BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Letter of Credit (L/C) Dalam perdagangan internasional, sistem pembayaran dengan menggunakan
Letter of Credit (atau disingkat L/C) adalah sistim yang paling baik dan fair baik bagi eksportir maupun importir. L/C merupakan sistem yang paling lazim digunakan para eksportir dan importir karena dalam pelaksanaan L/C, semua pihak, termasuk bank, hanya berurusan dengan dokumen, bukan dengan barang, jasa, atau pelaksanaan lainnya yang berkaitan dengan dokumen bersangkutan. Dengan menggunakan L/C para pihak mendapatkan perlakuan fair, karena kepemilikan atas barang yang diperdagangkan baru dapat berpindah tangan jika semua pihak telah memenuhi kewajibannya. Menurut Amir (2007:84), cara ini banyak dipakai karena dapat memelihara kepentingan kedua belah pihak dan merupakan cara yang lebih mendekati kesempurnaan, asal saja kedua-belah pihak memper-hatikan dengan seksama semua syarat yang tercantum atau yang dicantumkan dalam kedua instrumen itu. Selanjutnya Amir, (2007:84) menambahkan Letter of Credit, adalah; Suatu surat yang dikeluarkan oleh suatu Bank atas permintaan importir langganan Bank tersebut yang ditujukan kepada eksportir di luar negeri yang menjadi relasi importir itu, yang memberi hak kepada eksportir itu untuk menarik wesel-wesel atas importir bersangkutan untuk sejumlah uang yang disebut-kan dalam surat itu. Seterusnya Bank bersangkutan menjamin untuk mengakseptasi atau menghonorir wesel yang ditarik itu asal saja sesuai dan memenuhi semua syarat yang tercantum dalam surat itu.
6
7
Menurut
Hartono seperti yang dikutip Ginting (2000:7), secara harfiah L/C
dapat diterjemahkan sebagai Surat Hutang atau Surat Piutang atau Surat Tagihan, tetapi sebenarnya L/C lebih merupakan janji akan dilakukan pembayaran,apabila dan setelah terpenuhi syarat-syarat. Bank Indonesia memberikan definisi mengenai L/C bahwa Letter of Credit adalah janji dari issuing bank untuk membayar sejumlah uang kepada eksportir sepanjang ia dapat memenuhi syarat dan kondisi Letter of Credit tersebut. Sedangkan menurut Uniform Customs and Practice for Documentary Credit, ICC Publication No. 500 tahun 2006 (UCP 600), definisi L/C adalah; Setiap perjanjian, apapun namanya atau maksudnya, dimana suatu bank (issuing Bank atau bank penerbit) bertindak atas permintaan dan instruksi seorang nasabah (Applicant/pembuka) atau atas namanya sendiri, untuk melakukan pembayaran kepada pihak ketiga atau kuasanya (orang yang ditunjuk oleh beneficiary/penerima L/C) atau memberikan kuasa kepada bank lain untuk melakukan pembayaran, atau untuk mengaksep dan membayar bill of exchange/wesel, atau memberi kuasa kepada bank lain untuk menegosiasi atas penyerahan dokumen-dokumen yang ditetapkan, asalkan memenuhi persyaratan dan kondisi L/C. (www.bi.go.id, 2008) Jadi, dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa LC merupakan surat yang dikeluarkan bank penjamin untuk menarik wesel-wesel atas importer untuk sejumlah uang yang disebutkan dalam surat tersebut. Pembukaan LC ini dilakukan atas permintaan importer bersangkutan dalam rangka pembelian barang, berupa penangguhan pembayaran pembelian oleh pembeli sejak LC dibuka sampai dengan jangka waktu tertentu sesuai perjanjian.
Menurut Amir (2007:84) pembukaan suatu L/C;
8
Adalah atas permintaan dan untuk keperluan importir, dalam hal ini lazimnya disebut Opener dari L/C itu. Atas permintaan importir itu Bank melakukan pembukaan L/C melalui kantor cabangnya di luar negeri atau melalui salah satu koresponden Bank itu di negara atau di kota dimana eksportir yang dimaksud berada. Bank yang melakukan pembukaan L/C itu disebut Opening Bank. Kantor cabang dari opening Bank di luar negeri atau salah satu dari koresponden Bank yang menerima pembukaan L/C tersebut disebut Advising Bank, sedangkan eksportir yang menerima pembukaan L/C itu disebut Beneficiary. Dalam pembukaan suatu L/C tersangkut beberapa pihak yakni importir sebagai Opener, Bank di dalam negeri sebagai opening Bank, atau juga lazim disebut Issuing Bank, koresponden Bank di luar negeri yang disebut Advising Bank (notifying Bank), dan eksportir sebagai penerima L/C yang disebut Beneficiary. Jalannya pembukaan suatu L/C secara skematis menurut Amir (2007:86), dapat digambarkan sebagai berikut: Skema 1 Alur Transaksi LC
Opening/ Issuing
Bank
B 1
Opener
2
Bank
Advising/ Negotiating
C 3
Importir
Eksportir
A
D
Dalam Negeri Sumber: Amir, (2007:86)
Luar Negeri
9
1. Importir minta kepada Banknya (Bank Devisa) untuk mem-buka suatu L/C untuk dan atas nama eksportir. Importir da-lam hal ini bertindak sebagai opener (A — B). 2. Bilamana importir sudah memenuhi ketentuan yang berlaku untuk impor seperti keharusan adanya Surat Izin Impor, maka Bank melakukan penutupan Kontrak Valuta (KV) dengan importir dan melaksanakan pembukaan L/C atas nama importir. Bank dalam hal ini bertindak sebagai opening/issuing Bank. Pembukaan L/C ini dilakukan melalui sa-lah satu koresponden Bank di luar negeri. Koresponden Bank yang bertindak sebagai pengantara kedua ini disebut sebagai Advising Bank atau Notifying Bank (B — C). 3. Advising Bank memberitahukan kepada eksportir mengenai pembukaan L/C tersebut. Eksportir yang menerima L/C disebut beneficiary (C — D). Di dalam hal advising Bank juga dikuasakan untuk membeli wesel-wesel yang ditarik oleh eksportir atas L/C itu, maka advising Bank ini juga dapat disebut Negotiating Bank. Jadi, dari bagan di atas, menunjukkan gambaran hubungan satu sama lain untuk memudahkan pengawasan atas terlaksananya transaksi terutama dalam pengawasan atas "Flow of documents" dan pemberitaan mengenai perubahan atas syarat L/C yang dapat atau yang mungkin diadakan. Maka penulis berkesimpulan bahwa L/C itu adalah suatu alat yang memungkinkan importir untuk melakukan pembayaran dan sebaliknya pula importir akan berusaha supaya penyediaan pembayaran ini tidak akan disalahgunakan oleh eksportir penerima L/C itu. Untuk maksud ini di dalam L/C perlu ditentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh eksportir untuk dapat menarik wesel dan menerima pembayaran atas L/C bersangkutan. Syarat-syarat yang harus ditetapkan itu menurut Amir (2007:86), antara lain sebagai berikut: 1. L/C yang akan dibuka harus merupakan Commercial Documentary Letter of Credit.
10
2. Dokumen yang dimaksud sekurang-kurangnya harus terdiri dari dokumendokumen berikut: a. Full set of Bill of Lading (Konosemen) b. Commercial Invoice (Faktur Perdagangan). Di samping itu masih dapat ditambahkan dokumen-dokumen seperti berikut; c. Packing List d. Weight note e. Measurement List f. Insurance Certificate g. Consular Invoice h. Brochure /leaflet i. Surveyor Report j. Manufacturer's Certificate k. Certificate of origin 1. Processing Licence m. Instruction Manual. Sebaliknya pihak eksportir harus berusaha menekan risikonya serendah mungkin misalnya jangan sampai barang sudah dikirim, sedangkan pembayarannya tidak bisa diterima. Untuk keperluan ini eksportir menuntut pula supaya syarat-syarat L/C harus sedemikian rupa sehingga benar-benar akan merupakan jaminan bagi pembayaran atas barang-barangnya. Dari syarat-syarat di atas,
kedua belah pihak pembeli dan penjual harus
mengindahkan dan menyelesaikan sepenuhnya peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah negara masing-masing dalam bidang yang menyangkut perdagangan luar negeri.
