha skala menengah dan besar, serta dilakukan secara bertahap untuk mengendalikan beban pencemaran dari sumber-sumber lainnya. Program ini juga berusaha untuk menata pemukiman di bantaran sungai dengan melibatkan masyarakat setempat (KLH, 2004). Pada prinsipnya ada 2 (dua) usaha untuk menanggulangi pencemaran, yaitu penanggulangan secara non-teknis dan secara teknis. Penanggulangan secara non teknis yaitu suatu usaha untuk mengurangi pencemaran lingkungan dengan cara menciptakan peraturan perundangan yang dapat merencanakan, mengatur dan mengawasi segala macam bentuk kegiatan industri dan teknologi sehingga tidak terjadi pencemaran. Peraturan perundangan ini hendaknya dapat memberikan gambaran secara jelas tentang kegiatan industri yang akan dilaksanakan, misalnya meliputi AMDAL, pengaturan dan pengawasan kegiatan dan menanamkan perilaku disiplin. Sedangkan penanggulangan secara teknis bersumber pada perlakuan industri terhadap perlakuan buangannya, misalnya dengan mengubah proses, mengelola limbah atau menambah alat bantu yang dapat mengurangi pencemaran. Selain itu juga, suatu laporan yang dibuat oleh Enviromental Protection Agency (EPA) memuat beberpa rekomedasi untuk mencegah terjadinya pencemaran merkuri di lingkungan. Rekomendasi tersebut adalah sebagai berikut :Pestisida alkil merkuri tidak boleh digunakan lagi. Penggunaan pestisida yang menggunakan komponen merkuri lainnya dibatasi untuk daerahdaerah tertentu.Semua industri yang menggunkan merkuri harus membuang limbah industri dengan terlebih dahulu mengurangi jumlah merkurinya sampai batas normal. Pelaksanaan rekomendasi tersebut tidak seluruhnya dapat memecahkan masalah pencemaran merkuri di lingkungan. Pencemaran tetap terjadinya pada lumpur di dasar sungai atau danau dan menghasilkan CH3Hg+ yang dilepaskan ke badan air sekililingnya.
V.
Refrensi
Alfian
Z
dan
Chairuddin,
2008,
“Analisis
Logam
Raksa
Dengan
Metode
Spektrofotometer Serapan Atom Yang Digabungkan Dengan Tehnik CVHGA Yang Komersil Dan Yang Dimodifikasi”, Jurnal Tehnologi Proses, Vol. 7, Hal. 40-44 Chen Y., Dong X., Dai Y., Hu Q., dan Yu H., 2008, “Determination of Trace Mercury in Chinese
Herbal
Medicine
by
Cold
Vapour
Generation-Atomic
Fluorescence
Spectrometry”, Asian Journal of Chemistry, Vol. 20, No. 6, Hal. 4639-4646 Dean J.R., 1997, “Atomic Absorption and Plasma Spectroscopy”, Published on behalf of ACOL (University of Greenwich), Chichester, England, Hal. 59 Euro Chlor, 2009, “Determination of Mercury in Liquids”, Analitycal 7, Edisi III Peregrino C.P., Moreno M.V., Miranda S.V., Rubio A.D., dan Leal L.O., 2011, ”Mercury Levels in Locally Manufactured Mexican Skin-Lightening Creams”, International Journal of E
nvironmental Research and Public Health, Vol. 8, Hal. 2516-2523;
Perring L., dan Andrey D., 2001, “Optimization and Validation of Total Mercury Determination in Food Products by Cold Vapor AAS: Comparison of Digestion Methods and With ICP-MS Analysis”, Vol. 22, No.5, Atomic Spectroscopy Silva M.F., Toth I.V., dan Rangel A.O.S.S, 2006, “Determination of Mercury in Fish by Cold Vapor Atomic Absorption Spectrophotometry Using a Multicommuted Flow Injection Analysis System”, Vol. 22, ANALYTICAL SCIENCES, The Japan Society for Analytical Chemistry Zhang D., Yang L., dan Sun H., 1999, “Determination of mercury by cold vapour atomic absorption spectrometry with derivative signal processing”, Jurnal Analytica Chimica Acta 395, Hal.173±178