2.1.2 Prosedur Menangani Transaksi Letter of Credit Dalam hubungan dengan penerapan aturan internal bank, maka semua bank telah menetapkan aturan baku dalam menangani transaksi ekspor impor dengan L/C; 1. Pada saat menerima L/C ekspor, prosedur yang harus dijalani adalah sbb; a. Meyakini L/C harus diterbitkan oleh Bank koresponden
11
Bank koresponden adalah bank yang mempunyai hubungan korespondensi dengan Advising Bank. Korespondensi dalam perbankan diwujudkan dalam bentuk pertukaran angkat test untuk telex, SWIFT Authenticator Key, buku contoh tanda tangan, sehingga jika sebuah bank memerima berita, surat atau surat berharga dari bank korespondennya, maka bank tersebut dapat melakukan otentikasi untuk meyakini kebenaran dan keabsahannya. b. Meyakini bahwa L/C tersebut tunduk pada UCP 500 c. Melakukan otentikasi terhadap L/C yang diterima dari Bank Penerbit dengan; 1) Melakukan verifikasi test otentikasi dalam dalam L/C yang diteruskan dengan menggunakan telex atau mencocokkan tanda tangan yang ada dalam L/C dengan contoh tanda tangan yang ada pada adminsitrasi bank. 2) Apabila L/C diteruskan melalui SWIFT dan bank penerbit sudah mempunyai hubungan koresponden dengan bank penerus, maka pada bagian atas SWIFT tersebut akan terdapat indentifiksi bahwa berita SWIFT tersebut telah diotentikasi oleh lembaga penyelenggara SWIFT. Bank harus meyakini adanya bukti otentikasi tersebut. d. Memeriksa L/C untuk memastikan bahwa syarat-syarat dan kondisi yang ada didalamnya tidak bertentangan peraturan perundangan dan aturan internal bank. e. Untuk L/C yang diterbitkan dari bank yang kurang terkenal atau berasal dari negara-negara yang resikonya tinggi atau high risk country, apalagi bila dalam
12
jumlah besar, maka bank akan meminta agar L/C tersebut di-kofirm oleh bank yang bonafid (first class bank). Konfirmasi dalam hal ini merupakan jaminan dari confirming bank yang akan membayar semua tagihan L/C apabila ternyata Issuing Bank wan prestasi untuk membayar tagihan L/C tersebut, sepanjang semua persyaratan dan kondisi L/C telah terpenuhi. 2. Prosedur yang berlaku di Negotiating bank pada saat memproses negosiasi pada umumnya adalah sebagai berikut: a. Bank harus meyakini bahwa Issuing Bank cukup bonafid, sehingga dokumen yang akan dinegosiasi nantinya pasti dibayar. Untuk meyakini bonafiditas Issuing Bank, biasanya bank mempunyai aturan bahwa Issuing bank haruslah Bank yang sudah mempunyai commercial line atau oleh media masa Indonesia disebut sebagai bank koresponden. Sebenarnya terdapat perbedaan antara Commercial Line dengan bank koresponden. Commercial Line adalah merupakan line atau limit yang ditetapkan oleh suatu bank terhadap bank lain dengan mempertimbangkan aspek resiko gagal bayar jika bank tersebut mempunyai kewajiban pembayaran. Commercial Line sendiri sebenarnya merupakan common practice di dunia perbankan dan merupakan salah satu cara untuk meminimalisir resiko bisnis. Sementara bank koresponden, biasanya hanya terbatas pada pertukaran sarana otentikasi surat, telex, SWIFT dan sarana korespondensi lainnya.
13
b. Tahapan selanjutnya adalah memeriksa dokumen-dokumen ekspor yang telah diserahkan oleh beneficiary untuk meyakini bahwa semua dokumen sudah sesuai dengan syarat dan kondisi L/C. c. Apabila dokumen yang diajukan adalah untuk Usance L/C, maka Negotiating harus memintakan akseptasi terlebih dahulu kepada Issuing Bank. Akseptasi adalah pernyataan dari Issuing Bank bahwa mereka mengaksep wesel dan berjanji akan membayar pada tanggal tertentu dikemudian hari (misalnya : 180 hari setelah tanggal Bill of Lading)
2.1.3 Jenis dan Manfaat L/C Dalam kegiatan transaksi L/C dikenal adanya empat jenis model yaitu Revocable & Irrevocable L/C, Confirmed & Unconfirmed L/C, Restricted & Unrestricted L/C, serta Back to Back. Dalam hal ini ada beberapa jenis L/C sesuai dengan besar kecilnya pertanggungjawaban importir (Opener L/C) dan Opening Bank. 1. Revocable L/C Adalah suatu L/C yang sewaktu-waktu dapat ditarik kembali atau dibatalkan oleh Opener atau oleh Opening Bank
(issuing Bank) tanpa
memerlukan persetujuan dari beneficiary. 2. Irrevocable L/C Adalah suatu L/C yang tidak bisa dibatalkan selama jangka waktu berlakunya (validity) yang ditentukan dalam L/C tersebut dan opening bank tetap
14
menjamin untuk mengakseptasi atau untuk menghonori wesel-wesel yang ditarik atas L/C tersebut. (Pembatalan semua pihak yang bersangkutan dengan L/C itu) Jangka waktu berlakunya L/C atau expiration Date atau Time of Validity. Lamanya jangka waktu yang diperlukan eksportir menyiapkan pengiriman barang dan menyelesaikan shipping document, serta waktu yang diperlukan menegoisasi (menguangkan) shipping document dengan negotiating bank, ditambah dengan waktu yang diperlukan negoating bank menyelesaikan administrasi internnya. Importir perlu sekali memperhatikan jangka waktu berlakunya L/C sehingga cukup aman, untuk menghindari kemungkinan perpanjangan menunjukkan banyak kesulitan dalam pelasksanaannya. Bahkan tidak jarang mengakibatkan tertundanya pengiriman barang, karena sulitnya prosedur yang harus ditempuh untukmelakukan perpanjangan itu. 3. Irrevocable Confirm L/C Adalah suatu L/C yang tidak dapat dibatalkan selama jangka waktu berlakunya dan pelunasan pembayaran dijamin bersama-sama oleh Opening Bank dan Advising Bank L/C semacam ini dianggap paling sempurna dan paling "aman" di-pandang dari sudut penerima L/C (Beneficiary) sebab: a. Pembayaran atau pelunasan wesel yang ditarik atas L/C semacam ini dijamin sepenuhnya oleh Opening Bank maupun oleh Advising Bank, bila segala syarat-syaratnya dipenuhi. b. Tidak mudah dibatalkan karena sifatnya yang irrevocable.
15
Dari ketiga jenis L/C diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembukaan Irrevocable & Confirmed Letter of Credit, merupakan pembayaran yang lebih sempurna. 2.2
Perlakuan Akuntansi Perlakuan akuntansi adalah pengukuran dan penilaian (measurement and
valuation), pengakuan (recognition), serta pengungkapan dan penyajian (disclosure and presentation). 2.2.1 Pengukuran dan Penilaian (Measurement and Valuation) Definisi pengukuran unsur laporan keuangan tercantum di dalam SAK menyatakan bahwa: Pengukuran adalah proses penetapan jumlah uang untuk mengakui dan memasukkan setiap unsur laporan keuangan dalam neraca dan laporan laba rugi, proses ini menyangkut pemilihan dasar pengukuran tertentu. Sejumlah dasar pengukuran yang berbeda digunakan dalam derajat dan kombinasi yang berbeda dalam laporan keuangan, Berbagai dasar pengukuran tersebut adalah sebagai berikut: (a) Biaya historis. Aktiva dicatat sebesar pengeluaran kas (atau setara kas) yang dibayar atau sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) yang diberikan untuk memperoleh aktiva tersebut pada saat perolehan, Kewajiban dicatat sebesar jumlah yang diterima sebagai penukar dari kewajiban (obligation), atau dalam keadaan tertentu (misalnya, pajak penghasilan), dalam jumlah kas (atau setara kas) yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha yang normal. (b) Biaya kini (current cost). Aktiva dinilai dalam jumlah kas (atau setara kas) yang seharusnya dibayar bila aktiva yang sama atau setara aktiva diperoleh sekarang. Kewajiban dinyatakan dalam jumlah kas (atau setara kas) yang tidak didiskontokan (undiscaunted) yang mungkin akan diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban (obligation) sekarang, (c) Nilai realisasi/penyelesaian (realizable/settlement value). Aktiva dinyatakan dalam jumlah kas (atau setara kas) yang dapat diperoleh sekarang dengan menjual aktiva dalam pelepasan normal (orderly disposal).
16
Kewajiban dinyatakan sebesar nilai penyelesaian; yaitu, jumlah kas (atau setara kas) yang tidak didiskontokan yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha normal. (d) Nilai karang (present value). Aktiva dinyatakan sebesar arus kas masuk bersih di masa depan yang didiskontokan ke nilai sekarang dari pos yang diharapkan dapat memberikan hasil dalam pelaksanaan usaha normal. Kewajiban dinyatakan sebesar arus kas keluar bersih di masa depan yang didiskontokan ke nilai sekarang yang diharapkan akan diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban dalam pelaksanaan usaha normal.”(Ikatan Akuntansi, 2002:23-24) Jadi, pengukuran dan penilaian mempunyai kaitan yang sangat erat satu sama lain, dimana pengukuran adalah proses penetapan jumlah uang untuk mengakui, sedangkan penilaian adalah sebagai dasar pengukuran itu sendiri. Kemudian penjelasan oleh Nobes & Parker mengatakan bahwa pada prinsipnya seseorang dapat menggunakan tiga cara untuk mengukur aset yang didominasi mata uang asing, yaitu berdasarkan kurs historis, berdasarkan kurs tanggal penutupan, berdasarkan kurs terendah (tertinggi) dari kurs historis dan kurs penutupan untuk aset dan kewajiban, Transaksi ekspor impor ini menggunakan kurs tanggal penutupan, sehingga nilai transaksi di neraca menunjukkan angka yang sebenarnya. Ketika kurs tanggal penutupan berbeda dengan kurs pada awal transaksi, maka akan muncul akun keuntungan/kerugian selisih kurs. 2.2.2. Pengakuan (Recognition) Definisi pengakuan unsur laporan keuangan tercantum di dalam SAK. menyatakan bahwa: Pengakuan (recognition) merupakan proses pembentukan suatu pos yang memenuhi definisi unsur serta kriteria pengakuan yang dikemukakan dalam paragraf 83 dalam neraca atau laporan laba rugi. Pengakuan dilakukan dengan
17
menyatakan pos tersebut baik dalam kata-kata maupun dalam jumlah uang dan mencantumkannya ke dalam neraca atau laporan laba rugi. Pas yang memenuhi kriteria tersebut harus diakui dalam neraca atau laporan laba rugi. Kelalaian untuk mengakui pos semacam itu tidak dapat diralat melalui pengungkapan kebijakan akuntansi yang digunakan maupun melalui catatan atau materi penjelasan. Pos yang memenuhi definisi suatu unsur harus diakui kalau : (a) ada kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang berkaitan dengan pos tersebut akan mengalir dari atau ke dalam perusahaan; dan (b) pos tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal.(Ikatan Akuntansi, 2000:20) Jadi, pengakuan merupakan proses pencatatan secara formal atas suatu item dan melaporkannya sebagai suatu elemen dalam laporan keuangan. Untuk bisa diakui sebagai pendapatan, item-item tersebut harus memenuhi empat syarat fundamental yang meliputi: definisi, pengukuran, relevansi dan keandalan, Agar dapat menetapkan saat pengakuan suatu transaksi dengan tepat, PKP harus memahami ketentuan di dalam SAK dan prinsip-prinsip dasar akuntansi berterima umum. Sehingga PKP dapat menghasilkan laporan keuangan yang baik pula. Cara pengakuan dan pengukuran pembiayaan L/C Ekspor, yakni; 1, Pada saat menerima L/C dari bank penerbit, bank mengadministrasikan L/C yang diterima dan transaksi tersebut belum merupakan komitmen dan kontijensi 2. Pada saat L/C dibayar oleh bank pembayar kepada penerima sebesar nilai L/C atau nilai reliasasinay, bank pembayar mengakui sebagai tagihan kepada bank penerbit sebesar nilai yang sama
18
2.2.3 Pengungkapan dan Penyajian (Disclosure and Presentation) Evans (2003) dalam Suwardjono (2005:50) mengartikan pengungkapan sebagai berikut: “Disclosure means supplying information in the financial statement, including the statements themselves, the notes to the statements, and the supplementary disclosures associated with the statements. It does not extend to public or private statement made by management or information provided outside the financial statement”. (pengungkapan bersangkutan dengan masalah bagaimana suatu informasi keuangan disajikan dalam laporan keuangan, misalnya apakah informasi tersebut harus disajikan secara terpisah dari laporan utama, apakah suatu pos laporan perlu dirinci atau apakah informasi tersebut cukup disajikan dalam bentuk catatan kaki (footnote). Pendapat di atas, pengertian pengungkapan hanya pada hal-hal yang menyangkut pelaporan keuangan. Pernyataan manajemen dalam surat kabar atau media masa lain serta informasi di luar lingkup pelaporan keuangan tidak masuk dalam pengertian pengungkapan. Pengungkapan sering juga dimaknai sebagai penyediaan informasi lebih dari apa yang dapat disampaikan dalam bentuk statement keuangan formal. Pada akhirnya, semua pengungkapan dan penyajian laporan keuangan ini mempunyai tujuan seperti yang tercantum di dalam PSAK No. 1 (2002:1), sebagai berikut: Tujuan pernyataan ini adalah menetapkan dasar-dasar bagi penyajian laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statement) yang selanjutnya disebut “Laporan Keuangan” agar dapat dibandingkan baik dengan laporan keuangan perusahaan periode sebelumnya maupun dengan laporan keuangan perusahaan lain. Pengakuan, pengukuran dan pengungkapan transaksi dan peristiwa tertentu diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi terkait,”
19
Penyajian neraca menurut standar akuntansi dalam Harahap, 2003:216), menjelaskan bahwa laporan keuangan harus disusun sesuai dengan Standar Akuntansi yang lazim. Keuangan harus disusun secara sistematis sehingga dapat memberikan gambaran mengenai posisi keuangan pada suatu saat tertentu. Penyajian yang merupakan pencerminan dari klasifikasi lazim pos neraca sebagai berikut: 1. Aktiva diklasifikasikan menurut ukuran likuiditas. 2. Kewajiban diklasifikasikan menurut urutan jatuh tempo. 3. Modal diklasifikasikan berdasarkan sifat kekekalan. 2.2.4 Pelaporan LC dalam Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan produk akhir dari proses akuntansi. Untuk itu sebelum mendefinisikan pengertian laporan keuangan, perlu diketahui terlebih dahulu pengertian laporan keuangan dari beberapa pendapat para ahli berikut. 1. Pengertian Laporan Keuangan (IAI, 2002:2) merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap meliputi neraca, laporan laba-rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. 2. Pengertian Laporan Keuangan menurut Weston, J.Fred dan Copeland, Thomas E (2002:17) yaitu: laporan keuangan atau financial statement berisi informasi tentang prestasi perusahaan di masa lampau dan dapat memberikan petunjuk untuk penetapan kebijakan di masa yang akan datang.
20
3. Pengertian Laporan Keuangan menurut Brigham & Houston (2001:38-50): Laporan tahunan (Annual Report) adalah laporan yang diterbitkan setiap tahunan oleh perusahaan kepada para pemegang saham. Laporan ini berisi laporan keuangan dasar dan opini manajemen atas operasi perusahaan selama tahun lalu dan prospek perusahaan di masa depan. Laporan tahunan menyajikan empat laporan keuangan dasar, yaitu : a. Neraca (Balance Sheet), merupakan potret posisi dari keuangan perusahaan pada suatu waktu tertentu, menunjukkan aktiva pada sisi sebelah kiri dan kewajiban serta ekuitas atau klaim terhadap aktiva di sisi sebelah kanan. b. Laporan laba rugi (Income Statement), melaporkan hasil operasi selama periode tertentu, dan menunjukkan laba per saham sebagai bottom line. c. Laporan laba ditahan (Statement of Retained Earnings), menunjukkan perubahan laba ditahan antara dua tanggal neraca. Laba ditahan menunjukkan klaim terhadap aktiva, bukannya aktiva per ekuitas pemegang saham. d. Laporan Arus Kas (Cash Flow), melaporkan dampak aktivitas operasi, investasi, dan pembiayaan terhadap arus kas selama periode akuntasi. 4. Lisetyati. E (Jurnal Ekonomi UNMER, (2005:164)): Laporan Keuangan bermanfaat bagi
para
pemegang
saham,
penanam
modal,
penganalisis
sekuritas, manajer, pegawai/karyawan, pemberi pinjaman, dan para pemasok, pelanggan, pemerintah, dan pihak-pihak lain. 5. Para pemegang saham dan penanam modal adalah kelompok terbesar yang memanfaatkan laporan keuangan, baik untuk keputusan yang berkenaan dengan
21
investasinya
(investment focus) maupun
berkenaan
dengan pertanggung
jawaban manajemen (stewardship focus). 6. Manajer memanfaatkan laporan keuangan untuk menyusun perjanjian antara perusahaan dan entitas lain dengan cara membuat perjanjian dengan berdasar pada variabel-varibel yang ada dalam laporan keuangan, manajer juga menggunakan laporan keuangan untuk mengambil keputusan dalam bidang operasi, investasi, dan pendanaan. 7. Para
karyawan
berkepentingan
dengan
laporan
keuangan
untuk
kelangsungan hidup perusahaan, dan juga untuk memantau kelayakan program pensiunan. 8. Pemberi pinjaman dan para pemasok memanfaatkan laporan keuangan untuk menetapkan
perjanjian
pemberian
pinjaman,
seperti
penerapan jumlah
pinjaman, suku bunga, periode pinjaman. Berkenaan dengan itu pemberi pinjaman juga memperhatikan pemakaian metode akuntasi yang berpengaruh pada perhitungan laba bersih. 9. Pelanggan
memiliki
kepentingan
untuk
memantau
kelangsungan
hidup
perusahaan terutama yang berkenaan dengan perjanjian jangka panjang dan laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi untuk menilai hal itu. Jadi dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Laporan Keuangan adalah suatu laporan yang dapat melaporkan posisi keuangan perusahaan suatu waktu dan operasi perusahaan selama beberapa periode yang lalu dan juga
22
laporan keuangan dapat digunakan untuk membantu memprediksi laba dan deviden masa depan.
2.2.5 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 10 PSAK No. 10 dalam Harahap (2002:229-230), tentang Transaksi dalam Mata Uang Asing mempunyai tujuan sebagai berikut: Suatu perusahaan dapat melakukan aktivitas yang menyangkut valuta asing (foreign activities) dalam dua cara; melakukan transaksi dalam mata uang asing atau, memiliki kegiatan usaha luar negeri (foreign operations), Untuk memastikan transaksi dalam valuta asing pada laporan keuangan suatu perusahaan, transaksi harus dinyatakan dalam mata uang pelaporan perusahaan. Pernyataan ini mengatur akuntansi untuk transaksi dalam mata uang asing yang meliputi penentuan kurs yang digunakan dan pengakuan pengaruh keuangan dari perubahan kurs valuta asing dalam laporan keuangan. Dengan adanya pernyataan ini, maka pencatatan transaksi ekspor dan impor dalam mata uang asing diatur sepenuhnya di PSAK No. 10 (2002:10.7), hal ini ditegaskan di dalam Pengakuan Awal PSAK, No. 10 paragraf 26: “Transaksi dalam mata uang asing dibukukan dengan menggunakan kurs pada saat terjadinya transaksi.” Pada pengakuan awal transaksi di dalam PSAK No. 10 paragraf 6-8 dijelaskan sebagai berikut: “Suatu transaksi dalam mata uang asing adalah suatu transaksi yang didenominasi atau membutuhkan penyelesaian dalam suatu mata uang asing, termasuk transaksi yang timbul ketika suatu perusahaan: (a) membeli atau menjual barang atau jasa yang harganya didenominasi dalam suatu mata uang asing; (b) meminjam (hutang) atau meminjamkan (piutang) dana yang didenominasi dalam suatu mata uang asing;
23
(c) menjadi suatu pihak untuk suatu perjanjian dalam. valuta asing yang belum terlaksana; atau (d) memperoleh atau melepaskan aktiva, menimbulkan atau melunasi kewajiban, yang didenominasi dalam suatu mata uang asing. Transaksi dalam mata uang asing dibukukan dengan menggunakan kurs pada saat terjadinya transaksi. Kurs tunai yang berlaku pada tanggal transaksi sering disebut kurs spot (spot rate). Untuk alasan praktis, suatu kurs yang mendekati kurs tanggal transaksi sering digunakan, contohnya, suatu kurs rata-rata selama seminggu atau sebulan mungkin digunakan untuk seluruh transaksi dalam setiap mata uang asing yang terjadi selama periode itu. Namun jika kurs berfluktuasi secara signifikan, penggunaan kurs rata-rata untuk satu periode tidak dapat (P diandalkan. (Ikatan Akuntansi Indonesia, 2002:10.2-10.3) Pernyataan ini menegaskan bahwa kurs yang dapat dipergunakan untuk mencatat transaksi ekspor impor adalah kurs tengah Bank Indonesia atau kurs bank devisa, Dijelaskan lebih lanjut dalam PSAK No. 10 paragraf 9 mengenai Pelaporan Pada Tanggal Neraca Berikutnya: “Pada setiap tanggal neraca: (a) pas aktiva dan kewajiban moneter dalam mata uang asing dilaporkan ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tanggal neraca. Apabila terdapat kesulitan dalam menentukan kurs tanggal neraca, maka dapat digunakan kurs tengah Bank Indonesia sebagai indikator yang obyektif; (b) pos non-moneter tidak boleh dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal neraca tetapi tetap harus dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal transaksi; dan (c) pos non-moneter yang dinilai dengan nilai wajar dalam mata uang asing harus dilaporkan dengan menggunakan kurs yang berlaku pada saat nilai tersebut ditentukan.” Disini eksportir maupun importir diperbolehkan memilih untuk mencatat transaksi ekspor impor menggunakan kurs tengah Bank Indonesia, atau dapat menggunakan kurs yang ditetapkan oleh bank devisa tempat eksportir atau importir melakukan transaksi. Dengan penegasan bahwa penggunaan kurs yang mengikuti
24
bank devisa ataupun mengikuti Bank Indonesia harus diterapkan di perusahaan tersebut secara konsisten. Hal ini diperbolehkan untuk mempermudah PKP dalam rangka meng-ekspor maupun mengimpor BKP. Saat pengakuan selisih kurs, PSAK No. 10 paragraf 13-14 menjeiaskan bahwa: Kecuali untuk hal-hal yang diuraikan dalam paragraf 16 dan 18, selisih penjabaran pos aktiva dan kewajiban moneter dalam mata uang asing pada tanggal neraca dan laba rugi selisih kurs yang timbul dari transaksi dalam mata uang asing dikreditkan atau dibebankan pada laporan laba rugi periode berjalan. Selisih kurs timbul apabila terdapat perubahan kurs antara tanggal transaksi dan tanggal penyelesaian (settlement date) pos moneter yang timbul dari transaksi dalam mata uang asing. Bila timbulnya dan penyelesaian suatu transaksi berada dalam suatu periode akuntansi yang sama, maka seluruh selisih kurs diakui dalam periode tersebut. Namun jika timbulnya dan diselesaikannya suatu transaksi berada dalam beberapa periode akuntansi, maka selisih kurs harus diakui untuk setiap periode akuntansi dengan memperhitungkan perubahan kurs untuk masing-masing periode. (PSAK, 2002:10.7) Dari penjelasan diatas, diketahui bahwa penyelesaian dalam suatu transaksi mata uang asing harus dilakukan dalam periode akuntansi yang bersangkutan dan juga harus mempertimbangkan adanya selisih kurs yang terjadi. Transaksi valuta asing dibukukan berdasarkan kurs pada tanggal transaksi, dan pada tanggal neraca, saldo aktiva dan kewajiban dalam valuta asing harus dijabarkan dengan kurs tanggal neraca dan selisih kurs yang timbul ditampung dalam perhitungan laba rugi perusahaan pada periode berjalan. Saat pengungkapan, PSAK No. 10 paragraf 22-23 menjelaskan: Perusahaan harus mengungkapkan: (a) jumlah selisih kurs yang diperhitungkan dalam laba neto atau kerugian untuk periode tersebut; (b) selisih kurs neto yang diklasifikasikan dalam kelompok ekuitas sebagai suatu unsur yang terpisah, dan rekonsiliasi selisih kurs tersebut pada awal dan akhir periode; dan
25
(c) jumlah selisih kurs yang timbul selama periode, yang termasuk dalam nilai tercatat suatu aktiva sesuai dengan perlakukan alternatif yang diizinkan dalam paragraf 20. Perusahaan mengungkapkan dampak atas pos-pos moneter mata uang asing sehubungan dengan suatu perubahan dalam kurs yang terjadi setelah tanggal neraca jika perubahan tersebut sedemikian besar sehingga bila tidak diungkapkan akan mempengaruhi kemampuan pembaca laporan keuangan untuk membuat evaluasi dan keputusan yang tepat. (PSAK, 2002:10.6) Seperti disebutkan di atas, bahwa ketepatan pencatatan terhadap transaksi dalam valuta asing akan berpengaruh terhadap laporan rugi laba yang diperoleh pada periode tersebut maka, pengungkapan atas pos-pos laporan keuangan harus menggunakan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs bank devisa, dengan memperhatikan urutan penyajian neraca dan laporan rugi laba. Sehingga tidak terdapat kesalahan penggunaan kurs yang dapat melebihi angka materialitas dan mengakibatkan laporan keuangan perusahaan tidak bisa disajikan secara wajar. 2.3
Perlakuan Akuntansi atas Impor dan Ekspor
2.3.1 Perlakuan Akuntansi Pembelian Impor Pengakuan pembelian dilakukan pada saat transaksi pembelian itu terjadi, tetapi karena barang yang dibeli tidak langsung tiba di gudang pabrik, maka akun persediaan masih disebut sebagai barang dalam perjalanan impor. Akun barang dalam perjalanan ini hanya untuk sementara sampai barang telah tiba di gudang pabrik. Untuk barang dalam perjalanan atau barang yang belum diterima pada akhir tahun fiskal ditentukan berdasarkan perjanjian kedua belah pihak. Untuk f.o.b. shipping point hak atas barang berpindah ke tangan pembeli ketika penjual mengirimkan barang ke pihak peng-angkutan, yang berperan sebagai agen untuk si
26
pembeli. Oleh karena itu, ketika importir telah membayar saat pembukaan L/C, barang yang belum sampai di gudang importir disebut sebagai barang dalam perjalanan. Pengakuan atas barang dalam perjalanan juga berpengaruh terhadap pengakuan uang muka pembelian impor, dimana pembayaran uang muka diakui ketika pembukaan L/C dan uang muka dihapus saat penyerahan barang. Ketentuan f.o.b. shipping paint mengatakan bahwa penyerahan barang diakui oleh pembeli ketika eksportir telah mengapalkan barang ke agen pelayaran. Selain akun barang dalam perjalanan, akan ada akun hutang usaha jika pembelian tersebut dilakukan secara kredit. Dimana hutang diakui pada tanggal transaksi hutang terjadi. Pengukuran dan penilaian dilakukan ketika sebuah transaksi dijurnal, dimana perlakuan akuntansi dari perpetual inventory system seperti yang diungkapkan oleh Kieso and Weygandt diatas, bahwa tidak ada akun pembelian karena semua pembelian langsung di debet ke akun persediaan barang dagangan. Jurnal yang terjadi selama transaksi impor: 1.
Saat Pembukaan L/C Tanggal 01/06/02 importir mengajukan permintaan pembukaan L/C dengan nota debet 35% dari faktur (C&F) sebesar USD 1,000 dengan biaya bank Rp.75.000,00 dan biaya pembukaan L/C sebesar 10% dari nilai L/C. Nilai kurs bank devisa Rp.8.300,00. Nilai kurs MenKeu Rp.8.200,00. Nilai FOB USD
27
800; nilai Ocean Freight USD 200; nilai Marine Insurance USD 200; bea masuk 5%: PPh ps. 22 sebesar 2,5%; PPN 10%,
Uang muka pembelian
2.905.000
Kas/Bank-valas
2.905.000
(untuk mencatat uang muka pembelian yang dikeluarkan sesuai dengan persyaratan pembukuan L/C impor). Uang muka pembelian berasal dari 35% dikali nilai C&F dikali kurs bank devisa, yaitu 35% x (FOB + Ocean Freight) x 8.300 - 35% x 1,000 x 8.300 = 2.905.000. Uang muka pembelian diakui karena importir telah mengeluarkan sejumlah uang melalui bank devisa, tetapi supplier belum menerima pembayaran tersebut. Uang muka ini disajikan pada bagian aktiva lancar di neraca.
Barang dalam perjalanan-biaya adm. bank Barang dalam perjalanan-biaya pembukaan L/C Kas/Bank
75.000 664.000 739.000
(untuk mencatat biaya administrasi bank dan biaya pembukaan L/C yang dimasukkan ke dalam harga barang impor). Setiap kali membuka L/C di bank devisa, bank akan mengenakan biaya administrasi bank dan biaya untuk membuka L/C. Besarnya biaya ini akan ditentukan oleh bank devisa dan akan dimasukkan ke dalam harga pokok persediaan bahan baku impor. Jika biaya pembukuan L/C telah ditetapkan
28
sebesar 10% dari nilai L/C, maka nilainya sebesar 10% x FOB dikali kurs bank devisa = 10% x 800 x 8,300 = 664,000. Karena pada saat pembukaan L/C supplier belum mengirimkan barangnya, maka biaya administrasi bank dan biaya pembukaan L/C ini disebut sebagai barang dalam perjalanan. Jika pada akhir periode masih terdapat barang dalam perjalanan, maka akun ini akan disajikan pada bagian aktiva lancar di neraca.
PPN Masukan
361.620
Kas/Bank
361.620
(untuk mencatat PPN yang telah disetor sesuai dengan persyaratan uang muka L/C). Untuk menghitung PPN Masukan, maka harus menghitung nilai impor menurut kurs MenKeu terlebih dahulu, yaitu sebesar 10%x(CIF+bea masuk)x 8.200 = 10% x [1,200+(5%x 1,200)] x 8.200 = 10% x 1,260 x 8,200 = 1.033.200, Karena PPN Masukan dibayar hanya sebesar uang muka pembelian, maka PPN Masukan yang disetor sebesar 35% x 1.033.200 = 361.620. Walaupun PPN Masukan mempunyai akun tersendiri, namun dalam penyajiannya harus di net-off kan dulu dengan akun PPN Keluaran. Kemudian baru disajikan di neraca apakah PPN lebih bayar ataukah PPN kurang bayar.
29
2.
Saat Pengiriman Barang oleh Supplier Tanggal 15/06/02 supplier mengapalkan barang. Kemudian melalui fax atau email, importir mendapatkan bukti B/L dari supplier. Sesuai dengan ketentuan f.o.b. shipping point, barang menjadi milik importir saat barang tersebut dikapalkan. Nilai kurs bank devisa Rp.8.400,00. Nilai kurs MenKeu Rp.8.350,00.
Persediaan bahan baku-impor
10.581.000
Uang muka pembelian
2.905.000
Hutang dagang-valas
7.676.000
(untuk mencatat persediaan bahan baku impor, untuk menghapus uang muka pembelian disisi debet dan untuk mencatat hutang dagang sebesar 10.581.000-2.905.000 = 7.676.000) Ketika supplier menerima pembukaan L/C dari bank devisa di negaranya, maka supplier mempersiapkan barang sesuai dengan sales contract, membuka PEB dan mendaftarkan barangnya di pelabuhan. Setelah mendapatkan B/L dari agen pelayaran, supplier tersebut segera memberitahu importir melalui fax atau e-mail bahwa barang telah dikapalkan. Importir mencatat barang tersebut sebagai persediaan bahan baku, kemudian importir menghapus uang muka pembelian karena supplier telah menerima sebagian pembayaran, dan mengakui hutang dagangnya. Nilai persediaan bahan baku ini sebesar Nilai impor = [(FOB+Ocean Freight+Marine
30
Insurance) dikali kurs bank devisa] + [bea masuk dikali kurs MenKeu] = (1,200x8.400) + (5%xl,200x8.350) = 10.080.000+501.000 = 10.581.000. Nilai ini dimasukkan ke dalam harga persediaan bahan baku, Persediaan bahan baku disajikan pada bagian aktiva lancar. Sedangkan hutang dagang disajikan pada bagian kewajiban lancar di neraca.
Persediaan bahan baku-biaya adm. bank
75.000
Persediaan bahan baku-biaya pembukuan L/C
664.000
Barang dalam perjalanan
739,000
(untuk menghapus barang dalam perjalanan-biaya bank dan mencatat persediaan bahan baku) Biaya bank yang sebelumnya disebut sebagai barang dalam perjalanan karena barang belum dikapalkan, dihapus karena barang tersebut telah dikapalkan dan memenuhi syarat f.o.b. shipping point, 3.
Saat Pelaporan pada Tanggal Neraca Pada saat pelaporan pada tanggal neraca, ada dua kemungkinan yang dapat terjadi, yaitu: Ketika kurs rupiah melemah terhadap dollar, maka akan terdapat kerugian atas selisih kurs. Tanggal 30/06/02 kurs bank devisa Rp.8.500,00, Kurs MenKeu Rp.8.450,00. Jurnal yang dicatat adalah:
Kerugian selisih kurs Hutang dagang- valas
81.900 81.900
31
(untuk mencatat timbulnya kerugian selisih kurs atas hutang dagang dari pembelian impor karena adanya perubahan kurs pada akhir periode). Kerugian selisih kurs timbul karena pada akhir periode masih terdapat hutang dagang dalam valas dan rupiah melemah. Hutang dagang ini sebesar sisa hutang dikali (CIF dikali selisih kurs bank devisa saat ini dengan kurs bank devisa saat barang dikirim + bea masuk dikali selisih kurs MenKeu). Selisih kurs bank devisa saat pelaporan dengan saat barang dikirim adalah 8.500-8.400 = 100. Selisih kurs MenKeu saat pelaporan dengan saat barang dikirim adalah 8.450-8.350 = 100. Maka hasilnya = 65%x [(1,200x100) + (5%xl, 200x1 00)] = 65%x(120.000+6.000) = 65%xl26.000 = 81.900. Kerugian selisih kurs disajikan pada bagian pendapatan dan beban lain- lain di laporan rugi laba. Ketika kurs rupiah menguat terhadap dollar, maka akan terdapat keuntungan atas selisih kurs. Tanggal 30/06/02 kurs bank devisa Rp.8, 100.00. Kurs MenKeu Rp.8.000,00. Jurnal yang dicatat:
Hutang dagang-valas Keuntungan selisih kurs
247.650 247.650
(untuk mencatat timbulnya keuntungan selisih kurs atas hutang dagang dari pembelian impor karena adanya perubahan kurs pada akhir periode) Keuntungan selisih kurs timbulkarena pada akhir periode mas in terdapat hutang dagang dalam valas dan rupiah mengttat, Hutang dagang ini sebesar
32
sisa hutang dikali (CIF dikali selisih kurs bank devisa saat ini dengan kurs bank devisa saat barang dikirim + bea masuk dikali selisih kurs MenKeu). Selisih kurs bank devisa saat barang dikirim dengan saat pelaporan adalah 8.400-8,100 = 300. Selisih kurs MenKeu saat barang dikirim dengan saat pelaporan adalah 8.350-8,000 = 350. Maka hasilnya = 65% x [(1,200x300) + (5%x 1,200x350)] - 65% x(360.000+21.000) = 65% x 381.000 = 247,650. Keuntungan selisih kurs disajikan pada bagian pendapatan dan beban lain-lain di laporan rugi laba. (Fanani, 2006:43) 4.
Saat Pelunasan Pembayaran Barang Impor Pencatatan pelunasan pembayaran barang impor berdasarkan sisa hutang dagang. Pada saat pelunasan ini, ada dua kemungkinan yang dapat terjadi, yaitu; Ketika kurs rupiah melemah terhadap dollar, maka akan terdapat kerugian atas selisih kurs. Tanggal 19/09/02 kurs bank devisa Rp.8.650,00 melemah terhadap Rp.8.650,00. Kurs MenKeu Rp.8.600,00. Kurs MenKeu ini digunakan untuk menghitung ulang nilai bea masuk yang berubah. Jurnal yang dicatat:
Hutang dagang-valas
7.082.400
Kerugian selisih kurs
122.850
Kas/Bank-valas
7.205.250
(untuk mencatat pelunasan hutang dagang dan kerugian selisih kurs)
33
Jika kurs rupiah melemah, jumlah hutang dagang akan bertambah sebesar sisa hutang dikali (CIF dikali kurs bank devisa saat pelunasan + bea masuk dikali kurs MenKeu saat pelunasan) = 65%x [(1,200x8.650) + (5%x 1,200x8.600)] = 65%x (10.380.00X) + 516.000) = 65% x 10.896.000 7.082,400. Kerugian selisih kurs yang diperoleh sebesar sisa hutang dikali (CIF dikali selisih kurs bank devisa saat pelunasan dengan kurs bank devisa saat pelaporan+ bea masuk dikali selisih kurs MenKeu). Selisih kurs bank devisa saat pelunasan dengan saat pelaporan adalah 8,650-8,500 = 150. Selisih kurs MenKeu saat pelunasan dengan saat pelaporan adalah 8.600-8,450 = 1.5:0, Maka hasilnya = 65%x [(1,200x150) + (5%x1,200x150)] = 65% x (180.000+9.000) = 65%x 189.000 =122.850. Ketika kurs rupiah menguat terhadap dollar, maka akan terdapat keuntungan atas selisih kurs. Tanggal 19/09/02 kurs bank devisa Rp.8.425,00 menguat terhadap Rp.8.400,00. KMK Rp8.400,00 digunakan untuk menghitung ulang nilai bea masuk yang berubah. Jurnal yang dicatat:
Hutang dagang-valas
6.899.100
Kas/Bank-valas Keuntungan selisih kurs
6.853.275 45.825
(untuk mencatat pelunasan hutang dagang dan keuntungan selisih kurs)
34
Jika kurs rupiah menguat, jumlah hutang dagang akan berkurang sebesar sisa hutang dikali (CIF dikali kurs bank devisa saat pelunasan + bea masuk dikali kurs MenKeu saat pelunasan) = 65%x [(1,200x8.425) + (5%x 1,200x8,400)] - 65%x(I0.110.000 + 504.000) = 65% x 10.614.000 = 6.899.100. Keuntungan selisih kurs yang diperoleh sebesar sisa hutang dikali (GIF dikali selisih kurs bank devisa saat pelaporan dengan kurs bank devisa saat pelunasan + bea masuk dikali selisih kurs). Selisih kurs bank devisa saat pelaporan dengan saat pelunasan adalah 8.500-8.425 = 75, Selisih kurs MenKeu saat pelaporan dengan saat pelunasan adalah 8.600-8.400 = 200. Maka hasilnya = 65%x[(1,200x75) + (5%x1,200x200)] = 65% x (58.500+12.000) = 65%x70.500 = 45.825. 5.
Saat Penyetoran Pajak Impor Ketika barang tiba di pelabuhan, pajak impor harus disetor ke Ditjen Bea dan. Cukai, Kemudian PKP akan mendapatkan SSBC, SSP PPN, serta SSP PPh pasal 22 sebagai bukti penyetoran,. Tanggal 19/09/02 barang tiba di pelabuhan, kurs Menkeu pada tanggal tersebut Rp.8.600,00. Jurnal yang dicatat;
PPh pasal 22 impor
270.900
PPN Masukan
704.340
Kas/Bank
975.240
35
(untuk mencatat penyetoran pajak impor ke Dirjen Bea dan Cukai atas PPh pasal 22 impor dan PPN Masukan untuk sisa pembayaran hutang dagang) Nilai PPh pasal 22 impor diperoleh dari 2,5%x (GIF dikali kurs MenKeu + bea masuk dikali kurs Menkeu) = 2,5% x [(1,200x8,600) + (5%x l,200x8.600)] = 2,5%x (10.320.000+516.000) = 2,5%x 10.836.000 = 270.900. Sedangkan nilai PPN Masukan berubah karena perubahan nilai kurs MenKeu sebesar = [(I,200x8.600)+(5%xl,200x8.600)] = 65%x10%x 10,836,000 -704.340. PPh pasal 22 impor ini disajikan pada bagian aktiva lancar di neraca, karena perlakuannya sebagai kredit pajak atas pajak penghasilan yang terutang pada akhir tahun pajak. 6.
Saat Penyelesaian Barang di Pelabuhan Ongkos Pelabuhan Bongkar (OPS) dibayar ketika akan mengeluarkan barang dari kapal ke gudang pelabuhan, Selain itu masih ada biaya penyimpanan di gudang pelabuhan. Tanggal 27/09/02 biaya-biaya yang terjadi di pelabuhan adalah sebagai berikut:
Persediaan bahan baku-OPB
500.000
Persediaan bahan baku-bi. gudang
150.001
Kas/Bank
650.000
(untuk mencatat biaya OPB dan biaya gudang yang dimasukkan ke dalam harga bahan baku impor)
36
Setiap kali akan mengeluarkan barang dari gudang pelabuhan, impotir akan dikenakan biaya OPB dan biaya penyimpanan di gudang pelabuhan. Besarnya biaya ini akan dimasukkan ke dalam harga pokok persediaan bahan pembantu impor. Karena biaya OPB dan biaya gudang dianggap sebagai akun persediaan bahan pembantu, maka pada akhir periode akun ini akan disajikan pada bagian aktiva lancar di neraca. 7.
Saat Barang impor tiba di Gudang Pabrik Pada tanggal 27/0W02 barang tiba di gudang pabrik. Biaya yang harus diatom adalah biaya transport lokal sebesar Rp. 150.000,00, Jurnal yang dicatat:
Persediaan bahan baku-biaya transport lokal Kas/Bank
150.000 150.000
(untuk mencatat biaya transport lokal yang dimasukkan ke dalam harga pokok bahan baku impor) Untuk memindahkan barang yang telah dikeluarkan dari pelabuhan diperlukan biaya transportasi dari pelabuhan ke gudang. Besarnya biaya ini akan dimasukkan ke dalam harga pokok persediaan bahan baku impor, Karena biaya transport lokal. dianggap sebagai akun persediaan bahan baku, maka pada akhir periode akun ini akan disajikan pada bagian aktiva lancar di neraca. Saat pengungkapan pembelian impor, menurut Kieso (2001:455), menjelaskan uang muka pembelian diungkapkan di neraca selama barang
37
belum diterima oleh importir. Sedangkan untuk hutang, pengungkapan di dalam laporan keuangan akan dimasukkan di neraca. Penyajian akun barang dalam perjalanan diperlakukan seperti penyajian persediaan, yaitu diletakkan di neraca, karena pada dasarnya barang dalam perjalanan adalah akan persediaan yang belum diakui sampai barang benar-benar tiba di gudang importir. Laba/rugi selisih kurs akibat dari transaksi dengan mata uang asing, akan diungkapkan di dalam laporan rugi laba. Menurut Harnanto (2003:201), saat pengungkapan pajak, dijabarkan bahwa atas PPh Pasal 22 impor yang harus dibayar sendiri ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bersamaan dengan pembayaran bea masuk, PPh Pasal 22 Impor tersebut tidak boleh dikapitalisasi sebagai bagian dari nilai perolehan bahan baku, tetapi dapat diperlakukan sebagai kredit pajak atas pajak penghasilan yang terutang pada akhir tahun pajak. Untuk persediaan bahan baku, baik untuk pembelian maupun penjualan, diungkapkan di neraca. 2.3.2. Perlakuan Akuntansi Penjualan Ekspor Pada saat pengakuan, menurut Kieso and Weygandt transaksi yang dapat diakui sebagai pendapatan, yaitu: "Arus masuk atau penambahan lain atas harta suatu kesatuan atau penyelesaian suatu kewajiban (atau kombinasi keduanya) selama satu
38
periode dari penyerahan atau produksi barang, penyerahan jasa atau aktivita lain yang merupakan operasi utama kesatuan tersebut. Dari pernyataan diatas, dikatakan bahwa pendapatan yang berasal dari penjualan barang, diakui pada tanggal penjualan, biasanya diinterpretasikan pada tanggal pengiriman ke pelanggan. Selain pendapatan, terdapat pula piutang yang harus diakui jika perusahaan mempunyai kebijakan sistem penjualan secara kredit. Piutang adalah klaim yang dipegang atas pelanggan dan yang lain untuk uang, barang atau jasa.(Kieso, 2011:341) Pendapatan diterima dimuka diakui ketika sejumlah uang diterima namun barang belum dikirimkan oleh ekspoitir: “Adakalanya perusahaan menerima uang muka, sedangkan barang atau jasa bam diserahkan kemudian. Biasanya istilah yang dipakai untuk transaksi ini adalah pendapatan yang diterima dimuka, penerimaan uang muka tidak dapat diakui sebagai penghasilan. Penerimaan ini dapat dicatat sebagai kewajiban.”(Prabowo, 2002:257) Jurnal yang terjadi selama transaksi ekspor adalah : 1.
Saat Penerimaan L/C Tanggal 10/06/02 eksportir menerima L/C. Pembayaran oleh customer sebesar 45% dari total penjualan USD 5,000. Nilai kurs bank devisa Rp.8.100,00. Nilai kurs Menkeu Rp.8.150,00.
39
Kas/Bank-valas
18.225.000
Pendapatan diterima dimuka
18.225.000
(untuk mencatat uang muka sesuai dengan persyaratan L/C) Perhitungan angka diatas diperoleh berdasarkan 45% dikali total penjualan, yaitu 45%x5,000x8.100 = 18.225,000. Pembayaran yang telah eksportir terima dari customer melalui pembukaan L/C belum dapat diakui sebagai pendapatan, karena barang belum dikirim oleh eksportir. Oleh karena itu, eksportir mengakuinya sebagai pendapatan diterima dimuka. Pendapatan diterima dimuka disajikan pada bagian kewajiban lancar di neraca. 2.
Saat Eksportir Mengirimkan Barang Setelah membuat PEB dan inendaftarkannya ke Dirjen Bea dan Cukai, pada tanggal 20/06/0.2 eksportir memasukkan barang ke pelabuhan. Berdasarkan f.o.b. skipping point, penjualan diakui pada tanggal tersebut, karena eksportir telah melakukan penyerahan barang ke customer. Nilai kurs bank devisa Rp.8.400,00.
Piutang dagang-valas
23.100.000
Pendapatan diterima dimuka
18.225.000
Penjualan
42.000.000
(untuk mencatat piutang dagang, untuk menghapus pendapatan diterima dimuka yang telah terealisasi, dan untuk mencatat total penjualan). Setelah barang dikapalkan, eksportir dapat segera mengakui pendapatan. Sehingga pendapatan diterima dimuka dapat dihapus disisi debet dan eksportir mengakui piutang dagangnya sebesar 55% dari total penjualan =
40
55% x (5,000x8.400) = 55% x 42.000.000 = 23.100.000. Piutang dagang disajikan pada bagian aktiva lancar di neraca, untuk penjualan disajikan di laporan rugi laba.
Harga Pokok Penjualan
17.415.000
Persediaan barang dagangan
17.4.15.000
(untuk mencatat persediaan barang dagangan) Ketika penjualan terjadi, perusahaan manufaktur juga harus mencatat harga pokok penjualan dan persediaan barang dagangan yang keluar. Pencatatan dengan menggunakan perpetual inventory system ini akan memudahkan perusahaan manufaktur untuk mengetahui persediaannya, mengontrol perputaran persediaan dan memesan bahan baku. Secara teknis, PPN Keluaran ekspor bernilai 0, ini merupakan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan ekspor. Menurut pajak, bernilai 0 bukan berarti tidak terutang PPN, melainkan terutang PPN sebesar Rp.0,00. Nilai 0 ini tidak dimasukkan dalam jurnal. 3.
Saat Pelaporan pada Tanggal Neraca Pada saat pelaporan pada tanggal neraca, ada dua kemungkinan yang dapat terjadi, yaitu: Ketika kurs rupiah melemah terhadap dollar, maka akan terdapat keuntungan atas selisih kurs. Tanggal 30/06/02 kurs bank devisa Rp.8.500,00. Jurnal yang dicatat;
41
Piutang dagang-valas
275.000
Keuntungan selisih kurs
275.000
(untuk mencatat timbulnya keuntungan selisih kurs atas piutang dagang dari penjualan ekspor karena adanya perubahan kurs pada akhir periode = 55% x5,000x(8.500-8.400) - 275.000) Keuntungan selisih kurs timbul karena pada akhir periode masih terdapat piutang dagang dalam valas dan rupiah melemah. Nilai piutang dagang ini sebesar sisa piutang dikali harga jual dalam dollar dikali selisih kurs bank devisa saat pelaporan dengan kurs bank devisa saat barang dikirim. Keuntungan selisih kurs disajikan pada bagian pendapatan dan beban lain-lain di laporan rugi laba. Ketika kurs rupiah menguat terhadap dollar, maka akan terdapat kerugian atas selisih kurs. Tanggal 30/06/02 kurs bank devisa Rp.8.100,00. Jurnal yaag dicatat:
Kerugian selisih kurs
825.000
Piutang dagang-valas
825.000
(untuk mencatat timbulnya kerugian selisih kurs atas piutang dagang dari penjualan ekspor karena adanya perubahan kurs pada akhir periods = 55% x 5.000x(8.400-8.100) = 825,000) Kerugian selisih kurs timbul karena pada akhir periode masih terdapat piutang dagang dalam valas dan rupiah menguat. Nilai piutang dagang ini sebesar sisa
42
piutang dikali harga jual dalam dollar dikali selisih kurs bank devisa saat barang dikirim dengan kurs bank devisa saat pelaporan. Kerugian selisih kurs disajikan pada bagian pendapatan dan beban lain-lain di laporan rugi laba. 4.
Saat Penerimaan Pembayaran Ekspor Pencatatan pelunasan pembayaran ekspor berdasarkan piutang dagang. Pada saat pelunasan ini ada dua kemungkinan yang dapat terjadi, yaitu: Ketika kurs rupiah melemah terhadap dollar, maka akan terdapat keuntungan atas selisih kurs. Tanggal 28/09/02 kurs bank devisa Rp. 8.700,00 melemah terhadap Rp. 8300.00, Jurnal yang dicatat;
Kas/Bank-valas Piutang dagang-valas Keuntungan selisih kurs
24.475.000 23.925.000 550.000
(untuk mencatat penerimaan pembayaran L/C sebesar 55% dan mencatat timbulnya keuntungan selisih kurs atas pelunasan pembayaran karena kurs rupiah melemah pada tanggal pelunasan sebesar = 55%x5,000x(8.7008.500) = 550.000). Jika kurs rupiah melemah, piutang dagang akan bertambah sebesar sisa piutang dikali harga jual dalam dollar dikali kurs bank devisa saat pembayaran diterima, yaitu sebesar 55%x5,000x8.700 = 23.925.000. Ketika kurs rupiah menguat terhadap dollar, maka akan terdapat kerugian atas selisih kurs Tanggal 28/09/02 kurs bank devisa Rp.8.250.00, menguat terhadap Rp.8.500. Jurnal yang dicatat:
43
Kas/Bank-valas Kerugian selisih kurs Piutang dagang-valas
22.000.000 687.500 22.687.500
(untuk mencatat penerimaan pembayaran L/C sebesar 55% dan mencatat timbulnya kerugian selisih kurs atas pelunasan pembayaran karena kurs rupiah melemah pada tanggal pelunasan sebesar = 55%x5,000x [8,5008.250] = 687.500) Jika. kurs rupiah menguat, piutang dagang akan berkurang sebesar sisa piutang dikali harga jual dalam dollar dikali kurs bank devisa saat pembayaran diterima, yaitu sebesar 55%x5,000x8.250 = 22.687,500. Untuk persediaan bahan baku, baik untuk pembelian maupun penjualan, diungkapkan di neraca, sedangkan harga pokok penjualan diungkapkan di laporan rugi laba. Untuk pendapatan diterima dimuka, yang belum terealisasi sampai akhir periode, maka akun tersebut dimasukkan sebagai kewajiban jangka pendek di neraca. Sebaliknya, pendapatan yang telah terealisasi segera diungkapkan di dalam laporan rugi laba pada akhir periode. 2.4
Konsekuensi Perpajakan atas Realisasi Ekspor Impor
2.4.1. Ketentuan Penggunaan Kurs yang Ditetapkan oleh Menteri Keuangan Ketentuan penggunaan kurs fiscal yang merupakan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia, yang berubah setiap minggunya, menjelaskan:
44
“Bahwa untuk keperluan pelunasan Bea Masuk. Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Ekspor, dan Pajak Penghasilan atas pemasukan barang, hutang Pajak yang berhubungan dengan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Ekspor, dan. penghasilan yang diterima atau diperoleh berupa uang asing, harus terlebih dahulu dinilai ke dalam uang rupiah; dan bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Nilai Kurs sebagai Dasar Pelunasan Bea Masuk Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Ekspor, dan Pajak Penghasilan,” Dengan adanya ketentuan ini, maka kurs fiscal praktis dipergunakan hanya untuk kepentingan pelunasan kewajiban perpajakan, yaitu penyampaian SPT Masa PPh Pasal 22 , SPT Masa PPN dan SPT Tahunan, terkait dengan pembayaran bea masuk, PPN, PPnBM, PPh pasal 22 impor dan pajak ekspor.